25
Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah 1 Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah Oleh : Ir Zainal Achmad, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas SDM suatu bangsa. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah tersedianya cukup sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennya (pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM penduduk Indonesia. Upaya percepatan peningkatan pendidikan penduduk mulai dilaksanakan pemerintah pada tahun 1973/1974, yaitu dengan menyebarkan pembangunan sekolah dasar (SD) ke seluruh pelosok negeri melalui program SD Inpres. Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun, gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA), dan berbagi program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengecap pendidikan, terutama kelompok penduduk usia sekolah (umur 7 – 24 tahun). Madrasah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan sebagai sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Selanjutnya jika berbicara tentang masalah pembangunan pendidikan di Indonesia, maka permasalahan yang berhubungan dengan madrasah tidak boleh ditinggalkan begitu saja, karena madrasah merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan nasional yang ada. Saat ini, pendidikan Islam masih dalam proses transisi. Akan tetapi arah dan bentuk pendidikan Islam sudah terformulasikan dalam sistem pendidikan

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

  • Upload
    lamdan

  • View
    233

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

1

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan

Siswa Madrasah Oleh : Ir Zainal Achmad, M.Si

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas SDM

suatu bangsa. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu

negara adalah tersedianya cukup sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennya (pasal 31 ayat 2),

maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya

meningkatkan SDM penduduk Indonesia. Upaya percepatan peningkatan

pendidikan penduduk mulai dilaksanakan pemerintah pada tahun 1973/1974,

yaitu dengan menyebarkan pembangunan sekolah dasar (SD) ke seluruh pelosok

negeri melalui program SD Inpres. Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun,

gerakan nasional orang tua asuh (GNOTA), dan berbagi program pendukung

lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas

SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap

bersaing di era globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada

pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengecap

pendidikan, terutama kelompok penduduk usia sekolah (umur 7 – 24 tahun).

Madrasah, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan sebagai

sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Selanjutnya jika berbicara tentang

masalah pembangunan pendidikan di Indonesia, maka permasalahan yang

berhubungan dengan madrasah tidak boleh ditinggalkan begitu saja, karena

madrasah merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem pendidikan nasional

yang ada.

Saat ini, pendidikan Islam masih dalam proses transisi. Akan tetapi arah

dan bentuk pendidikan Islam sudah terformulasikan dalam sistem pendidikan

Page 2: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

2

nasional secara integratif (Hayat, 2006), ke depan kebijakan pendidikan Islam

dan alokasi anggarannya akan lebih proporsional dilihat dari persfektif sistem

pendidikan nasional yang adil dan tidak diskriminatif. Tahun 2006, Depdiknas dan

Depag untuk pertama kalinya memiliki kebijakan pendidikan yang disusun

bersama-sama dalam bentuk Rencana Strategis Pendidikan Nasional.

Umar (2005) menegaskan bahwa diperlukan kerja keras untuk

meningkatkan kualitas lulusan madrasah sehingga kesenjangan yang terjadi

antara pendidikan madrasah dengan sekolah umum semakin mengecil. Untuk itu

diperlukan kebijakan yang tepat bagi peningkatan mutu pendidikan madrasah.

Proses perencanaan pembangunan pendidikan, khususnya menyangkut

Lembaga Pendidikan Islam (madrasah) harus didasarkan pada peta kekuatan –

strengths, kelemahan – weakness, peluang – opportunities, dan tantangan –

threats (SWOT). Program yang dicanangkan diharapkan benar-benar menyentuh

kebutuhan riil Lembaga Pendidikan Agama dan Keagamaan. Untuk mendukung

perencanaan tersebut dibutuhkan data pendukung sebagai landasan

pengambilan kebijakan. Sebagian data pendukung tersebut selama ini telah

tersedia dalam Buku Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan yang series

terakhirnya terbitan tahun 2007. Namun untuk lebih mempertajam nilai

kepekaan agar landasan kebijakan benar-benar menyentuh permasalahan yang

ada di sekitar madrasah maupun lembaga pendidikan keagamaan, diperlukan

analisis lanjutan baik mengenai kesiswaan itu sendiri maupun tenaga pendidiknya

Sebagai bagian dari suatu sistem pendidikan nasional yang tidak

terpisahkan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU pendidikan, maka

keberhasilan pembangunan bidang pendidikan tidaklah terlepas dari kemajuan

bidang pendidikan agama dan keagamaan dalam hal ini madrasah sesuai dengan

jenjangnya yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI) , Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan

Madrasah Aliyah (MA), yang antara lain diindikasikan dengan meningkatnya APK

menurut jenjang pendidikan MI, MTs dan MA.

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan

dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat

tergantung dari kualitas pendidikan. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD

Page 3: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

3

1945, yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga

Negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejauh mana amanat

ini dilaksanakan dapat tercermin dari perkembangan kemajuan indikator-

indikator pendidikan yang dihitung dan di analisis dari data pendidikan yang

diperoleh dari hasil survey maupun sensus serta data yang merupakan hasil

kompilasi dari produk administrasi.

Indikator-indikator yang dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan

pembangunan pendidikan antara lain adalah :

a. Angka partisipasi pendidikan, yang mengindikasikan tingkat partisipasi

penduduk dalam mengakses program pendidikan, yang terdiri dari ;

i. Angka Partisipasi Sekolah (APS) , yang mengindikasikan seberapa besar

akses dari penduduk usia sekolah dapat menikmati pendidikan formal di

sekolah.

ii. Angka Partisipasi Murni (APM), yang mengindikasikan proporsi anak usia

sekolah yang dapat bersekolah tepat waktu.

iii. Angka Partisipasi Kasar (APK), mengindikasikan partisipasi penduduk

yang sedang mengenyam pendidikan sesuai jenjang pendidikannya.

Angka APK ini bisa lebih besar dari 100 persen karena populasi murid

yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan, mencakup anak diluar batas

usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Secara umum,

APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan

pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan

bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan.

b. Rasio murid dan kelas/sekolah yang mengindikasikan seberapa jauh jumlah

kelas/sekolah telah mencukupi kebutuhan.

Selanjutnya untuk mengukur sejauh mana peran serta lembaga pendidikan

agama dan keagamaan/madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional

maka perlu dilakukan analisis terhadap data statistik pendidikan agama dan

keagamaan, khusus yang menyangkut segi kesiswaan maka analisis meliputi

analisis terhadap Angka Partisipasi Pendidikan, dengan melakukan analisis kohort

dan perkembangan APK dan APM.

Untuk memudahkan membaca analisis berikut, maka perlu penyeragaman

Page 4: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

4

pembacaan istilah mengenai jenjang pendidikan berikut ini;

- Jenjang Pendidikan Dasar (SD), didalam nya mengandung pengertian SD +

Madrasah Ibtidaiyah (MI).

- Jenjang Pendidikan Menengah (SMP),didalamnya mengandung pengertian

SMP + Madrasah Tsanawiyah (MTs).

- Jenjang Pendidikan Menengah lanjutan (SMA), didalamnyamengandung

pengertian SMA + SMK + MA + MAK.

1.2. Permasalahan

Pertanyaan yang mendasar dalam menganalisis pendidikan agama dan

keagamaan adalah masih besarkah minat penduduk khususnya penduduk muslim

untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke Madrasah, hal ini bisa tercermin

dari APK murid madrasah menurut jenjang Pendidikan MI, MTs dan MA.

Kemudian bagaimana kualitas pendidikan yang ada ditingkat MI, MTs dan MA

yang dapat ditandai persentase tingkat kelulusan yang semakin meningkat.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis seberapa jauh tingkat

partisipasi murid madrasah (MI, MTs dan MA) dan peranannya dalam

perkembangan pembangunan pendidikan di tingkat nasional.

