49
Clinical Science Session ASMA BRONKIAL Fitriya Revina Sari 12-020 Pembimbing : dr. Igm Afridoni,Sp.A

Asma Bronkial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

.....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Citation preview

Page 1: Asma Bronkial

Clinical Science Session

ASMA BRONKIAL

Fitriya Revina Sari12-020

Pembimbing : dr. Igm Afridoni,Sp.A

Page 2: Asma Bronkial

Definisi

Page 3: Asma Bronkial

Asma adalah penyakit saluran nafas yang secara klinis ditandai dengan mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Page 4: Asma Bronkial

Faktor Resiko

Page 5: Asma Bronkial

Faktor Genetika. atopi/alergib. Hipereaktivitas bronkusc. Jenis Kelamind. Ras/etnike. Obesitas

Page 6: Asma Bronkial

Faktor Lingkungana. Alergen dalam rumahb. Alergen luar rumah

Page 7: Asma Bronkial

Faktor Laina. Alergen makananb. Alergen obat-obatanc. Bahan yang mengiritasid. Polusi udarae. Perubahan cuaca

Page 8: Asma Bronkial

Patofisiologi

Page 9: Asma Bronkial
Page 10: Asma Bronkial

Klasifikasi Menurut PNNA

Page 11: Asma Bronkial
Page 12: Asma Bronkial

Klasifikasi Menurut GINA

Page 13: Asma Bronkial

IntermittenGejala kurang dari 1 kali/mingguSerangan singkatGejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulanFEV1 > atau sama dengan 80% predicted atau PEF > atau sama dengan 80% nilai terbaik individuVariabilitas PEF atau FEV1 < 20%

Page 14: Asma Bronkial

Persisten RinganGejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1x/hariSerangan dapat mengganggu aktivitas dan tidurGejala nocturnal > 2 kali/bulanFEV1 > atau sama dengan 80% predicted atau PEF >atau sama dengan nilai terbaik individuVariabilitas PEF atau FEV1 20%-30%

Page 15: Asma Bronkial

Persisten SedangGejala terjadi setiap hariSerangan dapat mengganggu aktivitas dan tidurGejala nocturnal >1 kali dalam semingguMenggunakan agonis-B2 kerja pendek setiap hari

FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individuVariabilitas PEF atau FEV1 >30%

Page 16: Asma Bronkial

Persisten BeratGejala terjadi setiap hariGejala sering terjadiGejala asma nocturnal sering terjadiFEV1 < atau sama dengan 60% predicted atau PEF < atau sama dengan 60% nilai terbaik individuVariabilitas PEF atau FEV1 > 30%

Page 17: Asma Bronkial

Derajat Asma

Page 18: Asma Bronkial
Page 19: Asma Bronkial
Page 20: Asma Bronkial

Diagnosis

Page 21: Asma Bronkial
Page 22: Asma Bronkial

AnamnesisAda beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah

Page 23: Asma Bronkial

Pemeriksaan FisikUntuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci, menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada. Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang.

Page 24: Asma Bronkial

Pemeriksaan PenunjangSpirometriPeak Flow MeterX-ray dada/thoraxPemeriksan IgEPetanda InflamasiUji Hipereaktivitas Bronkus/HRB

Page 25: Asma Bronkial

Diagnosa Banding

Page 26: Asma Bronkial

Bronkitis KronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.

Page 27: Asma Bronkial

Emfisema Paru

Page 28: Asma Bronkial

Gagal Jantung KiriDulu disebut asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Penderita biasanya terbangun pada malam hari karena sesak dan apabila pasien duduk sesaknya berkurang atau menghilang. Selain ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Page 29: Asma Bronkial

Emboli ParuYang dapat menimbulkan emboli paru adalah imobilisasi, gagal jantung, tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, penderita batuk-batuk, yang dapat disertai darah, nyeri pleura keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukan perubahan aksis jantung ke kanan.

Page 30: Asma Bronkial

Penatalaksanaan

Page 31: Asma Bronkial

Terapi Medikamentosa1. Bronkodilator

a. Beta Adrenergik kerja pendek- epinefrin/adrenalin

pada umumnya, epinefrin tidak direkomendasikan lagi untuk mengobati serangan asma, kecuali jika tidak ada obat B2 agonis selektif. Epinefrin terutama diberikan jika ada reaksi anafilaksis atau angioedema. Obat ini dapat diberikan secara subkutan atau inhalasi aerosol

Page 32: Asma Bronkial

Pemberian subkutan adalah sebagai berikut : larutan epinefrin 1 : 1000 (1 mg/ml), dengan dosis 0,01 ml/kgBB (maksimum 0,3 ml), dapat diberikan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu 20 menit. Mula kerja adrenalin subkutan adalah 5-15 menit, efek puncaknya 30-120 menit, durasi efeknya 2-3 jam. Inhalasi racemic ephineprine 2,25 % aerosol dapat diberikan dengan nebulizer.

Page 33: Asma Bronkial

- B2- agonis selektif

Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, dan fenoterol. Dosis salbutamol oral adalah 0,1-0,15 mg/kgBB/kali, diberikan setiap 6 jam, dosis terbutalin oral 0,05-0,1 mg/kgBB/kali, diberikan setiap 6 jam, fenoterol 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Pemberian secara oral akan menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2-4 jam, dan lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian secara inhalasi (dengan inhaler/nebulizer) memiliki mula (onset) kerja yang lebih cepat (1 menit), efek puncak dicapai dalam 10 menit, dan lama kerjanya 4-6 jam.

