Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
176
PENGARUH STRATEGI GREEN MARKETING MIX DAN PENGETAHUAN
PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN
(Studi Kasus Konsumen Ponsel NOKIA)
Fiona Annisa
Teknik Lingkungan Universita Trisakti
Abstract: This study aimed to identify and analyze the influence of green marketing mix
strategy and product knowledge on purchasing decisions, consumer studies Nokia phone in
Jakarta. Type of research design used was descriptive research, conducted at the biggest
mobile phone mall ITC Roxy Mas, with 130 respondence during the period May to July 2014.
Sampling techniques used was purposive sample to respondents who purchased Nokia. The
tools was used for the quantitative study, was a questionnaire. The final conclusion of green
products, percieved price, distribution channel, promotion, and product knowledge was
influence the purchasing decision either partially or simultaneously. The highest correlation
dimensions of matrics coefficient was distribution channels variable with the purchase
decision was extensive knowledge dimensions toward a personal factor which gained 0557.
This research concluded that the company must to maintain the quality of Nokia phones that
are characterized by eco-friendly at an affordable price, and introduce again to consumers
through promotion and the right distribution channels, in order to increase consumer
knowledge on environmental friendly products and ultimately stimulate to buy a Nokia
phone.
Keyword: Product, Percieved Price, Distribution Channel, Promotion, Product Knowledge,
Purchase Decision
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh strategi green
marketing mix dan pengetahuan produk terhadap keputusan pembelian, studi konsumen
ponsel Nokia di Jakarta. Jenis desain penelitian yang digunakan adalah riset deskriptif,
dilakukan di pusat perbelanjaan ponsel terbesar di Jakarta yaitu di ITC Roxy Mas sebanyak
120 sample pada periode Mei – Juli 2014. Teknik sampling menggunakan sample purposive
ditujukan kepada responden yang melakukan pembelian Ponsel Nokia. Alat yang digunakan
untuk penelitian kuantitatif adalah kuesioner. Hasil penelitian disimpulkan produk green,
persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan produk berpengaruh terhadap
keputusan pembelian baik secara parsial maupun simultan. Koefisien matrik korelasi dimensi
tertinggi pada variabel saluran distribusi dengan keputusan pembelian adalah dimensi besaran
pengetahuan dengan faktor pribadi dengan nilai 0.557. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
itu perusahaan perlu mempertahankan kualitas ponsel Nokia yang bercirikan ramah
lingkungan dengan harga terjangkau, dan lebih mengenalkan lagi kepada konsumen melalui
promosi dan saluran distribusi yang tepat, agar pengetahuan konsumen bertambah mengenai
produk ramah lingkungan dan pada akhirnya merangsang untuk membeli ponsel Nokia.
Kata kunci: Produk, Persepsi Harga, Saluran Distribusi, Promosi, Pengetahuan Produk,
Keputusan Pembelian
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
177
PENDAHULUAN
Persaingan teknologi terutama pada industri telekomunikasi yang berkembang sangat
cepat, semakin mendorong perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi melakukan
inovasi terus menerus dalam hal kecanggihan teknologi, model, dan software. Tingkat
perputaran barang di Industri telekomunikasi tergolong cepat. Mobile phone merk Nokia yang
berjaya di tahun 2008-2010 dan menjadi market leader pada tahun 2010 diantara para
pesaingnya, sampai menyentuh angka 461.318.200 unit. Namun penjualan nokia mulai tahun
2010 ke 2011 mengalami penurunan 8,2% dan tahun 2011 ke 2012 turun hampir 21%
(Gartner 2010-2012) yaitu penjualan sebesar 333.938.000 unit. Menurut IDC data penjualan
ponsel termasuk Nokia juga terlihat penurunan penjualan dari tahun 2010 ketahun 2012
(terlihat pada Tabel 1.1). Sedangkan pada Quartal 2 (Q2) tahun 2013 penjualan Nokia berada
pada kondisi yang seimbang.
PT. Nokia menerapkan strategi yang dapat memperbaiki penjualan dan mengambil
hati para konsumennya dengan suatu “issue” yang menarik perhatian masyarakat saat ini dan
dimasa yang akan datang yaitu menciptakan produk yang ramah lingkungan. Green marketing
sebagai aktifitas pemasaran yang berorientasi kepada pelestarian lingkungan menilai sejauh
mana marketer dapat mencari cara untuk membuat dan memasarkan barang serta jasa yang
ramah lingkungan. Green marketing tidak hanya sebatas pada aktifitas pemasaran dan
komposisi atau karakteristik produk yang dihasilkan saja, namun juga pada proses dan teknik
produksinya. Konsep green marketing inilah yang diterapkan oleh PT. Nokia dalam upaya
untuk meningkatkan penjualan dan berkontribusi bagi lingkungan.
Dalam studi yang dilakukan Interbrand, tercatat untuk kategori Global Green Brand yang diselenggarakan secara rutin dari tahun 2011, PT. Nokia mendapat peringkat 20 besar
dan terus meningkat keposisi 9. Dari peringkat tersebut dapat diketahui bahwa PT. Nokia
selalu berupaya meningkatkan citranya sebagai merek yang berwawasan lingkungan dari
tahun ketahun. Pencapaian peringkat tertinggi diraih pada tahun 2013, PT. Nokia mencapai
peringkat 9 dari 50 merek berwawasan lingkungan ternama dunia. Dengan adanya penilaian
tersebut semakin memacu perusahaan untuk meningkatkan citra “Green” di mata konsumen.
Hal inilah yang semakin menggelitik penulis untuk melakukan penelitian terhadap strategi
green marketing.Berdasarkan data-data diatas, penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi
adalah sebagai berikut: (1) Terjadi penurunan penjualan ponsel Nokia dari tahun 2010; (2)
Rendahnya pengetahuan konsumen terhadap produk “Green” (ramah lingkungan); (3)
Strategi Green Marketing yang dilakukan oleh perusahaan belum meningkatkan penjualan.
Dari uraian identifikasi masalah diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut: (1) Apakah produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (2) Apakah
harga produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (3) Apakah saluran distribusi
produk green berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (4) Apakah promosi produk green
berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (5) Apakah pengetahuan akan produk green
berpengaruh terhadap keputusan pembelian; (6) Apakah produk, harga, saluran distribusi,
promosi dan pengetahuan saling berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian.
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
178
KAJIAN TEORI
Green Marketing. Peattie dan Crane (2005) berpendapat bahwa ide green marketing
(pemasaran hijau) tidak hanya baru berkembang saat ini, namun sejak akhir tahun 1980 telah
muncul kepermukaan secara nyata, karena konsumen menjadi tertarik terhadap green produk,
meningkatnya kepedulian dan kesadaran untuk membayar green produk. Survey ini
menyatakan lebih dari 92% perusahaan multinasional Eropa mengklaim untuk merubah
produk mereka menjadi produk hijau, dan 85% mengklaim untuk merubah sistem produk
mereka (Peattie dan Crane, 2005). Manfaat Green Marketing antara lain: (1) Menghasilkan
produk yang ramah lingkungan; (2) Para produsen dan pemasang iklan mengembangkan
produk yang mereka upayakan untuk memenuhi keinginan masyarakat yang peduli akan
lingkungan; (3) Inovasi. Kecintaan terhadap lingkungan akan membuat perusahaan menjadi
lebih inovatif, baik inovatif dalam input, process, output, bahkan strategi
marketing/pemasaran.
Menurut John Grant, 2007 tujuan green marketing dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu
sebagai berikut: (1) Green : bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau
perusahaan adalah peduli lingkungan hidup; (2) Greener : bertujuan selain untuk
komersialisasi sebagai tujuan utama perusahaan, juga untuk mencapai tujuan yang
berpengaruh kepada lingkungan hidup. Perusahaan mencoba merubah gaya konsumen
mengkonsumsi atau memakai produk. Misalnya penghematan kertas, menggunakan kertas
bekas maupun kertas recycle. Menghemat air, listrik, penggunaan AC, dll; (3) Greenest :
perusahaan berusaha merubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli lingkungan hidup.
Dalam usaha mengaplikasikan konsep green marketing terdapat beberapa
permasalahan potensial yang bisa muncul menurut Polonsky (1994), antara lain: (1) Perusahaan yang menggunakan green marketing harus yakin bahwa tindakan mereka tidak
menyesatkan konsumen dan industri, dan tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan
atau hukum yang berlaku pada pemasaran lingkungan; (2) Perusahaan saat memodifikasi
produk sesuai permintaan ataupun persepsi konsumen, tapi ternyata produk ini juga tidak
lebih baik dari produk yang terdahulu karena konsumen memiliki persepsi yang salah. Oleh
sebab itu perusahaan harus memiliki pengetahuan yang baik sehingga dapat mengambil
keputusan dan tindakan terhadap lingkungan yang benar; (3) Peraturan pemerintah yang
didesign guna memberikan peluang kepada konsumen untuk membuat keputusan yang lebih
baik, atau memotivasi mereka untuk lebih bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup.
Sangat sulit bagi perusahaan untuk dapat menyesuaikan dengan seluruh isu lingkungan.
Green Marketing Mix. Pemasaran berhubungan dengan mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu definisi pemasaran adalah memenuhi
kebutuhan secara menguntungkan. McCarthy dalam Kottler dan Keller, 2007
mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kelompok besar, yang disebutnya empat (4) P
tentang pemasaran : Produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion), dan Tempat
(Place). Menurut Payne (2000), konsep bauran pemasaran merupakan alat yang
dikembangkan dengan baik yang dipakai sebagai struktur oleh para pemasar. Konsep ini
terdiri dari berbagai macam unsur program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar
berhasil melaksanakan strategi dengan segmentation, targeting, dan positioning pemasaran
dalam pasar-pasar perusahan tersebut. Karena itu, bauran pemasaran dapat dikatakan sebagai
fungsi pemasaran yang merupakan perpaduan dari berbagai faktor yang dapat dikendalikan
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
179
oleh suatu organisasi pemasaran yang dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan suatu
golongan konsumen tertentu. Berbagai faktor ini biasanya diselaraskan dengan kebijakan
perusahaan yang terus menyesuaikan dengan lingkungan bisnis yang terus mengalami
perubahan mengikuti perilaku konsumen.
Green Produk. Terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu
produk ramah atau tidak terhadap lingkungan yaitu: (1) Tingkat bahaya produk bagi
kesehatan manusia atau binatang; (2) Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan selama di pabrik, digunakan, atau dibuang; (3) Tingkat penggunaan jumlah energi
dan sumber daya yang tidak proposional selama dipabrik, digunakan atau dibuang; (3)
Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika kemasannya
berlebihan atau untuk suatu penggunaan yang singkat; (4) Seberapa jauh produk melibatkan
penggunaan yang tidak ada gunanya atau kejam terhadap binatang; (5) Penggunakan material
yang berasal dari spesies atau lingkungan yang terancam.
Green Price (Harga). Harga adalah elemen penting dalam marketing mix. Kebanyakan para
pelanggan bersedia membayar dengan harga premium jika ada persepsi tambahan terhadap
nilai produk. Peningkatan nilai ini dapat disebabkan oleh kinerja, fungsi, desain, bentuk yang
menarik atau kecocokan selera. Keunggulan dari sisi lingkungan hanya merupakan bonus
tambahan, tetapi sering kali menjadi faktor yang menentukan antara nilai produk dan kualitas.
Produk yang ramah lingkungan sering kali lebih murah jika biaya product life cycle
diperhatikan.
Pada berbagai literatur dalam penelitian pemasaran, terdapat pengaruh harga pada
persepsi konsumen akan kualitas suatu produk (Rao & Monroe, 1998; Zeithaml; 1988 dalam Junaedi; 2005). Menurut Rao dan Bergen (1992) dalam Junaedi (2005), harga premium
merupakan harga yang dibayarkan dan lebih besar jumlahnya di atas harga yang sesuai
dengan kebenaran nilai suatu produk yang menjadi indikator keinginan konsumen untuk
membayar (willingness-to-pay).
Sejumlah penelitian telah menentukan hubungan antara harga dan persepsi konsumen
terhadap kualitas produk. Kualitas produk dalam hal ini ditentukan pada pengukuran kualitas
objektif dan kualitas yang dipersepsikan. Kualitas objektif (objective quality) didefinisikan
sebagai atribut yang dapat diukur dan dikuantifikasikan dari dalam produk dibandingkan
dengan produk standard yang dapat dibuat. Sedangkan persepsi kualitas (perceived quality)
didefinisikan sebagai keputusan konsumen tentang superioritas dari suatu produk (Zeithaml,
1988 dalam Junaedi, 2005).
Polls (2002) menjabarkan bahwa umumnya konsumen mempercayai produk yang
ramah lingkungan mempunyai harga yang tinggi, hal ini di dukung oleh penelitian Polls
(2003) dimana dalam penelitiannya di Inggris menemukan bahwa pengkonsumsian produk
yang ramah lingkungan tidak secara terus menerus khususnya bagi konsumen dengan
pendapatan yang rendah namun demikian, harga premium suatu produk yang ramah
lingkungan berhubungan secara negatif dengan pilihan konsumen pada produk ramah
lingkungan.
Saluran Distribusi. Saluran distribusi atau tempat atau lokasi merupakan salah satu faktor
yang memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan perusahaan dalam menjual produk.
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
180
Menurut Payne (2000) lokasi berkenaan dengan keputusan perusahaan mengenai dimana
operasi dan staf akan ditempatkan. Menurut Payne (2000) ada tiga jenis interaksi antara
produsen dengan konsumen yaitu: Pelanggan mendatangi produsen, Produsen mendatangi
pelanggan, dan Produsen dan konsumen melakukan transaksi bisnis melalui pihak ketiga.
Green Promosi. Tjiptono (2008) melihat tujuan utama promosi adalah menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan
bauran pemasarannya. Ketiga tujuan promosi itu dijabarkan sebagai berikut:
Menginformasikan (informing), Membujuk pelanggan sasaran (persuating), Mengingatkan
(reminding).
Keputusan Pembelian. Kotler dan Armstrong (2012), berpendapat bahwa keputusan
pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen
benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
Schiffman dan Kanuk juga berpendapat bahwa keputusan pembelian adalah pemilihan dua
atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat
keputusan, harus tersedia beberapa alternatif pilihan.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sumber: Diolah dari Kerangka Pemikiran berdasar teori
Gambar 1 diatas adalah kerangka pemikiran dari penelitian ini, berdasarkan kerangka
pemikiran tersebut, maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
H1: Produk Green berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia.
H2: Persepsi Harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia.
H3: Saluran distribusi berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia
H4: Promosi berpengaruh terhadap keputusan pembelian ponsel Nokia
H5: Pengetahuan produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian Nokia
H6: Produk, Harga, Saluran Distribusi, Promosi dan Pengetahuan Produk Green
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pembelian.
Keputusan
Pembelian
H5
H4
H3
H2
H1
H6
Presepsi Harga
Saluran Distribusi
Promosi
Pengetahuan Produk
Produk Green
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
181
METODE
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis desain penelitian yang
digunakan adalah riset deskriptif, yang mana riset deskriptif lebih menekankan pada frekuensi
terjadinya sesuatu atau sejauh mana variabel-variabel tersebut berhubungan. Malhotra (2010),
mengatakan bahwa metode survey adalah sebuah kuesioner tersutruktur yang diberikan
kepada sampel dari populasi dan didesain untuk mendapatkan informasi yang spesifik dari
para responden.
Penelitian ini dilakukan pada konsumen pengguna ponsel Nokia baik konsumen
maupun pelanggan. Penelitian dilakukan di pusat perbelanjaan ponsel terbesar di Jakarta yaitu
di ITC Roxy Mas, karena sebagian besar pengguna ponsel Nokia adalah penduduk perkotaan.
Ada lima variabel yang diteliti, yaitu lima variabel independen yang terdiri dari
produk green, harga produk green, promosi, saluran distrbusi dan pengetahuan serta variabel
keputusan pembelian sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan 33 indikator.
Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 130 responden, berdasarkan rekomendasi
asumsi yang mendasari alat analisis jalur (path analysis), yakni minimal sebanyak 100
responden (Sarwono, 2007:2).
Teknik sampling menggunakan sampel purposive atau pertimbangan ditujukan kepada
responden yang melakukan menggunakan ponsel Nokia. Alat yang digunakan untuk
penelitian kuantitatif adalah kuisioner dengan pertanyaan yang bersifat tertutup menggunakan
skala Ordinal. Uji yang dilakukan adalah uji validitas, reliabilitas, uji model, uji t, dan uji
korelasi dimensi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data primer diperoleh dengan menggunakan
kuesioner atau angket kepada para responden yang telah membeli atau menggunakan ponsel
Nokia mulai bulan Mei tahun 2014 sampai dengan bulan Juli tahun 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji dilakukan secara berurutan dari validitas, reliabilitas, uji model, uji t, dan yang
terakhir adalah uji korelasi dimensi. Hasil uji t menunjukkan terdapat pengaruh antara
variabel produk green, persepsi harga, saluran distribusi, promosi dan pengetahuan memiliki
pengaruh baik secara parsial maupun simultan (Tabel 1).
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
182
Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Hipotesis Hubungan
Variabel
Nilai
t
Hasil Uji
Model Kesimpulan
H1 Produk Green
Terhadap
Keputusan
Pembelian
2.050 Data
mendukung
hipotesis
Produk green berpengaruh
signifikan terhadap
keputusan pembelian
H2 Persepsi
HargaTerhadap
Keputusan
Pembelian
2.542 Data
mendukung
hipotesis
Persepsi harga
berpengaruh signifikan
terhadap keputusan
pembelian
H3 Saluran Distribusi
Terhadap
Keputusan
Pembelian
1.984 Data
mendukung
hipotesis
Saluran distribusi
berpengaruh signifikan
terhadap keputusan
pembelian
H4 Promosi
Terhadap
Keputusan
Pembelian
2.470 Data
mendukung
hipotesis
Promosi berpengaruh
signifikan terhadap
keputusan pembelian
H5 Pengetahuan
Terhadap
Keputusan
Pembelian
3.290 Data
mendukung
hipotesis
Pengetahuan berpengaruh
signifikan terhadap
keputusan pembelian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Uji korelasi dimensi dapat menunjukkan seberapa besar hubungan antar dimensi dari
variabel yang memiliki pengaruh signifikan. Berikut adalah hasil uji korelasi dimensi variabel
yang berpengaruh signifikan :
Tabel 2. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Produk Green dengan Keputusan Pembelian
Variabel Dimensi
Keputusan Pembelian
Faktor
Buday
a
Faktor
Sosial
Faktor
Pribadi
Faktor
Psikologis
Produk
Green
Aman digunakan dan
dibuang
0.179 0.151 0.320 0.276
Karakteristik
komponen dalam
produk dan kemasan
0.305 0.316 0.430 0.284
Pengaruh komponen
terhadap lingkungan
0.055 0.036 0.149 0.095
Produk yang
bekelanjutan
0.374 0.383 0.306 0.292
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
183
Berdasarkan tabel 2, hubungan paling kuat/tinggi pada variabel produk green dengan
dimensi Karakteristik komponen dalam produk dan kemasan terhadap dimensi faktor pribadi
dengan nilai korelasi 0.430. Hal ini berarti bahwa konsumen secara pribadi merasa tertarik
dengan produk yang memiliki ciri khas/unik. Atau dengan kata lain konsumen lebih memilih
produk dengan kemasan dan komponen yang berbeda dari produk sejenis lainnya. Seperti
yang diungkapkan oleh (Kotler, 2012:351) yaitu Identitas sebuah produk yang berkualitas
harus memiliki nilai pembeda. Dimensi yang mungkin di dalam menentukan kualitas sebuah
produk berdasarkan nilai pembedanya adalah features, customization, performance quality,
conformance quality, reliability, durability, repairability, style.
Kotler dan Amstrong (2011:236) mendefinisikan produk sebagai “segala sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi
yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan”. Tjiptono, Chandra dan Adriana
(2008:88) mendefinisikan produk sebagai berikut, “Produk merupakan segala sesuatu yang
dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau
dikonsumsi pasar yang bersangkutan.”
Tabel 3. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Persepsi Harga dengan Keputusan Pembelian
Variabel Dimensi
Keputusan Pembelian
Faktor
Buday
a
Faktor
Sosial
Faktor
Pribadi
Faktor
Psikologis
Persepsi
Harga
Perubahan harga untuk
merefleksikan biaya
produksi
0.276 0.450 0.323 0.381
Permintaan dari green
produk
0.130 0.308 0.232 0.379
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Berdasarkan tabel 3, hubungan paling kuat/tinggi pada variabel persepsi harga dengan
dimensi perubahan harga untuk merefleksikan biaya produksi terhadap dimensi faktor sosial
dengan nilai korelasi 0.450. Artinya perbedaan harga ponsel Nokia dengan ponsel lain
menjadi pilihan konsumen sesuai dengan kelas sosialnya. Atau pemilihan ponsel nokia
dipengaruhi oleh grup sosial dari konsumen tersebut.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Pride dan Ferrell, 2010:317) yaitu
Peningkatan kualitas sebuah produk akan mempengaruhi harga produk tersebut. Secara umum
produk tersebut akan lebih mahal, hal ini menjadi sebuah pertimbangan bagi para pelaku
pemasaran untuk melakukan perencanaan dengan cermat.
Gaya hidup mempunyai pengaruh yang kuat dalam berbagai aspek atas proses
keputusan pembelian pelanggan, bahkan sampai tahap evaluasi setelah pembelian sebuah
produk. Gaya hidup seseorang juga mempengaruhi kebutuhan produk konsumen, preferensi
merek, tipe media yang digunakan dan bagaimana dan dimana mereka melakukan pembelian
barang (Pride dan Ferrell, 2010:205).
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
184
Tabel 4. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Saluran Distribusi dengan Keputusan Pembelian
Variabel Dimensi
Keputusan Pembelian
Faktor
Buday
a
Faktor
Sosial
Faktor
Pribadi
Faktor
Psikologis
Saluran
Distribusi
Saluran (channel) 0.109 0.286 0.394 0.304
Pencakupan
(coverage)
0.306 0.469 0.530 0.394
Lokasi 0.125 0.363 0.411 0.349
Inventaris 0.171 0.274 0.293 0.310
Transportasi 0.103 0.235 0.314 0.314
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Dari tabel 4, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi pencakupan
(coverage) dengan faktor pribadi yaitu 0.530. Hal ini berarti konsumen secara pribadi lebih
memilih membeli suatu produk jika produk tersebut masih berada diarea
cakupannya/wilayahnya. Secara pribadi maksudnya adalah karena faktor usia atau gaya
hidup seseorang yang tidak ingin enghabiskan waktu dan tenaga untuk mencari suatu produk
yang jauh dari tempat tinggalnya/cakupannya.
Penentuan saluran distribusi dapat ditentukan berdasarkan intensitas cakupan dari
produk yang akan dijual. Jumlah dan jenis toko dalam suatu area sangat menentukan produk
yang akan dijual. Tentunya keputusan pemilihan saluran distribusi juga mempertimbangkan
karakteristik produk dan target pasarnya (Pride dan Ferrell, 2010:400).
Tabel 5. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Promosi dengan
Keputusan Pembelian
Variabel Dimensi
Keputusan Pembelian
Faktor
Buday
a
Faktor
Sosial
Faktor
Pribadi
Faktor
Psikologis
Promosi Cara pesan yang
digunakan dalam green promosi
0.272 0.410 0.463 0.262
Pemantauan
keakuratan/ketepatan
klaim green
0.215 0.341 0.363 0.289
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Dari tabel 5, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi Cara pesan yang
digunakan dalam green promosi dengan faktor pribadi yaitu 0.530. Hal ini menunjukkan
bahwa konsumen akan merasa tertarik pada ponsel Nokia jika di dalam promosinya
menggunakan cara yang tepat dalam penyampaian pesan tentang manfaat dan kelebihan
produk green. Aktifitas pemasaran membuat pelanggan, rekan bisnis dan masyarakat
umumnya menyadari dan mengikuti terhadap bisnis yang ditawarkan (Elliott et al, 2012:23).
Artinya, kegiatan mengkomunikasikan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
185
membelinya adalah merupakan tugas pemasaran. Sebuah promosi atas produk atau jasa oleh
seorang pemasar adalah sebuah usaha meyakinkan calon pembeli untuk membelinya. Melalui
promosi maka calon pembeli dapat memahami dengan lebih baik produsen dan berbagai
produk/jasa yang ditawarkan. Promosi juga dapat menawarkan berbagai pemotongan harga,
produk baru dan sebagainya.
Tabel 6. Matrik Korelasi Dimensi Variabel Pengetahuan dengan Keputusan Pembelian
Variabel Dimensi
Keputusan Pembelian
Faktor
Buday
a
Faktor
Sosial
Faktor
Pribadi
Faktor
Psikologis
Pengetahuan Produk bersertifikasi 0.242 0.298 0.333 0.253
Besaran pengetahuan
terhadap issue
lingkungan
0.252 0.300 0.557 0.463
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2014
Dari tabel 6, nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi besaran
pengetahuan terhadap issue lingkungan dengan faktor pribadi yaitu 0.557. Hal ini berarti
semakin dewasa usia seseorang maka pengetahuan akan issue lingkungan juga semakin besar.
Atau karena gaya hidup dan pekerjaan menuntut seseorang untuk lebih memperluas wawasan
dan pengetahuannya tentang issue lingkungan.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarsono (2012) bahwa
pengetahuan mengenai informasi lingkungan pada kemasan detergen tidak berpengaruh
terhadap keputusan pembelian, begitu pula Maloney dan Ward (2002) yang menemukan fakta
bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan dan isu lingkungan tidak
berpengaruh terhadap minat beli (perilaku konsumen).
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Produk green berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pembelian. Hubungan paling kuat/tinggi pada variabel produk green dengan dimensi
Karakteristik komponen dalam produk dan kemasan terhadap dimensi faktor pribadi. Hal ini
berarti bahwa konsumen secara pribadi merasa tertarik dengan produk yang memiliki ciri
khas/unik. Kedua. Persepsi harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pembelian. Hubungan paling kuat/tinggi pada variabel persepsi harga dengan dimensi
perubahan harga untuk merefleksikan biaya produksi terhadap dimensi faktor sosial. Artinya
perbedaan harga ponsel Nokia dengan ponsel lain menjadi pilihan konsumen sesuai dengan
kelas sosialnya. Ketiga. Saluran distribusi berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pembelian. Nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi pencakupan (coverage). Hal
ini berarti konsumen secara pribadi lebih memilih membeli suatu produk jika produk tersebut
masih berada diarea cakupannya/ wilayahnya. Keempat. Promosi berpengaruh secara
signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai korelasi dimensi tertinggi terdapat pada
dimensi Cara pesan yang digunakan dalam green promosi. Hal ini menunjukkan bahwa
konsumen akan merasa tertarik pada ponsel Nokia jika di dalam promosinya menggunakan
cara yang tepat dalam penyampaian pesan tentang manfaat dan kelebihan produk green.
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
186
Kelima. Pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai
korelasi dimensi tertinggi terdapat pada dimensi besaran pengetahuan terhadap issue
lingkungan. Hal ini berarti semakin banyak membanca, mendengar dan mengikuti
perkembangan, maka pengetahuan seseorang akan semakin bertambah begitu juga
pengetahuan tentang issue lingkungan juga semakin besar. Atau karena gaya hidup dan
pekerjaan menuntut seseorang untuk lebih memperluas wawasan dan pengetahuannya tentang
issue lingkungan. Keenam. Pada produk, persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan
pengetahuan secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian.
Saran. Dari hasil penelitian dan pendapat para responden tentang ponsel Nokia, penulis
mempunyai beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan dalam rangka
meningkatkan daya tawar atau meningkatkan rasio keputusan pembelian dari konsumen, dan
juga agar ponsel Nokia bisa menjadi market leader kembali dengan menerapkan strategi
green marketing yang tepat, diantaranya : (1) Nokia tetap memproduksi dan mempertahankan
ponsel ramah lingkungan, disertai juga dengan fitur/program yang menarik sesuai dengan
perkembangan teknologi saat ini, karena konsumen merasa tertarik terhadap produk yang
memiliki karakteristik tersendiri/unik. (2) Berdasarkan penelitian ini karakteristik pengguna
Nokia adalah Pelajar, maka Nokia hendaknya memposisikan harga sebuah ponselnya sesuai
dengan kelas/segmen Pelajar. (3) Nokia hendaknya memperluas area distribusi penjualan
Ponselnya, semakin dekat dengan wilayah konsumen, maka konsumen semakin memilih
produk tersebut. (4) Nokia lebih memperkenalkan Nokia sebagai ponsel ramah lingkungan
secara terus menerus melalui media TV, jejaring sosial, atau perkumpulan pecinta lingkungan.
promosi yang berkesinambungan/ berkelanjutan diperlukan untuk mengedukasi konsumen
sehingga produk green menjadi gaya hidup dan kebutuhan. (5) Perusahaan perlu lebih mengenalkan lagi kepada konsumen melalui promosi dan saluran distribusi yang tepat, agar
pengetahuan konsumen bertambah mengenai produk ramah lingkungan dan pada akhirnya
memutuskan untuk membeli ponsel Nokia. (6) Sebagai bagian dari strategi promotion mix,
PT. Nokia hendaknya memberikan apresiasi/hadiah lebih kepada konsumen yang ikut
berpartisipasi program recycling ponsel yang telah membuang ponsel lamanya ke dalam
recycle bin yang ditempatkan di area service centre Nokia, misalnya memberikan voucher
diskon untuk pembelian ponsel Nokia. Sehingga konsumen semakin bersemangat untuk ikut
dalam salah satu program lingkungan tersebut.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel lain selain variabel produk,
persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan. Dari nilai Koefisien
Determinasi diketahui bahwa 48.9 % variabel keputusan pembelian dapat diterangkan oleh
variabel produk, persepsi harga, saluran distribusi, promosi, dan pengetahuan yang
bersangkutan. Sedangkan sisanya sebesar 51.1 % diterangkan oleh variabel lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini yang mungkin dapat memberikan pengaruh lebih besar pada
keputusan pembelian.
Annisa 176 – 187 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
187
DAFTAR RUJUKAN
Adrian Payne, 2000.”Service Marketing Pemasaran Jasa”, Andi Yogyakarta. Cary.J. Bhaskaran. & Polonsky. 2004 Green Marketing and EMS : Assessing Potential
Consumer Influence on EMS Development. Australian Government Rural Industries
Research and Development Corporation. December 2004.
Elliot, S.N., Thomas R. K., Joan Littlefield, dan John F. Travers. 1999. Educational
Psychology Effective Teaching Effective Learning second edition. Singapore:
McGraw-Hill. .2010-2012. Gartner “Tabloid Pulsa dan berita teknologi”.
Grant, Robert M. (2007). Analisis Strategi Kontemporer. Jakarta: Erlangga. .
Junaedi, M.F. Shellyana. 2005. Pengaruh kesadaran lingkungan pada niat beli produk hijau :
studi perilaku konsumen berwawasan lingkungan. Jurnal benefit, vol 9, no. 2,
Desember. Hal 189-201.
Keller, Kevin Lane, 2003, Strategic Brand Management, Penerbit Pearson Education Inc,
Upper Saddle River, New Jersey.
Kotler, Philip, and Armstrong, Gary, 2012, Priciples of Marketing, Pearson Education
Limited, Edinburgh Gate, Harlow, England.
Kotler Philip, dan Keller , Kevin Lane, 2008, Manajemen Pemasaran. Edisi 12 Terjemahan
Benyamin Molan. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Kotler, Philip, Keller, Kevin Lane, Ang Swew Hoon, Leong, Siew Meng, Tan, Chin Thiong,
2006, Marketing Management : An Asian Perpective Fourth Edition, Prentice Hall,
Singapore
Naresh K. Malhotra. (2010). Marketing research : An Applied Orientation Sixth Edition
Pearson Education.
Peattie, K.,& Crane. A.2005. Green Marketing: Legend, myth, farce or prophesy?.Qualitative
Market Research, 8(4). 357-370.
Peattie, k. (2005), Green marketing: legend, myth, farce or prophesy?. Qualitative Market
Research, 8(4), 357-370.
Pride, W. M & Ferrell, O. C. 2010. Marketing (15th ed) Canada : South-Western. Pub.
Sarwono, Jonathan, 2007, Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Shellyana Junaedi. 2005. Pengaruh Kesadaran Lingkungan Pada Niat Beli Produk Hijau:
Studi Perilaku Konsumen Berwawasan Lingkungan. Benefit, Vol .9. No. 2, Desember
, pp 189-201
Sumarsono, Yayat Giatno. 2012. Analisis Sikap dan Pengetahua Konsumen Terhadap
Ecolabelling serta Pengaruhnya Kepada Keputusan Pembelian Produk Ramah
Lingkungan. Fakultas Ekonomi Unsoed. Purwokerto.
Sumarsono dan Weni Novandari. 2010. Analisis Motif Pembelian dan Profil Perilaku
“Green Product Customer. Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman.
Tidak Dipiblikasikan.
Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Penerbit: ANDI Yogyakarta.
Ward, A.G., dan A. Courts editors. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York:
Academic Press.
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
188
PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, PERSEPSI KUALITAS DAN
LOYALITAS MEREK TERHADAP PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PEMBELIAN SEPEDA MOTOR YAMAHA V-IXION
Arif Fadhilah
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Abstract: The study sought to establish and analyze the impacts of brand awareness, brand
associations, perceived quality and brand loyalty toward purchase decision-making process of
Yamaha V-Ixion both partially and simultaneously. This statistic parametric study adopted a
quantitative method that used a multiple linear regression in which the data were processed by
program. The population used in this study are all users of Yamaha V-Ixion in Jakarta whose
number is unknown. The sample was 80 users of Yamaha V-Ixion located in West Jakarta
Municipality. A structured questionnaire with Likert scale was used to collect data which
consisted of 34 questions arranged based on indicators and dimensions derived from each
independent variables. Findings of this study showed that brand awareness, perceived quality
and brand loyalty had significant effect in partially toward purchase decision-making process of
Yamaha V-Ixion. Furthermore, brand awareness, perceived quality and brand loyalty had
significant effect in simultaneously toward purchase decision-making process Yamaha V-Ixion.
Keywords: Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, Brand Loyalty and
purchase decision-making process
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
variabel Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion baik secara parsial maupun simultan.
Metode penelitian statistis parametrik ini menggunakan desain kuantitatif analisis regresi linier
berganda yang kemudian pengolahan datanya diproses dengan program. Populasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna motor Yamaha V-ixion di kota Jakarta
yang jumlahnya tidak diketahui. Sampel penelitian ini adalah 80 orang pengguna motor Yamaha
V-ixion yang berada di Kotamadya Jakarta Barat. Instrumen penelitian yang digunakan berupa
kuesioner terstruktur dengan skala Likert; terdiri dari 34 pernyataan yang disusun berdasarkan
indikator dan dimensi yang mendukung masing-masing variabel penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-
ixion. Secara simultan keesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek
berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion
Kata Kunci: Keesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek dan Proses
Pengambilan Keputusan Pembelian
PENDAHULUAN
Di Indonesia, industri sepeda motor semakin kompetitif dengan ketatnya persaingan
antara produsen sepada motor di Indonesia, ini terbukti dengan penjualan sepeda motor di pasar
Indonesia sepanjang tiga tahun terakhir sejak tahun 2011 hingga 2013 yang dapat dilihat di Tabel
1. Produsen sepeda motor di Indonesia dihadapkan dengan persaingan untuk meraih dominasi
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
189
pasar. Produsen sepeda motor juga dituntut untuk mempertahankan eksitensinya agar dapat
bersaing dengan produk sepeda motor lainnya di pasar.
Tabel 1. Data Penjualan Sepeda Motor anggota AISI Tahun 2011-2013
Merek 2011 MS (%) 2012 MS (%) 2013 MS (%)
Honda 4.273.888 53,3 4.092.693 57,31 4.700.871 60,49
Yamaha 3.136.073 39,1 2.433.354 34,07 2.495.796 32,12
Suzuki 493.125 6,2 465.630 6,52 400.675 5,16
Kawasaki 95.108 1,2 131.657 1,84 153.807 1,98
TVS 14.309 0,2 18.252 0,26 19.865 0,26
Total 8.012.885 100 7.141.586 100 7.771.014 100
Sumber: AISI (2014)
Berdasarkan Tabel 1. selama tiga tahun terakhir Honda merupakan merek nomor satu
otomotif sepeda motor di Indonesia. Pada tahun 2011 Honda membukukan penjualan tertinggi
produk otomotif sepeda motor di Indoneisa sebesar 4.273.888 unit dengan market share 53,3%,
dan diikuti Yamaha sebesar 3.136.073 dengan market share 39,1% di posisi kedua. Pada tahun
2012 penjualan sepeda motor mengalami penurunan sekitar 11,2% dari 8.012.885 unit sepeda
motor menjadi 7.141.586 unit sepeda motor. Pada tahun 2012 walaupun Yamaha mengalami
penurunan yang signifikan, Yamaha kembali menepati posisi kedua dengan membukukan
penjualan produknya sebesar 2.433.354 dengan market share 34,07%, dan Honda tetap kokoh di
posisi pertama dengan penjualan sebesar 4.092.693 dengan market share 57,31%. Walaupun
tahun 2012 mengalami penurunan penjualan sepeda motor nasional, tetapi Kawasaki dan TVS
mengalami kenaikan penjualan. Sedangkan Honda dan Suzuki mengalami penurunan penjualan,
tetapi market share Honda dan Suzuki tetap tinggi bahkan meningkat dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013 jumlah penjualan sepeda motor mengalami kenaikan 8,81% dari 7.141.586 unit
sepeda motor menjadi 7.771.014 unit sepeda motor. Tahun 2013 Yamaha kembali menempati
posisi kedua, dengan membukukan penjualan produknya sebesar 2.495.796 unit. Di tahun ini
Yamaha hanya mengalami kenaikan 62.422 unit sepeda motor, tetapi market share Yamaha
mengalami penurunan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek yang
dimiliki Honda lebih tinggi dibandingkan dengan ekuitas merek Yamaha dan merek lainnya.
Ekuitas merek memiliki beberapa katagori terdiri dari kesadaran merek (brand awareness),
asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality)dan loyalitas merek
(brand loyalty) yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pembelian konsumen
(Durianto, dkk, 2004:6).
Di dalam persaingan yang kompetitif Yamaha tidak bisa menjaga pangsa pasarnya.
Dalam persaingan yang ketat ini perusahaan yang ingin tetap bertahan, dan melangkah lebih
maju untuk memenangkan persaingan sangat perlu mengetahui brand equity produknya. Brand
equity sangat penting bagi perusahaan karena persaingan pada saat ini dan di masa yang
mendatang, persaingan pemasaran adalah persaingan antar merek. Merek yang kuat sudah dapat
dipastikan akan menguasai pasar, karena merek merupakan asset perusahaan yang paling
bernilai, yang dapat digunakan untuk mempredeksi kelangsungan hidup perusahaan (Durianto,
dkk, 2004:12).
Kotler & Keller (2012:263) mendefinisikan ekuitas merek adalah nilai tambah yang terdapat pada suatu produk atau jasa. Hal ini terlihat dari cara konsumen berpikir, merasa, dan
bertindak terhadap merek serta harga, pangsa pasar, dan profitabilitas. Memiliki ekuitas merek
yang tinggi merupakan harapan dari setiap perusahaan. Karena apabila telah memiliki ekuitas
merek yang tinggi, mereka dapat memiliki kedekatan dengan pasar dan pelanggan.
Dari segi produknya, AISI mencatat, sepanjang 2013, penjualan sepeda motor segmen
skutik mencatatkan pertumbuhan tertinggi mencapai 4.897.668 unit atau mencatatkan pangsa
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
190
pasarnya mencapai 63,02%. Sedangkan segmen bebek berhasil membukukan penjualan
mencapai 1.771.720 unit dengan pangsa pasarnya mencapai 22,80% dan segmen sport yang
menyumbang penjualan mencapai 1.101.626 atau 14,18% pangsa pasarnya. AISI mencatat,
sepanjang 2013, Yamaha telah mencatatkan angka penjualan di segmen sport mencapai 544.162
unit. Pertumbuhan penjualan Yamaha ini bahkan menggeser segmen sport Honda yang hanya
tercatat mencapai 398.574 unit sepanjang 2013. (sumber: solopos.com, 2014)
Namun penjualan Segmen bebek dan skutik tahun 2013, Yamaha berada di posisi kedua
dibawah kompetitornya Honda. Tapi Yamaha berada di posisi puncak pada segmen motor sport
mengungguli kompetitor utamanya di segmen sport yaitu Honda. Persaingan pada segmen
motor sport sangat ketat dibandingkan dengan segmen lainnya. Produk unggulan Yamaha pada
segmen motor sport adalah Yamaha vixion. Yamaha v-ixion menjadi andalan dalam
menghadapi para kompetitornya di segmen motor sport 150cc seperti Honda dengan Honda
CB150 dan Honda Verza dan Kawasaki dengan Kawasaki Ninja. Yamaha V-ixion dirancang
untuk pecinta motor sport, Yamaha V-ixion adalah motor sport berkapasitas 150 cc yang
performa akselerasi pada motor ini sangatlah baik dapat mencapai 6000 rpm. Motor ini
merupakan motor dengan konsumsi minyak yang irit atau hemat bahan bakar. Harga jual
kembali untuk motor ini sangatlah mahal dikarenakan besarnya order motor baru. Dari segi
harga dapat dikatakan bersaing dengan produk sejenis dari pabrikan lain yaitu sekitar Rp.
23.000.000.
Gambar 1. Pangsa Pasar Segmen Motor Sport bulan Januari & Febuari
Berdasarkan Gambar 1. pada bulan januari 2014 honda mengungguli penjualan sepeda
motor Yamaha di segmen sport dengan 45,93% pangsa pasar penjualan segmen sepeda motor
sport nasional. Yamaha pada bulan Januari hanya memperoleh 42,3% pangsa pasar segmen
sepeda motor sport nasional. Tetapi pada bulan Febuari Yamaha Indonesia Motor Manufacturing
menggeser kembali posisi Honda dalam penjualan sepeda motor di segmen sepeda motor sport
dengan menguasai 44,73% pangsa pasar segmen motor sport nasional.
42.3
44.73 45.93
43.5
11.77 11.77
0
10
20
30
40
50
Januari Febuari
Yamaha
Honda
etc
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
191
Tabel 2. Penjualan Yamaha Vixion Maret 2013 - Febuari 2014
Tahun Bulan Total
Maret 42.004
April 38.957
Mei 35.413
Juni 35.621
Juli 45.351
Agustus 28.578
September 45.351
Oktober 44.677
November 45.652
Desember 40.022
2014 Januari 30.067
Febuari 42.597
Sumber: Rangkuman data AISI dikutip dari pertamax7.com (2014)
Turunnya pangsa pasar sepeda motor Yamaha di segmen sport terjadi karena penurunan
penjualan Yamaha V-ixion di bulan Januari, di bulan Januari Yamaha V-ixion hanya terjual
sebanyak 30.067 unit sepeda motor (Tabel 2). Penurunan Yamaha V-ixion ini berbanding
terbalik dengan pesaingya, Honda CB150 dan Honda Verza yang mengalami peningkatan pada
bulan januari (Pertamax7.com). Berdasarkan penjabaran tentang data dan uraian teori diatas,
maka peneliti tertarik menguji pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan
loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-
ixion.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis mengidentifikasi inti
dari permasalahan terkait dengan proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor
yamaha adalah sebagai berikut: (1) Terjadinya persaingan yang tinggi di industri otomotif sepeda
motor tanah air; (2) Terjadinya Penurunan Penjualan Yamaha tahun 2011 ke tahun 2012; (3)
Terjadinya penurunan market share Yamaha tahun 2012-2013; (4) Terjadinya penurunan market
share segmen motor sport Yamaha bulan januari karena penurunan penjualan motor Yamaha V-
ixion.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas, maka
permasalahan dapat diidentifikasi sebagi berikut: (1) Apakah kesadaran merek berpengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (2) Apakah
asosiasi merek berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor
Yamaha V-ixion? (3) Apakah persepsi kualitas berpengaruh terhadap proses pengambilan
keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (4) Apakah loyalitas merek berpengaruh
terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion? (5) Apakah
kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion?
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijabarkan penulis diatas, maka penelitian
ini fokus untuk mengkaji mengetahui pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi
kualitas dan loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor
Yamaha V-ixion. Responden di dalam penelitian ini adalah pemilik Yamaha V-ixion yang
berdomosili di Kotamadya Jakarta Barat. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk: (1) Menguji secara empiris pengaruh kesadaran merek terhadap
proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (2) Menguji secara
empiris pengaruh asosiasi merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (3) Menguji secara empiris pengaruh persepsi kualitas terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion; (4) Menguji secara empiris
pengaruh loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
192
Yamaha V-ixion; (5) Menguji secara empiris pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek,
persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan
pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion.
KAJIAN TEORI
Merek ( Brand ). Menurut The American Marketing Association (Kotler, 2012:241), merek
adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau disain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaingnya. Dapat dikatakan
bahwa merek lebih dari sekedar simbol, tidak hanya berguna sebagai nama atau tanda, akan
tetapi keberadaan merek dapat menjadi pembeda diantara produk dari kompetitor.
Ekuitas Merek ( Brand Equity ). Menurut Kotler dan Keller (2012:243), ekuitas merek adalah
nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dari cara
berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar,
dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Shocker dan Weitz dalam Gil
(2007:191), mengklasifikasikan dimensi ekuitas merek menjadi dua yaitu citra merek (brand
image) dan loyalitas merek (brand loyalty). Agarwal dan Rao dalam Gil (2007:191),
mengemukakan dua indicator utama pada ekuitas merek yaitu kualitas keseluruhan (overall
quality) dan minat memilih (choice intention). Menurut Aaker, dalam Durianto, dkk (2004:4),
berpendapat bahwa brand equty dikelompokan dalam lima katagori. Kelima katagori tersebut
adalah kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), Persepsi
Kualitas (perceived quality), loyalitas merek (brand loyalty) dan asset-aset lain yang berkaitan
dengan merek (other brand-related assets).
Kesadaran Merek ( Brand Awareness ). Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity, dalam
Durianto, dkk (2004:4), Brand awareness sebagai kemampuan dari calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek termasuk kedalam kategori produk
tertentu. Menurut Kotler dan Keller (2012:482) brand awareness adalah kemampuan konsumen
untuk mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda, yang tercermin dari brand
recognition atau recall performance. Sedangkan Keller dalam bukunya Strategic Brand
Management (2008:51), brand awareness berhubungan dengan kekuatan merek atau jejak
dalam memori yang tercermin dari kemampuan konsumen untuk mengingat atau mengenali
merek di dalam kondisi yang berbeda
Berdasakan teori Aaker (Durianto, dkk, 2004:55) Brand Awareness memiliki empat
tingkatan akan pencapaian kesadaran dari benak konsumen dari tingkatan yang paling rendah
yaitu tidak menyadari merek (Brand Unaware) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu Top of
Mind. Brand awareness dari tingkat terendah hingga tertingi adalah sebagai berikut: (1) Unware
of Brand (tidak menyadari merek ) adalah tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness di
mana konsumen tidak menyadari adanya suatu brand; (2) Brand Recognition (pengenalan merek )
adalah tingkat minimal brand awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah
dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall); (3) Brand Recall (pengingatan
kembali merek ) adalah pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recall); (4) Top of
Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertamakali oleh konsumen atau yang
pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari
berbagai brand yang ada dalam benak konsumen.
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
193
Asosiasi Merek ( Brand Association ).Aaker dalam Sadat, (2009:138), mendefinisikan brand
association sebagai segala sesuatu yang terhubung di memori konsumen terhadap suatu merek.
Menurut Kotler dan Keller (2012:482) asosiasi merek terdiri dari semua pikiran merek terkait,
perasaan, persepsi, gambar, pengalaman, kepercayaan, sikap, dan sebagainya yang menjadi
terkait dengan bran node. Schiffman dan Kanuk (2000:111), menambahkan bahwa asosiasi
merek yang positif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan konsumen,
sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri konsumen atas keputusan pembelian merek
tersebut.
Keller (2008:56), mengemukakan secara konseptual asosiasi merek dibedakan dalam tiga
dimensi, yaitu: (1) Strength (kekuatan): Kekuatan dari asosiasi merek tergantung dari banyaknya
jumlah atau kuantitas dan kualitas informasi yang diterima oleh konsumen. Semakin dalam
konsumen menerima informasi merek, semakin kuat asosiasi merek yang dimilikinya. Dua faktor
yang mempengaruhi kekuatan merek yaitu hubungan personal dan informasi tersebut dan
konsistensi informasi tersebut sepanjang waktu; (2) Favorable (kesukaan): Asosiasi merek yang
disukai terbentuk oleh program pemasaran yang berjalan efektif mengantarkan produk-
produknya menjadi produk yang disukai oleh konsumen; (3) Uniqueness (keunikan): Asosiasi
keunikan merek tercipta dari asosiasi kekuatan dan kesukaan yang membuat merek menjadi lain
daripada yang lain. Dengan adanya asosiasi merek yang unik, akan tercipta keuntungan
kompetitif dan alasan-alasan mengapa konsumen sebaiknya membeli merek tersebut. Asosiasi
merek yang unik dirancang agar konsumen “tidak ada alasan untuk tidak” memilih merek
tersebut.
Berdasarkan pemaparan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek
merupakan segala sesuatu hal atau kesan yang berkaitan mengenai suatu merek yang ada di
ingatan konsumen. Kesan-kesan terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek tertentu dan mudahnya
mendapatkan informasi tentang merek tersebut.
Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Aaker (2008:158) Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkan,
dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain. Sedangkan Menurut Keller (2008:195) persepsi
kualitas telah didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau
keunggulan produk atau jasa relatif terhadap alternatif yang relevan dan berkaitan dengan tujuan
yang dimaksudkan. Perceived quality mempunyai peran penting dalam membangun suatu
merek, Perceived quality sebuah merek dapat menjadi sebuah alasan yang penting bagi
konsumen untuk memutuskan merek yang akan dibeli.
Perceived quality dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dalam bentuk kualitas produk dan
kualitas jasa. Menurut Garvin dalam Durianto, dkk (2004 : 98) mengungkapkan ada tujuh
dimensi kualitas produk, yaitu: (1) Performance yang meliputi karakteristik operasi suatu
produk; (2) Features merupakan tambahan untuk menjadi pembela yang penting untuk dua
produk yang tampak sama; (3) Conformance with the specifications or the absence of defect
merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur yang berorientasi tradional; (4)
Reliability yaitu kosistensi kinerja dari pembelian satu ke pembelian lainnya dan presentase
waktu yang dimiliki; (5) Durability mencerminkan umur ekonomis suatu produk; (6) Service
ability mencermikan kemampuan suatu produk dalam memberikan layanan; (7) Fit and finish
mengarah pada penampilan mutu.
Perceived quality yang positif akan mendorong dalam pengambilan keputusan pembelian
dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut.
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
194
Loyalitas Merek (Brand Loyalty). Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity (dalam
Durianto, dkk 2004:4), mengemukakan definisi brand loyalty adalah sebuah ukuran ketertarikan
konsumen terhadap suatu merek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:88) loyalitas merek
adalah preferensi konsisten konsumen atau pembelian merek yang sama di kategori produk atau
jasa tertentu. Menurut Solomon (2011:360), loyalitas merek merupakan perilaku pembelian
ulang yang mencerminkan kesadaran keputusan untuk terus membeli merek yang sama.
Sedangkan menurut Durianto, dkk (2004:126), loyalitas merek merupakan satu ukuran
keterkaitan seorang konsumen kepada sebuah merek.
Berdasarkan uraian definisi diatas dapat disimpulakan bahwa loyalitas merek merupakan
ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterkaitan konsumen pada sebuah merek. Ukuran ini mampu
memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek produk yang lain.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:92) loyalitas merek terdiri dari dua komponen,
yaitu: (1) Behavioral : frekuensi dan konsistensi membeli merek tertentu; (2) Attitudinal :
Perasaan konsumen untuk komitmen terhadap suatu merek.
Keputusan Pembelian. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong (2012:154) adalah
keputusan pembeli terhadap produk yang mau dibeli. Keputusan pembelian mengacu pada
perilaku membeli konsumen baik individu maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa
untuk konsumsi pribadi. Beberapa situasi pembelian ditandai dengan keterlibatan konsumen
yang rendah tapi perbedaan antar merek signifikan. Dalam situasi ini, konsumen sering
melakukan peralihan merek. Peralihan merek terjadi karena mencari variasi dan bukannya
ketidakpuasan. Terdapat beberapa tahap dalam proses pengambilan keputusan, antara lain adalah
(Kotler dan Keller, 2012:166): (1) Pengenalan kebutuhan; (2) Pencarian informasi; (3) Evaluasi
alternative; (4) Keputusan pembelian; (5) Perilaku paska pembelian.
Kerangka Pemikiran. Semakin kompetitifnya pasar sepeda motor khususnya pasar sepeda
motor jenis sport membuat produsen harus mampu membuat produk yang berkualiatas dengan
diimbangi dengan pengenalan-pengenalan merek produk tersebut agar masyarakat sadar akan
keberadaan merek tersebut. Jika masyarakat telah mengetahui atau menyadari keberadaan suatu
merek didalam benaknya, maka secara langsung atau pun tidak langsung masyarakat tersebut
akan melakukan pembelian. Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi
merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek
mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang
tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan
dipertimbangkan dalam keputusan pembelian. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam benak
konsumen adalah merek-merek yang disukai dan dibenci (Durianto, dkk, 2004: 8-9). Asosiasi
merek juga merupakan faktor pendukung masyarakat dalam mengambil keputusan pembelian
terhadap suatu produk. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000:111), menambahkan bahwa
asosiasi merek yang positif mampu menciptakan citra merek yang sesuai dengan keinginan
konsumen, sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri konsumen atas pengambilan keputusan
pembelian merek tersebut.
