bab-16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyuluhan

Citation preview

METODA PENYULUHAN

Metoda Penyuluhan Pertanian

266

Sistem Penyuluhan Pertanian

265

16

Metoda Penyuluhan Pertanian

Salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab setiap penyuluh adalah: mengkomunikasikan inovasi, dalam rangka mengubah perilaku masyarakat penerima manfaat agar tahu, mau, dan mampu menerapkan inovasi demi tercapainya perbaikan mutu hidupnya.

Dalam hubungan ini, perlu diingat bahwa penerima manfaat penyu-luhan sangatlah beragam. Baik beragam mengenai karakteristik individunya, beragam lingkungan fisik dan sosialnya, beragam pula kebutuhan-kebutuhannya, motivasi, serta tujuan diinginkannya.

Dengan demikian, tepatlah jika Kang dan Song (1984) menyim-pulkan tentang tidak adanya satupun metoda yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan penyuluhan. Bahkan menu-rutnya,dalam banyak kasus, kegiatan penyuluhan harus dilaksana-kan dengan menerapkan beragam metoda sekaligus yang saling menunjang dan melengkapi.

Karena itu, di dalam setiap pelaksanaan penyuluhan, setiap penyuluh harus memahami dam mampu memilih metoda penyuluhan yang paling baik sebagai suatu "cara yang terpilih" untuk tercapainya tujuan penyuluhan yang dilaksanakannya (Soesmono, 1975).

A. Prinsip-prinsip Metoda Penyuluhan

Satu hal yang harus diperhatikan oleh setiap penyuluh sebelum menerapkan suatu metoda penyuluhan adalah, ia perlu memahami "prinsip-prinsip" metoda penyuluhan, yang dapat dijadikannya sebagai landasan untuk memilih metoda yang tepat.

Tentang hal ini, Suzuki (1984) mengemukakan adanya beberapa prinsip metoda penyuluhan yang meliputi:

Pengembangan untuk berpikir kreatif

Melalui penyuluhan, bukanlah dimaksudkan agar masyarakat pene-rima manfaat selalu menguntungkan diri kepadaa petunjuk, nasehat, atau bimbingan penyulunya.

Tetapi sebaliknya, melalui penyuluhan harus mampu dihasilkannya petani yang mampu dengan upayanya sendiri mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, serta mampu mengembangkan kreativitas-nya untuk memanfaatkan setiap potensi dan peluang yang dike-tahuinya untuk terus menerus dapat memperbaiki mutu hidupnya.

Karena itu, pada setiap kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus mampu memilih metoda yang sejauh mungkin dapat mengem-bangkan daya nalar dan kreativitas masyarakat penerima manfaatnya.

Tempat yang paling baik adalah di tempat kegiatan penerima manfaat. Dapat dipastikan bahwa, setiap individu sangat mencintai profesinya, karena itu tidak suka diganggu (untuk meninggalkan pekerjaan rutinnya), serta selalu berperilaku sesuai dengan penga-lamannya sendiri dan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam banyak kasus, kegiatan penyuluhan sebaiknya dilaksanakan dengan menerapkan metoda-metoda yang dapat dilaksanakan di lingkungan pekerjaan (kegiatan) penerima manfaatnya. Hal ini dimaksudkan agar:

tidak banyak mengganggu (menyita waktu) kegiatan rutinnya.penyuluh dapat memahami betul keadaan penerima manfaat, termasuk masalah-masalah yang dihadapi dan potensi serta peluang yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu hidup mereka.kepada penerima manfaat dapat ditunjukkan contoh-contoh nyata tentang masalah dan potensi serta peluang yang dapat ditemukan di lingkungan pekerjaannya sendiri, sehingga mudah dipahami dan diresapi serta diingat oleh penerima manfaatnya.

3) Setiap individu terikat dengan lingkungan sosialnya.

Sebagai makhluk sosial, setiap individu akan selalu berperilaku sesuai dengan kondisi lingkungan sosialnya, atau setidak-tidaknya akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perilaku orang-orang di sekitarnya.

Karena itu, kegiatan penyuluhan akan lebih efisien jika diterapkan hanya kepada beberapa warga masyarakat, terutama yang diakui oleh lingkungannya sebagai "panutan" yang baik.

