123
Skripsi Geofisika ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN GOWA AULIFA ANDHINI PUTRI H22112276 PROGRAM STUDI GEOFISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Skripsi Geofisika

ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN

BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN GOWA

AULIFA ANDHINI PUTRI

H22112276

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA

TANAH LONGSOR DI KABUPATEN GOWA

OLEH :

AULIFA ANDHINI PUTRI

H221 12 276

Diajukan

Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Geofisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …
Page 4: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …
Page 5: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

i

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk upaya penanggulangan bencana

berdasarkan analisis risiko tanah longsor di Kabupaten Gowa berbasis Sistem

Informasi Geografis (SIG). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) membuat

zona risiko bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa; dan 2) membuat pemetaan

tempat dan jalur evakuasi bencana di Kabupaten Gowa. Metoda yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metoda Analisis Spasial Overlay dan Network

Analysis pada program ESRI ArcGIS. Peta zona risiko bencana tanah longsor

dibuat dengan melakukan analisis tumpang tindih antara data spasial kapasitas

daerah, kerentanan, dan bahaya bencana tanah longsor. Penelitian ini

menghasilkan tiga kelas risiko bencana yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan

masing-masing kelas mencakup luasan sekitar 88,12%; 10,90%; dan 0,98% dari

total luas keseluruhan Kabupaten Gowa. Daerah yang memiliki tingkat risiko

tinggi terbesar adalah Kecamatan Parigi, Tinggimoncong, dan Bungaya dengan

luas masing-masing 804,78 Ha; 747,54 Ha; dan 158,58 Ha. Dari hasil analisis

risiko, dilakukan analisis jaringan untuk menentukan jalur evakuasi dari daerah

yang memiliki risiko bencana tanah longsor tinggi dengan luas cukup besar

menuju lokasi ruang evakuasi terdekat di Kabupaten Gowa. Pada Kecamatan

Parigi, terdapat dua buah jalur evakuasi, yang pertama menghubungkan Desa

Jonjo dan Desa Sicini dengan lokasi Ruang Evakuasi di Desa Jonjo dan jalur

evakuasi yang kedua menghubungkan Desa Manimbahoi dengan lokasi ruang

evakuasi di Desa Majannang. Pada Kecamatan Tinggimoncong, jalur evakuasi

menghubungkan Desa Garassi dan Desa Gantarang dengan beberapa lokasi ruang

evakuasi di Desa Malino. Sedangkan pada Kecamatan Bungaya, jalur evakuasi

menghubungkan Desa Bontomannai dengan ruang evakuasi di Desa Sapaya.

Kata kunci :Analisis Jaringan, Analisis Tumpang Tindih, Jalur Evakuasi,

Tanah Longsor

Page 6: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

ii

ABSTRACT

This research was conducted as a disaster management effort of landslide

obtained from the analysis of disaster risk level in Gowa Regency based on

Geographic Information System (GIS). The purposes of this research are 1) to

create a landslide risk zone in Gowa Regency; and 2) to mapping the evacuation

sites and paths in high disaster risk areas in Gowa Regency. The methods that

used in this research are Overlay and Network Spatial Analysis on ESRI ArcGIS

program. The landslide risk zone map is generated from overlapping the spatial

data of capacity, vulnerability, and hazard of the landslide. The research gives

three classes of risk zone i.e. low, medium, and high class with each class

covering about 88.12%; 10.90%; and 0.98% of total area of Gowa Regency. The

areas with the highest level of high risk are Parigi, Tinggimoncong, and Bungaya

Sub-District with each area about 804.78 ha, 747.54 ha, and 158.58 ha. By the

result of the risk analysis, the network analysis was conducted to find out the

evacuation route from the larger high risk area to the location of the nearest

evacuation sites in Gowa Regency. In Parigi Sub-District, there are two

evacuation routes, the first is to connect Jonjo and Sicini Village to the evacuation

site in Jonjo Village and the second evacuation route connects Manimbahoi

Village to the evacuation site in Majannang Village. In Tinggimoncong Sub-

District, the evacuation route connects Garassi and Gantarang Village to several

evacuation sites in Malino Village. And in Bungaya Sub-District, the evacuation

route connects Bontomannai Village to the evacuation site in Sapaya Village.

Keywords : Evacuation Route, Overlay Analysis, Network Analysis, Landslide

Page 7: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat taufiq dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ANALISIS RISIKO

DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA TANAH LONGSOR

DI KABUPATEN GOWA” yang disusun sebagai syarat akademis dalam

menyelesaikan studi program Sarjana (S1) program studi Geofisika di Universitas

Hasanuddin.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua (Bapak H. Iwan’s

Faturachman, dan Ibu Suryani yang telah tulus, ikhlas, dan tak pernah putus

dalam memberikan kasih sayang, cinta, do’a, perhatian, dukungan moral dan

materil kepada penulis hingga saat ini.

Penulis menyadari bahwa rampungnya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan, dukungan, doa serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu,

pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis hendak

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Arifin, M.T. selaku Ketua Jurusan Fisika, Bapak Dr. H. Muh.

Altin Massinai, MT.,Surv selaku Ketua Prodi Geofisika, dan Bapak

Syamsuddin, S.Si, MT selaku Sekretaris Jurusan Fisika serta seluruh pegawai

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin yang telah memberikan

kemudahan dalam pengurusan administrsi penulisan ini.

Page 8: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

iv

2. Bapak Dr. H. Samsu Arif, M.Si selaku pembimbing utama sekaligus yang

telah memberi dukungan dan membimbing penulis hingga terselesainya salah

satu syarat wajib kelulusan ini.

3. Bapak Dr. Eng. Amiruddin, S.Si, M.Si dan Bapak Ir. Bambang Hari Mei,

M.Si selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan

pengarahan, saran hingga bimbingan dalam penyelesaian penulisan ini.

4. Bapak Dr. Paharuddin, M.Si, Prof. Dr. H. Dadang Ahmad S., M.Eng.Sc,

dan Bapak Dr. Muh. Altin Massinai, MT.,Surv selaku tim penguji Skripsi

Geofisika yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam

penyempurnaan penulisan ini.

5. Ibu Dra. Maria, M.Si selaku Penasehat Akademik yang sangat pengertian

dan selalu memberikan dukungan moral serta menjadi inspirasi bagi penulis

untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

6. Seluruh Staff Dosen program studi Geofisika Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan banyak pengetahuan sebagai dasar penulis selama menimba

ilmu di FMIPA Unhas.

7. Seluruh Staff Pegawai di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Hasanuddin atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan

kepada penulis dalam pengurusan administrasi selama menempuh pendidikan

di Unhas.

8. Adik-adik tercinta Adimas Faturachman dan Adinda Sekarsari, yang

senantiasa membantu dan memberi motivasi hingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

Page 9: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

v

9. Teman-teman seperjuanganku, Anggun, Chia, Ita, Aya, Ririen atas segala

dorongan semangat dan kebersamaan yang tak terlupakan, terkhusus untuk

Kiki dan Amel yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

10. Kakak Risma, S.Si, yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan hasil penelitian.

11. Kepada Pak Arwan dan Suca yang telah berbagi ilmu dan informasi yang

sangat bermanfaat seputar tugas akhir penulis.

12. Teman-teman seperjuangan seangkatan Uzy, Atika, Desy, dan Inces-Inces

cetar uh laa laa, teman-teman seperjuangan beda angkatan Hylda, Purnama,

Diana, Risda, Harista, dan Inces-Inces lain atas segala dukungannya, telah

menguatkan dan selalu mendengarkan curhat dari penulis, semoga kalian

sukses selalu dimanapun kalian berada teman-temanku. Untuk adik-adikku

Qhyma, Asyifa, Putri, Akra, Dera, Arfah dkk. Terima kasih atas berbagai

masukan dan motivasinya, semoga segera menyusul skripsiannya, aamiin

13. Teman-teman Prodi Geofisika dan Prodi Fisika Universitas Hasanuddin

angkatan 2012, dan teman-teman KKN Angkatan 90 Kec. Duampanua

Kab. Pinrang terkhusus Posko Desa Massewae yang senantiasa ada untuk

memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis.

14. Fitriani Supriadi, partner sekaligus sohib seperjuangan yang telah

memberikan semangat, dukungan, dan do’a demi kelancaran penyusunan

tugas akhir penulis.

Page 10: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

vi

15. Hasriani Cindy, sohibku yang tak pernah lupa memberi masukan dan

motivasi kepada penulis agar segera menyelesaikan tugas akhir ini.

16. Yang terkasih, Ade Rosadi yang telah memberikan dukungan yang tidak

kalah banyak dalam penyusunan skripsi ini.

17. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu.

Rasa hormat dan terima kasih bagi semua pihak atas segala dukungan dan do’anya

yang telah diberikan kepada penulis, semoga Allah membalas dengan kebaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan

saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak yang dapat

dipergunakan untuk penelitian selanjutnya. Semoga karya kecil ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Makassar, Februari 2018

Penulis

Page 11: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ......................................................................................................... i

ABSTRACT ....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Ruang Lingkup .......................................................................................... 3

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana ..................................................................................................... 4

2.1.1 Definisi Bencana .............................................................................. 4

2.1.2 Jenis Bencana ................................................................................... 5

2.1.3 Manajemen Bencana ........................................................................ 5

2.1.4 Risiko Bencana................................................................................. 6

2.1.5 Bahaya/Ancaman (Hazard) .............................................................. 7

2.1.6 Kerentanan (Vulnerability)............................................................... 9

2.1.7 Kapasitas (Capacity) ........................................................................ 11

2.1.8 Hubungan Antara Bahaya, Kerentanan, Kapasitas, dan Risiko ....... 12

Page 12: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

viii

2.2 Gerakan Tanah .......................................................................................... 13

2.3 Sistem Informasi Geografis ...................................................................... 18

2.3.1 Analisis Spasial (Spatial Analysis) .................................................. 20

2.3.2 Analisis Jaringan (Network Analysis) .............................................. 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 24

3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 24

3.3 Prosedur Penelitian.................................................................................... 26

3.3.1 Persiapan dan Pengumpulan Data .................................................... 26

3.3.2 Pembuatan Data Spasial Kerentanan Bencana ................................. 26

3.3.3 Pembuatan Data Spasial Kapasitas Daerah ...................................... 32

3.3.4 Pembuatan Data Spasial Risiko Bencana ......................................... 32

3.3.5 Pembuatan Peta Jalur Evakuasi ........................................................ 33

3.4 Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor ................................................... 37

4.2 Indeks Kerentanan Bencana Tanah Longsor............................................. 40

4.2.1 Indeks Kerentanan Fisik dan Lingkungan ....................................... 40

4.2.2 Indeks Kerentanan Sosial ................................................................. 49

4.2.3 Indeks Kerentanan Ekonomi ............................................................ 54

4.3 Indeks Kapasitas........................................................................................ 55

4.4 Indeks Risiko Bencana Tanah Longsor .................................................... 60

4.5 Analisis Jalur Evakuasi ............................................................................. 63

4.5.1 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Parigi ............. 66

Page 13: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

ix

4.5.2 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan

Tinggimoncong ................................................................................ 68

4.5.3 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Bungaya ........ 68

4.5.4 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ............. 70

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 72

5.2 Saran .......................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74

LAMPIRAN .........................................................................................................

Page 14: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema gerakan massa tanah dan batuan ....................................... 15

Gambar 2.2 Tahapan keruntuhan lereng akibat infiltrasi air ............................ 18

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ................................................................... 24

Gambar 3.2 Kelas Faktor Penyebab Longsor ................................................... 35

Gambar 4.1 Peta Bahaya Tanah Longsor Kabupaten Gowa Tahun 2011 ........ 39

Gambar 4.2 Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ....... 39

Gambar 4.3 Grafik Klasifikasi Kerentanan Fisik dan Lingkungan Tanah

Longsor ......................................................................................... 48

Gambar 4.4 Peta Kerentanan Fisik dan Lingkungan Tanah Longsor

Kabupaten Gowa ........................................................................... 48

Gambar 4.5 Peta Sebaran Permukiman Kabupaten Gowa ................................ 51

Gambar 4.6 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa Tahun 2015 ............ 53

Gambar 4.7 Peta Kerentanan Sosial Kabupaten Gowa ..................................... 53

Gambar 4.8 Peta Kerentanan Ekonomi Kabupaten Gowa ................................ 54

Gambar 4.9 Peta Kapasitas Daerah Kabupaten Gowa ...................................... 62

Gambar 4.10 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ............... 62

Gambar 4.11 Peta Ruang Evakuasi Menurut Perda Kabupaten Gowa Nomor

15 Tahun 2012-2032 ..................................................................... 64

Gambar 4.12 Peta Lokasi Ruang Evakuasi Alternatif Kabupaten Gowa ........... 65

Gambar 4.13 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Parigi .. 67

Gambar 4.14 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan

Tinggimoncong ............................................................................. 69

Gambar 4.15 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan

Bungaya......................................................................................... 70

Gambar 4.16 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa .. 71

Page 15: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Bahan dan sumber bahan yang digunakan dalam penelitian ................ 26

Tabel 4.1 Luas wilayah bahaya berdasakan kelas bahaya bencana tanah

longsor Kabupaten Gowa ..................................................................... 38

Tabel 4.2 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Elevasi .............................................. 41

Tabel 4.3 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Aspek Lereng ................................... 41

Tabel 4.4 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Kemiringan Lereng .......................... 42

Tabel 4.5 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Sungai .............................. 44

Tabel 4.6 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Jalan ................................. 44

Tabel 4.7 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Kelurusan ......................... 44

Tabel 4.8 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Tekstur Tanah ................................... 45

Tabel 4.9 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Curah Hujan ..................................... 46

Tabel 4.10 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Litologi ............................................. 46

Tabel 4.11 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Penutupan Lahan .............................. 47

Tabel 4.12 Luas Wilayah Kerentanan Fisik dan Lingkungan Berdasarkan

Kelas Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ............. 50

Tabel 4.13 Bobot Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa .................................... 52

Tabel 4.14 Nilai bobot berdasarkan jumlah sekolah di Kabupaten Gowa ............. 57

Tabel 4.15 Nilai bobot berdasarkan jumlah sarana kesehatan di Kab. Gowa ........ 58

Tabel 4.16 Nilai bobot kapasitas Kabupaten Gowa ................................................ 60

Tabel 4.17 Luas Wilayah Risiko Bencana Berdasarkan Kelas Risiko Bencana

Tanah Longsor Kabupaten Gowa ......................................................... 61

Tabel 4.18 Waktu Tempuh di Kecamatan Parigi .................................................... 67

Tabel 4.19 Waktu Tempuh di Kecamatan Tinggimoncong .................................... 69

Tabel 4.20 Waktu Tempuh Evakuasi di Kecamatan Bungaya ............................... 70

Page 16: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Luas Wilayah Rentan Berdasarkan Kelas Kerentanan

Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ...................................... 78

Lampiran 2 Tabel Grid Curah Hujan Kabupaten Gowa Tahun 2009 – 2013 ...... 79

Lampiran 3 Tabel Nilai Bobot Kapasitas Kabupaten Gowa ............................... 80

