50
ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI KORIDOR MEGA URBAN JABODETABEKPUNJUR BANDUNG RAYA SUGENG FEBRIANA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

  • Upload
    volien

  • View
    247

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH

DI KORIDOR MEGA URBAN

JABODETABEKPUNJUR – BANDUNG RAYA

SUGENG FEBRIANA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 3: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Spasial

Penyusutan Lahan Sawah di Koridor Mega Urban Jabodetabekpunjur – Bandung

Raya benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Sugeng Febriana

NIM A14120042

Page 4: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 5: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

ABSTRAK

SUGENG FEBRIANA. Analisis Spasial Penyusutan Lahan Sawah Kawasan Mega

Urban Jabodetabekpunjur – Bandung Raya. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI

dan YUDI SETIAWAN

Kondisi lahan sawah saat ini banyak mengalami konversi lahan. Beberapa

faktor yang menjadi pendorong konversi lahan sawah diantaranya adalah

pengembangan kegiatan industri dan permukiman. Dua kawasan metropolitan di

Indonesia yang berkembang pesat saat ini yakni Jabodetabekpunjur dan Bandung

Raya merupakan wilayah dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan

kawasan perkotaan tercepat di Indonesia. Perkembangan tersebut telah menjadi

salah satu pendorong terjadinya konversi lahan sawah. Penelitian ini bertujuan

untuk: 1) mengidentifikasi penyusutan luas area pertanian sawah berdasarkan

kombinasi data citra multi waktu (multitemporal) di koridor metropolitan

Jabodetabekpunjur – Bandung Raya, 2) mengidentifikasi dan membandingkan

faktor – faktor yang mempengaruhi penyusutan luas area pertanian sawah.

Luas sawah pada periode 1983-1996 mengalami kenaikan dan penurunan,

kenaikan terjadi pada wilayah kabupaten, sedangkan penurunan terjadi pada

wilayah kota. Pada periode selanjutnya 1996-2000, 2000-2005, 2005-2010, dan

2010-2015 semua wilayah cenderung mengalami penurunan. Periode dengan

tingkat penyusutan tertinggi adalah pada tahun 1996 – 2000, Sedangkan periode

yang mengalami tingkat penyusutan terendah terjadi pada tahun 1983-1996.

Wilayah yang mengalami konversi lahan sawah terbesar adalah Kabupaten Bogor

sedangkan wilayah yang mengalami rata – rata laju konversi terbesar adalah

wilayah Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan. Faktor-faktor fisik yang diukur

memiliki daya pengaruh berbeda - beda terhadap konversi lahan sawah, namun

jarak sawah ke jalan tol, ke jalan lainnya, ke sungai besar, dan ke lahan terbangun

merupakan empat faktor yang secara konsisten berpengaruh terhadap konversi

lahan sawah di semua periode tahun.

Kata Kunci : Lahan sawah, konversi, regresi linear logistik

Page 6: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

ABSTRACT

SUGENG FEBRIANA.. Spatial Analisys on Decreasing of Rice Field Areas in

Jabodetabekpunjur – Bandung Mega Urban Region. Supervised by ERNAN

RUSTIADI and YUDI SETIAWAN.

Paddy fields conditions currently experiencing a lot of land conversion.

Several factors are becoming the drivers of conversion such as the development of

industry and settlements. Two fastest growing metropolitan areas in Indonesia

(Jabodetabekpunjur and Bandung Raya metropolitan) experiencing population

growth and fast urban expansion. Such a development has become one of the main

drivers of wetland conversion. This study aims to: 1) identify the depreciation area

of rice cultivation based on a combination of image data multiple times

(multitemporal) in the corridor metropolitan Jabodetabekpunjur – Bandung Raya,

2) identify and compare the factors - factors that affect the depreciation area of rice

cultivation.

Paddy field in the period 1983-1996 has increased and decreased, the

increase occurred in the district, while the decrease occurred in urban areas. In the

next period 1996 - 2000, 2000 - 2005, 2005 - 2010, and 2010 - 2015 all regions tend

to decrease. The period with the highest decrease rate was in the year 1996 - 2000.

While the period that experienced the lowest rate of decrease occurred in 1983-

1996. Areas experiencing the largest wetland conversion is Bogor Regency, while

areas which experienced average - The average conversion rate is the city of Depok

and South Tangerang City. Physical factors measured has a different effect -

depending on wetland conversion, but the distance of the fields to the motorway,

between streets, to the great river, and to land up the four factors that have an effect

consistent with the wetland conversion in all periods of the year.

Keywords: Paddy fields, Linear regression logistics, land use change

Page 7: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH

DI KORIDOR MEGA URBAN

JABODETABEKPUNJUR – BANDUNG RAYA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

SUGENG FEBRIANA

Page 8: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 9: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 10: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 11: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini adalah

Analisis Spasial penyusutan lahan Sawah di Koridor Mega Urban

Jabodetabekpunjur – Bandung Raya.

Dengan selesainya karya ilmiah ini penulis mengucapkan rasa hormat dan

terima kasih sedalam-dalamnya kepada yang terhormat Dr. Ir. Ernan Rustiadi,

M.Agr selaku pembimbing I dan Dr. Yudi Setiawan M.Sc selaku pembimbing II,

serta Dr. Khursatul Munibah selaku dosen penguji atas ilmu, waktu, kritikan, dan

bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah

ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penghargaan dan rasa terima kasih yang tulus

disampaikan kepada:

1. Bapak dan Ibu, Sukarman dan Sukarni atas dukungan kasih sayang,

semangat, materil dan doa yang tidak pernah putus.

2. Pakdhe Supono, Pak Pranotoroso, Paklik Agus, serta keluarga besar atas

doa dan motivasinya.

3. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan fasilitas maupun beasiswa

sehingga penulis tetap berkarya sampai sekarang.

4. Sahabat 49 Ilmu Tanah yang telah menemani dan menginspirasi selama

ini. Semoga tali silaturahmi ini tetap terjaga hingga nanti.

5. Sahabat ekstrakulikuler Balioboro terima kasih atas waktunya dan

semangatnya selama ini.

6. Sahabat Bangwilers ; Ahya, Fairus, Serly, Nandia, Suci, Fauzan, Nia dan

Didik terima kasih untuk suka cita selama ini.

7. Sahabat dekat Alivia, Taufik, Ery dan Ade terima kasih selalu siap

mendengarkan segala cerita dan menjadi guru yang setia penulis selama

ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi

ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini.

Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi

yang membacanya.

Bogor, Desember 2016

Sugeng Febriana

Page 12: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah
Page 13: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor Penentu Terjadinya Perubahan 2

Lahan Sawah 3

Konversi Lahan Sawah 4

Perkembangan Kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur – Bandung Raya 5

Sistem Informasi Geografis 6

Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 7

Regresi Linier Logistik 7

METODOLOGI 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Jenis Data dan Perangkat Penelitian 8

Metode Penelitian 9

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 11

Letak Geografis dan Batas Administrasi 11

Kondisi Fisik 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Penyusutan Luas Area Pertanian Sawah 13

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Alih Fungsi Lahan Sawah 17

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

RIWAYAT HIDUP 36

Page 14: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

DAFTAR TABEL

1 Jumlah Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Lokasi Penelitian 12

2 Perubahan Luas Lahan Sawah di Kawasan Penelitian 1983 – 2015 15

3 Rata - Rata Laju Konversi Lahan Sawah di Kawasan Penelitian 16

4 Hasil Analisis Regresi Linier Logistik 17

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Penelitian 8

2 Bagan Alir Pengolahan Citra dan Data 11

3 Peta Sebaran Sawah Tahun 1983, 1996, 2000, 2005, 2010, dan 2015 14

4 Grafik Luasan Lahan Sawah 1983 - 2015 16

5 Grafik Probabilitas Periode Tahun 1983 - 1996 19

6 Grafik Probabilitas Periode Tahun 1996 - 2005 19

7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25

2. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1996 - 2005 26

3. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 2005 - 2015 27

4. Daftar Jalan Tol Jabodetabekpunjur - Bandung Raya 28

5. Daftar Sungai Jabodetabekpunjur – Bandung Raya 29

6. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 1983 30

7. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 1996 31

8. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 2000 32

9. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 2005 33

10. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 2010 34

11. Peta Luas Lahan Sawah Tahun 2015 35

Page 15: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 sudah mencapai kurang lebih 254,9

juta jiwa, hampir 78 % dari jumlah penduduk tersebut mengkonsumsi beras dengan

rata - rata 114 kg per tahun atau 312 gram per hari setiap rumah tangga (BPS, 2015).

Lahan sawah merupakan penghasil utama beras di Indonesia, pada tahun 2014

lahan sawah telah menghasilkan + 70,846 juta ton gabah per tahun dihasilkan dari

+ 13,797 juta ha luas panen (BPS, 2015). Pulau Jawa merupakan lumbung beras

nasional yang berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Menurut Setiawan et al. (2015) pada tahun 2013, pulau ini menyuplai 52,59%

produksi beras nasional dengan luas panen 6,4 juta hektar.

Jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan yang terus meningkat,

menyebabkan permintaan lahan semakin tinggi sedangkan lahan yang tersedia

relatif tetap. Hal ini pada akhirnya akan mendorong terjadinya konversi lahan untuk

memenuhi kepentingan dari berbagai pihak (Sitorus et al. 2009). Hal tersebut pula

yang mengakibatkan terjadinya relokasi penggunaan lahan dari aktivitas yang

kurang menguntungkan ke aktivitas yang lebih menguntungkan. Aktivitas yang

selalu terancam terutama adalah aktivitas pertanian yang dinilai kurang

menguntungkan dibanding aktivitas ekonomi lainnya, maka yang akan terjadi

adalah peningkatan kegiatan konversi lahan pertanian.

Kajian terkait konversi lahan pertanian ke non-pertanian di Indonesia

dilakukan oleh berbagai peneliti dengan beberapa pendekatan. Salah satunya adalah

menurut Verburg et al. (1999) yang mengidentifikasi pola spasial perubahan

penggunaan lahan di Pulau Jawa berbasis data skala tinjau. Sedangkan, kajian lain

lebih menekankan pada identifikasi perubahan penggunaan lahan berbasis data

statistik sebagai masukan untuk pengembangan kebijakan terkait konversi lahan

(Irawan, 2008). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa konversi lahan pertanian ke penggunaan lain yang tidak terkendalikan akan

menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Dampak

negatif tersebut perlu dicegah karena penanganannya memerlukan biaya yang

cukup besar. Pencegahan dilakukan melalui pengendalian konversi lahan, namun

penelitian terkait hal tersebut masih relatif terbatas.

