Antara Kualitatif Dan Kuantitatif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

antara kuali dan kuanti

Citation preview

  • Universitas Gadjah Mada 1

    ANTARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

    Secara umum, pemahaman terhadap perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif

    dapat dilihat dari perbedaan penting antara pendekatan interpretive dan objective untuk ilmu

    komunikasi yang tersaji pada bagian berikut ini (Griffin, 2003: 6-15):

    Bagan 1

    Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

    Kualitatif Kuantitatif

    Interpretive Objective

    Rhetorician Behavioral

    Humanities Empirical Research

    Interpret Texts Experiments

    Seperti halnya peneliti yang menggunakan pendekatan objective, pendekatan

    interpretive dipergunakan untuk menjajagi dan menemukan kebenaran. Namun, pengguna

    pendekatan interpretive cenderung melihat kebenaran sebagai sesuatu yang tentatif dalam

    mengungkap realitas obyektif. Dasar dari pandangan mereka tentang kebenaran adalah

    sebagai sesuatu yang subyektif sehingga makna yang dilihat darinya bersifat interpretif.

    Kondisi seperti ini mengantar Anderson (1996: 120) untuk menyatakan kebenaran sebagai

    sebuah upaya perjuangan dan bukan status. Di lain pihak, kebenaran dalam pandangan

    pengguna pendekatan objective bersifat tunggal. Mereka memiliki keyakinan bahwa bila satu

    prinsip kebenaran berhasil dipetakan dan divalidasi, hal ini akan berlangsung untuk

    seterusnya sepanjang kondisinya tetap.

    Dari hal di atas kemudian bisa terlihat beda antara pendekatan interpretive yang

    banyak dipakai para rhetoricians dan pendekatan objective yang dianut kelompok

    behavioralis. Menurut para rhetorician, kebenaran adalah sesuatu yang melekat secara unik

    pada tempat, waktu dan komunitas tertentu atau, dengan kata lain, kebenaran memiliki

    banyak makna. Sedangkan kelompok behavioralis menganggap kebenaran dapat

    diberlakukan secara umum karena bermakna tunggal.

  • Universitas Gadjah Mada 2

    Contoh paling sederhana untuk hal ini adalah bila seseorang berkata pada satu

    orang lainnya, "Matahari akan segera terbit," yang oleh kelompok behavioralis kalimat

    tersebut hams dimaknai sebagai kebenaran tentang `matahari yang belum terbit'.

    Sedangkan bagi kelompok lainnya harus dicermati dulu waktu, suasana, kondisi, tujuan serta

    motif dari kalimat yang terucap. Makna kalimat itu bagi mereka bisa berarti pengingat waktu

    yang terbatas di antara dua agen rahasia yang sedang menggarap dokumen yang hendak

    mereka curi, berarti keluhan terhadap sempitnya waktu yang dimiliki pasangan selingkuh,

    berarti sebuah harapan terbitnya matahari berwarna indah di balik gunung dalam

    perbincangan para pendaki, atau sekadar hanya pernyataan belaka bahwa matahari akan

    segera terbit.

    Lebih lanjut, pendekatan interpretive di atas menjadi perhatian dalam ilmu

    humanities, sementara pendekatan objective banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian

    empiris. Secara praktis, pendekatan interpretive dilakukan dengan melakukan interpretasi

    terhadap teks, yang tidak sekadar teks tertulis tetapi juga aksi sosial atau aksi manusia

    menurut inner connections-nya (Carey, 1995: 371; and Ricoeur, 1977: 322), sedangkan

    pendekatan objective dijalankan dengan melakukan sejumlah eksperimen.

    Dengan berdasar pada pemilahan pendekatan interpretive dan objective di atas, dan

    kemudian dikaitkan dengan tujuan penelitian yang dilakukan, akan diperoleh gambaran

    tentang cakupan penelitian kualitatif dan kuantitatif beserta bidang besar aktivitas

    penelitiannya. Hal ini dapat disederhanakan seperti pada bagan berikut:

