29
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan pendengaran, suara berdenging (tinnitus), rasa pusing yang berputar, rasa nyeri di dalam telinga, dan keluar cairan dari telinga. Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga ialah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga, dan garpu tala. Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan telinga, pemriksaan hidung dan pemeriksaan tengorokan. 1

Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

THT

Citation preview

Page 1: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan

utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan pendengaran, suara berdenging

(tinnitus), rasa pusing yang berputar, rasa nyeri di dalam telinga, dan keluar cairan dari telinga.

Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga ialah lampu kepala, corong telinga,

otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga, dan garpu tala.

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi

sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan telinga, pemriksaan hidung dan pemeriksaan

tengorokan.

1

Page 2: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK THT

A. Pemeriksaan Telinga

Anamnesis

Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan

utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa gangguan pendengaran, suara berdenging

(tinnitus), rasa pusing yang berputar, rasa nyeri di dalam telinga, dan keluar cairan dari telinga.

Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada

satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara bertahap dan sudah berapa

lama di derita. Adakah riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan bising,

pemakaian obat-obat ototoksik sebelumnya atau pernah menderita penyakit infeksi virus seperti

parotitis, influensa berat dan meningitis. Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi

sehingga terdapat juga gangguan bicara dan komunikasi. Pada orang dewasa tua, perlu

ditanyakan apakah gangguan ini lebih terasa di tempat yang bising atau di tempat yang lebih

tenang.

Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging, yang dirasakan

di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga. Apakah tinnitus ini disertai gangguan

pendengaran atau pusing berputar.

Keluhan rasa pusing berputar (vertigo) merupakan gangguan keseimbangan dan rasa ingin

jatuh yang disertai rasa mual, muntah, rasa penuh di telinga, telinga berdenging yang mungkin

kelainannya terdapat di labirin. Bila vertigo disertai keluhan neurologis seperti disartri, gangguan

penglihatan, kemungkinan letak kelainannya di sentral. Apakah keluhan ini timbul pada posisi

kepala tertentu dan berkurang bila pasien berbaring dan akan timbul lagi bila bangun dengan

2

Page 3: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

gerakan yang cepat. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan otot-otot di

leher.

Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga (otalgia) perlu ditanyakan apakah pada telinga kiri

atau kanan, sudah berapa lama. Nyeri alih ke telinga (referred pain) dapat berasal dari rasa nyeri

gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal karena telinga dipersarafi

oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ tersebut.

Sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah sekret ini keluar dari satu atau

kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang sedikit biasanya

berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal

dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah

harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air

jernih, harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.

Pemeriksaan Fisik Telinga

Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga ialah lampu kepala, corong telinga,

otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga, dan garpu tala.

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit

dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga

(retroaurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik

daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah

untuk melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan

kanan untuk memeriksa telinga kanan, dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.

Supaya posisi otoskop ini stabil, maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop

ditekankan pada pipi pasien.

Bila terdapat serumen yang menyumbat, maka serumen ini harus dikeluarkan. Bila

konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya lunak atau liat dapat

dikeluarkan dengan pengait dan bila bentuknya lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan

dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih

baik dilunakkan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat

dilakukan irigasi supaya liang telinga bersih.

3

Page 4: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Cara Pemeriksaan Pendengaran

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui

tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara

menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti

atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba eustachii serta radang

telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retrokoklea.

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk

pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk

memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz. Penggunaan ketiga garpu

tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu

penderita akan sadar adanya gangguan pendnegaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga

garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi

suara bising disekitarnya.

1) Tes Penala

a. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui

tulang pada telinga yg diperiksa.

