26
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskular dan cerebrovascular. Kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah dapat terjadi akibat tingginya tekanan darah. Risiko relatif terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan meningkatkan tekanan diastolik dan tekanan sistolik (Prodjosudjadi, 2000). Menurut WHO tekanan darah yang tidak optimal (tekanan darah sistolik >115 mmHg) dapat menyebabkan 7,1 juta kematian per tahun di dunia (Lawes dkk., 2004). Hipertensi merupakan penyakit kronis yang paling umum diderita oleh penduduk di negara negara barat. Manurut penelitian Nwankwo dkk (2013), diperkirakan 1 dari 3 penduduk Amerika dewasa, atau sekitar 70 juta orang menderita hipertensi. Walaupun demikian, hanya 52% penderita hipertensi yang tekanan darahnya terkontrol dibawah 140/90 mmHg. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal, dan kematian (James dkk., 2009). Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Kasus hipertensi diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama di negara berkembang, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskular

dan cerebrovascular. Kerusakan organ target seperti jantung, otak, ginjal dan

pembuluh darah dapat terjadi akibat tingginya tekanan darah. Risiko relatif

terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan

meningkatkan tekanan diastolik dan tekanan sistolik (Prodjosudjadi, 2000).

Menurut WHO tekanan darah yang tidak optimal (tekanan darah sistolik >115

mmHg) dapat menyebabkan 7,1 juta kematian per tahun di dunia (Lawes dkk.,

2004).

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang paling umum diderita oleh

penduduk di negara – negara barat. Manurut penelitian Nwankwo dkk (2013),

diperkirakan 1 dari 3 penduduk Amerika dewasa, atau sekitar 70 juta orang

menderita hipertensi. Walaupun demikian, hanya 52% penderita hipertensi yang

tekanan darahnya terkontrol dibawah 140/90 mmHg. Hipertensi yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal, dan

kematian (James dkk., 2009).

Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Kasus

hipertensi diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama di negara

berkembang, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

2

kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat

ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil riset

kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan

prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013

(Anonim, 2013). Peningkatan umur harapan hidup dan perubahan gaya hidup

diduga meningkatkan faktor risiko hipertensi (Setiawan, 2004). Penelitian

epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan

morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular (Darmojo, 2000 ; Setiawan,

2006). Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut

merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.

Salah satu aktivitas farmasis pada pharmaceutical care adalah

mengidentifikasi drug related problem pada pasien dan bekerja sama dengan

tenaga kesehatan lain untuk merancang, menjalankan dan memonitor rancangan

terapi yang akan menyelesaikan drug related problem. Salah satu aspek pada drug

related problem adalah masalah yang berkaitan dengan kepatuhan terhadap

pengobatan (Cipolle dkk., 1998).

Identifikasi tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat terutama

pada pasien rawat jalan perlu dilakukan, mengingat pasien menggunakan obat

sendiri tanpa ada pengawasan dari tenaga kesehatan. Pengetahuan pasien yang

kurang mengenai obat dapat menimbulkan masalah seperti tidak efektifnya terapi

yang dijalani, minimnya kepatuhan pasien dalam konsumsi obat dan bahkan

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

3

mengakibatkan timbulnya risiko overdosis apabila obat tidak dikonsumsi tepat

dosis ( Notoadmodjo, 2003).

Alasan utama dari tidak terkontrolnya tekanan darah pasien hipertensi

adalah karena kegagalan pasien dalam menggunakan obat sesuai dengan yang

diresepkan. Penggunaan obat yang tepat meliputi kepatuhan, meminum obat

sesuai dengan dosis dan interval yang diresepkan dan melanjutkan pengobatan

sesuai dengan durasi terapinya, yang biasanya jangka panjang. Rendahnya

kepatuhan pasien hipertensi berhubungan dengan munculnya outcome yang

merugikan bagi pasien (Halpern dkk., 2006). Farmasis dapat berperan aktif dalam

meningkatkan outcome therapy pasien melalui identifikasi dan penyelesaian

terhadap problem non-compliance melalui program konseling serta edukasi

kepada pasien (Touchette, 2010).

Tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat diukur dengan

beberapa metode. Pada penelitian ini identifikasi kepatuhan pasien dilakukan

menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale

(MMAS-8) yang dikembangkan oleh Morisky dkk. Kuesioner ini telah diuji dan

memiliki reability yang tinggi yaitu 0.83 serta memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi (Morisky dkk., 2008).

Tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dipengaruhi oleh

beberapa hal misalnya : lupa, ketakutan terhadap efek samping, mahalnya biaya

pengobatan, regimen penggunaan obat yang kompleks, kurangnya edukasi,

rendahnya kualitas hidup, persepsi terhadap beratnya penyakit dan efektivitas

pengobatan, stress dan depresi, serta kurangnya support social (Albrecht, 2011).

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

4

Terapi farmakologi dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi

yang dapat menurunkan tekanan darah dengan optimal merupakan satu-satunya

jalan untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (Osterberg dan Blaschke,

2005). Tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan berhubungan dengan

menurunnya mortalitas dan menurunnya kemungkinan pasien untuk dirawat di

rumah sakit (White, 2005). Alasan yang paling sering ditemui dalam kegagalan

terapi hipertensi adalah rendahnya kepatuhan penggunaan obat pada pasien

hipertensi (Yiannakopoulou, 2005). Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan

obat dapat berakibat pada memburuknya kodisi penyakit, kematian, dan

meningkatnya biaya pengobatan (Osterberg dan Blaschke, 2005).

Oleh karena kepatuhan penggunaan obat antihipertensi pada pasien

hipertensi penting, maka perlu dikaji permasalahan kepatuhan penggunaan obat

antihipertensi pada pasien hipertensi beserta alasan penyebab ketidakpatuhan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan informasi terkait

peningkatan kepatuhan terhadap terapi antihipertensi sehingga morbiditas dan

mortalitas akibat hipertensi dapat ditekan.

Jumlah penduduk meningkat, sejalan dengan peningkatan permintaan

layanan kesehatan. Salah satu upaya Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk

memenuhi permintaan layanan kesehatan adalah dengan mendirikan Rumah Sakit

Universitas Gadjah Mada (RS UGM). Secara geografis, RS UGM terletak di Jalan

Kabupaten (Lingkar Utara), Kronggahan, Trihanggo, Sleman, Yogyakarta

(Anonim, 2011). Dari data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat 22

Rumah Sakit dan serta 25 Puskesmas di Kabupaten Sleman. Banyaknya fasilitas

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

5

kesehatan ini ternyata masih belum mencukupi kebutuhan layanan kesehatan bagi

masyarakat (Anonim, 2012). Penelitian dilakukan di Poliklinik Rawat Jalan

Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada sebab rumah sakit tersebut merupakan

salah satu rumah sakit rujukan bagi pasien hipertensi di Kabupaten Sleman dan

sekitarnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien

hipertensi?

2. Apakah alasan yang menjadi penyebab ketidakpatuhan pada pasien

hipertensi?

3. Apakah terdapat hubungan antara jumlah item obat yang diresepkan dengan

tingkat kepatuhan pasien hipertensi?

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien

hipertensi dalam menggunakan obat.

2. Mengidentifikasi alasan penyebab ketidakpatuhan pada pasien hipertensi

berdasarkan kuesioner MMAS-8.

3. Mengetahui hubungan antara jumlah item obat yang diresepkan dengan

tingkat kepatuhan pasien hipertensi.

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan : dapat meningkatkan

kualitas pelayanan terkait dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien

hipertensi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

2. Bagi peneliti : mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah

serta melatih komunikasi dengan pasien.

3. Bagi pemerintah dan institusi pendidikan farmasi : sebagai salah satu

pedoman pembuatan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

terutama mengenai kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi.

4. Bagi masyarakat dan pasien : sebagai edukasi bagi pasien untuk tetap patuh

menggunakan obat dan juga untuk memperkenalkan profesi farmasi sebagai

drug informant kepada masyarakat.

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

7

E. Tinjauan Pustaka

1. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah

arteri yang persisten (Sukandar, 2008). Menurut The Joint National

Committee 7 (JNC7), definisi hipertensi dinyatakan dengan tekanan

darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) ≥90

mmHg. Tekanan darah normal menurut JNC 7 adalah TDS <120 mmHg

dan TDD <80 mmHg (Chobanian dkk., 2003). Pada JNC-7 (2003)

dikenal istilah „prehipertensi‟ untuk TDS 120-139 mmHg atau TDD 80-

89 mmHg, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran individu

yang bersangkutan akan risiko terjadinya hipertensi (Bandiara, 2008).

