6
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan negara lain di dunia, untuk mengetahuinya digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan  Human Development Report UNDP tahun 2008 melaporkan  bahwa Indonesia menempati urutan 109 dari 179 negara dengan nilai IPM 0,726. IPM terbagi menjadi empat indikator, salah satunya adalah umur harapan hidup yang dapat menunjukkan derajat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi umur harapan hidup masyarakat di suatu negara menunjukkan bahwa program kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi suatu negara bisa dikatakan telah berhasil (Anonim_1, 2010). Perwujudan kualitas sumber daya manusia merupakan  proses jangka panjang yang harus dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia lanjut, sehingga didapatkan SDM yang sehat, produktif, kreatif, mandiri dan tangguh. Terbentuknya SDM yang berkualitas ditentukan oleh status gizi yang baik. Satus gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang diperlukan baik dalam jumlah maupun mutu dari makanan itu sendiri. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi  peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus  bangsa. ASI merupakan makanan yang paling baik bagi kebutuhan gizi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan  perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Sejak tahun 1990 yang bertepatan dengan peringatan hari ibu, mantan presiden Soeharto telah mencanagkan gerakan nasional peningkatan ASI. Mantan Presiden Soeharto

BAB 1 Kualitas SDM Asi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAB 1 Kualitas SDM Asi

Citation preview

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan negara lain di dunia, untuk mengetahuinya digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan Human Development Report UNDP tahun 2008 melaporkan bahwa Indonesia menempati urutan 109 dari 179 negara dengan nilai IPM 0,726. IPM terbagi menjadi empat indikator, salah satunya adalah umur harapan hidup yang dapat menunjukkan derajat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi umur harapan hidup masyarakat di suatu negara menunjukkan bahwa program kesehatan dan pembangunan sosial ekonomi suatu negara bisa dikatakan telah berhasil (Anonim_1, 2010).

    Perwujudan kualitas sumber daya manusia merupakan proses jangka panjang yang harus dimulai sejak janin dalam kandungan hingga usia lanjut, sehingga didapatkan SDM yang sehat, produktif, kreatif, mandiri dan tangguh. Terbentuknya SDM yang berkualitas ditentukan oleh status gizi yang baik. Satus gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang diperlukan baik dalam jumlah maupun mutu dari makanan itu sendiri. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling baik bagi kebutuhan gizi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.

    Sejak tahun 1990 yang bertepatan dengan peringatan hari ibu, mantan presiden Soeharto telah mencanagkan gerakan nasional peningkatan ASI. Mantan Presiden Soeharto

  • 2 menganjurkan agar ibu-ibu menyusui bayinya selama 4-6 bulan (Siregar, 2004). Pemberian air susu ibu pada bayi dapat meningkatkan status gizi bayi serta berfungsi sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian bayi namun hal ini tidak terlalu disadari oleh ibu-ibu. Ibu-ibu lebih memilih untuk memberikan susu formula pada bayinya, sehingga terjadi penurunan pemberian ASI pada bayi di Indonesia dan menaikkan konsumsi susu formula.

    Berdasarkan data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2007-2008, pemberian ASI eksklusif pada bayi usia nol hingga enam bulan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2 persen pada 2007 menjadi 56,2 persen pada 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai enam bulan turun dari 28,6 persen pada 2007 menjadi 24,3 persen pada 2008. Sementara jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 persen pada 2002 menjadi 27,9 persen pada 2003 (Rahmad, 2010) .Selain itu menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 menunjukkan bahwa di Indonesia, bayi yang mendapat ASI hanya sebesar 15,3%, yang jauh dari target nasional pencapaian ASI Indonesia yaitu 80% (Anna dan Candra, 2011). Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur target untuk tahun 2008 sebesar 60% namun bayi yang diberi ASI eksklusif tahun 2008 sebesar 38,73%. Ini mengindikasikan masih rendahnya pemberian ASI oleh ibu di wilayah Jawa Timur (Nuth, 2009). Karena tidak terpenuhinya target nasional maupun target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi, maka dilakukan penelitian tentang faktor yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur. Pentingnya penelitian ini dilakukan adalah berdasarkan rekomendasi WHO yang merupakan pengembangan hasil penelitian yang telah dilakukan di Brazil menunjukkan bahwa anak-anak di Brazil yang tidak mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih tinggi terkena pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui secara eksklusif. Pada bayi di rumah sakit India dibandingkan antara 201 kasus dengan 311 kunjungan

