Upload
phungdien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
menentukan jalannya organisasi perusahaan disamping sumber daya lainnya,
seperti modal, material, mesin dan metode. Hal ini disebabkan karena manusia
merupakan sumber daya yang aktif, dinamis dan selalu terlibat dalam setiap
kegiatan opersional, sedangkan sumber daya lain dapat berarti bagi suatu
perusahaan jika digerakkan oleh sumber daya tersebut.
Peranan yang strategis juga mengandung pengertian bahwa sumber daya
manusia akan menentukan berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai
tujuannya yang pada akhirnya menentukan kesinambungan dan eksistensi
perusahaan itu sendiri. Dalam pandangan ini, disadari akan pentingnya
manajemen yang mampu mengelola sumber daya tersebut yang kemudian akan
berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut manajemen sumber daya
manusia, atau sering disebut juga dengan manajemen personalia yang merupakan
cabang dari ilmu manajemen.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara memanfaatkan setiap sumber
daya yang ada dan mengatur serta mengarahkan setiap kebutuhan tersebut secara
optimal dengan menggunakan suatu perangkat yang disebut dengan manajemen.
Untuk lebih memahami dan memperjelas pengertian tentang manajemen
personalia, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian tentang manajemen
personalia.
Sebagaimana dikemukakan oleh Flippo (Hasibuan;2003;11), yaitu :
Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat.
Sedangkan Menurut Hasibuan (2003;10) :
Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Dari definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian
Manajemen Sumber Daya Manusia secara garis besar adalah sama, yaitu bahwa
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan proses pemilihan tenaga kerja dan
pemanfaatannya untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengembangkan
kemampuan, memotivasi dan mempertahankan komitmen mereka terhadap
organisasi.
2.1.1. Fungsi
fungsi Manajerial
Di dalam pengertian manajemen disebutkan bahwa terdapat beberapa
fungsi atau peranan manajerial, yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan.
Adapun definisi dari pengertian peranan dan fungsi atau fungsi dari
manajerial itu sendiri, dikutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia
Hasibuan (2003;21) adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan ( Planning )
Perencanaan berarti penetapan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan ( what
to do ), bagaimana melakukan ( how to do ), atau dengan perkataan lain
perencanaan dilakukan terhadap tujuan-tujuan, strategi-strategi, kebijakan-
kebijakan, program-program, serta prosedur-prosedur dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan.
b. Pengorganisasian ( Organizing )
Setelah semua perencanan disusun, kemudian dibuat struktur organisasi untuk
melaksanakan rencana-rencana tersebut. Struktur tersebut diharapkan dapat
menggambarkan hubungan antara pekerjaan, karyawan serta hubungan secara
horizontal maupun vertikal. Individu dikelompokkan dalam aktivitas-aktivitas
yang sudah ditetapkan oleh departementalisasi dan diberi wewenang dan
tanggung jawab tersebut pekerjaannya.
c. Pengarahan ( Directing )
Maksud dan fungsi ini adalah mengarahkan dan mempengaruhi karyawan
serta semua orang yang terlibat dalam organisasi, sehingga mereka akan
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan.
d. Pengendalian ( Controlling )
Pengendalian dimulai dengan pengukuran aktivitas para karyawan dan
membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan, serta mengadakan
perbaikan seperlunya bila terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Semua fungsi-fungsi ini dilakukan pada semua fungsi-fungsi operasi yang
ada di dalam perusahaan, seperti fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan
personalia agar keseluruhan fungsi operasional tersebut dapat berjalan dengan
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.
2.1.2. Fungsi-fungsi Operasional
Adapun fungsi-fungsi operasional dari manajemen sumber daya manusia
dikutip dari buku Manajemen Sumber daya Manusia Hasibuan (2003;22) adalah
sebagai berikut :
1. Pengadaan ( Procurement )
Adalah suatu usaha untuk mendapatkan jenis dan jumlah tenaga kerja yang
tepat dan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini
dilakukan dengan cara merekrut karyawan, menyeleksi, melatih dan
menempatkan tenaga kerja tersebut.
2. Pengembangan ( Development )
Adalah usaha untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian tenaga kerja
yang ada di perusahaan melalui program pelatihan yang diperlukan untuk
meningkatkan prestasi kerja mereka. Pengembangan merupakan aktivitas yang
penting untuk menyesuaikan tenaga kerja dengan teknologi baru dan
penyusunan kembali tugas-tugas yang lebih kompleks.
3. Balas Jasa ( Compensation )
Adalah usaha untuk memberikan balas jasa yang layak dan adil bagi tenaga
kerja sesuai dengan sumbangan yang mereka berikan bagi perusahaan.
4. Integrasi ( Integration )
Adalah tindakan-tindakan yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk
menyesuaikan antara kepentingan individu, perusahaan dan masyarakat.