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dapat dilihat pada Tabel I

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Chobanian dkk., 2003)

Klasifikasi Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolic (mmHg)

Normal <20 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

8

b. Epidemiologi

Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insiden

dan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) secara cepat, yang

merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa yang akan

datang. Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangan

serius adalah hipertensi yang disebut sebagai silent killer (Rahajeng

dan Tuminah, 2009). Apabila penyakit ini tidak terkontrol, dapat

menyebabkan infark miokard, stroke, gangguan ginjal dan kematian

(James dkk., 2014). Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa

hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas

penyakit kardiovaskular (Darmojo, 2000; Setiawan, 2006).

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil

riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa

terjadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007

menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Anonim, 2013). Peningkatan umur

harapan hidup dan perubahan gaya hidup diduga meningkatkan faktor

risiko hipertensi (Setiawan, 2004). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013

prevalensi hipertensi tertinggi terdapat di Sulawesi Utara (15%),

diikuti Kalimantan Selatan (13,1%), dan Daerah Istimewa Yogyakarta

(12,8%) (Anonim, 2013).

c. Etiologi

Etiologi hipertensi pada sebagian besar pasien belum

diketahui, baik hipertensi primer maupun sekunder. Hipertensi yang

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

9

tidak diketahui penyebabnya tidak dapat disembuhkan, namun dapat

dikontrol. Hanya sebagian kecil pasien yang mengalami hipertensi

dengan penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) (Dipiro dkk.,

2008).

Penyakit Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi

2 jenis yaitu :

1) Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau

belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 %

dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan memiliki

banyak penyebab, beberapa perubahan pada jantung dan

pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan

meningkatnya tekanan darah (Armilawaty, 2007). Faktor genetik

kemungkinan memiliki peran penting pada perkembangan

hipertensi esensial (Dipiro dkk., 2008).

2) Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan atau

sebagai akibat dari adanya penyakit lain (kurang dari 10% dari

seluruh kasus hipertensi) (Armilawaty, 2007). Pada sebagian

besar kasus, disfungsi renal akibat gagal ginjal kronis merupakan

penyebab hipertensi sekunder yang paling umum. Obat-obatan

tertentu dapat meningkatkan tekanan darah sehingga

menyebabkan hipertensi atau memperburuk kondisi hipertensi,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Langkah pertama

dalam terapi hipertensi sekunder adalah dengan menghindari

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

10

faktor pemicu atau dengan mengobati komorbid yang menyertai

(Dipiro dkk., 2008).

d. Gejala Klinis

Hipertensi sering muncul tanpa gejala, terutama pada kasus

hipertensi primer. Namun terdapat beberapa gejala hipertensi yang

muncul yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah

kemerahan dan kelelahan (Armilawaty, 2007). Peninggian tekanan

darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi

esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala

yang timbul dapat berbeda-beda. Hipertensi esensial kadang muncul

tanpa gejala, kemudian gejala muncul setelah terjadi komplikasi pada

organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Julius, 2008).

Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala penyakit

yang menyertainya. Pada penderita hipertensi sekunder dengan

aldosteronemia primer, gejala yang mungkin terjadi adalah

hipokalemia, keram otot dan kelelahan. Penderita hipertensi sekunder

pada sindrom Cushing dapat mengalami peningkatan berat badan,

poliuria, edema, menstruasi yang tidak teratur, jerawat atau kelelahan

otot (Sukandar, 2008).

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita

hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala secara bertahun-tahun.

Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi

kerusakan organ yang bermakna. Apabila hipertensi tidak diketahui

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

11

dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena gagal

jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi

dini dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas

dan mortalitas (Julius, 2008).

e. Faktor Risiko

Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya

tekanan darah. Akan tetapi, ternyata juga karena adanya faktor risiko

lain seperti komplikasi penyakit dan kelainan pada organ target, yaitu

jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah (Armilawaty, 2007).

Faktor risiko utama pada penyakit kardiovaskuler menurut

JNC 7 antara lain hipertensi, kebiasaan merokok, obesitas (Body Mass

Index ≥30 kg/m3), kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes

melitus, microalbuminuria atau GFR<60 mL/menit, usia (pria >55

tahun, wanita >65 tahun) dan riwayat keluarga dengan penyakit

kardiovaskular prematur (pria berusia dibawah 55 tahun atau wanita

berusia dibawah 65 tahun) (Chobanian dkk., 2003).

Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1) Faktor risiko yang yang tidak dapat dimodifikasi

a) Keturunan

Faktor genetik kemungkinan memiliki peran penting

pada perkembangan hipertensi (Dipiro dkk., 2008). Seseorang

yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi memiliki

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

12

risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang

tanpa riwayat keluarga dengan hipertensi (Julius, 2008).

