6
Assesmen & Treatment Intervensi dan asesmen dalam domestic violence masih banyak perdebatan intervensi apakah yang paling cocok diterapkan pada kasus domestic violence. Salah satu Intervensi atau treatment yang dapat diberikan kepada pelaku adalah cognitive-behaviour theraphy. CBT dapat secara efektif dalam menangani perilaku abusive pelaku dikarenakan karakteristik pada pelaku domestic violence. Pelaku domestic violence memiliki karakteristik untuk mendominasi dalam keluarga, terutama kepada perempuan. Pelaku memiliki sistem nilai yang berfikir bahwa untuk menjadi pemimpin dalam keluarga, panutan dalam keluarga dan lain sebagainya dengan cara berperilaku kasar terhadap pasangan. Sikap yang dimunculkan pelaku merupakan hasil dari proses berfikir yang kompleks, dan proses berfikir ini tercipta karena nilai-nilai pada pelaku. Nilai dan kepercayaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti budaya, keluarga, teman, lingkungan sosial dan lain-lain. Sehingga pola fikir inilah yang ingin diubah sehingga menghasilkan perilaku yang sesuai untuk menunjang keharmonisan keluarga. CBT merupakan intervensi yang dapat dilakukan secara umum dengan melihat karakteristik pelaku KDRT. Di Amerika Serikat telah dilakukan variasi modalitas tritmen, seperti behavioral dan kognitif behavioral, family system, sex role identity, patriarchal power dan control approach. Walaupun banyak sekali tritmen yang digunakan untuk menangani pelaku KDRT, namun secara umum tritmen dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :

Assesment & Treatment Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Domestic ViolencePsychologypsychotheraphy

Citation preview

Page 1: Assesment & Treatment Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Assesmen & Treatment

Intervensi dan asesmen dalam domestic violence masih banyak perdebatan intervensi

apakah yang paling cocok diterapkan pada kasus domestic violence. Salah satu Intervensi atau

treatment yang dapat diberikan kepada pelaku adalah cognitive-behaviour theraphy. CBT dapat

secara efektif dalam menangani perilaku abusive pelaku dikarenakan karakteristik pada pelaku

domestic violence. Pelaku domestic violence memiliki karakteristik untuk mendominasi dalam

keluarga, terutama kepada perempuan. Pelaku memiliki sistem nilai yang berfikir bahwa untuk

menjadi pemimpin dalam keluarga, panutan dalam keluarga dan lain sebagainya dengan cara

berperilaku kasar terhadap pasangan. Sikap yang dimunculkan pelaku merupakan hasil dari

proses berfikir yang kompleks, dan proses berfikir ini tercipta karena nilai-nilai pada pelaku.

Nilai dan kepercayaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti budaya, keluarga, teman,

lingkungan sosial dan lain-lain. Sehingga pola fikir inilah yang ingin diubah sehingga

menghasilkan perilaku yang sesuai untuk menunjang keharmonisan keluarga.

CBT merupakan intervensi yang dapat dilakukan secara umum dengan melihat

karakteristik pelaku KDRT. Di Amerika Serikat telah dilakukan variasi modalitas tritmen, seperti

behavioral dan kognitif behavioral, family system, sex role identity, patriarchal power dan

control approach. Walaupun banyak sekali tritmen yang digunakan untuk menangani pelaku

KDRT, namun secara umum tritmen dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :

a. Unilateral

Unilateral dilakukan dengan cara masing-masing individu dari pasangan suami istri

(pasutri) diberlakukan tritmwn secara individu maupun kelompok. Tritmen untuk pria yang

banyak digunakan di Amerika Serikat adalah dengan program singkat 10-16 minggu. Tritmen

terhadap aggresor pria ditujukan untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap kekerasan baik

karena tidak ada atau adanya partisipasi dan provokasi dari pasangannya. Di banyak kasus

sendiri, para pria yang telah ditahan, dikenai sanksi dan diperintahkan pengadilan untuk

mengikuti konseling individu maupun kelompok. Tritmen terhadap wanita ditujukan pada

penderitaannya, keselamatan dan proses pengampunan. Karena dipandang sebagai korban

dominasi pria, wanita sering membutuhkan dukungan, bantuan dan pemberdayaan dalam

Page 2: Assesment & Treatment Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga

membebaskan diri mereka dari peran ketergantungan pasif tradisional, memisahkan diri dari

pasangan hidupnya dan menggunakan intervensi aparat kepolisian secara efektif.

b. Bilateral

Dalam format ini pasangan diharapkan untuk membuat perubahan dan bekerjasama untuk

mencapai tujuan yang diinginkan bersama dalam relasi timbal-balik. Tritmen ini juga bisa secara

terpisah dalam konseling individual dan kelompok yang paralel. Dalam kebanyakan kasus

pasangan cenderung memisahkan diri selama fase awal dan jika pria menghendaki dan dapat

menahan diri serta pasangannya juga menghendaki konseling conjoint, mereka diberi pilihan

bekerja secara diadik.

c. Diadik

Dalam tritmen ini pasangan dlihat sebagai conjoint (sendirian atau dalam kelompok)

dengan masing-masing mempunyai tanggung jawa terhadap interaksi yang bermasalah dan

mengambil bagian dalam kegiatan terapeutik korektif. Ada perdebatan mengenai format ini

dimana terapis femminis mengambil isu pendekatan sistemik untuk menangani secara bersamaan

pasangan dalam kasus kekerasan, yang secara eksplisit dan implisit baik adanya kekerasan

maupun tidak, telah menegaskan posisi menjadi korban dan pelaku kejahatan. Maka langkah-

langkah yang dilakukan adalah :

Mengamankan korban, memberikan kesempatan untuk evaluasi secara negatif dan positif

terhadap pasangannya

Proses terapeutik tradisional yaitu menetralisir dan mengampuni akan merusak proses

penyembuhan dari trauma penyiksaan fisik dan emosional

Fokus sistemik pada pola-pola relasi beresiko yang mengaburkan batas-batas antara

"penyiksa" dengan yang "disiksa", penempatan wanita dalam posisi provokatif dan ikut

bertanggung jawab serta kewajaran bila dilihat dalam pandangan budaya dimana pria

mendominasi.