Persepsi kualiatas juga merupakan faktor pendukung masyarakat dalam mengambil
keputusan pembelian terhadap suatu produk. Merek yang telah memiliki top of mind tinggi
dibenak konsumen sudah tentu memiliki kualitas produk yang baik pada produknya. Kesan atau
persepsi terhadap keseluruhan terhadap suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari
produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan
loyalitas mereka terhadap suatu merek. Loyalitas merek juga merupakan faktor pendukung
masyarakat dalam mengambil keputusan pembelian terhadap suatu produk. Menurut Schiffman
dan Kanuk (2010:88) loyalitas merek adalah preferensi konsisten konsumen atau pembelian
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
195
H3
merek yang sama di kategori produk atau jasa tertentu. Menurut Solomon (2011:360), loyalitas
merek merupakan perilaku pembelian ulang yang mencerminkan kesadaran keputusan untuk
terus membeli merek yang sama. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong
(2012:133) adalah keputusan pembelian mengacu pada perilaku membeli konsumen baik
individu maupun rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Terdapat
lima tahap proses pembelian konsumen seperti yang dikemukakan oleh Ferrell dan Hartline
(2010:154) yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan
pembelian, dan evaluasi pasca-pembelianBerdasarkan uraian di atas, maka dalam hal ini akan
dibahas mengenai pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas
merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian sepeda motor Yamaha V-ixion dengan
kerangka pemikiran di gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Hipotesis. Berdasarkan latar belakang penelitian, kajian pustaka, dan kerangka pemikiran
penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukkan adalah sebagai
berikut:
H1: Terdapat pengaruh kesadaran merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
H2: Terdapat pengaruh asosiasi merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
H3: Terdapat pengaruh persepsi kualitas terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
H4: Terdapat pengaruh loyalitas merek terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
H5: Terdapat pengaruh secara bersama-sama antara kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi
kualitas dan loyalitas merek proses pengambilan terhadap keputusan pembelian.
METODE
Desain Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif (quantitative method)
yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis. Jenis penelitiannya adalah
deskriptif eksplanatori yang didasarkan pada pengamatan (survey) terhadap akibat yang terjadi
(proses pengambilan keputusan pembelian) dan mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebabnya (kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek) melalui
pengumpulan data dan informasi diambil dari populasi yang menjadi objek penelitian atau
menarik sampel dari populasi yang ada dengan menggunakan kuesioner, kemudian dianalisa
untuk mendapatkan data yang akurat tentang fakta-fakta serta hubungan antara variabel
penelitian.
Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi variabel bebas (X)
(independent variable), dan variabel terikat (Y) (dependent variable). Berdasarkan telaah
pustaka dan rumusan hipotesis, terdapat variabel bebas antara lain Kesadaran Merek (X1),
H1 H2
H5
H3
H5
H4 Proses Pengambilan
Keputusan Pembelian (Y1)
Kesadaran Merek(X1)
Asosiasi Merek (X2)
Persepsi Kualitas (X3)
Loyalitas Merek (X4)
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
196
Asosiasi Merek (X2), Persepsi Kualitas (X3) dan Loyalitas Merek (X4) . Sementara variabel
terikat yaitu proses pengambilan keputusan pembelian (Y).
Populasi dan Sampel. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna
motor Yamaha V-ixion di kota Jakarta yang jumlahnya tidak diketahui. Dalam penelitian ini
belum ada data yang akurat yang dapat menyebutkan jumlah konsumen Yamaha Motor di Kota
Jakarta karena jumlah konsumennya mengalami perubahan setiap hari yang disebabkan
penambahan jumlah konsumen. Oleh karena itu, jumlah populasi dalam penelitian ini
diasumsikan tidak diketahui oleh karena itu metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan tehnik nonprobability sampling. Metode yang digunakan adalah
purposive / Judgement Sampling, yaitu cara pemilihan sampel atas dasar pertimbangan tertentu.
Menurut Hair, dkk (2006) Rasio antara jumlah subjek dan jumlah variabel bebas dalam analisis
multivariat dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek per variabel bebas. Di dalam penelitian ini
terdiri dari 4 variabel bebas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini 4 x 20 = 80. Sampel
diperoleh berdasarkan teori hair, sampel penelitian ini adalah 80 orang pengguna motor Yamaha
V-ixion yang berada di Kotamadya Jakarta Barat.
Metode Analisis Data. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen. Validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesalahan suatu alat ukur. Untuk menguji
validitas alat ukur menggunakan rumus Pearson Product-Moment dengan kriteria yang dianggap
memenuhi syarat jika harga koefisien rhitung ≥ rtabel. Sementara reliabilitas menunjukan pada suatu
pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih
jawaban-jawaban tertentu. Jika koefisien cronbach alpha > rtabel maka instrument penelitian
dinyatakan reliabel.
Uji Normalitas. Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan dengan menggunakan
statistik Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas sampel menghasilkan besaran statistic dan taraf
kepercayaan (Significance Level). Jika ditemukan besaran 0,000 atau jauh lebih kecil dari taraf
kepercayaan yang ditentukan, misalnya 0,05, maka besaran ini menunjukan bahwa data sampel
berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas. Uji ini dimaksudkan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang linier
antara variabel bebas satu dengan variabel bebas yang lainnya. Apabila nilai Tolerance
mendekati nilai 0,01, maka terjadi multikolinieritas antar variabel independen. Bila mendekati
0,99, maka tidak ditemukan multikolinieritas. Kemudian jika variabel memiliki nilai Variance
Inflaction Factor (VIF) lebih dari 10, maka terjadi interkorelasi antar variabel independen.
Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regesi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji
statistik yang digunakan adalah uji Scatter Plot. Dasar analisisnya adalah jika gambar
menunjukkan titik-titik yang menandakan komponen-komponen dari variabel-variabel menyebar
secara acak pada bidang scatter maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Statistik t dan Uji Statistik F. Uji t bertujuan untuk menguji apakah secara individu ada
pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Kriteria pengambilan keputusan
yaitu Ho diterima bila thitung < ttabel pada alpha 5% atau nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Ho
ditolak bila thitung > ttabel pada alpha 5% atau nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Sementara uji
F bertujuan untuk menguji apakah secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
197
terikat. Kriteria pengambilan keputusan yaitu Ho diterima bila Fhitung ≤ Ftabel pada alpha 5% atau
nilai probabilitas lebih besar dari 0,05. Ho ditolak bila Fhitung > Ftabel pada alpha 5% atau nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden. Pada bagian ini akan dijelaskan profil responden yang menjadi objek
penelitian yaitu 80 pengguna motor Yamaha V-ixion. Analisis deskriptif untuk karakteriktik
responden disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase yang terdiri dari jenis kelamin, usia,
jenis pekerjaan dan pendapatan per bulan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 73 91,25%
Perempuan 7 8,75%
2 Usia
<21 18 22,5%
21-30 50 62,5%
31-40 11 13,75%
>40 1 1,25%
4 Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa 27 33,75%
PNS 6 7,5%
Karyawan Swasta
Lainnya
41
6
51,25%
7,5%
5 Pendapatan per Bulan
< Rp. 2.000.000 29 36,25%
Rp. 2.000.000 – Rp. 5.000.000 41 51,25%
> Rp. 5.000.000 10 12,5%
Sumber: Data diolah penulis (2014)
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah berjenis
kelamin laki-laki (91,25%) sementara responden wanita sebesar 8,75%. Dalam hal ini motor
Yamaha V-ixion lebih indentik dengan motor laki-laki tetapi wanita juga bisa menggunakannya.
Berikutnya, mayoritas usia responden adalah dari usia 21-30 tahun sebesar 62,5%. Artinya,
motor Yamaha V-ixion lebih digemari oleh kaum muda. Sementara, mayoritas pekerjaan
pengguna motor Yamaha V-ixion adalah karyawan swasta sebesar 51,25%, sehingga Yamaha V-
ixion harus terus meningkatkan strategi pemasarannya di berbagai kalangan profesi / pekerjaan.
Kemudian mayoritas pendapatan per bulan pengguna motor Yamaha V-ixion adalah Rp.
2.000.000 – Rp. 5.000.000 sebesar 51,25%. Artinya, pengguna motor Yamaha V-ixion dalam
kategori menengah / menengah kebawah. Dengan demikian kedepannya Yamaha V-ixion juga
V-ixion harus terus meningkatkan strategi pemasarannya di berbagai kalangan.
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian. Tabel 4 merupakan deskripsi statistik untuk
menyajikan rata-rata skor, nilai tertinggi dan nilai terendah dari jawaban responden atas variabel-
variabel kesadaran merek (x1), asosiasi merek (x2), persepsi kualitas (x3), loyalitas merek (x4)
dan proses pengambilan keputusan pembelian (y).
Berdasarkan Tabel 4, variabel kesadaran merek memiliki nilai minimum 2 dan nilai
maksimum rata-rata yaitu 5, maka kesadaran merek Yamaha V-ixion masih dapat terus
ditingkatkan. Kemudian nilai minimum variabel asosiasi merek yaitu pada dimensi favorable
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
198
(kesukaan) sebesar 2 dan nilai maksimum 5. Dengan demikian, asosiasi merek Yamaha V-ixion
masih bisa ditingkatkan.
Tabel 4. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Min. Max. Mean S.D
Kesadaran
Merek
Brand recognition 3 5 3,76 0,528
Brand recall 3 5 3,83 0,364
Asosiasi
Merek
Strength (kekuatan)
Favorable (kesukaan) Uniqueness (keunikan)
3 5 3,74 0,568
2 5 3,73 0,675
3 5 3,80 0,507
Persepsi
Kualitas
Performance (Kinerja) 3 5 3,71 0,572
Feature (Keistimewaan
Tambahan)
2 5 3,81 0,425
Reliability (Keandalan) 2 5 3,59 0,546
Conformance to Specification
(Spesifikasi sesuai)
3 5 3,77 0,521
Durability (Daya Tahan) 3 5 3,73 0,675
Service ability 2 5 3,66 0,728
Fit and finish (Hasil) 2 5 3,71 0,766
Loyalitas
Merek
Behavioral 3 5 3,73 0,518
Attitudinal 2 5 3,63 0,769
Proses
pengambilan
keputusan
pembelian
Need Recognition 3 5 3,70 0,518
Information Search 2 5 3,69 0,608
Evaluation of Alternatives 2 5 3,66 0,711
Purchase Decision 3 5 3,75 0,684
Postpurchase Behaviour 3 5 3,68 0,501
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Selanjutnya nilai minimum pada variabel persepsi kualitas adalah 2 dan nilai maksimum
sebesar 5. Artinya, variabel persepsi kualitas masih dapat ditingkatkan oleh Yamaha V-ixion.
Kemudian nilai minimum variabel loyalitas merek yaitu pada dimensi attitudinal sebesar 2 dan
nilai maksimum 5. Dengan demikian, loyalitas merek Yamaha V-ixion masih bisa ditingkatkan.
Kemudian nilai minimum pada variabel proses pengambilan keputusan pembelian yaitu 2 dan
nilai maksimum sebesar 5. Dengan demikian proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha
V-ixion masih bisa terus ditingkatkan.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen. Pada Tabel 5 dijelaskan bahwa hasil uji
validitas menunjukkan bahwa 34 butir pernyataan di kuesioner memiliki nilai rhitung lebih besar
dibanding rtabel (0,220) dalam taraf signifikan 5%. Artinya, butir-butir pernyataan pada instrumen
kuesioner yang mengukur variabel penelitian dinyatakan valid. Sementara metode yang
digunakan pada uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach alpha. Pada Tabel 1.5, nilai
Cronbach alpha lebih besar daripada nilai rtabel. Artinya, pernyataan di kuesioner yang mengukur
variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek dan proses
pengambilan keputusan pembelian dinyatakan reliabel.
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
199
Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Dimensi Person
Correlation rtabel
Cronbach
Alpha
Kesadaran
Merek
Brand recognition 0,627 0,220
Brand recall 0,668 0,220 0,615
Asosiasi
Merek
Strength (kekuatan)
Favorable (kesukaan) Uniqueness (keunikan)
0,496 0,220
0,703 0,220 0,624
0,772 0,220
Persepsi
Kualitas
Performance (Kinerja) 0,651 0,220
Feature (Keistimewaan Tambahan) 0,725 0,220 0,831
Reliability (Keandalan) 0,763 0,220
Conformance to Specification
(Spesifikasi sesuai)
0,784 0,220
Durability (Daya Tahan) 0,589 0,220
Service ability 0,756 0,220
Fit and finish (Hasil) 0,623 0,220
Loyalitas
Merek
Behavioral 0,794 0,220
Attitudinal 0,629 0,220 0,518
Proses
pengambilan
keputusan
pembelian
Need Recognition 0,880 0,220
Information Search 0,758 0,220 0,842
Evaluation of Alternatives 0,707 0,220
Purchase Decision 0,631 0,220
Postpurchase Behaviour 0,731 0,220
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Uji Normalitas. Nilai signifikansi residual tertera pada Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,820
melebihi taraf signifikan 5% (0,820> 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel
residual berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas. Nilai tolerance pada variabel kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi
kualitas, loyalitas merek lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF pada keempat variabel tersebut
kurang dari 10,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terjadi masalah multikolinieritas.
Artinya, pada model yang diajukan tidak ada variabel bebas yang harus dihilangkan.
Uji Heteroskedastisitas. Berdasarkan scatterplot pada Gambar 2. bahwa titik-titik tidak
membentuk suatu pola tertentu serta letaknya tidak beraturan (di atas dan dibawah angka 0 pada
sumbu Y). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regresi tidak mengalami gangguan
heteroskedastisitas dan model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi variabel proses
pengambilan keputusan pembelian berdasarkan masukan variabel kesadaran merek, asosiasi
merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek.
Gambar 2. Grafik Plot Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
200
Analisis Regresi Linier Berganda. Berdasarkan tabel 1.6 dapat dideskripsikan unstandardized
coefficient parameter konstanta (0,303), koefisien variabel kesadaran merek (0.194), koefisien
asosiasi merek (0.20), koefisien persepsi kualitas (0.412) dan koefisien variabel loyalitas merek
(0.680).
Tabel 6. Hasil Uji Regresi Variabel X1, X2, X3, X4 terhadap Variabel Y
Coefficientsa
Model Coefficients t Sig.
(Constant) 0,303 1,473 0,145
Kesadaran Merek -0,194 -2,224 0,029
Asosiasi Merek 0,20 0,221 0,826
Persepsi Kualitas 0,412 3,018 0,003
Loyalitas Merek 0,680 11,512 0,000
R Square 87,8%
Fhitung 135,302 0,000
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS (2014)
Bila nilai-nlai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier berganda, maka:
Y = 0,303 + 0.194 X1 + 0.20 X2 + 0.412 X3 + 0.680 X4
Hasil persamaan tersebutdapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: (1) Konstanta (β0) sebesar
0,303 bermakna apabila tidak ada pengaruh ketiga variabel independen (kesadaran merek,
asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek) maka nilai proses pengambilan keputusan
pembelian motor Yamaha V-ixion adalah 0,303; (2) Koefisien regresi pada variabel kesadaran
merek (β1) sebesar 0,194. Artinya, variabel kesadaran merek akan berpengaruh positif 0,194
terhadap proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Sehingga kesadaran
merek yang dimiliki oleh Yamaha V-ixion mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap
proses pengambilan keputusan pembelian; (3) Koefisien regresi pada variabel asosiasi merek
(β2) sebesar 0,20. Artinya, variabel asosiasi merek tidak berpengaruh terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Sehingga asosiasi merek yang
dimiliki oleh Yamaha V-ixion tidak mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian; (4) Koefisien regresi pada variabel persepsi kualitas (β3)
sebesar 0,412. Artinya, variabel persepsi kualitas akan berpengaruh positif 0,412 terhadap
proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Dengan demikian, persepsi
kualitas yang dimiliki Yamaha V-ixion memiliki kontribusi signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian; (5) Koefisien regresi pada variabel loyalitas merek (β4)
sebesar 0,680. Artinya, variabel loyalitas merek akan berpengaruh positif 0,680 terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Dengan demikian, loyalitas merek
yang dimiliki Yamaha V-ixion memiliki kontribusi nyata terhadap proses pengambilan
keputusan pembelian.
Uji t. Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel kesadaran merek, asosiasi merek,
persepsi kualitas, loyalitas merek secara parsial (terpisah) terhadap variabel proses pengambilan
keputusan pembelian. Berdasarkan data Tabel 6 diketahui nilai signifikan pada variabel
kesadaran merek adalah 0,029 lebih besar dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya, variabel kesadaran merek secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Kemudian diketahui
nilai signifikan pada variabel asosiasi merek adalah 0,826 lebih besar dari taraf signifikan 5%
(α=0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabel
asosiasi merek secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap proses pengambilan keputusan
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
201
pembelian. Kemudian diketahui nilai signifikan pada variabel persepsi kualitas adalah 0,003
lebih kecil dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima. Artinya, variabel persepsi kualitas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
proses pengambilan keputusan pembelian. Kemudian diketahui nilai signifikan pada variabel
loyalitas merek adalah 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan 5% (α=0,05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel loyalitas merek secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Uji F. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh variabel kesadaran merek, asosiasi merek,
persepsi kualitas, loyalitas merek terhadap variabel proses pengambilan keputusan pembelian
secara simultan maka dilakukan uji F. Berdasarkan Tabel 6 diperoleh nilai Fhitung sebesar
135,302. Maka Ftabel pada penelitian ini adalah 2,50. Dalam hal ini nilai Fhitunglebih besar
daripada nilai FTabel yaitu 135,302> 2,50 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Selain itu pada
Tabel 1.7, nilai signifikan pada uji F diperoleh sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikasi 5%
(α=0,05). Dengan demikian, hasil uji F pada penelitian ini disimpulkan bahwa variabel
kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara bersama-sama
(simultan) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Koefisien Penentu ( Coefficient of Determination). Hasil koefisien determinasi (R2)
berdasarkan Tabel 6 adalah 0,878. Artinya, kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas,
loyalitas merek dapat menjelaskan 87,8% variasi proses pengambilan keputusan pembelian.
Sedangkan 12,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Matriks Korelasi antar Dimensi
Tabel 7. Matriks Korelasi antar Dimensi
Variabel Dimensi
Proses pengambilan keputusan pembelian (Y)
Need
Recognition (Y1.1)
Information
Search
(Y1.2)
Evaluation of
Alternatives (Y1.3)
Purchase
Decision
(Y1.4)
Postpurchase
Behaviour
(Y1.5)
Kesadaran
Merek
(X1)
Brand recognition
(X1.1) 0,430 0,514 0,402 0,250 0,180
Brand recall (X1.2) 0,525 0,449 0,535 0,108 0,369
Asosiasi
Merek (X2)
Strength (kekuatan)
(X2.1) 0,342 0,186 0,436 0,350 0,412
Favorable
(kesukaan)
(X2.2) 0,540 0,471 0,543 0,206 0,372
Uniqueness
(keunikan) (X2.3) 0,703 0,466 0,373 0,675 0,616
Persepsi
Kualitas (X3)
Performance
(X3.1) 0,404 0,557 0,314 0,263 0,183
Feature
(X3.2) 0,517 0,515 0,557 0,201 0,338
Reliability (X3.3) 0,554 0,459 0,621 0,267 0,497 Conformance to
specification
(X3.4) 0,695 0,502 0,368 0,670 0,560
Durability (X3.5) 0,431 0,347 0,253 0,617 0,397 Service ability
(X3.6) 0,702 0,664 0,682 0,235 0,473
Hasil (X3.7) 0,785 0,379 0,470 0,513 0,657 Loyalitas Merek (X4)
Behavioral
(X4.1) 0,874 0,671 0,389 0,723 0,777
Attitudinal
(X4.2) 0,437 0,847 0,437 0,204 0,405
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Dirangkum oleh Peneliti (2014)
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
202
Hasil analisis korelasi pada Tabel 7 disimpulkan bahwa variabel kesadaran merek
memiliki nilai koefisiensi 0,535 artinya variabel tersebut memiliki hubungan yang „cukup kuat‟
terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan semua dimensi variabel asosiasi
merek dan persepsi kualitas memiliki nilai koefisiensi antara 0,60 – 0,799 artinya kedua variabel
tersebut memiliki hubungan yang bersifat „kuat‟ terhadap proses pengambilan keputusan
pembelian. Sementara variabel loyalitas merek memiliki nilai koefisiensi 0,874 artinya variabel
tersebut memiliki hubungan yang „sangat kuat‟ terhadap proses pengambilan keputusan
pembelian.
Pada bagian ini akan dibahas terkait temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini.
Berikut ini adalah pembahasannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek secara
parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Macdonald dan Sharp : 2000, Chi, dkk :
2009, Chan: 2010, Jalilvand, dkk : 2011, Yaseen, dkk : 2011, Malik, dkk : 2013) bahwa
kesadaran merek berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Artinya, semakin baik kesadaran merek yang diciptakan maka semakin tinggi Proses
pengambilan keputusan pembelian atau sebaliknya. Implikasinya terhadap motor Yamaha V-
ixion yang diproduksi oleh Yamaha dalam menciptakan kesadaran merek yang baik yakni harus
memperhatikan beberapa hal terutama pada dimensi dengan korelasi terkuat yaitu dimensi brand
recall.
Asosiasi merek secara parsial (terpsiah) tidak berpengaruh signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian. Hal ini memberikan implikasi bahwa motor yang gagah,
selalu terdepan, lampu depan yang unik dan design produk menarik tidak mempengaruhi proses
pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion. Tetapi motor yang gagah, selalu
terdepan, lampu depan yang unik dan design produk menarik yang terdapat di dalam variable
asosiasi merek mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian motor Yamaha V-ixion
jika dilakukan secara bersama-sama dengan variabel lain. Kedepannya Yamaha harus
membangun asosiasi merek yang positif, karena asosiasi merek yang positif mampu menciptakan
citra merek yang sesuai dengan keinginan konsumen, sehingga dapat menciptakan rasa percaya
diri konsumen atas pengambilan keputusan pembelian merek tersebut (Schiffman dan Kanuk,
2000:111).
Persepsi kualitas secara parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
(Ponbamrungwong dan Chandsawang: 2009, Seitz, dkk: 2010, Yee, dkk : 2011) bahwa persepsi
kualitas berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian. Artinya,
semakin baik persepsi kualitas yang diciptakan maka semakin tinggi pula proses pengambilan
keputusan pembelian atau sebaliknya. Kesan atau persepsi terhadap keseluruhan terhadap suatu
produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh langsung
kepada proses pengambilan keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap
brand. Pada penelitian ini, dimensi terkuat terkait variabel persepsi kualitas adalah hasil .
Loyalitas merek secara parsial (terpisah) berpengaruh signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
(Yaseen, dkk: 2011, Lekprayura: 2012, Malik, dkk : 2013, Zuliyarso, dkk : 2013) bahwa
loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Artinya, semakin tinggi tingkat loyalitas merek maka semakin tinggi pula proses pengambilan
keputusan pembelian atau sebaliknya. Kanuk (2010:88) loyalitas merek adalah preferensi
konsisten konsumen atau pembelian merek yang sama di kategori produk atau jasa tertentu.
Menurut Solomon (2011:360), loyalitas merek merupakan perilaku pembelian ulang yang
mencerminkan kesadaran keputusan untuk terus membeli merek yang sama. Pada hasil
penelitian ini, dari beberapa dimensi loyalitas merek yang terkuat adalah dimensi behavioral.
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
203
Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek secara simultan
(bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya (Ponbamrungwong dan Chandsawang:
2009, Chi, dkk: 2009, Zuliyarso, dkk : 2013 dan Seitz, dkk : 2010) bahwa kesadaran merek,
asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan pembelian. Artinya, semakin baik kesadaran merek, asosiasi merek,
persepsi kualitas dan loyalitas merek yang diciptakan maka semakin kuat pula proses
pengambilan keputusan pembelian atau sebaliknya. Pada hasil penelitian ini, dari beberapa
dimensi proses pengambilan keputusan pembelian yang terkuat adalah dimensi need recognition,
dimana konsumen melakukan keputusan Yamaha V-ixion karena sesuai dengan kebutuhan
mereka.
PENUTUP
Kesimpulan. Dari analisis yang telah dilakukan serta hasil pembahasan pada bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa: Pertama. Kesadaran merek secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion. Kedua. Asosiasi
merek secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan
pembelian Yamaha V-ixion. Ketiga. Persepsi kualitas secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap proses pengambilan keputusan pembelian Yamaha V-ixion. Keempat. Loyalitas merek
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan pembelian
Yamaha V-ixion. Kelima. Kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas
merek secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan
keputusan pembelian Yamaha V-ixion.
Saran. Berdasarkan hasil analisis yang sudah dipaparkan, pada bagian ini penulis bermaksud
memberikan beberapa asupan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi YIMM
dalam menentukan kebijakan di masa mendatang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa pada variabel kesadaran merek dimensi yang paling kuat hubungannya adalah dimensi
brand recall terhadap Evaluation of Alternatives. Pada variabel persepsi kualitas dimensi yang
paling kuat hubungannya adalah dimensi hasil terhadap Need Recognition. Dan pada variabel
loyalitas merek memiliki dimensi yang paling dominan adalah dimensi behavioral terhadap
dimensi need recognition pada variable proses pengambilan keputusan pembelian. Dengan
demikian: (1) Untuk meningkatkan Evaluation of Alternatives pada produk YIMM, maka
perusahaan sebaiknya perlu meneningkatkan kesadaran merek pelanggan terkait brand recall
agar pelanggan mampu mengenali kekhasan merek produk dari YIMM yang membuat berbeda
dari kompetitornya, sehingga pelangga mengetahui mafaat dari produk YIMM; (2) Untuk
meningkatkan Need Recognition pada produk YIMM, maka perusahaan sebaiknya perlu
menentukan strategi untuk untuk meningkatkan persepsi kualitas yang positif terkait hasil produk
dan meningkatkan loyalitas merek terkait perilaku (behavioral) pelanggan agar mereka bersedia
melakukan pembelian ulang pada merek YIMM, mengikuti informasi tentang produk YIMM dan
dengan suka hati bersedia mempromosikan produk YIMM kepada orang lain. Hal ini dapat
diraih dengan beberapa cara diantaranya; perusahaan melakukan research dan development
terkait produk unggulan dan harga saing YIMM seperti motor sporty yang irit bahan bakar, dengan membuat motor dengan mesin yang bertenaga yang dapat diandalkan, dan mudah dijual
kembali kemudian mempublikasikannya dalam bentuk catalogue rutin per jangka waktu tertentu.
Selain itu, perusahaan sebaiknya menjalin hubungan yang kontinuitas dengan pelanggan melalui
berbagai media sosial. Hal ini sekaligus bermanfaat sebagai sarana promosi agar pelanggan terus
setia mengikuti informasi tentang produk YIMM dan secara tidak langsung mereka bersedia
merekomendasikannya kepada orang lain; (3) Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
204
meneliti dengan variabel-variabel lain di luar variabel yang telah diteliti ini agar memperoleh
hasil yang lebih bervariatif yang dapat berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan
pembelian.
DAFTAR RUJUKAN
Aaker, David. (2008). Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai dari suatu Merek.
Cetakan Ketiga. Mitra Utama. Jakarta.
Chan, Arianis. (2010) “Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Proses Keputusan Pembelian
Konsumen : Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia Cabang Bandung”. Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol.6, No.1: hal. 43–58.
Chi, H.K., Yeh, H.R., and Yang, Y.T. (2009).”The Impact of Brand Awareness on Consumer
Purchase Intention: The Mediating Effect of Perceived Quality and Brand Loyalty”. The
Journal of International Management Studies. Vol. 4, No. 1, pp. 135-144.
Durianto, D., Sugianto, dan Sitinjak, T. (2004). Strategi Menaklukkan Pasar melalui Riset
Ekuitas dan Perilaku Merek. PT. GramediaPustakaUtama. Jakarta.
Ferrel, O.C and Michael D. Hartline, (2011). Marketing Strategy. 5th
ed.Thomson Corporation.
United States of America.
Gil, R.B., Andrés, E.F., and Salinas, E.M. (2007), “Family as a Source of Consumer-based
Brand Equity”, Journal of Product & Brand Management, Vol. 16, No. 3, pp. 188-199.
Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, R.E. anderson, and R.L.Tatham. (2006). Multivariate Data
Analysis, 6th
ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.
Jalilvand, M.R., Samiei, N., and Mahdavinia, S.H. (2011). “The Efect of Brand Equity
Components on Purchase Intention”. International Business and Management. Vol. 2,
No. 2, pp. 149-158.
Keller, Kevin L. (2008). Strategic Brand Management : Building, Measuring, and Managing
Brand Equity, 3rd
ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.
Kotler, Philip and Gary Armstrong, (2012). Principles of Marketing. Fourteenth Edition.
Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.
Kotler, Philip and Kevin L Keller. (2012). Marketing Management, 14th
ed. Prentice Hall
Internasional Inc. New Jersey.
Lekprayura, Sumalee. (2012). “Brand Equity and Factors Affecting Consumer‟s Purchase
Intention towards Luxury Brands in Bangkok Metropolitan Area”. International Science
Index. Vol. 6, No. 8, pp. 522-527.
Macdonald, Emma K. and Sharp, Byron M. (2000). “Brand Awareness Effect on Consumer
Decision Making for a Common, Repeat Purchase Product : A Replication”. Journal of
Business Research. Vol. 48, pp. 5-15.
Malik ME, Ghafor MM, Iqbal HK, Riaz U, Hassan NU, Mustafa M, Shahbaz S. (2013). “
Importance of Brand Awareness and Brand Loyalty in assessing Purchase Intentions of
Consumer”. International Journal of Business and Social Science. Vol. 4, No. 5, pp. 167-
171.
Ponbamrungwong, Anantaya and Chandsawang, Sirada. (2009). “ The Impact of Brand on Thai
Female Consumer in Purchase Decision of Foreign Makeup Product”. Master Thesis.
School of Sustainable Development of Soceety and Technology.
Sadat, Andi M. (2009). Brand Belife: Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Salemba
Empat. Jakarta.
Schiffman, Leonn G. and, Leslie Lazar Kanuk. (2000). Consumer Behavior, 7th
ed. Prentice Hall
Internasional Inc. New Jersey.
Schiffman, Leonn G. and, Leslie Lazar Kanuk. (2010). Consumer Behavior, 10th
Fadhilah 188 – 205 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
205
ed. Prentice Hall Internasional Inc. New Jersey.
Seitz, V., Razzouk, N., and Wels, D.M. (2010). “The Importance of Brand Equity on Purchasing
Consumer Durables: An Analysis of Home Air-Conditioning Systems. Journal of
ConsumerMarketing. Vol. 27, No. 3, pp. 236-242.
Solomon, Michael R. (2011). Consumer Behavior : Buying, Having, and Being, 9th
ed. Prentice
Hall Internasional Inc. New Jersey.
Yaseen N, Tahira M, Gulzar A, Anwar A. (2011). “ Impact of Brand Awareness, Perceived
Quality and Customer Loyalty on Brand Profitability and Purchase Intention: A
Resellers‟ View”. Institute Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in
Business. Vol. 3, No. 8, pp. 833-839.
Yee, C.J., San, N.C., and Khoon, C.H. (2011). “Consumers‟ Perceived Quality, Perceived Value
and Perceived Risk Towards Purchase Decision on Automobile”. American Journal of
Economics and Business Administration. Vol. 3, No. 1, pp. 47-57.
Zuliyarso, Z., Hidayat, W., and Apriatni. (2013). “ Effect of Brand Equity and Promotion to
Purchasing Decisions of Honda Motorcycle”. Diponogoro Journal of Social and Politic.
pp. 1-10.
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
206
IS IT A RELATIONAL MARKETING STRATEGY?
CLUSTER ANALYSIS @UNIVERSITASMERCUBUANAJAKARTA FACEBOOK
POST AND COMMENT
Arissetyanto Nugroho, Tatik Nur Khayati, Yuli Harwani, and Janfry Sihite
Mercu Buana University
[email protected], [email protected], [email protected] and
Abstract: The objective of the research is to analyze the relational marketing strategy from the
application of new media facebook in the private university Facebook account
@universitasmercubuanajakarta. 5575 post and comment within the year 2013 collected, 51
irrelevant data excluded from the analysis, and finally there are 1412 post and 4112 comment
analyzed. There are 756 accounts generated the post, @universitasmercubuanajakarta post 872
times and there are 84% (633) accounts post 1 time, furthermore there are 97% (735) personal
account and 3% (21) organization account. The gender of the 735 personal account are 40%
(297) woman and 60% (438) man. There are 2015 account generated the comment,
@universitasmercubuanajakarta comments 456 times and there are 90% (1805) accounts
comment 1-2 times, furthermore there are 99,99% (2011) personal account and less than 0,01%
(4) organization account. The gender of the 2011 personal account are 37% (748) woman and
63% (1267) man. These post and comment interaction confirmed the relational marketing
activities @universitasmercubuanajakarta, further cluster analysis conducted and confirmed the
application of relational marketing strategy within four main themes which are The Student
Achievement, The University External Cooperation, The Employee Class Program & Facilities,
and The Information for Prospective & New Students.
Keywords: Relational Marketing, @universitasmercubuanajakarta, Facebook Post & Comment,
Provalis Research QDA Miner, Cluster Analysis
Abstrak: Tujuan penelitian ini ada untuk menganalisa strategi pemasaran relasional melalui
aplikasi akun facebook @universitasmercubuanajakarta. 5575 post dan comment didalam
periode tahun 2013 dikumpulkan, 51 data yang tidak relevan dikeluarkan dari analisis, dan
akhirnya 1412 post dan 4112 comment dianalisa. Total ada 756 akun yang post di akun
@universitasmercubuanajakarta, akun @universitasmercubuanajakarta post 872 kali dan 84%
(633) akun post 1 kali, 97% (735) akun personal dan 3% (21) adalah akun organisasi. Gender
735 akun personal adalah 40% (297) perempuan dan 60% (438) adalah laki-laki. Total 2015
akun yang comment di akun @universitasmercubuanajakarta, akun
@universitasmercubuanajakarta comment 456 kali dan ada 90% (1805) akun comment 1-2 kali,
99,99% (2011) akun personal dan kurang dari 0,01% (4) akun organisasi. Gender 2011 akun
personal terdiri dari 37% (748) adalah perempuan dan 63% (1267) adalah laki-laki. Interaksi
post dan comment ini membuktikan aktifitas pemasaran relasional yang terjadi didalam akun
@universitasmercubuanajakarta, selanjutnya analisis klaster mengkonfirmasi bahwa aplikasi
strategi pemasaran relasional didalam 4 tema besar yaitu Prestasi Mahasiswa, Kerjasama
Eksternal Universitas, Program dan Fasilitas Kelas Karyawan, serta Informasi Calon Mahasiswa
Prospektif dan Calon Mahasiswa Baru.
Kata kunci: Pemasaran Relasional, @universitasmercubuanajakarta, Post & Komentar
Facebook, Provalis Research QDA Miner, Analisis Klaster
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
207
INTRODUCTION
Marketing activity shifting from transactional marketing to relational marketing, from a product-
oriented marketing to customer-oriented marketing. Transactional Marketing aims to encourage
shoppers to make purchases through some stimuli such as low prices, convenience, and
packaging, meanwhile, relational marketing means to develop, nurture and maintain long-term
relation between individual customers, suppliers, employees and other parties for mutual benefit
(Boone & Kurtz, 2013).
Relational marketing brought about numerous innovative marketing practices never imagined
before such as the loyalty programs (Sheth, 2012), the loyalty programs turn satisfied customers
to be loyal customer (customer loyalty). Customer loyalty does not only increase the value of the
business, but also could attract new customers (Aryani & Rosinta, 2011). In the short term,
improving customer loyalty will increase the sale of the company and furthermore the profit for
the company. In the longer term, loyalty will be more profitable for the company, because
customers are willing to pay higher prices and are willing to recommend new customers (Aryani
& Rosinta, 2011).
According to (Kotler & Armstrong, 2010), there are three approaches in relational marketing.
The first approach is the economic approach in order to build a relational with the customer on
the basis of financial or economic benefits incurred for the customer. Although the economic
benefits could attract the customer preference toward the product, this approach could be
imitated by the competitor. Furthermore the business entity should try to increase the social
relation with the customers, researching on the customer needs and wants based on the individual
basis. The second approach is to build interaction between the customer and the company.
Company should start to learn to manage the relationship with the customer and this is an
effective instrument of marketing. Customer service communication is a key factor in this
approach, such as creating an event that could develop the engagement with the customer. The
third approach is to build strong relationships with customers and form the structural tie. The
company could provide a structured program or approach that can attract the interest of
customers to engage the member, for example promoting the membership card and delivering
special privilege for the member.
These approaches of relational marketing should consider the source of marketing
communication for the customer. The source of marketing communication are shifting from
radio, television, magazines, and newspapers which are the traditional source of advertising
toward new media that could provide customers control on media consumption consistently. The
customer demand immediate access for information and increasing their reliance on new media
as a source of information for the purchase decision-making. Furthermore, manager should learn
to talk with the customer to exert a high level of control over company-to-customer messages,
therefore manager should be able to influence the conversation taking place in the new media
space as opposed to talking at them (Mangold & Faulds, 2009).
This research investigate the application of relational marketing strategy from the facebook, a
new media communication channel that enable customer to access the information and also
respond the information at their own convenience. This research will explore themes of
marketing communication from the post and comment within the facebook account, and since
the education industry in Indonesia is growing and utilizing the new media to develop the
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
208
relational marketing toward the existing and new customer, therefore the private university
facebook @universitasmercubuanajakarta selected as the case study for this research.
LITERATURE REVIEW
University Marketing Communication. The high degree of competition among universities
and the need to improve the marketing process demand a good communication between
universities and their interest groups, therefore integrated strategic planning, marketing and
detailed integrated marketing communication is important to form a successful university brand
(Schüller & Rašticová, 2011). The university should improve the elements of the strategy which
are the identity, brand image of the university and stressed that the identity of the organization is
closely related to the brand, product, distribution, and communication to the stakeholders. Brand
and identity was the subject of University research conducted by (Schüller & Rašticová, 2011)
which concentrates on the cooperation between faculty and the University to develop a brand,
how two diverse areas, which are the mission of the University and the marketing approach
shape the identity of the institution. Furthermore the key influence factors for a successful
University brand are a clear vision, the leading position, and the employee participation.
The university could develop the brand and allows people to generate the content in a
participative way whenever they want an information with social media. Social media relates to a
self-generated, authentic conversation between people about a particular of mutual interest, built
on the thoughts and experiences of the participants (Cao, 2013). Therefore, social media is
definitely all about sharing and aiming at a collective version, often intending to offer a more-
appropriated or informed choice in the end. Social media consists of online and mobile, word-of-
mouth forums including social networking websites, blogs, company sponsored discussion
boards and chat rooms, customer-to-customer emails, customer product or service ratings
websites, Internet discussion boards.
Social media is relevant to customer-oriented marketing since social media marketing focus on
people and individual rather than products (Cao, 2013). Products presented by the company with
many qualitative features and promotional tools but the comments and appreciations dropped by
the customers change the marketing fundamental. Marketers are not able to control these
contents anymore since these contents generated by the Internet users, negative information
about the product or company may be spread to million of people within a few minutes. As a
consequence, the competence and ability to influence the crowd is becoming more important for
marketing management. The companye should apply the social media marketing to build a
strong, connected relationship between customer and company.
Facebook is one of the social media tools in relational marketing (Weiss, 2012). While Facebook
is proving to be a valuable marketing resource, potential advertisers should have realistic
expectations regarding the results of their ad, as well as how to utilize Facebook effectively.
Marketers can maintain a relationship with customers through Facebook much the same way that
individuals use the site for personal relationships. In this way, Facebook should not be seen as an
instrument to generate a burst of sales, but also to build a brand loyalty.
The growing competition level encourage the company to focus on the marketing activities for
the customers. The education institution such as the universities also begin to focus on its
customers using social media to support the marketing activities. (Schüller & Rašticová, 2011)
said that the university should develop a planned marketing strategy, furthermore the higher-
education institutions and universities should consider applying integrated marketing
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
209
communications, the ideal form of communication with prospective students. The design of a
marketing strategy should always be preceded by a detailed analysis of the most efficient sources
of information on the study opportunities at a university or college. Finally the target group
should be explored in detail to find out about its needs, wishes, expectations, and exploring the
Facebook data will be beneficial to explain the relational marketing activities.
METHOD
Relational marketing activities supported by the progress of the technology used by the
community and the rapid growth of social media users. Social media offers some benefits such
as allowing connections of people to people, open conversation, and self-existence as well as
share ideas (Bryman, 2012). Social media data can be used as a research data for the evaluation
of corporate strategy. The data extracted from the social media account will explain the activities
history of the social media account. Social media data also have some advantages, which are the
coverage, the instant response and an authentic expression from the customers (Bryman, 2012).
These social media dataset advantages support the research @universitasmercubuanajakarta
relational marketing strategy evaluation.
The sample in this research is a Facebook account @universitasmercubuanajakarta during the
period March 2013 up to September 2013. Within these period, prospective students are
conducting the search process information related to the profile of the University. Researchers
take a sample and retrive the data for the purposive sampling as the "Purposive sampling is a
technique of determining the sample with a certain consideration" (Sugiyono, 2010).
The methodology of data analysis in this study is Cluster Analysis. (Campbell, Pitt, Parent, &
Berthon, 2011) explains that the Cluster Analysis allows researcher to analyze textual data, and
this method is a perfect tool to explore the customer response. The approach will develop an
understanding of each part of the dimension within the text. Unlike the quantitative approach that
require an understanding of the dimensions construct confirmatory, this method is an
exploratory.
The analysis using Provalis Research QDA Miner Software, Provalis Research is a quantitative
qualitative data analysis software for encoding textual data and graphics, annotating, retrieving
and reviewing data and documents code. The program can manage complex projects involving a
large number of documents combined with numerical and categorical information. Provalis
Research also provides a variety of tools to identify patterns in the relationships between code
and numerical properties or other categories (Lewis & Maas, 2007).
The stages of data processing are the preparation of data, selecting text data, analyzing text
content, classify the word, sweep the phrase, and choosing output. The description of each stage
given in table 1 below:
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
210
Table 1. Stages of Data Processing
No Stage Definition Implication
1. Data
Preparation
Prepare text data and then
transformed the data into a
Microsoft Excel files. The data is
arranged in each category. Each
category inserted into each
column in Microsoft excel files.
initial data to be processed is
presented in excel format. The
description of the data are the
name of a Facebook account,
post, tagged, image links, like
the post, date of post, comment,
ID commenter, like the
comment, the comment date.
User identity such us the gender,
location, relationship status, and
religion.
2. Data Selection Text data that is not relevant to
the purpose of the research
excluded in the data processing.
After the data presented, the
data through an observation
phase (facebook post). If there is
a post which is not relevant to
the topic of the study, the data
excluded from the data
processing and removed from
the excel file.
3. Content
Analysis
Data processed using the
software program. "Content
Analysis" selected to analyze the
text content.
The data used is the "post" that
exist
@universitasmercubuanajakarta.
4. Classify the
word
There are several options to
classify the word or phrase.
Words that appear either word or
phrase will be sorted by
frequency.
In this study, the text will be
raise by phrases. Frequency is
set to raise the phrase with
minimum 10 times appearance
within the data.
5. Keyword
Selection
The word or phrase appears,
researchers discard the word or
phrase that would not be put in
the dictionary with the "exclusion
list" option.
To form a good group, key
words which is not associated
with the study purpose removed
with the "exclusion list" option.
6. Output
Visualization
The output display can be either
2D, 3D, based on the words that
have been selected. Another view
is dendogram, which is a diagram
illustrating the proximity of
words contained in each group.
The output selected in this study
is a 2D map which describes a
group of keywords and
dendogram.
Data Processing Results Description. This research using Facebook data within 2013. The initial data that will be processed is presented in excel format. The data contains the name of the
Facebook account, post, image, link is tagged, like post, date of post, comment, commenter, like
ID comment, comment, date the identity of the owner of the Facebook account either the post
data as well as the commenter like gender, location, relationship status and religion.
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
211
Second, after the data preparation, the researcher cleaning the post one by one. If there is a post
that is not relevant to the research objective, the data is excluded within the process and removed
from the excel file. Examples of removed data from the dataset are shown in table 3:
Table 2. Sample of Irrelevant Data
Row
ID
Post ID Posted By
Username
Post
7 72000090308_101520966310303
09
Universita
s Mercu
Buana
Jakarta
Tolong di Vote Universitas Mercu
Buana ya di
http://www.theranking.com/universita
s-swasta-terbaik-di-
indonesia_r40147#
8 72000090308_101520966310303
09
9 72000090308_101520965868853
09
Bayou
Orenz
Jakarta
» SM Sejahterah «
Produksi Sarung Motor & Sarung
Mobil berkwalitas dengan Bahan
Taslan Waterproof (Korea) bermacam
pilihan warna & Mudah untuk Di
cuci...terdapat tempat Gembok untuk
lebih aman Di bagian bawah.
pemesanan 3 Hari selesai produksi.
Via Order : Bayu.
Jln.Kesatuan 1 Cengkareng Barat.
BB 314F9A01 HP 081296660098.
alamat Toko : jln.Ciledug Raya No.6
(Steam Sejahterah) deket lampu
merah seskoal.
Source: @universitasmercubuanajakarta
There are 5575 data from the post and the comment in the Facebook account, furthermore there
are 51 irrelevant data and removed from this research. So the data that will be processed is 5524
post and comment, there are 1412 post data and there is 4112 comment data. The post data and
comment data in the form of words processed using the Cluster Analysis. The data processing
will form several groups of keywords which have the closeness of meaning. The data used is
data "post" on the home page @universitasmercubuanajakarta. To form the group, the keyword
phrase-finder conducted. Phrase finder in QDA Miner WordStat search for keywords of phrases.
Fourth, the phrases sorted by the frequency appearance in the whole data set and the minimum
frequency used. In this study, the frequency is set for a minimum of 10 times. To form a group
the keywords that do not related to the research will be exluded using the "Exclusion list".
The characteristics of the user @universitasmercubuanajakarta distinguished based on the type
of account, gender and frequency, furthermore the characteristics of the account owner is gender, frequency and the post or the comment. The other data did not identify the account owners
because many of the users didn‟t show the location, the status of occupation.
The account in this research divided into two types, which are individual and organizational
account. The account grouping is as follows: There are 2015 account comment
@universitasmercubuanajakarta. There are 2011 personal account (99,998%), and 4
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
212
organizational accounts. @universitasmercubuanajakarta comment as much as 456 times through
the year 2013. There are 756 accounts post @universitasmercubuanajakarta, furthermore there
are 735 personal account (97%), and 21 organization account (3%). Most accounts post in that
account is @universitasmercubuanajakarta as much as 872 times through the year 2013.
The group of respondents based on the gender for 735 accounts post on
@universitasmercubuanajakarta are 297 woman account (40%) compare to 438 man account
(60%). The largest account post @universitasmercubuanajakarta is Caca Cahyani as much as 45
times throughout the year 2013. Furthermore from 2011 account comment
@universitasmercubuanajakarta, there are 748 account woman (37%) and 1267 (63%) man
account. The largest account to comment @universitasmercubuanajakarta is Sarah Azka Febrian
as much as nine times through the year 2013.
The group of respondent based on the frequency of activity from 735 accounts post
@universitasmercubuanajakarta are 633 accounts post as much as 1 time (84%), 85 account post
twice (11%), there are 16 (2%) accounts post 3 times, there are 9 accounts (1%) post 4 times and
there are 12 accounts (12%) post more than 5 times. Furthermore there 2015 accounts comment
@universitasmercubuanajakarta are 1805 accounts comment as many 1-2 times (90%) and 133
accounts comment 3-4 times as much (6%). There are 43 (2%) account comment as much as 5-6
times. There are 13 accounts (1%) comment as much as 7-8 times and there are 17 account
(12%) comment more than 9 times.
FINDINGS AND RESULT
Dendogram is the output of the cluster analysis based on the similarity index (Jaccard coefficient
of cooccurrence) where the closer the proximity of the keywords, the higher the jaccard
coefficient of coocurence (Talamini, Wubben, Domingos Padula, & Dewes, 2013). The output of
the Dendogram @universitasmercubuanajakarta presented in figure 2.
Source: Provalis Research QDA Miner Analysis Figure
1. Dendogram Similarity of Keyword
The cluster analysis show that there are four groups of keywords, each group presented in table
4:
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
213
Table 4. Keyword Grouping
Group Explanation
Group 1
Dunia Kampus Event (read: Acara Dunia
Kampus)
Study Program (Read: Program Studi)
Academic Civic (Read: Civitas Akademika)
Mercu Buana University Rector (Read: Rektor Universitas Mercu Buana)
Choir (Read: Paduan Suara)
Achievement (Read: Prestasi)
Student Activity Unit (Read: Unit Kegiatan Mahasiswa)
Group 2
Academic (Read: Akademik)
Cooperation (Read: Kerjasama)
University Science Malaysia (Read: Universiti Sains Malaysia)
English Event (Read: Acara Bahasa Inggris)
Stock Simulation Workspace (Read: Pojok Bursa)
Career Fair (Read: Bursa Kerja)
Group 3
Campus Bus Facility (Read: Fasilitas Bis
Kampus)
BAN Accredited Program (Read: Program Ter
Akreditasi BAN)
Employee Class Program (Read: Program Kelas Karyawan)
Graduate Program (Read: Program Pascasarjana)
Admission schedule (Read: Jadwal
Pendaftaran)
Group 4
Faculty & Major (Read: Fakultas dan
Konsentrasi)
Economic Faculty (Read: Fakultas Ekonomi)
Product Design (Read: Desain Produk)
One Stop Admission Service (Read: Jalur
Pendaftaran One Stop Service)
Admission Test Every Saturday (Read: Ujian Pendaftaran setiap Sabtu)
Scholarship Program (Read: Program Beasiswa)
Full Scholarship Program (Read: Program
Beasiswa Penuh)
Scholarship Registration Procedure (Read: Prosedur Pendaftaran Beasiswa)
Scholarship Information (Read: Informasi Beasiswa)
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
214
Admission Information (Read: Informasi
Pendaftaran)
Brochure Request via Short Message Service (Read: Permintaan Brosur Via SMS)
Scholarship Test (Read: Ujian Beasiswa)
Source : Provalis Research QDA Miner Analysis
The post data grouping can also visualized through the 2D map. The result of the analysis
presented in a clear visualization, the same colour indicates the proximity of Meaning, and the
large circle indicates the larger number of frequencies. The output of the 2D map
@universitasmercubuanajakarta post data presented in Figure 3:
Source: Provalis Research QDA Miner Analysis
Figure 2. Mapping of “Post” @universitasmercubuanajakarta
The Student Achievement. The Student Achievement is a group for the keywords
“Achievement” (read: prestasi), “Champion” (read: meraih juara), “Choir” (read: paduan suara).
Keywords presented in the red colour. To define more clearly, researchers explore the source of
the post of the keyword “Champion” (Read: Meraih Juara) by @universitasmercubuanajakarta in
January 14, 2013 as follows:
MAHASISWA TEKNIK MESIN UMB RAIH JUARA HARAPAN II DALAM MECHANICAL
INNOVATION DESIGN CONTEST DI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Universitas Mercu Buana kembali meraih prestasi di penghujung akhir tahun 2012 lalu, 19–
20/12/12, saat Program Studi Teknik Mesin FT UMB mengikuti lomba MIDC (Mechanical
Innovation Design Contest) yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya, Malang…. (posted
by : Universitas Mercu Buana -1/14/2013 11:28:20 AM )
The entire post informed the Facebook users about the achievements of the University. This post
appreciated Mercu Buana University student who won the championship. There are comments
for the post above, the first comment is from the username Surya Hari with comment “wow,
good job, I am proud being the alumni of Mercu Buana Technic Faculty” (read: wow,good,job,
bangga jadi bagian alumni T. Mesin UMB…..”. The second comment written by the username
Bayu Kristianto “Good Job Fellas, Keep on Developing Your Potential” (read: Good Job Kawan…Kembangkan terus potensi kalian).
The first comment indicates the presence of emotional and pride for the achievement of the
University by the username Surya Hari. The username Bayu Kristianto also supports Mercu
Buana to keep on developing the student potential. These post and comment reflected an
Next Tabel 4
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
215
emotional connection of students and alumni to the University. These types of post support the
university relational marketing toward the student achievers, created a sense of pride for the
student. Finally, this post of achievement created a good image for the campus and a good brand
image can attract prospective students.
The University External Cooperation. The fourth group presented in green colour in figure 3.
This group for the “University Science Malaysia” (Read: Universiti Sains Malaysia), “Stock
Simulation Workspace” (read: Pojok Bursa) and “Cooperation” (read: Kerjasama dengan). The
context of the keyword “University Science Malaysia” and “Cooperation” and the following post
of @universitasmercubuanajakarta as of July 30, 2013 as follows:
Universitas Mercu Buana dalam menuju World Class University tidak henti-hentinya menjalin
kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya lembaga pendidikan yang berada diluar
Indonesia. Untuk itu Universitas Mercu Buana kembali menerima kunjungan Universiti Sains
Malaysia Penang, 26/7/13… (posted by: Universitas Mercu Buana - 7/30/2013 3:32:00 PM)
This post informed the public about the cooperation between Mercu Buana University &
University Science Malaysia and the student exchange agreement between the Universities. This
post earned many appreciation, and one of the comment posted by Priskilla A Putri Andriani II
mention “Success for Mercu Buana University” (read: Sukses terus UMB !), this comment show
a sense of pride for the cooperation.
The Employee Class Program & Facilities. This group presented in bright green color in figure
3. The keywords within this group are “Graduate Program” (read: program pascasarjana),
“Campus Bus Facility” (read: disediakan bus antar jemput), and “BAN Accredited Program”
(read: program studi terakreditasi ban). The post contained the word “Graduate Program” by the
username Muhammad Al-Abid in March 17, 2013 as follows:
mohon info biaya untuk magister akuntansi (biaya pengembangan dan biaya per
semester)...??_dan penjurusan'y tersedia apa saja..? (posted by : Muhammad Al-Abid -
3/17/2013 1:07:51 PM)
The post above is a question directed to @universitasmercubuanajakarta. This question has been
answered in 6 April 2013 as follows:
BIAYA KULIAH PROGRAM PASCASARJANA (S2):
Untuk Biaya Studi Program Pascasarjana, Pada prinsipnya UMB akan berusaha membantu
calon mahasiswa dalam membayar biaya pendidikannya secara proporsional sesuai dengan
kemampuan masing-masing calon mahasiswa.
Semua Biaya Pendidkan dapat diangsur sesuai kemampuan Mahasiswa dengan Pembayaran
Pertama (Uang Masuk) sebesar Rp. 1,5 Juta. Pembayaran Pertama ini adalah Cicilan Pertama
Sumbangan Pengembangan.Besarnya Angsuran dan jadwal pembayaran ditentukan sendiri
dalam bentuk Surat Pernyataan Angsuran Biaya Pendidikan yang diisi pada saat
pendaftaran.Besar Biaya Pendidikan PROGRAM PASCA SARJANA (S2):
1. Sumbangan Pengembangan: Rp. 9.800.000,- Sumbangan Pengembangan ini dapat
diangsur sampai 24 kali dalam waktu 2 tahun, dengan Pembayaran Minimal Pertama Rp.
