27
ARTIKEL I MEMILIH ATAU TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU ADALAH HAK! Maret 31, 2009 · by bhayu · in Berita & Kabar Aktual, Politik. · Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap tindakan tidak memilih dalam Pemilu atau biasa disebut golput kalah pamor dengan imbauan golput bagi pengikut Gus Dur yang dilontarkan sang kiai sendiri. Meski MUI terdiri dari sekumpulan ulama kampiun ilmu agama, ternyata kepatuhan umat Islam kepada lembaga itu bisa jadi tidak lebih tinggi dari kepatuhan pengikut Gus Dur kepada ’sang wali’. Wacana agar warga negara menggunakan hak pilihnya dibuat dengan aneka cara. Melalu iklan dan publikasi persuasif bersifat ajakan dan himbauan, hingga yang bernada ’ancaman’. Kalau yang pertama sih tidak masalah. Tapi yang kedua, itulah yang hendak saya bahas di sini. Sewaktu membaca sebuah majalah mingguan, saya mendapati argumen yang isinya intinya adalah: ”bila Anda tidak menggunakan hak pilih, maka tidak berhak untuk protes selama lima tahun atas kinerja penyelenggara negara.” Wah, wah, wah. Luarrr biasa. Ancaman semacam itu sebenarnya jelas melanggar undang-undang dan hak asasi manusia. Semula, saya kira itu hanya opini atau sudut pandang redaksi majalah itu. Tapi ketika saya juga membacanya di media cetak lain dan mendengarnya di beberapa radio, saya langsung tahu itu bukan bentuk ’kreativitas’ pengelola media. Melainkan, tampaknya berasal dari satu sumber yang sama.

Artikel Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel

Citation preview

ARTIKEL IMEMILIH ATAU TIDAK MEMILIH DALAM PEMILU ADALAH HAK!Maret 31, 2009 bybhayu inBerita & Kabar Aktual,Politik. Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI)terhadap tindakan tidak memilih dalam Pemilu atau biasa disebut golput kalah pamor dengan imbauan golput bagi pengikut Gus Dur yang dilontarkan sang kiai sendiri. Meski MUI terdiri dari sekumpulan ulama kampiun ilmu agama, ternyata kepatuhan umat Islam kepada lembaga itu bisa jadi tidak lebih tinggi dari kepatuhan pengikut Gus Dur kepada sang wali.Wacana agar warga negara menggunakan hak pilihnya dibuat dengan aneka cara. Melalu iklan dan publikasi persuasif bersifat ajakan dan himbauan, hingga yang bernada ancaman. Kalau yang pertama sih tidak masalah. Tapi yang kedua, itulah yang hendak saya bahas di sini.Sewaktu membaca sebuah majalah mingguan, saya mendapati argumen yang isinya intinya adalah: bila Anda tidak menggunakan hak pilih, maka tidak berhak untuk protes selama lima tahun atas kinerja penyelenggara negara. Wah, wah, wah. Luarrr biasa. Ancaman semacam itu sebenarnya jelas melanggar undang-undang dan hak asasi manusia.Semula, saya kira itu hanya opini atau sudut pandang redaksi majalah itu. Tapi ketika saya juga membacanya di media cetak lain dan mendengarnya di beberapa radio, saya langsung tahu itu bukan bentuk kreativitas pengelola media. Melainkan, tampaknya berasal dari satu sumber yang sama.Dalam UU tentang Pemilu yaitu UUNo.10/2008, disebutkan di pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Jelas kata yang tercantum adalah hak, bukan kewajiban.Lebih tinggi lagi, dalam produk hukum tertinggi di negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen tahun 1999-2002, juga tercantum hal senada. Dalam pasal 28 E disebutkan: Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Hak memilih di sini termaktub dalam kata bebas. Artinya bebas digunakan atau tidak. Terserah pemilihnya.Dari sudut hukum, jelas sekali kalau memilih dan dipilih adalah hak. Pengecualian hanya bagi mereka yang terkena hukuman pidana lebih dari lima tahun atau terbukti tidak setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.Demikian pula secara hak asasi, ancaman macam itu jelas melanggar hak dasar yaitu hak untuk hidup tanpa rasa takut dan hak kebebasan berpendapat. Hak untuk memilih merupakan hak perdata warga negara, demikian juga hak untuk berpendapat. Tidak ada hukum apa pun yang menyebutkan mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu lantas tidak boleh protes kepada penyelenggara negara! Hal ini dipertegas oleh pernyataan Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Ridha Saleh yang dimuat harian Kompas, 3 Februari 2009: Setiap orang bebas menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya itu. Masyarakat atau negara tidak dapat membatasi hak itu dengna melarang, mengkriminalkan atau menjatuhkan sanksi moral terhadap orang yang tidak menggunakannya. Bahkan hak memilih tersebut tercantum secara resmi dalam UU No. 39/1999 tentang HAM, yaitu di pasal 43 yang menyatakan: Setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam Pemilu. Pernyataan serupa juga terdapat dalam UU No. 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik, yaitu di pasal 25 yang berbunyi: Hak setiap warga negara ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untuk memilih dan dipilih.Secara logika, itu aneh. Sama saja kalau ada orang yang tidak mau memesan makanan dari suatu restoran pada suatu waktu, lantas dilarang selama lima tahun berikutnya masuk restoran tersebut atau memakan produk hasil olahan restoran bersangkutan. Bahkan, andai restoran itu berbuat kesalahan pun ia tidak berhak protes. Misalnya saja motor delivery milik restoran itu menabrak Anda, maka Anda harus diam saja. Alasannya, karena dulu Anda pernah tidak mau memesan makanan. Aneh kan?Jadi, jangan mau ditakut-takuti. Kalau mau memilih, ada 38 partai nasional dan 6 partai lokal di Aceh dengan 11.301 calegnya (sesuai jumlah dalam DCT yang diumumkan 29 Oktober 2008) untuk dipilih. Juga ada calon anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) untuk mewakili aspirasi tiap provinsi di tingkat nasional. Tapi kalau Anda memilih untuk tidak memilih, itu juga hak Anda. Gunakan hak Anda tanpa ketakutan. Ini sudah era reformasi, bukan lagi era ditakuti dengan ancaman basi!(Bhayu Mahendra H.; diposting dihttp://www.lifeschool.wordpress.com)