Dua kawasan metropolitan yang berkembang pesat saat ini yakni

Jabodetabekpunjur dan Bandung Raya merupakan wilayah dengan pertumbuhan

penduduk dan perkembangan kawasan perkotaan tercepat di Indonesia. Hal ini

menyebabkan permintaan lahan untuk aktifitas perkotaan yang sangat tinggi,

terutama untuk penyediaan permukiman, industri, dan jasa. Jakarta dan Bandung

sebagai wilayah pusat, sedangkan wilayah sekitarnya seperti Bekasi, Tangerang,

Bogor, Cimahi, dan Depok berperan sebagai wilayah hinterland yang secara

fungsional memiliki sifat saling ketergantungan, Ketergantungan antara pusat dan

hinterland dapat dilihat dari faktor produksi, penduduk, barang dan jasa,

komunikasi, transportasi serta perhubungan di antara keduanya.

Kabupaten - kabupaten yang terletak di antara kedua kawasan metropolitan

Jabodetabekpunjur – Bandung Raya yakni Karawang, Purwakarta, Cianjur, dan

Bekasi mempunyai peranan penting dalam memperlancar kegiatan perekonomian

1

Page 16: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

salah satunya sebagai pendukung sarana dan prasarana transportasi. Sebagai sentra

beras nasional wilayah tersebut dapat dipengaruhi oleh perkembangan simultan

yang terjadi di kedua wilayah metropolitan itu. Merujuk pada kondisi tersebut, jelas

terlihat pentingnya suatu kajian mendalam mengenai keterkaitan antara

perkembangan wilayah metropolitan terhadap percepatan konversi lahan pertanian,

serta mengkaji faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya. Kondisi ini menjadi

sangat penting untuk diteliti dan dikaji seiring dengan rencana kebijakan

pemerintah meningkatkan pembangunan nasional, serta perancangan undang-

undang yang bertujuan melindungi lahan sawah sehingga dapat mencapai

kedaulatan pangan. Trisasongko et al. (2009) menyatakan bahwa informasi riwayat

penggunaan lahan sawah di Indonesia kurang terekam dengan baik, sehingga

tumpuan utama analisis perubahan penggunaan lahan adalah pada data

penginderaan jauh yang disertai dan analisis spasial dalam sains informasi geografi

dengan didukung oleh data informasi statistik maupun spasial yang lengkap.

Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi penyusutan luas area pertanian sawah berdasarkan

kombinasi data citra multi waktu (multitemporal) di kawasan metropolitan

Jakarta – Bandung.

2. Mengidentifikasi dan membandingkan faktor - faktor fisik yang

mempengaruhi penyusutan luas area pertanian sawah.

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor Penentu Terjadinya Perubahan

Penggunaan lahan merupakan upaya manusia dan interaksinya dengan

sumberdaya fisik lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan

struktur penggunaan lahan bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya

luasan lahan tertentu dan meningkatnya penggunaan lahan untuk penggunaan

lainnya, melainkan mempunyai kaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi,

sosial, budaya dan politik masyarakat (Nasution dan Winoto, 1996). Menurut

Arsyad (1989), penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu

penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non-pertanian. Penggunaan

lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam peggunaan lahan pertanian

seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi, dan sebagainya sedangkan

penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa

(permukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya.

Penggunaan lahan bersifat dinamis ditunjukkan oleh perubahan yang terus

menerus sebagai hasil dari besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Arah

perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi dan

mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional, ekonomi regional,

dan tata ruang wilayah. Lebih lanjut Deng et al. (2009) menyimpulkan penggunaan

lahan merupakan suatu bentuk ruang dari upaya secara kontinu dan konsisten yang

2

Page 17: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

dihasilkan berbagai aktifitas masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya

jumlah penduduk untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Dari satu sisi, proses perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dapat

dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya transformasi dan

pertumbuhan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang

berkembang (Rustiadi, 2001). Menurut Kitamura dan Rustiadi (1997) proses

perubahan penggunaan lahan yang menonjol, yakni pada proses deforestasi dan

urbanisasi-suburbanisasi. Proses deforestasi sebagai akibat dari aktifitas logging,

pengembangan area pertanian dan pemukiman baru, sedangkan aktifitas urbanisasi-

suburbanisasi cenderung terjadi di daerah-daerah seputar perkotaan.

Dinamika konversi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan

lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun pedesaan. Pada wilayah perkotaan,

perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat,

umumnya terkait upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Rustiadi &

Panuju, 2002). Permintaan terhadap hasil pertanian maupun non-pertanian

meningkat akibat pertumbuhan penduduk. Permintaan lahan untuk kebutuhan lahan

terbangun untuk memenuhi kebutuhan pemukiman dan fasilitas pendukung

mengubah konfigurasi penggunaan lahan. Bentuk perubahan ini tidak terjadi di

setiap lokasi secara seragam, karena setiap lahan memiliki tingkat kestrategisan,

dan potensi yang berbeda.

Menurut Winoto et al. (1996) faktor-faktor yang mendorong perubahan

penggunaan lahan dapat dikelompokan menjadi dua golongan besar, yaitu: (1)

sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2)

sistem non-kelembagaan yang berkembangkan secara alamiah dalam masyarakat,

baik sebagai akibat proses pembangunan ataupun sebagai akibat proses-proses

internal yang ada dalam masyarakat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya

lahan. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah misalnya:

peraturan tentang tata ruang, peraturan-peraturan pertanahan, kebijaksanaan fiskal

dan moneter. Adanya kebijakan tersebut secara langsung atau tidak langsung

berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan yang terjadi.

Lahan Sawah

Menurut Hardjowigeno et al. (2005) tanah sawah adalah tanah yang

digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun

maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Tanah sawah berasal dari tanah kering

yang diairi atau tanah rawa yang dikeringkan dengan membentuk saluran - saluran

drainase. Sedangkan menurut Mussa (2006) lahan sawah adalah lahan yang dikelola

sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi, dimana dilakukan penggenangan

selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Berdasarkan sumber airnya yang digunakan dan keadaan genangannya,

sawah dapat dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak, dan

sawah pasang surut. Sawah irigasi adalah sawah yang sumber airnya berasal dari

tempat lain melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk itu. Sawah irigasi

dibedakan atas sawah irigasi teknik, sawah irigasi semi teknis dan sawah irigasi

sederhana.

Sawah irigasi teknis air pengairannya berasal dari waduk, dam atau danau

dan dialirkan melalui saluran induk primer yang selanjutnya dibagi - bagi ke dalam

3

Page 18: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

saluran sekunder dan tersier melalui bangunan pintu pembagi air. Sawah irigasi

sebagian besar dapat ditanami padi dua kali atau lebih dalam setahun, tetapi

sebagian ada yang hanya ditanami padi sekali setahun bila ketersediaan air tidak

mencukupi terutama yang terletak di ujung-ujung primer dan jauh dari sumber

airnya (Puslitbangtanak, 2003).

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau

berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi permanen. Sawah

tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi dari sawah

irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan terjangkau oleh

pengairan.Waktu tanam padi sangat tergantung pada datangnya musim hujan

(Puslitbangtanak, 2003).

Sawah pasang surut adalah sawah yang irigasinya tergantung pada gerakan

pasang surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari laut. Karena adanya

pengaruh pasang dan surut, air laut dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran

irigasi dan drainasi. Sawah pasang surut umumnya terdapat di sekitar jalur aliran

sungai besar yang terkena pengaruh pasang surut (Puslitbangtanak, 2003). Sawah

lebak adalah sawah yang berada di daerah rawa dengan memanfaatkan naik

turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga didalam sistem sawah lebak

tidak dijumpai saluran air. Sawah ini umumnya terletak di daerah yang relatif dekat

dengan jalur sungai besar (Puslitbangtanak, 2003).

Konversi Lahan Sawah

Lahan sawah merupakan produsen beras utama di Indonesia. Menurut

Empersi (2009), keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas dari

segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Maka dari itu, konversi lahan sawah dapat

menimbulkan dampak yang luas pada berbagai aspek pembangunan. Tahun 2000 -

2002 rata-rata total sawah di Indonesia yang terkonversi ke penggunaan non-

pertanian adalah 141,3 ribu ha per tahun dan alih fungsi lahan sawah ke non-

pertanian (63%) lebih tinggi dari alih fungsi lahan sawah ke pertanian non-sawah

(37%) di Pulau Jawa.

Umumnya konversi lahan sawah menjadi daerah pemukiman dan industri

banyak terjadi di wilayah-wilayah sentra produksi beras yang posisinya dekat

dengan jalan raya atau tol, seperti di Jawa Barat (Karawang, Subang, Tasikmalaya,

Cianjur, Sukabumi, Bandung, Purwakarta, dan Cirebon), dan beberapa daerah di

Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur (Tambunan, 2008). Pasandaran

(2006) menjelaskan, permintaan lahan cenderung tinggi pada kawasan pertanian

yang sudah berkembang dengan sasaran konsumen di pinggiran kota. Konversi

lahan sawah bersifat irreversibel, menurunnya produksi padi akibat konversi lahan

sawah bersifat permanen. Semakin tinggi lahan yang dikonversi, maka semakin

tinggi pula kerugian yang ditimbulkannya (Nurwadjedi, 2011).

Selanjutnya, berdasarkan penelitian Winoto et al. (1996) di Pantai Utara

Jawa Barat diketahui bahwa konversi lahan dari pertanian ke non-pertanian terjadi

secara intensif, dilakukan oleh petani dengan pertimbangan aspek ekonomi jangka

pendek. Hal yang serupa juga terjadi di Kabupaten Bogor pada periode 1992 - 1998,

dimana lahan sawah mengalami penciutan sedangkan permukiman, tegalan, kolam

dan penggunaan lain yang tidak terdefinisi cenderung mengalami peningkatan

(Panuju, 2000). Menurut Rustiadi dan Wafda (2008), konversi lahan sawah antara

4

Page 19: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

tahun 1999-2000 di Pulau Jawa banyak terjadi di Jawa Barat yakni sebesar 0.1999

juta Ha, sedangkan sepanjang tahun 1994-2004 telah terjadi alih fungsi lahan sawah

di pulau Jawa dan Bali sebesar 36.000 Ha per tahun (BPN 2007).