1.500.000, Jika membayar lunas di berikan potongan Rp. 570.000
2. SPP per Semester untuk Magister Manajemen SPP per Semester (sudah termasuk Uang
sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 5.400.000,-SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam satu
semester (6 bulan). Jika membayar lunas diberikan potongan Rp. 140.000,-
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
216
3. SPP per Semester untuk Magister Ilmu Komunikasi SPP per Semester (sudah termasuk
Uang sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 4.800.000,-SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam
satu semester (6 bulan). Jika membayar lunas diberikan potongan Rp. 140.000,-
4. SPP per Semester untuk Magister Teknik Industri, Magister Teknik Elektro dan Magister
Akuntansi SPP per Semester (sudah termasuk Uang sks, Ujian dan Praktikum): Rp. 4.500.000,-
SPP ini dapat diangsur sampai 6 kali dalam satu semester (6 bulan). Jika membayar lunas
diberikan potongan Rp. 140.000,-Pembayaran pertama (cicilan pertama sumbangan
pengembangan) = Rp. 1.500.000,
Sisanya dijadwalkan sendiri sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa.
Lihat TABEL ANGSURAN BIAYA STUDI klik link:
http://kk.mercubuana.ac.id/page_view.php?idpage=17
Silahkan mendaftar untuk Angkatan Ke 23, Jadwal Pendaftaran adalah:
- Gelombang I : 20 April 2013 - 9 Juni 2013
- Gelombang II : 10 Juni 2013 - 21 Juli 2013
- Gelombang III: 22 Juli 2013 - 24 Agustus 2013
Catatan: Pendaftaran ditutup jika kelas sudah penuh. Mulai Kuliah: 7 September 2013
Untuk memudahkan anda, silahkan melakukan Pendaftaran Online terlebih dahulu di:
http://pasca.mercubuana.ac.id/pendaftaran/1.phd
Jika ingin dikirimkan Brosur Versi Cetak, silahkan kirimkan Nama, Alamat Lengkap dan No. HP
ke email [email protected] atau SMSkan ke 0812 96 777 16 Layanan Informasi 24 jam :
021-70882168, 23732662, 70716659, 93084304
Untuk informasi lebih lengkap, silahkan kunjungi web kami: http://pasca.mercubuana.ac.id
(posted by : Universitas Mercu Buana - 4/6/2013 1:15)
@universitasmercubuanajakarta comment is sufficiently clear and complete as the initial
information, the telephone number and website address are well listed to facilitate prospective
students who want access to more detailed information. This comment show that Facebook could
foster the customer and producer “two-way communication” between prospective student and
the university. The response provided good, but the information given above is general.
@universitasmercubuanajakarta should perform better and establish attractive communication
with the prospective customers, make the customers valued, fun, enthusiastic and more
personalized. Even further, the answer is both professional and make a good image for the
potential customers and the university Relational marketing from the facebook account need to
be optimized.
The Information for Prospective & New Students. This group presented by the color red in
figure 3. This group consist of the keywords “Admission Information: (read: Info Pendaftaran),
“Scholarship Program” (Read: Jalur Beasiswa), and “One Stop Admission Service” (read: Jalur
one stop service). The context of the keywords explored, the following post by the username
@universitasmercubuanajakarta at Juni 17, 2013 based on the keyword “Admission
Information” as follows:
Universitas Mercu Buana Sudah Menerima Mahasiswa/i Baru Tahun Akademik 2013/2014 ,
Saat ini sudah masuk GELOMBANG 4 :
4 MEI 2013 - 30 JUNI 2013
(Tes diadakan setiap Sabtu pukul 09.30wib )…
(posted by Universitas Mercu Buana - 6/15/2013 9:19:42 PM)
The post explained that Mercu Buana University opened up registration for the fourth time
within 2013. The post explained about the study program and courses available at the University
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
217
of Mercu Buana, as well as the address and phone number to register. The information is
complete as the initial information. This post have several comments as follows:
Table 5. Comments for post “info pendaftaran”
Username Comment Comment time
Ranti Sliquent Senang sudah diterima di Universitas
Mercu buana :)
6/10/2013 8:35:19 AM
Hansar Nak
Maros
Untuk S2 ada jurusan komunikasi politik
gak?
6/10/2013 8:35:25 AM
Rahayu Try Aku pengen ke mercubuana .. 6/10/2013 8:39:31 AM
Padil Rais Mudahan" saya di trima UMB :)
Amien ya allah
6/10/2013 8:41:35 AM
Hendrik Setiawan Kakak, yg jalur beasiswa masih bisa
tidak?
6/10/2013 8:44:07 AM
Yumince Takesan Untuk S2 jurusan Psikologi ada gak?
Thanks
6/10/2013 8:46:55 AM
Dewi Wulandarry biaya pendaftarannya berapa ya? 6/10/2013 9:36:19 AM
Hendrik Setiawan Kak jalur beasiswany masih bisak gak? 6/10/2013 9:41:36 AM
Listiani
Windyana'putri
Ciaynxdiasllama'y
ka,? bolh tau pendaftaran'a berapa 6/10/2013 11:21:30 AM
Lia Zahara M Kampus depok ada ndak??tl0ng info.y ya
s0al.y sy dr kendal jateng. .perlu info yg
pasti mksh
6/10/2013 2:20:27 PM
Way Still Priax minta kurikulum fakultas teknik
perencanaan dan desain dong min
bingung antara 2 jurusan nih
6/10/2013 9:33:13 PM
Sella Adhe Barca
Clouds
Pgiriman brosurnya gratis min? 6/11/2013 7:57:21 AM
Source: @universitasmercubuanajakarta
These comments show that there are emotional attachment to the university, such as “I Am
Happy For Being Accepted In Mercu Buana University” (read: Senang sudah diterima di
Universitas Mercu buana :), “I want to go to Mercu Buana University” (read: Aku pengen ke
mercubuana ..) and “Hopefully I will be accepted in Mercu Buana University, God Almighty”
(read: Mudah2an saya di trima UMB :) Amien ya allah). The other comments mostly are
questions regarding to detail admission information, these comments show the curiousity of the
potential customer to the university, furthermore the information provided is sufficient and clear.
However, the communication should be maintained to develop an intense personal
communication to optimize the relational marketing of the university.
CONCLUSION
The facebook account @universitasmercubuanajakarta delivered posting and reply comment to
support the relational marketing strategy of the university. The cluster analysis on
@universitasmercubuanajakarta form 4 groups of themes which are The Student Achievement, The University External Cooperation, The Employee Class Program & Facilities, and finally The
Information for Prospective & New Students.
The Facebook utilization has been able to support the university relational marketing strategy,
@universitasmercubuanajakarta deliver a two-way communication with prospects and
customers. The marketing communication deliver specific information and individualized, and
Nugroho, Khayati, Harwani, Sihite 206 – 218 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
218
the facebook user also appreciate the students with a positive post-related achievements.
However, improvement need to be optimized because of the communication that has been done
does not make prospective customers feel interested and engage with
@universitasmercubuanajakarta.
REFERENCE
Aryani, D., & Rosinta, F. (2011). Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam
membentuk loyalitas pelanggan. Bisnis & Birokrasi Journal, 17(2).
Boone, L., & Kurtz, D. (2013). Contemporary marketing: Cengage Learning.
Bryman, A. (2012). Social research methods: Oxford university press.
Campbell, C., Pitt, L. F., Parent, M., & Berthon, P. (2011). Tracking Back-Talk in Consumer-
Generated Advertising: An Analysis of Two Interpretative Approaches. Journal of
advertising research, 51(1), 224. doi: 10.2501/jar-51-1-224-238
Cao, Y. (2013). Why do companies need to construct and implement social media marketing
strategies?
Kotler, P., & Armstrong, G. (2010). Principles of marketing: Pearson Education.
Lewis, R. B., & Maas, S. M. (2007). QDA Miner 2.0: Mixed-model qualitative data analysis
software. Field methods, 19(1), 87-108.
Mangold, W. G., & Faulds, D. J. (2009). Social media: The new hybrid element of the promotion
mix. Business Horizons, 52(4), 357-365. doi: 10.1016/j.bushor.2009.03.002
Schüller, D., & Rašticová, M. (2011). Marketing Communications Mix of Universities,
Communication with Students in an Increasing Competitive University Environment.
Journal of competitiveness.
Sheth, J. N. (2012). The Reincarnation of Relationship Marketing. Marketing News, 46(16), 11-
11.
Sugiyono, D. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Talamini, E., Wubben, E. F. M., Domingos Padula, A., & Dewes, H. (2013). Scanning the
macro‐environment for liquid biofuels. Journal of Strategy and Management, 6(1), 40-60. doi: 10.1108/17554251311296558
Weiss, C. (2012). Status: In a Relationship How Effective is Customer Relationship Marketing
on Facebook?
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
219
RANCANGAN PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK BARANG PASSTHROUGH
DI PT. INDONESIA NIPPON SEIKI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD
Isnaini Agustian
Sastra Inggris Universitas Andalas (UNAND)Padang Sumatera Barat
Abstract: PT. Indonesia Nippon Seiki Supply Chain Performance related to supplying
Passthrough good, based on three categories, the quantity, ontime delivery and quality, the
performance can not reach 100% performance. Management said that to reach perfect
performance PT. INS must take high cost consequenses. There are too many factor that must be
considered, so three point of view are not enough to describe the performance of the supply
chain of the Passthrough goods. In this research, the writer tries to propose some Key
performance indicator (KPI) based on Balanced Scorecard approach related to Supply Chain
issues. All of these KPI‟s will be choosen by some management of INS as the questionaire
respondent, using Analitical Hirarchy Process (AHP) and then after the proper KPI have
determined the performance will be calculated and will be sumarized using Objective Matric
Weighting, to get an objective analysis of the performance of Passthrough good Supply chain in
PT. INS. The result of the research, there are 22 KPIs that are used to calculate the perfomace of
Passthrough good Supply chain in PT. INS based on Balanced Scorecard approach. The research
shows that the performance of Passthrough good Supply chain year 2012 is low but in 2013, the
performance tend to be increase. PT. INS must concern to resolve the customer complaint
because this KPI tend to be not good. But in generally the performance is growing better and
have a lot of chances for improvement.
Keywords: Performance, supply chain, Key Performance Indicator, Balanced Scorecard
Abstrak: Kinerja rantai pasok PT. Indonesia Nippon Seiki terkait barang passthrough ini tidak
mencapai kinerja 100% . Manajemen PT. INS mengatakan bahwa untuk mencapai kinerja 100%,
akan memakan banyak biaya yang tinggi. Untuk itu harus banyak indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough agar lebih jelas dan terinci. Dalam
penelitian ini penulis mengusulkan beberapa Key Performance Indicator (KPI) dengan
menggunakan pendekatan Balanced Scorecard yang terkait dengan rantai pasok. Semua KPI
dipilih oleh Manajemen PT. INS dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP). Dan
setelah KI yang cocok sudah diperoleh, kinerja rantai pasok barang Passthrough PT. INS di ukur
dan di simpulkan dengan pembobotan Objective Matrix agar mendapatkan analisa kinerja rantai
pasok barang passthrough yang objektif. Hasilnya adalah diperoleh 22 KPI berdasarkan
pendekatan Balanced Scorecard, yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok
barang passthrough di PT. INS. Pengukuran menujukan kinerja rantai pasok barang passthrough
PT. INS dari tahun 2012 ke 2013 cenderung mengalami peningkatan. Namun PT. INS harus
lebih memerhatikan indikator yang malah menunjukan kinerja yang menurun. Namun secara
umum Kinerja rantai Pasok sudah baik namun banyak peluang untuk perbaikan.
Kata Kunci: Kinerja, rantai pasok, Key Performance Indicator, balanced scorecard.
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
220
PENDAHULUAN
Kegiatan rantai pasok merupakan aktivitas penting yang ada pada sebuah industri atau
organisasi, khusus nya pada organisasi manufaktur. Aktivitas Rantai pasok tersebut sangatlah
luas meliputi bagaimana bahan baku material didatangkan, disimpan, diproduksi dan diserahkan
ke customer. Tentunya banyak hal yang mempengaruhi aktivitas ini, baik eksternal maupun
internal. Dari Internal misalnya dari segi proses produksi, pananganan inventory raw material,
atau finished good, perawatan mesin, ketersediaan finansial dan lain-lain. Sedangkan dari segi
ekternal, bisa dari sosial masyarakat sekitar pabrik, tuntutan customer dan keberadaan supplier.
Kegiatan Rantai Pasok tersebut agar dapat berjalan sebagai mana mestinya dalam
mewujudkan tujuan perusahaan, maka diperlukan ukuran yang yang jelas dan terukur untuk
setiap elemen yang terlibat dalam rantai pasok tersebut. Untuk itu perlu adanya Key Performance
Indicator (KPI) terhadap aktifitas rantai pasok yang spesifik, mulai dari kinerja supplier, kinerja
bagian pembelian, kinerja part supply, kinerja warehouse material dan kinerja delivery. Dengan
adanya indikator kinerja akan didapat acuan yang jelas dalam melihat kekuatan rantai pasok
PT. Indonesia Nippon Seiki (PT. INS), merupakan sebuah perusahaan manufaktur alat
elektronik kendaraan roda dua dan roda empat, seperti Speedometer, Fuel Unit Sender dan
Speed Sensor. Namun selain sebagai perusahaan manufaktur, PT. INS juga berperan menjadi
penyalur atau pemasok Speedometer, Fuel Sender dan Speed Sensor yang telah jadi yang
lanagsung diimport dari Thailand dan Jepang. Barang ini yang disebut dengan Barang
Passtrough.
Barang Passtrough adalah barang yang diimport dalam bentuk barang jadi yang siap
dikirim ke customer tanpa perlu ada proses produksi. Dalam hal ini PT. INS melakukan import
kemudian melakukan Re-Packing, Function Checking, menyimpan dan mengirimkannya ke
customer. Sehingga khusus barang passthrough tidak ada proses manufacturing atau
reengineering.
Dalam melakukan supply chain barang Passthrough, semua Customer menetapkan kinerja
seratus persen, yaitu mampu memenuhi kebutuhan customer dengan tepat seratus persen, baik
dari segi ketepatan jumlah, ketepatan waktu delivery, dan ketepatan kualitas barang. Namun
pencapaian Nippon Seiki, secara total semua customer, tidak mencapai kinerja 100% karena
fluktuasi permintaan customer yang sangat tinggi dan permintaan tersebut berbeda dari forecast
yang diberikan sebelumnya. Selain itu, informasi discontinue dari customer juga lebih pendek
dari lead time order akibatnya perusahaan juga tidak berani untuk menaikan level stock barang
import lebih tinggi agar bisa mengikuti fluktuasi permintaan customer tadi.
Hal yang paling menjadi sorotan dalam masalah ini adalah kinerja rantai pasok barang
Passtrough karena barang passthrough lah yang berkontribusi paling banyak dalam hal tidak
tercapainya kinerja rantai pasok secara umum di PT. INS. Rantai Pasok sekarang belum bisa
memenuhi target yang ditetapkan oleh customer. Akan tetapi perlu diketahui apakah target 100%
tersebut harus dicapai oleh PT. INS dalam memenuhi barang passtrough. Bisa saja pemaksaan
pencapaian kinerja 100% hanya akan merugikan perusahaan. Untuk itu perlu adanya
pengukuran kinerja rantai pasok yang ideal dengan mempertimbangkan banyak aspek agar
tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan kelangsungan bisnis dapat selalu tercapai.
Saat ini, pengukuran kinerja hanya dilihat dari kinerja Ketepatan Jumlah, Ketepatan Waktu
dan ketepatan kualitas. Ketiga hal inilah yang di kejar oleh PT. INS untuk di penuhi, segala cara
pun di tempuh untuk memenuhi target 100% nya customer, termasuk dengan melakukan
premium Freight seperti menggunakan pesawat udara dan express courier dalam mengimpor
barang passtrough tersebut. Akibatnya muncul keluhan dari pihal Sales Department PT. INS
bahwa supply barang passtrough sering merugi. Padahal pencapaian kinerja rantai pasok barang
passtrough menurut customer belum 100% saja PT. INS sudah merugi, apalagi kinerja 100%.
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
221
Hal ini lah yang menarik untuk di teliti, karena pengukuran kinerja sekarang tidak cukup
digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja rantai pasok. Sisi jumlah, waktu dan kualitas
hanyalah sebagian sisi operational dari ruang lingkup rantai pasok yang luas. Perlu juga diukur
hal lain seperti profit, kinerja karyawan, kinerja keuangan dan hal lain yang terkait sehingga bisa
menjadi ukuran yang tepat. Untuk itu perlu diukur kinerja rantai pasok barang passtrouh tersebut
dengan berbagai macam sudut pandang.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menentukan KPI yang tepat untuk
mengukur kinerja rantai pasok dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard untuk
menilai kinerja Rantai Pasok PT. INS. (2) Mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough di
PT. Indonesia Nippon Seiki. (3) Memberikan rekomendasi perbaikan dan mengembangkan
sistem kontrol kinerja Rantai Pasok.
KAJIAN TEORI
Pengukuran Kinerja. Pengukuran kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam hal ini pengukuran kinerja membantu
manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil
actual dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja tentunya tidak meliputi kinerja
personel semata, akan tetapi menyangkut semua aktifitas yang dilakukan oleh organisasi. Mulai
dari aktifitas produksi, keuangan, tranportasi, logistik dan lain sebagainya. Setiap aktifitas
tersebut harus di ukur kinerjanya agar dapat di kendalikan atau di-manage sedemikian rupa agar
tetap dalam kerangka mewujudnya cita cita organisasi atau perusahaan (Nenad: 2011).
Pentingnya pengukuran kinerja di jelaskan oleh Behn (2003) yang menyebutkan Pengukuran
kinerja bukanlah tujuan itu sendiri. Jadi mengapa harus manajer publik mengukur kinerja?
Karena mereka mungkin menemukan langkah-langkah seperti membantu dalam mencapai
delapan tujuan manajerial tertentu. Sebagai bagian dari strategi manajemen mereka secara
keseluruhan, manajer umum dapat menggunakan ukuran kinerja untuk mengevaluasi, kontrol,
anggaran, memotivasi, mempromosikan, merayakan, belajar, dan meningkatkan Kinerja.
Semua hal yang penting perlu dilakukan pengukuran kinerja, termasuk juga kinerja dari
sebuah aktivitas manajemen rantai pasok sebuah organisasi. Sedangkan Manajemen Rantai
Pasok (Supply Chain Management) didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya Hanfield dan
Nichols (2004) mendefinisikan bahwa Supply Chain Management adalah integrasi dan
manajemen organisasi rantai pasok dan kegiatan melalui hubungan kerja sama organisasi, proses
bisnis yang efektif, dan berbagi informasi tingkat tinggi untuk menciptakan sistem nilai
berkinerja tinggi yang menyediakan anggota organisasi keuntungan yang kompetitif atau yang
berkelanjutan. Sri wahyuni (2011) dalam tesis nya menyebutkan bahwa ada beberapa alat untuk
mengukur kinerja rantaipasok diantaranya adalah menggunakan balanced score card. Menurut
Akyuz dan Erkan, T. (2010) menyebutkan bahwa penggunaan Balanced Scorecard dan SCOR
(Supply Chain Objective Refference) sangat penting dan baik digunakan untuk meneliti atau
mengukur kinerja yang multi dimensi sehingga sangat cocok dan unggul dalam pengukuran
kinerja rantai pasok. Jie and Parton (2009) pernah menggunakan Balanced scorecard dan
beberapa model lain seperti SCOR juga dan ABC (Activity-Based Costing), untuk mengukur
kinerja rantai pasok peternakan di Australia. Dengan demikian penggunaan Balanced Scorecard
ini sangat umum digunakan di berbagai bidang dan di berbagai belahan dunia untuk pengukuran
kinerja.
Balanced Scorecard. Balanced Scorecard Pertama kali diperkenalkan di USA yang pada
awalnya ditujukan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja
eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian
riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang diketahui oleh David P. Norton, mensponsori
studi tentang : “Pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan” studi ini didorong oleh
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
222
kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua
perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai, (Brewer dan Speh, 2000,). Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha para eksekutif ke kinerja
keuangan dan non keuangan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul
:Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance”. Dalam Harvard Business Review
(Januari-Februari 1992). Hasilstudi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja
eksekutif di masa yang akan datang, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup 4
(empat) perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, pespektif proses bisnis internal,
serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Empat sudut pandang utama dalam BSC dapat mewakili aspek utama dalam mengukur
kinerja Rantai Pasok yang bisa merangkul bagian bagian lain dalam organisasi agar lebih
terintegrasi dalam mencapai tujuan organisasi. (Brewer dan Speh: 2000). Menurut Hong dan
Zhong-hua (2013) balance scorecard dapat digunakan sebagai perhitungan kuantitatif dimana
Kuantitatif sistem indikator untuk mengevaluasi kinerja rantai pasokan dinamis memainkan
peran sentral dalam operasi sehari-hari dan manajemen rantai pasokan.
Evaluasi kinerja yang membandingkan kinerja aktual dengan yang direncanakan baik
dari segi pemanfaatan sumber daya dan produksi. Mengukur input, output, dan hasil dari waktu
ke waktu. Secara umum, perbandingan pre-post digunakan untuk menilai perubahan. Hal ini
digunakan oleh manajemen untuk mengarahkan upaya Program dan sumber daya dan merancang
ulang struktur program. Balanced scorecard, seperti saat ini, adalah Sistem Manajemen Kinerja
yang dapat digunakan oleh organisasi dari berbagai ukuran untuk menyelaraskan visi dan misi
dengan kebutuhan pelanggan dan sehari-hari bekerja, mengelola dan mengevaluasi strategi
bisnis, memantau peningkatan efisiensi operasional, membangun kapasitas organisasi, dan
berkomunikasi kemajuan kepada seluruh karyawan. Scorecard memungkinkan kita untuk
mengukur keuangan dan pelanggan hasil, operasi dan kapasitas organisasi, (Mathiyalagan et al:
2014)
Analitical Hierarchy Process (AHP). Analitik Hirarki Proses (AHP) adalah suatu metodologi
komprehensif untuk memudahkan pengambilan keputusan penting dengan menggabungkan
faktor kualitatif dan Factor kuantitatif bagi indifidu maupun group (Saaty:1993). AHP menyusun
perasaan secara intuisi dan logika dalam suatu hirarki terstruktur untuk pengambilan keputusan.
Pada dasarnya metode ini menjabarkan situasi yang kompleks dan tidak terstruktur dalam
kelompoknya kemudian kelompok tersebut disusun dalam suatu bentuk hirarki. AHP
ditampilkan dalam bentuk model hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria dan mungkin sub
kriteria, dan alternatif untuk setiap permasalahan atau keputusan (Jevanovic dan Krivokapic:
2008). Penggunaan AHP dalam balance scorecard sangat membantu perusahaan. Keterbatasan
Balanced scorecard adalah bahwa Balanced Scorecard sulit untuk membuat perbandingan di
dalam dan di antara perusahaan namun pengukuran dengan membuat Scorecard yang seimbang
diatasi dengan memasukkan AHP dengan BSC. Kerangka AHP akan menjadi alat yang berguna
untuk menilai pentingnya setiap kriteria (Ukur) dalam mencapai tujuan organisasi (Kurien dan
Qureshi: 2012). Selain dengan itu Penerapan AHP dalam pemilihan KPI di implementasi
Balanced Scorecard merupakan alat yang jauh lebih sederhana dan metode yang jauh lebih baik
pula digunakan dalam praktek pengukuran kinerja (Jovanovic dan Krivokapic: 2008), sehingga
memudahkan peneliti dalam memilih KPI yang akan digunakan dalam balanced scoorecard
Key Performance Indicator (KPI). Dalam setiap proses pengukuran kinerja dibutuhkan suatu
ukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau capaian dari kinerja perusahaan tersebut.
Salah satu ukuran yang digunakan dalam proses pengukuran kinerja adalah Indikator Kinerja
utama atau Key Performance Indicator (KPI). Menurut Moeheriono (2012), KPI merupakan
suatu indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh strategi yang telah dilakukan
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
223
oleh perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Key Performance Indicator (KPI)
sering disebut juga sebagai Key Succes Indicator (KSI) adalah alat ukur kuantitatif untuk
peningkatan dari performa suatu aktifitas yang menjadi faktor kunci kesuksesan organisasi. KPI
membantu organisasi untuk mendefinisikan dan mengukur progress dari tujuan organisasi setalh
misi, stake holder, dan tujuannya telah didefenisikan dan dianalisa (Moeheriono: 2012).
Dalam Supply Chain penentuan KPI sangat penting dan merupakan tantangan yang besar
bagi setiap organisasi karena akan menentukan keberhasilan pengukuran kinerja yang dan
perbaikan yang diharapkan dari hasil pengukuran yang di ketahui(Nenad: 2011). Jika sebuah
organisasi gagal dalam menentukan KPI yang tepat maka keberhasilan organiasi dalam
meningkatkan kinerja organiasinya akan tidak tercapai.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari penelitian ini dimulai dari permasalahan tidak terpenuhinya
performa Supply Chain barang passtrough di PT. Indonesia Nippon Seiki. Hal ini di duga karena
indicator yang digunakan belumlah tepat untuk mengukur dan menemukan permasalahan yang
terjadi dalam sistem rantai pasok sekarang ini sehingga tidak pernah ada rekomendasi yang
muncul untuk mengatasi permasalahan rantai pasok barang Passthrough di PT. INS. Berikut
adalah alur dari kerangka berfikir dari penelitian ini:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
METODE
Metode Analisa data penelitian inui adalah menggunakan analitic Hirarchy Process
(AHP) dengan melakukan pembobotan perbandingan berpasangan antar Perspektif secara umum
dan perbandingan setiap KPI yang di gunakan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok Barang
Passtrough di PT. INS. Untuk pengolahan data sendiri digunakan software Expert Choice ver 11,
agar memudahkan perhitungan dan bisa lebih akurat dan objective. Pada pnelitian Sebelumnya,
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
224
Sriwahyuni, melakukan pengukuran dengan memilih beberapa KPI yang dirasa berkaitan dengan
pengukuran Kinerja. Namun tanpa melakukan pemilihan melalui expert.
Ide utama dalam penelitian ini adalah menentukan Key Performance Indikator (KPI)
pada proses Rantai Pasok barang pastrough di PT. INS. Sehingga hal yang perlu dilakukan
dalam Riset ini adalah sebagai berikut: (1) Mapping System Rantai Pasok Barang Passtrough PT.
Indonesia Nippon Seiki. (2) Identifikasi Key Performance Indikator (KPI) yang dapat digunakn
untuk mengukur keberhasilan oragnisasi dalam sistem rantai pasok barang passtrough dengan 4
perspektif dalam balance Scorecard. (3) Validasi KPI dengan mengirimkan kuesioner terkait
dengan penggunaan KPI yang telah di tentukan sehingga di hasilakan validasi berupa
persetujuan atau ketidak setujuan terhadap KPI yang diajukan tersebut.(4) Pembobotan
Tahapan Pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy
Process (AHP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Penyusunan Hirarki Indikator dari
empat perspektif Utama hingga ke Indikator performa yang diusulkan. (2) Melakukan
perbandingan berpasangan setiap KPI (3) Menghitung bobot dan ratio konsistensi nya.
Kemudian langkah selanjutnya adalah membentuk perbandingan berpasangan dengan
skala sebagai berikut:
Tabel 1. Skala Berpasangan (Saaty T. L.)
Tingkat
Kepentingan
Defenisi Keterangan
1 Kedua kriteria sama pentingnya Kedua kriteria memiliki pengaruh sama
pentingnya
3 Kriteria yang satu sedikit lebih
penting dibantingkan kriteria yang
lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
mendukung satu kriteria atas yang lainnya
5 Kriteria yang satu lebih penting
dibantingkan kriteria yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan dengan
kuat mendukung satu kriteria atas yang
lainnya
7 Kriteria yang satu jelas lebih penting
dibantingkan kriteria yang lainnya
Dalam prakteknya terlihat dominan dan
sangat kuat mendukung satu kriteria atas
yang lainnya
9 Kriteria yang satu mutlak lebih
penting dibantingkan kriteria yang
lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu
atas yang lainnya memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang menguatkan
2,4,6,dan 8 Nilai tengah di antara dua
pendekatan yang berdekatan
Nilai diberikan jika terdapat keraguan
diantara kedua penilaian yang berdekatan
Sumber: Saaty.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Barang Passthrough merupakan barang yang di import dalam bentuk jadi dari luar negeri
dan dipasok ke customer dalam Negeri. PT. INS selaku pemasok hanya merubah packing dan
melakukan pengecekan kualitas 100%, sehingga barang ini benar benar berkualitas tinggi. List
barang passthrough yang di jual ke customer selama tahun 2012 dan 2013 dapat dilihat pada
Lampiran 2. Memang sangat banyak type yang masih category Passthrough di PT. INS sehingga
sedikit banyak memepengaruhi organisasi secara keseluruhan.
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
225
Untuk memastikan kualitas barang Passthrough ini bukan barang yang bisa diimport
bebas. Hanya Customer langsung atau PT. INS saja yang bisa import barang kategori ini karena
yang membuat barang barang tersebut adalah perusahaan-perusahaan yang satu grup dengan PT.
INS yang berada di negara negara seperti Thailand dan Jepang. PT. INS pun melakukan Import
dengan izin khusus dan dengan jangka waktu yang di tentukan oleh pemerintah sehingga sangat
terbatas sekali. Adapun alur rantai pasok barang passtrough di PT. INS adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Alur Rantai Pasok Barang Passthrough
Gambar 2. alur rantai pasok barang passtrough di PT. INS
Sumber: PT. INS (2014)
Bagian yang terkait dengan sistem rantai pasok di PT. Indonesia Nippon Seiki adalah
Bagian Pengadaan atau purchasing, Part Material Control, PPC , Finance , Quality PPC, dan
Sales. Sehingga pihak yang terkait dengan seksi dan bagian tersebut akan sangat berpengaruh
terhadap Rantai Pasok Barang Passtrough tersebut. Bagian pengadaan berperan dalam mengatur
irama pemasukan barang Passtrough, sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau customer.
Sedangkan Bagian penyimpanan, berperan dalam menyimpan barang dengan baik sehingga tidak
ada barang yang rusak dan terkirim ke customer. Sales tentu nya berperan dalam menjual barang
passtrough tersebut, sehingga barang terjual sesuai dengan Forecast yang digunakan untuk
membeli barang dari supplier. Bagian Finance mengatur agar pembayaran dan penerimaan
berjalan dengan lancar sehingga supply dari supplier hingga ke customer berjalan dengan lancar.
Keberadaan barang Passthrogh di PT. INS sangat lah penting karena diharapkan dengan
adanya barang Passthrough PT. INS dapat memaksimalkan profit tanpa perl investasi yang besar
untuk pengadaan atau pembuatan line produksi yang mahal.
Pengusulan Key Performance Indikator. Dalam mengukur kinerja Rantai Pasok perlu di
tentukan Key Performance Indicator atau KPI yang tepat untuk digunakan sehingga dapat
mengukur Kinerja Rantai Pasok barang passthrough dengan baik dan akurat, untuk itu perlu
dilakukan penjajakan pendapat dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang diisi oleh
Pengambil keputusan mulai dari level general manager ke level manager. Level ini diharapkan
dapat memberikan pendapat yang akurat untuk kebutuhan PT. INS secara keseluruhan. Hal ahal
yang penting yang merupakan urat nadi vital dalam pengembangan PT. Indonesia Nippon Seiki
kusushnya performa ranta pasok .Hasil dari kuesioner pertama adalah sebagai berikut:
Japan
Thailand
Part
material
Control
Packaging
Packaging
Packaging
Checking
Checking
Checking
Finished
Good
Warehouse
Customer
Customer
Customer
Customer
PT. INS
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
226
Tabel 2: Key Performance Indikator yang digunakan untuk pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Barang Passtrough
Perspetive OBJEKTIF KEY PERFORMANCE INDIKATOR
FINANCIAL
PERSPECTIVE
MENINGKATKAN
PENDAPATAN
PERUSAHAAN
Inventory Turn Over Ratio (ITR)
Sales Growth
Net Profit
Profit Margin on Sales (Pmos)
CUSTOMER
PERSPECTIVE
MENINGKATKAN
KEPUASAN
PELANGGAN
Customer Satisfaction Index
Delivery Performance
Customer Retention Rate
Customer Complaint
Customer Acquisition
Rata Rata Jumlah Produk Retur
INTERNAL
PROCESS
PERSPECTIVE
EFFESIENSI DAN
EFFEKTIFITAS
KEGIATAN
RANTAI PASOK
Percentage of Production Waste
On time Delivery Ratio
Quality Index
Supplier Lead Time
Raw Material Inventory Turn
Persentasi Part Reject
Stock level
Cycle Time
LEARNING
GROWTH
PERSPECTIVE
MENINGKATKAN
KEAHLIAN,
PERILAKU DAN
PRODUKTIFITAS
KARYAWAN
Absenteeism
Revenue Per Employee
Training Participant
Persentase Turn Over Karyawan
Hasil Validasi yang KPI yang ternyata menerima semua KPI menunjukan bahwa KPI
yang diusulkan penulis disetujui oleh pimpinan manajement terkait Rantai Pasok di PT. INS.
Dengan demikian untuk mengukur kinerja Rantai Pasok barang passtrough akan digunakan 22
KPI yang berdasarkan sudut pandang pendekatan Balanced Scorecard.
Analitical Hierarchy Process (AHP). Sebelum melakukan pembobotan perbandingan
berpasangan seluruh KPI disusun dalam bentuk hierarki untuk melihat kriteria utama dan goal dari AHP ini karena dalam AHP goal atau tujuan dan Kriteria dalam mencapai tujuan sangat
penting agar keputusan bisa diambil objektif. Hirarki dalam sudut pandang Balanced Scorecard
adalah sebagai berikut :
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
227
Gambar 3. Hirarki Kinerja Rantai Pasok Barang Passthrough
Dalam Memilih KPI yang paling tepat untuk mengukur kinerja Rantai Pasok maka
dilakukan perbandingan antar KPI yang di usulkan dan di verifikasi oleh responden yang
merupakan Manajemen utama dari PT. INS yang terkait dalam sistem rantai pasok.
Perbandingan pertama dilakukan berdasarkan Perspektif yang ada dalam balanced scorecard.
Dengan menggunakan Software Expert Choice maka berikut adalah hasil pembobotan
perbandingan berpasangan antar perspektif dalam sudut pandang balance scorecard.
1. Financial Perspective
Gambar 4. Perbandingan berpasangan Financial Perspective
Hasil dari pengolahan data terlihat bahwa dalam sudut pandang keuangan, sales growth
memperoleh score tertinggi 0.502, diikuti oleh KPI Profit Margin on Sales sebesar 0.264,
selanjutnya KPI invetory turn over ratio sebesar 0.147 dan KPI net profit sebesar 0.086. dari
hasil pengolahn tersebut terlihat bahwa secara total Sales growth haruslah menjadi prioritas
utama yang harus di perhatikan dalam mengukur kinerja rantai pasok di PT. INS.
KINERJA RANTAI PASOK BARANG
PASSTHROUGH
Financial
Perspective
Customer
Perspective
Internal Process
Perspective
Learning Growth
Perspective
ITR SGR NPR PMS
CSI DPE CRR CCO CAQ RPR
QIN SLT RMI PPR SLE ODR PPW
RPE TPA PTK ABS
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
228
2. Customer Perspective
Gambar 5. Perbandingan berpasangan Customer Perspective
Hasil perhitungan dari sudut pandang pelanggan, diketahui bahwa Customer Satisfaction
Index dengan skor 0.363menjadi prioritas utama untuk diukur. Kemudian Delivery Performance
dengan skor 0.203 menjadi aspek penting berikutnya yang harus mendadi prioritas pengukuran
dalam konteks pengukuran kinerja rantai pasok barang passtrhough. Selanjutnya KPI Customer
complaint dengan skor 0.161 diikuti oleh rata rata produk retur dengan skor 0.130.
3. Internal Process Perspective
Gambar 6. Perbandingan berpasangan Internal Process Perspective
Perhitungan perbandingan berpasangan dari sudut pandang Internal Process diketahui
bahwa quality index merupakan prioritas pengukuran utama dengan bobot skor 0.397.
Responden menganggap KPI ini merupakan hal yang sangat penting dalam process internal
terkait supply chain barang passthrough karena dengan kualitas yang baik akan memuaskan
customer sehingga tujuan perusahaan untuk meperoleh profit dapat tercapai. Dalam sudut
pandang internal process yang lainnya KPI production waste juga menjadi hal yang penting
berikutnya karena semakin banyak waste maka semakin rugi perusahaan. Untuk itu perlu dikur
agar kinerja rantai pasok dapat maksimal bagi PT. Indonesia Nippon Seiki.
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
229
4. Learning Growth Perspective
Gambar 7. Perbandingan berpasangan Learning Growth Perspective
Hasil pembobotan berpasangan dari sudut pandang Learning Growth diketahui bahwa
Absenteeism atau kehadiran karyawan, dengan bobot sebesar 0.479, sehingga menjadi hal yang
utama dan menjadi prioritas untuk diukur dan dikendalikan. Managemen menganggap kehadiran
karyawan khususnya karyawan yang terlibat langsung dengan rantai pasok barang passthrough,
sangat berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok itu sendiri. Karena setiap orang memiliki
peranan yang penting dalam alur rantai pasok barang passthrough tersebut. Selain kehadiran,
Revenue per employee juga dianggap prioritas yang penting setelah Absenteeism, dengan bobot
yang di peroleh 0.261. Setelah itu diikuti oleh KPI presentasi turnover karyawan dengan skor
0.174 dan KPI training participant dengan skor 0.086.
Dengan menggunakan software Expert Choice, secara keseluruhan KPI yang di usulkan
diketahui bahwa KPI Customer Satisfaction Index dipilih management sebagi KPI prioritas
dalam megukur kinerja rantai pasok barang passthrough. Bobot yang diperoleh KPI ini adalah
sebesar 0.230 terbesar didandingkan 21 KPI lainnya. KPI ini dianggap paling sesuai dengan
tujuan perusahaan dan sangat relevan menurut manajemen untuk digunakan sebagai alat ukur
kinerja rantai pasok baik barang passthrough maupun organisasi secara keseluruhan. Bisa dilihat
pola prioritas dan urutan KPI untuk diprioritaskan dalam pengukuran kinerja rantai pasok barang
passthrough.
Gambar 8. Perbandingan Berpasangan keseluruh KPI
Berdasarkan pembobotan berpasangan yang dihitung diketahui bahwa Semua pilihan
responden sangat konsisten. Terbukti bahwa Semua Consistency Ratio (CR) nya di bawah satu
dan secara keseluruhan rationya 0.1. Sehingga KPI yang di usulkan dapat digunakan untuk
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
230
mengukur kinerja Rantai Pasok Barang Barang Passtrough. Pada akhirnya secara keseluruhan
pula, 22 KPI di urutkan berdasarkan prioritas sebagai berikut:
Tabel 3. Prioritas KPI
No KPI Pengukuran Code Bobot
1 Customer Satisfaction Index CSI 0.230
2 Delivery Performance DPE 0.129
3 Customer Complaint CCO 0.102
4 Quality Index QIN 0.092
5 Rata-Rata Jumlah Produk
Return
RPR 0.082
6 Customer Aquisition CAQ 0.056
7 Percentage of Production Waste PPW 0.046
8 Sales Growth SGR 0.043
9 Customer Retention Rate CRR 0.036
10 Ontime Delivery Ratio ODR 0.030
11 Profit Margin on Sales PMS 0.023
12 Absenteeism ABS 0.023
13 Prosentase Part Reject PPR 0.021
14 Raw Material Inventory Turn RMI 0.018
15 Inventory Turnover Ratio (ITR) ITR 0.013
16 Revenue per Employee RPE 0.012
17 Stock Level SLE 0.010
18 Cycle Time CTI 0.008
19 Percentase turn over Karyawan PCK 0.008
20 Net Profit NPR 0.007
21 Supplier Lead time SLT 0.007
22 Training Participant TPA 0.004
Sumber : Pengolahan Sendiri (2014)
Urutan yang berdasarkan bobot ini sekaligus digunakan untuk perhitungan Kinerja rantai
pasok barang passthrough di PT. INS, untuk tauh 2012 dan tahun 2013.
Analisis Hasil Penelitian
Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan dalam Mengukur Kinerja Rantai Pasok.
Pengukuran kinerja rantai pasok yang berimbang dan komprehensif akan memudahkan
manajemen mengetahui keadaan system rantai pasok yang sebenarnya. Apakah performanya
telah berbanding lurus dengan Visi dan misi perusahaan yaitu sebagai Leading Speedometer
Manufaturerer di Indonesia khususnya Roda dua dan mendapatkan profit yang ideal agar
keberlangsungan perusahaan bisa tetap terjaga selama lamanya.
Dari penelitian ini, untuk mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough di PT. INS
dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard diusulkan 22 KPI terkait dengan rantai
pasok. Semua KPI ini di usulkan dan di pilih oleh 11 responden yanitu pimpinan kerja Asistan
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
231
manager hingga general manager dan diperoleh ada 4 KPI dengan perspektif Keuangan, 6 KPI
dengan perspektif Customer, 8 KPI dengan Perspektif Internal Proses, dan 4 KPI dengan
perspektif Learning Growth. Masing-masing KPI ini dianggap pihak manajemen dari PT. INS
sangat mewakili dan tepat digunakan dalam mengukur kinerja Rantai Pasok barang passthrough
di PT. INS.
Untuk menentukan prioritas, KPI apa yang paling utama dan prioritas digunakan dalam
mengukur kinerja rantai pasok barang passthrough, digunakan pembobotan perbandingan
berpasangan yang kemudian datanya diolah menggunakan software Expert choice. Dalam
pembobotan perbandingan berpasangan , responden yang digunakan adalah 3 responden yang
sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan strategis di PT. INS. Dari hasil pengolahan
data diketahui bahwa KPI yang paling prioritas adalah Customer Satisfaction Index dan
kemudian dikuti delivery performance, dan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Customer Satisfaction Index dianggap sangat penting dibandingkan KPI lain adalah
karena kepuasan pelanggan dianggap mewakili dari semua KPI dan seiring dengan tujuan
perusahaan dimana selain mengejar profit, PT. INS juga menjaga agar PT. INS tetap menjadi
Leading Speedometer Manufacturer di Indonesia. Dengan bobot yang mencapai 23 persen dari
keseluruhan maka KPI Customer Satisfaction Index perlu mendapat perhatian serius. Sekarang
ini index kepuasan hanya diangka 90 persen sangat berpengaruh terhadap pengukuran kinerja
secara keseluruhan.
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Barang Passthrough PT. INS. Secara keseluruhan Kinerja
Rantai Pasok barang passthrouh tahun 2013 meningkat jika dibandingkan dengan kinerja rantai
pasok barang passthrough di tahun 2012. Ada beberapa KPI yang tidak mengalami perubahan
dan ada juga KPI yang menurun performanya. KPI Inventory Turnover Ratio, mengalami
penurunan, namun secara pengertian kondisi ini membaik dimana semaikin kecil Rationya
semakin baik performanya. Kemudian Sales Growth, performa kinerja dari sudut pandang
pertumbuhan penjualan menunjukan kenaikan yang cukup signifikan dikikuti oleh Net Profit
dan PMos. Secara Keseluruhan dari perspektif Keuangan menunjukan peningkatan performa
pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2013. Dapat dilihat dari Pembobotan Objective Matrix nya
dimana Nilai Performa tahun 2012 hanya sebesar 0.35 sedangkan tahun 2013 menjadi 1.09.
Dari Perspektif Customer, secara keseluruhan, tahun 2013 juga mengalami peningkatan
dibandingkan performa tahun 2013. Pada skor OMAX tahun 2012 menunjukan angka 0.87
meningkat ditahun 2013 menjadi 1.55. peningkatan yang cukup baik namun masih terbuka
peluang untuk perbaikan.
Perspektif Internal Process tahun 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2012. Skor OMAX 2012 menunjukan angka 1.31 dan kemudian meningkat ditahun 2013
menjadi 1.79. seperti perspektif customer, dalam perpektif ini kinerja rantai pasok barang
pasthrough PT. INS masih terbuka peluang untuk perbaikan.
Pada Perspektif Learning Growth, tahun 2013 mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan kinerja tahun 2012. Skor OMAX untuk kinerja tahun 2012 adalah sebesar sebesar 0.35,
dan sedangkan tahun 2013 naik menjadi 0.42. Sama seperti skor yang lainnya dalam perspektif
inipun masih terbuka luas ruang untuk perbaikan dan peningkatan kinerja. Sehingga secara
keseluruhan bisa dilihat dari tabel 5.36. Total kinerja tahun 2012 adalah sebesar 3.02 dan tahun
2013 meningkat menjadi 5.35. Jika melihat skore maksimal adalah 10 maka peluang perbaikan
adalah sangat besar sekali.
Kinerja rantai pasok barang passtrough di PT. INS yang sebelumnya dilihat dari sudut
pandang jumlah, ketepatan waktu dan kualitas maka akan berkisar di antara 95 hingga 98%
secara rata rata untuk semua Customer. Secara data angka ini tidak mencapai angka 100% yang
merupakan target dari customer, namun angka tersebut bisa menjadi ideal bilamana ada aspek
lain yang dipertimbangkan seperti aspek biaya. Untuk mencapai performa 100% akan
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
232
menimbulkan banyak biaya premium (Premium Freight) yang tentunya sangat mahal. Hal ini
terjadi karena pola permintaan pasar automotif di Indonesia sangat fluktuatif. Kadang pemintaan
tinggi namun kadang juga ada permintaan rendah. Pola ini menyebabkan perusahaan harus
memilih antara menambah tingkat persediaan aman atau bertahan dengan inventory Rendah
dengan konsekuensi pada saat terjadi kenaikan maka aka nada premium freight dengan shipment
udara.
Dari situasi ini dapat dimengerti bahwa tidak tercapainya performa 100% karena PT. INS
lebih concern kepada biaya yang muncul dari pola bisnis barang passtrough tersebut. Jika
dipaksakan performa 100% dengan pola permintaan yang fluktuatif PT. INS akan mengalami
defisit keuntungan dan pekerjaan akan sia sia bila tidak ada keuntungan yang diperoleh. Dari
fakta yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa walaupun tidak tercapainya target 100%
jumlah, delivery dan quality, namun ada beberapa indicator yang menunjukan performa baik
yang sesuai dengan tujuan dan harapan perusahaan yaitu bertambahnya Customer dan meningkat
nya keuntungan.
Manajemen menganggap banyak indicator yang harus dipertimbangkan dalam menilai
kinerja rantai pasok khusunya barang passthrough. Jadi pengukuran dengan hanya menggunakan
3 aspek delivery, jumlah dan kualitas dianggap kurang bisa menjelaskan tujuan perusahaan
sebenarnya.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Selain mengukur kinerja Delivery, Ketepatan Jumlah dan Kualitas maka
di usulan 22 Key Performance Indikator (KPI) untuk mengukur kinerja Rantai Pasok Barang
Passtrough di PT. INS secara lebih komprehensif dan berimbang. Dan 22 KPI tersebut telah di
verifikasi dan di anggap penting dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok. 22
KPI tersebut di pilih berdasarkan keterkaitan dengan Alur Rantai Pasok barang Passtrough
dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard. Secara keseluruhan ada 4 KPI
berdasarkan Financial Perspective, 6 KPI dari Customer Persepective, 8 KPI berdasarkan sudut
pandang Internal Process dan 3 KPI berdasarkan Learning Growth Perspective. Kedua. Kinerja
rantai pasok barang passthrough tahun 2012 adalah sebesar 3.02 dan tahun 2013 mengalami
peningkatan menjadi 5.35. Hal ini terjadi karena ada perbaikan yang cukup signifikan terhadap
kinerja yang diprioritaskan seperti Kepuasan pelanggan dan kinerja deliveri. Walau mengalami
peningkatan , dari 22 KPI yang digunakan terlihat kondisi kinerja rantai pasok masih dibawah
standar. Perlu adanya perbaikan yang lebih komprehensif. KPI-KPI yang prioritas perlu
perhatian khusus karena sangat sigifikan menentukan kinerja rantai pasok secara keseluruhan.
Ketiga. Ada beberapa Kinerja Rantai Pasok PT INS yang masih perlu ditingkatkan. Bukan
karena tidak mencapai target melainkan karena mengalami penurunan kinerja di banding tahun
sebelum nya. Misalnya customer complaint. Perlu diperbaiki kinerja PT. INS dalam mematuhi
kesepakatan dengan customer. Selain itu juga terkait dengan profit yang menurun walau secara
ratio meningkat, hal ini perlu diperhatikan faktor lain seperti Tingkat Kurs mata uang asing yang
menguat terhadap Rupiah. Kenapa hal ini penting karena pembelian barang passtrough
menggunakan USD dan JPY sedangkan penjualan menggunakan Rupiah. Melemahnya rupiah
akan sangat berpengaruh terhadap Keuntunga perusahaan secara keseluruhan.
Saran. Pada akhirnya penelitian ini memberikan beberapa fakta bahwa banyak hal yang harus
dilakukan perbaikan untuk mempertahan kan hal yang baik atau untuk mencapai kinerja yang
lebih baik. Untuk itu terkait pengukuran kinerja dan perbaikan kinerja Rantai Pasok Barang
Passtrough, penulis menyarankan sebagai berikut: (1) KPI yang di usulkan pada penelitian ini
dapat digunakan untuk mengukur dan mengamati kinerja Rantai Pasok barang Pastrough di PT.
INS secara terus menerus. Ada beberapa elemen yang harus dilakukan perbaikan sesegera
mungkin karena selama tahun 2012 dan tahun 2013 mengalami penurunan kinerja. Kebijakan
Agustian 219 – 233 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
233
terkait rantai pasok barang passtrough yang mengalami penurunan ini harus segera di benahi
dengan memperkuat tim dan kontrol yang lebih ketat. Selain itu perlu di gambarkan efek yang
meluas dari penyediaan barang passtrough ini terhadap kinerja keseluruhan produk, baik yang
passtrough atau yang bukan. (2) Setiap KPI yang di ukur disosialisaskan terhadap pihak-pihak
terkait sehingga masing masing pihak bisa melakukan improvement atau kaizan kaizen secara
teknis di samping improvement yang berupa kebijakan. KPI seperti Customer satisfaction index
dan delivery performance perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik mengingiat KPI ini sangat
berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok keseluruhan. (3) Penelitian ini perlu dikembangkan
dan dilanjutkan untuk mengukur kinerja Rantai Pasok atau bahkan dikembangkan hingga
keseluruhan organisasi yang lebih luas dan bukan hanya partial pada barang passthrough.
Sehingga nantinya akan terlihat peranan barang passthrough terhadap bisnis PT. INS secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Behn, R. D. (2003). Why measure performance? Different purposes require different measures.
Public administration review, 63(5), 586-606.
Brewer, P. C., & Speh, T. W. (2000). Using the balanced scorecard to measure supply chain
performance. Journal of Business logistics. Vol. 21. No.273 Hal. 69.
Hong, Y., & Zhong-Hua, Y. (2013). Supply Chain Dynamic Performance Measurement Based
on BSC and SVM. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI), 10(1).
Jie, F., & Parton, K. A. (2009). Balanced Scorecard for Australian cattle producers: an
application.
Jovanovic, J., & Krivokapic, Z. (2008). AHP in implementation of Balanced
Scorecard. International journal for quality research, Vol 2(1), 59-67.
Kurien, G. P., & Qureshi, M. N. (2012). Performance measurement systems for green supply
chains using modified balanced score card and analytical hierarchical process. Scientific
Research and Essays, Vol 7(36), 3149-3161.
Nenad Stevanovic, 2011. Supply Chain Performance Measurement System Based on Scorecards
and Web Portals. ComSIS Journal Serbia. Vol 6. Hal 54.
Mathiyalagan, P., Mannan, K. T., & Parthiban, P (2014). Performance Evaluation in Supply
Chain using Balanced Scorecard. Int'l Journal of Advances in Mechanical & Automobile
Engg. (IJAMAE) Vol. 1,
Moeheriono, P. Dr, 2012. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetemsi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Saaty, T. L. (1993). “Pengambilan keputusan bagi para pemimpin”. (Terjemahan). PT Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta.
Sri Wahyuni, 2011. Analisis Balanced Scorecard sebagai alat pengukuran Kinerja pada PT.
Semen Bosowa Maros. Thesis Fakultas ekonomi Universitas Hasanudin Makasar.
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
234
PERBAIKAN MAINTENANCE UNTUK TARGET AVAILABILITY PENYALURAN GAS
DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI
PT PERTAMINA GAS AREA JAWA BAGIAN BARAT
M. Nuramzan Iftari
Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB)
Abstract: PT Pertamina Gas is a company involved in the midstream and downstream sectors of
gas industry in Indonesia that unreleased from problems that have a relation with level of gas
transmission availability which determines the quality and productivity of company in
transmitting gas until arrive to the end users. However, maintenance in turbine machines
frequently conduct reactively which machines fixed if occured a damage (breakdown
maintenance). This is can be seen at availability levels that very fluctuative and declining in
march 2013 and also december 2013. Therefore, maintenance improvement is required with
Total Productive Maintenance approach so that the gas transmission availability will reach the
target. TPM is an innovative approach to maintenance that optimizes equipment effectiveness,
eliminates breakdowns and promotes autonomous maintenance. According to the primary and
secondary data analysis, planned maintenance programs (one of pillar in TPM) are the main
cause of declining the equipment availability in PT Pertamina Gas Western Java Area especially
because of spare part problems.Based on this, in order to have gas transmission avalability reach
the target, company needs to conduct Total Productive Maintenance program which include
focused maintenance, autonomous maintenance and planned maintenance.
