ASKEP KUSTA

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA KUSTADiajukan untuk memenuhi

Tugas mata ajar KMB 3

Disusun oleh:

Agida De Argarinta

NIM P.17420110035

Narwastu Elia PurnamaNIM P.17420110054JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

SEMARANG

2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas terselesaikannya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Penderita Kusta. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3(KMB 3). Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, antara lain:

1. Ibu Sri Utami Dwiningsih. Selaku dosen koordinator mata kuliah KMB 3.

2. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusun sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, dan mohon maaf jika ada kesalahan karena penyusun sadar bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penyusun menerima kritik dan saran yang membangun

Semarang, Desember 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiBAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan1BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA KUSTA

2.1 Pengertian 32.2 Etiologi 32.3 Manifestasi Klinik 32.4 Klasifikasi 52.5 Patofisiologi72.6 Pemeriksaan Penunjang72.7 Pengobatan92.8 Asuhan Keperawatan 9BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 183.2 Saran 18DAFTAR PUSTAKA 19BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan selanjutnya dapat menyerang organ-organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997).Saat ini penderita penyakit kusta masih terhitung cukup tinggi di Indonesia. Sedangkan masih banyak tenaga kesehatan yang menjauhi penderita kusta karena mereka takut tertular. Tentu hal ini cukup menyulitkan untuk menghilangkan penyebarluasan penyakit kusta ini.

Kurangnya informasi terhadap masyarakat terhadap kusta sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit ini. Maka dari itu, kami akan menjelaskan mengenai penyakit kusta beserta asuhan keperawatannya.1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian dari penyakit kusta ?

1.2.2 Apakah etiologi dari penyakit kusta ?

1.2.3 Bagaimanakah manifestasi klinik yang ditimbulkan dari penyakit kusta ?

1.2.4 Bagaimanakah klasifikasi dari penyakit kusta ?

1.2.5 Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit kusta ?

1.2.6 Apakah pemeriksaan penunjang dari penyakit kusta ?

1.2.7 Bagaimanakah pengobatan pada penyakit kusta ?

1.2.8 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada penderita kusta ?1.3Tujuan

1.3.1 Menjelaskan pengertian dari penyakit kusta.

1.3.2 Menerangkan etiologi dari penyakit kusta.

1.3.3 Menjelaskan manifestasi klinik yang ditimbulkan dari penyakit kusta.

1.3.4 Menjelaskan klasifikasi dari penyakit kusta.

1.3.5 Menerangkan patofisiologi dari penyakit kusta.

1.3.6 Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit kusta.1.3.7 Menjelaskan pengobatan pada penyakit kusta.1.3.8 Menjelaskan asuhan keperawatan pada penderita kusta.BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA

2.1PENGERTIAN

Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan selanjutnya dapat menyerang organ-organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997).

Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998).

Penyakit ini terutama menyerang pada masyarakat dinegara-negara berkembang dan menimbulkan dampak psikologis, sosial dan ekonomi.2.2ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang sel saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Kuman penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GH. Armouer Hansen pada tahun 1874 di Norwegia.Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.2.3MANIFESTASI KLINIK

Menurut WHO (1995), seseorang didiagnosis menderita penyakit kusta apabila terdapat satu dari tanda berikut :

1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.

Lesi kulit dapat tunggal ataupun multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul atau nodul.

2. BTA Positif.

Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.Tanda-tanda yang umum ditemukan pada penderita kusta adalah : Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia

Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.

Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit

Alis rambut rontok

Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)

Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :

Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

Anoreksia.

Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.

Cephalgia.

Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali. Neuritis.

Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan periksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakan diagnosis kusta atau penyakit lain.2.4KLASIFIKASI

Menurut Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu Pause Basilier (PB) dan Multi Basier (MB).No.Kelainan kulit & hasil pemeriksaanPause BasilerMultiple Basiler

1Bercak (makula)jumlahukurandistribusi

konsistensibataskehilangan rasa pada bercakkehilangan berkemampuan berkeringat,berbulu rontok pada bercak.1-5Kecil dan besarUnilateral atau bilateral asimetrisKering dan kasarTegasSelalu ada dan jelasBercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak

BanyakKecil-kecilBilateral, simetrisHalus, berkilatKurang tegasBiasanya tidak jelas, jika ada terjadi pada yang sudah lanjutBercak masih berkeringat, bulu tidak rontok.

