Click here to load reader
Upload
leduong
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1,C 053-060 https://doi.org/10.32315/sem.1.c053
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 053
Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti
ISBN 978-602-17090-6-1 E-ISBN 978-602-17090-4-7
Arsitektur Vernakular:
Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
Ami Arfianti1, Josef Prijotomo2, Purwanita Setijanti3
1 Program Doktor, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2,3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Korespondensi: [email protected]
Abstrak
Ketika pertanyaan tentang ‘apakah arsitektur vernakular itu dilontarkan, maka jawaban yang
diajukan sangat beragam. Mulai dari ‘vernakular itu identik dengan tradisional’, ‘vernakular itu
membahas bangunan domestik atau tempat tinggal’, sampai jawaban ‘adakah arsitektur vernakular
itu’. Setiap jawaban mengandung unsur kebenaran yang tidak dapat diacuhkan begitu saja. Karena
itu pada tulisan ini akan ditelusuri pemahaman akan apa arsitektur vernakular itu. Yang ternyata
tradisi sangat mempengaruhi arsitektur vernakular. Tetapi keketatan penggunaan tradisi pada
arsitektur vernakular berbeda dengan penggunaan tradisi pada arsitektur tradisional. Arsitektur
vernakular mampu menerapkan tradisi tanpa mengabaikan perkembangan jaman atau modernitas.
Penelusuran dan pemahaman ini menggunakan ‘critical review’ dari pembacaan beberapa literatur
yang membahas arsitektur vernakular dari beberapa sudut pandang.
Kata-kunci : arsitektur vernakular, arsitektur tradisional, tradisi
Pendahuluan
Apakah Arsitektur Vernakular Itu?
Menurut Carter dan Cromley (2005), arsitektur Vernakular berurusan dengan studi tentang aksi dan
perilaku manusia yang dituangkan di dalam arsitektur sehari-hari. Sehingga arsitektur yang terjadi
adalah arsitektur yang dianggap terbaik berfungsi mewadahi kegiatan sehari-hari. Walaupun
mungkin terbaik disini adalah terbaik pada suatu saat tertentu dan ada kemungkinan terbaik pada
suatu waktu ini akan berubah untuk mewadahi kegiatan sehari-hari yang juga dapat bergeser sesuai
perkembangan jaman. Dari logika ini tersirat bahwa arsitektur Vernakular tidak ‘tetap’ atau ‘stagnan’
tetapi berkembang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari. Kesimpulan yang bisa didapat
adalah bahwa arsitektur Vernakular selalu berubah mengikuti perkembangan jaman, karena kegiatan
sehari-hari selalu berubah mengikuti kebutuhan jaman.
Studi tentang arsitektur vernakular dapat dikatakan sebagai the study of those human actions and
behaviors that are manifest in commonplace architecture (Carter and Cromley, 2005). Dimana
bangunan tidak lagi dipandang sebagai obyek seni tetapi memandang bangunan seperti situs (pada
arkeologi) yang perlu untuk digali lebih dalam, melalui detil-detil bangunan (peta pergerakan,
distribusi ruang, sumber-sumber tertulis, struktur penghuni, hubungan keluarga, dan seterusnya)
dapat tertelusuri jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ‘how’, ‘why’, ‘when’, ‘who’ dari bangunan.
Vernakular menjadi istilah yang digunakan untuk segala bangunan mulai dari yang sederhana, unik
sampai ke bangunan yang eksentrik. Menunjukkan bahwa istilah vernakular bukan merupakan istilah
tentang langgam (style) tetapi lebih menunjukkan istilah tentang klasifikasi (type) (Alsayyad, 2014).