Chobanian dkk (2003) menyebutkan bahwa seseorang dengan

riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular prematur

(pada pria yang berusia <55 tahun atau pada wanita berusia

<65 tahun) memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami

penyakit kardiovaskular.

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam

regulasi tekanan darah, karena terdapat kemungkinan bahwa

hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara

umum tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat

setelah menopause yang menunjukkan adanya pengaruh

hormon (Julius, 2008).

c) Umur

Chobanian dkk (2003) menyebutkan umur merupakan

faktor resiko utama pada penyakit kardiovaskular. Pria yang

berusia lebih dari 55 tahun dan wanita yang berusia lebih dari

65 tahun memiliki risiko lebih besar untuk menderita

hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena elastisitas

pembuluh darah yang semakin menurun seiring dengan

bertambahnya umur.

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

13

2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a) Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan

menaikkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok

dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh

darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding

pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf

yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik

maupun diastolik, meningkatnya denyut jantung dan kontraksi

otot jantung, meningkatnya pemakaian oksigen, meningkatnya

aliran darah pada koroner dan vasokontriksi pada pembuluh

darah perifer (Gray, 2005).

b) Obesitas

Kelebihan lemah tubuh, khususnya lemak abdominal

erat kaitannya dengan hipertensi. Seseorang yang mengalami

obesitas (Body Mass Index ≥30 kg/m3) memiliki risiko lebih

besar untuk terserang penyakit kardiovaskular (Chobanian

dkk., 2003). Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan

hipertensi. Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat

menurunkan tekanan darah secara signifikan (Izzo Jr dan

Black, 1999).

c) Asupan Natrium

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

14

Pengaruh asupan natrium terhadap timbulnya hipertensi

terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan

tekanan darah (Suyono dkk., 2001). Konsentrasi natrium yang

berlebih menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan

ekstraseluler meningkat, untuk menormalkannya, cairan

intraseluler ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler

meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga

berdampak pada timbulnya hipertensi (Saraswati, 2009).

f. Patofisiologi

Penelitian menunjukkan bahwa faktor yang bertanggung

jawab terhadap mekanisme terjadinya hipertensi bukanlah faktor

tunggal. Berbagai faktor ikut berperan baik faktor genetik maupun

faktor lingkungan. Tekanan darah merupakan hasil perkalian antara

curah jantung dan resistensi perifer, sehingga semua faktor yang

mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer dapat

meningkatkan tekanan darah (Prodjosudjadi, 2000).

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti mengenai

patofisiologi hipertensi. Sebagian kecil dari pasien (antara 2% hingga

5%) dengan penyakit ginjal atau adrenal yang diduga sebagai

penyebab dari meningkatknya tekanan darah pasien. Namun hingga

saat ini belum ditemukan penyebab yang jelas dari hipertensi esensial.

Terdapat kemungkinan adanya beberapa faktor yang saling

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

15

berhubungan yang mengakibatkan meningkatnya tekanan darah pada

pasien hipertensi. Beberapa faktor yang sedang banyak dipelajari

adalah intake garam yang berlebih, obesitas, resistensi insulin, sistem

renin–angiotensin dan sistem saraf simpatik. Beberapa tahun terakhir,

mulai diteliti faktor lain seperti faktor genetik, disfungsi endothelial,

berat badan bayi rendah, nutrisi selama kehamilan dan anomali

neurovaskuler (Beevers dkk., 2001).

g. Diagnosis

Sebelum melakukan pengobatan, diagnosis hipertensi harus

ditegakkan lebih dahulu. Selain pengukuran tekanan darah secara

berulang, anamnesis tentang riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium penunjang diperlukan untuk menegakkan

diagnosis hipertensi. Pemeriksaan penunjang seperti EKG, urinalisis,

kadar gula darah, fungsi ginjal, serta profil lemak diperlukan dalam

kerangka diagnosis hipertensi (Bandiara, 2008).

h. Terapi

Apabila diagnosis hipertensi telah ditegakkan, maka

pengobatan dapat dimulai dengan terapi non-farmakologik. Terapi

non-farmakologik antara lain mengurangi asupan garam, olah raga

teratur, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan (Bandiara,

2008). Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah,

derajat penurunan tekanan darah bervariasi pada setiap orang namun

efeknya bersifat sinergis (Anonim, 2010). Rekomendasi perubahan

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

16

gaya hidup beserta variasi penurunan tekanan darahnya dapat dilihat

pada Tabel II.