Dalam hal terapi, secara umum terdapat 2 jenis terapi yang dapat dilakukan pada pelaku

KDRT, yaitu :

Page 3: Assesment & Treatment Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Terapi Individual

Dalam terapi ini hanya suami saja yang mengikuti terapi secara formal. Ia bertemu

dengan terapis selama 60 menit satu sesi dan untuk terapi kelompok (melibatkan 6-8 pasien yang

lain) setiap minggunya. Tujuan intervensi ini adalah menolong suami mengembangkan

kemampuan untuk mengurangi konsumsi obat-obatan atau alkohol. Terapi ini bersifat melatih

keterampilan menyelesaikan masalah secara kognitif dan behavioral, yaitu mengatur pemikiran

terhadap obat-obatan melalui restrukturisasi kognitif dan perilaku, mencari alternatif lain selain

menggunakan obat-obatan,meningkatkan kegiatan yang menyenangkan tanpa obat-obatan,

training relaksasi, manajemen marah, meningkatkan penolakan terhadap obat-obatan dan

alkohol, training asertifitas, dan menjalin dukungan dari jaringan sosial. Setelah itu klien akan

mendapatkan tugas-tugas untuk dirumah agar ia dapat menghadapi situasi sebenarnya.

2. Terapi BCT (Behavioral Couples Theraphy)

Paket terapi ini selain menerapkan terapi individual ditambah dengan pertemuan bersama

suami istri dengan terapis selama 60 menit setiap minggu dalam 12 minggu. Dua sesi pertama

berisi penjelasan mengenai tritmen berpasangan yang akan dilaksanakan, mereview dan

mendiskusikan data asesmen mengenai hubungan mereka, dan memimpin sesi intervensi krisi

untuk penggunaan alkohol dan obat-obatan dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan

hubungan mereka berdua. Pasangan tersebut menegosiasikan persetujuan verbal bahwa :

Suami dan istri akan mendiskusikan kondisi suami saat tidak mabuk setiap hari

Suami bertekad untuk meningkatkan kondisi tidak mabuk untuk 24 hari berikutnya

Istri memuji kondisi suami saat tidak mabuk dengan cara yang positif

Perjanjian ini bertujuan untuk memberi reward pada saat suami berpantangan dan

mengadakan kebiasaan berkomunikasi secara konstruktif sebagai alternatif bila terjadi konflik

yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan sebelumnya atau bila kambuh lagi. Sesi yang

lain bertujuan untuk :

Menolong suami terus berpantang terhadap obat-obatan dan alkohol

Mengembangkan strategi untuk menghilangkan hasrat menggunakan obat-obatan dan

alkohol

Page 4: Assesment & Treatment Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Memimpin intervensi terhadap krisis ketagihan

Meningkatkan perubahan perilaku yang positif terhadap pasangan dengan

mengembangkan perilaku yang menyenangkan keduanya dan merencanakan kegiatan

rekreasi bersama tanpa menggunakan obat-obatan dan alkohol.

Dibandingkan dengan pasangan yang hanya menerima terapi individual saja, pasangan yang

menerima terapi BCT ini mempunyai hubungan relasi yang lebih baik, penyesuaian diadik yang

lebih positif dan waktu berpisah lebih sedikit. Para suami juga melaporkan penggunaan obat-

obatan yang berkurang.

Dalam hal asesmen, terdapat banyak instrumen yang dikembangkan untuk melaporkan

perilaku abusive, seperti Abusive Behaviour Inventory (Shepard & Campbell), dan terdapat

instrumen lain baik dari perspektif korban, seperti the dangerousness assesment (Campbell), dan

dari perspektif pelaku, yaitu Spousal Risk Assesment Guide (SARA) dari Kropp. Minnesota

Multhiphasic Personality Inventory digunakan dalam mengungkap kepribadian pelaku. Data

konflik menggunakan Conflict Tacties Scale dari Straus dan skala respon terhadap konflik (The

Response to COnflict Scaler) atau RTC dari Birchler dan Fals-Stewart. Data penyesuaian diri

dengan pasangan hidup menggunakan Marital Happiness Scale (MHS) dari Azrin, Naster dan

Jones. berikutnya menggunakan Marital Adjustment Test (MAT) dari Locke dan Wallace dan

Areas of Change Questionnaire dari Weiss, Hops dan Peterson. Data mengenai penggunaan obat-

obatan adalah menggunakan Addiction Severity Index dari McLellan, O'Brien dan Woody.

DAFTAR PUSTAKA

Paradigma No. 01 Th. I Januari 2006 “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”

Brown, Jennifer M dan Elizabeth A. Campbell.The Cambridge Handbook of Forensic

Psychology. 2010 Cambridge University Press