10
PENDAHULUAN Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit , lapisan mukosa dan submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna.(1,2)Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus dan pada angioedema bengkak merupakan manifestasi utama.(3) Angioedema paling sering ditemukan pada bagian kepala dan leher, mencakup wajah, bibir, dasar mulut, lidah dan pangkal tenggorokan. Angioedema berat dapat menyebabkan obstruksi saluran napas dan kematian akibat edema laring. Angioedema disaluran gastrointestinal menyebabkan edema usus, gejalanya berupa nyeri kolik abdomen, mual , muntah dan diare.(1,3) II. EPIDEMIOLOGI Kira-kira 94 % kasus angioedema yang ditemukan sebagai kasus emergensi adalah akibat induksi obat. Sebagian besar angioedema akibat induksi obat ditemukan pada pasien yang menggunakan ACE-Inhibitor (0,1 – 0,2 %).(4) Osler (tahun 1888) pertama kali mendiskripsikan hereditary angioedema (HAE) yang terjadi pada seorang wanita yang berusia 24 tahun, sehingga diusulkan suatu etiologi herediter dan dikenal sebagai edema angioneurotik herediter. (4)Insiden HAE terjadi 1 dalam 150-500 orang, sekitar 15000-30000 kunjungan emergensi/tahun. AAE lebih jarang terjadi yaitu kurang dari 50

Angio Edema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Medis

Citation preview

Page 1: Angio Edema

PENDAHULUAN

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

vaskular pada jaringan subkutan kulit , lapisan mukosa dan submukosa yang terjadi pada

saluran napas dan saluran cerna.(1,2)Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme patologi

yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih

dalam dan jaringan subkutaneus dan pada angioedema bengkak merupakan manifestasi

utama.(3) Angioedema paling sering ditemukan pada bagian kepala dan leher, mencakup

wajah, bibir, dasar mulut, lidah dan pangkal tenggorokan. Angioedema berat dapat

menyebabkan obstruksi saluran napas dan kematian akibat edema laring. Angioedema

disaluran gastrointestinal menyebabkan edema usus, gejalanya berupa nyeri kolik abdomen,

mual , muntah dan diare.(1,3)

II. EPIDEMIOLOGI

Kira-kira 94 % kasus angioedema yang ditemukan sebagai kasus emergensi adalah akibat

induksi obat. Sebagian besar angioedema akibat induksi obat ditemukan pada pasien yang

menggunakan ACE-Inhibitor (0,1 – 0,2 %).(4) Osler (tahun 1888) pertama kali

mendiskripsikan hereditary angioedema (HAE) yang terjadi pada seorang wanita yang

berusia 24 tahun, sehingga diusulkan suatu etiologi herediter dan dikenal sebagai edema

angioneurotik herediter. (4)Insiden HAE terjadi 1 dalam 150-500 orang, sekitar 15000-30000

kunjungan emergensi/tahun. AAE lebih jarang terjadi yaitu kurang dari 50 kasus. Insiden

angioedema akibat ACE-inhibitor yang telah dilaporkan 1-2 kasus per 1000 orang.

Donaldson dan Evans (1963) menentukan bahwa kelainan herediter terjadi akibat kekurangan

C1-inhibitor atau gangguan fungsi C1-inhibitor. HAE lebih sering terjadi pada usia remaja,

sedangkan AAE biasanya terjadi setelah dekade keempat.(4) Angioedema akibat reaksi alergi

lebih banyak terjadi pada pasien-pasien atopi, rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi (Clin

def imunology). Sebagian besar kasus angioedema bersifat idiopatik. Angioedema dapat

terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terjadi pada usia 40-50 tahun. Wanita lebih sering

terkena dibandingkan laki-laki. Tidak ada perbedaan insiden pada kelompok ras tertentu.

(1,5)

III. KLASIFIKASI

Angioedema terdiri atas : (6,7)

1. Hereditary angioedema (HAE) = Hereditary angioneuretic edema (HANE)

Page 2: Angio Edema

- Hereditary angioedema tipe 1 (HAE tipe 1) : defisiensi C1 inhibitor , akibat mutasi gen

SERPING 1.

- Hereditary angioedema tipe 2 (HAE tipe 2) : C1 dalam batas normal namun terjadi

malfungsi C1 inhibitor.

- Hereditary angioedema tipe 3 (HAE tipe 3) : akibat mutasi gen F 12.

2. Acquired angioedema

Acquired angioedema tipe I, yang berkaitan dengan penyakit gangguan B-cell

lymphoproliferative, neoplasma, penyakit jaringan konektif dan infeksi.

