46
10 BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1. Latar Belakang Pendidikan Inklusif Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan disiplin ilmu yang masih muda dengan akar yang sudah tua, yang membentang dari kebudayaan kuno Mediterania hingga sejarah modern Eropa. Akar pendidikan inklusif ini dimulai dari sejarah sekolah dasar biasa. Sejarah pendidikan kebutuhan khusus tidak memperoleh banyak perhatian selama beberapa dekade yang lalu, tetapi minat orang terhadap bidang ini muncul lebih kuat selama beberapa tahun terakhir ini. Tentu saja individu yang berkebutuhan khusus dan menyandang kecacatan mempunyai berbagai sisi sejarahnya sendiri di seluruh bagian dunia ini. Namun, kebanyakan yang didokumentasikan di dalam literatur barat berasal dari “dunia barat”. (Widyastono, 2004) Dalam konteks Eropa, sekolah dasar di Norwegia mempunyai sejarah yang panjang sejak pengesahannya secara resmi oleh Raja Christian VI pada tahun 1739. Fondasi sekolah ini, yaitu “untuk semua dan setiap orang”, Merupakan upaya utama dalam bidang pendidikan pada waktu itu, yang dilaksanakan oleh monarki otokratik, dan sangat dipengaruhi oleh ideologi Kristen pietism dan cameralism. Sekolah merupakan elemen kunci dalam proyek melek huruf keagamaan yang dikembangkan untuk memfasilitasi tanggung

BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

  • Upload
    lamnhi

  • View
    224

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

10

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1. Latar Belakang Pendidikan Inklusif

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

merupakan disiplin ilmu yang masih muda dengan

akar yang sudah tua, yang membentang dari

kebudayaan kuno Mediterania hingga sejarah modern

Eropa. Akar pendidikan inklusif ini dimulai dari sejarah

sekolah dasar biasa. Sejarah pendidikan kebutuhan

khusus tidak memperoleh banyak perhatian selama

beberapa dekade yang lalu, tetapi minat orang terhadap

bidang ini muncul lebih kuat selama beberapa tahun

terakhir ini. Tentu saja individu yang berkebutuhan

khusus dan menyandang kecacatan mempunyai

berbagai sisi sejarahnya sendiri di seluruh bagian

dunia ini. Namun, kebanyakan yang didokumentasikan

di dalam literatur barat berasal dari “dunia barat”.

(Widyastono, 2004)

Dalam konteks Eropa, sekolah dasar di Norwegia

mempunyai sejarah yang panjang sejak pengesahannya

secara resmi oleh Raja Christian VI pada tahun 1739.

Fondasi sekolah ini, yaitu “untuk semua dan setiap

orang”, Merupakan upaya utama dalam bidang

pendidikan pada waktu itu, yang dilaksanakan oleh

monarki otokratik, dan sangat dipengaruhi oleh ideologi

Kristen pietism dan cameralism. Sekolah merupakan

elemen kunci dalam proyek melek huruf keagamaan

yang dikembangkan untuk memfasilitasi tanggung

Page 2: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

11

jawab individual setiap orang kepada Tuhan Kristen di

samping untuk alasan-alasan praktis. Membutuhkan

seratus tahun sejak ditetapkannya undang-undang ini

hingga terlembagakannya sekolah dasar sebagai

institusi pendidikan permanenbagi semua orang di

seluruh bagian Norwegia. Isi pelajaran pada awal

sejarah sekolah dasar ini adalah membaca dan

penjelasan tentang bagian-bagian tertentu dari doktrin

Kristen. Akan tetapi, sejak didirikannya, sekolah dasar

Norwegia ini telah memperluasisinya, dan sekarang

telah mencakup sepuluh mata pelajaran wajib, dengan

mata pelajaran “Pengetahuan Kristen, Pendidikan

agama dan Etika” sebagai mata pelajaran minor.(KUF

1997/1999, dalam http://www.idp-europe.org)

Erik Pontoppidan (1698-1764) adalah penggagas

utama sekolah baru ini. Atas perintah Raja, dia

membuat buku pelajaran pertama, yang disebut

Penjelasan Pontoppidan (1739), yang menjadi buku

teks yang paling banyak digunakan sepanjang sejarah

sekolah dasar Norwegia. Di samping itu, dia juga

menulis tentang pendidikan dalam banyak teks

lainnya. Sebagai Uskup Bergen, dia telah berusaha

keras untuk menerapkan undang-undang baru tentang

sekolah untuk semua orang, di antaranya dengan

mendirikan lembaga pendidikan guru yang pertama di

seluruh Norwegia (yang sayangnya hanya bertahan

dalam waktu yang singkat). Dalam tulisannya tentang

pendidikan, Pontoppidan (1739) menunjukkan bahwa

dia menyadari bahwa anak-anak belajar dengan cara

yang berbeda-beda dan dengan kecepatan yang

Page 3: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

12

berbeda-beda. Penjelasan Pontoppidan adalah buku

tebal, dan parasiswa diharapkan mampu menghafalnya

di luar kepala. Akan tetapi, dia menandai beberapa

bagian buku teks itu dengan menggarisi bagian

tepinya, untuk menunjukkan bahwa bagian tersebut

tidak penting dipelajari oleh siswa yang mempunyai

kesulitan karena alasan internal atau eksternal. Buku

teks pendidikan yang dirancang oleh Pontoppidan

(1739) itu mengandung sejumlah contoh tentang

kesadarannya akan perbedaan individual dalam hal

peluang belajar serta berisikan sejumlah rekomendasi

tentang metode pengajaran yang tepat untuk

menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan individu

yang berbeda-beda. Sejumlah kecil contoh gagasan

semacam ini ditemukan dalam teks pendidikan selama

sejarah pendidikan dasar di abad ke-18 dan ke-19.

Teks-teks ini juga menunjukkan adanya pertukaran

gagasan antara Norwegia dan negara-negara Nordik

serta beberapa bagian Eropa lainya. Pemikiran-

pemikiran para ahli seperti Johan Amos Comenius dari

Cekoslowakia (1592-1670), Francke dari Halle di

Jerman, dan kemudian John Locke dari Inggris (1632-

1704), Jean-Jaques Rousseau (1712-1778) dari

Perancis dan Johann H. Pestalozzi dari Swiss (1746-

1827) ditafsirkan dan dibahas. (Johnsen, dalam

http://www.idp-europe.org)

Walaupun demikian, namun terdapat juga cerita-

cerita yang menunjukkan ketakutan dan kebencian

terhadap anak dan remaja dengan kesulitan belajar

dan kecacatan. Dalam tradisi Lutheran di Eropa Utara,

Page 4: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

13

yang disebut sebagai konfirmasi adalah bentuk ujian

yang besar, yang membukajalan bagi hak-hak orang

dewasa. Mungkin kerugian yang paling besar bagi

mereka yang tidak berhasil lulus dari ujian konfirmasi

itu adalah bahwa mereka tidak diperkenankan untuk

menikah. Menurut undang-undang yang berlaku saat

itu, anak muda yang karena berbagai alasan tidak

bersekolah dan tidak berhasil dalam belajar

pengetahuan dasar yang diwajibkan untuk lulus dari

ujian konfirmasi, dapat dimasukkan ke “rumah

rehabilitasi” dan bahkan di penjara, di mana mereka

dipaksa untuk belajar. Ada dua jenis kecacatan yang

tidak dapat diterima untuk konfirmasi, yaitu gila

(mungkin yang kini kita sebut psikosis parah atau

tunagrahita) dan tunarungu prabahasa. Sesungguhnya,

apakah orang yang menjadi tuli sebelum belajar bahasa

itu dapat dididik atau tidak, telah menjadi bahan

perdebatan selama beberapa abad, yang jejak

argumentasinya ditemukan sejak awal era Protestan

Lutheran hingga dekade terakhir abad kesembilan

belas. Pontoppidan ada di antara mereka yang

menentang edukabilitas orang tunarungu prabahasa

itu .(Johnsen,www.idp-europe.org).

