27
B A B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting di dalam menentukan jalannya organisasi perusahaan disamping sumber daya lainnya, seperti modal, material, mesin dan metode. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan sumber daya yang aktif, dinamis dan selalu terlibat dalam setiap kegiatan opersional, sedangkan sumber daya lain dapat berarti bagi suatu perusahaan jika digerakkan oleh sumber daya tersebut. Peranan yang strategis juga mengandung pengertian bahwa sumber daya manusia akan menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya yang pada akhirnya menentukan kesinambungan dan eksistensi perusahaan itu sendiri. Dalam pandangan ini, disadari akan pentingnya manajemen yang mampu mengelola sumber daya tersebut yang kemudian akan berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut manajemen sumber daya manusia, atau sering disebut juga dengan manajemen personalia yang merupakan cabang dari ilmu manajemen. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara memanfaatkan setiap sumber daya yang ada dan mengatur serta mengarahkan setiap kebutuhan tersebut secara optimal dengan menggunakan suatu perangkat yang disebut dengan manajemen. Untuk lebih memahami dan memperjelas pengertian tentang manajemen personalia, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian tentang manajemen personalia. Sebagaimana dikemukakan oleh Flippo (Hasibuan;2003 ;11), yaitu : Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.

B A B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber

Embed Size (px)

Citation preview

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting di dalam

menentukan jalannya organisasi perusahaan disamping sumber daya lainnya,

seperti modal, material, mesin dan metode. Hal ini disebabkan karena manusia

merupakan sumber daya yang aktif, dinamis dan selalu terlibat dalam setiap

kegiatan opersional, sedangkan sumber daya lain dapat berarti bagi suatu

perusahaan jika digerakkan oleh sumber daya tersebut.

Peranan yang strategis juga mengandung pengertian bahwa sumber daya

manusia akan menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai

tujuannya yang pada akhirnya menentukan kesinambungan dan eksistensi

perusahaan itu sendiri. Dalam pandangan ini, disadari akan pentingnya

manajemen yang mampu mengelola sumber daya tersebut yang kemudian akan

berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut manajemen sumber daya

manusia, atau sering disebut juga dengan manajemen personalia yang merupakan

cabang dari ilmu manajemen.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara memanfaatkan setiap sumber

daya yang ada dan mengatur serta mengarahkan setiap kebutuhan tersebut secara

optimal dengan menggunakan suatu perangkat yang disebut dengan manajemen.

Untuk lebih memahami dan memperjelas pengertian tentang manajemen

personalia, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian tentang manajemen

personalia.

Sebagaimana dikemukakan oleh Flippo (Hasibuan;2003;11), yaitu :

Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.

Sedangkan Menurut Hasibuan (2003;10) :

Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Dari definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian

Manajemen Sumber Daya Manusia secara garis besar adalah sama, yaitu bahwa

Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan proses pemilihan tenaga kerja dan

pemanfaatannya untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengembangkan

kemampuan, memotivasi dan mempertahankan komitmen mereka terhadap

organisasi.

2.1.1. Fungsi

fungsi Manajerial

Di dalam pengertian manajemen disebutkan bahwa terdapat beberapa

fungsi atau peranan manajerial, yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan.

Adapun definisi dari pengertian peranan dan fungsi atau fungsi dari

manajerial itu sendiri, dikutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2003;21) adalah sebagai berikut :

a. Perencanaan ( Planning )

Perencanaan berarti penetapan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan ( what

to do ), bagaimana melakukan ( how to do ), atau dengan perkataan lain

perencanaan dilakukan terhadap tujuan-tujuan, strategi-strategi, kebijakan-

kebijakan, program-program, serta prosedur-prosedur dalam rangka

pencapaian tujuan perusahaan.

b. Pengorganisasian ( Organizing )

Setelah semua perencanan disusun, kemudian dibuat struktur organisasi untuk

melaksanakan rencana-rencana tersebut. Struktur tersebut diharapkan dapat

menggambarkan hubungan antara pekerjaan, karyawan serta hubungan secara

horizontal maupun vertikal. Individu dikelompokkan dalam aktivitas-aktivitas

yang sudah ditetapkan oleh departementalisasi dan diberi wewenang dan

tanggung jawab tersebut pekerjaannya.

c. Pengarahan ( Directing )

Maksud dan fungsi ini adalah mengarahkan dan mempengaruhi karyawan

serta semua orang yang terlibat dalam organisasi, sehingga mereka akan

melakukan pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan.

d. Pengendalian ( Controlling )

Pengendalian dimulai dengan pengukuran aktivitas para karyawan dan

membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mengadakan

perbaikan seperlunya bila terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Semua fungsi-fungsi ini dilakukan pada semua fungsi-fungsi operasi yang

ada di dalam perusahaan, seperti fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan

personalia agar keseluruhan fungsi operasional tersebut dapat berjalan dengan

efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.

