16
1 ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS SENI BUDAYA MELAYU DALAM MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL DI TANJUNGPINANG Erwanda Rahmasuci Sabri [email protected] Dr. H. Rumzi Samin, S. Sos., M.Si [email protected] Edison, S.AP., MPA [email protected] (Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Univesitas Maritim Raja Ali Haji) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses kolaborasi antara pemerintah dan komunitas seni budaya melayu, yang dalam hal ini sanggar-sanggar seni dalam mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui kiprah pemerintah dalam merangkul dan menjadikan seni budaya yang dilestarikan komunitas tersebut sebagai nilai jual daerah yang bisa mendukung perkembangan potensi daerah Kota Tanjungpinang. Peneliti berfokus ke beberapa instansi pemerintah yang berkaitan dengan jalannya kegiatan untuk mengangkat kearifan lokal sebagai nilai jual daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dan dikumpulkan melalui proses wawancara terhadap informan. Selain menggunakan teori kolaborasi, peneliti juga menggunakan teori modal sosial sebagai teori pendukung untuk melengkapi hasil observasi di lapangan, dimana modal sosial digunakan oleh komunitas sebagai salah satu laluan untuk melestarikan kearifan budaya lokal di Tanjungpinang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dengan komunitas sanggar seni sudah benar terjadi, dimana pemerintah secara langsung menggunakan jasa dari komunitas sanggar seni melayu. Terdapat 3 (tiga) faktor pendukung dalam proses kolaborasi antara pemerintah dan komunitas seni budaya melayu di Tanjungpinang yakni sumberdaya manusia yang dimiliki tiap-tiap stakeholder dan komunitas, self motivation, dan kepercayaan yang tinggi yang dimiliki komunitas. Sedangkan faktor penghambat antara lain kurangnya wadah realisasi karya-karya komunitas, kurangnya perhatian pemerintah terhadap komunitas sanggar seni di Tanjungpinang, kurangnya dukungan pemerintah terhadap sanggar baru, dan pemberian bantuan yang tidak merata. Dalam proses kolaborasi, tiap-tiap tahap kolaborasi terbukti telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun komunitas, namun belum maksimal, dikarenakan hanya dilakukan ketika pemerintah membutuhkan bantuan komunitas saja, dan begitu juga sebaliknya. Kata kunci: kolaborasi, komunitas sanggar seni, pemerintah

ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

1

ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS

SENI BUDAYA MELAYU DALAM MENGANGKAT KEARIFAN LOKAL

DI TANJUNGPINANG

Erwanda Rahmasuci Sabri

[email protected]

Dr. H. Rumzi Samin, S. Sos., M.Si

[email protected]

Edison, S.AP., MPA

[email protected]

(Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Univesitas Maritim Raja Ali Haji)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat proses kolaborasi antara pemerintah

dan komunitas seni budaya melayu, yang dalam hal ini sanggar-sanggar seni dalam

mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui kiprah pemerintah

dalam merangkul dan menjadikan seni budaya yang dilestarikan komunitas tersebut

sebagai nilai jual daerah yang bisa mendukung perkembangan potensi daerah Kota

Tanjungpinang. Peneliti berfokus ke beberapa instansi pemerintah yang berkaitan

dengan jalannya kegiatan untuk mengangkat kearifan lokal sebagai nilai jual daerah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Data diperoleh dan dikumpulkan melalui proses wawancara terhadap

informan. Selain menggunakan teori kolaborasi, peneliti juga menggunakan teori

modal sosial sebagai teori pendukung untuk melengkapi hasil observasi di lapangan,

dimana modal sosial digunakan oleh komunitas sebagai salah satu laluan untuk

melestarikan kearifan budaya lokal di Tanjungpinang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dengan

komunitas sanggar seni sudah benar terjadi, dimana pemerintah secara langsung

menggunakan jasa dari komunitas sanggar seni melayu. Terdapat 3 (tiga) faktor

pendukung dalam proses kolaborasi antara pemerintah dan komunitas seni budaya

melayu di Tanjungpinang yakni sumberdaya manusia yang dimiliki tiap-tiap

stakeholder dan komunitas, self motivation, dan kepercayaan yang tinggi yang

dimiliki komunitas. Sedangkan faktor penghambat antara lain kurangnya wadah

realisasi karya-karya komunitas, kurangnya perhatian pemerintah terhadap komunitas

sanggar seni di Tanjungpinang, kurangnya dukungan pemerintah terhadap sanggar

baru, dan pemberian bantuan yang tidak merata. Dalam proses kolaborasi, tiap-tiap

tahap kolaborasi terbukti telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun komunitas,

namun belum maksimal, dikarenakan hanya dilakukan ketika pemerintah

membutuhkan bantuan komunitas saja, dan begitu juga sebaliknya.

