Asri T.unguium

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak. (1) Matriks kuku

Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

Kutikel (cuticle)

Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal. Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi, bakteri/jamur patogen.

Lipatan kuku lateral

Menutupi sisi lateral lempeng kuku

Lunula

Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.

Dasar kuku (nail bed)

Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan periosteum dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena vaskularisasi yang nampak melalui lempeng kuku yang translusen.

Hiponikium

Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku pada ujung distal. Lempeng kuku (nail plate)

Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku. Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina dorsal tipis, lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya lempeng kuku karena high sulfur matrix protein.

Sisi bebas

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis dari tinea unguium.1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Memahami definisi, epidemiologi, etiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis dari tinea unguium.2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.3. Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di RSUD Embung Fatimah.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Salah satu bentuk dermatomikosis adalah onikomikosis yaitu satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds).(1) Onikomikosis umumnya disebabkan oleh dermatofita biasanya bergejala dan dapat menyebabkan gangguan fungsi. Gambaran klinis onikomikosis meliputi hiperkeratosis dengan penebalan dan perubahan warna pada lempeng kuku.(2)Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.(3) Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit pada hasil sebuah kultur.(4)Tinea unguium kadang-kadang muncul sebagai akibat tinea pedis, dengan karakteristik onikolisis dan penebalan, perubahan warna (putih, kuning, coklat, dam hitam), rapuh, dan kuku kekurangan nutrisi. Walaupun inflamasi jarang terjadi, beberapa pasien merasakan nyeri.(5) Tinea unguium pada kuku kaki dapat menyebabkan nyeri dan sebagai predisposisi infeksi sekunder bakteri dan ulserasi pada dasar kuku. Komplikasi ini banyak terjadi pada individu dengan immunocompromised dan diabetes.(6)

2.2 EpidemiologiUsia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting, dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita. Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tempat temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat meningkatkan kejadian tinea pedis dan onikomikosis.(6)Dermatofit yang sangat memberikan respon pada suhu di negara-negara barat adalah onikomikosis, sedangkan candida dan jamur non-dermatofita lebih sering terjadi di negara-negara dengan suhu panas dan udara yang lembab.(6)Rata-rata prevalensi onikomikosis ditentukan oleh umur, faktor predisposisi, status sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan, dan seberapa seringnya berjalan.(2) Beberapa faktor dapat berperan pada peningkatan onikomikosis. Pertama, berdasarkan populasi umur, dengan beberapa sebab termasuk sirkulasi yang buruk ke perifer, diabetes, trauma kuku yang berulang, terpapar lama dengan jamur patogen, fungsi imun yang sub optimal, kemalasan memotong kuku kaki atau perawatan kuku kaki yang baik. Kedua, beberapa orang dengan immunocompromised karena infeksi dari human immunodeficiency virus dan penggunaan pengobatan immunosuppressive, kemoterapi kanker atau antibiotik.

2.3 EtiologiEtiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita (tinea unguium) 95-97%,(6) terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes var. interdigitale.(5,6) Sebagian kecil disebabkan oleh : Epidermophyton floccosum, T. violaceum, T. schoenleinii, T. verrucosum (biasanya hanya pada kuku tangan).(6)Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak (yaitu dengan bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer), setelah trauma (mis: patah tungkai bawah), atau gangguan persarafan (mis: cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang. Sedangkan onikomikosis sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis. Pada kuku tangan onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis atau tinea kapitis.(6)Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi dermatofita, pada pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki peningkatan titer antibodi. Sebagai alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi hipersentsitifitas tipe lambat, memiliki peran penting dalam melawan dermatofita. Kekebalan seluler oleh sekresi interferon- dari tipe 1 limfosit T-helper. Ini merupakan hipotesis bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel epidermis langerhans dan disajikan pada kelenjar getah bening lokal untuk limfosit T. Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat yang terinfeksi jamur.(2)2.4 Gejala KlinisTerdapat beberapa tipe tinea unguium :

1. Onikomikosis Subungual Distal/Lateral

Onikomikosis subungual distal dan lateral merupaka pola infeksi yang paling sering didapatkan. Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur. Biasanya nampak pewarnaan putih atau kuning pada ujung bantalan kuku, paling sering terdapat di lipatan kuku lateral. Bentuk ini umumnya disebabkan T. rubrum. Jika mengenai kuku tangan, pada umumnya dengan pola dua kaki dan satu tangan. Secara klinis, bagian kuku subungual distal menunjukkan hiperkeratosis dan onikolisis. Penyebaran bagian proksimal terjadi sepanjang jalur longitudinal.

2. Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)

Kelainan ini juga jarang ditemui. Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Merupakan infeksi lapisan dorsal kuku yang disebabkan bercak bersisik putih. Oleh Ravant dan Rabeau (1921) kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya. Dapat pula disebabkan oleh Trichophyton rubrum pada pasien yang terinfeksi HIV.

3. Onikomikosis subungual proksimal

Onikomikosis subungual proksimal disebabkan oleh T. rubrum dan T. Megninii. Jamur mencapai zona matriks keratogenus kuku melalui lapisan kuku proksimal. Penyebab terseringnya yaitu jamur (Scopulariopsis brevicaulis, Fusarium spp. dan Aspergillus spp). Secara bertahap, warna keputihan mulai memasuki lunula, lalu berpindah ke distal kuku yang terinfeksi. Terjadi pembesaran hingga dapat menyebar pada seluruh kuku, hiperkeratosis subungual, leukonikia, onikolisis proksimal dan destruksi pada seluruh kuku. Pola seperti ini jarang terjadi, namun 10 tahun belakangan telah menjadi bagian pada pasien AIDS.

4. Onikomikosis Endoniks

Onikomikosis endoniks adalah tipe yang paling jarang. Umumnya disebabkan oleh T.soundanese dan T.violaceum. Dapat diasosiasikan dengan infeksi pada plantar. Gambaran klinis berupa perubahan warna putih susu dan difus opak pada lempeng kuku tanpa subungual keratosis dan onikolisis.

2.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat kelainan dan dibersihkan dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula. (3)1. Mikroskopi Langsung (Direct Microscopy)Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk konfirmasi diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku ditempatkan pada kaca slide, ditutupi dengan kaca penutup, disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan dengan hati-hati, KOH membantu melarutkan jaringan epitel. Penambahan dimethyl sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada larutan KOH dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik untuk patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada banyak kasus, ragi dapat dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya.2. Kultur JamurTujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab, membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk keperluan studi epidemiologi.

Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media agar sabouroud atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30C kemudian sekitar 5 hari baru tampak adana pertumbuhan dan 1 minggu lagi baru terlihat jelas karakteristiknya. Selama pertumbuhan ini harus diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in verso atau in recto, ada tidaknya hifa aereal yang seperti kapas, beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga bentuknya menonjol seperti gunung kecil dengan batas yang tajam, ireguler dengan permukaan yang licin seperti tetesan lilin. Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah diperkirakan ada pertumbuhan sifat-sifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang waktunya 3 minggu setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur ini akan terjadi pleomorfik, dimana tanda-tanda khasnya akan hilang.

3. Pemeriksaan HistopatologiDilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif. Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku. Hifa dapat ditemukan melekat diantara lamina kuku paralel hingga kelapisan dasar, dengan predileksi bagian ventral kuku dan bantalan kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis menunjukkan spongiosis dan fokal parakeratosis, dan minimal inflamasi respon dermis.

2.6 DiagnosisUntuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala klinis juga dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi. Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum memberikan pengobatan anti jamur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH, hisopatologi, dan kultur jamur.

2.7 Diagnosis Banding1. Psoriasis KukuPsoriasis ini ditandai dengan lubang, (salmon) atau bercak yang berminyak, onikolisis dan distrofi kuku. Lubang ini mulai berkembang dari lesi psoriasis yang ada pada proksimal matriks kuku. Kedalaman dan durasi lubang mencerminkan keparahan dari psoriasis pada kuku. Pada kuku terdapat reaksi inflamasi terutama infiltrat limfosit pada dermis atas dengan kapiler yang melebar, spongiosis dengan eksositosik limfositik, dan parakeratosis yang mengandung neutrofil tunggal.

2.ParonikiaParonikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah. Bila infeksi berlangsung kronik maka terdapat celah horizontal pada dasar kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah. Penyebab terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang kemudian terjadi pemisahan antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian terkontaminasi oleh piogenik atau jamur. Piogen yang tersering adalah Staphylococcus atau Pseudomonas sedangkan jamur tersering adalah Candida albican.3.Liken planus kukuLiken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada kuku berupa belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung (pterigium kuku), dan kadang-kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan papul liken planus dapat mengenai kuku.

