51
1 Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efesiensi administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi wewenang penuh dalam memperhitungkan, menyetorkan dan pelaporan kewajiban pajak yang sebenarnya (Mardiasmo 2011). Self Assesment System ini menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Maka agar Self Assesment System ini berjalan secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan tersebut diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepercayaan yang sudah diberikan pemerintah tersebut. Dalam hal ini akan dilihat kepatuhan Wajib Pajak yang dinilai dengan ketaatannya dalam membayar kewajiban perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Dalam prakteknya seringkali dijumpai adanya tunggakan pajak dari pihak pihak yang tidak mempunyai kesadaran dalam membayar kewajiban pajaknya. Akibat dari kendala itu mengakibatkan tunggakan pajak yang terus meningkat hingga saat ini. Hal ini tentu saja merugikan bangsa Indonesia yang memang sedang melakukan pembangunan nasioanal.

Analisis Tingkat Pencairan Tunggakan Pajak Dengan Penagihan … · 2015. 6. 23. · Dari pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pajak merupakan penghasilan yang

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

Pendahuluan

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self

Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut

wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban

perpajakannya sendiri. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak

sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi

dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efesiensi

administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi wewenang penuh dalam

memperhitungkan, menyetorkan dan pelaporan kewajiban pajak yang sebenarnya

(Mardiasmo 2011). Self Assesment System ini menuntut adanya peran serta aktif

dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Maka agar Self

Assesment System ini berjalan secara efektif maka sudah selayaknya kepercayaan

tersebut diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat

atas kepercayaan yang sudah diberikan pemerintah tersebut. Dalam hal ini akan

dilihat kepatuhan Wajib Pajak yang dinilai dengan ketaatannya dalam membayar

kewajiban perpajakannya.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis

dalam peningkatan penerimaan pajak. Dalam prakteknya seringkali dijumpai

adanya tunggakan pajak dari pihak – pihak yang tidak mempunyai kesadaran

dalam membayar kewajiban pajaknya. Akibat dari kendala itu mengakibatkan

tunggakan pajak yang terus meningkat hingga saat ini. Hal ini tentu saja

merugikan bangsa Indonesia yang memang sedang melakukan pembangunan

nasioanal.

2

Pemerintah perlu melakukan tindakan yang tegas untuk wajib pajak yang

menghindari kewajiban perpajakannya. Tindakan yang dilakukan pemerintah

adalah dengan Penagihan Pajak aktif yaitu memaksa Wajib Pajak untuk

melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemerintah melakukan Penagihan Pajak

aktif dengan harapan masyarakat melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib

Pajak untuk mendukung keberhasilan penerimaan pajak. Surat Tagihan Pajak

merupakan surat pertama yang dikeluarkan jika wajib pajak tidak atau kurang

bayar pajak, harus membayar denda, belum menjadi pengusaha kena pajak tetapi

telah memungut pajak PPN, atau telah dikukuhkan, membayar dan melaporkan

PPN tetapi tidak benar (Ilyas dan Burton 2008).

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga mempunyai perkembangan

tunggakan pajak dari tahun 2011 – 2013 yang memperlihatkan fenomena

tunggakan pajak yang bersifat fluktuatif, seperti tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Jumlah Tunggakan dan Target Pencairan Tunggakan Pajak

Sumber: KPP Pratama Salatiga

3

Grafik 1.1

Total Tunggakan Pajak dan Target Pencairan Tunggakan Pajak

Sumber: KPP Pratama Salatiga

Dari jumlah tunggakan pajak tersebut, Seksi Penagihan di KPP Pratama

Salatiga diberikan target pencairan tunggakan pajak oleh Kantor Pusat. Dari target

pencairan tersebut Seksi Penagihan Pajak menindaklanjuti dengan

dilaksanakannya penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum serta bersifat

memaksa. Yaitu dengan penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat

Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan Lelang.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul “Analisis Tingkat

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Salatiga”. Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

Rp-

Rp20,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp80,000,000,000

Rp100,000,000,000

1 2 3 4

TAHUN TERIMA 2011 2012 2013

JUMLAH TUNGGAKAN Rp94,7 Rp61,7 Rp70,2

TARGET PENCAIRAN Rp18,5 Rp20,7 Rp11,1

TAHUN TERIMA

JUMLAH TUNGGAKAN

TARGET PENCAIRAN

4

1. Berapa tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif

menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan

penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga ?

2. Bagaimana perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak

aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan

penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga ?

3. Berapa tingkat pencairan tunggakan pajak dan perkembangannya jika

dibandingkan dengan total tunggakan pajak yang ada KPP Pratama Salatiga ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak

aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah pelaksanakan

penyitaan dan lelang sebagai upaya pencairan tunggakan pajak di KPP

Pratama Salatiga.

2. Untuk mengetahui perkembangan pencairan tunggakan pajak penagihan pajak

aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan

penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga.

3. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak serta perkembangan

pencairan tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif jika dibandingkan

dengan total tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama Salatiga.

5

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu:

1. Untuk memberikan informasi tentang perkembangan penerimaan pajak

dengan penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat

perintah melaksanakan penyitaan dan lelang sebagai upaya pencairan

tunggakan pajak di KPP Pratama Salatiga.

2. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi Mahasiswa mengenai

penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa, surat perintah

melaksanakan penyitaan dan lelang di KPP Pratama Salatiga.

3. Sebagai bahan pertimbangan di KPP Pratama Salatiga mengenai

perkembangan penagihan pajak aktif menggunakan surat teguran, surat paksa,

surat perintah melaksanakan penyitaan dan lelang

4. Sebagai tambahan wawasan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa tentang

besarnya pencairan tunggakan pajak serta perkembangan pencairan tunggakan

pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.

Tinjauan Pustaka

Penerimaan Pajak

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 1

angka 1 UU No. 28/2007: Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

6

Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak adalah iuran rakyat kepada khas Negara berdasarkan Undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum (Mardiasmo 2011).

Menurut Suandy (2008) Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau

barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna

menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum.

Dari pengertian pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pajak

merupakan penghasilan yang diperoleh pemerintah yang bersumber dari pajak

rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan Negara yang disepakati oleh para pendiri

awal Negara ini yaitu mensejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang

berasaskan kepada keadilan sosial.