Kata kunci: kolaborasi, komunitas sanggar seni, pemerintah

Page 2: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

2

ABSTRACT

This study aims to see the process of collaboration between the government

and the Malay art culture community, which in this case art studios in raising local

wisdom in Tanjungpinang and also knowing the government's role in embracing and

making the cultural arts that are preserved by the community as a selling point that

can support the development of the potential area of Tanjungpinang City.

Researchers focused on several government agencies related to the course of

activities to raise local wisdom as a selling point of the region. This study uses a

descriptive research method with a qualitative approach. Data were obtained and

collected through an interview process with informants. In addition to using

collaboration theory, researchers also use social capital theory as a supporting

theory to complement the results of observations in the field, where social capital is

used by the community as one of the passages to preserve local cultural wisdom in

Tanjungpinang.

The results of the study show that collaboration between the government and

the art studio community is correct, where the government directly uses services from

the Malay art studio community.There are 2 (two) supporting factors in the process

of collaboration between the government and the Malay cultural arts community in

Tanjungpinang namely the human resources owned by each stakeholder and

community, self motivation, and high trust in the community. While the inhibiting

factors include the lack of a forum for the realization of community works, the lack of

government attention to the art studio community in Tanjungpinang, the lack of

government support for the new studio, and the uneven distribution of assistance. In

the collaboration process, each stage of collaboration is proven to have been carried

out by both the government and the community, but not maximally, because it is only

done when the government needs community assistance, and vice versa.

Keywords: collaboration, art studio community, government

A. PENDAHULUAN

Di Kota Tanjungpinang,

pemerintah sebagai fasilitator kegiatan

kesenian dan kebudayaan

memperkenalkan pariwisata melalui

masyarakat yang dalam hal ini

komunitas budaya dan/atau sanggar

seni sebagai penggerak dalam

melestarikan budaya daerah. Dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan

budaya pariwisata, pemerintah daerah

bekerja sama dengan komunitas-

komunitas seni budaya melayu

terutama sanggar-sanggar seni yang

ada di Kota Tanjungpinang. Proses

kerjasama antara pemerintah dengan

komunitas di masyarakat juga akan

berkaitan dengan modal sosial yang

ada di masyarakat itu sendiri. Seperti

halnya kepercayaan, yang akan terjalin

antara masyarakat/komunitas dengan

Page 3: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

3

pihak pemerintah, jaringan sosial, dan

norma yang akan muncul di kedua

belah pihak.

Dalam penelitian ini, urgensi yang

diangkat adalah bagaimana pemerintah

menjadi steering point dalam

mengangkat kebudayaan melayu

dengan cara melakukan kolaborasi

dengan komunitas seni melayu yang

ada di Tanjungpinang. Dimana upaya

pemerintah kota Tanjungpinang dalam

mengangkat pariwisata berbasis

budaya melayu selalu melibatkan

komunitas-komunitas seni sehingga

yang menjadi alasan semakin

berkurangnya komunitas sanggar seni

yang ada di Tanjungpinang menarik

untuk diteliti. Selain itu penelitian ini

juga membahas tentang kiprah

pemerintah dalam merangkul dan

menjadikan seni budaya yang

dilestarikan komunitas tersebut

sebagai nilai jual daerah yang bisa

mendukung perkembangan potensi

daerah Kepulauan Riau khususnya

Kota Tanjungpinang.

B. METODE PENELITIAN

Dalam menganalisis proses

kolaborasi yang terjadi antara

pemerintah dengan komunitas seni

budaya yang ada di Tanjungpinang,

peneliti menggunakan teori kolaborasi

Chris Ansell dan Alison Gash melalui

5 (lima) tahapan membentuk

kolaboratif, yaitu: (1) Dialog tatap

muka, (2) membangun kepercayaan,

(3) komitmen terhadap proses, (4)

berbagi pemahaman, dan (5) hasil

sementara. Penelitian ini juga

menggunakan Teori Modal Sosial

(Coleman, 1988:16, Putnam 1993,

2000:167, Fukuyama 1995, 1999,

2001) yang terdiri dari 3 aspek, yaitu

kepercayaan, jaringan, dan norma,

sebagai teori pendukung untuk

melengkapi hasil observasi di

lapangan.

Jenis penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Lokasi

penelitian dilaksanakan di Dinas

Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau,

Dinas Kebudayaan Provinsi

Kepulauan Riau, Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota Tanjungpinang,

dan melibatkan beberapa komunitas

dan/atau sanggar seni budaya melayu

yang ada di Kota Tanjungpinang..

Sumber data yang digunakan dalam

Page 4: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

4

penelitian ini meliputi: a) Data Primer

berupa hasil wawancara yang

dilakukan ke instansi dan komunitas

yang bersangkutan, b) Data Sekunder

berupa jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku

yang berkaitan dengan kebudayaan,

artikel-artikel publikasi pemerintah

dan sebagainya.

