22
1 Model Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca dari Sampah Rumah Tangga menggunakan Pendekatan Sistim Dinamik Teuku Azuar Rizal Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Teknik Kimia 1 Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ABSTRAK Tulisan ini bertujuan melakukan simulasi mitigasi emisi gas rumah kaca dari sampah di Kota Banda Aceh. Pemodelan untuk pelaksanaan simulasi ini dikembangkan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Skenario mitigasi pembentukan emisi dilakukan dengan menggunakan pendekatan resource recovery. Simulasi dengan software powersim ini memperlihatkan adanya potensi pembentukan emisi yang dapat dicegah. Pada saat yang sama diperlihatkan pula adanya potensi pendapatan dari sektor pengomposan, penjualan barang daur ulang, dan perolehan dari skema clean development mechanism (CDM). Pada skenario pengelolaan minimum, dengan asumsi produksi 1 ton kompos per hari, maka akan didapatkan total pengurangan emisi sebesar 200.000 megagram CO 2 E, dengan potensi income dari CDM mencapai Rp. 20 Milyar selama 30 tahun. Sedangkan dari sektor penjulan kompos dan material daur ulang masing-masing mencapai Rp. 31 Milyar dan Rp. 35 Milyar, sehingga total pendapatan adalah 86 milyar selama masa 30 tahun operasional. Jika diasumsikan hanya sekitar 60% saja dari total pendapatan ini dapat terealisasi, maka total potensi pendapatan ini adalah Rp.51,6 Milyar atau Rp.1,72 Milyar per tahun. Simulasi juga memperlihatkan bahwa usia pakai TPA adalah 21 tahun. Selain itu diperlihatkan pula adanya pembentukan kompos sebesar 17,8 juta kg. Lebih lanjut simulasi ini dapat dijalankan pada berbagai kondisi skenario yang diinginkan oleh para pihak (stakeholder). Kata Kunci: Mitigasi Emisi, Gas Rumah Kaca, Sistem Dinamik, Powersim PENDAHULUAN Sampah merupakan salah satu sumber penghasil Gas Rumah Kaca (GRK) yang cukup besar. Interpretasi terbaru menunjukkan bahwa emisi CH 4 menyumbang peningkatan sebesar sepertiga dari total GRK-tercampur (well-mixed GHG) antara tahun 1750 dan hari ini. Padahal sebelumnya laporan IPCC menyatakan bahwa peningkatan CH 4 di atmosfer hanya sekitar seperenam dari total efek GRK-tercampur terhadap pemanasan global. Studi oleh NASA Goddard Institute for Space Studies, New York, NY, menunjukkan bahwa CH 4 cukup kuat namun berumur relatif lebih pendek dibandingkan dengan CO 2 , Jika CH 4 dapat dikontrol, maka pemanasan global dapat dikurangi lebih dari 1 Tesis ini telah diseminarkan pada tanggal 09 Januari 2011 di Program Pasca Sarjana Magister Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Artikel Tesis Final - Bahasa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Tesis Final - Bahasa

1

Model Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca dari

Sampah Rumah Tangga menggunakan Pendekatan

Sistim Dinamik

Teuku Azuar Rizal

Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Teknik Kimia1

Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan melakukan simulasi mitigasi emisi gas rumah kaca dari sampah di

Kota Banda Aceh. Pemodelan untuk pelaksanaan simulasi ini dikembangkan

menggunakan pendekatan sistem dinamik. Skenario mitigasi pembentukan emisi

dilakukan dengan menggunakan pendekatan resource recovery. Simulasi dengan software

powersim ini memperlihatkan adanya potensi pembentukan emisi yang dapat dicegah.

Pada saat yang sama diperlihatkan pula adanya potensi pendapatan dari sektor

pengomposan, penjualan barang daur ulang, dan perolehan dari skema clean development

mechanism (CDM). Pada skenario pengelolaan minimum, dengan asumsi produksi 1 ton

kompos per hari, maka akan didapatkan total pengurangan emisi sebesar 200.000

megagram CO2E, dengan potensi income dari CDM mencapai Rp. 20 Milyar selama 30

tahun. Sedangkan dari sektor penjulan kompos dan material daur ulang masing-masing

mencapai Rp. 31 Milyar dan Rp. 35 Milyar, sehingga total pendapatan adalah 86 milyar

selama masa 30 tahun operasional. Jika diasumsikan hanya sekitar 60% saja dari total

pendapatan ini dapat terealisasi, maka total potensi pendapatan ini adalah Rp.51,6 Milyar

atau Rp.1,72 Milyar per tahun. Simulasi juga memperlihatkan bahwa usia pakai TPA

adalah 21 tahun. Selain itu diperlihatkan pula adanya pembentukan kompos sebesar 17,8

juta kg. Lebih lanjut simulasi ini dapat dijalankan pada berbagai kondisi skenario yang

diinginkan oleh para pihak (stakeholder).

Kata Kunci: Mitigasi Emisi, Gas Rumah Kaca, Sistem Dinamik, Powersim

PENDAHULUAN

Sampah merupakan salah satu sumber penghasil Gas Rumah Kaca (GRK) yang

cukup besar. Interpretasi terbaru menunjukkan bahwa emisi CH4 menyumbang

peningkatan sebesar sepertiga dari total GRK-tercampur (well-mixed GHG) antara tahun

1750 dan hari ini. Padahal sebelumnya laporan IPCC menyatakan bahwa peningkatan

CH4 di atmosfer hanya sekitar seperenam dari total efek GRK-tercampur terhadap

pemanasan global. Studi oleh NASA Goddard Institute for Space Studies, New York, NY,

menunjukkan bahwa CH4 cukup kuat namun berumur relatif lebih pendek dibandingkan

dengan CO2, Jika CH4 dapat dikontrol, maka pemanasan global dapat dikurangi lebih dari

1 Tesis ini telah diseminarkan pada tanggal 09 Januari 2011 di Program Pasca Sarjana Magister

Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Page 2: Artikel Tesis Final - Bahasa

2

apa yang disangka hari ini, dan ini bisa menjadi suatu hasil yang sangat positif (US EPA,

2010; Ramanujan, 2007).

Terlepas dari berbagai silang pendapat yang menyertai teori pemanasan global,

perubahan iklim dirasakan semakin nyata saat ini. Sebagai contoh adalah hujan es yang

melanda kota Lhokseumawe baru-baru ini 6/5/2011 (Tribunnews, 2011). Pengurangan

emisi tetap menjadi salah satu target penting yang ingin dicapai dunia dalam upaya

mitigasi dampak perubahan iklim akibat perubahan temperatur global, dan sejumlah besar

komitment pendanaan telah disiapkan hingga 2020, meskipun mekanisme untuk

melaksanakan kegiatan pengelolaan emisi sebagai skema pengganti protokol kyoto masih

belum disepakati (America.gov, 2009).