  • Universitas Gadjah Mada 3

    Sagan 2

    Pemilahan Pendekatan dan Tujuan Penelitian

    Dengan bahasa yang lain, Wimmer dan Dominick (1997: 83-84) melakukan

    pembedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif berdasar pada dimensinya. Pertama,

    kedua metode memiliki perbedaan filosofi tentang realitas. Bagi peneliti kualitatif, tidak ada

    realitas tunggal. Masing-masing peneliti menciptakan realitasnya sendiri sebagai bagian dari

    suatu proses penelitian yang dilakukannya. Mereka menguji keseluruhan proses dan

    meyakini realitas bersifat holistic dan tidak dapat dibagi-bagi. Sebaliknya bagi peneliti

    kuantitatif, realitas adalah obyektif. Realitas dapat dilihat oleh semua orang dan berada di

    luar peneliti. Mereka beranggapan bahwa realitas dapat dibagi menjadi sejumlah komponen,

    dan mereka yakin dapat memahami keseluruhannya hanya dengan melihat sejumlah

    komponen tadi.

    Kedua, metode kualitatif dan kuantitatif memiliki sudut pandang yang berbeda

    tentang individu. Peneliti kualitatif menganggap individu secara berbed-beda dan tidak bisa

    disamaratakan. Sebaliknya, peneliti kuantitatif memandang bahwa individu pada dasarnya

    sama saja dan cenderung mencari kategori umum untuk mewujudkan perilaku atau

    mengungkapkan perasaannya. Ketiga, peneliti kualitatif berusaha mendapatkan penjelasan

    yang unik tentang situasi dan invidu. Mereka mencoba mendalami hal-hal itu. Sedangkan

    peneliti kuantitatif mencoba mendapatkan rumusan umum tentang perilaku dengan

    menjelaskan banyak hal untuk sejumlah settings. Dalam hal ini, mereka berusaha

    melebarkannya (breadth) dan bukan pada depth seperti yang dilakukan peneliti kualitatif.

  • Universitas Gadjah Mada 4

    Lebih lanjut Wimmer dan Dominick (1997: 84-85) menggambarkan perbedaan

    signifikan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif atas dasar perbedaan praktisnya: peran

    peneliti, desain penelitian, setting, instrumen ukur dan pengembangan teori. Dalam

    penelitian kualitatif, peneliti adalah bagian dari data (bahkan dikatakan, tanpa partisipasi aktif

    peneliti, data tidak akan ada), desain penelitian berkembang selama proses penelitian dan

    dapat diubah serta disesuaikan sejalan dengan berlangsungnya proses penelitian, peneliti

    mengadakan studi lapangan, berusaha memperoleh gambaran natural serta menangkap

    peristiwa-peristiwa yang terjadi tanpa melakukan pengontrolan variabel, peneliti adalah

    instrumen penelitian itu sendiri yang tidak bisa digantikan oleh orang lain, serta

    pengembangan teori terjadi bersamaan dengan berlangsungnya proses penelitian sehingga

    teori disusun dari data yang tengah mereka kumpulkan.

    Sebaliknya, dalam penelitian kuantitatif, peneliti berusaha mengejar obyektivitas dan

    berada di luar data dan desain penelitian disusun sebelum penelitian dilakukan. Selain itu,

    setting diupayakan terkontrol sehingga bisa membatasi variabel-variabel yang dipakainya,

    instrumen penelitian terlepas dari keberadaan peneliti dan dapat dilakukan oleh orang lain.

    Terakhir, secara umum penelitian kuantitatif berusaha menguji, mendukung atau menolak

    teori.

    Perbedaan lainnya dikemukakan oleh Jensen (1991: 4-5) dengan melihat bentuk-

    bentuk knowledge yang biasanya diasosiasikan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.

    Perbedaan mendasar antara metode kualitatif dan kuantitatif menurutnya adalah sebagai

    berikut:

    Bagian 3

    Perbedaan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif

    Menurut Klaus Bruhn Jensen

    Kualitatif Kuantitatif

    Geisteswissenschaften (Humanitis) Naturwissenschaften (Natural)

    meaning information

    internal external

    occurrence recurrence

    experience experiment

    exegesis (penjelasan, penafsiran) measurement

    process product

    Lebih lanjut ia menjelaskan, metode kualitatif memiliki latar belakang ilmu-ilmu humanitis

    atau Geisteswissenschaften, dengan kultur dan komunikasi bisa dipahami sebagai sumber