Arsitektur Vernakular: Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
C 054 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Pada arsitektur vernakular, kemapanan komunitas ditunjukkan dengan kualitas yang unik
(bermakna) dan diaplikasikan pada bangunan sehari-hari dengan pola yang familiar (dikenali) atau
dengan kata lain “vernacular architecture is simply common architecture-what most people built and
what they use” (Mercer, 1975 dalam Carter dan Cromley, 2005). Arsitektur vernakular umum dalam
arti jumlah (kuantitas) dan bukan kualitas; menjadi umum atau ada dimana-mana karena telah
dibangun dalam jumlah banyak. Banyak dibangun untuk mewadahi kegiatan sehari-hari karena
dianggap merupakan bangunan yang paling dapat memenuhi kebutuhan manusia; menjadi tradisi
untuk bangunan sehari-hari, inilah dominansi (kekuasaan) dari tradisi dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Menjadi bangunan yang dominan karena setiap orang (dalam komunitas tertentu) akan
mengacu pada tradisi ini bila ingin membuat bangunan yang paling terbaik dapat mewadahi kegiatan
sehari-harinya. Tersirat bahwa arsitektur vernakular ini dibatasi oleh tempat (place) dan waktu
(time), dimana tradisi ini menjadi terbaik untuk tempat tertentu dan pada waktu tertentu. Bila terjadi
perpindahan tempat, terjadi perkembangan jaman, maka bisa saja tradisi ini tidak lagi menjadi yang
terbaik dan harus dilakukan perubahan. Karena itu dikatakan arsitektur vernakular dinamis karena
akan berubah sesuai dengan kebutuhan kegiatan sehari-hari.
Disebutkan bahwa arsitektur vernakular merupakan arsitektur yang terjadi pada komunitas tertentu
yang menentukan sendiri tradisinya pada tempat dan waktu tertentu. Komunitas disini bila dikaitkan
dengan ukurannya maka akan dapat dikelompokkan menjadi lokal, regional, nasional, internasional
dan global. Pengelompokan komunitas ini untuk menunjukkan bahwa arsitektur vernakular terjadi
mulai dari skala komunitas kecil sampai global. Tradisi yang terjadi juga menunjukkan pengaruhnya
pada skala kecil sampai global, tergantung pada konsensus yang diikuti oleh masyarakat, semakin
banyak maka skala komunitas akan semakin besar.
Desain arsitektur vernakular tidak dilakukan dengan tidak sengaja tetapi merupakan hasil pemikiran
yang mendalam tentang manusia; solusi terhadap permasalahan iklim, budaya, lingkungan, alam
dan kebutuhan dasar yang menjadi sifat manusia. Bila dibandingkan desain arsitektur vernakular
dengan arsitektur profesional saat ini, maka desain arsitektur vernakular merupakan replika dari
karya-karya sebelumnya, dimana replika ini dibatasi oleh norma konvensional (sesuai konsensus
masyarakatnya). Sedang arsitek profesional menggunakan referensi dari berbagai sumber sehingga
tidak ada batasan untuk mendesain. Terlihat disini bahwa arsitektur vernakular ada dibawah
Gambar 1. Diagram komunitas arsitektur vernakular
(Cromley, ed. 2005)
Ami Arfianti
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 055
dominansi tradisi (norma konvensional). Arsitektur vernakular berbicara tentang ekspresi arsitektural
dari tradisi dan hubungan komunitas, diatur oleh hirarki fungsi dan mengandung makna ritual dan
guna. Setelah bangunan dikonstruksi, maka akan mengalami perubahan akibat respon dari
perubahan kebutuhan manusia sesuai perkembangan jaman. Sehingga desain arsitektur vernakular
akan secara terus menerus-nerus berkelanjutan karena ketika manusia menghuni bangunan ini
mereka akan melakukan respon (merubah, menghilangkan, mengadaptasi, membangkitkan
kembali/revival atau mempertahankan) terhadap bangunan untuk memenuhi kebutuhannya.
Arsitektur vernakular merupakan entitas yang selalu berubah dan bukan karya seni yang statis (tidak
berubah sepanjang masa).