Sistem pemungutan pajak

1. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

wajib pajak.

7

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib

pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3. With Holding System

Adalah suatu sitem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak (Mardiasmo

2011).

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assesment

System. Sistem ini diterapkan sejak reformasi perpajakan tahun 1983. Sebelum

membayar pajak maka Wajib Pajak harus memberitahukan terlebih dahulu jumlah

pajak terutang kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Surat Pemberitahuan

(SPT) Pajak. SPT ini berisi informasi perpajakan yang benar dan akurat mengenai

besarnya jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak Kepada

Pemerintah.

Tunggakan Pajak

Tunggakan pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi

administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat

Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya berdasarkan Ketentuan Peraturan

Perundang-undangan (Kurniawan dan Pamungkas 2006).

8

Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak

melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau

memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Kurniawan dan

Pamungkas 2006). Sedangkan Menurut Mardiasmo (2011) Penagihan Pajak

adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan

biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan

pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual

barang yang setelah disita.

Menurut Rusdji (2005), Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar

Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur

atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus

memberikan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,

melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.

Dasar hukum melakukan Penagihan Pajak adalah Undang-undang No. 19

tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini

mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997.Undang-undang ini kemudian diubah dengan

Undang-undang No. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.

9

Dasar Penagihan Pajak, antara lain:

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

5. Surat Keputusan Pembetulan

6. Putusan Banding

7. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

(SKBKB)

8. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Tambahan (SKBKBT)

9. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)

10. Surat Ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak.

Proses Penagihan Pajak

Tindakan Penagihan Pajak dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Penagihan Pajak Pasif

Dilakukan oleh seksi pelayanan yang sifatnya struktural dan mempunyai tugas

pelayanan publik, misalnya seksi pelayanan teknis (PPh OP/ PPh Badan/

Potput PPh/ PPn) dan seksi TUP. Tindakan penagihan pajak pasif dimulai

dengan penerbitan ST/SKPKB/ SK Pembetulan/ SK Keberatan dan Putusan

Banding dengan maksud memberitahukan kepada penanggung pajak tentang

jumlah pajak yang terutang dan sanksi administrasi yang harus dibayar serta

10

tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak. Cara ini dilakukan KPP agar

penanggung pajak melunasi pajaknya pada waktu yang telah ditetapkan.

b. Penagihan Pajak Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,

dimana dalam upaya penagihan pajak ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak

hanya mengirim Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak tetapi juga

menyerahkan Surat Paksa langsung ke rumah wajib pajak, kemudian diikuti

dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan Lelang (Soemitro

2004).

Tata Cara dan Waktu Penagihan Pajak Aktif

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 561/KMK.04/2000

menguraikan hal – hal yang berkaitan dengan tata cara dan waktu penagihan pajak

sebagai berikut:

1. Tindakan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran setelah

Tujuh hari jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap

penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajaknya

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

penanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka

akan diterbitkan Surat Paksa

3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

penanggung pajak lewat waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan,

maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

11

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh

penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejak tanggal

pelaksanaan penyitaan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang.

5. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh

penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejak tanggal

pengumuman lelang, akan segera dilakukan penjualan barang sitaan

penanggung pajak melalui kantor lelang.

Pencairan Tunggakan Pajak

Menurut Waluyo (2003) Pencairan tunggakan pajak merupakan

pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang

digunakan untuk pelunasan piutang pajak dan diajukannya keberatan atau banding

sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah piutang pajak serta jika

penanggung pajak sudah meninggal dunia dan berpindah tempat tinggal maka

piutang pajak tersebut akan dihapuskan karena penanggung pajak sudah tidak ada

atau tidak dapat ditemukan lagi.

Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran

Menurut Mardiasmo (2011) Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan,

atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga

hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu

penyampaian Surat Paksa dan sebagainya.

Surat Teguran/ Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan

apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal

jatuh tempo pembayaran.Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat

Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis adalah Surat yang

12

diterbitkan pejabat untuk menegur atau memperingtakan kepada wajib pajak

untuk melunasi utang pajaknya.

Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Menurut Mardiasmo (2011) Surat Paksa adalah surat perintah membayar

utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan

eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa merupakan kegiatan

pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran/

Surat Peringatan atau sejenisnya.

Surat Paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat

Teguran dan Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus, atau

3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan

pembayaran pajak.

Penagihan Pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(SPMP)

Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah Surat Paksa.

Surat Penyitaan diterbitkan apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka

waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan, untuk itu maka dapat

dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang wajib pajak. Untuk

melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu

13

prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai

serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak

dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun

masyarakat Wajib Pajak (Suandy 2008).

Penyitaan

Menurut Undang – undang No.19 tahun 2000 tentang penagihan dengan

Surat Paksa, penyitaan adalah tindakan juru sita pajak yang dibantu oleh dua

orang saksi untuk menguasai barang – barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan

Jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan Perundang – undangan.

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan

cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Hal lainnya yang

dapat disita diatur dengan peraturan pemerintah. Pencabutan Sita dilakukan

apabila penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau

berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Peradilan Pajak atau

ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala

Daerah.

Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, di Kantor

Pejabat atau ditempat lain (antara lain Kantor Pegadaian atau Kantor Pos),

berdasarkan pertimbangan Juru Sita Pajak dan kepada Aparat Daerah Setempat

yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita, dalam hal penyitaan tidak dihadiri

oleh Penanggung Pajak (Resmi 2004).

