21
1 PENDAHULUAN Audit pada organisasi nirlaba sangat dibutuhkan karena laporan keuangan organisasi merupakan salah satu sarana untuk memenuhi akuntabilitas yang dituntut oleh para stakeholders (pemberi dana/penyumbang, penerima jasa, karyawan, pemerintah). UU nomor 28 tahun 2004 pasal 52 menyebutkan bahwa yayasan yang memperoleh bantuan negara, batuan luar negeri dan/atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 tahun buku atau mempunyai kekayaan diluar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 wajib diaudit oleh akuntan publik. Untuk itu auditor harus mengerti karakteristik suatu organisasi nirlaba agar mereka dapat mengetahui perlakuan profit pada organisasi nirlaba, sehingga tidak disamakan dengan organisasi bisnis. Pada tahun 2009 berdasarkan data Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia terdapat 21.569 organisasi nirlaba yang terdaftar secara resmi dan berbentuk badan hukum. Kinerja ribuan sektor nirlaba tersebut belum secara transparan dilihat oleh masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena minimnya penggunaan teknologi informasi pada sektor nirlaba sebagai sarana berinteraksi dengan masyarakat (http://www.indonsiango.org/en/articles-and- opinions/articles/1125-penerapan-teknologi-informasi-menuju-akuntabilitas- sektor-nirlaba ). Menurut Grey Rooney, Civil Society Progam advisor ACCES dalam Abidin menyatakan bahwa sedikit sekali perhatian dan usaha yang dilakukan untuk membentuk organisasi nirlaba yang memiliki akuntabilitas di hadapan konstituen dan masyarakat luas. Demi menjaga kelangsungan organisasi dalam

Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

1

PENDAHULUAN

Audit pada organisasi nirlaba sangat dibutuhkan karena laporan keuangan

organisasi merupakan salah satu sarana untuk memenuhi akuntabilitas yang

dituntut oleh para stakeholders (pemberi dana/penyumbang, penerima jasa,

karyawan, pemerintah). UU nomor 28 tahun 2004 pasal 52 menyebutkan bahwa

yayasan yang memperoleh bantuan negara, batuan luar negeri dan/atau pihak lain

sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 tahun buku

atau mempunyai kekayaan diluar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 wajib

diaudit oleh akuntan publik. Untuk itu auditor harus mengerti karakteristik suatu

organisasi nirlaba agar mereka dapat mengetahui perlakuan profit pada organisasi

nirlaba, sehingga tidak disamakan dengan organisasi bisnis.

Pada tahun 2009 berdasarkan data Kementerian Hukum dan Hak Azasi

Manusia terdapat 21.569 organisasi nirlaba yang terdaftar secara resmi dan

berbentuk badan hukum. Kinerja ribuan sektor nirlaba tersebut belum secara

transparan dilihat oleh masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena minimnya

penggunaan teknologi informasi pada sektor nirlaba sebagai sarana berinteraksi

dengan masyarakat (http://www.indonsiango.org/en/articles-and-

opinions/articles/1125-penerapan-teknologi-informasi-menuju-akuntabilitas-

sektor-nirlaba).

Menurut Grey Rooney, Civil Society Progam advisor ACCES dalam

Abidin menyatakan bahwa sedikit sekali perhatian dan usaha yang dilakukan

untuk membentuk organisasi nirlaba yang memiliki akuntabilitas di hadapan

konstituen dan masyarakat luas. Demi menjaga kelangsungan organisasi dalam

Page 2: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

2

memberikan layanan publik bahkan memperluas bidang pelayanannya, maka

organisasi perlu dikelola dengan baik. Kinerja perlu dinilai dari tahun ke tahun

demi perbaikan berkelanjutan dan sebagai bentuk akuntabilitas pada pihak yang

berkepentingan terhadap perkembangan organisasi nirlaba tersebut (Hardiyani,

2009).

Setiap organisasi nirlaba memiliki tujuan yang sama yaitu tidak

berorientasi mencari surplus dalam aktivitas organisasinya. Surplus tetap

diperlukan oleh organisasi nirlaba namun besarnya mendekati nol atau tidak

defisit dan tidak surplus. Peranan organisasi nirlaba juga sangat dibutuhkan dalam

masyarakat, karena aktivitas yang dilakukan untuk melayani masyarakat. Hal

inilah yang menyebabkan organisasi nirlaba (ONL) disebut sebagai organisasi

yang memiliki karakteristik unik. Dengan keunikan yang dimiliki tersebut maka

ONL mempunyai perlakuan akuntansi yang berbeda seperti yang tercantum dalam

PSAK No. 45.