Keywords: Availability, Total Productive Maintenance, Autonomous Maintenance, Focused
Maintenance, Planned Maintenance
Abstrak: PT Pertamina Gas merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor midstream dan
downstream pada industri gas di indonesia yang tidak terlepas dari masalah yang berhubungan
dengan tingkat availability penyaluran gas yang sangat menentukan kualitas dan produktivitas
perusahaan dalam menyalurkan gas hingga tiba di end user. Adapun maintenance pada mesin
turbin sering sekali dilakukan secara reaktif dimana mesin diperbaiki jika terjadi kerusakan
(breakdown maintenance). Hal ini dapat dilihat pada tingkat availability mesin turbin yang
sangat fluktuatif dan mengalami penurunan pada bulan maret 2013 serta desember 2013. Oleh
karena itu diperlukan perbaikan maintenance dengan pendekatan Total Productive Maintenance
(TPM) agar availability penyaluran gas mencapai target. TPM merupakan pendekatan inovatif
terhadap pemeliharaan yang mengoptimalkan equipment effectiveness, mengeliminasi
breakdown, dan mendorong tercapainya autonomous maintenance. Adapun berdasarkan hasil
analisa data primer dan sekunder didapat bahwa program planned maintenance (salah satu pilar
TPM) merupakan penyebab utama menurunnya availability equipment di PT Pertamina Gas
Area JBB dikarenakan masalah spare part. Berdasarkan hal ini, agar availability penyaluran gas
mencapai target, perusahaan perlu menerapkan program Total Productive Maintenance yang
meliputi focused maintenance, autonomous maintenance dan program pemeliharaan terencana
(planned maintenance).
Kata kunci: availability, total productive maintenance, autonomous maintenance, focused
maintenance, planned maintenance
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
235
PENDAHULUAN
PT Pertamina Gas merupakan perusahaan yang bergerak pada sektor midstream dan
downstream pada industri gas di indonesia. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT
Pertamina (Persero) yang berperan dalam usaha komersial gas, transportasi gas, pemrosesan gas,
distribusi gas dan bisnis lain yang berhubungan dengan natural gas dan turunannya. Kesempatan
bisnis PT Pertamina Gas kedepan sangat terbuka luas dimana suplai gas sekarang ini menjadi
terbatas. Menyadari akan hal itu, untuk mendukung bisnis kedepan yang semakin tumbuh. Harus
didukung dengan sistem infrastruktur internal yang handal dan proses produksi yang efektif,
dimana setiap bagian dari production life cycle harus terjamin dengan operasi yang efektif,
handal dan efisien.
Untuk menjamin proses produksi yang efektif, tidak terlepas dari adanya target
pencapaian perusahaan dalam meningkatkan profit. Sebagaimana target pencapaian profit
menjadi sasaran dalam peningkatan kinerja sering sekali pihak manajemen mengabaikan
pentingnya mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan peralatan dan mesin. Hal ini dikarenakan
maintenance dianggap sebagai proses yang non value-added sehingga biaya maintenance sering
sekali di kurangi untuk berhemat. Hal ini menyebabkan performa mesin menjadi menurun secara
perlahan sehingga mesin kehilangan efektifitasnya. Padahal dengan meningkatnya performa
mesin akan sangat menentukan kualitas dan produktivitas perusahaan dalam menyalurkan gas
hingga tiba di end user. Selain itu, maintenance terhadap peralatan sering sekali dilakukan secara
reaktif dimana mesin diperbaiki jika terjadi kerusakan (breakdown maintenance). Hal ini dapat
dilihat pada tingkat availability mesin turbin yang sangat fluktuatif dan mengalami penurunan
pada bulan maret 2013 serta desember 2013.
Malik dan Hamsal (2013) mengatakan bahwa aktivitas pemeliharaan menjadi hal yang
sangat prioritas, karena waktu yang hilang (loss time), kinerja dan kerugian produksi yang
diakibatkan oleh kerusakan peralatan menjadi hal yang sangat ditakuti karena mengganggu
jalannya produksi. Tsarouhas (2007) mengatakan bahwa dengan menurunnya downtime pada
mesin/peralatan, dapat meningkatkan produktivitas.
Berdasarkan hal ini, perusahaan perlu menerapkan manajemen pemeliharaan yang handal
dengan pendekatan Total Productive Maintenance agar availability penyaluran gas mencapai
target. Sebagaimana manajemen pemeliharaan khususnya mesin merupakan salah satu bagian
yang kritikal untuk mendukung operasional dan produksi Pertamina Gas, maka dari itu perlu
dilakukan penelitian mengenai Perbaikan Maintenance untuk target availability penyaluran gas
dengan pendekatan Total Productive Maintenance di PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Barat.
KAJIAN TEORI
Menurut Kurniawan (2013), Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu
aktivitas pemeliharaan yang mengikutsertakan semua elemen dari perusahaan yang bertujuan
untuk menciptakan suasana kritis (critical mass) dalam lingkungan industri guna mencapai zero
breakdown, zero defect, zero accident. TPM adalah suatu metode yang bertujuan untuk
memaksimalkan efisiensi penggunaan peralatan dan memantapkan sistem pemeliharaan
preventif yang dirancang untuk keseluruhan peralatan dengan mengimplementasikan suatu
aturan dan memberikan motivasi kepada seluruh bagian yang berada dalam suatu perusahaan
tersebut, melalui peningkatan komponensipasi dari seluruh anggota yang terlibat mulai dari
manajemen puncak sampai kepada level terendah. Selain itu, TPM bertujuan untuk menghindari
perbaikan secara tiba-tiba dan meminimasi pemeliharaan yang tidak terjadwal. TPM merupakan
suatu proses untuk memaksimalkan produktivitas penggunaan peralatan, melalui pengurangan
down time dan perbaikan kualitas serta kapasitas. TPM mengedepankan proses perbaikan dengan
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
236
mempertimbangkan keamanan, kualitas, pengiriman, biaya dan kreativitas yang melibatkan
seluruh lini produksi. Mobley (2008), TPM memiliki tujuan antara lain untuk menurunkan
variasi pada sistem produksi, meningkatkan produktivitas dengan mengeliminasi downtime yang
tidak terjadwal serta pekerjaan rework yang berlebihan, menurunkan biaya pemeliharaan,
menurunkan persediaan (inventory), meningkatkan keselamatan (safety), dan meningkatkan
moral. Ben-Daya (2009), TPM merupakan pendekatan inovatif terhadap pemeliharaan yang
mengoptimalkan equipment effectiveness, mengeliminasi breakdown, mendorong tercapainya
autonomous maintenance oleh operator dalam aktivitas sehari-harinya dengan melibatkan
seluruh pekerja yang ada. Tujuan dari TPM adalah untuk mengurangi 6 kerugian utama (Six Big
Losses) antara lain : (1) Downtime Losses terdiri atas : a. Breakdown Losses/ Equipment
Failures yaitu kerusakan mesin/ peralatan secara tiba-tiba atau kerusakan yang tidak diinginkan
karena menyebabkan kerugian sehingga mesin tidak beroperasi menghasilkan output. Contoh
losses ini antara lain unplanned maintenance, overheated bearing, motor failure, dsb; b. Setup &
Adjustment Losses,yaitu kerugian karena pemasangan dan penyetelan. Contoh losses ini antara
lain setup/ changeover, kekurangan material, penyesuaian yang bersifat major, warm up time,
dsb. (2) Speed Losses terdiri atas : a. Idling and Minor Stoppage Losses, yaitu kerugian yang
disebabkan oleh kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sebentar, kemacetan mesin dan
idle time dari mesin. Jika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat minor
stoppage dalam waktu yang ditentukan maka kerugian ini dapat dianggap sebagai breakdown
losses. Contoh losses ini antara lain minor adjusment, sensor blocked, cleaning/checking,
component jam, dsb; b. Reduced Speed Losses, yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja secara
optimal (penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan aktual operasi mesin/ peralatan
lebih kecil dari kecepatan optimal mesin tersebut. Contoh losses ini antara lain penyetelan yang
tidak sesuai, masalah alignment, dsb. (3) Defect Losses terdiri atas : a. Process Defect, yaitu
kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses
ulang pada tahapan proses; b. Reduced Yield Losses yaitu kerugian yang disebabkan karena
adanya produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang pada tahapan produksi.
Inisiatif TPM yang diusulkan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM)
mengandung 8 pilar rencana implementasi yang menghasilkan peningkatan yang tinggi pada
produktivitas tenaga kerja melalui program maintenance yang terkendali, penurunan biaya
pemeliharaan, serta menurunnya waktu set up dan downtime. TPM memberi jalan agar
perencanaan menjadi bermutu tinggi, mengorganisasi, pengawasan, dan pengendalian
prakteknya melalui metodologi 8 pilar antara lain autonomous maintenance, focused
improvement, planned maintenance, quality maintenance, education dan training, safety, health
dan environment, office TPM serta development management dimana pondasi awal dalam
menerapkan 8 pilar ini yaitu dengan menerapkan program 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Sheiketsu,
dan Shitsuke) yang ditunjukan pada Gambar 1.
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
237
Sumber : Ben-Daya (2009 : 436) Gambar 1. Pendekatan 8 Pilar Implementasi TPM (Ben-Daya, 2009)
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan jenis data berupa
data kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggambarkan fenomena target availability
penyaluran gas tidak tercapai dan mencari solusi bagaimana maintenance yang ada dapat di-
improve dengan menggunakan konsep Total Productive Maintenance.
Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data sekunder yang dilakukan antara lain studi
literatur, studi dokumentasi laporan harian kondisi operasi, laporan jam jalan turbin, laporan
bulanan maintenance, dan laporan bulanan operasional penyaluran gas sedangkan untuk
pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan wawancara dengan kepala distrik di masing-
masing Stasiun Kompresor Gas, melakukan diskusi dengan para pekerja di bagian operasi dan
pemeliharaan terkait penyebab penurunan availability penyaluran gas dan menyebarkan
kuesioner sebanyak 25 responden di bagian operasi dan pemeliharaan terkait penyebab
penurunan availability penyaluran gas dengan pendekatan pilar-pilar TPM antara lain focused
maintenance, autonomous maintenance, planned maintenance, 5S, maintenance prevention,
serta education & training dimana menggunakan skala likert dengan lima pilihan skala untuk
metode pengukurannya.
Pengolahan Data. Teknik pengolahan data yang dilakukan didalam penelitian ini antara lain: (1)
Menghitung availability penyaluran gas antara lain : a. Equipment Availability (%EA) yaitu
faktor berbasis waktu yang mengukur kemampuan mesin dalam melakukan kinerja berdasarkan
fungsinya. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah : %EAmesin = {(Total
Jam-(Schedule Down Timeequip+Unschedule Down Timeequip))/ Total
Jam}*100%................................. (pers.1); b. Plant Availability (%PA) yaitu faktor berbasis
waktu yang mengukur kemampuan stasiun penyalur gas dalam melakukan kinerja berdasarkan
fungsinya. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: %PAofftaker = {(Total
Jam-(Schedule Down Timeofftaker+Unschedule Down Timeofftaker))/Total
Jam}*100%................................ (pers.2); (2) Melakukan analisa Focused Maintenance
antara lain : a. Kerugian Kerusakan Mesin (Breakdown Loss) yaitu jenis kerugian yang
disebabkan karena kerusakan mesin/peralatan secara tiba-tiba sehingga mesin tidak beroperasi
menghasilkan output. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah:
.......................... (pers.3); b. Kerugian
Pemasangan dan Penyetelan Mesin (Setup & Adjustment Loss) yaitu jenis kerugian yang
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
238
disebabkan karena pemasangan dan penyetelan mesin secara keseluruhan agar mesin dapat
beroperasi menghasilkan output. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah :
............... (pers.4); c.
Kerugian Pemberhentian Mesin Sejenak (Idling & Minor Stoppage Loss), yaitu jenis kerugian
yang disebabkan pemberhentian sebentar setelah itu mesin turbin dapat beroperasi kembali.
Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah :
............. (pers.5); (3)
Melakukan analisa Planned Maintenance antara lain dengan menghitung persentase overleap
schedule yaitu pengukuran jadwal realisasi pemeliharaan dibandingkan dengan jadwal rencana.
......... (pers.6); (4)
Melakukan analisa hasil kuesioner dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Merekapitulasi
data hasil kuesioner berdasarkan pilihan angka skor likert; b. Menghitung persentase dari skor
likert menggunakan formula sebagai berikut :
.................. (pers.7); c.
Mentabulasikan persentase skor likert dengan menggunakan grafik spider chart dimana pilar
TPM yang memiliki skor terkecil berada di urutan pertama. Setelah itu melakukan interpretasi
kriteria skornya berdasarkan interval sebagai berikut : (1) Pilihan skor likert antara skor 1 dan 2
memiliki interval antara 20% - 40% diinterpretasikan sebagai Very Weak; (2) Pilihan skor likert
antara skor 2 dan 3 memiliki interval antara 40% - 60% diinterpretasikan sebagai Weak; (3)
Pilihan skor likert antara skor 3 dan 4 memiliki interval antara 60% - 80% diinterpretasikan
sebagai Need Improvements; (4) Pilihan skor likert antara skor 4 dan 5 memiliki interval antara
80% - 100% diinterpretasikan sebagai Effective; (5) Melakukan analisa root cause (diagram
sebab akibat), analisa ini digunakan untuk menemukan penyebab dari fenomena availability
penyaluran gas tidak mencapai target.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Equipment Availability. Berdasarkan Gambar 2 dan hasil diskusi didapat mesin turbin yang
mengalami penurunan equipment availability adalah: (1) Mesin turbin B2CT-001B dikarenakan
terjadi kerusakan exhaust bellow dan mengalami unschedule down time selama 454 jam. Mesin
turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena menunggu pengadaan material exhaust bellows dan
collector; (2) Mesin turbin B1CT-001A dikarenakan terjadi high vibration pada kompresor FWD
sehingga unit kemudian di-overhaul secara tidak terencana. Hal ini dikarenakan program
planned maintenance yang dijadwalkan di awal tahun tidak bisa dilakukan sesuai dengan
rencana dikarenakan alokasi anggaran untuk program tersebut dialihkan untuk memperbaiki
mesin turbin yang mengalami breakdown maintenance; (3) Mesin turbin B1CT-001D
dikarenakan unit dilakukan overhaul sesuai jadwal pemeliharaan terencana; (4) Mesin turbin
CCT-001A dikarenakan unit mengalami kerusakan pada air fin cooler dan mengalami
unschedule down time selama 21028 jam. Mesin turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena
menunggu pengadaan material air fin cooler; (5) Mesin turbin CCT-002B dikarenakan dilakukan
pemindahan modul ZF 2084 ke engine lain dan mengalami unschedule down time selama 7696
jam. Mesin turbin ini tidak bisa segera diperbaiki karena menunggu pengadaan material modul
ZF 2084.
Berdasarkan permasalahan diatas, kegiatan breakdown maintenance dapat dilakukan
secara optimal jika proses pengadaan material tidak menghabiskan waktu lama. Selain itu, jika
program planned maintenance dilakukan sesuai dengan rencana maka kejadian breakdown dapat
diminimasi sehingga tingkat availability mesin turbin dapat meningkat.
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
239
Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)
Gambar 2. Hasil Persentase Rata-Rata Equipment Availability Mesin Turbin PT Pertamina Gas
Area JBB Januari 2013 s/d Agustus 2014
Plant Availability. Berdasarkan Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa seluruh mesin turbin dapat
menyalurkan gas ke konsumen pada periode Januari 2013 hingga Agustus 2014 dengan baik dan
kontinu. Hal ini dikarenakan terdapat mesin turbin cadangan yang bisa dioperasikan ketika mesin
turbin utama mengalami breakdown maintenance.
Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)
Gambar 3. Hasil Persentase Rata-Rata Plant Availability Mesin Turbin PT Pertamina Gas Area
JBB Januari 2013 s/d Agustus 2014
Autonomous Maintenance. Dalam penelitian mengenai autonomous maintenance, ditemukan
bahwa tugas dan tanggung jawab Pws. Ops Shift (Operator) lebih kearah pengoperasian dan
pengaturan mesin. Selain itu, ditemukan juga bahwa check list operator lebih banyak melakukan
pencatatan dan pelaporan sehingga jika menemukan ketidaksesuaian maka operator akan
mencatatnya pada form ketidaksesuaian yang selanjutnya di tindak lanjuti oleh teknisi
pemeliharaan. Hal ini tidak sesuai dengan konsep TPM yang menyebabkan tidak ditemukannya
suatu waktu dimana mesin turbin mengalami down time selama < 30 menit yang merupakan jenis kerugian pemberhentian sebentar (Idling & Minor Stoppage Loss).
Focused Maintenance. Analisa focused maintenance dilakukan agar dapat diketahui jenis
kerugian mana yang perlu dimitigasi sehingga nilai availability dapat ditingkatkan. Adapun
berdasarkan Gambar 4 menunjukan bahwa mesin turbin yang memiliki persentase breakdown
loss paling besar adalah mesin turbin CCT-001A sebesar 94% sedangkan yang memiliki
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
240
persentase setup & adjustment loss paling besar adalah mesin turbin CCT-002B sebesar 66%.
Berdasarkan gambar diatas juga dapat disimpulkan bahwa persentase breakdown loss lebih besar
dibandingkan setup & adjustment loss.
Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)
Gambar 4. Grafik Analisa Focused Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB
Periode Januari 2013 s/d Agustus 2014
Planned Maintenance. Analisa planned maintenance dilakukan agar dapat diketahui apakah
terdapat ketidaksesuaian antara jadwal pemeliharaan aktual dengan rencana. Adapun persentase
overleap schedule yang dijelaskan pada Gambar 5, didapat bahwa terdapat beberapa nilai
overleap schedule yang lebih besar dari 0% sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan
preventif tidak berjalan dengan semestinya sehingga kejadian breakdown loss menjadi lebih
tinggi.
Sumber : Hasil Olah Data (Agustus 2014)
Gambar 5 . Analisa Planned Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB
Periode Januari 2013 s/d Agustus 2014
Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance. Berdasarkan Gambar 6 menunjukan bahwa
persentase dari kuesioner TPM yang paling rendah terdapat pada bagian planned maintenance
sedangkan yang paling tinggi terdapat pada bagian komitmen TPM.
0.00%1.00%2.00%3.00%4.00%5.00%6.00%7.00%
1. B
1C
T-0
01A
1. C
CT-
001
A
5. C
CT-
002
A
6. C
CT-
002
B
1. C
-101
-AT
2. B
1C
T-0
01B
3. B
2C
T-0
01C
5. B
1C
T-0
01E
2. C
-101
-BT
3. B
1C
T-0
01C
4. C
CT-
001
E
7. C
CT-
002
C
3. C
CT-
001
D
1. B
2C
T-0
01A
8. C
CT-
002
D
4. B
1C
T-0
01D
2. C
CT-
001
C
2. B
2C
T-0
01B
Analisa Planned Maintenance PT Pertamina Gas Area JBB
Overleap Schedule
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
241
Sumber : Hasil Olah Data (Oktober 2014)
Gambar 6. Grafik Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance
PT Pertamina Gas Area Jawa Bagian Barat
Analisa Diagram sebab Akibat. Berdasarkan Gambar 7 dan hasil diskusi disimpulkan bahwa
penyebab terjadinya penurunan availability equipment adalah : (1) Penyebab Terkait Manusia: a.
Operator dilapangan tidak diberi pelatihan mengenai maintenance; b. Program pelatihan sesuai
kompetensi pekerja tidak rutin dilakukan; (2) Penyebab Terkait Metode: a. Kejadian failure tidak
rutin dilakukan analisa 5W+1H; b. Keterlibatan seluruh pekerja dalam kegiatan maintenance
belum diterapkan secara maksimal; (3) Penyebab Terkait Mesin: a. Kegiatan planned
maintenance masih belum dilakukan secara optimal sesuai jadwal rencana; b. Pekerja
maintenance perlu dilakukan pelatihan terkait program predictive maintenance; (4) Penyebab
Terkait Material: a. Proses pengadaan material yang lama; b. Perlu ditingkatkan sistem material
manajemen; (5) Penyebab Terkait Lingkungan: a. Perlu ditingkatkan kegiatan 5S/5R sehingga
menjadi kebiasaan untuk pekerja operasi dan pemeliharaan; b. Perlu ditingkatkan kegiatan
pembersihan. Manusia
Program
Pelatihan kurang
Kurang Terlatih
Metode
Failure Tidak
Rutin Dianalisa
Recurrence
Failure
Mesin
Program PM
Kurang Optimal
Vibrasi Tinggi
Sparepart
Failure
Material
Belum ada
Material
Manajemen
Material Lama
Lingkungan
Jarang dibersihkan
Kerja tidak
nyaman
Availability
Penyaluran Gas
Tidak Mencapai
Target
Program 5S
Kurang Optimal
Sumber : Hasil Diskusi dengan Pekerja PT Pertamina Gas Area JBB
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Availability Penyaluran Gas Tidak mencapai Target
20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
PlannedMaintenance
AutonomousMaintenance
Edukasi danPelatihan
MaintenancePrevention
Eliminasi MainProblem
5S
KomitmenTPM
Hasil Kuesioner Total Productive Maintenance
Effective Need Improvements Weak Very Weak Skor
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
242
Penyebab Availability Penyaluran Gas Tidak Mencapai Target. Berdasarkan hasil penelitian
equipment availability, terdapat beberapa mesin turbin yang mengalami breakdown dan tidak
bisa diperbaiki dikarenakan proses pengadaan material yang lama. Selain itu, terdapat beberapa
alokasi anggaran preventive maintenance yang dialihkan untuk memperbaiki mesin turbin
tersebut sehingga program planned maintenance tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
Walaupun terdapat beberapa mesin turbin yang tidak bisa dioperasikan dalam jangka waktu
lama, berdasarkan hasil penelitian plant availability, seluruh mesin turbin dapat menyalurkan gas
ke konsumen pada periode Januari 2013 hingga Agustus 2014 dengan baik dan kontinu. Hal ini
dikarenakan terdapat mesin turbin cadangan yang bisa dioperasikan ketika mesin turbin utama
mengalami breakdown maintenance.
Pada hasil penelitian maintenance dengan TPM yaitu focused maintenance didapat
bahwa persentase breakdown loss lebih besar dibandingkan setup & adjustment loss. Selain itu,
pada analisa planned maintenance juga ditemukan terdapat beberapa kegiatan planned
maintenance yang tidak dilakukan sesuai dengan rencana sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemeliharaan preventif tidak berjalan dengan semestinya yang menyebabkan menurunnya
performansi dari mesin turbin tersebut dalam melakukan kinerja sesuai fungsinya.
Selain itu, pada penelitian hasil kuesioner didapat bahwa program planned maintenance
memiliki skor yang paling kecil dibandingkan pilar-pilar TPM lainnya. Hal ini dikarenakan
realisasi dari jadwal pemeliharaan terkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan dikarenakan
masalah spare part. Berdasarkan analisa ini dapat disimpulkan bahwa penyebab utama
availability penyaluran gas tidak mencapai target disebabkan karena program planned
maintenance yang tidak efektif dikarenakan proses pengadaan material yang lama sehingga
implementasi dari program ini menjadi tidak optimal.
Perbaikan Maintenance dengan Pendekatan TPM. Berdasarkan hasil penelitian, agar
availability penyaluran gas mencapai target, perusahaan perlu menerapkan TPM antara lain : (1)
Focused Maintenance yaitu dengan membentuk aktivitas perbaikan oleh tim cross-functional
yaitu sekelompok pekerja dengan keahlian fungsi yang berbeda dimana bekerja untuk tujuan
bersama. Aktivitas ini dibentuk untuk meminimasi kerugian (losses) yang telah diukur dan
dievaluasi secara seksama melalui struktur why-why yang digunakan sebagai analisa untuk
perbaikan interval pekerjaan program planned maintenance serta agar dapat ditingkatkan
program corrective maintenance dimana kegiatan pemeliharaan dilakukan sebelum terjadi
breakdown pada mesin turbin; (2) Autonomous Maintenance, dimana tugas dan tanggung jawab
operator tidak hanya sekedar pengoperasian dan pengaturan mesin utama. Dengan
mencantumkan uraian jabatan operator sesuai dengan konsep Total Productive Maintenance
dimana operator dapat melakukan minor repair maka operator menjadi lebih bertanggung jawab
terhadap operasional mesin turbin, meningkatkan availability mesin turbin sehingga teknisi
pemeliharaan dapat lebih fokus ke tugas pemeliharaan yang lebih kompleks. Untuk menerapkan
TPM, operator terlebih dahulu diberi pelatihan mengenai maintenance agar memiliki
pengetahuan dalam melakukan kegiatan inspeksi dan maintenance yang bersifat minor untuk
seluruh mesin produksi; (3) Planned Maintenance, dimana pemeliharaan preventive dilakukan
sesuai dengan semestinya sehingga kejadian breakdown dapat terminimasi. Hal ini harus
dilakukan sesuai jadwal pemeliharaan yang direncanakan di awal tahun. Adapun perencanaan
dalam hal sparepart, tenaga kerja harus dilakukan secara optimal sehingga dapat meminimasi
kerugian diakibatkan setup & adjustment loss. Program planned maintenance ini harus
dievaluasi tiap tahun berdasarkan analisa focused maintenance sehingga penggantian spare part
dapat dilakukan sedini mungkin sebelum terjadi failure. Melalui analisa focused maintenance
juga dapat di tingkatkan kegiatan inspeksi, condition monitoring terhadap mesin turbin untuk
memprediksi kejadian failure sejak dini (predictive maintenance).
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
243
Malik dan Hamsal (2013) dalam penelitiannya menunjukan bahwa nilai availability dari
mesin injeksi di PT. XYZ masih dibawah level world class yaitu 90%, rata-rata nilai availability
dari line mesin injeksi adalah 83,29%. Faktor yang paling besar mempengaruhi nilai availability
ini adalah breakdown yang relatif tinggi dikarenakan pemeliharaan preventif yang tidak berjalan
dengan semestinya sehingga ada beberapa pekerjaan pemeliharaan preventif yang tidak
dilakukan sehingga berpotensi terjadinya breakdown. Perbaikan yang perlu dilakukan yaitu
dengan menjaga pelaksanaan yang konsisten untuk aktivitas pemeliharaan preventif dan
mempermudah proses analisa terjadinya breakdown mesin yaitu dengan melakukan pembagian
elemen waktu antara aktivitas kerja perawatan yang dilakukan yaitu waktu pemberitahuan saat
terjadinya kerusakan dan kedatangan personel pemeliharaan, waktu analisa kerusakan, waktu
penyediaan part/komponen, waktu perbaikan, waktu penyesuaian dan waktu percobaan.
Dora et al (2012) mengatakan bahwa sebelum dilakukan implementasi TPM,
maintenance pada perusahaannya dilakukan secara praktek yang tradisional dan hanya dilakukan
secara breakdown maintenance dimana program pemeliharaan dilakukan ketika mesin
mengalami kerusakan. Untuk memperbaiki kinerja tersebut, perusahaan mengimplementasikan
TPM dengan melakukan training, promosi dan mengimplementasikan Jishu Hozen,
mengidentifikasi abnormal pada peralatan, fokus pada akar penyebab dan mengeliminasi
permasalahan, membentuk tim secara cross-functional serta meningkatkan pemahaman terkait
kondisi yang tidak aman.
Tsarouhas (2007), didalam penelitiannya mengenai implementasi TPM pada perusahaan
produksi pizza selama 5 tahun menunjukan penurunan pada downtime peralatan yang
menyebabkan nilai availability meningkat hingga mencapai 91.62% pada tahun ke-4. Hal ini
disebabkan proses perbaikan berkelanjutan oleh manajemen dilakukan dengan cara menerapkan
program pemeliharaan yang terdiri atas proactive maintenance dan corrective maintenance,
menerapkan program pelatihan untuk manajer, teknisi dan operator serta menerapkan
autonomous maintenance.
Bangar et al (2013) melakukan penelitian sebelum dan sesudah implementasi TPM dan
berdasarkan hasil analisanya ditemukan bahwa perusahaan akhirnya dapat menurunkan
downtime pada mesin, meningkatkan output, availability, dan menurunkan kerugian produksi
hingga 80%.
Said et al (2008) berdasarkan hasil analisanya ditemukan bahwa terjadi penurunan OEE
pada tahun 2006 ke 2007 dari 87.75% menjadi 74.58% yang disebabkan nilai availability yang
rendah dimana operator tidak melakukan pengecekan mesin sebelum mesin tersebut
dioperasikan. Solusi untuk melakukan perbaikan yaitu dengan mengaktifkan TPM yang
didalamnya meliputi autonomous maintenance dan sistem penjadwalan perawatan.
Krawczyk (2013) mengatakan bahwa jika kegiatan inspeksi dilakukan secara periodik
sesuai dengan jadwal yang dipersiapkan secara tepat, maka total jam dimana mesin tersebut tidak
mengalami kegagalan dan tetap beroperasi dapat meningkat. Untuk mencapai hal tersebut,
operator terlebih dahulu diberi pelatihan mengenai maintenance agar memiliki pengetahuan
dalam melakukan simple activities yang berhubungan dengan maintenance untuk seluruh mesin
produksi.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas terdapat kesesuaian dengan penelitian ini
dimana tingkat downtime peralatan menjadi relatif tinggi dikarenakan program planned
maintenance yang tidak dilakukan secara optimal. Solusi dari perbaikan maintenance tersebut
adalah dengan mengaktifkan TPM yang meliputi focused maintenance dimana kejadian
breakdown dianalisa akar penyebab, mendorong implementasi autonomous maintenance dimana
operator dapat melakukan perbaikan yang bersifat minor repair sehingga pekerja pemeliharaan
lebih fokus ke tugas pemeliharaan yang lebih kompleks dan penerapan program planned
maintenance yang konsisten agar kejadian breakdown dapat diminimasi.
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
244
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat diraih kesimpulan sebagai berikut :
Pertama. Berdasarkan hasil pembahasan didapat bahwa program planned maintenance
merupakan penyebab utama penurunan availability equipment di PT Pertamina Gas Area JBB
dikarenakan realisasi dari jadwal pemeliharaan tidak sesuai dengan yang direncanakan
dikarenakan masalah spare part. Kedua. Perusahaan perlu menerapkan TPM yang meliputi
focused maintenance, autonomous maintenance dan program pemeliharaan terencana (planned
maintenance) yang konsisten agar availability penyaluran gas mencapai target.
Saran. Beberapa saran yang diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat bagi
perusahaan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
Saran Bagi Perusahaan: a. Melakukan perhitungan plant availability dan equipment
availability pada setiap mesin senantiasa dilakukan agar diperoleh informasi terkait program
pemeliharaan dan perbaikan secara terus-menerus (continous improvement) agar availability
penyaluran gas meningkat, mencapai zero unplanned shutdown, dan meningkatkan keunggulan
perusahaan yang kompetitif; b. Senantiasa melakukan mitigasi terhadap kejadian breakdown
dengan membentuk tim cross-functional sehingga ditemukan akar penyebab permasalahan yang
dapat dijadikan analisa untuk memperbaiki interval pekerjaan program planned maintenance
yang terencana dan terevaluasi dengan baik; c. Menyelenggarakan program pelatihan secara
rutin bagi operator maupun personil maintenance agar kemampuan dan keahlian operator
meningkat sehingga dapat mendeteksi gejala sebelum terjadi kerusakan, meminimasi equipment
breakdown, dan mendorong produktivitas operasional dan pemeliharaan perusahaan; d.
Menanamkan kesadaran kepada seluruh pekerja mulai dari manajemen puncak sampai kepada
level terendah agar dapat berperan aktif dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi untuk
perusahaan serta bagi dirinya sendiri dengan membentuk tim change agent yang senantiasa
memperkenalkan TPM pada acara inhouse meeting, melakukan kampanye, sosialisasi, promosi
dan reward.
Saran Bagi Penelitian Selanjutnya. Adapun saran bagi penelitian selanjutnya antara lain : a.
Perlu dilakukan penelitian ulang pada waktu mendatang setelah perusahaan
mengimplementasikan program pengembangan total productive maintenance sehingga dapat
dilakukan analisa sebelum dan sesudah diterapkannya program TPM terhadap indikator
availability penyaluran gas; b. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan agar
peneliti berikutnya dapat menambah variabel yang disesuaikan dengan implementasi penerapan
total productive maintenance diantaranya education & training, safety, health & environment,
office TPM dan development management.
DAFTAR RUJUKAN
Bangar, A, Hemlata sahu, dan Jagmohan batham. 2013. Improving Overall Equipment
Effectiveness by Implementing Total Productive Maintenance in Auto Industry.
International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering. 3(6),590-594.
Ben-Daya, Mohammed, Salih O. Duffuaa, Abdul Raouf, Jezdimir Knezevic dan Daoud Ait-Kadi
.2009. Handbook of Maintenance Management and Engineering. Springer-Verlag
London Limited. USA
Dora, DTK, S C Pattnaik, R K Padhi, dan P K Talapatra. 2012. Implementation of Total
Productive Maintenance in in an Indian Paper Manufacturing Company : A Case Study.
International Journal of Management Research and Review. 2(4), 623-636.
Iftari 234 – 245 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
245
Krawczyk, Joanna. 2013. The Autonomous Maintenance. International Journal of Innovations in
Business. 2(8), 762-777.
Kurniawan, Fajar. 2013. Manajemen Perawatan Industri Teknik dan Aplikasi. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Malik, Nur Ainul dan Mohammad Hamsal. 2013. Pengukuran Kinerja Operasional Melalui
Implementasi Total Productive Maintenance di PT. XYZ. Journal of Business
Engineering. 1(2), 1-20.
Mobley, R. Keith, Lindley R. Higgins dan Darrin J. Wikoff. 2008. Maintenance Engineering
Handbook. McGraw-Hill Companies. USA.
Said, Achmad dan Joko Susetyo. 2008. Analisis Total Productive Maintenance pada Lini
Produksi Mesin Perkakas Guna Memperbaiki Kinerja Perusahaan. Seminar Nasional
Aplikasi Sains dan Teknologi. IST AKPRIND Yogyakarta.
Tsarouhas, Panagiostis. 2007. Implementation of Total Productive Maintenance in Food Industry
: a case study. Journal of Quality in Maintenance Engineering. 13(1), 1355-2511
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
246
ANALISIS KOMPARATIF ABNORMAL RETURN SAHAM JII DAN NON JII
SEBELUM DAN SESUDAH LIBUR IDUL FITRI
(PERIODE 2009-2013)
Hasanuddin
FPMIPA Universitas Terbuka Jakarta
Abstract: The purpose of this research is to examine differences between abnormal returns
before and after Idul Fitri holidays on Jakarta Islamic Index stock (JII) compared with shares is
not including the Jakarta Islamic Index stock (Non JII). This research is event study with
comparative analysis between abnormal return Jakarta Islamic Index stocks (JII) and that is not
included in the Jakarta Islamic Index stocks (Non JII). The time of research is about five days
before Idul Fitri holidays and five days after the Idul Fitri holidays with period five years from
2009 until 2013. The result of this research is the abnormal returns after Idul Fitri holidays is
higher than before the Idul Fitri holidays, both for JII stock and non JII . However, abnormal
returns JII stock and non JII is not difference with significant.
Keywords : Idul Fitri holidays , Abnormal Return
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan abnormal return sebelum
dan sesudah hari raya Idul Fitri pada saham Jakarta Islamic Index (JII) dibandingkan dengan
saham tidak termasuk Jakarta Islamic Index (Non JII). Penelitian ini merupakan penelitian event
study dengan analisis komparatif antara saham Jakarta Islamic Index (JII) dan saham yang tidak
termasuk dalam Jakarta Islamic Index (Non JII). Waktu pengamatan yaitu lima hari sebelum
hari raya Idul Fitri dan lima hari sesudah hari raya Idul Fitri dengan periode lima tahun 2009-
2013. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa abnormal return sesudah libur Idul Fitri lebih
tinggi dibandingkan dengan sebelum libur Idul Fitri, baik untuk saham JII maupun saham non
JII. Namun abnormal return saham JII dan non JII tidak berbeda secara signifikan.
Kata kunci: Libur Idul Fitri, Abnormal Return
PENDAHULUAN
Seorang investor yang menempatkan sejumlah dana saat ini mengharapkan keuntungan di masa
yang akan datang. Ada investor yang melakukan investasi pada aset-aset finansial dan ada yang
melakukan investasi pada aset-aset riil. Investasi pada aset-aset finansial misalnya berupa saham,
deposito, obligasi dan lain-lain. Sedangkan investasi pada aset-aset riil dapat berupa pendirian
pabrik, pembukaan pertambangan dan lain-lain.
Setiap investor yang melakukan investasi saham akan mendapatkan keuntungan berupa
capital gain, yaitu selisih positif antara harga jual dan harga beli saham serta dividen tunai yang
diterima dari emiten karena perusahaan memperoleh keuntungan. Selain keuntungan yang dapat
diperoleh seorang investor, investor dapat juga mengalami kerugian karena pergerakan harga
saham sangat sulit diprediksi. Saham dikenal dengan karakterisik “high risk-high return” yang
merupakan surat berharga yang memiliki risiko tinggi tetapi memberikan peluang keuntungan
yang tinggi pula. Saham memungkinkan pemodal mendapatkan return atau keuntungan (capital
gain) dalam jumlah yang besar untuk jangka waktu yang cukup singkat. Namun seiring dengan
sangat fluktuatifnya harga saham, maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami
kerugian besar dalam waktu singkat, seperti halnya tidak mendapatkan dividen dan mengalami
kerugian (capital loss).
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
247
Pergerakan harga saham dapat berubah secara cepat karena saham sangat peka terhadap
perubahan- perubahan yang terjadi, baik akibat faktor internal maupun eksternal. Faktor internal
berasal dari dalam perusahaan, yakni berupa kinerja perusahaan (kinerja keuangan maupun
kinerja manajemen), kondisi perusahaan, dan prospek perusahaan. Sedangkan faktor eksternal,
meliputi berbagai informasi di luar perusahaan, seperti kondisi pasar uang, kondisi pasar modal
(supply dan demand), politik, dan isu- isu yang beredar saat ini dapat berperan dalam jatuhnya
harga suatu saham.
Menurut Hartono (2005) terdapat hari-hari tertentu dalam satu minggu secara sistimatis
memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan return yang dihasilkan pada hari-hari lain,
fenomena ini terjadi pada hari senin yang menunjukkan kecenderungan retun yang lebih rendah
dan hari jumat yang menunjukkan kecenderungan return yang lebih tinggi dibandingkan pada
hari lainnya
Menurut Wachtel (1942) dalam Rachmawati (2005) pengaruh hari libur (holiday effect)
yang dikaitkan dengan perubahan harga atau return saham adalah suatu peristiwa yang telah
banyak diteliti, pada sekitar hari libur ditemukan adanya kecenderungan tingkat pengembalian
saham pada hari sebelum libur dan atau sesudah hari libur akan lebih tinggi dari pada tingkat
pengembalian saham pada hari-hari biasa. Peristiwa tersebut biasa disebut dengan Holiday effect
. Pada bulan Januari return atau keuntungan saham lebih tinggi dibandingkan dengan return pada
bulan-bulan lainnya, hal ini dikenal dengan Januari Effect
Terhadap fenomena Holiday Effect ditemukan perbedaan Holiday Effect di Amerika
bertolak belakang dengan Holiday Effect di Indonesia. Perbedaannya terletak pada respon
investor dalam menghadapi hari libur, di Amerika menjelang masuk liburan sengaja melakukan
pembelian saham agar harga saham naik, sedangkan investor di Indonesia justru menjual saham
mereka karena takut terhadap penyebaran informasi yang kurang merata menjelang liburan,
sehingga pasar khawatir ada perkembangan informasi yang mengakibatkan ketidak pastian, oleh
karena itu untuk mengurangi risiko pelaku pasar bersikap untuk memegang saham pada saat hari
libur , dan menjualnya sesudah hari libur dampaknya terjadi penurunan harga saham di pasar
(Sulfian, 2010 dalam Salim 2005)
Terdapat hasil yang berbeda-beda pada penelitian yang terkait dengan pengaruh hari
libur Idul Fitri terhadap return saham. Latifah (2012) dalam penelitiannya melakukan analisis
perbedaan return saham sebelum dan sesudah hari libur keagamaan serta hari libur nasional
menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan, menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
return saham sebelum dan sesudah hari libur keagamaan. Rachmawati (2005) dalam
penelitiannya Pengaruh Hari Libur Tahun Baru dan Libur Lebaran terhadap abnormal return
pada perusahaan sektor industri barang konsumsi, membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan
abnormal return antara sebelum hari libur tahun baru dan sesudah libur tahun baru dan tidak ter
dapat abnormal return sebelum libur lebaran dan sesudah lebaran. Chomariah (2004) dalam
penelitiannya tentang pengaruh hari libur nasional terhadap return saham harian di Bursa Efek
Jakarta menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada hari
perdagangan sesudah hari libur senin dan selasa. Hamid (2003) dalam penelitiannya tentang
pengaruh hari libur terhadap return saham studi empiris terhadap Indeks harga saham gabungan
(IHSG), menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan hari perdagangan pra libur terhadap
return saham, sedangkan hari perdagangan pasca libur tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham. Dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian lebih jauh tentang perbedaan
abnormal return saham JII dan non JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri.
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
248
KAJIAN TEORI
Efisiensi Pasar Modal. Pasar yang efisien adalah pasar di mana harga semua sekuritas yang
diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Informasi yang tersedia
bisa meliputi semua informasi yang tersedia baik informasi di masa lalu maupun infromasi saat
ini serta informasi yang bersifat sebagai pendapat/opini rasional yang beredar di pasar yang bisa
mempengaruhi perubahan harga.
Ada beberapa kondisi yang harus terpenuhi untuk tercapainya pasar yang efisien yaitu : (1)
Ada banyak investor yang rasional dan berusaha untuk memaksimalkan profit. Investor˗investor
tersebut secara aktif berpartisipasi di pasar dengan menganalisis, menilai dan melakukan
perdagangan di pasar; (2) Semua pelaku pasar dapat memperoleh informasi pada saat yang sama
dengan cara yang murah dan mudah; (3) Informasi yang terjadi berifat random; (4) Investor
bereasksi secara cepat terhadap infomasi baru sehingga harga sekuritas akan berubah sesua
dengan perubahan nilai sebenarnya akibat informasi tersebut.
Karena informasi yang mempengaruhi harga sekuritas terjadi secara random maka
perubahan harga yang terjadi akan bersifat independen satu dengan lainnya dan bergerak secara
random pula dengan kata lain perubahan harga hari ini tidak tergantung kepada perubahan harga
yang terjadi diwaktu yang lalu karena harga baru berdasarkan reaksi investor terhadap informasi
baru yang terjadi.
Menurut Fama (1970) dalam Tandelilin (2010) mengklasifikasikan bentuk pasar yang
efisien ke dalam tiga bentuk sebagai berikut : (1) Efisien dalam bentuk lemah (weak form).
Pasar efisien dalam bentuk lemah berarti semua informasi di masa lalu akan tercermin dalam
harga yang terbentuk sekarang (historis) sehingga historis tersebut tidak bisa lagi digunakan
untuk meprediksi perubahan harga di masa yang akan datang, karena sudah tercermin pada harga
saat ini. Implikasinya investor tidak akan bisa memprediksi nilai pasar saham di masa datang
dengan menggunakan data historis; (2) Efisiensi dalam bentuk setengah kuat (semi strong).
Pasar efisiensi bentuk setengah kuat berarti harga pasar saham saat ini mencerminkan semua
informasi masa lalu (historis) dan informasi yang dipublikasi saat ini. Pada pasar efisien bentuk
setengah kuat, return tak normal hanya terjadi di seputar pengumuman suatu peristiwa sebagai
representasi dari respon pasar terhadap pengumuman tersebut. Bila return tak normal yang
terjadi berkepanjangan mencerminkan sebagian respons pasar terlambat dalam menyerap atau
menginterpretasi informasi dan dengan demikian dianggap pasar tidak efisien dalam bentuk
setengah kuat. (3) Efisiensi Bentuk Kuat. Pasar efisiensi bentuk kuat berarti harga saham saat
ini mencerminkan semua informasi masa lalu, informasi yang dipublikasikan saat ini , dan
informasi yang tidak terpublikasi. Pada pasar efisien bentuk kuat tidak akan ada seorang investor
yang bisa memperoleh return tak normal.
Studi Peristiwa (Event Study). Studi peristiwa (Event study ) mempelajari reaksi pasar terhadap
suatu peristiwa (envent) yang informasinya dipublikasikan ke pasar. Bila susatu informasi
dipublikasikan ke pasar maka pasar akan beraksi, reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya
perubahan harga skuritas (Jogiyanto, 2005:70).
Menurut Peterson (1999) dalam Rachmawati (2005) Event study adalah suatu jenis
pengamatan mengenai pergerakan harga saham di pasar modal untuk mengetahui apakah ada
abnormal return yang diperoleh pemegang saham akibat dari suatu peristiwa tertentu. Tujuan
dari event study adalah untuk mengukur hubungan antara peristiwa yang yang mempengaruhi
skuritas dan pendapatan atau return (Tandelilin, 2000). Event study dapat digunakan untuk
melihat reaksi pasar modal dalam hal harga saham terhadap suatu peristiwa tertentu. Metodologi
event study dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal yang tercermin dalam harga
saham perusahaan terhadap suatu peristiwa tertentu.
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
249
Terdapat beberapa peristiwa yang menyebabkan perubahan harga skuritas yaitu : pemecahan
saham (stock split), penawaran perdana (initial public offering), pengumuman dividen (dividend
announcement), pengumuman merjer, pengumuman peristiwa politik, pengumuman peristiwa
ekonomi dan lainnya.
Anomali Pasar. Anomali pasar menunjukkan suatu fenomena yang terjadi berulang-ulang dan
secara konsisten menyimpang dari kondisi pasar yang efisien secara informasi (Jogiyanto,
2005:96).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya ketidak beraturan pergerakan harga
yang terjadi dipasar modal. Anomali pasar merupakan teknik-teknik atau strategi-strategi yang
berlawanan dengan konsep pasar efisien , adanya anomali pasar ini menimbulkan terjadinya
Abnormal Return saham.
Anomali pasar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, anomali yang berada
dalam kelompok fundamental perusahaan sedikitnya ada empat macam : (1) Anomali perusahaan
(firm anomalies); (2) Anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies); (3) Anomali akuntansi
(accounting anomalies); (4) Anomali musiman (seasonal anomlies).
Anomali perusahaan adalah return berhubungan dengan ukuran perusahaan (size effect),
anomali akuntansi adalah rasio nilai buku dan nilai pasar (book value to marekt value ratio).
Pada Low Price Earning Rasio Effect (PER) yang terjadi adalah saham yang memiliki Low
Price Earning Rasio rendah akan mendapatkan keuntungan yang meningkat, seharusnya tidak
ada hubungan antara Low Price Earning Rasio Effect (PER) dengan harga saham bila pasar
modal dalam keadaan efisien, karena pada pasar efisien semua informasi semua informasi
termasuk informasi Low Price Earning Rasio Effect (PER) terserap dengan cepat sehingga harga
saham secara cepat menuju harga keseimbangan baru, dan investor seharusnya tidak dapat
memperoleh abnormal return.
Terdapat anomali jenis lain yang tidak termasuk dalam kelompok fundamental perusahaan
yaitu anomali kalender yang berhubungan dengan penanggalan dan hari˗hari tertentu serta hari
libur (holiday effect), pada holiday effect terjadi kecenderungan return saham pada hari sebelum
dan sesudah hari libur mengalami perubahan, return saham satu hari sebelum libur dan sehari
sesudah libur mengalamai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan return saham di hari
biasa.
Pada Januari Effect, biasa terjadi kecenderungan harga saham akan menurun pada bulan
Desember dan kemudian akan naik di awal bulan Januari. Pada Size effect secara umum terjadi
kecenderungan bahwa perusahan dengan size kecil menunjukkan keuntungan yang meningkat,
yang pada akhirnya mempengaruhi harga sahamnya.
Holiday Effect. Holiday Effect adalah anomali musiman yang terjadi pada tingkat pengembalian
(return) saham dalam perdagangan sebelum dan/atau sesudah libur (Sukamulja, 2004).
Holiday Effect menunjukkan kecenderungan tingkat pengembalian saham pada hari sebelum
libur (pre-holiday return) dan/atau sesudah libur (post-holiday return) akan lebih tinggi daripada
tingkat pengembalian saham pada hari-hari biasa lainnya (non-holiday).
Kegiatan pasar modal di Bursa Effect Indonesia memiliki beberapa hari libur, yang pada
hari libur tersebut tidak ada aktivitas jual beli saham. Hari-hari libur tersebut antara lain : Libur
tahun baru Masehi, libur tahun baru Hijriyah, libur Idul Fitri, libur Imlek, libur waisak, libur
Nyepi, libur Natal, libur Idul Adha, libur Maulid, libur Isra‟ mi‟raj, libur wafat Yesus, libur
kenaikan Yesus, libur hari Kemerdekaan.
Return Saham. Terdapat beberapa pengertian Return yang dipakai dalam dunia investasi.
Menurut Fahmi (2011: 151), beberapa pengertian return antara lain yaitu: (1) Return ekspektasi
(expected return). Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
250
investor di masa mendatang; (2) Return realisasi (realized return). Return realisasi merupakan
return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis.
Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis yaitu current
income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan selisih harga): (1) Current
income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti
dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat
diuangkan secara cepat. Misalnya dividen saham yaitu dibayarkan dalam bentuk saham yang
bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual saham yang diterimanya; (2) Capital gain
(loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham
sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya.
Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1)
maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang
saham akan mengalami capital loss.
Jogiyanto (2000) merumuskan return saham sebagai berikut:
Return Saham =Sebelumnya Saham Harga
Sebelumnya Saham Harga - Sekarang Saham Harga
Ri,t = 1-ti,
1-ti,ti,
P
PP
Ri,t = Pendapatan Aktual saham i pada bulan t
Pi,t = Harga saham i pada bulan t
Pi,t-1 = Harga saham i pada bulan t-1
Return Ekpektasi. Menurut Brown dan Waner (1985) dalam Rachmawati (2005) ada beberapa
model untuk melakukan estimasi terhadap ruturn ekspektasi, salah satu modelnya disebut
Market Adjusterd Return dengan persamaan E[Ri,t] = Rm, dengan 1
1
t
tt
mtIHS
IHSIHSR
adalah
return Pasar yaitu model disesuaikan pasar dan menggangap bahwa praduga yang terbaik untuk
melakukan estimasi suatu skuritas adalah return Indeks pasar, di sini return pasar yang diestimasi
adalah sama dengan return Indeks pasar.
Misalnya pada hari pengumuman peristiwa return Indeks pasar adalah 18%, maka return
ekspektasi semua skuritas di hari yang sama tersebut adalah sama dengan return Indeks
pasarnya, yaitu 18% juga (Jogiyanto, 2000)
Abnormal Return. Abnormal Return adalah Return yang diperoleh investor saat return tersebut
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Abnormal Return dihitung dari selisih antara return yang
diharapkan atau return ekspektasi dengan return yang didapatkan atau return sesungguhnya
(Jogiyanto , 2000) Sehingga return tersebut bisa positif dan bisa juga negatif.
RTNi,t = Ri,t – E[Ri,t]
RTNi,t = abnormal return sekuritas I pada periode peristiwa ke-t
Ri,t = return sesungguhnya yang terjadi sekuritas I pada periode
peristiwa ke-t
E[Ri,t] = return ekspektasi sekuritas I pada periode peristiwa ke-t
Terjadi Abnormal Return dapat disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu misalnya adanya hari libur (holiday effect), libur nasional, libur keagamaan, libur awal dan akhir tahun dan
kejadian lain seperti suasana politik yang tidak menentu, penawaran perdana saham dan lain-
lain.
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
251
Kerangka Pemikiran Teoritis
Ha1
Ha3 Ha4
Ha2
Hipotesis
Ha1 = terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham JII .
Ha2 = terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham non
JII .
Ha3 = terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri
Ha4 = terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri
.
METODE
Desain Penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
studi komparatif untuk menguji hipotesis berupa uji beda abnormal return saham sebelum dan
sesudah libur Idul Fitri terhadap abnormal return saham yang termasuk ke dalam Jakarta Islamic
Indeks dengan saham Non Jakarta Islamic Indeks. Pengamatan harga saham dilakukan mulai
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
Data dan Metode Pengumpulan Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
skunder, yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2009 – 2013, berupa harga
saham dari perusahaan-perusahaan yang termasuk Jakarta Islamic Indeks, yaitu perusahaan yang
memenuhi unsur syariah Islam dan perusahaan yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic
Indeks.
Variabel dan Pengukuran Variabel. Variabel penelitian ini adalah harga penutupan saham
(Closing Price) sebelum dan sesudah libur Idul Fitri, baik dari saham JII maupun non JII.
Populasi dan Metode Sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua saham yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia, dengan mengambil sampel saham perusahaan yang terdaftar
dalam Jakarta Islamic Indeks dan Saham lain yang bergerak dalam sektor yang sama dengan
saham Jakarta Islamic Indeks.
Metode pengambilan sampel purposive sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel
nonprobabilitas. Data yang digunakan adalah harga saham dari perusahaan yang termasuk dalam
Jakarta Islamic Indeks (JII) dan data saham yang bukan termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks.
Saham Jakarta Islamic Indeks (JII) berjumlah 30 emiten digunakan seluruhnya setiap tahun
dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, sedangkan untuk saham non Jakarta Islamic Indeks
(Non JII) digunakan dengan jumlah yang sama dengan saham Jakarta Islamic Indeks (JII) yaitu
30 emiten dengan kriteria memiliki sektor yang sama dengan saham Jakarta Islamic Indeks (JII)
Abnormal Return
Saham JII Sebelum
Libur Idul Fitri
Abnormal Return
Saham JII Sesudah
Libur Idul Fitri
Abnormal Return
Saham
Non JII Sebelum Libur
Abnormal Return
Saham Non JII Sesudah
Libur Idul Fitri
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
252
dan dengan memperhatikan harga penjualan yang mendekati dengan harga saham Jakarta Islamic
Indeks (JII).
Tahapan Analisis Data. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut : (1)
Mengidentifkasi tanggal hari libur Idul Fitri tahun 2009 sampai dengan 2013; (2) Menentukan
periode dimana return saham diukur yaitu selama 10 hari ( t = ˗5 sampai t = 5) lima
hari sebelum libur Idul Fitri dan lima hari sesudah dengan windows period sebagai berikut :
(3) Mendata harga saham harian sekuritas˗i baik JII maupun Non JII pada waktu t (Pi,t) dan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) JII dan Non JII; (4) Menghitung return saham
sekuritas˗i pada waktu t (Ri,t); (5) Menghitung return Pasar (Rmt); (6) Menghitung Pendapatan
Saham Yang diharapkan E[Ri,t] = Rmt; (7) Menghitung Abnormal Return (AR) = Rit ˗ E[Ri,t];
(8) Menghitung nilai Cumulatif Abnormal Return (CAR); (9) Menentukan nilai signifikansi,
menggunakan SPSS.16; (10) Menarik kesimpulan.