Tanggapan: Setiap warga negara berhak dan berkewajiban penuh atas pemilu yang diadakan di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan Indonesia sebagai negara demokrasi. Setiap warga negara berhak memiloh tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Setiap warga negarapun berkewajiban memilih pemimpin sehingga dapat memajukan bangsa. Oleh karena itu, perlunya kesadaran setiap warga negara untuk memaksimalkan hak dan kewajiban yang dimiliki agar dapat menggunakan hak pilih tersebut dengan baikARTIKEL IIMembangun Kesadaran Dan Kepedulian Sukarela Wajib PajakSenin, 9 Januari 2012 - 17:11OlehHerry Susanto, Juara II Lomba Artikel Pajak Nasional Direktorat Jenderal PajakKesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak sangat sulit untuk diwujudkan seandainya dalam definisi pajak tidak ada frase yang dapat dipaksakan dan yang bersifat memaksa. Bertitik tolak dari frase ini menunjukkan membayar pajak bukan semata-mata perbuatan sukarela atau karena suatu kesadaran. Frase ini memberikan pemahaman dan pengertian bahwa masyarakat dituntut untuk melaksanakan kewajiban kenegaraan dengan membayar pajak secara sukarela dan penuh kesadaran sebagai aktualisasi semangat gotong-royong atau solidaritas nasional untuk membangun perekonomian nasional.Sampai sekarang kesadaran masyarakat membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan. Umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan melaporkannya. Namun masih ada upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan ini bukan sesuatu yang mustahil terjadi. Ketika masyarakat memiliki kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan secara sukarela bukan keterpaksaan.Kesadaran membayar pajak ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya. Masyarakat di negara maju memang telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka. Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana pajak dengan baik. Dengan digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju kesejahteraan yang selama ini diharapkan. Slogan LUNASI PAJAKNYA AWASI PENGGUNAANNYA tidak hanya suara dan gaungnya semata yang nyaring namun bisa benar-benar terwujudkan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakatnya sendiri.Perlu kiranya mengambil contoh tentang cara-cara pemahaman dan pengamalan Pancasila, dimana dalam rangka membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak dibutuhkan langkah-langkah strategis. Kita sudah sering mendengar bagaimana dikumandangkannya untuk membudayakan Pancasila. Bahkan untuk tujuan itu dalam era orde baru dimuculkan suatu project yang dinamakan P4 (Pedoman Pemahaman dan Pengamalan Pancasila). Yang tak akan hilang dalam ingatan kita yang pernah belajar P4 yaitu jurus membudayakan Pancasila dengan memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila. Dirasakan cukup berhasil jurus jitu yang pernah dilakukan itu sehingga menumbuhkan rasa Pancasilais murni, membentuk manusia Pancasilais dan semua serba berbau Pancasila. Tidak ada salahnya bila kita melakukan ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) menyitir kata-kata yang sering diberikan salah satu pimpinan DJP dalam pengarahannya. Berkaitan dengan hal itu bukan hanya merupakan tanggung jawab Direktorat P2Humas yang secara struktural organisatoris memegang tugas sebagai corong suara dan garda terdepan DJP, melainkan seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak mengemban tanggung jawab ini dan diperlukan sinergi antar aparat perpajakan.Tanggapan: Setiap warga negara bekewajiban atas pembayaran pajak negara. Sebagaimana negara terlah memberikan hak hak kepada setiap warga negara, tentunya diimbangi dengan kewajiban setiap angota negara untuk membayar pajak. Dengan ketertiban dalam pembayaran pajak maka warga negara telah melaksanakan salah satu kewajiban dalam bernegara untuk ikut memajukan Indonesia.

