20

ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id
Page 2: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

ANALISIS REAL

Page 3: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id
Page 4: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

ANALISIS REAL

Fatriya Adamura

`

Page 5: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

iv

ANALISIS REAL

Penulis:

Fatriya Adamura

Perancang Sampul:

Fatriya Adamura

Penata Letak:

Tim Kreatif Unipma Press

Cetakan Pertama, Desember 2018

ISBN: 978-602-0725-16-1

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang All right reserved

DiterbitkanOleh:

UNIPMA PRESS

Universitas PGRI Madiun

JI. Setiabudi No. 85 Madiun Jawa Timur 63118

Telp. (0351) 462986, Fax. (0351) 459400

E-Mail: [email protected]

Website: kwu.unipma.ac.id

Page 6: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga buku yang berjudul β€œAnalisis Real” dapat terselesaikan

dengan baik. Buku ini berisi tentang materi pada mata kuliah Analisis

Real. Dalam buku ini akan dibahas materi pengantar dan dasar pada

mata kuliah Analisis Real.

Buku ini dibuat untuk menyelesaikan problematika yang

berkaitan dengan mata kuliah Analisis Real. Buku ini diharapkan

dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penyusun menyadari bahwa pembuatan buku ini tidak akan

lepas dari kekurangan. Pembaca dapat memberikan kritik dan saran

yang bersifat membangun untuk penyempurnaan karya selanjutnya.

Salam,

Penyusun

Page 7: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id
Page 8: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................... v

Daftar Isi .............................................................................................. vii

BAB I Himpunan dan Fungsi

A. Himpunan dan Fungsi ........................................................ 1

B. Induksi Matematika............................................................. 8

C. HimpunanTerbatas dan takTerbatas ................................ 11

BAB II Bilangan Real

A. Sifat Aljabar dan Sifat Urutan pada Himpunan Bilangan

Real ℝ .............................................................................. 15

B. Nilai Mutlak dan Garis Bilangan ........................................ 23

C. Sifat Kelengkapan pada Himpunan Bilangan Real ........... 25

D. Aplikasi Sifat Supremum .................................................. 28

E. Interval ............................................................................. 29

BAB III Barisan dan Limit Barisan

A. Definisi Barisan ................................................................ 33

B. Limit Barisan..................................................................... 33

C. Barisan Monoton .............................................................. 39

D. Sub barisan danTeorema Bolzano - Weierstrass .............. 41

E. Kriteria Cauchy ................................................................. 33

F. Barisan Divergen Sejati .................................................... 44

Daftar Pustaka ................................................................................... 46

BiografiPenulis .................................................................................. 47

Page 9: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id
Page 10: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

1

BAB 1

HIMPUNAN DAN FUNGSI

A. Himpunan dan Fungsi

Jika elemen π‘₯ ada pada himpunan 𝐴, maka bisa ditulis π‘₯ ∈ 𝐴 atau bisa

dibaca π‘₯ anggota 𝐴.

Jika elemen π‘₯ tidak pada himpunan 𝐴, maka bisa ditulis π‘₯ βˆ‰ 𝐴 atau bisa

dibaca π‘₯ bukan anggota 𝐴.

Jika setiap elemen himpunan A termasuk pada himpunan B, maka dapat

dikatakan bahwa A himpunan bagian B atau dapat disimbolkan A βŠ† B

atau B βŠ‡ A.

Kita mengatakan bahwa himpunan A merupakan himpunan bagian sejati

dari himpunan B jika himpunan A merupakan himpunan bagian dari

himpunan B dan paling tidak ada satu elemen 𝐡 yang tidak terdapat pada

himpunan 𝐴, kadang-kadang kita menuliskan sebagai 𝐴 βŠ‚ 𝐡.

Definisi

Himpunan 𝐴 dan 𝐡 dikatakan sama dan dituliskan dengan 𝐴 = 𝐡, jika

himpunan 𝐴 dan 𝐡 memiliki elemen yang sama.

Untuk membuktikan bahwa himpunan A dan B sama, maka harus

ditunjukkan bahwa A βŠ† B dan B βŠ† A.