Dalam PSAK No. 45, ONL memiliki transaksi tertentu yang jarang atau

bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis, misalnya penerimaan

sumbangan. Penyumbang/donatur merupakan aset utama bagi ONL, namun

penyumbang bukan pemilik organisasi nirlaba. Menurut Fakih (2000) dalam

Assa’di et al. (2009), ONL khususnya LSM mengalami ketergantungan yang

cukup kuat terhadap lembaga donor. Pada awal tahun 1970 dana yang diperoleh

ONL bersumber dari hibah dan lembaga donor internasional. ONL tidak pernah

membagi laba dalam bentuk apapun kepada pendiri atau pemilik entitas.

Page 3: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

3

Dalam penelitiannya pada konteks rumah sakit nirlaba, Leone dan Van

Horn (2005) membuat hipotesis yang mereka sebut dengan zero profit and loss

avoidance hypothesis. Hipotesis ini menyatakan bahwa pengurus rumah sakit

nirlaba mempunyai insentif untuk mengelola surplus mendekati nol dan

menghindari kerugian yang terjadi dalam rumah sakit nirlaba. Pengurus rumah

sakit memiliki insentif dalam mengelola surplus karena pengurus mengutamakan

misi ONL yaitu melayani masyarakat bukan mencari surplus yang tinggi. ONL

yang memiliki surplus mendekati nol menunjukkan bahwa organisasi tersebut

tidak berorientasi terhadap laba. Surplus positif yang tinggi dapat mempengaruhi

donatur/penyumbang dalam membuat suatu keputusan untuk memberikan

sumbangan karena donor mempersepsikan organisasi tersebut tidak

mengalokasikan seluruh sumbangan ke aktivitas organisasi. Surplus yang negatif

atau berada dibawah nol dapat diartikan bahwa kelangsungan hidup organisasi

nirlaba tersebut terancam atau bahkan dapat menyebabkan kerentanan keuangan.

Temuan empiris Leone dan Van Horn (2005) serta Trussel dan Greenlee

(2000) mendukung hipotesis tersebut. Meski demikian, penelitian yang dilakukan

oleh Tuckman dan Chang (1992) terhadap beberapa sampel rumah sakit nirlaba di

luar negeri menemukan bahwa ONL membutuhkan surplus untuk menyediakan

sarana bagi masyarakat yang kurang mampu dan memanfaatkan surplus tersebut

untuk menghadapi ketidakpastian dan risiko dimasa yang akan datang.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Permanasari (2011) yang

mengatakan bahwa dengan melakukan pengujian terhadap rasio surplus margin

dalam ONL di Indonesia terbukti adanya fenomena zero-profit constraint

Page 4: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

4

hypothesis yang terindikasi awal dalam organisasi di Indonesia. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian Permanasari (2011) yaitu terletak pada data yang

digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan data yang berupa laporan

keuangan tahunan organisasi nirlaba yang telah diaudit dan menggunakan jumlah

data yang lebih banyak.

Penulis tertarik meneliti kembali untuk menambah temuan empiris

mengenai surplus organisasi nirlaba di Indonesia mengingat penelitian mengenai

surplus pada organisasi nirlaba di Indonesia sepengetahuan penulis masih jarang

dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku surplus organisasi

nirlaba di Indonesia. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

bukti empiris mengenai pengelolaan surplus ONL di Indonesia, memberikan

informasi kepada penyumbang/donatur sebelum memberikan sumbangannya,

dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam memahami ONL dan memberikan

informasi kepada pihak lain yang berkepentingan.

TELAAH TEORITIS

Organisasi nirlaba

Menurut Hardiyani (2009) organisasi nirlaba adalah organisasi yang

didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela

memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk

memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Menurut PSAK No.45 tahun 2007

organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan

Page 5: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

5

para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi

tersebut. (IAI, 2007: 45.1).