Cara :

Uji Rinne dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau

mengetuknya pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada

tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan ke depan

liang telinga selama 2-3 detik. Pasien menetukan di tempat mana yang terdengar lebih

keras. Bila bunyi terdengar lebih keras bila garpu tala diletakkan di depan liang telinga

berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan ini

disebut Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang mastoid, maka

telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB. Hal ini

disebut Rinne negatif.

b. Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri

dengan telinga kanan

Cara :

4

Page 5: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis

tengah wajah atau kepala. Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada

keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga

mana yang mendengar lebih keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang

sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat), berarti telinga yang sakit menderita tuli

sensorineural. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit, (lateralisasi ke

telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.

c. Tes Swabach membandingkan hantaran tulang orang yg diperiksa dengan pemeriksa yg

pendengarannya normal

Cara :

Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak

terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus

telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar

disebut swabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar , pemeriksaan diulang

dengan cara sebaliknya. Bila psien masih dapat mendengar bunyi disebut scwabach

memanjang dan bila pasien dan pemerksa kira-kira sama-sama mendnegarnya disebut

dengan scwabach sama dengan pemeriksa

d. Tes Bing ( tes oklusi )

Cara pemeriksaan :

Tragus telinga ditekan sampai menutup liang telinga sehingga terdapat tuli konduktif

30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti Weber)

Penilaian :

Lateralisasi ke telinga yg ditutup à normal

Pada telinga yg ditutup tidak bertambah keras à tuli konduktif

e. Tes Stenger

Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik ( stimulasi atau pura-pura tuli )

Cara Pemeriksaan : menggunakan prinsip masking

Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala

yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,

dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan

diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian

5

Page 6: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura

– pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang

mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendnegar bunyi. Tetapi bila telinga kiri

tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

2) Tes Bisik

S yarat

a. Tempat

Ruangan sunyi dan tidak ada echo ( dinding dibuat tidak rata atau dilapisi “ soft

board”/ korden ), serta ada jarak sepanjang 6 meter.

b. Penderita yang di Periksa

Mata ditutup/dihalangi agar tidak membaca gerak bibir

Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa

Telinga yg tidk diperiksa, ditutup atau dimasking dengan menekan-nekan tragus

kearah MAE oleh pembantu pemeriksa. Bila tidak ada pembantu, telinga ditutup

kapas yang dibasahi gliserin.

Mengulang dnegan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan

c. Pemeriksa

Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa.

Kata-kata yg dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,

biasanya kata-kata benda yang ada disekeliling kita.

Teknik P emeriksaan

Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap ditempat, sedang pemeriksa

yang berpindah tempat. Mulai pada jaraj 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata (umunya 5 kata ).

Bila smeua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m dibisikkan kata lain dalam

jumlah yang sama, bial didengar semua mundur lagi, sampai pada jarak dimana penderita

mendengar 80% kata-kata ( mendengar 4 kata dari 5 kata yang dibisikkan ), pada jarak itulah

tajam pendengaran telinga yang dites. Nilai normal tes berbisik : 5/6 – 6/6

3) Audiometri

Pada pemeriksaan audiometric, dibuat grafik ( audiogram ) yang merupakan ambang

pendengaran penderita lewat hantaran tulang ( Bone Conduction = BC ) dan hantaran udara

6

Page 7: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

( air conduction = AC ). Ambang pendengaran ialah intensitas minimal (dB) dari rangsang

bunyi yang masih dapat didengar penderita pada frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000,

dan 8000 Hz.

Hasil pembacaan pada audiogram :

a. pendengaran normal : AC dan BC ≤ 20 dB

b. Tuli Konduksi : AC > 20 dB dan BC ≤ 20 dB, ada air dan bone gap tidak berimpit.

c. Tuli sensorineural normal : AC dan BC turun > 20 dB, berimpit.

d. Tuli campuran + ac dan BC > 20 dB, ada air – bone gap.

Klasifikasi derajat ketulian rata-rata pada frekuensi 500, 1000, dan 2000 Hz :

a. 0-20 dB : normal

b. 26-40 dB : tuli ringan

c. 41-60 dB : tuli sedang

d. 61-90 dB : tuli berat

e. > 90 dB : tuli sangat berat

4) Tes Pendengaran

a. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem

Response)

Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar) sampai ke

otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyi klik pada frekuensi yang berbeda–beda

pada tingkat kekerasan yang berbeda–beda pula dan responnya ditangkap langsung oleh

sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari

pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi

gangguan pendengaran. Pemeriksaan ini untuk menilai ambang dengar seseorang pada

frekwensi antara 1000 s/d 4000 HZ walaupun sensitif pada 2000-4000 Hz (Frek.Tinggi).

b. TES OAE (Oto Acoustic Emission)

Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi terutama

rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke telinga dan menangkap

7

Page 8: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

responnya melalui perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan

dan tidak memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk

mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah

sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di rumah siput.

c. TES TYMPANOMETRI

Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang sanggurdi).

Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan gerak) gendang

telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien.

Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah jika

hasil OAE menunjukkan respon negatif.

d. TES AUDIOMETRI

Menguji kinerja pendengaran dari gendang telinga sampai otak. Caranya dengan

memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear) ataupun speaker (free field

test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya

tidak menyakitkan namun agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien.

Cukup sulit dilakukan khususnya untuk anak–anak. Untuk anak–anak biasanya dilakukan

PLAY AUDIOMETRI yaitu uji pendengaran dengan bermain dan diperlukan audiologist

yang berpengalaman untuk mendapatkan hasil yang baik. Biasanya untuk menguji

kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran terutama pada pasien gangguan pendengaran.

e. TES ASSR (Auditory Steady State Response)

Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke otak. Cara

kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni seperti layaknya tes

audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon langsung

dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak

memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam waktu yang cukup

lama, kurang lebih 1 jam. Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat

tidur jika memang sulit diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk

mendeteksi gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak yang masih kecil.

B. Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal

8

Page 9: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Ada 8 cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan sinus

paranasalis, yaitu :

Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.

Rinoskopia anterior.

Rinoskopia posterior.

Transiluminasi (diaphanoscopia).

X-photo rontgen.

Pungsi percobaan.

Biopsi.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan rutin, bakteriologi, serologi, & sitologi.

1) Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus

paranasalis, yaitu :

Kerangka dorsum nasi (batang hidung).

Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.

Bibir atas.

Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi

hidung & sinus paranasalis, yaitu :

Lorgnet pada abses septum nasi.

Saddle nose pada lues.

Miring pada fraktur.

Lebar pada polip nasi.

Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat

tersebut. Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung &

sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus

paranasalis, yaitu :

Dorsum nasi (batang hidung).

Ala nasi.

Regio frontalis sinus frontalis.

9

Page 10: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Fossa kanina.

Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi

hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis. Ala nasi

penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita

temukan pada furunkel vestibulum nasi.

Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :

Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan

simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila

kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit

berarti sinus tersebut patologis.

Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan

simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung

nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan.

Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.

Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat

dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen

infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi

pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat

palpasi.

2) Rinoskopia Anterior

Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :

Cermin rinoskopi posterior.

Pipa penghisap.

Aplikator.

Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).

Spekulum hidung Hartmann.

Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi

cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.

10

Page 11: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri

dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di

medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung)

pasien.

Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita

masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan-

pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.

Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang

hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum 100%

karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :

Pemeriksaan vestibulum nasi.

Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.

Fenomena palatum mole.

Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.

Pemeriksaan septum nasi.

Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita

melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada

pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu :

Posisi septum nasi.

Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.

Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.

Cara kita memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung pasien dengan

menggunakan ibu jari.

Spekulum hidung kita gunakan pada pemeriksaan vestibulum nasi berguna untuk melihat

keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior vestibulum nasi. Sisi medial vestibulum nasi

dapat kita periksa dengan cara mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisi lateral

vestibulum nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior vestibulum nasi dapat

terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke arah superior. Kita mendorong spekulum

ke arah inferior untuk melihat lebih jelas sisi inferior vestibulum nasi.

11

Page 12: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita

perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah yaitu dengan mengarahkan

cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) yang searah dengan konka nasi

media. Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung)

bagian bawah, yaitu :

Warna mukosa dan konka nasi inferior.

Besar lumen lubang hidung.

Lantai lubang hidung.

Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.

Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan

cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita

akan melihat cahaya lampu yang terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk

mengucapkan “iii”.

Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan palatum

mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke

dalam dinding belakang nasofaring.

Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali bergerak ke bawah sehingga

benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nasofaring akan terang kembali. Fenomena

palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” dimana

akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring berubah

menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak

bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang

nasofaring tetap terang benderang.

Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :

Paralisis palatum mole pada post difteri.

Spasme palatum mole pada abses peritonsil.

12

Page 13: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Hipertrofi adenoid

Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.

Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior

Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan

mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas

pasien.

Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung)

bagian atas, yaitu :

Kaput konka nasi media.

Meatus nasi medius : pus dan polip.

Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.

Fissura olfaktorius.

Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi

media pasien.

Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Kita dapat menemukan septum nadi berbentuk krista, spina dan huruf S.

3) Rinoskopia Posterior

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding

nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.

a. Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior

Penempatan cermin.

Harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk menempatkan cermin yang

kita masukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya. Kita juga

menekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel).

Penempatan cahaya.

Harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga cahaya

lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.

Cara bernapas.

Hendaknya pasien tetap bernapas melalui hidung.

13

Page 14: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

b. Alat dan bahan yang digunakan pada rinoskopia posterior

Cermin kecil.

Spatula.

Lampu spritus.

Solusio tetrakain (- efedrin 1%).

c. Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior

Cermin kecil kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan

menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung

cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan.

Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan

digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung.

Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah

pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah

sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam

nasofaring pasien.

Masukkan cermin kedalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan

pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala.

Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu

tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

d. Tahap pemeriksaan lanjutan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior

Tahap 1 : Pemeriksaan Tuba Kanan

Posisi awal cermin berada di paramedian yang akan memperlihatkan kepada kita keadaan

kauda konka nasi media kanan pasien. Tangkai cermin kita putar kemudian ke medial dan

akan tampak margo posterior septum nasi. Selanjutnya tangkai cermin kita putar ke kanan,

14

Page 15: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

berturut-turut akan tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda

konka nasi superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba.

Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri

Tangkai cermin kita putar ke medial, akan tampak kembali margo posterior septum nasi

pasien. Tangkai cermin terus kita putar ke kiri, akan tampak kauda konka nasi media kanan

dan tuba kanan.

Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring

Kembali kita putar tangkai cermin ke medial. Tampak kembali margo posterior septum

nasi pasien. Setelah itu kita memeriksa atap nasofaring dengan cara memasukkan tangkai

cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita rendahkan.

Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior

Kita memeriksa kauda konka nasi inferior dengan cara cermin sedikit ditinggikan atau

tangkai cermin sedikit direndahkan. Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan

kecuali mengalami hipertrofi yang akan tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).

d. Kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior

Peradangan

Misalnya pus pada meatus nasi medius & meatus nasi superior, adenoiditis, dan ulkus

pada dinding nasofaring (tanda TBC).

Tumor

Misalnya poliposis dan karsinoma.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan rinoskopi posterior

Pemeriksa

Tekanan spatula yang kita berikan terhadap punggung lidah pasien haruslah seoptimal

mungkin. Tekanan yang terlalu kuat akan menimbulkan sensasi nyeri pada diri pasien.

Sebaliknya tekanan yang terlalu lemah menyebabkan faring tidak terlihat jelas oleh pemeriksa.

Posisi spatula hendaknya kita pertahankan pada tempat semula. Gerakan kepala pasien

berpotensi menggeser posisi spatula. Posisi spatula yang terlalu jauh ke pangkal lidah apalagi

sampai menyentuh dinding faring dapat menimbulkan refleks muntah.

15

Page 16: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Cara fiksasi spatula memiliki keunikan tersendiri. Ibu jari pemeriksa berada dibawah

spatula. Jari II dan III berada diatas spatula. Jari IV kita tempatkan diatas dagu sedangkan jari V

dibawah dagu pasien.

Kesulitan yang menjadi tantangan buat kita dari pemeriksaan rinoskopia posterior ini

terletak pada koordinasi yang kita jaga antara tangan kanan yang memegang cermin kecil, tangan

kiri yang memegang spatula, kepala dan posisi cahaya dari lampu kepala yang akan menyinari

cermin dalam faring, dan kejelian mata kita melihat bayangan pada cermin kecil dalam faring.