ARTIKEL IIIREAKTUALISASI PERAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN BANGSA

Oleh : Drs. H. Sidarto Danusubroto, S.H.Cita-cita bangsa Indonesia secara lugas telah tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat , yaitu melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta berupaya memelihara ketertiban dunia. Seiring dengan waktu, kegigihan dan keyakinan bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, selalu saja memperoleh tantangan disetiap zaman. Segenap kemampuan untuk mengelola masyarakat Indonesia yang heterogen, agar terus berdaya menjadi kunci kesuksesan bagi perjuangan bangsa Indonesia di masa lalu, di masa kini, maupun di masa mendatang, menjadi sangat dibutuhkan. Kemampuan tersebut tentunya membutuhkan panduan akan nilai-nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara bagi para warga negaranya.Bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang besar dengan keberagamannya, tentulah senantiasa membutuhkan panduan akan nilai-nilai yang mampu menuntun jalan menuju cita-cita bangsa menjadi nyata. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan nilai-nilai yang syarat dengan karakter, identitas, maupun jati diri ke-Indonesia-an seiring laju perkembangan zaman merupakan hal yang niscaya dan mutlak. Jalan panjang berliku negara bangsa, republik tercinta ini, kerap kali dihadapkan dengan rangkaian tantangan yang datang silih berganti, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.Hal ini kian senada dengan banyaknya kalangan yang berpendapat mengenai mundurnya perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya (poleksosbud) di Indonesia. Bahkan, kekhawatiran tersebut menjadi semakin nyata ketika sampai pada memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan negara kita yang akan mendorong terjadinya disorientasi dan perpecahan bangsa.Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia menjadi sangat multi-dimensi yang saling mengait. Begitu pula dengan krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent social conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.Oleh karena itu, pemahaman akan nilai-nilai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, adalah mutlak harus dilaksanakan secara obyektif dan subjektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat nilai-nilai yang selanjutnya dimaknai sebagai nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan mampu menjadi modal bagi para penyelenggara negara dan masyarakat bukan hanya untuk dapat tetap tegak berdirinya bangsa Indonesia, tetapi juga akan semakin maju dan sejahtera.

Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab dan melindungi segenap bangsa Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara harus mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat serta memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara dengan tercapainya kesejahteraan nasional. Dengan ditinggalkannya nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sesungguhnya merupakan pengingkaran terhadap cita-cita para founding fathers kita yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang mengandung dasar negara kita yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang merupakan causa finalis.Bung Karno dalam pidatonya, Membangun Dunia Kembali, To Build The New World a New, 30 September 1960, menegaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki Pancasila, dengan mengatakan :"Sesuatu" itu kami namakan "Pancasila", ya "Pancasila" atau Lima Sendi Negara kami. Lima Sendi/Dasar tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto komunis ataupun Declaration of Independence. Declaration of Independence tentang gagasan-gagasan dan cita-cita itu mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami. Dan memang tidak mengherankan bahwa paham-paham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan Nasional.Sesungguhnya semua komponen bangsa berkewajiban untuk melestarikan dan mempertahankan ideologi Pancasila, sebab pengaruh global dan dinamika masyarakat juga mengandung nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Untuk itu, kita perlu memperkuat filter dan mewaspadai pengaruh global untuk kepentingan generasi kita bersama.

Dari hal-hal yang Saya sampaikan di atas dapat kita tarik poin-poin penting, antara lain :Pertama, Indonesia adalah negara yang bersifat heterogen yang terdiri dari beragam budaya, etnis, suku dan ras dengan lebih dari 389 suku bangsa yang memiliki adat istiadat, bahasa, tata nilai dan budaya yang berbeda-beda. Potensi adat budaya memiliki nilai sejarah dan merupakan rangkaian pusaka (heritage) yang perlu dilestarikan, dijaga kesinambungannya, dan dijadikan pijakan dalam perencanaan serta perancangan lingkungan binaan berkelanjutan. Oleh karena itu, keniscayaan untuk merevitalisasi dengan cara mengaktualkan kembali nilai-nilai luhur bangsa, khususnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dari segala bidang yang mendukung dan sangat penting untuk dilaksanakan. Dengan demikian, nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tetap menjadi tulang pungung dalam menjalankan kegiatan keseharian kita meskipun tengah didera dalam arus besar globalisasi.

Kedua, seluruh komponen bangsa berkewajiban untuk senantiasa melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai luhur kebangsaan, sebab globalisasi yang mempengaruhi dinamika masyarakat dapat mengandung norma-norma yang tidak sesuai dengan ideologi bernegara kita. Oleh karena itu, kita perlu perkuat filter sebagai salah satu cara mengaktualisasikan nilai-nilai luhur kebangsaan demi kepentingan generasi yang akan datang.

Ketiga, nilai-nilai luhur akan kebangsaan sejatinya dapat menjadi media penyaring efek negatif globalisasi yang akan memperburuk kondisi kemanusiaan kita. Maka, peran karakter yang kuat sangat diperlukan bagi kokohnya wawasan kebangsaan bangsa Indonesia. Pemimpin yang berkarakter adalah pemimpin yang mampu menegakkan supremasi hukum lebih dari segala-galanya. Dan juga mampu mengembalikan kembali karakter bangsa yang sudah terkikis oleh akumulasi kepentingan semata. Oleh karena itu, salah satu jalan keluar adalah dengan mengaktualkan kembali makna nilai-nilai luhur kebangsaan tidak hanya sebagai tataran konsep dalam kegiatan sehari-hari, tetapi juga sebagai karakter mutlak dalam kepribadian. Dalam hal inilah, nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika memegang peranan kuat dalam mempresensikan tingkah laku, karakter, dan jiwa khas bangsa Indonesia untuk hadir dalam setiap ruang gerak kita di masa kini maupun di masa yang akan datang.Tanggapan: Pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang harus ditanamkan oleh setiap warga negara. Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia tentu harus tetap berlandaskan pancasila sebagai pemersatu. Begitupun dengan hukum yang berlaku harus sesuai dengan ajaran pancasila sehingga hukum dapat ditegakkan sesuai dengan identitas bangsa

ARTIKEL IVKasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM)Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM)yang berat di Tanah Papua yang terjadi di masa lalu, misalnya di tahun 1963 hingga 1979, semestinya segera diselesaikan oleh negara dengan dimulai dari investigasi awal yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).Penyelesaiannya harus dilakukan secara hukum dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, khususnya berdasarkan amanat pasal 44 dan 45.Sebagai Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada, saya mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera tanpa dalih apapun mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Tanah Papua itu secara hukum.Kasus-kasus pembunuhan kilat, penahanan sewenang-wenang atas warga sipil di tanah Papua sebelum dan setelah pelaksanaan tindakan pilihan bebas (act of free choice) di luar proses hukum maupun kasus pemusnahan etnis yang menjurus kepada kejahatan genosida di kawasan pegunungan tengah Papua agar segera diinvestigasi dan dibuka kembali untuk diselesaikan berdasarkan standar hukum dan prinsip hak sasi manusia yang berlaku universal.