4) Ciptakan hubungan yang akrab dengan penerima manfaat

Kegiatan penyuluhan adalah upaya mengubah perilaku orang lain secara persuasif dengan menerapkan sistem pendidikan.

Adanya hubungan pribadi yang akrab antara penyuluh dengan penerima manfaatnya, akan merupakan syarat yang harus dipenuhi, setidak-tidaknya akan memperlancar kegiatan penyuluhan itu sendiri.

Keakraban hubungan antara penyuluh dan penerima manfaat ini menjadi sangat penting. Karena dengan keakraban itu akan tercipta suatu keterbukaan mengemukakan masalah dan menyam-paikan pendapat. Di samping itu, saran-saran yang disampaikan penyuluh dapat diterima dengan senang hati seperti layaknya saran seorang sahabat tanpa ada prasangka atau merasa dipaksa.

5) Memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan

Kegiatan penyuluhan adalah upaya untuk mengubah perilaku penerima manfaat, baik pengetahuannya, sikapnya, atau ketram-pilannya. Dengan demikian, metoda yang diterapkan harus mampu merangsang penerima manfaat untuk selalu siap (dalam arti sikap dan pikiran) dan dengan suka-hati atas kesadaran ataupun pertim-bangan nalarnya sendiri melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan mutu hidupnya sendiri, keluarganya, dan masyarakatnya.

B. Pendekatan-pendekatan Untuk Memilih

Metoda Penyuluhan

Telaahan tentang pengertian tentang penyuluhan seperti dikemuka-kan dalam Bab 2, menunjukkan bahwa penyuluhan pada dasar-nya merupakan:

Proses komunikasi, yang memiliki khusus untuk mengkomuni-kasikan untuk mengkomunikasikan inovasi di dalam proses pengembangan.

Proses perubahan perilaku melalui pendidikan, yang memiliki sifat khusus sebagai sistem pendidikan non-formal dan pendi-dikan orang dewasa (adult education).

Bertolak dari pemahaman tentang pengertian "penyuluhan" seper-ti itu, pemilihan metoda penyuluhan dapat dilakukan dengan mela-kukan pendekatan-pendekatan seperti berikut:

1) Metoda penyuluhan dan proses komunikasi

Untuk memilih metoda berkomunikasi yang efektif, Mardikanto (1982) mengenalkan adanya tiga cara pendekatan yang dapat juga diterapkan dalam pemilihan metoda penyuluhan, yaitu yang didasarkan pada:

media yang digunakaan, sifat hubungan antara penyuluh dan penerima manfaatnyapendekatan psiko-sosial yang dikaitkan dengan tahapan adopsi-nya (Tabel 6).

Tabel 6. Ragam Metoda Penyuluhan

Ragam Metoda

Penyuluhan

Media

Yang Digunakan

Hubungan Penyuluh - Klien

Pendekatan

Psiko-sosial

Kontak-tani

Lisan,

media-cetak

Langsung

Perorangan

Surat-menyurat

media-cetak

Tak-langsung

Perorangan

Anjang-karya/ Anjang-sana/

Karyawisata

Lisan,

media-cetak

Langsung

Perorangan,

Kelompok

Demonstrasi

(cara, hasil)

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung

Kelompok

Pertemuan:

Ceramah, kuliah, diskusi

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung

Kelompok

Kelompencapir

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung,

Tak-langsung

Kelompok

Pertemuan-umum

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung

Masal

Pameran

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung

Masal

Pertunjukan/ Sandiwara/ Role Playing

Lisan

Langsung.

