Upload
dangminh
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU
KONSUMSI BERAS MERAH (Oryza nivara) MENGGUNAKAN
PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR
NADIA TIARA PUTRI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pengetahuan, Sikap
dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras
Merah (Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour
adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Nadia Tiara Putri
NIM I24070029
i
ABSTRAK
NADIA TIARA PUTRI. Analisis Pengetahuan, Sikap dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory of Planned Behaviour. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI
Konsumsi beras merah memiliki pengaruh baik bagi kesehatan, sedangkan pengetahuan dan sikap masyarakat masih sedikit. Hal ini menyebabkan minat konsumsi yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan,
sikap dan pengaruhnya terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah (Oryza nivara) menggunakan pendekatan Theory Of Planned Behaviour yang terdiri dari pengetahuan, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi konsumsi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dengan lokasi penelitian di tempat kebugaran dan toko beras. Contoh dalam penelitian ini adalah 130 orang pengonsumsi beras merah. Persyaratan contoh adalah yang mengetahui produk beras merah dan mengonsumsi setidaknya satu kali dalam satu bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga (p<0,05) berhubungan nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Usia dan tingkat pendidikan contoh (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dengan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Pendapatan keluarga (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dengan kontrol perilaku. Pengetahuan (p<0,05) mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Jadi melalui pendekatan TPB, hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (p<0,05) yang berpengaruh terhadap intensi konsumsi beras merah. Kata kunci : beras merah, pengetahuan, sikap, konsumsi, Theory of Planned
Behaviour
ABSTRACT
NADIA TIARA PUTRI. Analysis of knowledge, attitudes and its affect toward intention and consumption behavior of brown rice (Oryza nivara) adapted from Theory Of Planned Behaviour. Surpervised by LILIK NOOR YULIATI
Consumption of brown rice has a good influence for consumer health, but the knowledge and attitudes about brown rice are still lack. This led to interest in low consumption. This study aimed analyzing knowledge, attitudes and its affect toward intention and consumption behavior of brown rice (Oryza nivara) adapted from Theory Of Planned Behaviour that consists of knowledge, attitudes, subjective norms, behavioral control, intentions and consumption. This study used cross sectional study design, located at some gyms and rice shops, involved 130 peoples who had consumed brown rice at least once in the past month. The results showed that the number of family members was negatively associated with behavioral control sample (p <0.05). Age and education level was positively associated with attitudes, subjective norms, and behavior control (p <0.05). In addition family income was positively related with behavioral control. Knowledge was positively related with attitudes, subjective norms, and behavior control. So through the TPB approach, the results showed that attitudes, subjective norms, and behavioral control (p<0.01) that affect the consumption of brown rice intentions.
Keywords: brown rice, knowledge, attitudes, consumption, Theory of Planned Behaviour
ii
RINGKASAN NADIA TIARA PUTRI. Analisis Pengetahuan, Sikap dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras Merah (Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Konsumsi beras juga mempunyai pengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat harus dapat berperilaku bijak dalam memilih jenis beras. Beras merah memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan beras putih, sedangkan masyarakat belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai beras merah yang mengakibatkan masyarakat tetap hanya akan memilih beras putih. Hal ini kemudian menyebabkan minat konsumsi beras merah pada masyarakat yang sangat rendah. Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis Pengetahuan, Sikap dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Konsumen Beras Merah (Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga konsumen beras merah, 2) Menganalisis hubungan karakteristik contoh beras merah dengan pengetahuan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku, 3) Menganalisis hubungan pengetahuan contoh denga sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku, 4) Menganalisis hubungan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan intensi konsumsi beras merah, 5) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi dan perilaku konsumsi beras merah.
Penelitian ini menggunakan desain crossectional study. Penelitian dilakukan di tempat kebugaran dan toko beras di Kota Bogor. Contoh yang diambil adalah orang yang mengetahui tentang produk beras merah dan mengonsumsi setidaknya satu kali dalam satu bulan terakhir. Contoh dalam penelitian ini adalah 130 orang pengonsumsi beras merah. Teknik yang digunakan dalam pengambilan contoh adalah non probability sampling berupa snowball sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data dinas kesehatan, Badan Pusat Statistik, buku, jurnal penelitiaan, studi penelitian terdahulu, dan internet. Data primer dalam penelitian ini meliputi data karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, pendapatan perbulan); karakteristik keluarga (hubungan pertemanan, keluarga, dan status sosial); pertanyaan mengenai pengetahuan produk (tingkat pengetahuan beras merah, pengetahuan mengenai gizi yang terkandung pada beras merah, dampak kesehatan yang didapatkan setelah pengonsumsian beras merah, dan pengetahuan manfaat beras merah untuk terhindar dari beberapa penyakit); pertanyaan mengenai sikap (sikap konsumsi beras merah terdiri dari kepercayaan dan evaluasi, norma subjektif, kontrol perilaku yang dirasakan, terdiri dari control belief strength dan control belief power, serta intensi konsumsi beras merah). Data sekunder yang digunakan antara lain data terkait beras merah, data member pengguna tempat kebugaran (gym), data toko beras, data mengenai keadaan umum lokasi penelitian, dan penelitian-penelitian terdahulu. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam
iii
penelitian sehingga permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara mendalam.
Data yang dikumpulkan dari kuesioner lalu diolah melalui proses editing, coding, scoring, dan entry data ke komputer, cleaning data, dan analize data. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data diolah dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar variabel. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan. Persentase terbesar usia contoh adalah dewasa awal dengan kisaran usia 18-40 tahun. Jumlah contoh yang telah menikah dan yang belum menikah pun hampir sama. Tingkat pendidikan terbesar berada pada tingkat Sarjana. Tingkat pendapatan keluarga contoh tergolong dalam SES A yang memiliki pendapata per kapita diatas Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 yaitu sebesar Rp 212.210,00. Sebagian besar contoh sudah bekerja. Sebagian besar contoh mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan. Pada umumnya contoh berasal dari keluarga berukuran kecil.
Pengetahuan contoh mengenai produk beras merah berada pada kategori sedang dan berpengaruh positif dan nyata terhadap sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku. Sebagian besar contoh mempunyai sikap dengan kategori sedang. Variabel yang berhubungan nyata dengan sikap adalah usia, tingkat pendidikan, dan pengetahuan. Hampir separuh contoh mempunyai norma subjektif dengan kategori rendah dan variabel yang berhubungan dengan norma subjektif adalah usia dan tingkat pendidikan. Lebih dari separuh contoh mempunyai kontrol perilaku dengan kategori sedang. Usia, tingkat pendidikan, dan pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang positif dan nyata dengan kontrol perilaku. Dari ketiga komponen TPB, semua komponennya yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku berhubungan positif dan nyata dengan intensi konsumsi beras merah. Hampir dari keseluruhan contoh mempunyai intensi konsumsi beras merah dengan kategori tinggi.
Jumlah anggota keluarga (p<0,05) berhubungan nyata dan negatif dengan kontrol perilaku. Usia dan tingkat pendidikan contoh (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Pendapatan keluarga (p<0,05) memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kontrol perilaku. Pengetahuan (p<0,05) mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Jadi melalui pendekatan TPB, hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (p<0,05) yang berpengaruh terhadap intensi konsumsi beras merah. Kata kunci: beras merah, pengetahuan, sikap, konsumsi, Theory of Planned
Behaviour
iv
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
ANALISIS PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU
KONSUMSI BERAS MERAH (Oryza nivara) MENGGUNAKAN
PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR
NADIA TIARA PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
vi
Disetujui,
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M. FSA
Dosen Pembimbing
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Analisis Pengetahuan, Sikap dan Pengaruhnya Terhadap
Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras Merah
(Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned
Behaviour
Nama : Nadia Tiara Putri
NIM : I24070029
vii
PRAKARTA
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah
melimpahkan ridho dan karuniaNya berupa kesehatan dan kesempatan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan pada Program
Sarjana Ilmu Keluarga dan Konsumen serta penulisan skripsi dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi merupakan salah satu syarat dalam untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Judul dari
penelitian penulis adalah Analisis Pengetahuan, Sikap dan Pengaruhnya
Terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras Merah (Oryza
nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour.
Pada saat pembuatan skripsi, penulis tidak terlepas dari berbagai
kendala, namun atas kemudahan dari Allah SWT serta bimbingan dan bantuan
berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas dedikasi yang
telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M. FSA selaku dosen pembimbing skripsi atas
segala bimbingan, saran, motivasi, waktu, pengertian, kesabaran, dan
doa yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si selaku pemandu pada seminar
hasil, Bapak Ir. M.D. Djamaludin, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah
Muflikhati, M.Si selaku dosen penguji sidang, Ibu Ir. Retnaningsih, M.Si
selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, serta para Dosen dan
Staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen terima kasih atas bantuan
dan kerjasamanya sehingga penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan
baik dan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen.
3. Celebrity Fitness, Larasati Fitness, Macho Gym, Fit For Two Fitness
Centre, Galuga Fitness, dan toko beras Subur Makmur atas kesedian
untuk membantu memberikan data sekunder dan izin untuk melakukan
penelitian.
viii
4. Kedua orang tua penulis Ir. Julizar Warganegara dan Wiewiek Indriani,
SE. MM. serta kakak penulis Laras Anggita, SE. dan adik penulis
Mohammad Biaggi Laksana yang tidak henti-hentinya mendukung,
mengingatkan, menyemangati, dan memberikan doa yang tulus kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Teman-teman dan sahabat terbaik yang selalu setia membantu,
mendorong, dan menyemangati pasang-surut penulisan skripsi ini, baik
suka maupun duka: Muhammad Febriozo Asyhadin, Arisa Widiastuti,
Metha Djuwita Supriatna, Khaerunnisa, Atirah, Tri Yulianti, Ayunda
Windyastuti, Nyi Mas Rosmeini Anica Gustina, Syaeful Bahri, dan
Ricfandi Tovan Gustino. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
6. Teman seperjuangan Dini Aprilia yang saling membantu dan memberikan
dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Teman-teman IKK khususnya angkatan 44 dan seluruh angkatan lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan,
dorongan, dan kebersamaannya selama ini.