Perkembangan Kawasan Metropolitan Jabodetabekpunjur – Bandung Raya

Transformasi kota menjadi kawasan metropolitan kerap kali terjadi di

berbagai belahan dunia, begitu pula halnya dengan kota besar di Indonesia. Proses

transformasi kota menjadi metropolitan ini umumnya diawali oleh bergabungnya

kota-kota yang berdekatan atau secara administratif bersebelahan yang disebut

dengan konurbasi. Metropolitan juga dapat diartikan sebagai aglomerasi dari

berbagai kawasan permukiman, tidak harus kawasan permukiman yang bersifat

kota, namun secara keseluruhan membentuk satu kesatuan dalam aktivitas bersifat

kota dan bermuara pada pusat (kota besar yang menjadi inti metropolitan) yang

dapat dilihat dari aliran tenaga kerja dan aktivitas komersial (Winarso, 2006).

Metropolitan Jakarta merupakan salah satu Kawasan Metropolitan terbesar di

dunia dan merupakan kawasan perkotaan terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah

penduduk mencapai lebih dari 20 juta jiwa pada tahun 2007. Pertumbuhan

penduduknya yang pesat serta tingkat kepadatan penduduk yang tinggi menjadi

salah satu faktor pendorong pertumbuhan serta pembentukkan karakteristik

perekonomian. Selain itu, perannya sebagai ibukota negara juga menambah daya

tarik bagi pendatang serta fungsi dan perannya sebagai kawasan metropolitan

menjadikan kawasan ini semakin berkembang denangan pesat.

Letak geografis yang strategis dan infrastruktur yang memadai dapat menarik

para imigran. Hal yang demikian menjadi salah satu faktor pendukung pesatnya

perkembangan Kota Jakarta. Seiring dengan berjalannya perkembangan tersebut,

aktivitas perkotaan terus mengalami perluasan ke daerah pinggiran kota.

Perkembangan perkotaan harus selalu diimbangi daya dukung (carrying capacity)

lahan, sumberdaya manusia dan teknologi. Sumberdaya lahan adalah faktor basis

perkembangan suatu perkotaan, sementara luas lahan yang ada bersifat terbatas.

Dari tahun ke tahun lahan selalu mengalami perubahan dalam hal penggunaannya.

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sering terjadi di suatu tempat terutama

di daerah yang memiliki letak strategis, dekat dengan pusat-pusat aktivitas dan

terhubung dengan jaringan-jaringan jalan (network road). Perkembangan aktivitas

ke arah pinggiran perkotaan atau suburbanisasi didefinisikan oleh Rustiadi (1999)

sebagai proses terbentuknya permukiman-permukiman baru dan juga kawasan-

kawasan industri di pinggiran wilayah perkotaan terutama sebagai akibat

perpindahan penduduk kota yang membutuhkan tempat bermukim atau kegiatan

industri.

Peristiwa meluasnya ruang terbangun yang menuju ke arah pinggiran kota

utama dan kemudian membentuk kawasan perkotaan baru di belakangnya dipicu

oleh faktor pendukung yang menyertainya. Sarana prasarana, sumberdaya alam,

sumberdaya manusia dan teknologi yang memungkinkan memiliki peran besar

terhadap perubahan dan penyebaran kawasan perkotaan ke arah luar kota inti. Di

lain wilayah terdapat kota yang juga mengikuti perkembangan kota besar ini yaitu

Metropolitan Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat.

Perkembangan sarana dan prasarana yang menghubungkan Metropolitan Jakarta

dan Metro politan Bandung telah meningkatkan arus pergerakan aktivitas dari Kota

5

Page 20: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Jakarta ke Kota Bandung ataupun sebaliknya. Suburbanisasi menurut Rustiadi et

al. (1999) telah melahirkan fenomena kompleks di wilayah suburban yaitu

akulturasi budaya, konversi lahan pertanian ke aktivitas urban, spekulasi lahan, dan

lain-lain. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi di koridor Metropolitan

Jakarta dan Metropolitan Bandung tersebut telah banyak memberikan manfaat

terhadap publik, namun juga telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap

lingkungan. Kondisi fasilitas transportasi yang memadai dan adanya ketidakpastian

pembatasan luas ruang terbangun di wilayah kota akan mendorong perluasan ruang

terbangun (area built-up) di koridor Mega Urban Jakarta - Bandung.

Perkembangan ruang terbangun di wilayah Metropolitan Jakarta dan

Metropolitan Bandung tentu akan menyebabkan peningkatan konversi lahan

pertanian dan hutan ke lahan terbangun. Rustiadi et al. (2013) menyatakan bahwa

penggunaan lahan terbesar di Jabodetabek adalah daerah terbangun, terbangun

merupakan penggunaan lahan yang paling mendominasi di wilayah Jabodetabek

jika dibandingkan dengan wilayah lainnnya. Pertumbuhan ruang terbangun

mengikuti urbanisasi dan suburbanisasi di wilayah Jabodetabek. Oleh karena itu

perkembangan ruang terbangun akan bergeser ke arah pinggiran kota atau ke arah

perdesaan yang masih memiliki lahan pertanian atau hutan. Rustiadi et al. (1999)

menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan di perdesaan ke penggunaan lahan

lain di pinggiran Kota Jakarta merupakan penggunaan lahan untuk tujuan khusus,

misalnya untuk sektor khusus dan bisa untuk tujuan pengembangan formal dan

informal. Pengembangan formal hampir semuanya adalah seperti perusahaan real-

estate, sedangkan informalnya seperti ruang publik misalnya jalan umum.

Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini

menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi,

menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data

atribut dan spasial (Prahasta, 2005). Sistem Informasi Geografis berdasarkan

operasinya, dapat dibagi kedalam (1) cara manual, yang beroperasi memanfaatkan

peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) cara terkomputer atau

lebih sering disebut cara otomatis, yang prinsip kerjanya sudah dengan

menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital. SIG manual

biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material

transparansi untuk tumpang tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan

statistik dan laporan-laporan survai lapangan. Saat ini prosedur analisis manual

masih banyak dilakukan, akan tetapi dengan berjalannya waktu mungkin akan

berangsur - angsur hilang.

Beberapa aplikasi SIG di negara kita ssaat ini secara manual masih sesuai,

bahkan dari segi efisiensi lebih sesuai disebabkan masih banyaknya kendala pada

sumberdaya manusia, peralatan, terutama biaya menggunakan sistem

terkomputerkan. Disamping itu, SIG otomatis selain membutuhkan peralatan -

peralatan khusus, membutuhkan keterampilan yang khusus pula, biayanya cukup

mahal, terutama pada tahap awal pembentukannya. Keuntungan SIG otomatis akan

terasakan pada tahap analisis dan penggunaan data yang berulang-ulang, terutama

bila melakukan analisis yang kompleks dan menggunakan data yang sangat besar

jumlahnya. Untuk memahami SIG otomatis, sebaiknya dilakukan bertahan melalui

6

Page 21: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

pemahaman SIG manual, karena sebagian besar prosedur kerjanya masih relevan

(Barus dan Wiradisastra, 1996).

Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

Dewasa ini penginderaan jauh telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi.

termasuk aplikasi kebumian seperti kenampakan rupa bumi dan penelitian geologi,

maupun aplikasi perencanaan dan pengembangan wilayah. Pemetaan menjadi salah

satu pemanfaatan yang sering digunakan dari penginderaan jauh, terutama

pemetaan penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap

bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan

bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik

material maupun spiritual (Arsyad, 1989).

Trisasongko et al. (2009) menunjukan bahwa pemanfaatan citra Landsat

ETM dapat digunakan untuk menganalisis lahan yang mengalami perubahan

penggunaan. Dinamika perubahan lahan memerlukan perhatian yang cukup serius,

mengingat dampak yang ditimbulkan cukup luas. Salah satu bentuk perubahan

penting adalah perubahan lahan pertanian, karena pertanian merupakan sektor

utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Perubahan penggunaan lahan

pertanian tidak terlepas dari pengaruh pembangunan dan pengembangan wilayah di

sekitarnya. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada lahan pertanian yang berada

di sekitar kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Rustiadi et al. (2008) menjelaskan

bahwa perkembangan kota Jakarta berpengaruh pada wilayah di sekitarnya.

Rendahnya tingkat efisiensi, produktifitas dan tingkat pendapatan petani yang

berkaitan dengan skala kepemilikan yang sempit, kepemilikan lahan yang

terfragmentasikan serta dan pola penggunaan lahan yang tidak terkoordinasi secara

baik menjadi faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan

pertanian (Saefulhakim, 1999).

Regresi Linier Logistik

Regresi logistik merupakan satu model matematis untuk menganalisis

hubungan variabel-variabel bebas baik berupa data continue, discrete, dichotomus

atau kombinasinya yang mempengaruhi satu variabel terikat (Nachrowi et al. 2002).

Teknik analisis ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya seperti alih fungsi

hutan (Kumar et al, 2014) dan pertumbuhan kota (Arsanjani et al, 2013). Regresi

logistik sama halnya dengan regresi linier, yaitu menggambarkan hubungan antara

peubah respon dengan satu atau lebih peubah penjelas. Sedangkan menurut Mc

Cullagh and Neider dalam Arsanjani et al (2013) regresi logistik adalah statistik

multivariat yang dapat digunakan untuk mengestimasi kemungkinan perubahan

penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lain.

Dalam pengestimasian faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam alih

fungsi lahan sawah digunakan analisis regresi logistik. Menurut Nachrowi et al.

(2002) model logit dalam analisis regresi logistik adalah model non-linear, baik

dalam parameter maupun dalam variabel.

Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan

pengujian. Pengujian itu dinamakan uji G yaitu dilakukan untuk melihat apakah

model logit yang dihasilkan secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan

pilihan secar a kualitatif. Dalam hal ini pilihan yang digunakan adalah melakukan

7

Page 22: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

alih fungsi lahan (konversi) atau tidak melakukan (non-konversi). Pengujian

dilakukan dengan menguji secara keseluruhan dan menguji masing-masing

parameter secara terpisah.

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan koridor Jabodetabekpunjur sampai

Bandung Raya meliputi (DKI Jakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung

Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten

Cimahi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Tangerang,

Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, dan Kota Tangerang Selatan). Analisa

interpretasi data dilaksanakan di laboratorium Divisi Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan

Maret sampai bulan September 2016, yang meliputi yaitu (1) studi pustaka dan

pembuatan proposal, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan dan analisis data, (4)

interpretasi hasil dan (5) penulisan. Secara lebih detail lokasi penelitian disajikan

pada Gambar 1.

