21
AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA HUKUM INTERNASIONAL INDONESIA * Oleh: Prof. Mr. Dr. S. Gautllma Prinsip nasional' hendaknya dikombinasikan dengan prinsip domisili kedalam Roo-HPI Indonesia, karena akan memperluas bi(lang berlakunya hukum nasionalIndonesiadan akan memperlancar tugas hakim. Keuntungan dari dipertahankannya prinsip nasionaIi' adalah agar hukum naSional Indonesia dapat diber- Iakukan ter\ladap setlap WNI di manaDun ia . benda. Sedangkan keunlongan dari diber· lakukatinyaprinsipdomisiliadalah,agarhukum nasional Indonesia' juga dapat diberlakukan terhadap orang asing yang telah menetap di sini. Karangan berikut akan menguraikan ala- san-alasan dari pencantuman asas-asas hukum nasional pada HPI Indonesia yangsedang diper- siapkan. Hukwn Penlata In1emasional adalah Hukwn Nasional 17 Jika kila heooak bicara lenlang "Azas2 l;Iul\um,Nasional pada Hukum Perdata Intemasional" maka perlu kiran)ll kila per-lama2 men)lldarkan bahwa aJll )ling diperkenalkan sebagai "Hiikum Perdata Internasional", (HPI) JlIda hakekain)ll i4la merupakan Hukwn Nasional. Walaupun istilahn)ll mengandung perkataan "Inlemasional, menurut paooangan )ling kami anut, hukum ini merupakan hukum ,nasional pula, Hukum Perdala Intemasionaladalah '1lUkum Perdata untuk htbung,- ani , int!masional (;'pri",alrechl voor in1ernationale verboudingen"). Hal ini disellabkan karena kami menganut ' alira" .... sional dar! Hukd'li\ Perctata adak berfihak 'keJllda me-reka )ling memandang Hukum Perdata Inteniasional sebagai hukum yaog'supllllll$ional" seperti haln)ll dalam bidang Hukum Publik Intemasional. Alilitn "supra nasional" mengalakan bah ..... ada "satu macam Hukum Perdata Intemasional )ling daplt berlaku uotuk semua negara di dunia ini n , Pandangan sedentikiah han)ll cila-cita loealtsme yang menytmJllng dari keny.ttaan. Seorang * pada Badan Pcmbinaan Hukum NasionallB-20 Janwri 1989 Jakarta. 1. Meyers, E.M. Het vraagsluk der herverwijzing, WPNR 1938, NO. 3555 dst. /'dll1l1l1i IWlY

AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

  • Upload
    others

  • View
    37

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA HUKUM PERD~TA INTERNASIONAL INDONESIA * Oleh: Prof. Mr. Dr. S . Gautllma

Prinsip nasional' hendaknya dikombinasikan dengan prinsip domisili kedalam Roo-HPI Indonesia, karena akan memperluas bi(lang berlakunya hukum nasionalIndonesiadan akan memperlancar tugas hakim. Keuntungan dari dipertahankannya prinsip nasionaIi' adalah agar hukum naSional Indonesia dapat diber­Iakukan ter\ladap setlap WNI di manaDun ia . benda. Sedangkan keunlongan dari diber· lakukatinyaprinsipdomisiliadalah,agarhukum nasional Indonesia' juga dapat diberlakukan terhadap orang asing yang telah menetap di sini. Karangan berikut akan menguraikan ala­san-alasan dari pencantuman asas-asas hukum nasional pada HPI Indonesia yangsedang diper­siapkan.

Hukwn Penlata In1emasional adalah Hukwn Nasional

17

Jika kila heooak bicara lenlang "Azas2 l;Iul\um,Nasional pada Hukum Perdata Intemasional" maka perlu kiran)ll kila per-lama2 men)lldarkan bahwa aJll )ling diperkenalkan sebagai "Hiikum Perdata Internasional", (HPI) JlIda hakekain)ll i4la merupakan Hukwn Nasional. Walaupun istilahn)ll mengandung perkataan "Inlemasional, menurut paooangan )ling kami anut, hukum ini merupakan hukum ,nasional pula, Hukum Perdala Intemasionaladalah '1lUkum Perdata untuk htbung,­ani , int!masional (;'pri",alrechl voor in1ernationale verboudingen"). Hal ini

disellabkan karena kami menganut ' alira" .... sional dar! Hukd'li\ Perctata Inte~asional.J~~; 'kami adak berfihak 'keJllda me-reka )ling memandang Hukum Perdata Inteniasional sebagai hukum yaog'supllllll$ional" seperti haln)ll dalam bidang Hukum Publik Intemasional. Alilitn "supra nasional" mengalakan bah ..... ada "satu macam Hukum Perdata Intemasional )ling daplt berlaku uotuk semua negara di dunia inin

, Pandangan

sedentikiah han)ll cila-cita loealtsme yang menytmJllng dari keny.ttaan. Seorang

* Di~mrxlikan pada ~mlnar Badan Pcmbinaan Hukum NasionallB-20 Janwri 1989 Jakarta.

1. Meyers, E.M. Het vraagsluk der herverwijzing, WPNR 1938, NO. 3555 dst.

/'dll1l1l1i IWlY

Page 2: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

18 Huk um dan Pembanglolall

penulis Hukum Perdata Internasional Belanda kenamaan, , mengemukakan bahwa setelah pecah pernngdunia kedua, telah runtuhlah cita' muluk ini! Menurut kenya­taan maka yang ada ialah plurnlisme Hukum Perdata Internasional, karena ornng tidak akan dapat bermufakat dan tidak akan dapat meyakinkan satu terhadap yang lain mengenai 'hal' yang prinsipil rekalipun sekitar azas' Hukum Perdata Interna­sional ini. Dengan menyebut apa yang telah dikatakan oleh Pascal yaitu "Verite en deca des Pyrennees, erreur au dela" (Oisebelah sini dari bukit pegunungan Pyrenneen dianggap sebagai hal yang benar, tetapi hal yang sarna dipandang rebagai buruk disebernng bukit perbatasan Pnyrenneen, ini antara Pernncis dan SpanYol). Contoh konkrit : di Pernncis ornng dapat leluasa bereerai. Di Spanyol, sesuai dengan pengarub agama Katolik, ornng tidak boleh bereerni. Co ntoh lain: Apa yang,diang­gap paling tepat, prinsip hukunn domicille atau prinsip nasionalis (seperti yang dianggap dalam pasal 16 AB kita)? Mengenai hal ini dunia terbelah dua : sep"ub, retengah manusia did unia ini menganut prinsip nasionalita s, separub Iagi menganut primiip donmisili. 3

Persoalan mengenai sifat nasional dari Hukum Perdata Internasional ini kami saksikan waktu membuat seri karangan Hukum Perdata Intemasional Indonesia yang terdiri d~ri 8 buku.

Pada waktu buku pertama diterbitkan, seornng k"v.ln sesa ma mahasiswa hukunn dan kini sama2 dalam pmktek hukum, telah menanyakan pada kami, apakah tidak keliru merna kaijud ul "Hukum Perdata'Intemasional Indonesia". Apakahjudul itu tidak sala h pilih karena nampaknya kum ng log is. Mengapa bisa "Intemasioml dan sekamng "Indones;a". Hingga kami perlu jelaskan bah"" sebenarnya tidak ada kekhilafan da ndengan rengaja kami .,Iah memakai "Hukum Perdata Internasional Indonesia" ini . . lstilah ini bukan merupakan contradictio in terminis. Karena tiap HuklDO Perdata Internasionaladalah HuklDO Nasional pula. Iiapnegam berdau­Iat rrempunyai HPlnya sendiri. Seomng penuiis H PI mengatakan demikian banyak negam-n ega rn didunia ini , demikian ban)'lk pula sistim Hukum Perdata Interna­sional. 4 Oleh karena ituj udul yang dipilih untuk karnngan ini "Aspek2 Hukum Nasional dan liukunn Pemata Internasionallndonesia" adalah "pat.

Apa saja yang. tennasuk bidang HPI? Meninja u lebih Ia njut persoalan rekitar hal ini , maka perlu kimnya ditinjau lebih

2. Van Brakel, S, Grondslagen en beginsclen van Nederlandsch international priwa­

lreehl, eel. ke-2, Zwolle (1950), eel.ke-3 (1953) 8dgk. pula mengenai perso.lan ini, bab I: "Pengertian Hukum Antar Tata Hukum", no. 2: "HPI Intemasional atau nasional", dalam buku kami, Pengantar Hukum Perdata Intemasional Indonesia,", diterbitkan oleh DadaD Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Penerbit Binacipta, Bandung (1976), hall dst. kemudian dicetak ulang,juga buku kami, Hukum Perdata

Internasional Indonesia,jilid I, Jakarta (1961), kemudian berkali-kali decetak ulang.

3. Bdgk. negara-nega di dunia ketiga yang masing-masing menganul prinsip ini, S.

G.utama HPllndonesi. , buku ke-2, eet. ke-4. Ereseo 8.ndung (1986), no. 187 dst. 4. Niboyet, J.e, Traite de _droit international prive francais I, ,cet. ke-2 (1947) no. 7.

Page 3: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-azas

J3 uh a(ll saja )II1l! lermasuk dalam bidang Hukum Perdata Inlenlasional ini ' . Ada 4 alilan, dari)llll! IerS!mpil'saI!lpii )ling paling luas.

19

perlama. Apa )ling termasuk Hukum Perdata Inlemasional ini han)ll mencalmp bidall! "huk um)llll! menentukan hukum)llng berlaku". (',Rechlsloepassingsrechl'),' Dalam pandall!an .ini)llng lermasuk HPI ha nJ'! persoalan me Il!em i "Applicable i.aw" . Hukum mamkah )ling harus dipakai unluk smlu peristi"" )ling sifaln)" intemasionalartin)ll sualu peristiwa )ling memperlihatkan tilik Ia ul dengan sistim hukum Imr negeri . . Sistim HPI yang terbatas ini kita saksikan antaran)ll di Neder­land.