    makna (meaning) dalam batasan-batasan fenomenologis dan kontekstual. Sebagai

  • Universitas Gadjah Mada 5

    akibatnya, analisis kualitatif berfokus pada munculnya (occurrence) obyek analitik pada

    konteks tertentu. Implikasi lainnya, analisis kualitatif menggunakan pendekatan internal

    untuk dalam memahami budaya, menginterpretasikan dan mungkin hingga melibatkan diri

    secara total. Pada tingkat ini, isi media dan bentuk budaya dapat dipandang sebagai sesuatu

    yang membangkitkan keunikan, sebuah pengalaman (experience) yang utuh tak terbagi agar

    dapat memberi penjelasan atau penafsiran (exegesis) padanya. Pendekatan kualitatif

    menguji produksi makna sebagai sebuah proses (process) yang dikontekstual dan

    diintegrasikan dengan praktek-praktek sosial dan budaya yang lebih luas.

    Sebaliknya, metode kuantitatif diyakini memiliki latar belakang ilmu-ilmu natural atau

    Naturwissenschaften, dengan kultur dan komunikasi bisa dipahami sebagai sumber

    informasi (information) dalam pengertian suatu pesan bermakna yang dibawa melalui media.

    Sebagai akibatnya, analisis kuantitatif berfokus pada muncul kembalinya (recurrence) hal-hal

    yang sama meskipun pada konteks yang berbeda. Implikasi lainnya, analisis kuantitatif

    menggunakan pendekatan external untuk menjaga jarak terhadap nilainilai budaya yang

    ada. Pada tingkat ini, isi media dan bentuk budaya dapat dipandang sebagai suatu set

    stimuli yang dapat dimanipulasi melalui experiment dan menghasilkan variabel-variabel yang

    dapat diukur (measured). Pendekatan kuantitatif berfokus pada halhal konkrit hasil dari suatu

    produksi makna.

    Seperti telah disinggung di muka, Anderson (1998: 206) secara spesifik menjelaskan

    perbedaan antara metode kualitatif dan kuantitatif atas dasar landasan kelompok objectivist

    dan landasan hermeneutic. Lebih lanjut Anderson menjelaskan bahwa hermeneutic

    empiricism menempatkan wilayah studi manusia beserta penjelasanpenjelasannya dalam

    domain tanda (sign). Domain ini mempertemukan hermeneutic empiricism dengan fenomena

    yang ditujunya; suatu fenomena yang merupakan konstruksi manusia, yang secara ontologis

    tergantung pada perspektif yang diikutinya, dan yang berada pada suatu hubungan yang

    keefektifannya ditentukan oleh pencapaian manusia.

  • Universitas Gadjah Mada 6

    Empirisme hermeneutic menempatkan perlakuan interpretif di antara obyek analisis

    dan subyek klaim. Wilayah fenomena empirisme jenis ini terdiri dari fakta-fakta dan

    perlakuan interpretif yang diupayakan agar bermakna bagi tindakan-tindakan manusia.

    Dalam hal ini, klaim (claim) dipandang sebagai hadirnya upaya mencapai kebenaran, dan

    ilmu adalah bagian dari upaya manusia ke arah itu.

    Fungsi awal hermeneutic empiricism adalah mengantar analisis ke sisi produksi

    makna. Patut diingat, studi atau penelitian berbasis empirisme jenis ini biasanya diawali

    dengan sejumlah "kegelisahan" tentang `bagaimana hal itu dilakukan?', `nilai sosial apa yang

    ada dalam rujukan simbolik dan aktivitasnya?', `apa makna tindakan atau teks?', dan

    `persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan untuk upaya pencapaiannya (Anderson,

    1998: 208). Bila langkah awal ini sudah dijalankan dan berhasil dimasuki, peneliti kemudian

    melakukan aktivitas berulang dan berganti-ganti antara "membaca" dan "menulis". Lebih

    lanjut Anderson menjelaskan, terjun berpartisipasi dalam dunia yang ditelitinya adalah

    sebuah aktivitas "membaca". Melakukan interview jangka lama (long-form interviews atau

    conversation) serta lewat sambil melihat (walking one through atau protocol analysis) adalah

    jenis membaca secara interaktif. Mengumpulkan sejumlah artifak dapat dipandang sebagai

    aktivitas noninteractive reading. Sedangkan aktivitas melakukan pemotretan, perekaman,

    transkripsi serta pencatatan adalah aktivitas "menulis". Hasil dari aktivitas "membaca" dan

    "menulis" ini yang kemudian menjadi kumpulan pengalaman dan bahan untuk

    dideskripsikan, diinterpretasikan, dianalisis, dimaknai dan dikritik. Dalam kalimat yang lebih

    singkat, Griffin (2003: 508) menyebut hermeneutic sebagai suatu studi dan sekaligus praktek

    interpretasi.