2.1.2. Fungsi-fungsi Operasional

Adapun fungsi-fungsi operasional dari manajemen sumber daya manusia

dikutip dari buku Manajemen Sumber daya Manusia Hasibuan (2003;22) adalah

sebagai berikut :

1. Pengadaan ( Procurement )

Adalah suatu usaha untuk mendapatkan jenis dan jumlah tenaga kerja yang

tepat dan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini

dilakukan dengan cara merekrut karyawan, menyeleksi, melatih dan

menempatkan tenaga kerja tersebut.

2. Pengembangan ( Development )

Adalah usaha untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga kerja

yang ada di perusahaan melalui program pelatihan yang diperlukan untuk

meningkatkan prestasi kerja mereka. Pengembangan merupakan aktivitas yang

penting untuk menyesuaikan tenaga kerja dengan teknologi baru dan

penyusunan kembali tugas-tugas yang lebih kompleks.

3. Balas Jasa ( Compensation )

Adalah usaha untuk memberikan balas jasa yang layak dan adil bagi tenaga

kerja sesuai dengan sumbangan yang mereka berikan bagi perusahaan.

4. Integrasi ( Integration )

Adalah tindakan-tindakan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk

menyesuaikan antara kepentingan individu, perusahaan dan masyarakat.

5. Pemeliharaan ( Maintenance )

Adalah untuk menjaga tenaga kerja yang ada agar mereka tetap berkeinginan

dan dapat bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan antara

lain dengan komunikasi, perhatian terhadap kondisi fisik, kesehatan,

keselamatan dan keamanan kerja.

6. Kedisiplinan ( Dicipline )

Adalah fungsi dari manajemen sumber daya manusia yang paling penting

dalam pencapaian tujuan perusahaan, karena tanpa sikap disiplin yang baik

maka akan sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan itu sendiri

adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial.

7. Pemutusan Hubungan Kerja ( Separation )

Adalah usaha untuk memisahkan dan mengembalikan orang-orang tersebut

kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses

pemisahan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dan

menjamin bahwa masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan

sebaik mungkin. Jenis-jenis pemisahan dapat berupa pensiun, pemberhentian

sementara, penempatan luar dan pemecatan.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa peranan manajemen sumber daya

manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam

mendukung pencapaian dari tujuan perusahaan.

2.2. Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Banyak para ahli dari manajemen yang memberikan pendapatnya tentang

definisi dari kepemimpinan yang dimana kepemimpinan didefinisikan sebagai

proses pengarahan dan mempengaruhi para karyawan dalam aktivitasnya yang

berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Dan apabila kita berbicara

mengenai kepemimpinan maka tidak akan terlepas dari akan siapa yang

memimpin yang sering disebut dengan pemimpin.

Pemimpin merupakan individu yang dapat menerapkan prinsip motivasi,

disiplin, dan produktifitas jika bekerjasama dengan orang, tugas dan situasi agar

dapat mencapai tujuan dari perusahaan. Kepemimpinan yang efektif sangatlah

tergantung dari landasan manajerial yang kokoh.

Berikut ini adalah beberapa definisi Kepemimpinan menurut para ahli :

Sebagaimana dikemukakan oleh Thoha (1998;228) yaitu :

Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok .

Menurut Stoner (Handoko;1997;294), yaitu :

Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian

pengaruh pada kegiatan

kegiatan dari sekelompok anggota yang

saling berhubungan tugasnya .

Sedangkan menurut Hasibuan (2003:170) mengemukakan bahwa :

Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi

perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara

produktif untuk mencapai tujuan organisasi .

Dari definisi-definisi di atas pada umumnya memandang kepemimpinan

sebagai suatu aktifitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak

pada perilaku orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk

mewujudkan tujuan-tujuan organisasi.

Dan selain daripada itu, definisi-definisi diatas juga mencerminkan asumsi

bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal

ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk

menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah

kelompok atau organisasi.

2.2.2. Pendekatan Dalam Studi Kepemimpinan

Berkaitan dengan masalah kepemimpinan, terdapat beberapa pendekatan

mengenai hal kepemimpinan. Pendekatan tersebut dikemukakan sebagai berikut :

2.2.2.1. Pendekatan Sifat / Kepribadian

Pendekatan sifat ( trait approach ) merupakan pendekatan paling awal

dalam studi ilmiah tentang kepemimpinan. Pendekatan sifat memusatkan

perhatian pada atribut-atribut pribadi yang dimiliki pemimpin, baik atribut fisik,

mental maupun sosial.

Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan

kemampuan pribadi pemimpin. Identifikasi ciri-ciri yang dikaitkan secara

konsisten dengan kepemimpinan untuk membedakan pemimpin dari bukan-

pemimpin adalah ambisi dan energik, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan

integritas ( keutuhan ), percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan

dengan pekerjaan.