5. Pemeliharaan ( Maintenance )
Adalah untuk menjaga tenaga kerja yang ada agar mereka tetap berkeinginan
dan dapat bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan antara
lain dengan komunikasi, perhatian terhadap kondisi fisik, kesehatan,
keselamatan dan keamanan kerja.
6. Kedisiplinan ( Dicipline )
Adalah fungsi dari manajemen sumber daya manusia yang paling penting
dalam pencapaian tujuan perusahaan, karena tanpa sikap disiplin yang baik
maka akan sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan itu sendiri
adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial.
7. Pemutusan Hubungan Kerja ( Separation )
Adalah usaha untuk memisahkan dan mengembalikan orang-orang tersebut
kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses
pemisahan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dan
menjamin bahwa masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan
sebaik mungkin. Jenis-jenis pemisahan dapat berupa pensiun, pemberhentian
sementara, penempatan luar dan pemecatan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa peranan manajemen sumber daya
manusia, baik yang bersifat manajerial maupun operasional sangat berguna dalam
mendukung pencapaian dari tujuan perusahaan.
2.2. Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan
Banyak para ahli dari manajemen yang memberikan pendapatnya tentang
definisi dari kepemimpinan yang dimana kepemimpinan didefinisikan sebagai
proses pengarahan dan mempengaruhi para karyawan dalam aktivitasnya yang
berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Dan apabila kita berbicara
mengenai kepemimpinan maka tidak akan terlepas dari akan siapa yang
memimpin yang sering disebut dengan pemimpin.
Pemimpin merupakan individu yang dapat menerapkan prinsip motivasi,
disiplin, dan produktifitas jika bekerjasama dengan orang, tugas dan situasi agar
dapat mencapai tujuan dari perusahaan. Kepemimpinan yang efektif sangatlah
tergantung dari landasan manajerial yang kokoh.
Berikut ini adalah beberapa definisi Kepemimpinan menurut para ahli :
Sebagaimana dikemukakan oleh Thoha (1998;228) yaitu :
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok .
Menurut Stoner (Handoko;1997;294), yaitu :
Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan
kegiatan dari sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugasnya .
Sedangkan menurut Hasibuan (2003:170) mengemukakan bahwa :
Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi
perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi .
Dari definisi-definisi di atas pada umumnya memandang kepemimpinan
sebagai suatu aktifitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak
pada perilaku orang lain yang pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi.
Dan selain daripada itu, definisi-definisi diatas juga mencerminkan asumsi
bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal
ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi.
2.2.2. Pendekatan Dalam Studi Kepemimpinan
Berkaitan dengan masalah kepemimpinan, terdapat beberapa pendekatan
mengenai hal kepemimpinan. Pendekatan tersebut dikemukakan sebagai berikut :
2.2.2.1. Pendekatan Sifat / Kepribadian
Pendekatan sifat ( trait approach ) merupakan pendekatan paling awal
dalam studi ilmiah tentang kepemimpinan. Pendekatan sifat memusatkan
perhatian pada atribut-atribut pribadi yang dimiliki pemimpin, baik atribut fisik,
mental maupun sosial.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan
kemampuan pribadi pemimpin. Identifikasi ciri-ciri yang dikaitkan secara
konsisten dengan kepemimpinan untuk membedakan pemimpin dari bukan-
pemimpin adalah ambisi dan energik, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan
integritas ( keutuhan ), percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan
dengan pekerjaan.
Menurut psikoanalis Sigmund Freud seperti yang ditulis oleh Michael
Maccoby (2000;67-77) dalam Harvard Business Review, edisi Januari-Februari,
yang berjudul Narcissistic Leaders The Incredible Pros, The Inevitable Cons
terdapat tiga tipe kepribadian pemimpin yang utama, yaitu :
1. Pemimpin Erotis (Erotic Leader)
Pemimpin yang bertipe erotis adalah pemimpin yang merasa bahwa
mencintai dan dicintai bawahan mereka adalah suatu hal yang sangat penting.
Tipe kepribadian semacam ini tergantung pada orang-orang yang mungkin akan
berhenti mencintai mereka.
Adapun ciri-ciri pemimpin erotis yaitu :
a. Peduli kepada bawahan.
b. Pandai membangkitkan semangat.
c. Menghindari konflik.
d. Membutuhkan banyak persetujuan dalam membuat keputusan.
2. Pemimpin Obsesif (Obsessive Leader)
Pemimpin bertipe obsesif adalah pemimpin yang percaya diri dan
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas. Mereka terus-menerus mencari
jalan untuk untuk membantu orang agar dapat mendengarkan dengan lebih baik,
memecahkan masalah, dan menemukan kemungkinan di mana semua pihak
merasa menang.
