Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Pendahuluan
Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self
Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut
wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban
perpajakannya sendiri. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak
sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi
dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efesiensi
administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem
pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi wewenang penuh dalam
memperhitungkan, menyetorkan dan pelaporan kewajiban pajak yang sebenarnya
(Mardiasmo 2011). Self Assesment System ini menuntut adanya peran serta aktif
dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Maka agar Self
Assesment System ini berjalan secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan
tersebut diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat
atas kepercayaan yang sudah diberikan pemerintah tersebut. Dalam hal ini akan
dilihat kepatuhan Wajib Pajak yang dinilai dengan ketaatannya dalam membayar
kewajiban perpajakannya.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis
dalam peningkatan penerimaan pajak. Dalam prakteknya seringkali dijumpai
adanya tunggakan pajak dari pihak – pihak yang tidak mempunyai kesadaran
dalam membayar kewajiban pajaknya. Akibat dari kendala itu mengakibatkan
tunggakan pajak yang terus meningkat hingga saat ini. Hal ini tentu saja
merugikan bangsa Indonesia yang memang sedang melakukan pembangunan
nasioanal.
2
Pemerintah perlu melakukan tindakan yang tegas untuk wajib pajak yang
menghindari kewajiban perpajakannya. Tindakan yang dilakukan pemerintah
adalah dengan Penagihan Pajak aktif yaitu memaksa Wajib Pajak untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemerintah melakukan Penagihan Pajak
aktif dengan harapan masyarakat melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib
Pajak untuk mendukung keberhasilan penerimaan pajak. Surat Tagihan Pajak
merupakan surat pertama yang dikeluarkan jika wajib pajak tidak atau kurang
bayar pajak, harus membayar denda, belum menjadi pengusaha kena pajak tetapi
telah memungut pajak PPN, atau telah dikukuhkan, membayar dan melaporkan
PPN tetapi tidak benar (Ilyas dan Burton 2008).
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga mempunyai perkembangan
tunggakan pajak dari tahun 2011 – 2013 yang memperlihatkan fenomena
tunggakan pajak yang bersifat fluktuatif, seperti tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
Jumlah Tunggakan dan Target Pencairan Tunggakan Pajak
Sumber: KPP Pratama Salatiga
3
Grafik 1.1
Total Tunggakan Pajak dan Target Pencairan Tunggakan Pajak
Sumber: KPP Pratama Salatiga
Dari jumlah tunggakan pajak tersebut, Seksi Penagihan di KPP Pratama
Salatiga diberikan target pencairan tunggakan pajak oleh Kantor Pusat. Dari target
pencairan tersebut Seksi Penagihan Pajak menindaklanjuti dengan
dilaksanakannya penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum serta bersifat
memaksa. Yaitu dengan penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan Lelang.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul “Analisis Tingkat
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Salatiga”. Adapun yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
Rp-
Rp20,000,000,000
Rp40,000,000,000
Rp60,000,000,000
Rp80,000,000,000
Rp100,000,000,000
1 2 3 4
TAHUN TERIMA 2011 2012 2013
JUMLAH TUNGGAKAN Rp94,7 Rp61,7 Rp70,2
TARGET PENCAIRAN Rp18,5 Rp20,7 Rp11,1
TAHUN TERIMA
JUMLAH TUNGGAKAN
TARGET PENCAIRAN
4
1. Berapa tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif
menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan
penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga ?
2. Bagaimana perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak
aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan
penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga ?
3. Berapa tingkat pencairan tunggakan pajak dan perkembangannya jika
dibandingkan dengan total tunggakan pajak yang ada KPP Pratama Salatiga ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak
aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah pelaksanakan
penyitaan dan lelang sebagai upaya pencairan tunggakan pajak di KPP
Pratama Salatiga.
2. Untuk mengetahui perkembangan pencairan tunggakan pajak penagihan pajak
aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan
penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga.
3. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak serta perkembangan
pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif jika dibandingkan
dengan total tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama Salatiga.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu:
1. Untuk memberikan informasi tentang perkembangan penerimaan pajak
dengan penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat
perintah melaksanakan penyitaan dan lelang sebagai upaya pencairan
tunggakan pajak di KPP Pratama Salatiga.
2. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi Mahasiswa mengenai
penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah
melaksanakan penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga.
3. Sebagai bahan pertimbangan di KPP Pratama Salatiga mengenai
perkembangan penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa,
surat perintah melaksanakan penyitaan dan lelang
4. Sebagai tambahan wawasan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa tentang
besarnya pencairan tunggakan pajak serta perkembangan pencairan tunggakan
pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.
Tinjauan Pustaka
Penerimaan Pajak
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 1
angka 1 UU No. 28/2007: Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
6
Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak adalah iuran rakyat kepada khas Negara berdasarkan Undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum (Mardiasmo 2011).
Menurut Suandy (2008) Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna
menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Dari pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pajak
merupakan penghasilan yang diperoleh pemerintah yang bersumber dari pajak
rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan Negara yang disepakati oleh para pendiri
awal Negara ini yaitu mensejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang
berasaskan kepada keadilan sosial.
Sistem pemungutan pajak
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.
7
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
3. With Holding System
Adalah suatu sitem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak (Mardiasmo
2011).
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assesment
System. Sistem ini diterapkan sejak reformasi perpajakan tahun 1983. Sebelum
membayar pajak maka Wajib Pajak harus memberitahukan terlebih dahulu jumlah
pajak terutang kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Pemberitahuan
(SPT) Pajak. SPT ini berisi informasi perpajakan yang benar dan akurat mengenai
besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak Kepada
Pemerintah.
Tunggakan Pajak
Tunggakan pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya berdasarkan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan (Kurniawan dan Pamungkas 2006).