Teknik sampling yang digunakan

oleh peneliti adalah purposive sample.

Adapun informan yang menjadi

sumber informasi dalam penelitian ini,

yaitu Kepala Bidang Kesenian Dinas

Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau,

Kepala Seksi Data dan Penelitian

DInas Pariwisata Provinsi Kepulauan

Riau, Kepala Bidang Adat Tradisi,

Nilai Budaya dan Kesenian Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Tanjungpinang, dan komunitas seni

budaya melayu di kota Tanjungpinang

yang terdiri dari Sanggar Lembayung,

Sanggar Seni Budaya Warisan,

Sanggar Seni Kledang, Sanggar Seni

Megat, Sanggar Seludang, Bengkel

Seni Seligi, Sanggar Kemboja,

Sanggar Tempuling, All Wahid,

Samudera Ensamble, dan Sanggar Seni

Bintan Telani.

Dalam penelitian ini, Penulis

mengumpulkan data-data dengan cara

observasi menggunakan daftar

checklist ataupun catatan observasi.

Wawancara dilakukan terhadap subjek

penelitian yang telah ditampilkan

sebelumnya. Hasil wawancara direkam

menggunakan alat perekam berupa

handphone saat proses wawancara

dilakukan, dan dokumentasi data-data

sekunder yang diambil dari beberapa

sumber, seperti beberapa dokumen

berupa peraturan perundang-undangan,

panduan pelaksanaan kegiatan, arsip-

arsip, dan data mengenai sanggar-

sanggar seni atau komunitas budaya

melayu di Tanjungpinang.

Terdapat 3 (tiga) komponen dalam

teknik analisis data yaitu, reduksi data

(Data Reduction), Display, dan

Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

(Conclusion Drawing/Verification).

C. HASIL

1. Face to Face Dialogue (dialog

tatap muka)

Dialog tatap muka yang

dilakukan oleh pemerintah yakni

instansi yang berkaitan dengan

komunitas berupa pertemuan-

Page 5: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

5

pertemuan yang dilakukan untuk

melaksanakan berbagai kegiatan.

Pertemuan yang dilakukan

tergantung dengan kegiatan apa

yang akan dilaksanakan. Dalam

pertemuan tersebut dibahas

mengenai kegiatan apa yang akan

dilakukan, bagaimana kegiatan

akan dilaksanakan, apa peran

masing-masing stakeholder dan

komunitas sanggar seni yang

terlibat, dan menyepakati apa yang

harus disepakati, seperti waktu,

biaya, dan tanggungjawab.

2. Trust Building (membangun

kepercayaan)

Trust building dimulai dengan

membangun komunikasi antar

berbagai pihak yang terlibat dalam

kegiatan kolaborasi. Sesama

instansi atau lembaga pemerintah,

dinas-dinas yang terlibat sudah

saling percaya satu sama lain.

Dilihat dari berbagai kegiatan

budaya pariwisata mulai dari skala

kecil hingga besar yang telah

dilaksanakan dahulu. Kepercayaan

ditunjukkan melalui

tanggungjawab yang diberikan

oleh masing-masing pihak.

Sedangkan pada komunitas, trust

building yang dilakukan

ditunjukkan dengan cara

mempercayai pemerintah secara

penuh, tanpa membedakan dengan

instansi mana mereka akan

bekerjasama.

3. Comitment to Process (komitmen

terhadap proses)

Commitment to process

merupakan komitmen atau

kesepakatan untuk melaksanakan

suatu proses tertentu guna

mencapai tujuan bersama yang

diinginkan. (Sambodo dan

Pribadi:2016) Secara kasat mata,

semua komunitas sanggar seni dan

instansi yang ada di Tanjungpinang

maupun Kepulauan Riau, sudah

berkomitmen dalam hal

mengangkat dan melestarikan

kearifaan lokal daerah ini. Bisa

dilihat dari segala macam interior

dan eksterior bangunan yang ada

di Kepulauan Riau sudah mulai

menampilkan ciri khas melayu,

seperti di bandara dan pelabuhan.

Page 6: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

6

Selain menjaga kebudayaan

melayu di daerah sendiri,

pemerintah juga tetap bertekad

untuk menjaga keberagaman yang

ada di Kepulauan Riau. Terhadap

suatu proses, sanggar seni akan

melakukan proses secara matang,

tentang apa yang akan dibawakan,

tentang apa yang akan ditampilkan,

meskipun resiko pembatalan untuk

penampilan pasti ada.

Komitmen yang diberikan oleh

pemerintah yakni berupa

pembinaan dan pemberian bantuan.

Pembinaan yang dilakukan melalui

pelayanan. Pelayanan mengenai

komunitas-komunitas yang ingin

mengembangkan budaya. Sebagai

upaya merangkul kembali sanggar-

sanggar seni yang sudah mati.