Pembahasan
Pengaruh Modernitas Pada Vernakularisme
Bagaimanakah pengaruh modernitas terhadap arsitektur vernakular, bila dikaitkan dengan
pemahaman akan batasan vernakularisme yang cukup ketat terutama terhadap perkembangan dan
perubahan? Hal ini dikarenakan aturan, norma, standar dan tradisi pada vernakularisme merupakan
hasil konsensus yang dilakukan dalam tempo panjang dari generasi ke generasi dan melalui tahapan
‘trial and error’ berulang-ulang hingga didapatkan hasil yang dianggap paling mendekati sempurna.
Sehingga bila terjadi perkembangan dan perubahan, konsensus harus dilakukan untuk membahas
perkembangan dan perubahan ini. Tetapi bahkan arsitektur vernakularisme tidak dapat menghindar
dari perkembangan dan perubahan ini. Karena itu dilakukan negosiasi antara yang regional dan
global, antara yang lokalitas, dan antara batas yang abstrak. Negosiasi ini dapat membentuk sejarah
moderen yang baru dan kompleks, dimana identitas lokal dan regional dibangun dalam konteks
moderen, sehingga arsitektur vernakular moderen tidak kehilangan atau tetap dapat menjaga
keaslian ruang-ruang yang terjadi.
Konteks moderen mengindikasikan sesuatu yang baru, sedang vernakularisme mengindikasikan
keberlanjutan budaya yang harus sesuai dengan aturan konsensus. Konsep moderen tidak
bergantung pada ‘place’, waktu dan iklim. Konsep moderen bergantung pada universalisasi dan
industrialisasi. Praktisi arsitektur bergeser melihat moderenitas sebagai langgam menjadi
moderenitas sebagai ‘power of construction’. Sehingga bukan lagi ekspresi moderen yang terjadi
tetapi rangkaian strategi untuk merancang ruang (bangunan) yang berbeda dari yang lain.
Vernakular moderenisme dapat terjadi karena prinsip turunan dari kondisi moderen. Dimana
vernakular disini berarti mengarah pada hal yang tertentu atau partikular, atau perilaku tertentu
terhadap ‘place’. Sedang moderenisme disini mengarah pada periode sejarah, yang merupakan
disposisi mental yang umum. Sehingga moderenisme lebih menunjukkan waktu ketika hal ini terjadi
dan bukan menunjukkan konsep atau gagasan dari arsitektur moderen. Sedang vernakular
menunjukkan keunikan penyelesaian atau respon terhadap ‘place’ berdasarkan konsensus
masyarakat dimana ‘place’ berada pada waktu ‘moderen’, dengan konsep ‘being at home’ atau
‘familiar with’ (heimat) (Umbach & Huppauf, ed., 2005), sehingga keberlanjutan budaya masih
terasa walaupun dalam bingkai waktu moderen (saat ini). Konsep vernakular dalam moderenitas
menjadikan rasa tidak asing dalam karya arsitekturnya, membawa memori atau kenangan (masa
lampau) ke dalam moderenitas. Hal ini dilakukan untuk mengkoreksi universalisasi dari moderenitas.
Praktek Arsitektur Vernakular Saat Ini
Asquith dan Vellinga (2006) menyatakan bahwa konsep arsitektur vernakular belum sepenuhnya
digunakan secara maksimal. Permasalahan-permasalahan arsitektur lokal tidak diselesaikan dengan
Arsitektur Vernakular: Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
C 056 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
mengambil preseden dari arsitektur vernakular ini. Arsitek, perencana, perancang enggan untuk
menjadikan arsitektur vernakular sebagai preseden. Padahal, pada abad 21 ini, dimana arsitektur
vernakular sudah sering menjadi tema dari penelitian atau seminar, telah diketahui bahwa budaya
dan tradisi bangunan vernakular selalu dinamis dan berubah.