Termasuk di dalamnya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang terjadi di sejumlah daerah sasaran operasi militer seperti perbatasan RI-Papua New Guinea, Puncak Jaya, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Oksibil, Sarmi dan Mamberamo Raya serta Kepulauan Yapen dan Biak maupun Manokwari dan Sorong.Juga kasus penyerangan militer dan polisi terhadap warga sipil pada tanggal 6 Juni 1998 di Biak yang hingga kini belum diselesaikan secara hukum, padahal ratusan warga sipil diduga tewas dan atau hilang pasca peristiwa tersebut.Berkenaan dengan itu, saya mendesak Pemimpin Organisasi Masyarakat Sipil dan Pemimpin Agama, khususnya Pemimpin Gereja-gereja di Tanah Papua untuk lebih berani dan pro aktif dalam mendesak segera diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di tanah Papua di masa lalu maupun saat ini berdasarkan mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku dan telah dimiliki Negara Republik Indonesia.Saya juga menghimbau rakyat Papua, khususnya Orang Asli Papua dari segenap level dan lapisan berdasarkan definisi pasal 1 huruf t Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk senantiasa berjuang Melawan Lupa atas segenap tindakan Pelanggaran HAM Berat yang pernah terjadi atas dirinya, keluarganya, saudaranya, adik atau kakak bahkan anak dan orang tuanya yang dilakukan oleh Negara melalui anasir-anasir resmi seperti TNI atau POLRI.Mari kita berjuang keras untuk mendesak Negara segera menyelesaikannya demi kehormatan dan martabat kemanusiaan di Tanah Papua tercinta ini. Mari Melawan Lupa buat segenap Pelanggaran HAM yang dilakukan Negara terhadap Orang Asli Papua dan masyarakat Papua dari waktu ke waktu hingga hari ini.

Yan Christian Warinussyadalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Anggota Steering Commitee Forum Kerjasama (Foker) LSM se-Tanah Papua.

Tanggapan: Negara hukum dan HAMadalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Negara hukum dan HAMharus senantiasa berjalan beriringan. HAM dapat diwujudkan apabila negara dapat memberikan jaminan perwujudannya. Demikian pula bahwa demokrasi hukum dalam suatu negara hanya dapat terwujud apabila HAM ditegakkan