Terdapat beberapa hambatan yang

ditemui peneliti, terkait dengan

komitmen terhadap proses, yaitu

kurangnya perhatian pemerintah

terhadap kesenian budaya melayu,

kurangnya perhatian pemerintah

terhadap sanggar seni budaya

melayu di Tanjungpinang

4. Shared Understanding (berbagi

pemahaman)

Berbagi pemahaman diilakukan

agar tidak ada terjadi

kesalahpahaman antar sakeholder

dan tujuan kegiatan yang akan

dilakukan dapat tercapai dengan

baik. Pada proses kolaborasi yang

dilakukan oleh pemerintah dan

komunitas sanggar seni, berbagi

pemahaman dilakukan dengan

mengadakan pertemuan-pertemuan

yang membahas tentang apa yang

dibutuhkan oleh masing-masing

pihak.

5. Intermediate Outcome (hasil

sementara)

Intermediate outcome adalah

hasil-hasil sementara atas proses

kolaborasi yang berlangsung yang

bisa memberi manfaat dan bernilai

strategis. Dalam bidang

kebudayaan hasil yang diharapkan

yakni kelestarian sebuah budaya.

Sedangkan dalam sebuah kegiatan,

hasil sementara yang diharapkan

oleh masing-masing stakeholder

adalah kelancaran dan pencapaian

target yang sudah ditetapkan.

Page 7: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

7

Hasil sementara dari proses

kolaborasi ini yang bisa

dimanfaatkan oleh masyarakat

terutama, yaitu dengan adanya

even-even budaya pariwisata,

seperti Festival Bahari Kepri,

Festival Sungai Carang, Gawai

Seni, dan lain sebagainya memberi

manfaat secara sosial budaya dan

juga manfat ekonomi. Disatu sisi,

budaya yang ada di tengah

masyarakat tradisional kembali

muncul dan diketahui oleh

masyarakat-masyarakat modern

saat ini, dan juga hal tersebut

menjadi upaya dalam mengangkat

kembali kearifan budaya lokal

yang pernah ada. Dan secara

ekonomi, pemasukan daerah atas

kegiatan tersebut ikut bertambah,

melalui budaya, menjadikan

destinasi wisata yang menarik para

wisatawan baik lokal maupun

mancanegara, dan juga hal tersebut

mampu menciptakan peluang

usaha bagi masyarakat dan

meningkatkan pendapatan warga.

D. PEMBAHASAN

Dari berbagai analisis di atas

proses kolaborasi antara pemerintah

dengan komunitas sanggar seni budaya

melayu di Tanjungpinang dapat

digambarkan melalui bagan berikut

ini:

Sumber: Diolah dari hasil penelitian (2018)

Gambar 1. Analisis Kolaborasi Pemerintah

dengan Komunitas Sanggar Seni di Kota

Tanjungpinang

Berdasarkan dari gambar 1

menjelaskan bahwa proses kolaborsi

terdiri dari 5 (lima) proses (Ansell and

Gash, 2007) yaitu dialog tatap muka,

membangun kepercayaan, komitmen

terhadap proses, berbagi pemahaman,

dan hasil sementara. Dari hasil temuan

Indikator Kolaborasi

1. Dialog Tatap Muka

2. Membangun Kepercayaan

3. Komitmen Terhadap Proses

4. Berbagi Pemahaman

5. Hasil Sementara

Proses Kolaborasi Pemerintah dan Komunitas Sanggar

Seni Melayu di Tanjungpinang

Faktor Penghambat

- Kurangnya wadah realisasi

- Kurangnya perhatian

- Kurangnya dukungan

pemerintah

Faktor Pendukung

- Sumber daya manusia

- Self Motivation

- Kepercayaan

Seni budaya melayu bisa lebih berkembang dan menjadi modal dan

nilai jual/daya tarik budaya pariwisata di Kota Tanjungpinang

sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan pendapatan daerah

Page 8: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

8

peneliti membenarkan bahwa kelima

proses tersebut dilakukan oleh

pemerintah, dapat dilihat dari berbagai

kegiatan budaya pariwisata yang

dilakukan pemerintah yang melibatkan

komunitas sanggar seni di

Tanjungpinang.

Dari hasil penelitian di lapangan,

penulis menemukan beberapa faktor

yang menjadi faktor pendukung dan

juga faktor penghambat dalam proses

kolaborasi pemerintah dengan

komunitas seni budaya yang ada di

Tanjungpinang. Faktor pendukung

tersebut, antara lain:

1. Banyaknya sumber daya yang ada

di Tanjungpinang, mulai dari

seniman-seniman melayu sudah

banyak bermunculan, regenerasi

penari-penari tradisi, pemusik-

pemusik melayu yang sudah

merambah ke berbagai usia, dan

budaya adat tradisi yang sudah ada,

2. Self motivation, menjadi faktor

pendukung yang paling penting

dalam melestarikan kearifan lokal

dimana komunitas sanggar seni ini

tidak hanya bergantung pada

pemerintah saja, namun

mempunyai kesadaran diri yang

tinggi untuk melestarikan dan

mengembangkan kearifan budaya

lokal tersebut.