14

Pelelangan

Menurut Undang – undang No.19 tahun 2000 Pasal 1 sub 17 yaitu Lelang

adalah penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan

dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang

(Pasal 26 ayat (1) Undang – undang Nomor 19 tahun 1997 JD Undang – undang

Nomor 19 tahun 2000). Sebelum Pelelangan dilaksanakan sekurang-kurangnya

empat belas hari sejak pengumuman lelang. Pada saat Lelang Jurusita Pajak

datang ke tempat di mana barang tersebut akan dilelang untuk mendampingi juru

lelang. sesaat sebelum Pelelangan dimulai sebaiknya Jurusita Pajak menanyakan

kepada WP/PP apakah utang pajaknya akan dilunasi. Seandainya WP/PP dapat

dan bersedia melunasi utang pajaknya, maka Pelelangan dibatalkan, bila tidak

maka Pelelangan segera dilakukan. WP/PP berhak untuk menentukan urutan

menurut mana barang – barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan

barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambah dengan biaya

pelaksanaannya, maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan

dengan segera kepada WP/PP . segera selesai Pelelangan, maka Kantor lelang,

Jurusita Pajak, atau orang yang diserahi untuk menjual baranng – barang sitaan

melaporkan kepada atasannya untuk membuat Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang

(Resmi 2004).

Metodologi Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, maka penulis

menggunakan metode:

15

1. Studi Lapangan

Penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh objek penelitian

yang meliputi:

a. Interview atau Wawancara

Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara

langsung dengan fiskus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga dan Juru

sita serta pihak – pihak terkait pada seksi penagihan.

b. Dokumentasi

Mengumpulkan bahan – bahan yang tertulis berupa data yang

diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data

yang diperoleh merupakan data olahan dari KPP Pratama Salatiga yang berupa

data total tunggakan pajak, target pencairan tunggakan pajak, jumlah Surat

Teguran, Surat Paksa dan SPMP yang diterbitkan, jumlah pencairan tunggakan

menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Lelang.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif.

Melalui metode kuantitatif deskriptif maka akan dideskripsikan, digambarkan

ataupun dilukiskan fenomena-fenomena yang terjadi. Fenomena tersebut adalah

Analisis Tingkat Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif

menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP) dan Lelang. Hal ini akan diketahui tingkat Pencairan

Tunggakan Pajak serta Perkembangan Pencairan Tunggakan dengan Penagihan

16

Pajak Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga. Dengan penggunaan

metode kuantitaif deskriptif maka akan didapatkan gambaran tingkat Pencairan

Tunggakan Pajak dengan Penagihan Pajak Aktif.

Teknik Analisis.

a. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat

Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang.

b. Untuk mengetahui perkembangan realisasi target pencairan tunggakan pajak

dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP dan Lelang

Keterangan:

Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2011.

c. Untuk mengetahui tingkat pencairan tunggakan pajak dari total tunggakan

pajak total yang ada di KPP Pratama Salatiga

Realisasi Target Pencairan Tunggakan Pajak

Tingkat Realisasi Target =

Pencairan Tunggakan Pajak Target pencairan Tunggakan Pajak

Peningkatan/ Penurunan = Pencairan Pajak Sekarang – Pencairan Pajak tahun dasar

Pencairan tunggakan Pajak

Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak

Tingkat Pencairan Tunggakan Pajak =

Total tunggakan pajak

17

d. Untuk mengetahui perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan total

tunggakan pajak

Keterangan:

Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2011.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga merupakan lembaga penting

yang ditugasi pemerintah untuk melakukan penagihan pajak secara aktif. Fiskus

sebagai pemeriksa pajak berfungsi sebagai pengontrol dalam pemberdayaan

Sumber Daya Manusia (SDM) atau wajib pajak yang telah diberikan kesempatan

untuk bisa menghitung, melapor serta meyetorkan pajaknya sendiri. Alat

pengontrol yang digunakan fiskus adalah dengan adanya surat tagihan pajak, surat

ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat

teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan serta lelang atas

keterlambatan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya.

Alasan dilakukan tindakan penagihan ini karena adanya wajib pajak yang

melakukan pelanggaran dan adanya pemeriksaan pajak. Penagihan yang pertama

kali dilakukan adalah dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Ada kemungkinan wajib pajak

Peningkatan/ Penurunan = Pencairan Pajak Sekarang – Pencairan Pajak tahun dasar

Pencairan tunggakan Pajak

18

berpendapat jumlah pajak dan pemungutan tidak sebagaimana semestinya, maka

dalam hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada dirjen pajak. Surat

keberatan dapat diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Surat

Ketetapan Pajak (SKP) kecuali wajib pajak dapat membuktikan bahwa jangka

waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan. Apabila

setelah masa pengajuan keberatan wajib pajak tidak dapat melunasi kewajibannya,

maka seksi penagihan akan melakukan tindakan penagihan yang dilakukan oleh

jurusita pajak. Tindakan penagihan berawal dari Surat Teguran, Surat Paksa, Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) dan Lelang.

Tabel 4.1

Rincian Tunggakan Pajak Berdasarkan Jenis Pajak

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga

Per 31 Desember 2011

Sumber: KPP Pratama Salatiga

19

Tabel 4.1 diatas merupakan rincian Tunggakan Pajak berdasarkan jenis

pajak pada tahun pajak 2011 dan merupakan saldo awal Tunggakan pajak pada

tahun 2012 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.

Tabel 4.2

Rincian Tunggakan Pajak Berdasarkan Jenis Pajak

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga

Per 31 Desember 2012

Sumber: KPP Pratama Salatiga

Tabel 4.2 diatas merupakan rincian Tunggakan pajak berdasarkan jenis

pajak pada tahun pajak 2012 dan merupakan saldo awal Tunggakan pajak pada

tahun 2013 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Salatiga.

20

Tabel 4.3

Target Pencairan Tunggakan Pajak

Sumber: KPP Pratama Salatiga

Tabel 4.3 di atas merupakan tabel jumlah target pencairan tunggakan pajak

dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP) dan Lelang. Jumlah target pada Surat Teguran didasarkan pada

Target yang sudah ditentukan sebelumnya oleh Kantor Pusat, Jumlah Target

untuk Surat Paksa didasarkan pada jumlah target pencairan sebelum diterbitkan

Surat Teguran yang sudah dikurangi dengan pencairan dengan Surat Teguran.

Jumlah target untuk SPMP didasarkan pada sisa tunggakan setelah diterbitkan

Surat Paksa. Jumlah target pada Lelang didasarkan ditentukan oleh KPP Pratama

Salatiga pada saat akan melakukan Pelelangan barang sitaan dari wajib pajak.