2. Bahan dan Metodologi

2.1. Bahan dan Data

Data yang digunakan merupakan data hasil publikasi Statistik Pendidikan

Agama dan Keagamaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan

Islam Departemen Agama serta data Statistik Pendidikan terbitan Badan Pusat

Statistik, data Susenas dan Statistik Persekolahan terbitan Depdiknas.

2.2. Metode Analisis

Metode analisis kuantitaf yang digunakan adalah analisis deskriptif

terhadap perkembangan APK dan APM menurut jenjang pendidikan. Selain itu

Page 5: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

5

dilakukan analisis kohort terhadap perkembangan murid menurut jenjang

pendidikan dan tingkat kelas.

3. Hasil dan Pembahasan

Pembangunan pendidikan kini tidak bisa lagi dikembangkan dalam

perspektif ke dalam (inward looking), yaitu dalam rangka mendidik manusia agar

cerdas, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan berkepribadian mulia.

Pendidikan mesti berorientasi keluar (outward looking), yakni untuk

menumbuhkembangkan sistem sosial, ekonomi, dan budaya yang baik di

masyarakat. Sehingga, proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan

atau bagian integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai

subjek sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus

mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak menjadi beban

pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau

sumber pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan

kehidupan masyarakat (Ace Suryadi). Oleh karena itu, pendidikan mesti

berhubungan secara timbal balik dengan pembangunan di berbagai bidang

kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat

dimaknai sebagai suatu bentuk investasi SDM untuk menciptakan iklim yang

memungkinkan semua penduduk atau warga negara turut andil dalam

pembangunan dan mengembangkan diri mereka agar menjadi warga negara

yang produktif.

Selanjutnya Ace Suryadi menyatakan bahwa Rencana pengembangan dan

pelaksanaan reformasi pendidikan semestinya mengindahkan kondisi geografis

dan penyebaran penduduk yang unik ini. Sebagai contoh, 60% penduduk

Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, yang luas areanya hanya 7%

dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya, Sulawesi,

Maluku dan Papua memiliki penduduk 21% dari seluruh penduduk Indonesia,

padahal ketiga daerah ini sebesar 69% dari luas wilayah Nusantara.

Konsekuensinya, isu utama dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah

efektivitas dan efisiensi biaya dalam peningkatan mutu pendidikan. Lebih dari itu,

reformasi pendidikan seharusnya juga peka terhadap keragaman penganut

Page 6: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

6

agama (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan aliran-aliran

kepercayaan).

Berdasarkan UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang menyebutkan bahwa Madrasah merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari sistem pendidikan formal di Indonesia sehingga peran Madrasah (Ibtidaiyah,

Tsanawiyah dan Aliyah) tidaklah kecil terhadap pembangunan pendidikan dasar

dan menengah di Indonesia, yang antara lain akan dapat dilihat dari tingkat

partisipasi pendidikannya, tingkat drop-out dan berbagai indikator lainnya pada

tingkat pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

3.1. Partisipasi Pendidikan

Pendidikan nasional saat ini masih dihadapkan pada beberapa

permasalahan yang cukup menonjol, diantaranya masih rendahnya pemerataan

memperoleh pendidikan, ketimpangan pemerataan pendidikan antar wilayah

geografis antara perkotaan dan perdesaan, antara Kawasan Timur Indonesia

(KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan antar tingkat pendapatan

penduduk maupun antar jenis kelamin.

Untuk mengatasi beragam permasalahan pendidikan khususnya di

pendidikan dasar, maka dalam UU no 20 tahun 2003 dimuat berbagai landasan

hukum mengenai hak dan kewajiban masyarakat atas pendidikan, khususnya

penduduk usia sekolah yang wajib mengenyam pendidikan dasar 9 tahun seperti

yang tercantum pada pasal 6. Selain itu pemerintah mengeluarkan Inpres No.5

tahun 2006 mengenai Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GN-

PWPPBA).

Target pembangunan pendidikan sampai akhir tahun 2009 sebagaimana

ditetapkan dalam PP No.7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah, antara lain adalah :

a. Meningkatnya secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan

program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang antara lain ditandai :

i. Meningkatnya APK jenjang SD termasuk SDLB,MI dan paket A sebesar

115,76 persen dan APK jenjang SMP/MTs/Paket B sebesar 98,09 persen.

Page 7: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

7

ii. Meningkatnya APS penduduk usia 7 – 12 tahun menjadi 99,57 persen dan

APS penduduk 13 – 15 tahun menjadi 96,64 persen.

b. Meningkatnya partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah

secara signifikan, yang antara lain diukur dengan meningkatnya APK jenjang

pendidikan menengah (SMA/SMK/MA/Paket C) menjadi 69,34%.

c. Meningkatnya partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan tinggi secara

signifikan, yang antara lain diukur dengan meningkatnya APK jenjang

pendidikan tinggi menjadi 18,00 persen.

3.2. Angka Partisipasi Sekolah

Angka Partisipasi Sekolah (APS) untuk tingkat nasional tahun 2006 seperti

yang terlihat pada table 3.1, dibagi menjadi 4 kelompok umur, yaitu 7–12 tahun

mewakili usia SD, 13–15 tahun mewakili usia SLTP, 16–18 tahun mewakili usia

SLTA, dan 19–24 tahun mewakili usia Perguruan Tinggi. Secara umum APS

kelompok umur 7-12 tahun sebesar 97,39, APS kelompok umur 13-15 tahun

sebesar 84,08 persen, APS kelompok umur 16-18 tahun sebesar 53,92 persen

dan APS kelompok umur 19-24 tahun sebesar 11,38 persen. Bila didasarkan pada

jenis kelamin APS perempuan sedikit lebih besar pada kelompok umur 7-12

tahun dan 13-15 tahun, sementara pada kelompok umur 16-18 dan 19-24 APS

laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Semakin tinggi kelompok umur baik bagi

laki-laki maupun perempuan APS nya semakin rendah.

Bila diperhatikan lebih lanjut menurut daerah tempat tinggal, APS

penduduk perkotaan lebih besar dari APS penduduk pedesaan untuk semua

kelompok umur. Perbedaan menjadi semakin besar untuk kelompok umur yang

lebih tua.

Status ekonomi rumah tangga sangat berpengaruh terhadap tingginya

rendahnya APS, sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Semakin tinggi

status ekonomi rumah tangga, yang direfleksikan dengan kelompok 20 persen

golongan pendapatan tertinggi, memperlihatkan angka APS yang tertinggi untuk

semua kelompok umur sekolah, setelah itu posisi APS berikutnya ditempati oleh

golongan status sosial menengah yaitu kelompok 40 persen rumah tangga yang

berpendapatan menengah.

Page 8: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

8

Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dapat tercermin dari

angka APS untuk kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun, tidak

memperlihatkan beda yang terlalu signifikan untuk semua golongan status

ekonomi rumahtangga. Untuk kelompok umur 7-12 tahun APS golongan status

ekonomi tertinggi tercatat 98,70 persen, pada status ekonomi menengah sebesar

98,02 persen, dan pada status ekonomi terendah adalah 96,45 persen.

Perbedaan APS per status ekonomi rumah tangga sedikit melebar tapi belum

terlalu signifikan pada kelompok umur 13-15 tahun, tercatat APS pada status

ekonomi tertinggi sebesar 92,17 persen, selanjutnya pada status ekonomi

rumahtangga menengah APS nya sebesar 88,15 persen dan pada kelompok

status ekonomi terendah menunjukan APS sebesar 77,70 persen.