Suatu himpunan didefinisikan dengan mendaftar anggota-anggota

himpunan atau dengan menyebutkan sifat-sifat yang menunjukkan

anggota-anggota himpunan.

Simbol := sering digunakan pada penotasian himpunan. Simbol := berarti

bahwa simbol di ruas kiri didefinisikan oleh simbol di ruas kanan.

Page 11: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

2

Himpunan bilangan asli disimbolkan dengan β„• ∢= {1, 2, 3, … }.

Himpunan bilangan bulat disimbolkan dengan β„€ ∢=

{0, 1, βˆ’1, 2, βˆ’2, 3, βˆ’3 … }.

Himpunan bilangan rasional disimbolkan dengan β„š ∢= {m

n: m, n ∈

β„€ dan n β‰  0}.

Himpunan bilangan real disimbolkan dengan ℝ.

Contoh:

Himpunan {π‘₯ ∈ β„•: π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯ + 2 = 0} memuat bilangan asli yang

memenuhi persamaan kuadrat. Karena solusi persamaan kuadrat tersebut

hanya π‘₯ = 1 dan π‘₯ = 2, maka kita bisa mendenotasikan himpunan di atas

secara lebih sederhana dengan {1, 2}.

Suatu bilangan asli 𝑛 merupakan bilangan genap jika berbentuk 𝑛 = 2π‘˜;

π‘˜ ∈ β„•. Himpunan bilangan asli genap dapat dituliskan dengan {2π‘˜ ∢ π‘˜ ∈

β„•} atau {𝑛 ∈ β„•: 𝑛 = 2π‘˜, π‘˜ ∈ β„•}. Sedangkan himpunan bilangan asli

ganjil dapat dituliskan dengan {2π‘˜ βˆ’ 1 ∢ π‘˜ ∈ β„•}.

Operasi Himpunan

Definisi

Gabungan (union) himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan 𝐴 βˆͺ 𝐡 ∢=

{π‘₯ ∢ π‘₯ ∈ 𝐴 atau π‘₯ ∈ 𝐡}.

Irisan himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan 𝐴 ∩ 𝐡 ∢= {π‘₯ ∢ π‘₯ ∈ 𝐴 dan π‘₯ ∈

𝐡}.

Komplemen himpunan 𝐡 relativ ke himpunan 𝐴 adalah himpunan 𝐴 βˆ– 𝐡 ∢

= {π‘₯ ∢ π‘₯ ∈ 𝐴 dan π‘₯ βˆ‰ 𝐡}.

Page 12: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

3

Teorema

Jika 𝐴, 𝐡, 𝐢 merupakan himpunan, maka

a. 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) = (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢)

b. 𝐴 βˆ– (𝐡 ∩ 𝐢) = (𝐴 βˆ– 𝐡) ⋃ (𝐴 βˆ– 𝐢)

Bukti:

Akan dibuktikan 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) = (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢).

Untuk membuktikan 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) = (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢), maka harus

ditunjukkan bahwa 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) βŠ† (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢) dan (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ–

𝐢) βŠ† 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢).

(β†’) Akan ditunjukkan 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) βŠ† (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢)

Ambil sebarang π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢)

Jika π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢), maka π‘₯ di 𝐴, tetapi π‘₯ tidak di 𝐡 ⋃ 𝐢 atau π‘₯ di 𝐴,

tetapi π‘₯ tidak di 𝐡 maupun 𝐢.

A B

A βˆͺ B

A B

A ∩ B

A B

A βˆ–B

Page 13: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

4

Sehingga, π‘₯ di 𝐴, tetapi tidak di 𝐡 dan π‘₯ di 𝐴, tetapi tidak di 𝐢 atau π‘₯ ∈

𝐴 βˆ– 𝐡 dan π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– 𝐢. Hal ini menunjukkan bahwa π‘₯ ∈ (𝐴 βˆ– 𝐡) ∩

(𝐴 βˆ– 𝐢)

𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) βŠ† (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢)... (*)

(β†’) Akan ditujukkan (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢) βŠ† 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢)

Ambil sebarang π‘₯ ∈ (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢)

Jika π‘₯ ∈ (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢), maka π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– 𝐡 dan π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– 𝐢.