Jumlah tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama Salatiga sendiri

dicairkan oleh tiga seksi, yaitu Seksi Pemeriksaan, Seksi Pengawasan dan

Konsultasi (WASKON) dan Seksi Penagihan Pajak. Penagihan pajak pada Seksi

Penagihan itu sendiri didasarkan pada produk hukum berupa Surat Tagihan Pajak

(STP) yang dikeluarkan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang dikeluarkan oleh Seksi

Pemeriksaan yang sudah jatuh tempo belum dibayar oleh Wajib Pajak.

21

Target pencairan tunggakan pajak tiap tahunnya selalu berubah sesuai

dengan kebijakan Kantor Pusat. Dari Kantor Pusat turun ke Kantor Wilayah

(KANWIL) yang ada di Semarang, kemudian dari Kantor Wilayah dibagi ke

semua KPP tergantung rumus yang telah ditetapkan, biasanya rumus itu maksimal

30% dari saldo awal total tunggakan pajak. Tetapi pada tahun 2011 target yang

ditentukan hanya 19,5% dari saldo awal total tunggakan pajak , sisanya 80,5%

dicairkan oleh Seksi Pemeriksaan dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Tahun

2012 sebanyak 33,5% dari saldo awal total tunggakan pajak dan tahun 2013

hanya 16% dari saldo awal total tunggakan pajak . Dilihat dari jumlah angka,

target pencairan tunggakan pajak terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan

jumlah tunggakan yang ada tetapi jumlah target tersebut dinilai sudah sangat berat

oleh Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga mengingat Wajib Pajak masih

banyak yang nakal dan bandel ketika ditagih sehingga membutuhkan kegiatan

yang sangat ekstra untuk mencairkan tunggakan pajak ditambah lagi dengan tiap

tahun ada kebijakan-kebijakan yang baru yang semakin banyak kriterianya

sehingga semakin sulit untuk melakukan penagihan pajak.

Proses penagihan Pajak yang pertama kali dilakukan setelah jatuh tempo

pembayaran pajak dengan STP dan SKPKB adalah dengan menerbitkan Surat

Teguran. Jatuh tempo STP dan SKPKB itu sendiri adalah satu bulan setelah

penerbitannya. Penerbitan Surat Teguran itu sendiri dikirim melalui pos sehingga

kadang Surat Teguran tidak diterima oleh Wajib Pajak dan juga ada beberapa

yang menyepelekan Surat Teguran Tersebut. Berbeda dengan penerbitan Surat

Paksa dan SPMP, dimana penerbitan Surat Paksa dan SPMP itu dilakukan sendiri

oleh Juru Sita, Juru Sita langsung mendatangi rumah Wajib Pajak menjelaskan

22

apa hak dan kewajiban Wajib Pajak sehingga tingkat Kesadarannya lebih tinggi.

Pada saat penerbitan SPMP juga melihat pada kondisi wajib pajak, tetapi ada juga

yang telah diterbitkan SPMP masih tetap tidak mau membayar kewajiban

perpajakannya sehingga barang yang sudah disita tidak bias diambil kembali dan

akan dilakukan Pelelangan terhadap barang sitaan tersebut.

Tabel 4.4

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran

Sumber: Data diolah 2014

Pada tabel 4.4 di atas dapat dilihat jumlah pencairan tunggakan pajak

dengan Surat Teguran. Pada tahun 2011 jumlah target pencairan tunggakan

pajaknya sebesar Rp 18.509.316.025,- diterbitkan Surat Teguran sebanyak 1097

lembar, tetapi jumlah tunggakan pajak yang dibayar hanya sebesar

Rp 210.429.000,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan

tunggakan pajak dengan Surat Teguran sebesar 1,14%.

Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan pajaknya pada tabel

4.4 sebesar Rp 20.712.611.254,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan pajak

tersebut diterbitkan Surat Teguran sebanyak 1364 lembar. Dari penerbitan Surat

Teguran tersebut tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar

Rp 1.126.045.623,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan

tunggakan pajaknya sebesar 5,44%.

23

Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan pajak pada tabel 4.4

sebesar Rp11.197.852.774,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan tersebut

diterbitkan Surat Teguran sebanyak 908 lembar. Dengan penerbitan Surat Teguran

tersebut tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 2.363.186.047,-. Dilihat

dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan

Surat Teguran sebesar 21,10%.

Tabel 4.5

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa

Sumber: Data diolah 2014

Pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan Surat

Paksa dari tahun 2011 – 2013. Pada tahun 2011 penerbitan Surat Paksa sebanyak

690 lembar dari jumlah target pencairan tunggakan pajak sebesar

Rp 18.298.887.025,-. Dari penerbitan Surat Paksa tersebut jumlah tunggakan

pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 4.251.235.343,-, dilihat dari nominal

tersebut dapat diketahui tingkat pencairan pajak dengan Surat Paksa sebesar

23,23%.

Pada tahun 2012 Target pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa

sebesar Rp 19.586.565.631,-. Dari jumlah target pencairan tunggakan pajak

tersebut diterbitkan Surat Paksa sebanyak 591 lembar. Jumlah pencairan pajak

dengan diterbitkannya Surat Paksa sebesar Rp 29.556.283,-. Dilihat dari nominal

24

tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa

sebesar 0,15%.

Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan pajak dengan Surat

Paksa sebesar Rp 8.834.666.727,-. Dengan jumlah target pencairan tunggakan

tersebut diterbitkan Surat Paksa sebanyak 762 lembar. Dari Surat Paksa yang

diterbitkan, tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar Rp 1.313.952.001,-.

Dilihat dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak

dengan Surat Paksa sebesar 14,87%.

Tabel 4.6

Pencairan Tunggakan Pajak dengan SPMP

Sumber: Data diolah 2014

Pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). Pada tahun 2011 dengan jumlah

target pencairan tunggakan sebesar Rp 14.047.651.682,- diterbitkan SPMP

sebanyak dua lembar. Dengan diterbitkannya SPMP jumlah tunggakan yang dapat

dicairkan sebesar Rp 37.200.000,-. Dilihat dari nominal tersebut dapat diketahui

tingkat pencairan tunggakan pajak dengan penerbitan SPMP sebesar 0,26%.

Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan Pajaknya sebesar

Rp 19.557.009.348,-. Dari jumlah target pencairan tunggakan pajak tersebut

diterbitkan SPMP sebanyak lima lembar surat. Dengan penerbitan SPMP tersebut

25

pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 368.282.145,-. Dilihat dari nominal

tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 1.88%.

Pada tahun 2013 jumlah target pencairan tunggakan Pajaknya sebesar

Rp 7.520.714.726,-. Dengan target pencairan tunggakan pajak tersebut diterbitkan

SPMP sebanyak 34 lembar. Dari SPMP tersebut jumlah tunggakan pajak yang

dapat dicairkan sebesar Rp 1.013.583.718,-. Dari nominal tersebut dapat dilihat

tingkat pencairan tunggakan pajak dengan SPMP sebesar 13,48%.

Tabel 4.7

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Lelang

Sumber: Data diolah 2014

Pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat pencairan tunggakan pajak dengan

Lelang. Pada tahun 2011 KPP Pratama Salatiga tidak melakukan pelelangan, hal

tersebut menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga dikarenakan pada saat

melakukan pelelangan memerlukan dana yang tidak sedikit karena melibatkan

beberapa instansi untuk melakukan pelelangan seperti pihak untuk menilai aset

yang disita dan tempat pelaksanaan pelelangan.

Pada tahun 2012 jumlah target pencairan tunggakan pajak dengan Lelang

sebesar Rp 19.188.727.203-. Dari target tersebut dilakukan pelelangan sebanyak

dua kali dengan total pencairan tunggakan sebesar Rp 25.809.000,-. Dilihat dari

nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan tunggakan pajak dengan

lelang sebesar 0,13%.

26

Pada tahun 2013 KPP Pratama Salatiga juga tidak melakukan pelelangan

karena menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga pada saat akan

melakukan pelelangan melibatkan beberapa instansi dan membutuhkan biaya

yang tidak sedikit, hal tersebut dilakukan karena dikhawatirkan hasil pelelangan

tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pelelangan.

Tabel 4.8

Pencairan Tunggakan Pajak total

Sumber: Data diolah 2014

Dari penagihan Pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP pada

tahun 2011 jumlah tunggakan pajak yang dapat dicairkan sebesar

Rp 4.498.864.343,-. Dari nominal tersebut dapat diketahui tingkat pencairan

tunggakan pajaknya sebesar 24,63 % dari total target pencairan tunggakan pajak

sebesar Rp 18.509.316.025,-. Jumlah target pencairan tunggakan Pajak setelah

diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP masih tersisa sebesar

Rp 14.010.451.682,-.

Pada tahun 2012 total pencairan tunggakan pajak dari Surat Teguran, Surat

Paksa, SPMP serta lelang sebesar Rp 1.549.693.051,-. Dari nominal tersebut dapat

diketahui tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 7,61% dari total target

pencaian tunggakan pajak Rp 20.712.611.254,-. Setelah dilakukan penagihan

pajak aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta lelang jumlah target

27

pencairan tunggakan pajak pada tahun 2012 masih tersisa sebesar Rp

19.162.918.203,-.

Penagihan pajak aktif dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta

Lelang pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 49,45%

yaitu sebanyak Rp 4.690.721.766,- dari target pencairan tunggakan pajak yang

ada pada tahun 2013 sebesar Rp 11.197.852.774,-. Setelah dilakukan penagihan

pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang sisa jumlah target

pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 6.507.131.008,-.

Tabel 4.9

Perkembangan Pencairan Tunggakan Pajak

Sumber: Data diolah 2014

Tabel 4.9 di atas menunjukkan perkembangan penagihan pajak aktif

dengan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(SPMP) serta Lelang pada tahun 2011 – 2013 dengan membandingkan pencairan

tunggakan tahun ini dengan tahun dasar yaitu tahun 2011. Pencairan tunggakan

pajak dengan Surat Teguran pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 4,30%

dari tahun dasar pada tabel 4.4 dari 1,14% menjadi 5,44% sedangkan pada tahun

2013 mengalami kenaikan sebesar 19,97% dari tahun dasar pada tabel 4.4 sebesar

1,14% menjadi 21,10%.

28

Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa tahun 2012 mengalami

penurunan sebesar 23,08% dari tahun dasar pada tabel 4.5 sebesar 23,23%

menjadi 0,15%. Pada tahun 2013 Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa

juga mengalami penurunan sebesar 8,36% dari tahun dasar pada tabel 4.5 sebesar

23,23% menjadi 14,87%.

Pencairan tunggakan dengan SPMP pada tahun 2012 mengalami kenaikan

sebesar 1,62% dari tahun dasar pada tabel 4.6 sebesar 0,26% menjadi 1,88% dan

Pencairan tunggakan pajak dengan SPMP pada tahun 2013 juga mengalami

kenaikan sebesar 13,21% dari tahun dasar pada tabel 4.6 sebesar 0,26% menjadi

13,48%.

Pencairan tunggakan dengan Lelang pada tahun 2012 mengalami kenaikan

sebesar 0,13% dari tahun dasar pada tabel 4.7 sebesar 0,00% menjadi 0,13%,

sedangkan pada tahun 2013 tidak ada perubahan dari tahun dasar yaitu pada tabel

4.7 dari 0,0% menjadi 0,00%, hal tersebut terjadi karena pada tahun 2011 dan

2013 tidak dilaksanakan pelelangan.

Pada tahun 2012 total pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat

Teguran, Surat Paksa, SPMP serta Lelang pada tabel 4.9 mengalami penurunan

sebesar 17,03% dari tahun dasar pada tabel 4.8 sebesar 24,63% menjadi 7,61%.

Pada tahun tersebut yang mengalami kenaikan cukup signifikan adalah Surat

Teguran yaitu sebesar 4,3%, hal tersebut menurut pihak KPP Pratama Salatiga

pada seksi penagihan dikarenakan sudah semakin meningkatnya tingkat kesadaran

masyarakat untuk membayar tunggakan pajaknya.

29

Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP

serta Lelang pada tahun 2013 pada tabel 4.9 mengalami kenaikan sebesar 24,82%

dari tahun dasar pada tabel 4.8 dari 24,63% menjadi 49,46%. Pada tahun tersebut

yang mengalami kenaikan lebih tinggi adalah pencairan tunggakan dengan Surat

Teguran. Hal tersebut menurut pihak KPP Pratama Salatiga dari Seksi Penagihan

dikarenakan masyarakat atau wajib pajak kesadarannya lebih meningkat dari

tahun – tahun sebelumnya serta wajib pajak yang ditagih pada tahun tersebut juga

tidak sama dengan wajib pajak pada tahun sebelumnya.