Tabel 3.1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2006

7 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 24(2) (3) (4) (5)

Perkotaan

Laki-laki 98,14 90,19 66,60 17,88

Perempuan 98,54 89,26 64,38 16,54

L + P 98,33 89,74 65,50 17,20

Perdesaan

Laki-laki 96,37 79,50 45,03 6,28

Perempuan 97,16 81,08 44,99 5,59

L + P 96,75 80,25 45,01 5,94

K + D

Laki-laki 97,08 83,75 54,09 11,81

Perempuan 97,72 84,44 53,73 10,95

L + P 97,39 84,08 53,92 11,38

Kelompok Umur (tahun)TipeDaerah / Jenis Kelamin

(1)

Sumber : Susenas 2006, BPS

Kesenjangan APS menurut golongan status ekonomi rumah tangga

makin melebar signifikan terlihat pada kelompok umur 16-18 tahun, APS

golongan status ekonomi tertinggi mencapai 68,64 persen, kemudian pada

golongan menengah APS mencapai 58,40 persen dan pada golongan status

ekonomi rumah tangga terendah APS nya sebesar 43,10 persen. Kesenjangan

APS menjadi semakin melebar pada kelompok umur 19-24 tahun, dimana pada

status ekonomi rumahtangga tertinggi APS sebesar 25,70 persen dan pada

golongan status ekonomi rumah tangga terendah APS nya sebesar 4,09 persen.

Page 9: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

9

Kesenjangan APS menurut golongan status ekonomi rumah tangga

apabila diperhatikan lebih jauh pada tabel 3.2 memperlihatkan bahwa khusus

pada kelompok umur 16-18 di daerah pedesaan kesenjangan lebih lebar bila

dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Tabel 3.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk menurut Tipe Daerah, Status Ekonomi Rumah Tangga & Kelompok Umur,Tahun 2006

7 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 24(2) (3) (4) (5)

Perkotaan

40% Rendah 97,52 83,47 54,69 5,36

40% Menengah 98,97 94,97 72,46 15,79

20% Tinggi 99,30 95,60 75,50 38,24

Perdesaan

40% Rendah 95,72 73,63 33,96 2,94

40% Menengah 97,37 83,65 48,00 5,05

20% Tinggi 98,32 90,01 63,23 12,89

K + D

40% Rendah 96,45 77,70 43,10 4,09

40% Menengah 98,02 88,15 58,40 10,17

20% Tinggi 98,70 92,17 68,64 25,70

TipeDaerah / Status Ekonomi RTKelompok Umur (tahun)

(1)

Sumber : Susenas 2006, BPS

Jarak APS pada kelompok umur 16-18 antara status ekonomi rumah tangga yang

tertinggi dan terendah di daerah perkotaan sebesar 20,81 persen sedangkan di

daerah pedesaan jaraknya sebesar 29,27. Hal sebaliknya diperlihatkan pada

kelompok umur 19-24 tahun, jarak APS antara golongan status sosial tertinggi

dan terendah pada daerah perkotaan lebih lebar jaraknya dibanding daerah

pedesaan. Perbedaan APS untuk golongan umur ini di daerah perkotaan antara

golongan status ekonomi tertinggi dan terendah adalah sebesar 32,88 persen,

sedangkan di daerah pedesaan hanya berbeda 9,95 persen.

Angka partisipasi sekolah (APS) menurut propinsi tahun 2006 sebagaimana

diperlihatkan pada tabel 3.3 dapat mencerminkan kesenjangan antar daerah,

kesenjangan yang kelihatan tidak begitu signifikan adalah pada kelompok umur

7-12 tahun, hal ini menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun sudah

benar-benar dilaksanakan secara merata di seluruh Indonesia. APS tertinggi

pada kelompok umur 7-12 tahun terjadi di Provinsi Yogyakarta yaitu sebesar

99,35 persen dan yang terendah di Provinsi Papua sebesar 80,38 persen.

Page 10: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

10

Tabel 3.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Provinsi & Kelompok Umur, Tahun 2006

7 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 24

(1) (2) (3) (4) (5)NAD 98,88 93,83 72,43 20,95

Sumatera Utara 98,19 90,62 65,09 13,22

Sumatera Barat 97,71 88,45 64,29 18,29

Riau 97,68 91,15 62,87 12,33

Jambi 97,20 83,77 53,75 10,41

Sumatera Selatan 96,84 83,43 52,77 10,35

Bengkulu 98,10 96,75 58,77 14,77

Lampung 97,77 84,14 49,47 7,26

Babel 96,26 79,04 44,95 6,07

Kepri 97,78 90,36 63,24 5,96

DKI Jakarta 98,46 90,16 60,26 15,84

Jawa Barat 97,64 79,70 45,62 8,88

Jawa Tengah 98,47 83,41 51,31 9,26

DI Yogyakarta 99,35 90,55 71,18 39,71

Jawa Timur 98,22 85,99 56,79 10,28

Banten 97,36 80,35 48,65 10,36

Bali 98,27 87,16 63,21 10,98

Nusa Tenggara Barat 96,75 84,84 55,62 12,92

Nusa Tenggara Timur 94,00 77,24 46,51 11,62

Kalimantan Barat 96,53 83,46 48,55 9,30

Kalimantan Tengah 98,33 86,08 53,39 9,32

Kalimantan Selatan 96,36 78,41 48,75 9,50

Kalimantan Timur 97,51 89,91 64,03 13,10

Sulawesi Utara 97,37 88,01 55,84 11,15

Sulawesi Tengah 97,12 80,74 47,90 12,35

Sulawesi Selatan 95,08 78,40 50,85 12,88

Sulawesi Tenggara 97,04 85,22 58,19 14,64

Gorontalo 93,39 75,84 47,60 7,96

Sulawesi Barat 94,02 74,13 42,80 7,44

Maluku 97,55 90,61 70,39 15,86

Maluku Utara 97,35 88,37 61,85 14,40

Papua Barat 90,94 88,38 56,00 11,53

Papua 80,38 77,54 53,64 13,50

Indonesia 97,39 84,08 53,92 11,38

Kelompok UmurProvinsi

Sumber : Susenas 2006, BPS

Demikian pula pada kelompok umur 13 – 15 angka APS per provinsi tidak

meperlihatkan kesenjangan yang signifikan, APS tertinggi untuk kelompok umur

ini terjadi di Provinsi Bengkulu sebesar 96,75 persen dan yang terendah ada di

Provinsi Sulawesi Barat sebesar 74,13 persen. Kesenjangan semakin lebar pada

APS umur 16 – 18, pada kelompok umur ini APS tertinggi ada di Provinsi NAD

sebesar 72,43 persen dan yang terndah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 42,80

persen. Pada kelompok umur 19 –24 tahun APS tertinggi di Propvinsi D.I

Yogyakarta sebesar 39,71 persen dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau

sebesar 5,96 persen.

Page 11: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

11

3.3 Angka Partisipasi Kasar (APK)

Bila APS digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia

sekolah yang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan, tanpa melihat jenjang

pendidikannya, maka Angka Partisipasi Kasar (APK), mengindikasikan partisipasi

penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai jenjang pendidikannya.

Angka APK ini bisa lebih besar dari 100 persen karena populasi murid yang

bersekolah di suatu jenjang pendidikan, mencakup anak diluar batas usia sekolah

pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. APK digunakan untuk mengukur

keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam

rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan.