Dengan diberlakukannya UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang

mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sampah secara aman dan

higienis, maka tentu saja hal ini tampak seperti memberi tambahan beban baru kepada

Pemerintah Daerah. Pendekatan ujung pipa (end-of-pipe) yang menjadi solusi populer

hari ini sangat menitikberatkan pada hasil akhir produk yang tidak dimanfaatkan lagi

dengan mengabaikan asalnya. Pendekatan ini telah melahirkan pengembangan sistem dan

Teknologi Pembuangan dan urug (disposal/landfilling), insinerasi, daur ulang dan daur

pakai (reuse). Teknologi pembuangan memiliki dampak pembiayaan yang relatif tinggi

jika diterapkan di negara-negara berkembang (Sundberg et al., 1994).

Pemko Banda Aceh sendiri semakin terjepit dengan kenyataan bahwa sejumlah

besar anggaran tahunan kota terserap untuk belanja pegawai. Sumber dari kantor walikota

menyebutkan bahwa, lebih dari 60% dana APBD telah terpakai untuk belanja pegawai

dan sisanya untuk kegiatan pembangunan (Syaifuddin, 2010). Hal ini tentu saja

berdampak kepada sektor pengelolaan sampah, bahkan hingga akhir tahun 2010,

pemerintah belum dapat mengalokasikan sejumlah dana sebagai rencana persiapan

penggantian dan penambahan kendaraan operasional pengelolaan sampah. Di sisi lain,

pendapatan dari retribusi sampah belum memadai, yang hanya mencapai sekitar Rp.2

milyar atau 22% dari target pencapaian (2009/2010). Sayangnya, angka ini belum dapat

mencukupi biaya dari total Rp.14,2 M per tahun untuk pembiayaan operasional dan

pemeliharaan (O&P) serta pemenuhan gaji pegawai non struktural (Mirzayanto, 2011).

Undang-undang No. 18/2008 juga mewajibkan penghasil sampah untuk

mengelola sampah yang dihasilkan tersebut secara mandiri maupun dikontrakan kepada

pihak ketiga (rekanan). Hal ini membuka jalan bagi penerapan model pengelolaan

sampah kota secara desentralisasi. Model ini menekankan pengelolaan sampah dilakukan

di banyak tempat dan tidak memusat pada TPA, sehingga TPA hanya akan dimanfaatkan

sebagai tempat pembuangan residu sampah atau yang tidak dapat dimanfaatkan kembali

(Tchobanoglous, Kreith, 2002).

Secara umum, komposisi sampah Kota Banda Aceh merupakan campuran

organik dan anorganik. Secara informal, sebagian dari kegiatan pengelolaan sampah

secara desentralisasi ini sudah dilakukan oleh banyak individual, yaitu para pemulung dan

pengepul. Meskipun demikian, para individu ini lebih menekankan pada pengelolaan

sampah non-organik saja, sedangkan sampah organik belum mendapatkan perhatian lebih.

Padahal, penggabungan konsep pengomposan dengan konsep daur ulang lebih

menunjukan hasil yang nyata dalam pengelolan sampah (Hoornweg, Otten, 1999). Dari

sektor pengelolaan sampah anorganik ini sendiri perputaran uang diyakini cukup besar

sekaligus mempekerjakan banyak orang.

Jika saja Pemda dapat merubah paradigma terhadap sampah, maka Pemda sangat

berpeluang menjadikan sampah sebagai sumber tambahan pendapatan daerah. Potensi

pendapatan yang dimaksud dapat bersifat langsung, yakni dari pengelolaan sampah

sebagai kompos, penjualan barang-barang daur ulang ataupun melalui perolehan dana

Page 3: Artikel Tesis Final - Bahasa

3

pengurangan emisi melalui mekanisme pembangunan bersih (Clean Development

Mechanism , CDM).

Paparan diatas, semakin menguatkan kebutuhan akan adanya metode pengelolaan

sampah yang lebih komprehensif dan berbiaya rendah, serta mampu mengurangi emisi

secara signifikan. Sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk dapat memenuhi

kebutuhan ini.

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini akan mengamati interaksi menyeluruh terhadap

aspek-aspek yang terlibat dalam sistem pengelolaan sampah Kota Banda Aceh

menggunakan pendekatan sistem dinamik. Tujuan utama adalah untuk menghitung

seberapa banyak potensi pengurangan emisi yang dapat diperoleh melalui pengelolaan

sampah Kota Banda Aceh yang menerapkan metode pengelolaan sampah secara resource

recovery. Selanjutnya adalah untuk mengestimasi keuntungan yang dapat diperoleh jika

pengelolaan sampah Kota Banda Aceh diasumsikan berjalan menggunakan pendekatan

resource recovery. Keuntungan yang diharapkan adalah adanya income yang signifikan

dari kegiatan pengelolaan sampah secara resource recovery, terutama dari sektor

penjualan kompos, barang daur ulang dan kompensasi Clean Develompment Mechanism

(CDM).

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam menyusun rencana

kegiatan pengelolaan sampah Kota Banda Aceh. Dan model yang dikembangkan tersebut

dapat lebih disempurnakan hingga menjadi sistem penunjang keputusan (Decission

Support System) dan dapat bermanfaat dalam membantu para pihak (stakeholders) untuk

mengambil keputusan terkait.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan Emisi dari Pengelolaan Sampah

Ada sejumlah gas yang dianggap sangat bertanggung jawab dalam meningkatkan

emisi di atmosfer. US EPA mencatat bahwa konsentrasi saat ini dan proyeksi dari enam

GRK, dalam kondisi bercampur, yaitu karbon dioksida (CO2), metan (CH4), nitrogen

oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan heksafluorida sulfur

(SF6); di atmosfer, sangat mengancam kesehatan masyarakat dan kesejahteraan generasi

sekarang dan masa depan. Hampir ke-semua zat hasil kegiatan manusia tersebut

ditambahkan ke atmosfer dalam jumlah yang dominan dengan jumlah yang tidak

seimbang.

Total emisi gas-gas utama penyebab pemanasan global antara lain adalah CO2

sebesar 72%, CH4 sekitar 18% serta N2O sebanyak 9 % dan gas lain sebesar 1%.

Meskipun CH4 hanya berkisar 19% dari nilai keseluruhan, akan tetapi CH4 memiliki

potensi pemanasan global sebesar 21 kali menurut IPCC tahun 1996 (angka ini direvisi

menjadi 25 kali menurut laporan IPCC AR4 2007). Selanjutnya, dari 18% total emisi CH4,

maka 18,1% nya yang berasal dari sektor pengelolaan sampah. Pengurangan jumlah

sampah dengan menggunakan metode pengomposan merupakan salah satu solusi terbaik

yang dapat dilakukan. Pengomposan tidak memerlukan biaya yang mahal, mampu

mengurangi lebih dari 50 % timbulan sampah, efektif pengurangan gas rumah kaca, serta

berpotensi menghasilkan produk akhir yang mempunyai nilai ekonomis. Sehingga

penggabungan konsep pengomposan dengan konsep daur ulang lebih menunjukan hasil

yang nyata dalam pengelolaan sampah (Hoornweg, 1999).