Tabel 4.10

Pencairan Tunggakan Pajak didasarkan pada total tunggakan pajak

Sumber: Data diolah 2014

Pada tabel 4.10 di atas menunjukkan tingkat pencairan tunggakan pajak

jika dibandingkan dengan total tunggakan pajak yang ada di KPP Pratama

Salatiga. Pada tahun 2011 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 4,75%

dari total tunggakan pajak sebesar Rp 94.777.117.382,-. Pada tahun 2012 tingkat

pencairan tunggakan pajaknya sebesar 2,51% dari total tunggakan pajak sebesar

Rp 61.788.271.921,- turun 2,24% dari tahun dasar sebesar 4,75% menjadi

2,51%. Pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan pajaknya sebesar 6,68%

dari total tunggakan pajak sebesar Rp 70.223.077.537,- naik 1,93% dari tahun

dasar yaitu dari 4,75% menjadi 6,68%.

30

Pembahasan

Semakin meningkatnya Tunggakan Pajak yang ada di KPP Pratama

Salatiga tidak hanya disebabkan oleh Wajib Pajak yang sengaja menghindari

kewajiban perpajakannya.

Menurut Wajib Pajak, alasan mereka tidak membayar kewajiban

perpajakannya dikarenakan “Wajib pajak tidak paham dengan sistem perpajakan

dan tidak ikhlas untuk membayar kewajiban pajaknya karena mereka merasa

tidak ada imbalan langsung dan uang yang dibayarkan untuk membayar pajak

dikorupsi oleh oknum Pegawai pajak yang tidak bertanggung jawab”.

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Teguran

Dari hasil analisis di atas berdasarkan target pencairan tunggakan pajak,

jumlah pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran Pada tabel 4.4 tahun

2011 sebesar Rp 210.429.000,- dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar

1,14%, tahun 2012 tunggakan yang dapat dicairkan sebesar Rp 1.126.045.623,-

dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar 5,44%, pada tahun 2013 tunggakan

yang dapat dicairkan sebesar Rp 2.363.186.047,- dengan tingkat pencairan

tunggakan sebesar 21,10%. Jika dilihat dari tingkat pencairannya, perkembangan

pencairan tunggakan pajak dengan Surat Teguran dari tahun 2011 – 2013

mengalami kenaikan. Tahun 2012 perkembangan pencairan pajak pada tabel 4.9

naik sebesar 4,30% dan tahun 2013 naik 19,97%. Hal ini menurut pihak KPP

Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan terjadi karena wajib pajak yang ditagih

setiap tahunnya juga berbeda dari tahun – tahun sebelumnya dan yang paling

31

utama adalah kesadaran wajib pajak sudah semakin meningkat untuk membayar

tunggakan pajaknya.

Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, beberapa hal

yang menyebabkan tidak seluruh Surat Teguran yang diterbitkan dilunasi oleh

Wajib Pajak:

1. Wajib pajak lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi

tunggakan pajaknya

2. Surat Teguran tidak dapat disampaikan karena petugas pos tidak menemukan

alamat wajib pajak yang dimaksud

3. Wajib pajak merasa bahwa tidak pernah memiliki tunggakan pajak

4. Wajib pajak tidak mampu untuk melunasi tunggakan pajaknya

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa

Pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa pada tabel 4.5 tahun 2011

sebesar Rp 4.251.235.343,- dengan tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar

23,23%. Tahun 2012 pencairan tunggakan pajak sebesar Rp 29.556.283,- dengan

tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar 0,16%. Tahun 2013 jumlah pencairan

tunggakan pajaknya sebesar Rp 1.313.952.001,- dengan tingkat pencairan

tunggakan pajak sebesar 14,87%. Dilihat dari tingkat pencairannya,

perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan Surat Paksa tahun 2011 – 2013

mengalami penurunan. Pada tabel 4.9 tahun 2012 turun sebesar 23,08% dan tahun

2013 turun 8,36%. Tetapi jika dilihat dari tingkat penurunannya tahun 2013 lebih

baik jika dibandingkan dengan tahun 2012, karena pada tahun 2013 tingkat

pencairannya lebih tinggi 14,72% dari tahun 2012. Hal tersebut menurut pihak

32

KPP Pratama Salatiga pada tahun 2013 wajib pajak yang ditagih dengan Surat

Paksa berbeda dengan wajib pajak tahun 2012 dimana tingkat kesadaran wajib

pajaknya lebih tinggi untuk melunasi tunggakan pajaknya.

Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, beberapa hal

yang menyebabkan tidak semua Surat Paksa di lunasi oleh wajib pajak:

1. Wajib Pajak pura – pura tidak di rumah atau sengaja menghindar dari juru sita

pajak yang datang langsung ke rumah wajib pajak

2. Wajib pajak tidak mengakui bahwa memiliki tunggakan pajak

3. Banyak wajib pajak yang sebelumnya merasa tidak menerima Surat Teguran

4. Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena wajib pajak pindah alamat dan

tidak melaporkan ke Kantor Pajak

5. Ada beberapa wajib pajak yang sengaja mengancam dengan senjata tajam dan

tidak mau melunasi tunggakan pajaknya pada saat juru sita menyampaikan

Surat Paksa ke rumah wajib pajak.

6. Wajib pajak mengajukan keberatan ataupun angsuran pembayaran atas

tunggakan pajaknya

7. Wajib pajak tidak mampu untuk melunasi tunggakan pajaknya

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan (SPMP)

Pencairan tunggakan dengan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(SPMP) pada tabel 4.6 tahun 2011 sebesar Rp 37.200,000,- dengan tingkat

pencairan sebesar 0,26%. Tahun 2012 pencairan tunggakannya sebesar

Rp 368.282.145,- dengan tingkat pencairan tunggakan sebesar 1,88%. Tahun 2013

33

pencairan tunggakannya sebesar Rp 1.013.583.718,- dengan tingkat pencairan

sebesar 13,48%. Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya,

perkembangan pencairan tunggakan pajak dengan SPMP pada tahun 2011 – 2013

mengalami kenaikan. Pada tabel 4.9 perkembangan pencairan tunggakan dengan

SPMP pada tahun 2012 naik sebesar 1,62% dan pada tahun 2013 naik sebesar

13,21%.

