26
APNEA PADA NEONATUS DISUSUN OLEH: Nur Fatini Bt Chok (11-2011-142) PEMBIMBING: Dr Sonny K Yuliarso, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

Apnea Pada Neonatus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Apnea Pada Neonatus

APNEA PADA NEONATUS

DISUSUN OLEH:

Nur Fatini Bt Chok

(11-2011-142)

PEMBIMBING:

Dr Sonny K Yuliarso, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT BAKTI YUDHA, DEPOK BARU, JAKARTA

Page 2: Apnea Pada Neonatus

APNEA PADA NEONATUS

BAB I

PENDAHULUAN

Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau

lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia.1

Apnea mungkin suatu gejala gangguan lain yang kembali pulih bila gangguan lain tersebut

ditangani. Gangguan tersebut dapat meliputi infeksi, refluks gastroesofagus, hipoglikemia,

gangguan metabolik, toksisitas obat, hidrosefalus atau ketidakstabilan suhu pada bayi baru lahir.

Pernafasan periodic harus dibedakan dari jedah apnea yang lama, karena yang kedua dapat

disertai dengan penyakit yang serius. Apnea disebabkan oleh beberapa penyakit primer yang

mengenai neonatus. Gangguan demikian menimbulkan depresi langsung pada pengendalian

pernafasan di system saraf pusat (misalnya hipoglikemia, meningitis, obat-obatan, perdarahan),

gangguan penghantaran oksigen perfusi (syok, sepsis, anemia) atau defek ventilasi (pneumonia,

penyakit membrane hialin, sirkulasi janin persisten, kelemahan otot). 2

Page 3: Apnea Pada Neonatus

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Berdasarkan American Academy of Pediatric, apnea adalah "suatu episode henti napas

selama 20 detik atau lebih, yang berkaitan dengan kondisi bradikardi, sianosis (desaturasi

Oksigen), pucat, dan atau hipotonia yang jelas.” 3

Dikatakan bradikardia apabila denyut jantung kurang dari 100 kali per menit.

Nilai saturasi kurang dari 85% merupakan kondisi yang patologis, dan kondisi ini paling

tidak selama 5 detik.

Atau episode henti nafas kurang dari 20 detik dan disertai dengan bradikardi (minimal <

100x/menit), sianosis, pucat, dan hipotonia jelas.

Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok:

1. Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi

prematur.

2. Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit

seperti sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan hipoksia, perdarahan

intracranial, gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll

Menurut parmalee dkk 4, pengaturan dari pernafasan bayi premature tidak stabil dan

memperlihatkan berbagai corak pernafasan:

Teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas hampir sama

Tidak teratur. Jarak antara nafas dan henti nafas tidak sama

Berbeda dengan pernafasan periodic, yaitu pola pernafasan (30-45% bayi preterm), dimana

terdapat 3/>> episode henti nafas selama >3 detik tapi < 20 detik diantara siklus pernafasan.

Siklus hiperventilasi → hipoventilasi → apnea berlangsung selama 3 detik

Page 4: Apnea Pada Neonatus

Pernafasan periodik biasanya tidak terjadi selama 24 jam setelah kelahiran. Pernafasan periodik

biasanya terjadi pada saat tidur aktif, tetapi bisa juga terjadi saat bayi terjaga dan tidur tenang.

Keadaan ini normal pada bayi prematur dan tidak butuh pengobatan. Dengan bertambahnya

masa , pernafasan makin teratur dan pernafasan periodic makin berkurang. Maturasi lengkap

baru terjadi beberapa bulan kemudian.

DIAGNOSIS

Diagnosis penyebab apnea ditegakkan dengan pemeriksaan yang seksama. Setelah diagnosis

ditegakkan, pengobatan yang sesuai harus dilaksanakan secepatnya agar kematian atau gejala

sisa dikemudian hari dapat dicegah atau dikurangi. Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

1. Anamnesis

Riwayat kehamilan (komplikasi kehamilan, gawat janin)

Riwayat persalinan (infeksi intrapartum, cara persalinan, APGAR score)

Pemeriksaan fisis sesudah lahir: asfiksia, trauma lahir, besarnya bayi, letargi, suhu,

sianosis, anemia, usaha nafas, denyut jantung, tekanan darah dan pemeriksaan

neurologic

2. Pemeriksaan Laboratoris

Pemeriksaan darah tepi lengkap, kultur darah, urin, dan CSF, C-reactive protein jika

curiga adanya infeksi bakteri atau jamur yang serius.