    Hermeneutic sendiri pada dasar dan awalnya lebih terkait dengan studi yang

    menginterpretasikan naskah-naskah kuno. Fokus terhadap ini kemudian mengarah pada

    studi tekstual setelah Dilthey dan Gadamer membakukan dan memperluas cakupannya

    (Palmer, 1969). Metode hermeneutic lebih jauh dapat diterapkan pada segala situasi saat

    seorang peneliti berusaha mencermati ulang makna-makna kesejarahan, sehingga

    hermeneutic kemudian dianggap sebagai metode yang aplikabel untuk pendekatan

    interpretif kalangan antropolog dan mereka yang terjun dalam cultural studies.1

    1 Beragam nama muncul dan diklaim oleh peneliti yang memakai pendekatan interpretif. Di

    antaranya: hermeneuticists, poststructuralists, deconstructivists, phenomenologists, cultural studies researchers dan social action theorists. Lihat Griffin (2003: 9).

    Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, rentang peta antara empirisme objective

    dan hermeneutic (interpretive) digambarkan dengan baik oleh Griffin (2003: 508-511). Ia

  • Universitas Gadjah Mada 7

    memetakan permasalahan itu dalam suatu skala dengan hermeneutic pada akhir skala.

    Seperti telah disinggung di depan, penganut objective berpegang pada realitas social yang

    tunggal, bebas dan otonom. Prinsip-prinsip teoritik utama dalam pandangan mereka adalah

    ahistoris dan tidak tergantung pada kondisi lokal. Penganut interpretive, di sisi lain,

    menganggap realitas sebagai keadaan yang dibuat (conferred status). Interpretasi adalah

    upaya manusia yang menjadikannya sebagai data, dan teks tidak pernah

    menginterpretasikan dirinya sendiri. Pengetahuan harus dilihat dari sudut pandang tertentu,

    yang konsekuensinya tidak bisa secara sembarangan melintasi batas waktu dan ruang.

    Griffin (2003: 510) lebih lanjut mencoba membuat klasifikasi sejumlah teori

    komunikasi atas dasar pandangan objective dan interpretive. Klasifikasinya dapat dilihat

    pada bagan berikut:

  • Universitas Gadjah Mada 8

    Bagan 4

    Teori Komunikasi dan Pandangan Objective dan Interpretive

    Teori Objective Interpretive

    Skala

    1 2 3 4 5

    Interpersonal Communication

    Symbolic Interactionism x

    Coordinated Management of Meaning x

    Expectancy Violations Theory x

    Interpersonal Deception Theory x

    Constructivism x

    Social Penetration Theory x

    Uncertainty Reduction Theory x

    The Interactional View x

    Relational Dialectics x

    Social Judgment Theory x

    Elaboration Likelihood Model x

    Cognitive Dissonance Theory x

    Group and Public Communication

    Functional Perspective on Group Decision

    Making

    x

    Adaptive Structuration Theory x

    Symbolic Convergence Theory x

    Information Systems Approach x

    Cultural Approach x

    Critical Theory of Communication Approach x

    The Rhetoric x

    Dramatism x

    Narrative Paradigm x

    Mass Communication

    Technological Determinism x

    Semiotics x

    Cultural Studies x

    Cultivation Theory x

    Agenda-Setting Theory x

    The Media Equation x

    Cultural Context

    Anxiety/Uncertainty Management Theory x

    Face-Negotiation Theory x

    Speech Codes Theory x

    Genderlect Styles x

    Standpoint Theory x

    Muted Group Theory x

  • Universitas Gadjah Mada 9

    Sejumlah paparan di atas kiranya dapat mempermudah dan melengkapi pemahaman

    terhadap perbedaan yang ada antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pada

    bagian selanjutnya akan disajikan lebih lanjut tentang paradigma interpretif (interpretive

    paradigm).