3. Rasa percaya dari komunitas

sanggar seni terhadap pemerintah,

menjadikan kerjasama itu dapat

berlangsung sebagaimana

mestinya.

Sedangkan yang menjadi faktor

penghambat, antara lain:

1. kurangnya wadah yang diberikan

pemerintah, dalam arti pengadaan

event khusus untuk penampilan

karya-karya sanggar-sanggar seni

2. kurangnya perhatian dan dukungan

pemerintah terhadap sanggar seni,

dan

3. pemberian bantuan yang kurang

merata membuat sanggar seni

kesulitan untuk bisa berkembang,

terutama komunitas atau sanggar

yang baru muncul dan sangat

membutuhkan bantuan pemerintah.

Penelitian ini, didukung juga

dengan beberapa hasil penelitian

terdahulu, antara lain yang dilakukan

oleh Dewi (2012) dengan

menggunakan teori kolaborasi,

menunjukkan bahwa pemerintah

memberi respon dengan menjalin

Page 9: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

9

kerjasama dengan pihak bank,

yayasan, pengrajin, seniman, dan

pemasok. Sedangkan faktor

pendukung dan penghambat yaitu

kurangnya komitmen dari pemerintah,

kurangnya kepercayaan dan kurangnya

informasi. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemerintah

berupaya meningkatkan budaya lokal

dengan bekerjasama dengan komunitas

sanggar seni melayu yang ada dalam

hal mengadakan kegiatan budaya

pariwisata. Namun, disisi komunitas

sanggar seni, menyatakan bahwa

perhatian pemerintah terhadap

komunitas sanggar-sanggar seni yang

ada tersebut sangat kurang.

Pada penelitian yang dilakukan

peneliti, diambil komunitas

masyarakat seni dalam bentuk sanggar

seni. Hasil penelitian ini, pemerintah

sudah berupaya merangkul komunitas

sanggar seni yang ada dengan

memberikan binaan, baik itu bantuan

moril maupun materil. Berbeda dengan

komunitas sanggar seni, perhatian

pemerintah terhadap sanggar seni

dianggap masih kurang dan bantuan

yang diberikanpun tidak merata.

Sama halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Hermawan,

Wasiati dan Rohman, yang melakukan

penelitian dengan menggunakan teori

Collaborative Governance dalam

program pengembangan nilai budaya

daerah melayu Banyuwangi Ethno

Carnival. Dimana hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa yang

terlibat dalam BEC yaitu Disbudparda

(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Daerah) Banyuwangi, Manajemen

JFC, Dewan Seni Blambangan dan

Infrastruktur Karnaval. dan pola

kerjasama yang terjadi adalah public

private partnership. Dalam hasil

penelitian yang dilakukan oleh

peneliti, yang terlibat langsung dalam

kolaborasi ini adalah Dinas

Kebudayaan dan Dinas Pariwisata

Provinsi untuk lingkup kegiatan

provinsi, dan Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Tanjungpinang untuk

lingkup kegiatan kota. Temuan di

lapangan juga menyebutkan bahwa

kurangnya perhatian pemerintah dan

adanya politisasi dalam kegiatan

perlombaan yang seharusnya menjadi

wadah realisasi ke lingkungan

masyarakat menjadikan hal tersebut

Page 10: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

10

sebagai salah satu alasan vakum atau

matinya sebuah komunitas sanggar

seni. Dengan begitu diharapkan

pemerintah bisa bertindak adil dan

maksimal dalam memberikan bantuan

dan memberikan perhatian serta

dukungan kepada komunitas sanggar-

sanggar seni yang berupaya menjaga,

mengembangkan, dan melestarikan

budaya daerah dan menjadikannya

sebagai daya tarik wisata yang

mumpuni di Kota Tanjungpinang.