Menurut psikoanalis Sigmund Freud seperti yang ditulis oleh Michael

Maccoby (2000;67-77) dalam Harvard Business Review, edisi Januari-Februari,

yang berjudul Narcissistic Leaders The Incredible Pros, The Inevitable Cons

terdapat tiga tipe kepribadian pemimpin yang utama, yaitu :

1. Pemimpin Erotis (Erotic Leader)

Pemimpin yang bertipe erotis adalah pemimpin yang merasa bahwa

mencintai dan dicintai bawahan mereka adalah suatu hal yang sangat penting.

Tipe kepribadian semacam ini tergantung pada orang-orang yang mungkin akan

berhenti mencintai mereka.

Adapun ciri-ciri pemimpin erotis yaitu :

a. Peduli kepada bawahan.

b. Pandai membangkitkan semangat.

c. Menghindari konflik.

d. Membutuhkan banyak persetujuan dalam membuat keputusan.

2. Pemimpin Obsesif (Obsessive Leader)

Pemimpin bertipe obsesif adalah pemimpin yang percaya diri dan

bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas. Mereka terus-menerus mencari

jalan untuk untuk membantu orang agar dapat mendengarkan dengan lebih baik,

memecahkan masalah, dan menemukan kemungkinan di mana semua pihak

merasa menang.

Adapun ciri-ciri pemimpin obsesif yaitu :

a. Berkonsentrasi pada perbaikan terus-menerus

b. Menetapkan standar yang tinggi dan berkomunikasi secara efektif

c. Menetapkan kontrol yang ketat dan teliti.

d. Kurang memiliki visi dan keberanian.

e. Kritis dan berhati-hati

3. Pemimpin Narcissist (Narcissist Leader)

Pemimpin bertipe narcissist adalah orang-orang yang mandiri dan tidak

mudah terkesan. Pemimpin bertipe narcissist adalah orang yang memuja diri

sendiri, mereka berkeinginan untuk dikagumi dan bukan dicintai. Mereka

berkeinginan untuk mempelajari segala hal dan tidak terkekang oleh nurani,

mereka adalah orang yang cerdas dan tidak terhalang oleh rasa benar atau alah

yang belebihan.

Adapun ciri-ciri dari pemimpin narcissist yaitu :

a. Memiliki visi dan keyakinan yang kuat.

b. Pandai memberikan inspirasi.

c. Memiliki kharisma dan rasa percaya diri yang tinggi.

d. Memiliki cara pandang dan pemahaman yang luas

e. Berani mengambil resiko

f. Sensitif terhadap kritik.

g. Pendengar yang buruk

h. Kurang memiliki empati

Pada dasarnya tidak ada seorang pemimpin yang secara mutlak memiliki

salah satu kepribadian tersebut. Namun setiap pemimpin memiliki kepribadian

yang dominan dari tiga kepribadian tersebut.

Di samping itu, terdapat suatu ciri kepemimpinan yang sangat penting bagi

seorang pemimpin, yaitu sifat pemantauan diri yang tinggi dimana memiliki

kemungkinan memunculkan pemimpin dalam kelompok-kelompok yang jauh

lebih besar dibandingkan yang pemantauan dirinya rendah. Robbins (1996;40)

Tabel 2.1

KARAKTERISTIK PEMIMPIN YANG BERHASIL

KARAKTERISTIK / SIFAT DESKRIPSI

Drive Hasrat untuk berprestasi, ambisi,

energi, kegigihan, prakarsa.

Motivasi Pemimpin Hasrat untuk menerapkan pengaruh

terhadap orang lain untuk mencapai

tujuan bersama.

Kejujuran dan Integritas Terpercaya, terbuka, dan dapat

diandalkan.

Kepercayaan diri Percaya terhadap kemampuan diri

sendiri.

Kemampuan Kognitif Cerdas, kemampuan untuk memadu

kan menginterpretasikan sejumlah

besar informasi.

Pengetahuan tentang bidang usaha Pengetahuan tentang industri, aspek

aspek teknis yang relevan.

Kreativitas Orisonalitas

Fleksibelitas Kemampuan untuk beradaptasi

Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia Marwansyah & Mukaram

Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa pemimpin haruslah memenuhi

kriteria-kriteria seperti yang dijelaskan pada tabel 2.1, apabila seorang pemimpin

telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka seorang pemimpin dapat

menjalankan segala aktifitas dengan baik dan benar yang ada dalam suatu

perusahaan dalam usaha pencapai tujuannya.

2.2.2.2. Pendekatan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seorang pemimpian untuk

mengatur diri sendiri dan orang lain secara efektif. Kecerdasan emosional terdiri

dari 4 (empat) kemampuan mendasar menurut Daniel Goleman (2003;14). Setiap

kemampuan tersusun dari perangkat-perangkat kemampuan yang spesifik, yaitu :

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Kesadaran diri emosional

Yaitu kemampuan untuk membaca dan memahami emosi dan mengenal

pengaruhnya pada kinerja, hubungan dan dan sebagainya.