Kedw. Yall! agak lebih luas adalah konS!psi )ling dianul dinegara Anglo Saxon, 'yailU HPI mencakup bukan Soja soal-soal hukum yang harus diberlakukan; letapi j~a soal2 tentang 'juri!£diction" (kompetensi Hakim). Daiam tiap persoalan )ling bersifal HPI, maka hakim per-tama' akan memn)llkan dirinJ'! : Apakah kami berwe.nang mengadili perkam ini? \ni adalah kompetisi hakim )ling lermasuk HPJ. Setelah ilu, kala u hakim, menganggap dirin)ll berwenang, ia' akan tiba pada perta­n)llan "Hukum mamka-h)llll! harus kami pakai, hukum mam )ling harus diberla­kukan? (Applicable Law).

Ketiga. Pend irian y..ng lebih luas lagi memandangj~a masala h' berkenaandengan Status orang asing (condition des etrangers, Vreemdelingen statuut, sebagai bagian dari Hukum perdata Ioteroasional. Jadi HPI terdiri dari 3 bagiao-:

a. Hukum yall! harus dlperguna kan b. Sea I Kom petensi c. Me~ena i sta tus om ng asing KonS!psi ini kita lihat antam lain di negara' Latin (Italia, Spanyol, Amerika Selatan.).

Keempat. KonS!psi ya ng paling luasj ~a memandang masalah 3' kitar nasionalisme (kewarganegaraan, nationalisme) sebagai lermasuk didalam HPJ. ConlOh dari(llda alian)llng lua s ini: Pemncis. Bandi~kan mis1lnya majalah kemmaan Pemnci&dibidang HPI, Revuecritique de droit international prive, yang memwt 4 bagian )"itu tentang "Ioi applicable, Competence. Condition des elm ngers, na tiona lite".

Pendirian kami: kon,.,psi HPI yang Iws. Kami mell!anutalim n)llng paling luas ini. Maka dalam seri buku Hukum rerdata

Interna sional Indonesia , lerdiri dari 8 jilid, bukan saja dibahas masalah' tentan~ huk Ull) yang harus dipergunakan. Tetapi karya ini j~a mencakup masalah kompe­lensi hakim (jurisJiction), nasionalitasdengan pembahasandari Undang' Kewargane-

5. Lihat S. Gautama, Pengantar ·PHI Indonesia, supra no.2, no. 8: "Aneka ragam pandangan tentang has bidang UPI".

6. Van Z.",nbe1&en, ·Iibal S Gautarna Pengantar supra no. 2 h. 31

/'dmmll 1911'1}

Page 4: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

HukW1/ dan j'embang ullo ll

raan 7 dan bagia n "peIllisia n" dariptdan)li 8 " yakni bemagai pera tura n-peratura n meIllenai 'stalus orang asing (The Legal Status of Foreigne rs, ' ;', Doing business in IndonesialO dsb, Pemlumn2 deregulasi yang recenl

Akhir' ini menarik perhalian pula rangkaian peraturan' yang dikcluarkan oleh Pemerintahdalam ra ngka deregul!lri .. si. PAKDES 27. 19S7, PAKTO 27, J 988 dan akhir ini PAKNOV 24, 1988 Paket' kebijak .. naan deregulari .. si )ling semua memberi perlunaka ndan kebijak .. naanderegulari .. si )ling semua memberi perlu akan dan mempeme .. r bidaIll u .. ha yang tadin)li tertulup, tetapi kini dibuka kembali untuk orang asing di Indonesia, 'MIlau rmsih secara tematas,

Dalam buku."The Legal Stalus of Foreigners" kami telah mengadakan ul1lian, Stmbil nrngikuti "pemberian isi" dariptda status kewarganegarn.an Indonesia. Bagaimana diberi "isi" oleh pembuat Undang-Undang secara bertahapdan sebagai konsek\\<!nsi, status orang asiIll dalam dunia u .. ha perdagangan !elah diperl)ecil. Kulminasin)li deIllan adan)li Peraturan Pemerinlah no. 36 tahtin 1977 tentang ' ~ PeIllakhil1l n kegiatan u .. ba asing dalam bidang perdagangan. " Be rdasarkan Bed­rijfsreglementeringsordonnatie 1934 (Staatsblad 1938 no. 86) maka pemerintah !elah mengakhirkan kegiatan u .. ba asing dalam bidang perdagangan(Lembaran .Negal1l tahun 1977 no. 60 (TLN 31(3). Boleh dikatakan, kegiatan dariptda fihak asing dalam bidaIll perdagangan, telah dihentikan. Proses pembatasan u .. ha asing 'ini, yang telah mulai kami ikuti dalam penyelidikan mengenai slatus hukum ol1lng asiIll dan kemudian dip'ptrkan pula dalam buku kedua dari Seri Hukum Perdata Intemasional Indonesia qalam karangan " Joint Business in Indonesia." yang dimwt dalam buku Legal Aspects of doing Business in Indonesia" kita lihal"sekarang kran )ling ditulup telah kembali dibuka, sesuai d engan pemberian isi ke'MIrganegaraan

YaIll mele'MIti phasi ' ini. PAKNOV 24,1988 PMA dimungkinkan menj ... I produksi-nya sendi';.

7. S. Gautama 1 Hukwn Perdala Intemasional Inuonesia, BUku ke-2, eel. ke-3,. Eresco

Bandung (1986) no. 287 ds!. 8. · s: ·Gautama, supra no.7 no. 361 dst. dan permasalaha.n-permasaiahan chu~us: no. 362

Perbedaanantarn WNI dan orang asing, no. 363. Pengawasan khusus terhadaporang asing,

no. 364. Pekerjan bagi orang asing, no. 365 a Usaha da~ng orang asing no. 365 b.

Tindakan-tindakan khusus terhadap gOlongan-golongan orang asing terteJ;l1.u, no. 365. c.

Peraturan yang recent, no. 365 d. Perwakilan dagang orang asing no. 366. Pengertian

arti-arti kata "Nasional" dan "asing" , no. 367. a. Mengenaibidang-bidang khusus, no. 367

c. Status orang asing dan warganegara berubah-ubah, no. 367 d. Penanaman ¥odal Asing

no. 361 Perusahaan-peruSlhaan Negara, no. 369 Bank-bank Nega.ra, no. 370, Per.tambang­

an.'no.371 Hak-hakatas tanah, no. 372, di bidang Pendidikan no. 373 di bidang Hukum Perdata.

9. S. Gautama (Gouw Giok Siong), The legal status of foreigners, Jakarta, PT. Kinta, lO.S. Gautama, LQing businessin Indonesia, dalam D. Compbell (editor), Legal aspect of

doing business in Asia, and the Pacific, h. 193 cist.

Page 5: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

A~as-azas 21

Disinipun kita saksikan bahw.l band ulan lonceng.sejarah kembali Iagi. Dari tapin}'l sarna sekali tidak memberil\an keleluasaan apapun kepada kegja.tari,),erdagangan asing, kini d .. ngga p perlu untuk diperlunak. Maka dirubah Pemtum n Pemerintah no. 36 ta hun 1977 mengemi pengakimn kegiatan usaha asing dan bidang perdagangan ini. Secam tematas, kini pintu dibuka Iagi bagi usaha asing dibidang produksi }'lng didirikandalam mngka Urdang2 Pemmam Modal Asing no. 1 tahun 1987. Diten­tukan sekamng, bahw.l mereka yang tadin)" dilarang, kini dapat mengadakan "penjualanhasil produksin}'l sendiri" untuk pasamndalam negeri. Kemungkimn ini dibuka sampai pada tingkat penyalur. Tetapi camn}'l adalah dengan mendirikan .sua tu pe rusa haan pa tunga n (joint venture) anta m perusahaanasing bersa ngkuta n itu dengan sebuah perusahaan nasional, ya ng bertindak sebagai pen}'llur atau agen (pemtumn Pemerinta h ta hun 1988 tgl. 24 NO\ember 1988, L. Negam L.N. 1988 no. 39). Dibukan}'l kembali pintu yang tadin)" ditutup untuk usa rui penelahanasing ini adalah dalam mngka memperlancar arus bamng untuk pasamn dalam negeri }'lng dihasilkan oleh perusahaan dibidang produksi dalam mngka Urdang2 Penamrnan Modal Asing. Dahulu ditentukan bahw.l perusahaan asing penanarnan modal itu 'harus menunjuk perusahaan Perdagangan Nasional sebagai pen}'llur/agen untuk mernasarkan hasil produksin}'l. Dalam praktek ha l ini dimsakan sebagai sangat membatasigaira b keDa daripada perUSll haan Penamma n Modal Asing bersangkutan itu. KaTena hasil produksin}'ltidak dapat dipasarkan sesuai dengan apa }'lng dike­hendaki oleh mereka sebagai prod use n ini. Maka dihampkan agar supa}'l ketentua n baru ini dapll memperlancar arus bamng. Tetapi, kita sa"ksikan bahw.l walaupun sudah diberikan kesempatan bagi perwahaan Pemnaman Modal Asing, ternyata joga diharuskan ikut sertan}'l peru",haan nasional dalam bentuk perna",ran itu, }'litu harus dibe'ntuk lagi pen}'llur/ agen yang merupakan suatu peru!llhaan Joint Venture dengan Perusahaan Nasional ini. pandidalam penjelaSl ndaripada PP DO.

19 tahun 1988 ini ditentukan bahw.l pemaSlmn ber",ngkutan mencakup tingkat pen}'llur "Dealer" sebagai agen. Sedangkan pemaSlmn pada tingkat ("Retailer" han}'l dilakukan oleh perusahaan nasionaI dibidang perdagangan. Karena retailer ini Iangsung bemadapan dengan End user atau Consumer }'lng belanja dipaSlran. Untuk peru", haan Pem naman Modal Dalam Negeri dialUr dalam Undang2 no. 6 ta hun 1 %8. Bala'" n kegia Ia n dibida ng perdaga nga n '" perti d itentuka n dalam pa'" 16 U rdang2 no. 6 ta hun: 968 tc nW ng peru~l haan Peru na man Modal Dalam Negeri ini telapberlaku. OJ '

Perbedaan antaq Peraturan Pemerintah dan Keputusan M enteri Perdagangan.