Tak-langsung

Masal

Radio, Kaset, CD

Lisan

Tak-langsung

Masal

TV, Film, VCD, DVD,

Film-strip

Lisan,

media terproyeksi

Tak-langsung

Masal

Media-cetak

media-cetak

Tak-langsung

Masal

Kampanye

Lisan,

media-cetak

media terproyeksi

Langsung,

Tak-langsung

Kelompok.

masal

a) Metoda penyuluhan menurut media yang digunakan

Berdasarkan media yang digunakan, metoda penyuluhan dapat dibe-dakan menjadi tiga, yaitu:

media lisan, baik yang disampaikan secara langsung (melalui percakapan tatap muka atau lewat telepon), maupun secara tak langsung (lewat radio, televisi, kaset, CD dll).media cetak, baik berupa gambar (foto, poster) dan atau tulisan (majalah,selebaran, baner, dll), yang dibagi-bagikan, disebarkan, atau dipasang di tempat-tempat strategis yang mudah dijumpai oleh penerima manfaat (di jalan, pasar, dll).media terproyeksi, berupa gambar dan atau tulisan lewat: slide, pertunjukan film, film strip, VCD/DVD, dll.

b) Metoda penyuluhan menurut hubungan penyuluh dan penerima manfaatnya

Berdasarkan hubungan penyuluh kepenerima manfaatnya, meto-da penyuluhan dibedakan atas dua macam, yaitu:

komunikasi langsung, baik melalui percakapan tatap muka atau lewat media tertentu (telepon, facimile) yang memungkinkan penyuluh dapat berkomunikasi secara langsung (memperoleh respon) dari penerima manfaatnya dalam waktu yang relatif sing-kat.komunikasi tak langsung, baik lewat perantaraan orang lain, lewat surat, atau media yang lain, yang tidak memungkinkan penyuluh dapat menerima respon dari penerima manfaatnya dalam waktu yang relatif singkat.

c) Metoda penyuluhan menurut keadaan psiko-sosial

penerima manfaatnya

Seperti halnya dengan metoda penyuluhaan berdasarkan media yang digunakan, metoda penyuluhan menurut keadaan psiko sosial penerima manfaatnya juga dibedakan dalam tiga hal, yaitu (Tabel 7):

pendekatan perorangan, artinya penyuluh berkomunikasi secara pribadi orang seorang dengaan setiap penerima manfaatnya, misalnya, melalui kunjungan ke rumah, kunjungan di tempat kegiatan penerima manfaatnya, dll.pendekatan kelompok, manakala penyuluh berkomunikasi dengan sekelompok penerima manfaat pada waktu yang sama, seperti pada pertemuan di lapangan, penyelenggaraan latihan, dll.pendekatan masal, jika penyuluh berkomunikasi secara tak langsung atau langsung dengan sejumlah penerima manfaat yang sangat banyak bahkan mungkin tersebar tempat tinggalnya, misalnya penyuluhan lewat TV, penyebaran selebaran, dll.

Sehubungan dengan beragam metoda penyuluhan pertanian di atas, pada Tabel 6 disampaikan beberapa pertimbangan dalam pemilihan metoda menurut tahapan adopsinya

Tabel 7. Pemilihan Metoda Penyuluhan

Dengan Pendekatan Komunikasi

TAHAPAN

ADOPSI

SADAR

MINAT

COBA

MENILAI

ADOPSI

Pengetahuan ----------- pengetahuan -------------

dan sikap dan ketrampilan

Perubahan perilaku yg diharapkan

Media yang digunakan

Tak-langsung

Terproyeksi

Media-cetak

Lisan

Hubungan penyuluh &

Masal kelompok pribadi

kliennya

Langsung

Pendekatan psiko sosial

(2) Metoda penyuluhan dalam pendidikan non formal

Salah satu ciri utama yang membedakan antara pendidikan for-mal dan pendidikan non formal adalah: bahwa penyelenggaraan pendidikan non formal (seperti halnya penyuluhan) dapat diseleng-garakan "kapan saja, dan di mana saja". Dengan demikian, metoda yang akan diterapkan di dalam pelaksanaan penyuluhan dapat menerapkan metoda pendidikan formal (ceramah, diskusi, belajar-mandiri) atau metoda yang tidak pernah diterapkan dalam sistem pendidikan formal seperti: pameran, kunjungan ke rumah (anjang sana), dll.

Ciri lain, kegiatan pendidikan non-formal (termasuk penyuluh-an) selalu diprogram sesuai dengan "kebutuhaan penerima manfaat". Artinya, berbeda dengan pendidikan formal yang telah memiliki program yang dibakukan, sehingga setiap peserta harus mengikuti/menyesuaikan diri dengan program pendidikan tersebut. Setiap kegiatan pendidikan non-formal (kegiatan penyuluhan) harus selalu menyesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan penerima manfaatnya. Dengan demikian, metoda penyuluhan yang akan dipilih harus selalu disesuaikan dengan: karakteristik penerima manfaat-nya, sumberdaya yang tersedia atau yang dapat dimanfaatkan, serta keadaan lingkungan (termasuk tempat dan waktu) diselenggarakan kegiatan penyuluhan tersebut.

