Upload
nguyenhanh
View
285
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN
(Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT
IIS SETIANY MINARTY
C34080049
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
RINGKASAN
IIS SETIANY MINARTY. C34080049. Aplikasi Nanokalsiun dari Cangkang
Rajungan (Portunus sp.) pada Effervescent. Dibimbing oleh PIPIH
SUPTIJAH dan BUSTAMI IBRAHIM.
Rajungan merupakan salah satu komoditas perairan yang jumlahnya cukup
melimpah di Indonesia. Cangkang rajungan banyak yang terbuang dan
menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Salah satu upaya untuk
mengurangi limbah padat tersebut adalah mengolah limbah cangkang rajungan
dengan mengekstrak kandungan kalsiumnya. Kalsium merupakan salah satu
mineral esensial yang memiliki peranan penting di dalam tubuh. Kalsium yang
umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium. Ukuran tersebut terkait
dengan besarnya penyerapan kalsium oleh tubuh, biasanya hanya 50% sehingga
sering menyebabkan defisiensi. Teknologi untuk kalsium yang perlu
dikembangkan adalah teknologi nano, sehingga terbentuk nanokalsium yang
diaplikasikan pada bentuk effervescent.
Penelitian ini bertujuan untuk menambah value added pemanfaatan
limbah cangkang rajungan, mengekstrak dan mengkarakterisasi kalsium dari
limbah cangkang rajungan dan mempelajari pengaruh penggunaan nanokalsium
pada aplikasi effervescent.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan nano
kalsium dengan perlakuan perbedaan konsentrasi HCl terhadap rendemen dan
kadar mineral yang meliputi kalsium, magnesium, fosfor, kalium, natrium,
mangan, besi, dan zinc, serta analisis fisik dan mikroskopis serbuk nanokalsium
meliputi analisis derajat putih dan analisis ukuran partikel. Tahap kedua yaitu
pembuatan effervescent nanokalsium dengan analisis waktu larut, derajat
keasaman, dan analisis bioavailabilitas.
Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode
presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara
melarutkan komponen kalsium cangkang rajungan ke dalam pelarut asam (HCl)
dengan berbagai konsentrasi, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam
larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa
tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium
yang halus dan berukuran nano. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen
optimal diperoleh pada perlakuan konsentrasi HCl 1 N yaitu sebesar 12,07%.
Berdasarkan analisis mineral, kadar mineral yang tertinggi adalah kalsium yaitu
sebesar 51,27%. Serbuk nano kalsium juga mengandung mineral lainnya yaitu
natrium, kalium, magnesium, fosfor, mangan, seng, dan besi. Nilai derajat putih
serbuk nano kalsium yang dihasilkan adalah 63,63% (skala 100%). Hasil
pengukuran partikel menggunakan SEM pada perbesaran 30.000x 120-573 nm.
Nanokalsium yang dibuat dalam bentuk effervescent memiliki waktu larut yang
dibutuhkan selama 0,94 detik dengan pH 9. Hasil analisis bioavailabilitas
menunjukkan penyerapan tertinggi terjadi pada menit ke-8 yaitu sebanyak 75,1%.
APLIKASI NANOKALSIUM DARI CANGKANG RAJUNGAN
(Portunus sp.) PADA EFFERVESCENT
IIS SETIANY MINARTY
C34080049
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Aplikasi Nanokalsium dari Cangkang Rajungan
(Portunus sp.) pada Effervescent
Nama : Iis Setiany Minarty
NIM : C34080049
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui:
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Pipih Suptijah, MBA Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
NIP. 19531020 1985 03 2 001 NIP. 19611101 1987 03 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., Mphil.
NIP. 19580511 1985 03 1 002
Tanggal Pengesahan:…………………..
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Efektivitas
Bioavailabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan (Portunus sp.) pada
Aplikasi Effervescent” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012
Iis Setiany Minarty
C34080049
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Iis Setiany Minarty
dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Oktober 1990.
Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Anda Suhanda dan Ibu Euis Rustiawati.
Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK
Bhayangkari Subang tahun 1995-1997, kemudian
Sekolah Dasar Negeri Salep Subang tahun 1997-1999. Penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 1 Subang tahun 2002-2005. Pendidikan menengah
atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Subang tahun 2005-2008. Penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) dengan Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor tahun 2008.
Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu Koperasi
Mahasiswa IPB pada tahun 2008-2009 dan Fisheries Processing Club (FPC) pada
tahun 2009 sampai tahun 2011. Penulis juga aktif sebagai asisten pada mata
kuliah Teknologi Pengembangan Kitin dan Kitosan tahun ajaran 2011-2012 dan
asisten Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2011-2012.
Tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapangan dengan judul
“Penerapan Sanitasi dan Higiene pada Proses Pembekuan Tuna (Thunnus sp.)
di PT Lautan Bahari Sejahtera, Jakarta”. Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Efektivitas Bioavalabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan
(Portunus sp.) pada Aplikasi Effervescent” di bawah bimbingan Dr. Pipih
Suptijah, MBA dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Efektivitas Bioavailabilitas Nanokalsium dari Cangkang Rajungan
(Portunus sp.) pada Aplikasi Effervescent”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu berjalannya proses penelitian hingga tahap penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Dr. Pipih Suptijah, MBA dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi.
2) Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.
3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan.
4) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol. sebagai Komisi Pendidikan di
Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5) Dr. Ir. Sri Purwangsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik, atas
segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
6) Seluruh dosen dan staf administrasi Teknologi Hasil Perairan.
7) Kepada kedua orang tua: mama dan bapa atas limpahan doa yang tak
pernah putus dan kasih sayang yang tak pernah pupus serta materil yang
tidak terhitung jumlahnya.
8) Kepada kakak prima, adik (novi, dhany, aditya) yang telah memberikan
bantuan, doa dan motivasi selama kuliah di IPB.
9) Keluarga Roesangi yang telah memberikan doa, semangat, dan kasih
sayang kepada penulis.
10) Laboran bu ema dan mba dini yang telah memberikan bantuan dan
semangat dalam penelitian.
11) Tim asisten teknologi pengembangan kitin dan kitosan (Hilda, Erna,
Steven, Kurniawati, Taufik, Henry) yang telah memberikan bantuan dan
semangat dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini.
12) Teman-teman THP 45 terutama hana, aulia, dwisari, ipi, mpit, helmi, rico,
apip yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penelitian serta
penyusunan skripsi ini.
13) Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu disini yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
peningkatan kualitas di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) ................................ 3
2.2 Komposisi Kimia Limbah Rajungan ....................................................... 4
2.3 Pengembangan Nanokalsium .................................................................. 5
2.4 Kalsium .................................................................................................... 5
2.5 Kebutuhan Kalsium dalam Tubuh ............................................................ 6
2.6 Kegunaan Kalsium dalam Tubuh ............................................................ 7
2.7 Penyerapan Kalsium dalam Tubuh .......................................................... 7
2.8 Effervescent ............................................................................................ 8
3 METODOLOGI ............................................................................................. 10
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 10
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 10
3.3 Metode Penelitian ..................................................................................... 10
3.3.1 Produksi Nanokalsium ................................................................... 10
3.3.2 Pembuatan Tablet Effervescent ....................................................... 12
3.3.3 Analisis .......................................................................................... 13
3.3.3.1 Pengukuran rendemen nanokalsium .................................... 13
3.3.3.2 Analisis total mineral nanokalsium dengan AAS ............... 13
3.3.3.3 Analisis ukuran partikel nanokalsium dengan SEM ........... 14
3.3.3.4 Analisis derajat putih nanokalsium ..................................... 14
3.3.3.5 Analisis derajat keasaman effervescent nanokalsium ........ 14
3.3.3.6 Analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium .......... 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 16
4.1 Rendemen Nanokalsium .......................................................................... 16
4.2 Derajat Putih Nanokalsium ..................................................................... 19
4.3 Komposisi Total Mineral Nanokalsium .................................................. 20
4.4 Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium .................................................... 21
4.5 Aplikasi Nanokalsium ............................................................................. 23
4.6 Derajat Keasaman .................................................................................... 24
4.7 Bioavailabilitas Effewrvescent Nanokalsium ......................................... 25
5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 28
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 28
5.2 Saran ......................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 29
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan gizi tepung cangkang rajungan ................................................. 4
2. Daftar angka kecukupan gizi kalsium ........................................................... 6
3. Komposisi total mineral serbuk nanokalsium ............................................... 20
4. Formulasi effervescent nanokalsium ............................................................ 23
5. Waktu larut effervescent terpilih .................................................................. 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Rajungan (Portunus sp.) ................................................................................ 3
2. Diagram alir pembuatan serbuk nanokalsium .............................................. 12
3. Diagram alir pembuatan tablet effervescent nanokalsium ........................... 12
4. Diagram alir analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium .................. 15
5. Data rendemen nanokalsium ........................................................................ 17
6. Proses presipitasi kalsium dengan NaOH .................................................... 18
7. Karakteristik derajat putih serbuk nanokalsium ………………………….. 19
8. Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium perbesaran 30.000x .... 22
9. Bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih ……….. 26
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Perhitungan rendemen .................................................................................. 35
2 Data kandungan mineral ………………………………………………….. 36
3 Derajat putih nanokalsium ........................................................................... 37
4 Bioavailabilitas effervescent nanokalsium .................................................... 38
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rajungan merupakan salah satu komoditas perairan yang jumlahnya cukup
melimpah di Indonesia. Ekspor rajungan memberikan kontribusi yang baik bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia dikarenakan komoditi rajungan merupakan salah
satu komoditi perikanan yang termasuk kedalam salah satu andalan ekspor
komoditi perikanan Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan data KKP (2010)
yang menyatakan bahwa dari tahun ke tahun komoditi rajungan mengalami
peningkatan nilai ekspor yang cukup signifikan khususnya pada tahun 2007-2008
yang mengalami peningkatan nilai ekspor sebesar 4,77%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suptijah (1992) limbah
kulit rajungan mengandung 13-15% kitin. Kitin merupakan polisakarida terbesar
kedua setelah selulosa yang mempunyai rumus kimia poli 2asetamida-2-dioksi-ß-
D-Glukosa dengan ikatan ß-glikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit
ulangnya. Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas.