Kila ",ksikan hahwJ Menteri I'erdagangan dengan Keputu",n No. 376/ KI'/ XI / -19~8 te~lh mengalUr Ichihja uh mengem i peruhahan KepulU'" n Menterll'erdagang­an No. 77 I K (>(111178. Seka rJ ng ini l~rU:-i1 haan <Ising PMA ya ng JiJirik<.1 n Illcnurul

11. Perusahaan V.V. Penanaman Modal Dalam Ncgcri menjadi dipersamakan perlakwn

dengan PMA dalam hal fasilitas-fasilitas.

IHmwr/ /!Jc'\Y

Page 6: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

22 Huklln! dall I'emballgullall

Undang2 No. 111987 dalXlt melakukan penjualanhasil pruduksinya. Keleluasaan ioi dinyatakan dalXlt dilakukan "samlXli IXlda tingkat pengeeer" (retailer). Vaitu dengan mendirikan perusahaan pat!l"gan antara perushaan as ing bersangkutan dan peru­sahaan nasionaL Joint Venture inilah yang bertiodak sebagai penyalur/ agen.

Disini kila saksikan adanya pembedaan .nlara keputusa n Menteri Perdagangan no. 376/KP/XI/1988 ini dan Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 1988 Ill!. 21 No-.ember 1988. Dimana dalam Keputusan Menteri Perdagangan dinyata'kan bah'Ml usa ha perdaga~an yangdalXltdilakukan oleh perusahaanlXlt<Jngan ini ialah samlXli tingkat "pengecer"jadi ,amlXli eoo-useratau konsumen. Sedangkandidalam Pem turan Pemerinlah No. 19lahun 1988 ini pemasaran yang boleh dilakukan oleh joint venture hanya IXlda ti~kat pen)<l lur ("Dealer") h~n)<l dilakukan olehperusa­haannasional dibidang perdagangan. Jadi mung kin KeputuSl n Menteri Perdagang­an no. 376 / KP/ XIIl988 IXlsal La ini memang dimaksudkan han)<l samlXli tingkat "dealer" dan bukan sebagai tingkat pengecer. Karena ternl'lla ada perWnlangan de~an Pem tumn Pemerinlah no. 1 9lahun 1988 ini )<lng tentun)<l harus diJ"pdang sebagai lebih ti~gi danlXlda Keputusan Menteri Perdagangan No. 376/ KPR/ XI / -1988. Didalam KeputuSl n Menten Perdaga~an tersebutdin)<lIaKanbah'Ml IXlsal 14 diganti hi~ga memberi keleluasan kelXlda perusahaan asing dibidang 'produksi dalam rangka UPA PMA tahun 1967 no. 1 uotuk dalXlt meiakukan hasil produksi­n)<l seooiri keplda perusahaan lain yang me~gunakan hasil produksi ini sebagai bara ~ modal, termasuk suku cadang, bahan, peralatan bangunan, bahan baku/ ba­han'penolong untuk proses produksin)<l. Jadi dalam hal inidin)<l takan bah'Ml dalXlt diadakan tmnSlksi penjlllian anlara Perusa h.an Modal Asing seodiri kelXlda jJeru­sabaan lain )<l~ memakai hasil produksi ini jl4la untuk prod uksin)<l sendiri sebagai barang modal suku cada~ dsb. Jadi keleluasaan terouka untuk melakukan perda­ga~an secam terbatls ini.

Alhasil yang·kita saksikan IXIda proses perlunakan usaha dagang bagi fihaJ< asing di Indonesia ·ini ialah bukan keleluasaan untuk seluruhn)<l melakukan perdagangan, tela pi dalam bidang2 tertentudalam rangka penanaman modalasing danjnga han)<l secara teroatas pula. Tematas pada "Dealer" danj l4la p1da penj ua Ian la ngsung. tidak melalui perusahaan IXItungan, han)<l kelXlda perusahaan lain )<lng memakai hasi l produksi ini untuk produksi meieka.

Pen)Clmdupan syamt "naslonal" dalam pmktek. Tentunya didalam praktek akan timbul bemagai kesuJitan pula dengan adan)<l

knteria2 pembatasan. Bukan saja sukar'untuk me'nga 'Mlsi segala sesuatu tetapi masih diperlukan'perlunakan lebihja uh danlXlda alXl yang tela hdiadakan. Dalam praktek, alXlbila masihdis)<lratkan bahwa perusahaannasional yang harus melakukan tran· saksi perdaga ~an bersangkuta n ini, maka dalXlt saja fihakasing ini memakai seperti yang seringkali dilakukan, peru£lhaan "nasional" merupakan "nominee" atau 013. ng ya ng dij:erca ya ("trustee") ata u lebih baik disebul sebagai "steooman". Sedangkan milik sebem rnya dari perusahaan nasional ituadalah fihakasing. Hal ini dilakukan dengan cara mela kukan "pen)Clundupan hokum" (wetsonduiking) di

Page 7: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-azas 23

bidang ini. " Sep' rti bany.!k ",kali kita sa ksikan didalam prnkte k p'rdagangan di negam kim ",kamng ini. Bah",. bajuny.! adalah nasional. Tetapi sesungguhny.! yang menemukan dan ber­kwsa ",rta menjediakan modal dalam perusahaan nasional ilU adalah fihak asing lJ

PAKTO, 27 Oktober 1988

Oalam Paket Kebijaksa naan Oktober 27, Pakta 27 tahun 1988 tentang Kebijak­sa naandibidang kewngan, "Maneterdan Pernankan" kita saksikan pula perlunakan dibidang usa ha remankan. Dimana ",mula tidakdip'rkenankan untuk mendirikanbankcampumnantarn bank nasianal dan bank asing ·dari Iwr negeri, kini hal ini dip'rkenankan. Bentuk kerjasarna ini adalah dalam Per",roan Ternatas (Keputusan Menteri Keuangan no. 106 / KMK .OO/ : 988 tanggal 27 Otkober 1988 dan Sumt Edamn Oireksi Bank Indonesia no. 21 /6 / BPPP tl nggal 27 Oktober 1988). Bank asing y.!ng dapat ikut ",rta mendirikan Bank Campumn ini harussudah mempuny.!i Kantor Perwakilandi Indonesia dan negam tempa tasa I bankasing ter",but menganutapa y.!ngdinamakan "azas resiprosilas" dengan Indonesia. Artiny.! dalam'negam asingasal bersangkutan pihak bank2 Indonesia jtga dip'rkenankan beropemsi sarna seperti bank2 asing di Indonesia.

Azas resiprositas yang dikenal dengan HPH . 14 . kita saksikan memegang pernnan y.!ng lebih b.",r sekamng ini dalam pmktek hukum di Indonesia. Oalam m ngka ini kita teringat Keputusan Presiden Keppres na. 34 tahun 1981 yang meny.!takan bahwa Indonesia ikut serta dalam Kanvensi New York 1958tentang Pengakw.n dan Pelak",naan Keputusan Arbitmse 'Oagang Luar Negeri. Keikut sertaan ini dilakukan dengan sy.!m t resiprosita s. Azas resiprosita s inijtga memegang pemnan p'ntingdalam mngka GAIT (General Agreementon Tariffsand Trade) yangakhir2 ini mniai dibicamkandenganadany.!' sidangny.! di Montreal. IS Juga teIab diperrnudab Usaha bank asing daIam bidang perbaukan dan' membuka Kantor Cabang pembantu, Hal ini teIab diatur lebih jauh daIam "Keputusan Menteri Keuangan No. 1069/ KMK.00/1988Ianggal 27 Oktober 1988 tenlang Usaha Bank Asing dan Pembukuaan Kantor Cabang Pembantu Bank Asing." Kini Bank Asing diperbolebkan untuk mendirikan satu KanlOrCabang Pembantu di rnasing-masing kota be",r Jakilrta , SUia bay.!, Semamng, Bandung, Medan, Ujung Pandang dan Oenpasar. Jadi tidak di",mua kota di Indonesia dan tidak lebih dari SItU.

12. Lihat tentang ini S. Gautama, Pengantar, supra nO.2 bab · VII

13. Lihat untuk contoh-contoh eara pcngikatan fihak nasional ini buku kami "Contoh-contoh

Komrn.k·konta k! Rekes-rekes- dan 'Surat-surat Resmi sehari-hari", A1umni (1979), jiJid

ke-2 no. 50, 51 , dst. 14. Pengamar HPJ supra no. 3 Bab XII

15.HPI Indonesia, buku " ke-6, Numni Bandung (1988) h. 152 dst.

Page 8: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

24 Hukum dan Pembangunan

PAKDES 24 De",rilber 1987 Kemmian untuk usaba asing smah kita saksikan pada dalam Paket Kebijaksa­

naan 24 De",mber 1987, dima na kita sa ksikan bah"" untuk meningkatkan ekspar produksi Nan-Migas khususnya ekspar dari hasil dalam negen pengalaban UUPA telah diatur kembali dengan "Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1987 tentang kegiatan Pem nama n Modal Asing dibidang perdagangan Ekspor" dan pelaksanaan­nya dalam "Keputusan Menten Perdagangan no. 335/KP/XIV87 tentang kegiatan Pena nama n Modal Asing dibidang perdagangan Ekspor". Sekarang ini ditentukan bah"" perusabaan PMA dibidang produksi yang lelah berproduksi dapat melaksa­nakan ekspo',hasil produksinya sendiri. Disamping itu peru",baan PMA ini dapat jnga mengekspor hasil produksi perusahaan lain yang berada didalam negen. Demikian pUlamereka dapat melakukan pembelian barang hasil produksi pe[ilsa­haan lain didalam ne~eri untuk diekspar. Jadi dengan demikian klta sangslkan keglatan dibldang perdagangan, khus,usnya eksjiar ini diperluas dan dibuka pintu uotuk perusahaan PMA yang didirikan 'sesuai dengan U ndang-U ndang 1967 na.l. Dimana tadinya dimaksudkan bahwa Penartam Modal ini perusahaan yirng ·didirikan hanya berger4k dibidang produksi sekarang juga diperluas sampai dapat meIakukan kegiatan. ekspar dan pembelian barang dalam negeri untuk ekspar.