Lampiran 4 Peta Bahaya Bencana Tanah Longsor Kab. Gowa Tahun 2011 ...... 81

Lampiran 5 Peta Penyusun Kerentanan Fisik dan Lingkungan

1. Peta Aspek Lereng Kabupaten Gowa ........................................ 82

2. Peta Interpolasi Curah Hujan Kabupaten Gowa ........................ 83

3. Peta Elevasi Kabupaten Gowa ................................................... 84

4. Peta Formasi Geologi Kabupaten Gowa .................................... 85

5. Peta Jarak dari Jalan Kabupaten Gowa ...................................... 86

6. Peta Jarak dari Kelurusan Kabupaten Gowa .............................. 87

7. Peta Jarak dari Sungai Kabupaten Gowa ................................... 88

8. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Gowa ................................ 89

9. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Gowa................................ 90

10. Peta Tekstur Tanah Kabupaten Gowa ........................................ 91

11. Peta Kerentanan Fisik dan Lingkungan Tanah Longsor

Kabupaten Gowa ........................................................................ 92

Lampiran 6 Peta Penyusun Kerentanan Sosial Kabupaten Gowa

1. Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa ............................. 93

2. Peta Sebaran Permukiman Kabupaten Gowa ............................. 94

3. Peta Kerentanan Sosial Kabupaten Gowa .................................. 95

Lampiran 7 Peta Kerentanan Ekonomi Kabupaten Gowa ................................... 96

Lampiran 8 Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa .......... 97

Lampiran 9 Peta Kapasitas Daerah Kabupaten Gowa ......................................... 98

Lampiran 10 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa ................... 99

Lampiran 11 Peta Lokasi Ruang Evakuasi Kabupaten Gowa

1. Peta Lokasi Ruang Evakuasi Menurut RTRW Kabupaten

Gowa .......................................................................................... 100

2. Peta Lokasi Ruang Evakuasi Alternatif Kabupaten Gowa ........ 101

Page 17: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

xiii

Lampiran 12 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

1. Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten

Gowa ......................................................................................... 102

2. Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan

Bungaya .................................................................................... 103

3. Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan

Parigi ......................................................................................... 104

4. Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Kecamatan

Tinggimoncong ......................................................................... 105

Page 18: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia secara geografis berada di antara pertemuan tiga buah lempeng tektonik

besar yang sangat aktif, yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Lempeng

Pasifik. Hal ini secara tidak langsung memberikan sumbangsih pada pembentukan

risiko beberapa jenis bencana. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana BNPB

(2012), salah satu jenis bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia

setelah banjir dan angin puting beliung adalah tanah longsor yang mencapai

17,5% dari total kejadian bencana yang tercatat di Indonesia.

Jariyah dan Pramono (2012), dan Prayudyaningsih (2011) menyatakan bahwa

curah hujan yang tinggi dan kondisi lahan yang kurang mendukung merupakan

penyebab utama terjadinya tanah longsor. Selain itu, adanya tanah jenuh air di

atas lapisan kedap air pada bidang gelincir pada lereng yang curam dan tidak

berfungsinya pengikat agregat tanah juga dapat memicu terjadinya tanah longsor.

Adapun faktor lain seperti kelerengan, jenis batuan induk, kedalaman regolith,

penggunaan lahan, infrastruktur dan kepadatan pemukiman merupakan beberapa

parameter yang digunakan untuk mengetahui kerentanan suatu daerah terhadap

tanah longsor (Suryanto dan Prasetyawati, 2014).

Kabupaten Gowa merupakan salah satu daerah rawan longsor di Provinsi

Sulawesi Selatan. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya Indeks Rawan Bencana

Indonesia (IRBI) Kabupaten Gowa yang dikeluarkan oleh Badan Nasional

Page 19: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

2

Penanggulangan Bencana (BNPB) yang semula berada di peringkat 88 dengan

skor 29 dengan kategori “tinggi” pada tahun 2011, menjadi peringkat 5 dengan

skor 36 dengan kategori “tinggi” pada tahun 2013 (Kurniawan dkk., 2011 dan

Kurniawan dkk, 2014).

Kejadian Megalongsor pada 24 Maret 2004 menyebabkan tewasnya 33 orang dan

200 orang diungsikan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

mencatat ada sepuluh kejadian tanah longsor yang terjadi sejak tahun 2004 hingga

tahun 2013. Penelitian oleh Rahmania dan Armayani (2013), Massinai dkk.,

(2010), Solle et al. (2013), dan Pratama (2015) cukup menguatkan dugaan bahwa

Kabupaten Gowa merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat rawan

terhadap bencana tanah longsor.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1)

Bagaimana zonasi kelas risiko bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa?; dan 2)

Dimana lokasi ruang evakuasi yang dapat dengan mudah dicapai dan bagaimana

jalur evakuasi yang dapat ditempuh masyarakat saat terjadi bencana tanah longsor

di Kabupaten Gowa? Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui tingkat risiko

bencana tanah longsor dan untuk menentukan lokasi ruang dan jalur evakuasi

yang dapat ditempuh masyarakat saat terjadi bencana tanah longsor di Kabupaten

Gowa menggunakan metoda Sistem Informasi Geografis. Penyajian informasi

tentang kebencanaan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat agar secara

langsung dapat mengenali kondisi daerahnya yang rawan bencana sehingga dapat

meminimalisir kerugian yang dapat diakibatkan oleh bencana tanah longsor.

Page 20: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

3

1.2 Ruang Lingkup

Penelitan ini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan

dua buah metoda analisis, yaitu Overlay Analysis untuk membuat zona risiko

bencana tanah longsor, dan Network Analysis untuk membuat model jalur

evakuasi bencana.

1.3 Tujuan

Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah

1. Membuat zona risiko bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa.

2. Membuat pemetaan tempat dan jalur evakuasi bencana tanah longsor di

Kabupaten Gowa.

Page 21: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana

2.1.1 Definisi Bencana

Bencana atau disaster menurut CBSE (2006), berasal dari Bahasa Perancis yaitu

“Desastre” yang merupakan gabungan antara kata “des” yang berarti buruk dan

“aster” yang berarti bintang, sehingga bencana diartikan sebagai bintang

keburukan. United Nations International Strategy for Disaster Reduction

(UNISDR) (2009) mendefinisikan bencana sebagai suatu gangguan serius

terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat, sehingga menyebabkan

kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi, atau

lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan

untuk mengatasi dengan menggunakan sumber dayanya sendiri.

Presiden Republik Indonesia dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana menyimpulkan bencana sebagai peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Menurut UNISDR (2009), bencana sering digambarkan sebagai hasil dari

kombinasi antara paparan bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability),

Page 22: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

5

dan kapasitas (capacity) atau langkah-langkah untuk mengurangi atau mengatasi

pontensi kerugian yang tidak memadai.

2.1.2 Jenis Bencana

Bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Bencana

Alam, Bencana Non Alam, dan Bencana Sosial

1. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, di antaranya gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2. Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oeh peristiwa atau

rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.

3. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror.

2.1.3 Manajemen Bencana

Menurut UU No. 24 Tahun 2007, penyelenggaraan penanggulangan bencana

adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang

berisiko pada timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,

dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana secara umum terbagi atas 3 tahapan,

yaitu:

1. Tahap pra-bencana, dilaksanakan ketika dalam situasi tidak terjadi bencana

maupun dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan

Page 23: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

6

penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi kegiatan

perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana,

pencegahan, pemanduan dalam perencanaan pembangunan, analisis risiko

bencana, pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan

pelatihan, dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Sedangkan

penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi

terjadi bencana meliputi kesiap-siagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana.

2. Tahap tanggap darurat, merupakan tahapan yang dirancang dan dilaksanakan

pada saat sedang terjadi bencana. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

segera pada saat terjadinya bencana untuk menangani dampak buruk yang

dapat terjadi adalah dengan melakukan pengkajian secara cepat dan tepat

terhadap lokasi, keruskan, dan sumberdaya; penentuan status keadaan darurat

bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan

kebutuhan dasar bagi para pengungsi, perlindungan terhadap kelompok rentan;

dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

3. Tahap pasca-bencana, merupakan tahapan penanggulangan bencana yang

dilakukan setelah terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan

bencana pada tahap ini meliputi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

2.1.4 Risiko Bencana

UU No. 24 Tahun 2007 mendefinisikan risiko bencana sebagai potensi kerugian

yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu

yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,

mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Page 24: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

7

Risiko bencana merujuk pada potensi kerugian bencana di dalam kehidupan,

status kesehatan, mata pencaharian, serta aset dan jasa, yang dapat terjadi dalam

suatu komunitas tertentu atau masyarakat selama beberapa periode waktu masa

depan yang ditetapkan. Risiko bencana adalah produk dari kemungkinan

kerusakan yang disebabkan oleh suatu bahaya akibat adanya kerentanan bencana

dalam suatu komunitas. Tiga buah aspek yang dibutuhkan dalam menentukan

risiko bencana adalah adanya suatu bahaya, kerentanan terhadap bahaya, dan

besarnya kapasitas penanggulangan bencana (Von Kotze, 1999 dalam Van

Niekerk, 2011).

2.1.5 Bahaya/Ancaman (Hazard)

Bahaya/ancaman (hazard) adalah sebuah fenomena berbahaya, substansi, aktivitas

manusia atau kondisi yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau

dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya mata pencaharian

dan pelayanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan

(UNISDR, 2009).

Twigg (2001) dalam Van Niekerk (2011) menjelaskan bahwa bencana merupakan

hasil dari dampak bahaya terhadap masyarakat, sehingga dampak dari bencana

ditentukan oleh tingkat kerentanan masyarakat terhadap bahaya. Kerentanan

masyarakat terhadap bencana merupakan hasil dari suatu rangkaian kejadian yang

secara konstan mengubah kondisi fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik bahkan

psikologi dari suatu masyarakat dan membentuk lingkungan tempat tinggal

mereka.

Page 25: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

8

UNISDR (2004) mengklasifikasikan bahaya menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bahaya Alam, yaitu bahaya yang disebabkan oleh fenomena alam yang dapat

menimbulkan kerusakan, bahaya ini dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan

asalnya yaitu bahaya geologi, hidrometeorologi, dan biologis.

a. Bahaya Geologi

Diakibatkan oleh aktivitas alami bumi yang mencakup proses endogen,

tektonik, atau eksogen.

b. Bahaya Hidrometeorologi

Diakibatkan oleh aktivitas alami atmosfer, dan hidrologi atau oseanografi.

c. Bahaya Biologis

Disebabkan oleh aktivitas alami organisme, atau faktor biologis lain,

misalnya paparan mikroorganisme patogen, toksin, dan zat bioaktif.

2. Bahaya Teknologi, merupakan bahaya yang berasal dari kecelakaan teknologi

atau industri, prosedur yang berbahaya, kegagalan infrastruktur atau kegiatan

manusia lainnya yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau luka,

kerusakan properti, gangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan.

3. Degradasi Lingkungan, berhubungan dengan proses yang disebabkan oleh

perilaku dan kegiatan manusia (kadang-kadang dikombinasikan dengan

bencana alam) yang merusak sumber daya alam, atau mengganggu proses

alam atau ekosistem. Efek potensial bervariasi dan dapat berkontribusi pada

peningkatan kerentanan, frekuensi, dan intensitas bahaya alam.

Page 26: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

9

Van Niekerk (2011) membagi bahaya menurut periode kejadiannya ke dalam dua

jenis, yaitu:

1. Slow Onset Hazard, merupakan bahaya yang terjadi lambat, mudah diprediksi,

namun memiliki dampak yang sangat buruk bagi lingkungan. Bahaya ini

biasanya didahului oleh tanda-tanda atau indikator sehingga system peringatan

dini memiliki peranan yang penting untuk meminimalisir risiko bencana.

2. Rapid / Sudden Onset Hazard, merupakan bahaya yang terjadi secara cepat

atau tiba-tiba dengan atau tanpa adanya peringatan dini.

2.1.6 Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) adalah karakteristik dan keadaan dari suatu

masyarakat, sistem atau aset yang membuatnya rentan terhadap dampak merusak

dari sebuah bahaya (UNISDR, 2009).

Besarnya bencana yang dapat diukur dalam jumlah kematian, kerusakan, atau

kerugian materi, meningkat seiring dengan peningkatan marjinalisasi penduduk.

Hal ini disebabkan oleh tingginya angka kelahiran, masalah kepemilikan lahan

dan peluang ekonomi, dan misalokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan

manusia pada populasi yang terus berkembang. Peningkatan populasi

menyebabkan peningkatan alih fungsi lahan, hingga menyebabkan peningkatan

kerentanan ekonomi dan fisik suatu daerah yang pada akhirnya turut

meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap suatu bahaya. Berikut merupakan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan (Van Niekerk, 2011)

Page 27: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

10

1. Faktor Politik

Tingkat kerentanan berhubungan erat dengan keinginan politik dan komitmen

terhadap keperihatinan perkembangan. Keadaan social ekonomi yang meliputi

aspek-aspek pelanggaran HAM seperti pembatasan akses terhadap struktur

kekuasaan, pendidikan yang berkualitas, kesempatan kerja, kepemilikan lahan,

ketersediaan dan akses terhadap sumber daya, infrastruktur, serta pembatasan

akses layanan dan informasi dasar dapat menciptakan tingkat kerentanan yang

ekstrim. Perubahan politik yang sebagian besar disertai dengan reformasi

ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perencanaan pembangunan

sehingga akan mengurangi tingkat kemiskinan dan kerentanan.

2. Faktor Ekonomi

Status ekonomi berhubugan erat dengan tingginya korban jiwa, kerugian

bangunan dan infrastruktur, serta kemampuan masyarakat untuk menghadapi

dan pulih pasca-bahaya. Misalnya, kondisi ekonomi masyarakat yang buruk

dapat menyebabkan keterbatasan pada akses pelayanan dasar, seperti air

bersih dan sanitasi, sehingga pemenuhan kebutuhan dasar seperti memasak,

minum, dan mencuci menjadi bergantung pada keadaan yang kurang sehat.

3. Faktor Fisik

Kerenanan fisik mengacu pada kerentanan individu, rumah tangga, maupun

masyarakat pada suatu wilayah untuk terkena dampak fisik akibat terjadinya

bencana. Kerentanan fisik dapat ditentukan oleh aspek-aspek seperti

kepadatan penduduk, terpencilnya wilayah permukiman dan akses ke layanan

Page 28: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

11

darurat, serta desain dan bahan yang digunakan untuk membangun

infrastruktur dan tempat tinggal.

4. Faktor Sosial

Kerentanan sosial tidak merata pada suatu masyarakat, hal ini terjadi karena

tingkat kerentanan individu, rumah tangga, serta masyarakat terhadap bahaya

sangat berhubungan dengan tingkat kesejahteraan sosial yang berbeda-beda

pada masing-masing individu. Aspek kesehatan fisik, mental, dan psikologis

pada masyarakat dengan tingkat pendidikan, keselamatan dan keamanan,

akses ke hak asasi manusia, keadilan sosial, informasi, kepercayaan yang

kental, moralitas, dan pemerintahan yang baik, serta masyarakat sipil koesif

yang terorganisir dengan baik berkontribusi pada tingkat kesejahteraan sosial.