Namun dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang
mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan.
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-ß-D-
Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa
kuat yang disebut deasetilasi. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin
dan kitosan serta turunannya di industri makanan, bioteknologi, pertanian,
farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balleyet al. 1977).
Salah satu pemanfaatan limbah kitosan adalah pemanfaatannya dalam
bidang farmasi dan kesehatan adalah sebagai penguat tulang dan gigi karena
kandungan kalsiumnya. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat
di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih
sebanyak 1 kg.Berdasarkan jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu
tulang dan gigi. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium
plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/L. Densitas tulang berbeda
menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara
berangsur setelah dewasa, selebihnya kalsium tersebar luas didalam tubuh.
2
Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Almatsier
2004).
Salah satu fungsi kalsium bagi tubuh adalah sebagai nutrisi untuk tumbuh,
menunjang perkembangan fungsi motorik agar lebih optimal dan berkembang
dengan baik. Usia dibawah 1 tahun memerlukan kalsium 200-400 mg/hari, usia
1-6 tahun memerlukan kalsium sebanyak 500 mg/hari, usia 7-9 tahun memerlukan
kalsium sebanyak 600 mg/hari, usia 10-18 tahun memerlukan kalsium sebanyak
1000 mg/hari dan dewasa memerlukan kalsium sebanyak 800 mg/hari
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan kalsium pada masa
pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang, osteoporosis,
sistem syaraf terganggu, dan osteomalasia (Nieves 2005).
Pola hidup dengan trend pada suplemen makanan menyebabkan banyak
orang mengkonsumsi suplemen makanan dalam berbagai produk. Ketergantungan
pada suplemen makanan untuk meningkatkan ketahanan tubuh, mencegah
penyakit, dan mengurangi penyakit tentu sudah menjadi suatu kebiasaan
masyarakat sekarang. Oleh karena itu, dilakukanpembuataneffervescent
nanokalsium. Tablet merupakan sediaan yang mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya, yaitu dosis zat aktif yang
diberikan sama, mudah digunakan atau praktis, serta stabil secara fisik maupun
kimiawi. Sediaan dalam bentuk tablet effervescent dimaksudkan untuk
mengurangi rasa tidak enak ketika mengkonsumsi obat (Lachman et al.
1994).Tablet effervescent lebih mudah dan lebih menyenangkan dalam
penggunaannya, sehingga meningkatkan minat masyarakat terhadap penggunaan
tablet (Ansel1989).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Memberikan value added pemanfaatan limbah cangkang rajungan.
2. Mengekstrak dan mengkarakterisasi kalsium dari limbah cangkang rajungan.
3. Mempelajari pengaruh penggunaan nanokalsium pada aplikasi effervescent
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.)
Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh
beruas-ruas. Klasifikasi Rajungan (Portunus sp.) menurut Pratt (1953) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Reptantia
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus sp.
Gambar 1 Rajungan (Portunus sp.) Sumber: (Lee 2010)
Rajungan (Portunus sp.) banyak ditemukan pada daerah dengan geografi
yang sama seperti ditemukannya kepiting bakau (Scylla serrata). Rajungan
memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan abdomennya. Lebar
karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5 cm. Abdomennya
berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada betina) tereduksi dan
melipat ke sisi ventral karapas. Pada kedua sisi muka karapas terdapat 9 buah duri
yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama berukuran lebih besar
daripada ketujuh duri dibelakangnya, sedangkan duri marginal ke 9 yang terletak
di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki rajungan berjumlah 5 pasang,
pasangan kaki pertama berubah menjadi capit (cheliped) yang digunakan untuk
4
memegang serta memasukkan makanan ke dalam mulutnya, pasangan kaki ke- 2
sampai ke- 4 menjadi kaki jalan, sedangkan pasangan kaki kelima berfungsi
sebagai pendayung atau alat renang sehingga sering disebut sebagai kepiting
renang (swimming crab). Kaki renang pada rajungan betina juga berfungsi sebagai
alat pemegang dan inkubasi telur (Oemarjati dan Wisnu 1990).
2.2 Komposisi Kimia Limbah Rajungan
Menurut Hirano (1989) dalam Hafiludding (2003) menyatakan bahwa
cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk organik karena kandungan mineralnya,
terutama kandungan kalsiumnya yang cukup tinggi. Selain itu cangkang rajungan
mengandung kitin, protein, CaCO3, serta sedikit MgCO3 dan pigmen astaxanthin.
Muskar (2007) menyatakan bahwa cangkang rajungan diekspor dalam bentuk
kering sebagai sumber kitin, kitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai
industry sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan dan lain-lain. Bahan-bahan
tersebut memegang peranan sebagai anti virus, anti bakteri dan digunakan juga
sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu cangkang
rajungan dapat juga digunakan seabagai bahan pengawet makanan yang murah dan
aman seperti kitosan. Kandungan gizi tepung cangkang rajuangan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel1 Kandungan gizi tepung cangkang rajungan
Zat gizi BBPMHP (%)*
Kadar air 4,45
Kadar abu 55,21
Kadar lemak 0,54
Kadar protein 13,58
Kadar kalsium 24,78
Kadar fosfor 0,49 *) Cangkang rajungan hasil penelitian BBPMHP (2000)
2.3 Pengembangan Nanokalsium
Sejak tahun 1973, rajungan (Portunus sp.) merupakan hasil laut yang penting
dalam sektor perikanan. Limbah industri rajungan (Portunus pelagicus) adalah berupa
cangkang dan kaki rajungan yang mencapai 75%-85%, dapat diolah menjadi kitin dan
kitosan dengan rentang pemanfaatan yang luas, yaitu dapat diaplikasikan pada bidang
nutrisi, pangan, medis, kosmetik, lingkungan, dan pertanian (Suhartono 2006).
5
Pengembangan produk kitin dan kitosan perlu dilanjutkan dengan upaya
pemanfaatan hasil samping industri tersebut seperti protein dan mineral. Hasil
samping dari proses demineralisasi cangkang rajungan berupa kalsium klorida
(CaCl2). Proses demineralisasi mineral akan larut pada larutan asam seperti asam
klorida (HCl). Mineral hasil recovery limbah demineralisasi juga dapat dimanfaatkan
sebagai sumber kalsium untuk pemanfaatan gips dan suplemen kalsium
(Flick et al. 2000).
Nanokalsium merupakan smart kalsium dengan ukuran partikel yang
sangat kecil hingga mencapai 500x10-9
nm sehingga apabila dikonsumsi akan
langsung terserap oleh tubuh dengan sempurna 100% (Suptijah 2009).
Nanokalsium memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kalsium yang berukuran makro sehingga nanokalsium yang terbuang melalui urin
lebih rendah.