Demikianlah ucapan terima kasih ini dipersembahkan dengan tulus dari
lubuk hati penulis yang paling dalam. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2012
Nadia Tiara Putri
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
PENDAHULUAN........................................................................................ 1 Latar Belakang ................................................................................... 1 Perumusan Masalah ........................................................................... 4 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5 Kegunaan Penelitian .......................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) .................... 7 Pengetahuan Konsumen .................................................................... 13 Perilaku Konsumen ............................................................................ 17 Minat Konsumsi .................................................................................. 17 Beras Merah ....................................................................................... 18 Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................. 19
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................... 23
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 25 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ............................................... 25 Cara Pemilihan Contoh....................................................................... 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 26 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 28 Definisi Operasional ........................................................................... 31
HASIL ........................................................................................................ 33 Kondisi Umum Lokasi ......................................................................... 33 Karakteristik Contoh ........................................................................... 35 Karakteristik Keluarga ........................................................................ 38 Pengetahuan ...................................................................................... 40 Sikap .................................................................................................. 41 Norma Subjektif .................................................................................. 42 Kontrol Perilaku .................................................................................. 42 Intensi Konsumsi Beras Merah ........................................................... 43 Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Pengetahuan Beras Merah .................................................... 44 Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku ......................... 44 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku ......................... 45 Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku .................................................................................. 45 Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku dengan Intensi Konsumsi Beras Merah .............................................. 45 Faktor-faktor yg Berpengaruh terhadap Intensi ................................... 46
x
Halaman
Faktor-faktor yg Berpengaruh terhadap Perilaku Konsumsi Beras Merah ................................................................................................. 47
PEMBAHASAN .......................................................................................... 49
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 58 Kesimpulan ......................................................................................... 58 Saran .................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60
LAMPIRAN ................................................................................................ 63
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Ringkasan Penelitian Anindita (2010) .................................................. 19
2 Ringkasan Penelitian Puspa Widya Utami (2009) ................................ 20
3 Ringkasan Penelitian Arina Hayati (2010) ............................................ 21
4 Theory of Planned Behaviour ............................................................... 22
5 Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian .................... 27
6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ......................................... 35
7 Sebaran contoh berdasarkan usia dan rataan dan standar deviasi usia
contoh .................................................................................................. 35
8 Sebaran contoh berdasarkan status pernikahan .................................. 36
9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ................................. 36
10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ...................................... 37
11 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah ........ 38
12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ....................... 39
13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan (SES Ac
Nielsen 2010) ....................................................................................... 40
14 Sebaran contoh berdasarkan jawaban aspek pengetahuan ................. 40
15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan produk (beras merah) ...... 41
16 Sebaran contoh berdasarkan sikap konsumsi beras
merah (Kepercayaan) ......................................................................... 42
17 Sebaran contoh berdasarkan norma subjektif ...................................... 42
18 Sebaran contoh berdasarkan kontrol perilaku yang dirasakan ............. 43
19 Sebaran contoh berdasarkan intensi konsumsi beras merah ............... 43
20 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga
dengan pengetahuan ........................................................................... 44
21 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga
dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku .......................... 45
xii
Halaman
22 Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Perilaku
dengan Intensi ..................................................................................... 45
23 Faktor-faktor Theory of Planned Behaviour yang berpengaruh
terhadap intensi ................................................................................... 46
24 Faktor-faktor karakteristik yang berpengaruh terhadap intensi ............. 47
25 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi
beras merah ......................................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model Theory of Reason Action (TRA) ................................................. 7
2 Tahapan intervensi tingkah laku berdasarkan Teori Tindakan
Beralasan (Theory Of Planned Behavior) ............................................. 8
3 Skema Perilaku Menurut Teori Tindakan Beralasan (Theory Of
Planned Behavior) ............................................................................... 9
4 Kerangka pemikiran analisis pengetahuan dan sikap konsumen
beras merah serta hubungannya dengan minat konsumsi diadaptasi
dari Theory of Planned Behavior Ajzen (1988) ..................................... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Output Realibilitas Kuesioner Theory of Planned Behaviour ............. 64
2 Koefisien Korelasi Antara Theory of Planned Behaviour dan
Pengetahuan (Spearman) ................................................................ 65
3 Koefisien Korelasi Antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan TPB ....................................................................... 66
4 Koefisien Korelasi Antara Pengetahuan dengan TPB ...................... 67
5 Koefisien Korelasi Antara TPB dengan Intensi ................................. 67
6 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Intensi (TPB) ..................................................................................... 68
xiii
Halaman
7 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor karakteristik yang berpengaruh
terhadap Intensi ................................................................................ 68
8 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku
Konsumsi .......................................................................................... 69
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam mempertahankan hidupnya manusia selalu membutuhkan
berbagai macam asupan energi yang memadai. Asupan energi tersebut adalah
kebutuhan akan makanan dan minuman. Makanan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mempertahankan hidupnya.
Kebutuhan pangan akan meningkat pula seiring bertambahnya jumlah penduduk,
hal ini sesuai informasi menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP 2011) yang
menyatakan bahwa setiap tahun jumlah penduduk selalu bertambah, sementara
luasan lahan pertanian semakin berkurang akibatnya produksi beras lambat laun
tidak akan mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat. Studi yang membahas
mengenai pengetahuan dan sikap telah banyak dilakukan di berbagai penelitian
baik dalam bentuk barang maupun jasa termasuk beras, khususnya untuk produk
beras merah. Setelah kedua variabel tersebut diamati, maka dapat diprediksikan
minat konsumsi konsumen mengenai produk beras merah tersebut dan
bagaimana hubungan antara keduanya.
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia yang
memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Konsumsi beras juga mempunyai
pengaruh besar pada kesehatan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat harus
dapat berperilaku bijak dalam memilih jenis beras. Beras merah memiliki
pengaruh yang baik bagi kesehatan karena memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan beras putih, sedangkan masyarakat belum memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai beras merah yang mengakibatkan
masyarakat tetap hanya akan memilih beras putih. Hal ini kemudian
menyebabkan minat konsumsi beras merah pada masyarakat yang sangat
rendah.
Beras juga merupakan komoditi yang sangat penting di Indonesia, karena
sebagian besar penduduk Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan
pokok sehari-hari. Untuk mengantisipasi tingginya konsumsi beras masyarakat
Indonesia, sejak dulu pemerintah telah mencanangkan berbagai program
diversifikasi pangan. Komoditi beras bagi masyarakat Indonesia bukan saja
merupakan bahan pangan pokok, tetapi sudah merupakan komiditi sosial. Suplai
beras harus tetap terjamin karena jika tidak maka akan menyebabkan keresahan
sosial. Sejak tahun 1995 hingga tahun 1998 Indonesia menjadi pengimpor beras
2
terbesar di dunia, yaitu sebesar 7,1 juta ton atau sekitar 50 persen dari beras
yang diperdagangkan di pasar internasional.
Pemerintah terus berupaya menurunkan tingkat konsumsi beras bagi
masyarakat diberbagai daerah di Indonesia. Salah satu upaya tersebut melalui
Gerakan Diversifikasi Pangan Non Beras Berbasis sumber daya lokal karena
keanekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam ketahanan
pangan. Masyarakat bergantung hanya pada satu macam produk pangan saja
yaitu beras, sehingga berdampak besar kepada penguatan ketahanan pangan di
Indonesia. Melalui Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) berbasis sumber daya lokal,
pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan beras melalui program
diversifikasi pangan.
Usaha penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras
nasional sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berorientasi pada keuntungan milik
swasta. Produksi beras dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dihadapkan
pada berbagai kendala. Kendala yang terkait dengan beras biasanya bersifat
alami seperti musim panen padi. Keterbatasan kapasitas pengering (dryer) dan
mesin giling (hulier), keterbatasan modal dari perusahaan serta berbagai kendala
lainnya yang akan mempengaruhi pasokan gabah dari petani baik dari segi
jumlah maupun harga. Kendala program diversifikasi pangan adalah perubahan
pola pikir masyarakat Indonesia. Kebiasaan masyarakat Indonesia merasa belum
makan jika belum makan nasi.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berjalannya era globalisasi
yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan
informasi menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi
masyarakat. Pola pergerakan tersebut akan mempengaruhi kebiasaan
seseorang dalam mengonsumsi makanan menuju ke arah yang lebih baik dan
praktis dan menginginkan nilai lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan fisiologis
saja.
Berkaitan dengan produksi beras, hingga saat ini masyarakat
menggolongkan beras menjadi tiga golongan yaitu beras putih (dipisahkan lagi
menjadi pulen dan pera), beras ketan, dan beras merah. Beras merah adalah
jenis beras alamiah yang baik dengan kandungan yang lebih baik dibandingkan
beras putih. Di dalam kulit ari beras merah terdapat kandungan vitamin, zat besi
3
dan unsur-unsur lain yang amat dibutuhkan bagi kesehatan tubuh. Di dalam kulit
ari beras merah tersebut juga kaya serat dan minyak alami. Serat tak hanya
mengenyangkan, namun juga mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan.
Masyarakat Indonesia beranggapan beras merah cocok dikonsumsi untuk
bayi. Hal ini dapat dilihat dari banyak makanan instan untuk bayi yang terbuat
dari beras merah. Sebaliknya, masyarakat tidak menyadari manfaat dari beras
merah didukung ketersediaan beras yang banyak dijumpai di rumah ataupun di
restoran berupa beras putih.
Kandungan gizi beras merah jauh lebih baik dibandingkan beras putih.
Beras merah mengandung sekitar 3,5 gram serat, sementara beras putih kurang
dari 1 gram serat. Konsumsi beras juga mempunyai pengaruh pada kesehatan,
antara lain dapat meningkatkan perkembangan otak dan menurunkan kolesterol
darah, dan dapat menurunkan salah satu faktor risiko penyakit jantung, jika
dilihat dari segi kandungan vitamin dan mineral, beras merah pun
lebih unggul dibandingkan beras putih. Kandungan vitamin dan mineral beras
merah 2-3 kali beras putih. Beras merah mengandung tiamin (vitamin BI) yang
diperlukan untuk mencegah beri-beri pada bayi. Kandungan zat besinya juga
lebih tinggi, dapat membantu bayi usia 6 bulan ke atas yang kekurangan asupan
zat besi dari ASI dan sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan tubuh, vitamin dan
mineral-mineral penting lainnya.
Pengetahuan tentang beras merah yang baik akan mempengaruhi
pembentukan sikap dan minat konsumsi untuk beras merah, oleh karena itu
masyarakat harus dapat berperilaku bijak dalam memilih jenis beras yang akan
dikonsumsi, sehingga dibutuhkan penelitian mengenai analisis pengetahuan,
sikap dan pengaruhnya terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi
beras merah (Oryza nivara) menggunakan pendekatan Theory of Planned
Behaviour.
4
Perumusan Masalah
Kehidupan masyarakat Indonesia yang semakin modern telah membawa
masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi beras yang menawarkan kualitas baik
dan mudah dikonsumsi dibandingkan dengan beras lain yang biasa-biasa saja
dan sering ditemukan di berbagai tempat penjualan makanan.
Beras merah merupakan jenis beras yang baik bagi kesehatan, tetapi
masih sedikit sekali masyarakat yang mengetahui tentang kelebihan dari beras
merah tersebut. Banyak masyarakat yang lebih memilih beras murah
dibandingkan harus mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan beras dengan
mutu dan kualitas yang lebih baik. Beras merah saat ini telah menjadi alternatif
pilihan untuk masyarakat karena pilihan ini berdampak baik bagi kesehatan
masyarakat dan mulai terdapat peminatnya walaupun masih sedikit yang
mengetahui mengenai keunggulan beras merah tersebut.
Perilaku konsumsi yang baik sangat bergantung dari pengetahuan dan
sikap konsumen, tetapi intensi dan perilaku konsumsi beras merah masih
rendah, sehingga permasalahan inilah yang akan ditinjau lebih dalam. Terdapat
faktor-faktor lainnya juga yang diduga berpengaruh terhadap pembentukan
intensi dan perilaku konsumsi beras merah, antara lain karakteristik contoh,
pengetahuan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Pengetahuan
mengenai beras merah dari masyarakat sebagai konsumen juga sangat penting
dalam menentukan sikap yang baik untuk mengonsumsi beras merah. Fakor-
faktor inilah yang kemudian akan mempengaruhi dalam pembentukan intensi dan
perilaku konsumsi sesuai dengan keinginan dan minat konsumsi. Untuk itulah
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan intensi dan
perilaku konsumsi beras merah sangat diperlukan. Dari uraian di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik konsumen beras merah?
2. Bagaimana pengetahuan, sikap dan pembentukan intensi konsumen
beras merah?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik konsumen beras merah
dengan pengetahuan dan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku
pada Theory of Planned Behaviour?
4. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku pada Theory of Planned Behaviour?
5
5. Bagaimana hubungan antara sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku
pada Theory of Planned Behaviour dengan pembentukan intensi
konsumsi beras merah?
6. Bagaimana dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan
intensi dan perilaku konsumsi beras merah?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis Pengetahuan, Sikap
dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Intensi dan Perilaku Konsumsi Beras
Merah (Oryza nivara) Menggunakan Pendekatan Theory Of Planned Behaviour.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga contoh beras merah.