Jenis Data dan Perangkat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial. Data spasial

diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor seperti

citra Landsat penggunaan lahan tahun 1983; 1996; 2000; 2005; 2010; dan 2015,

Peta Jalan, Peta Kemiringan Lereng, Peta ketinggian, Peta Pemukiman dan Peta

Gambar 1 Lokasi penelitian

8

Page 23: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Sungai. Sedangkan Peta Administrasi diperoleh dari Divisi Pengembangan

Wilayah Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini juga merupakan bagian dari riset

besar yang dilaksanakan oleh Rustiadi et al dalam periode 2015 – 2017 yang

didanai oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi.

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat

lunak (software) Arc GIS 10.2, Erdas Imagine 11, SPSS 23, Minitab 17, Microsoft

Excel, Microsoft Office 2013, GPS, dan Kamera.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah:

(1) Tahap persiapan dan studi pustaka. Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik

penelitian, pengumpulan literatur sesuai dengan topik penelitian, penyusunan

proposal penelitian; (2) Tahap pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan

pengumpulan data spasial yang digunakan; (3) Tahap Analisis dan pengolahan data.

Pada tahap ini dilakukan beberapa teknik sesuai dengan tujuan penelitian; (4) Tahap

intepretasi dan pembahasan hasil pengolahan data, dan tahap (5) yaitu penulisan

hasil akhir.

Persiapan Dan Pengumpulan Data

Tahap ini terdiri dari studi pustaka dan pengumpulan data. Data yang

dibutuhkan adalah data spasial. Data spasial diperoleh dari Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor seperti citra Landsat penggunaan

lahan tahun 1983, 1996, 2000, 2005, 2010, dan 2015, Peta Jalan, Peta Kemiringan

Lereng, Peta ketinggian, Peta Pemukiman dan Peta Sungai. Sedangkan Peta

Administrasi diperoleh dari Divisi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Institut Pertanian Bogor.

Identifikasi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah

Peta dasar yang digunakan sebagai rujukan adalah peta administrasi

Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang diperoleh dari Divisi

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor. Citra Landsat

Penggunaan Lahan tahun 1983, 1996, 2000, 2005, 2010, dan 2015 yang telah

dikoreksi sistematik dan sudah diklasifikasi secara visual oleh Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup. Citra Landsat ini terdiri dari beberapa penggunaan lahan seperti

hutan, kebun campuran, badan air, dan sawah, dari beberapa macam penggunaan

lahan tersebut yang dipilih adalah lahan sawah. Selanjutnya lahan sawah yang

dipilih dioverlay dengan peta administrasi yang didapat dari Divisi Perencanaan

dan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor. Overlay merupakan proses

penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda dan bertujuan untuk

menggabungkan citra sawah dari beberapa titik tahun dengan peta administrasi,

output utama hasil analisis ini adalah identifikasi penyusutan lahan sawah pada

masing – masing tempat dan periode tersebut.

Setelah melakukan proses overlay, hal selanjutnya adalah menghitung

luasan sawah setiap titik tahun dan setiap kabupaten yang ada di dalam cakupan

penelitian. Setelah mendapatkan luasan sawah, laju konversi dapat dihitung dengan

akar periode waktu terhadap rasio luas lahan sawah pada tahun ke-t dengan luas

lahan sawah pada tahun sebelumnya dikurang 1 dan dikali 100 %.

9

Page 24: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Rumus dari perhitungan persentase laju konversi lahan pertahun dapat

dispesifikasikan sebagai berikut (BPS 2012):

Analisis Faktor-faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan Sawah

Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak sawah ke jalan tol,

ke jalan lainnya (non tol), ke sungai besar, ke sungai musiman, dan ke lahan

terbangun. Data spasial yang digunakan antara lain seperti: peta jalan, peta

kemiringan lereng, peta sungai, peta ketinggian, dan peta lahan terbangun, dari peta

tersebut dicari jarak antara faktor yang digunakan dengan sawah dengan

menggunakan teknik euclidian distance. Setelah data didapat dari masing – masing

faktor maka selanjutnya adalah menumpangtindihkan dengan perubahan

penggunaan lahan sawah hasil interpretasi citra beberapa titik tahun yang sudah

dipilih dengan menentukan 100 titik sampel secara acak sawah yang terkonversi

dan sawah yang tidak mengalami konversi (exsisting). Setelah melakukan proses

overlay, hal selanjutnya adalah mengekstrak data yang didapat dari proses overlay

tersebut. Data yang didapat berupa data jarak antara titik sampel dengan faktor –

faktor fisik yang diduga menjadi penyebab konversi lahan sawah dan kemudian

dianalisis secara statistika.

Analisis dilakukan dengan menggunakan metode regresi logistik biner,

karena variabel respon yang digunakan bersifat kategorik dan dikotomi ( Y=0 Jika

tidak terjadi perubahan penggunaan lahan; Y=1 Jika terjadi perubahan penggunaan

lahan). Regresi logistik biner menghasilkan struktur persamaan yang serupa dengan

analisis regresi berganda dengan perbedaan pada variabel terikatnya yang

merupakan variabel dummy (0 dan 1). Pendekatan model persamaan regresi logistik

dapat menjelaskan hubungan antara X dan Y yang bersifat tidak linier,

ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak

berbeda dengan pendekatan model regresi biasa. Model logit pada umumnya

berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut

(Juanda 2009):

P = exp(𝛼+𝛽𝑥1+...𝛽𝑥𝑛)

1+𝑒𝑥𝑝(𝛼+𝛽𝑥1+...𝛽𝑥𝑛) ……………………..………………………...……(1)

Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor signifikan

mempengaruhi alih fungsi lahan dapat di tranformasikan menjadi sebagai berikut:

Ln(𝑃

1−𝑃) = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7........(2)

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7..…. .(3)

P/Y = Peluang alih fungsi lahan (1) dan tidak alih fungsi lahan (0)

α = Intersep

X1-Xn =Jarak ke jalan tol, Jarak ke jalan lainnya, Jarak ke sungai, Jarak ke

sungai musiman, Lereng, Tinggi dan Jarak ke lahan terbangun.

βi = Koefisien Regresi

10

R= (( t√𝐴𝑡

𝐴0 )-1) x 100 %, dimana R = persentase laju Konversi (%/tahun)

At = luas sawah pada periode akhir (Ha)

Ao = luas sawah pada periode awal (Ha)

t = Periode waktu (tahun)

Page 25: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Secara rinci mengenai metode pengolahan citra sampai intepretasi dapat

dilihat dari bagan alir Gambar 2.

Peta penggunaan lahan

sawah 1983, 1996, 2000,

2005, 2010, dan 2015

Eucledian

distance

Peta Jalan Peta SungaiPeta Lahan

Terbangun

Lereng Ketinggian

Variabel Bebas Variabel terikat

Perubahan luas lahan sawah

1983, 1996, 2000, 2005,

2010, dan 2015

Persamaan regresi

linier logistik Intepretasi

Regresi

linier

logistik

100 Random Sampling

Point, binary 0 dan 1

Peta Jarak

Gambar 2 Bagan alir pengolahan citra dan data

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Letak Geografis dan Batas Administrasi

Wilayah penelitian mencakup hampir 3 Provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta,

dan Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 5º7' - 7°50' LS dan 104°48' -

104°48 BT. Terdiri atas 20 Kabupaten/Kota seperti : (DKI Jakarta, Kabupaten

Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor,

Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cimahi, Kabupaten Karawang, Kabupaten

Purwakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, dan

Kota Tangerang Selatan).

11

Page 26: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Secara administrasi batas-batas wilayah penelitian adalah sebagai berikut :

Bagian Utara : Laut Jawa

Bagian Barat : Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Sukabumi

Bagian Selatan : Samudera Hindia

Bagian Timur : Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut

Kondisi Fisik

Wilayah penelitian ini memiliki keanekaragaman topografi yang tinggi

karena terbentang dari sisi utara sampai sisi selatan pulau Jawa. Kawasan Pantai

Utara merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 - 10 m dpl, seperti DKI

Jakarta, Tangerang, Bekasi, Karawang. Di bagian tengah merupakan pegunungan

dan lereng bukit yang landai dengan ketinggian 100 - 1.500 m dpl, yakni bagian

dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat hingga timur Pulau Jawa

seperti Bogor, dan di bagian paling selatan cenderung wilayah pegunungan curam

dengan ketinggian lebih dari 1.500 m diatas permukaan laut seperti cianjur selatan.

Iklim di wilayah penelitian adalah tropis, dengan suhu 9 °C di Puncak

Gunung Pangrango dan 34 °C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per

tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per

tahun. Secara administratif wilayah kajian meliputi wilayah ditiga provinsi yaitu

Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, terdiri dari 20 Kabupaten dan Kota,

283 Kecamatan , serta 2384 Desa. Mengenai jumlah kecamatan dan desa di masing

– masing kabupaten disimpulkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Lokasi Penelitian

No Kabupaten/Kota Kecamatan

Kelurahan Desa

Jumlah

Jumlah Persen Jumlah Persen

1 Kabupaten Tangerang 36 77 23.48 251 76.52 328

2 Kota Tangerang 13 104 100 - - 104

3 Kota Tangerang Selatan 7 49 90.74 5 9.26 54

4 Kota Jakarta Barat 8 56 100 - - 56

5 Kota Jakarta Pusat 8 44 100 - - 44

6 Kota Jakarta Timur 10 65 100 - - 65

7 Kota Jakarta Utara 6 32 100 - - 32

8 Kota Jakarta Selatan 10 65 100 - - 65

9 Kabupaten Bandung 31 - - 277 100 277

10 Kota Bandung 30 151 100 - - 151

11 Kabupaten Bandung Barat 16 - - 165 100 165

12 Kabupaten Cianjur 32 6 1.67 354 98.33 360

13 Kabupaten Karawang 30 12 5.74 197 94.26 209

14 Kabupaten Purwakarta 17 192 48.73 202 51.27 394

15 Kabupaten Bekasi 23 - - 195 100 195

16 Kota Bekasi 12 56 100 - - 56

17 Kota Depok 11 63 100 - - 3

18 Kota Cimahi 3 15 100 - 15

19 Kabupaten Bogor 40 16 3.76 410 96.24 426

20 Kota Bogor 6 68 100 - - 68 Sumber: (BPS, 2015)

12

Page 27: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusutan Luas Area Pertanian Sawah

Permintaan terhadap lahan dari penggunaan lahan sawah ke non-pertanian

meningkat akibat pertumbuhan penduduk. Dari satu sisi, proses perubahan lahan

sawah pada dasarnya memang dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi

logis dari suatu proses transformasi dan perubahan kelas struktur sosial ekonomi di

masyarakat yang tengah berkembang. Bentuk perubahan ini tidak terjadi di setiap

lokasi secara seragam, karena setiap lahan memiliki tingkat kestrategisan, dan

potensi yang berbeda.