5. Faktor Lingkungan

Interaksi antara aspek sosial, ekonomi, dan ekologi pembangunan

berkelanjutan dengan upaya pengurangan risiko bencana sangat berhubungan

erat dengan kerentanan lingkungan. Kerentanan lingkungan dapat berupa

pengurangan sumber daya alam, degradasi sumber daya, berkurangnyanya

daya dukung sistem ekologi, hilannya kenakeragaman hayati, serta paparan

polutan beracun dan berbahaya. Ada banyak bencana yang disebabkan

sekaligus diperparah oleh kerusakan lingkungan, dimana hal ini terjadi akibat

eksploitasi lingkungan yang berlebihan oleh manusia.

2.1.7 Kapasitas (Capacity)

Kapasitas (capacity) adalah kemampuan masyarakat, organisasi dan sistem dalam

menggunakan keterampilan dan sumber daya yang tersedia untuk menghadapi dan

Page 29: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

12

mengelola kondisi buruk, keadaan darurat atau bencana. Kapasitas dapat berupa

prasarana dan sarana-sarana fisik, lembaga-lembaga, kemampuan penyesuaian

social, serta pengetahuan dan keterampilan manusia, dan kekuatan-kekuatan

social seperti hubungan social, kepemimpinan, dan manajemen (UNISDR, 2009).

2.1.8 Hubungan Antara Bahaya, Kerentanan, Kapasitas, dan Risiko Bencana

Adanya interaksi antar faktor politik, ekonomi, fisik, sosial, dan ekologi mampu

meningkatkan kerentanan individu, rumah tangga, dan masyarakat terhadap

dampak bahaya. Hal ini kemudian menjadi dasar dalam pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan dan manajemen risiko bencana. Besarnya bencana

dapat dilihat dari besarnya kerugian yang ditimbulkan terhadap kehidupan, tempat

tinggal, infrastruktur, lingkungan, juga pada banyaknya biaya yang dikeluarkan

untuk pemulihan pasca bencana dan rehabilitasi. Selain itu, kapasitas suatu

individu, rumah tangga, dan masyarakat menjadi poin penting dalam upaya

mengurangi dampak bencana maupun pulih pasca terjadinya bencana.

Sederhananya, risiko bencana adalah produk dari kombinasi tiga unsur, yaitu

kerentanan, kapasitas, dan bahaya. Sehingga hubungan antara bahaya, kerentanan,

kapasitas, dan risiko bencana secara umum dirumuskan sebagai (Van Niekerk,

2011)

------------------------------------ (1)

Dengan R = risiko bencana V = kerentanan

H = bahaya C = kapasitas

Page 30: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

13

2.2 Gerakan Tanah

Gerakan tanah merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

pergerakan menuruni lereng oleh massa tanah, batuan, dan material organik yang

dipengaruhi oleh gravitasi dan juga bentang alam yang dihasilkan dari gerakan

tersebut di mana sebagian besar material tersebut bergerak sebagai massa koheren

atau semi koheren dengan sedikit deformasi internal (Highland dan Bobrowsky,

2008).

Highland dan Bobrowsky (2008) membagi jenis gerakan tanah menjadi 5 tipe

dasar, yaitu falls (jatuhan), topple (jungkiran), slides (longsoran), spread

(hamparan), dan flow (aliran) yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dengan

penjelasan sebagai berikut:

1. Jatuhan (falls) adalah gerakan runtuhnya sebagian massa tanah atau batuan

penyusun lereng, atau keduanya, dari lereng curam atau tebing di sepanjang

permukaan yang disertai dengan sedikit atau tidak ada sama sekali pergeseran

antara massa yang runtuh dan tidak runtuh. Hal ini dapat disebabkan oleh

proses alam seperti terjadinya pengikisan lereng oleh aliran hidrostatis,

perbedaan pelapukan, getaran, juga dapat disebabkan oleh aktifitas manusia

seperti proses penggalian untuk pembangunan.

2. Jungkiran (topple) adalah runtuhnya slope massa tanah atau batuan, atau

keduanya di sekitar pusat massa bidang robohan yang dapat disebabkan oleh

gravitasi, pengikisan oleh aliran hidrostatis di celah bidang, getaran,

perbedaan pelapukan, getaran, erosi sungai, atau penggalian.

Page 31: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

14

3. Longsoran (slides) adalah gerakan menuruni lereng oleh massa tanah atau

batuan penyusun lereng, atau keduanya, akibat adanya peningkatan volume air

tanah secara signifikan oleh hujan, genangan, atau aliran air lainnya melalui

bidang gelincir pada lereng, atau pada bidang regangan geser yang relatif tipis.

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran

rotasional (rotational slides) dan longsoran dengan bidang longsor datar atau

longsoran translasional (translational slides).

4. Sebaran (spread), dalam hal ini adalah sebaran lateral (lateral spreading)

adalah kombinasi dari perluasan massa tanah atau batuan kohesif, atau

keduanya dengan penurunan massa batuan yang terpecah menjadi material

lunak di bawahnya. Hal ini dapat disebabkan oleh likuifaksi lapisan lunak

akibat guncangan gempa, kelebihan muatan pada lereng yang tidak stabil,

peningkatan volume air tanah, maupun deformasi plastis pada kedalaman dari

material yang tidak stabil.

5. Aliran (flows) adalah gerakan massa tanah atau hancuran material menuruni

lereng secara berkesinambungan menyerupai aliran cairan kental yang terjadi

pada bidang geser yang relative sempit. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran

hidrostatis yang mengikis dan mengangkut material gembur, batuan, maupun

lumpur yang secara intens terjadi pada permukaan lereng.

Page 32: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

15

Gambar 2.1 Skema gerakan massa tanah dan batuan. (A) jatuhan, (B) topple,

(C) longsoran rotasional (D) longsoran translasional, (E) sebaran

lateral, (F) aliran debris, (G) aliran lahar, (H) longsoran puing-

puing, dan (I) longsoran permukaan (Cruden dan Varnes (1996)

dalam Highland dan Bobrowsky (2008)).

Varnes (1958) membagi faktor penyebab gerakan tanah menjadi dua bagian, yaitu

faktor yang pendukung tingginya tegangan geser, dan faktor penyebab rendahnya

kuat geser.

1. Faktor pendukung peningkatan tegangan geser

A. Hilangnya daya dukung lateral, merupakan faktor yang menyebabkan

ketidakstabilan misalnya erosi yang diakibatkan oleh aliran, es gletser,

gelombang atau arus pasang-surut, dan proses pelapukan akibat perubahan

kondisi lingkungan yang ekstrim; pembentukan lereng baru dari runtuhan

Page 33: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

16

sebelumnya; dan aktivitas manusia, diantaranya pemotongan,

pertambangan, pembuatan lubang dan kanal, menghilangkan dinding

penahan, dan pengeringan danau atau reservoir.

B. Penambahan beban, dapat disebabkan oleh aktivitas alam, misalnya hujan,

salju, tambahan air dari mata air, dan akumulasi material longsor utama;

dan aktivitas manusia, misalnya pembangunan, penimbunan material

batuan, limbah, penambahan beban air pada pipa, kanal, selokan, waduk,

dll.

C. Tekanan bumi sementara, adalah tekanan akibat gempa bumi, yang secara

kompleks dapat menyebabkan peningkatan tegangan geser, dan penurunan

kuat geser.

D. Daerah miring. Semakin tinggi sudut kemiringan lereng, semakin tinggi

pula potensi terjadinya gerakan tanah.

E. Hilangnya daya dukung dasar, dapat disebabkan oleh oleh aliran bawah

permukaan, gelombang, pelapukan, maupun erosi bawah tanah.

F. Tekanan lateral akibat rembesan air dan pembekuan di celah-celah atau

gua, pengembungan akibat hidrasi tanah liat dan anhidrit.

2. Faktor penyebab berkurangnya kuat geser

Faktor penyebab rendahnya kuat geser dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu faktor karakteristik material bawaan berupa komposisi, tekstur, dan

struktur yang merupakan bagian dari kondisi geologi, dan faktor perubahan

parameter yang cenderung menurunkan kekuatan geser material, seperti

Page 34: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

17

perubahan akibat reaksi fisika-kimia, perubahan daa intergranular akibat pori

air, dan perubahan struktur bidang gelincir.

Karnawati ( 2005) dalam Solle (2013) membagi penyebab gerakan tanah ke dalam

dua faktor, yaitu (1) faktor pengendali gerakan tanah, mencakup faktor-faktor

penentu kestabilan lereng, seperti kondisi litologi, struktur gologi, kemiringan dan

aspek lereng, jarak dari jalan dan sungai, serta penutupan/penggunaan lahan; (2)

faktor pemicu gerakan tanah, merupakan kejadian yang dapat menyebabkan

kestabilan lereng berkurang, seperti faktor cuaca dan iklim, getaran, serta aktivitas

manusia.

Berdasarkan uji model menggunakan geotekstil, keruntuhan lereng terjadi dalam

empat fase (Gambar 2.2), yaitu (Muntohar, 2006):

1. Fase I: terjadinya retak awal pada permukaan tanah yang dapat diakibatkan

oleh peningkatan tegangan geser maupun berkurangnya kuat geser pada tanah

dan batuan.

2. Fase II: terbentuknya aliran air yang mengisi bagian yang retak akibat

rembesan air, air menggenang akibat adanya tekanan air dari dalam tanah.

3. Fase III: tekanan air dari dalam tanah yang semakin meningkat menyebabkan

terjadinya erosi di permukaan tanah sehingga keretakan semakin panjang dan

melebar.

4. Fase IV: terjadi keruntuhan akibat semakin kecilnya daya ikat tanah

Page 35: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

18

Gambar 2.2 Tahapan keruntuhan lereng akibat infiltrasi air (Muntohar, 2006):

(a) Tahap I, (b) Tahap II, (c) tahap III, (d) tahap IV

2.3 Sistem Informasi Geografis

Ada beragam definisi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikemukakan oleh

ahli. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Aronoff (1989), SIG adalah system yang berbasiskan computer (CBIS) yang

digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi

geografis. SIG merupakan system computer yang memiliki empat kemampuan

dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a) masukan, (b)

manajemen data, (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran.

2. Chrisman (1997), SIG adalah system yang terdiri dari perangkat keras,

perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang

digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan

Page 36: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

19

menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan

bumi.

3. Bern (1992), SIG adalah system computer yang digunakan untuk

memanipuasi data geografis. System ini diimplementasikan dengan

menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak computer yang berfungsi

untuk: (a) akuisisi dan verifikasi data, (b) kompilasi data, (c) penyimpanan

data, (d) perubahan dan atau updating data, (e) manajemen dan pertukaran

data, (f) manipulasi data, (g) pemanggilan dan presentase data, (h) analisa

data.

4. Demers (1997), SIG adalah system computer yang digunakan untuk

mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan menganalisis informasi-

informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi.

5. Tomlin (1990), SIG adalah suatu fasilitas untuk mempersiapkan,

mempresentasikan fakta-fakta yang terdapat di permukaan bumi.

Menurut Jusmady (1996) dalam Soenarmo (2009), Sistem Informasi Geografis

adalah suatu sistem berbasis komputer yang dirancang khusus, yang mempunyai

kemampuan untuk mengelola data: pengumpulan, penyimpanan, pengolahan,

analisis, pemodelan, dan penyajian data spasial (keruangan) dan nonspasial

(tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di permukaan bumi (data

bergeoreferensi). Pada dasarnya, sistem informasi geografis adalah suatu sistem

yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dalam mencapai

suatu sasaran, berdasarkan informasi berbasis geografis yang dapat dicek

posisinya di permukaan bumi.

Page 37: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

20

Prahasta (2009) menguraikan Sistem Informasi Geografis menjadi 4 subsistem:

1. Data Input, bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan

data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Subsistem ini bertanggung-

jawab dalam mengorvensikan atau mentransformasikan format-format data

aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh perangkat SIG.

2. Data Output, bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran

seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy

seperti table, grafik, report, peta, dan sebagainya.

3. Data Management, bertugas mengorganisasikan baik data spasial maupun

table-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa

hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update, dan di-edit.

4. Data Manipulation and Analysis, bertugas menentukan informasi-informasi

yang dapat dihasilkan oleh SIG. Subsistem ini juga melakukan manipulasi dan

pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

2.3.1 Analisis Spasial (Spatial Analysis)

Secara umum, analisis spasial adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah

hitungan dan evaluasi logika yang dilakukan untuk mencari atau menemukan

potensi hubungan atau pola-pola yang terdapat di antara unsur-unsur geografis

(Prahasta, 2009).

Page 38: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

21

Beberapa fungsi analisis spasial yang dihimpun dari beberapa sumber menurut

Prahasta (2009) adalah sebagai berikut:

1. Query Basis Data, digunakan untuk memanggil kembali data atau tabel atribut

tanpa mengubah data tersebut.

2. Pengukuran, merupakan salah satu fungsi analisis spasial yang melibatkan

fungsi matematis sederhana seputar bentuk unsur spasial dengan geometri

sederhana seperti jarak, luas, centroid, keliling, dll.

3. Proximity, merupakan fungsi analisis spasial yang brkenaan dengan

“hubungan atau kedekatan” antar unsur spasial yang satu dengan yang lainnya.

4. Model Permukaan Digital, merupakan fungsi analisis spasial yang

berhubungan dengan data atau tematik permukaan digital seperti gridding,

spatial filtering, contouring, slope, aspect, dll.

5. Buffer, merupakan analisis spasial yang menghasilkan unsur-unsur poligon

berupa area berjarak yang ditentukan dari unsur-unsur masukannya.

6. Reclassify, merupakan pemetaan suatu besaran dengan interval-interval

tertentu ke dalam kelas interval lain berdasarkan batas tertentu.

7. Pengolahan Citra Digital, merupakan suatu proses penyusunan atau

pengelompokan setiap piksel citra digital multi-spektral ke dalam beberapa

kelas berdasarkan kriteria tertentu hingga dapat menghasilkan sebuah peta

tematik berbentuk raster.

8. Fungsi Editing Unsur-Unsur Spasial, merupakan salah satu fungsi analisis

spasial yang digunakan dalam proses editing data spasial seperti union, merge,

combine, delete, erase, cut, dll.

Page 39: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

22

9. Analisis Layer Tematik, dikenal juga sebagai geoprocessing merupakan salah

satu fungsi analisis spasial yang digunakan dalam proses editing dengan

masukan berupa satu atau dua layer tematik untuk menghasilkan sebuah data

tematik baru yang terpisah seperti dissolve, spatial join, merge,dll.

10. Geocoding, merupakan proses yang dilakukan untuk menentukan suatu lokasi

atau unsur berdasarkan layer referensi dan masukan string alamat yang dicari.

11. Overlay, merupakan analisis spasial esensial yang meng-kombinasikan dua

layer/tematik yang menjadi masukannya.

12. Network, merupakan salah satu analisis spasial yang berhubungan dengan

jaringan.