8
Penagihan Pajak
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Kurniawan dan
Pamungkas 2006). Sedangkan Menurut Mardiasmo (2011) Penagihan Pajak
adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang setelah disita.
Menurut Rusdji (2005), Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar
Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur
atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberikan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.
Dasar hukum melakukan Penagihan Pajak adalah Undang-undang No. 19
tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini
mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997.Undang-undang ini kemudian diubah dengan
Undang-undang No. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.
9
Dasar Penagihan Pajak, antara lain:
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
5. Surat Keputusan Pembetulan
6. Putusan Banding
7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBKB)
8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT)
9. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)
10. Surat Ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak.
Proses Penagihan Pajak
Tindakan Penagihan Pajak dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Penagihan Pajak Pasif
Dilakukan oleh seksi pelayanan yang sifatnya struktural dan mempunyai tugas
pelayanan publik, misalnya seksi pelayanan teknis (PPh OP/ PPh Badan/
Potput PPh/ PPn) dan seksi TUP. Tindakan penagihan pajak pasif dimulai
dengan penerbitan ST/SKPKB/ SK Pembetulan/ SK Keberatan dan Putusan
Banding dengan maksud memberitahukan kepada penanggung pajak tentang
jumlah pajak yang terutang dan sanksi administrasi yang harus dibayar serta
10
tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak. Cara ini dilakukan KPP agar
penanggung pajak melunasi pajaknya pada waktu yang telah ditetapkan.
b. Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan pajak ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak
hanya mengirim Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak tetapi juga
menyerahkan Surat Paksa langsung ke rumah wajib pajak, kemudian diikuti
dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan Lelang (Soemitro
2004).
Tata Cara dan Waktu Penagihan Pajak Aktif
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000
menguraikan hal – hal yang berkaitan dengan tata cara dan waktu penagihan pajak
sebagai berikut:
1. Tindakan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran setelah
Tujuh hari jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap
penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajaknya
2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka
akan diterbitkan Surat Paksa
3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak lewat waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan,
maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
11
4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang.
5. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejak tanggal
pengumuman lelang, akan segera dilakukan penjualan barang sitaan
penanggung pajak melalui kantor lelang.
Pencairan Tunggakan Pajak
Menurut Waluyo (2003) Pencairan tunggakan pajak merupakan
pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang
digunakan untuk pelunasan piutang pajak dan diajukannya keberatan atau banding
sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak serta jika
penanggung pajak sudah meninggal dunia dan berpindah tempat tinggal maka
piutang pajak tersebut akan dihapuskan karena penanggung pajak sudah tidak ada
atau tidak dapat ditemukan lagi.
Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran
Menurut Mardiasmo (2011) Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan,
atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga
hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu
penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.
Surat Teguran/ Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan
apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran.Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat
Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis adalah Surat yang
12
diterbitkan pejabat untuk menegur atau memperingtakan kepada wajib pajak
untuk melunasi utang pajaknya.
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Menurut Mardiasmo (2011) Surat Paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa merupakan kegiatan
pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran/
Surat Peringatan atau sejenisnya.
Surat Paksa diterbitkan apabila:
1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat
Teguran dan Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis
2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, atau
3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak.
Penagihan Pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP)
Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah Surat Paksa.
Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka
waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat
dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang wajib pajak. Untuk
melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu
13
prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai
serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak
dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun
masyarakat Wajib Pajak (Suandy 2008).
Penyitaan
Menurut Undang – undang No.19 tahun 2000 tentang penagihan dengan
Surat Paksa, penyitaan adalah tindakan juru sita pajak yang dibantu oleh dua
orang saksi untuk menguasai barang – barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan
Jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan Perundang – undangan.
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan
cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Hal lainnya yang
dapat disita diatur dengan peraturan pemerintah. Pencabutan Sita dilakukan
apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau
berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Peradilan Pajak atau
ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala
Daerah.
Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, di Kantor
Pejabat atau ditempat lain (antara lain Kantor Pegadaian atau Kantor Pos),
berdasarkan pertimbangan Juru Sita Pajak dan kepada Aparat Daerah Setempat
yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita, dalam hal penyitaan tidak dihadiri
oleh Penanggung Pajak (Resmi 2004).
14
Pelelangan
Menurut Undang – undang No.19 tahun 2000 Pasal 1 sub 17 yaitu Lelang
adalah penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan
dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang
(Pasal 26 ayat (1) Undang – undang Nomor 19 tahun 1997 JD Undang – undang
Nomor 19 tahun 2000). Sebelum Pelelangan dilaksanakan sekurang-kurangnya
empat belas hari sejak pengumuman lelang. Pada saat Lelang Jurusita Pajak
datang ke tempat di mana barang tersebut akan dilelang untuk mendampingi juru
lelang. sesaat sebelum Pelelangan dimulai sebaiknya Jurusita Pajak menanyakan
kepada WP/PP apakah utang pajaknya akan dilunasi. Seandainya WP/PP dapat
dan bersedia melunasi utang pajaknya, maka Pelelangan dibatalkan, bila tidak
maka Pelelangan segera dilakukan. WP/PP berhak untuk menentukan urutan
menurut mana barang – barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan
barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambah dengan biaya
pelaksanaannya, maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan
dengan segera kepada WP/PP . segera selesai Pelelangan, maka Kantor lelang,
Jurusita Pajak, atau orang yang diserahi untuk menjual baranng – barang sitaan
melaporkan kepada atasannya untuk membuat Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang
(Resmi 2004).