Tentunya dapat rupakai untuK suatu perusabaan pallingan den~an ·eeri1sabaan

nasianal yangdapat melakukan perdagangan ekspori1asil produksi industri pengalah­an PMA ini, (pasal 3). Perusahaan parungan ini </idirikan dalam bentuk badan hukum Indonesia dan. tentu yang dipakai adalah~erseroan Terbatas yang harus berkedudu.kan d.iwilayah Republik Indonesia. Disi i kita saksikan ·ketentuan y,,;ng serupa dengan apa yang dicantumkan dalam U nd ng2 Penanaman Modal asing 1967 na.1 yaitu bahwa Perusahaan PMA ini harus ula berbentuk Badan Hukum

Indonesia yaitu Perseroan Terbatas serla berkedudukan pula didalam wilayab Republik Indooesia. Berkenaandenganitu maka apakah dianut "prinsipincorpor­atie" atau "prinsiplegal Seat" ata u "Siege sociale", seperti dipermasalahkandala~

IImu HPI, ternyata tidakjelas/6),'Menuruthemat kilmi semua prinsip dipakai. Baik prinsip incorpo'rJtie~ YJ.itu hiuus incorporated sesuai dengan ketentuan hukum Indonesia, bent uk badan hukumnYd jlEa suatu perseroan terbatas sesuai dcngan K UHD indonesia. Maupun ketentuan mengena i cmpat kedudukan yang harusj uga didalam wilayah Republik Indonesia . .fadi yang bclakangan ini menunjuk pada prinsip "legal seat" atau "Siege sociale", "Central Management".

Suat~ contoh lain dalam ra~gka PADES 24, i 987 ini adalah keputusan Preslden no.17 tahun 1986 tgl. 24 Desember 1987 tentang persyaratan Pemilikan Saham Nasional dalam perusahaan Penanaman Modal Asmg untuk diberikan perlakuan sarna seperti perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Keppres 1987,22 Desember no.50 tahun 1987. Yang dirub~n adalah pasal 2 dari Keppres no.17 tahun 1986. Ditentukan bah"" kepada Per~sahaan PMA yang sahamnya

16 lihat. mengemi hal ini, bab XXII, Buku ke-7 tentang "Hadan Hukum"

Page 9: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-azas , 25

I minimal 15% dimiliki oleh negara atau swasta na$lOnal ·atau yang minimal 45% sahamnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta n~slOnal dengan syarat 20% dari jumlah seluruh saham dijual melalui pasar modal sebagai saham atas nama, status dari perusahaan PMA ini memperoleh.perlaktl3n yang sama seperti perusa­haan yang telah dibenluk dalam rangka PMD~ ~?6 tahun 1968. Jadi jelasnya, PMA walaupun didirikan sebagai PMf memperoleh perlakuan yang sama seperti PMDN asal saja mayoritas daripada ",odal saham ini dimiliki oleh Swasta Nasional dan Negara aiau 45% sekurangn~ dimiliki oleh Swasta Nasional atau Negara ini (dengan syarat 20% darijumlah seluruh saham telah dijual melalui bursa pasar modal). J>.etentuan yang terakhir ini adalah untuk memajukan kegiatan pasar modal, di Indonesia sesuai dengan policy pemerintah. Demikian pula dalam PADES telah diberikan·fasilitas lebihba'l)'llk untuk ·membuka kantor perwakilan wilayah perusahaan asing (Keppres no.53 tahun 1987 tgl. 24 Desember 1987). Menurul peraturan ini maka sesuai dengan ketentuaridalam Bedrijfreglementeerings ordonnantie 1938(Staatsblad 1938no.86) kantor Perwakilan Wilayahdapatdibuka disamping perusahaan head office. Kantor perwakilan wilayah perusahaan asing ini adalah kantor yang dipimpin oleh perorangan warbanegara asing yang ditunjuk oleh suatu perusahaan asing diluar negeri sebagai perwakilan mereka uotuk mengu­rus kepentingan perusahaan disesuatu wilayah. Kanlor perwakilan wilayah perusa­haanasing ini dapat dibuka di salah satu kota besar di Indonesia. Perizinan untuk ini dikeuarkan oleh Ketua BI,(PM(pasal 4) .

. Menarik pula dalalft mngka pemberian kemudahan-kemudahan ini adalahadanya Keputusari Menteri Perinduslrian no.48/ M / SK/12/1997, yang rriengadakan penye­derhanaan ketentuan mengenai "Pengakual1 keage,jan lunggal kendaraan benno, lor dan alai-alai besar serta alat-alal eleklronikal dan alai lislrik unluk rumah tangga (no.48/M/SK/1987 Igl. 23 Desember 1987);;. Prosedure memperoleh Surat Pengakuan Keagenan tunggal dipermudah seWrli dieanturnkan dalam pasal 9 dengan fonnulir permohonan terteniu. Sural Peng~kuan ini berlaku untuk 5 tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk 5 tahun berikutnya-rerta prosedure perpanjangan­nyajuga dipermudah, yailudengan membuat lapomndalam waktu 6 bulan sebdum masa bemkhiniya untuk disahkan dan diberikan perpanjangan pengakuan keagenan tunggal pada Menteri bersangkutan itu. Lonccng sejarah kembali memperlunak usaha-asing

Apa yang telah kita saksikan dalam semua usaha deregulaSi herkenan dengan usaha daripada.fihak asing di Indonesia ini? Ternyata bahwa sekara~g ·ini bandulan lonceng sejarah telah kembali .~ dari ';Iidak diperbolehkan sarna sekali" kita saksikan gejala kearah perlunakan dari "pinlu yang tertutup rapat" kemudian mengenai "pinlu lercoak" dan mulai pembukaan bagi usaha asing. Juga dibidang perdagangan. Sedangkan pada semula dalam iklim kemerdekaan dan pengisian Kemerdekaandan pengisian dari paham kewarganegaraan setelah adanya Undang2 Kewarganegaraan R.l. 1 'l~8 kita saksikan telah "diiSi" pengertian kewarganegaraan ini. Sesuai dengan iklirn·bergeloranya nasionalisme setelah. memperoleh kedaulatan daripada fihak penjajah ·yakni fihak asing yang telah melakukan ';explo.itation de "l'homme par "homme" kIla saksikanproses perigisian kewarganegaraan Indollesia

_ Pebruari J 989

Page 10: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

26 fiukllm dan Pembattgunall

ini dengan serangkaian peratura.n-peraturan yang memperkecli usaha b.ldang drai fihak .sing disegala lapangan. Juga dalam bida,ng peedagangan kita saksikanadanya gejalan ini. Serangkaian peraturan ini telah kami ikuti sejak menelaah secaia formal apakah yang di"tikan dengan stat~s kewarganegaraan R.1. Kemudian pemberian "isinya" dalam bl!ku "Warganegara dan Orang Asing'" 17.

Kemudian kami ikuti pada !Ialam buku ''The Legat Status of Foreigners in "Indonesia" yang memperlnci bidang yang telah ditutup dari ·Yang masih lerbuka bagi usaha fihak ~sing diberbagai bidang, baik pendidikan, kepegawaian, perdagangan, industri, pertanian, permnahan, .dsb. Kemudian kulminasinya .dengan dilutup rapat semua usaha asing di negara kita· ini dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteei Perdagangan tentang pengakhiean usaha perdagangan fihakasing yangdisebut diatas tagi. Kemudian kita saksikan pula pergunakannya dengan berabgai rangkaian peralUran dalam bentuk PAKDES 1987, PakTO 1988, PAKNOV 1988. . Penanaman M.odal Asing di Indonesia

Gejala yang serupa dan se-irama kita saksikan dengan · diundangnya kembali penanaman modal dari "ar negeri ke negara Indonesia. Dimana sebelumnya hal ini tidakdimungkinkanatau hanya seeara terbatas sesuai dengan peraturandahulu·, 18

kemudian diubah dengan di-undangnya kembali penanaman modal asing ini, dengan Undang-Uodang Penanaman Modal Asing (U.U. PMA 1967 no.l ) serta peraturan-peraturan pelaksanaannya dan berikutnya. . Semua ini yang telah kami ikuti pula dengan seksama dalam studi "Doing business in Indonesia." yang telah kami sebut pula pada permulaan dari karangan ini.

Apa yang kita saksikan ini adalah rejalan dengan perkembangan yang bukan saja dihadapi di Indanesia, tetapi juga di negara-negara lain. Berkenaan dengan pembinaan *Iim yang sehat untuk penanaman modal mereka di negara kita ini, disaksikan adanya juga angin yang herubah dan meceka di negara kita, disaksikan adanya juga angin yang berubah dan menjadikan lebih favarable untuk beeusahanya fihakasing di negara kita ini. Jadi bandulan sejarah lelah kembali : dari alam setelah baru merdeka, dengan diisinya sta lus kewarganegaraan dengan rangkaian pera"turan yang bersifat lebih "anti orang asing", kembali menjadi tec­buka dan lebih candang menjadi "pro berusahanya orang .asing kembali" di negara kita ini. Demikian pula dimana dahulu dikedepankan dalam iklim semula ini erat nasianalisme, bahwa "hak milik ini berfungsi sasia\" dan lebih mudah dapal dinasionalisasi demi kepentingan umum 19 Jika dibandingkan sekarang dengan adanya ketenluan yang candan·g kepada-lafilngan untuk melakukan .nasionalisasi sepeni dicantumkan dalam Uodang-Undang·Pokok Penanaman Modal Asing UU PMA 1967 no.l, yang tidak membenarkan lidak diadakan nasionalisasi ini, kecuali

17. Semula PeneIbit PT. Kinta 18. Telah dibahas dalam buku .. Segi-segi hukum internasional pada nasionaJisasi ·di. Indone­

sia", PT. Kinta , Jakarta. 19. 8dgk, UU. tentang nasionalisisi perusahaan milik Belanda, dibahas dalam buku Supra n.

18.