Seiring dengan perkembangan waktu, penggunaan lahan sawah di sebagian

Kota atau Kabupaten mulai tergeser menjadi lahan terbangun seperti industri,

perumahan, jalan, kawasan perdagangan, dan sarana publik lainnya. Konversi lahan

dapat diakibatkan oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk yang disertai dengan

peningkatan kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi. Sebagian besar penelitian

terkait perubahan penggunaan lahan sawah dilakukan pada daerah yang bersifat

dinamis seperti daerah pinggiran kota. Hasil simulasi Verburg et al. (1999), dalam

rentang tahun 1994 - 2010 terjadi penurunan luasan lahan sawah di wilayah pantai

utara Jawa karena peningkatan konversi lahan sawah menjadi pemukiman,

perkebunan, dan pertanian lahan kering. Rustiadi dan Panuju (2002) dalam

kajiannya juga menyatakan bahwa sebagian besar perubahan penggunaan lahan di

daerah pinggiran kota adalah menjadi lahan terbangun yang berfungsi sebagai

tempat tinggal.

Ulasan penjelasan di atas sesuai dengan hasil analisis yang menjelaskan

kondisi luas sawah dari aspek spasial yang berada di wilayah penelitian dan dapat

dilihat pada Gambar 3. Tahun 1983 merupakan titik awal periode sebagai acuan

penelitian, dengan luas sawah terbesar berada pada Kabupaten Karawang. Menurut

Panuju (2013) Karawang memiliki lahan sawah yang sangat luas karena terletak di

pantai utara pulau Jawa yang memiliki kondisi topografi yang datar dan semenjak

zaman kolonial, sistem irigasi ditempat ini lebih maju dibandingkan dengan

Kabupaten lain dan bersumber dari sungai Citarum.

Sebagaimana dideskripsikan pada Gambar 3, terlihat jelas kondisi sebaran

sawah di wilayah penelitian. Kenampakan sawah digambarkan dengan warna hijau

dengan sebaran terluas berada di sisi utara Pulau Jawa. Dalam periode tahun 1983

hingga 2015 dapat dilihat bahwa luasan sawah semakin menurun dibuktikan dengan

memudarnya warna hijau dan berganti dengan warna putih. Warna hijau yang

berubah atau sawah yang mengalami penyusutan terdapat di beberapa tempat dan

terletak di pinggiran kota atau disekitar pusat kota. Sawah yang terletak di kawasan

metropolitan Jabodetabekpunjur - Bandung Raya mengalami penyusutan jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan wilayah - wilayah lainnya.

13

Page 28: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Gam

bar

3

Pet

a S

ebar

an S

awah

Tah

un 1

983, 1996

, 2000, 2005, 2010, dan

2015

Saw

ah

Wad

uk

Bat

as A

dm

inis

tras

i

2015

2010

20

05

2000

1996

19

83

14

Page 29: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Tabel 2 Perubahan Luas Lahan Sawah di Kawasan Penelitian 1983 – 2015 (Ha)

Kabupaten/Kota 1983 1996 2000 2005 2010 2015

DKI Jakarta 14.303,64 11.744,82 7.553,44 4.988,91 2.693,00 2.691,06

Kota Bandung 3.914,57 3.371,32 2.820,35 2.597,89 2.309,00 2.127,36

Kota Bogor 3.097,15 2.122,66 1.658,59 1.496,79 953,00 869,22

Kota Cimahi 723,09 532,62 408,24 381,75 314,00 316,20

Kota Tangerang Selatan 3.852,86 4.709,94 3.117,07 2.057,08 590,00 523,25

Kota Tangerang 5.612,01 5.762,02 3.916,80 3.262,03 2.172,00 2.101,81

Kota Bekasi 6.063,14 5.915,82 4.026,44 3.010,24 1.211,00 1.211,92

Kota Depok 5.192,15 5.630,41 3.005,15 2.735,34 480,00 368,64

Kab. Bogor 98.486,32 111.625,22 92.683,42 91.619,69 78.279,00 74.483,83

Kab. Tangerang 62.223,03 67.694,16 58.356,77 54.207,14 48.579,00 40.168,86

Kab. Bandung 51.381,44 72.290,63 65.369,56 63.866,89 60.231,00 48.948,06

Kab. Bandung Barat 38.086,37 49.432,63 43.643,10 43.496,72 41.673,00 34.777,33

Kab.Bekasi 91.859,67 97.181,95 90.366,43 85.482,60 78.873,00 76.754,47

Kab Cianjur 109.595,23 112.899,03 97.383,70 97.090,79 89.889,00 85.148,54

Kab Karawang 135.275,22 140.783,87 132.452,46 126.639,22 117.671,00 117.191,33

Kab Purwakarta 31.020,93 32.725,69 30.986,54 30.451,86 26.531,00 24.713,72

Total 660.686,81 724.422,79 637.748,07 613.384,94 552.448,00 512.395,60

Total Selisih

63.735,98 -86.674,72 -24363,13 -60936,94 -40052,40 Sumber : (Hasil Olah, 2016)

Tabel 2 menjelaskan pada tahap awal dalam selang waktu kurang lebih tiga

belas tahun (1983 - 1996), penggunaan lahan sawah di wilayah penelitian

mengalami perluasaan dan juga penyusutan. Wilayah yang mengalami perluasan

seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten

Karawang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Cianjur

sedangkan wilayah yang mengalami penyusutan seperti Kota Bogor, Kota Bandung,

Kota Bekasi, Kota Cimahi, dan seluruh wilayah di DKI Jakarta. Pada periode ini

wilayah yang mengalami penyusutan lahan sawah terbesar adalah Kota Bogor

dengan 974,48 Ha. Periode tahun 1996 sampai 2000 penggunaan lahan sawah di

seluruh wilayah mengalami penyusutan, penyusutan lahan sawah tertinggi seluas

18.941,80 Ha di Kabupaten Bogor, sedangkan periode tahun 2000 sampai 2005,

Kabupaten Karawang mengalami penyusutan tertinggi dengan luas penyusutan

sebesar 5.813,23 Ha. Periode berikutnya yaitu tahun 2005 sampai 2010 penyusutan

lahan yang paling tinggi adalah Kabupaten Bogor dengan luas penyusutan lahan

sawah sebesar 13.340.69 Ha, dan pada periode terakhir 2010 sampai 2015

Kabupaten Bandung memiliki penyusutan lahan sawah tertinggi dengan luas

11.282,94 Ha.

Periode tahun 1996 – 2000 merupakan periode tahun yang mengalami total

penyusutan terbesar diantara periode - periode lainnya dengan 86.674,72 Ha,

sedangkan untuk periode dengan penyusutan lahan terendah adalah periode awal

yaitu 1983 – 1996 dengan penambahan lahan sawah sekitar 63.735,98 Ha. Kondisi

ini memang terjadi karena kebijakan pemerintah saat itu dengan dikeluarkannya

Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita). Periode tahun 1983 – 1996

memiliki total penyusutan terendah karena pemerintah pada era orde baru

mengeluarkan Pelita IV yang menitikberatkan pada sektor pertanian, sebaliknya

pada tahun 1996 - 2000 pemerintah saat itu mengeluarkan pelita VI yang

15

Page 30: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

menitikberatkan pada sektor ekspor - impor dengan membangun berbagai macam

industri dibanyak tempat dan membuat konversi lahan khususnya lahan sawah

semakin meningkat.

Gambar 4 Grafik luasan lahan sawah 1983 - 2015

Sebagaimana dideskripsikan pada Gambar 4, Kabupaten Karawang

mengalami penyusutan luasan sawah yang cenderung stabil dan tetap memiliki

luasan sawah tersisa ditahun 2015 yang jauh lebih tinggi dibanding Kabupaten atau

Kota lainnya, kemudian Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten

Bekasi. Kabupaten Bogor mengalami dua kali fase konversi lahan sawah yang

signifikan yaitu pada periode tahun 1996 - 2000 dan 2005 - 2010. Wilayah

Kabupaten dan kota lainnya mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan.

Tabel 3 Rata - Rata Laju Konversi Lahan Sawah di Kawasan Penelitian (%/tahun) Kabupaten/Kota 1983-1996 1996-2000 2000-2005 2005-2010 2010-2015 1983-2015

DKI Jakarta -1,50 -10,44 -7,96 -11,60 -0,01 -5,08

Kota Bandung -1,14 -4,36 -1,63 -2,33 -1,62 -1,88

Kota Bogor -2,86 -5,98 -2,03 -8,63 -1,82 -3,89

Kota Cimahi -2,32 -6,43 -1,33 -3,83 -0,14 -2,55

Kota Tangerang Selatan 1,55 -9,80 -7,97 -22,10 -2,37 -6,04

Kota Tangerang 0,20 -9,19 -3,59 -7,81 -0,65 -3,02

Kota Bekasi -0,18 -9,17 -5,65 -16,64 -0,01 -4,90

Kota Depok 0,62 -14,52 -1,86 -29,39 -5,14 -7,93

Kab. Bogor 0,96 -4,54 -0,23 -3,09 -0,98 -0,86

Kab. Tangerang 0,65 -3,64 -1,46 -2,16 -3,73 -1,35

Kab. Bandung 2,66 -2,48 -0,46 -1,16 -4,06 -0,15

Kab. Bandung Barat 2,02 -3,06 -0,06 -0,85 -3,55 -0,28

Kab.Bekasi 0,43 -1,80 -1,10 -1,59 -0,54 -0,56

Kab Cianjur 0,22 -3,62 -0,06 -1,53 -1,07 -0,78

Kab Karawang 0,30 -1,51 -0,89 -1,45 -0,08 -0,44

Kab Purwakarta 0,41 -1,35 -0,34 -2,71 -1,40 -0,70

Total 0.711 -3.136 -0.776 -2.071 -1.494 -0.791

16

II III I

Sumber : (Hasil Olah, 2016)

Page 31: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Tabel 3 menjelaskan laju konversi lahan sawah di koridor metropolitan

Jabodetabekpunjur - Bandung Raya, tabel tersebut terdapat angka plus (+) dan

angka minus (-). Tanda plus (+) menunjukkan bahwa suatu wilayah tersebut

cenderung mengalami laju peningkatan luasan sawah, sebaliknya tanda minus

menunjukkan bahwa suatu wilayah tersebut mengalami laju konversi lahan sawah.