Adapun ciri-ciri pemimpin obsesif yaitu :
a. Berkonsentrasi pada perbaikan terus-menerus
b. Menetapkan standar yang tinggi dan berkomunikasi secara efektif
c. Menetapkan kontrol yang ketat dan teliti.
d. Kurang memiliki visi dan keberanian.
e. Kritis dan berhati-hati
3. Pemimpin Narcissist (Narcissist Leader)
Pemimpin bertipe narcissist adalah orang-orang yang mandiri dan tidak
mudah terkesan. Pemimpin bertipe narcissist adalah orang yang memuja diri
sendiri, mereka berkeinginan untuk dikagumi dan bukan dicintai. Mereka
berkeinginan untuk mempelajari segala hal dan tidak terkekang oleh nurani,
mereka adalah orang yang cerdas dan tidak terhalang oleh rasa benar atau alah
yang belebihan.
Adapun ciri-ciri dari pemimpin narcissist yaitu :
a. Memiliki visi dan keyakinan yang kuat.
b. Pandai memberikan inspirasi.
c. Memiliki kharisma dan rasa percaya diri yang tinggi.
d. Memiliki cara pandang dan pemahaman yang luas
e. Berani mengambil resiko
f. Sensitif terhadap kritik.
g. Pendengar yang buruk
h. Kurang memiliki empati
Pada dasarnya tidak ada seorang pemimpin yang secara mutlak memiliki
salah satu kepribadian tersebut. Namun setiap pemimpin memiliki kepribadian
yang dominan dari tiga kepribadian tersebut.
Di samping itu, terdapat suatu ciri kepemimpinan yang sangat penting bagi
seorang pemimpin, yaitu sifat pemantauan diri yang tinggi dimana memiliki
kemungkinan memunculkan pemimpin dalam kelompok-kelompok yang jauh
lebih besar dibandingkan yang pemantauan dirinya rendah. Robbins (1996;40)
Tabel 2.1
KARAKTERISTIK PEMIMPIN YANG BERHASIL
KARAKTERISTIK / SIFAT DESKRIPSI
Drive Hasrat untuk berprestasi, ambisi,
energi, kegigihan, prakarsa.
Motivasi Pemimpin Hasrat untuk menerapkan pengaruh
terhadap orang lain untuk mencapai
tujuan bersama.
Kejujuran dan Integritas Terpercaya, terbuka, dan dapat
diandalkan.
Kepercayaan diri Percaya terhadap kemampuan diri
sendiri.
Kemampuan Kognitif Cerdas, kemampuan untuk memadu
kan menginterpretasikan sejumlah
besar informasi.
Pengetahuan tentang bidang usaha Pengetahuan tentang industri, aspek
aspek teknis yang relevan.
Kreativitas Orisonalitas
Fleksibelitas Kemampuan untuk beradaptasi
Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia Marwansyah & Mukaram
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa pemimpin haruslah memenuhi
kriteria-kriteria seperti yang dijelaskan pada tabel 2.1, apabila seorang pemimpin
telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka seorang pemimpin dapat
menjalankan segala aktifitas dengan baik dan benar yang ada dalam suatu
perusahaan dalam usaha pencapai tujuannya.
2.2.2.2. Pendekatan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seorang pemimpian untuk
mengatur diri sendiri dan orang lain secara efektif. Kecerdasan emosional terdiri
dari 4 (empat) kemampuan mendasar menurut Daniel Goleman (2003;14). Setiap
kemampuan tersusun dari perangkat-perangkat kemampuan yang spesifik, yaitu :
1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Kesadaran diri emosional
Yaitu kemampuan untuk membaca dan memahami emosi dan mengenal
pengaruhnya pada kinerja, hubungan dan dan sebagainya.
Penilaian diri secara akurat
Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian realistis mengenai kekuatan
dan kelemahan diri sendiri.
Kepercayaan diri
Yaitu perasaan yang kuat dan sensitif mengenai harga diri.
2. Manajemen Diri (Self- Manajemen)
Pengendalian diri
Yaitu kemampuan untuk menjaga emosi dan kata hati yang mengganggu.
Kepantasan untuk dipercaya
Yaitu suatu penunjukan dari integritas dan kejujuran yang terus-menerus.
Kesungguhan
Yaitu kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan tanggung jawab yang
dimiliki.
Orientasi kesuksesan
Yaitu dorongan untuk mewujudkan standar kesempurnaan pribadi.
Kemampuan beradaptasi
Yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang terus
berubah dan kemampuan mengatasi masalah.
Inisiatif
Yaitu kemampuan dan kesiapan untuk merebut kesempatan.
3. Kesadaran Sosial (Social-Awareness)
Empati
Yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain, memahami cara pandang
mereka, dan tertarik secara aktif terhadap keprihatinan mereka.
Kesadaran berorganisasi
Yaitu kemampuan untuk membaca arus dari kehidupan berorganisasi,
membangun jaringan keputusan, dan menavigasikan politik.
Orientasi jasa
Yaitu kemampuan untuk mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain.