Pemeriksaan kadar ammonia, asam amino, dan level asam-asam organik dalam darah

dan urin jika curiga adanya kelainan metabolik.

- Peningkatan asam piruvat dan laktat di CSF penanda kelainan metabolic.

- Peningkatan keton urin mengindikasikan organic acidemia.

Pemeriksaan elektrolit serum, kalsium, magnesium, dan kadar glukosa digunakan untuk

menilai adanya metabolic stress atau hipoventilasi kronik.

Analisis tinja jika curiga adanya gangguan akibat toksin botulism yang bergejala apnea,

konstipasi, hipotonia, kesulitan menelan, dan hilangnya gerakan mata.

3. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks untuk melihat kelainan patologik paru seperti pneumotoraks, pneumonia,

dysplasia bronkopulmonar

Page 5: Apnea Pada Neonatus

Ultrasonografi kepala untuk melihat perdarahan intraventrikukar atau kelainan lain di

otak

4. Pemeriksaan tambahan apabila ada indikasi : biakan darah, pungsi lumbal, foto abdomen,

elektrokardiografi, ekhokardiografi, elektroensefalografi, CT-scan, pneumogram (suatu alat

yang dipasang di dada dan dapat memantau denyut jantung, gerakan dinding dada secara

terus menerus, serta dapat mendeteksi apnea periodic).

KLASIFIKASI

Klasifikasi apnea :

1. Apnea sentral ( 35% )

Depresi pusat pernafasan primer (imaturitas neuron-neuron, imaturitas fungsi batang otak)

menyebabkan sinyal impuls bernafas terhadap otot-otot pernafasan tidak adekuat . ini

menyebabkan terganggunya aktivitas otot-otot pernafasan yang akhirnya memicu terjadinya

apnea.Apnea yang ditemui berupa tidak ada pergerakan dinding dada (usaha bernafas) dan

aliran udara.

Penyebabnya antara lain:

Prematuritas

Pernafasan periodik (pendek, dengan henti nafas berulang-ulang) dengan durasi 5-10 detik

biasa terjadi pada bayi premature dan dianggap sebagai pola pernafasan normal pada usia

tersebut. Walaupun penggunaan periode waktu standar mampu menyederhanakan

penanganan perawatan rutin, beberapa bayi kecil (biasanya < 1000 g) tampaknya cukup

menderita jika periode apnea berlangsung lebih dari 5-10 detik. Makin muda umur

kehamilan, makin tinggi insiden dan makin parah. Meningkat sejalan dengan penurunan

umur kehamilan.

Hipoksia/asidosis (sindrom gawat nafas, pneumonia, pneumotoraks dll)

Obat-obatan (ibu mendapat obat-obat narkotik, tri-hydroxy-methylaminomethane)

Gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipermagnesemia).

Infeksi (sepsis, meningitis, ensefalitis)

Page 6: Apnea Pada Neonatus

Perdarahan intracranial

Polisitemia dengan hiperviskositas

Enterokolitis nekrotikans

Ductus arteriosus paten

Kejang

Gangguan perkembangan otak

Suhu yang tidak stabil.- Apnea sering terjadi dilingkungan yang suhunya tinggi atau

rendah. Misalnya terlalu cepat memasukkan bayi ke ruang yang terlalu panas atau dingin.

2. Apnea obstruktif ( 5 – 10% )

Apnea obstruktif terjadi akibat berhentinya ventilasi alveolar akibat obstruksi dari saluran nafas

atas khususnya pada pharyx.

Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat. Sumbatan dapat terjadi karena:

Jalan nafas berisi susu, mucus atau mekonium, biasa terjadi pada bayi premature yang tidur

terlentang karena jalan nafasnya sempit. Hal ini dapat dihindari dengan menengkurapkan

bayi

Cacat bawaan seperti atresia koana, sindrom pierre robin

- Atresia koana adalah suatu cacat bawaan dirongga hidung, yang disebabkan oleh

kegagalan membrane bukonasal membuat lobang pada masa embrio. Akibatnya terjadi

obtruksi karena adanya selaput atau tulang. Biasanya unilateral dan jarang bilateral.