Dana ONL bersumber baik dari pihak kedua maupun pihak ketiga. Sumber

dana diperoleh dari pihak kedua, dimana penyumbang/pendonor menerima

manfaat dari ONL tersebut. Misalnya universitas maupun sekolah yang berbentuk

yayasan serta rumah sakit. Sedangkan dana yang berasal dari pihak ketiga,

penyumbang/pendonor tidak menerima manfaat dari dana yang disumbangkan

melainkan yang menerima manfaat adalah masyarakat. Seperti, lembaga swadaya

masyarakat, organisasi masyarakat dan gereja (Nainggolan, 2005).

Organisasi nirlaba ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut (IAI,2007:45.2):

a. Sumber daya entitas

Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak

mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang

sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.

b. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba

Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, kalau suatu

entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada

para pendiri atau pemilik entitas tersebut.

c. Tidak ada kepemilikan

Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti

bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan

atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan

Page 6: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

6

proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau

pembubaran entitas.

Rasio Surplus Margin

Rasio surplus margin merupakan surplus (defisit) yang dibagi dengan total

pendapatan. Organisasi nirlaba memiliki insentif untuk meminimalkan surplus

dan menghindari kerugian. Donatur dapat melihat bahwa jika ONL memiliki

surplus maka ONL tersebut tidak memaksimalkan tujuan sosialnya (program).

Rasio surplus margin yang kurang dari nol menunjukkan bahwa pengeluaran

melebihi pendapatan, dan rasio surplus margin yang lebih besar dari nol

menunjukkan bahwa pendapatan melebihi pengeluaran

(http://nccsdataweb.urban.org/).

Surplus Margin Ratio=(����������������)

����������

Zero Profit and Loss Avoidance Hypothesis

ONL memiliki tujuan sosial seperti, menyediakan pelayanan sosial bagi

masyarakat yang kurang mampu. Untuk membiayai aktivitasnya ONL

memperoleh dana dari sumbangan para donatur/penyumbang. Dalam konteks

rumah sakit nirlaba, Leone dan Van Horn (2005) mengatakan manajer memiliki

insentif untuk mengelola surplus mendekati nol dan menghindari kerugian.

Mereka berasumsi bahwa rumah sakit nirlaba diharapkan memaksimalkan

kegiatan sosialnya dengan menggunakan sebagian besar dananya sehingga surplus

Page 7: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

7

yang dihasilkan mendekati nol. Jika surplus yang dihasilkan negatif maka

pengurus memiliki insentif meningkatkan surplusnya mendekati nol untuk

menghindari kerugian. Hal ini kemungkinan besar disebabkan jika surplus yang

dicapai meningkat terus menerus akan mengancam status ONL yang bebas pajak.

Pelaporan surplus ONL memberikan informasi kepada pihak luar

khususnya kepada donatur/penyumbang agar donatur/penyumbang mengetahui

pemanfaatan dana. Menurut Frank et al (1990) dalam Leone dan Van Horn (2005)

bahwa donor potensial mempertimbangkan profitabilitas sebagai kriteria penting

ketika membuat keputusan untuk memberikan dana pada ONL.

Donatur/penyumbang akan sedikit memiliki kemungkinan untuk memberikan

donatur kepada ONL jika surplus yang dihasilkan tinggi sehingga donatur tidak

melihat ONL membutuhkan dana untuk melakukan kegiatannya.

ONL memaksimalkan tujuan sosial untuk menunjukkan kepada

penyumbang/donatur bahwa dana yang disumbangkan itu benar – benar dipakai

untuk kepentingan masyarakat dan surplus yang dihasilkan relatif rendah, berbeda

dengan organisasi bisnis manajer memaksimalkan laba untuk menarik para

investor agar tertarik untuk berinvestasi ke perusahaan tersebut. Untuk mencapai

surplus mendekati nol manajer meminimalkan pendapatan diluar donatur dalam

melaporkan pendapatan (Leone dan Van Horn, 2005). Agar ONL dapat terus

bertahan untuk melakukan kegiatannya, organisasi nirlaba membutuhkan surplus.

Surplus tersebut akan digunakan sebagai dana internal untuk masa yang akan

datang (Tuckman dan Chang, 1992).