Perkembangan pendidikan anak berkebutuhan

khusus berkembang di Eropa, perkembangan dari

upaya-upaya pendidikan yang sporadis, ke

keingintahuan filosofis, hingga didirikannya sekolah-

sekolah khusus serta lembaga khusus lainnya.

Di Amerika sejak tahun 1960-an presiden

Kennedy mengirimkan pakar-pakar pendidikan luar

Page 5: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

14

biasa ke Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming

dan last restrictive environment yang ternyata cocok

untuk diterapkan di Amerika Serikat. (Yusuf dan

Indianto, 2010).

Walaupun demikian ternyata pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus yang dijalankan melalui

sekolah-sekolah luar biasa belum dapat memenuhi

kebutuhan anak akan pendidikan. Hal tersebut

bermula dari ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan

pendidikan segregatif, yang menyebabkan anak-anak

membutuhkan layanan pendidikan khusus mengalami

kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan

masyarakat normal, meskipun mereka telah memiliki

kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk

hidup layak di masyarakat. Alasan inilah yang memicu

hadirnya pendidikan inklusif, pendidikan yang

mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di

sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama

teman-teman seusianya.

(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_

BIASA)

Tuntutan akan pendidikan inklusif ini mengacu

pada instrumen internasional yang melandasi

pendidikan inklusif, yaitu: a) Deklarasi Hak Asasi

Manusia (1948) termasuk hak atas pendidikan dan

partisipasi penuh di masyarakat untuk semua orang.

Dalam Deklarasi ini menegaskan bahwa: “Setiap orang

mempunyai hak atas pendidikan.”

(http://www.komnasperempuan.or.id). Hal ini didasari

atas pandangan bahwa penyandang cacat bukanlah

Page 6: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

15

sebagai manusia yang utuh, oleh karena itu seringkali

haknya direnggut. Melalui deklarasi ini maka

dihasilkanlah suatu keputusan yaitu bahwa semua

penyandang cacat, tanpa memandang jenis dan tingkat

keparahannya, memiliki hak atas pendidikan.

(UNESCO, 1994). b) Konvensi Hak Anak 1989 (PBB,

diumumkan tahun 1991), Konvensi PBB tentang Hak

Anak tahun 1989, yang telah ditandangani oleh semua

negara di dunia, kecuali Amerika Serikat dan Somalia;

menyatakan bahwa pendidikan dasar seyogyanya wajib

dan bebas biaya bagi semua (pasal 28). Konvensi

tentang Hak Anak PBB memiliki empat prinsip umum

yang menaungi semua pasal lainnya termasuk pasal

mengenai pendidikan, yaitu: (1) non-diskriminasi

(pasal2) yang menyatakan secara spesifik tentang

penyandang kebutuhan khusus/penyandang cacat; (2)

kepentingan terbaik anak; (3) hak untuk kelangsungan

hidup dan perkembangan (pasal 6); dan (4) menghargai

pendapat anak (pasal 12). Kesemua hak tersebut tidak

dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling

berhubungan. Meskipun dalam memenuhi hak atas

pendidikan bagi anak berkelainan/berkebutuhan

khusus atau penyandang cacat telah disediakan

pendidikan di sekolah khusus/sekolah luar biasa,

tetapi hal ini dapat melanggar hak mereka

“diperlakukan secara non-diskriminatif”, dihargai

pendapatnya dan hak untuk tetap berada dalam

lingkungan keluarga dan masyarakatnya.

(http://www.unicef.org). c) Pendidikan untuk semua

(1990): Konferensi dunia tentang Pendidikan untuk

Page 7: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

16

Semua di Jomtien, Thailand (UNESCO, diumumkan

tahun 1991 dan 1992), dalam Deklarasi Dunia tentang

Pendidikan untuk semua di Thailand pada tahun 1990,

melangkah lebih jauh dari pada Deklarasi Universal

dalam pasal III tentang universalisasi akses dan

mempromosikan kesetaraan. Dalam deklarasi tersebut

dinyatakan bahwa terdapat kesenjangan pendidikan

dan bahwa berbagai kelompok tertentu rentan akan

diskriminasi dan eksklusi. Hal ini mencakup anak

perempuan, orang miskin, anak jalanan dan anak

pekerja, penduduk pedesaan dan daerah terpencil,

etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, dan

secara khusus disebutkan para penyandang cacat.

Istilah inklusi tidak digunakan dalam Deklarasi

Jomtien, tetapi terdapat beberapa pernyataan yang

mengindikasikan pentingnya menjamin bahwa orang-

orang dari kelompok marginal mendapatkan akses ke

pendidikan umum (Sue Stubbs, 2002). Dalam Deklarasi

Jomtien juga dinyatakan bahwa langkah-langkah yang

diperlukan perlu diambil untuk memberikan akses ke

pendidikan yang sama kepada setiap kategori

penyandang cacat/kelainan sebagai bagian integral dari

sistem pendidikan (Pasal II ayat 5 ). (UNESCO, 1990).,d)

Peraturan Standar tentang Kesamaan Kesempatan bagi

Penyandang Cacat, 1993(PBB, diumumkan tahun

1994), Peraturan ini telah dikembangkan atas dasar

pengalaman yang diperoleh selama Dekade Penyandang

Cacat PBB (1983 - 1992). Piagam Internasional Hak-

hak Asasi Manusia, yang terdiri dari Deklarasi Hak

Azazi Manusia Universal, Perjanjian Internasional

Page 8: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

17

tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan

Perjanjian Intemasional tentang Hak-hak Sipil dan

Politik, Konvensi tentang Hak-hak Anak, dan Konvensi

tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi

terhadap Wanita, maupun Program Aksi Dunia

mengenai Penyandang Cacat, merupakan landasan

politik dan moral bagi peraturan ini. Meskipun

peraturan ini tidak wajib, tetapi dapat menjadi

peraturan keluaran internasional jika ditetapkan oleh

sejumlah besar Negara dengan tujuan menghormati

suatu aturan dalam hukum internasional. Prinsip-

prinsip penting untuk bertanggungjawab, berbuat dan

bekerja sama terkandung pula di dalamnya. Bidang-

bidang yang sangat penting bagi kualitas kehidupan

dan demi tercapainya partisipasi penuh dan persamaan

pun termuat. Peraturan ini dapat dipergunakan sebagai

suatu instrumen bagi pembuatan kebijaksanaan dan

pengambilan tindakan bagi para penyandang cacat

serta organisasi-organisasinya. Peraturan ini dapat

pula dipergunakan sebagai dasar bagi kerja sama

teknik dan ekonomi di antara negara-negara,

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi organisasi

internasional lainnya. Peraturan ini bertujuan untuk

menjamin agar para penyandang cacat anak-anak

maupun dewasa, laki-laki ataupun perempuan,

memperoleh hak dan kewajiban yang sama seperti

orang-orang lain sebagai warga masyarakatnya.

(Peraturan Standar tentang Persamaan kesempatan

bagi Para penyandang cacat, Resolusi PBB No. 48/96

Tahun 1993). Penyataan Salamanca tentang

Page 9: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

18

Pendidikan inklusif, 1994 (UNESCO diumumkan

pertama tahun 1994, laporan akhir tahun 1995).

Konsep pendidikan inklusif mulai mewujud dalam

sebuah kerangka kerja yang jelas pada saat UNESCO

menyelenggarakan The Salamanca World Conference on

Special Needs Education pada tahun 1994. Pada

paragraf ketiga dari The Salamanca Statement and

Framework for Action on Special Needs Education yang

dihasilkan dari konferensi tersebut dinyatakan bahwa:

“… schools should accommodate all children regardless of their physical, intellectual, social, emotional, linguistic or other conditions. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from remote or nomadic populations, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and children from other disadvantaged or marginalised areas or groups.”