Pasien

Cara bernapas yang tidak seperti biasa menjadi kendala tersendiri bagi pasien. Mereka

harus bernapas melalui hidung dengan posisi mulut yang terbuka. Ada beberapa pasien yang

memiliki refleks yang kuat terhadap perlakuan yang kita buat. Kita bisa memberikannya

tetrakain dan efedrin untuk mencegahnya.

Alat dan Bahan

Bahan spatula yang terbuat dari logam dapat menimbulkan refleks pada beberapa pasien

karena rasa logam yang agak mengganggu di lidah.

Suhu cermin jangan terlalu panas dan terlalu dingin. Cermin yang terlalu panas

menimbulkan rasa nyeri sedangkan cermin yang terlalu dingin menimbulkan kekaburan pada

cermin yang mengganggu penglihatan kita.

Posisi cermin jangan terlalu jauh masuk ke dalam apalagi sampai menyentuh faring pasien.

Refleks muntah dapat timbul akibat kecerobohan kita ini.

4) Transiluminasi (Diaphanoscopia)

Syarat melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya ruangan

yang gelap. Alat yang kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt dan bertangkai

panjang (Heyman).

Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus frontalis

dan sinus maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja berbeda.

Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus frontalis yaitu

kita menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior. Cahaya yang memancar ke

depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan

sinus frontalis tampak terang.

16

Page 17: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris,

yaitu :

Cara I

Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior orbita

ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya

sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.

Cara II

Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi dengan

tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang

memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding

depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.

Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan

sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal.

Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya tulang

mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal. Khusus pasien pria,

kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang mereka.

5) X-Photo Rontgen

Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada X-photo rontgen.

Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis. Perhatikan batas sinus atau tulang,

apakah masih utuh ataukah tidak.

6) Pungsi Percobaan

Pungsi percobaan hanya untuk pemeriksaan sinus maksilaris dengan menggunakan troicart.

Kita melakukannya melalui meatus nasi inferior. Hasilnya jika keluar nanah atau sekret mukoid

maka kita melanjutkannya dengan tindakan irigasi sinus maksilaris.

7) Biopsi

17

Page 18: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Jaringan biopsi kita ambil dari sinus maksilaris melalui lubang pungsi di meatus nasi

inferior atau menggunakan Caldwell-Luc.

TES PENCIUMAN SEDERHANA

1. Tes Alkohol

a. Bahan dan Alat

Alcohol prep pad (standard 70% isopropyl alcohol pad)

Penggaris

b. Prosedur

1. Tes dilakukan pada ruangan tertutup yang bebas dari pengharum ruangan, AC atau kipas

angin

2. Pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan

3. Alcohol pad dibuka dan pasien diminta untuk mengenali bau

4. Pasien diminta untuk menutup kedua mata dan pad secara perlahan dinaikkan dari posisi

setinggi umbilikus hingga hidung dengan inhalasi normal

5. Dihitung jarak (dalam cm) dari pertama kali terdeteksi alcohol pad sampai hidung

c. Interpretasi

Normosmia : terdeteksi pada jarak > 10 cm

Hiposmia : terdeteksi pada jarak 5-10 cm

Hiposmia berat : terdeteksi pada jarak < 5 cm

Anosmia : tidak terdeteksi sama sekali

Bila didapatkan hasil anosmia, pemeriksaan dikonfirmasi dengan tes ammonia

untuk menentukan apakah pasien benar-benar anosmia atau pura-pura.

2. Tes Ammonia

a. Bahan dan Alat

Ammonia

b. Prosedur

1. Pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan

2. Ammonia secara cepat ditempatkan di depan hidung

3. Dinilai apakah pasien merasakan efek menyengat dan stimulus lakrimal atau tidak

c. Interpretasi

18

Page 19: Anamnesis & PemFis Telinga & Hidung (Refreshing EL)

Anosmia murni : terdapat efek menyengat dan stimulus lakrimal

Anosmia malingering : menyangkal adanya efek menyengat dan stimulasi lakrimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997

2. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9,

1997, Jakarta: EGC

3. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004

4. Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16, Hipokrates,

Jakarta,1994.

5. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher edisi tujuh, FK UI, 2012.

6. Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati,

Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.

Jakarta : EGC. 2000.

19