Page 34: Asma Bronkial

b. Methyl Xanthine (Teofilin kerja cepat)Efek bronkodilatasi methyl xanthine setara dengan B2 agonis inhalasi, tetapi karna efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya (safety margin) sempit, obat ini sebaiknya diberikan hanya serangan asna berat yang dengan pemberian kombinasi B2 agonis dan antikolinergik serta steroid tidak/kurang memberikan respons. Konsentrasi obat di darah harus dijaga sekitar 10-20 mcg/ml agar tetap memiliki efek terapi.

Page 35: Asma Bronkial

Dosis :usia 1-6 bulan : 0,5 mg/KgBB/jamusia 6-11 bulan : 1 mg/KgBB/jam1-9 tahun : 1,2-1,5 mg/KgBB/jam>10 tahun : 0,9 mg/KgBB/jam

Page 36: Asma Bronkial

2. AntikolinergikIprapropium bromide

Pemberian kombinasi nebulisasi B2 agonis dan antikolinergik menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik daripada jika masing-masing obat diberikan secara sendiri-sendiri. Kombinasi ini sebaiknya diberikan bila 1 kali nebulisasi B2 agonis tidak/kurang memberikan respons. Sebaiknya pemberian kombinasi ini dilakukan lebih dulu sebelum pemberian methyl xanthine. Dosis yang dianjurkan adalah 0,1 ml/KgBB, nebulisasi setiap 4jam. Dapat juga diberikan dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut : usia > 6 tahun 8-20 tetes, usia < 6 tahun 4-10 tetes.

Page 37: Asma Bronkial

KortikosteroidPemberian kortikosteroid sistemik mempercepat

perbaikan serangan asma dan pemberiannya merupakan bagian tatalaksana serangan asma, kecuali pada serangan ringan. Preparat oral yang dipakai adalah prednisone, prednisolone, atau triamsinolon dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Kortikosteroid intravena (IV) perlu diberikan pada kasus asma yang dirawat dirumah sakit.

Page 38: Asma Bronkial

Metil prednisolone merupakan pilihan utama karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid yang minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/KgBB diberikan setiap 4-6 jam. Hidrokortison IV diberikan dengan dosis 4 mg/KgBB setiap 4-6 jam. Deksametason diberikan secara bolus intravena, dengan dosis ½ - 1 mg/KgBB dilanjutkan 1 mg/KgBB/hari diberikan setiap 6-8 jam.

Page 39: Asma Bronkial

Terapi Suportif1. Oksigen

Diberikan pada serangan sedang dan berat. Pada bayi atau anak kecil, saturasi oksigen sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry, normalnya >95%. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian oksigen memakai kanula hidung, masker, atau kadang kadang head box (terutama pada bayi). Pada nebulisasi B2 agonis, oksigen sebaiknya diberikan untuk mengatasi efek samping hipoksia.

Page 40: Asma Bronkial

2. Campuran Helium dan OksigenInhalasi helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pada pemberian oksifen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metil prednisolone IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peak flow, dan mengurangi sesak. Tetapi, terapi helioks pada anak dengan serangan asma berat tidak selalu menunjukkan hasil menguntungkan.

Page 41: Asma Bronkial

3. CairanDehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat. Hal ini disebabkan oleh kurang adekuatnya asupan cairan. Peningkatan insensible water lost, takipnea, serta akibat efek teofilin. Pemberian cairan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mengindari hidrasi berlebihan (overhydration), pada asma berat, terjadi peningkatan sekresi ADH yang memudahkan terjadinya retensi cairan serta terdapat tekanan negative yang tingi dari tekanan yang pleura pada puncak inspirasi (peak inspiratory pleural pressure) yang memudahkan terjadinya edema paru. Biasanya jumlah cairang yang diberikan adalag 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Page 42: Asma Bronkial
Page 43: Asma Bronkial
Page 44: Asma Bronkial

Pencegahan

Page 45: Asma Bronkial

Pencegahan PrimerPencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak yang mempunyai resiko untuk menjadi asma dikemudian hari. Yang dimaksud dengan resiko adalah bayi/anak dengan atopi, baik pada salah satu ataupun kedua orangtuanya. Langkah pertama adalah dengan mengenali adanya factor resiko untuk terjadinya asma dikemudian hari, yaitu dengan mengenali orangtua dengan atopi. Pencegahan primer saat ini masih ditujukan pada janin atau bayi dengan resiko asma. Pencegahan primer dapat dilakukan pada saat prenatal dan pascanatal. Pada masa prenatal, orangtua dihindari terhadap lingkungan yang dapat bersifat factor resiko.

Page 46: Asma Bronkial

Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang anak yang sudah tersentisisasi. Secara klinis hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan antihistamin. Pada early treatment of the atopic child (ETAC), pemberian cetirizine selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi yang orangtuanya atopi, dapat mencegah terjadinya asma sebanyak 50% bila anak tersebut hanya alergi terhadap debu rumah dan serbuk sari. Selain pemberian obat-obatan tersebut, factor resiko lain seperti allergen harus dihindari juga.

Page 47: Asma Bronkial

Pencegahan TersierPencegahan tersier adalah mencegah terjadinya serangan pada seorang anak yang sudah menderita asma dengan cara pengindaran terhadap pencetus, pemberian terapi jangka panjang yaitu pemberian obat pengendali (controller) berupa kortikosteroid, baik yang diberikan tersendiri ataupun kombinasi dengan B2 agonis kerja panjang atau antileukotrin.

Page 48: Asma Bronkial

Kesimpulan

Page 49: Asma Bronkial

Asma ialah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Gejala Klinis penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.