Kenaikan pencairan tunggakan pajak dengan SPMP tersebut menurut

pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan dikarenakan Wajib Pajak

sudah semakin sadar bahwa mereka mempunyai tunggakan pajak yang belum

dibayar setelah menerima Surat Paksa dan merasa takut jika asetnya disita dan

dilelang oleh juru sita pajak jika tidak segera melunasi tunggakan pajaknya.

Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada seksi penagihan Beberapa hal

yang menyebabkan tidak seluruh Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

yang diterbitkan dilunasi oleh Wajib Pajak:

1. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) tidak dapat disampaikan

karena wajib pajak pindah alamat dan tidak melaporkan ke Kantor Pajak

2. Aset yang dimiliki oleh wajib pajak dinilai tidak mencukupi untuk melunasi

tunggakan pajaknya atau Wajib Pajak tersebut termasuk dalam golongan

menengah kebawah.

Pencairan Tunggakan Pajak dengan Lelang

Pencairan tunggakan dengan Lelang pada tabel 4.7 tahun 2011 tidak ada,

hal tersebut terjadii karena pada tahun tersebut KPP Pratama Salatiga tidak

melakukan pelelangan sehingga tingkat pencairan tunggakan pajak sebesar 0%.

34

Pada tahun 2012 pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 25.809.000,- dengan

tingkat pencairan tunggakan sebesar 0,13%. Tahun 2013 KPP Pratama Salatiga

juga tidak melakukan pelelangan sehingga tingkat pencairan tunggakan pajaknya

pada juga 0%.

Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya, perkembangan

pencairan tunggakan pajak dengan Lelang pada tahun 2011 – 2013 fluktuatif.

Pada tabel 4.9 tahun 2012 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya naik

sebesar 0,13% sedangkan tahun 2013 sebesar 0%. Hal tersebut diakibatkan

karena pada tahun 2011 dan 2013 KPP Pratama Salatiga tidak melakukan

Pelelangan. Pelelangan hanya dilakukan pada tahun 2012 saja dengan

mengadakan dua kali Pelelangan.

Menurut Pihak KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan, alasan tidak

melakukan Pelelangan karena pada saat akan melakukan Pelelangan

membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan melibatkan beberapa instansi sehingga

KPP Pratama Salatiga tidak dapat memastikan hasil yang diterima dari pelelangan

sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa instansi yang terlibat yaitu:

1. Kantor Penilai Publik untuk menilai benda sitaan berdasarkan harga pasar

2. Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) untuk lelang benda sitaan tidak bergerak

3. Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), SAMSAT

dan Dinas Perhubungan untuk Lelang benda sitaan bergerak.

Penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP

dan Lelang yang dilakukan oleh KPP Pratama Salatiga pada tahun 2011 tingkat

pencairan tunggakannya pada tabel 4.8 sebesar 24,36% dengan nilai nominal

35

pencairan sebesar Rp 4.498.864.343,-. Dari pencairan tunggakan pajak tersebut

target pencairan tunggakannya masih tersisa Rp 14.010.451.682. Pada tahun 2012

tingkat pencairan tunggakannya sebesar 7,61% dengan nilai nominal pencairan

pada sebesar Rp 1.549.693.051,-. Dan target pencairan tunggakannya masih

tersisa Rp 19.162.918.203,-. Pada tahun 2013 tingkat pencairan tunggakan

pajaknya pada tabel 4.8 sebesar Rp 49,45% dengan nilai nominal pencairan

sebesar Rp 4.690.721.766,-. Dengan jumlah pencairan tunggakan tersebut masih

tersisa target pencairan tunggakan sebesar Rp 6.507.131.008,-.

Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya perkembangan

pencairan tunggakan pajaknya pada tahun 2011 – 2013 bersifat fluktuatif. Pada

tahun 2012 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya pada tabel 4.9

mengalami penurunan sebesar 17,03% sedangkan pada tahun 2013 mengalami

kenaikan sebesar 24,82%. Hal tersebut menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama

Salatiga terjadi karena pada tahun 2013 wajib pajak yang ditagih bisa jadi berbeda

dari tahun 2011 dan 2012 dimana wajib pajak yang ditagih tingkat kesadarannya

lebih tinggi untuk membayar tunggakan pajaknya, serta target pencairan

tunggakan pajaknya juga lebih rendah jika dibandingkan tahun – sebelumnya.

Pencairan Tunggakan Pajak jika dibandingkan dengan Total Tunggakan

Pajak

Pencairan tunggakan pajak yang didasarkan pada total tunggakan pajak

yang ada di KPP Pratama Salatiga pada tabel 4.10 tahun 2011 pencairan

tunggakan pajaknya sebesar Rp 4.498.864.343,- dengan tingkat pencairan

tunggakan sebesar 4,75%. Tahun 2012 pencairan tunggakan pajaknya sebesar

36

Rp 1.549.693.051,- dengan tingkat pencairan sebesar 2,51%. Pada tahun 2013

pencairan tunggakan pajaknya sebesar Rp 4.690.721.766,- dengan tingkat

pencairan sebesar 6,68%.

Dilihat dari tingkat pencairan tunggakan pajaknya, perkembangan

pencairan pajak yang didasarkan pada total tunggakan pajak yang ada di KPP

Pratama Salatiga bersifat fluktuatif. Pada tabel 4.10 perkembangan pencairan

tunggakannya pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,24%. Hal tersebut

menurut KPP Pratama Salatiga pada Seksi Penagihan diakibatkan oleh wajib

pajak lalai dan sengaja untuk tidak melunasi tunggakan pajaknya. Pada tahun

2013 perkembangan pencairan tunggakan pajaknya mengalami kenaikan sebesar

1,93%. Menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga hal tersebut terjadi

karena wajib pajak sudah semakin sadar untuk melunasi tunggakan pajaknya dan

juga wajib pajak yang ditagih pada tahun 2013 bisa jadi berbeda dengan wajib

pajak yang ditagih pada tahun 2011 dan 2012.

Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan pencairan tunggakan

pajak menurut Seksi Penagihan di KPP Pratama Salatiga, yaitu:

1. Tingkat kesadaran wajib pajak tiap tahunnya berbeda serta masih kurang

untuk melunasi tunggakan pajaknya

2. Surat Teguran, Surat Paksa dan SPMP tidak dapat disampaikan karena alamat

yang digunakan wajib pajak saat mendaftar untuk memperoleh NPWP tidak

sama dengan alamat asli dan wajib pajak yang pindah alamat tidak melapor ke

Kantor Pajak

3. Wajib pajak tidak mengakui bahwa memiliki tunggakan pajak

37

4. Wajib pajak tidak mampu melunasi tunggakan pajaknya

Menurut pihak KPP Pratama Salatiga pada seksi penagihan, kendala yang

dihadapi dalam melakukan Penagihan Pajak Aktif:

1. Sistem yang ada di Seksi Penagihan kadang error sehingga Surat Teguran,

Surat Paksa dan SPMP yang seharusnya diterbitkan tidak muncul di sistem

sehingga penerbitan Surat tersebut harus ditunda sementara waktu

2. Penerbitan Surat Paksa dan SPMP tidak tepat waktu, mengingat jumlah

wilayah pengawasan dan konsultasi daerah salatiga sendiri terdapat empat

kecamatan dan sembilan belas kecamatan di kabupaten semarang, dimana

penyampaian Surat Paksa dan SPMP tersebut hanya dilakukan oleh dua juru

sita pajak.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, penulis dapat

menarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Tingkat pencairan tunggakan pajak dengan Penagihan pajak aktif

menggunakan Surat Teguran dan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan

(SPMP) dari tahun 2011 - 2013 mengalami kenaikan sedangkan pencairan

tunggakan menggunakan Surat Paksa dan Lelang pada tahun 2011 – 2013

mengalami naik turun. Kenaikan pencairan tunggakan tersebut terjadi karena

wajib pajak sudah semakin sadar akan kewajiban tunggakan pajaknya,

sedangkan di sisi lain masih ada beberapa wajib pajak yang sengaja

38

menghindar untuk melunasi tunggakan pajaknya meskipun sudah diterbitkan

Surat Paksa.

2. Perkembangan pencairan tunggakan pajak menggunakan Surat Teguran dan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) pada tahun 2011 – 2013

mengalami kenaikan, menggunakan Surat Paksa mengalami penurunan

sedangkan menggunakan Lelang fluktuatif karena Lelang hanya dilakukan

satu kali pada tahun 2012. Penyebab menurunannya perkembangan pencairan

tunggakan pajak salah satunya adalah banyak wajib pajak pindah alamat tetapi

tidak melapor kepada Kantor Pajak sehingga pada saat dilakukan penagihan

tidak dapat ditemukan alamatnya yang baru.

3. Penagihan pajak aktif menggunakan Surat Teguran, Surat Paksa, SPMP serta

Lelang pada tahun 2011 – 2013 bisa dikatakan belum efektif karena tingkat

pencairannya masih kurang dari 50% dari target pencairan yang sudah

ditentukan sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena tingkat kesadaran wajib

pajak masih rendah untuk melunasi tunggakan pajaknya. Surat Teguran, Surat

Paksa dan SPMP yang diterbitkan tidak dapat disampaikan karena wajib pajak

pindah alamat sehingga tunggakan pajaknya tidap dapat dilunasi.

4. Pencairan tunggakan pajak jika dibandingkan dengan total tunggakan pajak

total yang ada di KPP Pratama Salatiga pada tahun 2011 sebesar 4,75%, tahun

2012 sebesar 2,51% dan tahun 2013 sebesar 6,68%. Tingkat pencairan

tunggakan pajak dengan penagihan pajak aktif bersifat fluktuatif karena tiap

tahunnya naik turun, sedangkan perkembangan pencairan tunggakan pajaknya

pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 2,24% dari tahun dasar dan

tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 1,33% dari tahun dasar. Naik

39

turunnya tingkat pencairan itu disebabkan wajib pajak yang ditagih dengan

penagihan pajak aktif tiap tahunnya berbeda dan kepatuhan dalam membayar

kewajiban perpajakannya juga berbeda dari tahun ke tahun.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini disampaikan saran yang mungkin

dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan khususnya KPP Pratama

Salatiga sebagai berikut:

1. KPP Pratama Salatiga sebaiknya melakukan kegiatan penyuluhan perpajakan

yang lebih efektif dan efisien untuk mensosialisasikan perundang – undangan

perpajakan kepada masyarakat, KPP Pratama Salatiga juga dapat bekerja sama

dengan pihak lain untuk menyelenggarakan acara yang dapat menarik minat

masyarakat untuk datang dalam sosisalisasi tersebut sehingga dapat

meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.

2. KPP Pratama sebaiknya menambah juru sita pajak di Seksi Penagihan,

mengingat wilayah pengawasan dan konsultasi daerah Salatiga sendiri

terdapat empat Kecamatan dan Kabupaten Semarang mempunyai Sembilan

belas Kecamatan, sehingga juru sita mampu menyampaikan Surat Paksa dan

SPMP tepat waktu.

40

Daftar Pustaka

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba

Empat.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/kmk.04/ 2000 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat

Paksa.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 1 angka 1 UU No.

28/2007.

Kurniawan, Panca dan Bagus Pamungkas. 2006. Penagihan Pajak di Indonesia,

Edisi Pertama. Malang: Bayumedia Publishing.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Resmi, Siti. 2004. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Rusdji, Muhammad. 2005. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: Indeks.

Suandy, Erly. 2008. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Soemitro, Rochmat. 2004. Asas dan Dasar Perpajakan 1 & 2. Bandung: Refika

Aditama.

UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000.

UU Nomor 4 tahun 2012 Tentang Perubahan atas UU Nomor 22 tahun 2011

Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012.

Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

41

Lampiran 1

42

Lampiran 2

43

Lampiran 3

44

45

Lampiran 4

46

47

48

49

50

51

Lampiran 5