Dari sudut pandang akademis, dijelajahi pemahaman bagaimana tradisi vernakular merespon dan
bereaksi terhadap perubahan ekologi, teknologi dan budaya. Penjelajahan tersebut akan
memberikan pemahaman lebih akan kemampuan bangunan vernakular, diseluruh penjuru dunia dan
pada saat-saat yang berbeda, menghadapi perubahan sehingga dilakukan penghilangan, adaptasi,
penggunaan kembali atau mempertahankan tradisinya. Penjelajahan ini dapat memberikan
gambaran bagaimana arsitektur vernakular berperan baik di masa lampau maupun masa depan
untuk menciptakan lingkung bina yang layak dan berkelanjutan, sebagai preseden masa lampau
untuk menghadapi masa depan.
Studi tentang arsitektur vernakular ini selalu diwarnai oleh nostalgia, kenangan atau memori akan
masa lampau, dimana karya ini dianggap sebagai suatu karya estetika yang fungsional. Setiap detil
ekspresi dari arsitektur vernakular selalu bermakna, tidak hanya sekedar simbol abstrak tetapi
mempunyai makna dan guna. Studi tentang arsitektur vernakular ini bertujuan sebagai sumber
inspirasi untuk desain kontemporer. Dengan menggunakan studi tentang arsitektur vernakular dapat
dilakukan kritik terhadap arsitektur kontemporer. Tujuan studi seperti inilah yang banyak terjadi
pada lingkup akademis. Seharusnya studi tentang arsitektur vernakular bertujuan untuk mendalami
penciptaan arsitektur vernakular sebagai referensi bangunan masa depan yang mampu menghadapi
tantangan. Keengganan untuk menggunakan arsitektur vernakular sebagai referensi disebabkan,
salah satunya, adalah penggunaan tradisi dalam arsitektur vernakular. Tradisi mempunyai
keterbatasan, ‘place’ atau tempat yang berbeda akan menyebabkan tradisi yang berbeda, waktu
yang berbeda akan menyebabkan tradisi yang berbeda, iklim yang berbeda akan menyebabkan
tradisi yang berbeda. Sulit untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman arsitektur
vernakular pada tempat, iklim dan waktu yang berbeda. Karena itu studi tentang arsitektur
vernakular lebih kepada pendokumentasian sebelum karya vernakular tersebut hilang; dengan
melakukan klasifikasi, penanggalan, merekam bentuk yang spesifik, material yang tersedia dan
digunakan, denah, pola distribusi dan penyebaran, serta perubahan yang terjadi dalam konteks
sejarah. Seakan arsitektur vernakular tersebut tidak mempunyai masa depan dan akan hilang.
Studi tentang arsitektur vernakular pada saat ini, tidak menghiraukan ‘re-use, re-interpretation,
adaptation’ dari karya vernakular tetapi lebih menganalisa konsumerisme, manufaktur warisan
(heritage), deteritorialisasi dan revitalisasi etnik, yang ujung-ujungnya selalu berkaitan dengan pasar
ekonomi (mudah menghasilkan uang), yang akan berdampak pada negosiasi identitas. Akan terjadi
pergeseran identitas yang sudah tidak sesuai norma tradisi, dimana tradisi dilihat sebagai proses
yang dinamis, walaupun seharusnya tradisi itu sangat bergantung pada identitas, berkembang
secara bertahap (tidak instan) dan mengalami transformasi sepanjang waktu. Menyebabkan timbul
keingintahuan akan arsitektur vernakular yang ‘asli’.
Tradisi (pengetahuan dan pengalaman) yang digunakan arsitektur vernakular sebenarnya digunakan
untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, semakin berkurangnya sumber alam, migrasi masal,
dampak bencana alam dan peningkatan kebutuhan perumahan karena meningkatnya jumlah
manusia. Tradisi disini dilihat sebagai suatu proses kreatif dimana manusia menginterpretasi
pengetahuan dan pengalaman masa lampau untuk menghadapi tantangan dan kebutuhan masa
depan. Bila karya vernakular merupakan karya terbaik yang dapat menghadapi tantangan dan
memenuhi kebutuhan manusia mengapa tidak digunakan sebagai referensi untuk karya masa depan.