Sehingga, π‘₯ ∈ 𝐴, tetapi π‘₯ βˆ‰ 𝐡 dan π‘₯ βˆ‰ 𝐢 atau π‘₯ ∈ 𝐴 dan π‘₯ βˆ‰ 𝐡 ⋃ 𝐢.

Hal ini menunjukkan bahwa π‘₯ ∈ 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢)

(𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢) βŠ† 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢)... (**)

Berdasarkan (*) dan (**), maka 𝐴 βˆ– (𝐡 ⋃ 𝐢) = (𝐴 βˆ– 𝐡) β‹‚ (𝐴 βˆ– 𝐢).

Hasil Kali Cartesian

Definisi

Jika himpunan 𝐴 dan 𝐡 bukan himpunan kosong, maka hasil kali Cartesian

𝐴 Γ— 𝐡 dari himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏)

dengan π‘Ž ∈ 𝐴 dan 𝑏 ∈ 𝐡 atau dapat disimbolkan dengan 𝐴 Γ— 𝐡: =

{(π‘Ž, 𝑏): π‘Ž ∈ 𝐴, 𝑏 ∈ 𝐡}.

Contoh:

Jika 𝐴 = {1, 2, 3} dan 𝐡 = {1, 5}, maka himpunan 𝐴 Γ— 𝐡 =

{(1, 1), (1, 5), (2, 1), (2, 5), (3, 1), (3, 5)}.

Definisi

Fungsi 𝑓 dari himpunan 𝐴 ke himpunan 𝐡 adalah aturan korespondensi yang

memasangkan setiap π‘₯ anggota himpunan 𝐴 dengan tepat satu 𝑓(π‘₯) anggota

himpunan 𝐡.

Page 14: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

5

Misalkan A dan B suatu himpunan, maka fungsi dari himpunan A ke

himpunan B adalah himpunan f dari pasangan terurut di A Γ— B sedemikian

sehingga untuk setiap a ∈ A ada tepat satu b ∈ B dengan (a, b) ∈ f.

(Dengan kata lain, jika (a, b) ∈ f dan (a, bβ€²) ∈ f, maka b = bβ€²)

Himpunan 𝐴 yang merupakan elemen pertama dari fungsi 𝑓 disebut

sebagai domain 𝑓 dan dinotasikan dengan 𝐷(𝑓). Himpunan semua

elemen kedua dari fungsi 𝑓 disebut sebagai range 𝑓 dan dinotasikan

dengan 𝑅(𝑓).

Catatan: Meskipun 𝐷(𝑓) = 𝐴, tetapi 𝑅(𝑓) βŠ† 𝐡.

Notasi 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 sering digunakan untuk mengindikasikan bahwa fungsi 𝑓

merupakan fungsi dari 𝐴 ke 𝐡 atau fungsi 𝑓 memetakan 𝐴 ke 𝐡.

Jika (π‘Ž, 𝑏) adalah anggota 𝑓, maka dapat dituliskan bahwa 𝑏 = 𝑓(π‘Ž) atau

dapat dikatakan bahwa 𝑏 adalah nilai 𝑓 di π‘Ž.

.

Peta dan Invers

Definisi

Misal 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 merupakan fungsi dengan domain 𝐷(𝑓) = 𝐴 dan range

𝑅(𝑓) βŠ† 𝐡.

Jika 𝐸 adalah himpunan bagian dari himpunan 𝐴, maka peta 𝐸 di bawah

fungsi 𝑓 adalah 𝑓(𝐸) βŠ† 𝐡 dengan 𝑓(𝐸) ≔ {𝑓(π‘₯): π‘₯ ∈ 𝐸}.

Jika himpunan 𝐻 βŠ† 𝐡, maka invers 𝐻 di bawah fungsi 𝑓 adalah

π‘“βˆ’1(𝐻) βŠ† 𝐴 yang diberikan oleh π‘“βˆ’1(𝐻) ≔ {π‘₯ ∈ 𝐴: 𝑓(π‘₯) ∈ 𝐻}.