2Infiltratkulit

membrana mukosa tersumbat perdarahan dihidungTidak ada

Tidak pernah adaAda,kadang-kadang tidak adaAda,kadang-kadang tidak ada

3Ciri hidungcentral healing

penyembuhan ditengaha.punched out lessionb.medarosisc.ginecomastiad.hidung pelanae.suara sengau

4NodulusTidak adaKadang-kadang ada

5Penebalan saraf tepiLebih sering terjadi dini, asimetrisTerjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari 1 dan simetris

6Deformitas cacatBiasanya asimetris terjadi diniTerjadi pada stadium lanjut

7ApusanBTA negatifBTA positif

Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas dua jenis yaitu:1.Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)Merupakan bentuk yang tidak menularKelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggiPada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelasKomplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari pada bentuk basahPemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebabBentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi2.Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lainJumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kustaKelainan kulit bisa berupa bercak kemerahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak, juga terlihat benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang tersebar di badan, muka dan daun telingaSering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidungKecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakitPada bentuk yang parah bisa terjadi muka singa (facies leonina)Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan (tipe borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.2.5PATOFISIOLOGI

Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh terhadap masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem immunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem immunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.Teori yang paling banyak digunakan adalah penularan melalui kontak/sentuhan yang berlangsung lama, namun berbagai penelitian mutakhir mengarah pada droplet infection yaiut penularan melalui selaput lendir pada saluran napas. M. leprae tidak dapat bergerak sendiri dan tidak menghasilkan racun yang dapat merusak kulit, sedangkan ukuran fisiknya yang lebih besar dari pada pori-pori kulit. Oleh karena itu, M. leprae yang karena sesuatu hal menempel pada kulit kita, tidak dapat menembus kulit jika tidak ada luka pada kulit.2.6PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan BakteriologisKetentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:1.Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.2.Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.3.Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.4.Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:a.Cuping telinga kiri atau kananb.Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain5.Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:a.Tidak menyenangkan pasienb.Positif palsu karena ada mikobakterium lainc.Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.d.Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.6.Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:a.Semua orang yang dicurigai menderita kustab.Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kustac.Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obatd.Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali7.Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett8.Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps. Indeks Bakteri (IB):Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:0:bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang1:bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang2:bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang3:bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang4:bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang5:bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang6:bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang Indeks Morfologi (IM)Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.2.7PENGOBATAN

Sejak tahun 1941, digunakan DDS (Diethil-Diphenyl-Sulphone) yang dikenal juga sebagai Dapson dengan lama pengobatan seumur hidup. Sejak 1982 WHO memperkenalkan MDT (multiple drug therapi),yang di Indonesia dimulai sejak 1983 dengan menggunakan Rifampicin dan DDS (untuk kusta kering dengan lama pengobatan 6 bulan) dan untuk kusta basah masih ditambah dengan lamparene dengan lama pengobatan 2 tahun. Panduan terbaru dari WHO menyatakan bahwa untuk pengobatan kusta basah cukup satu tahun saja. Dengan pengobatan MDT, Micobacterium Leprae di dalam tubuh penderita akan mati dalam 2 kali 24 jam. Pada beberapa keadaan, ada Mycobacterium Leprae yang tidur (dormant) dimana metabolismenya praktis nol, sehingga walaupun ada obat yang mematikan namun kuman tetap tidak mengambilnya karena memang tidak mengambil bahan makanan sama sekali sehingga tetap hidup.

