Upload
fikri-mubarok
View
82
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Domestic ViolencePsychologypsychotheraphy
Citation preview
Assesmen & Treatment
Intervensi dan asesmen dalam domestic violence masih banyak perdebatan intervensi
apakah yang paling cocok diterapkan pada kasus domestic violence. Salah satu Intervensi atau
treatment yang dapat diberikan kepada pelaku adalah cognitive-behaviour theraphy. CBT dapat
secara efektif dalam menangani perilaku abusive pelaku dikarenakan karakteristik pada pelaku
domestic violence. Pelaku domestic violence memiliki karakteristik untuk mendominasi dalam
keluarga, terutama kepada perempuan. Pelaku memiliki sistem nilai yang berfikir bahwa untuk
menjadi pemimpin dalam keluarga, panutan dalam keluarga dan lain sebagainya dengan cara
berperilaku kasar terhadap pasangan. Sikap yang dimunculkan pelaku merupakan hasil dari
proses berfikir yang kompleks, dan proses berfikir ini tercipta karena nilai-nilai pada pelaku.
Nilai dan kepercayaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti budaya, keluarga, teman,
lingkungan sosial dan lain-lain. Sehingga pola fikir inilah yang ingin diubah sehingga
menghasilkan perilaku yang sesuai untuk menunjang keharmonisan keluarga.
CBT merupakan intervensi yang dapat dilakukan secara umum dengan melihat
karakteristik pelaku KDRT. Di Amerika Serikat telah dilakukan variasi modalitas tritmen, seperti
behavioral dan kognitif behavioral, family system, sex role identity, patriarchal power dan
control approach. Walaupun banyak sekali tritmen yang digunakan untuk menangani pelaku
KDRT, namun secara umum tritmen dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Unilateral
Unilateral dilakukan dengan cara masing-masing individu dari pasangan suami istri
(pasutri) diberlakukan tritmwn secara individu maupun kelompok. Tritmen untuk pria yang
banyak digunakan di Amerika Serikat adalah dengan program singkat 10-16 minggu. Tritmen
terhadap aggresor pria ditujukan untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap kekerasan baik
karena tidak ada atau adanya partisipasi dan provokasi dari pasangannya. Di banyak kasus
sendiri, para pria yang telah ditahan, dikenai sanksi dan diperintahkan pengadilan untuk
mengikuti konseling individu maupun kelompok. Tritmen terhadap wanita ditujukan pada
penderitaannya, keselamatan dan proses pengampunan. Karena dipandang sebagai korban
dominasi pria, wanita sering membutuhkan dukungan, bantuan dan pemberdayaan dalam
membebaskan diri mereka dari peran ketergantungan pasif tradisional, memisahkan diri dari
pasangan hidupnya dan menggunakan intervensi aparat kepolisian secara efektif.
b. Bilateral
Dalam format ini pasangan diharapkan untuk membuat perubahan dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan bersama dalam relasi timbal-balik. Tritmen ini juga bisa secara
terpisah dalam konseling individual dan kelompok yang paralel. Dalam kebanyakan kasus
pasangan cenderung memisahkan diri selama fase awal dan jika pria menghendaki dan dapat
menahan diri serta pasangannya juga menghendaki konseling conjoint, mereka diberi pilihan
bekerja secara diadik.
c. Diadik
Dalam tritmen ini pasangan dlihat sebagai conjoint (sendirian atau dalam kelompok)
dengan masing-masing mempunyai tanggung jawa terhadap interaksi yang bermasalah dan
mengambil bagian dalam kegiatan terapeutik korektif. Ada perdebatan mengenai format ini
dimana terapis femminis mengambil isu pendekatan sistemik untuk menangani secara bersamaan
pasangan dalam kasus kekerasan, yang secara eksplisit dan implisit baik adanya kekerasan
maupun tidak, telah menegaskan posisi menjadi korban dan pelaku kejahatan. Maka langkah-
langkah yang dilakukan adalah :
Mengamankan korban, memberikan kesempatan untuk evaluasi secara negatif dan positif
terhadap pasangannya
Proses terapeutik tradisional yaitu menetralisir dan mengampuni akan merusak proses
penyembuhan dari trauma penyiksaan fisik dan emosional
Fokus sistemik pada pola-pola relasi beresiko yang mengaburkan batas-batas antara
"penyiksa" dengan yang "disiksa", penempatan wanita dalam posisi provokatif dan ikut
bertanggung jawab serta kewajaran bila dilihat dalam pandangan budaya dimana pria
mendominasi.