Jika 𝐸 βŠ† 𝐴, maka sebuah titik 𝑦1 ∈ 𝐡 adalah peta dari 𝑓(𝐸) jika dan

hanya jika paling tidak ada satu titik π‘₯1 ∈ 𝐸 sedemikian sehingga 𝑦1 =

𝑓(π‘₯1).

Page 15: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

6

Jika 𝐻 βŠ† 𝐡, maka sebuah titik π‘₯2 ∈ π‘“βˆ’1(𝐻) adalah invers di π‘“βˆ’1(𝐻) jika

dan hanya jika 𝑦2 = 𝑓(π‘₯2) elemen 𝐻.

Contoh:

Misalkan 𝑓: ℝ β†’ ℝ didefinisikan dengan 𝑓(π‘₯) = π‘₯2, maka peta dari

himpunan 𝐸 ≔ {π‘₯: 0 ≀ π‘₯ ≀ 2} adalah himpunan 𝑓(𝐸) ≔ {𝑦: 0 ≀ 𝑦 ≀ 4}.

Jika 𝐺 ≔ {𝑦: 0 ≀ 𝑦 ≀ 4}, maka invers dari himpunan 𝐺 adalah himpunan

π‘“βˆ’1(𝐺) = {π‘₯: βˆ’ 2 ≀ π‘₯ ≀ 2}, sehingga π‘“βˆ’1(𝑓(𝐸)) β‰  𝐸.

Dengan kata lain, 𝑓(π‘“βˆ’1(𝐺)) = 𝐺. Tetapi, jika 𝐻 ≔ {𝑦: βˆ’1 ≀ 𝑦 ≀ 1},

maka kita punya 𝑓(π‘“βˆ’1(𝐻)) = {𝑦: 0 ≀ 𝑦 ≀ 1} β‰  𝐻.

Jenis-jenis Fungsi

Definisi

Misal 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 merupakan fungsi dari himpunan 𝐴 ke himpunan 𝐡.

Fungsi 𝑓 dikatakan injektif (fungsi satu-satu) jika π‘₯1 β‰  π‘₯2, maka 𝑓(π‘₯1) β‰ 

𝑓(π‘₯2). Jika fungsi 𝑓 merupakan fungsi injektif, maka fungsi 𝑓 dikatakan

sebagai suatu injeksi.

Untuk membuktikan bahwa fungsi 𝑓 merupakan fungsi injektif, maka

harus dibuktikan bahwa untuk setiap π‘₯1, π‘₯2 ∈ 𝐴 berlaku jika 𝑓(π‘₯1) =

𝑓(π‘₯2), maka π‘₯1 = π‘₯2.

Fungsi 𝑓 dikatakan surjektif (pemetaan 𝐴 onto 𝐡) jika 𝑓(𝐴) = 𝐡 yaitu

jika 𝑅(𝑓) = 𝐡. Jika fungsi 𝑓 merupakan fungsi surjektif, maka fungsi 𝑓

dikatakan sebagai suatu surjeksi.

Page 16: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

7

Untuk membuktikan bahwa fungsi 𝑓 merupakan fungsi surjektif, maka

harus dibuktikan bahwa untuk setiap 𝑏 ∈ 𝐡 maka paling tidak ada π‘₯ ∈ 𝐴,

sedemikian sehingga 𝑓(π‘₯) = 𝑏.

Jika fungsi 𝑓 injektif dan surjektif, maka fungsi 𝑓 dikatakan bijektif. Jika

fungsi 𝑓 merupakan fungsi bijektif, maka fungsi 𝑓 dikatakan sebagai

suatu bijeksi.

Fungsi Invers

Definisi

Misal 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 merupakan bijeksi dari himpunan 𝐴 onto 𝐡, maka 𝑔: =

{(𝑏, π‘Ž) ∈ 𝐡 Γ— 𝐴 ∢ (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝑓} adalah suatu fungsi 𝐡 into 𝐴. Fungsi ini

disebut sebagai fungsi invers dari fungsi 𝑓 dan dinotasikan dengan π‘“βˆ’1.