2.8 PenatalaksanaanPilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi paliatif, debridemen mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik. Kombinasi variasi pengobatan lainnya. Pilihan terapi dipengaruhi oleh gambaran dan keparahan penyakit, terapi lain yang digunakan penderita, terapi yang telah digunakan sebelumnya (dan efek lain),

Terapi antibikotik sistemik

1. Griseofulvin. Obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk jamur. Dosis yang digunakan adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak dalam sehari atau 10-25 mg/kgBB.

2. Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika resisten terhadap pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan.

3. Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada pasien tidak bisa mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar dan merupakan pilihan yang paling baik dengan dosis denyut selama 3 bulan pada onikomikosis. Cara pemberiannya secara tiga tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.

4. Terbinafin. Bersifat fungisidal dan dapat diberikan sebagai pengganti dari griseofulvin dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari tergantung berat badan selama 2-3 minggu.

Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku). Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan. Sedangkan ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox 80%) yang efektif digunakan selama 48 minggu. (3)1. Debridemen.

Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen setiap satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus diangkat. Pada onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.

2. Terapi Novel laser.

Telah dikemukakan terapi laser untuk mengobati onikomikosis (total distropi, proksimal subungual onikomikosis, distal subungual onikomikosis dan onikomikosis endoniks). Terapi laser dikembangkan karena terapi dengan farmakologi dianggap membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser juga mempunyai efek bakterisidal. Karena cahaya lokal laser sangat panas yang dapat membunuh mikroorganisme dan sebagai simulasi proses penyembuhan. Pada studi laser yang digunakan adalah VSP Nd:YAG 1066 nm, yang penetrasi sampai ke plat kuku, dermis dan jaringan kuku lainnya. (5)2.9 PrognosisTanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara spontan. Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa. Onikomikosis subungual distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan sering menyebabkan episode berulang dermatofita epidermal pada kaki, pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau onikomikosis subungual distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S. aureus, group A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.(4)Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis subungual distal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah kaki: infeksi bakteri superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi. Diabetes membutuhkan intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh dermatologis. HIV yang tidak diobati dikaitkan dengan peningkatan dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral terbaru seperti terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi berhasil. Penyebab kambuh/ reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma terus menerus, penyebab tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabun benzoyl peroxide pada saat mandi dan preparat antijamur atau ethanol/isopropyl gel. (4)BAB III

KESIMPULANOnikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Tinea unguium istilah khusus untuk kelainan kuku akibat infeksi dermatofita.

Etiologi yang paling sering pada tinea unguium terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes var. interdigitable. Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak, post trauma, atau gangguang persarafan. Sedangkan onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea pedis, tinea manum, tinea corporis atau tinea capitis.

Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan rapuh, dapat dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Terdapat beberapa tipe tinea unguium: onikomikosis subungual distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal, onikomikosis superfisial putih, onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total, onikomikosis kandida.

Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi, karena waktu terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki resiko. Pemeriksaan laboratorium berupa mikroskopi langsung, kultur jamur, dan pemeriksaan histopatologi. Onikomikosis (tinea unguium) dapat didiagnosis dari gejala yang tampak dan pemeriksaan lanoratorium.

Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal dengan Amoralfine nail lacquer dan Ciclopirox (Penlac) nail lacquer. Pengobatan oral antifungi dengan terbinafin, itrakoazole, dan flukonazol. Sedangkan untuk penggunaan griseofulvin dan ketokonazole tidak dianjurkan. Kombinasi terapi lebih efektif daripada hanya terapi oral atau topikal. Terbinafin dikombinasi dengan ciclopirox dapt juga kombinasi terbinafin dan amorolfine.

DAFTAR PUSTAKA1. Djuanda, Prof. Dr. Dr. Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI, Edisi Kelima. Jakarta : FKUI2. Husein M, Hassab-El-Naby M, Shaheen IMI, Abdo HM, El-Shafey HAM. Comparative study for the reliability of potassium hydroxide mount versus nail clipping biopsy in diagnosis of onychomycosis. The Gulf Journal of Dermatology and Venerology. 2011;183. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 89-105.4. Arroll B, Oakley A. Preventing long term relapsing tinea unguium with tropical anti fungal cream:a case report. Cases Journal.2009;2:70.5. Tullio V, Banche G, Panzone M, Cerveetti O, Roana J, Allizond V, et al. Tinea pedis and tinea unguium in a 7-year-old child. J Med Microbiol. 2006;56:1122-3.6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell Publishing; 2004. p. 31.1-.101.14