Pengujian Hipotesis. Pengujian hitpotesis menggunakan langkah˗langkah teknik analisis
sebagai berikut : (1) Menghitung return saham sesunggunya pada saham JII dan Non JII sebelum
dan sesudah libur idul fitri
Ri,t = 1-ti,
1-ti,ti,
P
PP
Ri,t = Pendapatan Aktual saham i pada bulan t
Pi,t = Harga saham i pada bulan t
Pi,t-1 = Harga saham i pada bulan t-1
(2) Menghitung Return Pasar (Rm) pada saham JII dan Non JII sebelum dan sesudah libur idul
fitri
1
1
t
tt
mtIHS
IHSIHSR
Rmt = Pendapatan pasar hari t
IHSt = Indeks Harga Saham pada bulan t
IHSt˗1 = Indeks Harga Saham pada bulan t˗1
(3) Menghitung Pendapatan Saham Yang diharapkan (return ekspektasi) pada saham JII dan
Non JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri. Menggunakan model Market Adjusterd Return
yaitu model disesuaikan pasar dan menggangap bahwa praduga yang terbaik untuk melakukan
estimasi return ekspektasi suatu skuritas adalah return Indeks pasar, di sini return ekspetasi yang
diestimasi adalah sama dengan return Indeks pasar. E[Ri,t] = Rm; (4) Menghitung Pendapatan
Tidak Normal (Abnormal Return) pada saham JII dan Non JII sebelum dan sesudah libur Idul
Fitri. Pendapatan tidak normal (Abnormal Return) saham selama periode kejadian yaitu sebagai
selisih antara actual return dan expected return baik pada saham JII maupun Non JII dengan rumus : ARi,t = Ri,t ˗ E(Ri,t)
ARi,t = abnormal return saham i pada hari t
Ri,t = actual return untuk saham i pada hari t
E(Ri,t) = ecpected return untuk saham i pada hari t
(5) Untuk menguji Ha1 dan Ha2 dilakukan dengan Paired Sample t test. Seluruh perhitungan
dan pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan abnormal return antara sebelum
libur Idul Fitri dan abnormal return sesudah Libur Idul Fitri saham JII dan Non JII menggunkan
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
253
bantuan SPSS dengan analisis menggungakan paired sample t˗tes. Paired sample t˗tes
menganalisa perbandingan dua sampel yang berpasangan dengan subyek yang sama.
Sample dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kelompok
abnormal return sebelum libur Idul Fitri dan kelompok abnormal return sesudah libur Idul Fitri
dari saham yang tergolong Jakarta Islamic Indeks dan yang Non JII. Membandingkan sebelum
dan sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dengan taraf signifikansi 5% bila taraf signifikansi <
5% (0.05) terima Ha1 yang menyatakan terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan
sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dan membandingkan sebelum dan sesudah libur Idul Fitri
pada saham Non JII dengan taraf signifikansi 5% bila taraf signifikansi < 5% (0.05) terima Ha2
yang artinya terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur idul fitri pada
saham Non JII; (6) Untuk menguji Ha3 dan Ha4 dilakukan dengan Independent Sample t test.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan abnormal return antara sebelum libur Idul Fitri
antara saham JII dan Non JII serta abnormal return sesudah Libur Idul Fitri antara saham JII dan
Non JII digunakan Independet sample t˗tes karena kedua sampel berbeda, menggunkan
bantukan SPSS. Independet sample t˗tes menganalisa perbandingan dua sampel yang
berpasangan dengan subyek yang berbeda.
Sampel dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu kelompok
abnormal return sebelum libur Idul Fitri saham JII dan kelompok abnormal return saham Non
JII dan abnormal return sesudah Idul Fitri saham JII dan Non JII. Untuk pengujian abnormal
return JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri itu dibandingkan dengan menggunakan SPSS
dengan taraf signifikansi 5% bila signifikansi < 5% (0.05) terima Ha3 yang artinya terdapat
perbedaan abnormal return sebelum libur Idul Fitri pada saham JII dengan Non JII. Untuk
pengujian Ha4 abnormal return JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri itu dibandingkan dengan
menggunakan SPSS dengan taraf signifikansi 5% bila signifikansi < 5% (0.05) terima Ha4 yang
artinya terdapat perbedaan abnormal return sesudah libur Idul Fitri pada saham JII dengan Non
JII.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif Abnormal Return Saham Jakarta Islamic Indeks (JII). Statistik
deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari nilai minimum,
nilai maksimum, range, rata-rata, simpangan baku (standar deviation) dari setiap variabel.
Statistik deskriptif pada penelitian ini adalah nilai minimum, nilai maksimum, range, rata-rata,
simpangan baku (standar deviation) dari abnormal return saham yang tergabung dalam Jakarta
Islamic Indeks sebelum dan sesudah idul fitri.
Pengamatan yang dilakukan adalah 10 (sepuluh) hari yaitu 5 (lima) hari sebelum Idul Fitri
dan 5 (lima) hari sesudah Idul Fitri yang meliputi 30 emiten selama lima tahun mulai tahun 2009
sampai dengan 2013.
Tabel 1. Abnormal Return Saham JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri
Tahun 2009 sd. 2013
SEBELUM
Idul Fitri
SESUDAH
Idul Fitri
N 150 150
MIN -0,8003 -0,1088
MAX 0,3136 0,5682
RANGE 1.1139 0,6770
MEAN -0,17629 0,020217
SD 0,1035366 0,0860164
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
254
Berdasarkah hasil penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
saham Jakarta Islamic Indeks JII nilai minimum mengalami kenaikan dari -0,8003 menjadi -
0,1088 , nilai maksimum mengalami kenaikan dari maximum 0,3136 menjadi maximum 0,5682
yang berarti saham JII sesudah libur Idul Fitri menunjukkan abnormal return yang lebih baik
karena menuju kearah positip, jangkaun (range) sesudah libur Idul Fitri semakin kecil dari
1.1139 menjadi 0,6770, nilai rata-rata sesudah Idul Fitri mengalami kenaikan sebelum Idul Fitri
-0,17629 sesudah Idul Fitri menjadi 0,020217 kenaikan rata-rata abnormal return dari sebelum
libur Idul Fitri dengan sesudah libur Idul Fitri sebesar 0.19607 , simpangan baku sesudah libur
idul fitri semakin kecil dari 0,1035366 menjadi 0,0860164.
Grafik 1 menggambarkan pergerakan Abnormal Return dari tahun 2009 sampai dengan
2013 pada saham Jakarta Islamic Indeks menunjukkan menjelang lima hari menuju empat hari
sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan Abnormal Return dan turun menjelang hari ketiga
sebelum libur Idul Fitri menjelang satu hari sebelum libur Idul Fitri kenaikan abnormal return
semakin kecil. Sebelum libur Idul Fitri nilai abnormal return negatif jadi walaupun mengalami
kenaikan namun dalam keadaan capital loss. Setelah libur Idul Fitri satu hari abnormal return
mengalami kenaikan yang tajam dan positif kemudian setelah itu mengalami turun sedikit tetapi
tetap abnormal return-nya lebih besar dari pada abnormal return sebelum libur Idul Fitri. Pada
cumulatif abnormal return terlihat jelas mengalami kenaik terus setelah libur Idul Fitri dan
bernilai positif tiga hari setelah libur Idul Fitri, yang berarti juga setelah libur Idul Fitri
mengalami capital gain.
Grafik 1. Abnormal Return Saham JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri
Selama lima tahun dari tahun 2009 sd. 2013
Pada Grafik 2 terlihat saham Non JII menjelang empat hari sebelum libur Idul Fitri
mengalami kenaikan Abnormal Return dan mengalami kenaikan yang sangat kecil hingga satu
hari sebelum libur Idul Fitri. Setelah libur Idul Fitri abnormal return mengalami kenaikan yang
tajam kemudian turun sedikit namun abnormal return setelah libur Idul Fitri tetap lebih besar
dibandingkan sebelum libur Idul Fitri. Cumulatif abnormal return mengalami penurunan
sebelum libur Idul Fitri dan kenaikan setelah libur Idul Fitri. Cumulatif abnormal return
menunjukkan angka yang negatif yang berarti saham Non JII walaupun mengalami kenaikan
sesudah libur Idul Fitri tetapi dalam keadaan capital looss ini berbeda dengan saham JII yang
mengalami capital gain tiga hari setelah libur Idul Fitri.
-0.02000
-0.01500
-0.01000
-0.00500
0.00000
0.00500
0.01000
-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5
Rataan AR th 2009-2013 CAR th 2009-2013
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
255
Grafik 2. Abnormal Return Saham Non JII Sebelum dan Sesudah Idul Fitri
Selama lima tahun dari tahun 2009 sd. 2013
Statistik Deskriftif Abnormal Return Saham sebelum dan sesudah libur Idul Fitri saham
JII dan Non JII
Tabel 2. Abnormal Return Saham sebelum dan sesudah libur Idul Fitri
saham JII dan Non JII
SEBELUM IDUL
FITRI
SESUDAH
IDUL FITRI
SAHAM JII -0.17629 0.020217
SAHAM NON
JII -0.13848 0.018256
Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 perbandingan abnormal return
antara sebelum dan sesudah libur Idul Fitri saham JII dan Non JII memiliki perbedaan,
abnormal return saham JII maun non JII sesudah libur Idul Fitri lebih besar dibandingkan
sebelum libur Idul Fitri sedangkan perbandingan antara saham JII dan Non JII sebelum dan
sesudah libur Idul Fitri menunjukkan perbedaan yang sangat kecil. Sebelum libur Idul Fitri
abnormal return saham JII dan Non JII bertanda negatif dan saham JII sedikit lebih kecil
dibandingkan saham Non JII yang berarti aksi jual untuk saham JII lebih besar dibandingkan
dengan saham Non JII, setelah libur Idul Fitri abnormal return saham JII dan Non JII bertanda
positif dan saham JII sedikit lebih besar dibandingkan dengan saham non JII yang berarti aksi
beli pada saham JII lebih besar dibandingkan dengan abnormal return saham Non JII.
Analisis Penelitian. Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks
sebelum dan sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajikan dalam
Tabel 3 berikut ini :
-0.0800
-0.0700
-0.0600
-0.0500
-0.0400
-0.0300
-0.0200
-0.0100
0.0000
0.0100
0.0200
-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5
Rataan AR th 2009-2013 CAR th 2009-2013
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
256
Tabel 3. Paired Samples Test Abnormal Return Saham JII sebelum dan sesudah libur Idul Fitri
selama lima tahun, 2009 sd. 2013
Mean
Std.
Deviati
on
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference t df
Sig.
(2-
tailed) Lower Upper
-
.037846
0
.140039
0
.011434
1 -.0604400 -.0152520 -3.310 149 .001
Hasil pengolahan data yang disajikan pada Tabel 3 tersebut di atas menunjukkan
Signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis H1 yang menyatakan terdapat perbedaan
abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Jakarta Islamic Indeks
dinyatakan diterima.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil dari Gerryl Mewengkang (2007) dan Uli Latifah
(2012) membuktikan bahwa even Idul Fitri atau Libur keagamaan tidak mempunyai perngaruh
terhadap return saham atau tidak terdapat perbedaan return saham sebelum dan sesudah libur
keagamaan termasuk libur Idul Fitri, tetapi memperkuat hasil penelitian dari Syahril Hamid
(2003) dan Siti Chomariah (2004) pada penelitiannya masing˗masing menemukan adanya
pengaruh hari libur terhadap return saham.
Hasil pengolahan data Abnormal Return dari saham Non Jakarta Islamic Indeks sebelum dan
sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajika dalam Tabel 4 berikut
ini :
Tabel 4. Paired Samples Test Abnormal Return Saham Non JII sebelum dan sesudah libur Idul
selama lima tahun, 2009 sd. 2013
Mean
Std.
Deviati
on
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference t df
Sig.
(2-
tailed) Lower Upper
-.0321040 .097422
5 .0079545 -.0478222
-
.0163858 -4.036 149 .000
Hasil pengolahan data yang telah dilakukan yang disajikan pada Tabel 4 tersebut di atas
menunjukkan Signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis 2 yang menyatakan
Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Non
Jakarta Islamic Indeks dinyatakan diterima.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil dari Gerryl Mewengkang (2007) dan Uli
Latifah (2012) membuktikan bahwa even Idul Fitri atau Libur keagamaan tidak mempunyai
perngaruh terhadap return saham atau tidak terdapat perbedaan return saham sebelum dan
sesudah libur keagamaan termasuk libur Idul Fitri, tetapi memperkuat hasil penelitian dari
Syahril Hamid (2003) dan Siti Chomariah (2004) pada penelitiannya masing˗masing
menemukan adanya pengaruh hari libur terhadap return saham.
Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks dan Non Jakarta
Islamic Indeks sebelum sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013
disajikan dalam tabel berikut ini :
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
257
Tabel 5. Independent Samples Test JII dan NON JII Sebelum Libur Idul Fitri
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
taile
d)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Ar_s
blm_
IF_5t
h
Equal
variances
assumed
.263 .608 -
.385 298 .700
-
.0037807
.009819
3
-
.0231045 .0155432
Equal
variances
not
assumed
-
.385
241.74
1 .701
-
.0037807
.009819
3
-
.0231229 .0155615
Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 5 signifikansi pada uji Levene's
Test for Equality of Variances = 0.608 > 0,05 menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang
sama maka pada uji-t menggunakan equal variances assumed dengan nilai signifikansi sebesar
0,700 lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa perbedaannya abnormal return saham JII dan
Non JII sebelum libur Idul Fitri tidak signifikan, hipotesis 3 ditolak yang berarti tidak terdapat
perbedaan abnormal return antara saham JII dan Non JII sebelum libur Idul Fitri.
Hasil pengolahan data abnormal return dari saham Jakarta Islamic Indeks dan Non Jakarta
Islamic Indeks sesudah Idul Fitri selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 disajikan dalam
tabel berikut ini :
Tabel 6. Independent Samples Test JII dan NON JII Sesudah Libur Idul Fitri
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
AR_stl
h_IF_5
TH
Equal
variances
assumed
2.279 .132 .219 298 .827 .001961
3 .0089605
-
.015672
5
.0195951
Equal
variances
not
assumed
.219 283.1
9 .827
.001961
3 .0089605
-
.015676
2
.0195989
Memperhatikan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 6. signifikansi pada uji Levene's
Test for Equality of Variances = 0.132 > 0,05 menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang
sama maka pada uji-t menggunakan equal variances assumed dengan nilai signifikansi dari hasil
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
258
penelitian seperti pada tabel 5.2.4 sebesar 0,827 lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa
perbedaannya abnormal return saham JII dan Non JII sesudah libur Idul Fitri tidak signifikan,
Hipotesis 4 ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan abnormal return antara saham JII dan
Non JII sesudah libur Idul Fitri.
Analisis secara menyeluruh selama lima tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013 pada
saham yang termasuk ke dalam Jakarta Islamic Indeks menunjukkan bahwa Abnormal Return
sesudah libur Idul Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul Fitri.
Menjelang lima hari menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan
Abnormal Return namun kenaikan tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan Abnormal
Return sesudah libur Idul Fitri, sedangkan empat hari menuju tiga hari sebelum libur Idul Fitri
Abnormal Return mengalami penurunan. Kejadian tersebut dapat terjadi menjelang lima hari
menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri karena banyaknya investor yang melakukan
pembelian saham sehingga dapat terjadi kenaikan Abnormal Return, sedangkan empat hari
menuju tiga hari menjelang libur Idul Fitri terhadi banyak penjualan saham oleh para investor
karena para investor memerlukan uang cash dalam pemenuhan libur Idul Fitri, sesudah libur Idul
Fitri secara umum para investor banyak melakukan pembelian untuk memulai aktifitas bisnis
sehingga karena lebih banyak pembelian dari pada yang melakukan penjualan saham maka
terjadi kenaikan Abnormal Return.
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan sebelum dan sesudah libur Idul Fitri
menunjukkan terjadi holiday effect terbukti dengan adanya perbedaan abnormal return yang
signifikan. Abnormal return sesudah libur Idul Fitri lebih tinggi dibandingkan dengan abnormal
return sebelum libur Idul Fitri. Pengaruh libur Idul Fitri terjadi baik pada saham yang termasuk
dalam Jakarta Islamic Indeks maupun saham yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks.
Pada saham Non JII memiliki kejadian yang hampir sama dengan yang terjadi pada saham
JII yaitu menjelang lima hari menuju empat hari sebelum libur Idul Fitri mengalami kenaikan
abnormal return namun masih lebih kecil dengan abnormal return sesudah libur Idul Fitri,
setelah libur Idul Fitri menunjukkan kenaikan abnormal return hal ini terjadi karena sebelum
libur Idul Fitri banyak terjadi penjualan saham untuk mendapatkan uang cash dalam pemenuhan
libur Idul Fitri dan setelah libur Idul Fitri terjadi aktivitas pembelian saham kembali oleh para
investor untuk memulai kegiatan bisnis.
Sedangkan analisis data yang membandingkan antara abnormal return saham yang termasuk
dalam Jakarta Islamic Indeks dan yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks sebelum
libur Idul Fitri menunjukkan perbedaan yang sangat kecil dan tidak signifikan sehingga
dikatakan tidak ada perbedaan abnormal return sebelum libur Idul Fitri. Demikian halnya
perbandingan abnormal return saham Jakarta Islamic Indeks dan saham bukan Jakarta Islamic
Indeks sesudah libur idul Fitri tidak ada perbedaan yang signifikan, karena perbedaannya sangat
kecil.
Secara umum dapat dikatakan walaupun saham yang termasuk dalam Jakarta Islamic Indeks
berbasis syariah Islam tidak mempunyai perbedaan dengan saham lain yang tidak berbasis
syariah, karena kedua jenis saham tersebut terhadap libur hari raya Islam yaitu Idul Fitri sama-
sama mengalami perubahan abnormal return, kedua saham tersebut sesudah libur Idul Fitri
menunjukkan abnormal return yang lebih besar dibandingkan dengan abnormal return sebelum
libur Idul Fitri. Walaupun terdapat perubahan kenaikan baik pada saham JII dan Non JII sesudah
libur Idul Fitri pada saham JII menunjukkan nilai abnormal return dan cumulataif abnormal
return yang bernilai positif sedangkan saham Non JII menunjukkan nilai negatif, berarti bila
saham JII mengalami kenaikan dalam posisi capital gain sedangkan saham Non JII berada dalam
capital loss.
Hasanuddin 246 – 259 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
259
PENUTUP
Kesimpulan. Dari hasil pengolahan dan analisis komparatif Abnormal Return saham yang
termasuk dalam Jakakarta Islamic Indeks dan saham yang tidak termasuk dalam Jakarta Islamic
Indeks sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada periode 2009-2013 dapat disimpulkan sebagai
berikut : Pertama. Terdapat perbedaan Abnormal Return sebelum dan sesudah libur Idul Fitri
pada saham Jakarta Islamic Indeks (JII), rata-rata Abnormal Return saham JII sesudah libur Idul
Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul Fitri; Kedua. Terdapat perbedaan Abnormal Return
sebelum dan sesudah libur Idul Fitri pada saham Non Jakarta Islamic Idneks (non JII ), rata-rata
Abnormal Return saham Non JII sesudah libur Idul Fitri lebih besar dari pada sebelum libur Idul
Fitri; Ketiga. Tidak terdapat perbedaan Abnormal Return antara saham Jakarta Islamic Indeks
(JII) dan Non Jakarta Islamic Indeks (non JII) sebelum libur Idul Fitri; Keempat. Tidak
terdapat perbedaan Abnormal Return antara saham Jakarta Islamic Indeks (JII) dan Non Jakarta
Islamic Indeks (non JII) sesudah libur Idul Fitri .
Saran. (1) Bagi para investor yang memiliki dana lebih sebaiknya membeli saham sebelum libur
Idul Fitri dan menjualnya sesudah libur Idul Fitri untuk mendapatkan keuntungan, karena
kebanyakan investor sebelum libur Idul Fitri melakukan penjualan untuk memenuhi kebutuhan
uang cash dalam menghadapi libur Idul Fitri dan membeli setelah libur Idul Fitri; (2) Untuk
penelitian selanjutnya disarankan menambah kurun waktu penelitian lebih dari lima tahun dan
menggunakan seluruh saham Non JII sebagai pembanding, tidak hanya sejumlah saham JII.
DAFTAR RUJUKAN
Chomariah, Siti. 2004. Pengaruh Hari Libur Nasional Terhadap Return Saham Harian di Busrsa
Efek Jakarta. Tesis Pasca Sasrjana (tidak diterbitkan). Semarang : Universitas Dipanegoro.
Fahmi, Irham. 2011. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Teori dan Soal Jawab. Bandung :
Alfabeta,CV.
Hamid, Syahril. 2003. Pengaruh Hari Libur Terhadap Return Pasar. Tesis (tidak diterbitkan).
Semarang : Universitas Diponegoro.
Hartono, Jogiyanto. 2005. Pasar Efisien Secara Keputusan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. edisi pertama. Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA.
Latifah, Uli. 2012. Analisis Perbedaan Return Saham Sebelum Dan Sesudah Hari Libur
Keagamaan Serta Hari Libur Nasional.Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
Mewengkang, Gerryl. 2007. Pengaruh Hari Libur Umum Terhadap Return Saham dan Volume
Perdagangan Perusahan LQ-45 di BEJ. Skripsi (tidak diterbitkan). Surabaya. Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi PERBANAS.
Rachmawati, Rina. 2005. Pengaruh Hari Libur Tahun Baru dan Libur Lebaran Terhadap
Abnormal Return Pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi. Tesis Pasca Sarjana
(tidak diterbitkan). Semarang : Universitas di Ponegoro.
Salim, Bastian dan Saint John. 2006. Pengaruh Holiday Effect Terhadap Return Indonesia
Composite Index. Tesis Pasca Sarjana (tidak diterbitkan). Surabaya : Unversitas Kristen
Petra Surabaya.
Sukamulja, Sukmawati. 2004. "Good corporate governance di Sektor Keuangan: Damapak
GCG terhadap Kinerja Perusahaan (kasus di Bursa Efek Jakarta)". BENEFIT.
Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi. Jogjakarta: Kanisius.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
260
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP MANAJEMEN
LABA PADA PERBANKAN SYARIAH PERIODE 2010-2013
Lety Puspitosari
Fakultas Ekonomi Unissula Semarang
Abstract: Transparency in disclosing the financial statements is required by decision makers as
appropriate balance and adequate information so important to the company . In the present
financial statements , management took accounting method with a specific purpose . This is
often referred to manajamen profit . Management actions earning management raises a number
of scandals in corporate financial reporting .In this study, a sample of Islamic banking with the
observation period 2010 to 2013. The analytical method used is multiple regression method . The
results showed that simultaneous ( F test ) independent variables used in this study are firm size ,
debt to equity ratio , return on assets , the size of the company , the audit committee and the audit
of ownership has a significant effect on the occurrence of earnings management in the company .
Test results on an individual basis using the t test showed that the only variable return on assets
and institutional ownership has a significant effect on the occurrence of earnings management in
the company .
Keywords : Earnings Management , Profitability , Leverage , Firm Size , The Audit Committee ,
Institutional Ownership
Abstrak: Transparansi dalam mengungkapkan laporan keuangan sangat diperlukan oleh para
pengambil keputusan karena keseimbangan informasi yang sesuai dan memadai begitu penting
bagi perusahaan. Di dalam menyajikan laporan keuangan, manajemen mengambil pemilihan
metode akuntansi dengan tujuan tertentu. Hal ini seringkali disebut dengan manajamen laba.
Tindakan manajemen melakukan manajemen laba menimbulkan sejumlah skandal pada
pelaporan keuangan perusahaan. Pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian perbankan
syariah dengan periode pengamatan tahun 2010 sampai dengan 2013. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
simultan (uji F) variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran
perusahaan, debt to equity ratio, return on asset, ukuran perusahaan, komite audit dan
kepemilikan audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya manajemen laba di
perusahaan. Hasil pengujian secara individual menggunakan uji t menunjukkan bahwa hanya
variabel return on asset dan kepemilikan institusional yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap terjadinya manajemen laba di perusahaan.
Kata kunci: manajemen laba, profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komite audit,
kepemilikan institusional
PENDAHULUAN
Transparansi dalam pengungkapan laporan keuangan saat ini sangat diperlukan oleh para
pengambil keputusan karena keseimbangan informasi yang sesuai dan memadai begitu penting
bagi perusahaan ditengah persaingan yang semakin ketat. Oleh sebab itu perusahaan dituntut
agar transparan dalam mengungkapkan informasi supaya pihak-pihak yang berkepentingan
mendapatkan informasi yang tepat dan kepastian hukum.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
261
Menurut PSAK No. 1 Paragraf ke 7 (revisi 2009), Laporan Keuangan adalah suatu
penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.Laporan keuangan
harus menyajikan informasi yang dapat membantu investor, kreditor dan pengguna lainnya yang
potensial dalam membuat keputusan lain yang sejenis secara rasional.Dalam menyediakan
laporan keuangan, perusahaan wajib mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI,2002).
Di dalam penyajian laporan keuangan ada kalanya manajemen perusahaan melakukan
pemilihan metode akuntansi dengan tujuan tertentu.Hal ini sering disebut dengan manajemen
laba atau earning management (Rachmawati, et.al, 2006).Pemilihan metode akuntansi dengan
tujuan tertentu biasanya selalu dihubungkan dengan pencapaian laba perusahaan.Hal ini
dikarenakan salah satu informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah informasi
mengenai laba perusahaan yang menjadi acuan bagi para investor untuk mengetahui kinerja
perusahaan.
Adanya tindakan manajemen dalam melakukan manajemen laba di perusahaan telah
menimbulkan sejumlah skandal dalam pelaporan keuangan perusahaan.Skandal pelaporan
keuangan telah menjadikan kekhawatiran tersendiri bagi para pengguna laporan
keuangan.Adanya laporan yang disajikan dengan tujuan untuk mengelabui para pengguna
menyebabkan tidak transparannya suatu laporan keuangan perusahaan.Ada banyak hal yang
mempengaruhi terjadinya manajemen laba dalam suatu perusahaan, diantaranya adalah untuk
menyajikan kondisi keuangan yang baik oleh manajemen perusahaan.
Skandal tersebut tidak hanya terjadi pada perusahaan privat akan tetapi juga terjadi pada
perusahaan publik seperti PT. Lippo, Tbk, dan PT. Kimia Farma, Tbk. Beberapa kasus yang
terjadi di Indonesia seperti kasus salah saji laporan keuangan yang terjadi pada PT Kimia Farma
Tbk. Pada tahun 2002 ditemukan penggelembungan laba bersih pada laporan keuangan PT
Kimia Farma Tahun buku 2001. Hal tersebut berawal dari temuan akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM) soal ketidakwajaran dalam laporan keuangan kurun semester I
tahun 2001.Mark up senilai Rp. 32.7 Milyar, karena dalam laporan keuangan yang seharusnya
laba Rp 99,6 milyar ditulisnya Rp. 132,3 milyar, dengan nilai penjualan bersih Rp. 1,42 trilyun.
Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT. Kimia Farma
dan berhasil memperoleh buktinya. Sesuai pasal 5 huruf N UU no. 8 Tahun 1995 tentang pasar
modal maka Direksi lama PT. Kimia Farma periode 1998 sampai denganJuni 2002 diwajibkan
membayar denda sejumlah Rp 1 milyar untuk disetor ke kas Negara, karena melakukan kegiatan
praktek penggelembungan atas laporan keuangan per-31 Desember 2001. Selain kasus itu, PT
Lippo Tbk juga pernah mengalaminya.Kasus ini berawal dari deteksi adanya manipulasi dalam
laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan tersebut.Akibatnya, reputasi akuntan publik jadi
tercoreng di mata masyarakat, dan para investor mulai meragukan informasi berupa laporan
keuangan yang disajikan manajemen.
Berdasarkan penelitian terdahulu, ada banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan
dalam melakukan manajemen laba. Penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor antara lain
ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan institusional. Faktor
yang pertama adalah ukuran perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Rachadi
(2009) mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba membuktikan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan.Hasilnya membuktikan bahwa semua ukuran
perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari
pelaporan penurunan laba (earning decreases). Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh
Guna dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty
(2010) menggunakan total penjualan sebagai ukuran perusahaan, sedangkan Handayani dan
Rachadi (2009) menggunakan total aktiva sebagai ukuran perusahaan.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
262
Faktor kedua adalah leverage yaitu rasio hutang. Penelitian yang dilakukan oleh Guna
dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa variabel leverage memiliki pengaruh yang negatif
dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan manajemen tidak ingin terlihat
melakukan kegiatan manajemen laba. Kondisi ini menunjukkan semakin besar nilai hutang yang
dimiliki oleh perusahaan akan mengurangi terjadinya manajemen laba, karena pihak manajemen
akan lebih berhati-hati dalam menyiapkan laporan keuangannya. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Sembiring (2012) menunjukkan
bahwa variabel leverage memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen
laba. Kedua penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap manajemen laba menggunakan
perbandingan antara total kewajiban terhadap total aset akan tetapi hasil penelitian menunjukkan
arah pengaruh yang berbeda.
Faktor ketiga adalah profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty
(2010) menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur dengan menggunakan ROA memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa profit atau laba memang menjadi motivasi utama dalam melakukan manajemen laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Carolina (2002) menunjukkan bahwa variabel
profitabilitas memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap perataan laba. Hal ini diduga
karena investor cenderung mengabaikan informasi mengenai ROA, sehingga manajemen tidak
termotivasi untuk melakukan perataan laba.
Faktor keempat adalah komite audit. Penelitian yang dilakuka Guna dan Herawaty
(2010) menunjukkan bahwa komite audit memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap manajemen laba. Keberadaan komite audit dipercaya mampu menekan kemungkinan
terjadinya manajemen laba di dalam perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningtyas (2012) menunjukkan bahwa independensi komite audit
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningtyas menggunakan variabel discretionary accrual sebagai proksi
manajemen laba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa independensi komite audit dapat
mengurangi terjadinya manajemen laba di dalam perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh
Tiswiyanti, dkk (2012) yang menunjukkan bahwa keberadaan komite audit memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap manajemen laba. Pada penelitian tersebut manajemen laba diproksi
dengan variabel Real Earnings Management (REM) guna mengetahui adanya manipulasi
aktivitas riil di dalam perusahaan.
Faktor yang terakhir adalah kepemilikan institusional. Penelitian yang dilakukan oleh
Guna dan Herawaty (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Butar-butar dan Sudarsi (2012) yang menunjukkan bahwa
kepemilikan institusional tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Keberadaan investor institusi selalu dianggap mampu mengurangi tindakan manajemen laba
karena dianggap lebih berpengalaman. Akan tetapi asumsi tersebut terjadi apabila investor
institusi adalah investor yang sophisticated. Didalam kenyataan tidak semua investor institusi
adalah investor yang sophisticated terutama bila investor institusi sangat sedikit. Berdasarkan
uraian latar belakang sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut : (1) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen
laba ? (2) Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba ? (3) Apakah profitabilitas
berpengaruh terhadap manajemen laba ? (4) Apakah komite audit berpengaruh terhadap
manajemen laba ? (5) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba?
(6) Apakah ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen laba ?
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
263
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui : (1) Mengetahui adanya
pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba; (2) Mengetahui adanya pengaruh
leverage terhadap manajemen laba; (3) Mengetahui adanya pengaruh profitabilitas terhadap
manajemen laba; (4) Mengetahui adanya pengaruh komite audit terhadap manajemen laba; (5)
Mengetahui adanya pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba; (6)
Mengetahui adanya pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas komite audit dan
kepemilikan institusional terhadap manajemen laba.
TINJAUAN TEORI
Manajemen Laba. Menurut Subramanyam dan Wild (2010) earning management merupakan
tindakan dari manajer untuk memperbaiki kinerja dari perusahaan, baik manajer dan perusahaan
akan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Menurut Healy dan Wahlen (1998) dalam
Kusumaningtyas (2012) earnings management merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer
bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis
jangka panjang unit tersebut. Manajemen laba merupakan tindakan manajemen untuk
menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan dalam prosedur transaksi dengan tujuan
untuk mempengaruhi kontraktual atau menyesatkan pihak stakeholders dalam pengambilan
keputusan mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Suhendah (2005) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat dikaitkan dengan
munculnya praktik manajemen laba oleh manajer untuk menunjukkan prestasinya, yaitu : (1)
Manajemen akrual (accruals management); (2) Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib
(adoption of mandatory accounting changes) (3) Perubahan akuntansi secara sukarela
(voluntary accounting changes).
Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara membentuk hipotesis dimana manajemen
laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan tersebut dengan metode yang tepat.
Secara umum terdapat tiga pendekatan untuk mendeteksi manajemen laba (Sulistyanto dan Sri,
2008:211) yaitu : (1) Model berbasis aggregate accrual yaitu model yang digunakan untuk
mendeteksi aktivitas rekayasa ini dengan menggunakan discreationary accruals sebagai proksi
manajemen laba; (2) Model berbasis specific accruals yaitu pendekatan yang menghitung akrual
sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu dari
industri tertentu pula. Misalnya cadangan kerugian piutang dari industri asuransi; (3) Model
distribution of earnings after management yaitu pendekatan dengan melakukan pengujian secara
statistic terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi
pergerakan laba.
Ukuran Perusahaan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin
besar aktiva, maka semakin besar modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin
banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar.
Zarzeski (1996) , Chandra dan Erly (2012) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah
total asset perusahaan, berhubungan positif dengan pengungkapan. Sebab perusahaan besar rata-
rata cenderung berpotensi besar atas permintaan publik (publik banyak menginginkan informasi
perusahaan tersebut). Karena itu, semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar informasi
yang perlu diungkapkan.
Menurut Almilia dan Retrinasari (2007:5) “Perusahaan besar mempunyai kemampuan
untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan analis,
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
264
sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas
daripada perusahaan kecil”. Amalia (2005) memberikan bukti bahwa ukuran perusahaan secara
positif dan signifikan mempengaruhi luas pengungkapan sukarela perusahaan. Begitu pula
dengan Bernadi, et.al (2009:14) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan
log dari total asset.
Leverage. Rasio Leverage adalah rasio penggunaan hutang. Apabila hasil pengembalian atas
aktiva, yang ditunjukan oleh besarnya rentabilitas ekonomis, lebih besar daripada biaya hutang,
leverage itu menguntungkan dan hasil pengembalian atas modal (rentabilitas modal sendiri)
dengan penggunaan leverage ini juga akan meningkat (Brigham, 2011).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan sehubungan dengan struktur modal.
Yang pertama adalah resiko bisnis perusahaan, atau tingkat resiko yang terkandung pada aktiva
perusahaan apabila ia tidak menggunakan hutang. Makin besar resiko perusahaan, makin rendah
resiko utangnya yang optimal.
Faktor kunci yang kedua adalah posisi pajak perusahaan. Alasan utama untuk
menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak,
sehingga meminimalkan biaya hutang yang sesungguhnya.
Faktor ketiga adalah fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk menambah modal
dengan persyaratan yang masuk akal dalam kedaan yang kurang menguntungkan. Rasio-rasio
leverage yang umum digunakan antara lain, adalah: Rasio Utang terhadap Ekuitas atau DER
(Debt to Equity Ratio).
Profitabilitas. Profitabilitas (Kemampulabaan) merupakan akhir bersih dari berbagai kebijakan
dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang
efektivitas manajemen perusahaan, rasio ini memberi gambaran tentang tingkat efektivitas
pengelolaan perusahaan (Brigham, 2011). Pada penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan
adalah Return on Assets (ROA).
Komite Audit. Komite audit menurut Keputusan Ketua Bapepam dengan Nomor : Kep.
29/PM/2004 merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk melakukan tugas
pengawasan pengelolaan perusahaan. komite audit yang dibentuk oleh suatu perusahaan
berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan
kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern.
Kepemilikan Institusional. Struktur kepemilikan saham dalam suatu perusahaan terdiri atas
kepemilikan saham yang dimilik oleh institusi dan kepemilikan saham oleh manajerial. Institusi
sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam medeteksi kesalahan yang terjadi.
Institusi sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses
informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan demikian akan semakin membatasi
manajemen dalam memainkan angka-angka dalam laporan keuangan. Wedari (2004)
menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan
analisis investasi dan memiliki akses informasi yang mahal dibandingkan dengan investor
individual.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
265
Kerangka Pemikiran Pemikiran dan Hipotesis
Ukuran Perusahaan
(X1)
Leverage
(X2)
Profitabillitas
(x3)
Komite Audit
(X4)
Kepemilikan
Institusional
(X5)
Manajemen Laba
(Y)
H1
H2
H3
H4
H5
H6 Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: (1) Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan
syariah di Indonesia; (2) Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan
syariah di Indonesia; (3) Profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan
syariah di Indonesia; (4) Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan
syariah di Indonesia; (5) Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba pada
perbankan syariah di Indonesia; (6) Ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, komite audit dan
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba pada perbankan syariah di
Indonesia.
METODE
Definisi Operasional. Definisi operasionalisasi variabel dan pengukuran variabel yang
berhubungan dengan pembahasan penelitian ini adalah : (1) Variabel Dependen (Y ) :
Manajemen Laba. Manajemen laba dapat diukur melalui discretionary accruals (DACC) yang
dihitung dengan cara menselisihkan total accruals (TACC) dan nondiscretionary accruals
(NDACC). Discretionary accruals dihitung dengan menggunakan model Modified Jones. Model
Modified Jones yang merupakan perkembangan dari model Jones dapat mendeteksi manajemen
laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Dechow et al., (1995). Untuk mendapatkan nilai discreationary accrual dilakukan
dengan menghitung langkah-langkah berikut : a. Menghitung total accrual dengan persamaan
b. Menghitung nilai accrual dengan persamaan regresi linier berganda berbasis ordinary least
square (OLS) sebagai berikut
(
) (
) (
)
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
266
Dimana :
TACt = total accrual perusahaan i pada periode t
At-1 = total asset sampel perusahaan i pada tahun t-1
ΔREVt = perubahan penjualan perusahaan i dari tahun t-1 ke t
PPEt = asset tetap (property, plant and equipment)
c. Dengan menggunakan koefisien regresi yang diperoleh dari persamaan di atas, kemudian
dilakukan perhitungan nilai non discreationary accrual (NDA) dengan rumus sebagai berikut :
(
) (
) (
)
Dimana :
NDAt = Non Discreationary Accrual pada tahun t
ΔRECt = perubahan piutang perusahaan I dari tahun t-1 ke tahun t
α = fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total accrual
d. Menghitung nilai discreationary accrual (DAC) dengan persamaan sebagai berikut :
(
) - NDAt
Keterangan :
DACCit :Discretionary accruals perusahaan i pada periode t Indikasi terjadinya manajemen laba
dilakukan dengan melihat nilai discretionary accrual (DA) dari masing-masing perusahaan,
dimana nilai DA positif mencerminkan adanya tindakan manajemen laba dengan pelaporan laba
yang cenderung meningkat (income increasing) dan nilai DA negatif menunjukkan adanya
tindakan manajemen laba dengan pelaporan laba yang cenderung menurun (income decreasing).
Sedangkan bila DA bernilai 0 dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak melakukan tindakan
manajemen laba (Sulistyanto dan Sri, 2008). (1) Variabel Independen (X1) : Ukuran
Perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya suatu perusahaan. pada
penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total assets
(log of total assets).
(2) Variabel Independen (X2) : leverage. Rasio leverage mengukur kemampuan perusahaan
dalam mengantisipasi hutang yang dimilikinya dengan menggunakan modal yang dimiliki. Pada
penelitian ini rasio leverage yang digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER) dengan rumus
jumlah hutang dibagi dengan jumlah modal sendiri.
(3) Variabel Independen (X3) : Profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba. Pada penelitian ini rasio profitabilitas akan diukur dengan
menggunakan Return on Assets (ROA) dengan rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan
total asset.
(4) Variabel Independen (X4) : Komite Audit. Komite audit merupakan komponen dalam sistem
pengendalian perusahaan dan perannya sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Pada
penelitian ini komite audit diukur dengan menggunakan variabel dummy, dimana perusahaan
yang memiliki komite audit diberi angka 1 sedangkan perusahaan yang tidak memiliki komite
audit diberi angka 0.
(5) Kepemilikan institusional (X5). Kepemilikan institusional merupakan bagian dari struktur
modal perusahaan. Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan
variabel dummy, dimana perusahaan yang semua kepemilikannya dimiliki oleh kepemilikan
institusional diberi angka 1, sedangkan jika kepemilikan dalam perusahaan ada yang dimiliki
masyarakat diberi angka 0.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
267
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang
digunakan dalam penelitian memiliki distribusi normal atau tidak. Hasil pengujian
menunjukkan data berdistribusi normal karena uji KS memiliki nilai sig yang lebih besar dari
0,05.
Tabel 1. Hasil Pengujian Multikolinieritas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 36 Normal Parameters
a,b Mean 0E-7
Std. Deviation 599643,74226732 Most Extreme Differences Absolute ,157
Positive ,131 Negative -,157
Kolmogorov-Smirnov Z ,939 Asymp. Sig. (2-tailed) ,341
Pengujian multikolinieritas dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat dua atau lebih variabel
bebas yang berkorelasi secara linier. Apabila terdapat nilai VIF diatas 10, maka di dalam model
tersebut, terdapat gejala multikolinieritas.
Tabel 2. Hasil Pengujian Multikolinieritas
Model Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
UP ,482 2,074 DER ,505 1,981 ROA ,907 1,102 KA ,835 1,198 KI ,849 1,178
Uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan scatterplot dengan kriteria pengambilan
keputusan sebagai berikut: (1) Jika titik-titik data menyebar tanpa membentuk pola tertentu,
maka dapat dinyatakan pada model regresi tidak terdapat gejala heterokedastisitas; (2) Jika titik-
titik data menyebar dan membentuk pola tertentu seperti lingkaran atau garis mendatar, maka
dapat dinyatakan pada model regresi terdapat gejala heterokedastisitas
Gambar 2. Uji Heterokedastisitas
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
268
Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error periode t dengan error periode
sebelumnya (t-1) dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Uji autokorelasi
dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Nilai uji DW adalah sebesar 2,132, nilai
tersebut berada pada daerah du < dw < 4-du dengan demikian tidak ada gejala autokorelasi pada
data yang digunakan dalam penelitian ini.
Uji Hipotesis. Koefisien Determinasi (Uji R2). Uji signifikansi model dilakukan dengan
melihat nilai R2 yang terdapat pada tabel model summary. Nilai R
2 sebesar 0,470 yang berarti
bahwa perubahan variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel bebas sebesar 47,0%
pengaruh lainnya sebesar 53,0% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak digunakan dalam
penelitian ini. Sedangkan untuk nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,382 atau 38,20%. Nilai
adjusted R2 sebesar 38,20% menunjukkan bahwa variabel DER, ROA, UP, KA dan KI masih
belum dominan dalam memberikan pengaruh terhadap terjadinya manajemen laba yang diukur
dengan discreationary accrual (DA).
Uji t (parsial). Hasil pengujian hipótesis dengan menggunakan SPSS disajikan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Hasil pengujian Hipotesis
Variabel koefisien Uji t Sig R2 Uji F Sig
Konstanta 307020,683
UP -225846,239 -0,915 0,367
5,324 0,001
DER 1320,083 0,932 0,359
ROA 111084,806 4,051 0,000 0,470
KA -168025,537 -0,326 0,747
KI 966635,352 2,592 0,015
Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 307020,683 – 225846,239X1 +1320,083X2 + 111084,806X3-
168025,537X4+966635,352X5
Dengan : Y = manajemen laba
X1 = ukuran perusahaan
X2 = leverage (debt to equity ratio)
X3 = profitabilitas (return on assets)
X4 = komite audit
X5 = kepemilikan institusional
Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat di atas maka dapat dijelaskan bahwa : a. Nilai
konstanta adalah sebesar 307020,683 (dengan tanda positif), menunjukkan bahwa jika tidak ada
variabel bebas, maka nilai Y (manajemen laba) adalah sebesar 307020,683; b. Nilai koefisien
X1 adalah sebesar -225846,239 (dengan tanda negatif) menunjukkan bahwa jika ukuran
perusahaan ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami penurunan
sebesar 225846,239 satuan; c. Nilai koefisien X2 adalah sebesar 1320,083 (dengan tanda positif)
menunjukkan bahwa jika debt to equity ratio ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen
laba) akan mengalami peningkatan sebesar 1320,083 satuan; d. Nilai koefisien X3 adalah
sebesar 111084,806 (dengan tanda positif) menunjukkan bahwa jika return on assets
ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami peningkatan sebesar
111084,806 satuan; e. Nilai koefisien X4 adalah sebesar -168025,537 (dengan tanda negatif)
menunjukkan bahwa jika komite audit ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba)
akan mengalami penurunan sebesar 168025,537 satuan; f. Nilai koefisien X5 adalah sebesar
966635,352 (dengan tanda positif) menunjukkan bahwa jika kepemilikan institusional
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
269
ditingkatkan satu satuan , maka Y (manajemen laba) akan mengalami peningkatan sebesar
966635,352 satuan.
Hipotesis Pertama. Pada pengujian hipotesis pertama variabel independen ukuran perusahaan
(UP) memiliki nilai t hitung sebesar –0,915 dengan nilai sig sebesar 0,367. Dengan
membandingkan nilai t hitung sebesar -0,915 dengan nilai t tabel sebesar -2,021, maka dapat
diketahui bahwa nilai t hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,367
tersebut lebih besar dari 0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian pertama adalah
hipotesis H01 yaitu variabel X1 (Ukuran Perusahaan) tidak berpengaruh terhadap Y
(manajemen laba).
Hipotesis Kedua. Pada pengujian hipotesis kedua variabel independen Debt Equity Ratio (DER)
memiliki nilai t hitung sebesar 0,932 dengan nilai sig sebesar 0,359. Dengan membandingkan
nilai t hitung sebesar 0,932 dengan nilai t tabel sebesar 2,021 maka dapat diketahui bahwa nilai t
hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,359 tersebut lebih besar dari 0,05,
maka hipotesis yang diterima pada pengujian kedua adalah hipotesis H02 yaitu variabel X2
(DER) tidak berpengaruh terhadap Y (manajemen laba).
Hipotesis Ketiga. Pada pengujian hipotesis ketiga variabel independen Return on Assets (ROA)
memiliki nilai t hitung sebesar 4,051 dengan nilai sig sebesar 0.000. Dengan membandingkan
nilai t hitung sebesar 4,051 dengan nilai t tabel sebesar 2,021, maka dapat diketahui bahwa nilai t
hitung adalah lebih besar dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,000 tersebut lebih besar dari
0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian ketiga adalah hipotesis Ha3 yaitu variabel
X3 (ROA) berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).
Hipotesis Keempat. Pada pengujian hipotesis keempat variabel independen Komite Audit (KA)
memiliki nilai t hitung sebesar -0,326 dengan nilai sig sebesar 0,747. Dengan membandingkan
nilai t hitung sebesar -0,326 dengan nilai t tabel sebesar 0,747, maka dapat diketahui bahwa nilai
t hitung adalah lebih kecil dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,747 tersebut lebih besar dari
0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian keempat adalah hipotesis H04 yaitu
variabel X (KA) tidak berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).
Hipotesis Kelima. Pada pengujian hipotesis kelima variabel independen kepemilikan
institusional memiliki nilai t hitung sebesar 2,592 dengan nilai sig sebesar 0,015. Dengan
membandingkan nilai t hitung sebesar 2,592 dengan nilai t tabel sebesar 2,021, maka dapat
diketahui bahwa nilai t hitung adalah lebih besar dari nilai t tabel. Nilai sig sebesar 0,015
tersebut lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis yang diterima pada pengujian kelima adalah
hipotesis Ha5 yaitu variabel X5 (KI) berpengaruh terhadap Y (Manajemen laba).
Hipotesis Keenam. Pada penelitian ini nilai F adalah sebesar 5,324 dengan nilai sig sebesar
0,001. Nilai sig sebesar 0,001 bila dibandingkan dengan nilai alpha sebesar 0,05 (5%) adalah
lebih kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima variabel bebas secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Dengan demikian hipotesis yang
diterima pada pengujian hipotesis keenam Ha6 yaitu variabel ukuran perusahaan, DER,
ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen
laba (Y).
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan baik
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
270
perusahaan besar maupun kecil memiliki kecenderungan melakukan manajemen laba. Hasil ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Rachadi (2009)mengenai pengaruh
ukuran perusahaan terhadap manajemen laba, menyebutkan bahwa perusahaan kecil, sedang
maupun besar cenderung melaporkan laba guna menghindari pelaporan kerugian (earning loses).
Penelitian tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nassirzadeh dan Alaei (2012)
yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen laba, akan tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iram
Naz, et.al (2011) yang menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap manajemen laba.
Pengaruh debt to equity ratio terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan
manajemen tidak terlalu mempertimbangkan rasio debt to equity ratio dalam melakukan
manajemen laba. Adanya kecenderungan manajemen melakukan income decreasing atau
penurunan laba menunjukkan bahwa manajemen cenderung tidak memperhatikan besar kecilnya
tingkat hutang yang dimilikinya. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kartika
Shintia Dewi dan Prasetiono (2012) mengenai analisis pengaruh ROA, NPM, DER, dan Size
terhadap praktik perataan laba, hasilnya adalah DER (debt to equity ratio) tidak berpengaruh
siginifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan perataan laba. Penelitian ini memiliki
hasil yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Jara dan Lopez (2011). Penelitian yang
dilakukan oleh Jara dan Lopez (2011) dilakukan pada perusahaan keluarga, hasilnya
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara leverage (DER) terhadap manajemen laba.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Hall, et.al (2013) menunjukkan bahwa hutang (debt)
merupakan salah satu bagian dari laporan keuangan yang mendapatkan perhatian dari
manajemen guna menunjukkan hasil kerja yang baik, salah satu caranya adalah dengan
menerapkan strukturisasi hutang sehingga seolah-olah perusahaan tidak mengalami penurunan
laba.
Pengaruh return on assets terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa return on asset berpengaruh terhadap manajemen laba. Pengaruh return on asset terhadap
manajemen laba adalah positif signifikan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi ROA maka
semakin tinggi kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Perusahaan dengan laba
yang tinggi cenderung melakukan manajemen laba guna mengurangi jumlah pajak yang harus
dibayarkan kepada negara. Tindakan ini biasanya dilakukan dengan melakukan income
decreasing atau penurunan laba. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Guna dan
Herawaty (2010) mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance, independensi
auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap manajemen laba, hasil menunjukkan ROA
memiliki pengaruh yang siginifikan positif terhadap manajemen laba. Penelitian Bagheri, et.al
(2013) menunjukkan bahwa profitabilitas yang diproxy dengan ROE memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Omid (2012)
juga menunjukkan hasil profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen
laba.
Pengaruh Komite Audit (KA) terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Komite Audit (KA) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan
keberadaan komite audit di dalam perusahaan tidak menjalankan tugasnya secara benar terutama
dalam hal melakukan monitor atas pelaporan keuangan. Hal ini menjadi penyebab kegagalan
komite audit dalam mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya manajemen laba di dalam
perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010)
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
271
yang menunjukkan Komite Audit tidak memiliki pengaruh positif siginifikan terhadap
manajemen laba. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Quttainah, et.al
(2011) yang meneliti perbankan syariah yang berada pada ERF Region. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Shari‟ah Supervisory Boards
(SSBs) dengan manajemen laba. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh Quttainah, et.al
(2011) tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara perbankan syariah yang
memiliki SSBs dengan yang tidak memiliki SSBs dalam hal kondisi terjadinya manajemen laba.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zainuldin (2012) menunjukkan hasil yang sama,
dimana tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara komite audit terhadap manajemen laba.
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba adalah positif signifikan. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi kemungkinan
perusahaan melakukan manajemen laba. Hal ini disebabkan keberadaan kepemilikan
institusional didalam perusahaan akan membuat manajemen melakukan manajemen laba guna
memperlihatkan hasil kerja yang baik. Pada penelitian ini kepemilikan institusional berasal dari
institusi yang berada di bawah naungan perusahaan yang sama (contohnya pada Bank BNI
Syariah dimana kepemilikan institusional berada pada PT. BNI Life Insurance). Hasil ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Sembiring (2012) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi manajemen laba di seputar right issue, dengan hasil
penelitian menunjukkan kepemilikan institusi tidak memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap
manajemen laba. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010)
yang menunjukkan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh positif siginifikan
terhadap manajemen laba. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alves
(2012) yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-
Zyoud (2012) dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan
manajemen laba.
Pengaruh Ukuran Perusahaan, DER, ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional
Terhadap Manajemen Laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ukuran Perusahaan,
DER, ROA, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen
laba. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel–variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya
manajemen laba di dalam suatu perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Handayani dan Rachadi (2009) serta Guna dan Herawaty (2010) yang
menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari ukuran perusahaan,
leverage, profitabilitas, komite audit dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang besar maupun kecil
tetap memiliki kemungkinan untuk melakukan manajemen laba. Perusahaan kecil, sedang
maupun besar cenderung melaporkan laba guna menghindari pelaporan kerugian (earning
loses).
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
272
Demikian pula dengan Debt to equity ratio (DER) memiliki pengaruh yang tidak
signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti setiap peningkatan maupun penurunan
DER tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya manajemen laba di dalam
perusahaan. Adanya kecenderungan manajemen melakukan income decreasing atau penurunan
laba menunjukkan bahwa manajemen cenderung tidak memperhatikan besar kecilnya tingkat
hutang yang dimilikinya.
Variabel Return on Asset (ROA) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen
laba. Hal ini terjadi karena laba atau rugi yang terjadi di dalam perusahaan akan memberikan
imbas terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan dengan laba yang tinggi cenderung melakukan
manajemen laba guna mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada negara.
Tindakan ini biasanya dilakukan dengan melakukan income decreasing atau penurunan laba.
Komite audit memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini
disebabkan keberadaan komite audit di dalam perusahaan tidak menjalankan tugasnya secara
benar terutama dalam hal melakukan monitor atas pelaporan keuangan. Hal ini menjadi
penyebab kegagalan komite audit dalam mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
manajemen laba di dalam perusahaan.
Kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi
kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Hal ini disebabkan keberadaan
kepemilikan institusional didalam perusahaan akan membuat manajemen melakukan
manajemen laba guna memperlihatkan hasil kerja yang baik. Ukuran perusahaan, DER, ROA,
Komite Audit dan Kepemilikan Institusional secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini menunjukkan bahwa kelima variabel bebas
tersebut secara bersama-sama mampu mempengaruhi terjadinya manajemen laba di dalam
perusahaan.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut: Pertama. Perbankan hendaknya lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan
keuangan agar tidak dicurigai melakukan manajemen laba; Kedua. Perbankan syariah perlu
mengoptimalkan keberadaan komite audit agar dapat bekerja secara optimal mendeteksi
terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan; Ketiga. Perbankan syariah perlu
mengurangi kepemilikan institusional terutama yang berasal dari dalam internal perusahaan
guna meminimalisir terjadinya manajemen laba di dalam laporan keuangan. Atau dapat menjual
sahamnya ke publik dengan cara melakukan IPO sehingga dapat dikontrol oleh kepemilikan
yang beragam; Keempat. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya ditambahkan variabel yang
diduga dapat memprediksi terjadinya manajemen laba antara lain independensi auditor, kualitas
audit, sektor industri dan lain sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Almilia, Luciana Spica dan Ikka Retrinasari. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dalam
Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ. Proceeding Seminar
Nasional. Inovasi dalam menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis.” (2007). Fakultas
Ekonomi Universitas Trisakti. Jakarta.
Alves, Sandra.” Ownership Structure and Earnings Management” : Evidence From Portugal.“
Australasian Accounting Bussiness and Finance Journal. Vol. 6 Article 12, p. 55-74
Amalia, Dessy. (2005). ”Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela
(Voluntary Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan. ”.Jurnal Akuntansi
Pemerintah. (2005). Vol 1, No.2, November 2005.
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
273
Bagheri, Sayedeh Maryam Babnejad, Milad Emamgholipour, Meysam Bagheri, Esmail Abedi
Rekabdarkolaei. “Effect of Accounting Conversvatism Level, Debt Contacts,
Profitability on The Earning Management of Companies : Evidence from Tehran Stock
Exchange”. International Journal of Economy, Management and Social Science. 2 (7)
July 2013, (2013). p. 533-538
Barus, Andreani Caroline dan Yosephine Natalita Sembiring. 2012. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue. Jurnal Wira Ekonomi
Mikroskill. Vol 2 N0. 1, April 2012. STIE Mikroskil. Medan.
Bernadi, Meliana K., Sutrisno dan Prihat Assih. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas
Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi.” (2009). Simposium
Nasional Akuntansi XII
Brigham, Houston. (2011). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (edisi 11). Salemba Empat.
Jakarta.
Butar, Linda Kurniasih dan Sri Sudarsi. 2012. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,
Leverage,Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Perataan Laba (Studi Empiris Pada
Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di BEI)”. Dinamika Akuntansi,
Keuangan Dan Perbankan. November 2012;Hal 143-158 Proceeding. ISSN;1979-4878.
Chandra Efrata dan Erly Sherlita. “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Keleluasaan Pengungkapan Informasi dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris Pada
Perusahaan barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-
2010)”. Perkembangan Peran Akuntansi dalam Bisnis Yang Profesional. Bandung 27
Maret 2012. (2012). Proceedings. ISSN-2252-3936.
Dechow,Patricia M, Richard G Sloan and Amy P Sweeny.1995.Detecting Earnings
Management.The Accounting Review.April,Vol.70 No.2.
Dewi,Kartika Sinthia dan Prasetiono, “Analisis Pengaruh ROA,NPM,DER dan Size
TerhadapPraktik Perataan Laba Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang terdaftar
Di BEJ Periode 2007-2010”,Diponegoro Journal Of Management, Volume1 ,Nomor2,
Tahun 2012 , Halaman 172-180.
Guna ,Melvin I dan Arleen Herawaty. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor lainnya terhadap Manajemen Laba.”
Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 12, No. 1, April 2010, (2010). 39 – 52, ISSN: 1410-
9875. Universitas Trisakti. Jakarta.
Hall, Seven C., Vipin Agrawal & Pushpa Agrawal. “Earning Management and The Financial
Statement Analyst”. Accounting and Finance Research. (2013). Vol. 2, No. 2, 2013.
ISSN 1927-5986, E-ISSN 1927-5994.
Handayani, Sri dan Agustono Dwi Rachadi. 2009.”Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap
Manajemen Laba, Jurnal Bisnis dan Akuntansi”, Vol 11, No. 1, April 2009.
Healy, Paul M.,and James M. Wahlen. 1998. “A Review of the Earnings Management literature
and its Implications For Standard setting November”, 1998. Disponível em:
http//papers.ssrn.com/ . Acesso em: 11 jun. 2005 .
Iram Naz, et.al. (2011). “Impact of Firm Size and Capital Structure on Earnings Management:
Evidence from Pakistan.” International Journal of Contemporary Business Studies. Vol.
2, no: 12. December, 2011. ISSN 2156-7506
Jara, Mauricio and Felic J. Lopez. (2011). “Earnings management and Contests for Control: An
Analysis of European Family Firms.” Journal of CENTRUM Cathedra. Volume 4, Issue
1, 2011-100-120
Juniarti dan Corolina, (2005). “Analisa Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perataan Laba
(Income Smoothing) pada Perusahaan-perusahaan Go Public”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Universitas Kristen Petra, Surabaya. Vol 7 no. 2, 2005
Puspitosari 260 – 274 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
274
Kusumaningtyas, Metta,. “Pengaruh Independensi Komite Audit Dan Kepemilikan Institusional
Terhadap Menejemen Laba.” Jurnal Prestasi Vol. 9, No.1,Juni 2012, (2012) ISSN 1411-
1497.
Nassirzadeh, Farzaneh., Mahdi Salehi dan Sayed Mohammad Alaei. (2012). “A Study of the
Factors Affecting Earnings Management : Iranian Overview.” Science Series Data
Report. Vol 4, No. 2, Feb 2012.
Omid, Akhgar M. “Type of Earning Management and the Effects Debt Contracts, Future
Earning Growth Forecast and Sales Growth : Evidence From Iran.” School of Doctoral
Studies (European Union) Journal. (2012).pp.7-16
Quttainah, Majdi Anwar,, Laing Song , Qiang Wu. “Do Islamic Bank Employ Less Earnings
Management ?”. politics and Economic Development ERF 17th
Annual Conference.
March 20-21 2011, (2011). P. 1-52
Subramanyam dan Jhon J Wild. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Sepuluh, Salemba
Empat. Jakarta
Suhendah, Rosilia. “Intelectual Capital”. Jurnal Akuntansi. No. 3. Tahun ke IX, September,
(2005). Hal 6-15
Sulistyanto, H. Sri. (2008). Manajemen Laba : Teori dan Model Empiris. PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Tiswiyanti, Wiwik, Dewi Fitriyani dan Wiralestari. “Analisis Pengaruh Komisaris Independen,
Komite Audit dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba”. Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. (2012) Vol. 14, No.1, Hal. 61-66.
Wedari, L. K. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit
terhadap Aktivitas Manajemen Laba,” Simposium Nasional Akuntansi VII. Desember.
(2004). Hal. 963-974
Zainuldin, Mohd Haniff. “Earning Quality in Financial Institutionals : A Comparative Study of
Islamic Banks and Conventional Banks.” International Journal of Integrated
Engineering. (2012). P. 1-6.
Zarzeski, Marilyn. 1996.”Spontaneous harmonization Effects of Culture and Market Forces on
Accounting Disclosure Practices. Accounting Horizons”, March: 18-37. Vol. 10,No.
1,1996.
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
275
PENTINGNYA KOMUNIKSI ORGANISASI, MOTIVASI KERJA DAN KOMPENSASI
UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU
Dedy Kusumah Wijaya
Fakultas MIPA Jurusan Kimia IKIP Jakarta (UNJ)
Abstract: The success of teachers in performing their duties also mean the institution's success
in education. The purpose of this study was to determine the effect of organizational
communication, work motivation, compensation on the performance of teachers. This research
was explanatory quantitative research method using correlation and regression model. This
research at SMA Yuppentek 1 Tangerang involved 69 teachers as respondents. The results
showed that organizational communication, motivation and compensation partially and
simultaneously have significant effects on the performance of teachers. This research supported
the previos reseraches.
Keywords: Organizational Communication, Work Motivation, Compensation, Teacher
Performance.
Abstrak: Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya berarti pula keberhasilan lembaga
dalam menyelenggarakan pendidikan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru. Metode penelitian
eksplanatori dengan menggunakan statistik korelasi dan regresi. Penelitian ini dilaksanakan di
SMA Yuppentek 1 Tangerang melibatkan sebanyak 69 guru sebagai reponden. Hasil penelitian
menunjukan bahwa komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja guru baik secara parsial maupun bersama – sama. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya.
Kata kunci: Komunikasi organisasi, motivasi kerja, kompensasi, kinerja guru.
PENDAHULUAN
Salah satu aspek pembangunan yang erat kaitannya dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan potensi
yang ada pada manusia sebagai individu dan masyarakat yang fungsinya selain untuk
memberdayakan potensi manusia juga untuk mengembangkan dan mengontrol potensi tersebut
agar bermanfaat bagi peningkatan kualitas manusia itu sendiri.
Dalam suatu lembaga penyelenggara pendidikan, guru memiliki posisi dan peran yang
sangat penting sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,
yaitu bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Untuk
menciptakan peserta didik yang berkualitas, guru harus menguasai 4 kompetensi(Permendiknas
No.16 Tahun 2007 ). Keempat kompetensi yang harus dikuasai guru untuk meningkatkan
kualitasnya tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Guru
harus sungguh-sungguh dan baik dalam menguasai 4 kompetensi tersebut agar tujuan pendidikan
bisa tercapai.Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya berarti pula keberhasilan lembaga
tersebut dalam menyelenggarakan pendidikan.
Guru dalam keprofesionalannya tetap saja merupakan sesosok manusia yang dalam
kehidupan sehari harinya memerlukan kebutuhan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Menurut
pendapat Maslow tentang "Teori Kebutuhan Manusia". Salah satu kebutuahan manusia adalah
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
276
kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk
hidup lainnya, manusia memerlukan penghargaan atas segala apa yang telah diusahakannya.
Setalah meleaksnakan tugas guru tidak hanya memperoleh gaji juga pengharagaaan dari pihak
sekolah.
Dalam wawancara dengan beberapa teman guru yang mengajar di SMA Yuppentek 1
kira – kira apa yang menyebabkan tidak begitu baiknya kinerja mereka padahal hampir semua
sudah guru SMA Yuppentek 1 sudah mendapat tunjangan sertifikasi selain dari gaji dan insentif
yang diberikan sekolah setiap bulanya, diantara ada yang berpendapat kurang nya komunikasi
organisiasidalam pencapaian tujuan sekolah. Pengiriman dan penerimaan berbagai pesan yang
berisi gagasan di dalam organisasi atau komunikasi organisasi belum dikelola sedemikian rupa
sehingga setiap komponen sekolah dapat memberikan kiprahnya secara optimal. Semakin besar
dan kompleks suatu sekolah maka diperlukan pengelolaan komunikasi organisasi yang lebih
sistemik lagi. Bentuk komunikasi organisasi di sekolah adalah dalam bentuk rapat-rapat dinas
yang cenderung masih konvensional. Hal ini dapat dilihat dari agenda rapat yang sangat minim
membicarkan sisi-sisi keorganisasian, kalau pun ada berupa tanya jawab pada sesi lain-lain.
Dengan demikian komunikasi organisasi yang terjadi menjadi kurang dinamis jika dilihat dari
sisi akademik.
Selain dari nilai survervisi dan nilai UAN yang menurun tiga tahun terakhir, kondisi di
lapangan juga menunjukkan kurangnya motivasi kerja dari guru, hal ini juga dapat terlihat dari
kurangnya guru dalam membuat modul pembelajaran dan alat pembelajaran yang diperlukan
dalam proses belajar mengajar.
Hasil wawancara dengan beberapa guru juga tentang kompensasi yang diberikan kepada
guru juga selalu diukur dengan materi sehingga ketidakpuasan dalam bekerja dan berkarya
sering mengemuka dan pengambil kebijakan merasa kesulitan dalam menerapkan prinsip
kompensasi ini. UU No.14 Tahun 2005 mengemukakan mengenai pernghargaan pada bagian ke
6 mengenai penghargaan yang bisa dalam berbagai bentuk.
Berpijak pada perundangan yang merupakan acuan kondisi ideal yang diinginkan serta
pemahaman akan kebutuhan organisasi dan kebutuhan dasar Manusia itu sebagai pelaku
organisasi serta dengan memperhatikan kondisi nyata dilapangan maka penulis tergerak untuk
meneliti lebih jauh mengenai pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi
terhadap kinerja guru, penelitian ini dilaksanakan di SMA Yuppentek 1 kota Tangerang.
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :1) Apakah pengaruh komunikasi organisasi
terhadap kinerja guru ? 2) Apakah pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja guru
? 3) Apakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru ? 4) Apakah pengaruh komunikasi
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersama sama terhadap kinerja guru ?
Tujuan penelitian adalah : 1) Mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi
organisasi terhadap kinerja guru. 2) Mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru.
3) Mengetahui pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja guru.4) Mengetahui ada
pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan pemberian kompensasi secara bersama
sama terhadap kinerja guru.
KAJIAN TEORI
Kinerja guru. Hersey and Blanchard dalam Giri (2005:1) mengungkapkan bahwa : ”Kinerja
merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan, seseorang harus memliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu.Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
277
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya”.
Berkenaan dengan standar kinerja guru, Sahertian dalam Dirjen PMPTK (2008: 23)
bahwa, standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam menjalankan tugasnya
seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan perencanaan pembelajaran,
(3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman
belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.
Moqvist dalam Sudrajat (2008 : 132) mengemukakan bahwa “competency has been
defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work”. Mengacu
kepada Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 pasal 1, kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Sementara itu, dalam perspektif kebijakan
pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana
tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu : (1). Kompetensi pedagogik. Merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b)
pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan
pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil
belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. (2). Kompetensi kepribadian. Merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)
mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g)
menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i)
mengembangkan diri secara berkelanjutan. (3). Kompetensi sosial. Merupakan kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d)
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (4). Kompetensi professional. Merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a)
konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)
kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya
nasional.
Komunikasi organisasi. Sedarmayanti (2007:200) yang menyatakan bahwa Komunikasi
merupakan hal penting dalam penciptaan dan pemeliharaan sistem pengukuran kinerja.
Komunikasi sebaiknya dari berbagai arah, berasal dari top down, bottom up dan secara
horizontal berada di dalam dan lintas organisasi. Mulyana (2005:31) mengungkapkan bahwa:
“Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara
unit unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi
terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hubungan hierarkhis antara yang satu dengan
yang lain dan berfungsi dalam satu lingkungan”. Pace dan Paules (2005:33) mendefinisikan
komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi yang merupakan
organisasi. komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana
mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang sedang
terjadi.
Menurut Daft (2010 : 483) Komunikasi pada organisasi mengalir dalam tiga arah ke
bawah, ke atas, dan horisontal. Komunikasi ke bawah adalah pesan dan informasi yang dikirim
ke bawah dari manajemen puncak ke bawahan. Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
278
biasanya mencakup topik berikut : implementesi tujuan dan strategi, instruksi dan alasan utama
pekerjaan, prosedur dan praktik, umpan balik dan kinerja, indokrinasi. Komunikasi ke atas
adalah pesan yang dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam hirarki organisasi. Lima tipe
informasi yang dikomunikasikan ke atas adalah sebagai berikut : Masalah dan pengecualian,
saran dan perbaikan, laporan kinerja, informasi keuangan dan akuntasi. Komunikasi horisontal
adalah pertukaran pesan secara lateral atau diagonal diantara sesama atau rekan kerja.
Komunikasi horisontal melibatkan satu dari tiga katagori berikut : Pemecahan masalah dan
koordinasi interdepartementel, perubahan inisiatif dan perbaikan.
Motivasi kerja. Motivasi menurut Samsudin (2009:281) adalah proses mempengaruhi atau
mendorong dari luar terhadap seseorang atau skelompok kerja agar mereka mau melaksanakan
sesuatu yang ditetapkan. Motivasi menurut Hasibuan (2007:95) adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja
efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. McCormick
dalam Mangkunegara (2011:94) motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
kerja.
McClelland dalam Robbins (2008 : 232) dalam teorinya Mc.Clelland‟s Achievment
Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung
hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland
mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini
dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan
akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan
akan prestasi (achiefment) merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan
dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan akan kekuasaan (power) adalah
kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa
dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk
berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
Kompensasi. Sirait (2006:181) memberikan batasan, bahwa kompensasi adalah hal yang
diterima pegawai baik dalam bentuk uang atau bukan sebagai balas jasa yang diberikan bagi
upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Menurut Sofyandi
(2008:159) kompensasi adalah suatu bentuk biaya yang harus dikerluarkan oleh perusahaan
dengan harapan bahwa perusahaan akan memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari
karyawannya. Sedarmayanti (2007: 239) mengemukakan bahwa kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa mereka. Dari pengertian yang diberikan
oleh tiga pakar diatas dalam kalimat yang berbeda namun dapat disimpulkan bahwa dalam suatu
organisasi hubungan antara partisipan dengan organisasi haruslah terdapat hubungan yang saling
menguntungkan, partisipan memberikan prestasi kerja dan organisasi memberikan kompensasi
dalam bentuk uang atau bukan. Terdapat timbal balik dari kompensasi yang di berikan
organisasi terhadap prestasi karyawan, peningkatan prestasi kerja karyawan harus di sertai
kompensasi atau sebaliknya, peningkatan pemberian kompensasi dapat memberikan
peningkatan prestas kerja.
Menurut Rivai (2009 : 741) kompensasi terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : a.
Kompensasi Finansial,Kompensasi finansial terdiri atas dua yaitu : (1) Kompensasi finansial
langsung terdiri atas : a) Pembayaran pokok berupa : 1) Gaji, 2) Upah, 3) Insentif, 4) Tunjangan
Fungsional, 5) Tunjangan Sertifikasi ( Tunjangan Profesi Guru). (2) Kompensasi finansial tidak
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
279
langsung terdiri atas :proteksi yang meliputi asuransi, pesangon, sekolah anak, pensiun.
Kompensasi luar jam kerja meliputi lembur, hari besar, cuti sakit, cuti hamil, sedangkan
berdasarkan fasilitas meliputi rumah, biaya pindah, dan kendaraan.b. Kompensasi Non Finansial.
Kompensasi non finansial dapat berupa : 1) Piagam Penghargaan, 2) Surat Keterangan, 3)
Promosi, 4) Lingkungan kerja.
Sirait (2006:182) mengemukakan mengenai tujuan kompensasi ini sebagai berikut: a.
Untuk bisa memperoleh pegawai atau partisipan organisasi yang bermutu, b. Mempertahankan
pegawai yang sedang bekerja agar jangan sampai keluar, c. Penjaminan suatu keadilan baik
internal maupun eksternal, d. Sebagai imbalan atau perilaku yang diinginkan, e. Pengendaian
Biaya dan f. Memenuhi Peraturan.
Penelitian terdahulu. Penelitian oleh Dedy (2011), Wahyuni (2009) dan Roesly (2012)
menunjukkan bahwa komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja, sehingga organisasi
harus lebih memberikan kemudahan para bawahan atau karyawan untuk berkomunikasi dengan
atasannya. Penelitian oleh Spaho (2011) menunjukkan komunikasi organisasi merupakan faktor
penting terhadap sukses perusahaan. Hasil penelitian Guney et.al (2012) menunjukkan
komunikasi organisasi memiliki efek postif terhadap komitmen kerja. Hasil penelitian Karweti
(2010) menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan manajerial kepala sekolah dan
motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SLB di Kabupaten Subang. Sementara itu
penelitian oleh Pratiwi(2013), dan Kaliri (2008) menunjukkan terdapat pengaruh dari motivasi
kerja terhadap kinerja guru. Hasil penelitian Kurniadi (2013) membuktikan bahwa budaya
organisasi dan komunikasi organisasi secara empirik memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kinerja pegawai, dan hasil penelitian Ayub (2011) membuktikan korelasi
positif antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian Tella (2007)
membuktikan adanya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi.
Penelitian tentang kompensasi oleh Yensi (2010) menunjukkan bahwa secara parsial
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kompensasi terhadap kinerja guru. Hal tersebut
didukung oleh Sjahruddin et.al (2010), dimana secara parsial faktor yang paling kuat
mempengaruhi kinerja guru pada SMP Cendana Pekanbaru adalah faktor pemberian kompensasi.
Ristiana (2012) juga menghasilkan temuan bahwa kompensasi, lingkungan kerja, dan Motivasi
Kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja Guru. Podgursky et.al (2007)
menyimpulkan dari penelitiannya bahwa skema kompensasi terkait kinerja di bidang pendidikan
sangat beragam dalam hal desain insentif, populasi dan jenis insentif yang efektif meningkatkan
kinerja guru. Hasil penelitian Syaiin (2007) menunjukkan bahwa variabel indikator kepuasan
pegawain yang mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja adalah variabel kepuasan
terhadap pekerjaan. Hasi penelitian Eberts et.al. (2002) menunjukkan adanya pengaruh positif
pemberian insentif kinerja guru terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian Negash et.al
(2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kompensasi dan komponennya terhadap
motivasi kerja karyawan dan hasil penelitian Rizal (2014) menunjukkan kompensasi mampu
meningkatkan motivasi dan memperkuat komitmen organisasi. Hasil penelitan Levacic (2009)
menujukkan peningkatan insentif bagi kinerja guru merupakan komponen penting dari reformasi
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian Nadeem (2011) menyimpulkan status
sosial-ekonomi yang buruk guru mempengaruhi kinerja guru. Kondisi sosial ekonomi yang
buruk dari daerah di mana sekolah terletak menurunkan motivasi guru tetapi masyarakat
memberikan lebih banyak rasa hormat untuk guru perempuan dibandingkan dengan guru laki-
laki.
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
280
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut :
H1 : Komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1
H2 : Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1
H3 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1
H4 : Komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersamaan berpengaruh
terhadap kinerja guru SMA Yuppentek 1
METODE
Operasional Variabel Penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif
dengan desain penelitian cross sectional, yaitu penelitian untuk melihat pengaruh variabel bebas
(komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi ) terhadap variabel terikat (kinerja guru)
dimana pengukuran variabel dilakukan dalam satu waktu. Variabel ini diukur dengan
menggunakan skala Likert atas dimensi berikut.
Variabel komunikasi organisasi (X1) menurut Daft (210:483) di bagi dalam tiga dimensi
ke bawah, ke atas, dan horisontal. Komonikasi ke bawah adalah pesan dan informasi yang
dikirim ke bawah dari manajemen puncak ke bawahan. Komunikasi ke atas adalah pesan yang
dikirim dari tingkat bawah ke tingkat atas dalam hirarki organisasi. Komunikasi horisontal
adalah pertukaran pesan secara lateral atau diagonal diantara sesama atau rekan kerja.
Variabel motivasi kerja (X2) menurut McClelland dalam Robbins (2008 : 232) dalam
teorinya Mc.Clelland‟s Achievment Motivation Theory mengemukakan bahwa individu
mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan
tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang
tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan sebagai dimensi yaitu kebutuhan akan
prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Variabel kompensasi (X3) menurut Veithzal Rivai (2009 : 741) kompensasi terbagi
menjadi dua dimensi yaitu kompensasi finansial seperti gaji, insentif, tunjangan sertifikasi, honor
daeran dan kompensasi non finansial seperti asuransi, penghargaan, promosi tugas di luar jam
mengajar.
Sampel dan Analisis Data. Populasi penelitian adalah seluruh guru SMA Yuppentek 1, dengan
pengambilan sampel adalah sensus sebanyak 69 orang. Data primer dikumpulkan dengan
kuisoner diserahkan langsung kepada responden. Data diolah dengan menggunakan metode
regresi linier berganda program SPSS versi 17.
Komunikasi
Organisasi (X1)
Motivasi Kerja (X2)
Kinerja Guru (Y)
H1
H3
H2
Kompensasi
Kerja (X3)
H4
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
281
Tabel 1 (lanjutan)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden. Berdasarkan data kepegawaian dan jawaban responden dalam
kuisioner diperoleh data mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, status
kepegawaian, berdasarkan jenjang pendidikan dan berdasarkan masa kerja.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Jumlah Persentase
Jenis kelamin Laki – laki 44 63,77
Perempuan 25 36,23
Status
kepegawaian
PNS (DPK) 12 17,39
GTY 39 56,52
GTT 18 26,09
Jenjang
pendidikan
S2 6 8,70
S1 62 89,86
D3 1 1,45
Massa Kerja
0–9 tahun 25 36,23
Lebih dari 9–20 tahun 31 44,93
Lebih dari 20 tahun 13 18,84
- PNS (DPK) : Pegawai Negeri Sipil yang
- GTY : Guru Tetap Yayasan
- GTT : Guru Tidak Tetap
Sumber : Data Tata Usaha SMA Yuppentek 1
Berdasarkan data pada tabel 1 di atas dapat dilihat mayoritas responden laki-laki yaitu 44
orang guru atau 63,77 persen, sedangkan responden perempuan 25 orang atau 36,23 persen. Pada
dasarnya tidak ada perbedaan antara guru laki-laki dan perempuan dalam tugas mengajar.
Mayoritas guru yang memiliki status GTY ( Guru Tetap Yayaysan ) lebih banyak dan berjumlah
39 orang atau 56,52 persen dan 18 orang atau 26,09 persen merupakan GTT (Guru Tidak Tetap)
atau honorer dan sisanya PNS DPK ( Pegawai Negeri Sipil diperbantukan ke sekolah) .
Jenjang pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh guru
SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang. Dari tabel 1 menunjukan bahwa pendidikan responden
terbanyak lulusan S1 sebesar 89,86 persen atau 62 guru, pendidikan S2 sebesar 6 persen atau 6
guru, pendidikan DIII sebesar 1,45 persen atau 5 guru. Secara keseluruhan guru di SMA
Yuppentek 1 Tangerang telah memenuhi kualifikasi sebagai pengajar di SMA dan dan
memenuhi kompetensi akademik. Masa kerja adalah lamanya waktu yang telah dijalani oleh
seorang guru di sekolah berdasarkan Surat Keputusan Yayasan awal guru dan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang bersangkutan mengajar di SMA Yuppentek 1 Tangerang, berdasarkan data
yang terdapat pada tabel 1 dapat dilihat bahwa masa kerja reponden 9 tahun ke atas sebanyak 44
guru atau 63,77 persen, sedang responden yang masa kerjanya sampai dengan 9 tahun sebanyak
36,23 persen (25 guru). Dari data menunjukan bahwa guru di SMA Yuppentek 1 Tangerang
telah memiliki komitmen dan loyalitas yang sangat baik.
Statistik Deskriptif. Data sampel variabel dan dimensi digambarkan dengan menggunakan
SPSS 17 dengan table berikut :
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
282
Tabel 2 (lanjutan)
Tabel 2 (lanjutan)
Tabel 2 (lanjutan)
Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel/Dimensi N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Komunikasi organisasi
1. Komunikasi ke bawah 69 3,9568 0,48189 2,50 5,00
2. Komunikasi ke atas 69 3,7594 0,55474 2,40 4,80
3. Komunikasi horisontal 69 3,9425 0,63922 2,33 5,00
Motivasi kerja
1. Kebutuhan prestasi 69 3,9372 0,68651 3,00 5,00
2. Kebutuhaan afiliasi 69 3,6567 0,71627 1,67 5,00
3. Kebutuhan kekuasaan 69 3,2801 0,92788 1,00 5,00
Kompensasi
1. Kompensasi finansial 69 3,6413 0,75911 2,00 5,00
2. Kompensasi nonfinansial 69 4,2319 0,62326 2,00 5,00
Kinerja guru
1. Kompetensi pedagogik 69 4,2609 0,47441 3,50 5,00
2. Kompensasi kepribadian 69 4,3332 0,58029 3,00 5,00
3. Kompensasi sosial 69 4,2996 0,47178 3,33 5,00
4. Kompensasi profesional 69 4,2416 0,48456 3,00 5,00
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Sebagaimana Tabel 2, varibel komunikasi organisasi dengan dimensi komunikasi ke
bawah, komunikasi ke atas, komunikasi horisontal memiliki nilai rata – rata mendekati nilai
maksimumnya dan standar deviasi dimensi komunikasi horisontal paling tinggi yaitu 0,63922
artinya dimensi komunikasi horisontal memiliki tingkat keberagaman yang paling tinggi. Varibel
motivasi kerja dengan dimensi kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi, kebutuhan kekuasaan
memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi dimensi kebutuhan
kekuasaan paling tinggi yaitu 0,92788 artinya dimensi kebutuhan kekuasaan memiliki tingkat
keberagaman yang paling tinggi. Variabel kompensasi dengan dimensi kompensasi finansial,
nonfinansial memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi
dimensi kompensasi finansial paling tinggi yaitu 0,75911 artinya dimensi kompensasi finansial
memiliki tingkat keberagaman yang paling tinggi. Variabel kinerja guru dengan dimensi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional
memiliki nilai rata – rata mendekati nilai maksimumnya dan standar deviasi dimensi kompetensi
kepribadian paling tinggi yaitu 0,58029 artinya dimensi kompetensi kepribadian memiliki
tingkat keberagaman yang paling tinggi.
Uji Validitas dan Reliabilitas. Tujuan dilakukan uji validitas adalah untuk mengukur sah atau
valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. Valid tidaknya
suatu item instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks korelasi Product Moment
Pearson dengan level signifikansi 5 persen. Apabila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari
0,05 (5 persen), maka instrumen dinyatakan valid dan apabila probabilitas hasil korelasi lebih
besar dari 0,05 (5 persen), maka instrumen dinyatakan tidak valid.
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
283
Tabel 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel/dimensi r-hitung Validitas Cronbach’
Alpha
Reliabilitas
Komunikasi Organisasi
1. Komunikasi ke bawah 0,614 valid
0,909
reliabel
2. Komunikasi ke atas 0,710 valid
3. Komunikasi horisontal 0,803 valid
Motivasi Kerja
1. Kebutuhan prestasi 0,606 valid
0,825
Reliabel 2. Kebutuhan afiliasi 0,618 valid
3. Kebutuhan kekuasaan 0,797 valid
Kompensasi
1. Kompensasi finasial 0,611 valid 0,798 Reliabel
2. Kompensasi nonfinansial 0,844 valid
Kinerja Guru
1. Kompetensi pedagogik 0,850 valid
0,926
Reliabel 2. Kompetensi kepribadian 0,694 valid
3. Kompetensi sosial 0,715 valid
4. Kompetensi profesional 0,786 valid
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Uji validitas untuk variabel komunikasi organisasi (X1), motivasi kerja (X2), kompensasi
(X3) dan kinerja guru (Y) dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai r-hitung. Jika nilai r-
hitung positif dan signifikan atau lebih besar dari 0,444 maka dinyatakan valid. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa dimensi-dimensi dari variable penelitian adalah valid. Uji reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6.
Berdasarkan kriteria tersebut instrument untuk pengukuran variabel komunikasi organisasi (X1),
motivasi kerja (X2), kompensasi (X3) dan kinerja guru adalah reliabel karena kesemuanya
memiliki nilai lebih besar dari 0,6.
Uji Normalitas. Pengujian data selanjutnya adalah dengan menganalisis tingkat normalitas data
yang digunakan dalam penelitian ini. Asumsi normalitas data harus dipenuhi agar data dapat
diolah lebih lanjut. Uji asumsi klasik normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dapat
dilakukan untuk menguji apakah residual terdistribusi secara normal.
Data-data dari variabel dapat dikatakan normal, jika sebaran data berada pada garis lurus
sebaran titik plot. Menurut Sarjono dan Julianita (2011:64) menyatakan dalam uji normalitas
bahwa jika peneliti memiliki responden diatas 50, maka Sig. Kolmogorov-Smirnov yang
dibandingkan dengan Alpha.
Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas ini adalah sebagai berikut : a) Jika
angka signifikansi Uji Kolmogrov-Smirnov Sig. lebih besar atau sama dengan 0,05 maka data
berdistribusi normal b) Jika angka signifikansi Uji Kolmogrov-Smirnov Sig. lebih besar atau
sama dengan 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
284
Tabel 4. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 69
Normal Parametersa,,b 0,0000000 0,0000000
2,36976456 2,37530010
Most Extreme Differences 0,067 0,066
0,037 0,038
-0,067 -0,066
Kolmogorov-Smirnov Z 0,560
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,912
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 4 dari uji One-Simple Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh dari nilai
signifikasi 0,560 dan berarti nilai . lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima berarti
dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal.
Uji Multikolinieritas. Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Dalam model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Uji multikolinieritas dilakukan
dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis dengan
menggunakan SPSS.
Tabel 5. Uji Multikolinieritas
Untuk menguji tidak adanya problem multikolinieritas, dengan ketentuan yaitu sebagai berikut:
a.Memiliki nilai VIF (variance inflation factor) lebih kecil dari 5, b. Mempunyai angka
tolerance mendekati angka 1. Hasil analisis regresi pada Tabel 6 terlihat bahwa semua variabel
bebas dalam penelitian ini tidak menunjukan gejala multikolinieritas karena nilai tolerance
mendekati 1 dan nilai VIF, yaitu: (1) Variabel komunikasi organisasi nilai VIF sebesar 1,359 dan
angka tolerance 0,736. (2) Variabel motivasi kerja nilai VIF sebesar 1,416 dan angka tolerance
0,706. (3) Variabel kompensasi nilai VIF sebesar 1,101 dan angka tolerance 0,908. Berdasarkan
hasil uji regresi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat problem multikolisieritas yang serius
karena nilai VIF keduanya dibawah angka 10.
Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Gambar 2. Scatterplot Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Variabel Bebas Pengujian Multikolinearitas
Tolerance VIF
Komunikasi Organisasi 0,736 1,359
Motivasi Kerja
Kompensasi
0,706
0.908
1,416
1,101
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
285
Dari gambar grafik scatterplot tampak bahwa titik-titik menyebar tidak membentuk pola
yang jelas, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi.
Pengujian Hipotesis. Uji F. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi layak
untuk digunakan sebagai penduga hubungan pengaruh komunikasi organisasi dan motivasi kerja
serta kompensasi terhadap kinerja guru. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kriterian uji
F dua sisi dengan taraf signifikan 0,05, kriteria pengujiannya adalah bahwa jika nilai F hitung
lebih kecil dari F tabel maka berarti secara bersama-sama konstruk komunikasi organisasi,
motivasi kerja dan kompensasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru, sehingga
model tidak layak untuk digunakan.
Tabel 6. Hasil Uji Simultan (Uji F)
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1026,677 3 342,226 5,51 0,000a
Residual 381,873 65 5,875
Total 1408,551 68
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Jika nilai F hitung lebih besar daripada F tabel maka berarti secara bersama-sama konstruk
komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
guru. Tabel 6 distribusi F dicari pada taraf signifikan 0,05 dan jumlah responden n sama dengan
69 diperoleh 2,741, karena F hitung lebih besar dari F tabel (58,251 lebih besar dari 2,748), maka
H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara bersama-sama komunikasi organisasi,
motivasi kerja dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru.
Uji t. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel independen (X1,
X2 dan X3) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y).
Tabel 7. Hasil Uji Pengaruh Individual (Uji t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 10.378 2,920 3,554 0,001
Komunikasi
Organisasi(X1)
0,390 0,054 0,540 7,171 0,000
Motivasi Kerja(X2) 0,231 0,059 0,300 3,907 0,000
Kompensasi (X3) 0,255 0,064 0,269 3,966 0,000
Sumber : Data Penelitian Diolah (2014)
Ringkasan hasil pengujian hipotesis mengenai pengaruh komunikasi organisasi dan
motivasi kerja serta kompensasi terhadap kinerja guru disajikan dalam Tabel 7. Kriteria yang
digunakan untuk pengujian adalah berdasarkan nilai t-hitung. Dengan pengujian 2 sisi
(signifikansi sama dengan 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 1,997. Untuk mengetahui
apakah dalam model regresi variabel independen (bebas) secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen (terikat), maka dapat dilihat dengan cara berikut:
Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 7,171 dan harga t tabel sama dengan
1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
286
(7,171 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan
antara komunikasi organisasi dengan kinerja guru.
Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 3,907 dan harga t tabel sama dengan
1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel
(3,907 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan
antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara
parsial motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1.
Dari tabel 7 diperoleh harga t hitung sama dengan 3,966 dan harga t tabel sama dengan
1,997. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel
(3,966 lebih besar dari 1,997) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan
antara kompensasi dengan kinerja guru. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara
parsial kompensasi berpengaruh terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1.
Analisis Korelasi antar Dimensi. Pada analisa korelasi pengaruh dari ketiga variabel bebas
komunikasi organaisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru, dapat diuraikan
dari korelasi masing-masing dimensi ketiga variabel tersebut, yang secara rinci dijelaskan
dibawah ini.
Tabel 8. Matrix Correlation
Variabel/Dimensi Kinerja Guru/Kompetensi
Pedagogik kepribadian Sosial Profesional
Komunikasi organisasi
1. Komunikasi ke bawah 0,475** 0,520** 0,561** 0,465**
2. Komunikasi ke atas 0,471** 0,551* 0,433** 0,577**
3. Komunikasi horizontal 0,520** 0,551* 0,497** 0,484**
Motivasi kerja
1. Kebutuhan akan prestasi 0,518** 0,570** 0,558** 0,557**
2. Kebutuhan afiliasi 0,368** 0,425** 0,415** 0,459**
3. Kebutuhan kekuasaan 0,299** 0,467** 0,417** 0,378**
Kompensasi
1. Kompensasi finansial 0,248* 0,331** 0,410** 0,422**
2. Kompensasi non finansial 0,284* 0,356** 0,256* 0,307*
Sumber : Hasil pengolahan data SPSS Hasil analisis korelasi antar dimensi sebagaimana Tabel 8 menunjukkan bahwa semua
dimensi pada variabel komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi memiliki korelasi
yang signifikan terhadap dimensi-dimensi kinerja guru. Korelasi antar dimensi pada komunikasi
organisasi dengan dimensi pada variabel kinerja guru, dimensi komunikasi ke atas yang
signifikan dan paling besar nilai koefisiennya dengan dimensi kompetensi profesional sebesar
0,577. Korelasi antar dimensi pada variabel motivasi kerja dengan dimensi pada variabel kinerja
guru, dimensi kebutuhan akan prestasi yang signifikan dan paling besar nilai koefisiennya
dengan dimensi kompetensi kepribadian sebesar 0,570. Korelasi antar dimensi pada variabel
kompensasi dengan dimensi pada variabel kinerja guru, dimensi kompensasi finansial yang
signifikan dan paling besar nilai koefisiennya dengan kompetensi profesional sebesar 0,442.
Pembahasan. Pengaruh dari ketiga variabel bebas komunikasi organisasi, motivasi kerja dan
kompensasi terhadap kinerja guru, akan dibahas mengenai temuan dari penelitiaan ini. Hasil uji
koefisien regresi secara parsial (uji t) didapat nilai t hitung variabel komunikasi organisasi 7,171
lebih besar dari harga t tabel sebesar 1,997 maka Ho ditolak sedang Ha diterima artinya secara
parsial ada pengaruh signifikan antara komunikasi organisasi dengan kinerja guru. Analisis
korelasi antar dimensi diperoleh variabel komunikasi organisasi dengan dimensi komunikasi
keatas menurut Daft (2010 : 483) memiliki pengaruh yang paling besar dengan dimensi
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
287
kompetensi professional dari variabel kinerja guru. Terlihat dari hasil pembahasan diketahui
bahwa pengaruh komunikasi organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja guru, Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyuni
(2009), Dedy (2011), Roesly(2012), Kurniadi (2013) yang berkesimpulan adanya pengaruh
komunikasi organisasi dan kinerja.
Hasil uji koefisien regresi secara parsial (uji t) didapat nilai t hitung variabel motivasi
kerja 3,907 lebih besar dari harga t tabel sebesar 1,997 maka Ho ditolak sedang Ha diterima
artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Hasil
analisis korelasi antar dimensi diperoleh variabel motivasi kerja dengan dimensi kebutuhan akan
prestasi menurut McClelland dalam Robbins (2008 : 232) memiliki pengaruh yang paling besar
dengan dimensi kompetensi kepribadian dari variabel kinerja guru. Terlihat dari hasil
pembahasan diketahui bahwa pengaruh motivasi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja guru, Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Karweti (2010), Pratiwi (2013), Kaliri(2008), Yensi (2010) yang berkesimpulan adanya
pengaruh motivasi kerja dan kinerja. Terlihat dari hasil pembahasan diketahui bahwa pengaruh
kompensasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru, Penelitian ini
mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ristiana (2012), Sjahruddin et. al(2013),
Kaliri(2008), Yensi (2010) yang berkesimpulan adanya pengaruh kompensasi dan kinerja.
Berdasarkan analisis korelasi ganda ( R ) diperoleh angka R sebesar 0,854. Hal ini
menunjukkan terjadi hubungan yang sangat kuat antara variabel independen ( komunikasi
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi ) terhadap variabel dependen ( kinerja guru ). Hasil
analisi determinasi (R2) diperoleh harga R
2 sebesar 0,729. Hal menunjukkan bahwa prosentase
sumbangan pengaruh komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi terhadap kinerja
guru sebesar 72,9 persen. Atau variasi variabel yang digunakan dalam model komunikasi
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi mampu menjelaskan sebesar 72,9 persen variasi
variabel kinerja guru. Sedangkan sisanya sebesar 27,1 persen dipengaruhi atau dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Berdasar uji koefisien regresi
secara bersama – sama (uji F) diperoleh harga F sebesar 58,251 dan harga F tabel sebesar 2,748
karena F hitung lebih besar dari pada F tabel maka Ho ditolak, Ha diterima artinya komunikasi
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja
guru di SMA Yuppentek 1.
PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai hasil dari keseluruhan temuan sebagai berikut: Pertama. Komunikasi
organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1
Kota Tangerang, komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang paling besar dibandingkan
motivasi kerja dan kompensasi, dimensi komunikasi ke atas dengan dimensi kompetensi
professional memiliki nilai korelasi yang paling besar; Kedua. Motivasi kerja memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru di SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang, motivasi
kerja memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan komunikasi organisasi dan kompensasi,
dimensi kebutuhan akan prestasi dengan dimensi kompetensi kepribadian memiliki nilai korelasi
yang paling besar; Ketiga. Kompensasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
guru di SMA Yuppentek 1 Kota Tangerang, kompensasi memiliki pengaruh yang lebih kecil dari
komunikasi organisasi dan lebih besar dari motivasi kerja, dimensi kompensasi finansial dengan
dimensi kompetensi profesional memiliki nilai korelasi yang paling besar; Keempat.
Komunikasi organisasi, motivasi kerja dan kompensasi secara besama – sama memberikan
pengaruh signifikan terhadap kinerja guru, pengaruh variabel independen (komunikasi
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
288
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi) terhadap variabel dependen (kinerja guru) sebesar
72,9 persen. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (komunikasi
organisasi, motivasi kerja dan kompensasi) mampu menjelaskan sebesar 72,9 persen variasi
variabel dependen (kinerja guru).
Saran. Berdasarkan uraian dan penjelasan atas hasil penelitian, maka dapat direkomendasikan
beberapa saran, sebagai berikut: (1) Kepala sekolah dapat meningkatkan komunikasi organisasi
berupa mengimplementesi tujuan dan strategi, menjelaskan alasan utama pekerjaan, menjelaskan
prosedur dan praktik dan memberikan umpan balik; (2) Pelaksanaan komunikasi organisasi oleh
kepala sekolah harus mendengar masalah dan pengecualian yang ada pada organisasi, menerima
saran, perbaikan dan laporan kinerja guru; (3) Kepala sekolah perlu mendorong motivasi kerja
guru, antara lain : dengan cara mengadakan pelatihan yang mendukung produktivitas guru dalam
mengajar, memberikan motivasi bagi para guru agar meningkatkan prestasi mengajarnya
mengenali dengan baik seluruh personil bawahannya, tempatkan bawahan pada pekerjaan yang
sesuai dengan minat, kemampuan dan keahlian serta kesenangannya; (4) Dalam pemberian
kompensasi sekolah lebih menghargai kinerja, menjamin keadilan dan selain pemenuhan
kebutuhan kompensasi secara finansial, peranan kompensasi non finansial sangat penting,
misalnya adanya penghargaan atas prestasi yang dicapai, pengakuan atas kemampuan dan
ketrampilan yang dimilki setiap guru; (5) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi atau rujukan dalam penelitian lanjutan dengan memperhatikan beberapa faktor lainnya
untuk lebih mengetahui/memperoleh informasi yang lebih lengkap agar motivasi kerja mutlak
harus terus dilakukan untuk terus meningkatkan kinerja guru menjadi lebih baik lagi; (6) Bagi
penelitian lanjutan yang sejenis, diharapkan mengembang konsep kinerja, dan jumlah populasi
tidak hanya satu sekolah saja sehingga untuk melakukan generalisasi akan lebih baik hasilnya.
DAFTAR RUJUKAN
Ayub, Nadia. 2011. The Relationship Between Work Motivation and Job Satisfaction, Pakistan
Business Review. Juli 2011.
Daft, Richard L.2010. Manjemen. Edisi 9. South-Western Cengage Learning. USA.
Dedy, Agustinus. Rini Novira. 2011. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimipinan, Komunikasi
Organisasi dan Jenis Penghargaan terhadap Loyalitas Karyawan ( Study Kasus : PT
Hero Super Market Tbk ; Kantor Puast ). Binus University. Jakarta.
Dirjen PMPTK DEPDIKNAS. 2008. Penilaian Kinerja guru. Materi Diklat Pengawas. Jakarta.
Eberts, Randal W. Kevin Hollenbeck dan Joe Allan S. 2000. “Teacher Performance Incentives
and Student Outcomes”, Journal of Human Resources 37(4) (Fall 2002): 913-927
Giri, Wayan.2009. Kompensasi Kerja .Makalah. Poltek Pos Indonesia. Bandung.
Guney, Semra. Oğuz Diker dan Salih Guney. Evren Ayranci. Hüseyin Solmaz. 2012. ”Effects of
Organizational Communication on Work Commitment: A Case Study on a Public
Agency in Ankara”, Business Management Dynamics, vol.2, No.4, Oct 2012, pp.18-29.
Kaliri. 2008. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor Yang
Mempengaruhi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SLB di Kabupaten Subang. Tesis.
Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah.
Karweti, Engkay. 2010. Pengaruh Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dan Faktor Yang
Mempengaruhi Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SLB di Kabupaten Subang, Jurnal
Penelitian Pendidikan. Oktober 2010.
Kurniadi, Dede H. 2013. Analisis Pengaruh Budaya Organisasidan Komunikasi Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawaipada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Tesis.
Universitas Pasundan. Jawa Barat
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
289
Kustantini, Sri. 2005. Analisis Kinerja Guru Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Ungaran
Kabupaten Semarang. Tesis. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.
Levacic, Rosalind. 2009 .” Teacher Incentives and Performance: An Application of Principal–
Agent Theory”, Oxford Development Studies, March 2009, Vol. 37, No. 1.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2011, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung.
Melita, Irma. 2008. Pengaruh Kognitif Guru, Suvervisi, dan Sarana Prasarana terhadap Kinerja
Guru SMA Negeri 11 Padang. Tesis. Universitas Andalas. Sumatra Barat.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan. ArRuz Media. Yogjakarta.
Nadeem, Mohammad. 2011.” Teacher‟s Competencies and Factors Affecting the Performance of
Female Teachers in Bahawalpur (Southern Punjab) Pakistan”, International Journal of
Business and Social Science, October 2011, Vol. 2, No. 19.
Negash, Rijalu. Shimelis Zewude dan Reta Megersa. 2014. ”The effect of compensation on
employees motivation: In Jimma University academic staff”, Basic Research Journal of
Business Management and Accounts, February 2014, vol. 3(2) pp. 17-27.
Pace, Wayne & Faules, Don F. 2005. Komunikasi Organisasi (Strategi Meningkatkan Kinerja
Perusahaan). Editor Deddy Mulyana. Rosdakarya. Bandung.
Podgursky, Michael J. dan Matthew G. Springer. 2007. “Teacher Performance Pay: A Review”,
Journal of Policy Analysis and Management, Vol. 26, No. 4
Pratiwi, Suryani D. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Kemimpinan Kepala
Sekolah Menurut Persepsi Guru, dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru Ekonomi
SMP NEGERI di Kabupaten Wonogiri, Jurnal Pendidikan Insan Mandiri, Vol 1. No. 1.
Ristiana, Nunung. 2012. Pengaruh Kompensasi, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Guru Tidak Tetap. Skripsi. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.
Rivai, Veithzal, Ella Jauvani Sagala. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan :
Dari Teori Ke Praktik. Rajawali Pers. Jakarta.
Rizal, Muhamad 2014.” Effect of Compensation on Motivation, Organizational Commitment
and Employee Performance (Studies at Local Revenue Management in Kendari City)”,
International Journal of Business and Management Invention, February 2014, vol.3, pp.
64 - 79
Robbins, S., dan Timothy A. J. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behaviour.
Gramedia. Jakarta.
Roesly, Benny. 2012. Pengaruh Komunikasi Organisasi, Komitmen Organisasi, dan Iklim
Organisasi Terhadap Kinerja Guru di Lingkungan Sekolah Maitreyawira Batam. Tesis.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Samsudin H, Sadeli. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Setia. Bandung.
Sedarmayanti. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia (Reformasi Birokrasi dab Manajemen
Pegawai Negeri Sipil). PT Refikatama. Bandung.
Sirait, Justine T. 2006. Memahami Aspek-aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi. Grasindo. Jakarta.
Sjahruddin.Raden G Kurniasih. Wandi. 2010. Pengaruh Pemberian Kompensasi dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Pada SMP Cendana Pekan
Baru. Universitas Riau. Riau.
Sofyandi, Herman. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Spaho, Kenan. 2011. ”Organizational Communication as an Important Factor of Company
Success: Case Study of Bosnia and Herzegovina”, Business Intelligence Journal, July,
Vol.4, No.2
Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Regresi Linear Ganda dengan SPSS. Ed. Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Wijaya 275 – 290 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
290
Sudrajat, Akhmad. 2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-kepala-
sekolah/ (diakses tanggal 22 Mei 2014).
Syaiin, Subakti. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Klinik Spesialis
Bestari Medan. Tesis Pascasarjana. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.
Tella, Adeyinka. 2007. Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of
Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State. Library Philosophy
and Practice. April. 2007
Wahyuni, Lili. 2009. Pengaruh Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian
Akuntasi dengan Komitmen Organisasi dan Tekanan Pekerjaan sebagai Variabel
Intervening. Tesis. Universitas Diponogoro. Jawa Tengah.
Yensi, Nurul A. 2010. “Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Guru DI SMA
NEGERI 2 Argamakmur Bengkulu Utara”, Jurnal Kependidikan TRIADIK. April 2010.
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
291
PENGARUH MOTIVASI KERJA, PENGEMBANGAN KARIR DAN LINGKUNGAN
KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DENGAN
KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
PADA PERUSAHAAN TERMINAL LPG
Abda Alif
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak: The study examines the effect of work motivation, career development, work
environment on organizational citizenship behavior (OCB) with job satisfaction as intervening
variable. The research approach is a quantitative approach through the method of data collection
using questionnaires. The sample was totally 158 respondents. Research using analysis of
Structural Equation Model (SEM) that run through AMOS 18.00 software in seeing the influence
of exogenous variables on endogenous variables. The results showed that work motivation in a
positive and significant effect on job satisfaction, career development is not a positive and
significant effect on job satisfaction, work environment in a positive and significant effect on job
satisfaction, work motivation is not positive and significant effect on organizational citizenship
behavior, career development is a positive and significant effect on organizational citizenship
behavior, work environment is not positive and significant effect on organizational citizenship
behavior, job satisfaction is positively and significantly influence the organizational citizenship
behavior and work environment through job satisfaction has positive influence on organizational
citizenship behavior. Other findings are organizational citizenship behavior (OCB) can be
increased due to the work environment, but on the condition that the employees are satisfied
first.
Keywords: Organizational Citizenship Behavior (OCB), Job Satisfaction, Work Motivation,
Career Development, Work Environment.
Abstrak. Studi ini meneliti tentang pengaruh motivasi kerja, pengembangan karir, lingkungan
kerja terhadap perilaku kewarganegaraan organisasi (OCB) dengan kepuasan kerja sebagai
variabel intervening. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif melalui metode
pengumpulan data menggunakan kuesioner. Sampel sebesar 158 responden. Penelitian
menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM) yang dijalankan melalui AMOS 18.00
software dalam melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,
pengembangan karir tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja,
lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, motivasi kerja
tidak positif dan berpengaruh signifikan terhadap perilaku warga organisasi, pengembangan karir
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku warga organisasi, lingkungan kerja tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku warga organisasi, kepuasan kerja positif dan
signifikan mempengaruhi perilaku kewarganegaraan organisasi dan lingkungan kerja melalui
kepuasan kerja memiliki pengaruh positif perilaku warga organisasi. Temuan lain adalah
perilaku kewargaan organisasi (OCB) dapat meningkat karena lingkungan kerja, tetapi dengan
syarat bahwa karyawan puas terlebih dulu.
Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior (OCB), Kepuasan Kerja, Motivasi Kerja,
Pengembangan Karir, Lingkungan Kerja.
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
292
PENDAHULUAN
Dalam masa kompetitif saat ini, perusahaan-perusahaan dunia telah menyadari bahwa
hanya dengan mengembangkan sumber daya manusia, perusahaan bisa tetap tumbuh karena sisi
inovasi produk berada pada manusia itu sendiri. Sumber daya manusia menjadi aset atau modal
penting dalam organization effectiveness dalam mengembangkan sistem dan upaya-upaya
inovasi produk sehingga bisa tetap memiliki nilai-nilai competitive advantage dibanding dengan
kompetitor-kompetitor.
Aspek manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan, karena mereka
adalah penggerak perusahaan sehingga dapat berjalan, berkembang, bertahan dan berimprovisasi
dalam memajukan perusahaan. Oleh karenanya, manusia adalah intangible assets/human capital
yang meliputi level pendidikan, knowledge, skill, kompetensi, sikap kerja, kemampuan
berinovasi, motivasi, organizational citizenship behavior, hubungan dengan rekan kerja,
konsumen, supplier, dan sebagainya.