Nanokalsium lebih efektif memasuki sel daripada kalsium mikro karena
ukurannya yang sangat kecil, maka nanokalsium lebih banyak dan lebih cepat
memasuki sel untuk melakukan fungsinya. Gao et al. (2007) menambahkan, tikus
yang diberi pakan nanokalsium memiliki tingkat buangan kalsium yang rendah
pada feses dan urin dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan mikro kalsium.
Hal ini menunjukan semakin kecil ukuran partikel, maka tingkat penyerapan
kalsium dalam tubuh semakin meningkat.
2.4 Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh,yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa. Tubuh manusia terdapatkurang
lebih 1 kg kalsium (Granner 2003). Jumlah ini 99% berada di dalam jaringan
keras,yaitu tulang dan gigi dalam bentuk hidroksiapatit
{(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}.Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan
kalsium plasma pada konsenterasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/L (9-10,4
mg/100mL). Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian
pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya
kalsium tersebar luas didalam tubuh. Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular
kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel,seperti untuk
transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permebilitas
6
membran sel. Kalsium juga mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan (Almatsier2004).
2.5 Kebutuhan Kalsium dalam Tubuh
Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis
kelamin. Recommended Daily Allowance (RDA) merekomendasikan konsumsi
umur 1-10 tahun dan 25 tahun ke atas. Umur 11-24 tahun dan untuk wanita hamil
atau menyusui direkomendasikan konsumsi kalsium sebanyak 1.200 mg (Percival
1999). Kebutuhan kalsium per hari yang terekomendasi dalam Widyakarya
Nasional pangan dan Gizi (2004) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daftar angka kecukupan gizi kalsium
Kelompok umur Kebutuhan Ca (mg/hari)
Bayi (bulan)
0-6
7-12
200
400
Anak (tahun)
1-3
4-6
7-9
500
500
600
Pria (tahun)
10-12
13-15
16-18
19-29
30-49
50-64
>65
1000
1000
1000
800
800
800
800
Wanita (tahun)
10-12
13-15
16-18
19-29
30-49
50-64
>65
1000
1000
1000
800
800
800
800
Hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
+150
+150
+150
Menyusui
6 bulan pertama
6 bulan kedua
+150
+150 Sumber: Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2004).
7
2.6 Kegunaan Kalsium dalam Tubuh
Kalsium merupakan mineral essensial yang ditemukan dalam jumlah yang
besar di dalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam
tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Satu persen sisanya dalam darah.
Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan
pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam tetesan darah di bawah normal,
kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan ke dalam darah untuk
mempertahankan tingkat kalsium darah, oleh karena itu, penting untuk
mengkonsumsi kalsium yang cukup untuk menjaga darah yang memadai dan
tingkat kalsium tulang (Houtkooper dan Farrell 2011).
Fungsi kalsium dalam tubuh manusia menurut Almatsier (2006) adalah
sebagai berikut :
(1) Pembentukan tulang dan gigi
Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bagian
integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan asupan kalsium darah.
Pada ujung tulang panjang ada bagian yang berpori yang dinamakan trabekula,
yang menyediakan suplai kalsium siap pakai guna mempertahankan konsentrasi
kalsium normal dalam darah.
(2) Mengatur pembekuan darah
Bila terjadi luka, ion kalsium di dalam darah merangsang pembekuan
fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin
mengkatalis perubahan protombin, bagian darah normal, menjadi trombin,
trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lain dari darah,
menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah.
(3) Kontraksi otot
Pada waktu otot berkontraksi, kalsium berperan dalam interaksi protein di
dalam otot, aksin, dan myosin. Bila darah yang mengandung kalsium kurang dari
normal, otot tidak bisa mengendur setelah kontraksi, tubuh akan kaku dan dapat
menimbulkan kejang.
2.7 Penyerapan Kalsium dalam Tubuh
Penyerapan kalsium sebagian besar terjadi di duodenum dan jejunum
bagian proksimal karena keadaannya lebih bersifat asam daripada bagian usus
8
yang lainnya.Penyerapan kalsium di usus halus berlangsung melalui
duamekanisme, yaitu dengan transpor aktif dan transpor pasif. Mekanisme
transpor aktif diatur oleh 1,25- Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH)2D], suatu
bentuk vitamin D paling aktif yang diproduksi dalam ginjal. Absorbsi kalsium
dalam saluran pencernaan biasanya berkisar antara 30-80 % dari total asupan
kalsium. Tubuh manusia menyerap sekitar 20 % hingga 40 % kalsium dari
makanan yang dikonsumsi, namun pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh. Penyerapan kalsium meningkat apabila terjadi penurunan kadar kalsium
darah. Sebaliknya penyerapan kalsium menurun apabila kadar kalsium darah
tinggi (Murray et al. 2003). Dalam keadaan normal, dari sekitar 1000 mg Ca++
yang rata-rata dikonsumsi perhari, hanya sekitar dua pertiga yang diserap di usus
halus dan sisanya keluar melalui feses (Sherwood 2001). Absorpsi pasif terjadi
pada permukaan saluran cerna. Banyak faktor mempengaruhi absorpsi kalsium.
Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak
mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat (Almatsier 2004).
2.8 Effervescent
Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan serbuk yang
menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang
dihasilkan saat pelarutan effervescent adalah karbon dioksida sehingga dapat
memberikan efek sparkling (rasa seperti air soda) (Liebermanet al. 1992).
Effervescent ini apabila dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi
kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari
asam dan menghasilkan gas karbondioksida serta air. Reaksinya cukup cepat dan
biasanya berlangsung dalam waktu satu menit atau kurang. Di samping
menghasilkan larutan yang jernih, tablet juga menghasilkan rasa yang enak karena
adanya karbonat yang dapat membantu memperbaiki rasa obat-obat tertentu
(Banker dan Anderson 1986).
Bahan dasar pada pembuatan effervescent adalah asam sitrat, asam tartarat,
natium bikarbonat, sukrosa. Asam sitrat dam asam tartarat berperan dalam
perubahan warna menjadi larutan kuning jernih. Kedua asam tersebut
mempengaruhi perubahan warna pada minuman effervescent. Keuntungan tablet
effervescent sebagai bentuk obat adalah penyiapan larutan dalam waktu seketika,
9
yang mengandung dosis obat yang tepat. Kerugian tablet effervescent adalah
kesukaran untuk menghasilkan produk yang stabil secara kimia.Kelembaban
udara di sekitar tablet setelah wadahnya dibuka juga dapat menyebabkan
penurunan kualitas yang cepat dari produk, setelah sampai di tangan konsumen,
karena itu tablet effervescent dikemas secara khusus dalam kantong lembaran
alumunium kedap udara atau kemasan padat dalam tabung silindris dengan ruang
udara yang minimum (Banker dan Anderson 1994).
10
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian inidilaksanakan pada bulan Pebruari 2012 sampai bulan Mei
2012. Pembuatan nanokalsium untuk membuat tablet effervescent dilakukan di
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan
effervescent dilakukan di Laboratorium Lavial TNI-AU Jakarta. Uji derajat putih
dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Departeman Ilmu Teknologi
Pangan. Uji atomic absorption spectrophotometry (AAS) dilakukan di
Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Uji
Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Pusat Industri
Nuklir, Batan Serpong.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tebagi dalam 2 tahap, yaitu
pembuatan nanokalsium dan pembuatan tablet effervescent. Bahan baku dalam
pembuatan nanokalsium ini adalah cangkang rajungan. Bahan untuk ekstraksi
nanokalsium adalah HCl. Bahan untuk presifitasi adalah NaOH 3N.Bahan yang
digunakan dalam pembuatan tablet effervescent adalah natrium bikarbonat, asam
sitrat, asam tartrat, dan sukrosa. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini
antara lain alat gelas, tanur, toples, termometer, oven, hotplate, kertas saring,
kertas pH dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan nanokalsium, dan
penelitian utama meliputi pembuatan effervescentdarinanokalsium terbaik yang
diperoleh dari penelitian pendahuluan.
3.3.1 Produksi Nanokalsium
Tahap pertama merupakan tahap persiapan bahan baku dan produksi
nanokalsium dengan prosedur sebagai berikut tepung cangkang selanjutnya
dilakukan perendaman dalam HCl dengan perlakuan konsentrasi HCl berbeda
11
yaitu 0,5N, 1N, dan 1,5N selama 24 jam. Cangkang yang telah direndam HCl
kemudian diekstraksi pada suhu 90 0C. Hasil ekstraksi selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan kertas saring sehingga diperoleh cairan/filtrat.