(3) Metoda penyuluhan dalam pendidikan orang dewasa

Freire (1973) menyatakan bahwa pendidikan (terutama pendidikan orang dewasa, penyuluhan) adalah merupakan proses penyadaran menuju kepada pembebasan. Oleh sebab itu, proses pendidikan harus dibebaskan dari upaya-upaya menciptakan ketergantungan atau bentuk-bentuk penindasan "baru". Artinya, melalui pendidikan, penerima manfaat didik harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pengalaman dan mengembangkan daya nalarnya, sehingga di dalam proses pendidikan tersebut kedudukan pendidik dan yang dididik sama derajatnya.

Selaras dengan itu, salah satu ciri utama dari pendidikan orang-dewasa adalah: keberhasilan pendidikan tidak tergantung pada seberapa banyak materi yang diajarkan, atau seberapa jauh tingkat pemahaman warga terdidik terhadap materi yang diajarkan, tetapi lebih dicirikan pada seberapa jauh program pendidikan tersebut mampu mengembangkan dialog antara pendidik dan yang dididik. Karena itu, pemilihan metoda pendidikan orang dewasa (seperti halnya penyuluhan) harus lebih diutamakan pada metoda-metoda yang memungkinkan adanya dialog baik antara pendidik dan

yang dididik maupun antara sesama peserta didik. Dengan demikian, metoda diskusi umumnya lebih baik dibanding dengan metoda kuliah atau ceramah.

Di samping itu, harus selalu diingat bahwa penerima manfaat pen-didikan orang dewasa adalah orang-orang dewasa yang di sam-ping telah memiliki pengalaman, perasaan dan harga diri (yang tidak mudah dan tidak ingin "digurui"), mereka umumnya juga memi-liki banyak kegiatan (tidak memiliki banyak waktu untuk belajar), dan merupakan pribadi-pribadi yang umumnya telah mengalami kemunduran (baik kemunduran kemampuan fisiknya maupun semangatbelajar).

Oleh karena itu, pemilihaan metoda pendidikan orang dewasa (termasuk penyuluhan) harus selalu mempertimbangkan:

Waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu kegiatan/pekerjaan pokoknya.Waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin.Lebih banyak menggunakan alat peraga.

Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam pemilihan metoda pendidikan orang dewasa (termasuk penyuluhan) adalah, bahwa program pendidikan harus lebih banyak mengacu kepada pemecahan masalah yang sedang dan akan dihadapi, dibanding dengan upaya menambah pengalaman belajar, baik yang berupa pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan-ketrampilan baru. Berkaitan dengan hal ini, Scmidt (1974) menekankan agar pemilihan metoda pendidikan orang dewasa (termasuk penyuluhan) harus selalu mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai oleh program pendidikan yang pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu:

menata pengalaman masa lampau yang telah dimilikinya dengan cara "baru", danmemberikan pengalaman baru (pengetahuan, sikap, ketrampilan)

Selaras dengan itu, lebih lanjut diberikan acuan pemilihan meto-da pendidikan yang disesuaikan dengan kontinum proses belajarnya seperti terlihat pada Gambar 38

proses

perluasan pengalaman

proses penataan pengalaman

atau penataan kembali)

didaktik

penggunaan

pengalaman pihak lain

(riset, teori, konsep, dsb)

penggunaan

pengalaman belajar sendiri

eksperimental

Latihan Partisipatif

Studi Kasus

Pemeranan

(role playing)

Instrumentasi

Pengalaman

terstruktur

Kelompok

pertumbuhan intnsif

pepertumbuhan

Bacaan

Ceramah

Diskusi

Gambar 38. Kontinum Proses Belajar Dan Metoda Yang Digunakan

Berkaitan dengan beragam metoda penyuluhan tersebut, Van den Ban dan Hawkins (1985) telah berhasil membuat rangkuman tentang karakteristik beragam metoda, yang secara ringkas disampaikan dalam Tabel 8.