Metodologi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, maka penulis
menggunakan metode:
15
1. Studi Lapangan
Penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh objek penelitian
yang meliputi:
a. Interview atau Wawancara
Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara
langsung dengan fiskus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga dan Juru
sita serta pihak – pihak terkait pada seksi penagihan.
b. Dokumentasi
Mengumpulkan bahan – bahan yang tertulis berupa data yang
diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data
yang diperoleh merupakan data olahan dari KPP Pratama Salatiga yang berupa
data total tunggakan pajak, target pencairan tunggakan pajak, jumlah Surat
Teguran, Surat Paksa dan SPMP yang diterbitkan, jumlah pencairan tunggakan
menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Lelang.
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif.
Melalui metode kuantitatif deskriptif maka akan dideskripsikan, digambarkan
ataupun dilukiskan fenomena-fenomena yang terjadi. Fenomena tersebut adalah
Analisis Tingkat Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif
menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) dan Lelang. Hal ini akan diketahui tingkat Pencairan
Tunggakan Pajak serta Perkembangan Pencairan Tunggakan dengan Penagihan
16
Pajak Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga. Dengan penggunaan
metode kuantitaif deskriptif maka akan didapatkan gambaran tingkat Pencairan
Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif.
Teknik Analisis.
a. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat
Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang.
b. Untuk mengetahui perkembangan realisasi target pencairan tunggakan pajak
dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Lelang
Keterangan:
Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2011.
c. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak dari total tunggakan
pajak total yang ada di KPP Pratama Salatiga
Realisasi Target Pencairan Tunggakan Pajak
Tingkat Realisasi Target =
Pencairan Tunggakan Pajak Target pencairan Tunggakan Pajak
Peningkatan/ Penurunan = Pencairan Pajak Sekarang – Pencairan Pajak tahun dasar
Pencairan tunggakan Pajak
Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak
Tingkat Pencairan Tunggakan Pajak =
Total tunggakan pajak
17
d. Untuk mengetahui perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan total
tunggakan pajak
Keterangan:
Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2011.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga merupakan lembaga penting
yang ditugasi pemerintah untuk melakukan penagihan pajak secara aktif. Fiskus
sebagai pemeriksa pajak berfungsi sebagai pengontrol dalam pemberdayaan
Sumber Daya Manusia (SDM) atau wajib pajak yang telah diberikan kesempatan
untuk bisa menghitung, melapor serta meyetorkan pajaknya sendiri. Alat
pengontrol yang digunakan fiskus adalah dengan adanya surat tagihan pajak, surat
ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat
teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan serta lelang atas
keterlambatan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya.
Alasan dilakukan tindakan penagihan ini karena adanya wajib pajak yang
melakukan pelanggaran dan adanya pemeriksaan pajak. Penagihan yang pertama
kali dilakukan adalah dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Ada kemungkinan wajib pajak
Peningkatan/ Penurunan = Pencairan Pajak Sekarang – Pencairan Pajak tahun dasar
Pencairan tunggakan Pajak
18
berpendapat jumlah pajak dan pemungutan tidak sebagaimana semestinya, maka
dalam hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada dirjen pajak. Surat
keberatan dapat diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Surat
Ketetapan Pajak (SKP) kecuali wajib pajak dapat membuktikan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan. Apabila
setelah masa pengajuan keberatan wajib pajak tidak dapat melunasi kewajibannya,
maka seksi penagihan akan melakukan tindakan penagihan yang dilakukan oleh
jurusita pajak. Tindakan penagihan berawal dari Surat Teguran, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan Lelang.
Tabel 4.1
Rincian Tunggakan Pajak Berdasarkan Jenis Pajak
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga
Per 31 Desember 2011
Sumber: KPP Pratama Salatiga
19
Tabel 4.1 diatas merupakan rincian Tunggakan Pajak berdasarkan jenis
pajak pada tahun pajak 2011 dan merupakan saldo awal Tunggakan pajak pada
tahun 2012 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.
Tabel 4.2
Rincian Tunggakan Pajak Berdasarkan Jenis Pajak
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga
Per 31 Desember 2012
Sumber: KPP Pratama Salatiga
Tabel 4.2 diatas merupakan rincian Tunggakan pajak berdasarkan jenis
pajak pada tahun pajak 2012 dan merupakan saldo awal Tunggakan pajak pada
tahun 2013 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.
20
Tabel 4.3
Target Pencairan Tunggakan Pajak
Sumber: KPP Pratama Salatiga
Tabel 4.3 di atas merupakan tabel jumlah target pencairan tunggakan pajak
dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) dan Lelang. Jumlah target pada Surat Teguran didasarkan pada
Target yang sudah ditentukan sebelumnya oleh Kantor Pusat, Jumlah Target
untuk Surat Paksa didasarkan pada jumlah target pencairan sebelum diterbitkan
Surat Teguran yang sudah dikurangi dengan pencairan dengan Surat Teguran.
Jumlah target untuk SPMP didasarkan pada sisa tunggakan setelah diterbitkan
Surat Paksa. Jumlah target pada Lelang didasarkan ditentukan oleh KPP Pratama
Salatiga pada saat akan melakukan Pelelangan barang sitaan dari wajib pajak.
Jumlah tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama Salatiga sendiri
dicairkan oleh tiga seksi, yaitu Seksi Pemeriksaan, Seksi Pengawasan dan
Konsultasi (WASKON) dan Seksi Penagihan Pajak. Penagihan pajak pada Seksi
Penagihan itu sendiri didasarkan pada produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak
(STP) yang dikeluarkan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang dikeluarkan oleh Seksi
Pemeriksaan yang sudah jatuh tempo belum dibayar oleh Wajib Pajak.