2. Menganalisis hubungan karakteristik contoh beras merah dengan
pengetahuan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku.
3. Menganalisis hubungan pengetahuan contoh dengan sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku.
4. Menganalisis hubungan sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku
dengan pembentukan intensi konsumsi beras merah.
5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan
intensi dan perilaku konsumsi beras merah.
6
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak,
diantaranya :
1. Peneliti/Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti agar dapat
menambah dan mengaplikasikan wawasan pengetahuan mengenai
perilaku konsumsi, serta bagi pengembangan dan aplikasi ilmu yang telah
diperoleh selama berada di bangku kuliah.
2. Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi, bahan
rujukan, tambahan informasi, dan masukan di bidang ilmu konsumen
khususnya tentang sikap.
3. Konsumen
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada konsumen
mengenai pengetahuan, sikap, dan pengaruhnya terhadap pembentukan
intensi dan perilaku konsumsi beras merah sehingga masyarakat sebagai
konsumen dapat menentukan pilihan yang tepat dalam menentukan
beras yang akan dikonsumsi dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi intensi dan perilaku konsumsi tersebut.
4. Petani Beras Merah
Penelitian ini dapat memberikan informasi guna mendukung ketersediaan
beras merah di pasar, dengan ketersediaan dan didukung peningkatan
kualitas mutu, rasa, terutama harga agar tidak merugikan pihak
konsumen sebagai pengguna produk, sehingga dapat meningkatkan
penjualan beras merah di kalangan masyarakat.
5. Pemerintah serta Pembuat Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada pemerintah dan pengambil kebijakan lain dalam merumuskan
kebijakan mengenai social marketing yang terkait dengan beras merah
yang memiliki manfaat untuk kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan penjualan beras merah.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)
Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi
yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Salah satu
karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya.
Maksudnya, satu stimulus dapat menumbuhkan lebih dari satu respon yang
berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu
respon yang sama.
Icek Ajzen dan Martin Fishbein mengemukakan Teori Tindakan Beralasan
(Theory of Reasoned Action) yang dikenal dengan singkatan TRA (Ajzen and
Fisbein, 1975 dalam Brehm dan Kassin, 1990 : Ajzen, 1988) yang mengatakan
bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan
yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal: Pertama,
perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik
terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga
oleh norma-norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai
apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ketiga, sikap terhadap suatu
perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat
berperilaku tertentu. Gambar 1 dapat memperjelas pemahaman tentang intensi
yang telah diuraikan di atas.
Gambar 1 Model Theory of Reason Action (TRA)
(Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)
Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzen (1985) dan
dinamai Teori Perilaku Terencana (Theory of planned behavior). Inti teori ini
mencakup 3 hal yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi
dari perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang
diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs),
Sikap
Norma Subjektif
Intensi Perilaku
8
serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi
perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).
Behavioral beliefs menghasilkan sikap suka atau tidak suka berdasarkan
perilaku individu tersebut. Normative beliefs menghasilkan kesadaran akan
tekanan dari lingkungan sosial atau norma subjektif, sedangkan control beliefs
menimbulkan kontrol terhadap perilaku tersebut. Dalam perpaduannya, ketiga
faktor tersebut menghasilkan intensi perilaku (behavior intention). Secara umum,
apabila sikap dan norma subjektif menunjuk ke arah positif serta semakin kuat
kontrol yang dimiliki maka akan lebih besar kemungkinan seseorang akan
cenderung melakukan perilaku tersebut.
Tahapan intervensi tingkah laku berdasarkan Theory of Planned Behavior
(TPB) secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini yang merupakan
hipotesis atau variabel laten. Variabel–variabel tersebut tidak dapat langsung
diperoleh tetapi melalui tanggapan atau respon yang terlihat dan dapat diteliti.
Gambar 2 Tahapan intervensi tingkah laku berdasarkan Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Planned Behavior)
Intensi secara harfiah bermakna niat. Icek Ajzen dan Martin Fishbein
(1975) mendefinisikan intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif
(subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Intensi melibatkan
empat elemen penting yaitu TACT yang merupakan singkatan dari Target,
Action, Context, dan Time. Keempat elemen itu dapat diartikan sebagai objek
target pada perilaku tersebut (Target), perilaku (Action), situasi dimana perilaku
harus ditampilkan (Context) dan kapan perilaku harus ditampilkan (Time).
9
Semakin jelas keempat elemen ini maka semakin kuat intensi memprediksi
perilaku tertentu. Mengukur intensi berarti mengukur kemungkinan seseorang
tentang akan berperilaku tertentu atau tidak (Anwar, et all 2005). Intensi ini
merupakan akumulasi dari tiga faktor, yakni; (1) sikap, (2) norma subjektif, dan
(3) persepsi atas kontrol perilaku.
Melalui Theory of Reasoned Action (TRA), keduanya kemudian
menambahkan faktor subjective norms sebagai faktor tekanan lingkungan yang
ikut andil dalam memunculkan perilaku. Akumulasi dari faktor sikap dan norma
subjektif tersebut disebut Ajzen dan Fishbein sebagai intention.
TRA dinilai memiliki kelemahan. Adanya penekanan pada faktor norma
subjektif dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai pengendali atas
tingkah lakunya sendiri. Oleh karenanya, pada tahun 1985, Icek Ajzen
mengembangkan TRA menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). Dalam TPB
satu lagi faktor ditambahkan sebabai penentu niat seseorang, yakni perceived
behavioral control. Perceived behavioral control menyangkut aspek motivasi
yang terkandung di dalam intensi, melalui intensi akan tergambarkan seberapa
keras individu berusaha dan seberapa besar usahanya untuk menampilkan suatu
tingkah laku. Jadi, di dalam intensi terdapat tiga determinan yang
menentukannya, yakni sikap terhadap objek (attitude toward behavior), norma
subjektif (subjective norms) dan perceived behavioral control. Secara umum, jika
seseorang memiliki sikap positif terhadap suatu objek, mendapatkan dukungan
lingkungan untuk melakukan suatu tindakan tertentu, dan ia merasa bahwa tidak
ada hambatan untuk melaksanakannya, maka intensinya akan kuat. Dengan
demikian, kemungkinan orang tersebut untuk berperilaku sangat tinggi.
Gambar 3 Skema Perilaku Menurut Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Planned Behavior)
Norma
Subjektif
Intensi Perilaku
Sikap
Kontrol
perilaku
10
Sikap
Di tingkat sikap, berbicara mengenai keyakinan yang dipegang
seseorang, yang dengan keyakinannya tersebut ia menilai objek yang dihadapi.
Sementara itu pada tataran norma subjektif, dilihat bagaimana seseorang
mempersepsikan tentang harapan lingkungan padanya dan apakah individu
berkeinginan untuk bertindak sesuai harapan tersebut atau tidak. Adapun di
persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control), dibicarakan mengenai
bagaimana seseorang melihat kesempatannya untuk berperilaku, apakah ada
hambatan atau tidak, apakah mudah atau tidak.
Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan
lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa
tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya
perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak
mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan
mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti
kemungkinan dia berperilakupun rendah.
Sikap merupakan salah satu komponen dalam intensi terhadap perilaku
tertentu. Sikap atau attitude merupakan suatu faktor yang ada dalam diri
seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara konsisten yaitu
suka atau tidak suka pada penilaian terhadap suatu yang diberikan. Salah satu
pemahaman sikap yang juga penting adalah bahwa sikap terdiri dari tiga
komponen yang dikenal dengan trilogi sikap, yaitu sikap terdiri dari afektif,
kognitif dan konatif. Afektif berarti perasaan atau penilaian tertentu seseorang
baik terhadap suatu objek, orang, isu maupun kejadian. Kognitif terdiri dari
pengetahuan, opini, dan kepercayaan terhadap suatu objek. Sedangkan
komponen konatif merupakan bentuk perasaan dan evaluatif (Fishbein & Azjen
1975).
Sikap dalam teori ini memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan
perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan
akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan
individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu hal yang belum
tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat
dari suatu obyek sikap maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap
obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya. Evaluasi adalah penilaian
11
seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi
akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan individu terhadap tiap-tiap
akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu. Apabila menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini dapat bersifat
menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen 1975). Berikut ini adalah
formulasi model sikap dalam TPB.
n
AB = ∑ bi . ei
i=1
Keterangan : AB = sikap terhadap perilaku tertentu
b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan
pada konsekuensi atau hasil
i = hasil (outcome)
e = evaluasi seseorang terhadap hasil
n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku
tertentu
Norma Subjektif
Komponen intensi lainnya dalam intensi terhadap perilaku tertentu adalah
norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap pikiran
pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk
melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan
tersebut. Konsep norma subjektif merupakan representasi dari tuntutan atau
tekanan lingkungan yang dihayati individu dan menunjukkan keyakinan individu
atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu
perbuatan. Orang lain atau figur sosial dalam norma subjektif yang dimaksud
biasanya ialah significant other bagi orang yang bersangkutan (Fishbein dan
Ajzen 1975). Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya
orang tua, teman dekat, suami atau istri, rekan kerja (Wijaya 2007).
Norma subjektif dibentuk oleh dua aspek, yakni keyakinan normatif dan
motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan. Keyakinan normatif merupakan
pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan
individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu. Sementara
itu, motivasi untuk memenuhi tuntunan lingkungan merupakan kesediaan individu
untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain
yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus menampilkan
12
perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen 1975). Rumusan norma subjektif pada intensi
perilaku tertentu dirumuskan sebagai berikut.
n
SN = ∑ bi . mi
i=1
Keterangan : SN = norma subjektif
bi = kepercayaan normatif
mi = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i
Kontrol Perilaku
Komponen ketiga dalam intensi adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku
ini merupakan suatu acuan adanya kesulitan atau kemudahan yang ditemui
seseorang dalam berperilaku tertentu. Kontrol perilaku berperan dalam Theory of
Planned Behavior dalam dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung
berdasarkan kontrol-kontrol yang ada pada diri seseorang. Kontrol perilaku
berperan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yaitu melalui intensi
terhadap perilaku. Selain itu, kontrol perilaku juga bisa secara langsung
mempengaruhi perilaku tersebut (Ajzen 1988). Variabel ini kemudian dirumuskan
sebagai berikut.
PBC = ∑ Ci . Pi
Keterangan : PBC = kontrol perilaku
Ci = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa
ia bisa berbuat sesuatu)
Pi = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya
hambatan atau dukungan untuk melakukan suatu perbuatan)
Intensi dan Intensi Konsumsi Beras Merah
Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya
terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat
intensi untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Intensi secara
harfiah bermakna niat. Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan intensi atau
niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk
berperilaku tertentu. Intensi merupakan dimensi probabilitas lokasi subjektif
seseorang yang menghubungkan antara dirinya dengan suatu tindakan tertentu.
Dengan kata lain, intensi merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif
13
seseorang yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu. Intensi
dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan
perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang
khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu
perilaku (Fishbein & Ajzen 1975). Menurut Ajzen (1988) pembentukan intensi
pada diri seseorang terikat dalam suatu perilaku tertentu. Intensi terbentuk dalam
rangka memenuhi faktor-faktor kebutuhan yang memiliki dampak pada perilaku.
Intensi juga menandakan bagaimana upaya seseorang bertekad untuk mencoba
dan berencana untuk menampilkan perilaku tertentu.