Sehubungan dengan metoda penyuluhan, metoda demonstrasi (cara dan atau hasil) seringkali dipandang sebagai metoda yang paling efektif sesuai dengan istilah seeing is believing atau dengan melihat menjadi percaya.

Artinya, di dalam kegiatan penyuluhan, kepada penerima manfaat penyuluhan perlu ditunjukkan (diragakan) bukti-bukti yang nyata, yang dapat dengan mata kepala mereka sendiri, agar mereka mempercayai segala sesuatu yang disuluhkan. Bila mereka sudah percaya, mereka pasti lebih cepat terdorong untuk mencoba dan menerapkannya. Oleh sebab itu, metoda demonstrasi hampir selalu diterapkan setiap penyuluh, meskipun sebenarnya metoda ini lebih tepat diterapkan setidak-tidaknya pada tahapan "minat" dan "menilai", karena memerlukan beaya yang relatif mahal.

C. Metoda Penyuluhan Partisipatip

Selain metoda-metoda tersebut, pada perkembangan terakhir banyak diterapkan beragam metoda penyuluhan partisipatip berupa:

RRA (rapid rural appraisal)PRA (participatory rapid appraisal) atau penilaian desa secara partisipatipFGD (focud group discussion) atau diskusi kelompok yang terarahPLA (participatory learning and action), atau proses belajar dan mempraktekkan secara partisipatifSL atau Sekolah lapang (Farmers Field School)

RRA (Rapid Rural Appraisal)

RRA mulai dikembangkan sejak dasawarsa 1970-an, sebagai proses belajar yang dilakukan oleh orang-luar yang lebih efektif dan efisien, khususnya tentang pertanian, yang tidak mungkin dilakukan melalui survei yang luas atau pengamatan singkat oleh orang-kota.

RRA merupakan metoda penilaian keadaan desa secara cepat, yang meliputi:

Dalam praktek, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh orang luar dengan tanpa atau sedikit melibatkan masyarakat setempat.

Tabel 8. Ragam Karakteristik Metoda Penyuluhan

Fungsi/Karakteristik

Metoda Penyuluhan

Ragam Mredia

Media-masa

Percakapan

Demonstrasi

Media Rakyat

Diskusi Kelomp[ok

Dialog

Menumbuhkan kesadaran terhadap inovasi

XXX

X

XX

XX

O

O

Menumbuhkan kesadaran terhadapmasalahnya sendiri

O

X

XX

XXX

XXX

XXX

Alih pengetahuan

XXX

XX

XX

XX

X

XX

Perubahan perilaku

O

O

XX

X

XXX

XX

Penerapan pengetahuan dari petani lain

O

O

X

XX

XXX

X

Mengaktifkan

proses belajar

O

O

X

XXX

XXXX

XX

Pemecahan masalah petani

O

O

X

XX

XX

XXX

Tingkat abstraksi

XXX

XX

O

O

X

X

Keterangan;

O tidak diharapkan

X tingkat manfaat yang dapat diharapkan (tergantung jumlah X)

Meskipn sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang cepat dan kasar/kotor tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik.

Tentang hal ini, Chambers (1980) menyatakan bahwa dibanding teknik-teknik yang lain, RRA merupakan teknik penilaian yang relatif terbuka, cepat, dan bersih (fairly quickly clean) dibanding teknik yang cepat dan kotor ("quick-and-dirty") berupa sekadar kunjungan yang dilakukan secara singkat oleh seorang ahli dari kota. Di lain pihak, RRA dinilai lebih efektif dan efisien dibanding teknik yang lama dan kotor (long and dirty) yang dilakukan melalui kegiatan survei yang dilakukan oleh tenaga profesional yang dipersiapkan melalui pelatihan khsus.

Karena itu, McCracken et al (1988) melihat bahwa RRA lebih merupakan pendekatan riset-aksi.

Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari:

Review/telaahan data sekunder, termasuk peta wilayah dan peng-amatan lapang secara ringkasObservasi/pengamatan lapang secara langsung Wawancara dengan informan kunci dan lokakaryaPemetaan dan pembuatan diagram/grafikStudi kasus, sejarah local, dan biografiKecenderungan-kecenderunganPembuatan kuesioner sederhana yang singkatPembuatan laporan lapang secara cepat

Untuk itu, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:

Efektivitas dan efisiensi, kaitannya Edengan biaya, waktu, dengan perolehan informasi yang dapat dipercaya yang dapat digunakan dibanding sekadar jumlah dan ketepatan serta relevansi informasi yang dibutuhkan.

Hindari bias, melalui: introspeksi, dengarkan, tanyakan secara berulang-ulang, tanyakan kepada kelompok termiskin

Triangulasi sumber informasi dan libatkan Tim Multidisiplin untuk bertanya dalam beragam perspektif

Belajar dari dan bersama masyarakat

Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check dan jangan terpaku pada bakuan yang telah disiapkan

Bahaya dari pelaksanaan kegiatan RRA adalah, seringkali apa yang dilakukan oleh Tim RRA bahwa mereka telah melakukan praktek partisipatif, meskipun hanya dilakukan melalui kegiatan pengamatan dan bertanya langsung kepada para informan yang terdiri dari warga masyarakat setempat.

PRA (participatory rapid appraisal) atau penilaian desa secara partisipatif

PRA, merupakan penyempurnaan dari RRA atau penilaian keadaan secara partisipatif. Berbeda dengan RRA yang dilakukan oleh (seke-lompok) Tim yang terdiri dari orang luar, PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan orang dalam yang terdiri dari semua stakeholders (pemangku kepentingan kegiatan) dengan difasilitasi oleh orang-luar yang lebih berfungsi sebagai nara sumber atau fasilitator dibanding sebagai instruktur atau guru yang menggurui.

PRA merupakan metoda penilaian keadaan secara partisipatif, yang dilakukan pada tahapan awal perencaanaan kegiatan. Melalui PRA, dilakukan kegiatan-kegiatan:

Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait dengan topik penilaian keadaan.

Analisis keadaan yang berupa:keadaan masa lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depanidentifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alas an-alasan atau penyebabnyaidentifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecah-an masalahkekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau analisis strength, weaknes, opportunity, and threat (SWOT) terhadap semua alternatif pemercahan masalah

Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling layak atau dapat dihandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya).Rincian tentang sakeholders dan peran yang diharapkan dari para pihak, serta jmlah dan sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan untuk melaksanakan program/kegiatan yang akan diusulkan/direkomendasikan.

FGD (focus group discussion) atau Diskusi Kelompok Yang Terarah

Pada awalnya, FGD digunakan sebagai teknik wawancara pada penelitian kualitatif yang berupa in depth interview kepada sekelompok informan secara terfokus (Stewart & Shamdasani, 1990). Dewasa ini, FGD nampaknya semakin banyak diterapkan dalam kegiatan perencanaan dan atau evaluasi program (Marczak & Sewell, 2006).

Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD merupakan interaksi individu-individu (sekitar 10 orang) yang tidak saling mengenal) yang oleh seorang pemandu (moderator) diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman dan atau pengalamannya tentang sesuatu program atau kegiatan yang diikuti dan atau dicermatinya. Sejalan dengan itu, pelaksanaan FGD dirancang sebagai diskusi-kelompok terarah yang melibatkan semua pemangku-kepentingan suatu program, melalui diskusi yang partisipatif dengan dipandu atau difasilitasi oleh seorang pemandu dan seringkali juga mengundang nara-sumber.

Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD dirancang dalam beberapa tahapan, yaitu:

perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya tentang isu-isu pokok yang akan dipercakapkan, sesuai dengan tujuan kegiat-annya.Persiapan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakanIdentifikasi dan pemilihan partisipan, yang terdiri dari para pemangku kepentingan kegiatan terkait, dan atau nara-sumber yang berkompeten.Persiapan ruangan diskusi, termasuk tata-suara, tata-letak, dan perlengkapan diskusi (komputer dan LCD, papan-tulis, peta-singkap, kertas-plano, kertas meta-plan, spidol berwarna, dll)Pelaksanaan diskusiAnalisis data (hasil diskusi)Penulisan Laporan, termasuk lampiran tentang transkrip diskusi, rekaman suara, photo, dll.