Diharapkan selama masa pengobatan tersebut, kuman kuman terbangun sedikit demi sedikit sehingga pada saat masa pengobatan selesai seluruh kuman telah musnah. Pada panderita kusta pengobatan berlangsung 6 hingga 12 bulan. Sebab sesuai dengan jenisnya (ada kusta basah dan kusta kering). Selama pengobatan, penderita harus secara rutin, teratur sampai sembuh.2.8ASUHAN KEPERAWATAN

2.8.1PENGKAJIAN

a. Riwayat kesehatan sebelumnyab. Bentuk lesic. Adakah tanda-tanda infeksid. Adakah nyerie. Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang samaf. Sudahkah pasien berobat untuk menyembuhkan lesi2.8.2DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

b. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurunun.f. Gangguan interaksi social berhubungan dengan persepsi penampilan.g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap perawatan kulit.h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.2.8.3INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

Tujuan: Untuk memelihara integritas kulit atau mencapai penyembuhan tepat waktu.

Intervensi:

Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.Rasional : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan lakukan intervensi yang tepat.

Pertahankan atau instruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.Rasional : Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.

Gunting kuku secara teraturRasional : Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan resiko kerusakan dermal.

Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.Rasional : Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan yang sesuai.

Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.

Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.Rasional : Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan.b. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.Tujuan: Untuk mengurangi rasa gatal sehingga tercapai kenyamanan pasien.Intervensi :

Upayakan untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman.Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan .

Mencapai hasil-hasil observasi secara rinci dengan memakai terminology deskriftif.Rasional : Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan diagnosis dan pengobatan. Banyak kondisi tampak serupa tapi mempunyai etiologi yang berbeda.

Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi.Rasional : Lesi yang menyeluruh terutama dengan awitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap obat.

Pertahankan kelembaban kira-kira 60%. Gunakanlah alat pelembab.Rasional : Dengan kelembaban yang rendah kulit akan kehilangan air.

Pertahankan lingkungan dingin .Rasional : Kesejukan mengurangi gatal.

Gunakan sabun ringan (dove) atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitive (Neutrogena, aveno ).Rasional : Upaya ini mencakup tidak adanya larutan detergen, zat pewarna atau bahan pengeras. Lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan ditempat tidur.Rasional : Meningkatkan lingkungan yang sejuk.

Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringanRasional : Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.

Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen ,pembersih dan pelarut.Rasional : Setiap substansi yang menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.

Membantu pasien menerima terapi yang lama yang diperlukan pada tahap penyembuhan.Rasional : Tindakan koping biasanya akan meningkatkan kenyamanan.

Menasehati pasien untuk menghindari pemakaian salep atau lotion yang diberi tanpa resep dokter.Rasional : Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus.

Tujuan: Untuk mencapai istirahat tidur yang cukup.Intervensi :

Menasehati pasien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.Rasional : Udara yang kering menimbulkan rasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.

Menjaga agar kulit agar selalu lembab .Rasional : Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat dikendalikan tetapi dapat disembuhkan.

Menjaga jadwal tidur yang teratur.Pergi tidur pada saat yang sama dan bangun pada saat yang sama.Rasional : Dengan jadwal tidur yang teratur akan terpenuhi kebutuhan tidur klien.

Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur malam hari.Rasional : Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam sesudah dikomsumsi.

Melaksanakan gerak badan secara teratur .Rasional : Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada malam hari.

Mengerjakan hal-hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.Rasional : Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.

Tujuan : Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diriIntervensi :

Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak terhadap kondisi kulitnya).Rasional : Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.

Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.Rasional : Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.

Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi) untuk mengespresikan berduka atau anseitas tentang perubahan citra tubuh.Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri.

Bersikap realistic selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan.Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat. Berikan harapan dalam parameter situasi individu: jangan memberikan keyakinan yang salah.Rasional : Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita.

Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi.Rasional : Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga.e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun. Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasiIntervensi :

Ukur tanda-tanda vital termasuk suhuRasional : Memberikan imformasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menujukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru, dimana obat tidak lagi secara efektive mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

Tekankan pentingnya tekhnik cuci tanganyang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasienRasional : Mengcegah kontaminasi silang; menurungkan resiko infeksi.