Page 11: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

27

dengan terpenulimJ" 6Y<lrat'sJ"rat tertentu yai tu pembayarart kompensasi secara waJar segem dan eitektlp (prompt adequate 'arld'elleeti",) Dengan kemungkinan untuk memprotes melalui Dewan Arbitrase apabila jumlan penggantiarr I<erugian ini di~nd.ang kurang memul.skan bagi fihak yang terkena nasionalisasi. Scmua ini kita lihat melalui sejarah J"ng berubah-ubah tergantungdari situasi dan kondisi ("sikon") satu saat nasionalisasi dianggap boleh s:fja dilalrukan, disaat lain diperketat sJ"ratnya.

RUtJ-HPI Indonesia yang bani. Setelah melihat rangkaian peraturan aktual berkenaan dengan status orang asing dinegara kiia , maka kita beralih pada prinsip-prinsip nasion~1 yang kiranya dapal kita ketemukan dalam Raneangan Undang-Undang yang Baru dalam Hukum Perdata lnternasionallndonesia, Seperti diketahui telah menjadi salah satu program p<!merintah untuk Pelita V bahwa sebelum berakhirnJ" periode inr Sudah rampung beb~rapa "Basic laws", Diilfltaranya termasuk perundang-undangan baru, semacam kodifikasi Undang-Undang Hukum Pcrdata Interilasionallndonesia. RUU Hukum Perdata Internasionaiindonesia ini sudah disetujui oleh PanitJ" Inlerdep dan telah pula di Seminar-kan oleh BPHN. Sekarang ini, menurut keteranga n yang kami peroleh juga sudah diajukan kepada Sekneg dan tinggaI menunggu giliran untuk di.jukan kepada DPR. Harapan kami kiranya dapat terwujud eita-eita ~ntuk memberikan suatu pegangan J"ng positifbagi Badan Peradilan dinegara kita dalam lIienghadapi peristiwa-peristiwa perdata J"ng memperlihatkan unsur-unsur luar negen. (foreign elements 20,

Dalam rangka ini pertama-tama hendak kami kemuRakanada9J" sifat nasional dan eiri nasionalisasi pada HPI kita ini de.ngan diteriman)ll apa yang dinamakan "pfinsip nasionalitas" dalam menentukan status personal (Hnkum' Kekeluargaan) dari seseorang 21 . Dalam pada itu sesuai dengan sistim 16 AB ya ng hingga kini masih dipakai untuk sistim HPI di negara kita, sebagai warisan,pemerintah Hindia Belanda, maka tetap dipertahankan ' prinsip ' nasionalitas itu. 22 ' Dengan demikian telah diusulkan agar supaJ" warganegara Indonesia yang berada diluar negeri tetap dibawah hukum kekeluargaannJ" bilamana hendak !l1elakukan tindakan-tindakan -berkenaan dengan status wewenang dan hak-hak ~seorang itu. MisaJnJ", seorang Warganegara Indonesia J"ng hendak menikahdiluarnegeri harus memeoulii sJ"rat­sJ"rat materiildaripada hukum Indonesia sendiri mengenai perkawinan. Jugajika ia hendak bereera i hamsdilangsungkan hlli ini sesuai dengan sJ"rat-sJ"rat yangdikenal d idalam-hukum Indonesia sendiri berkenaan dengan pereeraian itu. Jadi tidakdapat diperglinakan hukum dari domisilinJ" ditempat luar negeri sebagai J"ng menentu­kan untuk rerkawinan atau perceraiannya. Prinsip nasionalisasi ini· telah kami usulkan uotuk dikombinasikan dengan prinsip

20. Unsur-un'SUI asing ini yang membuat suatu penstlwa rnenjadi bersi(a~ -HPI 21. Bdgk, bab III buku "Pengantar HPllndonesia", supra n. 2 "Prinsip kewaQ\llne8ai-aan dan

prinsip domisili". 22. Pasal 16 A.B. ini, melalui Belanda, diwariskan dari Code Civil Peraneis pasal 3.

Pebruan" } P89

Page 12: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

28 Hukum (km Pembangunan

domisili, mengingat bahwa ada kemungkinan bahwa akan dipersulit, hakim kita di Indonesia ini apabila tetap harus diperlakukan hukum asing sekalipun orang asing yang bersangkutan sudah lama sekali berada di Indonesia. . Dengan demikian kami telah usulkan agar supaya dipakai hukum perdata dari Indonesia untuk mengatur masalah-rtiasalah dibidang status hukum kekeluargaan

dari orang asing yang menetap disini. 23

Dipertahankannya prinsip nasioniim> untuk status personal ini mengakibatkan bahwa hukum nasional Indonesia diperluas pemakaiannya. Bukan saja untuk wilayah diluar negeri, dimana warganegara Indonesia yang berada. Untuk hal-hal hukum kekeluargaan mereka dianggap' harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum Nasional Indonesia iendiri.

Tetapi sebaliknya,juga kompromi yang diusulkan, yaitu bahwa orang asing yang

sudah menetap lama di Indonesia dan memenuhi syarat kediaman sedemikian, akan ditaruh dibawah berlakunya hukum Nasional Indonesia juga untuk hal-hal status personal ini, .. Jadi dengan menganut prinsip nasionalitas serta usul kompromi berke­naandengan hukum domisili untuk orang asing ini, akan d'iperluas bidang berlaku­nya hukum nasional Indonesia, juga terhadap orang-orang asing yang telah menetap disini.

Ketertiban Umum mengakibatkan pemakaian hukum nasional

Satu hal lain yang juga mengakibatkan hukum nasional intern Indonesialah yang dipergunakan kita saksikan pad~ Lembaga "Ketertiban Umum" (Ordre Public, openbare ome, public policy)" . 1, Dengan .diterimanya prinsip bahwa hukum asing yang seyogyanya harusdip&rgunakan menurut ketentuan Hl'llndonesia, dalam hal khusus,jika dianggap melanggar ketertiban umum di Indonesia, akan dikesam­pingkan dan kemudian diperlakukan sebagai pengganti daripada hukum asing ini ,

ketentuan dari Hukum Nasionallndonesia sendiri;akan diperluasjuga berlakunya . Hukum Nasionallndonesia. Seperti dalam conlOh yang seringkali kita scbut menge­

nai perbudakan, dimana prinsip AB pasal 16 (dan kemudian prinsip didalam RUU HPI yang baru untuk Indonesia ini) huk.um nasional yang bersangkutan harus diperlakukan. Misalnya dua warganegara Afrika yang dalam Hukum Nasional mereka masih 'mengenal sistim perbudakan, mengajukan perkara dihadapan l'enga­

dilan Negeri Jakarta. Sesuai. dengan keientuan Hl'llndonesia hakim akan memper­gunakan Hukum Nasiona1.Afrika bersangkutan. Tetapi oleh karena sistim hukum Nasional Afrika ini, untukkasusdemikian masih mC!}gcnai sistim pcrbudakan. fihak rnajikan yang mcngdaim 'scgala hasil karya ~j budak ini. mcnjaui Illilik uari filial\. majikannyJ. itu, h.:rnyata lIuak aka 11 tlarlll Jip.:r1ahankan olch hakim t.1i Inuonesia . lIakim Indonesia akan mcmpcf'gunakan scbagai penggartti dari hukum asing tcrscbUL kctcntuan dalam huku~ Nasionallndonesia ~ndiri ya ng tiuak nicngcnaI . . . - . perbudakan itu. Karena "Exploitation de I'hommc par I'homme" adalah bertcntang-

23.Lihat mengemi ini, infra, dibawah "Resume RUU-HPI"

24. Pengantar HPI lndones.ia, supra n.2 bab VI

Page 13: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas·azas 29

an denga" Paneasila dan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 2S

Maka hukum asing yang seyogyanya diperlakukan ini karena bertenfarigan dengan ketertiban urn urn, ya ilU rneianggar sendi-sendi azasi daripada sislim. hukum dan masya(akatlndonesia sendiri, akan sebagai pe n gee ua I ia n dikesampingkan 26

Jadi dengan diterimanya lembaga keterliban umum ini kita saksikan diperluas lagi bedakunya hukum nasional kita sendiri.

Prinsip Renvoi Demikian pula dengan diterimanya prinsip renvoi (penunjukan kembali), terug­

verwijzing dalam HIP Indonesia ini) seperti tebh diusulkan dalam RUU PHI lndqn~sia yang baru, maka akan berlaku hukum nasional intern Indonesia sen­diri: 27 ' Sepe'rli diketahui, berlakunya prinsip renvoi ini adalah karena adanya pemt.eUaan antara prinsip nasionalitas dan p(jnsip domisili tlibidang kekeluargaan atau status personal seseorang. Misalnya HPI Indonesia mempergunakan prinsip nasionalitas dan menyatak!O.n hukum Inggris yang berlaku untuk orang Inggris yang berdomisi li di Indonesia. 28 ) Tetapi HPIlnggris menyatakan bahwa prinsipdomisili

yang berlaku dan memuljnk kembali pada hukum Indonesia. Kita menerima renvoi ini dan menyatakan hukum intern Indonesialah yang akan berlaku untuk om ng.lnggris yang telah rl1enetapdi Indonesia karena hukum Inggris sendiri Ikaedah

Hl'lnya) menunJuk kembali kepida hokum Intern Indonesia. Hasil dar.1 peneri rnaan renvoi iniadalah'bal)wa hukum inter n.,ional indonesialah yang akan berlaku pula . .Iadi disini.kita saksikan lagi, bahwa berlakunya hukum Nasionallndonesia

bertambah dalam praktek hukum Badan Peradilan Indonesia apabila kita menerima prinsip renvoi. Hal ini adalah salah satu pendorong bagi kami untuk menganjur­kan diterimanya renvoi. Alasan kuat untuk 'menerima renvoi ialah bahwa dengan demikian hukum intern Indonesia akan diperlakukanoleh Badan Peradilan kita itu. Hal ini disebabkan karena kita telah menawarkan lerlebih dahulu kepada hukum asing untuk dipergunakan. Tetapi hukum asing ini sendiri tidak mau memperguna­tan kesempatan tersebut dan telah menunjuk kembali kepada hukum kita. 'Maka kita

akan memakai hukum nasional intern kita ini sendiri. Seperti seorang berdiri dimuka pintudan menawarkan pada tamunya untuk "jalan

lerlebih dahul,,", ("Monsieur a vous l'honneur"). Tetapi omng asing ini tidak mau masuk Ichili nulu walaupun "host"nya telail mempersilahkan untuk jalan terlebih dahult>'." Kita sobag,i host akan mempergubakan kesempatan jalan lebih dahulu oleh lihak tamu ini. Kita " masuk melalui pintu terbuka". Kita akan pergunakan dan

paka i hukum intern na sionallndon~ia sendiri .