2.3.2 Analisis Jaringan (Network Analysis)

Network analysis merupakan analisis spasial yang berhubungan dengan suatu

sistem jaringan, yang mencakup pergerakan atau perpindahan suatu sumber daya

dari suatu lokasi ke lokasi yang lainnya melalui unsur-unsur buatan manusia yang

membentuk jaringan yang saling terhubung satu sama lainnya (Prahasta, 2009).

Di dalam program ESRI ArcGIS, ada beberapa tools yang dapat digunakan dalam

network analysis, diantaranya (Muhajir dan Cahyono, 2013):

1. Route Analysis

Tools ini digunakan untuk menentukan rute terbaik yang dapat di tempuh

dari suatu lokasi ke lokasi yang lain. Rute yang dipilih dapat berupa rute

Page 40: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

23

terdekat, tercepat, terindah, atau yang lainnya tergantung impedansi yang

digunakan.

2. Service Area Analysis

Tools ini digunakan untuk menentukan area yang dapat diakses dari suatu

titik pada suatu jaringan.

3. Closest Facility Analysis

Tools ini digunakan untuk menentukan fasilitas terdekat dan rute terbaik

untuk mencapai fasilitas tersebut.

4. OD Cost Matrix Analysis

Tools ini digunakan untuk mencari dan menghitung biaya (waktu atau

jarak tempuh) yang diperlukan untuk menempuh suatu perjalanan dari satu

titik ke titik yang lain.

5. Vehicle Routing Problem Analysis

Tools ini berfungsi untuk menyediakan pelayanan tingkat tinggi terhadap

pelamggan dengan memperhatikan waktu operasi secara keseluruhan dan

biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap rute sekecil mungkin.

6. Location – Allocation Analysis

Tools ini digunakan untuk menentukan lokasi fasilitas terbaik berdasarkan

jarak rata-rata atau total minimum, jarak terdekat, batasan threshold,

maupun batasan kapasitas (Yeh dan Chow, 1996).

Page 41: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian (Gambar 3.1) meliputi seluruh wilayah kabupaten Gowa yang

secara geografis terletak antara 5o5’26” LS – 5

o34’11” LS dan 119

o47’5” BT –

120o1’5” BT, dan secara administratif berbatasan dengan kota Makassar dan

Kabupaten Maros di sebelah utara; dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba,

Bantaeng dan Kabupaten Jeneponto di sebelah timur; dengan Kabupaten

Jeneponto dan Takalar di sebelah selatan; dan berbatasan dengan Kabupaten

Takalar dan Kota Makassar di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Gowa

mencakup 3,0% luas wilayah Sulawesi Selatan, yakni sekitar 1.883,33 km2.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat lunak (software)

komputer, yakni ArcMap ArcGIS lisensi FMIPA Unhas untuk membuat dan

analisis model Geospasial.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari berbagai lembaga penelitian. Adapun bahan dan sumber

perolehannya dicantumkan dalam Tabel 3.1.

Page 42: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

25

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

Page 43: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

26

Tabel 3.1 Bahan dan sumber bahan yang digunakan dalam penelitian

No Faktor / parameter Sumber data

1 Shuttle Radar Topography Mission

(SRTM) 1 Arc-Second Global

U.S. Department of the Interior U.S.

Geological Survey

https://earthexplorer.usgs.gov

2 Curah hujan The National Centers for

Environmental Prediction (NCEP)

Climate Forecast System Reanalysis

(CFSR)

https://globalweather.tamu.edu/

3 Penggunaan lahan Badan Informasi Geospasial

4 Peta Geologi Regional dan Geologi

Struktur

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi

5 Informasi sosial-ekonomi Kabupaten Gowa Dalam Angka 2015

6 Data jumlah sarana kesehatan Kabupaten Gowa Dalam Angka 2015

7 Data jumlah sarana pendidikan Kabupaten Gowa Dalam Angka 2015

8 Peta Tekstur Tanah Bappeda Kabupaten Gowa

9 Peta Indeks Bahaya Tanah Longsor BIG dan BNPB

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan dan Pengumpulan Data

Tahap ini meliputi studi literatur, penyiapan alat, dan pengumpulan data yang

akan digunakan dalam penyusunan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor.

3.3.2 Pembuatan Data Spasial Kerentanan Bencana

Data spasial kerentanan bencana merupakan hasil overlay atau penggabungan

antara data spasial kerentanan fisik, kerentanan sosial, dan kerentanan ekonomi.

Page 44: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

27

1. Pembuatan Data Spasial Kerentanan Fisik dan Lingkungan Tanah Longsor

a. Pembuatan data spasial elevasi

Data spasial elevasi dibuat dari data SRTM dengan menggunakan analisis

spasial Reclass - Reclassify. Nilai kelas dimasukkan pada kolom baru di

tabel atribut sesuai pada Gambar 3.2. Data SRTM yang telah dikelaskan

dipotong dengan batas daerah penelitian Kabupaten Gowa menggunakan

analisis spasial Extraction – Extract by Mask.

b. Pembuatan data spasial aspek lereng

Data spasial aspek lereng dibuat dari data SRTM menggunakan analisis

spasial Surface – Aspect. Data aspek kemudian dikelaskan menggunakan

analisis spasial Reclass – Reclassify, nilai kelas dimasukkan pada kolom

baru di tabel atribut sesuai pada Gambar 3.2. Data aspek yang terbentuk

juga dipotong dengan batas daerah penelitian Kabupaten Gowa

menggunakan analisis spasial Extraction – Extract by Mask.

c. Pembuatan data spasial kemiringan lereng

Data spasial kemiringan lereng dibuat dari data SRTM menggunakan

analisis spasial Surface – Slope, pada Output measurement pilih DEGREE

untuk membuat lereng dalam satuan derajat kemiringan. Data kemiringan

lereng kemudian dikelaskan menggunakan analisis spasial Reclass –

Reclassify, nilai kelas dimasukkan pada kolom baru di tabel atribut sesuai

pada Gambar 3.2. Data kemiringan lereng dipotong dengan batas daerah

penelitian Kabupaten Gowa menggunakan analisis spasial Extraction –

Extract by Mask.

Page 45: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

28

d. Pembuatan data spasial jarak dari sungai, jalan, dan kelurusan.

Data spasial jarak dari sungai, jalan, dan kelurusan dibuat dari data vektor

sungai, jalan, dan kelurusan daerah penelitian menggunakan analisis

spasial Distance – Euclidean Distance. Data yang telah terbentuk

kemudian dikelaskan menggunakan analisis spasial Reclass – Reclassify,

nilai kelas dimasukkan pada kolom baru di tabel atribut sesuai pada

Gambar 3.2. Data jarak dari sungai, jalan, dan kelurusan dipotong dengan

batas daerah penelitian Kabupaten Gowa menggunakan analisis spasial

Extraction – Extract by Mask.

e. Pembuatan data spasial interpolasi curah hujan

Data spasial interpolasi curah hujan diperoleh dari data CFSR Global

Weather tahun 2009 – 2013 yang berisi informasi cuaca dan iklim harian

serta koordinat lokasi titik data yang disajikan dalam bentuk tabel. Data ini

diekspor dari format xlsx ke dalam format shp. Interpolasi data dilakukan

menggunakan analisis spasial Interpolation – IDW. Data spasial

interpolasi kemudian dikelaskan menggunakan analisis spasial Reclass –

Reclassify, nilai kelas dimasukkan pada kolom baru di tabel atribut sesuai

pada Gambar 3.2. Data interpolasi curah hujan dipotong dengan batas

daerah penelitian Kabupaten Gowa menggunakan analisis spasial

Extraction – Extract by Mask.

f. Pengolahan data spasial formasi litologi, penggunaan lahan, dan tekstur

tanah.

Page 46: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

29

Data spasial formasi litologi, penggunaan lahan, dan tekstur tanah yang

diperoleh dalam bentuk vektor di-rasterisasi menggunakan fungsi

Conversion Tools – To Raster – Feature to Raster.

g. Pemberian bobot tingkat sub-parameter

Bobot yang diperoleh dari penelitian Solle (2013) diberikan pada setiap

parameter kerentanan fisik dan lingkungan menggunakan analisis spasial

Map Algebra – Raster Calculator dengan formula sebagai berikut (Putri,

2017):

a) Untuk menghasilkan skor pada sub-parameter jarak dari sungai, jalan,

dan kelurusan

Con("nama file.tif" <= kelas,bobot,Con(("nama file.tif" > kelas) &

("nama file.tif " <= kelas),bobot,Con(("nama file.tif" >kelas) &

("nama file.tif" <= kelas),bobot,Con(("nama file.tif" >kelas) &

("nama file.tif" <= kelas),bobot,Con(("nama file.tif" >kelas) &

("nama file.tif" <= kelas),bobot,bobot)))))

b) Untuk menghasilkan skor pada sub-parameter elevasi, kemiringan

lereng, aspek lereng, curah hujan, tekstur tanah, geologi, dan

penggunaan lahan

Con("nama file.tif"==kelas,bobot,Con("nama

file.tif"==kelas,bobot,Con("nama file.tif"==kelas,bobot,Con("nama

file.tif"==kelas,bobot,Con("nama file.tif"==kelas,bobot,Con("nama

file.tif"==kelas,bobot))))))

Page 47: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

30

h. Melakukan overlay atau tumpang tindih untuk membuat data kerentanan

fisik dan lingkungan tanah longsor.

Proses overlay atau tumpang tindih dilakukan dengan memberikan bobot

menggunakan analisis spasial Overlay – Weighted Sum sehingga

menghasilkan skor pada tingkat parameter kerentanan fisik dan

lingkungan. Data yang diperoleh dari hasil tumpang tindih diklasifikasi ke

dalam tiga kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi menggunakan analisis

spasial Reclass – Reclassify kemudian di-vektorisasi menggunakan fungsi

Conversion Tools – From Raster – Raster to Polygon.

i. Pembobotan data spasial dilakukan dengan membuat kolom baru pada

tabel atribut. Untuk kelas rendah diberi bobot 1, kelas sedang diberi bobot

2, dan kelas tinggi diberi bobot 3.

2. Pembuatan Data Spasial Kerentanan Sosial

Data spasial kerentanan sosial diperoleh dari hasil tumpang tindih antara data

kepadatan penduduk dan sebaran permukiman.

a. Pembuatan data spasial kepadatan penduduk

Data kepadatan penduduk yang diperoleh dari Kabupaten Gowa Dalam

Angka dimasukkan ke dalam kolom baru di tabel atribut data vektor

kecamatan. Data ini kemudian diberi bobot sesuai dengan interval

kelasnya.

b. Pembuatan data spasial sebaran permukiman

Data spasial permukiman diperoleh dari data spasial penggunaan lahan

dengan memberikan bobot di kolom baru pada tabel atributnya.

Page 48: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

31

c. Overlay atau tumpang tindih data kepadatan penduduk dan sebaran

permukiman dilakukan menggunakan fungsi analisis Overlay – Intersect

kemudian diberikan bobot pada kolom baru di tabel atribut sesuai dengan

interval kelasnya.

3. Pembuatan Data Spasial Kerentanan Ekonomi

Data spasial kerentanan ekonomi diperoleh dari data spasial penggunaan lahan

dengan memberikan bobot 2 pada kelas lahan pertanian dan bobot 3 pada

kelas lahan perkebunan di kolom baru pada tabel atributnya.

4. Pembuatan Data Spasial Kerentanan Bencana Tanah Longsor

a. Melakukan overlay atau tumpang tindih antara data Kerentanan Fisik dan

Lingkungan, data Kerentanan Sosial, dan data Kerentanan Ekonomi.

Overlay atau tumpang tindih dilakukan menggunakan fungsi analisis

Overlay – Intersect antara data kerentanan fisik dan lingkungan,

kerentanan sosial, dan kerentanan ekonomi. Data yang terbentuk kemudian

diberi bobot sesuai interval kelasnya pada kolom baru di tabel atribut.

b. Mengubah data kerentanan ke dalam format raster

Data kerentanan yang telah diberi bobot diubah ke dalam bentuk raster

menggunakan fungsi Conversion Tools – To Raster – Feature to Raster.

Data yang terbentuk berisi kelas 1, 2, dan 3 sehingga harus diubah ke

dalam bentuk data kontinyu dengan nilai 0 – 1 menggunakan analisis

spasial Map Algebra – Raster Calculator dengan formula

Float(namafile.tif)/jumlah kelas

Page 49: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

32

3.3.3 Pembuatan Data Spasial Kapasitas Daerah

Data spasial kapasitas daerah dilakukan dengan memberikan bobot pada sub-

parameter RTRW, Kesiapsiagaan, Peringatan Dini, Kelembagaan Penanggulangan

Bencana Daerah, jumlah sekolah, dan jumlah sarana kesehatan. Bobot yang

diberikan untuk masing-masing sub-parameter RTRW, Kesiapsiagaan, Peringatan

Dini dan Kelembagaan Penanggulangan Bencana Daerah adalah 3 untuk setiap

kecamatan, sedangkan untuk sub-parameter jumlah sekolah dan sarana kesehatan

diberikan pada kolom baru di tabel atribut data vektor kecamatan sesuai dengan

interval kelasnya.

Pembobotan untuk parameter kapasitas daerah dilakukan dengan mencari interval

kelas dari hasil penjumlahan semua bobot sub-parameter untuk setiap kecamatan,

sehingga menghasilkan bobot baru, yaitu 1 untuk kelas rendah, 2 untuk kelas

sedang, dan 3 untuk kelas tinggi. Data yang diperoleh kemudian dirasterisasi

menggunakan fungsi Conversion Tools – To Raster – Feature to Raster. Data

yang terbentuk berisi kelas 1, 2, dan 3 sehingga harus diubah ke dalam bentuk

data kontinyu dengan nilai 0 – 1

3.3.4 Pembuatan Data Spasial Risiko Bencana

Data spasial risiko bencana dibuat dengan meng-overlay atau menggabungkan

data spasial bahaya, kerentanan bencana, dan kapasitas daerah hingga

menghasilkan data spasial yang berisi tingkat risiko bencana tanah longsor. Proses

overlay dilakukan menggunakan analisis spasial Map Algebra – Raster Calculator

menggunakan Persamaan 1. Data yang dihasilkan dari proses overlay diklasifikasi

Page 50: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

33

ke dalam tiga kelas yaitu rendah, sedang, tinggi menggunakan analisis spasial

Reclass – Reclassify.

3.3.5 Pembuatan Peta Jalur Evakuasi

Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa dibuat

menggunakan salah satu metoda Analysis Network yang tersedia pada ESRI

ArcGIS yaitu Closest Facilities antara lokasi perumahan warga yang memiliki

jarak cukup dekat dengan lokasi risiko bencana tinggi yang diperoleh dari hasil

analisis spasial, dengan lokasi ruang evakuasi berupa lapangan olah raga maupun

stadion di Kabupaten Gowa. Tahapan dalam pembuatan jalur evakuasi di ArcGIS

adalah sebagai berikut:

1. Mengaktifkan toolbars Network Analyst

2. Membuat File Geodatabase baru di ArcCatalog

3. Membuat Feature Dataset dan sistem koordinat basis data

4. Memasukkan data jalan dengan Import Feature Class (single)

5. Menambahkan kolom baru di tabel atribut dengan nama FT_Minutes dan

TF_Minutes

6. Pada Feature Dataset yang telah dibuat pilih New – Network Dataset, tekan

tombol next sampai muncul tombol Directions di layer New Network Dataset.

