Analisis Suhu Permukaan Laut

Embed Size (px)

Citation preview

SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI PERAIRAN SELATAN SULAWESI TENGGARA SEA SURFACE TEMPERATURE AND ITS RELATION WITH YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacores) CATCH AT SOUTHEAST SULAWESI SOUTHERN WATERS ABSTRACT The objective of this study was to find out the relation of Sea Surface Temperature (SST) and Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Catch Per Unit Effort (CPUE) especially in Southeast Sulawesi Southern Waters. Study was conducted from February to June 2004. SST and CPUE relation determined by descriptive analysis to dominant SST and monthly catch graphic. Degrees of relation measured by Correlation Analysis (r). The result of this study indicate s that big yellowfin tuna (> 10 kg/individu) has no obvious relation with SST, but small tuna (< 10 kg/individu) has significant relation with SST. Maximum CPUE obtain in dominant SST of 27,11C. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara Suhu Permukaan Laut (SPL) dan hasil tangkapan per unit usaha madidihang (Thunnus albacores) khususnya di perairan selatan Sulawesi Tenggara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2004. Hubungan SPL dan CPUE ditentukan melalui analisis deskriptif terhadap grafik SPL dominan dan hasil tangkapan bulanan. Derajat hubungan dihitung dengan menggunakan Analisis Korelasi (r). Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa hubungan SPL dan CPUE bulanan madidihang besar (ukuran lebih dari 10 kg per ekor) tidak memiliki pola yang jelas, sedangkan madidihang kecil (ukuran kurang dari 10 kg per ekor) mempunyai hubungan yang signifikan dengan SPL. Penurunan SPL akan diikuti oleh peningkatan CPUE bulanan madidihang kecil, di mana CPUE tertinggi diperoleh pada SPL dominan 27,11C. PENDAHULUAN Tuna adalah jenis ikan pelagis besar yang penyebarannya hampir meliputi seluruh perairan Indonesia. Pada umumnya ada empat jenis tuna yang terpenting di Indonesia yaitu madidihang, tuna mata besar, albakor dan tatihu/tuna sirip biru selatan. Dari keempat jenis tersebut madidihang pada umumnya merupakan jenis yang dominan di daerah tropis termasuk Indonesia.Madidihang (Thunnus albacares), merupakan salah satu sumberdaya ikan unggulan di Sulawesi Tenggara dengan daerah penangkapan di bagian selatan Kabupaten Buton. Sebagai jenis ikan pelagis besar, madidihang melakukan ruaya untuk melengkapi daur hidupnya. Banyak faktor yang mempengaruhi ruaya dan keberadaan tuna dalam suatu perairan, di antaranya adalah suhu dan kesuburan perairan. Distribusi ikan pelagis seperti madidihang dapat diprediksi melalui an alisis suhu optimum yang diketahui dan perubahan-perubahan suhu permukaan laut secara bulanan (Laevastu dan Hela 1970). Demikian pula suhu dan perubahanperubahannya sering merupakan indikator bagi kondisi dan perubahan-perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi distribusi ikan secara langsung. Penelitian tentang berbagai karakter oseanografi dan hubungannya dengan sebaran maupun hasil tangkapan madidihang telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut kebanyakan di luar wilayah perairan Indonesia atau di wilayah lintang sedang antara lain penelitian tentang suhu permukaan laut serta hubungannya deng an hasil tangkapan oleh Saito (1973) diacu dalam Burhanuddin (1984) di Pasifik Utar a, Power dan May (1991) di Teluk Meksiko Bagian Barat dan lain-lain. Di Indonesia penelitian tentang karakter oseanografi dan hubungannya dengan hasil tangkapan tuna masih terbatas dan utamanya berlokasi di Samudera Hindia (Lumban Gaol 2003; Halim 2005) atau di sekitar Laut Sulawesi dan daerah kepala burung Irian J aya (Waas 2004). Sedangkan penelitian di laut pedalaman seperti Laut Flores bagian timur masih sangat terbatas, padahal secara ekologis perairan ini memiliki arti yang sangat penting karena menurut Suda (1971) diacu dalam Burhanuddin (1984) perairan pedalaman Indonesia, di sekitar Laut Flores dan Laut Banda (Nontji 1993 ), kemungkinan merupakan tempat berbaur madidihang dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik atau tempat melintasnya madidihang. Saat ini pengukuran suhu permukaan laut telah dipermudah oleh adanya teknologi penginderaan jauh yang dapat menyiam areal permukaaan laut secara sinoptik untuk mendeteksi perubahan-perubahan fisik permukaan laut yang sangat dinamis. Citra satelit sebagai salah satu pengembangan teknologi deteksi suhu permukaan laut (SPL) telah digunakan sebagai acuan dalam pendeteksian daerah penangkapan ikan. Namun dalam kasus daerah penangkapan madidihang, perlu adanya kehati-hatian dalam penggunaan citra. Hal ini penting untuk diperhatikan karena nilai SPL yang diperoleh dari citra satelit hanya mengukur suhu pada bagi anpermukaan laut sampai kedalaman 0,1 milimeter saja, sedangkan madidihang merupakan spesies pelagis yang tidak menetap tepat di bawah permukaan laut tetap i menyebar ke dalam kolom air sampai di bagian atas termoklin. Kenyataan tersebut mendasari perlunya penelitian tentang hubungan antara SPL dengan keberadaan ikan yang dinyatakan dengan hasil tangkapan madidihang. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di perairan bagian selatan Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara di sekitar 5o00 -6o30 LS dan 122o00 -124o00 BT pada bulan Februari Juni 2004. Analisis citra SPL dilaksanakan di Laboratorium Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Laboratorium Penginderaan Jauh SEAMEO Biotrop Ciawi. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu data pendaratan ikan setiap bulan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan pengumpul dan pengolah tuna di Kabupaten Buton dan data SPL dari citra satelit NOAA-16/AVHRR yang berorbit sekitar jam 12.00-15.00, diperoleh dari LAPAN Jakarta. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) Citra LAC satelit NOAA-16/AVHRR bulan Januari 2002-April 2004. (2) Data hasil tangkapan pancing tonda bulan Januari 2002-April 2004 (3) Software Ermapper versi 5.5 untuk pengolahan citra (4) Software Mapinfo Professional versi 7.0 untuk aplikasi SIG (5) Software SPSS versi 11 untuk analisis statistik (6) Software Microsoft Excel untuk input data dan pembuatan grafik (7) Global Positioning System (GPS) tipe Garmin 2000 untuk penentuan posisi daerah penangkapan. Hubungan antara SPL dan hasil tangkapan madidihang dikaji melalui analisis deskriptif terhadap grafik SPL dominan dan hasil tangkapan bulanan. Bentuk persamaan regresi Y atas X yang paling cocok dengan keadaan data ditentukan berdasarkan pola titik-titik dalam diagram pencar (Sudjana 2002). Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel-variabel maka dilakukan Analisis Korelasi. Derajat hubungan dinyatakan dengan nilai Koefisien Korelasi (r). Koefisien Korelasi (r) merupakan akar dari Koefisien Determinasi (R2).. (Yi (Yi R2 =Y)2 -. Y)2.(4) . (Yi Y)2di mana : Y = rata-rata variabel Y Y = nilai Y dari Persamaan Regresi (Persamaan 3) R2 = Koefisien Determinasi Kisaran nilai Koefisien Korelasi -1 = r = +1 dan Koefisien Determinasi 0 = R2 = 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan SPL dan Hasil Tangkapan Madidihang Penangkapan tuna di perairan selatan Sulawesi Tenggara utamanya menggunakan alat tangkap huhate dan pancing tonda. Penelitian ini difokuskan pad a hasil tangkapan tuna dengan menggunakan pancing tonda. Perikanan pancing tonda di Kabupaten Buton yang berbatasan langsung dengan daerah penelitian memberikan kontribusi rata-rata 44,32% dalam produksi tuna di daerah ini. Unit penangkapan pancing tonda di Kabupaten Buton dari tahun 1999 sampai tahun 2002 mengalami perkembangan yang cukup signifikan rata-rata sebesar 46,85% per tahun. Di lain pihak, produksi tuna yang didominasi oleh jenis madidihang tidak menunjukkan peningkatan yang berarti seiring dengan pertambahan armada pancing tonda tersebut (Tabel 1). Tabel 1 Hasil Tangkapan (Ton), CPUE (Kg/Unit Alat) dan Jumlah Alat Tangkap (Unit) Pancing Tonda, 1997-2002 TAHUN ALAT TANGKAP HASIL TANGKAPAN CPUE (Unit) (Ton) (Kg/Unit Alat) 1997 * 279,9 1998 * 287,7 1999 430 292,3 679,77 2000 670 280,0 417,91 2001 927 289,9 312,73 2002 1357 333,1 245,47 * Tidak ada Data. Sumber : Data Diolah dari Dinas Perikanan Kabupaten Buton, 2004. Data hasil tangkapan madidihang untuk keperluan analisis hubungan SPL dan hasil tangkapan diperoleh dari perusahaan-perusahaan pengumpul dan pengolah yangberoperasi di daerah penelitian. Perusahaan ini membeli hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di daerah penangkapan sekitar lintang 5o30 -7o00 Selatan dan bujur 121o00 -124o00 Timur di antara Laut Flores dan Laut Banda yang merupakan daerah penangkapan tuna bagi nelayan dari Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Penangkapan tuna di Laut Flores bagian selatan Sulawesi Tenggara ini dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun demikian hasil tangkapan yang didaratkan mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Total produksi bulanan yang dikumpulkan dari perusahaan-perusahaan pengumpul dan pengolah hasil perikanan di Kabupaten Buton disajikan pada Gambar 1. HASIL TANGKAPAN (KG) 25000.0 20000.0 15000.0 10000.0 5000.0 0.0 BULAN >10 KG