4. Kemampuan Sosial (Social-Skill)
Kepemimpinan bervisi
Yaitu kemampuan untuk mengambil tanggung jawab dan memberikan
inspirasi dengan visi sebagai pendorong.
Pengaruh
Yaitu kemampuan untuk mempergunakan berbagai taktik persuasif.
Mengembangkan orang lain
Yaitu kecenderungan untuk mendukung kemampuan orang lain melalui
melalui hubungan timbal balik dan bimbingan.
Komunikasi
Yaitu kemampuan untuk mendengarkan dan mengirimkan pesan dengan
baik, jelas, dan meyakinkan.
Perubahan katalisator
Yaitu keahlian dalam memprakarsai ide-ide baru dan memimpin orang ke
arah yang baru.
Manajemen konflik
Yaitu kemampuan untuk mengurangi ketidaksetujuan dan menyusun
resolusi.
Membangun ikatan
Yaitu keahlian mempererat dan dan menjaga jaringan hubungan.
Kerja tim dan kolaborasi
Yaitu kemampuan mempromosikan kerja sama dan membangun tim.
2.2.3. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Di bawah ini adalah definisi dari Gaya Kepemimpinan menurut beberapa
para ahli, yaitu :
Menurut Thoha (1998;265), yaitu :
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat .
Sedangkan Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa :
Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas
tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan
hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.
Sedangkan menurut Goleman (2003;19), bahwa : gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dilakukan oleh
seseorang untuk mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Hasibuan (2003;170), yaitu :
Gaya Kepemimpinan adalah suatu sikap yang dilakukan pemimpin yang hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, motivasi kera, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku para pemimpin dalam mengarahkan para
bawahannya untuk mengikuti kehendaknya dalam mencapai suatu tujuan.
Terdapat enam gaya kepemimpinan yang dikutip dari buku Kepemimpinan
yang mendatangkan hasil yang ditulis oleh Daniel Goleman (2003;20) adalah
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style )
Yaitu pemimpin yang menuntut perintahnya dipenuhi sesegera mungkin. kebijakan ekstrim dibuat oleh pimpinan tanpa adanya fleksibilitas kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan koersif akan mendatangkan hasil yang maksimal ketika organisasi dalam situasi krisis dan menuntut perbaikan secepatnya.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu :
a. Kebijakan selalu ditentukan oleh pemimpin.
b. Tidak ada inisiatif atau ide-ide kreatif dari bawahan.
c. Pemimpin menetapkan kontrol yang ketat dan standar yang tinggi.
2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style )
Yaitu pemimpin yang menggerakkan orang menuju suatu visi, pemimpin
yang menggunakan gaya otoritatif akan memberikan motivasi kepada
bawahannya untu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Gaya kepemimpinan ototritatif akan mendatangkan hasil yang maksimal
ketika sebuah organisasi tidak memiliki tujuan yang jelas atau target yang pasti
baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan koersif yaitu :
a. Pemimpin hanya memberikan tujuan akhir yang harus dicapai
b. Memberikan kebebasan kepada bawahan untuk berinisiatif dan
memberikan ide-ide baru.
c. Memiliki visi yang jelas dan keberanian untuk bertindak.
d. Memiliki kharisma dan percaya diri yang tinggi.
e. Pandai memberi motivasi kepada bawahan.
3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle )
Yaitu pemimpin yang menilai individu dan emosi bawahan sebagai hal
yang lebih penting dari pada tugas dan tujuan. Pemimpin afiliatif berusaha
menciptakan keharmonisan antara pemimpin dan bawahan dan mengatur
organisasi dengan membangun ikatan emosional yang kuat sehingga mendapatkan
kesetiaan yang tinggi dari bawahan.
Gaya kepemimpinan afiliatif akan mendatangkan hasil yang maksimal
pada sebuah perusahaan yang baru berdiri dimana pemimpin sedang berusaha
untuk membangun kerjasama tim.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan afiliatif yaitu :
a. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
b. Fleksibel dan meningkatkan inovasi.
c. Jarang memberikan arahan kepada bawahan.
d. Memungkinkan kinerja buruk tidak terkoreksi
e. Cenderung memberikan toleransi yang berlebihan.
4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership )
Yaitu Pemimpin yang membangun rasa hormat dan tanggung jawab
dengan mendengarkan pendapat orang lain. Pemimpin demokratis menetapkan
kebijakan melalui konsensus dengan mengikutsertakan partisipasi bawahan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu :
a. Menghargai pendapat bawahan.
b. Fleksibel dan memberikan kebebasan kepada bawahan berinisiatif dan
memberikan ide baru.
c. Tujuan yang dicapai realistis dan berdasarkan kesepakatan bersama.
d. Memungkinkan terjadinya pertemuan-pertemuan secara terus menerus.
e. Melakukan pemungutan suara sebagai jalan akhir untuk mendapatkan
keputusan.