Santoso (1995) beranggapan bahwa intensi adalah hal-hal yang
diasumsikan dapat menjelaskan faktor-faktor motivasi serta berdampak kuat
pada tingkah laku. Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha
dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat
dilakukan. Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan
lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa
tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya
perilaku tinggi. Dengan kata lain, niatnya besar. Bila sikap negatif, individu tidak
mau menentang harapan lingkungan padanya, dan individu merasa tidak akan
mampu melakukan suatu perbuatan, maka niat menjadi lemah, yang ini berarti
kemungkinan dia berperilakupun rendah (Wijaya 2007).
Penelitian untuk melihat aspek intensi konsumsi beras merah seseorang
telah mendapat perhatian cukup besar dari para peneliti. Intensi konsumsi dapat
diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pembentukan suatu usaha (Katz & Gartner 1988). Seseorang
dengan intensi untuk memulai konsumsi akan memiliki kesiapan dan kemajuan
yang lebih baik dalam konsumsi yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa
intensi untuk memulai konsumsi. Intensi konsumsi beras merah adalah prediksi
yang reliabel untuk mengukur perilaku konsumsi beras merah dan aktivitas
konsumsi beras merah (Krueger et al. 2000).
Pengetahuan Konsumen
Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen
mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang
terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan
dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai
14
informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total
yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan
konsumen.
Seperti diilustrasikan oleh Avon yang mempengaruhi pengetahuan
konsumen adalah sasaran yang kerap dari banyak kegiatan pemasaran. Tujuan
utama dari pengetahuan konsumen adalah untuk pemberian informasi yang
memadai untuk pembuatan pilihan berdasarkan informasi tersebut. Pengetahuan
adalah faktor penentu utama dari perilaku konsumen. Apa yang konsumen beli,
di mana mereka membeli, dan kapan mereka membeli akan bergantung pada
pengetahuan yang relevan dengan keputusan ini. Pengertian tentang
pengetahuan konsumen juga penting bagi para pembuat kebijakan masyarakat.
Konsumen mungkin memiliki pengetahuan yang tidak akurat sebagai akibat dari
iklan yang menipu atau menyesatkan.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1979) pengetahuan adalah hal-hal yang mengenai sesuatu:
segala apa yang diketahui, kepandaian. Sedangkan menurut Mundiri (2001)
dalam Rahman (2003) pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yaitu
tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan
terhadapnya.
1. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena
itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
15
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan
penilaian terhadap satu materi atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007)
belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan
tanggapan-tanggapan dengan cara mengulang-ulang. Tanggapan-
tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau
rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus
maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar.
2. Faktor yang berpengaruh dalam tingkat pengetahuan seseorang menurut
Nasution (1999) dalam Notoatmodjo (2003) antara lain :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah menerima
informasi.
b. Informasi
Masyarakat yang mempunyai banyak sumber informasi dapat
memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut.
Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah,
koran, berita televisi dan salah satunya juga dapat diperoleh melalui
penyuluhan.
16
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai
dengan budaya dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan
pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa semakin
bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman
seseorang akan jauh lebih luas.
e. Sosial Ekonomi
Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misalnya
sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat
sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk
mendapatkan informasi.
f. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian.
Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui,
dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden.
Pengetahuan merupakan suatu usaha yang mendasari seseorang
berpikir secara ilmiah, sedang tingkatannya tergantung pada ilmu pengetahuan
atau dasar pendidikan orang tersebut (Nursalam dan Pariani, 2001).
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab
pertanyaan “what” yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar dipengaruhi oleh
mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2005). Berbagai definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang
dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta
pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi
yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen (Sumarwan 2004).
17
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel,
Blackwell, & Miniard 1994). Hawkins, Best, dan Coney (2001) mendefinisikan
perilaku konsumen sebagai studi terkait individu, kelompok, atau organisasi dan
proses yang digunakan mereka dalam menyeleksi, menggunakan, dan
menempatkan produk, jasa, pengalaman, atau ide menjadi alat pemuas
kebutuhan dan dampaknya bagi konsumen dan masyarakat.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1983), perilaku konsumen adalah perilaku
yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi, dan membuang sisa-sisa produk, jasa, dan ide, dimana mereka
mengharapkan kebutuhannya terpenuhi melalui perilaku tersebut. Lebih lanjut
oleh Solomon (2002).
Studi mengenai perilaku konsumen tidak hanya berfokus kepada apa yang
dibeli oleh kosumen, tetapi juga alasan mereka membeli, kapan, dimana,
bgaimana mereka membelinya, dan sesering apa mereka melakukan pembelian
(Schiffman dan Kanuk 1983). Penelitian mengenai perilaku konsumen dapat
dilakukan dalam setiap fase proses konsumsi (sebelum pembelian, ketika
membeli, dan setelah pembelian). Terdapat dua tipe konsumen, yaitu:
1. Konsumen pribadi. Membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, atau
untuk penggunaan di dalam rumah tangga.
2. Konsumen organisasi. Membeli barang dan jasa untuk menjalankan
organisasinya.
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan
tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan evaluasi.
Minat Konsumsi
Minat konsumsi merupakan kecenderungan konsumen untuk
mengkonsumsi suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan
dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen
melakukan pembelian (Assael, 2001).
18
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002) menyatakan
bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang
memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk
berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah,
maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan.
Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut
berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau
tidak. Pengetahuan dan sikap konsumen yang telah terbentuk erat kaitannya
dengan pembentukan intensi dan perilaku konsumsi. Menurut Shet (1999)
seperti yang dikutip oleh Hairani (2000), minat merupakan prediksi yang meliputi
kapan, dimana dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek atau
produk dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Beras Merah
Beras merah adalah beras yang berwarna merah karena kulit ari pada
beras merah tidak banyak hilang dan mengandung zat-zat gizi penting. Manfaat
kesehatan dari beras merah adalah sebagai sumber serat yang berguna bagi
orang-orang yang khawatir akan resiko kanker usus, yang mana dapat
meminimalisir lamanya zat-zat penyebab kanker kontak dengan sel-sel usus,
selain itu juga menjadi sumber selenium, mineral yang justru mereduksi resiko
kanker usus. Suatu studi di Universitas Negara Bagian Lousiana, AS,
menyatakan bahwa beras merah mengandung serat yang berfungsi untuk
menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL), menghambat aterosklerosis, dan juga
berperan dalam mengkontrol tingkat kadar gula darah dalam tubuh, sehingga
juga menjadi pilihan terbaik bagi penderita diabetes. Menurut Riset Dr. Rui Hai
Liu dari Universitas Cornell, mengatakan bahwa beras merah mengandung
fenolik, salah satu zat antioksidan yang mampu menghambat radikal bebas
pemicu kanker.
Selain itu beras merah mengandung magnesium yang mampu
menurunkan keakutan asma, menurunkan tekanan darah tinggi, menurunkan
frekuensi migran, dan menurunkan resiko serangan jantung serta stroke.
Magnesium membantu mengatur irama saraf dan otot dengan menyeimbangkan
aksi kalsium. Magnesium juga berguna untuk kesehatan tulang. Sekitar dua per
tiga magnesium di dalam tubuh manusia ditemukan dalam tulang. Secangkir
19
beras merah akan memberi anda 21% keperluan sehari-hari akan magnesium.
Banyak pakar menyebutkan, beras merah merupakan salah satu pakan paling
menyehatkan di dunia.
Kandungan gizi beras merah jauh lebih baik dibandingkan beras putih.
Beras merah mengandung sekitar 3,5 gram serat, sementara beras putih kurang
dari 1 gram serat. Banyak pula manfaat dari mengonsumsi beras merah, yakni
dapat meningkatkan perkembangan otak dan menurunkan kolesterol darah, dan
dapat menurunkan salah satu faktor risiko penyakit jantung. Jika dilihat dari segi
kandungan vitamin dan mineral, beras merah pun lebih unggul dibandingkan
beras putih. Kandungan vitamin dan mineral beras merah 2-3 kali beras putih.
Beras merah mengandung tiamin (vitamin BI) yang diperlukan untuk mencegah
beri-beri pada bayi. Kandungan zat besinya juga lebih tinggi, dapat membantu
bayi usia 6 bulan ke atas yang kekurangan asupan zat besi dari ASI dan sudah
tidak lagi mencukupi kebutuhan tubuh, vitamin dan mineral-mineral penting
lainnya.
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sikap, preferensi, dan niat beli konsumsi sebelumnya
telah dilakukan oleh Anindita (2010). Penelitian ini dilakukan untuk meneliti
Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat
Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk Makanan Ringan. Dari
penelitian yang dilakukan Anindita (2010) ini dapat dilihat hubungan antara sikap
dan niat beli konsumen yang dapat menguatkan penelitian ini.
Tabel 1 Ringkasan Penelitian Anindita (2010)
Judul Penelitian Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk Makanan Ringan
Peneliti Anindita (2010)
Tujuan Penelitian Untuk mngetahui pengaruh paparan iklan dan uji konsumen terhadap sikap, preferensi dan niat beli anak pada produk makanan ringan.
Hasil Penelitian Secara keseluruhan sikap yang terbentuk pada diri contoh terhadap Richeese delis adalah positif. Tidak terdapat perbedaan sikap yang nyata terhadap Richeese delis antara kelompok contoh laki-laki dan contoh perempuan. Berdasarkan hasil pengukuran model multiatribut Fishbein dari kelima atribut produk Richeese delis yang dievaluasi, atribut rasa merupakan atribut penting yang menjadi bahan perimbangan dalam memilih produk Richeese delis bagi seluruh contoh. Hasil uji hubungan yang dilakukan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
20
Tabel 1 Ringkasan Penelitian Anindita (2010) (lanjutan)
signifikan antara sikap dan niat beli (p<0.05), dimana sikap contoh akan mempengaruhi perilaku atau tindakan contoh terhadap produk tersebut, salah satunya adalah keputusan untuk membeli. Secara nyata faktor sikap mempengaruhi niat beli (p<0.01). Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap yang terbentuk pada diri contoh akan mempengaruhi contoh dalam melakukan perilaku pembelian terhadap Richeese delis..
Konsep yang Dirujuk Untuk Penelitian Ini
Sikap yang terbentuk pada diri contoh akan mempengaruhi contoh dalam melakukan perilaku pembelian terhadap Richeese delis. Niat beli yang tercipta pada diri contoh merupakan hasil penelitian contoh terhadap atribut atau karakteristik yang terdapat pada produk Richeese delis.
Model Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang. Contoh diminta untuk menjawab sepuluh item pernyataan, berupa pilihan sangat setuju, kurang setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan kesukaan atau ketidaksukaan contoh secara umum terhadap Richeese delis.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku membeli sebelumnya telah dilakukan oleh Puspa Widya Utami (2009).
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku membeli buku bajakan pada mahasiswa IPB. Dari
penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku yang sesuai dan dapat digunakan untuk menguatkan
penelitian ini.
Tabel 2 Ringkasan Penelitian Puspa Widya Utami (2009)
Judul Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Dan Perilaku Membeli Buku Bajakan Pada Mahasiswa IPB
Peneliti Puspa Widya Utami (2009)
Tujuan Penelitian Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku membeli buku bajakan pada mahasiswa IPB.
Hasil Penelitian Diduga contoh memiliki tingkat kecenderungan resisten yang mudah berubah ke arah sikap positif atau negatif, dimana perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh keyakinan sikap, konsistensi sikap, pengetahuan, perasaan, dan situasi. Kemudian hasil penelitian pun menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap buku bajakan, antara lain usia, jumlah sumber informasi, pengetahuan, dan control believe.
Konsep yang Dirujuk Untuk Penelitian Ini
Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Terlihat bahwa terdapat inkonsistensi antara sikap dan perilaku, yakni sikap contoh yang cenderung netral. Sehingga faktor situasi akan menyebabkan inkonsistensi sikap.
Model Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan contoh berjumlah 115 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (80,5%) memiliki sikap netral terhadap buku bajakan.