Robbins dan Judge (2008:40) mengemukan perusahaan yang sukses membutuhkan
karyawan yang akan melakukan lebih dari sekadar tugas biasa mereka -yang akan memberikan
kinerja yang melebihi harapan. Pernyataan tersebut sangat beralasan mengingat dunia kerja saat
ini sangat dinamis dan sangat cepat berubah. Tugas-tugas yang dikerjakan oleh tim dan
fleksibilitas pegawai sangat membantu perusahaan dalam mencapai kesuksesan. Oleh karenanya,
organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan yang akan memperlihatkan perilaku
“kewargaan yang baik”, seperti membantu individu lain dalam tim, mengajukan diri untuk
melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak perlu, menghormati semangat dan
isi peraturan, serta dengan besar hati menoleransi karugian dan gangguan terkait pekerjaan yang
kadang terjadi. (Robbins dan Judge, 2008:40)
Pada perusahaan terminal LPG dibutuhkan kerja sama tim yang solid mengingat safety
oriented menjadi nilai inti (core value) perusahaan. Karyawan dituntut untuk tidak sekedar
bekerja mengikuti deskripsi pekerjaan formal yang sudah ditetapkan, tetapi juga bisa melakukan
hal-hal lebih di luar pekerjaan formalnya. Industri yang mengutamakan safety oriented maka
semua karyawan diharapkan memiliki rasa peduli antar sesama bahkan siap bekerja ekstra di luar
jam pekerjaan karena terdapat hal-hal yang sangat krusial menyangkut tingkat keamanan
operasional perusahaan.
Kehandalan Peralatan (Facilities) mulai dari peralatan utama maupun peralatan
pendukung harus dalam kondisi prima. Mengingat kegiatan operasi Terminal LPG merupakan
daerah Zona Zero beroperasi 24 jam dan satu bulan hari kalender, maka tidak ada toleransi
dalam hal ketentuan safety. Kegiatan maintainance dilakukan secara periodik untuk menjamin
kehandalan peralatan tersebut.
Kepuasan kerja juga berhubungan dengan OCB sebagaimana penelitian yang dilakukan
oleh Jehad Mohammad et. al (2011) menemukan kepuasan kerja instrinsik dan ekstrinsik
berpengaruh terhadap OCB; Nima Saeedi et. al (2012) kepuasan kerja -berhubungan dengan
pekerjaan, gaji, promosi, supervisi, hubungan dengan rekan kerja- berpengaruh terhadap OCB;
Budiyanto dan Hening Widi Oetomo (2011) kepuasan kerja dapat menjelaskan OCB; Whitman
et. al (2010) penelitian ini ingin mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja melalui
OCB sebagai mediator. Hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan
kerja terhadap OCB sehingga berdampak pada kinerja.
Motivasi juga terkait dengan OCB sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Budiyanto dan Hening Widi Oetomo (2011) bahwa motivasi kerja secara positif dan signifikan
berpengaruh terhadap OCB dengan subjek penelitian 270 pegawai negeri sipil di Magetan
Indonesia. Penelitian Sangmook Kim (2006) menemukan motivasi behubungan dengan OCB
pada 1.584 pegawai jasa publik di Korea.
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
293
Penelitian mengenai pengaruh pengembangan karir terhadap OCB pernah dilakukan oleh
David Okurame (2010) terhadap 72 supervisor dan 182 subordinat di beberapa cabang Bank di
Nigeria. Hasilnya mengindikasikan career growth prospect (CGP) berpengaruh signifikan pada
OCB khususnya pada dimensi sportsmanship, conscientiousness dan civic virtue.
Salah satu hal yang penting dalam organisasi atau perusahaan adalah lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang nyaman, aman dan kondusif akan membuat karyawan betah di kantor
dan berimplikasi pada puas atau tidak puas kerja (Budiyanto dan Hening, 2011).
KAJIAN TEORI
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Organ (1988, dalam Podsakoff, 2000)
mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak
secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem imbalan formal, dan yang
secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan
sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi
jabatan, yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai
pilihan personal.
Akhir-akhir ini, para peneliti OCB mendefinisikannya perilaku kewargaan sebagai
sebagai perilaku terpisah dari peran inti performa kerja dan menekankan bahwa OCB harus
dilihat sebagai peran ekstra sekaligus peran yang berfungsi secara organisasi (Bateman dan
Organ, 1983, dalam Van Dyne, linn; Jill W Graham; Richard M. Dienesch:1994). Podsakoff et
al. (2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun
waktu 1997 hingga 1998. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kewargaan sangat membantu
organisasi yang efisien, efektif dan positif.
Greenberg dan Baron (2008: 231, 433) mendefinisikan OCB sebagai tindakan sukarela
yang melampaui persyaratan kerja formal. Sebuah bentuk perilaku informal dimana seseorang
melampaui harapan-harapan secara formal dalam mengkontribusikan kesejahteraan organisasi
dan orang-orang didalamnya. Robbins dan Judge (2008:40) menggambarkan OCB sebagai
perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan,
namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku
sukarela diluar pekerjaan formal yang sudah ditentukan, namun memberikan dampak bagi
perusahaan secara efektif, efisien dan positif.
Dimensi-dimensi OCB menurut Organ (1988, dalam Podsakoff, 2000) antara lain: Altruism
(Membantu orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka), Conscientiousness (kinerja melebihi
standar), Sportmanship (bekerja tanpa komplain dan mengeluh), Courtessy (perilaku sesuai
aturan), Civic Virtue (peduli terhadap organisasi).
Kepuasan Kerja. Greenberg dan Baron (2008:221), Wood et al. (1998:146), Schermerhorn,
Hunt dan Osborn (2002:162) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif
yang dirasakan oleh individu terhadap pekerjaannya. Sedangkan, Robbins dan Judge (2008:40)
menganggap kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
McShane dan Von Glinov (2008:115) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai evaluasi
seseorang terhadap pekerjaanya dan dalam kontek bekerja.
Robbins et al. (2001:59) mendefinisikan kepuasan kerja dengan singkat yaitu sikap
umum individu terhadap pekerjaanya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan
berpengaruh kepada perilaku positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, ketika seseorang tidak
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
294
puas dengan pekerjaanya akan menimbulkan perilaku yang negatif terhadap apa yang
dikerjakannya.
Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikap
senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. (Rivai dan Sagala. 2010:856).
Kepuasan kerja adalah suatu perasaaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai
yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. (Mangkunegara,
2011:117).
Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang kepuasan kerja bahwa kepuasan kerja
berhubungan dengan sikap perasaan seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja baik positif
maupun negatif.
Dimensi-dimensi kepuasan kerja menurut Job Description Index (JDI) (Wood et al,
1998) antara lain Pekerjaan itu sendiri, Kualitas supervisi, Hubungan dengan rekan kerja,
Peluang promosi, Gaji.
Motivasi Kerja. Motivasi adalah serangkaian proses yang membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku manusia demi pencapaian tujuan tertentu. (Greenberg dan Baron.
2008:248).
Motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks ini maka motivasi yang dimaksud adalah
fokus pada tujuan-tujuan organisasional untuk mencerminkan minat terhadap perilaku yang
berhubungan dengan pekerjaan. Robbins dan Judge (2008:222).
Rivai dan Sagala (2010:837) menganggap motivasi sebagai serangkaian sikap dan nilai-
nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu. Lebih lanjut Rivai dan Sagala (2010) mengungkapkan bahwa sumber motivasi ada tiga
faktor, yaitu: 1) kemungkinan untuk berkembang, 2) jenis pekerjaan, dan 3) apakah mereka
dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Robbins dan Judges (2008:223-256) telah membagi teori motivasi tradisional dengan
teori motivasi kontemporer. Teori motivasi tradisional diantaranya adalah teori hierarki
kebutuhan Maslow, teori X dan Y, dan teori dua faktor. Sedangkan, teori motivasi kontemporer
diantaranya adalah teori kebutuhan McClelland. Robbins dan Judge (2008:229) mengkritik teori
motivasi tradisional sebagai teori yang tidak menunjukkan hasil yang baik setelah dilakukan
pemeriksaan yang menyuluruh.
Robbins dan Judge (2008:230) selanjutnya merekomendasikan teori motivasi
kontemporer karena dianggap lebih valid dan juga karena dikembangkan baru-baru ini sehingga
teori-teori ini menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Ernest J. McCormick mendefinisikan motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
kerja. (Mangkunegara, 2011:94)
Jadi, motivasi kerja adalah suatu proses sikap dan nilai-nilai yang mendorong,
membangkitkan dan mengarahkan seseorang untuk pencapai tujuannya dalam lingkungan kerja.
Dimensi-dimensi motivasi kerja menurut David McClelland (Robbin dan Judge, 2008) antara
lain kebutuhan pencapaian, kebutuhan kekuatan, dan kebutuhan hubungan.
Pengembangan Karir. Karir adalah suatu pendekatan formal yang digunakan oleh organisasi
dalam meningkatkan jabatannya melalui kualifikasi dan pengalaman yang sesuai ketika
dibutuhkan. Pengembangan karir secara formal akan sangat penting bagi menjaga motivasi dan
komitmen pegawai (Mondy dan Noe, 2005:237).
Karir adalah urutan pengalaman dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan dan yang
menciptakan sikap dan perilaku tertentu pada diri seseorang. Atau urutan sikap dan perilaku
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
295
seseorang dikaitkan dengan oengalaman kerja dan aktifitas dalam rentang kehidupan orang itu
(Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 1996:205).
Karir adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh individu selama masa
hidupnya. Karir merupakan pola dari pekerjaan dan sangat berhubungan dengan pengalaman
(posisi, wewenang, keputusan dan interpretasi subjektif atas pekerjaan dan aktivitas selama masa
kerja individu (Rivai dan Sagala, 2010:266).
Pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai
dalam rangka mencapai karir yang diinginkan (Rivai dan Sagala, 2010:274). Tujuan dari
pengembangan akrir dalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan
kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang.
Danrew J. Dubrin menganggap pengembangan karir sebagai aktivitas kepegawaian yang
membantu pegawai-pegawai merencanakan karir masa depan mereka di perusahaan agar
perusahaan dan pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum.
(Mangkunegara, 2011:77).
Pengembangan karir merupakan upaya-upaya pribadi seorang karyawan untuk mencapai
suatu rencana karir. Oleh karenanya, setiap karyawan harus bertanggung jawab atas kemajuan
dan pengembangan karir yang dialami.
Dari beberapa definisi diatas dapat digambarkan pengembangan karir sebagai proses
peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai baik secara structural maupun fungsional
sesuai dengan yang diinginkan.
Dimensi-dimensi pengembangan karir menurut Handoko (2008) dan Rivai dan Sagala
(2010) antara lain prestasi kerja, kesetiaan terhadap Organisasi, Mentor dan Sponsor, Dukungan
para Bawahan, dan Kesempatan untuk Bertumbuh.
Lingkungan Kerja. Menurut Sedarmayati (2001:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai
berikut : “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,
lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya
baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembanka (Nitisemito, 2000:183).
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksnakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja
dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan
kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak
mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala
sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non
fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat
bekerja.
Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja
terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Motivasi Kerja Berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
H2 : Pengembangan Karir Berpengaruh terhadap Kepuasan kerja
H3 : Lingkungan Kerja Berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
H4 : Motivasi Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)
H5 : Pengembangan Karir Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)
H6 : Lingkungan Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)
H7 : Kepuasan Kerja Berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB)
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
296
METODE
Jenis desain ini biasa disebut dengan desain kausal atau desain pengujian hipotesis, yaitu
studi yang termasuk menjelaskan hubungan tertentu atau menentukan perbedaan antar kelompok
atau kebebasan (independensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi (Sekaran, 2009:162,
Istijanto, 2010:27, Umar, 2013:10-11).
Jumlah populasi sebesar 154 orang, ditambah dengan pekerja harian sebanyak 25 orang,
jadi secara keseluruhan 179 orang. Data kuesioner disebar sebanyak 179 ke seluruh responden
namun data kuesioner yang terkumpul sebanyak 158 responden. Teknik ini disebut teknik sensus
sebab mengambil seluruh responden.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu data
dikumpulkan dengan menanyai karyawan melalui daftar pernyataan atau kuesioner terstruktur
melalui Model Skala Likert.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model struktur berjenjang dan untuk
menguji hipotesis yang diajukan, maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural
Equation Modelling) yang dioperasikan melalui program AMOS.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden. Dalam penelitian ini secara keseluruhan responden berjumlah 158
orang dengan pembagian responden laki-laki berjumlah 147 (93%) orang dan responden
perempuan berjumlah 11 (7%) orang. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di
bagi menjadi 7 kategori, yaitu (1) tingkat SD berjumlah 16 orang atau 10%, (2) tingkat SMP
berjumlah 27 orang atau 17%, (3) tingkat SMA/SMK/STM berjumlah 102 orang atau 65%, (4)
tingkat D1 berjumlah 1 orang atau 1%, (5) tingkat D2 berjumlah 2 orang atau 1%, (6) tingkat D3
berjumlah 3 orang atau 2%, (7) tingkat S1 berjumlah 7 orang atau 4%. Distribusi responden
berdasarkan masa kerja di bagi menjadi 5 kategori, yaitu (1) 1-2 tahun berjumlah 1 orang atau
1%, (2) 3-4 tahun berjumlah 11 orang atau 7%, (3) 5-6 tahun berjumlah 129 orang atau 82%, (4)
7-8 tahun berjumlah 7 orang atau 4%, (5) 9 tahun berjumlah 10 orang atau 6%.
Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis). Dalam penelitian ini terdiri
dari tiga konstruk eksogen dan dua konstruk endogen. Variabel motivasi kerja, pengembangan
karir dan lingkungan kerja merupakan konstruk eksogen. Sedangkan, variabel kepuasan kerja
dan organizational citizenship behavior (OCB) merupakan konstruk endogen.
Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Eksogen
Gambar 1. Model CFA Konstruk Eksogen
Pengujian terhadap kelayakan Model CFA Konstruk Eksogen. Dari diagram jalur gambar
1 dapat dilihat bahwa Model Konstruk Eksogen memiliki goodness of fit yang baik, karena nilai
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
297
probabilitas dari Chi-Square lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,202. Demikian juga dengan
nilai DF, GFI, AGFI, CFI, TLI, CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang
direkomendasikan (lihat tabel 1 di bawah ini). Hasil pengujian Model CFA Konstruk Eksogen
diringkas dalam tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengujian Model CFA Konstruk Eksogen
No. Goodness of Fit
Indices
Cut Off Value
(Nilai Batas)
Hasil Kriteria
1. Chi-Square . df 83.897 Good Fit
Probability 0,05 0,202
2. CMIN/DF 2 1,134 Good Fit 3. GFI 0,90 0,931 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,902 Good Fit 5. CFI 0,90 0,987 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,985 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,029 Good Fit
Sumber: Data Primer Diolah Peneliti dengan Amos 18.00
Confirmatory Factor Analysis (CFA) Konstruk Endogen
Gambar 2. Model CFA Konstruk Endogen
Pengujian terhadap kelayakan Model CFA Konstruk Endogen. Dari diagram jalur gambar
2 dapat dilihat bahwa Model CFA Konstruk Endogen memiliki goodness of fit yang baik, karena
nilai porbabilitas dari Chi-Square > 0,05 yaitu sebesar 0,193 serta nilai-nilai DF, GFI, AGFI,
CFI, TLI, CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang direkomendasikan (Goodness Of
Fit Indices tabel 2 di bawah ini). Hasil pengujian Model_5 CFA Konstruk Endogen diringkas
dalam tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Pengujian Model CFA Konstruk Endogen
No. Goodness
of Fit
Indices
Cut Off
Value
(Nilai
Batas)
Hasil Kriteria
1. Chi-
Square . df 4.731 Good Fit
Probability 0,05 0,193
2. CMIN/DF 2 1,577 Good Fit 3. GFI 0,90 0,990 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,931 Good Fit
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
298
5. CFI 0,90 0,996 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,979 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,061 Good Fit
Sumber: Data Primer Diolah peneliti dengan Amos 18.00
Analisis Model Struktural
Gambar 3. Full Model
Pengujian terhadap kelayakan Full Model. Dari diagram jalur pada Gambar 3 dapat
dilihat Full Model memiliki goodness of fit yang baik yaitu nilai Chi-Square sebesar 155.716
dengan probabilitas (P) > 0,05 yaitu sebesar 0,337 dan juga nilai-nilai DF, GFI, CFI, TLI,
CMIN/DF dan RMSEA telah memenuhi nilai yang direkomendasikan. Hanya nilai AGFI yang
marjinal fit karena nilainya sebesar 0,880 sedikit di bawah yang direkomendasikan yakni 0,90.
Secara lebih rinci hasil pengujian Full Model dalam tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian Full Model No. Goodness
of Fit
Indices
Cut Off
Value
(Nilai
Batas)
Hasil Kriteria
1. Chi-Square . df 155.716 Good Fit
Probability 0,05 0,337
2. CMIN/DF 2 1,045 Good Fit 3. GFI 0,90 0,915 Good Fit 4. AGFI 0,90 0,880 Marginal
Fit 5. CFI 0,90 0,995 Good Fit 6. TLI/NNFI 0,90 0,994 Good Fit 7. RMSEA 0,08 0,017 Good Fit
Sumber: Data Primer Diolah peneliti dengan Amos 18.00
Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan Full Model merupakan Fit
Model yang dapat diterima. Dengan demikian hipotesis fundamental analisis SEM dalam
penelitian ini diterima yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara matrik kovarian
data dari variabel teramati dengan matrik kovarian dari model yang dispesifikasikan (implied
covarian matrix). Hal ini menunjukkan bahwa dua persamaan struktural yang dihasilkan oleh fit
model (full model) dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dan
pengaruh antar variabel eksogen dengan endogennya. Sedangkan, besarnya pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen akan dilakukan pengujian statistik
sehingga dapat diketahui variabel independen mana saja yang berpengaruh signifikan dan paling
dominan mempengaruhi variabel dependennya.
Lanjutan Tabel 2
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
299
Adapun dua persamaan struktural yang dihasilkan oleh fit model (full model) dapat
dibentuk dari output AMOS 18.00 pada Standardized Regression Weights, yaitu:
Persamaan Struktural 1 : Kepuasan Kerja = 0,729*Motivasi Kerja + -0,503*Pengembangan Karir + 0,375*Lingkungan Kerja
Persamaan Struktural 2 : Organizational Citizenship Behaviour = 0,361*Motivasi Kerja + 0,818*Pengembangan Karir + -
0,603*Lingkungan Kerja + 0,285*Kepuasan Kerja
Berdasarkan dua persamaan struktural yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa variabel pengembangan karir memiliki pengaruh yang paling dominan
terhadap organizational citizenship behaviour (OCB). Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien
jalurnya sebesar 0,818 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan koefisien jalur dari
variabel motivasi kerja (0,361), kepuasan kerja (0,285) maupuan lingkungan kerja (-0,603).
Sedangkan, pengaruh terhadap kepuasan kerja, variabel motivasi kerja lebih dominan
dibandingkan dengan lingkungan kerja dan pengembangan karir. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
koefisien jalur motivasi kerja sebesar 0,729 lebih besar dari nilai koefisien jalur lingkungan kerja
sebesar 0,375 maupun pengembangan karir sebesar -0,503.
Evaluasi Model Struktural. Evaluasi dilakukan terhadap model struktural sebagai berikut: (a)
Skala Pengukuran Variabel (Skala Data): Data yang digunakan untuk mengukur variabel dalam
penelitian ini menggunakan Skala Likert dengan 4 kategori 1 s/d 4; (b) Ukuran Sampel: Sampel
sebanyak 158 responden pada penelitian ini sudah memenuhi ketentuan minimal (minimum
requirement) analisis SEM yaitu sampel berkisar antara 100-200 atau minimal lima kali jumlah
indikator; (c) Normalitas Data: Hasil menunjukkan nilai critical rasio (c.r.) dari multivariat pada
kurtosis berada di atas harga mutlak 2,58 yaitu 19,678, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak
berdistribusi normal secara multivariate. Karena distribusi data tidak normal maka dilakukan
bootstraping Bollen-Stone. Hasil probabilitas bootstrapping Bollen-Stone p = 0,025 < 0,05,
artinya ketidaknormalan data tidak bermasalah; (d) Data Outliers: Nilai Mahalanobis Distance
atau (20:0,001) = 45.314. Hal ini berarti semua kasus (observation number) yang memiliki
nilai Mahalanobis d-squared yang lebih besar dari 45.314 adalah multivariate outliers. Hasil
menunjukkan bahwa terdapat sedikit data outliers namun peneliti memutuskan tidak membuang
sampel yang outliers karena peneliti ingin menampilkan data sesungguhnya dan apa adanya data
dari responden, selain itu goodness of fit sudah memenuhi nilai yang direkomendasikan sehingga
tidak perlu membuat data outliers; (e) Multicolinearity dan Singularitas: Determinant of sample
covariance matrix sebesar 0,000 berada mendekati nol. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat multikolinieritas dan singularitas pada data penelitian ini namun demikian masih
dapat diterima karena persyaratan asumsi SEM yang lain terpenuhi (Haryono dan Wardoyo,
2012;311); (f) Uji Reliabilitas Konstruk: Menunjukkan bahwa seluruh indikator dari konstruk
penelitian memiliki nilai faktor muatan standar > 0,5 sehingga seluruhnya memiliki validitas
yang baik. Adapun Construct Reliability (CR) hanya konstruk OCB yang memiliki nilai CR
sebesar 0,66 sedikit di bawah yang direkomendasikan 0,70 sedangkan konstruk lainnya dan
seluruh konstruk memiliki nilai CR 0,70. Begitu pula dengan Varian Extracted (VE) hanya
konstruk OCB yang memiliki nilai 0,49 sedikit di bawah yang direkomendasikan 0,50,
sedangkan konstruk lainnya memiliki nilai VE 0,50. Dengan demikian, hanya konstruk OCB
yang reliabilitasnya cukup sedangkan konstruk yang lainnya memiliki reliabilitas baik; (g)
Pengajuan Hipotesis: Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan nilai t-Value dengan
tingkat signifikansi 0,05 serta nilai Critical Rasio (C.R.) 1,967 atau nilai probabilitas (P) 0,05
maka ditolak (hipotesis penelitian diterima). Apabila nilai Critical Rasio (C.R.) 1,967 atau
nilai probabilitas (P) 0,05 maka ditolak (hipotesis penelitian diterima).
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
300
Tabel 4. Hasil Pengujian Hipotesis
Estimate S.E. C.R. P Label
Kepuasan Kerja <--- Motivasi Kerja ,918 ,351 2,612 ,009 par_15
Kepuasan Kerja <--- Pengembangan
Karir -,574 ,317 -1,812 ,070 par_17
Kepuasan Kerja <--- Lingkungan Kerja ,396 ,171 2,314 ,021 par_19
Org. Citizenship
Behaviour <--- Motivasi Kerja ,214 ,208 1,030 ,303 par_16
Org. Citizenship
Behaviour <---
Pengembangan
Karir ,441 ,196 2,250 ,024 par_18
Org. Citizenship
Behaviour <--- Lingkungan Kerja -,301 ,117 -2,579 ,010 par_20
Org. Citizenship
Behaviour <--- Kepuasan Kerja ,135 ,058 2,306 ,021 par_21
Sumber: Hasil Olah Data Primer (2014)
Adapun hasil pengujian terhadap seluruh hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Pengujian Hipotesis 1
otivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,612 > 1,967 atau nilai P sebesar
0,009 < 0,05 maka ditolak, yang berarti Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Pengujian Hipotesis 2
Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar -1,812 < 1,967 atau nilai P sebesar
0,070 > 0,05 maka diterima, yang berarti Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Pengujian Hipotesis 3
Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
: Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,314 > 1,967 atau nilai P sebesar 0,021
< 0,05 maka ditolak, yang berarti Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.
Pengujian Hipotesis 4
: Motivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior
Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior
Kesimpulan: Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 1,030 < 1,967 atau nilai P sebesar 0,303
< 0,05 maka diterima, yang berarti Motivasi Kerja tidak berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.
Pengujian Hipotesis 5
: Pengembangan Karir tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
: Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior
Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,250 > 1,967 atau nilai P sebesar
0,024 > 0,05 maka ditolak, yang berarti Pengembangan Karir berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.
Pengujian Hipotesis 6
: Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
: Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar -2,579 < 1,967 atau nilai P sebesar
0,010 < 0,05 maka diterima, yang berarti Lingkungan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
301
Pengujian Hipotesis 7
: Kepuasan Kerja tidak berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
: Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Organization Citizenship Behavior.
Kesimpulan : Karena nilai t-Value atai C.R. sebesar 2,306 > 1,967 atau nilai P sebesar
0,021 < 0,05 maka ditolak, yang berarti Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh langsung motivasi kerja, pengembangan karir dan
lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja memiliki
pengaruh langsung lebih besar terhadap kepuasan kerja (sebesar 0,729), kemudian disusul
lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja (sebesar 0,375). Adapun pengaruh langsung motivasi
kerja, pengembangan karir dan lingkungan kerja terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) dapat disimpulkan bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh paling besar terhadap
OCB (sebesar 0,818) dari pengaruh langsung motivasi kerja (sebesar 0,361) atau lingkungan
kerja (sebesar -0,603).
Kemudian hasil perhitungan pengaruh tidak langsung dari motivasi kerja, pengembangan
karir dan lingkungan kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja menunjukkan bahwa motivasi
kerja memiliki pengaruh tidak langsung yang lebih besar (sebesar 0,208) dapi pada lingkungan
kerja (sebesar 0,107) dan pengembangan karir (-0,144).
Pengaruh langsung motivasi kerja terhadap OCB (sebesar 0,361) lebih besar dari pada
pengaruh tidak langsung dari motivasi kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja (sebesar
0,208), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini bukan merupakan
variabel interverning.
Pengaruh langsung pengembangan karir terhadap OCB (sebesar 0,818) lebih besar dari
pada pengaruh tidak langsung dari pengembangan karir terhadap OCB melalui kepuasan kerja
(sebesar -0,144), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini bukan
merupakan variabel interverning.
Pengaruh langsung lingkungan kerja terhadap OCB (sebesar -0,603) lebih kecil dari pada
pengaruh tidak langsung dari lingkungan kerja terhadap OCB melalui kepuasan kerja (sebesar
0,107), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja dalam penelitian ini merupakan variabel
interverning.
Perhitungan pengaruh total dari motivasi kerja, pengembangan karir dan lingkungan kerja
terhadap kepuasan kerja menunjukkan bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh total yang paling
besar (0,729) kemudian di susul lingkungan kerja (0,375), sementara pengembangan
pengaruhnya negatif (-0,503)
Kemudian hasil perhitungan pengaruh total dari motivasi kerja, pengembangan karir dan
lingkungan kerja terhadap OCB menunjukkan bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh
total yang paling besar (0,675) dan motivasi kerja (0,569), kemudian disusul kepuasan kerja
(0,285), sementara lingkungan kerja pengaruhnya negatif (-0,496).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Motivasi sangat penting bagi
seorang pegawai sebab melalui motivasi seseorang akan menggerakkan dan mengendalikan
perilaku. Dengan adanya motivasi akan dapat memberikan dorongan kepada seorang pegawai
untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki.
Luthans (1998) dalam (Adeyinka dkk, 2007) menyatakan bahwa motivasi merupakan
proses membangkitkan, menggerakkan, dan mengarahkan perilaku dan kinerja. Gibson,
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
302
Ivancevich dan Donnely (1985:93) mengatakan determinan yang penting bagi prestasi individu
adalah motivasi.
Oleh karenanya, motivasi diperlukan oleh setiap orang yang bekerja dalam sebuah
perusahaan. Dimana perusahaan selalu menuntut kepada karyawannya untuk terus termotivasi
dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan sehingga mencapai hasil atau target yang
ditentukan oleh perusahaan.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan sebuah peran. Individu dengan kepribadian buruk akan melakukan sikap kerja yang
kurang baik begitu juga sebaliknya. Karenanya penting sekali faktor kepribadian terutama pada
aspek motivasi internal. Sebagaimana diketahui motivasi Mc Clelland berdasarkan pada
kebutuhan internal atau kepribadian seseorang, yaitu kebutuhan diri atas prestasi, kebutuhan diri
atas pengakuan dan kebutuhan diri atas hubungan sesama. Apabila dalam diri seorang memiliki
kepribadian berkebutuhan pada prestasi, pengakuan maupun hubungan sesame pegawai yang
kuat tentunya akan beimplikasi kepada perasaan atau emosi yang positif sehingga ia akan
merasakan kepuasan dalam bekerja (Robbin dan Judge. 2008:110-111).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan kerja, hal ini mendukung teori diskrepansi dimana seorang karyawan akan merasa puas
bila kondisi yang aktual sesuai dengan harapan atau yang diinginkan. Begitu juga dengan teori
equity yaitu karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari
pekerjaan mereka seperti gaji dan rekan kerja. Mendukung juga teori opponent-process yaitu
rasa puas dan tidak puas seorang karyawan sangat ditentukan oleh sejauhmana penghayatan
emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapai, dan teori-teori motivasi
lainnya. (Sopiah, 2008:172-175).
Agar proses motivasi terhadap kepuasan kerja menjadi optimal maka perlu untuk
meningkatkan kebutuhan berprestasi/berkembang dan kebutuhan kekuasaan/pengakuan
sebagaimana mendukung penelitian yang sudah dilakukan oleh Rima Handayani (2011).
Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengembangan karir tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Secara
umum, perusahaan dalam penelitian ini memang masih belum menerapkan sistem karir (jalur
karir dan pola karir) yang jelas dan terarah. Pengembangan karir pun tidak terprogram secara
sistematis, hal ini bisa dideteksi dari masa kerja karyawan yang cukup lama di posisi tertentu.
Namun, hanya sebatas rotasi dibagian-bagian lain dalam level posisi yang sama.
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Robbins dan Judge (2008:114) pada
dasarnya kepuasan kerja bergantung pada gambaran-gambaran mengenai hasil, perlakukan, dan
prosedur-prosedur yang adil. Artinya, apabila pegawai merasa pengawas anda, prosedur
organisasional termasuk pengembangan karir, dan kebijakan benefit tidak adil, maka kepuasan
pegawai akan cenderung menurun secara signifikan.
Indikasi masa kerja yang cukup lama di suatu posisi tentu menunjukkan bahwa masih
belum ada prosedur yang adil dalam hal pengembangan karir pegawai sehingga menimbulkan
perasaan yang kurang puas terhadap pengelolaan manajemen kinerja khususnya pengembangan
karir pegawai.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Lingkungan kerja
sebagai faktor ekternal memegang peranan penting dalam mempengaruhi perasaan karyawan
dalam bekerja sehingga mampu mencapai hasil yang diharapkan.
Issam G. (2008) membagi empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu
kepribadian, nilai, situasi kerja dan pengaruh sosial. Situasi kerja atau lingkungan kerja
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
303
mengambil peran penting dalam mempengaruhi kepuasan kerja sebab pegawai setiap hari
bekerja dalam situasi fisik yang terus-menerus dihadapainya. Suasana kantor baik berhubungan
dengan penataan ruang, suhu udara, akibat suara bising, keamanan kerja dan hubungan karyawan
merupakan faktor internal yang dapat membuat karyaman merasa nyaman, senang, bahagia
maupun puasa selama bekrja di kantor.
Bahkan menurut teori faktor hygiene (hygiene factors) Herzberg, yang terpenting dalam
menghasilkan kepuasan kerja adalah mengutamakan faktor-faktor atau kondisi-kondisi yang
berkaitan dengan pekerjaan seperti kebijaksanaan, kualitas pengawasan, kondisi fisik
pekerjaan/lingkungan kerja, imbalan kerja, hubungan karyawan, dan keamanan pekerjaan yang
mana ketika itu semua sesuai dengan kapasitas pekerjaan karyawan maka akan membuat
karyawan puas (Robbins dan Judge, 2008:227-228).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasan kerja, hal ini mendukung teori hygine factor Herzberg diatas bahwa faktor
situasi dan kondisi pekerjaan itu sendiri mempengaruhi kepuasan terhadap apa yang dikerjakan.
Hasil ini juga mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sukadar (2009) bahwa
secara simultan lingkungan kerja, gaji dan reward berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja. Secara parsial masing-masing faktor lingkungan kerja, gaji dan reward berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
Agar proses menciptakan lingkungan kerja yang memberikan dampak terhadap kepuasan
kerja menjadi optimal maka perlu untuk meningkatkan faktor saling menolong dalam hubungan
karyawan yang tinggi sebagaimana mendukung penelitian yang sudah dilakukan oleh Sardzoska,
Elisaveta Gjorgji dan Thomas Li-Ping Tang. (2012).
Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa OCB tidak dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja. Artinya,
ketika karyawan melakukan pekerjaan diluar job description mereka atau bekerja suka rela
melebihi jam kerja, tidak pernah hilang ketika seharian bekerja, datang ke kantor lebih awal jika
diperlukan dan tidak menghabiskan waktu dengan menelepon urusan pribadi, maka hal itu bukan
didasari atas motivasi atau kebutuhan untuk mendapat pengakuan atau kebutuhan untuk
berprestasi. Namun hal tersebut semata hanya untuk menjalankan tugas sesuai dengan prosedur
dan tanggung jawab yang ditetapkan oleh perusahaan sebab industri di perusahaan ini memiliki
tingkat resiko tinggi sehingga memerlukan kesigapan, kedisiplinan, ketelitian dan ketepatan
waktu dalam bekerja.
Organ (1997) menguraikan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB antara lain;
budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati, persepsi terhadap dukungan
organisasional, persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan
jenis kelamin. Budaya dan iklim kerja perusahaan industri migas tentu memiliki tingkat
prosedural yang ketat sehingga pegawai memerlukan ijin secara prosedural terlebih dahulu
sekalipun membantu temannya dalam melakukan tugas.
Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengembangan karir berpengaruh terhadap OCB. Meningkatnya
perilaku OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
karyawan (internal) seperti moral, rasa puas, sikap positif, dsb sedangkan faktor yang berasal
dari luar karyawan (eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepemimpinan, budaya
perusahaan.
Pengembangan karir berkaitan dengan prestasi kerja karyawan, kesetiaan terhadap
organisasi, mentor dan sponsor, dukungan para bawahan dan kesempatan untuk bertumbuh. Jadi,
pengembangan karir menjadi faktor yang kompleks dalam mempengaruhi OCB sebab memiliki
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
304
dua faktor baik internal (prestasi karyawan, kesetaiaan terhadap organisasi) maupun eksternal
(mentor dan sponsor, dukungan para bawahan, kesempatan bertumbuh).
OCB dikaitkan dengan minat terhadap organisasi, hal ini ditampilkan tidak hanya melalui
pelaksanaan kewajiban mereka saja, tapi juga termasuk upaya untuk membantu rekan kerja,
melindungi sumber daya organisasi serta melakukan segala upaya yang telah melampaui standar
minimum yang harus dipenuhi seorang karyawan. Ketika seorang karyawan melakukan hal ini,
organisasi tidak memberikan imbalan finansial tertentu buat mereka, akan tetapi perilaku ini
menjadi rekomendasi bagi perusahaan untuk melaksanakan kenaikan jabatan dan promosi buat
karyawan tersebut.
Oleh karena itu, OCB tidak dikaitkan langsung dengan reward tertentu seperti pemberian
bonus atau semacamnya (Organ, 1997). Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa
pengembangan karir berpengaruh terhadap OCB (Azrin Rasuwin. 2013). Begitu juga penelitian
David Okurame (2012) career growth prospect (CGP) berpengaruh signifikan pada OCB
khususnya pada dimensi sportsmanship, conscientiousness dan civic virtue. Hal ini serupa pada
penelitian ini yang berpengaruh kepada aspek conscientiousness dari OCB.
Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil
penelitian menunjukkan bawah lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap OCB. Lingkungan
kerja sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi OCB tidak memiliki pengaruh yang
signifikan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Organ (1995) bahwa faktor yang
mempengaruhi OCB antara lain; budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati,
persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan
bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin. Apa yang diungkapkan oleh Organ lebih dominan
kepada faktor internal dari diri karyawan dalam mengembangkan OCB dibanding faktor
eksternal atau lingkungan fisik.
Sebagaimana dalam penelitian ini juga bahwa lingkungan kerja tidak secara langsung
mempengaruhi OCB melainkan dimediasi oleh kepuasan kerja. Hal ini menujukkan bahwa
lingkungan kerja yang nyaman dan bagus akan memberikan dampak pada perasaan positif dan
membuat puas karyawan sehingga pada akhirnya akan berdampak pula pada perilaku extra-role
selama dalam pekerjaan tetapi tidak meninggalkan pekerjaan utamanya.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap OCB.
Kepuasan kerja pegawai sangat diperlukan karena terkait perasaan positif maupun negatif
mengenai pekerjaan mereka (Wood et. al, 1998:146). Perasaan positif pegawai terhadap
pekerjaannya akan berdampak pada peningkatan kinerja. Begitu juga sebaliknya, perasaan
negatif pegawai terhadap pekerjaannya akan berdampak pula pada penurunan kinerja.
Organizational Citizenship Behavior dapat timbul dari berbagai faktor dalam organisasi,
di antaranya karena adanya kepuasan kerja dari karyawan dan komitmen organisasi yang tinggi
(Robbin dan Judge, 2008). Ketika karyawan merasakan kepuasan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, maka karyawan tersebut akan bekerja secara maksimal dalam menyelesaikan
pekerjaannya, bahkan melakukan beberapa hal yang mungkin diluar tugasnya.
OCB merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja
dan di reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi
perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai
tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial (Podsakoff et al, 2005)
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
305
Jadi, sangat beralasan Robbins dan Judge (2008:113-115) mengatakan bahwa kepuasan
kerja menjadi faktor penentu utama dari perilaku kewargaan organisasional (organizational
citizenship behavior) seorang karyawan.
Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya sebagaimana penelitian yang dilakukan
oleh Jehad Mohammad et. al (2011) menemukan kepuasan kerja instrinsik dan ekstrinsik
berpengaruh terhadap OCB; Nima Saeedi et. al (2012) kepuasan kerja -berhubungan dengan
pekerjaan, gaji, promosi, supervisi, hubungan dengan rekan kerja- berpengaruh terhadap OCB;
Budiyanto and Hening Widi Oetomo (2011) kepuasan kerja dapat menjelaskan OCB; Whitman
et. al (2010) penelitian ini ingin mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja melalui
OCB sebagai mediator. Hasil menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan
kerja terhadap OCB sehingga berdampak pada kinerja.
Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total. Analisa pengaruh
ditujukan untuk melihat seberapa kuat pengaruh suatu variabel dengan variabel lainnya baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Interpretasi dari hasil ini akan memiliki arti yang
penting untuk menentukan strategi yang jelas dalam meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku
kewargaan pegawai (OCB).
Perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung maupun pengaruh total antara variabel
eksogen terhadap variabel endogen dalam penelitian ini dilakukan untuk mencari variabel mana
yang tepat digunakan dalam peningkatan kepuasan kerja dan OCB agar lebih optimal.
Dari hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan OCB karyawan agar lebih optimal maka yang harus dilakukan oleh manajemen di
perusahaan ini adalah lebih merencanakan pengembangan karir dan meningkatkan motivasi kerja
karyawan. Sedangkan, untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan agar lebih optimal maka
harus dilakukan oleh manajemen perusahaan ini adalah lebih meningkatkan motivasi kerja
karyawan dan memperbaiki lingkungan kerja.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis model struktural dan pengujian goodness of fit, maka
pengujian hipotesis secara statistik terhadap pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap
variabel endogen menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Motivasi kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi
peningkatan kepuasan kerja apabila ada peningkatan motivasi kerja walaupun tanpa adanya
dukungan pengembangan karir maupun lingkungan kerja. Indikator motivasi kerja yang
mempengaruhi yaitu Dorongan untuk mencapai standar tinggi, Dorongan untuk mencapai status
dan Dorongan untuk menjaga hubungan baik dengan rekan kerja Sedangkan, indikator kepuasan
kerja yang dipengaruhi adalah tumbuh dalam pekerjaannya kualitas supervisor dalam membantu
teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil . Kedua. Pengembangan karir tidak
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan kepuasan
kerja sekalipun tidak terdapat dukungan pengembangan karir yang jelas. Indikator
pengembangan kerja yang tidak dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu prestasi kerja untuk
tujuan karir, standar kerja tinggi untuk tujuan karir, bimbingan mentor, kesempatan dari atasan
untuk karir, selalu berkarya untuk kemajuan perusahaan dan pelatihan & pengembangan karir
baik formal maupun non-formal. Sedangkan, indikator kepuasan kerja yang tidak dipengaruhi
oleh variabel pengembangan karir adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisor dalam
membantu teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Ketiga. Lingkungan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, akan terjadi
peningkatan kepuasan kerja apabila terdapat dukungan lingkungan kerja yang kondusif
walaupun tanpa adanya peningkatan motivasi kerja maupun dukungan pengembangan karir yang
jelas. Indikator lingkungan kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu suhu udara ruangan
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
306
yang nyaman, tereliminirnya suara-suara bising, penggunaan warna ruangan, penataan/ruang
gerak yang diperlukan dalam bekerja dan hubungan dengan rekan kerja. Sedangkan, indikator
kepuasan kerja yang dipengaruhi adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisor dalam
membantu teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Keempat. Motivasi kerja tidak
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB)
karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan (OCB) meskipun tanpa adanya
dukungan motivasi kerja. Indikator motivasi kerja yang tidak mempengaruhi OCB, yaitu
Dorongan untuk mencapai standar tinggi, Dorongan untuk mencapai status dan Dorongan untuk
menjaga hubungan baik dengan rekan kerja. Indikator OCB yang tidak dipengaruhi oleh
motivasi kerja antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih
awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi. Kelima. Pengembangan karir
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB)
karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan (OCB) apabila terdapat
dukungan pengembangan karir karyawan yang jelas. Indikator pengembangan kerja yang dapat
mempengaruhi OCB yaitu prestasi kerja untuk tujuan karir, standar kerja tinggi untuk tujuan
karir, bimbingan mentor, kesempatan dari atasan untuk karir, selalu berkarya untuk kemajuan
perusahaan dan pelatihan & pengembangan karir baik formal maupun non-formal. Indikator
OCB yang dipengaruhi oleh pengembangan karir antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja
terutama saat datang ke kantor lebih awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan
pribadi. Keenam. Lingkungan kerja tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku
kewargaan (OCB) meskipun tidak didukung oleh lingkungan kerja yang kondusif. Indikator
lingkungan kerja yang tidak mempengaruhi OCB yaitu suhu udara ruangan yang nyaman,
tereliminirnya suara-suara bising, penggunaan warna ruangan, penataan/ruang gerak yang
diperlukan dalam bekerja dan hubungan dengan rekan kerja. Indikator OCB yang tidak
dipengaruhi oleh lingkungan kerja antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat
datang ke kantor lebih awal dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi.
Ketujuh. Kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap organizational
citizenship behavior (OCB) karyawan. Artinya, akan terjadi peningkatan perilaku kewargaan
(OCB) apabila terdapat peningkatan kepuasan kerja. Sedangkan, indikator kepuasan kerja yang
mempengaruhi OCB adalah tumbuh dalam pekerjaannya, kualitas supervisi dalam membantu
teknis pekerjaan, gaji yang sesuai dan gaji yang adil. Indikator OCB yang dipengaruhi oleh
kepuasan antara lain; kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih awal
dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi.
Berdasarkan dua persamaan struktural yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa variabel pengembangan karir memiliki pengaruh yang paling dominan
terhadap organizational citizenship behaviour (OCB) dibandingkan dengan variabel motivasi
kerja, kepuasan kerja maupuan lingkungan kerja.
Sedangkan,pengaruh terhadap kepuasan kerja, variabel motivasi kerja lebih dominan
dibandingkan dengan lingkungan kerja dan pengembangan karir.
Demikian juga dengan hasil analisis perhitungan pengaruh langsung, tidak langsung
maupun pengaruh total antara variabel eksogen terhadap variabel endogen, dapat disimpulkan
bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh total yang paling besar terhadap OCB daripada
pengaruh total dari motivasi kerja, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja. Kemudian, motivasi
kerja juga memiliki pengaruh total yang paling besar terhadap kepuasan kerja daripada pengaruh
total dari pengembangan karir dan lingkungan kerja.
Saran. Dengan memperhatikan hasil kesimpulan dalam penelitian ini maka peneliti dapat
memberikan saran teoritis terkait dengan hasil dari penelitian ini, yaitu: (1) Bagi penelitian
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
307
selanjutnya sangat perlu untuk meneliti kepuasan kerja ditinjau dari teori-teori motivasi
kontemporer seperti teori evaluasi kognitif, teori penentuan tujuan, teori efektivitas diri, teori
penguatan, teori keadilan dan teori harapan. Hal ini penting sebab melihat adanya hasil yang
positif dari teori motivasi McClelland terhadap kepuasan kerja, sehingga kedepannya akan
diperoleh pengaruh teori motivasi yang komprehensif dalam mempengaruhi kepuasan kerja; (2)
Dalam penelitian ini memang tidak ditemukan pengaruh pengembangan karir terhadap kepuasan
kerja. Terdapat kemungkinan bila dilihat dari demografi pendidikan responden yang 90%
lulusan SD, SMP dan SMA yang bekerja di industri migas seperti perusahaan ini. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah penelitian serupa di dalam industri jasa yang membutuhkan
kemampuan profesionalisme tinggi dengan jalur karir dan pola karir yang jelas; (3) Lingkungan
kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Karenanya, perlu bagi perusahaan di industri dan
sektor apapun untuk memperhatikan desain dan pengelolaan lingkungan fisik dalam bekerja
mengingat saat ini gelombang generasi millennial (Gen Y) yang enerjik, dinamis, dapat berubah
dengan cepat, dan mudah bosan selalu menuntut untuk bekerja dengan perasaan yang aman dan
lingkungan kerja yang dinamis, termasuk lingkungan fisik. Untuk penelitian selanjutnya bisa
memperluas cakupan pengaruh dari lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan; (4)
Organizational citizenship behavior merupakan sebuah keniscayaan bagi perusahaan sebab
perilaku ini datang secara sukarela dari karyawan tetapi memberikan dampak positif bagi
perusahaan. Namun, dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh motivasi kerja. Perlu untuk
penelitian selanjutnya mengkaji lagi penelitian serupa namun dengan teori motivasi lain yang
lebih individual, sebab dalam penelitian ini lebih kepada motivasi (dorongan) yang mengarah
kepada orientasi kerja; (5) Bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh positif terhadap OCB.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melihat hubungan pengembangan karir dengan
keberlangsungan perusahaan di masa depan, sebab saat ini isu suksesi kepemimpinan sangat
kritis untuk perusahaan-perusahaan besar yang kekurangan kader pemimpin masa depan. Oleh
sebab itu, penelitian tentang pengembangan karir benar-benar dikaji dampaknya terhadap aspek
lain yang berorientasi stratejik; (6) Lingkungan kerja semestinya memberikan kenyamanan dan
keamanan karyawan dalam bekerja, namun untuk dampak terhadap perilaku OCB dimana
karyawan memiliki kedisiplinan tinggi dalam bekerja terutama saat datang ke kantor lebih awal
dan tidak menghabiskan waktu kerja untuk urusan pribadi ternyata tidak semata-mata didasari
atas alasan karena lingkungan kerja yang nyaman namun memerlukan perasaan puas terlebih
dahulu sebelum berdampak pada OCB. Karenanya, perlu penelitian lanjutan mengenai dampak
lingkungan kerja terhadap kinerja; (7) Kepuasan kerja mempengaruhi OCB. Dalam penelitian ini
menunjukkan hal yang positif sebab dengan adanya rasa puas maka akan berdampak pada
karyawan untuk mengerjakan pekerjaan dengan standar tinggi secara sukarela. Patut untuk
penelitian lanjutan mengenai dampak kepuasan terhadap manajemen SDM secara keseluruhan,
sebab pada wilayah ini dapat mengevaluasi pengelolaan SDM serta mengetahui kebutuhan dasar
karyawan dalam bekerja sekaligus meneliti tentang engagement karyawan mengingat Gen Y saat
ini sering pindah-pindah tempat kerja.
Dengan memperhatikan nilai faktor loading standar masing-masing indikator dalam fit
model yang dihasilkan dalam penelitian ini, maka dapat diketahui indikator apa saja yang
memiliki faktor loading standard relatif rendah dibandingkan indikator lainnya. Indikator-
indikator yang faktor loading standard nya relatif rendah inilah yang dijadikan fokus perhatian
untuk dijadikan sebagai masukan bagi pihak manajemen dalam rangka menerapkan
implementasi strategi peningkatan kepuasan kerja dan OCB. Saran dan masukan yang diberikan berdasarkan urutan prioritas menurut rendahnya faktor loading standard dari indikator dalam fit
model hasil penelitian.
Adapun saran-saran aplikatif dan operasioanal yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
(1) Melakukan proses mentoring dari atasan kepada bawahan dalam rangka meningkatkan
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
308
kompetensi dan peningkatan karir karyawan; (2) Memberikan apresiasi kepada karyawan yang
telah melaksanakan pekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja penuh prestasi; (3)
Mendesain ulang penataan ruang kerja yang lebih nyaman dan ergonomis sehingga dapat bekerja
lebih optimal; (4) Memberikan pelatihan dan pengembangan baik formal maupun non-formal;
(5) Menciptakan tempat kerja yang tenang tidak bising.
DAFTAR RUJUKAN
Adeyinka, Tella, C.O. Ayeni C.O. Ayeni, S. O. Popoola, Ph.D. 2007. Work Motivation, Job
Satisfaction, and Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and
Research Libraries in Oyo State, Nigeria, Library Philosophy and Practice 2007 (April).
ISSN 1522-0222
Budiyanto dan Hening Widi Oetomo. 2011. The Effect of Job Motivation, Work Environment
and Leadership on Organizational Citizenship Behavior, Job Satisfaction and Public
Service Quality in Magetan, East Java, Indonesia, World Academy of Science,
Engineering and Technology 51 2011
Dyne, Linn Van, Jill W Graham, Richard M. Dienesch.1994. Organizational Citizenship
Behavior: Construct Redefinition, Measurement, And Validation. Academy of
Management Journal. Vol. 37, No. 4, 765-802.
Gibson, Ivancevich dan Donelly. 1996. Organizations. 5th
ed. Saduran Savitri Soekrisno dan
Agus Dharma. Jilid I dan II. Penerbit Erlangga. Jakarta
Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. 2008. Behavior in Organizations. 9th
ed. Pearson Prentice
Hall. USA
Handayani, Rima. (2011). Hubungan budaya organisasi dan motivasi Kerja dengan kepuasan
kerja karyawan dan Dosen tetap Pada Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Tesis.
Tidak Dipublikasikan. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Cetakan Keenam
Belas. BPFE. Yogyakarta
Issam Ghazzawi, Ph.D. 2008. Job Satisfaction Antecedents and Consequences: A New
Conceptual Framework and Research Agenda, The Business Review, Cambridge *Vol.
11 *Num. 2 *December *2008
Istijanto Oei. 2010. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mengukur Stres, Kepuasan
Kerja, Komitmen, Loyalitas, Motivasi Kerja & Aspek-aspek Kerja Karyawan Lainnya.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Jahangir, Nadim, Mohammad Muzadi Akbar, Mahmudul Haq. 2004. Organizational Citizenship
Behavior: Its Nature and Antecedents, BRAC University Journal, vol. 1 no. 2, 2004, pp.
75-85
Kim, Sangmook. 2006. Public Service Motivation and Organizational Citizenship Behavior In
Korea, International Journal of Manpower. Vol. 27 No. 8, 2006 pp. 722-740 q Emerald
Group Publishing Limited 0143-7720 DOI 10.1108/01437720610713521
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Remaja Rosdakarya. Bandung
McShane, Steven L. & Von Glinov, Mary Ann. 2008. Organizational Behavior: Emerging
Realities for the Workplace Revolution. 4th Ed. McGraw-Hill. USA
Mohammad, Jehad, Farzana Quoquab Habib dan Mohmad Adnan Alias. 2011. JOB Satisfaction
And Organisational Citizenship Behaviour: An Empirical Study At Higher Learning
Institutions, Asian Academy of Management Journal, Vol. 16, No. 2, 149–165, July 2011
Mondy, R. Wayne & Robert M. Noe. 2005. Human Resource Management. 9th ed. Pearson
Prentice Hall. USA
Alif 291 – 309 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
309
Nitisemito, Alex S.. (2000). Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 3,
Ghalia Indonesia, Jakarta
Okurame, David. (2012). Impact Of Career Growth Prospects Dan Formal Mentoring On
Organizational Citizenship Behavior. Leadership & Organization Development Journal,
Vol 33 No.1, 2012
Organ, Dennis W. (1997). Organizational Citizenship Behavior: It‟s Construct Clean-Up Time.
Human Performance, 10(2), 85-97. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Podsakoff, Philip M., Scott B. MacKenzie, Julie Beth Paine, and Daniel G. Bachrach. 2000.
Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoretical and
Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of Management. Vol.
26, No. 3, 513–563.
Rasuwin, Azrin. 2013. Pengaruh keadilan organisasi dan pengembangan karir dalam reformasi
administrasi perpajakan terhadap organizational citizenship behavior pada pegawai
KKP Pratama Jakarta Kemayoran. Tesis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Rivai, Veithzal dan Ella Jauvani Sagala. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Edisi 2. Rajawali Pers. Jakarta
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Organizational Behavior. 12th ed. Saduran
Diana Angelica, Ria Cahyani dan Abdul Rasyid. Jilid I dan II. Salemba Empat. Jakarta
Saeedi, Nima, Saeid Askari Masouleh, Nima Divsalar, Seyyed Iman Mousavian. 2012.
Surveying the Impact of Job Satisfaction on Employees‟ Citizenship Behavior, Journal of
Basic and Applied Scientific Research, 2(12)12146-12153, 2012 © 2012, TextRoad
Publication. ISSN 2090-4304
Sardzoska, Elisaveta Gjorgji, & Thomas Li-Ping Tang. 2011. Work-Related Behavioral
Intentions in Macedonia: Coping Strategies, Work Environment, Love of Money, Job
Satisfaction, and Demographic Variables, J Bus Ethics (2012)108:373–391. DOI
10.1007/s10551 -011-1096-2. Published online: 13 November 2011.Springer
Science+Business Media B.V. 2011
Schermerhorn, Jr John R., James G. Hunt & Richard N. Osborn. 2002. Organizational Behavior.