Acquired angioedema tipe II , disebabkan oleh autoantibodi C1-inhibitor.

Acute angioedema : reaksi alergi (obat , serangga , makanan), penggunaan kontras, serum

sickness syndrome dan cold urticaria.

3. Angioedema – eosinophilia syndrome

4. Idiopatic angioedema

IV. ETIOPATOGENESIS

a. Hereditary angioedema

Hereditary angioedema adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan akibat

mutasi pada gen C1-inhibitor. (1,3) Hereditary angioedema tipe 1 (HAE tipe 1) disebabkan

oleh mutasi gen sehingga terjadi supresi C1-inhibitor. Hereditary angioedema tipe 2 (HAE

tipe 2) akibat mutasi gen sehingga menyebabkan sintesis protein C1-inhibitor yang abnormal.

C1-inhibitor merupakan bagian dari sistem komplemen (sekelompok protein yang terlibat

dalam sistem kekebalan dan reaksi alergi). Gen C1-inhibitor terletak pada kromosom 11.

Mutasi pada gen tersebut menyebabkan sistem komplemen tidak terkendali sehingga

produksi C2 kinin meningkat dan terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dan edema.

(8,11,12) Kekurangan atau gangguan fungsi C1-inhibitor menyebabkan pembengkakan lokal

di kulit dan jaringan di bawahnya atau pembengkakan pada selaput lendir yang melapisi

bagian tubuh tertentu, misalnya mulut, tenggorokan dan saluran pencernaan.(16) Formasi

bradikinin disebabkan oleh aktivasi terus menerus sistem komplemen akibat defisiensi C1

esterase dan produksi kalikrein.Bradikinin menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan

permeabilitas vaskuler, dan hipotensi ketika disuntik melalui intravena.(6)

Beberapa faktor pencetus pelepasan peptida vasoaktif sehingga menyebabkan angioedema

pada HAE yaitu trauma, stress mental dan fisik, infeksi, haid dan kehamilan.(6)

b. Acquired Angiedema

Acquired angioedema adalah penyakit yang jarang dan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu :

Page 3: Angio Edema

AAE-I yang berkaitan dengan malignansi, penyakit jaringan konektif dan infeksi. Jumlah C1-

inhibitor diproduksi normal ,namun katabolisme dari C1-inhibitor meningkat sehingga terjadi

penurunan secara kuantitatif maupun fungsional. AAE-II merupakan suatu bentuk autoimun.

(1,9)Pada pasien AAE II memiliki suatu autoantibodi C1-inhibitor. Autoantibodi tersebut

menghambat kapasitas kerja dari C1-inhibitor sehingga terjadi angioedema.(1)

c. Acute Angioedema

Alergi tipe 1 yang berat dapat menyebabkan angioedema. Antibodi IgE berikatan dengan

antigen (makanan, obat-obatan, sengatan serangga, tepung) pada permukaan sel mast

sehingga terjadi pelepasan histamin dan mediator lain. Angioedema dapat terjadi tanpa atau

disertai gangguan lain dari anafilaksis sistemik (distress pernapasan, hipotensi). Penggunaan

kontras radiologi dan obat-obatan dapat menyebabkan angioedema akut melalui mekanisme

non imunologik (langsung). Analgatik opiate, polimiksin B, D-tuboklidrarine menginduksi

pelepasan histamin dari sel mast dan basofil.(3)

Obat yang dapat menginduksi angioedema meliputi obat anti inflamasi non steroid (OAINS),

seperti aspirin,indometasi dan angiotensin converting enzim- inhibiting drugs(ACE-

Inhibitor).(1) ACE- Inhibitor menghambat degradasi bradikinin. Bradikinin menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskuler dan vasodilatasi sehingga terjadi angioedema.(6)

Angioedema akibat reaksi intoleransi akibat penggunaan OAINS terjadi akibat shunting jalur

siklo-oksigenase (COX) ke jalur lipo-oksigenase (LOX) akibat terhambatnya COX-1 oleh

OAINS non selektif.(10,11)Hambatan tidak selektif terhadap COX dapat menekan fungsi

maintenance COX-1 secara berlebihan, sehingga menghambat pembentukan prostaglandin-

E2(PGE2) dan prostaglandin-I2 (PGI2).Hambatan PGE2 yang berfungsi sebagai penghambat

jalur inflamasi alternatif lipo-oksigenase (LOX), akan meningkatkan produksi lekotrien -

C4(LTC4), lekotrien-D4 (LTD4) dan lekotrien E-4 (LTE4) sehingga permeabilitas vaskuler

meningkat dan terbentuk urtika dan angioedema. (10,11,12)

V.GEJALA KLINIS

a. Hereditary dan Acquired angioedema

Pasien dengan HAE atau AAE ditemukan dengan gejala yang sama. Tiga gejala klasik yaitu

nyeri abdomen, edema perifer (pembengkakan ekstremitas) dan edema laring tanpa adanya

urtikaria. Nyeri abdomen biasanya disertai dengan nausea, vomiting(88%) dan diare(22%).