Pembentukan kristal kalsium dilakukan dengan metode presipitasi melalui
penambahan bertahap larutan ionik NaOH 3 N tetes demi tetes pada filtrat hingga
terbentuk endapan jenuh kalium hidroksida (Ca(OH)2). Selanjutnya dilakukan
proses pemisahan kristal dan netralisasi kristal dengan menggunakan akuades.
Kristal (Ca(OH)2) kemudian dinetralkan. Kristal yang diperoleh kemudian dioven
pada suhu 105 °C hingga bobot endapan stabil, kemudian kristal tersebut dibakar
menggunakan kompor listrik untuk menghilangkan kandungan organiknya.
Selanjutnya kristal dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 °C selama 6 jam
sehingga terbentuk kalsium oksida (CaO), kemudian kristal hasil ekstraksi
dihaluskan dengan mortar. Nanokalsium yang telah diperoleh kemudian dilakukan
analisis secara kimia (analisis total mineral menggunakan AAS dan derajat
keasaman menggunakan pH meter) dan secara fisik (analisis ukuran partikel
menggunakan SEM dan derajat putih menggunakan whitness metre).
Tepung cangkang rajungan
Perendaman HCl (1:7) selama 24
jam
Ekstraksi dengan pelarut HCl
(90 °C, 1 jam)
Penyaringan filtrat
Presipitasi dengan NaOH 3 N
Dekantasi
Netralisasi
12
Gambar 2 Diagram alir pembuatan serbuk nanokalsium dari cangkang rajungan
(modifikasi metode Fernandez 1999).
Keterangan : = Input/output
= Proses
3.3.2 Pembuatan Tablet Effervescent
Bahan-bahan yang digunakan terlebih dahulu dicampur rata pada RH
ruangan. Sebanyak 200 gram nanokalsium lebih awal dicampur dengan 40%
natrium bikarbonat, kemudian ditambahkan 24% asam sitrat, 16% asam
tartrat,dan 15% sukrosa diaduk hingga ratahingga diperoleh campuran yang
homogen.
Gambar 3 Diagram alir pembuatan tablet effervescent nanokalsium.
Keterangan : = Input/output
= Proses
Serbuk nanokalsium
dan effervescent mix
Homogenisasi
Pencampuran
Pengepresan
Effervescent
nanokalsium
Pengeringan dengan oven
pada suhu 105 ◦C
Pembakaran di atas hot plate
Pengabuan dalam tanur pada
suhu 600 ◦C
Serbuk nanokalsium
13
3.3.3 Analisis
Perlakuan pemberian HCl pada cangkang rajungan menghasilkan
nanokalsium, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan rendemen nanokalsium,
dan karakterisasi nanokalsium secara kimia dan fisik. Karakterisasi kimia
nanokalsium meliputi analisis mineral menggunakan AAS serta analisis derajat
keasaman menggunakan pH meter, sedangkan karakterisasi fisik nanokalsium
meliputi analisis ukuran partikel menggunakan SEM dan derajat putih
menggunakan whitness metre. Effervescent nanokalsium yang dibuat dilakukan
analisis bioavailabilitas dengan perlakuan perbedaan menit selanjutnya dilakukan
analisis penyerapan kalsium menggunakan AAS.
3.3.3.1 Pengukuran rendemen nanokalsium
Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir
nanokalsium terhadap bobot cangkang rajungan sebelum mengalami perlakuan.
Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Rendemen = a (gram) x 100%
b (gram)
Keterangan:
a = Berat hasil proses
b = Berat awal bahan
3.3.3.2 Analisis total mineral nanokalsium dengan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer)(APHA 2005)
Prinsip pengujian total mineral yaitu mengetahui nilai absorpsi logam
dengan menggunakan metode Atomic Absorpsion Spectrophotometer (AAS).
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
150 ml. Sampel dalam erlenmeyer ditambahkan 5 ml HNO3 65%. Lalu
ditempatkan di atas hot plate sampai semua sampel larut. Sampel ditambahkan 0,4
ml H2SO4, lalu dipanaskan diatas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat).
Sampel dibiarkan dingin kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran
HClO4:HNO3 (2:1). Lalu kembali ditempatkan diatas hot plate sampai terjadi
perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua. Kemudian sampel didinginkan,
kemudian sampel dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan,
sampel disaring dengan glass wool.
Sejumlah laritan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan
dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja
14
logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko, dan contoh dialirkan ke dalam
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Perkin Elmer Analyst 100
tipe flame emmision dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis
mineral, kemudian diukur absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan
contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing
mineral.
Perhitungan kadar mineral (%) basis basah :
Kadar mineral = ppm terbaca x faktorpengenceran
bobot sampel
3.3.3.3 Analisis ukuran partikel nanokalsium dengan SEM (Scanning
ElectronMicroscopy) (Lee 1993)
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram dan diletakkan pada plat aluminium
hingga merata dan homogen serta dilapisi lapisan emas setebal 48 nm.
Selanjutnya plat aluminium diletakkan di meja sampel. Sampel yang telah dilapisi
emas dideteksi dengan menggunakan SEM pada tegangan 20 kV dan perbesaran
20.000x, 40.000x, 60.000x dan 80.000x.
Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk memindai permukaan
sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan memantulkan elektron ke
detektor pada mikroskop SEM. Selanjutnya hasil pemindaian akan diteruskan oleh
detektor menuju monitor.
3.3.3.4 Analisis derajat putih nanokalsium
Pengukuran derajat putih nanokalsium dari cangkang rajungan
menggunakan alat photoelectric tube whitness metre for powder model C-1
berskala 0-100. Warna hitam menunjukkan nilai 0, sedangkan nilai 100
menunjukkan derajat putih yang setara dengan pembakaran pita magnesium.
Pengukuran derajat putih dilakukan dengan cara meletakkan kristal dalam wadah
tertentu, kemudian hasil pengukuran derajat putih terlihat pada monitor.
3.3.3.5 Analisis derajat keasaman effervescent nanokalsium
Sampel sebanayak 5 gram dicampurkan dengan 45 ml akuades dan
dihomogenkan dengan homogenizer selama 10 menit. Selanjutnya alat pH meter
dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar (pH 4 dan pH 7). Elektroda
yang telah dibersihkan dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa.
15
Selanjutnya pH meter dibiarkan selama beberapa menit sampai nilai yang tertera
pada display pH meter stabil, setelah stabil nilai yang ditunjukan dicatat sebagai
nilai pH.
3.3.3.6 Analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium
Tablet effervescent dilarutkan dalam 10 ml akuades dan diberikan kepada
tikus dengan metode mouse oral. Pengambilan sampel darah dilakukan di bagian
jantung tikus putih. Pengambilan sampel darah pada menit ke-0, 2, 4, 6, dan 8
sebanyak 2 ml darah. Sampel darah ditampung dalam botol fiol. Sampel darah
yang sudah ditampung dalam botol fiol kemudian dianalisis AAS. Proses
pengujian bioavailabilitas nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium.
Keterangan : = Input/output
= Proses
Effervescent
nanokalsium
Pemberian larutan effervescent nanokalsium
dengan mouse oral
Pengambilan sampel darah tikus putih pada
menit ke- 0, 2, 4, 6, dan 8
Penampungan darah pada botol fiol
Uji kalsium dengan AAS
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Nanokalsium
Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang
diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang
dihasilkan maka semakin tinggi nilai ekonomis atau nilai keefektivitasan suatu
produk atau bahan tersebut (Kusumawati et al. 2008). Rendemen merupakan
persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bahan baku sebelum
mengalami perlakuan. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
perbedaan konsentrasi HCl pada proses demineralisasi. Data rendemen
nanokalsium disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Data rendemen nanokalsium.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi
HCl tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,825) terhadap rendemen serbuk
nanokalsium yang dihasilkan. Proses pembuatan nanokalsium dilakukan dengan
melarutkan mineral yang terkandung dalam cangkang rajungan terutama mineral
CaCO3. Cangkang rajungan sebelumnya dilakukan proses perendaman dengan
HCl sebelum ekstraksi dan demineralisasi menghasilkan kalsium karbonat
(CaCO3). Pada awal proses pencampuran cangkang rajungan dengan HCl,
terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung udara yang berlangsung sekitar
7,01
12,07
13,42
0
2
4
6
8
10
12
14
16
HCl 0,5N HCl 1N HCl 1,5N
Ren
dem
en s
erb
uk
nan
ok
als
ium
(%
)
Konsentrasi HCl
17
H2CO3
H2CO3
±5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di
permukaan larutan.Proses perendaman cangkang dengan menggunakan HCl akan
menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang rajungan secara maksimal, sehingga
ruang-ruang yang terbentuk akan memudahkan dicapai oleh pengekstrak (HCl),
dengan demikian mineral akan mudah tereksrak secara optimal (Suptijah 2009).