Penilaian diri secara akurat

Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian realistis mengenai kekuatan

dan kelemahan diri sendiri.

Kepercayaan diri

Yaitu perasaan yang kuat dan sensitif mengenai harga diri.

2. Manajemen Diri (Self- Manajemen)

Pengendalian diri

Yaitu kemampuan untuk menjaga emosi dan kata hati yang mengganggu.

Kepantasan untuk dipercaya

Yaitu suatu penunjukan dari integritas dan kejujuran yang terus-menerus.

Kesungguhan

Yaitu kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan tanggung jawab yang

dimiliki.

Orientasi kesuksesan

Yaitu dorongan untuk mewujudkan standar kesempurnaan pribadi.

Kemampuan beradaptasi

Yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang terus

berubah dan kemampuan mengatasi masalah.

Inisiatif

Yaitu kemampuan dan kesiapan untuk merebut kesempatan.

3. Kesadaran Sosial (Social-Awareness)

Empati

Yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami cara pandang

mereka, dan tertarik secara aktif terhadap keprihatinan mereka.

Kesadaran berorganisasi

Yaitu kemampuan untuk membaca arus dari kehidupan berorganisasi,

membangun jaringan keputusan, dan menavigasikan politik.

Orientasi jasa

Yaitu kemampuan untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain.

4. Kemampuan Sosial (Social-Skill)

Kepemimpinan bervisi

Yaitu kemampuan untuk mengambil tanggung jawab dan memberikan

inspirasi dengan visi sebagai pendorong.

Pengaruh

Yaitu kemampuan untuk mempergunakan berbagai taktik persuasif.

Mengembangkan orang lain

Yaitu kecenderungan untuk mendukung kemampuan orang lain melalui

melalui hubungan timbal balik dan bimbingan.

Komunikasi

Yaitu kemampuan untuk mendengarkan dan mengirimkan pesan dengan

baik, jelas, dan meyakinkan.

Perubahan katalisator

Yaitu keahlian dalam memprakarsai ide-ide baru dan memimpin orang ke

arah yang baru.

Manajemen konflik

Yaitu kemampuan untuk mengurangi ketidaksetujuan dan menyusun

resolusi.

Membangun ikatan

Yaitu keahlian mempererat dan dan menjaga jaringan hubungan.

Kerja tim dan kolaborasi

Yaitu kemampuan mempromosikan kerja sama dan membangun tim.

2.2.3. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Di bawah ini adalah definisi dari Gaya Kepemimpinan menurut beberapa

para ahli, yaitu :

Menurut Thoha (1998;265), yaitu :

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat .

Sedangkan Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa :

Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas

tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan

hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

Sedangkan menurut Goleman (2003;19), bahwa : gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dilakukan oleh

seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Menurut Hasibuan (2003;170), yaitu :

Gaya Kepemimpinan adalah suatu sikap yang dilakukan pemimpin yang hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, motivasi kera, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gaya

kepemimpinan adalah pola tingkah laku para pemimpin dalam mengarahkan para

bawahannya untuk mengikuti kehendaknya dalam mencapai suatu tujuan.

Terdapat enam gaya kepemimpinan yang dikutip dari buku Kepemimpinan

yang mendatangkan hasil yang ditulis oleh Daniel Goleman (2003;20) adalah

sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style )

Yaitu pemimpin yang menuntut perintahnya dipenuhi sesegera mungkin. kebijakan ekstrim dibuat oleh pimpinan tanpa adanya fleksibilitas kepada bawahan.

Gaya kepemimpinan koersif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika organisasi dalam situasi krisis dan menuntut perbaikan secepatnya.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu :

a. Kebijakan selalu ditentukan oleh pemimpin.

b. Tidak ada inisiatif atau ide-ide kreatif dari bawahan.

c. Pemimpin menetapkan kontrol yang ketat dan standar yang tinggi.

2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style )

Yaitu pemimpin yang menggerakkan orang menuju suatu visi, pemimpin

yang menggunakan gaya otoritatif akan memberikan motivasi kepada

bawahannya untu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Gaya kepemimpinan ototritatif akan mendatangkan hasil yang maksimal

ketika sebuah organisasi tidak memiliki tujuan yang jelas atau target yang pasti

baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu :

a. Pemimpin hanya memberikan tujuan akhir yang harus dicapai

b. Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk berinisiatif dan

memberikan ide-ide baru.

c. Memiliki visi yang jelas dan keberanian untuk bertindak.

d. Memiliki kharisma dan percaya diri yang tinggi.

e. Pandai memberi motivasi kepada bawahan.

3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle )

Yaitu pemimpin yang menilai individu dan emosi bawahan sebagai hal

yang lebih penting dari pada tugas dan tujuan. Pemimpin afiliatif berusaha

menciptakan keharmonisan antara pemimpin dan bawahan dan mengatur

organisasi dengan membangun ikatan emosional yang kuat sehingga mendapatkan

kesetiaan yang tinggi dari bawahan.