Sebagai suatu metoda pengumpulan data, pemandu/fasilitator meme-gang peran strategis, karena ketrampilannya memandu diskusi akan sangat menentukan mutu proses dan hasil FGD.

Tentang hal ini, Krueger (1994) menyampaikan adanya beberapa jenis pertanyaan yang harus disiapkan, yaitu:

Pertanyaan pembuka, yang sebenarnya hanya berfungsi sebagai pencairan suasana (ice breaking), agar proses interaksi/diskusi antar peserta dapat berlangsung lancar.Pertanyaan pengantar, tentang isu-umum yang sebenarnya hanya berfungsi sebagai pencairan suasana (ise breaking), agar proses interaksi/diskusi antar peserta dapat berlangsung lancarPertanyaan transisi, yaitu pertanyaan tentang isu-isu pokok yang berfungsi untuk membuka wawasan partisipan tentang topik diskusi.Pertanyaan kunci, yang terdiri sekitar 5 isu yang akan dikaji melalui FGD.Pertanyaan penutup, tentang catatan tambahan yang ingin disampaikan oleh para peserta.

PLA (participatory learning and action), atau proses belajar dan Mempraktekkan secara partisipatif

Menurut konsepnya, PLA merupakan payung dari metoda-metoda partisipatif yang berupa RRA, PRA, PAR (participatory action research) dan PALM (participatory Learning Method), dll.

PLA merupakan bentuk baru dari metoda penyuluhan yang dahulu dikenal sebagai learning by doing atau belajar sambil bekerja Secara singkat, PLA merupakan metoda penyuluhan yang terdiri dari proses belajar (melalui: ceramah, curah-pendapat, diskusi, dll), tentang sesuatu topik seperti: pesemaian, pengolahan lahan, perlindungan hama tanaman, dll. yang segera setelah itu diikuti dengan aksi atau kegiatan riil yang relevan dengan materi penyuluhan tersebut.

Melalui kegiatan PLA, akan diperoleh beragam manfaat, berupa:

Segala sesuatu yang tidak mungkin dapat dijawab oleh orang luarMasyarakat setempat akan memperoleh banyak pengetahuan yang berbasis pada pengalaman yang dibentuk dari lingkngan kehidup-an mereka yang sangat kompleksMasyarakat akan melihat bahwa masyarakat setempat lebih mamp untuk mengemkakan masalah dan solusi yang tepat dibanding orang-luar.Melalui PLA, orang luar dapat memainkan peran penghubung antara masyarakat setempat dengan lembaga lain yang diperlukan. Di samping itu, mereka dapat menawarkan keahlian tanpa harus memaksakan kehendaknya.

Terkait dengan hal itu, sebagai metoda belajar partisipatif, PLA memiliki beberapa prinsip sebagai berikut:

PLA merupakan proses belajar secara berkelompok yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders) secara interaktif dalam suatu proses analisis bersama.

Multi perspective, yang mencerminkan beragam interpretasi pemecahan masalah yang riil yang dilakukan oleh para pihak yang beragam dan berbeda cara pandangnya.

Spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi para pihak yang terlibat

Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders (bukan anggota kelompok belajar) yang bertindak sebagai katalisator dan fasilitator dalam pengambil keputusan; dan (jika diperlukan) mereka akan meneruskannya kepada pengambil keputusan.

Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa keputusan yang diambil melalui PLA akan dijadikan acuan bagi perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

SL atau Sekolah lapang (Farmers Field School)

SL atau FFS pertama kali dikenalkan oleh SEAMEO (1997) pada usahatani padi di Filipina dan Indonesia. Khusus di Indonesia, SL/FFS diterapkan pada perlindungan hama terpadu, karena itu kemudian dikenal istilah SLPHT.

Sebagai metoda penyuluhan, SL/FFS merupakan kegiatan pertemuan berkala yang dilakukan oleh sekelompok petani pada hamparan tertentu, yang diawali dengan membahas masalah yang sedang dihadapi, kemudian diikui dengan curah pendapat, berbagi pengalaman (sharing), tentang alternative dan pemilihan cara-cara pemecahan masalah yang paling efektif dan efisien sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki, Sebagai suatu kegiatan belajar-bersama, SL/FFS biasanya difasilitasi oleh penyuluh atau nara-sumber yang berkompeten.