Fungsi π‘“βˆ’1 disebut sebagai invers dari fungsi 𝑓.

Hubungan antara fungsi 𝑓 dengan π‘“βˆ’1 adalah 𝐷(𝑓) = 𝑅(π‘“βˆ’1) dan 𝑅(𝑓) =

𝐷(π‘“βˆ’1).

Komposisi Fungsi

Definisi

Jika 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 dan 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢 dan jika 𝑅(𝑓) βŠ† 𝐷(𝑔) = 𝐡, maka fungsi

komposisi 𝑔 ∘ 𝑓 adalah fungsi dari 𝐴 into 𝐢 yang didefinisikan dengan

(𝑔 ∘ 𝑓)(π‘₯) ≔ 𝑔(𝑓(π‘₯)) untuk setiap π‘₯ ∈ 𝐴.

Contoh:

Misalkan fungsi 𝑓 dan 𝑔 merupakan fungsi yang memiliki nilai di π‘₯ ∈ ℝ

yang diberikan oleh 𝑓(π‘₯): = 2π‘₯ dan 𝑔(π‘₯): = 3π‘₯2 βˆ’ 1.

Page 17: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

8

Karena 𝐷(𝑔) = 𝑅 dan 𝑅(𝑓) βŠ† ℝ = 𝐷(𝑔), maka domain 𝐷(𝑔 ∘ 𝑓) = ℝ. dan

fungsi komposisi 𝑔 ∘ 𝑓 diberikan oleh (𝑔 ∘ 𝑓)(π‘₯) = 3(2π‘₯ )2 βˆ’ 1 = 12π‘₯2 βˆ’

1.

Domain komposisi fungsi 𝑓 ∘ 𝑔 juga ℝ dan (𝑓 ∘ 𝑔)(π‘₯) = 2(3π‘₯2 βˆ’ 1) =

6π‘₯2 βˆ’ 2.

Jadi, dalam hal ini didapat kesimpulan bahwa 𝑔 ∘ 𝑓 β‰  𝑓 ∘ 𝑔.

B. Induksi Matematika

1.2.1 Sifat Urutan Baik dari β„•

Setiap himpunan bagian tak kosong dari β„• memiliki paling tidak satu elemen

terkecil.

Pernyataan yang lebih detil dari sifat ini adalah jika 𝑆 himpunan bagian dari

β„• dan jika 𝑆 β‰  βˆ…, maka paling tidak ada π‘š ∈ 𝑆 sedemikian sehingga π‘š ≀ π‘˜

untuk semua π‘˜ ∈ 𝑆.

1.2.2 Prinsip Induksi Matematika

Misalkan himpunan 𝑆 merupakan himpunan bagian dari β„• yang memenuhi

dua sifat, yaitu:

1. Bilangan 1 ∈ 𝑆

2. Untuk setiap π‘˜ ∈ β„•, jika π‘˜ ∈ 𝑆, maka π‘˜ + 1 ∈ 𝑆

maka 𝑆 = β„•

Bukti:

Diketahui:

𝑆 βŠ† β„•

1 ∈ 𝑆

Page 18: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

9

Untuk setiap π‘˜ ∈ β„•, jika π‘˜ ∈ 𝑆, maka π‘˜ + 1 ∈ 𝑆

Akan dibuktikan: 𝑆 = β„•?

Bukti:

Andaikan S β‰  β„•, maka himpunan β„• βˆ– S bukan himpunan kosong,

sehingga dengan sifat urutan baik diketahui bahwa β„• βˆ– S mempunyai

elemen terkecil m.

Karena 1 ∈ S, maka m > 1.

Tetapi m βˆ’ 1 ∈ β„•.

Karena m βˆ’ 1 < π‘š, dan m merupakan elemen terkecil di β„• sedemikian

sehingga m βˆ‰ S, maka m βˆ’ 1 ∈ S.