Ganti Display Length Units dengan Meters, dan pada kolom Name diisi

dengan judul kolom “nama jalan atau jenis jalan” yang terdapat di tabel

atribut. Tekan OK lalu tekan next hingga muncul seluruh perintah yang telah

dimasukkan, tekan Finish. Tunggu hingga proses pembangunan data selesai.

Page 51: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

34

7. Pada toolbar Network Analyst pilih New Closest Facility

8. Aktifkan jendela fungsi Network Analyst Window

9. Pada Facilities pilih Load Location dan masukkan titik yang akan dijadikan

titik asal jalur evakuasi. Pada penelitian ini dipilih titik lokasi permukiman

yang berada pada jarak yang cukup dekat dari daerah dengan risiko bencana

tinggi

10. Pada Incidents pilih Load Location dan masukkan titik lokasi ruang evakuasi

11. Tekan Solve, maka akan muncul rute baru yang dapat digunakan sebagai jalur

evakuasi

12. Export rute sebagai data vektor baru yaitu jalur evakuasi

Page 52: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

35

Gam

bar

3.2

Kel

as F

akto

r P

enyeb

ab L

on

gso

r (S

alam

, 2013 )

Page 53: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

36

Mulai

Pengumpulan Data

- RTRW- Jumlah Sekolah- Jumlah Sarana

Kesehatan- Peringatan Dini- Kesiapsiagaan- Kelembagaan

Penanggulangan Bencana

Sosial:- Kepadatan Penduduk- Sebaran Permukiman

Ekonomi:- Pertanian

- Perkebunan

Peta Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor(BNPB dan BIG, 2012)

Peta Indeks Kerentanan Bencana Tanah Longsor

Peta Indeks Kapasitas Daerah Kabupaten Gowa

Peta Indeks Risiko Bencana Tanah Longsor

Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor

Selesai

Overlay

Network Analysis

Fisik:- Curah Hujan

- Elevasi- Kemiringan Lereng

-Aspek Lereng- Jarak dari Jalan

- Jarak dari Sungai- Jarak dari Kelurusan- Penggunaan Lahan

- Geologi Regional- Tekstur Tanah

3.4 Diagram Alir Penelitian

Page 54: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor

Bahaya bencana tanah longsor merupakan kejadian tanah longsor yang berpotensi

menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan

kesejahteraannya bila terjadi di suatu lingkungan tertentu. Berdasarkan laporan

hasil kajian bencana alam di Indonesia oleh Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam Buku Atlas

Kebencanaan Indonesia 2011 (2012), Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2011 dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu

rendah, sedang, dan tinggi. Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor Kabupaten

Gowa diperoleh dari mencuplik Indeks Bahaya Bencana Tanah Longsor Provinsi

Sulawesi Selatan tahun 2011 hingga menghasilkan Peta Bahaya Bencana Tanah

Longsor Kabupaten Gowa Tahun 2011 (Gambar 4.1).

Berdasarkan Peta Bahaya Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa Tahun 2011,

dapat diketahui bahwa wilayah di Kabupaten Gowa yang memiliki indeks bahaya

bencana tanah longsor tinggi terdapat di Kecamatan Bontolempangan, Bungaya,

Manuju, Parangloe, Parigi, Tinggimoncong, dan Tombolo Pao yang semuanya

berada di daerah dataran tinggi di Gowa. Luas daerah dengan kelas bahaya

masing-masing tercantum dalam Tabel 4.1.

Page 55: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

38

Tabel 4.1 Luas Wilayah Bahaya Berdasarkan Kelas Bahaya Bencana Tanah

Longsor Kabupaten Gowa

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

Rendah Sedang Tinggi

1 BAJENG 5.173,83 0 0

2 BAJENG BARAT 2.003,76 0 0

3 BAROMBONG 2.764,98 0 0

4 BIRINGBULU 13.025,61 9.085,05 0

5 BONTOLEMPANGAN 8.905,23 1.220,22 118,53

6 BONTOMARANNU 5.177,61 0 0

7 BONTONOMPO 3.792,6 0 0

8 BONTONOMPO

SELATAN 3.285,63 0 0

9 BUNGAYA 8.240,85 11.141,46 1.049,22

10 MANUJU 5.618,16 2.472,39 2.857,41

11 PALLANGGA 5.556,15 0 0

12 PARANGLOE 14.279,58 4.282,65 246,15

13 PARIGI 1.317,69 2.737,89 3.998,25

14 PATTALLASSANG 7.558,74 0 0

15 SOMBA OPU 3.082,5 0 0

16 TINGGIMONCONG 1.624,32 10.712,16 6.125,31

17 TOMBOLO PAO 10.777,23 8.773,74 1.375,92

18 TOMPOBULU 7.809,93 4.585,41 0

Total Luas Wilayah (Ha) 10.9994,4 55.010,97 15.770,79

Sumber : Hasil Perhitungan (2018)

Page 56: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

39

Gambar 4.1 Peta Bahaya Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa Tahun

2011 (BNPB dan BIG, 2012)

Gambar 4.2 Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa. Hasil

Overlay dari Peta Kerentanan Fisik dan Lingkungan, Peta

Kerentanan Sosial, dan Peta Kerentanan Ekonomi.

Page 57: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

40

4.2 Indeks Kerentanan Bencana Tanah Longsor

Peta kerentanan adalah peta yang menunjukkan kondisi wilayah dan/atau

masyarakat yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap

suatu bencana. Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

(Gambar 4.2) merupakan hasil tumpang-tindih (overlay) antara Peta Kerentanan

Fisik dan Lingkungan (Gambar 4.3), Peta Kerentanan Sosial (Gambar 4.6), dan

Peta Kerentanan Ekonomi (Gambar 4.7).

4.2.1 Indeks Kerentanan Fisik dan Lingkungan

Peta Kerentanan Fisik dan Lingkungan dibuat dengan meng-overlay peta-peta

parameter fisik dan lingkungan yang dapat menyebabkan peningkatan kerentanan

bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa. Solle (2013) mengkaji beberapa

parameter menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk

menentukan bobot masing-masing parameter dan sub-parameter penyebab

kerentanan tanah longsor di DAS Jeneberang yang sebagian besar wilayahnya

masih merupakan bagian dari Kabupaten Gowa.

1. Elevasi

Faktor elevasi sangat erat kaitannya dengan kejadian tanah longsor. Menurut

Prastyo dan Hambali (2014), permukaan tanah yang tidak datar akibat

perbedaan elevasi dapat menyebabkan hilangnya kestabilan pada lereng

sehingga terjadi retakan dan gerakan tanah. Solle (2013) membagi elevasi di

sub-DAS Jeneberang ke dalam 6 kelas dengan interval kelas 500 m dengan

masing-masing bobot seperti pada Tabel 4.2

Page 58: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

41

Tabel 4.2 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Elevasi

Elevasi (m dpl) Bobot

< 500 0,023

500 – 1000 0,036

1000 – 1500 0,063

1500 – 2000 0,137

2000 – 2500 0,217

>2500 0,524

Sumber: Solle (2013)

Tabel 4.3 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Aspek Lereng

Aspek Lereng Bobot

Rata 0,019

Utara 0,091

Timur Laut 0,064

Timur 0,030

Tenggara 0,112

Selatan 0,291

Barat Laut 0,093

Barat 0,116

Barat Daya 0,182

Sumber: Solle (2013)

2. Aspek Lereng

Aspek lereng merupakan salah satu faktor yang biasa digunakan dalam studi

tentang kelongsoran. Menurut Solle (2013), aspek lereng dapat mempengaruhi

stabilitas lereng karena berhubungan dengan penerimaan paparan intensitas

sinar matahari. Aspek lereng juga berasosiasi dengan evaporasi, curah hujan,

Page 59: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

42

dan hembusan angin yang dapat menyebabkan tanah pembentuk lereng

menjadi kurang stabil sehingga meningkatkan peluang terjadinya longsor.

Solle (2013) membagi aspek lereng ke dalam sembilan kelas dengan masing-

masing bobot seperti pada tabel 4.3.

3. Kemiringan Lereng

Parameter kemiringan lereng sering digunakan dalam penelitian tentang

analisis kestabilan lereng. Menurut Muntohar (2006), semakin besar

kemiringan lereng maka semakin besar bidang runtuh pada lereng, hal ini erat

hubungannya dengan kadar air yang terdapat pada lereng akibat rembesan dan

dapat menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah. Solle (2013) membagi

kemiringan lereng ke dalam delapan kelas seperti pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Kemiringan Lereng

Kemiringan Lereng ( ) Bobot

0o – 5

o 0,018

5o – 10

o 0,031

10o – 15

o 0,079

15o – 20

o 0,088

20o – 25

o 0,129

25o – 30

o 0,247

> 30o 0,408

Sumber: Solle (2013)

4. Jarak dari Sungai

Menurut Solle (2013), jarak dari sungai merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi stabilitas lereng, hal ini berhubungan dengan tingkat kejenuhan

Page 60: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

43

air pada lereng kaki, erosi tebing sungai, dan aliran dasar air tanah permukaan.

Parameter jarak dari sungai dibagi ke dalam lima kelas seperti pada Tabel 4.5.

5. Jarak dari Jalan

Jarak dari jalan dapat mempengaruhi stabilitas lereng. Hal ini berhubungan

dengan getaran akibat pembangunan jalan ataupun lalu-lintas kendaraan,

jaringan jalan akibat pemotongan lereng yang kurang pantas, dan sarana

drainase yang kurang memadai (Solle, 2013). Parameter jarak dari jalan dibagi

ke dalam lima kelas seperti pada Tabel 4.6.

6. Jarak dari Kelurusan Topografi

Kelurusan atau struktur geologi atau sesar merupakan faktor utama yang dapat

mempengaruhi stabilitas lereng. Hal ini mempengaruhi tingkat pelapukan

batuan induk dan mengurangi kuat geser material penyusun lereng sekaligus

menyebabkan tingginya infiltrasi air (Solle, 2013). Seperti parameter jarak

dari sungai dan jarak dari jalan, jarak dari kelurusan dibagi ke dalam lima

kelas, seperti yang terdapat pada Tabel 4.7

7. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya suatu gerakan tanah. Hal ini berhubungan dengan tingkat infiltrasi

air, porositas, permeabilitas, daya kerut, dan daya muai tanah (Solle, 2013).

Parameter tekstur tanah di DAS Jeneberang dibagi ke dalam enam kelas

seperti yang tercantum pada Tabel 4.8

Page 61: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

44

Tabel 4.5 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Sungai

Jarak dari Sungai (m) Bobot

0 – 50 0,495

50 – 100 0,250

100 – 150 0,118

150 – 200 0,071

200 – 250 0,041

> 250 0,023

Sumber: Solle (2013)

Tabel 4.6 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Jalan

Jarak dari Jalan (m) Bobot

0 – 50 0,475

50 – 100 0,259

100 – 150 0,129

150 – 200 0,062

200 – 250 0,043

> 250 0,031

Sumber: Solle (2013)

Tabel 4.7 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Jarak dari Kelurusan

Jarak dari Kelurusan (m) Bobot

0 – 50 0,497

50 – 100 0,250

100 – 150 0,122

150 – 200 0,059

200 – 250 0,041

> 250 0,031

Sumber: Solle (2013)

Page 62: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

45

Tabel 4.8 Kelas dan Bobot Sub-Parameter Tekstur Tanah

Tekstur Tanah Bobot

Silty Clay 0,016

Silty Clay Loam 0,079

Clay Loam 0,131

Loam 0,263

Silty Loam 0,187

Sandy Loam 0,324

Sumber: Solle (2013)

8. Curah Hujan

Di wilayah tropis, curah hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor.

Tanah longsor di Indonesia umumnya terjadi pada musim penghujan, hal ini

disebabkan oleh meningkatnya kandungan air pada tanah (Solle, 2013).

Parameter curah hujan dibagi menjadi enam kelas seperti yang terdapat pada

Tabel 4.9.

9. Litologi

Litologi berhubungan dengan karakteristik formasi batuan penyusun dari suatu

daerah. Kabupaten Gowa terdiri dari tiga formasi batuan, yaitu Satuan

Formasi Camba (Tmcv), Satuan Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv),

dan Satuan Batuan Gunungapi Lompobattang (Qlv dan Qlvc). Penelitian yang

dilakukan Solle (2013) menunjukkan bahwa Satuan Formasi Camba memiliki

bobot yang cukup besar mempengaruhi kelongsoran di DAS Jeneberang.

Klasifikasi dan pembagian bobot untuk sub-parameter litologi tercantum pada

Tabel 4.10.

Page 63: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

46

10. Penutupan Lahan / Penggunaan Lahan

Penutupan lahan dapat berhubungan dengan hidrologi dan cengkraman akar

pada tanah. Penutupan lahan berupa vegetasi dapat mempengaruhi perubahan

hidrologi tanah seperti peningkatan intersepsi curah hujan, infiltrasi, dan

evapotranspirasi. Akar tanaman dapat meningkatkan permeabilitas dan

infiltrasi tanah yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi air dalam tanah

(Solle, 2013). Parameter penutupan lahan dibagi ke dalam tujuh kelas seperti

pada Tabel 4.11

Tabel 4.9 Kelas dan bobot Sub-Parameter Curah Hujan

Curah Hujan (mm) Bobot

< 2000 0,023

2000 – 2500 0,042

2500 – 3000 0,077

3000 – 3500 0,144

3500 – 4000 0,261

> 4000 0,451

Sumber: Solle (2013)

Tabel 4.10 Kelas dan bobot Sub-Parameter Litologi

Litologi Bobot

Formasi Vulkanik Lompobattang (Qlv) 0,695

Formasi Vulkanik Cidako-Baturape (Tpbv) 0,149

Formasi Camba (Tmc) 0,160

Sumber: Solle (2013)

Page 64: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

47

Tabel 4.11 Kelas dan bobot Sub-Parameter Penutupan Lahan

Penutupan Lahan Bobot

Lahan Terbuka 0,171

Sawah 0,140

Kebun Campuran 0,131

Kebun Hortikultura 0,072

Belukar 0,131

Hutan 0,298

Padang Rumput 0,057

Sumber: Solle (2013)

Menurut Solle (2013), nilai indeks kerentanan tanah longsor adalah representasi

dari kerentanan relatif terhadap kejadian tanah longsor. Semakin tinggi nilai

indeks, semakin rentan suatu area terhadap kejadian tanah longsor. Gambar 4.3

menunjukkan grafik zona kerentanan tanah longsor yang diperoleh dari penelitian

ini. Hasil dari overlay peta-peta parameter fisik dan lingkungan diklasifikasikan

ke dalam tiga kelas kerentanan, yaitu rendah, sedang, tinggi (Gambar 4.4). Nilai

kelas indeks kerentanan tanah longsor minimum dan maksimum yang diperoleh

masing-masing adalah 0,052 dan 0,429; dengan rata-rata 0,174 dan standar deviasi

0,071.