Page 4: Artikel Tesis Final - Bahasa

4

Di Kota Banda Aceh, sebagian sampah rumah tangga umumnya dibuang ke

pekarangan, sedangkan sebagian lagi di buang ke TPS. Sampah-sampah ini kemudian

diangkut oleh petugas menggunakan becak secara door to door di tingkat desa lalu

dikumpulkan di TPS untuk seterusnya di angkut dengan truk ke TPA. Sebagian sampah

anorganik, yang masih bernilai ekonomi, diambil oleh pemulung dan petugas

pengangkutan sebagai sumber tambahan pendapatan. Komposisi sampah organik di

Banda Aceh mencapai 70%, dan merupakan pangsa terbesar Fraksi sampah campuran

adalah komposisi yang kedua terbesar, secara teknis kandungannya didominasi oleh

bahan plastik kemasan (Lederer, 2008). Kepadatan sampahnya berkisar antara 250–325

kg/m3. Namun DKP Banda Aceh menggunakan angka perkiraan kepadatan sampah

(waste density estimate) sebagaimana yang perkirakan oleh Lederer yaitu sebesar 250

kg/m3 (DKP, 2007; EnviroSolution, 2008).

Daur Ulang dan Resource Recovery

Penerapan kegiatan daur ulang (recycling), daur pakai (reuse), pengomposan,

waste-to-energy (WTE) maupun kegiatan-kegiatan lainnya merupakan bagian dari proses

material recovery atau resource recovery karena bertujuan menghemat sumber daya

material dan sumber daya energi. Sampah telah dianggap sebagai sumber bahan baku

material alternatif yang mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya murni di alam.

Material yang telah diselamatkan tersebut masih dapat digunakan untuk jangka waktu

(life cycle) tertentu. Meskipun demikian, banyak material yang dapat ditemukan di dalam

sampah masih belum tentu bisa dimanfaatkan kembali karena keterbatasan pasar dan

teknologi yang ada saat ini (Cheremisinoff., 2003). Sektor ini sangat membantu

pengelolaan sampah kota besar. Lagipula untuk membangun sistem daur ulang formal

dan komprehensif dibutuhkan biaya yang cukup besar. Pemulung cukup berjasa dalam

mengurangi biaya pengelolaan sampah secara umum (Assaad, 1996). Pemulung dan

sebagian pekerja formal menambah pendapatan mereka dengan mengambil sampah yang

masih bernilai ekonomi (DiGregorio, 1995). Di Banda Aceh sendiri, terdapat lebih kurang

35 buah pusat penampungan bahan daur ulang yang memberikan lapangan kerja bagi

sekitar 100 orang. Di TPA sendiri ada sekitar 40 orang yang menggantungkan hidupnya

dengan memulung bahan daur ulang dan menjualnya ke 5 pedagang perantara, untuk

kemudian dipisahkan dan dijual ke pembeli di Medan (DKP, 2007). Jumlah rata-rata

bahan daur ulang per agen sekita 714 kg/hari (Lederer, 2008). Sebagai Gambaran, sebuah

sub-sektor pencacahan plastik kapasitas 250 kg per hari, mempekerjakan 20 orang

pekerja langsung dan sekitar 27 group pekerja tidak langsung dengan keuntungan bersih

sekitar Rp 4 juta – Rp 5 juta per bulan.

Semua bahan organik akan segera terdekomposisi, sampah buah-buahan dan

sayuran, sampah pertanian (kulit pisang, tangkai jagung dan sekam), sampah pekarangan

(daun-daun dan rumput), serbuk gergaji, sampah makanan, bahkan kotoran manusia dan

hewan. (Klundert, Lardinois, 1994). Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan

pengomposan antara lain adalah volume sampah dapat berkurang hingga 80% dan

diubah menjadi kompos sehingga memberikan nilai tambah terhadap sektor pertanian.

Pengomposan mudah diimplementasikan mulai skala rumah tangga dengan modal kecil

hingga industri serta dapat diintegrasikan dengan sektor informal yang ada termasuk

pengumpulan, pemisahan dan daur ulang sampah (Hoornweg, 1999).

Pengendalian Emisi dalam Kerangka Kerja Internasional

Protokol Kyoto (PK) merupakan sebuah perjanjian dimana setiap negara,

terutama negara-negara sedang berkembang dan negara maju, harus memenuhi target

Page 5: Artikel Tesis Final - Bahasa

5

pengurangan emisi. Ada tiga mekanisme berbasis pasar yang ditawarkan dalam PK, yaitu

(UNFCCC, 1998):

1. Emission Trading (Perdagangan emisi/pasar karbon)

2. Clean Development Mechanism (CDM)

3. Joint implementation (JI)

Protokol Kyoto, dirancang untuk membantu negara yang terlibat dalam kegiatan

pengurangan emisi untuk beradaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim. PK

memfasilitasi pengembangan dan penyebaran teknik yang dapat membantu meningkatkan

ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Pendanaan kegiatan adaptasi ini dipenuhi

melalui pembiayaan dari pangsa kegiatan proyek CDM (UNFCCC, 1997).

Sistem Dinamik dalam Pengelolaan Sampah Kota.

Sistem Dinamik, adalah suatu metodologi dan teknik simulasi komputer

pemodelan untuk pembingkaian, pemahaman, dan mendiskusikan isu dan permasalahan

yang kompleks. Konsep utamanya adalah pemahaman tentang bagaimana semua objek

dalam suatu sistem saling berinteraksi satu sama lain (System Dynamics Society, 2011).

Ada dua pertanyaan berkaitan bahwa suatu perilaku (perubahan atau dinamik) dalam

kehidupan individual maupun organisasi, pertanyaan pertama menyangkut mengapa

perilaku itu terjadi (policy analysis) dan bagaimana mengubahnya sedangkan yang kedua

berhubungan dengan kelanjutan perilaku itu pada masa yang akan datang, yang kedua ini

lebih dikenal dengan istilah prediksi (prediction) atau prakiraan (forecasting). Dalam

upaya untuk menjawab ini, maka dapat digunakan suatu model dinamik (Tasrif, 1996).

Tasrif (1996) menjelaskan bahwa pembuatan suatu model menggunakan metodologi

sistem dinamik terdiri atas enam tahap, yaitu : (i) Pola referensi atau identifikasi, (ii)

Hipotesis dinamik (Pengembangan hipotesis dinamik), (iii) Batas model (Boundary

Model), (iv) Penyusunan model (Struktur umpan balik), (v) Pengujian model (validasi

model ) (vi) Analisis kebijakan.

METODOLOGI PENELITIAN

Model dengan sistem dinamik ini mengacu pada pendekatan kualitatif-kuantitatif.