Jelas bahwa pendidikan inklusif adalah suatu

sistem pendidikan yang ditujukan untuk mampu

mengakomodasi semua anak tanpa memandang

kondisi mereka. Sistem pendidikan ini tidak hanya

sekadar untuk mengakomodasi kaum difabel, tetapi

juga kelompok-kelompok anak lainnya, seperti anak

jalanan, pekerja anak, anak-anak dari daerah terpencil

dan sebagainya. Jadi, konsep pendidikan inklusif

dimunculkan untuk menjamin akses pendidikan bagi

semua anak. Model pendidikan ini diyakini sebagai alat

yang paling efektif untuk memerangi diskriminasi,

menciptakan masyarakat yang bisa menerima

perbedaan, dan menjamin berjalannya konsep

pendidikan untuk semua sebagaimana yang dicita-

citakan oleh UNESCO sejak konferensi Jomtien

Page 10: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

19

sebagaimana telah disebut di atas. (Yusuf dan Indianto,

2010)

Di Indonesia, proses menuju pendidikan inklusif

dimulai pada awal tahun 1960-an oleh beberapa orang

siswa tunanetra di Bandung dengan dukungan

organisasi pada tunanetra sebagai satu kelompok

penekan. Sejumlah pemuda tunanetra bersikeras

untuk memperoleh tingkat pendidikan lebih tinggi

dengan mencoba masuk SMA biasa meskipun ada

upaya penolakan dari pihak SMA itu. Pada akhir tahun

1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian

terhadap pentingnya pendidikan integrasi, dan

mengundang Hellen Keller International, Inc, untuk

membantu mengembangkan sekolah integrasi.

Keberhasilan proyek ini menyebabkan diterbitkannya

Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor:

002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu Bagi Anak

Cacat. Sayangnya, ketika proyek pendidikan integrasi

itu berakhir, implementasi pendidikan integrasi

semakin kurang dipraktikkan. Menjelang akhir tahun

1990-an upaya baru dilakukan lagi untuk

mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek

kerjasama antara Depdiknas dan pemerintah Norwegia

di bawah manajemen Brailo Norway dan Direktorat PLB

(Pendidikan Luar Biasa). Agar tidak mengulangi

kesalahan di masa lalu dengan program integrasi yang

nyaris mati, perhatian diberikan pada sustainabilitas

program pengimplementasian pendidikan inklusif.

(Firdaus,2010).

Page 11: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

20

2.2. Pengertian Pendidikan Inklusif

Inklusif berasal dari kata bahasa Inggris yaitu

inclusion. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini

dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam

usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki

hambatan dengan cara-cara yang realistik dan

kompeherensif dalam kehidupan pendidikan yang

menyeluruh. (Smith, 2006).

Sedangkan, Pendidikan inklusif Menurut

UNESCO(1994) :

“ At the core of inclusive education is the human right to education, pronounced in the Universal Declaration of Human Rights in 1949. Equally important is the right of children not to be discriminated against, stated in Article 2 of the Convention on the Right of the Child (UN, 1989). A logical consequence of this right is that all children have the right to receive the kind of education that does not discriminate on grounds of disability, ethnicity, religion, language,

gender, capabilities, and so on.

Artinya bahwa Pendidikan inklusif merupakan inti dari

hak azazi manusia untuk memperoleh pendidikan. Hal

ini telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang

hak azazi manusia di tahun 1949. Kesamaan

kepentingan adalah hak anak untuk tidak

didiskriminiasikan, dinyatakan dalam pasal 2 dari

Konvensi tentang hak anak. Konsekuensi logik dari

hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak

untuk menerima jenis pendidikan yang tidak

mendiskriminasikan pada latar dari ketidakmampuan,

etnik, agama, bahasa, jender, kapabilitas dan lain

sebagainya.

Page 12: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

21

Pendidikan inklusif merupakan suatu pendekatan

pendidikan yang inovatif dan strategis untuk

memperluas akses pendidikan bagi semua anak

berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang

cacat. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan

inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk

reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti

diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan

kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan

bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya

strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun,

serta upaya merubah sikap masyarakat terhadap anak

berkebutuhan khusus. (Sunaryo, 2009).

Alimin (2005) menjelaskan bahwa pendidikan

inklusi adalah sebuah proses dalam merespon

kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui

peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan

masyarakat, dan mengurangi eklusivitas di dalam

pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup perubahan

dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan,

struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi

kebutuhan semua anak seseuai dengan kelompok

usianya.

Selain itu, pendidikan inklusif sendiri menurut

Sapon-Shevin (O’Neil, 1994) yaitu bahwa Pendidikan

inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang

mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di

sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama

teman-teman seusianya.( Widyastono, 2004).

Page 13: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

22

Disamping itu, Staub dan Peck (2005) menyatakan

pendidikan inklusi adalah penempatan anak

berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara

penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa

kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan

bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan

bagaimanapun gradasinya.

Selanjutnya, Menurut Smith (2006)Pendidikan

Inklusif adalah program yang mengakomodasikan

seluruh siswa dalam kelas yang sama sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya, termasuk didalamnya

siswa yang berlainan. Bagi sebagian besar pendidik,

istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif

dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang

memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistik dan

kompeherensif dalam kehidupan pendidikan yang

menyeluruh. (Smith, 2006).

Berdasarkan pengertian tentang pendidikan

inklusif, bahwa pendidikan inklusif merupakan

pendidikan yang terbuka bagi semua, yang menerima

keanekaragaman dan menghargai perbedaan. Dalam

pendidikan inklusif setiap anak yang memiliki kelainan

serta potensi kecerdasan dan bakat istimewa diberikan

kesempatan untuk belajar bersama, tanpa

membedakan satu dengan yang lainnya, memahami

perbedaan, serta bekerjasama melengkapi kekurangan

yang ada.

Sedangkan,untuk sekolah inklusif sendiri menurut

Sapon-Shevin (O’Neil, 1994) Sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif adalah sekolah yang menerima

Page 14: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

23

semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini

menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan

dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan

dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar

peserta didik berhasil. Sekolah inklusi merupakan

tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari suatu

kelas dan saling membantu dengan guru dan teman

sebayanya, maupun dengan anggota masyarakat lain

agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi

(Stainback dan Stainback, 1990).

Sejalan dengan itu, Choate (dalam Dyah, 2008)

mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah

yang mengijinkan peserta didik yang berkebutuhan

khusus untuk dapat belajar dikelas pendidikan umum.

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus

memenuhi beberapa persyaratan yang sudah

ditentukkan antara lain keberadaan siswa

berkebutuhan khusus, komitmen terhadap pendidikan

inklusif, manajemen sekolah, sarana-prasarana, dan

ketenagaan. (Suparno,2007)

Dalam penerimaan siswa di sekolah inklusi perlu

diadakannya identifikasi ABK oleh guru terutama oleh

guru kelas. Identifikasi adalah usaha untuk mengenali

atau menemukan anak berkebutuhan khusus

berdasarkan ciri yang ada. Dalam mengidentifikasi

terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan antara

lain: observasi, wawancara, dan tes psikologi. Setelah

diidentifikasi dilakukan assesmen yang bertujuan

untuk: menyaring kemampuan anak, pengklasifikasian,

Page 15: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

24

penempatan dan penetuan program, penentuan arah

dan tujuan pendidikan, pengembangan program

pendidikan individual, penentuan strategi (Suparno

2007).