Tabel II . Rekomendasi perubahan gaya hidup dan variasi penurunan tekanan

darahnya (Anonim, 2010)

Intervensi Rekomendasi Penurunan tekanan darah

sistolik yang diharapkan

(range)

Penurunan berat badan Mencapai body mass index

ideal (20-25 kg/m2)

5-10 mmHg per penurunan

10 kg berat badan

Diet Memperbanyak konsumsi

buah, sayur dan serat namun

rendah lemak

8-14 mmHg

Mengurangi asupan

Natrium

<100 mmol/hari (<6 g NaCl

atau <2.4 g Natrium per hari)

2-8 mmHg

Aktivitas fisik Aktivitas fisik rutin, misalnya

berjalan minimal 30 menit per

hari selama 5 hari dalam 1

minggu

4-9 mmHg

Pengurangan konsumsi

alcohol

<3 unit per hari untuk pria dan

<2 unit per hari untuk wanita

2-4 mmHg

Tujuan utama dari terapi antihipertensi adalah berkurangnya

morbiditas dan mortalitas renal dan kardiovaskular (Chobanian dkk.,

2003). Menurut JNC VIII, bagi pasien yang berusia ≥60 tahun terapi

farmakologi dimulai saat TDS ≥150 mmHg atau TDD ≥90 mmHg

dengan target tekanan darah TDS ≤150 mmHg dan TDD ≤90 mmHg.

Pada pasien yang berusia <30 tahun, target tekanan darahnya adalah

<140/90 mmHg (James dkk., 2014).

Obat – obatan antihipertensi yang dapat digunakan antara lain

Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs), Angiotensin

receptor blockers (ARBs), beta-blockers (BBs), calcium channel

blockers (CCBs), dan diuretik tiazid. Diuretik tiazid merupakan

antihipertensi dasar yang digunakan pada terapi awal pada sebagian

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

17

besar pasien hipertensi, baik digunakan secara tunggal maupun

kombinasi dengan ACEI, ARB, BB ataupun CCB (Chobanian dkk.,

2003). Algoritma terapi hipertensi menurut JNC-7 dapat dilihat pada

gambar 1.

Modifikasi gaya hidup

Tidak mencapai target tekanan darah (<140/90 mmHg)

(<130/80 mmHg bagi pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis)

Pilihan obat lini pertama

Tanpa penyakit penyerta Dengan penyakit penyerta

Tidak mencapai target tekanan darah

Optimalkan dosis atau tambahkan obat lain sehingga mencapai tekanan darah target.

Pertimbangkan untuk konsultasi dengan spesialis hipertensi.

Gambar 1. Algoritma terapi hipertensi menurut pedoman JNC-7

(Chobanian dkk., 2003)

Terapi untuk

penyakit penyerta

Obat antihipertensi

lain (diuretik, ACEI,

ARB, BB, CCB)

sesuai dengan

kebutuhan

Hipertensi tingkat

2

TDS ≥160 mmHg

atau TDD ≥ 100

mmHg

Kombinasi dua

macam obat

(diuretik Tiazid dan

ACEI, atau ARB,

atau BB, atau CCB)

Hipertensi tingkat 1

TDS 140-159

mmHg atau TDD

90-99 mmHg

Diuretik Tiazid,

atau kombinasi

ACEI, ARB, BB,CCB.

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

18

Pada banyak kasus hipertensi, terapi kombinasi dapat

meningkatkan tingkat penurunan tekanan darah dan mempersingkat

waktu yang diperlukan untuk mencapai tekanan darah target. Namun

terapi kombinasi memiliki kekurangan yaitu meningkatnya biaya

pengobatan, meningkatkan risiko efek samping dan risiko interaksi

obat. Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta lain seperti diabetes,

gagal jantung atau penyakit ginjal dapat memperoleh efek yang

menguntungkan dari terapi kombinasi, terutama saat target tekanan

darah tidak dapat tercapai dengan monoterapi (Frank, 2008).

Tabel III. Panduan terapi kombinasi pada pasien hipertensi dengan penyakit

penyerta menurut JNC-7 (Chobanian dkk., 2003)

Penyakit penyerta Rekomendasi Obat

Gagal jantung Diuretik, BB, ACEI, ARD, Antagonis aldosteron

Postmyocardial infarction BB, ACEI, antagonis aldosteron

High coronary disease risk Diuretik, BB, ACEI, CCB

Diabetes Diuretik, BB, ACEI, ARB, CCB

Penyakit ginjal kronis ACEI, ARB

Pencegahan kekambuhan stroke Diuretik, ACEI

2. Kepatuhan pasien

Kepatuhan pada pengobatan didefinisikan sebagai kepatuhan pasien

secara sukarela untuk menggunakan obat sesuai dengan instruksi dari dokter.