Gunakan saputangan , masker dan tekniik aseptik selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baruRasional : Mengcegah terpajan pada organisme infeksius.

Observasi lesi secara periodicRasional : Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi.

Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi yang baik. Periksa pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.Rasional : Mengurangi patogen pada system integument dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.

Berikan preparat antibiotic yang diresepkan dokter.Rasional : Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi.f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya imformasi terhadap perawatan kulit.Tujuan : Klien mendapatkan imformasi yang adekuat tentang perawatan kulit.Intervensi :

Tentukan apakah pasien mengetahui (memahami dan salah mengerti) tentang kondisi dirinya.Rasional : Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.

Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan persepsi / informasi.

Rasional : Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan manfaat dan merasa lebih.

Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya jadwal dalam minum obat.Rasional : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

Jelaskan penatalaksanaan minum obat: dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.Rasional : Meningkatkan partisipasi klien, mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

Berikan nasehat pada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi serta lotion kulit.Rasional : Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga, pemberian lotion untuk melembabkan kulit akan mencegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak dan bersisik.

Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat.Rasional : Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang.perubahan pada kulit dapat mendakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.

Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi.Rasional : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang kontinu dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan: Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerima perubahan status kesehatannya dengan cara sehat.Intervensi :

Berikan penjelasan yang sering dan informasi tentang prosedur perawatan.

Rasional : Pengetahuan diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama.

Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan.Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama, menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa.

Kaji status mental terhadap penyakit Rasional : Pada awalnya pasien dapat menggunakan penyangkalan untuk menurunkan dan menyaring informasi secara keseluruhan.

Berikan orientasi konstan dan konsisten.Rasional : Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.

Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya.Rasional : Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.

Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur.Rasional : Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.

Identifikasi metode koping atau penanganan situasi stress sebelumnya.Rasional : Perilaku masalalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini.

Dorong keluarga atau orang terdekat mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi pada keluarga. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.Rasional : Mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambungan hidup.

Berikan sedative ringan sesuai indikasi.Rasional : Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis.BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanPenyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan selanjutnya dapat menyerang organ-organ tubuh lain seperti kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997).

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang sel saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.Menurut WHO (1995), seseorang didiagnosis menderita penyakit kusta apabila terdapat satu dari tanda berikut : Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas, serta BTA Positif.Menurut Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu Pause Basilier (PB) dan Multi Basier (MB). Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas dua jenis yaitu: Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid), Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa).Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh terhadap masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem immunitas seluler (cellular mediated immune) pasien.Pemeriksaan penunjang penyakit kusta adalah Pemeriksaan Bakteriologis dengan mengambil sempel , Indeks Bakteri (IB), merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Indeks Morfologi (IM), merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.Sejak tahun 1941, digunakan DDS (Diethil-Diphenyl-Sulphone) yang dikenal juga sebagai Dapson dengan lama pengobatan seumur hidup. Sejak 1982 WHO memperkenalkan MDT (multiple drug therapi),yang di Indonesia dimulai sejak 1983 dengan menggunakan Rifampicin dan DDS (untuk kusta kering dengan lama pengobatan 6 bulan) dan untuk kusta basah masih ditambah dengan lamparene dengan lama pengobatan 2 tahun.Diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu: a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

b. Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurunun.f. Gangguan interaksi social berhubungan dengan persepsi penampilan.g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap perawatan kulit.h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.3.2 SaranDengan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan penyakit kusta, diharapkan masyarakat yang terutama petugas kesehatan seperti perawat tidaklah lagi merasa takut tertular penderita kusta. Karena tugas seorang perawat adalah merawat pasien hingga pasien sehat secara fisik maupun jiwanya.DAFTAR PUSTAKAArief Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.Ditjen PPM dan PLP. 1996. Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta.

Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC.RSUD Tugurejo Semarang Ruang Kusta. 2002. Standar asuhan keperawatan. Propinsi Jawa TengahSjamsoe Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.http://iwansaing.wordpress.com/2009/06/09/morbus-hansen/