  • 3

    pemeriksaan. Menyusui adalah salah satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko ISPA pada bayi (Sutanto, 2011).

    Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ibu memberikan ASI, menurut hasil penelitian Setiawan (2010), faktor yang mempengaruhi yaitu umur ibu, umur ibu pertama menikah, pendidikan ibu, status kerja ibu, jumlah anak yang dilahirkan hidup, keikutsertaan KB, pendidikan bapak dan status daerah. Penelitian tentang pemberian ASI juga dilakukan oleh Rakhmawati pada tahun 2009. Menurut Rakhmawati (2009) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan ASI pada bayi yaitu usia ibu, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, paritas, pendapatan keluarga dan tempat melahirkan.

    Dalam penelitian ini dilakukan penambahan variabel faktor yang mempengaruhi pemberian ASI yaitu jenis KB yang digunakan. Menurut Siregar (2004) jenis KB pil, mengandung hormon estrogen yang dapat mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI, sehingga jenis KB diduga berpengaruh terhadap pemberian ASI terhadap bayi. Dari beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap variabel respon dengan 3 katagori yang digunakan, yaitu kategori ibu tidak memberi ASI, ibu memberikan ASI tidak eksklusif dan ibu memberi ASI eksklusif, maka analisis yang tepat untuk memodelkan antara variabel respon dan variabel prediktor adalah analisis regresi logistik ordinal. 1.2 Rumusan Masalah

    Merujuk pada latar belakang yang telah diuraikan

    sebelumnya, perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi

    seorang ibu memberikan ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur?

    2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi seorang ibu

  • 4

    memberikan ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur dengan menggunakan regresi logistik ordinal?

    3. Bagaimana model regresi logistik ordinal terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu memberikan ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur?

    1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan rumusan masalah

    yang telah tersebut antara lain: 1. Menginterpretasikan karakteristik faktor-faktor yang

    mempengaruhi pemberian ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur.

    2. Mengkaji faktor apa saja yang mempengaruhi seorang ibu memberikan ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur dengan menggunakan regresi logistik ordinal.

    3. Memodelkan regresi logistik ordinal pada faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur.

    1.4 Manfaat

    Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

    sebagai berikut. 1. Sebagai bahan referensi penelitian maupun sebagai bahan

    pustaka dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan. 2. Diharapkan bisa diketahui model regresi logistik ordinal,

    pola kecenderungan terhadap faktor-faktor regresi logistik ordinal terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu memberikan ASI pada bayi di wilayah Jawa Timur.

    3. Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam mengantisipasi menurunnya kualitas SDM sehingga keadaan ini bisa ditekan.

  • 5

    1.5 Batasan Masalah Data yang digunakan merupakan data SUSENAS 2009,

    kesehatan bayi berumur 6-24 bulan, maksimal 1 rumah terdapat 2 keluarga. Maksud dari kategori 1 = tidak diberi ASI adalah dari bayi berumur 0-24 bulan bayi tidak pernah diberi ASI sama sekali, kategori 2 = diberi ASI tidak eksklusif adalah dari bayi umur 0 6 bulan bayi diberi ASI dan ditambah makanan pendamping atau bisa juga bayi yang diberi ASI tapi tidak sampai umur 6 bulan sedangkan 3 = ASI eksklusif adalah sejak bayi berumur 0 bulan sampai 6 bulan bayi hanya diberi ASI saja.

  • 6

    (Halaman ini sengaja dikosongkan)

    BAB IPENDAHULUAN