Pada akhir proses demineralisasi akan didapatkan limbah berupa kalsium klorida
(CaCl2). Reaksi pelepasan kalsium dari cangkang rajungan oleh larutan HCl
melalui proses demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Kandungan kalsium pada cangkang rajungan yang berupa kalsium
karbonat (CaCO3) dilakukan proses presipitasi dengan menggunakan NaOH.
Proses presipitasi ini akan menghasilkan endapan berupa kalsium hidroksida dan
larutan NaCl. Larutan garam (NaCl) yang terbentuk dipisahkan dengan cara
dekantasi dan dinetralisasi dengan menggunakan akuades, sehingga diperoleh
(Ca(OH)2) yang selanjutnya dikeringkan dengan oven 105 ◦C dan selanjutnya
dilakukan proses gravitasi. Proses pengabuan menggunakan suhu 600ºC akan
menghasilkan kalsium oksida (CaO) sehingga produk akhir adalah serbuk
nanokalsium oksida. Proses presipitasi kalsium dengan NaOH dapat dilihat pada
Gambar 6.
Proses demineralisasi dengan HCl : CaCO3 + 2HCl CaCl2 (larut) + H2CO3
CO2
H2O
Proses presipitasi dengan NaOH : CaCl2 (larut) + NaOH Ca (OH)2 + NaCl
CaO
H2O
Gambar 6 Proses presipitasi kalsium dengan NaOH.
Nanokalsium yang dipilih untuk pengujian dan proses selanjutnya adalah
nanokalsium dengan perlakuan perendaman HCl 1N. Hal ini dilihat secara visual
nanokalsium yang diperoleh dengan perendaman HCl 1N memiliki warna lebih
putih dibandingkan dengan nanokalsium dengan perendaman HCl lain. Menurut
Estrela dan Holland (2003) derajat putih secara visual turut menentukan mutu
nanokalsium yang diperoleh. Selain secara visual warna nanokalsium, pemilihan
nanokalsium yang dijadikan analisis selanjutnya yaitu secara aspek ekonomi.
Ca (OH)2
18
Konsentrasi HCl 1 N dengan rendemen sebanyak 12,07% memiliki nilai lebih
ekonomis dibandingkan dengan HCl 0,5 N dengan rendemen sebanyak 7,01% dan
HCl 1,5 N dengan rendemen 13,42%. Penggunaan HCl dengan konsentrasi yang
rendah memiliki nilai rendemen yang rendah pula sehingga HCl yang diperlukan
lebih banyak sedangkan penggunaan HCl dengan konsentrasi yang tinggi
memiliki rendemen yang hamper sama, sehingga nanokalsium dengan
perendaman HCl 1 N yang dilakukan analisis selanjutnya.
4.2 Derajat Putih Nanokalsium
Derajat putih merupakan aspek mutu pada bahan tambahan pangan.
Pemanfaatan limbah demineralisasi kulit rajungan dapat dilanjutkan sebagai
suplemen nanokalsium dan bahan tambahan pangan untuk memperbaiki
kandungan kalsium. Nilai derajat putih serbuk nanokalsium yang dihasilkan
adalah 63,63% (skala 100%). Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium
disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Komposisi
mineral yang beragam pada hasil penelitian ini berpengaruh terhadap penurunan
derajat putih. Kandungan magnesium yang tinggi dalam nanokalsium juga
mempengaruhi nilai dari derajat putih nanokalsium. Mineral secara alami
memiliki warna yang berbeda-beda. Mineral natrium (Na) dan kalium (K)
memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) memiliki warna putih keabu-abuan,
fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih
mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Karakteristik derajat putih serbuk nano
kalsium dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium.
19
4.3 Komposisi Total Mineral Nanokalsium
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro
dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari
100 mg sehari (Almatsier 2009). Analisis kimia nanokalsium dilakukan melalui
uji atomic absorpsion spectrophotometry (AAS). Berdasarkan analisis AAS
nanokalsium mengandung komposisi makromineral seperti Ca, Mg, Na, P dan K,
serta mikromineral seperti Mn, Fe dan Zn. Hasil analisis kandungan mineral pada
serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi total mineral serbuk nanokalsium
Mineral Kadar mineral (%)
Ca 51,27
Mg 36,91
Na 0,82
P 0,64
K 0,54
Fe 4,36
Zn 5,27
Mn 0,18
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komponen utama penyusun
nanokalsium cangkang rajungan adalah kalsium dan magnesium. Hal ini terlihat
dari nilai kalsium dan magnesium yang tinggi yaitu sebesar 51,27 % dan 36,91 %.
Cangkang rajungan merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan.
Cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan
pigmen astaxanthin (Hirano 1989 diacu dalam Hafiluddin 2003). Oleh karena itu,
pemanfaatan limbah demineralisasi pada cangkang crustasea mengandung banyak
mineral sehingga diisolasi kalsiumnya (Suzuki et al. 2004).
Serbuk nanokalsium yang merupakan recovery dari limbah demineralisasi
lsium cangkang rajungan mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia
berupa kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dikenal dengan nama kapur tohor.
Kalsium oksida (CaO) diperoleh dengan pemanasan kalsium karbonat (CaCO3)
(Igoe dan Hui 2001).
20
Kalsium dan magnesium adalah mineral yang terkandung dalam makhluk
hidup. Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam
sistrm fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor.
Magnesium (Mg) sebagian besar berada pada jaringan tulang yakni sebesar 70%
dari total Mg pada makhluk hidup (Darmono 1995).
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nanokalsium ini mengandung
natrium dan kalium. Lingkungan perairan mengandung natrium dan kalium dalam
bentuk ion (Darmono 1995). Logam natrium dan kalium pada cangkang rajungan
diduga berasal dari lingkungan perairannya. Ion-ion mineral tersebut masuk ke
dalam cangkang rajungan.
Mineral lain yang terekstrak pada nanokalsium ini adalah seng (Zn) dan
fosfor (P). Seng ditemukan hampir dalam setiap jaringan hewan. Logam ini
cenderung terakumulasi dalam tulang daripada dalam hati yang merupakan organ
utama sebagai penyimpan kebanyakan mineral mikro (Darmono 1995). Menurut
Kitano et al. (1976), seng pada cangkang ditemukan pada lapisan aragonit.
Kandungan fosfor pada cangkang bivalvia dapat dipengaruhi oleh kadar fosfor
terlarut dalam perairan (Darmono 1995).
Kalsium merupakan mineral penting yang ditemukan dalam jumlah
kelimpahan yang cukup besar didalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen
dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Sisanya sekitar
satu persen berada dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam
konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam
darah dibawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan kedalam
darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah. Oleh karena itu, penting
untuk mengkonsumsi cukup kalsium untuk mempertahankan darah dan tingkat
tulang kalsium yang cukup (Houtkooper dan Farrell 2011)
4.4 Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium
Ukuran partikel nanokalsium ini dianalisi menggunakan SEM. Scanning
Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan.
Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi
pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang
bermuatan karena memiliki sifat listrik. Percepatan elektron (electron gun)
21
memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Lensa magnetik
memfokuskan elektron menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus mendeteksi
keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pendeteksi, ketika elektron
mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan
diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor. Elektron dapat dihamburkan oleh
sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. (Samsiah 2009).
Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan SEM pada perbesaran
2.000x sampai 30.000x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium
yang dihasilkan berkisar 120-573 nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006),
nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berukuran kisaran 10-1000 nm.
Morfologi nanokalsium disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium
perbesaran 30.000x
Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang paling
penting dari sistem nanopartikel. Sistem nanopartikel dapat menentukan distribusi
in vivo, sistem biologis, toksisitas dan kemampuan penargetan sel. Selain itu
nanopartikel juga dapat mempengaruhi penyerapan obat, pelepasan obat, dan
stabilitas nanopartikel. Banyak penelitian menunjukan bahwa nanopartikel sub-
mikron memiliki keunggulan dibandingkan mikropartikel sebagai system
penyerapan obat. Umumnya nanopartikel memiliki serapan 2,5 kali lipat lebih
besar dari 1 μm mikropartikel dan 6 kali lipat lebih besar menyerap dibandingkan
10 μm mikropartikel dalam penyerapan sel (Mohanraj dan Chen 2006).