5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership )
Yaitu pemimpin yang ambisius yang menuntut keberhasilan dan
kesempurnaan dari tugas yang diberikan kepada bawahannya. Pemimpin dengan
gaya ini memiliki tujuan yang jelas dan memberikan arahan yang jelas mengenai
hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan pacesetting yaitu :
a. Pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi.
b. Memberi contoh dan melakukan perbaikan terus-menerus.
c. Tegas terhadap bawahan yang memiliki kinerja tidak baik.
d. Memberikan arahan secara terperinci dan tidak fleksibel.
e. Tidak ada inisiatif dari bawahan.
6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership )
Yaitu pemimpin yang bertindak sebagai seorang penasehat bagi bawahan.
Pemimpin coaching membantu para bawahannya untuk menemukan kekuatan dan
kelemahan mereka dan membantu bawahan untuk membuat konsep dari aspirasi
pribadi dan karir bawahan.
Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan coaching yaitu :
a. Pemimpin menghargai gagasan bawahan.
b. Pemimpin memberi nasihat kepada bawahan mengenai tugas yang harus
dilaksanakan.
c. Bersedia untuk mentolerir kegagalan jangka pendek jika kegagalan itu
dapat meningkatkan cara kerja bawahan dalam jangka panjang.
d. Terbuka terhadap aspirasi atau kritik dari bawahan.
e. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan pelatihan secara
pribadi kepada bawahan.
Pemimpin yang akan memberikan hasil terbaik tidak tergantung pada satu gaya kepemimpinan. Para pimpinan menggunakan hampir semua gaya dalam takaran yang berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.
Sedangkan tiga gaya dasar para pemimpin menurut Hasibuan (2003;172),
adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian
besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut
sistem sentralisasi wewenang.
Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan
produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dasn
kesejahteraan bawahan.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif menciptakan kerja sama yang serasi
menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi
bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuana bawahan
mengambil keputusan. Dengan demikian pimpinan akan selalu membina
bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif adalah seorang pemimpin mendelegasikan
sesenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian bawahan
dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam
melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil
keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada
bawahan.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam gaya kepemimpinan biasanya
berlangsung mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan dari
perusahaan. Apabila situasi dan kondisinya memerlukan pemikiran bersama
antara pemimpin dan pelaksana, maka gaya kepemimpinan akan menuju kepada
demokrasi. Sebaliknya bila situasi dan kondisinya memerlukan langkah-langkah
darurat yang cepat maka gaya kepemimpinan akan mengarah pada gaya otokratis.
Jadi, gaya kepemimpinan yang dilakukan pada suatu perusahaan tidak dapat
berupa satu gaya saja tetapi dapat dilakukan dengan penggabungan dari gaya-gaya
kepemimpinan yang ada. Oleh karena itu, tidak ada gaya kepemimpinan yang
lebih baik, semua tergantung pada situasi, kondisi atau lingkungannya.
2.2.4. Studi Gaya Kepemimpinan
Dibawah ini adalah beberapa studi mengenai gaya kepemimpinan yang
dikutip dari Robbins (1996;5) dalam bukunya Perilaku Organisasi, adalah sebagi
berikut :
Sistem Manajemen Likert
Rensist Likert mengadakan studi pola dan gaya pemimpin mendukung
manajemen partisipatif. Likert memandang manajer yang efektif sangat
berorientasi pada bawahannya yang bergantung pada komunikasi untuk tetap
menjaga agar semua orang bekerja sebagai suatu unit. Likert berasumsi adanya 4
(empat ) sistem manajemen, yaitu :
1. Eksploitatif
autoritatif
Manajer-manajer ini sangat otokratis, kurang percaya pada bawahan,
komunikasi satu arah kebawah, memotivasi orang-orang melalui rasa takut
dan jarang memberi ganjaran, membatasi pengambilan keputusan pada tingkat
teras, dan memperlihatkan karakteristik yang sama.
2. Benevolen
autoritatif ( autoritatif baik hati )
Manajemen seperti ini sedikit yakin dan percaya kepada bawahan, memotivasi
dengan ganjaran serta rasa takut dan hukuman tertentu, memperkenalkan
sedikit komunikasi ke atas, sedikit mendorong timbulnya ide dan pendapat
dari bawahan, dan memperkenalkan pendelegasian pengambilan keputusan
dalam hal-hal tertentu tetapi dengan pengendalian kebijaksanaan yang tepat.
3. Konsultatif
Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya secukupnya
kepada bawahan, biasanya menggunakan ide-ide dan pendapat para bawahan
secara konstruktif, menggunakan ganjaran untuk memotivasi dan sekali-kali
menggunakan hukuman serta keikutsertaan tertentu, berkomunikasi dua arah,
keputusan-keputusan khusus dilimpahkan ke tingkat bawah, serta bertindak
konsultatif dengan cara-cara lain.