APK untuk kelompok umur SD tahun 2006 (Tabel 3.4) tercatat sebesar

109,95 persen, kelompok umur SMP sebesar 81,87 persen, kelompok umur SMA

sebesar 56,69 persen dan pada kelompok umur PT tercatat sebesar 12,16

persen. Secara umum APK di daerah perkotaan untuk semua kelompok umur

lebih besar dibandingkan didaerah pedesaan, kecuali untuk kelompok umur SD

APK di daerah pedesaan lebih besar dari daerah perkotaan. APK daerah

pedesaan untuk kelompok umur SD tercatat 110,28 persen sedangkan APK

daerah perkotaan tercatat sebesar 109,47 persen.

Tabel 3.4 Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Tipe Daerah,Jenis Kelamin & Jenjang Pendidikan,

Tahun 2006

SD SMP SM PT(2) (3) (4) (5)

Perkotaan

Laki-laki 109,60 90,40 73,38 19,16

Perempuan 109,34 91,10 70,91 17,79

L + P 109,47 90,74 72,15 18,47

Perdesaan

Laki-laki 110,80 75,23 43,43 5,88

Perempuan 109,72 76,57 46,36 6,66

L + P 110,28 75,87 44,80 6,27

K + D

Laki-laki 110,32 81,25 56,00 12,22

Perempuan 109,56 82,53 57,42 12,11

L + P 109,95 81,87 56,69 12,16

TipeDaerah / Jenis KelaminKelompok Umur (tahun)

(1)

Sumber : Susenas 2006, BPS

Page 12: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

12

Tabel 3.5 memperlihatkan perbandingan antara APK madrasah dengan

APK nasional menurut jenjang pendidikannya, dimaksudkan untuk melihat peran

madrasah dibandingkan dengan sekolah umum lainnya menurut jenjang

pendidikannya. Data yang tersedia untuk diperbandingkan hanya 2 tahun yaitu

tahun 2003 dan 2006, diharapkan sudah dapat memperlihatkan perkembangan

partisipasi kasar (APK) madrasah dan perannya pada perkembangan APK

nasional pada periode tersebut.

Selama periode 2003 sd 2006 APK SD/MI secara nasional mengalami

peningkatan dari 105,82 persen menjadi 109,95 persen tetapi APK Madrasah

Ibtidaiyah mengalami penurunan dari 11,00 persen menjadi 10,85 persen.

Demikian juga APK untuk SMP dan MTs serta SMA dan MA pada dua periode

tersebut yaitu tahun 2003 dan 2006 selalu mengalami kenaikan yaitu dari 81,09

persen menjadi 81,87 persen untuk APK SMP dan MTs serta untuk APK SMA dan

MA dari 50,89 persen menjadi 56,69 persen. APK MTs ikut menunjang kenaikan

APK tingkat SMP yaitu 14,26 persen menjadi 16,07 persen sedangkan APK

Madrasah Aliyah ikut menunjang kenaikan APK tingkat SMA yaitu dari 5,05

persen menjadi 5,84 persen.

Di tingkat SD/MI, pada periode tahun 2003 hingga 2006 semua provinsi

mengalami kenaikan APK. Akan tetapi di tingkat MI, yang secara nasional APK-

nya mengalami penurunan disebabkan APK di beberapa provinsi yang juga

mengalami penurunan. Provinsi-provinsi tersebut antara lain Nangroe Aceh

Darussalam (NAD), Bengkulu, Babel, Jawa Timur, Banten, NTB, Kalteng, Kalsel,

Sultera, Maluku Utara dan Papua. Di tingkat SMP/MTS secara nasional APK

mengalami kenaikan. Akan tetapi, beberapa provinsi ternyata mengalami

penurunan. Provinsi-provinsi tersebut antara lain Sumatera Utara, Sumatera

Barat, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Bali, Kaltim dan Sulut.

Di tingkat MTS, penurunan APK hanya terjadi di tiga provinsi yaitu, Sultera,

Maluku Utara, Papua.

Selanjutnya untuk tingkat SMA/MA, penurunan APK terjadi di provinsi-

provinsi NAD, DKI Jakarta, DIY dan Bali. Sementara itu, di tingkat Madrasah

Aliyah penurunan APK terjadi di provinsi Bengkulu, DIY, Maluku Utara dan Papua.

Penurunan APK tingkat madrasah Ibtidaiyah tahun 2006 dibandingkan 2003

Page 13: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

13

mencerminkan berkurangnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya

khusus pada tingkat dasar ke madrasah, bilamana tuntutan orangtua pada mutu

pendidikan, maka hal ini mengindikasikan bahwa orang tua menganggap mutu

madrasah masih dibawah mutu sekolah dasar secara umum.

Tabel 3.5 Angka Partisipasi Kasar (APK) Periode 2003 & 2006

2003 2006 2003 2006 2003 2006 2003 2006 2003 2006 2003 2006NAD 107,64 113,40 17,16 16,30 94,16 96,50 20,15 19,42 74,42 73,70 10,04 11,64Sumatera Utara 107,62 111,57 4,20 4,70 89,63 89,48 15,92 17,23 65,87 68,78 5,27 6,22Sumatera Barat 105,23 108,85 2,06 2,49 87,86 83,53 16,87 18,68 63,92 67,69 6,39 7,26Riau 107,19 110,00 5,34 6,32 84,93 89,88 19,00 20,50 61,61 63,18 5,57 7,51Jambi 108,41 113,35 33,71 36,22 81,58 71,47 17,14 18,39 50,55 51,51 6,87 8,67Sumatera Selatan 106,77 112,92 4,80 5,29 76,08 84,24 8,63 8,77 45,58 53,16 3,73 4,14Bengkulu 103,98 110,40 4,41 3,89 79,86 85,60 8,39 6,59 52,17 60,72 4,86 4,56Lampung 107,26 111,55 7,46 8,72 83,03 80,83 13,44 15,62 45,01 51,55 3,96 5,53Babel 114,38 114,87 3,52 3,33 68,47 73,74 7,52 7,77 42,80 50,27 2,77 3,35Kepri 0,00 111,33 0,00 5,78 0,00 91,79 0,00 8,88 0,00 67,52 0,00 3,51DKI Jakarta 106,57 109,63 8,92 11,95 98,14 92,66 6,42 10,15 77,47 68,95 2,06 2,94Jawa Barat 102,85 107,51 10,02 10,82 76,91 75,13 14,25 17,25 42,77 51,07 3,90 4,23Jawa Tengah 107,70 111,00 12,68 12,82 84,37 82,11 16,21 17,18 46,93 54,54 4,96 5,33DI Yogyakarta 102,83 107,97 3,89 4,13 100,57 91,30 9,31 10,33 75,32 72,57 5,78 5,06Jawa Timur 106,74 109,26 25,32 22,09 82,87 86,19 18,64 21,94 51,52 58,14 7,72 8,81Banten 105,01 108,28 11,57 9,68 77,19 77,47 20,89 22,94 45,54 50,16 5,15 5,65Bali 106,26 110,45 2,41 3,25 88,27 85,01 1,50 1,76 68,16 67,33 0,79 1,01Nusa Tenggara Barat 103,03 107,19 9,66 9,07 69,54 83,58 24,58 25,93 41,95 54,87 12,65 13,78Nusa Tenggara Timur 106,28 114,12 2,16 2,80 56,82 65,39 1,81 2,33 33,97 44,65 0,90 1,33Kalimantan Barat 110,02 114,56 5,03 6,58 71,93 77,93 6,85 8,64 39,56 43,76 2,61 3,74Kalimantan Tengah 109,58 113,11 9,55 9,21 76,91 80,46 10,22 10,91 48,89 50,84 3,49 4,54Kalimantan Selatan 106,21 112,21 17,26 16,51 74,76 78,02 23,22 24,53 39,18 47,37 8,83 9,76Kalimantan Timur 107,29 111,45 3,42 4,67 89,61 83,41 8,10 10,72 65,73 71,54 3,83 4,91Sulawesi Utara 105,80 112,70 2,04 2,51 93,75 83,71 2,30 3,01 59,96 67,53 0,92 1,22Sulawesi Tengah 106,39 113,45 2,52 3,09 76,35 77,48 10,36 11,78 42,96 53,34 3,94 5,53Sulawesi Selatan 101,67 107,70 5,35 5,91 67,75 74,28 9,83 13,07 46,36 55,54 4,21 6,56Sulawesi Tenggara 105,17 109,25 2,47 2,35 81,77 91,40 10,32 9,38 47,34 57,58 4,47 4,66Gorontalo 97,59 111,20 3,13 3,89 65,12 65,68 10,01 11,18 33,57 46,48 4,14 5,59Sulawesi Barat 0,00 106,06 0,00 4,47 0,00 68,90 0,00 4,78 0,00 44,41 0,00 2,55Maluku 107,93 112,24 5,32 6,77 84,72 95,96 6,09 8,00 56,72 70,05 2,53 3,81Maluku Utara 112,48 116,06 3,53 2,51 79,72 84,28 13,15 9,90 49,90 67,80 5,72 4,57Papua 99,88 114,44 1,23 1,21 67,90 77,68 1,69 0,91 41,53 52,21 0,62 0,36Papua Barat 0,00 98,83 0,00 2,99 0,00 71,87 0,00 4,38 0,00 49,41 0,00 1,74Indonesia 105,82 109,95 11,00 10,85 81,09 81,87 14,26 16,07 50,89 56,69 5,05 5,84