21
Target pencairan tunggakan pajak tiap tahunnya selalu berubah sesuai
dengan kebijakan Kantor Pusat. Dari Kantor Pusat turun ke Kantor Wilayah
(KANWIL) yang ada di Semarang, kemudian dari Kantor Wilayah dibagi ke
semua KPP tergantung rumus yang telah ditetapkan, biasanya rumus itu maksimal
30% dari saldo awal total tunggakan pajak. Tetapi pada tahun 2011 target yang
ditentukan hanya 19,5% dari saldo awal total tunggakan pajak , sisanya 80,5%
dicairkan oleh Seksi Pemeriksaan dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Tahun
2012 sebanyak 33,5% dari saldo awal total tunggakan pajak dan tahun 2013
hanya 16% dari saldo awal total tunggakan pajak . Dilihat dari jumlah angka,
target pencairan tunggakan pajak terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan
jumlah tunggakan yang ada tetapi jumlah target tersebut dinilai sudah sangat berat
oleh Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga mengingat Wajib Pajak masih
banyak yang nakal dan bandel ketika ditagih sehingga membutuhkan kegiatan
yang sangat ekstra untuk mencairkan tunggakan pajak ditambah lagi dengan tiap
tahun ada kebijakan-kebijakan yang baru yang semakin banyak kriterianya
sehingga semakin sulit untuk melakukan penagihan pajak.
Proses penagihan Pajak yang pertama kali dilakukan setelah jatuh tempo
pembayaran pajak dengan STP dan SKPKB adalah dengan menerbitkan Surat
Teguran. Jatuh tempo STP dan SKPKB itu sendiri adalah satu bulan setelah
penerbitannya. Penerbitan Surat Teguran itu sendiri dikirim melalui pos sehingga
kadang Surat Teguran tidak diterima oleh Wajib Pajak dan juga ada beberapa
yang menyepelekan Surat Teguran Tersebut. Berbeda dengan penerbitan Surat
Paksa dan SPMP, dimana penerbitan Surat Paksa dan SPMP itu dilakukan sendiri
oleh Juru Sita, Juru Sita langsung mendatangi rumah Wajib Pajak menjelaskan
22
apa hak dan kewajiban Wajib Pajak sehingga tingkat Kesadarannya lebih tinggi.
Pada saat penerbitan SPMP juga melihat pada kondisi wajib pajak, tetapi ada juga
yang telah diterbitkan SPMP masih tetap tidak mau membayar kewajiban
perpajakannya sehingga barang yang sudah disita tidak bias diambil kembali dan
akan dilakukan Pelelangan terhadap barang sitaan tersebut.
Tabel 4.4
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran
Sumber: Data diolah 2014
Pada tabel 4.4 di atas dapat dilihat jumlah pencairan tunggakan pajak
dengan Surat Teguran. Pada tahun 2011 jumlah target pencairan tunggakan
pajaknya sebesar Rp 18.509.316.025,- diterbitkan Surat Teguran sebanyak 1097
lembar, tetapi jumlah tunggakan pajak yang dibayar hanya sebesar
Rp 210.429.000,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan
tunggakan pajak dengan Surat Teguran sebesar 1,14%.
Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan pajaknya pada tabel
4.4 sebesar Rp 20.712.611.254,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan pajak
tersebut diterbitkan Surat Teguran sebanyak 1364 lembar. Dari penerbitan Surat
Teguran tersebut tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar
Rp 1.126.045.623,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan
tunggakan pajaknya sebesar 5,44%.
23
Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan pajak pada tabel 4.4
sebesar Rp11.197.852.774,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan tersebut
diterbitkan Surat Teguran sebanyak 908 lembar. Dengan penerbitan Surat Teguran
tersebut tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 2.363.186.047,-. Dilihat
dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan
Surat Teguran sebesar 21,10%.
Tabel 4.5
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
Sumber: Data diolah 2014
Pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan Surat
Paksa dari tahun 2011 – 2013. Pada tahun 2011 penerbitan Surat Paksa sebanyak
690 lembar dari jumlah target pencairan tunggakan pajak sebesar
Rp 18.298.887.025,-. Dari penerbitan Surat Paksa tersebut jumlah tunggakan
pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 4.251.235.343,-, dilihat dari nominal
tersebut dapat diketahui tingkat pencairan pajak dengan Surat Paksa sebesar
23,23%.
Pada tahun 2012 Target pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa
sebesar Rp 19.586.565.631,-. Dari jumlah target pencairan tunggakan pajak
tersebut diterbitkan Surat Paksa sebanyak 591 lembar. Jumlah pencairan pajak
dengan diterbitkannya Surat Paksa sebesar Rp 29.556.283,-. Dilihat dari nominal
24
tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa
sebesar 0,15%.
Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan pajak dengan Surat
Paksa sebesar Rp 8.834.666.727,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan
tersebut diterbitkan Surat Paksa sebanyak 762 lembar. Dari Surat Paksa yang
diterbitkan, tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 1.313.952.001,-.
Dilihat dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak
dengan Surat Paksa sebesar 14,87%.
Tabel 4.6
Pencairan Tunggakan Pajak dengan SPMP
Sumber: Data diolah 2014
Pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Pada tahun 2011 dengan jumlah
target pencairan tunggakan sebesar Rp 14.047.651.682,- diterbitkan SPMP
sebanyak dua lembar. Dengan diterbitkannya SPMP jumlah tunggakan yang dapat
dicairkan sebesar Rp 37.200.000,-. Dilihat dari nominal tersebut dapat diketahui
tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan SPMP sebesar 0,26%.
Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan Pajaknya sebesar
Rp 19.557.009.348,-. Dari jumlah target pencairan tunggakan pajak tersebut
diterbitkan SPMP sebanyak lima lembar surat. Dengan penerbitan SPMP tersebut
25
pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 368.282.145,-. Dilihat dari nominal
tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 1.88%.
Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan Pajaknya sebesar
Rp 7.520.714.726,-. Dengan target pencairan tunggakan pajak tersebut diterbitkan
SPMP sebanyak 34 lembar. Dari SPMP tersebut jumlah tunggakan pajak yang
dapat dicairkan sebesar Rp 1.013.583.718,-. Dari nominal tersebut dapat dilihat
tingkat pencairan tunggakan pajak dengan SPMP sebesar 13,48%.
Tabel 4.7
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Lelang
Sumber: Data diolah 2014
Pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan
Lelang. Pada tahun 2011 KPP Pratama Salatiga tidak melakukan pelelangan, hal
tersebut menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga dikarenakan pada saat
melakukan pelelangan memerlukan dana yang tidak sedikit karena melibatkan
beberapa instansi untuk melakukan pelelangan seperti pihak untuk menilai aset
yang disita dan tempat pelaksanaan pelelangan.
Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan pajak dengan Lelang
sebesar Rp 19.188.727.203-. Dari target tersebut dilakukan pelelangan sebanyak
dua kali dengan total pencairan tunggakan sebesar Rp 25.809.000,-. Dilihat dari
nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan
lelang sebesar 0,13%.
26
Pada tahun 2013 KPP Pratama Salatiga juga tidak melakukan pelelangan
karena menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga pada saat akan
melakukan pelelangan melibatkan beberapa instansi dan membutuhkan biaya
yang tidak sedikit, hal tersebut dilakukan karena dikhawatirkan hasil pelelangan
tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pelelangan.
Tabel 4.8
Pencairan Tunggakan Pajak total
Sumber: Data diolah 2014
Dari penagihan Pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP pada
tahun 2011 jumlah tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar
Rp 4.498.864.343,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan
tunggakan pajaknya sebesar 24,63 % dari total target pencairan tunggakan pajak
sebesar Rp 18.509.316.025,-. Jumlah target pencairan tunggakan Pajak setelah
diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP masih tersisa sebesar
Rp 14.010.451.682,-.
Pada tahun 2012 total pencairan tunggakan pajak dari Surat Teguran, Surat
Paksa, SPMP serta lelang sebesar Rp 1.549.693.051,-. Dari nominal tersebut dapat
diketahui tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 7,61% dari total target
pencaian tunggakan pajak Rp 20.712.611.254,-. Setelah dilakukan penagihan
pajak aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta lelang jumlah target
27
pencairan tunggakan pajak pada tahun 2012 masih tersisa sebesar Rp
19.162.918.203,-.
Penagihan pajak aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta
Lelang pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 49,45%
yaitu sebanyak Rp 4.690.721.766,- dari target pencairan tunggakan pajak yang
ada pada tahun 2013 sebesar Rp 11.197.852.774,-. Setelah dilakukan penagihan
pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang sisa jumlah target
pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 6.507.131.008,-.
Tabel 4.9
Perkembangan Pencairan Tunggakan Pajak
Sumber: Data diolah 2014
Tabel 4.9 di atas menunjukkan perkembangan penagihan pajak aktif
dengan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP) serta Lelang pada tahun 2011 – 2013 dengan membandingkan pencairan
tunggakan tahun ini dengan tahun dasar yaitu tahun 2011. Pencairan tunggakan
pajak dengan Surat Teguran pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 4,30%
dari tahun dasar pada tabel 4.4 dari 1,14% menjadi 5,44% sedangkan pada tahun
2013 mengalami kenaikan sebesar 19,97% dari tahun dasar pada tabel 4.4 sebesar
1,14% menjadi 21,10%.
28
Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa tahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 23,08% dari tahun dasar pada tabel 4.5 sebesar 23,23%
menjadi 0,15%. Pada tahun 2013 Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa
juga mengalami penurunan sebesar 8,36% dari tahun dasar pada tabel 4.5 sebesar
23,23% menjadi 14,87%.
Pencairan tunggakan dengan SPMP pada tahun 2012 mengalami kenaikan
sebesar 1,62% dari tahun dasar pada tabel 4.6 sebesar 0,26% menjadi 1,88% dan
Pencairan tunggakan pajak dengan SPMP pada tahun 2013 juga mengalami
kenaikan sebesar 13,21% dari tahun dasar pada tabel 4.6 sebesar 0,26% menjadi
13,48%.
Pencairan tunggakan dengan Lelang pada tahun 2012 mengalami kenaikan
sebesar 0,13% dari tahun dasar pada tabel 4.7 sebesar 0,00% menjadi 0,13%,
sedangkan pada tahun 2013 tidak ada perubahan dari tahun dasar yaitu pada tabel
4.7 dari 0,0% menjadi 0,00%, hal tersebut terjadi karena pada tahun 2011 dan
2013 tidak dilaksanakan pelelangan.
Pada tahun 2012 total pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat
Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang pada tabel 4.9 mengalami penurunan
sebesar 17,03% dari tahun dasar pada tabel 4.8 sebesar 24,63% menjadi 7,61%.
Pada tahun tersebut yang mengalami kenaikan cukup signifikan adalah Surat
Teguran yaitu sebesar 4,3%, hal tersebut menurut pihak KPP Pratama Salatiga
pada seksi penagihan dikarenakan sudah semakin meningkatnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk membayar tunggakan pajaknya.
29
Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP
serta Lelang pada tahun 2013 pada tabel 4.9 mengalami kenaikan sebesar 24,82%
dari tahun dasar pada tabel 4.8 dari 24,63% menjadi 49,46%. Pada tahun tersebut
yang mengalami kenaikan lebih tinggi adalah pencairan tunggakan dengan Surat
Teguran. Hal tersebut menurut pihak KPP Pratama Salatiga dari Seksi Penagihan
dikarenakan masyarakat atau wajib pajak kesadarannya lebih meningkat dari
tahun – tahun sebelumnya serta wajib pajak yang ditagih pada tahun tersebut juga
tidak sama dengan wajib pajak pada tahun sebelumnya.