Gaya kepemimpinan afiliatif akan mendatangkan hasil yang maksimal

pada sebuah perusahaan yang baru berdiri dimana pemimpin sedang berusaha

untuk membangun kerjasama tim.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan afiliatif yaitu :

a. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.

b. Fleksibel dan meningkatkan inovasi.

c. Jarang memberikan arahan kepada bawahan.

d. Memungkinkan kinerja buruk tidak terkoreksi

e. Cenderung memberikan toleransi yang berlebihan.

4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership )

Yaitu Pemimpin yang membangun rasa hormat dan tanggung jawab

dengan mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin demokratis menetapkan

kebijakan melalui konsensus dengan mengikutsertakan partisipasi bawahan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu :

a. Menghargai pendapat bawahan.

b. Fleksibel dan memberikan kebebasan kepada bawahan berinisiatif dan

memberikan ide baru.

c. Tujuan yang dicapai realistis dan berdasarkan kesepakatan bersama.

d. Memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan secara terus menerus.

e. Melakukan pemungutan suara sebagai jalan akhir untuk mendapatkan

keputusan.

5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership )

Yaitu pemimpin yang ambisius yang menuntut keberhasilan dan

kesempurnaan dari tugas yang diberikan kepada bawahannya. Pemimpin dengan

gaya ini memiliki tujuan yang jelas dan memberikan arahan yang jelas mengenai

hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan pacesetting yaitu :

a. Pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi.

b. Memberi contoh dan melakukan perbaikan terus-menerus.

c. Tegas terhadap bawahan yang memiliki kinerja tidak baik.

d. Memberikan arahan secara terperinci dan tidak fleksibel.

e. Tidak ada inisiatif dari bawahan.

6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership )

Yaitu pemimpin yang bertindak sebagai seorang penasehat bagi bawahan.

Pemimpin coaching membantu para bawahannya untuk menemukan kekuatan dan

kelemahan mereka dan membantu bawahan untuk membuat konsep dari aspirasi

pribadi dan karir bawahan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan coaching yaitu :

a. Pemimpin menghargai gagasan bawahan.

b. Pemimpin memberi nasihat kepada bawahan mengenai tugas yang harus

dilaksanakan.

c. Bersedia untuk mentolerir kegagalan jangka pendek jika kegagalan itu

dapat meningkatkan cara kerja bawahan dalam jangka panjang.

d. Terbuka terhadap aspirasi atau kritik dari bawahan.

e. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan pelatihan secara

pribadi kepada bawahan.

Pemimpin yang akan memberikan hasil terbaik tidak tergantung pada satu gaya kepemimpinan. Para pimpinan menggunakan hampir semua gaya dalam takaran yang berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.

Sedangkan tiga gaya dasar para pemimpin menurut Hasibuan (2003;172),

adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian

besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut

sistem sentralisasi wewenang.

Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan

produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dasn

kesejahteraan bawahan.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya

dilakukan dengan cara persuasif menciptakan kerja sama yang serasi

menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi

bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.

Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuana bawahan

mengambil keputusan. Dengan demikian pimpinan akan selalu membina

bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan delegatif adalah seorang pemimpin mendelegasikan

sesenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian bawahan

dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam

melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil

keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada

bawahan.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam gaya kepemimpinan biasanya

berlangsung mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan dari

perusahaan. Apabila situasi dan kondisinya memerlukan pemikiran bersama

antara pemimpin dan pelaksana, maka gaya kepemimpinan akan menuju kepada

demokrasi. Sebaliknya bila situasi dan kondisinya memerlukan langkah-langkah

darurat yang cepat maka gaya kepemimpinan akan mengarah pada gaya otokratis.

Jadi, gaya kepemimpinan yang dilakukan pada suatu perusahaan tidak dapat

berupa satu gaya saja tetapi dapat dilakukan dengan penggabungan dari gaya-gaya

kepemimpinan yang ada. Oleh karena itu, tidak ada gaya kepemimpinan yang

lebih baik, semua tergantung pada situasi, kondisi atau lingkungannya.

2.2.4. Studi Gaya Kepemimpinan

Dibawah ini adalah beberapa studi mengenai gaya kepemimpinan yang

dikutip dari Robbins (1996;5) dalam bukunya Perilaku Organisasi, adalah sebagi

berikut :

Sistem Manajemen Likert

Rensist Likert mengadakan studi pola dan gaya pemimpin mendukung

manajemen partisipatif. Likert memandang manajer yang efektif sangat

berorientasi pada bawahannya yang bergantung pada komunikasi untuk tetap

menjaga agar semua orang bekerja sebagai suatu unit. Likert berasumsi adanya 4

(empat ) sistem manajemen, yaitu :

1. Eksploitatif

autoritatif

Manajer-manajer ini sangat otokratis, kurang percaya pada bawahan,

komunikasi satu arah kebawah, memotivasi orang-orang melalui rasa takut

dan jarang memberi ganjaran, membatasi pengambilan keputusan pada tingkat

teras, dan memperlihatkan karakteristik yang sama.