4. Partisipatif
Manajer-manajer seperti ini memiliki rasa yakin dan percaya pada bawahan
dalam segala hal, berusaha memperoleh ide-ide dan pendapat dari bawahan
dan menggunakannya secara konstruktif, memberikan ganjaran ekonomi atas
dasar keikutsertaan dan keterlibatan kelompok dalam bidang-bidang seperti
penyusunan tujuan, penilaian kemajuan pencapaian tujuan, berkomunikasi dua
arah dengan rekan sekerja, mendorong adanya pengambilan keputusan pada
semua tingkat organisasi dan melaksanakan tugas bersama rekan sejawat dan
bawahannya sebagai kelompok.
Studi Universitas Ohio
Teori perilaku yang paling menyeluruh dan ditiru dihasilkan dari riset
yang dimulai pada Universitas Negeri Ohio pada dasawarsa 1940-an. Para
peneliti berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari para perilaku
pemimpin. Diawali lebih dari 1000 dimensi, akhirnya mereka menyempitkan fakta
menjadi dua kategori yang secara hakiki menjelaskan kebanyakan perilaku
kepemimpinan yang diharapkan oleh bawahan. Mereka menyebut kedua dimensi
sebagai struktur awal ( initiating ) dan pertimbangan ( consideration ).
Struktur awal mengacu pada seberapa jauh seorang pemimpin
berkemungkinan menetapkan dan menstruktur perannya dan peran bawahan
dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Struktur ini mencakup perilaku yang
berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan. Pemimpin yang
dicirikan sebagai tinggi dalam struktur awalnya dapat dicontohkan dalam istilah
seperti, menugasi anggota kelompok dengan tugas-tugas tertentu. Mengharapkan
para pekerja mempertahankan kinerja yang pasti dan menekankan dipenuhinya
deadlines.
Pertimbangan diartikan seberapa jauh seorang berkemungkinan memiliki
hubungan pekerjaan yang dicirikan oleh saling percaya, menghargai gagasan
bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka.
Telaah Universitas Michigan
Telaah kepemimpinan yang dilakukan dipusat riset dan survei Universitas
Michigan mempunyai sasaran riset yang serupa, melokasi karakteristik perilaku
pemimpin yang tampaknya dikaitkan dengan keefektifan kerja. Kelompok
Miichigan juga sampai pada dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka
sebut berorientasi karyawan dan berorentasi produksi.
1. Pemimpin yang berorientasi karyawan dicontohkan sebagai menekankan
hubungan antar pribadi, mereka berminat secara pribadi pada kebutuhan
bawahan mereka dan menerima baik beda individual diantara mereka.
2. Pemimpin yang berorientasi produksi dicontohkan cenderung menekankan
aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka adalah pada
penyelesaian tugas kelompok yaitu suatu alat untuk tujuan akhir kita.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa gaya
kepemimpinan seorang akan berbeda-beda dalam usaha mempengaruhi
karyawannya. Dan di bawah ini ada empat indikator untuk mengukur gaya
kepemimpinan, yaitu :
1. Pengambilan keputusan.
2. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan.
3. Perilaku pemimpin.
4. Orientasi pemimpin.
2.2.5 Indikator Gaya Kepemimpinan
Adapun indikator gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman (2003;20),
yaitu :
1. Kepemimpinan Koersif ( Coersive Style )
2. Kepemimpinan Otoritatif ( Authoritative Style )
3. Kepemimpinan Afiliatif ( Affiliative Syle )
4. Kepemimpinan Demokratis ( Democratic Leadership )
5. Kepemimpinan Pacesetting ( Pacesetting Leadership )
6. Kepemimpinan Coaching ( Coaching Leadership )
2.3. Motivasi Kerja
2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja
Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil-hasil
melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubung dengan hal itu, menjadi
kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Prestasi
bawahan, terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: kemampuan dan daya
dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya
antara lain oleh pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi sedangkan daya
dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain
diluar dirinya.
Daya dorong yang ada dalam diri seseorang sering disebut motif. Daya
dorong diluar diri seseorang, harus ditimbulkan pimpinan dan agar hal-hal di luar
diri seseorang itu turut mempengaruhinya, pemimpin harus memilih berbagai
sarana atau alat yang sesuai dengan orang lain.
Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi
bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Flippo seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;142), mendefinisikan
motivasi sebagai berikut :
Direction or motivation is essense, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result in achievement employee want simultaneously with attainment or organizational objectives.
Terjemahannya :
Motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan
organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan
para pegawai sekaligus tercapai tujuan organisasi.
Menurut Hasibuan (2003;142), sebagai berikut :
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.
Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang di dalam usaha
memenuhi kebutuhannya baik secara riil maupun materiil.