Tabel 4.10
Pencairan Tunggakan Pajak didasarkan pada total tunggakan pajak
Sumber: Data diolah 2014
Pada tabel 4.10 di atas menunjukkan tingkat pencairan tunggakan pajak
jika dibandingkan dengan total tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama
Salatiga. Pada tahun 2011 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 4,75%
dari total tunggakan pajak sebesar Rp 94.777.117.382,-. Pada tahun 2012 tingkat
pencairan tunggakan pajaknya sebesar 2,51% dari total tunggakan pajak sebesar
Rp 61.788.271.921,- turun 2,24% dari tahun dasar sebesar 4,75% menjadi
2,51%. Pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 6,68%
dari total tunggakan pajak sebesar Rp 70.223.077.537,- naik 1,93% dari tahun
dasar yaitu dari 4,75% menjadi 6,68%.
30
Pembahasan
Semakin meningkatnya Tunggakan Pajak yang ada di KPP Pratama
Salatiga tidak hanya disebabkan oleh Wajib Pajak yang sengaja menghindari
kewajiban perpajakannya.
Menurut Wajib Pajak, alasan mereka tidak membayar kewajiban
perpajakannya dikarenakan “Wajib pajak tidak paham dengan sistem perpajakan
dan tidak ikhlas untuk membayar kewajiban pajaknya karena mereka merasa
tidak ada imbalan langsung dan uang yang dibayarkan untuk membayar pajak
dikorupsi oleh oknum Pegawai pajak yang tidak bertanggung jawab”.
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran
Dari hasil analisis di atas berdasarkan target pencairan tunggakan pajak,
jumlah pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran Pada tabel 4.4 tahun
2011 sebesar Rp 210.429.000,- dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar
1,14%, tahun 2012 tunggakan yang dapat dicairkan sebesar Rp 1.126.045.623,-
dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar 5,44%, pada tahun 2013 tunggakan
yang dapat dicairkan sebesar Rp 2.363.186.047,- dengan tingkat pencairan
tunggakan sebesar 21,10%. Jika dilihat dari tingkat pencairannya, perkembangan
pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dari tahun 2011 – 2013
mengalami kenaikan. Tahun 2012 perkembangan pencairan pajak pada tabel 4.9
naik sebesar 4,30% dan tahun 2013 naik 19,97%. Hal ini menurut pihak KPP
Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan terjadi karena wajib pajak yang ditagih
setiap tahunnya juga berbeda dari tahun – tahun sebelumnya dan yang paling
31
utama adalah kesadaran wajib pajak sudah semakin meningkat untuk membayar
tunggakan pajaknya.
Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, beberapa hal
yang menyebabkan tidak seluruh Surat Teguran yang diterbitkan dilunasi oleh
Wajib Pajak:
1. Wajib pajak lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi
tunggakan pajaknya
2. Surat Teguran tidak dapat disampaikan karena petugas pos tidak menemukan
alamat wajib pajak yang dimaksud
3. Wajib pajak merasa bahwa tidak pernah memiliki tunggakan pajak
4. Wajib pajak tidak mampu untuk melunasi tunggakan pajaknya
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa
Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa pada tabel 4.5 tahun 2011
sebesar Rp 4.251.235.343,- dengan tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar
23,23%. Tahun 2012 pencairan tunggakan pajak sebesar Rp 29.556.283,- dengan
tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar 0,16%. Tahun 2013 jumlah pencairan
tunggakan pajaknya sebesar Rp 1.313.952.001,- dengan tingkat pencairan
tunggakan pajak sebesar 14,87%. Dilihat dari tingkat pencairannya,
perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa tahun 2011 – 2013
mengalami penurunan. Pada tabel 4.9 tahun 2012 turun sebesar 23,08% dan tahun
2013 turun 8,36%. Tetapi jika dilihat dari tingkat penurunannya tahun 2013 lebih
baik jika dibandingkan dengan tahun 2012, karena pada tahun 2013 tingkat
pencairannya lebih tinggi 14,72% dari tahun 2012. Hal tersebut menurut pihak
32
KPP Pratama Salatiga pada tahun 2013 wajib pajak yang ditagih dengan Surat
Paksa berbeda dengan wajib pajak tahun 2012 dimana tingkat kesadaran wajib
pajaknya lebih tinggi untuk melunasi tunggakan pajaknya.
Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, beberapa hal
yang menyebabkan tidak semua Surat Paksa di lunasi oleh wajib pajak:
1. Wajib Pajak pura – pura tidak di rumah atau sengaja menghindar dari juru sita
pajak yang datang langsung ke rumah wajib pajak
2. Wajib pajak tidak mengakui bahwa memiliki tunggakan pajak
3. Banyak wajib pajak yang sebelumnya merasa tidak menerima Surat Teguran
4. Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena wajib pajak pindah alamat dan
tidak melaporkan ke Kantor Pajak
5. Ada beberapa wajib pajak yang sengaja mengancam dengan senjata tajam dan
tidak mau melunasi tunggakan pajaknya pada saat juru sita menyampaikan
Surat Paksa ke rumah wajib pajak.
6. Wajib pajak mengajukan keberatan ataupun angsuran pembayaran atas
tunggakan pajaknya
7. Wajib pajak tidak mampu untuk melunasi tunggakan pajaknya
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP)
Pencairan tunggakan dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP) pada tabel 4.6 tahun 2011 sebesar Rp 37.200,000,- dengan tingkat
pencairan sebesar 0,26%. Tahun 2012 pencairan tunggakannya sebesar
Rp 368.282.145,- dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar 1,88%. Tahun 2013
33
pencairan tunggakannya sebesar Rp 1.013.583.718,- dengan tingkat pencairan
sebesar 13,48%. Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya,
perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan SPMP pada tahun 2011 – 2013
mengalami kenaikan. Pada tabel 4.9 perkembangan pencairan tunggakan dengan
SPMP pada tahun 2012 naik sebesar 1,62% dan pada tahun 2013 naik sebesar
13,21%.