ProvinsiSD/MI MI SMP/MTS MTS SMU/K/MA MA

Sumber : 1. Data Susenas 2003 dan 2006, BPS 2. Data Statistik Pendidikan Agama, Depag

Kenaikan APK Madrasah Tsanawiyah demikian juga APK Madrasah Aliyah

bila ditelaah lebih jauh juga belum tentu karena kualitasnya lebih baik dari

sekolah umum lainnya yang sederajat, bisa jadi karena daya tampung sekolah-

sekolah lainnya yang terbatas menyebabkan madrasah menjadi salah satu pilihan

untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dapat diperkuat dengan

data sebagaimana yang ditunjukan pada tabel 3.6. Jumlah murid Madrasah

Page 14: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

14

Tsanawiyah yang berasal dari SD negeri dan SD swasta ternyata menempati

porsi terbesar yaitu kurang lebih sebesar 70 persen. Berdasarkan data pada tabel

3.6 jumlah murid baru Madrasah Tsanawiyah tahun 2001/2002 berasal dari SDN

sebesar 65,59 persen dan SD swasta sebesar 1,90 persen. Tahun 2004/2005

jumlah murid MTs yang berasal dari SDN mencapai 70,64 persen dan dari SD

swasta sebesar 2,25 persen, tahun 2004/2005 merupakan rekor terbesar murid

MTs yang berasal dari SDN dan SD swasta. Keadaan tahun 2006/2007 jumlah

murid yang berasal dari SDN dan SD swasta. Keadaan tahun 2006/2007 jumlah

murid yang berasal dari SDN dan SD swasta sedikit menurun yaitu mencapai

69,44 persen untuk murid yang berasal dari SDN dan 2,96 persen untuk murid

yang berasal dari SD swasta.

Tabel 3.6 Jumlah Pendaftar & Siswa Baru pada Madrasah Tsanawiyah Berdasarkan Asal Sekolah

SDN SDS MIN MIS Jumlah %

Jumlah 753.212 496.244 13.558 41.959 161.333 713.094 94,67

% 69,59 1,90 5,88 22,62 100,00

Jumlah 796.996 523.658 16.302 44.455 167.006 751.421 94,28

% 477,23 313,56 9,76 26,62 827,16

Jumlah 786.003 524.103 15.774 42.669 161.647 744.193 94,68

% 70,43 2,12 5,73 21,72 100,00

Jumlah 811.290 541.738 17.254 43.238 164.721 766.951 94,53

% 70,64 2,25 5,64 21,48 100,00

Jumlah 866.915 560.592 18.623 45.469 190.434 815.118 94,03

% 68,77 2,28 5,58 23,36 100,00

Jumlah 915.643 588.375 25.086 43.476 190.424 847.361 92,54

% 69,44 2,96 5,13 22,47 100,00

2001/2002

2002/2003

Tahun PendaftarSiswa Baru Yang Diterima

2003/2004

2004/2005

2005/2006

2006/2007

Sumber: Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama

Hal yang sebaliknya diperlihatkan pada murid baru Madrasah

Aliyah,sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3.7. Dimana jumlah murid baru

Madrasah Aliyah yang berasal MTs negeri dan MTs swasta masih menempati

porsi yang terbesar yaitu sebesar 22,81 persen berasal dari MTsN dan 45,59

persen berasal dari MTsS pada tahun 2001/2002. Untuk tahun 2003/2004 jumlah

murid baru Madrasah Aliyah yang berasal dari MTs baik negeri maupun swasta

menempati porsi terbesar yaitu sebesar 21,33 persen berasal dari MTsN dan

sebesar 48,05 persen berasal dari MTsS. Sedangkan pada tahun 2006/2007

jumlah murid yang berasal dari MTsN sedikit menurun menjadi sebesar 19,33

persen dan yang berasal dari MTsS sebesar 47,86 persen.

Page 15: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

15

Kembali ke masalah APK maka peran madrasah dalam menyumbang APK

nasional dapat dihitung berdasarkan tabel 3.5. Besar peran Madrasah Ibtidaiyah

terhadap APK SD secara nasional adalah sebesar 10,40 persen pada tahun 2003

dan sebesar 9,87 persen tahun 2006. Madrasah Tsanawiyah dalam menyumbang

APK SMP secara nasional adalah sebesar 17,58 persen pada tahun 2003 dan

sebesar 19,63 persen tahun 2006. Di tingkat Madrasah Aliyah menyumbang APK

SMU/K sebesar 9,94 persen pada tahun 2003 dan sebesar 10,30 persen tahun

2006.

Tabel 3.7 Jumlah Pendaftar & Siswa Baru pada Madrasah Aliyah Berdasarkan Asal Sekolah

SMPN SMPS MTsN MTsS Jumlah %

Jumlah 271.698 57.003 21.304 56.527 112.973 247.807 91,21

% 23,00 8,60 22,81 45,59 100,00

Jumlah 295.420 61.334 22.830 57.271 115.743 257.178 87,06

% 23,85 8,88 22,27 45,01 100,00

Jumlah 291.714 58.951 21.049 55.748 125.576 261.324 89,58

% 22,56 8,05 21,33 48,05 100,00

Jumlah 298.763 62.983 22.693 57.306 129.839 272.821 91,32

% 23,09 8,32 21,00 47,59 100,00

Jumlah 319.405 66.682 24.175 59.037 139.378 289.272 90,57

% 23,05 8,36 20,41 48,18 100,00

Jumlah 341.933 73.559 27.072 59.301 146.805 306.737 89,71

% 23,98 8,83 19,33 47,86 100,00

2001/2002

2002/2003

Tahun PendaftarSiswa Baru Yang Diterima

2003/2004

2004/2005

2005/2006

2006/2007

Sumber: Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama

Gambaran yang diperlihatkan oleh asal sekolah pada murid baru Madrasah

Aliyah ini, mudah-mudahan bukan karena mutu pendidikan di Madrasah

Tsanawiyah baik Negeri maupun Swasta masih kalah oleh SMPN maupun SMP

swasta sehingga murid lulusan Madrasah Tsanawiyah kalah bersaing dengan

lulusan SMP dalam menempatkan lulusannya di SMU/K yang pada akhirnya

lulusan SMP yang tidak mendapatkan tempat di bangku SMU/K memilih masuk

Madrasah Aliyah, sedangkan lulusan MTs hanya sebagian kecil saja yang bisa

masuk SMU/K dan sebagian besarnya kembali masuk ke Madrasah Aliyah.