Penggunaan pendekatan berpikir sistem kualitatif (soft system methodology) dalam proses

operasionalnya difasilitasi dengan penggunaan aplikasi komputer (software) powersim

constructor sebagai alat bantu pengungkapan gagasan (cognitive mapping) atau

memformulasikan model sebagai pendekatan berpikir sistem kuantitatif. Pendekatan

berpikir sistem kualitatif digunakan untuk membangun struktur, sedangkan pendekatan

berpikir sistem kuantitatif digunakan untuk mensimulasikan struktur menjadi suatu

perilaku. Penggunaan pendekatan berpikir sistem kualitatif digunakan untuk memahami

kompleksitas sistem dan untuk mendukung proses berpikir intuitif-dialogis, sedangkan

pendekatan berpikir sistem kuantitatif digunakan untuk mendukung proses berpikir

rasional. Dalam proses pemanfaatan pendekatan berpikir sistem kuantitatif-kualitatif, dua

pendekatan ini digunakan secara terpadu sesuai kebutuhan, substansi dan konteks analisis.

Pendekatan kuantitatif juga digunakan untuk menganalisis data yang

dikumpulkan pada satu saat dengan menggunakan data time series. Data time series

dimaksudkan unuk mengetahui trend dari suatu kondisi dan juga untuk mengetahui sebab

akibat pada simulasi pola dinamis. Data yang dikumpulkan dapat juga digunakan untuk

mengetahui kecenderungan perilaku tertentu. Pendekatan kualitatif digunakan untuk

mengambil suatu kesimpulan dari analisis sistem yang akan dilakukan.

Page 6: Artikel Tesis Final - Bahasa

6

Model Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca

Secara umum gambaran sistem yang akan ditinjau dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar tersebut memperlihatkan keseluruhan sistem model pengurangan emisi GRK dari

sampah RT. Di dalamnya juga nampak dengan jelas sejumlah variabel yang terlibat

selama sistem berlangsung. Gambar tersebut juga memperlihatkan gambaran saling

keterkaitan antara variabel-variabel yang terlibat di dalam sistem.

Gambar 1: Model mitigasi emisi GRK dari sampah rumah tangga

Pada dasarnya, peningkatan jumlah sampah [S] sangat erat kaitannya dengan

pertumbuhan penduduk [P]. Sampah yang terbentuk dari rumah tangga, sebagian besar

akan dikumpulkan [SC] sedangkan sebagai yang tidak terjangkau akan tetap tertinggal di

dalam sistem [SNC]. Sebagian sampah yang telah dikumpulkan melalui sistem

transportasi [T] akan dibawa ke fasilitas pemrosesan. Sampah yang akan diproses tersebut

[SP] akan proses menjadi kompos [K], barang daur ulang [ME] dan sebagian yang tidak

terpakai akan menjadi Residu [R]. Sampah yang tidak di proses [SUP] bersama-sama

dengan residu sampah dari kegiatan proses akan dibuang ke TPA [D]. Sampah yang tidak

terkumpul dan yang tidak diproses berpotensi melepaskan emisi [E] ke atmosfer.

Sehingga untuk dapat mengurangi jumlah emisi, maka diperlukan intervensi melalui

peningkatan kegiatan pengolahan sampah [KP]. Untuk meningkatkan jumlah sampah

yang akan diproses, maka perlu dilakukan peningkatan laju pengumpulan sampah [KC].

Pengomposan menyebabkan volume sampah yang dibuang ke TPA mengalami

pengurangan, sehingga potensi pembentukan emisi juga akan berkurang. Pengurangan

emisi dari pengomposan ini, pada dasarnya dianggap bisa dihitung untuk mendapatkan

kompensasi CDM karena mencegah pembentukan metan, namun angka ini harus

dikurangi dengan emisi yang dilepaskan dari penggunaan transportasi dan mesin-mesin

pendukung. Perolehan CDM ini umumnya dapat digunakan kembali untuk mendukung

kegiatan pengelolaan sampah sehingga beban pemerintah daerah menjadi berkurang

dengan harapan dapat menurunkan besaran retribusi yang dianggap membebani penduduk

Kota Banda Aceh. Selain itu, potensi income juga dapat diperoleh melalui penjualan

material daur ulang dan kompos. Secara lebih detail, sistem dinamik sebagaimana yang

diperlihatkan melalui Gambar 1 di atas, dapat dijelaskan pada sub bagian berikut.

Page 7: Artikel Tesis Final - Bahasa

7

Batas Sistem (Sistem Boundary)

Batas-batas sistem dalam penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 2

berikut:

Gambar 2: System Boundary

Input koefesien pengumpulan sampah (Kebijakan no.1) dan koefesien

pemrosesan sampah (Kebijakan no.2) merupakan kebijakan pemerintah yang mendukung

pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah. Kedua kebijakan ini memberi peran penting

bagi output yang lebih baik, misalnya dalam kaitannya dengan pengurangan emisi,

penggunaan lahan TPA dan juga penyediaan lapangan kerja dari sektor pengelolaan

sampah. Artinya jika kedua kebijakan ini bisa dipilih dan dilaksanakan dengan baik, maka

kedua input tersebut dapat memengaruhi pola pelaksanaan pengelolaan sampah di Kota

Banda Aceh.

Parameter Dalam Simulasi

Untuk dapat menjalankan persamaan-persamaan di atas didalam lingkungan

perangkat lunak Powersim Studio 2005, maka dibutuhkan pendefinisian parameter yang

terlibat di dalam simulasi.

Tabel 0-1: Parameter input dalam simulasi

No Parameter Nilai Referensi

Jumlah Penduduk Banda Aceh (init.)

[kapita]

P 223.446 Pemda, BPS

Rate pertumbuhan penduduk

[%/thn]

rP 2,61 Lampiran B.2

1 Laju pembentukan sampah [% berat

per tahun]

rS 1- 3 (DKP, 2007)

2 massa pembentukan sampah harian

[kg/kapita.hari]

Sh 0.32 (Lederer, 2008)

4 Asumsi laju peningkatan massa

sampah RT menurut PDRB [% berat

per tahun]

1,5 Asumsi

Asumsi Rencana peningkatan 1,5 Asumsi penambahan

Pertumbuhan Penduduk;

Pertumbuhan Sampah;

Pengumpulan Sampah;

Pemrosesan Sampah;

Pembuangan Sampah;

Kebijakan 1: Koefesien

Pengumpulan Sampah

Kebijakan 2: Koefesien

Pemrosesan Sampah

Emisi

Usia TPA

Income

Infla

RP

end

Page 8: Artikel Tesis Final - Bahasa

8

No Parameter Nilai Referensi

kapasitas pengumpulan sampah oleh

DKP [%/thn]

armada truk 2 unit pada

tahun kedua

5 Rencana peningkatan service

resource recovery[kg/tahun]

CP 2.317.750 Asumsi bahan baku untuk

produksi 1 ton kompos

6 Kepadatan sampah Kota Banda

Aceh [kg/m3]

250 (EnviroSolution, 2008)

7 Rata-rata Tingkat Inflasi [% per

tahun]

6,61 (Bank Indonesia, 2011)

(data diolah)