Ami Arfianti
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 057
Yang dibutuhkan adalah sudut pandang secara arsitektural yang menggabungkan pengetahuan
vernakular (yang sangat berharga) dengan pengetahuan moderen (yang juga sama berharganya).
Sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan karya arsitektur yang selain moderen dan
kontemporer (kekinian dan tidak ketinggalan jaman), juga mempunyai karakter tradisi vernakular
lokal yang sesuai dengan konteks budaya dan ekologi.
Arsitektur Tradisional Dan Vernakular
Tradisi ternyata sangat berkaitan dengan arsitektur Vernakular. Alsayyad (2014) menyimpulkan
bahwa vernakular selalu berhubungan dengan keberlanjutan (tradisi) dan autentisitas. Alsayyad
menekankan bahwa fokus dari vernakular adalah untuk mempertahankan 'enduring values'; nilai-
nilai yang tetap bertahan disini dapat diartikan sebagai tradisi karena akan selalu dipergunakan terus
menerus dan berulang-ulang dari generasi ke generasi. Tetapi apakah arsitektur Tradisional sama
dengan arsitektur Vernakular?
Untuk menjelaskan perbedaan antara tradisional dan vernakular, Alsayyad menambahkan sudut
pandang ketiga untuk melihat bangunan-bangunan diluar 'grand-design', yaitu sudut pandang
'indigenous' atau arsitektur 'asli' atau spontan menurut istilah dari Rapoport (1988). Indigenous
selalu berkaitan dengan 'place', sesuai dengan makna literal dari kata indigenous. Perbedaan antara
vernakular dan indigenous adalah bila vernakular berkaitan dengan konsensus massa, maka
indigenous lebih pada konsensus dari sekelompok orang (etnik, suku, dan seterusnya) yang
berkaitan dengan 'place' dan menghasilkan bangunan dengan budaya sendiri (unik). Sehingga skala
konsensus dari vernakular lebih luas dari indigenous. Kaitan vernakular dengan indigenous dapat
dikelompokkan menjadi tiga: vernakular yang juga indigenous, vernakular yang tidak indigenous dan
indigenous yang tidak vernakular.
Arsitektur vernakular yang juga indigenous adalah bila arsitektur tersebut dibangun asli sesuai
dengan tempatnya berada, dengan menggunakan material lokal dan dibangun berdasarkan
konsensus dari komunitas dimana bangunan tersebut berada. Arsitektur vernakular yang tidak
indigenous bila asal dari arsitektur tersebut bukan asli dari tempat dimana arsitektur tersebut
didirikan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan di tempat arsitektur tersebut berada sehingga
keaslian tidak dipermasalahkan. Dan bentuk arsitektur vernakular ini kemudian diaplikasikan oleh
orang-orang (arsitek, tukang, penghuni) dari komunitas tersebut. Arsitektur yang indigenous tapi
tidak vernakular bila arsitektur tersebut didirikan dengan material lokal di suatu tempat tertentu
tetapi komunitas yang membangun bukan penghuni asli tempat tersebut, yang datang membawa
konsep arsitekturnya sendiri.
Dari uraian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ada suatu konsep adaptasi dari
arsitektur vernakular maupun arsitektur indigenous yang berkaitan dengan 'place'. Bila komunitas
suatu tempat menggunakan bentuk yang bukan asli milik dan sudah disesuaikan dengan kebutuhan
mereka maka sudah tidak disebut sebagai indigenous tetapi vernakular. Tetapi bila suatu komunitas
yang bukan asli penghuni tempat tersebut membawa konsep arsitekturnya sendiri kemudian
melakukan adaptasi dengan material lokal maka masih bisa dikatakan sebagai arsitektur indigenous.