22
Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode
presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara
melarutkan komponen kalsium cangkang kijing ke dalam pelarut asam (HCl)
karena kalsium larut dalam suasana asam, kemudian ditambahkan larutan NaOH
ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran
asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan
endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Menurut Kenth (2009), metode
presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu
ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan
larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk
nanopartikel. Penelitian Purwasasmita dan Gultom (2008) berhasil membuat
serbuk hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan menunjukkan hasil SEM
dengan ukuran partikel serbuk hidroksiapatit berkisar antara 30-750 nm.
4. 5 Aplikasi Nanokalsium
Nanokalsium yang diperoleh kemudian diaplikasikan ke dalam bentuk
pangan suplemen kalsium yaitu effervescent. Effervescent didefinisikan sebagai
bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam
larutan. Pembuatan effervescent nanokalsium dilakukan dengan melakukan
pencampuran asam dengan basa. Menurut Ansel (1989), perbandingan asam
organik dan garam natrium bikarbonat yang ditambahkan adalah 1:1 sedangkan
perbandingan asam sitrat dan tartrat yang lazim digunakan dalam pembuatan
effervescent konvensional adalah sebesar 3:2. Formulasi yang digunakan dalam
pembuatan effervescent nanokalsium ini telah memenuhi standar tersebut.
Formulasi bahan pembuat effervescent nanokalsium ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Formulasi effervescent nanokalsium
Bahan effervescent Formula (%)
Nanokalsium 5
Effervescent mix
Natrium bikarbonat 40
Asam sitrat 24
Asam tartrat 16
Sukrosa 15
Minuman yang menggunakan karbonat yang dihasilkan akan menutupi
rasa yang tidak diinginkan sehingga granula effervescent sangat cocok untuk
23
produk yang memiliki rasa pahit, asin ataupun tawar (Ansel 1989).
Karbondioksida termasuk gas yang tidak memiliki warna, tidak berbau, dan tidak
ada rasanya. Karbondioksida juga sangat mudah larut dalam air dan dapat dibuat
padat melalui tekanan tertentu. Pada saat dimasukkan dalam air, gas akan segera
larut, karena gasnya larut secara otomatis butiran-butiran obat atau vitamin akan
ikut larut juga. Dalam air, karbondioksida akan merubah menjadi asam karbonat.
Asam inilah yang memberikan rasa “menggigit” pada minuman bersoda atau pada
larutan effervescent (Surya 2006). Reaksi effervescent adalah sebagai berikut :
H3C6H5O7H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2
Asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat air karbondioksida
H2C2H4O6 + 2 NaHO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2
Asam tartrat Na-bikarbonat Na-tartrat air karbondioksida
Pengujian yang dilakukan pada effervescent nanokalsium ini adalah waktu
larut. Waktu larut menunjukan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tablet dalam
suatu ukuran saji (serving size) untuk dapat larut sempurna dalam volume tertentu
air. Waktu larut yang diperlukan untuk effervescent nanokalsium adalah 0,94
detik. Waktu larut tersebut telah memenuhi waktu larut minuman effervescent
yang baik. Minuman effervescent yang baik memiliki waktu larut tidak lebih dari
2 menit (Ervina 2010).
4.6 Derajat Keasaman
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingginya
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat, larutan ataupun benda. pH
normal memiliki nilai 7 atau biasa disebut netral, sementara apabila nilai suatu zat
tersebut berkisar antara 8-14 menunjukkan zat tersebut memiliki basa, sedangkan
apabila nilai suatu zat tersebut berkisar antara 1-6 menujukkan sifat asam.
Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang akan
berubah warna menjadi merah apabila keasamannya tinggi dan akan berubah
menjadi biru apabila tingkat keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas
lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja
berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan. Penelitian ini
menggunakan alat ukur pH berupa pH meter karena tingkat keakuratannya dari
pH meter lebih tinggi (Khopkar 1990)
24
Nilai pH berkaitan dengan nanokalsium sebagai bahan tambahan pangan.
Analisis pH menunjukkan bahwa nanokalsium memiliki nilai pH 9,00. Bahan
penyusun nanokalsium adalah kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida merupakan
serbuk putih dengan pH tinggi yaitu 12,6 (Estrela dan Holland 2003). Proses
netralisasi dengan menggunakan akuades dapat membuat nilai pH nanokalisum
lebih rendah.
Nilai pH yang basa tersebut tidak berbahaya bagi tubuh karena umumnya
nanokalsium akan difortifikasi kedalam suatu produk, dalam hal ini adalah produk
effervescent nanokalsium. Fortifikasi nanokalsium kedalam bentuk effervescent
perlu memperhatikan mengenai pH larutan effervescent yang dihasilkan. Nilai pH
ini sangat dipengaruhi oleh pembentuk effervescent mix dalam hal ini yaitu asam
sitrat, asam tartrat, dan natrium bikarbonat. Jika perbandingan antara ketiganya
tidak sesuai maka pH yang ditimbulkan dapat mendekati asam ataupun mendekati
basa. Hasil uji pH yang telah dilakukan menggunakan pH meter diketahui bahwa
pH effervescent nanokalsium adalah sekitar 7,0 sehingga cukup baik untuk
dikonsumsi secara oral.
4.7 Bioavailabilitas Effervescent Nanokalsium
Kalsium dalam suatu bahan pangan tidak semua dapat dimanfaatkan untuk
keperluan tubuh. Hal ini tergantung pada ketersediaaan biologisnya
(bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang
tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang
dikonsumsi (Miller 2004). Bredbenner (2007) mendefinisikan bioavailabilitas
sebagai persentase mineral kalsium yang dapat diabsorpsi oleh sel enterocyte di
saluran pencernaan dan digunakan sesuai dengan fungsinya. Penelitian ini
menggunakan metode in vivo pada tikus putih dalam menentukan bioavailabilitas
effervescent nanokalsium.
Kamchan (2003) mengelompokan bioavailabilitas kalsium menjadi tiga
yaitu tinggi (≥ 20%), sedang (10% - 19%), dan rendah (≤10%). Hasil analisis
bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih disajikan pada
Gambar 9.
25
Gambar 9 Bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih.
Berdasarkan pengelompokan tersebut, effervescent nanokalsium memiliki
bioavailabilitas kalsium yang tergolong tinggi pada menit ke-8. Hal ini sejalan
dengan analisis bioavailabilitas nanokalsium murni yang dilakukan Devianti
(2011) dimana tingkat penyerapan kalsium paling tinggi berada pada menit ke-8
yaitu sebesar 75,1 %. Tingginya bioavailabilitas nanokalsium baik nanokalsium
murni maupun effervescent nanokalsium membuktikan bahwa nanokalsium bisa
difortifikasi pada bahan pangan suplemen sehingga dapat memenuhi kebutuhan
kalsium.
Nanokalsium adalah kalsium yang partikelnya berukuran 100-400 nm.
Partikel kalsium sangat halus sehingga cepat diserap ke dalam sistem aliran darah,
partikel-partikel berjalan cepat dengan gerakan cepat untuk disimpan dalam
struktur tulang. Hasil analisis membuktikan tingkat penyerapan nanokalsium yang
sangat baik, dibandingkan dengan asupan kalsium konvensional. Kalsium
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup, karena bila terlalu banyak dan
tidak diserap tubuh dapat menjadi masalah kesehatan yang lain. Ukuran kalsium
yang diperkecil menjadi nano (10-9
nm) dengan teknologi nano-blend akan
membuat penyerapan secara langsung oleh sel menjadi lebih sempurna. Ukuran
partikel kalsium yang berukuran nano bertujuan agar makronutrien kalsium ini
dapat terserap dengan penuh di dalam tubuh dan tidak meninggalkan residu di
dalam tubuh (Kamelia 2009).
9,05
29,05
59,34
71,28 75,1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 2 4 6 8 10
kad
ar k
alsi
um
(%
)
waktu penyerapan kalsium (menit)
26
Ketidakcukupan asupan kalsium, rendahnya absorpsi kalsium dan atau
kehilangan kalsium yang berlebihan berkontribusi terhadap defisiensi kalsium.
Banyak faktor yang menjadi indikator defisiensi kalsium yaitu status vitamin D,
penyakit tulang dan ketidakseimbangan hormon. Defisiensi kalsiumm akan
menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis.
Selain itu, defisiensi kalsium juga berasosiasi dengan kejadian kejang (tetani),
hipertensi, kanker kolon, dan obesitas atau berat badan berlebih. Riketsia terjadi
pada anak-anak ketika penambahan jumlah kalsium per unit matriks tulang
defisien sehingga mineralisasi tulang terganggu (Gropper et al. 2005).