Sekolah umum/reguler yang menerapkan program

pendidikan inklusif akan berimplikasi secara

manajerial di sekolah, diantaranya adalah:

a. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman, dan

menghargai perbedaan. b. Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang

heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran dengan pendekatan individual.

c. Guru di kelas umum/reguler harus menerapkan

pembelajaran yang interaktif. d. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi. e. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif dituntut melibatkan orang tua secara

bermakna dalam proses pendidikan (Direktorat PLB, 2007).

2.3. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Mujito (2012) Hakikat pendidikan

adalah memanusiakan manusia, mengembangkan

potensi dasar peserta didik agar berani dan mampu

menghadapi masalah hidup yang dihadapi tanpa rasa

tertekan, mampu, dan senang meningkatkan fitrahnya

sebagai khalifah di muka bumi.

Sedangkan Hakikat pendidikan inklusi terdiri

dari 2, yaitu:

Page 16: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

25

a. Pendidikan inklusi adalah penggabungan

pendidikan regular dan pendidikan khusus ke

dalam satu sistem persekolahan yang dipersatukan

untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan

semua.

b. Pendidikan inklusi bukan sekedar metode atau

pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk

implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan

antar manusia yang mengemban misi tunggal

untuk membangun kehidupan bersama yang lebih

baik.(dalam,http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/).

Selain itu pendidikan inklusi bertujuan, untuk

mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar juga

untuk menyamakan hak dalam memperoleh

pendidikan antara anak normal dengan anak

berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan

penjelasan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan

khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik

yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki

kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara

inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada

tingkat dasar dan menengah. Hal ini menunjukkan

bahwa keberadaan anak berkelainan dan anak

berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia berhak

untuk mendapatkan pendidikan yang layak

sebagaimana anak-anak normal lainnya. (Padriastuti,

2010).

Page 17: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

26

Gargiulo dalam Mudjito,2012 bahwa tujuan

pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi

Anak Berkebutuhan Khusus sedini mungkin agar :

a. Meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan

dan perkembangan anak berkebutuhan khusus dan

untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat

dalam aktifitas yang normal;

b. Memungkinkan untuk mencegah terjadinya kondisi

yang lebih parah dalam ketidakteraturan

perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak

berkemampuan.

c. Mencegah berkembangnya keterbatasan

kemampuan lainnya sebagai hasil utama

diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.

2.4. Peran dan Tanggung Jawab dalam

Pelaksanaan LIRP (Lingkungan Inklusi Ramah terhadap Pembelajaran) Dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang

sudah diamandemen memberikan jaminan seperti yang

tercantum pada pasal 31, ayat (1) menyatakan bahwa

setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,

ayat (2) setiap warga negara wajib mengikuti

pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Termasuk untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dan yang memiliki potensi kecerdasan atau bakat

istimewa. Hal ini sejalan dengan seruan International

Education for All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO

sebagai sebuah kesepakatan global.

Dalam pelaksanaannya tentulah melibatkan

banyak pihak. Oleh karena itu, setiap pihak yang

Page 18: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

27

memainkan perannya dalam pendidikan inklusif perlu

memahami peran serta tanggung jawabnya. Peran dan

tanggung jawab tersebut mengacu padakeputusan

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah, 2009, antara lain :

A. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah.

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah (2009) menyatakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan Lingkungan

Inklusi Ramah terhadap Pembelajaran (LIRP) antara lain :

1. Menyusun, mensosialisasikan, menerapkan pendidikan, dan kebijakan pendidikan inklusi seperti sumber daya manusia, dana, kurikulum

dan perangkat pembelajaran lainnya. 2. Memfasilitasi proses pelaksanaan pendidikan

inklusi di lingkungan inklusi di semua lingkungan pembelajaran.

3. Memperluas akses pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

4. Membuka peluang pada pihak terkait untuk

berkontribusi dalam LIRP.

B. Peran dan Tanggung Jawab Guru.

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah (2009) menyatakan bahwa peran dan

tanggung jawab guru dalam mendukung pelaksanakan

Lingkungan Inklusi Ramah terhadap Pembelajaran

(LIRP) antara lain :

1. Berkomunikasi secara berkala dengan keluarga, yaitu orang tua wali tentang kemajuan anak mereka dalam belajar dan berprestasi

2. Bekerja dengan masyarakat untuk menjaringanak yang tidak bersekolah.

Page 19: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

28

3. Menjelaskan manfaat dan tujuan LIRP kepada orang tua peserta didik

4. Mempersiapkan anak agar berani berinteraksi dengan masyarakat sebagai bagian dari kurikulum,

seperti mengunjungi museum, memperingat hari-hari besar keagamaan dan nasional.

5. Mengajak orang tua dan anggota masyarakat terlibat dalam kelas.

6. Mengkomunikasikan LIRP kepada orang tua wali

peserta didik, komite sekolah serta pemimpin dan anggota masyarakat.

7. Bekerja sama dengan para orang tua untuk menjadi penyuluh LIRP dilingkungan sekolah maupun

masyarakat.

C. Peran dan Tanggung Jawab Orang Tua

Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah (2009) menyatakan peran dan tanggung

jawab orang tua dalam mendukung pelaksanakan

Lingkungan Inklusi Ramah terhadap Pembelajaran

(LIRP) antara lain :

1. Mendukung pelaksanaan LIRP 2. Berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan LIRP di

berbagai komunitas 3. Bersedia menjadi narasumber sesuai keahlian dan

profesi yang dimiliki. 4. Menginformasikan nilai-nilai positif dari

pelaksanaan LIRPkepada masyarakat secara luas

5. Bekerjasama dengan anggota komite sekolah atau pihak lain dalam pengadaan sumber belajar.

6. Aktif bekerjasama dengan guru dalam proses pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.

7. Aktif dalam memberikan ide atau gagasan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran.

Pendidikan inklusif akan berjalan secara efektif

apabila setiap pihak yang terlibat dapat memahami

Page 20: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

29

peran serta tanggung jawabnya secara baik. Oleh

karena itu hal ini penting untuk dipahami mengingat

bahwa hal ini merupakan salah satu aspek penting

dalam pencapaian tujuan pendidikan inklusif.

2.5. Anak Berkebutuhan Khusus

2.5.1. Pengertian Slow Learner

Anak lamban belajar atau slow learner adalah

mereka yang memiliki prestasi belajar rendah atau

sedikit di bawah rata-rata dari anak pada umumnya,

pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika

dilakukan pengetesan pada IQ (Intelegence Question),

skor tes IQ mereka menunjukkan skor antara 70-90

(Wiley, 2007).

Dijelaskan dalam “Dictionary of Psychology” slow

learner is a non technical variously applied to children

who are some what mentally retarted or are developing

at a slower that normal rate. (Hillgrad,1962)

Yusuf (2005) mengemukakan bahwa anak yang

prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit

dibawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar

atau slow learner.

Endang (2005) Menyatakan pembahasan tentang

Borderline atau garis perbatasan taraf kecerdasan yang

menjadi kelompok tersendiri, sering disebut sebagai

kelompok lamban belajar.

Sedangkan, Toto (2005) dalam makalah

seminarnya menyatakan siswa lamban belajar ialah

siswa yang intelegensinya berada pada taraf perbatasan

Page 21: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

30

(borderline) dengan IQ 70-85 berdasarkan tes

intelegensi baku.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Purwandari

(1993) ternyata anak lamban belajar (slow learner)

mempunyai ciri-ciri emosi sebagai berikut :

a. Daya konsentrasi rendah

Daya konsentrasi hanya sebentar, seperti terikat

dalam kegiatan belajar di kelas, anak hanya

dapat mengikuti pelajaran denganbaik ± 20

menit, lebih dari itu anak kelihatan gelisah, dan

kadang-kadang mengganggu teman-temannya

yang sedang belajar.

b. Mudah lupa dan beralih perhatian

Hal ini sangat berkaitan dengan daya ingat dan

rangsangan dari luar.

c. Eksplosif

Anak sering menampakan sikap cepat bereaksi

terhadap rangsangan tanpa ada pertimbangan

pemikiran lebih dulu. Bila tidak diberi tugas akan

nampak kecewa.