Angioedema berupa eritematous atau non eritematous,non pitting,non pruritik atau nyeri.

Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan peningkatan bising usus dan tidak ada tanda-tanda

Page 4: Angio Edema

peritonitis. Angioedema terjadi dalam beberapa jam dan berkurang dalam 48-72 jam, tetapi

bisa bertahan selama 1 minggu. Gejala lain berupa retensi urin, efusi pleura yang ditandai

oleh batuk dan nyeri dada, dan gejala-gejala SSP (seperti sephalgia, hemiparesis, konvulsi)

akibat edema serebral fokal.(1,3,5,6,13,14)

Angioedema terjadi pada tiga area utama: jaringan subkutan (wajah, tangan, lengan, kaki,

genital), organ yang terdapat didalam abdomen (lambung, usus, ginjal) yang dapat

menimbulkan keadaan emergensi dan pada saluran napas bagian atas yang dapat

menyebabkan terjadinya edema laring yang dapat mengancam kehidupan.(1)

ACE-Inhibitor-Induced angioedema sebagian besar predileksinya terdapat pada wajah namun

juga dapat ditemukan pada beberapa bagian tubuh lainnya. Pada beberapa kasus, ditemukan

rash pada wajah. Reaksi yang berat dapat menyebabkan edema pada palatum mole, lidah dan

laring.(4)

b. Angioedema-eosinophilia syndrom

Sindrom Angioedema-eosinophilia adalah kasus yang jarang ditemukan. Sindrom ini

merupakan Benigna syndrom yang pengobatannya tidak seumur hidup yang gejalanya dapat

berupa serangan angioedema yang terjadi secara periodik, urtikaria, pruritus, myalgia,

oligouria dan demam. Selama serangan berat badan dapat meningkat sampai 18% dan

leukosit dapat mencapai 108.000 /µl (88% terdiri atas komponen eosinofil). Eosinophilia

dapat ditemukan pada beberapa serangan. Lama serangan angioedema kira-kira 6-10 hari.(1)

d. Idiopatic angioedema

Angioedema dapat terjadi pada semua usia namun sebagian besar ditemukan pada usia 40-50

tahun. Sebagian besar idiopatic angioedema ditemukan pada wanita. Idiopatic angioedema

didiagnosa ketika angioedema timbul pada pasien, tidak terdapat urtikaria dan tidak

ditemukan faktor eksogen yang mendasari terjadinya. Timbulnya penyakit pada idiopatic

angioedema

tidak dapat diprediksikan. Perjalanan penyakit dapat terjadi selama 5 tahun atau lebih.(1,3)

VI. Pemeriksaan penunjang

a. Histopatologi

Edema terjadi pada lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutan. Pada

pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya dilatasi vena.(3)

b. Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan penurunan komplemen faktor C4,

Page 5: Angio Edema

defisiensi C1-Inhibitor . Pada pasien AAE, jumlah C1-inhibitor diproduksi normal ,namun

katabolisme dari C1-inhibitor meningkat sehingga terjadi penurunan secara kuantitatif

maupun fungsional dari C1-inhibitor. Pada pasien HAE, ditemukan produksi C2 kinin

meningkat akibat mutasi gen C1- inhibitor. Pada Sindrom Angioedema-eosinophilia, leukosit

dapat mencapai 108.000 /µl (88% terdiri atas komponen eosinofil).(1,3,6)

VII. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada pasien dengan HAE atau AAE ditemukan dengan gejala yang

sama. Tiga gejala klasik yaitu nyeri abdomen, edema perifer (pembengkakan ekstremitas)

dan edema laring tanpa adanya urtikaria. Nyeri abdomen biasanya disertai dengan nausea,

vomiting(88%) dan diare(22%). Angioedema berupa eritematous atau non eritematous,non

pitting,non pruritic atau nyeri. Pada pemeriksaan laboratorium, pasien dengan HAE C4

menurun , C1- inhibitor secara kuantitatif menurun pada HAE tipe 1 namun normal pada