Absorpsi kalsium terjadi pada bagian atas usus halus dan berkurang di
bagian bawah usus halus berbatasan dengan usus besar. Absorpsi kalsium pada
usus halus melibatkan dua proses, yaitu transeluler dan paraseluller (Bronner
2008). Dalam aliran darah, kalsium ditransportasikan dalam bentuk ion kalsium
bebas atau terikat protein, dimana kosentrasinya diregulasi secara ketat oleh
kontrol hormon. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah rendah, kelenjar
paratiroid akan melepaskan hormon paratiroid. Peran hormon paratiroid dalam
meningkatkan kalsium darah dilakukan melalui tiga jalur yaitu 1) menstimulasi
perombakan kalsium dari tulang, 2) meningkatkan retensi kalsium di ginjal, dan
3) mengaktifkan vitamin D yang kemudian vitamin D dalam bentuk aktif
(1,25(OH)2D3) akan merangsang peningkatan reabsorpsi kalsium di ginjal dan
meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Namun jika konsentrasi kalsium darah
meningkat, kelenjar tiroid akan melepaskan calcitonin yang kemudian akan
mengembalikan konsentrasi kalsium ke dalam range normal dengan jalan
mengurangi perombakan kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium
di ginjal (Bredbenner et al. 2007).
27
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kalsium dapat diisolasi dari limbah cangkang rajungan dengan metode
ekstraksi dan presipitasi menggunakan NaOH menghasilkan kalsium dengan
ukuran nano partikel. Rendemen serbuk nanokalsium tertinggi dengan HCl 1 N
adalah sebanyak 12,07. Terdapat mineral lain yang terekstrak selain kalsium
namun kalsium tetap menjadi komponen utama tertinggi nanokalsium. Derajat
putih nanokalsium mencapai 63,81%. Hasil uji SEM menunjukan ukuran partikel
sebesar 120-573 nm. Nanokalsium pada effervescent yang dapat dibuat
mempunyai waktu larut 0,94 detik dengan bioavailabilitas tertinggi terjadi pada
menit ke-8 sebesar 75,1%.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian mengenai bioavailabilitas nanokalsium dengan metode yang berbeda
serta aplikasi nanokalsium dengan fortifikasi lain.
28
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of
Analysis of The Associattion of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
[BBPMHP] Balai Bimbingan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan. 2000.
Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta: Direktorat Jenderal
Perikanan.
________. 2008. Recent developments in intestinal calcium absorption. Nutrition
Review 67(2): 109-113.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
________. 2009. Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Armstead JC. 1997. Precipitated Calcium Carbonates Particle Size, Surface
Traetment Affect Sealant Rheology. Easton: Specialty Minerals Inc. hlm
18-21.
Baker DH. 1991. Bioavailability of minerals and vitamins. Di dalam : Miller ER,
Ullrey DE, Lewis AJ, editor. Swine Nutrition. Boston: Butterworth-
Heinemann. 341-359.
Balley, J.E., Ollis, D.F. 1977. Biochemical Engineering Fundamental. Tokyo:
Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd.
Banker, G. S. dan N. R. Anderson. 1994. Tablet didalam L. Lachman, H.A.
Lieberman, and J.L. Kanig. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Terjemahan
: Siti Suyatmi. Jilid II. Edisi 3. UI Press. Jakarta.
Bredbenner J, Stampfli H, Graham T. 2007. Effect of extraction time and acid
concentration on the separation of proglycogen and macroglycogen in
horse muscle samples. Canadian Journal of Veterinary Research 66(3):
201–206.
Bronner F. 2008. Current concepts of calcium absorption: an overview. Journal of
Nutrition 122: 641-643.
Buckle KA, Edwards Ra, Fleet GH, Wotton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, penerjemah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan
dari: Food Science (1978).
Cotton FA, Wilkinson G. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Suharto S, Penerjemah,
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Jhon Willey and Son Inc.
Terjemahan dari: Basic Inorganic Chemistry.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI-Press.
Delong MD, Thorp JH. 2009. Mollusc shell periostracum as an alternative to
tissue in isotopic studies. J.Limnology and Oceanography 7: 436-441.
29
Dutta J dan Hofmann H. 2005. Nanomaterials. Ebook: 37-39.
Einsiedel E. 2005. In the public eye: the early landscape of nanotechnology
among Canadian and U.S. publics. Journal of Nanotechnology Online
Vol 1.
Estrella C, Holland R. 2003. Calsium hydroxide: study based on scientific
evidences. Journal Apprl Oral Sci 11(4):269-282
Ervina A. 2010. Formulasi Tablet Effervescent Ekstrak Jahe Merah (Zingiber
officenale Rosc.) dengan Kombinasi Asam dan Asam Malat sebagai
Sumber Asam serta Natrium Bikarbonat sebagai Sumber Basa [skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi, UMS.
Fennema. 1996. Food Chemistry 3rd
Edition. New York: Marcel Decker.
Fernandez U. 1999. Enhancement of nanal aabsorption of insulin using nano
particle, Pharm. Res. 16, 1576-1581.
Flick GJ, Hebard CE, Ward DR. 2000. Chemistry and Biochemistry of Marine
Food Product. Editor: Martin RE. Connection: AVI Publ. Co
Food and Environmental Hygiene Department. 2010. Nanotechnology and Food
Safety. Hongkong: Centre for Food Safety, Department of Food and
Environmental Hygiene, The Government of the Hong Kong Special
Administrative Region.
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Andrianto P, penerjemah;
Oswari J, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review of Medical
Physiology.
Gao H, Chen H, Chen W, Tao F, zheng Y, Jiang Y, Ruan H. 2007. Effect of
nanometer pearl power on calcium absorption and utilization in rats.
Journal of Food Chemistry 109:493-498.
Granner R. 2003. Current and projected of nanotechnology in the food sector.
Journal of Nutrire 34(1): 243-260.
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Advanced Nutrition and Human
Metabolism Fifth ed. Canada: Wadsworth.
Gulson BL, Mizon KJ, Palmer JM, Korsch MJ, Taylor AJ. Contribution of lead
from calcium supplements to blood lead. J.Environmental Health
Perspectives 109 (3): 283-288.
Hafiluddin. 2003. Studi proses isolasi khitin dari cangkang rajungan (Portunus
sp.) dengan menggunakan mesin ekstraksi semi otomatis [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Haskell R. 2005. Nanotechnology for Drug Delivery. New York: Research Fellow
Exploratory Formulation Pfizer, Inc.
Houtkooper L, Farrell VA. 2011. Calcium supplement guidelines. College of Agriculture
& Life Sciences, The University of Arizona.
Igoe RS, Hui YH. 2001. Dictionary of Food Ingredients. 4th
Edition. Maryland:
Aspen Publication.
30
Junghans JUAH, Muller RH. 2008. Nanocrystal technology, drug delivery and
clinical applications. Journal of Medicine 3(3): 295-309.
Kamchan S. 2009. Investigation of Femtosecond Laser Technology for the
Fabrication of Drug Nanocrystals in Suspension. Sciences
Pharmaceutiques, Université de Montréal.
Kamelia. 2009. Lead Poisoning. Annual Review of Medicine 55: 209-220.
Khalil. 2006. Pengaruh penggilingan dan pembakaran terhadap kandungan
mineral dan sifat fisik kulit pensi (Corbiculla Sp) untuk pakan. Media
Peternakan 29 (2): 70-75.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik, Saptorahardjito A,
Penerjemah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari:
Basic Concepts.
Kitano Y, Kanamori N, Yoshioka S. 1976. Adsorption of zinc and copper ions on
calcite and aragonite and its influence on the transformation of aragonite
to calcite. Geochemical Journal 10: 175-179.
Kosa IN, Nagy DC, Posfai M. 2009. Size and shape control of precipitated
magnetit nanoparticle. Eur.J.Mineral 21: 293-302.
Kusumawati R, Tazwir, Wawasto A. 2008. Pengaruh rendemen dalam asam
klorida terhadap kualitas gelatin tulang ikan kakap merah (Lutjanus sp.).
Jurnal Pascasarjana dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3(1):63-68.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1986. The Theory and Practise of
Industrial Pharmacy, 3rd
edition. Lea & Febiger, Philadelphia: 643-718.
Lee. 2010. Division of Molluscs - Freshwater Mussel Collection.
http://www.biosci.ohio-state.edu/~molluscs/gallery/anodontinae.html.
[14 April 2012].