Hal ini meliputi pengetahuan bagaimana obat digunakan meliputi ketepatan

waktu, dosis dan frekwensi penggunaan obat, juga perilaku positif yang

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

19

diperlukan untuk menghasilkan outcome therapy yang positif (Albrecht,

2011).

Ketidakpatuhan pengobatan sangat mempengaruhi efikasi

pengobatan suatu penyakit dan ini sangat dipengaruhi oleh pasien dan sistem

pelayanan kesehatan yang ada. Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa

banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan namun banyak faktor ini

dapat disederhanakan menjadi persepsi dan kemampuan penggunaan obat.

Ketidakpatuhan dapat dikaitkan dengan kepercayaan pasien tentang

penyakitnya dan kebutuhan akan pengobatan kaitannya dengan efek samping

yang potensial. Saat dilihat dari persepsi pasien, ketidakpatuhan adalah suatu

respon yang wajar dari penyakit dan terapinya (Taylor, 2001).

Penelitian Morrel dkk (1997) menunjukkan bahwa interpretasi

seseorang mengenai penyebab dari penyakitnya dan keinginan untuk

mengontrol penyakitnya dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk

berobat ke tenaga kesehatan, mengambil tindakan terkait dengan penyakitnya

dan patuh kepada saran dari tenaga kesehatan. Kepercayaan pasien mengenai

penyebab penyakit atau cara mengontrol penyakitnya, dapat mempengaruhi

perilaku pasien untuk patuh terhadap regimen pengobatannya (Patel dan

Taylor, 2002).

Penyebab ketidakpatuhan dapat dilihat dari beberapa segi antara lain

dari segi pasien dan dari segi tenaga kesehatan. Penyebab ketidakpatuhan dari

segi pasien antara lain, lupa meminum obat, adanya prioritas lain, keputusan

untuk melewatkan dosis, kurangnya informasi dan ketidakmampuan untuk

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

20

membaca label obat (Cramer dan Spilker, 1991 ; Dipiro dkk., 2008).

Penyebab ketidakpatuhan dari segi tenaga kesehatan antara lain, peresepan

regimen pengobatan yang kompleks, kurangnya penjelasan mengenai efek

samping obat, memberikan regimen terapi tanpa mempertimbangkan gaya

hidup pasien dan biaya terapi, serta buruknya hubungan antara pasien dengan

tenaga kesehatan (Osterberg dan Blaschke, 2005).

Perilaku ketidakpatuhan meliputi tidak menebus resep,

menghentikan pengobatan sebelum seluruh obat habis, atau meminum obat

lebih banyak atau lebih sedikit daripada dosis. Salah satu jenis perilaku

ketidakpatuhan yang sering terjadi adalah terlambat minum obat atau tidak

meminum obat. Tidak meminum obat dapat berakibat pada menurunnya

konsentrasi obat dalam tubuh. Bila kejadian ini berlangsung lama, maka bisa

mengakibatkan efek obat hilang sama sekali bahkan bisa mengalami efek

rebound. Fenomena lain yang sering terjadi adalah white coat compliance,

dimana pasien akan patuh dalam penggunaan obat satu sampai dua hari

sebelum dia akan bertemu dengan dokter atau tenaga kesehatan (Rapoff,

2010).

Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu edukasi pasien, memperbaiki

jadwal penggunaan obat, menambah jam buka dari klinik (sehingga

memperpendek waktu tunggu), dan meningkatkan komunikasi antara pasien

dan tenaga kesehatan. Intervensi yang berupa edukasi kepada pasien dan

keluarga pasien dapat meningkatkan kepatuhan secara efektif. Strategi untuk

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

21

memperbaiki jadwal pengobatan meliputi penggunaan pill boxes untuk

mempermudah mengatur dosis harian, menyederhanakan jadwal penggunaan

obat, dan menempatkan petunjuk minum obat. Follow-up visit ke rumah

pasien juga merupakan strategi yang cukup efisien untuk meningkatkan

kepatuhan (Osterberg dan Blaschke, 2005).

Pengetahuan mengenai obat yang diberikan sangat mempengaruhi

kepatuhan pasien. Seseorang yang bisa membantu pasien merasa mendapat

manfaat dari resep yang diberikan adalah apoteker dan tenaga kesehatan lain.