Laju konversi lahan sawah pada periode pertama yakni 1983 - 1996 menunjukkan

tidak semua wilayah mengalami konversi karena pada periode ini terdapat beberapa

wilayah yang justru mengalami peningkatan luasan sawah. Wilayah yang

mengalami laju konversi terbesar pada periode tersebut adalah Kota Bogor dengan

2,864 %. Periode tahun selanjutnya 1996 - 2000 dengan laju konversi tertinggi di

wilayah Kota Depok sebesar 14,526 %, periode berikutnya wilayah yang

mengalami laju konversi tertinggi terdapat di kota Tangerang Selatan sebesar 7,976

%. Periode tahun 2005 - 2010 dan 2010 - 2015, Kota Depok mengalami laju

konversi tertinggi dengan 29,393 % dan 5,142 %. Kota Depok dan Kota Tangerang

Selatan memiliki rata - rata laju konversi besar karena dua wilayah ini berbatasan

langsung dengan pusat metropolitan Jabodetabekpunjur yaitu Provinsi DKI Jakarta.

Periode tahun 1983 - 1996 terdapat beberapa wilayah yang mengalami

kenaikan dan beberapa wilayah mengalami penyusutan lahan sawah, ini terjadi

karena kebijakan pemerintah saat itu yaitu dikeluarkannya Rencana Pembangunan

Lima Tahunan (Repelita) tepatnya Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) yang

menitik beratkan pada sektor pertanian untuk mencapai swasembada pangan dan

membangun industri di beberapa tempat. Wilayah yang mengalami kenaikan

cenderung di wilayah kabupaten, sedangkan wilayah kota cenderung mengalami

penyusutan lahan sawah. Tahun 1996 hingga 2015 seluruh wilayah kota maupun

kabupaten mengalami penyusutan.

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Alih Fungsi Lahan Sawah

Berdasarkan hasil analisis regresi linier logistik diperoleh jenis perubahan

penggunaan lahan sawah. Beberapa faktor yang dipilih dan berperan nyata

mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah ke penggunaan lahan lainnya

untuk diuji pada tingkat kepercayan 90% antara lain: jarak ke jalan tol, jalan lokal,

jarak sungai, jarak sungai musiman, lahan terbangun, lereng dan ketinggian.

Tabel 4 Hasil Analisis Regresi Linier Logistik

Source 1983-1996

1996-2005

2005-2015

Coefi p- value

Coef p- value

Coef p- value

Jarak ke jalan tol -0.000162 0.003 -0.000192 0.000 -0.000112 0.028

Jarak ke jalan lainnya -0.001108 0.081 -0.001750 0.012 -0.001495 0.028

Jarak ke sungai besar 0.001498 0.004 0.001015 0.029 0.000953 0.062

Jarak ke sungai musiman 0.000012 0.803 0.000076 0.128 -0.000013 0.751

Jarak ke lahan terbangun -0.000082 0.040 -0.000289 0.000 -0.000183 0.015

Lereng 0.005220 0.000 -0.000479 0.537 -0.021400 0.000

Ketinggian 0.000009 0.931 -0.000193 0.158 0.000042 0.701

Sumber : (Hasil Olah, 2016)

Berdasarkan analisis regresi linier logistik pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa

faktor yang memiliki nilai p < 0,1 yaitu jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya,

jarak ke sungai besar, lereng, dan jarak ke lahan terbangun. Hal ini menunjukkan

Gambar 7 Peta Luasan Sawah Tahun

2015

17

Page 32: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

bahwa lima faktor tersebut merupakan faktor yang paling dominan dalam

mempengaruhi penyusutan lahan sawah pada periode tahun 1983 hingga 1996.

Sedangkan pada periode tahun 1996 - 2005 faktor yang paling dominan yaitu jarak

ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, jarak ke sungai besar, dan jarak ke lahan

terbangun. Periode selanjutnya tahun 2005 - 2015 faktor yang berpengaruh yaitu

jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, jarak ke sungai besar, lereng, dan jarak ke

lahan terbangun.

Harinowo (2004) menjelaskan pada periode 1983 - 1996 Indonesia

mengalami pertumbuhan ekonomi dan berkembang pesat sampai tahun 1997 karena

Indonesia menerapkan kebijakan yang mengutamakan industri sebagai sektor

utama dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah saat itu yakni Repelita VI (1

April 1994 - 31 Maret 1999). Menurut Tambunan (2006) untuk mendukung

pembangunan industri nasional, pemerintah menganut dua strategi industrialisasi

yang berbeda yang dijalankan secara berturut-turut, yakni diawali dengan substitusi

impor dengan penekanan pada industri-industri padat karya seperti tekstil dan

industri lainnya, kemudian pada awal tahun 1990-an bergeser secara bertahap ke

sektor ekspor. Kedua strategi ini, didukung dengan pembangunan sarana dan

prasarana oleh pemerintah khususnya di pusat kota seperti pembangunan jalan,

pelabuhan dan pabrik yang mendorong banyak orang dan investor. Kondisi yang

demikian menjadi faktor pendorong terjadinya konversi lahan sawah terhadap

penggunaan lain.

Sedangkan pada periode tahun 1996 - 2005 faktor yang paling dominan yaitu

jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lokal, jarak ke sungai besar, dan jarak ke lahan

terbangun. Pertengahan 1997 hingga sepanjang tahun 1998, berbagai kegiatan

ekonomi di seluruh Indonesia, khususnya di sektor formal, praktis menurun drastis

akibat krisis ekonomi dunia. Konsukuensinya, banyak perusahaan, terutama skala

besar termasuk sejumlah konglomerat yang selama era Orde Baru sangat tergantung

pada impor bahan baku dan atau barang setengah jadi, terpaksa mengurangi atau

bahkan menghentikan sama sekali kegiatan produksi. Menurut Tambunan (2006)

pada tahun 1999 ekonomi Indonesia sudah mulai pulih dengan mencapai suatu

kemajuan dari stabilitas ekonomi makro ditandai dengan investor-investor yang

mulai bermunculan diberbagai kota, seperti Bandung dan Jakarta. Pemerintah

kembali meningkatkan infrastruktur penunjang seperti jaringan listrik,

telekomunikasi, air bersih, gas, bandara, dan pelabuhan.

Menurut BPS (2012) Jalan di Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.

Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan lingkungan, Jakarta juga didukung

oleh jaringan Jalan Tol Lingkar Dalam, Jalan Tol Lingkar Luar, Jalan Tol Jagorawi,

dan Jalan Tol Ulujami - Serpong. Pemerintah berencana akan membangun Tol

Lingkar Luar tahap kedua yang mengelilingi kota Jakarta dari Bandara Soekarno

Hatta - Tangerang - Serpong - Cinere - Cimanggis - Cibitung - Tanjung Priok

dengan tujuan untuk mengembangkan Jakarta kesegala arah dengan Monumen

Nasional (Monas) sebagai titik pusat.

Pada Wilayah Metropolitan Bandung, Kota Bandung adalah pusat wilayah

dengan beberapa kota di sekelilingnya yang berfungsi sebagai pendukung

pertumbuhan dan perkembangan dari kota pusat sehingga dapat membantu daya

dukung kota pusat itu sendiri. Pemerintah menetapkan Kota Cimahi sebagai kota

otonom pada tahun 2002 dan disusul dengan pemekaran Kabupaten Bandung Barat

sebagai kabupaten baru pada tahun 2003. Berdasarkan hal itu, tentu akan tercipta

18

Page 33: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

interaksi fungsional dan spasial antara pusat dan kota-kota di sekelilingnya. Hal

tersebut membuat beberapa aktivitas seperti perumahan, dan industri semakin

meningkat pada periode tersebut (BPS, 2012 ). Untuk ketersediaan jaringan jalan,

panjang jaringan jalan yang tersedia di Kota Bandung sekitar 1.221 Km (BPS,

2012) dan luas permukaan jalan di Kota Bandung hanya sekitar 3,8% dari total

keseluruhan luas Kota Bandung yang seharusnya mampu mencapai 20% dari total

keseluruhan luas kota Bandung.

Periode selanjutnya tahun 2005 - 2015 faktor yang berpengaruh yaitu jarak

ke jalan tol, jarak ke jalan lokal, lereng, dan jarak ke lahan terbangun. Pada periode

ini terjadi perkembangan pesat di wilayah metropolitan Bandung, ditandai dengan

pertumbuhan sentra – sentra industri dan bisnis yang menyebar diseluruh wilayah

Kota Bandung secara simultan dan kontinu. Menurut Fadhilah (2013) Salah satu

wilayah yang berkembang pesat adalah wilayah Bandung bagian selatan yaitu

wilayah Tegallega Kecamatan Astanaanyar. Tegallega pada awalnya merupakan

kawasan pertanian, namun semenjak munculnya industri – industri besar maupun

kecil diwilayah ini kemudian membuat perubahan yang signifikan. Perubahan

ditandai dengan bertambahnya komplek perumahan dan pertokoan serta

penambahan infrastruktur jalan.

Investasi di Provinsi DKI Jakarta semakin membaik di tahun 2015 setelah

pemerintahan memaparkan kebijakan daerah dan mendorong kembali bidang

infrastruktur. Investasi bidang infrastruktur seperti proyek pembangunan MRT

Jakarta - Bandung, kereta bandara Soekarno - Hatta dan Halim Perdana Kusumah,

perluasan pelabuhan dan jalan layang di Tanjung Priok, serta proyek lain

merupakan infrastruktur berskala besar yang mulai direalisasikan (Analisa

Pembangunan Daerah 2014). Kebijakan tersebut mendorong permintaan lahan yang

tinggi, dan pihak yang dirugikan adalah lahan pertanian khususnya lahan sawah.

Gambar 5 Grafik Probabilitas Konversi Lahan Periode Tahun 1983 - 1996

19

Gambar 6 Grafik Probabilitas Konversi Lahan Periode Tahun 1996 - 2005

Unit

Unit

Page 34: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Gambar 7 Grafik Probabilitas Konversi Lahan Periode Tahun 2005 - 2015

Beberapa faktor tentu berpengaruh terhadap penyusutan lahan sawah, akan

tetapi ada empat faktor yang konsisten memiliki pengaruh pada semua periode,

faktor tersebut adalah jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, jarak ke sungai besar,

dan jarak ke lahan terbangun. Lahan terbangun memang memiliki hubungan yang

bertolak belakang dengan adanya lahan sawah sehingga apabila lahan terbangun

mengalami peningkatan, lahan sawah di daerah - daerah tertentu banyak mengalami

penyusutan, terutama daerah yang berinteraksi dengan kota-kota besar. Seperti

daerah di sekitar kota-kota metropolitan seperti Jabodetabek, Jababeka, Bandung

Raya, dan kota lainnya.

Periode tahun 1983 - 1996, variabel - variabel memiliki nilai koefisien

negatif adalah jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, dan jarak ke lahan terbangun,

sedangkan variabel dengan koefisien positif adalah jarak ke sungai besar dan lereng.