Ciri-ciri anak dalam kategori slow learner:

1. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah

(kurang dari KKM),

2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik

sering terlambat dibandingkan teman-teman

seusianya,

3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,

4. Pernah tidak naik kelas.

Page 22: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

31

2.5.2 Faktor Penyebab Anak Lamban Belajar

4 faktor yang menyebabkan terjadinya anak slow

learner atau lamban belajar. Faktor tersebut antara

lain:

1. Faktor Genetik dan Prenatal (Sebelum lahir).

Perkembangan seorang anak dimulai dari sejak

konsepsi sampai pembuahan. Seluruh bawaan

biologis seorang anak yang berasal dari kedua

orang tuanya (berupa kromosom yang memecah

diri menjadi partikel kecil yang disebut dengan

gen), akan menjadi apa anak tersebut. Terjadinya

kelainan kromosom dapat menyebabkan terjadi

pula kelainan yang berhubungan dengan fisik

maupun fungsi-fungsi kecerdasan.

Selain dari kelainan pada kromosom, anak

lamban belajar atau slow learner juga dapat

disebabkan adanya gangguan biokimia dalam

tubuh, seperti galactosemia dan phenylketonuria.

Galactosemia adalah suatu gangguan biokimia

karena defisiensi enzim yang dibutuhkan untuk

metabolisme galaktosa yang layak. Sedangkan

phenylketonuria adalah suatu gangguan

metabolisme genetik, dimana oksidasi yang tidak

lengkap dari asam amino yang menyebabkan

kerusakan pada otak.

2. Faktor Biologis Non Keturunan

Lamban belajar atau slow learner tidak hanya

terjadi karena faktor genetik tetapi juga ada

beberapa hal non genetik, antara lain: Obat-

Page 23: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

32

obatan, keadaan Gizi Ibu yang buruk saat hamil,

radiasi sinar x, faktor Rhesus, golongan darah.

3. Faktor Natal (Saat Proses kelahiran)

Kondisi kekurangan oksigen karena proses

kelahiran yang lama atau bermasalah dapat

menyebabkan transfer oksigen ke otak bayi

menjadi terhambat.

4. Faktor Postnatal (sesudah lahir) dan lingkungan.

Malnutrisi dan trauma fisik akibat jatuh atau

kecelakaan, trauma pada otak atau beberapa

penyakit seperti meningitis dan encephalis harus

juga diperhatikan. Begitu juga dengan

lingkungan. Lingkungan dapat berperan sebagai

penyebab terjadinya anak lamban belajar atau

slow learner. Karena stimulasi yang salah,

sehingga anak tidak dapat berkembang secara

optimal. Lingkungan yang dimaksud dapat

lingkungan sekolah dapat pula lingkungan

rumah. Interaksi dari beberapa faktor dapat

mempengaruhi fungsi mental anak.

2.6. Model Pembelajaran

2.6.1. Model-model Pembelajaran

Pembelajaran dapat difenisikan sebagai suatu

sistem atau proses membelajarkan subjek

didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,

dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar

sbjek didik/pembelajar dapat mencapai kompetensi

yang dirumuskan secara efektif dan efisien.

(Komalasari,2011).

Page 24: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

33

Gunter et al (1990) mendefinisikan model

pembelajaran sebagai an instructional model is a step-

by-step procedure that leads to specific learning

outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model

pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran

merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai kompetensi dasar.

Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang

relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An

instructional strategy is a method for delivering

instruction that is intended to help students achieve a

learning objective (Burden & Byrd, 1999).

Model pembelajaran yang di kembangkan dengan

pendekatan Konstruktivistik adalah Model

pembelajaran berdasarkan Masalah (Problem based

Learning) dan pembelajaran kooperatif (cooperative

learning). Model pembelajaran ini mencakup

pendekatan pembelajaran luas, dan menyeluruh

(Areunds,1997).

A. Pembelajaran kooperatif/Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

adalah suatu strategi belajar mengajar yang

menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam

bekerja atau membantu di antara sesama dalam

struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang

terdiri dari dua orang atau lebih. Dalam tiap kelompok

terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan,

Page 25: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

34

melakukan berbagai kegiatan belajar untuk

meningkatkan pemahaman mereka tentang materi

pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota

kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar

apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan

belajar, sehingga bersama-sama mencapai

keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua

anggota kelompok berhasil memahami dan

melengkapinya. Semua siswa berusaha sampai semua

anggota kelompok berhasil memahami dan

melengkapinya. (Lie,2000). Model pembelajaran

kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-

tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar

akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu

dan pengembangan keterampilan sosial. Prinsip model

pembelajaran kooperatif yaitu 1) saling ketergantungan

positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka;

4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses

kelompok.

Belajar kooperatif secara teoretik dipandang

mampu mengembangkan bukan saja capaian

akademik, tapi juga capaian non-akademik seperti

hubungan interpersonal dan kerjasama kelompok.

Menurut Arends (2007) belajar kooperatif

dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga

tujuan penting; yaitu prestasi akademik, toleransi dan

penerimaan terhadap keanekaragaman, serta

pengembangan keterampilan sosial. Marning dan

Lucking (1991) mengatakan bahwa belajar kooperatif

selain memberikan kontribusi secara positif terhadap

Page 26: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

35

prestasi akademik, juga meningkatkan keterampilan

sosial dan self-esteem siswa.

Pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa tipe

antara lain :

1. Tipe Jigsaw

Dari sisi etimologi jigsaw berasal dari bahasa

inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang

menyebutnya dengan istilah fuzzle, yaitu sebuah teka-

teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran

kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara

bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan

sesuatukegiatan belajar dengan cara bekerja sama

dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah

sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan

kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok

kecil bersama. (Lie,2000)

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata

atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu

siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran

menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama

dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong

dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah

informasi dan meningkatkan keterampilan

berkomunikasi. (Arends, 2007)

2. Three Minute Review

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step

review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada

saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau

presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu

Page 27: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

36

apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di

dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-

kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi

kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-

pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi

tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam

tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa

dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu

proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

untuk mengklarifikasi.

3. Tipe Group Investigazion

Menurut Winataputra (1992) model GI atau

investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai

situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai

tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang

untuk membimbing para siswa mendefinisikan

masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai

masalah itu, mengumpulkan data yang relevan,

mengembangkan dan mengetes hipotesis.

Sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai

oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau

setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok

dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral

kegiatan belajar. Guru dan murid memiliki status yang

sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan

peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama

guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara

kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang

berlangsung dalam pembelajaran serta membantu

siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana

Page 28: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

37

pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan

model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh

kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai

informasi yang sesuai dan diperlukan untuk

melakukan proses pemecahan masalah kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tipe investigasi

kelompok ini dikembangkan oleh John Dewey dan

Herbert A Thelen. (Winataputra, 1992)

4. Think Pair Share (TPS)

TPS merupakan metode yang menempatkan guru

sebagai motivator, fasilitator, mediator, evaluator dan

pembimbing, sedangkan siswa dalam kegiatan

pembelajaran di dalam kelas memiliki peran aktif.