Dalam penelitian ini, peneliti juga

menggunakan teori modal sosial

sebagai teori pendukung terlaksananya

kolaborasi antara pemerintah dan

komunitas sanggar seni yang ada di

Kota Tanjungpinang dengan

menggunakan konsep dasar

kepercayaan (trust), norma (norm),

dan jaringan sosial (network) yang

menjadi konsep inti dalam modal

sosial (Coleman, 1988:16, Putnam

1933, 2000:167, Fukuyama 1995,

1999, 2001)

1. Kepercayaan

Konsep pertama adalah

mengenai kepercayaan yang

diartikan sebagai hubungan

harapan dan tindakan/interaksi

sosial. Inti kepercayaan antar

manusia ada tiga hal yang saling

terkait: (i) hubungan sosial antara

dua orang atau lebih. Dalam

penelitian ini, hal tersebut

dibuktikan dengan adanya rasa

saling percaya antara masing-

masing stakeholder yang terlibat,

antar sanggar seni dan stakeholder

yang terlibat, dan juga antar

masing-masing sanggar seni. (ii)

harapan yang akan terkandung

dalam hubungan itu. Dalam

penelitian ini keuntungan yang

didapat oleh pemerintah adalah

program yang dibuat oleh

pemerintah yang bertujuan untuk

melestarikan, mengembangkan

kebudayaan dan juga pariwisata

dapat berjalan dengan baik. Begitu

juga dengan komunitas sanggar

seni, dengan adanya kegiatan

budaya pariwisata yang dilakukan

oleh pemerintah, sanggar seni bisa

ikut melestarikan, menjaga, dan

mengembangkan budaya yang ada,

dan bisa menampilkan karya ke

depan masyarakat. (iii) interaksi

sosial. Dengan adanya kolaborasi

antara pemerintah dan komunitas

Page 11: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

11

sanggar seni, hubungan kedua

pihak tersebut semakin terjalin satu

sama lain. Pemerintah bisa

menggunakan jasa komunitas

untuk mendukung dan

meningkatkan serta melestarikan

budaya yang disinergikan dengan

pariwisata, dan komunitas juga

mendapatkan fasilitas dari

pemerintah untuk menampilkan

karya-karya seni budaya kepada

masyarakat umum.

2. Jaringan

Dalam penelitian ini, jaringan

yang ada adalah pemerintah dan

komunitas sanggar seni. Dalam

temuan di lapangan, beberapa dari

ketua atau anggota komunitas

sanggar seni bekerja dibidang

pemerintahan. Baik itu dibidang

administrasi maupun kebudayaan

dan pariwisata. Dengan begitu

jaringan yang diciptakan satu sama

lain dapat menjadi besar dan luas

didukung oleh sumber daya yang

dimiliki sanggar seni, mulai dari

anak-anak sekolah dasar, SMP,

SMA hingga ke orangtua siswa.

Komunitas sanggar seni juga

bekerja sama dengan beberapa

pihak sekolah, sehingga tidak ada

lagi jarak antara komunitas,

pemerintah, dan juga masyarakat.

3. Norma

Dalam bahasan penelitian ini,

peneliti menemukan beberapa

norma yang berlaku seperti ketika

menari melayu tradisi, penari

perempuan tidak boleh

mengangkat kaki terlalu tinggi, hal

itu menunjukkan sopan santunnya

anak gadis melayu, menari tradisi

haruslah menggunakan baju yang

tertutup, menandakan sopan anak

gadis melayu dalam menutup

aurat.

E. PENUTUP

a) Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa proses kolaborasi

antara pemerintah dengan komunitas

sanggar seni sudah benar terjadi,

dimana pemerintah secara langsung

menggunakan jasa dari komunitas

sanggar seni melayu baik dalam hal

tari, musik, teater, dan sebagainya

dalam acara-acara pemerintahan, mulai

dari perlombaan, penyambutan tamu,

hingga festival-festival besar lainnya.

Page 12: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

12

Setelah analisis dilakukan terhadap 5

tahap proses kolaborasi, kesimpulan

yang dapat diambil, yaitu:

a. Dialog tatap muka dilakukan

dengan mengadakan

pertemuan-pertemuan terkait

kegiatan-kegiatan budaya

pariwisata yang dilakukan

pemerintah dengan komunitas

sanggar seni, instansi-instansi

yang terlibat, pemuka

masyarakat, dan budayawan.

b. Membangun kepercayaan,

sesama instansi dibuktikan

dengan berjalannya berbagai

kegiatan yang telah

dilaksanakan sejak dulu.

Saling percaya satu sama lain

dengan menjalankan

tanggungjawab yang telah

diberikan kepada masing-

masing instansi. Untuk sesama

sanggar seni, secara umum

satu sama lain saling percaya

kaya memiliki visi yang sama

yaitu melestarikan budaya

melayu.

c. Komitmen terhadap proses.

Pemerintah berkomitmen

dalam memberikan pembinaan

dan bantuan kepada sanggar-

sanggar seni, dan pengadaan

event-event budaya. Dalam sisi

komunitas sanggar seni

berkomitmen berproses

semaksimal mungkin dan

menampilkan yang terbaik

apapun resikonya.

d. Berbagi pemahaman.