Dengan demikian apakah yang dimaksud dengan arsitektur tradisional? Dari logika pemahaman
diatas maka didapatkan pemahaman tentang arsitektur tradisional adalah bila arsitektur tersebut
dibangun sesuai dengan konsep arsitektur asli oleh komunitas asli dengan material asli (atau
mendekati asli) walaupun bisa tidak berada di tempat asli. Nilai-nilai asli dari tradisi tetap
Arsitektur Vernakular: Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
C 058 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
dipertahankan dalam arsitektur tradisional walaupun place sudah berubah. Makna place dalam
arsitektur tradisional yang seperti ini adalah sebagai 'origin' ( asal).
Kraton Yogyakarta: Arsitektur Tradisional atau Arsitektur Vernakular?
Kraton Yogyakarta merupakan suatu bangunan dengan banyak massa atau plural. Sehingga ada
berbagai tampilan bangunan yang bisa ditelusuri di dalam kompleks istana ini. Bila melihat place
pada Kraton Yogyakarta maka berada di place asli atau origin. Dibangun oleh Sultan
Hamengkubuwono I yang merupakan asli orang Yogyakarta. Untuk memenuhi kebutuhan dari
keluarga istana pada khususnya sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang
masih menjalankan tradisi kesultanan. Dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa pada
umumnya sebagai simbol dari masyarakat Yogyakarta. Dari uraian ini maka terlihat secara awal
bahwa Kraton Yogyakarta dapat digolongkan sebagai arsitektur indigenous. Tetapi apakah Kraton
Yogyakarta merupakan arsitektur vernakular dan/atau tradisional?
Di dalam pembahasan kasus ini dipilih bangunan-bangunan yang penting saja, berdasarkan tingkat
kesakralan bangunan (Purwani, 2001) untuk mengungkap keterkaitan Kraton Yogyakarta sebagai
arsitektur tradisional dan/atau arsitektur vernakular. Dimana tingkat kesakralan ini menunjukkan
keterkaitan dengan penggunaan bangunan oleh Sultan, raja dari Kraton Yogyakarta. Semakin sakral
maka penggunaan bangunan semakin khusus diperuntukkan untuk raja. Bangunan-bangunan
tersebut diantaranya adalah:
Tabel 1. Pengaruh Eropa pada Kraton Yogyakarta
Sumber: Purwani, 2001
Gambar Bangunan Deskripsi 1 2 3 4 5
Bangsal
Pangrawit
merupakan
tempat sultan
melantik patih.
Bangsal Pangrawit beratap susun dua
dan pada bagian tengahnya terdapat
tonjolan ke arah utara dan selatan
yang dilengkapi dengan tutup keong.
Kolom kayu berpenampang persegi
dengan umpak batu berbentuk
padma dengan ornamen saton, praba
dan kaligrafi.
Sakral Asli Asli Asli Asli
Bangsal
Manguntur Takil
Bangsal
Manguntur Takil
dan bangsal
Witono berada di
dalam tratag
Sitihinggil.
Bangsal Manguntur Takil berbentuk
limasan apitan, beratap limasan
dengan disangga empat kolom. Atap
dan plafon berupa tumpangsari yang
diukir dan diprada dengan hiasan
berwarna merah dengan motif
suluran.
Sakral Asli Asli Asli Asli
Bangsal Witono
terletak di
belakang bangsal
Mangantur Takil
Bangsal Witono berbentuk tajug
lambang gantung. Atap bersusun tiga
disangga 36 kolom dengan 4 saka
guru. Kolom kayu berpenampang
persegi dengan umpak batu padma,
dengan ornamen mirong, praba,
kaligrafi.
Sangat
sakral
Asli Asli Asli Asli
Ami Arfianti
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | C 059
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka terlihat bahwa kraton Yogyakarta dapat digolongkan sebagai
bangunan tradisional dan vernakular. Bangunan-bangunan sakral dalam kompleks Kraton Yogyakarta
ini mengikuti tradisi bangunan tertentu, merupakan arsitektur tradisional. Dibangun sesuai dengan
tradisi ber-arsitektur Yogyakarta, dengan material asli sesuai konsep bangunan Yogyakarta,
dibangun oleh perancang, tukang dari komunitas masyarakat Yogyakarta sesuai perintah raja.