Lieberman. 1992. Pharmaceutical Dosage Form, vol 1. Marcell Dekker, inc. New
York.
Mahmoud NS, Ghaly AE, Arab F. 2007. Unconventional approach for
demineralization of deproteinized crustacean shells for chitin production.
Amiracan Journal of Biochemistry and Biotechnology 3(1): 1-9.
Miller RH, Keck CM. 2004. Challenges and solutions for the delivery of biotech
drugs – a review of drug nanocrystal technology and lipid nanoparticles.
Journal of Biotechnology 113: 151-170.
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – a riview. Journal of Pharmaceutical
Research 5(1): 561-573.
Morton B. 1992. The Evolution and Succes of The Heteromyarian form in the
Mytiloida. Di dalam: Gosling E, editor. The Mussel Mytilus: Ecology,
Physiology, Genetics and Culture. Netherland: Elseiver. Hlm 21-48.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi,
dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia Jilid II. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
31
Murray RH, Keck CM. 2003. Challenges and solutions for the delivery of biotech
drugs – a review of drug nanocrystal technology and lipid nanoparticles.
Journal of Biotechnology 113: 151-170.
Nieves JW. 2005. Osteoporosis: the role of micronutrient. The American Journal
of Clinical Nutrition 81: 1232-1239
Oemarjati BS, Wisnu W. 1990. Taksonomi Avertebrata. Di dalam Pengantar
Praktikum Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta: UI Press.
Park HS, Jeon BJ, Ahn J, Kwak HS. 2007. Effects of nanocalcium supplemented
milk on bone calcium metabolism in ovariectomized rats. Asian – Aust. J.
anim. Sci. 20 (8): 1266-1271.
Pennak RW. 1989. Freshwater Invertebrates of The United States. Ed ke-3.
New York: John Wiley and Sons.
Percival M. 1999. Bone health & osteoporosis. Applied Nutritional Science
Reports 4 (5).
Permana H. 2006. Optimalisasi pemanfaatan cangkang kerang hijau
(Perna viridis L.) dalam pembuatan kerupuk [skripsi]. Bogor : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor.
Poole CP dan Owens FJ. Introduction to Nanotechnology. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
Purwasasmita BS, Gultom RS. 2008. Sintesis dan karakterisasi serbuk
hidroksiapatit skala sub-mikron menggunakan metode presipitasi. Journal
of Life and Physical Sciences 10 (2): 155-167.
Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. Animal Science Department. Purdue
University, West Lafayette, Ind.
Rini I. 2010. Recovery dan karakterisasi kalsium dari limbah demineralisasi kulit
udang jerbung (Penaeus merguiensis deMan) [skripsi]. Bogor : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor.
Robert P, Heaney MD. 2000. Lead in calcium supplements. [abstrak]. The Journal
of The American Medical Association. 284(24):3126.
Rohanah S, Anton, Kosasih Y, Aristaking W. 2009. Pemanfaatan Tepung Limbah
Kulit Kerang sebagai Bahan Paduan Semen Portland. Karya Ilmiah
PKMP 2009. Bogor: Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan, Institut
pertanian Bogor.
Samsiah R. 2005. Karakterisasi biokomposit apatit-kitosan dengan XRD (X-ray
Difraction), FTIR (Founter Transform Infrared), SEM ( Scanning Electron
Microscopy) dan uji mekanik [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Scelfo GM, Flegal AR. 2000. Lead in calcium supplements. Journal of
Environmental Health Perspective 108(4).
Sherwood. 2001. Preparation and properties of nanoparticles of calcium
phosphates with various Ca/P ratios. Journal of Research of the National
Institute of Standards and Technology 115(4): 243-255.
32
Sugiri N. 1989. Zoologi Avertebrata II. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.
Suhartono. 2006. Reading Feynman into nanotechnology: a text for a new science.
Journal of Techne 12(3): 133-167.
Surya N. 2006. Simulasi dinamika molekular: dampak dan prospeknya untuk
pengembangan media penyimpan energi. Prosiding Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin ke-9; Palembang,13-15 Oktober.
Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992.
Pengaruh Berbagai Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya.
Laporan Penelitian Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas
Perikanan. IPB. Bogor.
Suptijah P. 2009. Sumber Nano Kalsium Hewan Perairan. Di dalam: 101 Inovasi
Indonesia. Jakarta: Kementrian Negara, Riset dan Teknologi.
Suwignyo S, Bambang W, Yusli W, dan Majarianti K. 1998. Avertebrata Air Jilid
1. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suzuki M, Murayama E, Inoue H, Ozaki N, Tohse H, Kogure T, Nagasawa H.
2004. Characterization of Prismalin-14, a novel matrix protein from the
prismatic layer of the Japanese pearl oyster (Pinctada fucata). Journal
Biochemistry. 382: 205-213.
Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination
of inorganic phosphorus. J. Biol. Chem 202: 675-685.
Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM. JEOL
Training Center EP Section.
University of Florida News. 2000. UF Researchers: Lead-contaminated Calcium
Supplements Pose Small But Avoidable Risk.
http://news.ufl.edu/2000/09/19/calcium/ [11 Juli 2011].
Warmada IW dan Titisari AD. 2004. Agromineralogi (Mineralogi untuk Ilmu
Pertanian). Yogyakarta: Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Risalah Widya Karya Pangan dan
Gizi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1 Perhitungan rendemen
Perlakuan Ulangan Bobot
cangkang
(gram)
Bobot kalsium
(gram)
Rendemen
(%)
Rata-rata
(%)
1 jam 1 400
27,8 6,95 7,01
2 28,28 7,07
1,5 jam 1 400
48,54 12,13 12,07
2 48,03 12,00
2 jam 1 400
54,03 13,50 13,42
2 53,4 13,35
Contoh perhitungan rendemen serbuk nano kalsium:
Berat kalsium yang dihasilkan (W1) = 8.49 gram
Berat cangkang (W2) = 200 gram
= 6,95x 100%
27,8
= 7,01 %
35
Lampiran 2 Data kandungan mineral
Komposisi mineral Nilai (%) Nilai total mineral
(%)
Kalsium 5,64 51,27
Natrium 0,09 0,81
Magnesium 4,06 36,90
Kalium 0,06 0,54
Fosfor 0,07 0,63
Mangan 0,02 0,18
Besi 0,48 4,36
Seng 0,58 5,27
Contoh perhitungan kadar mineral setelah dikonfersi 100%
Kadar Ca = 5,64 x 100%
11
= 51,27%
Kadar Na = 0,09 x 100%
11
= 0,81%
Kadar Mg = 4,06 x 100%
11
= 36,90%
Kadar K = 0,06x 100%
11
= 0,54%
Kadar P = 0,07 x 100%
11
= 0,63%
Kadar Mn = 0,02 x 100%
11
= 0,18%
Kadar Fe = 0,48 x 100%
11
= 4,36%
Kadar Zn = 0,58 x 100%
11
= 5,27%
36
Lampiran 3 Derajat putih nanokalsium
Ulangan Derajat Putih (Skala 0-110) % Rata-rata (%)
1 70,5 64,09
63,63 2 70,6 64,18
3 68,9 62,63
Contoh perhitungan
= 69,79%
37
Lampiran 4 Bioavailabilitas effervescent nanokalsium
ppm standar Absorbansi standar
0 0
2 0,0782
4 0,1490
8 0,3024
12 0,4431
16 0,5839
Kode spl Bobot spl Absorbans ppm spl ppm
splxFP
ppm
splxFP/bobot
spl
%
penyerapan
0 0,553 -0.0024 -0.15 -3.75 -6.78119349 9,05
0 0,553 -0.0012 -0.11667 -2.9166667 -5.274261603
0 0,553 -0.0011 -0.11389 -2.8472222 -5.148683946
2 1,391 0,0609 1,608333 40,2083333 28,90606278 29,344 2 1,391 0,062 1,638889 40,9722222 29,45522805
2 1,391 0,0607 1,602778 40,0694444 28,80621455
4 1,492 0,1323 3,591667 89,7916667 60,18208222 59,344 4 1,492 0,1292 3,505556 87,6388889 58,73920167
4 1,492 0,1300 3,527778 88,1944444 59,11155794
6 1,889 0,1964 5,372222 134,305556 71,0987589 71,283 6 1,889 0,1971 5,391667 134,791667 71,3560967
6 1,889 0,1972 5,394444 134,861111 7139285924
8 1,223 0,1347 3,658333 91,4583333 74,78195694 75,104 8 1,223 0,1363 3,702778 92,5694444 75,6904697
8 1,223 0,1348 3,661111 91,5277778 74,83873898