9 Ritasi [kali/hari] 2 (DKP, 2007)

10 Koefesien Sampah organik [%] sa 57 (EnviroSolution, 2008)

11 Koefesien sampah bernilai ekonomis

[%]

se 32,1 (EnviroSolution, 2008)

(data diolah)

12 Koefesien sampah residu [%] sr 10,9 (EnviroSolution, 2008)

(data diolah)

13 Harga Kompos (init.) [IDR/ton] hK 500.000 (Temesi Recycling, 2010)

dll

14 Harga Sampah Daur Ulang (init.)

[IDR/kg]

hME 500 Asumsi (harga komoditas

terendah, plastik kresek)

17 Harga Karbon di pasar dunia untuk

kegiatan pengurangan emisi metan

[USD]

hC 12 - 18 Lampiran B.5

18 Berat kering komponen rapid 28,57 Lampiran C.1

19 Berat kering komponen Slow 9,60 Lampiran C.1

20 Komposisi CH4 rapid [%] 61,67 Lampiran C.5

21 Komposisi CO2 rapid [%] 38,34 Lampiran C.5

22 Komposisi CH4 slow [%] 71,98 Lampiran C.5

23 Komposisi CO2 slow [%] 28,02 Lampiran C.5

24 Volume pembentukan gas landfill

cepat mengurai [m3/kg]

0,783 Lampiran C.6

25 Volume pembentukan gas landfill

lambat mengurai [m3/kg]

0,8897 Lampiran C.6

26 Simulation-run 30 tahun Konstanta

PEMBAHASAN

Pertumbuhan Penduduk

Melalui simulasi dengan menggunakan perangkat lunak powersim studio 2005,

dapat diamati bahwa pertumbuhan penduduk bergerak dalam angka relatif mendekati

dengan pertumbuhan penduduk sebagaimana yang diperkirakan oleh BPS, karena

memang pada dasarnya menggunakan angka pertumbuhan yang relatif sama. Namun

Page 9: Artikel Tesis Final - Bahasa

9

karena kedua angka pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh sama-sama dihasilkan dari

penggunaan model, maka validasi terhadap data ini sulit dilakukan. Namun demikian,

pertumbuhan yang diperlihatkan tidak begitu tajam dan juga tidak begitu lambat,

sehingga angka pertumbuhan ini dapat dikategorikan cukup mewakili kondisi umum

pertumbuhan, sehingga model ini dianggap layak dipakai untuk melihat kecenderungan

pertumbuhan yang ada. Hasil simulasi pertumbuhan penduduk digambarkan pada

Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3: Grafik Simulasi Pertumbuhan Penduduk

Simulasi Laju Pembentukan Sampah Perubahan pada massa sampah ini terjadi akibat adanya asumsi peningkatan

tingkat pendapatan domestik regional brutto (PDRB), sebagaimana yang telah

diterangkan pada bagian sebelumnya. Dan karena PDRB Kota banda Aceh terjadi

peningkatan sebesar rata-rata 4,6 % selama beberapa tahun terakhir maka diasumsikan

terjadi peningkatan jumlah sampah sebesar 1,5% per tahun. Angka pertumbuhan sebesar

1,5% per tahun ini relatif logis karena tidak menyebabkan pertumbuhan yang terlalu cepat

terhadap massa sampah. Namun demikian, studi yang lebih detail terhadap pengaruh

perubahan tingkat pendapatan masyarakat terhadap peningkatan massa sampah harian

masih perlu dilakukan. Simulasi memperlihatkan rata-rata produksi sampah harian di

Kota Banda Aceh adalah sebagaimana pada Gambar 4 berikut ini:

Page 10: Artikel Tesis Final - Bahasa

10

Gambar 4: Laju perubahan massa sampah

Pertumbuhan jumlah penduduk kota Banda Aceh secara langsung memengaruhi

pertumbuhan sampah sehingga tren pertumbuhan penduduk, akan terlihat selaras dengan

produksi sampah. Jumlah produksi sampah harian menunjukkan hasil seperti pada

Gambar 5 berikut ini:

Gambar 5: Laju permbentukan sampah harian (berat)

Kebijakan Pemerintah dalam Kegiatan Pengelolaan Sampah

Ada dua kebijakan yang akan menjadi peubah (variabel) dalam simulasi ini,

dimana perubahan pada kedua kebijakan ini akan berpengaruh signifikan terhadap pola

pengelolaan sampah. Kedua hal yang dimaksud adalah:

1. kebijakan peningkatan pengumpulan sampah dalam hal ini berkaitan langsung

dengan peningkatan jumlah armada sampah, dan

2. kebijakan untuk melakukan pemrosesan terhadap sampah yang berarti terjadi

pembangunan atau penambahan fasilitas pengolahan sampah.

Page 11: Artikel Tesis Final - Bahasa

11

Simulasi Pengumpulan Sampah

Saat ini, baru sekitar 65% penduduk dilayani langsung oleh DKP. Laju

pengumpulan ini diasumsikan dapat meningkat jika pemerintah memang memiliki

kemampuan dan komitmen untuk meningkatkan laju pengumpulan sampah. Namun jika

pemerintah ingin lebih meningkatkan cakupan pelayanan terhadap masyarakat, maka

pemerintah harus siap untuk meningkatkan laju pengumpulan sampah pada tingkatan 1,5%

per tahun (setara dengan penambahan dua unit truk pada tahun pertama). Meskipun

demikian, diasumsikan pula bahwa tingkat pengumpulan maksimum 100% tidak akan

pernah dapat tercapai. Hal ini didasarkan pada pertimbangan adanya sejumlah kendala

yang tidak memungkinkan DKP Kota Banda Aceh untuk memungut 100% sampah dari

sumber rumah tangga. Sehingga angka maksimum masyarakat yang dapat dilayani adalah

95% saja. Simulasi peningkatan kapasitas pengumpulan sampah (skenario peningkatan

laju pengumpulan 1,5% per tahun) diperlihatkan pada Gambar 6 berikut ini:

Gambar 6: Simulasi Kapasitas Pengumpulan Sampah oleh DKP

Simulasi memperlihatkan bahwa tingkat pencapaian kapasitas pengumpulan

maksimum 95% terjadi pada tahun 2032. Sehingga jumlah sampah yang dapat

dikumpulkan oleh DKP sehari-hari adalah sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar

7, dengan jumlah operasional truk seperti pada Gambar 8:

Gambar 7: Laju Pengumpulan Sampah harian (kg)

Page 12: Artikel Tesis Final - Bahasa

12

Gambar 8: Laju peningkatan kebutuhan unit transportasi Sampah

Disisi lain, laju peningkatan pengumpulan sampah yang gradual tersebut, tetap

menyisakan sejumlah besar sampah yang tidak dapat dikumpul, dengan asumsi masih

dikelola oleh masyarakat secara tradisional, yaitu dibakar, ataupun dibiarkan membusuk

di tempat sampah rumah tangga atau tempat pembuangan sampah liar. Hasil simulasi

diperlihatkan pada Gambar 9.

