Upload
ayu-lemonade
View
242
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
s
Citation preview
Laporan Kasus
Asma Bronkial
Oleh :
Destri Linjani
NURMUTHMAINNAH
0908120468
Pembimbing :
dr.Indra Yovie, Sp.P
Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad
Fakultas Kedokteran Universitas Riau Pekanbaru
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan
dewasa baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 300 juta
manusia di dunia menderita asam adan diperkirakan akan terus meningkat hingga
mencapai 400 jut juta jiwa pada tahun 2025. Satu dari 250 orang meninggal
adalah karena asma.1
Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa asma semakin meningkat terutama di negara maju. Asma
merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini
berdasarkan data SKRT 1992 dimana asma, bronkitis kronis dan emfisema
sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di indonesia sebesar 13/1000 penduduk.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala
pernafasan.1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran napas
yang menimbulkan episode berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episode ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Asma terdiri atas 3 hal yaitu
obstruksi saluran napas yang resversibel, hiperaktif saluran napas serta inflamasi
saluran napas.2
2. Epidemiologi
Penyakit asma sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi
penduduk di Amerika Serikat menderita penyakit ini.3 Asma merupakan penyakit
kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia dan termasuk 10 besar
penyakit penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Asma mempunyai
distribusi bifasik yaitu prevalens tertinggi penyakit ini terjadi saat usia anak
kemudian pada usia pertengahan dan dewasa tua.4 Sekitar separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Pada usia anak-anak terdapat predisposisi laki-laki/perempuan 2:1.3
2
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003
menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.5
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D (2005) di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25-
34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak
dari pada laki-laki (52,86%).6
3. Patofisiologi
Pemicu yang berbeda akan menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang
dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan
individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kelelahan fisik, perubahan cuaca, makanan, obat, ekspresi emosi
yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernapasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh
karena saluran pernapasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap
bermacam-macam jenis alergen. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh
karena adanya pembengkakan dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi
3
otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan
terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran
pernafasan.1,7
Gambar 1. Bronkious normal dan bronkiolus pada asma bronkial7
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan
oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos
bronkioler merupakan gejala serangan asma akut dan berperan terhadap
peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial, karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), sehingga terjadilah keadaan 7:
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
4
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara
napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas
yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.1,7
Gambar 2 Patofisiologi Asma8
5
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada
asma akut. Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan
ekspirasi dan dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika
terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan
menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi
dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas
cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada
foto thoraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan
diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas
otot pernapasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular.
Hiperinflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1
4. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan derajat asma dapat dibagi :2
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam ≤ 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
6
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik
f. Variability APE < 20%
2. Persisten Ringan
a. Gejala > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali perbulan
c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik
e. Variability APE 20% - 30%
3. Persisten Sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 1 kali/minggu
c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60% - 80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60% - 80% nilai terbaik
e. Variability APE > 30%
4. Persisten Berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≤ 60% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≤ 60% nilai terbaik
7
f. Variability APE > 30%
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas.9
Keluhan : 7,9,10
Napas berbunyi
Sesak napas
Batuk
Pemeriksaan fisik : 7,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
pada waktu inspirasi
Frekuensi pernapasan meningkat
Sianosis
Hipertrofi otot-otot bantu pernapasan
Paru :
Ekspirasi memanjang
Wheezing
8
6. Diagnosis
Diagnosis asma umunya tidak sulit, didasari oleh gejala yang episodik,
gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada yang berkaitan dengan
cuaca atau alergen lainnya. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru terutama
reversibilitas kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
Keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya
alergi.12
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan
dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki
kering, mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi
paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma
dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
9
dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang
diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi
dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain
yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomedistinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
7. Diagnosis Banding15
Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum
3 bulan dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang
disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama
kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
10
Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
11
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontorl, dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan
dikenal dengan pelega.
1. Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan
merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini.
Efeknya secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun
kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan
12
mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari
kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat pelepasan mediator
inflamasi sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
- Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian
jangka panjang mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya secara per-
oral. Selain bersifat bronkodilator, obat ini juga mempunyai efek anti
inflamasi.
13
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
14
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping
yang minimal.
- Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibanding agonis beta 2.
- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok pelepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokonstriksi yang disebabkan oleh iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10
15
9. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin muncul antara lain :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
5. Emfisema
10. Prognosis
Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian
setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum
adanya penggunaan kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma
wanita dua kali lipat : penderita asam pria. Selain itu, angka kematian pada
serangan asma dengan usia lebih tua terjadi lebih banyak. Jika serangan asma
diketahui dan di mulai sejak anak-anak dan mendapat pengawasan yang cukup
16
kira-kira setelah 20 tahun, maka hanya 1% yang tidak sembuh, dan di dalam
pengawasan tersebut apabila sering mengalami commond cold, 29% nya akan
mengalami serangan ulangan.3
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten, angka kematiannya
adalah 2%, sedangkan angka kematian pada penderita dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%.3
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nn.A
Umur : 18 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar SMA
Status : Belum menikah
Masuk RS : 07 April 2014
Pemeriksaan : 07 April 2014
17
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 14 tahun yang lalu, pasien sering mengeluhkan sesak napas, terutama
setelah kelelahan bermain. Sesak juga muncul saat udara dingin dan terkena
debu. Pasien dibawa ke dokter, keluhan berkurang.