Berdasarkan series dari tahun 2001/2002 sampai dengan 2006/2007

(tabel 3.8 ) APK Madrasah Ibtidaiyah berturut-turut adalah 10,82 ; 11,02 ; 10,99

; 12,06 ; 10,92; dan10,78 persen. Di tingkat Madrasah Tsanawiyah berturut-turut

Page 16: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

16

APK MTs dari tahun 2001/2002 sampai dengan 2006/2007 adalah 13,49; 14,21;

14,32; 15,89; 15,79; dan 16,34 persen. Berdasarkan series tersebut APK

Madrasah Aliyah berturut-turut adalah 4,69; 4,95, meningkat lagi menjadi 5,15

kemudian 5,73; 5,70 dan pada tahun 2006/2007 meningkat lagi menjadi 5,99

persen.

Tabel 3.8 Angka Partisipasi Kasar (APK) Periode 2001/2002 s.d 2006/2007

TahunMadrasah Ibtidaiyah

Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Aliyah

2001/2002 10,82 13,49 4,69

2002/2003 11,02 14,21 4,95

2003/2004 10,99 14,32 5,15

2004/2005 12,06 15,89 5,73

2005/2006 10,92 15,79 5,70

2006/2007 10,78 16,34 5,99 S

umber: Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama

3.4. Rasio siswa per Sekolah/Kelas

Untuk menelusuri minat masyarakat terhadap madrasah baik Madrasah

Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah dapat diamati melalui

rasio siwa per sekolah-nya. Pada periode tahun 2001/2002 hingga periode tahun

2006/2007 seperti terlihat pada tabel 3.9 tercatat bahwa rasio siswa persekolah

untuk MI, MTS dan MA lebih rendah daripada rasio siswa SD/MI, SMP/MTS dan

SMU/K/MA.

Jumlah siswa per sekolah SD+MI selama periode 2001/2002 sampai dengan

2006/2007 berkisar antara 174 – 179, untuk rasio siswa per Madrasah Ibtidaiyah

berkisar antara 133 – 136 dan ada gerakan menurun pada tahun 2006/2007. Di

tingkat SMP+MTs jumlah siswa per sekolah berkisar antara 338 – 358 ada

penurunan di tahun 2006/2007 yang bisa mencerminkan bertambahnya jumlah

sekolah SMP+MTs. Ditingkat MTs sendiri jumlah siswa per sekolah hanya

berkisar 177 – 182. Terakhir untuk tingkat SMU/K/MA jumlah siswa per sekolah

berkisar antara 363 – 395, yang terendah justru di tahun 2006/2007 ,sama

dengan pada kasus SMP, hal ini bisa mengindikasikan tambahnya jumlah

Page 17: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

17

sekolah. Pada tingkat madrasah Aliyah jumlah siswanya hanya berkisar 158 –

175, yang mana kondisi jumlah siswa tertinggi tercatat pada tahun 2001/2002.

Tabel 3.9 Rasio Siswa per Sekolah

SD/MI MI SMP/MTS MTs SMU/K/MA MA

2001/2002 174 135 358 182 388 175

2002/2003 177 136 356 181 391 174

2003/2004 178 135 354 178 395 164

2004/2005 176 134 339 177 382 159

2005/2006 175 133 338 178 375 158

2006/2007 179 133 342 182 363 162

TahunSiswa per Sekolah

Sumber : Depdiknas dan Depag

Dari data tersebut menimbulkan pertanyaan apakah daya tampung

madrasah sudah optimal atau belum karena jumlah siswa per sekolah lebih

rendah dari rata-rata secara nasional pada setiap jenjang pendidikan. Untuk

memperkuat jawaban bila pada kenyataannya daya tampung madrasah tersebut

belum optimal dapat diperlihatkan oleh tabel 3.10 yaitu tabel tentang rasio siswa

per kelas yang diperbandingkan dengan kondisi rasio siswa per-kelas untuk

semua sekolah termasuk didalamnya madrasah.

Jumlah siswa per-kelas secara nasional disemua jenjang pendidikan

umumnya lebih tinggi dari madrasah hanya untuk kondisi tahun 2001/2002

jumlah siswa per-kelas di madrasah lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu

pada tingkat MI jumlah siswa perkelas tahun 2001/2002 tercatat 49 dan untuk

SD+MI hanya 26, demikian juga untuk MTs jumlah siswa perkelas pada tahun

itu tercatat 52 dan untuk SMP+MTs jumlah siswa perkelasnya adalah 39.

Selanjutnya pada tingkat MA jumlah siswa perkelas pada tahun tersebut tercatat

42 dan pada tingkat SMU/K/MA jumlah siswa perkelasnya tercatat 38. Periode

selanjutnya yaitu tahun 2002/2003 sampai 2006/2007 jumlah siswa perkelas

pada madrasah selalu menurun dan berada dibawah rata-rata nasional.

Page 18: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

18

Tabel 3.10 Rasio Siswa per Kelas

SD/MI MI SMP/MTS MTs SMU/K/MA MA2001/2002 26 49 39 52 38 42

2002/2003 26 25 38 33 38 30

2003/2004 26 25 38 32 38 29

2004/2005 26 25 37 32 37 29

2005/2006 26 24 36 31 36 28

2006/2007 30 24 37 31 36 29

Tahun Siswa per Kelas

Sumber : Depdiknas dan Depag

Berdasarkan kondisi jumlah siswa persekolah dan jumlah siswa perkelas

madrasah yang selalu dibawah rata-rata nasional (sekolah umum dan madrasah)

ini maka dapatlah disimpulkan bahwa daya tampung madrasah masih belum

optimal dan perlu ditingkatkan lagi.

Gambaran sebaran jumlah siswa persekolah menurut provinsi disajikan

pada tabel 3.11, dan ternyata seperti yang tercatat pada tahun 2006/2007 tidak

semua provinsi jumlah siswa per madrasah-nya lebih rendah dari rata-rata

nasional. Untuk Madrasah Ibtidaiyah jumlah siswa per sekolah yang lebih tinggi

dari rata-rata nasional ada di Provinsi NAD, Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi

Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat. Sementara itu pada tingkatan SMP dan

SMA jumlah Siswa per sekolah dari Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah

disemua provinsi lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah siswa per

sekolah SMP+MTs dan SMU/K+MA.

Jumlah siswa per Madrasah Ibtidaiyah secara nasional tahun 2006/2007

tercatat 133 siswa. Provinsi-provinsi yang tercatat diatas rata-rata jumlah siswa

per sekolahnya adalah provinsi NAD, Bali, Kalimantan Timur, Maluku , Papua dan

Papua Barat. Hal tersebut menandakan minat orangtua untuk menyekolahkan

anaknya di Madrasah Ibtidaiyah sangat tinggi. Untuk provinsi NAD dan

Kalimantan Timur yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan terkenal

sebagai muslim yang taat dapat di maklumi bila madrasah menjadi prioritas

utama di sana. Akan tetapi lain halnya dengan Provinsi Bali, Maluku, Papua dan

Papua Barat dimana mayoritas penduduknya beragama non muslim. Mungkin

dikarenakan penduduk muslim yang menetap di Provinsi tersebut adalah

minoritas, maka orang tua lebih mempercayakan pendidikan dasar Islam

anaknya ke sekolah umum.