(Kusuma dan Aisah, 2012)

TPS menghendaki siswa untuk bekerja sendiri

danbekerja sama saling membantu dengan siswa lain

dalam suatu kelompok kecil. Denganmetode klasikal

yang memungkinkan hanya satu siswa yang maju dan

membagikan hasilnyauntuk seluruh kelas, teknik Think

Pair Share memberi sedikitnya delapan kali kesempatan

lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan

menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain

(Anita Lie, 2008).

Pelaksanaan pembelajaran TPS ini diawali dari

berpikir (think) sendiri mengenai pemecahan suatu

masalah. Tahap berpikir menuntut siswa untuk lebih

tekun dalam belajar dan aktif mencari referensi agar

lebih mudah dalam memecahkan masalah atau soal

yang diberikan guru. Siswa kemudian diminta untuk

mendiskusikan hasil pemikirannya secara berpasangan

Page 29: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

38

(pair). Tahap diskusi merupakan tahap menyatukan

pendapat masing-masing siswa guna memperdalam

pengetahuan mereka. Diskusi dapat mendorong siswa

untuk aktif menyampaikan pendapat dan

mendengarkan pendapat orang lain dalam kelompok,

serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Setelah

mendiskusikan hasil pemikirannya, pasangan-

pasangan siswa yang ada diminta untuk berbagi (share)

hasil pemikiran yang telah dibicarakan bersama

pasangannya masing-masing kepada seluruh kelas.

Tahap berbagi menuntut siswa untuk mampu

mengungkapkan pendapatnya secara bertanggung

jawab, serta mampu mempertahankan pendapat yang

telah disampaikannnya. (Kusuma dan Aisah, 2012)

5. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans,

Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif

tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai

suatu model pembelajaran kooperatif yang

mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh

kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-

bagian yang penting.

Model pembelajaran CIRC memiliki lima

komponen. Kelima komponen tersebut antara lain:

(1)Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang

terdiri atas 4 atau 5 siswa; (2)Placement test, misalnya

diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian

sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru

mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada

bidang tertentu;(3) Student creative, melaksanakan

Page 30: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

39

tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan

situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau

dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4)Team

study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus

dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan

bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya;

(5)Team scorer and team recognition, yaitu pemberian

skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan

kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil

secara cemerlang dan kelompok yang dipandang

kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

(suyitno,2005)

6. Reciprocal teaching

Tipe pengajaran timbal-balik (reciprocal teaching)

merupakan salah satu tipe dari pembelajaran koperatif

yang dirancang dengan metode-metode tertentu,

sehingga siswa dapat belajar lebih serius dan

menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama,

berfikir kritis, keaktifan dalam bertanya dan

keterlibatan dalam proses belajar. Strategi pengajaran

reciprocal teaching adalah salah satu strategi dalam

pembelajaran kooperatif, dalam pelaksanaannya, siswa

dibentuk kelompok-kelompok yang beranggotakan 4

siswa dengan tugas masing-masing sebagai predictor,

clarifier, questioner, dan summarizer, dan dalam proses

pembelajaranya siswa dituntut untuk berinteraksi,

ketergantungan, dan bekerjasama dengan kelompoknya

dalam mengerjakan tugasnya. (http://library.um.ac.id)

Page 31: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

40

7. STAD(Student Teams Achievement Divisions).

Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang

efektif adalah STAD (Student Teams Achievement

Divisions). STAD terdiri dari rangkaian pembelajaran

yang sederhana, belajar kooperatif dalam memadukan

kemampuan kelompok-kelompok dan kuis-kuis disertai

penghargaan yang diberikan kepada kelompok-

kolompok yang anggotanya paling sukses melampaui

nilai mereka sendiri sebelumnya.

Kelebihan dalam penggunaan pembelajaran

kooperatif metode STAD sebagai berikut:

a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan

berpikir secara kritis dan kerja sama kelompok.

b. Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif

diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda.

c. Menerapkan bimbingan oleh teman.

d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai

ilmiah.

Kelemahan dalam penggunaan pembelajaran

kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut:

a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum

terbiasa dengan perlakuan seperti ini.

b. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-

kesalahan dalam pengelolaan

kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang

terus menerus akan dapat terampil menerapkan

model ini.

Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran

kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut :

Page 32: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

41

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada

siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai

dengan menggunakan berbagai pilihan dalam cara

dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada

siswa, antara lain dengan metode penemuan

terbimbing, tanya jawab atau metode ceramah.

Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali

pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.

b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa

secara individu sehingga akandiperoleh nilai awal

kemampuan siswa.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap

kelompok terdiri dari 4-5 anggota, dimana anggota

kelompok mempunyai kemampuan akademik yang

berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika

mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya

atau suku yang berbeda serta memperhatikan

kesetaraan gender.

d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan

dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikan

secara bersama-sama, saling membantu antar

anggota lain, serta membahas jawaban tugas yang

diberikan guru. Tujuan utamanya adalah

memastikan bahwa setiap kelompok dapat

menguasai konsep dan materi.

B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah/ Problem

Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau

Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil

Page 33: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

42

penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005)

dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah

kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun

60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran

diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif

untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa

dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut

untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan

dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran

tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter

yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu

dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus

mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama

dikembangkan dalam pembelajaran ilmu kedokteran

tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan

dalan pembelajaran ilmu yang lain.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah

satu model pembelajaran inovatif yang dapat

memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBM

adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan

siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui

tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat

mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan

masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan

untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien,

dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997),

Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBM adalah suatu

pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi

kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-

masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open

Page 34: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

43

ended melalui stimulus dalam belajar. PBM memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar

dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa

masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia

nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan

pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin

ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar

kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan

secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5)

menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut

pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah

mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau

kinerja. (Fogarty,1997).

Berdasarkan penjelasan tentang PBM tampak

jelas bahwa pembelajaran dengan model PBM dimulai

oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa

atau guru), kemudian siswa memperdalam

pengetahuannya tentang apa yang mereka telah

ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk

memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih

masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan

sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam

belajar.

C. Program Pembelajaran Individual

Istilah Program Pembelajaran individual (PPI)

merupakan terjemahan dari Individualized Educaional

Program (IEP). Mercer and Mercer (1989) dalam

Rochyadi dan Alimin (2003), mengemukakan bahwa

program individual merujuk kepada suatu program

Page 35: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

44

pengajaran dimana siswa bekerja dengan tugas –tugas

yang sesuai dengan kondisi dan motivasiya.

Lynch (1994), menyatakan bahwa IEP merupakan

suatu kurikulum atau merupakan suatu kurikulum

atau merupakan suatu program belajar yang

didasarkan kepada gaya, kekuatan dan kebutuhan-

kebutuhan khusus anak dalam belajar. Dengan

demikian pada dasarnya Program Pembelajaran

Individual (PPI) merupakan suatu program yang

didasarkan kepada kebutuhan setiap individu.