- 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak napas yang hilang timbul. Terutama
timbul pada malam hari sekitar pukul 01.00. Sesak napas makin berat jika
udara dingin dan banyak melakukan akitvitas. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak berwarna putih dan hijau pada pagi hari, darah (-), demam (-), nyeri
dada (-). Pasien berobat ke RS swasta di Pekanbaru diberi obat yang dihirup,
keluhan berkurang.
- Sejak 2 bulan SMRS pasin mengeluhkan sesak napas disertai batuk berdahak
berwarna hijau. Sesak bertambah ketika beraktivitas berat, hujan dan terkena
debu. Sesak berkurang setelah berobat. Sesak napas dirasakan muncul 2 kali
dalam seminggu, menganggu aktivitas. Sesak timbul terutama pada malam hari
sehingga mengganggu tidur.
- Sejak 3 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas disertai batuk berdahak
berwarna hijau. Sesak muncul pada saat hujan. Pasien dibawa ke RS swasta,
diberi obat dan keluhan berkurang.
- Sejak 2 jam SMRS pasien mengeluhkan sesak napas saat pasien menggunakan
kipas angin, sesak dirasakan semakin berat sehingga tidak bisa tidur, pasien
18
berkeringat dingin, sesak disertai batuk berdahak, dahak berwarna putih, tidak
berdarah, dan tidak ada demam. Sesak napas bertambah bila pasien batuk,
napas berbunyi ”ngik”. Pasien dibawa berobat ke RSUD Arifin Achmad dan
dirawat inap.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 14 tahun yang lalu.
- Riwayat sering bersin di pagi hari
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita asma
- Ayah pasien memiliki riwayat alergi terhadap ikan tongkol, sering
bersin di pagi hari (+).
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien adalah pelajar SMA
- Alergi makanan (+) udang
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran : komposmentis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 82x/menit
- Napas : 24x/menit
- Suhu : 36,60C
Pemeriksaan Fisik
Kepala
19
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH20
Toraks
Paru:
- Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, penggunaan otot bantu napas (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi :
Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra SIC V
Batas jantung kiri : 2 jari medial linea midclavicula sinistra SIC V
- Auskultasi : Suara jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak datar, scar (-)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-), CRT < 2 detik.
Pemeriksaan Penunjang
20
Tanggal 07 April 2014
- Laboratorium darah rutin
Hb : 15,7 g/dl
Hematokrit: 46,7 gr %
Leukosit : 14,1 x 10-3/uL
Trombosit : 369 x 10-3/uL
RESUME
Nn. A, 18 tahun datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 jam
SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak sudah dirasakan sejak 14 tahun yang lalu
hilang timbul, terutama muncul pada malam hari. Sesak napas timbul bila pasien
banyak melakukan aktivitas, udara dingin dan terkena debu. Sesak napas yang
berat pada malam hari dirasakan 2 kali dalam seminggu dan menganggu aktivitas
dan tidur. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak, dahak berwarna putih dan
kadang hijau, tidak berdarah dan tidak ada demam. Sesak napas bertambah bila
pasien batuk, dan napas berbunyi ”ngik”.
Dari pemeriksaan fisik wheezing pada kedua lapangan paru. Hasil
pemeriksaan darah rutin dalam batas normal.
DAFTAR MASALAH
1. Asma bronkial persisten sedang
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : hindari faktor pencetus, tirah baring.
Farmakologi :
21
- O2 nasal canul 4 L/menit
- IVFD Dekstrose 5% drip aminofilin 240 mg/12 jam
- Injeksi Metil Prednisolon 3 x 125 mg
- Ambroxol syr 3x1
- Nebulizer (combivent) 4x1 hari
Follow Up
Selasa, 08 April 2014
S : Sesak napas (-), batuk berdahak (+)
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 110/70 mmHg RR : 22 x/mnt
N : 80 x/menit T : 36,10C
A : Asma bronkial dengan derajat persisten sedang dengan keadaan umum baik,
pasien boleh pulang
P :
O2 2 L/menit
Injeksi Metil Prednisolon 4 x 125 mg
Ambroxol syr 3x1
22
Nebulizer (combivent)
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial persisten sedang
karena sesak napas muncul setiap hari dan gejala yang timbul pada malam hari >
2 kali/minggu sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak terutama timbul
pada malam hari. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan adanya ronki dan
wheezing pada kedua lapangan paru. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu
penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik.
Pada pasien ini, gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat
dengan pemicu udara dingin, debu dan kelelahan fisik. Frekuensi asma mungkin
memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus
mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokonstriksi.
Pengobatan asma antara lain menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat
dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan pemberian
bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
23
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian
kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
penyakit Dalam FKUI, 2006. 981-84.
2. Surjanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia
2008;28. 88-95.
3. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam (Harrison’s principles of Internal Medicine). Isselbacher
KJ et al, editor. Jakarta : EGC, 2000. 1311-18.
24
4. Marleen FS, Yunus F. Asma pada Usia Lanjut. Jurnal Respirologi
Indonesia 2008;28. 165-73.
5. Almazini P. Penghambat TNF-alfa untuk Asma Berat. 2008. http://
myhealing.wordpress.com [diakses 08 April 2014].
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian
Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005.
Pekanbaru: FK UNRI, 2006.
7. Asma bronkial. 2008. http://www.medicastore.com [diakses 08 April
2014].
8. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003.
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, 2003.27.
9. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 1989. 1-11.
10. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten
Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1.45
11. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004.3-79.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
477-82.
13. Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001.21-27.
14. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, 2000. 196-224.
25
15. Tanjung D. Asma Bronkial. 2003. http://library.usu.id [diakses 08 April
2014].
26