Periode tahun berikutnya yakni 1996 - 2005 memiliki koefisien variabel yang

bernilai negatif adalah jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lokal, dan jarak ke lahan

terbangun, sebaliknya variabel yang bernilai positif adalah jarak ke sungai besar.

Periode tahun 2005 hingga 2015 memiliki variabel - variabel koefisien negatif

seperti jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, lereng, dan jarak ke lahan terbangun

sedangkan koefisien variabel positif seperti jarak ke sungai besar. Sebagaimana

dideskripsikan pada gambar 5, 6, dan 7, nilai positif dan negatif menunjukkan arah

pengaruh faktor - faktor dominan terhadap konversi lahan sawah. Jika nilai

koefisien negatif berarti semakin dekat jarak sawah terhadap faktor maka akan

semakin tinggi probabilitas sawah tersebut terkonversi, sebaliknya jika koefisien

faktor bernilai positif menunjukkan bahwa semakin dekat jarak sawah terhadap

faktor maka probabilitas sawah semakin terkonversi semakin rendah. Selain itu

terdapat satu faktor yang mengalami perubahan nilai koefisien dari positif ke

negatif yaitu lereng. Pada periode awal, lereng memiliki nilai koefisien positif

dikarenakan pada periode 1983 - 1996 diketahui bahwa konversi lahan sawah

banyak terjadi pada lereng yang cenderung curam. Sebaliknya, pada periode akhir

yaitu 2005 hingga 2015 lereng memiliki nilai koefisien negatif, karena pada periode

ini banyak lahan sawah terkonversi pada lereng yang cenderung landai.

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Helmer (2004) yang berkaitan

dengan aksesibilitas. Jarak yang dekat dengan perkotaan dan sarana prasarana

seringkali menjadi faktor pemicu terjadinya konversi lahan, terlebih lagi pada

kawasan hutan dan sawah dekat dengan perkotaan. Terkait dengan dengan efek

jarak ini, penelitian yang dilakukan oleh Ruswandi et al. (2007) menyimpulkan

bahwa semakin bergesernya aktifitas pertanian menjauhi pasar maka biaya

transportasi akan meningkat sehingga menurunkan efisiensi usahatani. Akibatnya,

20

Unit

Page 35: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

lahan-lahan pertanian memiliki nilai land rent rendah dan cenderung untuk

dikonversikan untuk penggunaan pemukiman.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

beberapa simpulan penting yaitu:

1. Periode dengan tingkat penyusutan terendah atau mengalami penambahan

luasan sawah terjadi pada tahun 1983 – 1996 (63.735,98 Ha). Sedangkan

Periode dengan tingkat penyusutan lahan sawah tertinggi terjadi pada tahun

1996 – 2000 (86.674,72 Ha).

2. Dalam periode 1983 – 2015, wilayah yang mengalami konversi lahan sawah

terbesar adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Tangerang adalah wilayah

kabupaten dengan rata – rata laju konversi lahan sawah tercepat dengan

(1,35 %), sedangkan wilayah kota yang mengalami rata - rata laju konversi

lahan sawah tercepat adalah wilayah Kota Depok (7,93 %) dan Kota Tangerang

Selatan (6,04%).

3. Jarak ke jalan tol, jarak ke jalan lainnya, jarak ke sungai besar, dan jarak ke

lahan terbangun merupakan empat faktor yang memiliki pengaruh konsisten

terhadap konversi lahan sawah di semua periode tahun. Semakin dekat jarak

sawah dengan jalan tol, jalan lainnya, lahan terbangun, serta semakin jauh jarak

sawah terhadap sungai besar maka konversi lahan sawah akan semakin tinggi.

Saran

Pengembangan infrastruktur seperti jalan tol, jalan raya, kawasan industri,

serta kawasan permukiman hendaknya diarahkan berjauhan dengan area

persawahan sedangkan area persawahan yang dekat dengan infrastruktur tersebut

perlu pengawasan yang lebih intensif. Selain itu perlu adanya penelitian lebih lanjut

terkait penyusutan lahan sawah dengan menganalisa faktor – faktor lain seperti

faktor ekonomi, faktor sosial atau faktor kebijakan yang dapat memiliki pengaruh

lebih besar terhadap penyusutan lahan sawah.

21

Page 36: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. BPS dalam Angka 2012. Jakarta (ID) :Badan

Pusat Statistik.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014. Analisa Pembangunan Daerah: Perkembangan

Provinsi DKI Jakarta 2014. Jakarta (ID) :Badan Pusat Statistik.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Perkembangan Indikator Utama Sosial -

Ekonomi Indonesia 2015. Jakarta (ID) :Badan Pusat Statistik.

[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Pangan 2014. Jakarta (ID):

Badan Pusat Statistik.

[BPN]. Badan Pertanahan Nasional. 2007. ATLAS Neraca Penatagunaan Tanah

Nasional. Jakarta (ID) : Badan Pertanahan Nasional.

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr

Barus B, Panuju DR, Iman LS, Trisasongko BH, Gandasasmita K, dan Kusumo R.

2010. Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian

Berkelanjutan dengan Analisis Spasial. Prosiding, Seminar dan Kongres

Nasional X HITI : Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas. 2011 Desember 6-

11; Surakarta (ID) : Universitas Sebelas Maret. hlm 554-561.

Deng J. S, K. Wang, Y.ong, and J. G. Qi. 2009. SpatioTemporal Dynamics and

Evolution of Land Use Change and Landscape Pattern in Response to Rapid

Urbanization. Lansdcape and Urban Planning. 92, Pp. 187-198.

Fadhilah A. 2014. Pemanfaatan Citra Quickbird Untuk Evaluasi Kesesuaian Antara

Lokasi Industri dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Tegallega. [Skripsi].

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Empersi. 2009. Kajian spasial konversi lahan sawah di Kabupaten Bekasi, Propinsi

Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Hardjowigeno S dan Luthfi M. 2005. Tanah Sawah. Malang (ID): Bayumedia

Publishing.

Harinowo C. 2004. “Penanganan Krisis Indonesia Pasca IMF”. Jakarta (ID).

PT.Gramedia Pustaka Utama.

Helmer EH. 2004. Forest Conservation and Land Development in Puerto

Rico.Kluwer Academic Publishers. Landscape Ecology 19, Pp. 29-40.

Irawan B. 2008. Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Konversi Lahan. Bandar

Lampung. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.

Jokar Arsanjani J, Helbich M, Kainz W, and Bloorani A D 2013 Integration of

logistic regression, Markov chain and cellular automata models to simulate

urban expansion. International Journal of Applied Earth Observation and

Geoinformation 21: 265–75.

Kitamura T. and E. Rustiadi. 1997. Indonesian Model. Centre for Global

Enviromental Research. ISSN 1341-4356. CGER-1027-1997.

Kumar C, Locatelli B, Carla P. Catterall, and Imbach P. 2014. Tropical reforestation

and climate change: beyond carbon. The Journal of Society for Ecological

Restoration. 10.1111/rec.12209.

Mussa L, Mukhlis, dan Rauf A. 2006. Dasar Ilmu Tanah. FP USU. Medan.

Nachrowi ND, dan U. Hardius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika. Rajawali

Pers, Jakarta.

22

Page 37: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Nasoetion LB. dan J. Winoto. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan

Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Prosiding

Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air : 64-82.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford

Foundation.

Nurwadjedi. 2011. Indeks Keberlanjutan lahan sawah untuk mendukung penataan

ruang: studi kasus di Pulau Jawa. [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana

IPB.

Panuju DR. 2000. Analisis Konversi Lahan Berdasarkan Kelas Kesesuaian Lahan

untuk Tanaman Pangan. Laporan Akhir Penelitian, Dibiayai oleh Dana Rutin

Institut Pertanian Bogor Anggaran Tahun 1999 / 2000. IPB.

Panuju DR, K Mizuno, dan BH Trisasongko. 2013. The dynamics of rice

production in Indonesia 1961-2009. Journal of the Saudi Society of Agricultural

Sciences. 12 (2013): 27-3

Pasandaran, dan Effendi. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan

Sawah Beririgasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(4).

Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. CV

Informatika. Bandung.

Puslitbangtanak. 2003. Pengembangan Lahan Sawah Mendukung Pengembangan

Agribisnis Berbasis Tanaman Pangan. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Rustiadi E. 1999. Dimensi Spasial dalam Pembangunan Wilayah. Jurnal Kuliah

Kapita Selekta Mahasiswa Program Studi IPSL, Jurusan Tanah, IPB, 9

Oktober 1999.

Rustiadi E. 2001. Alih Fungsi Lahan Dalam Perspektif Lingkungan Perdesaan.

Makalah. Disampaikan Pada Lokakarya penyusunan kebijakan dan Strategi

pengelolaan lingkungan kawasan Perdesaan di Cibogo Bogor 10 – 11 Mei 2001.

Rustiadi E, dan Panuju D. R. 2002. “Spatial Pattern of Suburbanization and Land

Use Change Process: Case Study in Jakarta Suburb” in Land Use Changes in

Comparative Perspective edited by Himiyama et.al. USA: Science Publisher Inc.

Rustiadi E, dan R. Wafda . 2008. Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan

Abadi dalam Prespektif Ketahanan Pangan. Crestpent Press dan Yayasan Obor.

Jakarta.

Rustiadi E, dan Barus B. 2012. Riset berbasis data satelit penginderaan jauh untuk

mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Makalah pada Pertemuan

Pemangku Kepentingan dalam Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk

Pertanian dan Ketahanan Pangan di Indonesia. Bogor (ID). Juni 04, 2012.

Rustiadi E, Iman LOS, Lufitayanti T, and Pravitasari AE. 2013. LUCC

Inconsistency Analysis to Spatial Plan and Land Capability (Case Study:

Jabodetabek Region). SLUAS Science Report. V.25/No.3: 123-127.

Ruswandi A, E. Rustiadi, dan K. Mudikdjo. 2007. Konversi Lahan Pertanian dan

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara. Jurnal

Tanah dan Lingkungan. 9(2), Pp. 63-70.

Saefulhakim RS, dan IN. Lutfi. 1995. Kebijaksanaan Pengendalian Konversi Lahan

Sawah Beririgasi Teknis. Makalah Seminar Pengembangan Sumber Daya

Lahan. PPT dan Agroklimat, Bogor. 26-27 September 1995.