Page 19: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

19

Di tingkat MTS, pada periode 2006/2007 rasio siswa per sekolah adalah

182. Provinsi-provinsi yang memiliki rasio siswa per sekolah di atas rata-rata

adalah NAD, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan

Banten.

Di tingkat Madrasah Aliyah, pada periode tahun 2006/2007 rasio siswa

per sekolah adalah 162. Provinsi-provinsi yang memiliki rasio di atas rata-rata

adalah NAD, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB,

NTT dan Kalimantan Selatan.

Tabel 3.11. Rasio Siswa per Sekolah Menurut Provinsi Periode 2006/2007

SD/MI MI SMP/MTS MTs SMU/K/MA MANAD 167 201 357 212 336 228

Sumatera Utara 192 141 347 185 363 143

Sumatera Barat 161 142 370 175 449 144

Riau 212 99 282 130 339 117

Jambi 163 105 231 121 316 119

Sumatera Selatan 201 130 318 129 357 154

Bengkulu 185 104 280 133 334 201

Lampung 235 125 311 155 344 143

Bangka Belitung 174 107 275 131 317 141

Kepulauan Riau 190 159 229 128 254 91

DKI Jakarta 273 186 387 206 387 166

Jawa Barat 213 162 446 226 401 153

Jawa Tengah 168 135 433 264 466 251

DI Yogyakarta 146 80 330 221 341 252

Jawa Timur 158 125 349 178 398 177

Banten 274 158 439 213 361 147

Bali 165 199 488 131 477 164

Nusa Tenggara Barat 200 106 425 142 392 168

Nusa Tenggara Timur 171 116 285 118 339 184

Kalimantan Barat 161 138 230 123 240 156

Kalimantan Tengah 119 125 168 145 203 139

Kalimantan Selatan 137 122 247 181 281 175

Kalimantan Timur 187 134 275 132 261 133

Sulawesi Utara 117 129 175 102 252 105

Sulawesi Tegah 129 86 214 104 268 99

Sulawesi Selatan 164 103 315 112 359 114

Sulawesi Tenggara 140 114 315 125 343 127

Gorontalo 158 94 281 119 393 120

Sulawesi Barat 136 95 292 84 283 108

Maluku 132 135 188 130 313 150

Maluku Utara 125 113 200 125 192 128

Papua 145 166 237 61 266 50

Papua Barat 133 135 190 182 320 136

Indonesia 179 133 342 182 363 162

Provinsi Siswa per Sekolah

Sumber : Depdiknas dan Depag

Page 20: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

20

Rasio siswa per kelas menurut provinsi pada tahun 2006/2007

sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3.12 mencatat rasio siswa per kelas di

tingkat Madrasah Ibtidaiyah adalah 24. Di tingkat Madrasah Tsanawiyah adalah

31 dan di tingkat Madrasah Aliyah adalah 29. Provinsi- provinsi NAD, Sumatera

Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kepri, DKI Jakarta, Jawa Barat,

Banten, Bali, Papua dan Papua Barat tercatat memiliki rasio siswa per kelas yang

lebih tinggi dari rata-rata rasio siswa per kelas Indonesia pada tingkat Madrasah

Ibtidaiyah.

Tabel 3.12. Rasio Siswa per Kelas Menurut Provinsi Periode 2006/2007

SD/MI MI SMP/MTS MTs SMU/K/MA MANAD 26 28 37 29 31 33

Sumatera Utara 28 27 38 32 39 29

Sumatera Barat 32 21 34 26 36 25

Riau 29 23 35 28 37 26

Jambi 27 26 34 24 36 25

Sumatera Selatan 30 25 35 26 36 26

Bengkulu 30 18 36 23 35 30

Lampung 30 25 40 32 37 29

Bangka Belitung 26 20 35 14 34 24

Kepulauan Riau 28 27 32 23 30 23

DKI Jakarta 33 28 38 33 35 23

Jawa Barat 33 30 37 37 37 27

Jawa Tengah 28 22 38 34 38 32

DI Yogyakarta 23 14 36 27 34 26

Jawa Timur 26 21 37 33 37 32

Banten 31 30 39 34 34 27

Bali 30 48 37 20 38 26

Nusa Tenggara Barat 33 19 38 29 37 34

Nusa Tenggara Timur 29 21 34 23 32 26

Kalimantan Barat 31 24 37 25 33 30

Kalimantan Tengah 33 23 33 29 30 29

Kalimantan Selatan 30 20 33 28 33 29

Kalimantan Timur 32 23 33 28 34 30

Sulawesi Utara 30 23 32 24 31 22

Sulawesi Tegah 31 18 35 23 33 25

Sulawesi Selatan 30 18 34 21 36 26

Sulawesi Tenggara 31 23 34 28 35 31

Gorontalo 30 16 34 20 33 24

Sulawesi Barat 32 20 34 20 34 28

Maluku 32 23 31 31 35 33

Maluku Utara 34 19 31 27 29 21

Papua 31 26 36 19 34 13

Papua Barat 33 25 36 33 32 25

Indonesia 30 24 37 31 36 29

Provinsi Siswa per Kelas

Sumber : Depdiknas dan Depag

Page 21: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

21

Di tingkat Madrasah Tsanawiyah provinsi-provinsi yang memiliki rasio

siswa per kelas lebih tinggi dari rata-rata Indonesia adalah Sumatera Utara,

Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan

Papua Barat. Adapun provinsi-provinsi NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa

Timur, NTB, Kalimantan Barat ,Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara dan Maluku

tercatat memiliki rasio siswa per kelas lebih tinggi dari rata-rata Indonesia untuk

tingkat Madrasah Aliyah.

3.5. Analisis Kohort

Penelurusan kohort siswa adalah pengamatan terhadap sekelompok siswa

dari mulai masuk sekolah sampai dengan menyelesaikan sekolahnya di tiap

tingkat pendidikan. Tujuan penelusuran ini untuk melihat tingkat keberhasilan

siswa tersebut pada tiap-tiap tingkatan sehingga bisa diperoleh probabilitas

keberhasilan siswa tiap tingkatan sampai probabilitas kelulusan siswa.

Penelusuran kohort siswa ini sebaiknya dilakukan untuk series minimal 7 tahun

bagi kohort SD, 4 tahun bagi kohort SMP dan 4 tahun bagi kohort SMA/SLTA,

karena bisa ditelusuri dari mulai masuk suatu jenjang pendidikan sampai dengan

selesai lulus.

Oleh karena data yang tersedia untuk tingkat madrasah ini hanya 4

tahun maka penelusuran kohort ini hanya untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah

dan Madrasah Aliyah saja.

3.5.1 Kohort Siswa Madrasah Tsanawiyah

Penelusuran kohort siswa Madrasah Tsanawiyah dimulai tahun 2001/2002

sampai dengan 2004/2005 karena ketersediaan datanya hanya untuk tahun

tersebut. Siswa baru tahun 2001/2002 berjumlah 713.094 ditambah yang

mengulang di kelas 1 maka siswa kelas 1 berjumlah 715.785, murid kelas 2

sebanyak 660.164 dan murid kelas 3 tercatat sebanyak 585.562, sedangkan

lulusan tahun 2001/2002 berjumlah 572.913 atau sebanyak 97,84 persen dari

jumlah murid kelas 3.