Berdasarkan Gambar 4.4 dan Tabel 4.12 diketahui bahwa daerah yang memiliki

tingkat kerentanan fisik dan lingkungan rendah terhadap bencana tanah longsor

mencapai total luas wilayah 93.298,23 Ha, sedangkan tingkat kerentanan sedang

dan tinggi masing-masing mencakup 81.516,69 Ha dan 5.952,42 Ha dari

keseluruhan luas wilayah Kabupaten Gowa.

Page 65: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

48

Gambar 4.3 Grafik klasifikasi kerentanan fisik dan lingkungan tanah longsor

Gambar 4.4 Peta Kerentanan Fisik dan Lingkungan Tanah Longsor Kab. Gowa

Page 66: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

49

4.2.2 Indeks Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial dalam penelitian ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan

sebaran permukiman di Kabupaten Gowa. Dalam penelitian Risma (2014),

kepadatan penduduk dan sebaran permukiman merupakan variabel yang dianggap

mempengaruhi kerentanan dengan asumsi bahwa semakin padat penduduk di

suatu wilayah, maka semakin besar pula daerah yang terbangun sebagai

permukiman dan tempat kegiatan, sehingga semakin besar kawasan permukiman

di suatu wilayah, maka semakin besar kerugian yang dapat ditimbulkan akibat

kejadian bencana. Sehingga untuk parameter sebaran permukiman, bobot

diberikan seragam pada penggunaan lahan jenis permukiman yaitu 3 dan

penggunaan lahan jenis lain diberikan bobot 0.

Untuk parameter kepadatan penduduk, pembobotan dilakukan dengan

memperhitungkan kelas interval parameter. Metoda perhitungan ini dilakukan

untuk membedakan kelas kerentanan sosial antara satu dengan yang lainnya,

Menurut Noorwantoro dkk (2014), besar interval dari masing-masing kelas

ditentukan dengan pendekatan relatif dengan cara melihat nilai maksimum dan

minimum tiap satuan pemetaan, Persamaan yang digunakan untuk membuat kelas

interval adalah

--------------------------------------- (2)

Dengan,

= kelas interval = nilai tertinggi

= nilai terendah = jumlah kelas

Page 67: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

50

Tabel 4.12 Luas Wilayah Kerentanan Fisik dan Lingkungan Berdasarkan Kelas

Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

Rendah Sedang Tinggi

12 BAJENG 193,23 4.980,69 0

2 BAJENG BARAT 0 2.003,49 0

3 BAROMBONG 0 2.764,62 0

4 BIRINGBULU 21.447,45 653,31 7,83

5 BONTOLEMPANGAN 2.256,3 7722 265,68

6 BONTOMARANNU 4.122 1.055,61 0

7 BONTONOMPO 255,6 3.536,91 0

8 BONTONOMPO

SELATAN 0 3.285,09 0

9 BUNGAYA 15.653,16 4.739,4 38,16

10 MANUJU 9.068,67 1.816,2 63,63

11 PALLANGGA 255,24 5.300,55 0

12 PARANGLOE 16.235,37 2.543,76 28,26

13 PARIGI 399,87 6.633,27 1.018,8

14 PATTALLASSANG 5.404,59 2.150,73 3,06

15 SOMBA OPU 1.166,85 1.915,83 0

16 TINGGIMONCONG 8.443,62 8.756,01 1.262,34

17 TOMBOLO PAO 8.000,37 10.987,92 1.936,98

18 TOMPOBULU 395,91 10.671,3 1.327,68

Total Luas Wilayah (Ha) 93.298,23 81.516,69 5.952,42

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

Page 68: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

51

Penentuan jumlah bobot diperoleh dengan hitungan aritmatika biasa yang

menghasilkan jangkauan nilai data antara batas bawah dan batas atas. Batas

bawah untuk nilai bobot terendah yaitu 1 adalah nilai minimum pada data,

sedangkan batas bawah untuk nilai bobot berikutnya adalah batas atas dari nilai

bobot sebelumnya. Batas atas adalah nilai yang diperoleh dari penjumlahan antara

nilai terendah dengan nilai interval.

Dari perhitungan menggunakan Persamaan 2, diperoleh nilai interval untuk

parameter kepadatan penduduk yaitu 1.835 jiwa/km2. Nilai bobot 1 diberikan

untuk kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk ≥ 74 jiwa/km2 dan < 1.909

jiwa/km2, nilai bobot 2 diberikan untuk kecamatan yang memiliki kepadatan

penduduk ≥ 1.909 jiwa/km2 dan <3.744 jiwa/km

2, dan nilai bobot 3 diberikan

untuk kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk ≥ 3.744 jiwa/km2 dan ≤

5.579 jiwa/km2. Nilai bobot kepadatan penduduk untuk setiap kecamatan di

Kabupaten Gowa diberikan pada Tabel 4.13.

Gambar 4.5 Peta Sebaran Permukiman Kabupaten Gowa

Page 69: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

52

Tabel 4.13 Bobot Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa

No Kecamatan Kepadatan Penduduk

(jiwa/km2)

Bobot

1 Sombaopu 5.579 3

2 Bontonompo 1.055 1

3 Bontonompo Selatan 982 1

4 Tompobulu 225 1

5 Parangloe 100 1

6 Parigi 169 1

7 Tombolopao 136 1

8 Tinggimoncong 133 1

9 Bajeng Barat 1.278 1

10 Bajeng 1.317 1

11 Barombong 1.421 1

12 Palangga 2.119 2

13 Bontolempangan 127 1

14 Biringbulu 143 1

15 Bungaya 74 1

16 Manuju 136 1

17 Pattalassang 293 1

18 Bontomarannu 748 1

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Pembuatan Peta Kerentanan Sosial (Gambar 4.7) dilakukan dengan meng-overlay

Peta Sebaran Permukiman (Gambar 4.5) dan Peta Kepadatan Penduduk (Gambar

4.6) Kabupaten Gowa dan menjumlahkan nilai bobot masing-masing parameter

untuk menentukan nilai bobot Kerentanan Sosial.

Page 70: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

53

Gambar 4.6 Peta Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa Tahun 2015

Gambar 4.7 Peta Kerentanan Sosial Kabupaten Gowa

Page 71: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

54

4.2.3 Indeks Kerentanan Ekonomi

Kawasan pertanian dan perkebunan merupakan sektor yang sangat besar perannya

bagi perekonomian masyarakat di Kabupaten Gowa. Hal ini ditunjukkan oleh

hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gowa dalam buku Kabupaten

Gowa dalam Angka 2016. Kerugian yang besar dapat ditimbulkan akibat

terjadinya bencana di sektor ekonomi yang memiliki luas daerah sekitar 34.125

Ha dan 51.411 Ha dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Gowa untuk masing-

masing kawasan pertanian dan perkebunan.

Peta Kerentanan Ekonomi Kabupaten Gowa (Gambar 4.8) dibuat dengan memberi

bobot pada penggunaan lahan jenis pertanian dan perkebunan. Nilai bobot

ditentukan dari besarnya luas lahan pertanian dan perkebunan. Kawasan

perkebunan diberi bobot 3 karena memiliki luas lahan produktif lebih tinggi

dibanding luas lahan pertanian, sehingga kawasan pertanian diberi bobot 2, dan

kawasan di luar pertanian dan perkebunan diberi nilai bobot 0.

Gambar 4.8 Peta Kerentanan Ekonomi Kabupaten Gowa

Page 72: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

55

4.3 Indeks Kapasitas

Kapasitas merupakan kemampuan masyarakat, organisasi, dan sistem dalam

menggunakan keterampilan dan sumber dayanya yang dapat berupa sarana dan

prasarana fisik, lembaga-lembaga penanggulangan bencana, serta pengetahuan

dan keterampilan manusia untuk menghadapi dan mengelola keadaan yang

mengancam saat terjadi bencana,

Peta Kapasitas Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa merupakan hasil

tumpang-tindih (overlay) dari beberapa parameter yang dianggap dapat

mempengaruhi kapasitas, Risma (2014) mengkaji beberapa parameter kapasitas

untuk memperoleh indeks kapasitas bencana di antaranya Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW), Kesiapsiagaan, Peringatan Dini, Kelembagaan, Jumlah

Sekolah dan Fasilitas Kesehatan yang dibagi berdasarkan Kecamatan,

Parameter RTRW diberi bobot 3 karena Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa

telah mengukuhkan Perda Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032 yang disusun

dengan mengacu salah satunya pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana, Kabupaten Gowa juga telah mengatur tentang

kelembagaan penanggulangan bencana daerah dalam Perda Kabupaten Gowa

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Bencana di Kabupaten Gowa,

Peraturan tersebut juga mengatur tentang kesiapsiagaan dan peringatan dini pra-

Page 73: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

56

bencana, sehingga untuk parameter Kesiapsiagaan dan Peringatan Dini diberi

bobot 3.

Untuk parameter jumlah sekolah dan sarana kesehatan, pembobotan dilakukan

dengan memperhitungkan kelas interval parameter sesuai Persamaan 2,

Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan kelas bagi daerah yang memiliki

jumlah sekolah dan sarana kesehatan memadai sebagai pertimbangan yang

mengacu pada tingkat pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengelola

sumber dayanya dalam menghadapi bencana.

Parameter jumlah sekolah diperoleh dari total seluruh sekolah yang terdapat di

Kabupaten Gowa tahun 2014 menurut lembaga survei statistik BPS dalam buku

Kabupaten Gowa dalam Angka 2015 meliputi taman kanak-kanak (TK), Sekolah

Dasar (SD), Madrasah Ibtidayyah (MI), Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah

Lanjutan Tingkat Akhir (SLTA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK).

Dari data diperoleh bahwa jumlah sekolah paling sedikit adalah 27 unit sekolah,

dan paling banyak adalah 157 unit sekolah, Dari perhitungan menggunakan

Persamaan 2, diperoleh kelas interval untuk parameter jumlah sekolah adalah

43,33, Sehingga diperoleh nilai bobot kapasitas pendidikan 1 untuk daerah dengan

jumlah sekolah di bawah 70 unit, nilai bobot 2 untuk daerah dengan jumlah

sekolah ≥ 70 unit dan < 113 unit, dan nilai bobot 3 untuk daerah dengan jumlah

sekolah ≥ 113 unit.

Page 74: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

57

Berdasarkan Tabel 4.14, diketahui bahwa daerah dengan kapasitas pendidikan

yang sangat memadai adalah Kecamatan Somba Opu, daerah dengan kapasitas

pendidikan yang cukup memadai mencakup Kecamatan Bajeng, Pallangga, dan

Tombolo Pao, Sedangkan kecamatan lain memiliki tingkat kapasitas pendidikan

yang kurang memadai atau memiliki total jumlah sekolah di bawah 70 unit.

Tabel 4.14 Nilai bobot berdasarkan jumlah sekolah di Kabupaten Gowa

No Kecamatan Jumlah Sekolah Bobot Indeks Kapasitas

1 BONTONOMPO 61 1 Kurang Memadai

2 BONTONOMPO

SELATAN 46 1 Kurang Memadai

3 BAJENG 86 2 Memadai

4 BAJENG BARAT 35 1 Kurang Memadai

5 PALLANGGA 99 2 Memadai

6 BAROMBONG 30 1 Kurang Memadai

7 SOMBA OPU 157 3 Sangat Memadai

8 BONTOMARANNU 37 1 Kurang Memadai

9 PATTALASSANG 42 1 Kurang Memadai

10 PARANGLOE 32 1 Kurang Memadai

11 MANUJU 31 1 Kurang Memadai

12 TINGGIMONCONG 49 1 Kurang Memadai

13 TOMBOLO PAO 74 2 Memadai

14 PARIGI 27 1 Kurang Memadai

15 BUNGAYA 47 1 Kurang Memadai

16 BONTOLEMPANGAN 30 1 Kurang Memadai

17 TOMPOBULU 48 1 Kurang Memadai

18 BIRINGBULU 55 1 Kurang Memadai

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Page 75: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

58

Tabel 4.15 Nilai bobot berdasarkan jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Gowa

No Kecamatan

Bobot

Rumah

Sakit

Bobot

Puskesmas

Bobot

Pustu

Indeks

Kapasitas

1 BONTONOMPO - 1 3 Memadai

2 BONTONOMPO

SELATAN - 1 2 Kurang Memadai

3 BAJENG - 2 3 Sangat Memadai

4 BAJENG BARAT - 1 1 Kurang Memadai

5 PALLANGGA - 2 3 Sangat Memadai

6 BAROMBONG - 2 1 Kurang Memadai

7 SOMBA OPU 3 2 1 Sangat Memadai

8 BONTOMARANNU - 1 1 Kurang Memadai

9 PATTALASSANG - 2 1 Kurang Memadai

10 PARANGLOE - 1 1 Kurang Memadai

11 MANUJU - 1 2 Kurang Memadai

12 TINGGIMONCONG - 1 2 Kurang Memadai

13 TOMBOLO PAO - 1 1 Kurang Memadai

14 PARIGI - 1 1 Kurang Memadai

15 BUNGAYA - 1 2 Kurang Memadai

16 BONTOLEMPANGAN - 1 2 Kurang Memadai

17 TOMPOBULU - 1 2 Kurang Memadai

18 BIRINGBULU - 3 2 Sangat Memadai

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

Parameter jumlah sarana kesehatan diperoleh dari total Rumah Sakit, Puskesmas,

dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Kabupaten Gowa, Pemberian bobot

dilakukan berdasarkan jenis fasilitas kesehatan, yaitu Rumah Sakit diberi bobot 3

karena hanya terdapat satu buah rumah sakit pemerintah di Kabupaten Gowa,

sedangkan untuk fasilitas kesehatan Puskesmas dan Pustu diberikan bobot

Page 76: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

59

menggunakan Persamaan 2, sehingga diperoleh bobot untuk masing-masing

fasilitas kesehatan seperti yang terdapat dalam Tabel 4.15. Hasil penjumlahan

semua bobot untuk masing-masing fasilitas kesehatan pada setiap kecamatan

dijadikan acuan untuk menentukan indeks kapasitas kesehatan.

Berdasarkan Tabel 4.15, diketahui bahwa daerah dengan kapasitas kesehatan yang

sangat memadai mencakup Kecamatan Bajeng, Pallangga, Somba Opu, dan

Biringbulu. Sedangkan daerah dengan kapasitas kesehatan cukup memadai hanya

Kecamatan Bontonompo dan selebihnya merupakan daerah dengan kapasitas

kesehatan yang kurang memadai atau dengan kata lain memiliki jumlah sarana

kesehatan yang lebih sedikit dibanding daerah lain di Kabupaten Gowa.