ARTIKEL VIdentitas Nasional Senjata Melawan Globalisasi

Masalah Mengenai materi Identitas Nasional dan melihat kondisi mengenai Identitas Nasional yang ada di Bangsa dan Negara kita akhir akhir ini. Maka dengan ini, penulis ingin mencoba memaparkan mengenai pembahasan : Pengertian Identitas Nasional beserta unsur unsurnya.Keterkaitan Globalisasi terhadap Identitas Nasional.Kata identitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Identity yang artinya ciri ciri atau tanda tanda. Dalam term Antropologi, identitas diartikan sebagai sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri atau Negara sendiri. Sedangkan kata nasional dalam kamus besar Bahasa Indonesia, merupakan identitas yang melekat pada kelompok kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita cita dan tujuan.Bila dilihat dalam konteks Indonesia Identitas Nasiona merupakan manifestasi nilai nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun menjadi satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan jiwa Bhinneka Tunggal Ika. Jadi, Identitas Nasional dapat diartikan sebagai ciri, karakter, dan sifat khas suatu bangsa dan negara.Pada hakikatnya, Identitas Nasional memiliki empat unsur:Suku Bangsa: golongan social yang khusus yang bersifat askriftif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa, kuran lebih 360 suku.Agama: bangsa indonessia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Agama agama yang berkembang di Indonesia antara lain agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi Negara Indonesia namun sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi telah dihapuskan.Kebudayaan: merupakan pengetahuan manusia sebagai makhlu sosial yang berisikan perangkat perangkat atau model model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda benda kebudayaan. Bahasa: merupakan usur komunikasi yang dibentuk atas unsur unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.Menurut Syarbani dan Wahid dalam bukunya yang berjudul Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan, keempat unsur Identitas Nasional tersebut diatas dapat dirumuskan kembali menjadi 3 bagian: Identitas Fundamental: berupa Pancasila yang menrupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara. Indetitas Instrumental: berupa UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, dan Lagu Kebangsaan.Indetitas Alamiah: meliputi Kepulauan (archipelago) dan Pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan kepercaraan (agama).Era Globalisasi merupakan era yang penuh dengan kemajuan dan persaingan, sedangkan Identitas Nasional sebuah bangsa merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memperkenalkan sebuah bangsa atau Negara dimata dunia.Dengan adanya Globalisasi, identitas sebuah bangsa dan Negara dapat mudah dikenalkan dimata internasional atau juga identitas tersebut mudah tenggelam karena terpengaruh oleh bangsa dan Negara lain.Perlu kita sadari, bangsa Indonesia yang kita cintai ini sedang mengalami krisis identitas nasional yang sangat membahayakan bagi nilai nilai dasar Identitas bangsa Indonesia itu sendiri.Letak Negara Indonesia yang sangat setrategis merupakan hal yang sangat mempengaruhi terjaga atau tidak kelangsungan Identitas bangsa Indonesia. Globalisasi yang terus berkembang pesat membuat nilai nilai budaya bangsa Indonesia mulai terkikis oleh budaya budaya barat yang kurang sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia seperti halnya budaya berpakaian. Kebaya dan batik yang merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia yang berupa pakaian, kini mulai hilang dari kehidupan bangsa Indonesia karena tergantikan oleh pakaian yang bersifat kebarat - baratan. Tidak hanya itu saja, masyarakat Indonesia yang dulunya terkenal sebagai orang orang yang ramah, kini mulai terpengaruh terhadap era globalisai yang memiliki sifat persaingan yang sangat tinggi yang menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakt semakin meningkat.

Tanggapan: Era Globalisasi merupakan era yang penuh dengan kemajuan dan persaingan, sedangkan Identitas Nasional sebuah bangsa merupakan hal yang sangat diperlukan untuk memperkenalkan sebuah bangsa atau Negara dimata dunia. Seiring dengan Era globalisasi, masyarakat harus tetap mengutamakan kebudayaan bangsa sehingga tak tergerus oleh perkembangan zaman yang dapat mematikan identitas bangsa. Letak Negara Indonesia yang sangat setrategis juga merupakan hal yang sangat mempengaruhi terjaga atau tidak kelangsungan Identitas bangsa Indonesia.