Gambar 9: Laju sampah yang tidak terkumpul dalam m3/hari

Simulasi Konsumsi BBM

Peningkatan pada jumlah armada transportasi sampah secara langsung memberi

dampak kepada peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Laju

konsumsi BBM menyebabkan beban biaya BBM diperlihatkan pada Gambar 10 berikut

ini:

Page 13: Artikel Tesis Final - Bahasa

13

Gambar 10: Laju Konsumsi BBM harian

Laju konsumsi BBM berdampak kepada sektor pembiayaan. Harga BBM akan

semakin meningkat. Beberapa hal penting yang akan merubah harga BBM antara lain

adalah laju inflasi, ketersediaan BBM, perubahan harga per barrel dan situasi politik

global akan memengaruhi laju kebutuhan biaya untuk memenuhi kebutuhan BBM.

Namun dalam simulasi ini hanya inflasi yang akan dihitung sebagai faktor peubah harga

BBM. Gambar 11, adalah laju kebutuhan biaya BBM harian.

Gambar 11: Laju kebutuhan biaya BBM

Perubahan harga BBM diatas mengikuti laju inflasi 6.61% per tahun, seperti pada

Gambar 12 sebagai berikut:

Page 14: Artikel Tesis Final - Bahasa

14

Gambar 12: Peningkatan Harga BBM

Simulasi menunjukkan peningkatan harga yang tajam, bergerak secara mencolok

dari taraf Rp.4.500 per liter pada tahun 2011 hingga mencapai Rp.30.000 pada 2042.

Simulasi ini dibuat dalam bentuk yang paling sederhana karena hanya inflasi yang

dihitung secara prorata selama masa waktu simulasi serta tidak menghitung pengaruh-

pengaruh lain. Pengaruh lain yang dimaksudkan disini adalah faktor ketersediaan BBM

dan permintaan pasar, selain permasalah politik dan trend perkembangan pemakaian

energi dunia dalam beberapa masa mendatang.

Simulasi Pemrosesan Sampah (Resource Recovery)

Tingkat pemrosesan sampah ditentukan berdasarkan kebijakan untuk membangun

fasilitas pengelolaan sampah. Pada dasarnya hal ini dilakukan untuk menyelamatkan

lahan TPA, karena jika tidak TPA akan segera penuh dalam waktu yang singkat. Kesulitan

yang ditimbulkan dalam hal membangun fasilitas pengelolaan sampah tidaklah serumit

mencari lahan baru untuk TPA, apalagi di dalam kawan perkotaan. Investasi yang

diperlukan untuk membangun fasilitas pemrosesan sampah juga bersifat aktif karena

mampu memberikan peluang kerja dan income pada saat yang bersamaan selama masa

operasionalnya. Namun, sebagai baseline, simulasi ini mengasumsikan tidak terjadi peningkatan pada kegiatan pemrosesan sampah.

Pada fasilitas ini, skenario yang secara umum dikembangkan adalah pada

pengolahan terhadap sampah yang masuk. Sampah organik yang masuk ke fasilitas ini

diproses untuk dijadikan sebagai kompos. Sedangkan sampah anorganik yang bernilai

ekonomis akan dikumpulkan untuk kemudian di jual. Sampah anorganik ini juga

memiliki potensi untuk ditingkatkan nilainya melalui proses tambahan seperti pencacahan

plastik maupun pembuatan produk-produk lain dari bahan-bahan daur ulang. Kompos

yang dapat diproduksi sangat bergantung kepada jumlah fasilitas yang dibangun. Semakin

banyak fasilitas pemrosesan sampah yang akan dibangun, maka semakin banyak pula

kompos yang dapat diroduksi. Demikian pula dengan barang daur ulang yang bisa dijual.

Gambar 13 berikut ini adalah skema hubungan parameter dalam produksi kompos dan barang daur ulang.

Page 15: Artikel Tesis Final - Bahasa

15

Gambar 13: Laju Produksi pada kegiatan Resource Recovery

Simulasi Pembuangan Sampah

Sampah yang dibuang ke TPA, merupakan sampah sampah-sampah hasil

pengumpulan yang tidak dapat diproses pada fasilitas pengelolaan sampah ditambah

dengan residu hasil proses yang tidak bisa digunakan lagi. Sampah-sampah ini akan

terkumpul dan berakumulasi hingga mencapai batas maksimum yang dapat ditampung di

TPA. TPA yang dimaksudkan dalam hal ini adalah TPA masa depan yang sedang dalam

tahap perencanaan, yaitu Regional Reusable Sannitary Landfill Blang Bintang dengan

kemampuan maksimum penerimaan sampah sebesar 2,3 juta m3. Secara skematis,

diagram konstruktor digambarkan pada Gambar 14 berikut ini:

Gambar 14: Akumulasi buangan sampah di TPA

Page 16: Artikel Tesis Final - Bahasa

16

Gambar 15: Diagram usia pakai TPA

Pada skenario kapasitas pengumpulan sampah 65% dengan laju pemrosesan 7 ton

sampah per hari, TPA dapat digunakan hingga masa pakai 30 tahun lebih (garis merah).

Sedangkan pada skenario pengelolaan sampah 1 ton per hari dengan kapasitas

pengumpulan yang sama usia pakainya menjadi lebih singkat yaitu sekitar 20 tahun saja

(garis biru). Sementara ketersediaan lahan untuk TPA di Kota Banda Aceh dapat

dikatakan tidak tersedia. Oleh karena itu Kota Banda Aceh harus merubah paradigma

pengelolaan sampah dari “membuang sampah” menjadi “mengolah sampah”.

Simulasi Pembentukan Emisi GRK dari pengelolaan sampah

Emisi total dari kegiatan pengelolaan sampah, adalah penjumlahan dari potensi

emisi oleh sampah yang tidak diproses dengan emisi dari BBM yang digunakan selama

kegiatan transportasi pengelolaan sampah. Diagram konstruktor digambarkan dalam

hubungan pada Gambar 16 berikut:

Gambar 16: Pembentukan Emisi Sampah

Berikut ini adalah gambaran trend pembentukan emisi. Nilai ini diperoleh

berdasarkan skenario nilai terendah, yaitu pada kondisi pengumpulan 65% dengan

pemrosesan sampah untuk bahan baku produksi kompos sebesar 1 ton perhari (garis

Page 17: Artikel Tesis Final - Bahasa

17

merah), dibandingkan dengan pada kondisi produksi 7 ton kompos per hari (garis biru).

Gambaran pembentukan emisi diperlihatkan pada Gambar 17 berikut:

Gambar 17: Emisi pada produksi kompos 1 ton/hari dengan 7 ton/hari

Simulasi Potensi Income

Ada dua sumber income yang dapat diperoleh dari pemrosesan sampah. yaitu

dari penjualan produk kompos dan material daur ulang. Pengurangan emisi dari total

sampah yang sudah diproses dianggap sebagai emisi yang dapat dicegah pembentukannya.