21
Penelitian mengenai Tingkat Pengetahuan, Persepsi, dan Preferensi
Konsumen Serta Perilaku Penggunaan Gas Alam di Kota Bogor sebelumnya
telah dilakukan oleh Arina Hayati (2010). Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis tingkat pengetahuan, persepsi, dan preferensi konsumen serta
perilaku penggunaan gas alam di Kelurahan Tegal Gundil Kota Bogor. Dari
penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan,
persepsi, dan preferensi konsumen terhadap perilaku konsumsi yang sesuai dan
dapat digunakan untuk menguatkan penelitian ini.
Tabel 3 Ringkasan Penelitian Arina Hayati (2010)
Judul Penelitian Tingkat Pengetahuan, Persepsi, dan Preferensi Konsumen Serta Perilaku Penggunaan Gas Alam di Kota Bogor
Peneliti Arina Hayati (2010)
Tujuan Penelitian Menganalisis tingkat pengetahuan, persepsi, dan preferensi konsumen serta perilaku penggunaan gas alam di Kelurahan Tegal Gundil Kota Bogor.
Hasil Penelitian Dari seluruh contoh yang menggunakan gas alam sebagai bahan bakar rumahtangga, ternyata masih terdapat 5,0 persen contoh yang tetap menggunakan LPG sebagai bahan bakar selain gas alam. Terdapat 78,3 persen contoh yang berpengetahuan dan berpersepsi baik. Rata-rata contoh telah menggunakan gas alam 11,9 tahun dengan rata-rata pemakaian 23,5 meter kubik dan pengeluaran untuk gas alam Rp 63.850 tiap bulannya.
Konsep yang Dirujuk Untuk Penelitian Ini
Lama pendidikan dan pendapatan memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan pengetahuan dan persepsi contoh. Pengetahuan berkorelasi nyata positif dengan persepsi contoh. Pekerjaan suami dan jumlah anggota keluarga berpengaruh pada pengeluaran gas alam contoh.
Model Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang. Dari ketiga RW dipilih 20 metode acak sistematis berdasarkan posisi rumah. Penarikan contoh dgn sample frame kemudian ditentukan interval kelas.
Penelitian mengenai Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap
Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan
Theory of Planned Behavior sebelumnya telah dilakukan oleh Elis Trisnawati
(2011). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh pendidikan
kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB). Dari penelitian ini
dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh antara pendidikan terhadap intensi yang
sesuai dan dapat digunakan untuk menguatkan penelitian ini.
22
Tabel 4 Theory of Planned Behaviour
Judul Penelitian Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Pendekatan Theory of Planned Behavior
Peneliti Elis Trisnawati (2011)
Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB).
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap intensi berwirausaha mahasiswa IPB. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan sikap terhadap berwirausaha. Upaya yang bisa dilakukan IPB adalah menciptakan lingkungan yang mendukung mahasiswa untuk berwirausaha dengan mempermudah akses terhadap modal usaha, memperbanyak kegiatan seminar, dan pelatihan kewirausahaan sehingga menumbuhkan sikap yang positif terhadap berwirausaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan intensi berwirausaha mahasiswa IPB.
Konsep yang Dirujuk Untuk Penelitian Ini
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa sebesar 15,5 persen intensi berwirausaha dapat dijelaskan oleh variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku. Selain itu, intensi berwirausaha juga dapat dijelaskan oleh variabel pekerjaan ayah, pendidikan kewirausahaan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku dengan besarnya nilai koefisien determinasi (R
2) sebesar 16,6 persen.
Kedua persamaan regresi menunjukkan bahwa hanya variabel sikap (p<0,01) yang berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha.
Model Penelitian Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah teknik probability sampling berupa proportional random sampling untuk masing-masing kelompok. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 100 orang dengan menggunakan rumus Slovin. Cara pemilihan contoh dibagi menjadi dua yaitu 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara formal (24 contoh mengikuti Mata Kuliah Kewirausahaan, 10 Resiko Bisnis, serta 16 Negosiasi dan Advokasi Bisnis) dan 50 orang yang mengikuti pendidikan kewirausahaan secara nonformal (29 contoh mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), 19 contoh Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM), dan 2 contoh Unit Kegiatan Mahasiswa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM Century). Pengelompokan data pendidikan kewirausahaan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok pendidikan kewirausahaan formal, nonformal, serta kombinasi formal dan nonformal.
23
KERANGKA PEMIKIRAN
Beras merupakan komoditi yang sangat penting di Indonesia, karena
sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan
pokok sehari-hari dan beras merupakan bahan dasar pangan di kalangan
masyarakat Indonesia. Saat ini individu sebagai konsumen dikatakan sangat
bergantung pada beras, sehingga timbul masalah di Indonesia yaitu hingga saat
ini belum dapat terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan beras diakibatkan
karena laju pertumbuhan penduduk yang pesat.
Masyarakat sebagai konsumen memilih beras sebagai bahan pangan
dasar untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Di sisi lain contoh harus memiliki
pengetahuan mengenai beras yang baik untuk dikonsumsi, selain itu sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku juga harus diperhatikan dalam menentukan
perilaku konsumsi makanan.
Proses tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu dan karakteristik
lingkungan. Karakteristik yang melekat pada diri konsumen, diantaranya usia,
jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, dan pendapatan, jenis pekerjaan,
dan alasan mengonsumsi sedangkan karakteristik keluarga adalah hubungan
pertemanan, keluarga, dan status sosial.
Setiap individu tentu dapat mengidentifikasi kebutuhannya masing-
masing. Terjadinya ketidakselarasan antara suatu kebutuhan dan keinginan yang
seharusnya terjadi menjadikan masalah bagi individu tersebut, sehingga individu
mencari jalan keluar atau alternatif untuk dapat memilih beras yang memiliki lebih
banyak keunggulan dibandingkan beras yang lainnya.
Pengetahuan konsumen mengenai beras merah dianggap penting karena
akan mempengaruhi perilaku konsumsi contoh dalam mengonsumsi beras merah
dan untuk mendapatkan perilaku konsumsi yang baik dibutuhkan suatu proses
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan didukung dengan sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku, lalu ketiga variabel tersebut akan membentuk
suatu intensi atau niat untuk berperilaku.
Pemilihan konsumen untuk mengonsumsi beras merah pada dasarnya
dapat dijadikan alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada
tubuh. Penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi intensi
dan perilaku konsumsi akan beras merah dilakukan dengan alasan untuk
mendapatkan suatu perilaku konsumsi yang baik diperlukan proses pengambilan
keputusan yang panjang didukung dengan pengetahuan, sikap, norma subjektif,
24
kontrol perilaku, dan intensi yang baik pula, selain itu status gizi dalam
masyarakat pun dapat terkendalikan dengan baik, karena konsumen telah
mengetahui kelebihan beras merah sebagai pangan beras yang tidak hanya
menyehatkan tetapi juga merupakan bahan pangan pokok di kalangan
masyarakat.
Keterangan: Hubungan Antar Variabel yang Diteliti Variabel yang Diteliti Hubungan Antar Variabel yang tidak Diteliti Variabel yang tidak Diteliti
Gambar 4 Kerangka pemikiran analisis pengetahuan, sikap, dan pengaruhnya terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah (Oryza
nivara) diadaptasi dari Theory of Planned Behavior Ajzen (1988)
KARAKTERISTIK
INDIVIDU
Usia
Jenis Kelamin
Status Pernikahan
Pendidikan
Pendapatan perbulan
Jenis Perkerjaan
Intensi Konsumsi
Beras Merah
Sikap terhadap
Perilaku (attitude Toward the Behavior)
PENGETAHUAN
Norma Subyektif (Subjective Norms)
Kontrol Perilaku yang Dapat
Diterima (Perceived Behavioral Control)
KARAKTERISTIK
LINGKUNGAN
Hubungan pertemanan
Keluarga
Status Sosial
Perilaku
Konsumsi Beras
Merah
25
METODOLOGI PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain crossectional study karena penelitian
ini dilakukan tidak secara berkepanjangan hanya pada satu waktu tertentu.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Lokasi yang dipilih adalah
di wilayah Bogor, tempat di mana terdapat orang-orang yang mengonsumsi
beras merah di Bogor. Lokasi ini dipilih dengan alasan Bogor berbatasan dengan
Jakarta sebagai Ibukota sehingga diharapkan masyarakat sudah terbuka dalam
menerima informasi baru dan terdapat orang yang mengonsumsi beras merah
sehingga merupakan tempat yang potensial bagi peneliti untuk mendapatkan
data lebih mudah. Waktu penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data,
pengolahan, dan analisis data serta penulisan laporan dilaksanakan dalam
jangka waktu tiga bulan, terhitung mulai bulan Oktober sampai Desember 2011.
Cara Pemilihan Contoh
Teknik yang digunakan dalam pengambilan contoh adalah teknik non
probability sampling dengan menggunakan metode snowball sampling, dimana
setiap anggota populasi pengguna atau pemakai tempat kebugaran (gym), toko
beras, dan perorangan tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi contoh.
Contoh yang dipilih adalah pengguna tempat kebugaran (gym), toko
beras dan perorangan dengan pertimbangan bahwa contoh memiliki tujuan yang
sama yaitu memperoleh kesehatan yang baik, baik dengan tujuan diet ataupun
pembentukan tubuh, menghindari atau mencegah penyakit dan menjaga
stamina, serta memiliki kemampuan untuk membeli beras merah. Contoh yang
diambil untuk dijadikan responden dipilih dari pengguna tempat kebugaran (gym)
lima terbesar di Kota Bogor, toko beras dan perorangan dilihat dari jumlah
anggota terbanyak yang bersedia di wawancara. Contoh dalam penelitian ini
telah lulus tahap screening terlebih dahulu, yaitu pengguna tempat kebugaran
(gym), toko beras dan perorangan yang minimal telah mengonsumsi beras
merah dengan tujuan konsumen masih mengingat hal-hal yang berkaitan dengan
beras merah sehingga dapat diperoleh data yang tepat dan sesuai harapan.
Jumlah contoh yang diambil adalah sebanyak 130 orang. Hal ini sesuai
pernyataan menurut Gay dalam Umar (2005) bahwa metode deskripsi
korelasional membutuhkan 30 subjek untuk contohnya. Penambahan 100 contoh
26
dimaksudkan dengan adanya asumsi bahwa semakin banyak jumlah contoh
akan memperoleh data yang semakin baik dan secara empiris jumlah tersebut
memiliki distribusi peluang rata-rata akan mengikuti distribusi normal dan contoh
tersebut sudah cukup besar (Silvia 2010).
Contoh yang dipilih pertama-tama didapatkan diperoleh dari tempat
kebugaran yang kemudian berlanjut ke anggota-anggota lainnya dari
rekomendasi contoh pertama, kemudian disarankan oleh contoh di tempat
kebugaran untuk mendapatkan contoh selanjutnya dari toko beras sumber
makmur, dan kemudian didapatkan juga salah satu contoh yang merupakan
mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang membeli beras merah di toko beras
tersebut yang berlanjut ke teman-teman mahasiswa yang mengonsumsi beras
merah.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data
yang langsung diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, wawancara
langsung dengan contoh, dan mengisi kuesioner yang terdiri dari pertanyaan
terbuka, tertutup, dan kombinasi keduanya. Sedangkan data sekuder didapat
dari berbagai sumber terkait, seperti data anggota tempat kebugaran (gym), toko
beras, buku, jurnal penelitiaan, studi penelitian terdahulu, internet, dan literatur-
literatur lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. Data sekunder
digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga permasalahan yang diteliti
dapat dipahami secara mendalam.