HAE tipe 2 sedangkan secara fungsional C1-inhibitor ditemukan terjadi penurunan pada

keduanya. C1q ditemukan normal pada HAE tipe 1 maupun tipe 2. Pada pasien AAE, baik

tipe 1 maupun tipe 2 terjadi penurunan sistem komplemen C4, C1-inhibitor secara fungsional

dan C1q. C1-inhibitor pada pasien AAE tipe 1 terjadi penurunan sedangkan pada AAE tipe 2

ditemukan normal atau cenderung menurun.(1)

VIII. PENATALAKSANAAN

Pada hereditary angioedema, yang dibutuhkan adalah bagaimana untuk mencegah terjadinya

serangan dimasa yang akan datang. Pengobatan pada fase akut bertujuan untuk mencegah

progresifitas dari edema , khususnya jika terjadi edema pada laring. Di negara Jerman,

sebagian besar kasus akut diterapi dengan pemberian konsentrat C1-inhibitor yang diperoleh

dari darah donor secara intravena. Pada kasus emergensi, diberikan fresh frozen blood

plasma, yang juga mengandung C1-inhibitor dapat digunakan.(6)

Pengobatan terbaru digunakan ecallantide. Ecallantide merupakan suatu inhibitor peptida dari

suatu kallikrein yang menunjukkan hasil yang positif pada ketiga tipe dari HAE. Icatibant

merupakan bradykinin reseptor antagonis yang selektif, hanya digunakan di Eropa dan tidak

digunakan di negara Amerika. Pharming, suatu perusahaan bioteknologi , menghasilkan suatu

C1-inhibitor rekombinan untuk penanganan serangan akut hereditary angioedema.(6)

Pada acquired angioedema , AAE tipe I dan tipe II, dan angioedema nonhistaminergic,

antifibrinolitik seperti asam traneksamat atau ε-aminocaproid acid diperkirakan effektif.

Page 6: Angio Edema

Cinnarizine dapat digunakan karena dapat menekan aktivasi dari C4 dan dapat digunakan

pada pasien yang menderita penyakit hati ketika androgen tidak dapat digunakan.(6) Standar

pengobatan untuk AAE adalah juga meningkatnya level dari C1-inhibitor (konsentrat C1-

inhibitor, androgen). Untuk serangan akut AAE, terapi utama adalah konsentrat C1-inhibitor

(dosis yang direkomendasikan 500-2000 U IV). Namun, apabila konsentrat tidak tersedia,

dapat digunakan Fresh Frozen Plasma (FFP) (2 U IV). Stanozolol (winstrol) merupakan

androgen sintetik dengan immunosupressi, dosis yang dianjurkan 1-4 mg/hari. Danazol

(Danocrin) bekerja dengan meningkatkan komponen komplemen C4 dan mengurangi gejala

lain yang menyertai angioedema, dosis yang dianjurkan 50-600 mg/hari. Selain itu, untuk

menghambat mediator cascade komplemen digunakan antifibrinolitik seperti asam

traneksamat atau ε-aminocaproid acid (8 gr IV). Jika terjadi perubahan suara seperti stridor,

dsb, merupakan indikasi intervensi jalan napas dengan sesegera mungkin. Intubasi

orotracheal adalah metode pilihan. Edema laring merupakan kasus yang berat, pembedahan

jalan napas harus dilakukan yaitu dengan melakukan cricothyrotomy atau tracheotomi.(4,6)

Vasopresor seperti epinefrin (0,3-0,5 ml IM/SC), kortikosteroid (methyl prednisone 125 mg

IV), dan antihistamin merupakan second-line teraphy pada pasien dengan AAE, HAE dan

angioedema akibat angiotensin converting enzim- inhibiting. Namun, pada kasus angioedema

yang berkaitan dengan proses alergi, obat-obat tersebut adalah pilihan terapi utama.(4,6)

Pasien yang intoleransi terhadap obat-obat anti inflamasi non steroid (OAINS) harus

menghindari pengguanaan obat-obat AINS yang bersifat non-selektif. COX-2 spesific

inhibitor (COXIB), paracetamol atau nimesulide dapat digunakan sebagai alternatif pengganti

untuk pasien-pasien yang membutuhkan OAINS.(13,14,15) Pada pasien dengan idiopatic

angioedema, pengobatan yang diberikan adalah antihistamin. Untuk supresi dalam jangka

waktu yang lama digunakan kortikosteroid.(6)