25. Bdgk, perumusan dalam RUU HPI Indonesia yang telah kami usulkan, lihat "Resume

RUU-HPI", infra 26. "Public policy" harus dipergunakan se-irit mungkin, "as a shield and not as a sword.".

27. Bdgk. infra "'Resume RUU -HPI" 28.Lihat bali IV, buku Peng.nlar HPI Indonesia; supra n.2 29. Liliat mengenai contoh int dan contoh-contoh lain supra, Pengantar HPI Indonesia, supra

02 no. 52 dst.

Pebruari 1989

Page 14: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

30 HukUni dall PemballglO1GlI

Pembuktian Hukum Asing tidak dapat dilakukal~

Salah satu canton lain dari diperlua sny.l pemakaian hukum intern nasional sendiri adalah ketentuan mengenai pembuktian hukum asmg. Apabila hukum asing yang harus dipakai dalam suatu· peristiwa HPI, temyata tidak dapat dikenal oleh hakim Indonesia walaupun usaha kearah ini ,udah diadakan. maka hakim I{ldone­.iaakan memakaihukum nasional perdittanya sendiri dan tidak momakai hukum asing yang tidak dapat diketemukan itu. Jadi terlebih dahulu harusdicari. kearah penemuan hukum asing ini illeh Badan Peradilan IQdonesia .. Tetapi apabila dalam I2rakteknya karena keadaan ~an kekurangan tersediany. informasi ata u reserach mengenai Hukum Perd.ata Asing bersangkutan itu, dibenarkan jika Pengadilan Indonesia daripada sarna sekali tidak memberikan keputusan mengenai perkara ini, menyelesaikanjuga perkaraitudengan mengandalkan keptda Hukum Perdata intern lndonesia sendiri. Hal ini pernah kami usulkan dan temyata telah membingun~kan beberapa sarjana hukum Indonesia. Kawan saya yang dahulu telah memberi komentarpula mengenai hal apakah kami tidak keliru de'llan mempergunakan yang dia ·anggap sct1agai "Contradictio in terminis" Hukum Perdata Il)Iernasirmal Indonesia" (pertentangan anlara istilah asing "intern~sional" da'n "Indonesia"). Kini juga te1ah menanyakan kami Iagi mengenai usul pasal bersangkutan itu. Seomng notaris kenamaan di Jakarta katanya·telah inempersoalkan dengannya apa yang ielah kami usulkan dalam RUU in~ yaitu bahwa hakim Indonesia dalam hal tidakQarlat menemukan Hu.kum Perdata Asing, akan memakai hukum Indonesia sendiri. JO Yai)"g menjadi kekhawatiran mereka ialah : apakah dengan adanya pasal sepeni ini tidak nanti pengadilan­pengadilan ·disi.ni hany.l.akan memakai hukum Nasional Indonesia sendiri tanpa· berusaha untuk · mencari hukum asiog itu. Tentu kekhawatiran ini· bisa diakui beralasan adanya. Kami menganjurkan ·supaya hakim terlebih dahlllu berusaha dengan baik dan sekUat.tenaga imtuk dapat mengehaldan mengetahui is; Hukum Perdata Asing be~sangkutan ini. Antara lain dengan menghubungi Kedutaan il~r negara asing bersangkutan dari mengadakan hubungan dengan lembaga-Iembaga ilmiah, baik didalam maupun diluar negeri, serta expert-expert dibidang hukum asing bersangkutan itu sehelum memutus perkara bersangkut:ln. Jadi jangan secara lang­sung "hanya menyerah" dan mengatakan tidak dapat mengenal isi daripada hukum

. . asing ini dan dengan demikian akaB. memakai hukum nasion.1lndonesia sendiri. Sebenamya apa yang kami utarakan dalam pasal RUU ber;"ngkutim ini adalah

suatu "verlegenheidsoplossing" agar supay' haki'r' Indonesia,dapat tetap mem­utuskan peristiwa HPI bersangkutan, karena scomng hakim harus menyelesaikan perkara dengan mengadili perkar' ya ng diajukan kepad.nya 31 Maka jelaslah bahwa apabila~cam de facto sukar untuk menamtik,n hukum asihg 15ersangkutan ini,

30. Lihat, Peng.nlar HPJ, supra n.2, no. J 69 31. Liha, lebih ja Uh mengenai persoalan pernbuktian h uk urn asing ini, bab XII, Pengantar HPJ

Ifldonesia. supra 0.2

Page 15: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas..azas ,31

maka perlu diadakan suatu "way out" setelah itu. Pemecahan yang dipilih adalah dengan memakai'hukum perdata kita sendiri!

Dengan demikian,sepenijuga daJam hal masalah "Ketertiban Vmum diatas, atau penerimaan'renvoi" sekarang inijikaklU hukum asing twak dapa! dibuktikanoleh Hakim Indonesia! ma,ka kita akan Dlemakai huk'um riasional indonesia .sendiri.

Semua peristiwa dikemuka"kan ini · kiranya menjelaskan tendensi untuk lebih lDemberi tempat ke""da pemakaian hukum 'in!em nasional Indonesia sendiri, walaupun sudah terlebih dahulu diberikan kerempatan kepada hukum luar negeri untuk diperlakukan dalamperistiwa yang bersifat HPI ,itu,.

K walifoka$i Mengenal soal kwalifikasi diantara 3 macam kemungkina'n kwalifikasi, yaitu

kwalifokasi,lelCfori (kwalifikasi-kwalifikasi menurut hukum sang hakim), lex. cau­sae (.kwalifikasi menurut hukum yang dipakai urituk peristiwa HP1'bersangkutanj dan kwalifikasi secara otonom, kami telah memilih kwalifikasi yang pertama yailu' menu;ut lex fori, 31 Alasan, pemakaian prinsip lex'fDri ini adalah bahwa apabila sua!u persoalan HI!I diajukan kepada fihak H~kim IndDnesia, maka ketentuan hukum nasiorial intern Indonesia-Iah yang akan menentukan apa yang diartikan dengan istilah-istilah dan pengenian hukum yang dipertautkan itu. Menurut hemat kami pemilihan kwalifikasi menurut hukum sang hakim ini adalah yang paling tepat dipakai dan dapat di.pertanggung jawabkan untuk negara kita. Dengandemikian maka sistem HPI dali ma sing-masingnega l1l yang merupakan sistim hukum nasional pula, berbieara dal~m bahasa hukum nasionalnya sendiri: K walifikasi, yaitu prDses memasukari fakta-fakta dalam kotak-.kotak hukimi, ruang­ruang ataukategorihukum inj hendaknya Dleh Hakim Indonesia dilaksanakan,sesuai deng"n ketentuan pengertian hukum intern nasi Dna I Indonesia sendiri. Bahasa hukum nasional ini tidak lain daripada bahasa istilah hukum dari fihak hakitri' sendiri. Dalam hal diajukan persoalannya dihadapan Hakim IndDnesia, maka bahasa hOkum yang dipakal adalah Hukuin NasiDnal Indonesia itu. Demikian akan sekali lagi diberi tempat lebih banyak untuk ,pemakaian dari Hukum IndDnesia sendiri Dleh fihak IndDnesia dalam 'menghadapi masalah HPJ. Perumusan yang telan kami usulkan sebagai berikut : "Dalam hal.terjadinya perselisihan antara berbagai soal-soal hukum dalam status ' proses perka,ra iertent~" maka Hukum Indonesia menjadi . satu-satunya yang herwenang untuk menentukan dalam kategQri manakah hukum tersebut termasuk, sehingga dapat ditentukan hukum yang ber­laku"_ 33

Jadi ~isini kita dapat saksikafl bahwa apabila sua!u persoalan diajukan kehadapan Hakim lndDnesia, maka yang akan dipakai adalah Hukum IndDnesia dalam hal penentuan kwalifikasi atau klasifikasi ini, )4'

32.Bab Y, bllku Pengantar HPI Indonesia, sup .. n.2

33. Bdgk, inf .. ,. "Resume-HPI"

34, Usul perumusan ini adalah,resuai dengan teks dari pasall 0 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Mesir 1948 (Beri'ta Nega .. Peme,rintah M";ir nomor khusus 29 Juli1988 'no. 108

bis A)

Pebruari 1989

--

Page 16: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

32 Hukum dan Pemballgllllan

Mengenai masalah kemampuan huku",.

Sesuai dengan ketentuan pasal/6 AB yang menganut prinsip nasionalitas dan juga .telah pada prinsipnya kami pertah,nkan dalam RUU HPI baru Indonesia ini, maka telan kami usulkan agar supaya dicantumkan pem.kaian prinsip nasioan.litas ini sebagai berikut : . "Kemampuan hukum alau ketidak mampuarr seseorang untuk bertindak daIam hukum diatur oleh hukum nasional orang yang be~sangkulan". Jadi dalam hal ini 'Prinsip Nasionalitas .yang dikedepankan. Oleh kart!na soal kemampuan bertindak dalam hukum ini termasuk status dan wowenang seseorang, maka termasuklah dalam status personal, hingga prinsip nasionalitas dipergunakan sesuai dengan apa yang telah dikemukakan diatas.

Akan tetapi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat di Indonesia pada u'1'umnya, apabila mengbadapi transaksi-transaksi dongan orang asing, maka kami tclah usulkan pula sebagai ayat ke-2 sebagai berik4t : "Akan tetapi apabila orang asing melakuk3Jl suatu perbuatan bukum di Indonesia, sedangkan menurut hukum nasioilalnya untuk perliuataimya yang bersangkutan orang tersebu\ tidak mempunyai kemampuan hukum atau hanya mempunyai kemampuan hukum yang terbatas; maka .orang itu dianggap sebagai mempunyai kemampuan hukullL)l!ltuk perbuatan itu sepanjang menurut hukum Indonesia III dianggap demikian" "

MaksLd . ketentuan dalam. ayal . ked~ ini ~dalah untuk memberi pCrli~ . dungan bagl masyarakat hukum Indonesiiumumnya terhadap perbua'tan-perbuatan dari fihak orang asing. Misalnya telah diadakan kobtrak dagang dan di Indon";;ia orang asing bersangkutan dianggall cakap.untuk me/akukan hal itu (menu rut inter- · pretasi terakhir cukup 18 tahun) 36 Qrang asing yang misalnya meilUrut Hukum Nasionalnya sendiri dipandang bduJll'dewasa karena belum 26 tahun, harus diang' gap sudah berwenang untuk melakukan transaksi bersangkutan itu karena menurut hukum Indonesia ia dipandang sudah berwenang u.ntuk melakukan hal demikian.

Perlindungan masyarakat mi akan tetapi tidali diperluas hlngga mencalrup.soal­soal yang berkenaandengan Hukum Kekeluargaan dan Hukum Warisan. Maka ayat selanjutnya dari pasal bersangkutan yang kami us~kan ini berbunyi sebagai beriku!: "Ketentuan initidak berlaku bagi perbuatan hukuln di bidang Hukum Kekeluargaan dan Hukum Warisao"

Di sinilah kita saksikan bahwa hUkum nasio\l31 Indonesiapun akan diperluas bidang pemakaiannya demi p<;rlindungan masyarakat hukum Indonesia sendiri di bidang trans.lisi perdata dandag/lIl/1.

35. Bdgk. infra, Resume HPI .36.Lihat.PurWoto S.Gandasubraia. SH "Pembabasal) terhadapMakalah Rasjim Wirj~al-'

madja SH tentang "Perse\ujpan isiri/s';"";, UD(ukmen!amittkan harta persama dim batas umw kedewasilan bagj seol'ii~· calon nasaba~ untulc membuka reK~ning serta:memio,Jam uangkep.d8 bank-hank, Seminar sebari disele~rkaan oleh' Banker's Club Indonesia, bekerja sarna de~an FakUItas Hukum universita~ Tarumanegara, BPHN, Lembaga Pe­ngembangan Peroattkan Indonesia, Jakarta 8 Nopember 1988

Page 17: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-ozos" 33

Prinsip-Iex rei sillle Sesuai dengan prinsip bersangkutan inipun maka'kita memakai prinsip lex iei siiae

berkenaandengan benda yang terletak di Indonesia. Di sinijuga akan dipakai hukum yang berlaku di Indonesia sendiri. Dan segala perbuatan yang berkenaan dengan benda yang tidak bergerak, dinyatakan bahwa isepanjang mengenai benda yang 1erletak di Indonesia akan diperfakukan prinsip 1'1X rei sitae ini, hukum'Indonesialah yang akan berlaku. Maka teJilh kami usulkan '\Yl't selanjutnya dalam RUU HPI Indonesia ini: "Dalam hal perbuatan hukum yarig·berkenaan dena.n benda tidak bergerak, maka kemaplpuan hukum diltiseseojang ~engenai perbuatin hukum yang berkenaan dengan itu diatur menurut hukum dari tempat <!imana benda.tidak bergerak terletak" .

Maka' sekalang :ioi, dengan interl'retasi ;babwa 18 tahUIl. sudah. cukup untuk melakukan perbuatan bukum berkenaan dengan benda yang terletak ·di Indonesia, tam. Pandang syarat kedewasaan yang ditentukan oleh Hukum Nasional Asingdari fibak bersangkutan berkenaan (tengan benda-beqda tidak bergerak, jDga talduk di bawah ketentuan Hukum Perdata Indonesia sendiri berkenaan dengan batas umUT ini. Tetapi tentunya sekarang ini masih menjadi persoalan "Apakah intepretasi 18 lahun sebagai apa yang menentukan untuk menganggap orang sudah dewasa atau tidak, memang dapat dipenahankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia',? Apakali interpretasi yang hendak diperkenalkan ' oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung mengeIJ!li hal ini dapat dipertahankan. Kami sendiri masih meragukan hal ini. Bagi kami sesungguhnya 18 tahun ini memang cukup apabila hal-hal menyangkut kewarganegaraan karena dttentukan demikian oleh Undang­Uodang Kewarganegaraan RI tahun 1958 No. 62 atau bilamana menghadapi masalah-masalah perka winan Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perkawinan. 1976 No. I, berkenaandeIlgan perwdliananak. {\kan tetapijika halnya berkenaan 4lengan hal lain diluar kewarganegaraan dan pe""risan; maka kiranya masih diper­.. lkan apakah ketentuan lama yang menentukan soal ~saan ini. harus dipan­dang sudah tidak berlaku lagi pada waktu sekarang ini. J7

Dengan demikian dapat kita sal\sikan deIlgaO jelas!l1m 'contoh-contoh terurai 4iaIas, bahwa kita juga memberikan tenipat yang Jaya~ biihltlm seriIlg memberifcan _pat yang utama bagi Hukulll Nasional kita sendiri palam hal timbul keiagu­mguan 'mengenai hukum yang harus dipakai. Akan tetapi segaJa sesuatu' penguta­~ dari hukum sendiri ini dilakukan secara prinsipil bukan untuk mengutamakan .., nienganggap hukum·kita sendiri adalah jauh lebih. tiIlggi daripada hukum asing. &ami sorba)iknya berpendirioo babw4 priIlsip persamarataan dari' semua sistirn .. um; ·baik hukum Nasional maupun htikum Asing,adalah yani'.hariIs menjadi

. ,. I I

JIO!8.ngan Yang sehat dalamrnenyeleSaikan masalah-maslaah HPI){" Akan tetapi

n_ lItTentang azas persama-;:'taan ini, dalam Hukum Antargolongan, dipupuk melalui pasal2

Peratumn Perkawinan Campuran, 8tbl 1898 no. 158, 'Mengenai ini, Imat thesis bmi, Segi-segi Hukum Pemtu"," Perk"winan C.";p",*,, Jakarta (19SS), kemiJdian dicetak ulaog beberapa kali .

Pebruari J 989

Page 18: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

34 HukwlI dall Pembanglillan

sesnai.dengan alimn }ling dinamakan ;'Homewards Trend" alimn }ling menjunjung tinggi diplkain}ll Hukum intern Nasional sendiri, setelah diberi kesempitilO yang wajar bagi Hukum Asing untuk berIaku, daplt dipertanggung jaW<lbkan. Karena dengan demikian Hukum Indonesia Intern sendiri adaIah }ling akan dipakai oleh Badan Peradilan kita. Dan piacbagaimanapun tentun}ll para hakim Indonesia ini lebih mahir dan daplt .menern"pkan hukum secara .lebih baik apabila dalam satu 'persoalan dengan unsur lnar negen ini, bisa memakai hukum Indonesia sendiri. ·Jaminan 'mutu pengadil.n Indonesia, jikalau memakai hukum Indonesia, lebih terjamin dariplda harus memakai ketentuan hukum Perdana Asing, }ling pada umumn}ll kumng dikenaln}ll, dan han}ll dapat diketahuin}ll dari kesaksian atau legal opinion serta kar}ll·kar}ll dari plra Sarjaqa Hukum Luar Negeri. Daiipada secara keliru menafsirkan hukum }ling harus diplkai ini, lebih baik dipakai Hukum Nasional intern Indonesia sendiri demi jaminan mutu ini! Resume RUU-HPI

Akhim}ll untuk memudahkan sebagai penutup kami..memberika~ resU)lle dari­pada RUU HPI Indonesia }IIngtelah kami susun itu. 39

1. Dianjurkan supaya dapat dipakai prinsip nasiolitas secara terhalas dan diadakann}ll kompromi dengan prinsip domisili untuk hukum kekelnargaan; sesuai denganpendaplt yang kini paling ban}llk penga?utny. di bidang HPi.

2 .. Kami usulkan agar supaya diadakan perubahan dalam pasal16 AB sebagai beriku!:

Di samping Teks 16 AB yang kini berIaku 'agar supaya ditambahkari ketentuan sebagai berikut

"Untuk omng asing yang bemda di wilayah RI tetap akan berlaku Hukum Nasional mereka untuk status personal selama :2 tahun mereka menetap di sini" Setelah itu akan berlakuIah Hukum Indonesia sebagai Hukum templt tinggal mereka untuk segala hal-hal berkenaan dengan statu.; hak-hakdan wewenang". Dengan lain perkataan, diadakan kombinasi da;; prinsip nasionalitas dan prinsip domisili. Untuk memudahkan pelaksanaan hukum al negara kita dan luga aeml KepaslIan h~klIm untuk lingkungan di Indonesia ini, maka ~itentukan bahwa juga orang-orang asing }ling sudah menetap lebih lama"dari 2 iahun. di Indonesia ini, mengenal ·personal statusn}ll (Hukum Kekelnargaan) akan'ditentukan oleh hukum }ling ber­laku di Indonesia.

3. Prinsip bahwa dalam menentukan apl yang merupakan Hukum Nasional 'seseornog, maka kewarganegaraan dari omng ituIah }ling menentukan. Apabila tidak ada keW<lrganegaraan (apalndie), maka apn diplkai hukum dosimili. Jika terdaplt dna atau lebih keW<lrganegaraan (bipairidie, multipat~ie), maka akan dipilih .kewarganegaraan yang rnenurul kenyatal! paling efektif. ("ffec tieve natlonaliteit).

4. Sup..ya diterima renvoi (Penunjukan kembali) karena hal ini akan membawa lebih ban}llk diplkain}ll Hukum Indonesia Intefn. Dengan demikian dipermudah

39.l.ihat-pula bukukami,.Hukum Perdata dan Dagang Intemaisonal Alumni, Haodoog (1980) h.221 ds!.

Page 19: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-azas 1.35

bagi pelaksanaan hakum dan kesempatan unt~ memakai hukum kita ~ndiri. SeP<;rtj diketahui, persoalan ini timbul karena perbedaan antara prinsip domisili dan prins[p nasionalitas antara berbagai negara di dunia. Jika telah ditunjuk ole!) HPI kita kepada 'hukum sesnatu negara lain dan HPI d~ri negara itu menunjuk kembali ' kepada hukum kita, maka akan kita pakai hukumintem kita. Dengan lain perkataan kita menerima renvoi.

Penerimaan renvoi ini dapat dirumuskan sebagai berikut "ApabiJa Hukum Nasional dari seseorang yang dinyatakan berlaku dan !lpabila hukum tersebut menunjuk kepada hukum Indonesia sebagai hukum yang berlaku baginya,"maka llukum inlern Indonesialah yang berlaku".

5. Kwalifikasi supaya ditentukan menurut Lex Fori (hokum sang hakim). Dengan demikian maka dipermudah kwalifikasi ini dalLkwalifikasi menurnt Lex Fori (bukan menurut Lex Causae, hukunj yang harus dipergunakan, atau kwalifi­wi secara otonom) yang akan kita pakai. 'Perumusan yang diusulkan adalah sebagai berikut "Dalam hal teljadinya perselisihan antara berbagai stelsel hukum dalam suatu proses perkara tertentu, maka hukum Indonesia menjadi satu-satunya yang berwewenang untuk menentukan dalam ka.tegori manakah huhungan hukum tersbut termasuk, sehingga dapat ditentukan huk\JOl yang berlaku"

6. Penenmaan dari Ketertiban Vmum (operibare oroe, Public Policy, ordre public) sebagaisnatu rem darurat memang harus selalu dipakai. Lembaga Ketertiban Vmum ini memungkinkan bahwa dalam hal yan~sangat perlu karena menyinggung sendi-sendi asasi intern hukum dan masyarakat k sendiri, dikesampingkan hukum asing'yang seyogyanya harus berlaku menurnt PI kita. Dengan demikian maka abn dipaklii Hukum Indonesia. PerumuSan yang disusulkanadalah sebagai berikut : "Kaedah-kaedah hokum asing yang sebenarpya haruS diperlakukan menurut tctentuan-ketentuan Hukum Perdana InternasioIlltllndonesia, tidakakandiperguna­U n bilamana kaedah-kaedah tersebut bertenta~gan dengan .Pancasila, ketertiban mnurn atau kesusilaan baik"

7. Dipakamya prinsip nasionalitas untuk huhungan antara orang Ina dan anak. Untuk pengesaban anik dipakai hukum sang ayah, untuk perwalian hukum sang anak, untuk alimentasi tempal tinggal yang nyata s.hari-hari (Residence Habituelle) dari sang anak.

8. Vntuk hubungan hukum antara snani islri dipakai prinsip nasionalilas. Dalam ... perbedaan kewarganegaraan antara sna'mi dan iSln, inaka dipakai hukum ..sonal sang suami. Hukum yang berlaku unluk harta benda perkawinan juga llukum nasional dari para fihakjika snami islri berkewarganegaraan sama. Dalam hlII iBi swmi istri berbeda kewarganegaraan maka akan dipakai domisili bersama yang penama (eersle huwelijksdomicilie).

9~ Vntuk perkawinan maka kami usulkan dipakai Hukum Nasional dari masing­BIASing fihak mengenai syarat-syarat perka winan. U ntuk penyelenggaraan daripada pcrkawinan itu sendiri dan syarat-syarat formill11"ka dipakai hukumdari templlt di _ perkawinan itu dilakukan'(Lex Loci Celebrationis).

10. Tentang percemianjuga diusulkan untuk dipakai Hukum Nasioilal dari para Ibak suami dan istri apabila kewarganegaraan ini ,sama adanya. oa1am hal ada

Pebruan' 1989

Page 20: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

36 f/ukuJ1I dan Pembal/gwlQl/

perbedaan kew."ganegaraan antara suami dan istri maka akan dipakai b)lkum dari tempat tinggal mereka bersama. Jadi ditekankan lagi atas tempat kediaman bersama (Residence Habituelle) yang sekarang dipentingkan dalam Konvensi-konvensi HPJ Den Haag.

II. Mengenai Hukum Warisan berlaku Hukum Nasional dari sipewaris. Warisan dalam hal ini diatur sebagai suatu Kesatuan, tanpa membedakan antara benda-benda

.berg~rak dan benda-benda tetap. 12. Mengenai bentuk dari testamen akan diatur pula oleh Hukum Nasional dari

orang yang membuat testamen atau ditempat di mana sipembuat testamen mempu­nyai domisili waktu membuatnya atau saat kematiannya atau tempat kediaman nyata sehari-harinya, atau dari tempat dimaoo benda-benda bersangkutan terletak (sepanjang mengenai benda-benda tidak bergerak). Ini adalah sesuai dengan ,prinsip Favor Testamenti yang diterima dalam Konvensi HPI Den Haag tentang Y'arisan dari lahun 1961 mengenai bentuk daripada testamen.

13. Mengenai Adopsi kami usulkan agar dipakai Hukum Nasional apaqila adop­tant dan adoptandus mempunyai kewarganegaraan yang sarna. Jika kewarganega­raan antara kedua fihak ini berlainan, maka kemampuan dan syarat-syarat untuk melakukan adopsi dan untuk diadopsi ditentukan oleh hukum yang berlaku di tempat kediaman biasa sehari-hari dari sang anak. Tentang akibat.akibat bukum dari adopsi antara kedna fihak ini diatur oleb hukum yang berlaku di tempat k!!diaman , . biasa sang anak. Demikian pula h'ak-hak dan kewajiban para fihak adoptandus dan keluarganya ka!llna kelahiran. Juga dalam hal ini hUkum dari tempat kediaman biasa sehari-hari sang anaIi yang menentukan. Dengan demikian titik be(at diletakkan pada tempH kediaman biasa sehari-bari dari sang anak (ResidenceHabitueUe) yang diterima dalam Konpensi-konpensi Adopsi Den Haag lahun 1975.

14. Mengenai Kontrak kamimenganggapsebaiknya dipakai titik taut yang paling karakteristik sebagai hukum yang harus diperlak;ukan. Maka ·kami usulkan supaya dirumuskan babwa untuk PeIjanjian internasional berlakulah Hukum yang berlaku untuk perjanjian-peIjanjian yang telah ,dipilih oleh para fihak. Apabila tidak ada pilihan maka dipiliblah hukum dan fihak yang me1llPunyai prestasi paling karakteris­tik untuk till' kontrak masing-masing. (The most characteristic connection).

IS. Untuk Perbuatan Melanggat Hukum diusulkan agar supaya dipakai hukun dari negara di mana peristiwa perbuittan melanggar bukum itu teIjadi untuk menen­tukan apakah peristiwa itu merupakan suatu perbuatan. melanggar hukum dan menentukan kewajiban-kewajiban yang diakibatkan olehnya. Tetapi jika akibatnya termasuk dalam suasana bukum negara lain daripada negara dimana peristiwa ini teIjadi (Lex locus delicti), maka kewajiban-kew.ljiban yang.menjadi akibat daripa­danya ditentukan oleh hukum dari negara itu sendiri. Dengan lain perkataan" telah diusulkan penerimaan pada prinsipnya daripada teori klasik mengenai perbuatan melanggar hukum (Lex locus delicti) sedangkan sebagai pengecualian akan dipakai pelembutan yaitu hukum daripada "Soziale Umwelt"

16. Mengenai Badan Hukum, kami usulkan . agar dinyatakan bahwa tunduk kepada bukum dari negara dimana Badan Hukum itu didirikan. Jadi Prinsip incorporatie yang kami kemukakan. Apabila Badan HukljlI) ini. melaksanakan

Page 21: AZAS-AZAS HUKUM NASIONAL PADA PERD~TA INTERNASIONAL

Azas-a::as 37

kegiatan utamanya di dalam wilayah Indonesia, maka akan berlakuHukum Indone· sia.

: 7. Mengenai bentuk perbuatan hukuin maka perlu kiranya ditentukan bahwa sahnya itu tunduk keplda hukum dari negara di mana perbuatJin itu diJakukan. Tetapijika perbuatan hukiun itu mengenai benda tidak bergerak, maka huktimdari negara dimana benda bersangkutan berada, mengatur bentuk yang disyaratkan untuk sahnya perjanjian,surat-suratatau lain perbuatan hukurn yang berhubungan dengan benda yang tidak bergerak itu.

18. Jadi di sini ditekankan kepadaLex Rei Sitae sesuai dengan ketentuan pasal 17 ' dari HPI kita. Mengenai kemampuan untuk bertindak dalam hukum, maka prinsip nasionalitaslah yang plda umumnya dianut. Karena itu maka kemampuan hukum atau ketidak mampuan seseorang untuk bertindak ditentukan menurut hukum nasional daii plda orang benangkutan itu.

19. Tentang benda-benda tidak bergerak jnga diusulkan supaya diterima Lex Rei Sitae. Kemampllan hukum dari seseorang untuk melakukan perbuatan hukum meogenai benda yang tidak bergerak diaturdalam hukum dari templt di mana benda lidak bergerak itu terletak.

20. Mengenai Perwalian dan Perwalian Safih (Curatele) maka aplbila seorang asing berdomisili atau bertemplt kediaman di Indonesia daplt dilakukan Perwalian atau Perwalian Safih ini oleh Pengadilan Indonesia dengan memakai Hukum

asional dari omng bersangkutan. 21. Mengenai benda bergerak dan berida tidak bergerak diatur oleh hukum dari

Imlplt di mana benda itu berada (Lex Rei Sitae). Demikian garis besar ketentuan-ketentuan Rancarigan U ndang-undang Hukum

Perdata lntemasional Indonesia.

ANDA MEMBlTI'UHKAN PERA11JRAN PERUNDANG-UNDANGAN?

Und· ..... d .... .... ---__ , "....-torI-Metori "_

LIm,,","-IoID,,"," ".... "_" ~ LIm""" ..... ""'" _ dip I •• . 0-010_

HUBUNGILAHPUSAT DOKUNENTASI HUKUM FAK. HUKUN UNIVERSITAS INDONESIA_ JL.C1RBBON 5 JAKARTA, TELP.(021).33S432

/'t'bmari 1989