Dilakukan melalui pertemuan-

pertemuan yang membahas

tentang apa tujuan, apa yang

dilakukan, apa yang

dibutuhkan dan penyamaan

presepsi.

e. Dari proses diatas

menghasilkan output persiapan

penyelenggaraan kegiatan

budaya pariwisata dan

kolaborasi antara pemerintah

dan sanggar seni. Dan tentu

saja kelestarian budaya melayu

dan meningkatkan roda

perekonomian masyarakat di

Tanjungpinang.

Adapun faktor-faktor yang menjadi

pendukung dan penghambat dalam

proses kolaborasi pemerintah dan

Page 13: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

13

komunitas seni budaya melayu, antara

lain:

a. Faktor pendukung: sumber

daya manusia, self motivation,

dan kepercayaan

b. Faktor penghambat: kurangnya

wadah yang diberikan

pemerintah, kurangnya

perhatian dan dukungan

pemerintah terhadap sanggar

seni, dan pemberian bantuan

yang kurang merata

b) Saran

Sebagai fasilitator komunitas dalam

melestarikan dan mengangkat karifan

lokal di Tanjungpinang, pemerintah

lebih baik untuk melakukan prubahan

terhadap pola pikit mengenai

kebudayaan dalam menjadikan budaya

garda terdepan sebagai potensi nilai

jual daerah, dan juga harus mampu

menjadikan budaya melayu sebagai

ikon yang diakui baik dalam dan luar

negeri. Adapun saran yang diberikan

dari masing-masing tahapan kolaborasi

antara lain:

a. Face to Face Dialogue (dialog

tatap muka), seharusnya

pemerintah rutin melakukan

dialog tatap muka dengan

komunitas untuk lebih

memaksimalkan potensi

komunitas dengan cara

mengadakan kegiatan-kegiatan

pementasan secara rutin agar

karya-karya komunitas dapat

direalisasikan dan terus

berkembang.

b. Trust Building (membangun

kepercayaan), sebaiknya

pemerintah bisa lebih

meningkatkan kepercayaan

kepada komunitas sanggar seni

dengan cara memberikan

kesempatan kepada sanggar-

sanggar seni yang baru untuk

dapat menampilkan dan

mengikuti kegiatan-kegiatan

yang dilakukan pemerintah.

c. Commitmen to the Process

(komitmen terhadap proses),

seharusnya pemerintah

meningkatkan komitmen

terhadap komunitas dengan cara

melakukan pembinaan dan

pemeriksaan rutin terhadap

sanggar-sanggar seni yang

terdaftar di Dinas Kebudayaan.

Page 14: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

14

d. Shared Understanding (berbagi

pemahaman), sebaiknya

pemerintah lebih giat dalam

menyampaikan berbagai

pemahaman dengan cara

melakukan kegiatan-kegiatan

sosialisasi kepada masyarakat

mengenai budaya.

e. Intermediate Outcome (hasil

sementara), dengan proses

kolaborasi yang maksimal,

pemerintah seharusnya sudah

meningkatkan potensi

komunitas sanggar seni secara

merata. Seharusnya tidak ada

lagi komunitas-komunitas yang

terhenti di tengah jalan dengan

alasan kurangnya dukungan

pemerintah, kurangnya wadah

realisasi, dan lain sebagainya.

Dalam mengatasi hambatan:

a. Pemerintah seharusnya lebih

memberikan wadah untuk para

komunitas budaya dan juga

para seniman untuk berkarya,

minimal dengan cara

mengadakan kegiatan

pementasan rutin, baik

mingguan atau bulanan, dengan

memanfaatkan gedung

kesenian yang sudah ada.

b. Pemerintah seharusnya lebih

memerhatikan dan mendukung

komunitas-komunitas sanggar

seni yang ada dengan cara

memberikan dan melakukan

pembinaan secara kontiniu

sehingga sanggar-sanggar yang

sudah ada tidak hilang begitu

saja. Selain itu pemerintah juga

dapat memberikan dukungan

moril, pemantauan dan

pengawasan yang tetap

dilakukan agar komunitas

tersebut tidak mati di tengah

jalan.

c. Pemberian bantuan harus

merata dan rutin dilakukan

setiap tahunnya, baik secara

bergilir maupun menggunakan

mekanisme proposal. Bantuan

juga harus diberikan secara

adil, baik sanggar seni tradisi

maupun modern.

DAFTAR PUSTAKA

Ansell, Chris., dan Alison Gash.,

2016,“Collaborative

Governance in Theory and

Practice”., California:

Page 15: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

15

University of California,

Berkeley.

Bexley, Emmaline., Simon

Marginson., dan Lessy

Wheelahan., 2007, “Social

Capital in Theory and Practice”,

The University of Melbourne

Esram, Juramadi., 2012, “Menjual

Pariwisata Tanjungpinang

(Suatu Analisis Kritis),

Tanjungpinang:CV. Milaz

Grafika

Fathoni, Abdurrahmat., 2006,

“Antropologi Sosial Budaya:

Suatu Pengantar”, Jakarta:PT.