7th
Ed. Wiley. USA
Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.
Sekaran, Uma. 2009. Research Methods for Business. 4th
ed. Saduran Kwan Men Yon. Jilid I.
Salemba Empat. Jakarta
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Andi. Yogyakarta.
Umar, Husein. 2013. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan: Paradigma Positivistik
dan Berbasis Pemecahan Masalah. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Whitman, Daniel S, Van Rooy, David L Viswesvaran, Chockalingam. 2010. Satisfaction,
Citizenship Behaviors, And Performance In Work Units: A Meta-Analysis Of Collective
Construct Relation, Personnel Psychology; Spring 2010; 63, 1; ABI/INFORM Research
pg. 41
Wood, Wallace, et. al. 1998. Organizational Behaviour: an Asia-Pasific Perspective. John Wiley
& Sons. Australia.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
310
PENGARUH COMPUTER SELF-EFFICACY TERHADAP KUALITAS SISTEM,
KUALITAS INFORMASI, KUALITAS LAYANAN, PENGGUNAAN, KEPUASAN
PENGGUNA, DAN DAMPAK INDIVIDU
Suharno Pawirosumarto, Purwanto S. Katidjan dan Angga Dwi Mulyanto
Dosen Program Magister Manajemen, Pascasarjana, Universitas Mercu Buana, Jakarta dan
Mahasiswa S2 Program Statistika, Universitas Brawijaya, Malang [email protected], [email protected] dan [email protected]
Abstract: The study aims to determine the effect of computer self-efficacy (CSE) on the quality
system, the quality of information, quality of service, usage, satisfaction and impact of individual
users by using a model of success Delone and McLean information systems. The study
conducted on students of system users of e-learning in higher education. The population used in
this study amounted to 144 686 students with a total sample of 178. The sampling method using
proportional random sampling. The analysis tool used is the Generalized Structured Component
Analysis (GSCA). The results showed that CSE significant effect on the quality system, the
quality of information, quality of service, usage and impact of the individual. Quality systems
have a significant effect on the quality of information, usage, and user satisfaction. The quality
of information significantly influence the use and user satisfaction. Service quality significantly
influence the use and user satisfaction. User satisfaction significantly influence the individual
impact. The results also show that the better CSE students will further improve system quality,
information quality, service quality, use, and impact of the individual. The better the students'
perceptions of the quality system, the quality of information, and the quality of service will
increase the usage and user satisfaction. The better use will have an impact on user satisfaction,
so that will have an impact on individual performance.
Keywords: Computer Self-Efficacy (CSE), Quality Systems, Information Quality, Service
Quality, Use, User Satisfaction and Individual Impact.
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh computer self-efficacy (CSE)
terhadap kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, kepuasan pengguna
dan dampak individu dengan menggunakan pendekatan model kesuksesan sistem informasi
Delone dan McLean. Studi dilakukan pada mahasiswa pengguna sistem e-learning di perguruan
tinggi. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 144.686 mahasiswa dengan
jumlah sampel sebanyak 178. Metode pengambilan sampel menggunakan proportional random
sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Generalized Structured Component Analysis
(GSCA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas
sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan dan dampak individu. Kualitas sistem
berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi, penggunaan, dan kepuasan pengguna.
Kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pengguna.
Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kepuasan pengguna.
Kepuasan pengguna berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa semakin baik CSE mahasiswa akan semakin meningkatkan kualitas sistem,
kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, dan dampak individu. Semakin baik persepsi
mahasiswa terhadap kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan akan semakin
meningkatkan penggunaan dan kepuasan pengguna. Semakin baik penggunaan akan berdampak
pada kepuasan pengguna, sehingga akan berdampak pada kinerja individu.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
311
Kata kunci: Computer Self-Efficacy (CSE), Kualitas Sistem, Kualitas Informasi, Kualitas
Layanan, Penggunaan, Kepuasan Pengguna, dan Dampak Individu.
PENDAHULUAN
Sistem e-Learning memberikan harapan baru sebagai alternatif solusi atas sebagian besar
permasalahan pendidikan di Indonesia, dengan fungsi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
baik sebagai suplemen (tambahan), komplemen (pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas
kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selama ini digunakan (Wildavsky, 2001; Lewis,
2002). Pemanfaatan sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam
meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun secara
berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem tersebut dapat memberikan
manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness) adalah seberapa jauh seseorang percaya
bahwa penggunaan sistem informasi tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan.
Manfaat tersebut dapat dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation).
Ekspektasi kinerja adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan
menggunakan sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness,
motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance
to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan).
Dalam organisasi maupun perusahaan ekspektasi kinerja merupakan salah satu faktor yang
diharapkan dapat terus terealisir.
Salah satu variabel penting dalam penelitian teknologi informasi adalah computer self-
efficacy (CSE). Self-efficacy diturunkan dari teori sosial-kognitif dari psikolog terkenal, Bandura
(1997), self-efficacy merupakan keyakinan individu atau penilaian tanggung jawab dan
kewajiban. Menurut Bandura, memiliki pengetahuan, keterampilan dan prestasi sebelumnya
bukan prediktor yang kuat untuk kinerja individu di masa depan, tetapi keyakinan individu
tentang kemampuannya yang akan berpengaruh. Konsep Computer Self Efficacy (CSE) sebagai
penilaian terhadap kapabilitas seseorang dalam penggunaan sistem informasi/teknologi
informasi. CSE dipandang sebagai salah satu variabel penting untuk studi perilaku individual
dalam bidang teknologi informasi (Agarwal et al., 2000). CSE menurut Compeau dan Higgins
(1995) sebagai judgement kapabilitas dan keahlian komputer seseorang untuk melakukan tugas-
tugas yang berhubungan dengan teknologi informasi. Selanjutnya, Compeau dan Higgins (1995)
mengungkapkan bahwa studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk menentukan perilaku
individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi informasi/komputer.
Penelitian ini berfokus pada persepsi individu yaitu persepsi individu berkaitan dengan
kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan, kepuasan pengguna dan
dampak individu terhadap penggunaan sistem e-learning guna menguji pengaruhnya terhadap
dampak penggunaan sistem e-learning. Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada
kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan
tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja (Parasuraman, 2000). Dasar
pertimbangan dalam penelitian ini adalah: (1) Model penerimaan dan kesuksesan teknologi
hanya mampu menjelaskan perilaku pengguna dari sisi manfaat yang dihasilkan oleh teknologi,
padahal ada kemungkinan seseorang menggunakan teknologi tidak berdasarkan manfaatnya,
melainkan ada paksaan dari orang lain dan organisasi (mandatory). Dorongan lain ini juga dapat
menyebabkan penolakan pengguna individu walaupun penggunaan teknologi tersebut diyakini
manfaatnya; (2) Teknologi informasi telah dimanfaatkan secara luas khususnya dalam proses
pembelajaran dengan sistem e-learning, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang yang
meneliti dampak pembelajaran dengan sistem e-learning terhadap kinerja individu/prestasi
mahasiswa; (3) Telah banyak penelitian yang mempelajari penggunaan ICT/e-learning pada
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
312
institusi pendidikan, tetapi menurut pengamatan penulis masih jarang sekali yang meneliti
penggunaan ICT dari sisi penerimaan pengguna terhadap kesuksesan sistem e-learning.
Kebanyakan penelitian tentang sistem e-learning mencermati keberhasilan penggunaan sistem e-
learning sebagai metode pembelajaran, sedangkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu
sendiri belum menjadi fokus para peneliti; (4) Ditemukan beberapa penelitian terdahulu tentang
teknologi informasi yang belum memiliki konsistensi dalam pengujian model, sehingga
membuka peluang untuk mengembangkan model pada objek penelitian ini. Adapun rincian dari
perbedaan pengujian model penelitian (research gap) dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Research Gap Sebagai Dasar Penelitian
Research Gap Hasil Peneliti
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
sistem terhadap penggunaan
Signifikan Sedon dan Kiew (1996),
Shaberwal et al., (2006) Halawi
et al., (2007), Hsieh dan Wang
(2007), Petter dan McLean
(2009), Freeze et al. (2010)
Tidak signifikan Lucas dan Spitler (1999), McGill
et al. (2003), Klein (2007), Saba
(2012)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kualitas
informasi terhadap
penggunaan
Signifikan
Godhue dan Thompson (1995),
Rai et al. (2002), Halawi et al.
(2007), Petter dan McLean
(2009), Freeze et al. (2010), Saba
(2012)
Tidak signifikan McGill et al. (2003), Iivari (2005)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap
penggunaan
Signifikan Iivari (2005), McGill et al.,
(2003), Wu dan Wang (2006),
Chiu et al., (2007), Halawi et al.
(2007), Abood et al. (2010)
Tidak signifikan Sabherwal et al. (2006)
Terdapat perbedaan hasil
penelitian pengaruh kepuasan
pengguna terhadap Dampak
Individu
Signifikan Rai et al., (2002) McGill et al.
(2003), Iivari (2005), McGill dan
Klobas (2005), Halawi et al.,
(2007), Abood et al. (2010), Saba
(2012)
Tidak signifikan Almutairi dan Subramanian
(2005)
Sumber: Penelitian Terdahulu dipetakan
KAJIAN TEORI
Computer Self-Efficacy. Menurut Compeau dan Higgins (1995), CSE didefinisikan sebagai
judgement kapabilitas seseorang untuk menggunakan komputer/sistem informasi/teknologi
informasi. Didasarkan pada teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1986), self-efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
313
melakukan perilaku tertentu. Premis dasar yang menggarisbawahi teori self efficacy menurut
Bandura (1986) adalah harapan penguasaan pribadi (Self efficacy) dan kesuksesan (expectancy
outcomes) yang menentukan seorang individu terlibat dalam perilaku tertentu (Lenz dan Baggett,
2002). Expectancy outcomes adalah keyakinan individu tentang hasil dari perilaku yang
ditampilkan. Hasil ini dapat berupa bentuk, efek evaluasi diri dan sosial. Sedangkan self-efficacy
berfokus kepada keyakinan diri akan kemampuan untuk menghasilkan perilaku tertentu. Individu
akan termotivasi untuk menampilkan perilaku yang mereka yakin akan mencapai hasil yang
diinginkan, sehingga self efficacy memprediksi penampilan perilaku lebih baik dibandingkan
Expectancy outcomes.
Computer self-efficacy dalam penggunaan sistem informasi adalah kepercayaan pengguna (user)
bahwa dia mampu untuk menggunakan sistem informasi, yang akan memperlihatkan pengaruh
yang kuat terhadap pengguna dalam mengadopsi sistem informasi tersebut (Lending dan Dillon,
2007). Sedangkan self-efficacy dalam menggunakan komputer sebagai komponen dari sistem
informasi, dihubungkan dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan komputer sesuai
dengan cara yang diinginkan.
Kualitas Sistem. Kualitas sistem adalah pengukuran proses sistem informasi yang berfokus pada
hasil interaksi antara pengguna dan sistem. Kualitas sistem mempunyai atribut-atribut seperti
ketersediaan peralatan, reliabilitas peralatan, kemudahan untuk digunakan, dan waktu respon
merupakan faktor penentu mengapa sebuah sistem informasi digunakan atau tidak digunakan.
Nielsen (2000) berpendapat bahwa ada beberapa prinsip usability yaitu online environment,
namely, navigation, respon time, credibility, dan content. Dari berbagai literatur bahwa ada
empat dimensi kualitas sistem yaitu: navigation, easy of use, respon time, dan security.
McKinney et al. (2002) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi kualitas sistem, ketiga dimensi
tersebut adalah: access, usability, dan navigation.
Kualitas sistem dapat diukur dengan melihat bagian fungsionalnya yaitu usability. Usability
adalah bagian dari prinsip interaksi antara human computer yang menyediakan satu kumpulan
petunjuk penting tentang desain pembelajaran. Nielsen (2000) berpendapat bahwa usability
terdiri atas empat prinsip dasar dalam kegiatan online yaitu: navigation, timelines, credibility,
dan content. Palmer (2002) berpendapat bahwa beberapa unsur penting dalam penggunaan
website adalah konsistensi (concistancy), kemudahaan penggunaan (easy of use), kejelasan
dalam berinteraksi (clarity of interaction), kemudahan dalam membaca (easy to reading),
pengaturan informasi (information arrangement), kecepatan (speed), dan lay out/rancangan
website. Dengan demikian tingkat penggunaan sistem e-learning lebih baik sehingga pelajar
dapat lebih termotivasi untuk menggunakan sistem e-learning.
Kualitas Informasi. Kualitas informasi berkaitan dengan system use, user satisfaction, dan net
benefits (DeLone dan McLean 1992, 2003). Kualitas informasi mempunyai atribut-atribut seperti
informasi yang diperoleh dari sebuah sistem, keakuratan informasi, relevansi informasi,
ketepatan waktu, dan kelengkapan informasi. Kualitas Informasi sering merupakan dimensi
kunci menyangkut instrumen kepuasan pengguna akhir (Ives et al., 1983; Baroudi dan
Orlikowski, 1988; Doll et al., 1994). Akibatnya kualitas informasi seringkali tidak dibedakan
sebagai konstruksi unik tetapi diukur sebagai komponen dari kepuasan pengguna. Oleh karena
itu ukuran dimensi ini merupakan masalah bagi studi keberhasilan SI. DeLone dan McLean
(1992) dan model Seddon (1997) menunjukkan bahwa kualitas sistem dan kualitas informasi
berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pengguna sistem informasi. Kualitas Informasi
yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan persepsi pemakai mengenai kualitas
informasi yang dihasilkan oleh internet yang digunakan oleh mahasiswa guna mendapatkan
informasi yang dibutuhkan.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
314
Kualitas informasi merupakan suatu landasan penting untuk membangun kepercayaan dalam
hubungan antara pengguna dan sistem. Selain itu, kualitas informasi juga mempengaruhi
kepuasan pengguna dan sikap (perilaku). Hal yang menjadi pertimbangan dalam pengukuran
kualitas informasi adalah bagaimana tingkat penyajian informasi melalui sistem e-learning.
Penilaian kualitas informasi menurut literatur riset sistem informasi yang dikemukakan oleh
Bailey dan Pearson (1983), McKinney et al. (2002) menggunakan enam atribut mencakup:
relevant, understandability, reliable, adequate, scope, dan useful.
Kualitas Layanan. Kualitas layanan (service quality) yang dikemukakan oleh (Parasuraman,
1988), bahwa didasarkan pada perbandingan antara apa yang seharusnya ditawarkan (offered)
dan apa yang disediakan (provided). Perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat kualitas
layanan tinggi secara khusus mengembangkan dua sistem informasi yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan service. Pertama sistem informasi yang mengumpulkan informasi
kinerja service untuk keperluan manajemen dan motivasi karyawan. Kedua, sistem informasi
yang menyebarkan informasi yang dinilai (valued) berguna oleh para pelanggan.
Pengujian kualitas layanan sistem informasi berguna untuk menentukan komponen layanan yang
diharapkan diperoleh oleh pengguna sehingga mereka tidak enggan untuk menggunakannya.
Tingkat kepuasan mengukur antara harapan dan luaran yang diterima. Apabila layanan yang
diterima sama dengan harapan berarti kualitas layanan cukup baik. Demikian pula sebaliknya,
apabila layanan yang diterima tidak sesuai harapan, dapat dikatakan sistem informasi tersebut
buruk.
Penggunaan. Penggunaan sistem merupakan perilaku yang tepat untuk mengukur kesuksesan
suatu sistem informasi yang diterapkan oleh suatu organisasi (Seddon dan Kiew, 1994).
Penggunaan sistem informasi ini memperlihatkan keputusan penggunaan sistem informasi oleh
pengguna dalam menyelesaikan tugas (Davis, 1989). Dalam model kesuksesan DeLone dan
McLean diasumsikan bahwa kualitas sistem informasi dan kualitas informasi yang dihasilkan
dapat mempengaruhi penggunaan sistem informasi. Menurut Seddon (1997), penggunaan sistem
banyak digunakan untuk mengukur kesuksesan suatu sistem informasi. Variabel penggunaan
sistem (use) biasanya digunakan untuk mengukur apakah fungsi suatu sistem informasi secara
keseluruhan dapat digunakan untuk tujuan khusus.
Dimensi Keberhasilan penggunaan mewakili derajat dan cara di mana sebuah IS digunakan oleh
penggunanya. Mengukur penggunaan IS adalah suatu konsep umum yang dapat dipertimbangkan
dari berbagai perspektif. Dalam kasus penggunaan sukarela, penggunaan yang sebenarnya pada
IS mungkin merupakan tindakan sukses yang tepat. Sebuah pendekatan yang lebih komprehensif
untuk menjelaskan penggunaan IS adalah TAM (Davis 1989). TAM menggunakan variabel
independen yang dirasakan kemudahan penggunaan dan kegunaan dirasakan berkontribusi
terhadap sikap terhadap penggunaan, niat untuk menggunakan, dan penggunaan aktual. Karena
kesulitan dalam menafsirkan dimensi penggunaan, DeLone dan McLean menunjukkan niat untuk
menggunakan sebagai langkah alternatif yang akan digunakan untuk beberapa konteks.
Penggunaan sistem informasi dapat dinilai dengan menggunakan kriteria: actual use (Davis,
1989); daily use, frequency of use (Almutairi dan Subramanian, 2005; Iivari, 2005); nature of
use, navigation patterns, number of site visits, number of transactions (DeLone dan McLean,
2003).
Kepuasan Pengguna. Kepuasan adalah suatu pertimbangan dari suatu produk atau jasa yang
menyediakan suatu tingkatan yang menyenangkan mengenai pemenuhan keinginan pengguna
pada tingkat bawah atau atas (Oliver, 1997). Definisi ini menempatkan penekanan pada
konsumen dibanding pelanggan sebab walaupun pelanggan membayar produk atau jasa, mereka
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
315
tidak mungkin memakai atau melayani secara langsung. Kepuasan dengan suatu produk atau
jasa/layanan adalah memerlukan pengalaman dan penggunaan suatu produk jasa/layanan tiap
individu.
Kepuasam Pengguna mempunyai peran yang sangat sentral dalam pengembangan sistem
informasi. Hasil penelitian yang dipaparkan baik oleh McKeen et al. (1994); Doll dan Deng
(2001); Guimaraes et al. (2003); Suryaningrum (2003) menemukan bahwa pemahaman
pengguna merupakan variabel yang efektif dan menentukan kepuasan pengguna, keberhasilan
sistem maupun kualitas sistem. Penggunaan ketiga terminologi variabel (kepuasan pengguna,
keberhasilan sistem, dan kualitas sistem) seringkali rancu. Seringkali kepuasan pengguna
dianggap sama dengan kualitas sistem, atau bila tidak kepuasan pengguna digunakan untuk
mengukur kualitas sistem.
Keberhasilan Dimensi kepuasan pengguna merupakan tingkat pengguna kepuasan saat
menggunakan IS. Hal ini dianggap sebagai salah satu langkah yang paling penting dari IS
sukses. Kepuasan pengguna sistem informasi dapat dinilai dengan menggunakan kriteria:
adequacy, effectiveness, efficiency, overall satisfaction (Seddon dan Kiew, 1994); enjoyment,
information satisfaction, system satisfaction (Gable et al., 2008).
Dampak Individu. Dampak individu (individual impact) merupakan efek dari informasi
terhadap perilaku pemakai. Dampak individu berhubungan erat dengan kinerja, yaitu
meningkatkan kinerja individu pemakai sistem (Mason, 1978) menunjukkan urutan impak mulai
dari menerima informasi, pemahaman informasi, aplikasi informasi tersebut kesuatu
permasalahan tertentu dan merubah perilaku keputusan dengan hasil perubahan kinerja
organisasi. Chervany dan Dickson (1974) menggunakan pengukuran efektivitas keputusan
(decision effectiveness) untuk mengukur dampak dari sistem informasi. Efek keputusan
mempunyai beberapa dimensi yaitu rata-rata waktu untuk membuat suatu keputusan, keyakinan
dalam mengambil keputusan, jumlah laporan yang diminta dan partisipasi anggota dalam
pengambilan keputusan di grup pengambil keputusan. Memasukkan produktivitas pemakai
meningkat untuk mengukur dampak dan menggunakan efisiensi untuk penyelesaian tugas.
Individual impact merupakan pengaruh keberadaan dan pemakaian sistem informasi terhadap
kualitas kinerja pengguna secara individual. Menurut Dody dan Zulaikha (2007), individual
impact merupakan pengaruh dari keberadaan dan pemakaian sistem informasi terhadap kinerja,
pengambilan keputusan, dan derajat pembelajaran individu dalam organisasi. Dalam model
DeLone dan McLean (1992) mengartikan dampak individu sebagai "suatu indikasi bahwa sistem
informasi telah memberikan pengguna lebih memahami konteks keputusan, telah meningkatkan
produktivitas pembuatan keputusan, telah menghasilkan perubahan dalam aktifitas pengguna,
atau telah mengubah persepsi pembuat keputusan mengenai pentingnya atau kegunaan dari
sistem informasi". Model ini juga mengasumsikan bahwa individual impact dipengaruhi oleh
penggunaan sistem dan kepuasan pengguna atas sistem informasi.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
316
METODE
Penelitian dilakukan di 8 (Delapan) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di lingkungan
Kopertis Wilayah III Jakarta. Obyek dalam penelitian ini adalah individu, yaitu mahasiswa
pengguna sistem e-learning berbasis website.
Jumlah populasi dalam penelitian adalah 144.686 mahasiswa, dengan jumlah sampel sebanyak
178 mahasiswa pengguna sistem e-learning. Teknik pengambilan sampel dari setiap perguruan
tinggi yang menerapkan pembelajaran dengan sistem e-learning tersebut dengan cara
proporsional random sampling dimana jumlah sampel dan responden yang akan diambil pada
pengguna sistem e-learning di Kopertis Wilayah III Jakarta dilakukan secara proporsional sesuai
dengan jumlah populasi pengguna sistem e-learning (mahasiswa) di masing-masing PTS
tersebut. Teknik pengambilan sampel ini dipakai dengan tujuan untuk lebih memenuhi
keterwakilan sampel yang diambil terhadap populasi.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis statistik
inferensial dengan menggunakan Generalized Structural Component Analysis (GSCA).
Penelitian ini menggunakan Tujuh variabel, yaitu CSE, kualitas sistem, kualitas informasi,
kualitas layanan, kepuasan pengguna, penggunaan, dan dampak individu. Analisis statistik
deskriptif maupun uji validitas dan reliabilitas menggunakan software SPSS 22, sementara
analisis statistik inferential menggunakan GSCA dengan software gesca. Analisis ini digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditetapkan dengan menggunakan data sampel yang
diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa seluruh hubungan berpengaruh signifikan.
Hasil pengujian menggunakan Generalized Structured Componen Analysis (GSCA) dengan
perangkat lunak gesca sebagai berikut:
Tabel 2. Measurement Model Pengukuran
Model Fit
FIT 0.541
Sumber: Data diolah, 2013
FIT = 0.541: FIT menunjukkan varian total dari semua variabel yang dapat dijelaskan oleh
model tertentu. Nilai FIT yang bagus adalah berkisar antara 0 hingga 1, dimana apabila nilai FIT
semakin besar maka variance dari data tersebut dapat dijelaskan dalam model (Ghozali, 2008).
Dari Tabel 1 terlihat bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan semua variabel yang ada
sebesar 0.541. Artinya keragaman yang dapat dijelaskan oleh model adalah sebesar 54.1%,
dengan demikian model bisa dikatakan cukup baik.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
317
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis Hubungan Antar
Variabel Estimate SE CR Keterangan
H1 computer self-efficacy >
kualitas sistem 0.909 0.011 84.45
* Signifikan
H2 computer self-efficacy >
kualitas informasi 0.484 0.091 5.30
* Signifikan
H3 computer self-efficacy >
kualitas layanan 0.813 0.023 35.44
* Signifikan
H4 computer self-efficacy >
penggunaan 0.289 0.074 3.90
* Signifikan
H5 computer self-efficacy >
dampak individu 0.693 0.054 12.73
* Signifikan
H6 kualitas sistem > kualitas
informasi 0.419 0.097 4.32
* Signifikan
H7 kualitas sistem >
penggunaan 0.260 0.058 4.47
* Signifikan
H8 kualitas sistem > kepuasan
pengguna 0.215 0.046 4.70
* Signifikan
H9 kualitas informasi >
penggunaan 0.282 0.032 8.88
* Signifikan
H10 kualitas informasi >
kepuasan pengguna 0.153 0.045 3.42
* Signifikan
H11 kualitas informasi >
dampak individu 0.266 0.057 4.71
* Signifikan
H12 kualitas layanan >
penggunaan 0.209 0.031 6.68
* Signifikan
H13 Kualitas layanan >
kepuasan pengguna 0.177 0.038 4.69
* Signifikan
H14 penggunaan > kepuasan
pengguna 0.483 0.095 5.09
* Signifikan
CR* = significant at .05 level
Hasil tersebut jika dilihat pada model penelitian seperti pada Gambar 1, berikut:
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
318
Gambar 1. Model dan Hasil Penelitian
Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Sistem. Nilai 0.909 pada Gambar 1
diatas dapat diartikan bahwa pengaruh computer self-efficacy melalui indikator magnitude,
strength, dan generalibility terhadap kualitas sistem signifikan secara statistik. Hasil penelitian
ini menemukan bahwa semakin tinggi computer self-efficacy pengguna sistem e-learning maka
semakin tinggi pula tingkat persepsi kualitas sistem e-learning di Kopertis III Jakarta. Apabila
kapabilitas seorang mahasiswa dalam menggunakan komputer melalui indikator magnitude,
strength, dan generalibility baik maka akan berpengaruh terhadap persepsi kualitas sistem.
Computer self-efficacy yang muncul dari dalam diri mahasiswa mendorong mahasiswa lebih
menguasai pembelajaran dengan sistem e-learning dan lebih terampil dalam menggunakan
komputer untuk menunjang meningkatkan hasil pembelajaran secara online.
Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Informasi. Nilai 0.484 pada Gambar 1
diatas dapat diartikan bahwa computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas
informasi. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif, maka dapat diartikan bahwa
semakin tinggi computer self-efficacy individu pengguna sistem e-learning maka semakin tinggi
pula tingkat kualitas informasi sistem e-learning.
Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Kualitas Layanan. Analisis GSCA
menghasilkan nilai estimate sebesar 0.813 dan nilai critical ratio sebesar 35.44* sehingga
computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan. Mengingat nilai
estimate tersebut bertanda positif, maka dapat diartikan bahwa semakin tinggi computer self-
efficacy individu pengguna sistem e-learning maka semakin tinggi pula tingkat kualitas layanan
sistem e-learning.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning mempunyai tingkat
kapabilitas komputasi yang baik dalam penggunaan sistem e-learning. Hal ini ditandai dengan
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
319
keyakinan pengguna dalam hal mengoperasikan sistem e-learning tanpa bantuan orang lain,
keyakinan pengguna menggunakan sistem e-learning untuk menyelesaikan tugas, dan keyakinan
pengguna dalam hal mengoperasikan sistem e-learning menggunakan LMS yang beragam.
Semakin baik tingkat kapabilitas komputasi mahasiswa dalam menggunakan sistem e-learning
akan berpengaruh terhadap kualitas layanan. Sebaliknya semakin rendah/buruk tingkat
kapabilitas komputasi seseorang maka semakin rendah pula persepsinya terhadap kualitas
layanan.
Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.289 dan nilai critical ratio sebesar 3.90* sehingga computer self-efficacy
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara computer self-efficacy dengan persepsi
penggunaan, yaitu semakin tinggi kepercayaan terhadap computer self-efficacy semakin tinggi
pula persepsi penggunaan yang ditumbuhkan. Hasil ini mengindikasikan bahwa computer self-
efficacy berperan sebagai faktor kunci yang dapat menumbuhkan persepsi penggunaan, karena
dengan memiliki kemampuan untuk menggunakan komputer maka penggunaan sistem e-
learning akan dapat dirasakan dalam aktivitas penggunaan sistem e-learning.
Pengaruh Computer Self-Efficacy Terhadap Dampak Individu. Analisis GSCA menghasilkan
nilai estimate sebesar 0.693 dan nilai critical ratio sebesar 12.73* sehingga computer self-
efficacy berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Mengingat nilai estimate tersebut
bertanda positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara computer self-efficacy
dengan dampak individu, yaitu semakin tinggi kepercayaan terhadap computer self-efficacy
semakin tinggi pula dampak individu yang ditumbuhkan. Temuan dalam penelitian ini kami
anggap sebagai temuan yang baru dalam studi penggunaan sistem e-learning di Kopertis
Wilayah III Jakarta.
Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Kualitas Informasi. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.419 dan nilai critical ratio sebesar 4.32* sehingga kualitas sistem
berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda
positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kualitas
informasi, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III
Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat kualitas informasi sistem e-learning di Kopertis III
Jakarta.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kualitas informasi sistem e-learning akan
semakin meningkat ketika sistem e-learning menyediakan panduan yang mudah dipahami,
sistem e-learning menyajikan materi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning
menunjang proses pembelajaran, sistem e-learning mudah dioperasikan, sistem e-learning
membuat komunikasi antara pengajar dan mahasiswa lebih intensif, serta kemudahan dalam
mengakses fitur sistem e-learning. Sebaliknya ketika sistem e-learning yang disediakan oleh
perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang rendah maka akan berpengaruh dengan
rendahnya kualitas informasi.
Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.260 dan nilai critical ratio sebesar 4.47* sehingga kualitas sistem
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kualitas
informasi, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III
Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning di Kopertis III Jakarta.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
320
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan sistem e-learning akan semakin meningkat
ketika sistem e-learning menyediakan panduan yang mudah dipahami, sistem e-learning
menyajikan materi sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning menunjang proses
pembelajaran, sistem e-learning mudah dioperasikan, sistem e-learning membuat komunikasi
antara pengajar dan mahasiswa lebih intensif, serta kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-
learning. Sebaliknya ketika sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai
kualitas sistem yang rendah maka akan berpengaruh dengan rendahnya tingkat penggunaan.
Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan
nilai estimate sebesar 0.215 dan nilai critical ratio sebesar 4.70* sehingga kualitas sistem
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda
positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas sistem dengan kepuasan
pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas sistem e-learning yang disediakan oleh Kopertis III
Jakarta maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning di Kopertis III
Jakarta.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan sistem e-learning akan merasa puas
jika sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang
baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna akan merasa puas apabila sistem e-learning
disediakan panduan yang mudah dipahami, sistem e-learning menyajikan materi sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran, sistem e-learning menunjang proses pembelajaran, sistem e-learning
mudah dioperasikan, sistem e-learning membuat komunikasi antara pengajar dan mahasiswa
lebih intensif, serta kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-learning. Sebaliknya ketika
sistem e-learning yang disediakan oleh perguruan tinggi mempunyai kualitas sistem yang rendah
maka akan berpengaruh dengan rendahnya tingkat kepuasan pengguna.
Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.282 dan nilai critical ratio sebesar 8.88* sehingga kualitas informasi
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan penggunaan,
yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning semakin baik maka
akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penggunaan akan semakin meningkat ketika
adanya kejelasan informasi tentang meteri perkuliahan pada sistem e-learning, adanya kerincian
informasi mengenai materi perkuliahan pada e-learning, adanya ketepatan waktu dalam
penyajian informasi, dan sistem e-learning memberikan penilaian yang akurat.
Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan
nilai estimate sebesar 0.153 dan nilai critical ratio sebesar 3.42* sehingga kualitas informasi
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda
positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan
kepuasan pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning
semakin baik maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-
learning.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas
ketia informasi yang disediakan oleh perguruan tinggi berkualitas dan bermanfaat bagi
penggunanya. Seorang pengguna akan merasa puas menggunakan sistem e-learning jika sistem
e-learning memberikan kejelasan tentang materi perkuliahan, sistem e-learning memberikan
kerincian mengenai materi perkuliahan, sistem e-learning memberikan ketepatan waktu dalam
penyajian informasi, dan sistem e-learning memberikan penilaian yang akurat. Sebaliknya ketika
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
321
kualitas informasi yang diberikan semakin buruk/rendah maka akan semakin rendah pula
kepuasan pengguna sistem e-learning di perguruan tinggi.
Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Dampak Individu. Analisis GSCA menghasilkan
nilai estimate sebesar 0.266 dan nilai critical ratio sebesar 4.71* sehingga kualitas informasi
berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda
positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas informasi dengan
dampak individu, yaitu semakin tinggi kualitas informasi yang disediakan sistem e-learning
semakin baik maka akan menyebabkan semakin tinggi pula dampak individu pengguna sistem e-
learning.
Pemanfaatan sistem e-learning diharapkan akan dapat membantu siswa-siswi dalam
meningkatkan belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas. Individu maupun secara
berkelompok akan memanfaatkan sistem e-learning apabila sistem tersebut dapat memberikan
manfaat bagi dirinya. Manfaat (perceived usefulness) adalah seberapa jauh seseorang percaya
bahwa penggunaan sistem informasi tertentu akan meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaan.
Manfaat tersebut dapat dikaitkan dengan ekspektasi kinerja (performance expectation).
Ekspektasi kinerja adalah tingkat dimana seorang individu meyakini bahwa dengan
menggunakan sistem akan dapat membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Venkatesh (2000)
menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness,
motivasi ektrinsik, job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance
to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan).
Dalam organisasi maupun perusahaan ekspektasi kinerja.
Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Penggunaan. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.209 dan nilai critical ratio sebesar 6.68* sehingga kualitas layanan
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif,
ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas layanan dengan penggunaan,
yaitu semakin tinggi kualitas layanan yang disediakan sistem e-learning maka akan
menyebabkan semakin tinggi pula tingkat penggunaan sistem e-learning.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengguna akan menggunakan sistem e-learning
yang disediakan ketika proses download materi perkuliahan berlangsung dengan cepat, penialian
hasil pembelajaran online setara dengan perkuliaha konvensional, dan unit pengelola mudah
dihubungi saat pengguna menemui masalah dalam akses ke sistem e-learning. Sebaliknya ketika
kualitas layanan semakin rendah maka semakin rendah pula tingkat penggunaannya.
Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan
nilai estimate sebesar 0.177 dan nilai critical ratio sebesar 4.69* sehingga kualitas layanan
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda
positif, ini berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara kualitas layanan dengan
kepuasan pengguna, yaitu semakin tinggi kualitas layanan yang disediakan sistem e-learning
maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning.
Pelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas ketika
kualitas layanan yang disediakan berkualitas. Pengguna akan merasa puas dengan sistem e-
learning yang disediakan ketika sistem e-learning menyediakan layanan berupa proses download
materi perkuliahan berlangsung dengan cepat, penilaian hasil pembelajaran online setara dengan
perkuliahan konvensional, dan unit pengelola mudah dihubungi saat pengguna menemui masalah
dalam akses ke sistem e-learning. Sebaliknya ketika kualitas layanan yang disediakan semakin
rendah maka semakin rendah pula tingkat kepuasan pengguna.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
322
Pengaruh Penggunaan Terhadap Kepuasan Pengguna. Analisis GSCA menghasilkan nilai
estimate sebesar 0.483 dan nilai critical ratio sebesar 5.09* sehingga penggunaan berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan pengguna. Mengingat nilai estimate tersebut bertanda positif, ini
berarti bahwa terdapat hubungan yang searah antara penggunaan dengan kepuasan pengguna,
yaitu semakin tinggi penggunaan sistem e-learning maka akan menyebabkan semakin tinggi pula
tingkat kepuasan pengguna sistem e-learning.
Penelitian ini menemukan bahwa pengguna sistem e-learning akan merasa puas
diindikasikan dengan frekuensi penggunaan sistem e-learning yang sering, lamanya waktu
mengakses sistem e-learning, pengguna sering melakukan kunjungan ke sistem e-learning, dan
adanya motivasi menggunakan sistem e-learning kembali di masa yang akan datang.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas sistem. Temuan ini
mengkonfirmasi penelitian Chang et al. (2011) yang menyatakan bahwa Computer self-efficacy
berpengaruh signifikan terhadap kualitas sistem. Indikator magnitude memiliki nilai loading
factor terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel
Computer self-efficacy. Kedua. CSE berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi.
Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et al., (2011) yang menyatakan
bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas informasi. Indikator
magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat
sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Ketiga. CSE berpengaruh signifikan terhadap
kualitas layanan. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et al., (2011) yang
menyatakan bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan.
Indikator magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan indikator yang
paling kuat sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Keempat. CSE berpengaruh
signifikan terhadap penggunaan. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya Chang et
al., (2011) yang menyatakan bahwa Computer self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap
penggunaan. Indikator magnitude memiliki nilai loading factor terbesar sehingga merupakan
indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel Computer self-efficacy. Kelima. CSE
berpengaruh signifikan terhadap dampak individu. Hasil penelitian ini merupakan temuan baru
dalam penelitian ini serta memperkuat teori dari Pajares dan Urdan (2006) yang mengatakan
bahwa keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengorganisasikan dan
melaksanakan tindakan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.
Keenam. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Persepsi mahasiswa atas kualitas
informasi dari sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian yang
dilakukan oleh Gorla et al., (2010) yang menyatakan bahwa kualitas sistem berpengaruh
signifikan terhadap kualitas informasi. Walaupun terjadi hubungan yang signifikan, rata-rata
jawaban responden untuk keenam indikator masih cenderung kurang baik sehingga masih
diperlukan upaya peningkatan kualitas sistem terutama dalam hal: kesesuaian materi sistem e-
learning dengan kebutuhan belajar dan kemudahan dalam mengakses fitur sistem e-learning.
Ketujuh. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Penggunaan sistem e-learning
berbasis website. Semakin baik persepsi kualitas sistem akan semakin meningkatkan penggunaan
sistem e-learning. Kedelapan. Kualitas Sistem berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan
Pengguna sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas sistem berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pengguna. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari Guiemares et al., (1992) yang
menyatakan bahwa ukuran kepuasan pemakai pada sistem komputer dicerminkan oleh kualitas
sistem yang dimiliki. Kesembilan. Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
323
Penggunaan sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari
Barnes dan Vidgen (2003) yang menyatakan bahwa kualitas informasi dapat dilihat dengan
adanya potensi menghasilkan informasi yang tidak terbatas, baik dalam organisasi maupun diluar
organisasi. Walaupun terjadi hubungan yang signifikan, rata-rata jawaban responden untuk
kelima indikator masih cenderung kurang baik sehingga masih diperlukan upaya peningkatan
kualitas informasi terutama dalam hal: ketepatan waktu dalam penyajian informasi, peningkatan
design sistem e-learning, dan keakuratan penilaian kuis dalam sistem e-learning. Kesepuluh.
Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pengguna sistem e-learning
berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna.
Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori dari Ives et al., (1983) yang menyatakan bahwa
kualitas informasi merupakan dimensi kunci menyangkut instrumen kepuasan pengguna akhir.
Kesebelas. Kualitas Informasi berpengaruh signifikan terhadap dampak individu pemakaian
sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap dampak
individu. Temuan ini mengkonfirmasi salah satu teori Venkatesh (2000) menggambarkan
manfaat sistem bagi pemakainya berkaitan dengan perceived usefullness, motivasi ektrinsik, job
performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas), importance to job (pentingnya
bagi tugas), dan overall usefullness (kebermanfaatan secara keseluruhan). Dalam organisasi
maupun perusahaan ekspektasi kinerja. Keduabelas. Kualitas Layanan berpengaruh signifikan
terhadap Penggunaan sistem e-learning berbasis website. Temuan ini mengkonfirmasi
penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kualitas layanan berpengaruh
signifikan terhadap penggunaan. Indikator “jaminan” (kecepatan download materi perkuliahan)
memiliki nilai weight terbesar sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur
variabel kualitas layanan. Ketigabelas. Kualitas Layanan berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Pengguna. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian-penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna.
Indikator “jaminan” (kecepatan download materi perkuliahan) memiliki nilai weight terbesar
sehingga merupakan indikator yang paling kuat sebagai pengukur variabel kualitas layanan.
Keempatbelas. Penggunaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna. Temuan
penelitian ini mengkonfirmasi dan memperluas teori disonansi yang dilakukan Fishbein dan
Ajzen (1975), yang mengemukakan bahwa penggunaan sistem informasi mendorong kepuasan
pengguna.
Saran. (a) Kebijakan pemerintah dalam bentuk: perencanaan, standarisasi mutu, infrastruktur
jaringan dan konten, serta kesiapan dan kultur sumberdaya manusia untuk mengaplikasikan
teknologi informasi khususnya dalam penggunaan sistem e-learning di Kopertis III Jakarta
merupakan hal yang mendesak. Sistem e-learning akan dimanfaatkan atau tidak sangat
tergantung kebijakan pemerintah di bidang pendidikan dan bagaimana pengguna memandang
atau menilai sistem e-learning tersebut. Namun umumnya digunakannya teknologi tersebut
dengan pertimbangan bahwa: (1) teknologi tersebut memang sudah merupakan kebutuhan; (2)
fasilitas pendukung yang sudah memadai; (3) adanya dukungan dana yang memadai; dan (4)
adanya dukungan dari pembuat kebijakan; (b) Perguruan tinggi penyelenggara sistem e-learning
di Kopertis III Jakarta untuk lebih meningkatkan kualitas sistem dan kualitas informasi. Dengan
meningkatnya kualitas sistem dan kualitas informasi diharapkan akan berdampak pada
penggunaan dan kepuasan pengguna serta pada akhirnya akan berdampak pada individu; (c)
Penelitian hanya melibatkan perspektif tunggal dari mahasiswa, penelitian yang akan datang
disarankan menggunakan perspektif dari organisasi/institusi (unit pengelola sistem e-learning)
dan instruktur/dosen pengampu mata kuliah. (d) Penelitian selanjutnya dengan mereplikasi
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
324
penelitian ini dengan e-service dalam bidang bisnis (misalnya: e-procurement, e-shopping, e-
banking) dan e-service bidang pendidikan (misalnya: e-library, SIPKD, sim-litabmas).
DAFTAR RUJUKAN
Agarwal, R.; Sambamurthy, V.Z.; Stair, R.M. “Research Report: The Evolving Relationship
Between General and Specific Computer Self-Efficacy - An Empirical Assessment”.
Information Systems Research. Vol. 11 (4), (2000), pp 418–430.
Almutairi, H.; Subramanian, G.H. “An Empirical of the DeLOne and McLean Model in the
Kuwaiti Private Sector”. The Journal of Computer Information System, Spring. Vol. 45(3),
(2005), pp 113-122.
Bailey, J.E.; Pearson, S.W. “Development of a Tool for Measuring and Analyzing Computer
User Satisfaction”. Management Science. Vol. 29 (5), (1983), pp 530-545.
Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action. Prentice Hall. New Jersey.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. Freeman. New York.
Baroudi J.J.; Orlikowski W.J. “A Short-Form Measure of User Information Satisfaction: A
Psychometric Evaluation and Notes On Use”. Journal Of Management Information Systems.
Vol. 4 (4), (1988), pp 44–59.
Baroudi, J.J.; Olson, M.H.; Ives, B. “An Empirical Study of the Impact of User Involvement on
System Usage and Information Satisfaction”. Communications of the ACM. Vol. 29 (3),
(1986), pp 232-238.
Chang, F. M.T.; Chen, M.Y.; Chen, C.C.; Huang, M.J.; Chen, J.W. “Why do Individuals Use e-
Portfolios”. Educational Technology & Society, Vol. 15 (4), (2011), pp 114–125
Chervany, N.; Dickson, G. “An Experimental Evaluation of Information Overload in a
Production Environment”. Management Science. Vol. 20 (10), (1974), pp 1335-1344.
Chin, Wynne. W.; Todd, Peter, A. “On the Use, Usefulness, and Ease of Use A Structural
Equation Modeling in MIS Research: A Note of Caution”. MIS Quarterly. Vol. 19, (1995),
pp 237-346.
Compeau D.R.; Higgins C.A. “Application of Social Cognitive Theory to Training for Computer
Skills”. Information Systems Research, Vol. 6 (2), (1995), pp 118-143.
Davis, F.D. “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information
Technology”. MIS Quarterly. (1989), pp 319- 340.
Davis, F.D.; Bagozzi, R.P.; Warshaw, P.R. “User Acceptance Of Computer Technology: A
Comparison Two Theoretical Models”. Management Science. (1989), pp 982-1003.
DeLone, W.H.; McLean E.R. “Information System Success: The Quest for the Dependent
Variable”. Information System Research. (1992), pp 60-95.
DeLone, W.H.; McLean E.R. “The Delone and Mclean Model of Information Systems Success:
A Ten-Year Update”. Journal of Management Information Systems. Vol. 19 (4), (2003), pp
9–30.
DeLone, W.H.; McLean E.R. “Measuring E-commerce Success: Applying the DeLone and
McLean Information System Success Model”. International Journal of Electronic
Commerce. (2004).
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
325
Devaraj, S.; Fan, M.; Kohli, R.. “Antecedents of B2C Channel Satisfaction and Preference:
Validating E-Commerce Metrics”. Information Systems Research. Vol. 13(3), (2002), pp
316–333.
Dody R., dan Zulaikha. (2007). “Pengujian Model DeLone and McLean dalam Pengembangan
Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus).” Paper disajikan pada Simposium
Nasional Akuntansi X, Universitas Hassanudin, Makassar, 26-28 Juli 2007.
Doll, W.J.; Xiadong D. “The Collaborative Use Of Information Technology: End User
Participation and System Success”. Information Resources Management Journals. (2001).
Doll, W.J.; Torkzadeh, G. “Issues and Opinions - The Measurement of End User Computing
Satisfaction: Theoretical and Methodological Issues,” MIS Quarterly, Vol. 15, (1991), pp.
5-10.
Doll, W.J.; Torkzadeh, G. “The Measurement of End User Computing Satisfaction”. MIS
Quarterly, Vol. 12 (2), (1998), pp 159-174.
Doll W.J.; Xia W.; Torkzadeh G. “A Confirmatory Factor Analysis of The End-User Computing
Satisfaction Instrument”. MIS Quarterly. Vol. 18(4), (1994), pp 453–461.
Freeze, R.; Alshare, K.; Lane, P.; Wen, J. “IS Success Model in E-Learning Context Based on
Students' Perceptions”. Journal of Information Systems Education, Vol. 21 (2), (2010), pp
173-184.
Gable, G.; Sedera, D.; Chan, T. “Re-conceptualizing Information System Success: The IS-
Impact Measurement Model”. Journal of the Association for Information Systems, Vol. 9
(7), (2008), pp 377-408.
Guimaraes, T.; Igbaria, M. "Client/Server System Success: Exploring the Human Side". Decision
Sciences. Vol. 28, (1997), pp 851-876.
Guimaraes, T.; Igbaria, M.; Lu, M. “The determinants of DSS success: An integrated model”.
Decision Sciences. Vol. 23 (2), (1992), pp 409-430.
Guimaraes, T.; Staples, D.S.; McKeen, J.D. “Empirically Testing Some Main User-Related
Factor for Systems Development Quality”. Quality Management Journal. Vol. 10 (4),
(2003), pp 39- 54.
Holsapple, C.; Lee-Post A. (2006). “Defining, Assessing, and Promoting E-Learning Success:
An Information Systems Perspective Decision Sciences”. Journal of Innovative Education.
Vol. 4 (1).
Hsu, D., Karampatziakis, N., Langford, J., Smola, A. (2011). Parallel online learning. In Scaling
Up Machine Learning.
Ives, B.; Olson, M.; Baroudi, J.J. “The Measurement of User Information Satisfaction”.
Communications of the ACM. Vol. 26(10), (1983), pp 785–793.
Istianingsih; Wijanto, S.H. ”Analisis Keberhasilan Penggunaan Perangkat Lunak Akuntansi
Ditinjau Dari Persepsi Pemakai (Studi Implementasi Model Keberhasilan Sistem
Informasi)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 5 (1), (2008).
Lending, D.; Dillon, T. “The Effects of Confidentiality on Nursing Self-Efficacy with
Information Systems”. International Journal of Healthcare Information Systems and
Informatics. Vol. 2 (3), (2007), pp 49-64.
Lewis, D.E., (2002). More Companies Seeing Benefits of E-Learning. A Departure From
Training by The Book. The Boston Globe, Globe Staff.
http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
326
Liu, C.; Arnett, K.P. “Exploring The Factors Associated With Web Site Success In The Context
Of Electronic Commerce”. Information and Management. Vol. 38(1), (2000), pp 23–33.
Livari, J. “An Empirical Test of the DeLone and McLean Model of Information System
Success”. Database for Advances in Information Systems, Spring. Vol. 36 (2), (2005), pg.8.
Lin, J.C.; Lu, H. “Towards An Understanding of The Behavioural Intention To Use A Web
Site”. International Journal of Information Management. (2000).
Lin, H.-F. “Measuring online learning systems success: Applying the updated DeLone and
McLean model”. CyberPsychology and Behavior. Vol. 10 (6), (2007), pp 817-820.
Melone, N.P. “A Theoretical Assessment of The User Satisfaction Construct in Information
System Research”. Management Science. (1990).
McGill, Tanya; Hobbs, Valerie; Klobas, Jane “User-Developed Applications and Information
Systems Success: a Test of DeLone and McLean‟s Model”, Information resource
Management Journal; Vol. 16 (1), (2003), pp 24.
McKiney, V.; Yoon, K.; Zahedi, Fatemeh “The Measurement of Web-Customer Satisfaction: An
Expectation and Disconfirmation Approach”. Information System Research. Vol. 13 (3),
(2002).
Nielsen, J. (2000). Designing Web Usability. New Riders. Indiana.
Oliver, L.W. (1987). “Research integration for psychologists: an overview of approaches”.
Journal of Applied Social Psychology. Vol. 17(10), pp 860–874.
Pajares, F.; Urdan. (2006). Self efficacy beliefs of adolescent. Information Age Publishing. USA.
http://books.google.co.id/books
Pajares, F. (2002). Overview of social cognitive theory and of self-efficacy.
http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html.
Palmer, J. W. “Web Site Usability, Design, and Performance Metrics”. Information Systems
Research. Vol. 13 (2), (2002), pp 151-167.
Parasuraman, A.; Zeithaml, V. A.; Berry, L.L. “A Conceptual Model Of Service Quality and Its
Implications for Future Reseach”. Journal of Marketing, Vol. 49 (4), (1985), pp 41-50.
Parasuraman, A.; Zeithaml, V.A.; Berry, L.L. “SERVQUAL: A Multi-Item Scale For
Measuring Consumer Perceptions Of The Service Quality”. Journal of Retailing. Vol. 64
(1), (1988), pp 12- 40.
Parasuraman, A., “Technology Readiness Index (TRI): A Multiple Item Scale to Measure
Readiness to Embrace New Technologies”. Journal of Service Research. (2000).
Petter, S.; McLean, E. “A Meta-Analytic Assessment of the Delone and Mclean Is Success
Model: An Examination of Is Success at the Individual Level”. Information and
Management. Vol. 46, (2009), pp 159-166.
Petter, S.; Delone, W.; McLean, E. “Measuring Information Systems Success: Models,
Dimensions, Measures, and Interrelationships” European Journal of Information Systems
Vol. 17(3), (2008), pp 236-263.
Radityo; Dody; Zulaikha (2007). Pengujian Model DeLone and McLean Dalam Pengembangan
Sistem Informasi Manajemen (Kajian Sebuah Kasus), Simposium Akuntansi Nasional,
UNHAS Makasar, 26 – 28 Juli 2007.
Rai, A.; Lang, S.S.; Welker, R.B. ”Assessing the Validity of IS Success Models: An Empirical
Test and Theoretical Analysis”. Information System Research. Vol.13 (1), (2002), pp 29-34.
Pawirosumarto, Katidjan dan Mulyanto 310 – 327 Jurnal MIX, Volume VI, No. 2, Juni 2015
327
Sabherwal R; Jeyaraja; Chowa, C. “Information systems success: individual and organizational
determinants”. Management Science. Vol. 52(12), (2006), pp 1849–1864.
Seddon, P.B.; Yip, S.K. “An Empirical Evaluation of User Information Satisfaction (UIS)
Measures for Use with General Ledger Accounting Software”. Journal of Information
Systems Spring. (1992), pp 75-92.
Seddon.P.B. ”A Respecification and Extension of The DeLone and McLean‟s Model of IS
Success”. Information System Research. (1997), pp 240-250.
Seddon, P. B.; Kiew, M.Y. “A Partial Test and Development of DeLone and MacLean's Model
of IS Success.” Australian Journal of Information Systems. Vol. 4 (1), (1996).
Suryaningrum, D. H. (2003). The Relationship Between User Participation and System Success:
Study of Three contigency Factors on BUMN in Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi.
Surabaya 2003.
Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Venkatesh, V. “Determinants Of Perceived Ease Of Use: Integrating Control, Intrinsic
Motivation, And Emotion Into The Technology Acceptance Model”. Information System
Research.Vol. 11 (4), (2000), pp 342-365.
Volery, T.; Lord, D. “Critical success factors in online education”. The International Journal of
Educational Management. Vol. 14 (5), (2000), pp 216-223.
Wang Y. “Assessing e-commerce Systems Success: A Respecification and Validation of the
DeLone and McLean model of IS success”. Information Systems Journal. (2007), pp 1-29.
Wang, Yi-Shun; Liao, Yi-Wen “Assessing e-Government systems success: A validation of the
DeLone and McLean Model of Information Systems Success”. Government Information
Quarterly. (2007), pp 1-17.
Wang, R.; Strong, D. “Beyond Accuracy: What Data Quality Means to Data Consumers”.
Journal of Management Information Systems. Vol. 4, (1996), pp.5-34.
Wang, Y.; Wang, H.; Shee, D. “Measuring e-learning systems success in an organizational
context: Scale development and validation”. Computers in Human Behavior. Vol. 23,
(2007), pp 1792–1808.
Webber, Ron, (1999). Information System Control and Audit, First Edition. Prentice Hall Inc.
New Jersey.
Wildavsky, B. (2001). “Want More From High School?” Special Report: E-Learning 10/15/01.
http://www.usnews/edu/elearning/articles).
Yoon, Y.; Guimaraes, T.; O‟Neai, Q. “Exploring The Factors Associated With Expert System
Success”. MIS Quarterly. Vol. 19 (1), (1995), pp 83–106.
Zeithaml, V.; Berry, L.; Parasuraman, A. “The behavioral consequences of service quality”.
Journal of Marketing. Vol. 60, (1996), pp 31-46.
Zeithaml, V.A., Parasuraman, A. and Berry, L.L. (1990). Delivering quality service; Balancing
customer perceptions and expectations, The Free Press. New York.