Page 8: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

8

Dalam kenyataannya organisasi nirlaba tidak selalu memperoleh surplus

bahkan kerugian pun akan dialami sehingga menyebabkan kerentanan keuangan

(financial vulnerability) yang akhirnya akan mengakibatkan kebangkrutan jika

terjadi terus – menerus (Greenlee dan Trussel, 2000). Penelitian mengenai surplus

yang dilakukan di luar negeri mengasumsikan bahwa organisasi nirlaba dikatakan

mengalami kebangkrutan jika organisasi tersebut selama tiga tahun berturut –

turut melaporkan kerugian bersih (Gilbert, Menon, dan Schwartz, 1990 dalam

Greenlee dan Trussel, 2000). Terkadang hal ini disebabkan karena manajer kurang

memiliki kemampuan dalam mengelola surplus atau tidak memiliki cukup aset

yang digunakan untuk memenuhi kewajibannya dan pemborosan dalam

pemakaian aset.

Penelitian Terdahulu tentang Surplus Margin Ratio

Menurut Tuckman dan Chang (1992) ada 3 kelompok yang membahas

perilaku ONL. Sekelompok penulis mengasumsikan bahwa pengeluaran ONL

harus sama dengan pendapatan yang diterima oleh ONL yang berakibat sama

dengan nol (Scanlon, 1980). Kemudian kelompok kedua dari para ahli

mengasumsikan bahwa fungsi utama dari surplus ONL sebagai persediaan dana

internal untuk investasi dimasa yang akan datang (Hansman,1986), serta

kelompok peneliti melihat surplus sebagai salah satu item yang memberi kepuasan

kepada pembuat keputusan dalam organisasi nirlaba (Weisbrod, 1988 dalam

Tuckman dan Chang, 1992).

Page 9: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

9

Namun beberapa ONL mengakumulasikan surplus dalam jumlah yang

besar dan mengindikasikan bahwa organisasi tersebut bertujuan komersial,

sehingga menjamin organisasi berubah status menjadi tidak bebas terhadap pajak.

Untuk itu donatur membutuhkan informasi mengenai bagaimana sumbangan itu

digunakan oleh ONL. Ekuitas yang diakumulasikan ini oleh pembuat keputusan

akhirnya akan digunakan untuk kegiatan yang mendukung misi dari organisasi

nirlaba (Tuckman dan Chang, 1992). Begitu juga pada Organisasi Blue Cross

Blue Shield (BCBS) yang mempunyai rencana untuk meningkatkan surplusnya

dengan meningkatkan tarif asuransi di beberapa Negara dari tahun ke tahun, hal

ini dilakukan oleh organisasi Blue Cross Blue Shield untuk perlindungan

solvabilitas (Aspen, 2010).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Bickelman (2010), dalam hal ini

konteksnya pada rumah sakit yang berada di Massachusetts. Terdapat beberapa

sampel rumah sakit yang melakukan akumulasi sumber keuangan. Pengurus

rumah sakit mengakumulasi sumber keuangan untuk mempertahankan kegiatan

operasi dan untuk menghadapi peristiwa keuangan yang tak terduga. Sumber

keuangan ini memungkinkan rumah sakit untuk membiayai pengeluaran utama

seperti pengembangan sistem, investasi dalam teknologi baru dan layanan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam pengelolaan keuangan ONL ini, pengurus/manajer melakukan

praktek manajemen laba. Manajemen laba dilakukan oleh beberapa organisasi

nirlaba di Amerika dengan tujuan agar surplus yang dihasilkan pada laporan

keuangan mendekati nol (balance). Laporan keuangan yang dilaporkan kepada

Page 10: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

10

pendonor/penyumbang membuktikan bahwa ONL tersebut telah menjalankan

misinya sebagai organisasi yang mengutamakan kegiatan dalam pelayanannya

untuk masyarakat.

Leone dan Van Horn (2005) berasumsi bahwa rumah sakit nirlaba berusaha

memaksimalkan tujuannya untuk mengelola surplusnya mendekati nol. Sehingga

rumah sakit nirlaba diharapkan dapat menggunakan sumber dayanya untuk tujuan

filantropinya. Ukuran profitabilitas berfungsi sebagai kemampuan pengurus

organisasi untuk mempertahankan ONLnya agar tetap beroperasi. Pengurus

memiliki insentif untuk meningkatkan surplusnya mendekati nol dan menghindari

kerugian. Hal ini kemungkinan besar disebabkan jika surplus yang dicapai akan

meningkat terus menerus akan mengancam status ONL yang bebas pajak

Hasil penelitian yang dilakukan Permanasari (2011) membuktikan ada

indikasi awal terjadinya fenomena zero-profit constraint hypothesis pada

organisasi nirlaba di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan pergerakan surplus

organisasi nirlaba yang bergerak mendekati nol dari tahun sebelumnya ke tahun

berikutnya.