Dengan mengasumsikan harga emisi karbon per ton (megagram) adalah USD 12 atau

sekitar Rp.108.000 pada kurs Rp.9.000 per USD.1. Trend pendapatan dari kegiatan

pengelolaan sampah diperlihatkan pada Gambar 18 berikut:

Gambar 18: Simulasi potensi income dari CDM

Pada skenario pengelolaaan sampah dengan kapasitas produksi kompos satu ton

per hari hanya memberikan potensi income sebesar Rp.20 Milyar untuk akumulasi 30

tahun, sedangkan jika produksi kompos dapat digenjot menjadi 7 ton per hari maka

potensi income dari CDM menjadi jauh lebih besar yaitu lebih dari Rp.150 Milyar pada

akumulasi 30 tahun. Namun sumber income yang dapat diperoleh tidak hanya dari sektor

CDM, namun juga dari sektor penjualan kompos dan material daur ulang sebagiamana

diperlihatkan pada Gambar 19 berikut:

Page 18: Artikel Tesis Final - Bahasa

18

Gambar 19: Simulasi income dari Kompos & Daur Ulang

Potensi masing-masing dapat diamati mencapai Rp.250 Milyar untuk penjualan

material daur ulang (garis biru) dan Rp.215 Milyar untuk penjualan produk kompos

(garis merah). Angka tersebut adalah pada kondisi produksi 7 ton kompos per hari,

Sedangkan pada kondisi skenario produksi minimum diperoleh Rp.35 Milyar untuk

penjualan material daur ulang (garis coklat), dan Rp.31 Milyar untuk penjualan kompos

(garis hijau).

KESIMPULAN

Simulasi menunjukkan bahwa pelepasan emisi GRK yang dapat dicegah

berbanding lurus dengan peningkatan jumlah fasilitas pengelolaan sampah. Pencegahan

pelepasan GRK ini, dapat diartikan sebagai potensi pendapatan melalui mekanisme

CDM. Dua skenario yang dipakai dalam simulasi ini adalah skenario kondisi pemrosesan

sampah dengan kapasitas produksi 1 ton sampah per hari (skenario minimum) dengan

kondisi produksi 7 ton kompos per hari (Skenario 7 ton). Kapasitas pengumpulan sampah

diasumsikan tetap pada kondisi 65% setiap tahunnya. Simulation run terhadap dua

kondisi yang berbeda ini memperlihatkan bahwa pada kondisi minimum, maka akan

didapatkan pengurangan emisi sebesar 200.000 megagram CO2E atau setara dengan

200.000 ton CO2E. dari total emisi yang terbentuk sebesar 4 juta megagram CO2. Pada

skenario ini potensi income dari CDM mencapai Rp. 20 Milyar selama 30 tahun.

Sedangkan dari sektor penjualan kompos dan material daur ulang masing-masing

mencapai Rp. 31 Milyar dan Rp. 35 Milyar. Sehingga total pendapatan pada kondisi

penambahan 1 fasilitas kompos berkapasitas produksi 1 ton kompos per hari memberikan

keuntungan finansial sebesar 86 milyar selama masa 30 tahun operasional. Pada skenario

produksi kompos 7 ton per hari, diperlihatkan potensi Rp.215 Milyar untuk penjualan

produk kompos dan potensi Rp.250 Milyar untuk penjualan material daur ulang.

Sedangkan dari sektor CDM memiliki potensi income sebesar Rp.150 Milyar. Totalnya

nilai mencapai Rp.615 Milyar. Perkiraan pada asumsi 60 % realisasi dari total potensi

pendapatan, maka pendapatan pada skenario minimum adalah Rp.51,6 Milyar atau

Rp.1,72 Milyar per tahun. Sedangkan pada skenario kedua diperkirakan potensi yang ada

adalah Rp.369 Milyar. Potensi pendapatan yang diperoleh ini dapat dipakai sebagai

pengganti ataupun tambahan bagi subsidi retribusi pengelolaan sampah kota bagi

masyarakat.

Pada dua skenario yang ada, simulasi juga memperlihatkan masa efektif

operasional TPA. Pada kondisi pemrosesan sampah minimum, maka masa pakai TPA

Page 19: Artikel Tesis Final - Bahasa

19

hanya 20 tahun saja, sedangkan pada kondisi skenario lanjut TPA dapat dipertahankan

hingga 30 tahun lebih. Selain itu simulasi juga menunjukkan bahwa pupuk kompos yang

dapat diproduksi pada masing-masing skenario adalah 17.8 juta kg berbanding 124,6 juta

kg.

Tabel 0-1: Rangkuman perolehan dari simulasi pemrosesan sampah

Parameter Skenario 1 Skenario 2

Total Pembentukan Emisi

[CO2E]

4 juta Megagram

Pengurangan emisi [CO2E) 200.000 Megagram 1.426.000 Megagram

Potensi income dari CDM

[Rp]

20.000.000.000 150.000.000.000

Penjualan kompos [Rp.] 31.000.000.000 215.000.000.000

Penjualan material daur ulang

[Rp.]

35.000.000.000 250.000.000.000

Total pendapatan [Rp.] 86.000.000.000 615.000.000.000

Asumsi Realisasi 60% 51.600.000.000 369.000.000.000

Usia TPA [tahun] 20 30

Produksi Kompos [kiloton] 17,8 124,6

REKOMENDASI

Model yang telah dikembangkan ini masih memiliki banyak kekurangan, karena

pada dasarnya model ini masih merupakan bentuk awal dari pemodelan pengelolaan

emisi dari pengelolaan sampah secara menyeluruh. Peluang-peluang pelaksanaan kajian

lanjutan terhadap model ini dapat dilakukan pada beberapa pokok bahasan terkait, antara

lain:

1. Pengaruh pilihan teknologi pengendalian emisi terhadap kondisi keuangan

DKP/Daerah

2. Pengaruh perubahan komposisi sampah terhadap pembentukan emisi

3. Pengendalian emisi melalui optimasi transportasi/pengumpulan sampah

4. Penerapan teknologi pengomposan skala rumah tangga terhadap pengurangan

emisi

5. Optimalisasi pengendalian emisi dalam pengelolaan sampah kota Banda Aceh

Beberapa topik di atas hanyalah sedikit dari pokok bahasan berkaitan dengan isu

emisi yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi penelitian yang akan datang.

Diharapkan dari semakin luasnya cakupan kajian yang dimasukkan ke dalam model yang

telah ada ini, maka akan diperoleh sebuah alat pengambilan keputusan yang

komprehensif yang dapat digunakan oleh para pihak

Khusus kepada para pengambil keputusan, pengelolaan sampah akan menjadi isu

yang semakin serius di kemudian hari, apalagi dengan segala keterbatasan daya dukung

yang dimiliki oleh Kota Banda Aceh. Untuk itu, pemda mau tidak mau harus segera

merumuskan sebuah pendekatan baru yang inovatif dalam mengelola sampah Kota Banda

Aceh, atau jika tidak maka kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh persoalan sampah

ini akan semakin rumit. Paling tidak, pemerintah harus mengubah paradigma pengelolaan

sampah dari pendekatan end of pipe menjadi resource recovery.