Walaupun merupakan bangunan tradisional (karena tidak banyak mengalami perubahan sejak
pertama dibangun), dengan tradisi bangunan tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi,
Kraton tetap dapat mewadahi kebutuhan dari sultan dan anggota keluarganya pada jaman sekarang.
Mungkin karena tradisi ritual kehidupan sehari-hari juga tidak berubah banyak dari awal; dimana hal
ini membutuhkan penelusuran lebih lanjut. Karena telah di-reuse, di-reinterpretation dan diadaptasi
maka kraton Yogyakarta juga merupakan arsitektur vernakular.
Re-use dari kraton Yogyakarta mudah untuk dilihat, dimana Kraton Yogyakarta awalnya dibangun
oleh Sultan Hamengkubuwono I setelah terjadi konflik politik dalam dinasti Mataram sehingga
terpecah menjadi dua, Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta sesuai dengan
perjanjian Gianti tahun 1755 M (Abimanyu, 2014). Kraton Yogyakarta ini dibangun oleh Sultan
Bangsal Sri Manganti
merupakan tempat
dimana sultan menerima
tamu agung.
Bangsal Sri Manganti berbentuk joglo
lambang gantung dengan atap lei
yang disangga 44 kolom, dimana
empat diantaranya saka guru.Kolom
kayu berpenampang persegi dengan
umpak batu berbentuk padma, dan
ornamen berbentuk wajikan pada
tengah-tengah kolom.
Sakral Asli Asli Asli Asli
Bangsal Trajumas
merupakan tempat untuk
membunyikan gamelan
sekaten sebelum dibawa
ke Mesjid Besar.
Bangsal Trajumas berbentuk limasan
trajumas lambang gantung, beratap
limasan susun dua. Disangga 20
kolom dengan enam diantaranya
merupakan saka guru. Kolom kayu
berpenampang persegi dengan
umpak batu berbentuk padma,
dengan ornamen wajikan di tengah-
tengah kolom.
Sakral Asli Asli Asli Asli
Bangsal Kencana
berfungsi untuk menerima
tamu kerajaan, tempat
sembah bekti (upacara
persembahan putra-putri
sultan), dan tempat untuk
menari bedaya.
Bangsal Kencana berbentuk joglo
mangkurat (susun tiga) dengan
disangga 36 kolom, dimana empat
diantaranya adalah saka guru. Kolom
kayu berpenampang persegi dengan
umpak batu berbentuk padma,
dengan ornamen mirong, kaligrafi dan
praba.
Sangat
sakral
Asli Asli Asli Asli
Prabayeksa merupakan
tempat tinggal sultan dan
tempat pengambilan
sumpah sultan baru.
Bangsal Prabayeksa berbentuk
limasan lambang gantung dengan
disangga 48 kolom dengan 8 saka
guru. Kolom kayu berpenampang
persegi dengan umpak batu
berbentuk padma. Tidak ada ornamen
pada kolom bangunan ini.
Paling
sakral
Asli Asli Asli Asli
Keterangan: 1 = tingkat kesakralan; 2 = place; 3 = tradisi; 4 = material; 5 = komunitas
Arsitektur Vernakular: Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina
C 060 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
pertama dengan banyak gedung utama yang menonjolkan semangat kepahlawan yang berakar dari
bagaimana Sultan mendirikan kerajaannya karena penaklukan. Carey (2012) menggambarkan sosok
istana Yogya ini masih bersifat militer. Ada banyak tahapan-tahapan (hirarki) untuk memasuki kraton
Yogyakarta ini. Sampai detik ini, kraton Yogyakarta masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan
dan simbol dari kekuasaan sultan yang mengutamakan harmoni dalam masyarakat (Magnis-Suseno,
2001). Re-interpretation dilakukan dengan mengubah beberapa fungsi bangunan menjadi fungsi
pamer, karena ketertarikan masyarakat akan tradisi yang masih tetap terjaga pada kraton
Yogyakarta ini. Sedang adaptasi sudah pasti terjadi karena jaman yang sudah berubah
menyebabkan kebutuhan berubah, sehingga bangunan-bangunan ini pasti mengalami adaptasi
seperti penggunaan teknologi moderen dan alat komunikasi. Bahkan the way of life (cara hidup) baik
dari sultan dan anggota kerajaan serta abdi-dalem sudah pasti berubah tetapi kraton Yogyakarta
tetap dapat mewadahinya.