Data primer dalam penelitian ini meliputi data karakteristik contoh (jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan
perbulan, dan pengeluaran setiap bulan); karakteristik keluarga (hubungan
pertemanan, keluarga, demografi, dan status sosial); pertanyaan mengenai
pengetahuan produk (tingkat pengetahuan beras merah, pengetahuan mengenai
gizi yang terkandung pada beras merah, dampak kesehatan yang didapatkan
setelah pengonsumsian beras merah, dan pengetahuan manfaat beras merah
untuk terhindar dari beberapa penyakit); pertanyaan mengenai sikap (sikap
konsumsi beras merah terdiri dari kepercayaan dan evaluasi, norma subjektif,
kontrol perilaku yang dirasakan, terdiri dari control belief strength dan control
belief power, serta intensi konsumsi beras merah).
27
Tabel 5 Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian
No Variabel Skala pada Kuesioner
Kategori
1 Jenis kelamin Nominal 1. Laki- laki 2. Perempuan
2 Usia Rasio Berdasarkan Hurlock (1980) 1. Dewasa awal (20-30 tahun) 2. Dewasa madya (31-40 tahun) 3. Dewasa akhir (>40tahun)
3 Status Pernikahan Nominal 1. Belum Menikah 2. Menikah 3. Janda/Duda
4 Tingkat pendidikan Rasio 1. SD/sederajat 2. SMP/sederajat 3. SMA/sederajat 4. Diploma/sederajat 5. S1/sederajat 6. Pascasarjana (S2/S3)
5 Pekerjaan Nominal 1. Belum bekerja 2. Ibu rumah tangga 3. PNS 4. Pegawai Swasta 5. Wiraswasta 6. Pensiunan 7.Lainnya (Mahasiswa)
6 Besar keluarga Rasio 1. Kecil (≤ 4 org) 2. Sedang (5-6 org) 3. Besar (≥ 7 org)
7 Pendapatan keluarga Rasio Skala SES Nielsen (2010): 1. SES A 2. SES B 3. SES C1 4. SES C2 5. SES D 6. SES E
8 Pengetahuan Ordinal Kurang (< 60%) Sedang (60%–80%) Baik (>80%)
9 Sikap (skor) Ordinal Rendah (31–70,7) Sedang (70,8–110,4) Tinggi (110,5–150)
10 Norma subjektif Ordinal Rendah (2–18) Sedang (19–34) Tinggi (35-50)
11 Kontrol perilaku Ordinal Rendah (15-51,7) Sedang (51,8-88,4) Tinggi (88,5-125)
12 Intensi konsumsi beras merah
Ordinal Rendah (3–7) Sedang (8–11) Tinggi (12-15)
28
Pengolahan dan Analisis Data
Instrument yang telah disusun diuji validitas dan realibilitasnya terlebih
dahulu. Uji validitas dilakukan agar instrument mampu menghasilkan data yang
valid. Agar instrumen dapat menjadi alat ukur yang memiliki keterandalan dan
dapat dipercaya maka dilakukan uji realibilitas. Jika hasil pengukuran yang
dilakukan secara berulang menghasilkan hasil yang relatif sama, pengukuran
tersebut dianggap memiliki realibilitas yang baik.
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa instrumen pengukuran
pengetahuan produk beras merah (14 item) dengan nilai validitas untuk
pengetahuan 0,207-0,574, sikap konsumsi beras merah (6 item kepercayaan dan
6 item evaluasi) dengan nilai validitas untuk sikap 0,644-0,809, norma subjektif (4
item) dengan nilai validitas untuk norma subjektif 0,946-0,947, kontrol perilaku
yang dirasakan (Control Belief Strength 5 item dan Control Belief Power 5 item)
dengan nilai validitas untuk kontrol perilaku 0,781-0,852, intensi konsumsi beras
merah (3 item) dengan nilai validitas untuk intensi konsumsi 0,909-0,923.
Instrumen telah memenuhi kriteria untuk dinyatakan valid, dengan nilai koefisien
korelasi berkisar antara 0,207 hingga 0,947. Instrumen juga telah memenuhi
syarat untuk dikataan reliabel dengan nilai Cronbach’s α lebih dari 0,60, yakni
0,723.
Data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui proses editing, coding,
scoring, entry, cleaning, dan analisis data. Untuk menganalisis data dalam
penelitian ini digunakan analisis deskriptif dan inferensia. Analisis data inferensia
yang digunakan dalam penelitian ini mencakup uji korelasi pearson dan uji
regresi linear berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan
karakteristik contoh (Jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir,
pekerjaan, pendapatan perbulan, dan pengeluaran setiap bulan), pengetahuan
produk (Tingkat pengetahuan beras merah, pengetahuan mengenai gizi yang
terkandung pada beras merah, dampak kesehatan yang didapatkan setelah
pengonsumsian beras merah, dan pengetahuan manfaat beras merah untuk
terhindar dari beberapa penyakit), sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan
intensi mengkonsumsi beras merah. Analisis data secara statistik menggunakan
program software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows, sedangkan
analisis data secara deskriptif dilakukan dengan mentabulasi data yang
diperoleh. Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan
secara analisis deskriptif dan statistik adalah sebagai berikut :
29
1. Analisis Statistik
Analisis statistik digunakan untuk menganalisis pengetahuan, sikap, dan
pengaruhnya terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah
(Oryza nivara) melalui uji korelasi pearson dan uji regresi linier berganda, dimana
dijelaskan di bawah ini. Data yang berkaitan dengan karakteristik responden,
pengetahuan, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku dan intensi konsumsi
proses konsumsi, diolah menjadi sebuah informasi sehingga dapat menghasilkan
suatu paparan yang lebih mudah dimengerti. Informasi yang ada ditabulasikan
dan dikelompokkan ke dalam sebuah tabel berdasarkan jawaban yang sama
kemudian dipresentasikan berdasarkan jumlah responden. Setelah itu, dianalisis
kembali berdasarkan faktor-faktor yang dominan dalam sebuah variabel yang
diteliti. Penentuan kelas interval dilakukan menurut Slamet (1993) dengan
menggunakan rumus :
Nilai tertinggi (NT) – Nilai terendah (NR)
Jumlah Kelas
Keterangan : Pengelompokkan kategori adalah sebagai berikut:
Rendah = NR sampai (NR + I)
Sedang = (NR + I) + 1 sampai (NR + 2 I)
Tinggi = (NR + 2 I) + 1 sampai NT
Secara umum cara analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik contoh (Jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan
terakhir, pekerjaan, pendapatan perbulan, dan pengeluaran setiap bulan)
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi. Statistik
deskriptif bertujuan untuk memberikan makna terhadap data.
2. Pengetahuan produk (Tingkat pengetahuan beras merah, pengetahuan
mengenai gizi yang terkandung pada beras merah, dampak kesehatan
yang didapatkan setelah pengonsumsian beras merah, dan pengetahuan
manfaat beras merah untuk terhindar dari beberapa penyakit) dianalisis
dengan menggunakan statistik dan tabulasi.
3. Sikap contoh yang terdiri dari empat aspek yaitu (sikap konsumsi beras
merah terdiri dari kepercayaan dan evaluasi, norma subjektif, kontrol
perilaku yang dirasakan, terdiri dari control belief strength dan control
Interval Kelas (I) =
30
belief power, serta intensi konsumsi beras merah) dianalisis dengan
menggunakan model harapan-nilai (expectancy-value model).
Model harapan-nilai (expectancy-value model), seperti yang
ditunjukan dalam persamaan di bawah ini :
n
AB = ∑ bi . ei
i=1
Keterangan :
AB = sikap terhadap perilaku tertentu b = kepercayaan terhadap perilaku tersebut yang mengarahkan pada
konsekuensi atau hasil
i = hasil (outcome) e = evaluasi seseorang terhadap hasil n = jumlah kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku tertentu
a. Norma Subjektif (Subjectve Norms)
Rumus untuk mengetahui norma subjektif adalah sebagai berikut:
n
SN = ∑ bi . mi
i=1
Keterangan : SN = norma subjektif bi = kepercayaan normatif mi = motivasi untuk mengikuti sejumlah n referensi atau i
b. Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control)
Rumus untuk mengetahui kontrol perilaku adalah sebagai berikut:
PBC = ∑ Ci . Pi
Keterangan : PBC = kontrol perilaku Ci = control belief strength (kekuatan keyakinan seseorang bahwa ia bisa berbuat
sesuatu) Pi = control belief power (keyakinan seseorang akan adanya hambatan atau
dukungan untuk melakukan suatu perbuatan)
Uji korelasi dilakukan untuk menganalisis adanya hubungan antara
karakteristik individu dengan pengetahuan, sikap, norma subjektif, kontrol
perilaku, dan intensi contoh. Selain itu juga, untuk menganalisis adanya
pengaruh terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah.
31
Uji regresi linear berganda digunakan untuk memprediksi perilaku dari
variabel dependen dengan menggunakan lebih dari dua independen. Faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi intensi konsumsi beras merah berdasarkan
Theory of Planned Behavior (TPB) adalah sikap, norma subjektif, dan kontrol
perilaku yang dirumuskan sebagai berikut:
Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
Keterangan:
Y = intensi konsumsi beras merah X2 = norma subjektif (skor) a = unstandardrized coefficient β X3 = kontrol perilaku (skor) b = konstanta ε = galat X1 = sikap (skor)
Uji regresi linear berganda juga digunakan untuk menduga faktor-faktor
yang mempengaruhi intensi konsumsi beras merah dengan menggunakan
variabel dalam Theory of Planned Behavior (TPB) yaitu sikap, norma subjektif,
dan kontrol perilaku serta menambahkan karakteristik individu dan pengetahuan
contoh.
Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + ε
Keterangan:
Y = intensi konsumsi beras merah
a = unstandardrized coefficient β
b = konstanta
X1 = karakteristik individu contoh
X2 = pengetahuan contoh
X3 = sikap (skor)
X4 = norma subjektif (skor)
X5 = kontrol perilaku (skor)
ε = galat
Definisi Operasional
Konsumen adalah orang yang membeli dan mengonsumsi beras merah.
Contoh adalah orang pengguna tempat kebugaran (gym) dan toko beras yang
mengonsumsi beras merah minimal satu kali dalam satu bulan
terakhir dan bersedia mengisi kuesioner.
Karakteristik contoh adalah ciri-ciri contoh yang meliputi jenis kelamin, usia,
status pernikahan, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, pendapatan
perbulan, pengeluaran setiap bulan.
32
Beras merah adalah beras yang berwarna merah
Pengetahuan beras merah adalah semua informasi yang dimiliki oleh contoh
mengenai beras merah dan disimpan dalam memori jangka panjang
Theory of Planned Behaviour adalah teori yang mencakup keyakinan tentang
kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioral
beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi
untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta
keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau
menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut
(control beliefs)
Sikap terhadap beras merah adalah suatu faktor penting yang ada dalam diri
contoh yang dipelajari untuk memberikan respon dengan cara
konsisten yaitu suka atau tidak suka pada penilaian terhadap beras
merah
Norma subjektif terhadap beras merah adalah persepsi terhadap pikiran
pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepada
contoh untuk mengonsumsi beras merah dan sejauh mana keinginan
untuk memenuhi harapan tersebut
Kontrol perilaku terhadap beras merah adalah persepsi contoh tentang
betapa mudah dan sulitnya untuk berperilaku mengonsumsi beras
merah
Intensi terhadap beras merah adalah besarnya niat contoh yang akan
ditampilkan dalam bentuk perilaku mengonsumsi beras merah
Minat konsumsi terhadap beras merah adalah perilaku contoh sebagai
konsumen dalam melakukan keputusan apakah akan mengonsumsi
produk beras merah atau tidak. Merupakan variabel yang terdiri dari
tiga item pernyataan yang kemudian dikategorikan ke dalam tiga
kategori berdasarkan patokan selang interval
Harga beras merah adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan konsumen
untuk membeli beras merah
Konsumsi beras merah adalah jumlah beras merah yang dimakan oleh
konsumen dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
33
HASIL
Kondisi Umum Lokasi
Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota
ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-
tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya
834.000 jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki
curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi
lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa kolonial Belanda, Bogor dikenal
dengan nama Buitenzorg yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".