Kelainan yang bilateral sering menyebabkan bayi menderita sianosis dan “apnoeic spell”

berulang dan merupakan masalah yang serius sejak lahir. Diagnosis ditegakkan dengan

melihat gerakan seutas benang didepan lobang hidung yang satu sementara lubang hidung

yang lain dan mulut ditutup. Demikian pula cara menguji lubang hidung yang lainnya. Bila

dengan cara tersebut timbul keragu-raguan maka dapat dimasukan kateter ke lubang hidung

secara bergantian. Bayi dengan atresia koana bilateral akan menderita obstruksi saluran

nafas atas pada waktu tidur dan minum sehingga terjadi apnea berat. Terapinya adalah

dengan operasi.

- Sindrom Pierre Robin adalah suatu anomali yang terdiri dari hipoplasia mandibula, dan

celah langit-langit. Jalan nafas tersumbat karena lidah terdorong ke posterior sebagai akibat

Page 7: Apnea Pada Neonatus

dari mandibula yang kecil. Bayi dengan kelainan yang ringan dapat dirawat dengan posisi

tengkurap, sedangkan yang berat harus dilakukan operasi untuk menarik lidah ke posisi

anterior.

3. Apnea campuran ( 15-20% )

Bisa terdapat central apnea dan obstructive apnea pada saat yang sama atau berbeda dari proses

bernapas.

DIAGNOSIS BANDING

1. Pernafasan Periodik

Terdiri atas bernafas 10-15 detik, diikuti dengan episode apnea >3 detik tapi < 20 detik

(5-10detik)

Tanpa adanya perubahan HR, dan warna

Tidak terjadi dalam 2 hari kehidupan.

ETIOLOGI APNEA DAN BRADIKARDI

Semua bayi dengan apnea harus diusahakan dicari penyebabnya. Pada bayi prematur tidak

mudah mencari etiologinya karena faktor-faktor yang sangat kompleks, sedangkan pada bayi

cukup bulan umumnya mudah diketahui. Apnea berulang pada prematur diduga karena

imaturitas pusat pernafasan dibatang otak dan imaturitas dari reaksi kemoreseptor terhadap

hipoksia dan asidosis. Bradikardia dapat terjadi karena efek langsung hipoksia pada jantung dan

rangsangan hipoksia pada kemoreseptor di bagian carotid.

1. Apnea pada premature

Biasanya berkaitan dengan imaturitas dari mekanisme yang mengontrol pernafasan.

Imaturitas neuron-neuron dalam mengatur pernapasan

Imaturitas dari fungsi batang otak

Imaturitas chemoreseptor

- Menurunnya respon central chemoreseptor terhadap level CO2

-Tumpulnya respon peripheral chemoreseptor

Keterlambatan aktivasi dari otot-otot pernafasan atas misalnya genioglossus.

Page 8: Apnea Pada Neonatus

Refleks yang abnormal atau hiperaktif pada bayi preterm.

Kondisi ini biasanya muncul setelah 1-2 hari kehidupan dan dalam 7 hari pertama. Apnea yang

muncul dalam 24 jam pertama atau > 7 hari usia bukanlah AOP.

2. Penyebab sekunder

Bagian Penyebab potensial

SSP Obat-obatan, kejang-kejang, jejas hipoksik, hernia, gangguan

neuromuscular, perdaarahan intracranial

Pernapasan Pneumonia, lesi jalan napas obstruktif, ateletaksis, prematuritas berat

( <1000g ), reflex larings, paralisis nervus frenikus, distress

membrane hialin berat, pneumotoraks

Infeksi Sepsis, enterokolitis nekrotikans, meningitis ( bakteri, jamur, virus )

Saluran pencernaan Pemberian makan oral, gerakan usus, refluks gastroesofagus,

esophagitis, perforasi usus

Metabolic Hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hypernatremia,

hipotermia, hipertermia

Kardiovaskular Hipotensi, hipertensi, gagal jantung, anemia, hipovolemia, tonus

vagus

Idiopatik Imaturitas pusat pernapasan, fase tidur, kolaps saluran pernapasan

atas

Dianosis apnea prematuritas adalah eksklusif dan dipertimbangkan setelah penyebab sekunder

sudah disingkirkan. Penyebab umum apnea sekunder adalah sepsis, pneumonia, asphyxia,

instabilitas temperature, dan anemia.