Dewasa ini, belajar dari pengalaman keberhasilannya, SF/FFS todak hanya terbatas pada kegiatan SLPHT, tetapi di beberapa lokasi telah dikembangkan untuk kegiatan-kegiatan lain, termasuk pengembangan kelembagaan usahatani ke arah terbentuknya Badan Usaha Milik Petani (BUMP).

D. Pelatihan Partisipatif

Sebagai proses pendidikan, kegiatan penyuluhan pertanian banyak sekali dilakukan melalui pelaksanaan pelatihan-pela-tihan.

Di atas telah dikemukakan bahwa, sesuai dengan definisinya kegiatan penyuluhan dapat dipandang sebagai suatu proses pendidikan non-formal atau pendidikan luar-sekolah. Ini berarti bahwa kegiatan penyuluhan bukanlah kegiatan bersifat :mendadak: atau incidental, melainkan harus terencana atau telah direncanakan sebelumnya.

Di samping itu, sesuai dengan prinsip-prinsipnya, setiap kegiatan penyuluhan harus mengacu kepada kebutuhan yang (sedang) dirasakan kliennya, baik yang berkaitan dengan kebutuhan kini, dan kebutuhan masa mendatang (jangka pendek, menengah, dan jangka panjang). Lebih lanjut, kegiatan penyuluhan harus memberikan manfaat atau memiliki relevansi tinggi dengan kebutuhannya tersebut.

Oleh sebab itu, penyelenggaraan penyuluhan harus diawali dengan scopping atau penelusuran tentang program pendidikan yang diperlukan dan analisis kebutuhan atau need assesment. Untuk kemudian, berdasarkan analisis kebutuhannya, disusunlah programa atau acara penyuluhan yang dalam pendidikan formal (sekolah) disebut silabus dan kurikulum, dan perumusan Modul/Lembar Per-siapan Menyuluh pada setiap pelaksanaan penyuluhan (Gambar 8).

Tentang hal ini, sejak awal dasawarsa 1990-an mulai banyak dikembangkan kegiatan Pelatihan Partisipatif.

Berbeda dengan kegiatan pelatihan konvensional. Pelatihan Partisipatif dirancang sebagai implementasi metoda pendidikan orang dewasa (POD), dengan ciri utama:

hubungan instruktur/fasilitator dengan peserta didik tidak lagi bersifat vertikal tetapi bersifat lateral/horizontal.Lebih mengutamakan proses dari pada hasil, dalam arti, keberhasilan pelatihan tidak diukur dari seberapa banyak terjadi alih-pengetahuan, tetapi sebarapa jauh terjadi interaksi atau diskusi dan berbagi pengalaman (sharing) antara sesama peserta maupun antara fasilitator dan pesertanya.Substansi materi pelatihan selalu mengacu kepada kebutuh-an peserta. Karena itu, sebelum pelatihan dilaksanakan, selalu diawali dengan kontrak-belajar, yaitu kesepakatan tentang substansi materi, urut-urutan (sekuen), tata-waktu, tempat dan metoda pembelajarannya. Terkait dengan hal ini, dalam sistem kerja LAKU/TV, konfirmasi acara penyuluhan pada kunjungan berikutnya, dapat dilakukan sebelum mengakhiri setiap acara penyuluhan.

Metoda pelatihan lebih banyak berupa: curah-pendapat (brainstorming), berbagi pengalaman (sharing) dan diskusi dibanding ceramah yang diberikan oleh instruktur/fasilita-tor.

Selama proses pelatihan, banyak diberikan kesempatan untuk melakukan tugas (mandiri dan atau kelompok) dan setelah selesai diwajibkan membuat RTL (rencana tindaj lanjut) yang merupakan implementasi hasil belajarnya.

Di samping itu, pada awal acara pelatihan selalu dibuka dengan pencairan suasana (ice breaking) agar interaksi antar peserta dan dengan fasilitator berlangsung lancar tanpa adanya kesenjangan psikologis. Selain itu, untuk menjaga suasana belajar tidak mudah jenuh bahkan agar semakin bergairah, biasanya dise-lingi dengan permain atau bermain peran (role playing).