Apoteker dan tenaga kesehatan lain harus memberitahu pasien tentang terapi

yang akan dijalani dan memastikan bahwa pasien mampu menggunakan

obatnya dengan baik. Pasien harus diberi pengertian mengapa pengobatan ini

sangat penting, dan pasien dapat diajak berdiskusi mengenai pengobatannya.

Hal ini juga harus dibarengi dengan jadwal pengobatan yang sesuai dengan

kegiatan sehari – hari pasien, contohnya dengan membuat regimen terapi

yang sesuai dengan kemampuan dan gaya hidup pasien (Taylor, 2001).

3. Modified Morisky’s Adherence Scale 8 (MMAS-8)

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat diukur dengan

beberapa cara, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung.

Pengukuran langsung biasanya melibatkan pengukuran kadar obat dalam

cairan tubuh. Pengukuran langsung contohnya adalah dengan mengukur kadar

obat dalam darah atau mengukur kadar obat yang diekskresikan melalui

urine. Pada pengukuran langsung kemungkinan untuk terjadi bias lebih kecil

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

22

dibanding dengan pengukuran tidak langsung. Kekurangan dari pengukuran

langsung adalah tidak memperhitungkan faktor farmakokinetik dari obat dan

individu. Selain itu, pengukuran langsung cenderung lebih sulit dilakukan dan

mahal (Morris, 1992).. Pengukuran secara langsung tidak sepenuhnya akurat,

karena dapat terjadi “tootbrush effect”, dimana pasien hanya mengkonsumsi

obat beberapa hari sebelum dilakukan pengukuran kadar obat dalam tubuh

(Yiannakopoulou dkk., 2005).

Pengukuran kepatuhan secara tidak langsung lebih sering

dipublikasikan, karena relatif mudah dalam pengukurannya. Contoh

pengukuran secara tidak langsung adalah dengan mengukur outcome terapi,

wawancara dengan pasien, dan metode pill counts (Morris, 1992).

Medication Event Monitoring (MEMS) merupakan metode yang paling

akurat dalam mengukur kepatuhan karena alat ini akan mencatat tanggal dan

waktu pada saat botol obat dibuka. Alat ini menggunakan teknologi

microprocessor yang diletakkan pada bagian penutup botol. Kelemahan alat

ini adalah mahal serta diperlukan beberapa alat apabila pasien menggunakan

beberapa obat (Albrecht, 2011). Selain itu, penggunaan MEMS tidak dapat

menjamin bahwa pasien meminum obatnya setelah pasien membuka tutup

botol (Yiannakopoulou dkk,. 2005).

Metode yang paling sering digunakan dalam pengukuran kepatuhan

adalah wawancara langsung dengan pasien (self-report). Metode wawancara

ini merupakan metode yang cukup sederhana dan mudah untuk dilakukan.

Pengukuran tingkat kepatuhan dengan metode wawancara tidak dapat

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

23

memberikan hasil yang cukup akurat, terdapat kemungkinan bahwa tingkat

kepatuhan yang terukur lebih tinggi daripada tingkat kepatuhan pasien yang

sesungguhnya (Yiannakopoulou dkk., 2005). Wawancara langsung dengan

pasien dapat menggunakan pedoman dari kuesioner tertentu, antara lain

dengan Medical Outcome Study (MOS) general adherence scale, Case

Management Adherence Guideline (CMAG), dan Modified Morisky

Adherence Scale (MMAS-8).

Modified Morisky’s Adherence Scale (MMAS-8) dikembangkan oleh

Morisky dkk, pada awalnya kuesioner ini hanya berisi 4 jenis pertanyaan.

Kuesioner ini pertama kali diaplikasikan untuk mengetahui tingkat kepatuhan

pada pasien hipertensi pada pre dan post interview. Kuesioner MMAS-8

terdiri dari 8 pertanyaan dan tingkat kepatuhan diukur dengan rentang nilai 0-

8. Kategori respon terdiri dari ya atau tidak untuk item pertanyaan 1-7. Pada

item pertanyaan nomor 1-4 dan 6-7 nilai 1 bila jawaban tidak dan 0 bila

jawaban iya. Sedangkan item pertanyaan nomor 5 dinilai 1 bila jawaban ya

dan 0 bila jawaban tidak. Item pertanyaan nomor 8 dinilai dengan 4 skala

sesuai dengan jawaban responden, yaitu nilai 1 apabila tidak pernah, nilai

0,75 apabila sesekali, nilai 0,5 apabila kadang-kadang dan nilai 0,25 apabila

biasanya. Sistem scoring dibagi menjadi dua kategori, yaitu patuh (nilai 6-8)

dan tidak patuh (nilai <6). Uji validitas dan reliabilitas sudah dilakukan pada

tahun 2008 oleh Morisky dkk yang mempublikasikan bahwa MMAS-8

memiliki reliabilitas yang tinggi (α=0.83) serta nilai sensitivitas 93% dan

spesifisitas 53% (Morisky dkk., 2008).