Page 9: Apnea Pada Neonatus

PATOFISIOLOGI

Kattwinkel mengemukakan 4 kategori mengenai pathogenesis atau faktor predisposisi terjadinya

apnea pada neonatus: 5

1. Depresi primer pusat pernafasan

2. Berkurangnya atau terhalangnya masukan aferen

3. Reaksi pernafasan terhadap hipoksemia.

4. Refleks yang abnormal atau hiperaktif

Gangguan di pusat pernafasan adalah akibat dari berkurangnya sinapsis sejumlah neuron antara

sel-sel di dalam pusat pernafasan bayi premature dibandingkan dengan orang dewasa. Lagipula

sensitivitas regulator neuronnya terhadap CO2 berkurang pada bayi prematur. Banyak peneliti

mengemukakan bahwa aktivitas pusat pernafasan di medulla tergantung dari masukan eferen,

termasuk rangsangan panas atau dingin. Pernstein dkk melaporkan bahwa apnea lebih sering

terjadi di lingkungan yang hangat. Bayi immatur bereaksi terhadap hipoksia dengan ventilasi

yang sedikit meninggi dan diikuti oleh pernafasan periodik dan apnea. Pada waktu tidur aktif,

pernafasan tidak teratur, rongga dada mengecil karena kolaps, volume paru menurun 30% dan

PaO2 merendah, sehingga apnea sering terjadi dalam keadaan tidur aktif dengan “rapid eye

movement”(REM).9

Page 10: Apnea Pada Neonatus

PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA APNEA

Penurunan tekanan O2 arteri

Penurunan denyut jantung

Penurunan aliran darah perifer

Perubahan EEG yang menunjukkan depresi CNS jika apnea berat

Peningkatan tekanan vena

Penurunan tonus otot

EPIDEMIOLOGI

Insiden apnea dan pernafasan periodik pada bayi cukup bulan belum diketahui dengan pasti.

Pada bayi prematur yang diteliti terdapat 50%-60% menderita apnea; 35 % apnea sentral, 5%-

10% apnea obstrukstif dan 15%- 20% apnea campuran dan 30% lainnya menderita pernafasan

periodik. Sebagian besar bayi prematur akan memperlihatkan gejala apnea selama perawatan.4

Page 11: Apnea Pada Neonatus

MONITOR APNEA

Semua bayi doi bawah masa gestasi 34 minggu perlu dimonitor sekurang-kurangnya untuk

minggu pertama kehidupan atau sehingga berakhirnya episode apnea ( 7 hari ). Bayi > 34

minggu masa gestasi perlu dimonitor jika mereka sakit. 6,7

1. Movement sensors

Menginterpretasikan gerakan dada/abdomen sebagai respirasi.

Kekurangannya: gagal menginterpretasikan obstructive apna dan tidak dapat

membedakan gerakan tubuh dengan pernafasan.

2. Pulse oximeter

mendeteksi perubahan frekuensi nadi dan saturasi yang disebabkan episode apnea.

Akan tetapi, pergerakan dinding dada tidak dapat dimonitor dengan alat ini.

PENATALAKSANAAN

Khusus

Diobati sesuai dengan penyebabnya (sepsis diobati dengan antibiotika, hipoglikemia dengan

larutan glukosa, gangguan asam basa harus dikoreksi dll).

Umum

1. Airway, breathing & circulation (ABC)

Posisikan kepala bayi dengan sedikit ekstensi

Bersihkan jalan nafas

Rangsangan taktil dengan merangsang kulit telapak kaki pada waktu-waktu

tertentu atau menidurkan bayi di tempat yang mudah bergerak (“oscilating

water bed”). Cara ini akan meningkatkan ambang rangsang kulit bayi, dengan

demikian dapat merengsang pusat pernafasan.

2. Ventilasi manual dengan “face mask and bag”

Jika bayi tetap apnea dan tidak respon terhadap rangsangan taktil , lakukan pemberian

ventilasi bag & mask dengan oksigen 100%.

3. Terapi farmakologi

Page 12: Apnea Pada Neonatus

Obat yang sering dipakai untuk mengatasi apnea adalah dari golongan methylxanthine

(aminofilin, teofilin, caffein) dan doxapram. Doxapram diberikan kalau obat-obat

golongan methylxanthine tidak dapat mengatasi apnea. Pemberian obat-obat ini harus

diawasi baik secara klinis maupun laboratorium, agar komplikasinya dapat diketahui

dengan segera dan tidak memperburuk keadaan bayi.