Besarnya surplus yang dihasilkan oleh ONL mempengaruhi

penyumbang/donatur untuk memberikan sumbangannnya. Menurut Frank et al

(1990) dalam Leone dan Van Horn (2005) jika surplus yang dihasilkan ONL

meningkat terlalu tinggi maka tujuan ONL belum tercapai dalam melakukan

kegiatan filantropinya. Namun jika surplus negatif yang dihasilkan dari tahun ke

tahun mengindikasikan bahwa ONL mengalami kerentanan keuangan (Tuckman

Page 11: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

11

dan Chang, 1991). Surplus ONL mendekati nol ada indikasi bahwa zero profit and

loss avoidance hypothesis dalam ONL.

METODE PENELITIAN

Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya 75 organisasi nirlaba

dengan 259 laporan keuangan yang memiliki laporan keuangan dengan tahun

pelaporan yang berurutan dan data laporan keuangan ONL yang telah diaudit.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang berupa laporan keuangan organisasi nirlaba dari tahun 1998 sampai dengan

tahun 2010. Sumber data diperoleh dari pusat data UKSW karena di Indonesia

belum ada basis data mengenai indikator keuangan organisasi nirlaba. Sehingga

data yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat sedikit jika dibandingkan

dengan jumlah ONL di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai satuan mata uang

dan ukuran oragnisasi yang berbeda sehingga perhitungan surplus dihitung

dengan menggunakan rasio surplus margin. Untuk menghitung rasio surplus

margin dapat dihitung menggunakan rumus:

Surplus Margin Ratio=(����������������)

����������

Page 12: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

12

Selanjutnya penulis mencari surplus margin ratio (rasio surplus margin)

masing-masing ONL dari laporan keuangan yang sudah didapat untuk mengetahui

rasio surplus margin yang dihasilkan oleh masing-masing ONL tersebut.

Langkah Analisis

a. Statistik deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk

mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti

melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2011).

b. Analisis crosstabs

Analisis crosstabs dalam penelitian ini dilakukan dua kali analisis.

Analisis crosstabs digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk tabel

silang yang terdiri antara baris dan kolom. Analisis crosstabs yang

pertama dilakukan untuk mengetahui perubahan rasio surplus margin

antara tahun sebelumnya (T0) dengan tahun berikutnya (T1). Rasio surplus

margin pada saat T0 dibandingkan dengan rasio surplus margin pada saat

T1. Rasio surplus margin pada saat T1 menurun, jika rasio surplus margin

saat T1 baik positif maupun negatif lebih kecil daripada rasio surplus

margin saat T0. Demikian juga sebaliknya rasio surplus margin saat T1

meningkat, jika surplus margin saat T1 lebih besar dari pada surplus

margin saat T0. Dari hasil crosstabs tersebut dapat diketahui berapa

banyak organisasi nirlaba yang mengalami penurunan atau peningkatan

surplus dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, data laporan keuangan ONL

Page 13: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

13

yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai data laporan keuangan

dengan tahun yang berurutan agar dapat dibandingkan.

Analisis crosstabs yang kedua dilakukan untuk melihat perilaku

surplus ONL. Pada tahap kedua crosstabs akan menganalisis seberapa

banyak ONL yang memiliki surplus mendekati nol dan menjauhi nol. Hal

itu dapat diketahui dengan membandingkan rasio surplus margin tahun

sebelumnya (T0) dengan rasio surplus margin tahun berikutnya (T1).

Namun nilai rasio surplus margin tahun berikutnya menggunakan nilai

absolut. Rasio surplus magin dikatakan mendekati nol jika T0 lebih besar

daripada T1 (Permanasari, 2011).