ARTIKEL VIWawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia

Konsep Geopolitik merupakan ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya akan sumber daya alam. Sementara kelemahannya ialah terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan tanah air, sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh para pendiri negara ini. Kepentingan nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah bagaimana menjadikan bangsa dan wilayah ini senantiasa satu dan utuh. Kepentingan nasional itu merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional maupun visi nasional.Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip dalam heopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional. Pengertian geopolitik telah dipraktekan sejak abad XIX, tetapi pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu negara. Dimana apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada sistem politik suatu negara. Sebaliknya, politik negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu negara. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin pada momentum sumpah pemuda tahun1928 dan kemudian dilanjutkan dengan perjuangan kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.Konsepsi Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan. Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia (HAN, Sobana 2005). Wawasan Nusantara dapat dikatakan sebagai penerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia (Chaidir Basrie 2002). Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia. Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan Latar belakang muculnya konsep Wawasan Nusantara adalah karakteristik wilayah Nusantara sebagai suatu wilayah negara yang berasaskan Negara Kepualauan. Konsep Negara Kepulauan pada awalnya dianggap asing oleh kebanyakan negara di dunia ini, namun melalui usaha yang gigih dan konsisten pada akhirnya konsepsi Negara Kepulauan diakui oleh banyak negara dalam Konvensi Hukum Laut Internasional sebagai bagian ciri khas tersendiri dari Yurisdiksi Suatu Negara, meliputi laut Terotorial, Perairan Pedalaman, ZEE dan Landas Kontinen. Selain itu pemikiran Wawasan Nusantara juga diilhami oleh aspek sejarah perjuangan Bangsa, aspek filosofis dari Pancasila sebagai Ideologi Negara serta Jati diri bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara sebagai pancaran falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegera kesatuan RI memberikan kaedah nilai, moral dan etika serta tuntunan sikap Bangsa Indonesia yang harus mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa di segala aspek kehidupan nasional sebagai Visi Bangsa yang harus dijunjung Tinggi dan ditaati bersama.Indonesia termasuk negara yang memiliki keragaman ruang yang sempurna, yaitu memiliki ruang udara, darat dan air. Dengan memiliki ruang yang beragam ini, maka Indonesia secara otomatis juga memiliki kekayaan alam yang besar, yang berada di udara, di dalam perairan (laut, sungai, dan danau), serta di dalam daratan (tanah). Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, yang memungkinkan memiliki keragaman hewan dan tumbuhan dengan komposisi tanah yang sangat subur. Konsep penguasaan wilayah geografis harus menyatu dengan sistem politik yang dianut oleh Indonesia, sehingga penjagaan terhadap sejengkal wilayah NKRI juga sama bobotnya dengan kedaulatan negara ini. Konsep Geopolitik digunakan untuk memperkaya wawasan dan kesadaran akan arti penting wilayah NKRI sebagai ruang hidup seluruh rakyat Indonesia.Terdapat tiga unsur penting Wawasan Nusantara yang pertama ialah unsur Wadah dimana terdapat tiga komponen didalamya, yaitu wujud wilayah, tata inti organisasi, dan tata kelengkapan organisasi. Kedua ialah unsur Isi, dimana isi dari Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu. Ketiga ialah Tata Laku yang mencakup dari dua segi yaitu batiniah yakni berdasarkan falsafah bangsa yang membentuk sikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin dan lahiriah yang merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan, pengawasan dan pengadilan.Falsafah pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa Indonesia.Dengan dinamika globalisasi yang semakin menggerus sendi-sendi kehidupan nasional, maka wawasan Nusantara justru perlu menjadi acuan pokok dalam memperkecil penetrasi global dan semakin memperkokoh kehidupan Bangsa Indonesia. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya, di bidang wilayah, adalah diterimanya konsepsi Nusantara di forum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Terdapat pula enam konsepsi yang menjadi elemen wawasan nasional Indonesia yakni (1) persatuan dan kesatuan, (2) Bhineka Tunggal Ika, (3) Kebangsaan, (4) Negara kebangsaan, (5) Negara Kepulauan, (6) Geopolitik. Dan pada dasarnya dapat di pandang dari dua dimensi pemikiran, yaitu dimensi kewilayahan dengan segenap isi di dalamnya atau yang di sebut realita. Dan dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atau yang di sebut sebagai fenomena kehidupan.Agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat terselenggara seperti yang diharapkan, maka perlu adanya sinergi dalam satu keinginan bersama yang dinyatakan melalui aspirasi nasional. Sehubungan dengan hal itu, meskipun bangsa Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan nasional, ciri khas daerah atau kelompok masyarakat tetap dihormati dan dikembangkan. Demikian pula, Status sebagai satu Bangsa Indonesia tidak melebur suku bangsa yang ada, tetapi menghimpunnya dalam kehidupan bersama tanpa ada dominasi satu suku terhadap suku lainnya. Sama halnya dengan penggunaan satu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Hal itu tidak berarti tidak mematikan bahasa daerah sebagai bahasa kelompok.

Tanggapan: Indonesia termasuk negara yang memiliki keragaman ruang yang sempurna, yaitu memiliki ruang udara, darat dan air. Dengan memiliki ruang yang beragam ini, maka Indonesia secara otomatis juga memiliki kekayaan alam yang besar, yang berada di udara, di dalam perairan (laut, sungai, dan danau), serta di dalam daratan (tanah). Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, yang memungkinkan memiliki keragaman hewan dan tumbuhan dengan komposisi tanah yang sangat subur. Konsep penguasaan wilayah geografis harus menyatu dengan sistem politik yang dianut oleh Indonesia. Dengan dinamika globalisasi yang semakin menggerus sendi-sendi kehidupan nasional, maka wawasan Nusantara justru perlu menjadi acuan pokok dalam memperkecil penetrasi global dan semakin memperkokoh kehidupan Bangsa Indonesia

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANMencari Artikel dan Memberi Tanggapan terhadap Artikel

Oleh:

Oleh:Sarayati Khairunisah04011181320024

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014/2015