Xantin (teofilin, kafein) digunakan secara luas dalam penanganan apnea neonatus.

Teofilin dimetabolisme menjadi kafein dalam jumlah yang banyak sekali pada neonatus,

walaupun mekanisme yang memungkinkan xantin meningkatkan rangsangan pernafasan

masih belum jelas. Mekanisme yang diajukan meliputi generalisasi peningkatan

rangsangan respirasi pusat, kontraksi diafragma yang lebih efisien, perubahan status

tidur, dan pembalikan depresi respirasi hipoksik. Walaupun akibat jangka panjang

penggunaan xantin belum tampak, harus dilakukan perawatan untuk menghindari efek-

efek jangka pendek seperti takikardi dan dieresis. 12,13

Dosis obat yang dianjurkan:

Tabel 1. Obat dan dosis yang dianjurkan serta data farmakokinetiknya 12

Obat Dosis

pertama

(mg/kg)

Dosis

rumatan

(mg/kg)

Konsentrasi

dalam

serum

(mg/L)

Distribusi

volume

( L/kg)

Half life

(hr)

Cara

pemberian

Aminofilin 5.0-6.0 1.1-3.0/8

Jam

5-15 0.6-0.7 30-33 IV

Teofilin 4.0-5.0 2.0/12 jam

1.0/8 jam

5-15 0.6-1.0 19-30 PO

Caffeine

citrate

20 2.5-5.0/24

jam

8-20 0.9 102.9 PO atau IV

Doxapram 5.5 1-2.5/jam 1.5-5.0 7.3 8-10 IV

Doxapram merangsang kemoreseptor perifer (badan carotid) pada dosis rendah,

sedangkan pada dosis tinggi langsung merangsang pusat pernafasan. Efek samping dari

Page 13: Apnea Pada Neonatus

doxapram adalah kejang, hipertensi, hiperglikemia, distensi abdomen, mudah terangsang, dan

muntah.

Table 2. efek farmakologik methylxanthine 12

Sistem Efek

Saluran nafas Meningkatkan produksi surfaktan, usaha nafas,

frekuensi pernafasan, sensitivitas PCO2

Kardiovaskular Meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kontraksi

jantung, dilatasi pembuluh darah paru, jantung dan

ginjal, mengurangi resistensi vascular perifer

Alat cerna Mengurangi motilitas gastrointestinal, menambah sekresi

asam lambung

Susunan saraf pusat Meningkatkan perangsangan susunan saraf pusat dan

konsumsi oksigen serebral, mengurangi aliran darah ke

Otak

Metabolic Meningkatkan kadar glukosa, ketouria, glikosuria

Endokrin Meninggikan kadar katekolamin dan insulin

Hematopoetik Meningkatkan koagulasi

Ginjal Menambah aliran daral ginjal dan dieresis

Musculoskeletal Meningkatkan kontraksi otot, mengurangi kelelehan.

Walaupun efek farmakologik methylxanthine demikian banyak, akan tetapi yang paling

penting dipantau secara klinik adalah frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung

cepat meninggi apabila dosis obat yang diberikan terlalu tinggi

4. Bila cara tersebut gagal mengatasi apnea maka bayi diintubasi dengan memasang

“continuous positive airway pressure” (CPAP).

Dilakukan pada kasus-kasus apnea pada bayi preterm dan diindikasikan pada bayi

yang tetap mengalami apnea meski metilsantin telah mencapai level therapeutik.

Indikasi untuk memulai CPAP pada bayi dengan terapi aminophylline termasuk

(a) Lebih 1 episode apnea membutuhkan suplemen oksigen dalam 24 jam

Page 14: Apnea Pada Neonatus

(b) lebih 12 episode apnea dalam 24 jam (atau 6 episode dalam 12 jam)

membutuhkan rangsangan taktil

(c) lebih 1 episode apnea (spontan) setiap jam untuk 12-24 jam.

CPAP juga dapat digunakan untuk mengurangi post-extubation apnea pada bayi

prematur . CPAP meningkatkan oksigenasi, mendukung saluran udara atas selama

respirasi dan mencegah kolaps faring selama ekspirasi.

CPAP diberikan bersama nasal mask atau face mask dengan 3-6 cm H2O.

CPAP efektif pada apnea obstruktif dan campuran, tetapi efeknya sangat kecil pada

apnea central.