Program Pembelajaran Individual (PPI) disusun

pada hakekatnya adalah mengacu pada pandangan

bahwa inividu itu unik bahkan tidak ada seorang

manusiapun yang akan sama sekalipun kembar. (Triani

dan Amir,2013). Dengan demikian setiap anak memiliki

potensi masing-masing yang perlu dikembangkan

sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya. Begitu juga

dengan kebutuhannya, setiap peserta didik tentunya

memiliki kebutuhan masing-masing yang mungkin

akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Dalam Program Pembelajaran Individual (PPI)

terdapat prosedur dalam penyusunannya menurut

Rochyadi dan Alimin (2003) yang menyebutkan bahwa

Program Pembelajaran Individual disusun dengan

maksud untuk memenuhi kebutuhan tiap peserta

didik. Prosedur ideal dalam pengembangan Program

Pembelajaran Individual dikemukakan Kitano dan

Kirby (1986) memiliki lima aspek yaitu :pembentukan

tim PPI, menilai kebutuhan khusus anak,

mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka

Page 36: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

45

pendek, meancang metode dan prosedur pembelajaran

dan menentukan evaluasi kemajuan anak.

a. Membentuk Tim PPI

Tim PPI bertugas merencanakan dan menyusun

program pembelajaran. Anggota tim sebaiknya

terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti guru kelas

atau guru mata pelajaran, kepala sekolah, orang

tua dan tim ahli (jika memungkinkan). Tim ahli

yang dimaksu adalah tim ahli yang terkait dengan

masalah yang dihadapi atau pengembangan dari

potensi peserta didik seperti : konselor, instruktur

orientasi mobilitas, speech therapist, fisio therapist,

pediatris atau psikolog. Namun jika sekolah belum

memungkinkan menyertakan tim ahli, maka tim PPI

tetap dapat terbentuk dengan melibatkan guru atau

kepala sekolah dan orang tua.

Tim PPI ini akan duduk bersama mendiskusikan

tentang rancangan program pembelajaran yang akn

diberikan kepada peserta didik. Dengan demikian

antara pihak sekolah dengan pihak orang tua

memiliki persepsi yang sama tentang program yang

akan dilaksankan. Dengan demikian orang tua dan

pihak sekolah sama-sama aktif dalam memberikan

informasi atau melakukan treatment atau program-

program pembelajaran yang dianggap perlu.

b. Menilai Kebutuhan Khusus Anak

Menentukan kebutuhan khusus apa yang peserta

didik perlukan, terlebih dahulu tim PPI melihat

informasi yang dperoleh dari hasil assesmen

tentang kelemahan-kelemahan dan kekuatan-

Page 37: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

46

kekuatan yang dimiliki peserta didik. Berdasarkan

dari data atau informasi tersebut tim baru

memutuskan kebutuhan khsus seorang peserta

didik.

c. Mengembangkan Tujuan Pembelajaran

Jangka Panjang dan Jangka Pendek

Tujuan pembelajaran dilakukan dengan

melakukan penyelarasan antara target yang

diharapkan dari kurikulum dengan kemampuan yag

dimiliki peserta didik berdasarkan hasil assesmen

yang telah dilakukan. Tujuan pembelajaran jangka

panjang adalah tujuan yang hendak dicapai pada

waktu yang relatif lama, seperti capaian yang

tertera pada SK (Standar Kompetensi). Sedangkan

tujuan pembelajaran jangka pendek adalah tujuan

yang hendak dicapai dalam waktu yang relatif

singkat, seperti capaian pada KD (Kompetensi

Dasar). Untuk mempermudah pengukuran

kebehasilannya, satu kompetensi dasar tentunya

disusun menjadi indikator-indikator dengan

menggunakan kata kerja operasional dalam

penyusunannya.

d. Menyusun Metode dan Prosedur

Pembelajaran

Metode dan Prosedur Pembelajaran yang

dirancang dalam Program Pembelajaran Individual

ini, tentunya disusun secara jelas dan sistematis

sehingga memudahkan dalam proses penilaiannya.

Proses pembelajaran dapat dirancang secara

berkelompok namun tetap dikelola secara

Page 38: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

47

individual. Banyak metode dan pendekatan yang

dapat dilakukan seorang guru dengan berprinsip

pada Pembelajaran yang Aktif Inovatif Kreatif dan

menyenangkan (PAIKEM). Dengan demikian

pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.

e. Menentukan Evaluasi Kemajuan Anak

Evaluasi kemajuan belajar anak henaknya dapat

mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran

yang telah dirumuskan. Dalam melakukan evaluasi

sedapat mungkin mampu menggambarkan kondisi

peserta didik bukan membandingkan dengan

peserta didik yang lain yang ada dikelasnya. Karena

ketuntasan belajar yang dimaksud adalah

ketuntasan belajar individual sesuai dengan potensi

yang dimilikinya.

Banyak ragam jenis evaluasi, tentunya jenis dna

bentuk tes yang diberikan disesuaikan dengan

kondisi anak serta tujuan dari pelaksanaan evaluasi

itu sendiri. Dalam pelaksanaan evaluasi ini

sebaiknya dilakukan baik evaluasi proses maupun

product atau hasil. Dengan demikian dapat

diperoleh informasi tentang kemajuan peserta didik

baik dalam proses pelaksanaan pembelajarannya

serta tingkat pencapaian keberhasilan tujuan

pembelajaran.

2.7. Model Pengembangan Pembelajaran

Model ialah suatu abstraksi yang dapat

digunakan untuk membantu memahami sesuatu yang

tidak bisa dilihat atau dialami secara langsung. Model

adalah representasi realitas yang disajikan dengan

Page 39: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

48

suatu derajat struktur dan urutan (Seels &

Richey,1994).

Gustafson (1981) mengajukan 4 kategori

model,yakni (1) classroom ID model, (2) product

development models, (3) systems development

models, dan (4) organization development models. Model

yang berpusat pada kelas atau classroom ID

model berpijak pada asumsi bahwa telah ada seorang

pembelajar, beberapa pebelajar, suatu kurikulum, dan

suatu fasilitas. Sasaran pembelajar adalah untuk

melakukan peningkatan pembelajaran. Pembelajar

bukanlah bagian dari suatu tim peningkatan mutu

kelas, tetapi hanya sepanjang memilih untuk

menggunakan model yang dihasilkan. Model yang

berpusat pada produk atau product fokus, product

development models bertujuan untuk menghasilkan

suatu produk yang bersifat spesifik yang menjadikan

pembelajaran lebih efektif dan lebih efisien. Produk

model pembelajaran yang dihasilkan diharapkan sesuai

dengan karakteristik pebelajar yang telah ada

sebelumnya. Model ini digunakan dalam bidang

pendidikan, di mana keputusan atas “ya atau tidaknya”

pengembangan harus dilaksanakan oleh seseorang

selain dari pengembang itu sendiri. Model yang

berfokus pada sistem atau systems development models

berbeda bila dibandingkan dengan pengembangan

model yang berorientasi pada produk. Model yang

berfokus pada sistem mempunyai tujuan bahwa

masukan dan keluaran dianggap sebagai suatu sistem.

Keluaran pengembangan meliputi material, peralatan,

Page 40: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

49

suatu rencana manajemen, dan barangkali suatu

pelatihan instruktur. Ini berarti bahwa ”sistem”

kemudian bisa ditempatkan sebagai target. Sistem

menuntut analisis yang luas: (a) lingkungan

penggunaan, (b) karakteristik tugas, dan (c) ya atau

tidaknya pengembangan perlu berlangsung. Ini

merupakan suatu masalah yang perlu dipecahkan

dengan menggunakan pendekatan menuntut

pengumpulan data secara alamiah. Sedangkan model

yang berpusat pada organisatoris atau organization

development models tujuannya tidak hanya

meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memodifikasi

atau mengadaptasi organisasi itu dan personilnya

kepada suatu lingkungan baru. Akhir-akhir ini, model

yang berorientasi pada pengembangan ini digunakan

untuk pengembangan fakultas, pengembangan

organisasi, dan pengembangan pembelajaran sebagai

tiga komponen yang terpisah tetapi aktivitasnya

berhubungan.