Dalam analisis crosstabs dilakukan uji chi-square yang digunakan

untuk mengetahui hubungan antara rasio surplus margin saat T0 dengan

rasio surplus margin saat T1. Dari analisis crosstabs yang telah dilakukan

maka dapat diketahui perubahan surplus pada organisasi nirlaba di

Indonesia. Jika kecenderungan surplus ONL bergerak mendekati nol dari

tahun sebelumnya ke tahun berikutnya maka terjadi zero profit and loss

avoidance hypothesis pada ONL.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bagian ini akan dibahas hasil analisis terhadap data penelitian. Data

yang didapat untuk penelitian ini sebanyak 75 organisasi nirlaba dengan 259

laporan keuangan yang memiliki laporan keuangan dengan tahun yang berurutan.

Pengujian statistik yang pertama digunakan dalam penelitian ini yaitu uji

statistik deskriptif. Uji statistik deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui

Page 14: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

14

gambaran umum mengenai variabel yang akan diteliti. Berikut ini adalah hasil

analisis statistik deskriptif:

Tabel 1.Statistik Deskriptif Rasio Surplus Margin

N Min Max Stdev Mean Median

Rasio surplus margin

Valid N (listwise)

259

259

-3,8494 3,3793 0,5149057 0,068831 0,0982

Sumber: Hasil Pengolahan data, 2012

Dari tabel statistik deskriptif ini terlihat bahwa variasi data sangat tinggi. Ini

bisa terlihat dari nilai tingginya rentang nilai minimum dan maksimum serta nilai

standar deviasi. Temuan ini mengindikasikan bahwa surplus ONL sampel sangat

bervariasi dengan surplus negatif yang cukup banyak. Dalam konteks ini,

penggunaan nilai mean rentan terhadap nilai ekstrim. Nilai median (9,82%) dan

nilai mean (6,87%) menunjukkan ONL sampel memperoleh surplus yang cukup

rendah. Hal ini dapat dibandingkan dengan temuan Permanasari (2011) yang

mana memiliki nilai mean sebesar 8,95%.

Setelah dilakukan uji statistik deskriptif, selanjutnya dilakukan pengujian

crosstabs. Uji crosstabs digunakan untuk mengetahui seberapa besar ONL yang

mengami peningkatan rasio surplus margin dari tahun sebelumnya (T0) ke tahun

berikutnya (T1). Berikut tabel hasil perhitungan crosstabs peningkatan dan

penurunan rasio surplus margin:

Page 15: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

15

Tabel 2T0*T1 Crosstabulation Meningkat atau Menurun

T1 TotalMeningkat Menurun

T0Negatif 45 7 52Positif 49 82 131

Total 94 89 183Pearson Chi-square 35,972a

Df 1Sig. 0,000Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2012

Dari hasil uji crosstabs pada tabel 2 dapat diketahui bahwa ONL memiliki

rasio surplus margin pada saat T0 negatif terdapat 52 laporan keuangan. Dari hasil

tersebut 45 laporan keuangan diantaranya mengalami peningkatan dan selebihnya

mengalami penurunan. Rasio surplus margin yang positif pada saat T0 berjumlah

131 laporan keuangan, 49 laporan keuangan diantaranya mengalami peningkatan

dan 82 laporan keuangan mengalami penurunan. Dari tabel diatas diperoleh pula

nilai chi-square sebesar 35,972 yang menunjukkan ada hubungan antara rasio

surplus margin tahun sebelum (T0) dengan tahun berikutnya (T1). Hubungan

tersebut ditunjukkan dengan nilai asymp signifikan 0,000 < 0,05 (5%).

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa ada indikasi ONL di

Indonesia yang memiliki rasio surplus margin negatif pada saat T0 cenderung akan

meningkatkan surplus pada saat T1, sedangkan ONL yang memiliki rasio surplus

margin positif saat T0 cenderung akan menurunkan surplusnya pada tahun

berikutnya. Hasil penelitian ini mendukung temuan Leone dan Van Horn (2005)

yang menyatakan bahwa pengurus ONL memiliki insentif untuk mengelola

surplus ONL mendekati nol. Namun temuan ini tidak mendukung temuan

Bickelman (2010) dan Aspen (2010) yang menyatakan bahwa surplus ONL

Page 16: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

16

diakumulasi untuk mempertahankan kegiatan operasi dan untuk menghadapi

peristiwa keuangan yang tak terduga.