Dalam hal terapi, secara umum terdapat 2 jenis terapi yang dapat dilakukan pada pelaku
KDRT, yaitu :
1. Terapi Individual
Dalam terapi ini hanya suami saja yang mengikuti terapi secara formal. Ia bertemu
dengan terapis selama 60 menit satu sesi dan untuk terapi kelompok (melibatkan 6-8 pasien yang
lain) setiap minggunya. Tujuan intervensi ini adalah menolong suami mengembangkan
kemampuan untuk mengurangi konsumsi obat-obatan atau alkohol. Terapi ini bersifat melatih
keterampilan menyelesaikan masalah secara kognitif dan behavioral, yaitu mengatur pemikiran
terhadap obat-obatan melalui restrukturisasi kognitif dan perilaku, mencari alternatif lain selain
menggunakan obat-obatan,meningkatkan kegiatan yang menyenangkan tanpa obat-obatan,
training relaksasi, manajemen marah, meningkatkan penolakan terhadap obat-obatan dan
alkohol, training asertifitas, dan menjalin dukungan dari jaringan sosial. Setelah itu klien akan
mendapatkan tugas-tugas untuk dirumah agar ia dapat menghadapi situasi sebenarnya.
2. Terapi BCT (Behavioral Couples Theraphy)
Paket terapi ini selain menerapkan terapi individual ditambah dengan pertemuan bersama
suami istri dengan terapis selama 60 menit setiap minggu dalam 12 minggu. Dua sesi pertama
berisi penjelasan mengenai tritmen berpasangan yang akan dilaksanakan, mereview dan
mendiskusikan data asesmen mengenai hubungan mereka, dan memimpin sesi intervensi krisi
untuk penggunaan alkohol dan obat-obatan dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan
hubungan mereka berdua. Pasangan tersebut menegosiasikan persetujuan verbal bahwa :
Suami dan istri akan mendiskusikan kondisi suami saat tidak mabuk setiap hari
Suami bertekad untuk meningkatkan kondisi tidak mabuk untuk 24 hari berikutnya
Istri memuji kondisi suami saat tidak mabuk dengan cara yang positif
Perjanjian ini bertujuan untuk memberi reward pada saat suami berpantangan dan
mengadakan kebiasaan berkomunikasi secara konstruktif sebagai alternatif bila terjadi konflik
yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan sebelumnya atau bila kambuh lagi. Sesi yang
lain bertujuan untuk :
Menolong suami terus berpantang terhadap obat-obatan dan alkohol
Mengembangkan strategi untuk menghilangkan hasrat menggunakan obat-obatan dan
alkohol
Memimpin intervensi terhadap krisis ketagihan
Meningkatkan perubahan perilaku yang positif terhadap pasangan dengan
mengembangkan perilaku yang menyenangkan keduanya dan merencanakan kegiatan
rekreasi bersama tanpa menggunakan obat-obatan dan alkohol.
Dibandingkan dengan pasangan yang hanya menerima terapi individual saja, pasangan yang
menerima terapi BCT ini mempunyai hubungan relasi yang lebih baik, penyesuaian diadik yang
lebih positif dan waktu berpisah lebih sedikit. Para suami juga melaporkan penggunaan obat-
obatan yang berkurang.
Dalam hal asesmen, terdapat banyak instrumen yang dikembangkan untuk melaporkan
perilaku abusive, seperti Abusive Behaviour Inventory (Shepard & Campbell), dan terdapat
instrumen lain baik dari perspektif korban, seperti the dangerousness assesment (Campbell), dan
dari perspektif pelaku, yaitu Spousal Risk Assesment Guide (SARA) dari Kropp. Minnesota
Multhiphasic Personality Inventory digunakan dalam mengungkap kepribadian pelaku. Data
konflik menggunakan Conflict Tacties Scale dari Straus dan skala respon terhadap konflik (The
Response to COnflict Scaler) atau RTC dari Birchler dan Fals-Stewart. Data penyesuaian diri
dengan pasangan hidup menggunakan Marital Happiness Scale (MHS) dari Azrin, Naster dan
Jones. berikutnya menggunakan Marital Adjustment Test (MAT) dari Locke dan Wallace dan
Areas of Change Questionnaire dari Weiss, Hops dan Peterson. Data mengenai penggunaan obat-
obatan adalah menggunakan Addiction Severity Index dari McLellan, O'Brien dan Woody.
DAFTAR PUSTAKA
Paradigma No. 01 Th. I Januari 2006 “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”
Brown, Jennifer M dan Elizabeth A. Campbell.The Cambridge Handbook of Forensic
Psychology. 2010 Cambridge University Press