Walaupun skala komunitas dari bangunan vernakular ini lokal, dan bangunan kraton Yogyakarta
berjumlah hanya satu, tetapi cara (way) berarsitektur dari kraton Yogyakarta ini menjadi tradisi
dalam membangun rumah tinggal bagi masyarakat Yogyakarta (Ronald, 1997; Saraswati, ed., 1999).
Rumah-rumah masyarakat Jawa mengikuti tradisi bangunan dari kraton Yogyakarta walaupun skala
dari rumah tersebut bervariasi tergantung pada tingkat sosial dari penghuni; mulai dari kelas
masyarakat kebanyakan, pedagang, pegawai kerajaan hingga para bangsawan.
Arsitektur vernakular menunjukkan keunikan penyelesaian atau respon terhadap ‘place’ berdasarkan
konsensus masyarakat dimana ‘place’ berada pada waktu ‘moderen’, dengan konsep ‘being at home’
atau ‘familiar with’ (heimat). Dengan re-use, re-interpretasi dan adaptasi terhadap karya-karya
preseden tradisional dan vernakular maka konsep familiar dan ‘being at home’ dapat menjadikan
keberlanjutan tradisi. Menjadikan genius loci atau kejeniusan lokal (Norberg-schulz, 1976) dari tradisi
berarsitektur sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Karena genius loci ini menunjukkan keunikan
penyelesaian atau respon terhadap lingkungan.
Daftar Pustaka
Abimanyu, S. (2014). Babad Tanah Jawi. Penerbit Laksana, Yogyakarta.
Alsayyad, N. (2014). The ‘Real’, the Hyper, and the Virtual Tradition in the Built Environment. Routledge, New
York.
Asquith, L. & Vellinga, M. (ed.). (2006). Vernacular Architecture in the Twenty-First Century: Theory, Education
and Practice. Taylor and Francis. London and New York.
Carey, P. (2011). Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855.
Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.
Carter, T. & Cromley, E.C. (2005). Invitation to Vernacular Architecture: A Guide to the Study of Ordinary
Buildings and Landscapes. The University of Tennessee Press, Knoxville.
Magnis-Suseno, F. (2001). Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksaan Hidup Jawa. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Norberg-Schulz, C. (1976). Genius Loci: Toward Phenomenology of Architecture. Rizzoli International Publications,
Inc. New York.
Purwani, O. (2001). Identifikasi Elemen Arsitektur Eropa Pada Kraton Yogyakarta, unpublished, Program
Pascasarjana, Program Stuid Arsitektur, Alur Perancangan dan Kritik Arsitektur, ITS, Surabaya
Ronald, A. (1997). Ciri-ciri Karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Saraswati, T. ed. (1999). Transformasi Kraton Yogyakarta: Rumah Bangsawan Dalam Konteks Perubahan Kraton
Yogyakarta. Lokakarya Nasional Pengajaran Sejarah Arsitektur 4. Akademi Teknik YKPN Yogyakarta, Lembaga
Sejarah Arsitektur Indonesia , Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Umbach, M. & Huppauf, B. (ed.). (2005). Vernacular Modernism: Heimat, Globalization, and the Built
Environment. Stanford University Press. Stanford, California