Dari proses tumpang-tindih (overlay) dari semua parameter kapasitas bencana di

Kabupaten Gowa dihasilkan Peta Kapasitas Bencana Kabupaten Gowa (gambar

4.8) dengan total bobot terendah adalah 14 dan yang tertinggi adalah 18,

Perhitungan menggunakan Persamaan 2 menghasilkan nilai interval 1,333 untuk

parameter kapasitas bencana, sehingga nilai bobot 1 diberikan untuk daerah

dengan total bobot di bawah 15, nilai bobot 2 diberikan untuk daerah dengan

bobot ≥ 15 dan < 16, dan nilai bobot 3 diberikan untuk daerah dengan bobot ≥ 16,

Pembagian bobot masing-masing daerah tercantum dalam Tabel 4.16.

Page 77: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

60

Tabel 4.16 Nilai bobot kapasitas Kabupaten Gowa

No Kecamatan Bobot Indeks Kapasitas

1 BONTONOMPO 1 Kurang Memadai

2 BONTONOMPO SELATAN 1 Kurang Memadai

3 BAJENG 3 Sangat Memadai

4 BAJENG BARAT 1 Kurang Memadai

5 PALLANGGA 3 Sangat Memadai

6 BAROMBONG 1 Kurang Memadai

7 SOMBA OPU 3 Sangat Memadai

8 BONTOMARANNU 1 Kurang Memadai

9 PATTALASSANG 1 Kurang Memadai

10 PARANGLOE 1 Kurang Memadai

11 MANUJU 1 Kurang Memadai

12 TINGGIMONCONG 1 Kurang Memadai

13 TOMBOLO PAO 1 Kurang Memadai

14 PARIGI 1 Kurang Memadai

15 BUNGAYA 1 Kurang Memadai

16 BONTOLEMPANGAN 1 Kurang Memadai

17 TOMPOBULU 1 Kurang Memadai

18 BIRINGBULU 2 Memadai

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

4.4 Indeks Risiko Bencana Tanah Longsor

Risiko bencana merupakan potensi kerugian yang dapat ditimbulkan akibat

bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, Peta Risiko Bencana

Tanah Longsor disusun dengan teknik tumpang-tindih (overlay) antara Peta

Bahaya Tanah Longsor, Peta Kerentanan Tanah Longsor, dan Peta Kapasitas

Kabupaten Gowa menggunakan perhitungan Persamaan 1.

Page 78: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

61

Tabel 4.17 Luas Wilayah Risiko Bencana Berdasarkan Kelas Risiko Bencana

Tanah Longsor Kabupaten Gowa

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

Rendah Sedang Tinggi

1 BAJENG 5.160,51 0 0

2 BAJENG BARAT 1.994,4 0 0

3 BAROMBONG 2.748,87 0 0

4 BIRINGBULU 22.054,86 0,72 0

5 BONTOLEMPANGAN 9.828,72 415,8 0

6 BONTOMARANNU 5.171,04 0 0

7 BONTONOMPO 3.780 0 0

8 BONTONOMPO

SELATAN 3.259,8 0 0

9 BUNGAYA 1.6781,67 3.465,99 158,58

10 MANUJU 10.038,33 891,81 14,76

11 PALLANGGA 5.556,78 0 0

12 PARANGLOE 18.127,08 658,8 14,22

13 PARIGI 4.757,76 2.487,96 804,78

14 PATTALLASSANG 7.548,3 0 0

15 SOMBA OPU 3.076,02 0 0

16 TINGGIMONCONG 13.411,71 4.298,31 747,54

17 TOMBOLO PAO 17.123,58 3.731,31 38,52

18 TOMPOBULU 8.658,36 3.724,2 0

Luas Wilayah (Ha) 159.077,79 19.674,9 1.778,4

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

Page 79: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

62

Gambar 4.9 Peta Kapasitas Daerah Kabupaten Gowa

Gambar 4.10 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Berdasarkan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor (Gambar 4.10), diketahui bahwa

sebagian besar wilayah Kabupaten Gowa memiliki tingkat risiko rendah terhadap

bencana tanah longsor, Daerah yang memiliki luas wilayah paling banyak berisiko

Page 80: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

63

tinggi terhadap bencana tanah longsor berdasarkan Tabel 4.17 merupakan daerah

yang wilayah administrasinya didominasi oleh dataran tinggi yaitu Kecamatan

Parigi, Tinggimoncong, dan Bungaya dengan luas masing-masing 804,78 Ha;

747,54 Ha; dan 158,58 Ha.

4.5 Analisis Jalur Evakuasi

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Salah satu

tahapan dalam penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi

bencana adalah dengan pembuatan model jalur evakuasi sebagai bagian dari

kegiatan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui

langkah yang tepat guna dan berdaya guna (Undang-Undang no. 24 Tahun 2007).

Menurut Abrahams (1994) dalam Sahetapy dkk (2016), jalur evakuasi adalah jalur

yang digunakan dalam upaya pemindahan langsung dan cepat bagi masyarakat

untuk menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat menimbulkan bahaya.

Pemerintah Kabupaten Gowa telah menetapkan jalur dan ruang evakuasi bencana

dalam Perda Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012 pasal 28. Terkhusus untuk

bencana tanah longsor, jalur dan ruang evakuasi bencana yang dimaksud meliputi

ruas Jalan Poros Gowa-Sinjai di Kecamatan Tinggimoncong, ruas Jalan Gowa-

Sinjai di Kecamatan Tombolo Pao, ruas Jalan Poros Malino-Parigi di Kecamatan

Parigi, ruas Jalan Malino-Tompobulu di Kecamatan Tompobulu, ruas Jalan

Page 81: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

64

Malino-Bungaya di Kecamatan Manuju, ruas jalan Malino-Biringbulu di

Kecamatan Biringbulu, dan ruas Jalan poros Malino-Bunaya di Kecamatan

Bungaya. Beberapa lokasi yang telah ditetapkan sebagai ruang evakuasi oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa meliputi Lapangan Syeh Yusuf, Stadion

Kalegowa, Lapangan Sepak Bola Pallangga, Lapangan Bekas Kertas Gowa,

Lapangan Hitam (Tembak) Malino, dan Lapangan Rindam Pakatto.

Gambar 4.11 Peta Lokasi Ruang Evakuasi Menurut Perda Kab Gowa Nomor 15

Tahun 2012-2032

Dari Gambar 4.11 diketahui bahwa terdapat empat dari enam titik ruang evakuasi

berada di lokasi yang sangat jauh dari daerah yang memiliki risiko bencana tanah

longsor tinggi. Sehingga, dipilih beberapa lokasi alternatif yang berada di sekitar

daerah dengan tingkat risiko bencana tanah longsor yang tinggi. Lokasi yang

dipilih merupakan lokasi yang cukup luas yang diharapkan dapat digunakan

Page 82: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

65

sebagai tempat evakuasi saat terjadi bencana dengan titik seperti yang terdapat

dalam Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Peta Lokasi Ruang Evakuasi Alternatif Kabupaten Gowa

Analisis jalur evakuasi bencana tanah longsor di Kabupaten Gowa dilakukan

menggunakan salah satu tools yang terdapat dalam Network Analysis (analisis

jaringan) di ESRI ArcGIS, yaitu Closest Facility. Analisis dilakukan untuk

mencari lokasi fasilitas terdekat (lokasi ruang evakuasi) dari daerah permukiman

yang terdapat di sekitar wilayah dengan risiko terkena dampak tanah longsor yang

tinggi.

Jalur Evakuasi ditentukan dengan batasan sebagai berikut:

1. Jalur yang digunakan adalah seluruh jalur yang dapat dilalui manusia (dengan

berjalan kaki atau menggunakan kendaraan) meliputi jalan arteri, jalan

kolektor, jalan lokal, jalan setapak, maupun pematang.

Page 83: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

66

2. Jalur evakuasi dibuat dengan titik awal di sekitar daerah permukiman

3. Jalur evakuasi menjauhi daerah dengan risiko bencana tanah longsor tinggi

Waktu tempuh yang diperoleh merupakan waktu tempuh minimum yaitu waktu

yang digunakan untuk sampai di ruang evakuasi selama perjalanan dengan

berjalan kaki. Waktu tempuh yang dibutuhkan dalam sekali perjalanan yang

digunakan merupakan hasil bagi antara panjang lintasan jalur evakuasi dengan

kecepatan rata-rata pejalan kaki yang menurut Aspelin (2005) dalam Mudhana

dkk (2014), adalah 1,20 m/detik atau 72 m/menit. Cara yang sama juga digunakan

dalam menentukan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk evakuasi menggunakan

kendaraan bermotor, dengan mengacu pada tabel kecepatan rata-rata kendaraan

bermotor menurut penelitian Novandi (2010), dimana mobil penumpang memiliki

kecepatan rata-rata 31,066 km/jam atau 517,764 m/menit; Sepeda motor memiliki

kecepatan rata-rata 35,724 km/jam atau 595,4 m/menit; dan truk ringan memiliki

kecepatan rata-rata 32,503 km/jam atau 541,722 m/menit.

4.5.1 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Parigi

Kecamatan Parigi memiliki wilayah berisiko bencana tanah longsor tinggi dengan

luas 804,78 Ha, kepadatan penduduk 169 jiwa/km2, dan memiliki kapasitas

masyarakat kurang memadai. Dari hasil analisis jalur evakuasi bencana tanah

longsor, diperoleh beberapa jalur evakuasi yang dapat digunakan saat terjadi

bencana tanah longsor, yaitu jalur evakuasi melalui jalan penghubung dari Desa

Jonjo dan Desa Sicini ke Lapangan Olahraga Jonjo di Desa Jonjo, dan jalur

evakuasi melalui jalan penghubung dari Desa Manimbahoi ke Lapangan

Page 84: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

67

Majannang di Desa Majannang seperti yang terdapat pada Gambar 4.12. Waktu

tempuh yang digunakan untuk evakuasi dibedakan menurut jenis transportasinya

seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Waktu Tempuh Evakuasi di Kecamatan Parigi

No. Jalur Evakuasi Jarak (m)

Waktu Tempuh (menit)

Jalan

Kaki Mobil

Sepeda

Motor

Truk

Ringan

1 Desa Jonjo – Lap.

Olahraga Jonjo 7.310,21 119,76 14,12 12,28 13,49

2 Desa Sicini – Lap.

Olahraga Jonjo 7.201,54 100,10 13,91 12,10 13,29

3 Desa Manimbahoi –

Lap. Majannang 5.004,45 69,56 9,67 8,41 9,24

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Gambar 4.13 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Parigi

Page 85: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

68

4.5.2 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Tinggimoncong

Kecamatan Tinggimoncong memiliki wilayah berisiko bencana tanah longsor

tinggi dengan luas 747,54 Ha, kepadatan penduduk 133 jiwa/km2, dan memiliki

kapasitas masyarakat kurang memadai. Dari hasil analisis jalur evakuasi bencana

tanah longsor menggunakan metoda network analysis, diperoleh beberapa jalur

evakuasi yang dapat digunakan saat terjadi bencana tanah longsor yaitu jalur

evakuasi melalui jalan penghubung dari Desa Garassi dan Desa Gantarang ke

lokasi ruang evakuasi yang berada di Desa Malino diantaranya Lapangan Anggrek

Malino yang lokasinya bersebelahan dengan Lapangan Prayudha Malino, dan

Lapangan Tembak Secata A seperti pada Gambar 4.13. Waktu tempuh yang

digunakan untuk evakuasi dibedakan menurut jenis transportasinya seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 4.19.

4.5.3 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Bungaya

Kecamatan Bungaya memiliki wilayah berisiko bencana tanah longsor tinggi

dengan luas 158,58 Ha, kepadatan penduduk 74 jiwa/km2, dan memiliki kapasitas

masyarakat kurang memadai. Dari hasil analisis jalur evakuasi bencana tanah

longsor menggunakan metoda network analysis, diperoleh jalur evakuasi melalui

jalan penghubung dari Desa Bontomanai ke Lapangan Sepak Bola Sapaya di Desa

Sapaya yang dapat digunakan saat terjadi bencana tanah longsor seperti yang

terdapat pada Gambar 4.14. Waktu tempuh yang digunakan untuk evakuasi

dibedakan menurut jenis transportasinya seperti yang ditunjukkan dalam Tabel

4.20.

Page 86: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

69

Tabel 4.19 Waktu Tempuh Evakuasi di Kecamatan Tinggimoncong

No. Jalur Evakuasi Jarak (m)

Waktu Tempuh (menit)

Jalan

Kaki Mobil

Sepeda

Motor

Truk

Ringan

1 Desa Garassi – Lap.

Anggrek Malino 7.394,58 102,79 14,28 12,42 13,65

2 Desa Garassi – Lap.

Prayudha Malino 7.538,68 104,79 14,56 12,66 13,92

3 Desa Garassi – Lap

Tembak Secata A 8.708,58 121,05 16,82 14,63 16,08

4 Desa Gantarang – Lap.

Anggrek Malino 3.715,35 51,65 7,18 6,24 6,86

5 Desa Gantarang – Lap.

Prayudha Malino 3.859,44 53,65 7,45 6,48 7,12

6 Desa Gantarang – Lap

Tembak Secata A 5.029,34 69,91 9,71 8,45 9,28

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Gambar 4.14 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kec. Tinggimoncong

Page 87: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

70

Gambar 4.15 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kecamatan Bungaya

Tabel 4.20 Waktu Tempuh Evakuasi di Kecamatan Bungaya

No. Jalur Evakuasi Jarak (m)

Waktu Tempuh (menit)

Jalan

Kaki Mobil

Sepeda

Motor

Truk

Ringan

1 Desa Bontomanai – Lap.

Sepak Bola Sapaya 6.163,98 109,09 11,91 10,35 11,38

Sumber: Hasil Analisis (2018)

4.5.4 Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa (Gambar 4.15)

merupakan hasil analisis pada tingkat Kabupaten. Analisis tidak dibatasi oleh

batas Kecamatan, sehingga memungkinkan masyarakat untuk melakukan evakuasi

di Kecamatan lain di Kabupaten Gowa jika jarak lokasi ruang evakuasi di

Kecamatan tempat mereka bermukim cukup jauh.

Page 88: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

71

Gambar 4.16 Peta Jalur Evakuasi Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Page 89: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

72

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kabupaten Gowa memiliki 3 (tiga) kelas risiko tanah longsor, yaitu rendah,

sedang, dan tinggi. Daerah dengan tingkat risiko rendah memiliki luas terbesar

yaitu 159.077,8 Ha (88,12%), tingkat risiko sedang memiliki luas 19.674,9 Ha

(10,90 %), tingkat risiko tinggi memiliki luas 1.778,4 Ha (0,98 %). Daerah

dengan tingkat risiko tinggi meliputi Kecamatan Parigi, Tinggimoncong, dan

Bungaya dengan luas masing-masing 804,78 Ha; 747,54 Ha; dan 158,58 Ha.