Uji crosstabs yang kedua dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak

ONL yang memiliki rasio surplus margin positif atau negatif pada saat T0 yang

mendekati nol maupun yang menjauhi nol pada saat T1. Berikut di sajikan tabel

hasil dari uji crosstabs:

Tabel 3T0*T1 Crosstabulation Mendekati Nol atau Menjauhi Nol

T1TotalMendekati nol Menjauhi nol

T0 Negatif 29 23 52Positif 70 61 131

Total 99 84 183Pearson Chi-square 0,082a

Df 1Sig. 0,775Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2012

Pada tabel 3 memapaparkan rasio surplus margin dikatakan mendekati nol

apabila nilai absolut T1 lebih kecil daripada nilai rasio surplus margin saat T0.

Pada saat T0 negatif terdapat 52 laporan keuangan, 29 laporan keuangan

diantaranya memiliki rasio surplus margin mendekati nol dan 23 laporan

keuangan memiliki rasio surplus margin yang menjauhi nol pada tahun berikutnya

(T1). Pada saat rasio surplus margin T0 positif terdapat 131 laporan keuangan,

sebanyak 70 laporan keuangan diantaranya memiliki rasio surplus margin yang

mendekati nol saat T1 dan sebanyak 61 laporan keuangan ONL memiliki rasio

surplus margin menjauhi nol pada saat T1. Diketahui pula nilai chi-square dengan

nilai sebesar 0,082 dengan nilai signifikansinya sebesar 0,775 sehingga lebih

Page 17: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

17

besar dari tingkat signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05

(5%). Dapat dikatakan antara variabel T0 tidak ada hubungan dengan variabel T1.

Dilihat dari jumlah laporan keuangan ONL yang memiliki rasio surplus

margin mendekati nol, jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan ONL

yang memiliki rasio surplus margin yang menjauhi nol. Dengan demikian dapat

diketahui bahwa ONL di Indonesia yang memiliki rasio surplus margin positif

atau negatif pada saat T0 diduga terdorong untuk mengelola surplusnya mendekati

nol pada tahun berikutnya (T1). Hal ini mengindikasikan bahwa ONL mengelola

surplusnya karena jika surplus ONL terlalu tinggi maka akan merugikan ONL

sendiri . Hal tersebut menyebabkan donatur akan mempertimbangkan kembali

untuk memberikan sumbangan terhadap ONL. Selain itu ada indikasi bahwa ONL

melakukan tax planning sehingga surplus yang dihasilkan relatif rendah. Hasil

penelitian ini sesuai dengan temuan Leone dan Van Horn (2005) yang

menyatakan ONL memiliki insentif untuk mengelola surplusnya mendekati nol

dan menghindari kerugian.

KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN dan SARAN

Dari hasil pengujian crosstabs yang pertama dapat disimpulkan bahwa

ONL di Indonesia yang memiliki rasio surplus margin negatif saat T0 cenderung

untuk meningkatkan surplusnya pada saat T1, sedangkan ONL yang memiliki

rasio surplus margin positif saat T0 memiliki kecenderungan untuk menurunkan

surplus. Hal ini memberikan indikasi awal bahwa organisasi nirlaba di Indonesia

berusaha akan meningkatkan surplusnya jika ONL memiliki surplus negatif dan

Page 18: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

18

juga akan menurunkan surplusnya ketika memiliki surplus positif. Temuan ini

konsisten dengan temuan Leone dan Van Horn (2005) yang menyatakan ONL

memiliki insentif untuk mengelola surplusnya mendekati nol dan menghindari

kerugian.

Hasil pengujian crosstabs kedua menyatakan bahwa ONL yang memiliki

rasio surplus margin negatif saat T0 akan meningkatkan surplusnya mendekati nol

saat T1, sebaliknya saat rasio surplus margin pada T0 bernilai positif maka ONL

akan berusaha menurunkan surplusnya pada saat T1 mendekati nol atau sama

dengan nol. Penelitian ini menemukan bukti bahwa ONL di Indonesia telah

meminimalkan surplusnya dalam mengelola dananya dan tidak berorientasi

terhadap surplus. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya

yang pernah dilakukan oleh Leone dan Van Horn (2005) dengan hipotesisnya zero

profit and loss avoidance hypothesis. Dari hasil pengujian surplus dapat

disimpulkan bahwa zero profit and loss avoidance hypothesis terindikasi awal

terjadi dalam ONL di Indonesia.