Page 20: Artikel Tesis Final - Bahasa

20

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Tim Leader GTZ SLGSR Aceh, Dipl. Helmut Krist, Ir. Idris

Maxdoni Kamil M.Sc.Phd., Komisi Pembimbing Dr. Ir. Syaubari. M.Sc., Hizbullah, ST.

M.Eng.Sc., dan Komisi Pembahas Dr. Ir. Izarul Machdar M.Eng., Dr. Ir. Darmadi, MT.,

Sofyana, ST., MT. Demikian juga kepada semua kolega, teman dan keluarga atas

dukungan selama penelitian ini dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

ATSDR; ATSDR (ed.) (2001): „Chapter 2: Landfill Gas Basics“. In: Landfill Gas Pri-

mer: An Overview for Environmental Health Professionals. Atlanta, Georgia:

Agency for Toxic Substances and Disease Registry.

Alfian; Nurhayati, Desy (2010): „Emissions trading scheme remains available beyond

Kyoto“. The Jakarta Post. Jakarta.

America.gov (2009): „Copenhagen Accord Politically Significant but Not Legally Bind-

ing“. America.gov. Online im Internet: URL: http://www.america.gov/st/energy-

english/2009/December/20091222131726lcnirellep0.1802179.html#ixzz16kP2l6lh

(Stand: 30.11.2011).

Assaad, R. (1996): „Formalizing the Informal? The Transformation of Cairo’s Refuse

Collection System“. In: Journal of Planning Education and Research. 16 (2),

pp. 115-126.

Bank Indonesia (2011): „Tingkat Inflasi di Aceh“. Online im Internet: URL:

http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Moneter/Default_Inflasi_ID.aspx?NRMODE

=Published&NRNODEGUID={A7760121-1768-4AE8-B333-

0C91E746F1E3}&NRORIGINALURL=/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/&NR

CACHEHINT=Guest (Stand: 2011).

Brown, Sally; Kruger, Chad; Subler, Scott (2002): „Greenhouse Gas Balance for Com-

posting Operations“. In: Journal of Environmental Quality. pp. 1396-1410.

DKP (2007): Laporan Master Plan Pengelolaan Sampah untuk Kota Banda Aceh Pasca

Tsunami. Banda Aceh, INA.

DiGregorio, Michael (1995): „Recycling in Hanoi“. Asian Institute of Technology. Online

im Internet: URL: http://www.hartford-hwp.com/archives/25b/003.html (Stand:

2011).

EnviroSolution (2008): Waste Arising Study: Nanggroe Aceh Darussalam October 2008.

Historical Studies. Banda Aceh.

Forrester, Jay W; Greene, Kenyon B. De (ed.) (1991): „System Dynamics and the Les-

sons of 35 Years“. In: The Systemic Basis of Policy Making in the 1990s. Massachu-

setts pp. 1-35.

Gillenwater, Michael (2010): „What is a Global Warming Potential? And which one do I

use?“. Online im Internet: URL: http://ghginstitute.org/2010/06/28/what-is-a-global-

warming-potential/ (Stand: 01.12.2010).

Hoornweg, Daniel (1999): „What a Waste : Solid Waste Management in Asia“. Washing-

ton, D.C. 20433, U.S.A.

Hoornweg, Daniel; Otten, Lambert (1999): „Composting and Its Applicability in Devel-

oping Countries“. Washington, D.C. 20433, U.S.A.

Page 21: Artikel Tesis Final - Bahasa

21

KencanaOnline (2010): „Rotary Klin Manual ( 5 Unit / IPKK) Biophoskko@“. Keca-

naOnline.com. Online im Internet: URL:

http://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=44&osCsid=a7df189b26e9

c94457d671b041c7cd1f (Stand: 08.2011).

Klundert, Arnold van de; Lardinois, Inge (1994): „Recovery of organic waste in cities“.

ILEIA Newsletter. Gouda, Netherlands.

Lederer, Jakob (2008): „A goal-oriented assessment of solid waste management strategies

in high and lower income countries“. Vienna University of Technology.

Mirzayanto (2011): Biaya-biaya Pengelolaan Sampah: Wawancara Dengan Pejabat

DKP Banda Aceh. Banda Aceh, INA.

ROU-UNSW (ed.) (2007): Life Cycle Inventory and Life Cycle Assessment for Windrow

Composting Systems. 2. Aufl. Sydney, Australia: The University of New South

Wales.

Ramanujan, Krishna (2007): Methane’s Impacts on Climate Change May Be Twice Pre-

vious Estimates. Nasa.gov.

Sundberg, J; Gipperth, P; Wene, C (1994): „A systems approach to municipal solid waste

management: A pilot study of G�teborg“. In: Waste Management & Research. 12

(1), pp. 73-91.

Suprihatin; Indrasti, Nastiti Siswi; Romli, Muhammad (2003): „Potensi Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah“. In: Teknologi, Industri dan Per-

tanian. 18 (1), pp. 53-59.

Syaifuddin, Teuku (2010): Status Kepegawaian Kota Banda Aceh: Wawancara dengan

Sekda Kota Banda Aceh. Banda Aceh, INA.

System Dynamics Society (2011): „The Field of System Dynamics“.

www.systemdynamics.org. Online im Internet: URL:

http://www.systemdynamics.org/what_is_system_dynamics.html (Stand:

07.09.2011).

Tasrif, Muhammad (1996): „System Thinking & Dynamics Modeling“. Bandung.

Tchobanoglous, George; Kreith, Frank (2002): Handbook of Solid Waste Management.

Waste Management & Research. 2. Aufl. New York: McGraw-Hill.

Temesi Recycling (2010): Temesi Composting Technology. Gianyar, Bali.

Tribunnews (2011): „Hujan es terjadi di sejumlah desa di Kecamtan Pirak Timur. Aceh

Utara“. Tribunnews. Online im Internet: URL:

http://www.tribunnews.com/2011/05/06/hujan-es-landa-sejumlah-desa-di-aceh-utara

(Stand: 21.10.2011).

UNDP TRWMP (2011): Resume Rencana Pembangunan TPA RSL Blang Bintang. Banda

Aceh.

UNFCCC (2009): „Copenhagen Accord/ CP . 15“. In: English. UNFCCC 464 (7292).

UNFCCC (1998): Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Cli-

mate Change. Kyoto.

UNFCCC (1997): „Kyoto Protocol, Resume“. Online im Internet: URL:

http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php (Stand: 30.01.2011).

Page 22: Artikel Tesis Final - Bahasa

22

US EPA (2009): „Sources and Emissions | Methane | Climate Change | U.S. EPA“.

Online im Internet: URL: http://www.epa.gov/methane/sources.html (Stand:

30.01.2011).

US EPA (2010): „Transportation and Climate | US EPA“. Online im Internet: URL:

http://www.epa.gov/otaq/climate/index.htm (Stand: 30.01.2011).