Setiawan Y, Fatikhunnada A, Liyantono, Rizky M, dan Tajul M. 2015. Pola

Perubahan Lahan Pertanian dan Badan Air Menjadi Lahan Sawah

23

Page 38: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

Di Bandung Jawa Barat. Prosiding Seminar Informatika pertanian 2015 :

Information Technology for Sustainable Agroindustry. 2015 November 12-13;

Jatinangor (ID) : Universitas Padjadjaran. hlm 3B-145.

Sitorus SRP, R. Putri, DR. Panuju. 2009. Analisis Konversi Lahan Pertanian di

Kabupaten Tangerang. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11(2):41- 48.

Tambunan T. 2006. Development of Small & Medium Enterprises in Indonesia from

the Asia Pacific Perspective, Jakarta: LPFE-Usakti.

Trisasongko BH , DR. Panuju, LS. Iman, Harimurti, AF. Ramly, V. Anjani dan H.

Subroto.2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol

Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Jakarta.

Verburg PH.1999. Land use change under conditions of high population pressure:

the case of Java. Global environmental change:Pergamon.Wageningen.

Winoto J , NA. Achsani, B. Barus, DR. Panuju, F. Tonny dan MN. Aidi. 1996.

Konversi Lahan dan Dampaknya Terhadap Keberlansungan Sistem Pertanian

di Pantai Utara Jawa Barat. Laporan Penelitian Kerjasama LP-IPB dan ARMP,

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

24

Page 39: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

LAMPIRAN

TAHUN 1983 - 1996

Deviance Table

Coefficients

Term Coef SE Coef VIF

Constant 0.379 0.370

JALAN_TOL -0.000162 0.000061 1.27

JALAN_LAINNYA -0.001108 0.000649 1.38

SNG_BESAR 0.001498 0.000551 1.14

SNG_MSIMAN 0.000012 0.000048 3.87

LERENG 0.00522 0.00115 1.39

TINGGI 0.000009 0.000107 3.57

LAHAN_TERBANGUN -0.000082 0.000042 1.29

Regression Equation

P(1) = exp(Y')/(1 + exp(Y'))

Y' = 0.379 - 0.000162 JALAN_TOL - 0.001108 JALAN_LAINNYA

+ 0.001498 SNG_BESAR + 0.000012 SNG_MSIMAN + 0.00522 LERENG

+ 0.000009 TINGGI - 0.000082 LAHAN_TERBANGUN

Goodness-of-Fit Tests

Test DF Chi-Square P-Value

Deviance 192 204.39 0.257

Pearson 192 373.14 0.000

Hosmer-Lemeshow 8 15.82 0.045

25

Page 40: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

TAHUN 1996 – 2005

Deviance Table

Coefficients

Term Coef SE Coef VIF

Constant 1.504 0.356

JALAN_TOL -0.000189 0.000056 1.15

JALAN_LAINNYA -0.001885 0.000757 1.07

SNG_BESAR 0.000969 0.000487 1.22

SNG_MSIMAN 0.000075 0.000052 3.09

LERENG -0.000464 0.000781 1.11

TINGGI -0.000191 0.000146 2.85

LAHAN_TERBANGUN -0.000281 0.000099 1.17

Regression Equation

P(1) = exp(Y')/(1 + exp(Y'))

Y' = 1.504 - 0.000189 JALAN_TOL - 0.001885 JALAN_LAINNYA

+ 0.000969 SNG_BESAR + 0.000075 SNG_MSIMAN - 0.000464 LERENG

- 0.000191 TINGGI - 0.000281 LAHAN_TERBANGUN

Goodness-of-Fit Tests

Test DF Chi-Square P-Value

Deviance 191 206.51 0.210

Pearson 191 187.56 0.557

Hosmer-Lemeshow 8 5.87 0.661

26

Page 41: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

TAHUN 2005-2015

Deviance Table

Coefficients

Term Coef SE Coef VIF

Constant 1.448 0.327

JALAN_TOL -0.000112 0.000052 1.27

JALAN_LAINNYA -0.001495 0.000688 1.07

SNG_BESAR -0.000953 0.000558 1.04

SNG_MSIMAN -0.000013 0.000042 3.50

LERENG -0.0214 0.0109 1.03

TINGGI 0.000042 0.000108 3.65

LAHAN_TERBANGUN -0.000183 0.000086 1.10

Regression Equation

P(1) = exp(Y')/(1 + exp(Y'))

Y' = 1.448 - 0.000112 JALAN_TOL - 0.001495 JALAN_LAINNYA

- 0.000953 SNG_BESAR + 0.000013 SNG_MSIMAN - 0.0214 LERENG

+ 0.000042 TINGGI - 0.000183 LAHAN_TERBANGUN

Goodness-of-Fit Tests

Test DF Chi-Square P-Value

Deviance 192 218.02 0.096

Pearson 192 216.01 0.113

Hosmer-Lemeshow 8 11.75 0.163

27

Page 42: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

DAFTAR JALAN TOL JABODETABEKPUNJUR-BANDUNG RAYA

No Ruas Jalan Tol Singkatan Daerah

Panjang

(Km) Tahun

1 Jakarta-Bogor-Ciawi Jagorawi JKT-Jabar 46 1978

2 Prof.Dr.Sedyatmo Sedyatmo JKT- BNT 25 1981

3 Jakarta-Tangerang Janger JKT-BNT 26 1984

4 Jakarta-Cikampek Jak-Pek JKT-Jabar 73 1985

5 Tangerang-Merak Tang-Mer BNT 72 1985

6 Cawang-Pluit JIUTR JKT 21 1987

7 Ir.Wiyoto Wiyono Wiyoto JKT 15 1988

8 Padalarang-Cileunyi Padaleunyi Jabar 33 1989

9 Lingkar Luar Jakarta JORR JKT 64 1989

10 Lingkar Luar Jakarta S JORR S JKT 12 1993

11 Palimanan-Kanci Palikanci Jabar 26 1995

12 Pluit-Ancol-jembatan PAJ JKT 11 1995

13 Bekasi-Cawang-Melayu Becakayu JKT 21 1996

14 Serpong-Pondok Aren Ser-Pon JKT-BNT 7 1997

15 Ululjami-Pondok Aren ulul-Pon JKT-BNT 5 1998

16 Cikampek-Purwakarta-Padalarang Cipularang JBR 52 2003

17 Lingkar Luar Jakarta E1 JORR E1 JBR 4 2005

18 Lingkar Luar Jakarta E3 JORR E3 JBR 4 2006

19 Lingkar Luar Jakarta E4 JORR E4 JBR 3 2007

20 Lingkar Luar Bogor BORR JBR 11 2009

21 Lingkar Luar Jakarta W1 JORR W1 JKT 8 2009

22 Tanjung Priok Tnj.Priok JKT 16 2010

23 Cinere – Jagorawi Cijago JBR 3 2011

24 Bogor-Ciawi-Sukabumi Bocimi JBR 53 2011

25 Kembangan-Ululjami JORR W2N JKT 7 2013

26 Depok-Antasari Desari JKT-Jabar 12 2014

27 Serpong-Balaraj Serpong BNT 31 2014

28 Jalan Tol Layang Dalam JKT JDKJ JKT 69 2015

29 Kunciran-Serpong Kunser JKT-BNT 11 2015

*Kementerian Pekerjaan Umum

28

Page 43: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

DAFTAR SUNGAI JABODETABEKPUNJUR – BANDUNG RAYA

No Nama Sungai Lokasi No Nama Sungai Lokasi

1 Ci Liwung JBR-JKT-BNT 41 Ci Herang JBR

2 Ci Pinang JKT 42 CI Leuleuy JBR

3 Kali Angke JKT 43 Ci Liman BNT

4 Kali Grogol JKT 44 Ci Bungur BNT

5 Kali Krukut JKT 45 Ci Baliung BNT

6 Kali Malang JKT 46 CI Sawarna BNT

7 Kali Mokervart JKT 47 Ci Banten BNT

8 Kali Pesangrahan JKT

9 Kali Semanan JKT

10 Kali Sunter JKT

11 Aluran JKT

12 Tengah JKT

13 Udang JKT

14 Ci Beet JBR

15 Ci Binong JBR

16 Ci Bulan JBR

17 CI Danau JBR

18 Ci Durian JBR

19 CI Hideung JBR

20 Ci Karang JBR

21 Ci Katomas JBR

22 CI Kapundung JBR

23 Ci Kubang JBR

24 Ci Langkub JBR

25 CI Losari JBR - BNT

26 Ci Mandiri JBR - BNT

27 Ci Mantiung JBR - BNT

28 Ci manuk JBR - BNT

29 Ci Ojar JBR

30 Ci Pada JBR

31 Ci Paku JBR

32 CI Picung JBR

34 Ci Rawa JBR

35 Ci Sadane JBR - BNT

36 Ci Sanggarung JBR-BNT

37 Ci Sarua JBR

38 Ci Tandui JBR

39 Ci Tarum JBR-BNT

40 Ci Ujung JBR-BNT

*Kementerian Pekerjaan Umum

29

Page 44: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

30

Page 45: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

31

Page 46: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

32

Page 47: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

33

Page 48: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

34

Page 49: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

35

Page 50: ANALISIS SPASIAL PENYUSUTAN LAHAN SAWAH DI … · 7 Grafik Probabilitas Periode Tahun 2005 - 2015 20. DAFTAR LAMPIRAN . 1. Hasil Regresi Linier Logistik Tahun 1983 - 1996 25 ... Jumlah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 01 Februari 1994 sebagai putra pertama dari

dua bersaudara dari pasangan Bapak Sukarman dan Ibu Sukarni. Pada tahun 2000 penulis

memulai studinya di TK ( Taman Kanak-Kanak) Sumbersari dan lulus pada tahun 2001.

Penulis melanjutkan pendidikan di SDN ( Sekolah Dasar Negeri) Sambirejo dan lulus tahun

2007. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMPN (Sekolah Menengah Pertama

negeri) 04 Saradan dan lulus pada tahun 2009. Kemudian penulis bersekolah di SMAN

(Sekolah Menengah Atas Negeri) 02 Mejayan dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012,

penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah setahun belajar di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) .

pada tahun 2013 penulis memasuki Mayor Managemen Sumberdaya Lahan Fakultas

Pertanian.

Selama kuliah penulis aktif pada lembaga kemahasiswaan kampus. Tercatat penulis

pernah ikut serta menjadi panitia di beberapa program departemen maupun fakultas, seperti

Seminar Nasional Ilmu Tanah 2014 dan 2015, Cross Country 2015, IPB Goes To Field 2013,

UPSUS PAJALE. Penulis juga pernah diberi tanggung jawab sebagai asisten praktikum

untuk mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Pengantar Ilmu Tanah, serta

Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan.

36