Sesuai dengan hasil empiris yang ditemukan, maka penelitian ini

memberikan penegasan terhadap penelitian sebelumnya bahwa terjadi fenomena

zero profit and loss avoidance hypothesis pada ONL di Indonesia, memberikan

pemahaman kepada masyarakat bahwa ONL memiliki karateristik yang berbeda

dengan organisasi bisnis dimana ONL menjaga surplusnnya. Bagi

penyumbang/donatur bermanfaat untuk menilai pemanfaatan dana dan sebagai

pertimbangan dalam memberikan dananya untuk ONL.

Page 19: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

19

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya data yang

digunakan masih relatif sedikit, karena basis data mengenai laporan keuangan

ONL masih sedikit. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ONL di Indonesia,

hanya 75 ONL yang dapat dijadikan sampel. Perbedaan tahun laporan keuangan

yang beraneka ragam menyebabkan ketidakstabilan keuangan. Saran untuk

penelitian selanjutnya yaitu data yang digunakan dalam penelitian lebih banyak

sehingga hasilnya lebih relevan, sebaiknya laporan keuangan organisasi nirlaba

menggunakan tahun pelaporan yang tahunnya sama dan dimiliki oleh semua

organisasi nirlaba, meneliti terjadi zero profit and loss avoidance hypothesis di

Indonesia pada lembaga pendidikan sehingga dapat diketahui apakah zero profit

and loss avoidance hypothesis terjadi pada lembaga pendidikan.

Page 20: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

20

Daftar Pustaka

Abidin, Hamid, ”Membongkar Kejujuran dan keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia”, Kritik dan Otokritik: 60-70.

Assa’di, Husain, Arya Hadi Darmawan dan Soeryo Adiwibowo, 2009, “Independensi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tengah Kepentingan Donor”, Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi manusia, Vol. 03, No. 02, 231-358.

Bickelman, Ellen, 2010, “Study of the Reserves, Endowments, and surpluses of Hospitals in Massachusetts”, Massachusetts Division of Health Care Finance and Policy: 1-66.

Greenlee, Janet S. dan John M. Trussel, 2000, “Predicting the Financial Vulnerability of Charitable Organizations”, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 11, No. 2, 199-210.

Hardiyani, Puspita R., 2009, Profil Kinerja Keuangan Organisasi Nirlaba di Indonesia. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).

Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba No. 45.

Leone, Andrew J. and R. Lawrence Van Horne, 2005, “How do Nonprofit Hospitals Manage Earnings?”, Journal of Health Economics 24 (4) : 815-837.

Muljono, Djoko, 2009, TAX PLANNING – Menyiasati Pajak dengan Bijak, Andi Offset, Yogyakarta.

Nainggolan, Pahala, 2005, Menajemen Keuangan Lembaga Nirlaba, USC-SATUNAMA, Yogyakarta.

Permanasari, Dika Prima, 2011, Analisis Rasio Surplus Margin dalam Organisasi Nirlaba Di Indonesia. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).

Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang No 28 Tahun 2004 tentangYayasan.

Sugiono, 2011, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.

Page 21: Analisis Perilaku Surplus dalam Organisasi Nirlaba di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2652/2/T1_232008243_Full text.pdfbahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis,

21

Suratno, Eddy, 2008, “Strategi Perencanaan Pajak”, Jurnal Media Akademik, Vol.2, No.1, Februari 2008: 78-88.

Tuckman dan Chyril F. Chang, 1992, Nonprofit Equity: “A Behavioral Model and Its Policy Implication”, The Association for Public Policy Analysis and Management,Vol. 11, No. 1, 76-87 (1992).

_______, 2010, “How Much Is Too Much? Have Nonprofit Blue Cross Blue Shield plans Amassed Exessive Amounts of Surplus?” , Medical Benefit, 10-11.

http://www.indonsiango.org/en/articles-and-opinions/articles/1125-penerapan-teknologi informasi-menuju-akuntabilitas-sektor-nirlaba diakses 20 September 2011,Jam 16.43.

http://nccsdataweb.urban.org/swfcharts/grapher.php?ein=010219904&ratio=surplus. national centre for charitable statistics. diakses 21 September 2011,Jam11.30.