Kenaikan pencairan tunggakan pajak dengan SPMP tersebut menurut
pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan dikarenakan Wajib Pajak
sudah semakin sadar bahwa mereka mempunyai tunggakan pajak yang belum
dibayar setelah menerima Surat Paksa dan merasa takut jika asetnya disita dan
dilelang oleh juru sita pajak jika tidak segera melunasi tunggakan pajaknya.
Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada seksi penagihan Beberapa hal
yang menyebabkan tidak seluruh Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
yang diterbitkan dilunasi oleh Wajib Pajak:
1. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) tidak dapat disampaikan
karena wajib pajak pindah alamat dan tidak melaporkan ke Kantor Pajak
2. Aset yang dimiliki oleh wajib pajak dinilai tidak mencukupi untuk melunasi
tunggakan pajaknya atau Wajib Pajak tersebut termasuk dalam golongan
menengah kebawah.
Pencairan Tunggakan Pajak dengan Lelang
Pencairan tunggakan dengan Lelang pada tabel 4.7 tahun 2011 tidak ada,
hal tersebut terjadii karena pada tahun tersebut KPP Pratama Salatiga tidak
melakukan pelelangan sehingga tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar 0%.
34
Pada tahun 2012 pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 25.809.000,- dengan
tingkat pencairan tunggakan sebesar 0,13%. Tahun 2013 KPP Pratama Salatiga
juga tidak melakukan pelelangan sehingga tingkat pencairan tunggakan pajaknya
pada juga 0%.
Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya, perkembangan
pencairan tunggakan pajak dengan Lelang pada tahun 2011 – 2013 fluktuatif.
Pada tabel 4.9 tahun 2012 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya naik
sebesar 0,13% sedangkan tahun 2013 sebesar 0%. Hal tersebut diakibatkan
karena pada tahun 2011 dan 2013 KPP Pratama Salatiga tidak melakukan
Pelelangan. Pelelangan hanya dilakukan pada tahun 2012 saja dengan
mengadakan dua kali Pelelangan.
Menurut Pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, alasan tidak
melakukan Pelelangan karena pada saat akan melakukan Pelelangan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan melibatkan beberapa instansi sehingga
KPP Pratama Salatiga tidak dapat memastikan hasil yang diterima dari pelelangan
sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa instansi yang terlibat yaitu:
1. Kantor Penilai Publik untuk menilai benda sitaan berdasarkan harga pasar
2. Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) untuk lelang benda sitaan tidak bergerak
3. Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), SAMSAT
dan Dinas Perhubungan untuk Lelang benda sitaan bergerak.
Penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP
dan Lelang yang dilakukan oleh KPP Pratama Salatiga pada tahun 2011 tingkat
pencairan tunggakannya pada tabel 4.8 sebesar 24,36% dengan nilai nominal
35
pencairan sebesar Rp 4.498.864.343,-. Dari pencairan tunggakan pajak tersebut
target pencairan tunggakannya masih tersisa Rp 14.010.451.682. Pada tahun 2012
tingkat pencairan tunggakannya sebesar 7,61% dengan nilai nominal pencairan
pada sebesar Rp 1.549.693.051,-. Dan target pencairan tunggakannya masih
tersisa Rp 19.162.918.203,-. Pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan
pajaknya pada tabel 4.8 sebesar Rp 49,45% dengan nilai nominal pencairan
sebesar Rp 4.690.721.766,-. Dengan jumlah pencairan tunggakan tersebut masih
tersisa target pencairan tunggakan sebesar Rp 6.507.131.008,-.
Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya perkembangan
pencairan tunggakan pajaknya pada tahun 2011 – 2013 bersifat fluktuatif. Pada
tahun 2012 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya pada tabel 4.9
mengalami penurunan sebesar 17,03% sedangkan pada tahun 2013 mengalami
kenaikan sebesar 24,82%. Hal tersebut menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama
Salatiga terjadi karena pada tahun 2013 wajib pajak yang ditagih bisa jadi berbeda
dari tahun 2011 dan 2012 dimana wajib pajak yang ditagih tingkat kesadarannya
lebih tinggi untuk membayar tunggakan pajaknya, serta target pencairan
tunggakan pajaknya juga lebih rendah jika dibandingkan tahun – sebelumnya.
Pencairan Tunggakan Pajak jika dibandingkan dengan Total Tunggakan
Pajak
Pencairan tunggakan pajak yang didasarkan pada total tunggakan pajak
yang ada di KPP Pratama Salatiga pada tabel 4.10 tahun 2011 pencairan
tunggakan pajaknya sebesar Rp 4.498.864.343,- dengan tingkat pencairan
tunggakan sebesar 4,75%. Tahun 2012 pencairan tunggakan pajaknya sebesar
36
Rp 1.549.693.051,- dengan tingkat pencairan sebesar 2,51%. Pada tahun 2013
pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 4.690.721.766,- dengan tingkat
pencairan sebesar 6,68%.
Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya, perkembangan
pencairan pajak yang didasarkan pada total tunggakan pajak yang ada di KPP
Pratama Salatiga bersifat fluktuatif. Pada tabel 4.10 perkembangan pencairan
tunggakannya pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,24%. Hal tersebut
menurut KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan diakibatkan oleh wajib
pajak lalai dan sengaja untuk tidak melunasi tunggakan pajaknya. Pada tahun
2013 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya mengalami kenaikan sebesar
1,93%. Menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga hal tersebut terjadi
karena wajib pajak sudah semakin sadar untuk melunasi tunggakan pajaknya dan
juga wajib pajak yang ditagih pada tahun 2013 bisa jadi berbeda dengan wajib
pajak yang ditagih pada tahun 2011 dan 2012.
Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan pencairan tunggakan
pajak menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga, yaitu:
1. Tingkat kesadaran wajib pajak tiap tahunnya berbeda serta masih kurang
untuk melunasi tunggakan pajaknya
2. Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP tidak dapat disampaikan karena alamat
yang digunakan wajib pajak saat mendaftar untuk memperoleh NPWP tidak
sama dengan alamat asli dan wajib pajak yang pindah alamat tidak melapor ke
Kantor Pajak
3. Wajib pajak tidak mengakui bahwa memiliki tunggakan pajak
37
4. Wajib pajak tidak mampu melunasi tunggakan pajaknya
Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada seksi penagihan, kendala yang
dihadapi dalam melakukan Penagihan Pajak Aktif:
1. Sistem yang ada di Seksi Penagihan kadang error sehingga Surat Teguran,
Surat Paksa dan SPMP yang seharusnya diterbitkan tidak muncul di sistem
sehingga penerbitan Surat tersebut harus ditunda sementara waktu
2. Penerbitan Surat Paksa dan SPMP tidak tepat waktu, mengingat jumlah
wilayah pengawasan dan konsultasi daerah salatiga sendiri terdapat empat
kecamatan dan sembilan belas kecamatan di kabupaten semarang, dimana
penyampaian Surat Paksa dan SPMP tersebut hanya dilakukan oleh dua juru
sita pajak.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, penulis dapat
menarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Tingkat pencairan tunggakan pajak dengan Penagihan pajak aktif
menggunakan Surat Teguran dan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan
(SPMP) dari tahun 2011 - 2013 mengalami kenaikan sedangkan pencairan
tunggakan menggunakan Surat Paksa dan Lelang pada tahun 2011 – 2013
mengalami naik turun. Kenaikan pencairan tunggakan tersebut terjadi karena
wajib pajak sudah semakin sadar akan kewajiban tunggakan pajaknya,
sedangkan di sisi lain masih ada beberapa wajib pajak yang sengaja
38
menghindar untuk melunasi tunggakan pajaknya meskipun sudah diterbitkan
Surat Paksa.
2. Perkembangan pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat Teguran dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) pada tahun 2011 – 2013
mengalami kenaikan, menggunakan Surat Paksa mengalami penurunan
sedangkan menggunakan Lelang fluktuatif karena Lelang hanya dilakukan
satu kali pada tahun 2012. Penyebab menurunannya perkembangan pencairan
tunggakan pajak salah satunya adalah banyak wajib pajak pindah alamat tetapi
tidak melapor kepada Kantor Pajak sehingga pada saat dilakukan penagihan
tidak dapat ditemukan alamatnya yang baru.
3. Penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta
Lelang pada tahun 2011 – 2013 bisa dikatakan belum efektif karena tingkat
pencairannya masih kurang dari 50% dari target pencairan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena tingkat kesadaran wajib
pajak masih rendah untuk melunasi tunggakan pajaknya. Surat Teguran, Surat
Paksa dan SPMP yang diterbitkan tidak dapat disampaikan karena wajib pajak
pindah alamat sehingga tunggakan pajaknya tidap dapat dilunasi.
4. Pencairan tunggakan pajak jika dibandingkan dengan total tunggakan pajak
total yang ada di KPP Pratama Salatiga pada tahun 2011 sebesar 4,75%, tahun
2012 sebesar 2,51% dan tahun 2013 sebesar 6,68%. Tingkat pencairan
tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif bersifat fluktuatif karena tiap
tahunnya naik turun, sedangkan perkembangan pencairan tunggakan pajaknya
pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,24% dari tahun dasar dan
tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 1,33% dari tahun dasar. Naik
39
turunnya tingkat pencairan itu disebabkan wajib pajak yang ditagih dengan
penagihan pajak aktif tiap tahunnya berbeda dan kepatuhan dalam membayar
kewajiban perpajakannya juga berbeda dari tahun ke tahun.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini disampaikan saran yang mungkin
dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan khususnya KPP Pratama
Salatiga sebagai berikut:
1. KPP Pratama Salatiga sebaiknya melakukan kegiatan penyuluhan perpajakan
yang lebih efektif dan efisien untuk mensosialisasikan perundang – undangan
perpajakan kepada masyarakat, KPP Pratama Salatiga juga dapat bekerja sama
dengan pihak lain untuk menyelenggarakan acara yang dapat menarik minat
masyarakat untuk datang dalam sosisalisasi tersebut sehingga dapat
meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
2. KPP Pratama sebaiknya menambah juru sita pajak di Seksi Penagihan,
mengingat wilayah pengawasan dan konsultasi daerah Salatiga sendiri
terdapat empat Kecamatan dan Kabupaten Semarang mempunyai Sembilan
belas Kecamatan, sehingga juru sita mampu menyampaikan Surat Paksa dan
SPMP tepat waktu.
40
Daftar Pustaka
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba
Empat.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/kmk.04/ 2000 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat
Paksa.
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 1 angka 1 UU No.
28/2007.
Kurniawan, Panca dan Bagus Pamungkas. 2006. Penagihan Pajak di Indonesia,
Edisi Pertama. Malang: Bayumedia Publishing.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Resmi, Siti. 2004. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Rusdji, Muhammad. 2005. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: Indeks.
Suandy, Erly. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Soemitro, Rochmat. 2004. Asas dan Dasar Perpajakan 1 & 2. Bandung: Refika
Aditama.
UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000.
UU Nomor 4 tahun 2012 Tentang Perubahan atas UU Nomor 22 tahun 2011
Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012.
Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.