2.3.2. Tujuan Motivasi Kerja
Suatu perusahaan didalam memotivasi para karyawannya pastilah
memiliki tujuan-tujuan tertentu. Dibawah ini adalah tujuan-tujuan motivasi
menurut Hasibuan (2003;145), yaitu :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
4. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
10. Meningkatkan efisiensi pengunaan alat-alat dan bahan baku.
Berdasarkan hal tersebut di atas, jelaslah bahwa di dalam setiap
perusahaan diperlukan motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya. Apabila
tidak terdapatnya motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya dalam suatu
perusahaan, maka akanlah sulit perusahaan tersebut untuk mencapai tujuannya.
2.3.3. Metode Motivasi Kerja
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang metode dari motivasi kerja, maka
dibawah ini adalah metode motivasi kerja menurut Hasibuan (2003;148).
Terdapat dua metode motivasi, yaitu :
1. Motivasi Langsung ( Direct Motivation )
Motivasi Langsung adalah motivasi ( materiil dan non-materiil ) yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,
penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa dan lain sebagainya.
2. Motivasi Tidak Langsung ( Indirect Motivation )
Motivasi Tidak Langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja / kelancaran
tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan
pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan
kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, penempatan
yang tepat dan lain sebagainya. Motivasi tidak langsung ini besar
pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan, sehingga
produktifitas perusahaan meningkat.
Berdasarkan metode tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
didalam memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang
dibutuhkan oleh para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung
didalam pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.
2.3.4. Jenis-jenis Motivasi Kerja
Didalam memotivasi kerja karyawan, pemimpin haruslah mengetahui
tentang sebab dan akibat dari adanya proses memotivasi kerja karyawan. Dibawah
ini adalah dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2003;149), yaitu :
1. Motivasi Positif ( Insentif Positive )
Dalam motivasi positif, manajer memotivasi ( merangsang ) bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar.
Dengan motivasi positif ini semangat bekerja karyawan akan meningkat
karena pada umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
2. Motivasi Negatif ( Insentif Negative )
Dalam motivasi negatif, manajer memotivasi bawahan dengan standar, apabila
bawahan tidak dapat memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh
manajer maka mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini,
semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena
mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat
kurang baik. Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan
oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya
dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah adalah
kapan motivasi positif atau motivasi negatif itu efektif merangsang gairah
kerja karyawan.
Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif
efektif untuk jangka pendek. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam
menerapkannya.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap
karyawan akan termotivasi diakibatkan adanya unsur positif dan negatif dari
pemimpin. Menurut saya, untuk memotivasi karyawan, seorang pemimpin
haruslah menimbulkan dampak positif, misalnya menimbulkan rasa memiliki dan
tanggung jawab kepada perusahaan oleh setiap karyawannya.
2.3.5. Teori Motivasi Kerja
Terdapat beberapa macam teori motivasi yang dikemukakan oleh para
ahli, seperti yang penulis kutip dari buku Manajemen Sumber Daya Manusia
Hasibuan (2003;152) dan Mangkunegara (2002;94), adalah sebagai berikut :
1. Teori Motivasi Klasik yang dikutip oleh Hasibuan (2003;152), yaitu :
Frederick Winslow Taylor mengemukakan bahwa teori motivasi klasik atau
teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau
bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Hierarki Kebutuhan Maslow yang dikutip oleh Mangkunegara (2002;95),
yaitu :
Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis )
Physiological Needs adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup.
Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum,
perumahan, udara dan lain sebagainya. Keinginan untuk memenuhi
kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat.
Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan )
Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman
yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam
melaksanakan pekerjaan.
Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial )
Affiliation or Acceptence Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi,
interaksi, dicintai dan mencintai , serta diterima dalam pergaulan
kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia
normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri ditempat terpencil.
Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah
makhluk sosial.
Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)
Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan
pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya.
Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )
Self Actualization Needs adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi optimal, untuk
mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.
3. Teori Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2003;156), Frederick
Herzberg mengemukakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan
kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di kota Pitsburg dan
sekitarnya. Dari hasil penelitian ini dikembangkan suatu gagasan bahwa ada 2
( dua ) rangkaian kondisi yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang, kedua
rangkaian kondisi tersebut adalah rangkaian kondisi pertama disebut faktor
motivator dan rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene .
Teori motivasi kerja dari Herzberg dalam teorinya membagi motivasi ke
dalam 2 (dua) rangkaian kondisi seperti dikutip oleh Hasibuan (2003;157),
yaitu :
1. Rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator
2. Rangkaian kondisi kedua disebut faktor hygiene
Faktor yang disebut sebagai motivator ini merupakan serangkaian kondisi
instrinsik, dimana kepuasan kerja akan menggerakkan suatu motivasi yang tinggi,
yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik, faktor
faktor yang
dimasukkan sebagai faktor motivator antara lain : Pencapaian Prestasi, Tanggung
Jawab, Kesempatan untuk maju, Pekerjaan itu sendiri, Pengakuan. Rangkaian
faktor-faktor tersebut melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang
dikerjakannya ( job content ) : yakni kandungan kerjanya, prestasi pada tugasnya,
penghargaan pada prestasi yang dicapainya dan peningkatan dalam tugasnya.