5. Ventilasi mekanik

Dilakukan jika bayi tetap apnea walaupun sudah diberikan farmakoterapi dan

CPAP.

6. Transfuse PRC jika hematokrit <30%.

Home Monitoring

Pasien dengan apnea yang menetap meski telah diberikan methylxanthine harus dilakukan

home monitoring. Adapun indikasi home monitoring:

Pernah mengalami ALTE ( apparent life-threatening event)

Pasien mengalami apnea dengan GER

Ada saudara atau kembaran pasien yang meninggal akibat SIDS

Page 15: Apnea Pada Neonatus

KOMPLIKASI

1. Gagal napas

2. Hipoksia

Page 16: Apnea Pada Neonatus

PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari penyebab apnea. Umumnya apnea pada bayi prematur akan

menghilang sendiri apabila umur bayi menurut masa gestasi lebih dari 37 minggu. Kadang-

kadang apneanya menetap dan kausanya sukar sekali diketahui. Dalam hal ini mungkin bayi

dapat dipulangkan dengan pemberian oksigen dan obat serta pemantauan ketat.

Page 17: Apnea Pada Neonatus

BAB III

KESIMPULAN

Apnea pada neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi berhenti bernafas selama 20 detik atau

lebih. Henti nafas dapat pula kurang dari 20 detik akan tetapi disertai sianosis dan bradikardia.

Serangan apnea dapat dibagi dalam 2 kelompok:

1. Idiopatik atau apnea primer yang sebabnya tidak diketahui dan sering terjadi pada bayi

prematur.

2. Simtomatik atau apnea sekunder, yang timbulnya sebagai akibat dari suatu penyakit seperti

sindrom gawat nafas, penyakit jantung bawaan dengan hipoksia, perdarahan intracranial,

gangguan metabolic (hipoglikemia, hipokalsemia), sepsis, meningitis, dll

Apnea dapat dibahagikan dalam 3 golongan:

1. Apnea pusat (apnea sentral)

Apnea pusat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pusat pernafasan dibatang

otak atau pusat yang lebih tinggi yaitu di korteks serebri.

2. Apnea obstruktif

Apnea mudah terjadi bila jalan nafas tersumbat

3. Apnea campuran

Page 18: Apnea Pada Neonatus

DAFTAR PUSTAKA :

1. Richard J martin. Gangguan pernafasan dalam penatalaksanaan neonatus resiko tinggi ed.

IV. Jakarta. 1998. Hal 274-308

2. Robert M kliegman. Janin dan bayi neonatus dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed. 15

vol I. Jakarta 2000. Hal 590-599

3. Committee on Fetus and Newborn. Apnea, Sudden Infant Death Syndrome, and Home

Monitoring. Diunduh dari http://pediatrics.aappublications.org/content/111/4/914.full.html

4. Gornella TL, and Cunningham MD : Neonatology. Norwolk,Connecticut/San Mateo,

California, Appleton & lange, 1988/1989; p.313

5. Kattwinkel J: Neonatal apnea : pathogenesis and therapy. J pediat 1997; 90: 342-347

6. Volpe JJ : Apneic spells and periodic brething . in Avery GB (ed) : neonatology.

Philadelphia, lippincot, 1975 ; pp . 740-744

7. Parmalle AH, stern E, and Harris MA: Maturation of respiration in premature and young

infants. Neuropaediatric, 1972; 3: 294-304

8. Rigatto H, brady JP, Verduzco RT : Chemoreceptor refleks in paterm infants: II. The effect

of gestational and postnatal age on ventilator response to inhaled carbon dioxide. Pediatrics

1975; 55: 614-620

9. Gabriel M, Albidin M, and Schulte FJ: apneic apells and sleep states in preterm infants.

Pediatrics 1976; 57: 142

10. Girling DJ:Changes in heart rate, blood pressure, and pulse pressure during apneic attacks

in newborn babies. Arch dis Child 1972; 47: 405-410

11. Bhatia J. Current options in the management of apnea of prematurity. Clin Pediatr

2000;39:327-36

12. Henderson-Smart DJ, Steer PA. Prophylactic methylxanthine for prevention of apnea

in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev 2000;(2):CD000432.

13. Henderson-Smart DJ, Subramanian P, Davis PG. Continuous positive airway pressure

versus theophylline for apnea in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev 2000;

(2):CD001072