Penelitian ini termasuk dalam kategori system

development models yang menuntut analisis yang luas

antara lain : a) lingkungan penggunaan, b) karakteristik

tugas, dan c) ya atau tidaknya pengembangan perlu

berlangsung. Model pengembangan pendidikan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

model penelitian yang dikembangkan oleh Borg dan

Gall. Menurut Borg and Gall (Borg and Gall, 1983) :

“education research and development (R & D) is a

process used to develop and validate educational products. The steps of this process are usually referred to as the R & D cycle, which consists of

Page 41: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

50

studying research finding pertinent to the product to be developed, developing the product based on the finding, field testing it in the setting where it will be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the field testing stage. In indicate that product meets its behaviorally defined objectives. (Borg and Gall, 1983)”

Artinya riset dan pengembangan pendidikan (R&D)

adalah suatu proses yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi atau mengesahkan

produk bidang pendidikan. Langkah–langkah dalam

proses ini pada umumya dikenal sebagai siklus R&D,

yang terdiri dari: pengkajian terhadap hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan validitas

komponen-komponen pada produk yang akan

dikembangkan, mengembangkannya menjadi sebuah

produk, pengujian terhadap produk yang dirancang,

dan peninjauan ulang, dan mengoreksi produk tersebut

berdasarkan hasil uji coba. Hal itu sebagai indikasi

bahwa produk temuan dari kegiatan pengembangan

yang dilakukan mempunyai objektifitas. Rangkaian-

rangkaian penelitian dan pengembangan dilakukan

sesuai dengan siklus dan pada setiap langkah yang

akan dilalui selalu mengacu pada hasil dari langkah

sebelumnya hingga akhirnya akan diperoleh suatu

sistem pendidikan yang baru.

Dalam teknologi pembelajaran, deskripsi

tentang prosedur dan langkah-langkah penelitian

pengembangan sudah banyak dikembangkan. Borg

dan Gall (1983) menyatakan bahwa prosedur

penelitian pengembangan pada dasarnya terdiri dari

dua tujuan utama, yaitu: 1) Mengembangkan produk,

Page 42: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

51

dan 2) Menguji keefektifan produk dalam mencapai

tujuan. Tujuan pertama disebut sebagai fungsi

pengembangan sedangkan tujuan kedua disebut

sebagai validasi. Dengan demikan, konsep penelitian

pengembangan lebih tepat diartikan sebagai upaya

pengembangan yang sekaligus dsertai dengan upaya

validasinya.

Borg dan Gall menjelaskan serangkaian tahap

yang harus ditempuh dalam penelitian dan

pengembangan yaitu: Research and information

collecting, planning, develop preliminary form of product,

preliminary field testing, main product revision, main

field testing, final product revision, and, dissemination

and implementation. Secara konseptual, pendekatan

penelitian dan pengembangan mencakup 10 langkah

umum, sebagaimana diuraikan borg and Gall (1983),

dalam model dibawah ini :

(Gbr. 2.1. Alur Prosedur pengembangan Borg dan Gall ,1983)

Keterangan gambar:

1. Research and information collecting; termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang

berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan

Research &

Information Collecting Planning Develop preliminary

form of prduct Preliminary

Field testing

Main Product

Revision

Main field Testing Operational Product Revision

Operational Field testing

Final Product

Revision

Dissemination &

Implementation

Page 43: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

52

persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian;

2. Planning; termasuk dalam langkah ini merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan

permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika

mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas;

3. Develop preliminary form of product, yaitu

mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah

ini adalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan

melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung;

4. Preliminary field testing, yaitu melakukan ujicoba lapangan awal dalam skala terbatas. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan

dengan cara wawancara, observasi atau angket; 5. Main product revision, yaitu melakukan perbaikan

terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan ini sangat mungkin

dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga

diperoleh draft produk (model) utama yang siap diuji coba lebih luas;

6. Main field testing, uji coba utama.

7. Operational product revision, yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba

lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang

siap divalidasi; 8. Operational field testing, yaitu langkah uji validasi

terhadap model operasional yang telah dihasilkan; 9. Final product revision, yaitu melakukan perbaikan

akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final);

Page 44: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

53

10. Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskanproduk/modelyang

dikembangkan. Skema tersebut dirujuk dari the major steps in the

R&D cycle Borg dan Gall (1983). Pengadaptasiannya

diwujudkan dalam bentuk perencanaan teknis sasaran

dan jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam tiap

tahapnya. Sukmadinata (2010) menjelaskan ”Jika

kesepuluh langkah penelitian dan pengembangan

diikuti dengan benar, maka akan dapat menghasilkan

suatu produk pendidikan yang dapat

dipertanggungjawabkan”. Langkah-langkah tersebut

bukanlah hal baku yang harus diikuti, langkah yang

diambil bisa disesuaikan dengan kebutuhan peneliti.

2.8. Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian tentang Pengembangan Model

Pendidikan Inklusif ini, penelitian yang relevan sebagai

bahan pendukung penelitian ini yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Dyah S (2008), “Pengkajian Pendidikan

Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Jenjang

Pendidikan Dasar dan Menengah”, Pengkajian

Pendidikan Inklusif ini adalah untuk mengetahui

efektifitas penyelenggara pendidikan inklusif yang

sudah berjalan selama ini. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa efektifitas penyelenggaraan

pendidikan inklusif dapat dilihat dinamikanya, seperti

ketiadan Guru Pendamping Khusus (GPK), tenaga ahli,

serta belum memiliki sarana – prasarana khusus untuk

menangani ABK, atau jika mempunyai pun tak bisa

menggunakan sarana yang ada.

Page 45: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

54

Penelitian yang dilakukan oleh Lomban (2012),

yang meneliti tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusi Pada Sekolah Menengah Pertama di Kota

Ambon, hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengetahuan guru tentang pendidikan inklusi di Kota

Ambon, dalam kategori buruk yakni 26% bila mengacu

pada kriteria yang ditetapkan.

Martuti (2011), tentang “Pelaksanaan

Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan

Inklusi Siswa Tuna Netra Di SMP Negeri 4 Wonogiri”,

hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

pelaksanannya kendala-kendala yang dialami yaitu

faktor ekonomi orang tua, proses belajar mengajar,

kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang

kurang variatif cenderung membosankan dan membuat

pasif, keterbatasan guru untuk mengikuti pelatihan

dan perbedaan kemampuan individu dalam hal

pelayanan antara siswa regular dengan siswa

berkebutuhan khusus.

Penelitian yang dilakukan oleh Barokah (2008)

yang meneliti moralitas peserta didik pada pendidikan

inklusif, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta

didik antara usia 6-12 yang sederajat dengan peserta

didik sekolah dasar yang memiliki kecenderungan

untuk menjadi manusia yang bermoral baik terhadap

orang tua, guru dan teman sebayanya.

Penelitian tentang inklusi juga dilakukan oleh

Istiningsih (2005) yang meneliti Manajemen Inklusi di

Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Kabupaten Boyolali

menyimpulkan bahwa manajemen sekolah inklusi

Page 46: BAB 2 KAJIAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5112/3/T2... · etnik minoritas dan kelompok-kelompok lainnya, ... terhadap pentingnya pendidikan integrasi,

55

sudah cukup bagus, dan pemahaman konsep inklusi

perlu untuk ditingkatkan.

Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, yang

menjadi kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan

inklusif antara lain: ketiadan Guru Pendamping

Khusus (GPK), tenaga ahli, serta belum memiliki sarana

– prasarana khusus untuk menangani ABK, atau jika

mempunyai pun tak bisa menggunakan sarana yang

ada serta pemahaman serta pengetahuan konsep

pendidikan inklusif, hal-hal ini yang menjadi

kelemahan dalam pelakasanaan pendidikan inklusif.

Padahal, komponen-komponen ini merupakan hal

penting dalam penerapan pembelajaran inklusif.

Penelitian yang hendak peneliti teliti saat ini lebih

mengkhususkan pada pengembangan model

pembelajaran inklusif di salah satu sekolah inklusif

jenjang sekolah menengah pertama. Adapun yang

menjadi fokus penelitian ini adalah desain model

pengembangan pembelajaran inklusif.