Sedangkan faktor hygiene yang merupakan faktor kedua, yang dapat
menimbulkan rasa tidak puas kepada karyawan atau dengan kata lain demotivasi
, menurut Frederick Herzberg terdiri dari : Gaji, Kondisi Kerja, Kebijakan
Perusahaan, Mutu Penyeliaan, Mutu Hubungan Interpersonal.
4. Teori X dan Teori Y dari Mc Gregor yang dikutip oleh Hasibuan (2003;159),
yaitu :
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat
dibedakan atas manusia penganut teori X (teori tradisional) dan manusia
penganut teori Y ( teori demokratik ).
Teori X :
a. Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.
b. Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan
selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara
mengkambinghitamkan orang lain.
c. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam
melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya.
d. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan
tujuan organisasi.
Menurut teori X ini untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan
cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja
dengan sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung
kepada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas.
Teori Y :
a. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama
wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu
dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah dan
merasa kesal jika tidak bekerja.
b. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk
maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan
inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi,
mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik.
c. Manusia tidak mementingkan dirinya sendiri. Manusia akan mengawasi
dan mengarahkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi, jika
mereka telah terikat terhadap tujuan tersebut.
d. Manusia ingin berkontribusi dalam pertumbuhan dan perubahan
organisasi.
e. Manusia pada dasarnya cerdas.
5. Teori Motivasi Mc Clelland s dikutip oleh Hasibuan (2003;161), yaitu :
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial,
bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan
dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.
6. Teori ERG ( Existence, Relatedness, Growth ) dari Alderfer seperti dikutip
dari buku Mangkunegara (2002;98), yaitu :
a. Existence Needs. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi
pegawai, seperti makan, minum, pakaian, gaji, bernapas, keamanan
kondisi kerja.
b. Related Needs. Kebutuhan interpesoanal, yaitu kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan kerja.
c. Growth Needs. Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan
pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.
Berdasarkan teori-teori di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa setiap
manusia dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan di dalam hidupnya. Dan
begitu pula halnya di dalam bekerja, setiap karyawan memerlukan berbagai
macam kebutuhan di dalam memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan individu
dan perusahaan.
2.3.6 Indikator Motivasi Kerja
Adapun indikator motivasi kerja hierarki kebutuhan Maslow yang dikutip
oleh Mangkunegara ( 2002; 95 ), yaitu :
1. Physiological Needs ( kebutuhan fisik atau biologis )
2. Safety and Security Needs ( kebutuhan keselamatan dan keamanan )
3. Affiliation or Acceptence Needs ( kebutuhan sosial )
4. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)
5. Self Actualization Needs ( kebutuhan akan aktualisasi diri )
2.4. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja
Dalam bukunya Manajemen T. Hani Handoko, gaya kepemimpinan
mampu mempengaruhi orientasi karyawan dalam hal motivasi kerja.
Menurut Handoko (1997;299), mengemukakan bahwa :
Gaya Kepemimpinan Orientasi Karyawan adalah suatu perilaku yang mencoba untuk lebih memotivasi bawahan, mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas
tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan
hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.
Setiap manusia dihadapkan oleh kebutuhan hidup yang amat beragam
dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu untuk memenuhi
kebutuhannya maka manusia akan bekerja. Akan tetapi didalam usaha setiap
individu untuk memenuhi kebutuhannya tidak akan semudah yang diperkirakan
akan tetapi harus mendapatkan dukungan-dukungan dari beberapa faktor yang
ada, misalnya faktor motivasi kerja karyawan dan pemimpin yang ada dalam
perusahaan tempat individu tersebut bekerja.
Faktor motivasi kerja karyawan tersebut di atas sangat berpengaruh
dikarenakan setiap individu dalam usaha memenuhi kebutuhannya memerlukan
motivasi kerja yang tinggi karena apabila setiap individu bekerja tanpa ada motif
dan tujuan yang jelas maka mustahil individu tersebut akan bekerja dan
memperoleh hasil yang memuaskan.
Selain daripada itu, untuk menimbulkan motivasi kerja yang tinggi,
dibutuhkan suatu tindakan yang dapat menumbuhkan motivasi kerja karyawan
pada suatu perusahaan. Dan tindakan tersebut berasal dari pemimpin atau yang
biasa disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan sangatlah
berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena didalam motivasi kerja
karyawan untuk memenuhi kebutuhannya sangat membutuhkan dukungan dari
seorang pemimpin, karena itu setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas
tentang apa yang dibutuhkan oleh karyawan dan perusahaan agar mereka bisa
bekerjasama secara efektif.
Dan selain daripada itu karyawan juga harus mengetahui tentang apa yang
diinginkan oleh pemimpin dan perusahaan agar tercapainya tujuan bersama, yaitu
tujuan karyawan dalam memenuhi kebutuhannya dan tujuan perusahaan.