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

24

Kuesioner MMAS-8 terdiri dari delapan pertanyaan sebagai berikut

(Morisky dkk., 2008):

a. Apakah anda kadang-kadang lupa minum obat?

b. Orang-orang kadang-kadang tidak minum obat untuk alasan lain selain

lupa. Pikirkanlah kembali dalam dua minggu ini ada hari-hari dimana anda

tidak menggunakan obat?

c. Pernahkan anda mengurangi atau berhenti menggunakan obat tanpa

mengatakan pada dokter karena anda merasa lebih parah saat anda

menggunakan obat tersebut?

d. Saat anda bepergian atau meninggalkan rumah, apakah anda kadang-

kadang lupa membawa obat bersama anda?

e. Apakah anda minum obat-obatan anda kemarin?

f. Ketika anda merasa gejala penyakit sudah terkontrol, apakah anda kadang-

kadang berhenti minum obat?

g. Minum obat setiap hari tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah

anda perna merasa terganggu dengan jadwal pengobatan yang mengikat?

h. Seberapa sering anda kesulitan mengingat dalam menggunakan obat-

obatan anda?

1) Tidak pernah / jarang

2) Sekali-sekali

3) Kadang-kadang

4) Biasanya

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

25

Tingkat kepatuhan dapat pula dinilai dengan menggunakan

kombinasi wawancara pasien dan pill counts. Park dan Lipman

mengkombinasikan antara wawancara dengan pasien dan pill counts untuk

menilai tingkat kepatuhan pasien yang menggunakan imipramine.

Berdasarkan wawancara, terdapat 100 pasien yang masuk dalam kategori

patuh, namun setelah dikombinasikan dengan metode pill counts hanya 58

pasien yang termasuk kategori patuh (Morris, 1992).

4. Rumah Sakit UGM

Sebagai universitas riset berkelas dunia, Universitas Gadjah Mada

senantiasa berusaha meningkatkan fasilitas pendidikan. Untuk meningkatkan

mutu lulusan bidang profesi kedokteran dan kesehatan Unversitas Gadjah

Mada mendirikan Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (RS UGM). RS

UGM ini dibangun secara bertahap sesuai dengan strategi pertumbuhan dalam

pembangunan dan pengembangannya dengan dana APBN Kemendikbud. RS

Akademik UGM didesain dengan konsep mendasar pelayanan kesehatan

terpadu dan terintegrasi dalam klaster-klaster dengan multiprofessional team

work dan sistem pendidikan klinik interprofessional and transprofessional

(Anonim, 2011).

Moto RS UGM adalah “friendly and caring hospital (ramah dan

peduli)”, dimana institusi ini berkomitmen mewujudkan rumah sakit yang

benar-benar nyaman, sejuk, penuh keramahan dalam pelayanan serta

menghadirkan nuansa yang meunjang kesembuhan pasien. Visi dari RS

UGM adalah menjadi rumah sakit akademik yang melaksanakan pelayanan,

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86504/potongan/S1-2015... · menggunakan instrument kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)

26

pendidikan dan riset yang unggul, berkelas dunia, mandiri, bermartabat dan

mengabdi kepada kepentingan masyarakat. RS UGM memiliki misi

menyelenggarakan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu dengan

mengutamakan aspek pendidikan berbasis riset, melaksanakan pelayanan

kesehatan paripurna berdasarkan evidence dan riset IPTEKDOK,

menyelenggarakan riset klinik dan non klinik yang berwawasan global,

melaksanakan pengabdian kepada kepentingan kesehatan masyarakat serta

meningkatkan kemandirian Rumah Sakit Akademik dan kesejahteraan

karyawan ( Anonim, 2014).

F. Keterangan Empiris

Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah

mengetahui tingkat kepatuhan pasien hipertensi, mengetahui alasan penyebab

ketidakpatuhan berdasarkan kuesioner MMAS-8 serta mengetahui hubungan

antara jumlah item obat yang diresepkan dengan tingkat kepatuhan pasien.

Harapannya dengan mengetahui penyebab ketidakpatuhan maka dapat bermanfaat

bagi provider kesehatan untuk membuat solusi dalam meningkatkan kepatuhan

pengobatan.