RINEKA CIPTA

Laporan Tahunan Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota

Tanjungpinang Tahun 2015

Laporan Tahunan Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota

Tanjungpinang Tahun 2016

RENSTRA Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Tahun 2013-2018

Setyadiharja, Rendra., dan Yoan

Sutrisna Nugraha.,2016,

“Toponimi: Asal Usul Nama

Daerah Kota Tanjungpinang”,

Tanjungpinang: Badan

Perpustakaan, Arsip dan

Museum Kota Tanjungpinang,

Sugiyono. 2012, ”Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R &

D”. Bandung:: Alfabeta

Suyanto, Bagong., dan Sutinati., 2008,

“Metode Penelitian

Sosial:Berbagai Alternatif

Pendekatan”., Jakarta:Prenada

Media Group

Usman, Husaini., dan Purnomo

Setiady., 2009, “Metodologi

Penelitian Sosial”., Jakarta:PT

Bumi Aksara

Jurnal

Darwis., dan Ilham Junaid.,

“Kemitraan Sebagai Strategi

Pengembangan Pariwisata dan

Industri Hospitaliti”., Jurnal

Kepariwisataan, Volume 10, No.

01 Februari 2012, Hal. 01-13

Dewi, Ratna Kusuma., “Faktor-faktor

yang mempengaruhi

Collaborative Governance dalam

Pengembangan Industri Kecil

(Studi kasus tentang kerajinan

reyog dan pertunjukan reyog di

Kabupaten Ponorogo), 2012

Fauzi, Ahmad Dani., dan Devilia Sari.,

“Analisis Kolaborasi Pihak

Dosen Tetap Dengan LPPM

Serta Bagian Keuangan

Universitas Telkom Dalam

Penggantian Dana Penelitian

Menggunakan Drama Theory” e-

Proceeding of Management :

Vol.2, No.3 Desember 2015

Fitriyana, Freska., “Pengembangan

Bandung Kota Kreatif melalui

Kekuatan Kolaboratif

Komunitas”

Handayati, Yuanita., dan Togar. M.

Simatupang., “Amalisis

Cocacola dan Carrefour dengan

menggunakan Teori Drama”,

Volume 8 No.3, 2009

Page 16: ANALISIS PROSES KOLABORASI PEMERINTAH DAN KOMUNITAS …repository.umrah.ac.id/2628/1/ERWANDA RAHMASUCI SABRI-14056… · mengangkat kearifan lokal di Tanjungpinang dan juga mengetahui

16

Harmawan, B.N. et.al., Collaborative

Governance Dalam Program

Pengembangan Nilai Budaya

Daerah di Banyuwangi, 2017,

hal. 52

Hermawan, Bagus Nuari., Inti

Wasiati., dan Hermanto

Rohman., “Collaborative

Governance Dalam Program

Pengembangan Nilai Budaya

Daerah Melalui Banyuwangi

Ethno Carnival”, E-SOSPOL;

Vol. IV Edisi 1; Jan – Apr 2017;

hal 50 – 55

Junaidi, N. P. (n.d.). 1 | Naskah

Publikasi JUNAIDI, 1–35.

Mustajab, Andi., “Sistem Manajemen

Sanggar Seni Amb

arala Kecamatan Bungoro Kabupaten

Pangkep”., 2013. Hal 20-22

Revananda, Ade Trisha., Ariska., dkk.,

“Evaluasi Program Festival

Bahari Kepri 2016 Terhadap

Nilai Tradisional Budaya Melayu

Kota Tanjungpinang”.,

Tanjungpinang:2017

Saheb., Slamet, Yulius., Zuber,

Ahmad. (2013). Peranan Modal

Sosial Bagi Petani Miskin Untuk

Mempertahankan Kelangsungan

Hidup Rumah Tangga di

Pedesaan Ngawi (Studi Kasus di

Desa Randusongo Kecamatan

Gerih Kabupaten Ngawi Provinsi

Jawa Timur). Jurnal Analisa

Sosiologi. Oktober 2013, 2

(1):17-34

Sambodo, Giat Tri., Pribadi, Ulung.,

“Pelaksanaan Collaboration

Governance di Desa Budaya

Brosot, Galur, Kulonprogo, DI.

Yogyakarta”, Jurnal Ilmu

Pemerintahan & Kebijakan

Publik., Vol. 3 No. 1 Februari

2016

Slamet, Yulius. 2012. Modal Sosial

dan Kemiskinan. UNS Press.

Surakarta

Berita Online / Internet

http://e-

sakip.inspektorat.kepriprov.go.id

http://validnews.co/Kepri-Tarik-

Wisman-lewat-4-Festival-

Wisata-Besar-2018-OcI

https://kepri.antaranews.com/berita/37

250/pemprov-kepri-siapkan-56-

agenda-pariwisata