2. Benevolen

autoritatif ( autoritatif baik hati )

Manajemen seperti ini sedikit yakin dan percaya kepada bawahan, memotivasi

dengan ganjaran serta rasa takut dan hukuman tertentu, memperkenalkan

sedikit komunikasi ke atas, sedikit mendorong timbulnya ide dan pendapat

dari bawahan, dan memperkenalkan pendelegasian pengambilan keputusan

dalam hal-hal tertentu tetapi dengan pengendalian kebijaksanaan yang tepat.

3. Konsultatif

Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya secukupnya

kepada bawahan, biasanya menggunakan ide-ide dan pendapat para bawahan

secara konstruktif, menggunakan ganjaran untuk memotivasi dan sekali-kali

menggunakan hukuman serta keikutsertaan tertentu, berkomunikasi dua arah,

keputusan-keputusan khusus dilimpahkan ke tingkat bawah, serta bertindak

konsultatif dengan cara-cara lain.

4. Partisipatif

Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya pada bawahan

dalam segala hal, berusaha memperoleh ide-ide dan pendapat dari bawahan

dan menggunakannya secara konstruktif, memberikan ganjaran ekonomi atas

dasar keikutsertaan dan keterlibatan kelompok dalam bidang-bidang seperti

penyusunan tujuan, penilaian kemajuan pencapaian tujuan, berkomunikasi dua

arah dengan rekan sekerja, mendorong adanya pengambilan keputusan pada

semua tingkat organisasi dan melaksanakan tugas bersama rekan sejawat dan

bawahannya sebagai kelompok.

Studi Universitas Ohio

Teori perilaku yang paling menyeluruh dan ditiru dihasilkan dari riset

yang dimulai pada Universitas Negeri Ohio pada dasawarsa 1940-an. Para

peneliti berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari para perilaku

pemimpin. Diawali lebih dari 1000 dimensi, akhirnya mereka menyempitkan fakta

menjadi dua kategori yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku

kepemimpinan yang diharapkan oleh bawahan. Mereka menyebut kedua dimensi

sebagai struktur awal ( initiating ) dan pertimbangan ( consideration ).

Struktur awal mengacu pada seberapa jauh seorang pemimpin

berkemungkinan menetapkan dan menstruktur perannya dan peran bawahan

dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Struktur ini mencakup perilaku yang

berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan. Pemimpin yang

dicirikan sebagai tinggi dalam struktur awalnya dapat dicontohkan dalam istilah

seperti, menugasi anggota kelompok dengan tugas-tugas tertentu. Mengharapkan

para pekerja mempertahankan kinerja yang pasti dan menekankan dipenuhinya

deadlines.

Pertimbangan diartikan seberapa jauh seorang berkemungkinan memiliki

hubungan pekerjaan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan

bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka.

Telaah Universitas Michigan

Telaah kepemimpinan yang dilakukan dipusat riset dan survei Universitas

Michigan mempunyai sasaran riset yang serupa, melokasi karakteristik perilaku

pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan keefektifan kerja. Kelompok

Miichigan juga sampai pada dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka

sebut berorientasi karyawan dan berorentasi produksi.

1. Pemimpin yang berorientasi karyawan dicontohkan sebagai menekankan

hubungan antar pribadi, mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan

bawahan mereka dan menerima baik beda individual diantara mereka.

2. Pemimpin yang berorientasi produksi dicontohkan cenderung menekankan

aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka adalah pada

penyelesaian tugas kelompok yaitu suatu alat untuk tujuan akhir kita.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa gaya

kepemimpinan seorang akan berbeda-beda dalam usaha mempengaruhi

karyawannya. Dan di bawah ini ada empat indikator untuk mengukur gaya

kepemimpinan, yaitu :

1. Pengambilan keputusan.

2. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan.

3. Perilaku pemimpin.

4. Orientasi pemimpin.

2.2.5 Indikator Gaya Kepemimpinan

Adapun indikator gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman (2003;20),

yaitu :

1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style )

2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style )

3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle )

4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership )

5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership )

6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership )

2.3. Motivasi Kerja

2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja

Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil-hasil

melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubung dengan hal itu, menjadi

kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Prestasi

bawahan, terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: kemampuan dan daya

dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya

antara lain oleh pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi sedangkan daya

dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain

diluar dirinya.

Daya dorong yang ada dalam diri seseorang sering disebut motif. Daya

dorong diluar diri seseorang, harus ditimbulkan pimpinan dan agar hal-hal di luar

diri seseorang itu turut mempengaruhinya, pemimpin harus memilih berbagai

sarana atau alat yang sesuai dengan orang lain.

Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi

bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan

mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Flippo seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;142), mendefinisikan

motivasi sebagai berikut :

Direction or motivation is essense, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result in achievement employee want simultaneously with attainment or organizational objectives.

Terjemahannya :

Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan

organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan

para pegawai sekaligus tercapai tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2003;142), sebagai berikut :

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi

adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang di dalam usaha

memenuhi kebutuhannya baik secara riil maupun materiil.

2.3.2. Tujuan Motivasi Kerja

Suatu perusahaan didalam memotivasi para karyawannya pastilah

memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dibawah ini adalah tujuan-tujuan motivasi

menurut Hasibuan (2003;145), yaitu :

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

4. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.

8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10. Meningkatkan efisiensi pengunaan alat-alat dan bahan baku.

Berdasarkan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa di dalam setiap

perusahaan diperlukan motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya. Apabila

tidak terdapatnya motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya dalam suatu

perusahaan, maka akanlah sulit perusahaan tersebut untuk mencapai tujuannya.

2.3.3. Metode Motivasi Kerja

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang metode dari motivasi kerja, maka

dibawah ini adalah metode motivasi kerja menurut Hasibuan (2003;148).

Terdapat dua metode motivasi, yaitu :

1. Motivasi Langsung ( Direct Motivation )

Motivasi Langsung adalah motivasi ( materiil dan non-materiil ) yang

diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi

kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,

penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa dan lain sebagainya.

2. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation )

Motivasi Tidak Langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan

fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja / kelancaran

tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan

pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan

kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, penempatan

yang tepat dan lain sebagainya. Motivasi tidak langsung ini besar

pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga

produktifitas perusahaan meningkat.

Berdasarkan metode tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

didalam memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang

dibutuhkan oleh para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung

didalam pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.

2.3.4. Jenis-jenis Motivasi Kerja

Didalam memotivasi kerja karyawan, pemimpin haruslah mengetahui

tentang sebab dan akibat dari adanya proses memotivasi kerja karyawan. Dibawah

ini adalah dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2003;149), yaitu :

1. Motivasi Positif ( Insentif Positive )

Dalam motivasi positif, manajer memotivasi ( merangsang ) bawahan dengan

memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.

Dengan motivasi positif ini semangat bekerja karyawan akan meningkat

karena pada umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif ( Insentif Negative )

Dalam motivasi negatif, manajer memotivasi bawahan dengan standar, apabila

bawahan tidak dapat memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh

manajer maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini,

semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena

mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat

kurang baik. Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan

oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya

dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah adalah

kapan motivasi positif atau motivasi negatif itu efektif merangsang gairah

kerja karyawan.

Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif

efektif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam

menerapkannya.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap

karyawan akan termotivasi diakibatkan adanya unsur positif dan negatif dari

pemimpin. Menurut saya, untuk memotivasi karyawan, seorang pemimpin

haruslah menimbulkan dampak positif, misalnya menimbulkan rasa memiliki dan

tanggung jawab kepada perusahaan oleh setiap karyawannya.

2.3.5. Teori Motivasi Kerja

Terdapat beberapa macam teori motivasi yang dikemukakan oleh para

ahli, seperti yang penulis kutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2003;152) dan Mangkunegara (2002;94), adalah sebagai berikut :

1. Teori Motivasi Klasik yang dikutip oleh Hasibuan (2003;152), yaitu :

Frederick Winslow Taylor mengemukakan bahwa teori motivasi klasik atau

teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau

bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Hierarki Kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Mangkunegara (2002;95),

yaitu :

Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis )

Physiological Needs adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup.

Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum,

perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi

kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat.

Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan )

Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman

yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam

melaksanakan pekerjaan.

Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial )

Affiliation or Acceptence Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi,

interaksi, dicintai dan mencintai , serta diterima dalam pergaulan

kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia

normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri ditempat terpencil.

Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah

makhluk sosial.

Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)

Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan

pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat

lingkungannya.

Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )

Self Actualization Needs adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan

menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal, untuk

mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.

3. Teori Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2003;156), Frederick

Herzberg mengemukakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan

kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di kota Pitsburg dan

sekitarnya. Dari hasil penelitian ini dikembangkan suatu gagasan bahwa ada 2

( dua ) rangkaian kondisi yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, kedua

rangkaian kondisi tersebut adalah rangkaian kondisi pertama disebut faktor

motivator dan rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene .

Teori motivasi kerja dari Herzberg dalam teorinya membagi motivasi ke

dalam 2 (dua) rangkaian kondisi seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;157),

yaitu :

1. Rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator

2. Rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene

Faktor yang disebut sebagai motivator ini merupakan serangkaian kondisi

instrinsik, dimana kepuasan kerja akan menggerakkan suatu motivasi yang tinggi,

yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik, faktor

faktor yang

dimasukkan sebagai faktor motivator antara lain : Pencapaian Prestasi, Tanggung

Jawab, Kesempatan untuk maju, Pekerjaan itu sendiri, Pengakuan. Rangkaian

faktor-faktor tersebut melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang

dikerjakannya ( job content ) : yakni kandungan kerjanya, prestasi pada tugasnya,

penghargaan pada prestasi yang dicapainya dan peningkatan dalam tugasnya.

Sedangkan faktor hygiene yang merupakan faktor kedua, yang dapat

menimbulkan rasa tidak puas kepada karyawan atau dengan kata lain demotivasi

, menurut Frederick Herzberg terdiri dari : Gaji, Kondisi Kerja, Kebijakan

Perusahaan, Mutu Penyeliaan, Mutu Hubungan Interpersonal.

4. Teori X dan Teori Y dari Mc Gregor yang dikutip oleh Hasibuan (2003;159),

yaitu :

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat

dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia

penganut teori Y ( teori demokratik ).

Teori X :

a. Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.

b. Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan

selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara

mengkambinghitamkan orang lain.

c. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam

melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya.

d. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan

tujuan organisasi.

Menurut teori X ini untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan

cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja

dengan sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung

kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas.

Teori Y :

a. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama

wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu

dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan

merasa kesal jika tidak bekerja.

b. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk

maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan

inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi,

mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik.

c. Manusia tidak mementingkan dirinya sendiri. Manusia akan mengawasi

dan mengarahkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi, jika

mereka telah terikat terhadap tujuan tersebut.

d. Manusia ingin berkontribusi dalam pertumbuhan dan perubahan

organisasi.

e. Manusia pada dasarnya cerdas.

5. Teori Motivasi Mc Clelland s dikutip oleh Hasibuan (2003;161), yaitu :

Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial,

bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan

dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

6. Teori ERG ( Existence, Relatedness, Growth ) dari Alderfer seperti dikutip

dari buku Mangkunegara (2002;98), yaitu :

a. Existence Needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi

pegawai, seperti makan, minum, pakaian, gaji, bernapas, keamanan

kondisi kerja.

b. Related Needs. Kebutuhan interpesoanal, yaitu kepuasan dalam

berinteraksi dalam lingkungan kerja.

c. Growth Needs. Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan

pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.

Berdasarkan teori-teori di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa setiap

manusia dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan di dalam hidupnya. Dan

begitu pula halnya di dalam bekerja, setiap karyawan memerlukan berbagai

macam kebutuhan di dalam memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan individu

dan perusahaan.

2.3.6 Indikator Motivasi Kerja

Adapun indikator motivasi kerja hierarki kebutuhan Maslow yang dikutip

oleh Mangkunegara ( 2002; 95 ), yaitu :

1. Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis )

2. Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan )

3. Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial )

4. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)

5. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )

2.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja

Dalam bukunya Manajemen T. Hani Handoko, gaya kepemimpinan

mampu mempengaruhi orientasi karyawan dalam hal motivasi kerja.

Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa :

Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas

tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan

hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

Setiap manusia dihadapkan oleh kebutuhan hidup yang amat beragam

dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu untuk memenuhi

kebutuhannya maka manusia akan bekerja. Akan tetapi didalam usaha setiap

individu untuk memenuhi kebutuhannya tidak akan semudah yang diperkirakan

akan tetapi harus mendapatkan dukungan-dukungan dari beberapa faktor yang

ada, misalnya faktor motivasi kerja karyawan dan pemimpin yang ada dalam

perusahaan tempat individu tersebut bekerja.

Faktor motivasi kerja karyawan tersebut di atas sangat berpengaruh

dikarenakan setiap individu dalam usaha memenuhi kebutuhannya memerlukan

motivasi kerja yang tinggi karena apabila setiap individu bekerja tanpa ada motif

dan tujuan yang jelas maka mustahil individu tersebut akan bekerja dan

memperoleh hasil yang memuaskan.

Selain daripada itu, untuk menimbulkan motivasi kerja yang tinggi,

dibutuhkan suatu tindakan yang dapat menumbuhkan motivasi kerja karyawan

pada suatu perusahaan. Dan tindakan tersebut berasal dari pemimpin atau yang

biasa disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan sangatlah

berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena didalam motivasi kerja

karyawan untuk memenuhi kebutuhannya sangat membutuhkan dukungan dari

seorang pemimpin, karena itu setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas

tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan dan perusahaan agar mereka bisa

bekerjasama secara efektif.

Dan selain daripada itu karyawan juga harus mengetahui tentang apa yang

diinginkan oleh pemimpin dan perusahaan agar tercapainya tujuan bersama, yaitu

tujuan karyawan dalam memenuhi kebutuhannya dan tujuan perusahaan.