Karena k ≔ m βˆ’ 1 ∈ S, maka k + 1 = (m βˆ’ 1) + 1 = m ∈ S.

Pernyataan m ∈ S kontradiksi dengan yang diketahui bahwa m βˆ‰ S. Hal

ini berarti bahwa pengandaian salah, yang benar 𝑆 = β„•.

Prinsip induksi matematika dapat diformulasikan sebagai berikut.

Untuk setiap n ∈ β„•, misalkan 𝑃(n) merupakan pernyataan dalam n, maka

berlaku pernyataan berikut: Jika

1. 𝑃(1) benar

2. Untuk setiap k ∈ β„•, jika 𝑃(k) benar, maka 𝑃(k + 1) benar.

Maka 𝑃(n) juga benar untuk semua n ∈ β„•.

1.2.3 Prinsip Induksi Matematika (versi kedua)

Misalkan n ∈ β„• dan 𝑃(n) merupakan pernyataan yang berlaku untuk setiap

bilangan asli n β‰₯ n0. Misalkan bahwa jika:

1. Pernyataan 𝑃(n0) benar

2. Untuk setiap k β‰₯ n0, kebenaran pernyataan 𝑃(k) mengimplikasikan

kebenaran pernyataan 𝑃(k + 1).

Page 19: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

10

Maka 𝑃(n) benar untuk semua n β‰₯ n0.

Contoh:

Buktikan bahwa pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) berlaku untuk

setiap n ∈ β„•!

Jawab:

1. Akan dibuktikan pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) benar untuk

n = 1

1 =1

2. 1. (1 + 1)

1 =1

2. 1. (2)

1 = 1

Pernyataan di atas berlaku untuk n = 1.

2. Diasumsikan pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) benar untuk n = k,

akan dibuktikan bahwa pernyataan di atas berlaku untuk n = k + 1

Diasumsikan pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) benar untuk n = k,

maka berlaku

1 + 2 + β‹― + π‘˜ =1

2π‘˜(π‘˜ + 1)

Kedua ruas ditambah dengan π‘˜ + 1

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2π‘˜(π‘˜ + 1) + (π‘˜ + 1)

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2π‘˜2 +

1

2π‘˜ + (π‘˜ + 1)

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2π‘˜2 +

3

2π‘˜ + 1

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2π‘˜2 +

3

2π‘˜ + 1

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2π‘˜2 +

3

2π‘˜ + 1

Page 20: ANALISIS REAL - eprint.unipma.ac.id

11

1 + 2 + β‹― + π‘˜ + (π‘˜ + 1) =1

2(π‘˜ + 1)(π‘˜ + 2)

Pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) berlaku untuk 𝑛 = π‘˜ + 1

Berdasarkan pernyataan 1 dan 2, maka dapat disimpulkan bahwa

pernyataan 1 + 2 + β‹― + 𝑛 =1

2𝑛(𝑛 + 1) berlaku untuk semua n ∈ β„•.

1.2.5 Prinsip Induksi Matematika Kuat

Misalkan himpunan S merupakan himpunan bagian dari himpunan β„•

sedemikian sehingga jika:

1. 1 ∈ S

2. Untuk setiap k ∈ β„•, jika {1, 2, … , k} βŠ† S, maka π‘˜ + 1 ∈ S

Maka berlaku S = β„•.

Contoh :

Buktikan bahwa 13 + 23 + β‹― + 𝑛3 = (1

2𝑛(𝑛 + 1))

2

untuk setiap 𝑛 ∈ β„•!

C. Himpunan Terbatas dan tak Terbatas

Definisi 1.3.1

a. Himpunan kosong βˆ… memiliki 0 elemen.

b. Jika n ∈ β„•, suatu himpunan S dikatakan memiliki n elemen jika ada

bijeksi dari himpunan β„•n ≔ {1, 2, … , n} onto S.

c. Suatu himpunan S dikatakan terbatas jika himpunan S merupakan

himpunan kosong atau memiliki n elemen dengan n ∈ β„•.

d. Suatu himpunan S dikatakan himpunan tak terbatas jika himpunan

tersebut tidak terbatas.