Tahun 2002/2003 sebanyak 96,73 persen murid kelas 1 naik ke kelas 2

demikian juga murid kelas 2 naik ke kelas 3 sebanyak 95,08 persen. Di tahun

berikutnya yaitu tahun 2003/2004 murid kelas 2 naik ke kelas 3 sebanyak 92,60

Page 22: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

22

persen, sehingga tersisa sebanyak 634.561 siswa dari 715.785 siswa yang

masuk pada tahun 2001/2002. Dan yang lulus sebanyak 621.362 siswa. Dengan

demikian bila ditelusuri siswa yang masuk tahun 2001/2002 sebanyak 715.785

siswa sampai dia lulus hanya tinggal 621.362 siswa atau sebanyak 86,81 persen.

3.13 Kohort Siswa Madrasah Tsanawiyah

2001/2002 713.094,00 715.785,00 660.164,00 585.562,00 …100,00

95,73 95,08 97,99

2002/2003 751.421,00 753.815,00 685.254,00 627.678,00 573.792,20100,00

92,88 92,60 97,92

2003/2004 744.193,00 746.873,00 700.142,00 634.561,00 614.622,30100,00

94,38 93,54 97,92

2004/2005 766.951,00 769.725,00 704.909,00 654.930,00 621.362,13

TahunSiswa Baru Tingkat

ITingkat LulusanI II III

Sumber: Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama

Dalam periode 3 tahun tersebut siswa kelas 1 yang naik ke kelas 2

masing-masing sebanyak 95,73 persen, 92,88 persen dan 94,38 persen. Dan

siswa kelas 2 yang naik ke kelas 3 masing-masing sebanyak 95,08 persen, 92,62

persen dan 93,54 persen. Tingkat kelulusan siswa kelas 3 selama 3 tahun

tersebut berkisar sekitar 97 – 98 persen.

3.5.2 Kohort Siswa Madrasah Aliyah

Penelusuran kohort siswa Madrasah Aliyah juga dilakukan mulai tahun

2001/2002 sampai dengan tahun 2004/2005. Siswa baru tahun 2001/2002

ditambah siswa yang tidak naik ke kelas 2 berjumlah 248.568 siswa, siswa kelas

2 sebanyak 220.557 dan siswa kelas 3 berjumlah 191.989 siswa. Tahun

2002/2003 sebanyak 91,98 persen siswa kelas 1 naik ke kelas 2 dan sebanyak

96,00 persen siswa kelas 2 naik ke kelas 3. Di tahun berikutnya yaitu tahun

2003/2004 murid kelas 2 naik ke kelas 3 sebanyak 97,86 persen sehingga tersisa

223.729 siswa dari 248.568 siswa yang duduk di kelas 1 tahun 2001/2002. Dan

yang lulus sebanyak 220.842 siswa.

Page 23: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

23

3.14. Kohort Siswa Madrasah Aliyah

2001/2002 247.807,00 248.558,00 220.557,00 191.989,00 …100,00

91,98 96,00 98,71

2002/2003 257.178,00 257.949,00 228.620,00 211.735,00 189.512,34100,00

93,42 97,86 98,71

2003/2004 261.324,00 262.195,00 240.969,00 223.729,00 209.003,62100,00

91,29 96,14 98,50

2004/2005 272.821,00 273.696,00 239.363,00 231.677,00 220.373,07

Tahun Siswa Baru Tingkat I

Tingkat LulusanI II III

Sumber: Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen Agama

Dengan demikian bila di telusuri dari siswa yang duduk di kelas 1

tahun2001/2002, 3 tahun kemudian yang lulus hanya tinggal 220.842 atau

tinggal sebanyak 88,84 persen saja. Dalam periode 3 tahun tersebut siswa kelas

1 yang naik kekelas 2 masing-masing sebanyak 91,98 persen, 93,42 persen dan

91,29 persen. Kemudian siswa kelas 2 yang naik ke kelas 3 masing-masing

adalah 96,00 persen, 97,86 persen dan 96,14 persen. Adapun tingkat kelulusan

pada Madrasah Aliyah selama 3 tahun tersebut berkisar sekitar 98 – 99 persen.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan

a. Berdasarkan capaian angka APS dan APK 2006 maka Target pembangunan

pendidikan sampai akhir tahun 2009 sebagaimana ditetapkan dalam PP No.7

tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah, masih bisa

dicapai.

b. Sebaran APS per provinsi yang cukup merata pada kelompok umur 7 – 12

dan 13 – 15 menunjukan bahwa program wajib belajar 9 tahun umumnya

secara merata telah dilaksanakan di seluruh Indonesia.

c. Angka Partisipasi Kasar (APK) Nasional untuk daerah perkotaan lebih besar

dari daerah pedesaan untuk semua jenjang pendidikan kecuali untuk

kelompok umur SD APK pedesaan lebih tinggi dari APK perkotaan.

d. Penurunan APK Madrasah Ibtidaiyah dari tahun 2003 ke 2006 padahal di lain

pihak APK SD+MI mengalami kenaikan, bisa mengindikasikan adanya

Page 24: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

24

penurunan minat orang tua untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke

madrasah. Kenaikan APK pada MTs selama periode tahun 2003 – 2006

bahkan bisa mengindikasikan lain hal mengingat asal sekolah siswa baru

yang mendaftar ke MTs mencapai lebih dari 70 persen berasal dari sekolah

SDN dan SD swasta. Kondisi ini bisa jadi karena daya tampung SMPN

maupun swasta terbatas, sehingga lulusan SD banyak yang melanjutkan

sekolahnya ke Madrasah Tsanawiyah.

e. Hal sebaliknya diperlihatkan pada Madrasah Aliyah, yang siswa barunya yang

berasal dari SMP masih dibawah 50 persen, Hal ini bisa mengindikasikan

bahwa lulusan MTs masih banyak yang berminat melanjutkan pendidikannya

ke MA, atau bisa juga lulusan MTs kalah bersaing untuk memperebutkan

tempat di SMU/K.

f. Berdasarkan angka-angka rasio jumlah murid dengan jumlah kelas dan

sekolah dimana jumlah murid per kelas/persekolah dari madrasah umumnya

lebih rendah dari total Nasional masing-masing menurut jenjang

pendidikannya menunjukan masih rendahnya daya tampung madrasah dan

ini bisa ditingkatkan lagi dengan meningkatkan mutu pendidikan madrasah

sehingga minat untuk bersekolah di madrasah makin besar pula.

g. Analisis kohort tidak bisa dilakukan khususnya pada murid Madrasah

Ibtidaiyah karena series data yang tersedia tidak cukup panjang, hanya 4

tahun saja. Dan ini juga series minimal untuk dapat melakukan penelusuran

kohort siswa pada MTs dan MA.

4.2. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan yang diperoleh dari bahasan diatas maka

disarankan agar dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan minat orangtua

untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke Madrasah. Upaya-upaya tersebut

bisa berarti melakukan peningkatan mutu pendidikan madrasah dengan

perubahan kurikulum ataupun dengan peningkatan mutu tenaga pengajar.

Dengan demikian madrasah ini jangan cuma dipandang sebagai pelengkap dalam

sistem pendidikan nasional melainkan harus menjadi penunjang utamanya.

Page 25: Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan pada Madrasah

25

5. Daftar Bacaan

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Rangkuman Statistik Persekolahan 2006/2007. Jakarta. Depdiknas.

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Pendidikan 2006 (Hasil Susenas). Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007. Jakarta

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, Jakarta: Depdiknas.

Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama. Series 2001/2002 sd 2005/2006. Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta. Depag.

Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama. 2007. Kerja Keras Memperbaiki Mutu Madrasah. Jakarta. Depag

Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Genesindo

Suryadi,Ace. 2008. Kependudukan dan Pembangunan Pendidikan, Jakarta Undang- Undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional