Upload
yulianti-p-marzuqi
View
373
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS BEDAH ANAK
SEORANG BAYI LAKI-LAKI USIA 5 JAM DENGAN
ATRESIA ANI LETAK TINGGI TANPA FISTEL
Oleh:Esti Rahmawati Suryaningrum
G0007064
Pembimbing:dr. Suwardi Sp.BA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA2012
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : By Ny S
Umur : 5 jam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jobir Jetis, Sambirejo Sragen
No RM : 01124276
Masuk RS : 22 April 2012
Pemeriksaan : 23 April 2012
Ruang perawatan : KBRT
2. KELUHAN UTAMA
Tidak punya anus
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Lima jam SMRS, lahir bayi laki-laki ditolong bidan di RSUD Sragen.
Bayi lahir spontan, langsung menangis kuat dan gerak aktif. Ketika diperiksa
oleh bidan, tidak ditemukan adanya anus. Bayi tetap diberi asi oleh bidan.
Kemudian dipasang infus, diperiksa laboratorium, dan dirujuk ke RSDM
dengan diagnosis atresia ani.
4. RIWAYAT KEHAMILAN IBU
Usia kehamilan 38 minggu
Kontrol rutin di bidan : (+)
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
2
Riwayat minum obat-obatan : disangkal
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat sakit serupa : disangkal
6. ANAMNESIS SISTEMIK
Keluhan utama : tidak punya anus
Kulit : pucat (-), kuning (-)
Mata : mata kuning (-)
Hidung : mimisan (-)
Telinga : keluar cairan (-), darah (-).
Mulut : gusi berdarah (-), sariawan (-), mulut kering (-), luka
pada sudut bibir (-).
Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-).
Sistem Respirasi : sesak napas (-), batuk (-), mengi (-)
Sistem Cardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Sistem Gastrointestinal: muntah (-), muntah darah (-), BAK (+) warna kuning
jernih, BAB (-).
Sistem Muskuloskeletal : kaku otot (-),kejang (-)
Ekstremitas Atas : luka (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-)
Ekstremitas Bawah : Luka (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik, gerak aktif
Primary Survey:
Airway : bebas
Breathing : nafas spontan, abdominal dengan RR 42x/menit
Circulation : heart rate 128x/menit
Exposure : suhu 36,8o C (per aksiler)
3
Secondary survey:
BB : 2400 gram
Kepala : mesocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : discharge (-), darah (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorokan : uvula di tengah, dinding faring posterior tenang, tonsil
hipertrofi (-)
Leher : KGB membesar (-)
Thorax : normochest, simetris, retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC IV linea midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan= kiri
Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) defense muscular (-)
Ekstremitas :
Superior Dx : akral dingin (-), edema (-), capillary refill time < 2 detik
Superior Sn : akral dingin (-), edema (-),capillary refill time < 2 detik
4
Inferior Dx : akral dingin (-), edema (-),capillary refill time < 2 detik
Inferior Sn : akral dingin (-), edema (-),capillary refill time < 2 detik
Genital : discharge (-), darah (-), anus (-), mekoneum (-), fistel (-)
C. ASSESMENT
Atresia ani letak tinggi tanpa fistel
D. PLANNING
MRS
O2 nasal 2lpm
IVFD RL 16 tpm
Cek Lab darah lengkap
Urinalisa
Rontgen baby gram dan USG
Pasang OGT
Rawat bersama Pediatri
Pro trancolostomy
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI ATRESIA ANI
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna. Insiden 1:5000 kelahiran
yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001).
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley,1996). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna, 2003).
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran (Grosfeld et all, 2006)
Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki
daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi
perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus
imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham et all, 2005)
Hasil penelitian Boocock dan Donna (2001) di Manchester menunjukkan
bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan
malformasi anorektal letak tinggi.
6
C. EMBRIOLOGI SALURAN PENCERNAAN
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,
lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana
kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari
protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif
gut.
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
2 anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.
D. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Terjadinya atresia ani/ anus imperforata karena kelainan
congenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses
perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari
belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary
dan struktur anoretal. Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan
tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus
besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
7
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).
E. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
(Levitt, et all 2007)
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal
yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam
5000 kelahiran. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai
peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. Penelitian juga
menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan
trisomi 21 (Down's syndrome). 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang
berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
8
malformasi anorektal bersifat multigenik (Levitt et all, 2007). Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum
urorektal yang memisahkannya.
F. FAKTOR PREDISPOSISI
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%.
Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering.
Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa
diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler (Grosfeld,
2006).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus,
diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele,
dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi
anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan
malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi
9
anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri
ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,
Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality)
(Oldham, 2005).
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Tetapi klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal
adalah klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak
tinggi, intermedia dan letak rendah (Grosfeld, 2006).
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii. Kelainan disebut:
1. Letak rendah / infralevator
Rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm. Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Letak intermediet
Rektum berada pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya atau di bawah tingkat
otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang
normal.
10
3. Letak tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari1 cm. Letak
supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
Gambaran malformasi anorektal pada laki-laki :
Normal male anatomy Recto urethral bulbar fistula (Low) Recto bladder neck fistula (High)
Gambaran malformasi anorektal pada perempuan :
Normal female anatomy Vestibular fistul High Imperforate anus Typical Cloaca
H. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Bayi muntah-muntah pada
24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat
pada penyumbatan yang lebih tinggi.
11
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu
24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan (Ngastiyah, 2005).
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar
dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi
laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra
dan jarang rektoperineal.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak
rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga
feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari
rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali
tidak ada.
I. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
1. Anamnesis
- Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
- Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
- Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Pemeriksaan Klinis
12
Pada bayi perempuan, jangan lupa melihat genitalia eksternanya (98-99%
wanita dengan Atresia Ani mempunyai fistel ke vestibulum akan keluar
mekonium). Pada bayi perempuan juga dapat terbentuk fistel pada perineum.
Pada bayi perempuan dengan Atresia Ani supralevator, apabila :
- Urin bercampur mekonium
- Hematuria
Disebut translevator, apabila :
- Dari uretra keluar mekonium.
- Kencingnya jernih.
- Ada fistel ke perineum.
Pada bayi laki-laki :
- Anus kasar, banyak pigmen (hitam), ketika menangis/mengejan anus
menonjol : translevator
- Anus licin, tipis, pigmen sedikit, ketika menangis/mengejan anus tidak
menonjol : supralevator
2.2 Pemeriksaan abdomen
Inspeksi = perut kembung/distensi.
Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.
Perkusi = hipertimpani
Auscultasi = Peristaltik meningkat, metalic sound.
2.3 Rectal Toucher
- anus tidak ada, hanya lengkungan saja (Anal dumple).
- Lihat apakah anus di tempat normal.
- Apakah kalibernya normal.
- Apakah ditemukan fistel
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai
dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien
memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan
malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt et all, 2009).
13
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle"
(skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat
keluarnya mekonium) (Levitt et all, 2009).
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa
jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula
rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada
bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps
dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot
yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan
dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt et all, 2009).
Leape (2001) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah. Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. USG abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
14
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
6. Foto invertogram (Wangensteen-Rice) dari pelvis = untuk menentukan jenis
Atresia Ani letak rendah, menengah, atau tinggi.
Pada invertogram :
- Bila letak udara paling distal.
> 1 Cm = letak tinggi / high
< 1 cm = letak rendah / low
= 1 cm = letak intermediate / sedang
Dibuat garis imajiner antara Pubo/Putis (tumpang tindih dengan trochanter
mayor) dengan os coccyseal, bila :
Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah
Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi
K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang
lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 2001 memperkenalkan metode operasi
dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rektum dan pemotongan fistel.
Pena menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
15
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti
(PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
dahulu, setelah 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran
rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm
disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis
dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa
kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi
terlebih dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1
cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari
kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukandengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan
fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.
Leape (2001) menganjurkan pada :
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
16
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.
Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki11
17
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95%
kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan
malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.3
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (gambar 2)
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus
perempuan
Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal.
Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan.
Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal,
selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan
memobilisasi rektum bagian distal. Demikian juga pada pasien kloaka persisten
dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.
18
L. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Asidosis hiperkioremia
5. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002)
M. PROGNOSIS
Hasil operasi kelainan anorektal meningkat dengan signifikan sejak
ditemukannya metode PSARP.
19
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Boocock G, Donnai D. 2001. Anorectal Malformation: Familial Aspects and Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood.pp: 62, 576-579.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC
FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.Hidayat, A. Azis Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta :
Salemba MedikaKella N, Memon S, Qureshi G. 2006. Urogenital Anomalies Associated with
Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences. 151-154
Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases 2007, 2:33.
Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. 2005. principles and Practice of Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia. Pp: 1395-1434
University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of Michigan 2009
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa).
20