2. Model Jalur Evakuasi dibuat dengan menghubungkan antara lokasi ruang

evakuasi dan lokasi permukiman penduduk yang memiliki jarak cukup dekat

dengan lokasi yang dianggap memiliki tingkat risiko tinggi. Pada Kecamatan

Parigi terdapat dua buah jalur evakuasi, jalur evakuasi pertama

menghubungkan Desa Jonjo dan Desa Sicini ke Lapangan Olahraga Jonjo di

Desa Jonjo, dan jalur evakuasi kedua menghubungkan Desa Manimbahoi ke

Lapangan Majannang di Desa Majannang. Pada Kecamatan Tinggimoncong,

jalur evakuasi menghubungkan Desa Garassi dan Desa Gantarang ke lokasi

ruang evakuasi di Desa Malino yaitu Lapangan Anggrek Malino, Lapangan

Prayudha Malino, dan Lapangan Tembak Secata A. Sedangkan pada

Kecamatan Bungaya, jalur evakuasi menghubungkan Desa Bontomanai

dengan Lapangan Sepak Bola Sapaya di Desa Sapaya.

Page 90: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

73

5.2 Saran

Penelitian yang dilakukan penulis adalah mencakup tingkat Kabupaten, sehingga

penelitian ini dapat dilanjutkan pada skala yang lebih besar, misalnya pada tingkat

Kecamatan, Desa, atau Dusun dengan metoda penelitian yang lebih baik agar

dapat menghasilkan zona risiko bencana tanah longsor dan jalur evakuasi yang

lebih terperinci.

Page 91: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

74

DAFTAR PUSTAKA

______. 2007. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

______. 2007. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana.

______.2012. Peraturan Daerah Kabupaten Gowa no.15 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032.

______.2013. Peraturan Daerah Kabupaten Gowa no.1 tentang Penanggulangan

Bencana di Kabupaten Gowa.

Aronoff, Stanley. 1989. Geographic Information System: A Management

Perspective. Ottawa: WDL Publications.

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2012. Data dan Informasi

Bencana Indonesia. Akses online 1 Februari 2017 http://dibi.bnpb.go.id

Central Board of Secondary Education (CBSE). 2006. Natural Hazards and

Disaster Management. Delhi: The Secretary, CBSE.

Chrisman, Nicholas. 1997. Exploring Geographic Information System. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Demers, M.N. 1997. Fundamental of Geographic Information System. New York:

John Wiley & Sons, Inc.

Efendi, L. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Gowa Tahun 2015. Makassar: BPS

Kab. Gowa.

Page 92: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

75

Highland, L.M., Bobrowsky, Peter. 2008. The landslide handbook—A guide to

understanding landslides: Reston, Virginia, U.S. Geological Survey

Circular 1325, 129 p.

Kurniawan, L., R. Yunus, M.R. Amri, N. Pramudiarta. 2011. Indeks Rawan

Bencana Indonesia Tahun 2011. Jakarta: BNPB.

Kurniawan, L., S. Triutomo, R. Yunus, M.R. Amri, A.A. Hantyanto. 2014. Indeks

Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013. Jakarta: BNPB.

Massinai, M.A., A. Sudradjat, F. Hirnawan, I. Syafri, Hasanuddin, M.I. Tahir.

2010. Gerakan Tanah Pada Daerah Rawan Longsor di DAS Jeneberang

Bagian Barat Gunung Bawakaraeng Sulawesi Selatan: Bulletin Geologi

Tata Lingkungan Vol.20 No.2, 93-102 pp.

Mudhana, I Made P., M.H. Purnomo, S.M.S. Nugroho. 2014. Simulasi

Pergerakan Evakuasi Bencana Tsunami Menggunakan Algoritma Boids

dan Pathfinding: Prosiding Seminar Nasional ReTII ke-9 Yogyakarta 13-

14 Desember 2014, 198-204 pp.

Muhajir, A.B., Cahyono, A.B. 2013. Analisa Persebaran Bangunan Evakuasi

Bencana Tsunami Menggunakan Network Analyst di SIG: Jurnal Teknik

POMITS. Vol 2, No 1, 1-6 pp.

Muntohar, A.S. 2006. Pengaruh Rembesan dan Kemiringan Lereng Terhadap

Keruntuhan Lereng: Jurnal Teknik Sipil Vol.1 No.2, 19-28 pp.

Noorwantoro, M., R. Asmaranto, D. Harisuseno. 2014. Analisa Kawasan Rawan

Bencana Tanah Longsor di Das Upper Brantas Menggunakan Sistem

Informasi Geografis. Malang: Universitas Brawijaya.

Page 93: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

76

Novandi, Emir Rauf.2010.Studi Manajemen Perlintasan Sebidang Jalan Raya

dengan Jalan Kereta Api. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar

(Prespektif Geodesi & Geomatika). Bandung: Informatika.

Prasetyo, Arif. 2011. Modul Dasar ArcGis 10. Bogor: Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Prastyo, R.D. dan R. Hambali 2014. Analisis Potensi Longsor Pada Lereng

Galian Penambangan Timah: Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Bangka Belitung Vol.2 No.1, 69 – 79 pp.

Pratama, Arya. 2015. Studi Kawasan Kerentanan Longsor Pada Ruas Jalan

Poros Malino-Tondong Kabupaten Gowa-Sinjai Dengan Menggunakan

Aplikasi ArcGIS. Skripsi Penelitian: Tidak Diterbitkan.

Putri, R.S. 2017. Analisis Spasial Rawan Longsor di Kabupaten Toraja Utara.

Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Rahmania dan Armayani, A. 2013. Studi Sifat Fisis Batuan Pada Daerah Rawan

Longsor: Jurnal Teknosains Vol.7 No.2, 165-174 pp.

Risma.2014.Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang

(Studi Kasus Kabupaten Sinjai). Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Sahetapy, G.B, H. Poli, Suryono. 2016. Analisis Jalur Evakuasi Bencana Banjir

di Kota Manado: Jurnal Spasial Unsrat. Vol 3, No.2.

Soenarmo, S.H. 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi

Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung: ITB Press.

Page 94: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

77

Solle, M.S. 2013. Model Zonasi Kerentanan Tanah Longsor Daerah Aliran

Sungai Jeneberang. Disertasi. Universitas Hasanuddin.

Solle, M.S., M. Mustafa, S. Baja, A.M. Imran. 2013. Landslide Susceptibility

Zonation Model On Jeneberang Watershed Using Geographical

Information System and Analytical Hierarchy Process: International

Journal of Engineering and Innovative Technology (IJEIT) Vol.2 No.7,

174-179 pp.

Suryanto, H., dan C.A. Prasetyawati. 2014. Model Agroforestri Untuk Rehabilitasi

Lahan di Spoilbank DAM Bilibili Kabupaten Gowa: Info Teknis EBONI

Vol. 11 No.1, 15-26 pp.

Tomlin C. Dana. 1990. Geographic Information System and Cartographic

Modeling. Englewood Cliffs, NJ, Pretince Hall.

UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). 2009.

UNISDR Terminology on Disaster Risk Reduction. Geneva: UNISDR.

Van Niekerk, D. 2011. Introduction to Disaster Risk Reduction. USAID (United

States Agency International Development).

Varnes, D.J. 1958. Landslide Types and Processes: Highway Research and

Engineering Practice No.29, 20-47 pp.

Yeh, Anthony G., Chow, Man Hong. 1996. An Integrated GIS and Location

Allocation Approach To Public Facilities Planning – An Example Of Open

Space Planning: Computer, Environment, and Urban System Journal. Vol.

20, No. 4/5, 339-350 pp.

Page 95: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 96: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 1 Tabel Luas Wilayah Rentan Berdasarkan Kelas Kerentanan

Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

No Kecamatan Luas Wilayah (Ha)

Rendah Sedang Tinggi

1 BAJENG 25,02 3893,22 1246,68

2 BAJENG BARAT 0,9 1523,97 475,74

3 BAROMBONG 147,96 2393,01 215,19

4 BIRINGBULU 8092,62 13778,64 213,93

5 BONTOLEMPANGAN 6597,45 3206,88 440,19

6 BONTOMARANNU 768,15 4221,27 184,23

7 BONTONOMPO 39,33 2896,92 847,62

8 BONTONOMPO

SELATAN 169,11 2499,48 603,99

9 BUNGAYA 14923,98 4773,69 724,5

10 MANUJU 8878,77 1990,17 76,23

11 PALLANGGA 264,96 4053,96 1237,86

12 PARANGLOE 13288,32 5279,04 234,36

13 PARIGI 4551,93 2020,68 1477,89

14 PATTALLASSANG 1008,63 6159,15 383,22

15 SOMBA OPU 101,25 1305,81 1670,31

16 TINGGIMONCONG 12469,77 4261,23 1727,01

17 TOMBOLO PAO 12224,97 6141,51 2537,19

18 TOMPOBULU 4056,66 3713,22 4614,21

Total Luas Wilayah (Ha) 87609,78 74111,85 18910,35

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

Page 97: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Bujur Lintang Total Tahun (mm) Rata-Rata

(mm) 2009 2010 2011 2012 2013

119,375 -4,839550018 2923,24399 4480,718232 2872,224463 1842,61488 3695,889283 3162,938

119,6880035 -4,839550018 3359,372975 5982,731142 1712,66063 871,2776643 2266,871619 2838,583

120 -4,839550018 2641,180377 5542,883286 3004,401906 2270,178898 3318,063489 3355,342

120,3119965 -4,839550018 1663,633996 3588,678132 1887,6418 1707,579315 2447,043304 2258,915

119,375 -5,151780128 2701,07363 4232,042618 2099,749899 1587,546677 3287,480372 2781,579

119,6880035 -5,151780128 3162,939914 5808,044861 1338,047244 893,1455016 1963,452398 2633,126

120 -5,151780128 2123,445185 5071,08827 5671,061966 4428,789811 6113,281124 4681,533

120,3119965 -5,151780128 1694,74591 4317,493115 3265,758064 3033,220598 3992,261696 3260,696

119,375 -5,464000225 1445,308951 2132,970879 2635,429528 2062,087442 3721,733437 2399,506

119,6880035 -5,464000225 1902,620087 4066,251172 1127,725982 943,0854184 1695,087422 1946,954

120 -5,464000225 1395,388142 4082,851691 3824,21882 3366,397927 4433,969607 3420,565

120,3119965 -5,464000225 865,7192666 3236,038377 3095,351702 3098,728107 4305,629889 2920,293

119,375 -5,776229858 1290,39929 1884,701169 2906,66339 2283,686791 3882,079312 2449,506

119,6880035 -5,776229858 901,4505923 2361,076296 698,7562346 817,2987543 1433,679849 1242,452

120 -5,776229858 638,2292628 2792,709296 445,2844705 593,5449968 764,6913734 1046,892

120,3119965 -5,776229858 419,6528607 2267,022133 563,2811142 704,7746592 1109,006263 1012,747

Lam

piran

2

Tab

el Grid

Curah

Hujan

Kab

upaten

Go

wa T

ahun 2

009 –

2013

(http

://glo

balw

eather.tam

u.ed

u/)

Page 98: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

KECAMATAN

Bobot

Jumlah

Sekolah

Bobot

RTRW

Bobot

Faskes

Bobot

Kelembagaan

Bobot

Kesiapsiagaan

Bobot

Peringatan

Dini

Total

Bobot

Kelas

Interval

Bobot

Kapasitas

BAJENG 2 3 3 3 3 3 17 1.33 3

BAJENG BARAT 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

BAROMBONG 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

BIRINGBULU 1 3 3 3 3 3 16 1.33 2

BONTOLEMPANGAN 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

BONTOMARANNU 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

BONTONOMPO 1 3 2 3 3 3 15 1.33 1

BONTONOMPO

SELATAN 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

BUNGAYA 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

MANUJU 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

PALLANGGA 2 3 3 3 3 3 17 1.33 3

PARANGLOE 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

PARIGI 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

PATTALLASSANG 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

SOMBA OPU 3 3 3 3 3 3 18 1.33 3

TINGGIMONCONG 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

TOMBOLO PAO 2 3 1 3 3 3 15 1.33 1

TOMPOBULU 1 3 1 3 3 3 14 1.33 1

Sumber: Hasil Perhitungan (2018)

Lam

pira

n 3

T

ab

el Nila

i Bob

ot K

ap

asita

s Kab

up

aten

Go

wa

Page 99: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 4 Peta Bahaya Bencana Tanah Longsor Kab Gowa Tahun 2011

Peta

Bah

aya B

enca

na T

an

ah

Lon

gso

r T

ah

un

2011

Page 100: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 5 Peta Penyusun Kerentanan Fisik dan Lingkungan

Peta

Asp

ek L

eren

g K

ab

up

ate

n G

ow

a

Page 101: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

In

terp

ola

si C

ura

h H

uja

n K

ab

up

ate

n G

ow

a

Page 102: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Ele

vasi

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 103: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Form

asi

Geo

logi

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 104: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jara

k D

ari

Jala

n K

ab

up

ate

n G

ow

a

Page 105: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jara

k D

ari

Ses

ar

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 106: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jara

k D

ari

Su

ngai

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 107: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Pen

ggu

naan

Lah

an

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 108: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Kem

irin

gan

Ler

eng K

ab

up

ate

n G

ow

a

Page 109: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Tek

stu

r T

an

ah

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 110: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Ker

enta

nan

Fis

ik d

an

Lin

gk

un

gan

Tan

ah

Lon

gso

r K

ab

Gow

a

Page 111: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 6 Peta Penyusun Kerentanan Sosial Kabupaten Gowa

Peta

Kep

ad

ata

n P

end

ud

uk

Kab

Gow

a

Page 112: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Seb

ara

n P

erm

uk

iman

Kab

Gow

a

Page 113: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Ker

enta

nan

Sosi

al

Kab

Gow

a

Page 114: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 7 Peta Kerentanan Ekonomi Kabupaten Gowa

Peta

Ker

enta

nan

Ek

on

om

i K

ab

Gow

a

Page 115: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 8 Peta Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Peta

Ker

enta

nan

Ben

can

a T

an

ah

Lon

gso

r K

ab

Gow

a

Page 116: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 9 Peta Kapasitas Daerah Kabupaten Gowa

Peta

Kap

asi

tas

Daer

ah

Kab

up

ate

n G

ow

a

Page 117: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 10 Peta Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Peta

Ris

iko B

enca

na T

an

ah

Lon

gso

r K

ab

Gow

a

Page 118: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 11 Peta Lokasi Ruang Evakuasi Kabupaten Gowa

Peta

Lok

asi

Ru

an

g E

vak

uasi

Men

uru

t R

TR

W K

ab

Gow

a

Page 119: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Lok

asi

Ru

an

g E

vak

uasi

Alt

ern

ati

f K

ab

up

ate

n G

ow

a

Page 120: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Lampiran 12 Peta Jalur Evakuai Bencana Tanah Longsor Kabupaten Gowa

Peta

Jalu

r E

vak

uasi

Ben

can

a T

an

ah

Lon

gso

r K

ab

Gow

a

Page 121: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jalu

r E

vak

uasi

Ben

can

a T

an

ah

Lon

gso

r K

ec

Bu

ngaya

Page 122: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jalu

r E

vak

uasi

Ben

can

a T

an

ah

Lon

gso

r K

ec

Pari

gi

Page 123: ANALISIS RISIKO DALAM UPAYA PENANGGULANGAN …

Peta

Jalu

r E

vak

uasi

Ben

can

a T

an

ah

Lon

gso

r K

ec

Tin

ggim

on

con

g