Bogor telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian
nasional.
Batasan-batasan wilayah kecamatan Kabupaten Bogor sebagai berikut:
Sebelah Utara : Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang
Sebelah Timur : Sukaraja dan Ciawi
Sebelah Selatan : Cijeruk dan Caringin
Sebelah Barat : Kemang dan Dramaga
Penduduk Kota Bogor berjumlah 760.329 orang, terdiri dari laki-laki
382.896 orang dan perempuan 377.433 orang dengan kepadatan penduduk
6.416 orang/Km2. Berdasarkan data dari Bogor Dalam Angka 2001, pada tahun
2001 lapangan pekerjaan di Kota Bogor didominasi oleh sektor industri,
perdagangan dan jasa-jasa. Sedangkan sektor lainnya menempati sebagian kecil
saja.
Beras merah rata-rata dikonsumsi oleh orang yang menggunakan pusat
kebugaran. Pusat kebugaran adalah suatu wadah bagi mereka yang ingin
menyegarkan badan dengan melakukan olahraga, yang dapat melenturkan
tubuh, mengencangkan otot dan membuat tubuh menjadi kekar. Kota Bogor
memiliki beberapa tempat olahraga, antara lain The Jungle Water Park,
Marcopolo, Kebun Raya Bogor, Sempur, GOR Padjajaran, Lapangan Golf, Bogor
Lake Side sedangkan penelitian ini dilakukan di beberapa tempat pusat
kebugaran terbesar di wilayah Bogor, antara lain Celebrity Fitness, Fit For Two
Fitness Centre, Larasati Fitness, Galuga Fitness, dan Macho Gym.
Pusat perbelanjaan adalah sekelompok penjual eceran dan usahawan
komersil lainnya yang merencanakan, mengembangkan, mendirikan, memiliki
dan mengelola sebuah properti tunggal. Kota Bogor memiliki beberapa tempat
34
pusat perbelanjaan antara lain Botani Square, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade
Mall, Bogor Junction, Plaza Jambu Dua, Taman Topi Square dan Matahari
Department Store, Plaza Jembatan Merah, Veteran Panaragan, Pusat Grosir
Bogor Merdeka, Plaza Indah Bogor, Soleh Iskandar Cimanggu, Plaza Bogor,
Surya Kencana Sukasari, Giant Taman Yasmin, Hero dan Gramedia, Pajajaran,
dan pusat perbelanjaan yang terdapat di Kota Bogor ini menjual beras merah di
beberapa toko.
35
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa lebih dari separuh contoh (66,9%)
berjenis kelamin perempuan, sementara 33,1 persen sisanya adalah laki-laki.
Dapat dilihat bahwa konsumen perempuan lebih mendominasi pasar beras
merah dibandingkan konsumen laki-laki.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 43 33,1
Perempuan 87 66,9
Total 130 100
Usia
Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 15 hingga 78 tahun
dengan rata-rata usia contoh adalah 32 tahun. Berdasarkan Tabel 7, hampir
seluruh contoh (66,9%) berada pada kategori usia dewasa awal yaitu dengan
rentang usia 18 sampai 40 tahun. Contoh pada kategori dewasa madya (41-60
tahun) sebesar 26,9 persen. Usia contoh dengan persentase terkecil berada
pada kategori dewasa akhir (>60 tahun) yaitu sebesar 0,8 persen yang dapat
dilihat pada Tabel 7. Karakteristik usia contoh sebagian besar berada pada usia
yang telah mencapai kematangan pekerjaan dan pendapatan, sehingga secara
umum contoh memiliki kemampuan untuk mengonsumsi beras merah. Adanya
perbedaan usia contoh akan menyebabkan perbedaan selera dalam membeli
dan mengonsumsi suatu produk (Sumarwan 2002). Memahami usia contoh
adalah penting karena contoh dengan usia yang berbeda akan mengonsumsi
produk dan jasa yang berbeda. Hurlock (1980) membagi usia menjadi empat
tingkatan yaitu remaja (13-17 tahun), dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya
(41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun).
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia dan rataan dan standar deviasi usia
contoh Usia Jumlah (n) Persen (%)
Remaja (13-17 tahun) Dewasa awal (18-40 tahun)
7 87
5,4 66,9
Dewasa madya (41-60 tahun) 35 26,9 Dewasa akhir (>60 tahun) 1 0,8
Total 130 100
Min-max (tahun) 15-78 Rataan ± SD (tahun) 32,1 ± 12,7
36
Status Pernikahan
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa sebagian dari jumlah contoh (50,8%)
merupakan individu yang belum menikah. Tidak berbeda jauh dengan jumlah
tersebut, contoh yang telah menikah menempati 46,1 persen. Sisanya sebanyak
3,1 persen ialah janda, baik yang cerai hidup maupun cerai mati. Tidak ada
contoh yang berstatus sebagai duda.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan status pernikahan
Status Pernikahan Jumlah (n) Persentase (%)
Belum menikah 66 50,8
Menikah 60 46,1
Janda/duda 4 3,1
Total 130 100
Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan contoh sangat
beragam. Lama pendidikan berada pada selang 9 hingga 18 tahun. Rata-rata
lama pendidikan contoh adalah 14,3 tahun (Tabel 9). Hal ini menunjukan jika
sebagian besar contoh telah melalui tingkat pendidikan SMA.
Seluruh contoh telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun.
Tidak ada contoh yang pendidikannya sebatas SD. Urutan pertama ditempati
contoh yang menamatkan pendidikan hingga jenjang pendidikan Sarjana yaitu
sebesar 52,3 persen dari keseluruhan jumlah contoh. Contoh dengan jenjang
pendidikan SMA menempati urutan kedua dengan persentase sebesar 29,2
persen. Jenjang pendidikan SLTP menempati urutan ketiga dengan persentase
sebesar 8,5 persen. Pendidikan Diploma menempati posisi keempat (5,4%), dan
posisi terakhir 4,6 persen yaitu pascasarjana.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan
Lama Pendidikan Jumlah (n) Persen (%)
SD (1-6 tahun) 0 0 SLTP (7-9 tahun) 11 8,5 SMA (10-12 tahun) 38 29,2 Diploma (13-15 tahun) 7 5,4 Sarjana (≥16 tahun) Pascasarjana (≥18 tahun)
68 6
52,3 4,6
Total 130 100
Min-max (tahun) 9-18
Rataan ± SD (tahun) 14,3 ± 2,5
37
Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan jika persentase terbesar
contoh sudah bekerja. Contoh bekerja secara merata, contoh dengan pekerjaan
wiraswasta sebesar 17,7 persen, selanjutnya adalah contoh yang bekerja
sebagai pegawai swasta sebesar 16,9 persen, pegawai negeri sipil (PNS)
sebesar 14,6 persen, lainnya (mahasiswa) sebesar 11,5 persen dan pensiunan
sebesar 0,8 persen, sedangkan kurang dari separuh contoh (38,5%) tidak
bekerja dapat dilihat pada Tabel 10.
Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik yang saling
berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang selanjutnya
akan berimplikasi pada pendapatan yang diterima seseorang. Pendapatan dan
pendidikan tersebut selanjutnya akan mempengaruhi keputusan dan konsumsi
seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa (Sumarwan 2002).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (n) Persen (%)
Tidak bekerja PNS
50 19
38,5 14,6
Pegawai swasta 22 16,9 Wiraswasta 23 17,7 Pensiunan 1 0,8 Mahasiswa/i 15 11,5
Total 130 100
Alasan Mengonsumsi Beras Merah
Alasan konsumen untuk melakukan tindakan konsumsi pada suatu
produk belum tentu sama walaupun produk yang dikonsumsi sama. Alasan
konsumen mengonsumsi beras merah, atau jika dapat dikatakan sebagai
motivasi, merupakan kondisi yang timbul karena adanya kebutuhan yang
dirasakan konsumen.
Berdasarkan Tabel 11 alasan konsumen dalam mengonsumsi beras
merah sebagain besar didasarkan oleh faktor kesehatan, yaitu sebanyak 68,46
persen. Faktor kesehatan ini di antaranya meliputi faktor penyakit yang diderita,
keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain.
Sebayak 15,38 persen contoh lainnya menjawab dengan alasan nilai gizi yang
terkandung dalam beras merah, antara lain, kadar antioksidan dan nilai Indeks
Glikemik beras merah. Hanya 10 persen yang mengatakan alasannya
mengonsumsi beras merah karena dipengaruhi orang lain. Salah satunya ialah
saat berada dalam situasi di mana makanan pokok yang disajikan di rumahnya
38
hanya beras merah. Sisa 6,15 persen contoh menjawab dengan jawaban
beragam, yaitu contoh menjawab lebih dari satu jawaban antara faktor
kesehatan, nilai gizi beras merah, dan terpengaruh orang lain.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengonsumsi beras merah
Alasan Jumlah (n) Persentase (%)
Faktor kesehatan 89 68,46
Nilai gizi beras merah 20 15,38
Terpengaruh orang lain 13 10
Lainnya 8 6,15
Total 130 100
Karakteristik Keluarga
Besar keluarga
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jumlah anggota keluarga contoh
berkisar antara tiga hingga delapan orang. Posisi pertama ditempati oleh contoh
dengan keluarga kecil (≤4 orang) yaitu lebih dari separuh contoh (64,6%).
Contoh yang berasal dari keluarga sedang (5-6 orang) berada pada urutan
kedua yaitu sebesar 33,1 persen. Urutan ketiga yaitu sebesar 2,3 persen contoh
berasal dari keluarga besar (≥7 orang).
Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah konsumsi suatu
barang atau jasa. Jumlah anggota keluarga juga menggambarkan potensi
permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumah tangga (Sumarwan 2002).
Semakin besar suatu keluarga, maka semakin besar kebutuhan pangan yang
harus dipenuhi. Besar keluarga setiap rumah tangga tentunya berbeda. Hal ini
akan berpengaruh terhadap jumlah dan frekuensi pengonsumsian beras merah.
Diduga semakin banyak jumlah anggota keluarga maka konsumsi beras merah
dalam keluarga akan semakin besar. Besar keluarga contoh dapat dilihat pada
Tabel 12. Besar keluarga menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal
dalam satu rumah dan hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. BKKBN
(1998) membagi besar keluarga menjadi tiga, yaitu keluarga kecil dengan jumlah
anggota keluarga kurang dari sama dengan 4 orang, keluarga sedang dengan
jumlah anggota 5 sampai 6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota
keluarga lebih dari 7 orang.
39
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga Besar Keluarga Jumlah (n) Persen (%)
Keluarga kecil (≤4 orang) 84 64,6 Keluarga sedang (5-6 orang) 43 33,1 Keluarga besar (≥7 orang) 3 2,3
Total 130 100
Min-max (orang) 3-8 Rataan ± SD (orang) 4,3 ± 0,9
Pendapatan
Rentang pendapatan contoh pada peneltian ini berkisar antara Rp
1000.000,00 hingga Rp 55.000.000,00 dengan rata-rata sebesar Rp
7.956.153,00. Tabel 13 menunjukan bahwa kurang dari seperempat contoh
(6,9%) memiliki rentang pendapatan Rp 2.000.001,00 hingga Rp 3.000.000,00.
Hampir keseluruhan 90,8 persen contoh memiliki pendapatan lebih dari Rp
3.000.000,00. Selanjutnya 0,8 persen contoh memiliki pendapatan Rp
1.500.001,00 hingga Rp 2.000.000,00 diikuti dengan rentang pendapatan Rp
1.000.001,00 hingga Rp 1.500.000,00 sebesar 1,5 persen. Tidak ada contoh
yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 700.000,00. Menurut kriteria SES Ac
Nielsen golongan C2, golongan D, dan golongan E termasuk kedalam kelas
sosial ekonomi menengah. Dapat disimpulkan bahwa hampir keseluruhan contoh
termasuk ke dalam kelas sosial ekonomi menengah ke atas.
Pengeluaran contoh meliputi pengeluaran pangan dan non pangan setiap
bulannya. Pengeluaran non pangan meliputi biaya listrik, bahan bakar, biaya
pendidikan, biaya kesehatan. Pengeluaran umumnya berhubungan dengan
pendapatan, semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin besar
pengeluaran.
Rentang pendapatan didasarkan dari Social Economic Status (SES) Ac
Nielsen Tahun 2010. Pendapatan menunjukan kelas sosial contoh. Menurut
Enggel et al 1994, kelas sosial mengacu kepada pengelompokan orang yang
sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam
pasar. Kelas sosial akan mempengaruhi di mana dan bagaimana orang merasa
mereka harus berbelanja. Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima
oleh keluarga, baik dari semua anggota keluarga yang bekerja atau pemberian
rutin. Pendapatan dapat menggambarkan tingkat kemampuan keluarga untuk
membeli suatu barang dan jasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
semakin besar pendapatan yang diperoleh keluarga, maka semakin tinggi
kemampuan keluarga membeli suatu barang dan jasa (Sumarwan 2002).
40
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan (SES Ac
Nielsen 2010)
Golongan Total Pendapatan Jumlah (n) Persentase (%)
SES A ≥ Rp 3.000.000 118 90,8 SES B Rp 2.000.000 - 3.000.000 9 6,9 SES C1 Rp 1.500.000 - 2.000.000 1 0,8 SES C2 Rp 1.000.000 - 1.500.000 2 1,5 SES D Rp 700.000 - 1.000.000 0 0 SES E < Rp 700.000 0 0
Total 130 100
Minimum – Maksimum (Rp) 1000000 – 55000000
Rataan ± Standar Deviasi (Rp) 7956153,8 ± 6601221,4
Pengetahuan
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebesar 43,1 persen contoh mengetahui
bahwa beras merah termasuk dalam jenis beras pulen. Aspek pengetahuan
contoh tentang kandungan beras merah masih rendah dengan persentase
jawaban benar 17,7 persen. Zat gizi yang paling banyak dalam beras merah
adalah lemak memiliki persentase jawaban benar sebesar 11,5 persen. Hampir
seluruh contoh sebesar 95,4 persen mengetahui bahwa konsumsi beras merah
memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan. Terdapat 53,8 persen contoh tidak
mengetahui bahwa beras merah memiliki nilai Indeks Glikemik yang lebih tinggi
daripada beras putih.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jawaban aspek pengetahuan
No Pernyataan
Jawaban Benar (n total=130)
N % 1 Beras merah adalah jenis beras pulen 56 43,1 2 Beras merah mengandung antioksidan 103 79,2 3 Beras merah mengandung zat gizi lemak 15 11,5 4 Beras merah mengandung vitamin dan mineral lebih
banyak 2-3 kali dari beras putih 99 76,2 5
Kulit ari pada beras merah banyak hilang dan tidak mengandung zat-zat gizi penting 23 17,7
6 Beras merah merupakan sumber serat yang baik 115 88,5 7
Beras merah memiliki Nilai Indeks Glikemik yang lebih tinggi daripada beras putih 60 46,2
8 Beras merah memiliki nilai energi yang lebih besar daripada beras putih walaupun kandungan karbohidratnya rata-rata lebih kecil 88 67,7
9 Beras merah dikonsumsi oleh berbagai kalangan dan umur 113 86,9
10 Konsumsi beras merah memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan 124 95,4
11 Beras merah dikonsumsi oleh orang yang ingin membentuk tubuh 97 74,6
41
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jawaban aspek pengetahuan (lanjutan)
No Pernyataan
Jawaban Benar (n total=130)
N % 12 Beras merah memperlihatkan risiko terkena diabetes
yang lebih rendah dibanding orang yang hanya mengkonsumsi beras putih 113 86,9
13 Beras merah dapat meminimalisir resiko kanker usus 95 73,1 14 Beras merah dapat mengurangi potensi penyakit
degeneratif seperti kanker 94 72,3
Rata-rata Total 85,4 65,7
Berdasarkan data pada Tabel 15, maka dapat dikatakan pengetahuan
contoh mengenai beras merah berada pada kategori sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa skor rataan aspek pengetahuan sebesar 65,7 persen, jadi
lebih dari separuh contoh memiliki aspek kognitif pada kategori sedang. Bila
ditinjau berdasarkan kategori pengetahuan, terdapat lebih dari seperempat
contoh (25,4%) memiliki aspek kognitif yang berada pada kategori kurang, dan
sisanya sebesar 13,1 persen temasuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan pengetahuan contoh mengenai produk beras merah
dapat dikatakan cukup baik, walaupun masih ada beberapa contoh yang memiliki
pengetahuan kurang.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan produk (beras merah) Pengetahuan produk Jumlah (n) Persen (%)
Kurang (< 60%) 33 25,4 Sedang (60%–80%) 80 61,5 Baik (>80%) 17 13,1
Total 130 100
Sikap
Komponen sikap pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu
kepercayaan mengonsumsi beras merah dan evaluasi mengonsumsi beras
merah. Tabel 16 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar contoh mempunyai
sikap dengan kategori sedang dengan persentase sebesar 47,7 persen dari total
persen keseluruhan contoh dengan rincian 19,2 persen pada tingkat rendah dan
33,1 persen pada tingkat tinggi.
42
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan sikap konsumsi beras merah (Kepercayaan)
Tingkat Sikap
Jumlah (n) Persen (%)
Rendah (31–70,7) 25 19,2 Sedang (70,8–110,4) 62 47,7 Tinggi (110,5–150) 43 33,1
Total 130 100
Min-max 31 – 150 Rataan ± SD 95,5 ± 26,7
Norma Subjektif
Berdasarkan data yang diambil pada Tabel 17, kedua aspek norma
subjektif menunjukkan bahwa sebagian dari contoh menunjukkan bahwa secara
umum hampir separuh contoh mempunyai norma subjektif dengan kategori
rendah dengan persentase sebesar 40 persen dari total persen keseluruhan
contoh. Contoh dengan kategori norma subjektif tinggi dengan persentase 33,1
persen, sisanya contoh dengan kategori sedang dengan persentase sebesar
26,9 persen dan contoh dengan kategori rendah sebesar 40 persen.
Konsep norma subjektif merupakan representasi dari tuntutan atau
tekanan lingkungan yang dihayati individu. Norma Subjektif menunjukkan
keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika
ia melakukan suatu perbuatan. Dalam norma subjektif orang lain yang dimaksud
biasanya ialah significant other bagi orang yang bersangkutan (Fishbein & Ajzen
1975). Figur-figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua,
teman dekat, suami atau istri, dan rekan kerja (Wijaya 2007).
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan norma subjektif
Norma Subjektif Jumlah (n) Persen (%)
Rendah (2–18) 52 40 Sedang (19–34) 35 26,9 Tinggi (35-50) 43 33,1
Total 130 100
Min-max 2 – 50 Rataan ± SD 24,8 ± 13,6
Kontrol Perilaku
Berdasarkan data yang diambil pada Tabel 18, aspek kekuatan keyakinan
seseorang (control belief strength) bahwa untuk dapat berbuat sesuatu
kepercayaan mengonsumsi beras merah. Persentase skor rataan paling tinggi
adalah hampir separuh contoh mempunyai kontrol perilaku dengan kategori
43
sedang dengan persentase sebesar 42,3 persen dengan rincian 32,3 persen
pada kelompok rendah dan 25,4 persen pada kelompok tinggi.
Komponen kontrol perilaku pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu
aspek kekuatan keyakinan contoh untuk bisa berbuat sesuatu (control belief
strength) dan aspek keyakinan contoh akan adanya hambatan atau dukungan
bagi contoh untuk melakukan suatu perbuatan (control belief power).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kontrol perilaku yang dirasakan
Kontrol Perilaku yang Dirasakan
Control Belief Strength and Power
Jumlah (n) Persen (%)
Rendah (15-51,7) 42 32,3 Sedang (51,8-88,4) 55 42,3 Tinggi (88,5-125) 33 25,4
Total 130 100
Min-max 15 – 125 Rataan ± SD 65,1 ± 27,2
Intensi Konsumsi Beras Merah
Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar
contoh mempunyai maksud yang tinggi akan mengonsumsi beras merah. Contoh
mempunyai intensi konsumsi beras merah dengan kategori tinggi dengan
persentase sebesar 75,4 persen dengan rincian 20 persen pada intensi sedang
dan sisanya 4,6 persen pada intensi rendah. Rata-rata intensi konsumsi beras
merah menunjukkan bahwa contoh memiliki skor yang tinggi.
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan intensi konsumsi beras merah
Intensi Jumlah (n) Persen (%)
Rendah (3–7) 6 4,6 Sedang (8–11) 26 20 Tinggi (12-15) 98 75,4
Total 130 100
Min-max 6 – 15 Rataan ± SD 12,5 ± 2,5
Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya
terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat
intensi untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Intensi secara
harfiah bermakna niat. Intensi atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif
(subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen
1975) sehingga menurut Krueger et al. (2000) intensi mengonsumsi beras merah
adalah prediksi yang reliabel untuk mengukur perilaku konsumsi beras merah.
44
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Pengetahuan Beras Merah
Menurut hasil uji hubungan antara karaktertistik contoh dan keluarga
dengan pengetahuan menunjukkan bahwa variabel usia (r=0,129), tingkat
pendidikan (r=0,023), dan pendapatan keluarga (r=0,241), dari seluruh variabel
karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh yang memiliki hubungan
yang signifikan dengan pengetahuan. Hasil uji hubungan ini dapat dilihat pada
Tabel 20. Artinya, semakin besar dan tinggi usia, tingkat pendidikan, dan
pendapatan keluarga maka semakin besar pula pengetahuan.
Tabel 20 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga
dengan pengetahuan
Variabel Pengetahuan
Koefisien Korelasi Pearson
Karakteristik Contoh: 1. Usia 0,129* 2. Tingkat Pendidikan 0, 023*
Karakteristik Keluarga: 1. Pendapatan keluarga 0,241*
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku
Uji korelasi Pearson menampilkan hubungan yang positif dan signifikan
antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara usia
dan sikap, norma subjektif, dan kontrol perlaku yang dirasakan). Tingkat
pendidikan memiliki hubungan yang nyata terhadap sikap dan norma subjektif,
serta memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kontrol perilaku, sedangkan
jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang sangat nyata dengan kontrol
perilaku dan nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,230. Artinya, semakin besar
jumlah anggota keluarga maka semakin kecil kontrol perilaku.
Sama halnya dengan pendapatan keluarga yang memiliki hubungan
nyata terhadap kontrol perilaku dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,177.
Artinya, semakin besar jumlah pendapatan keluarga maka semakin besar pula
kontrol perilakunya.
45
Tabel 21 Hubungan antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku
Variabel
Koefisien Korelasi Pearson
Sikap Norma
Subjektif Kontrol Perilaku
Karakteristik Contoh: 1. Usia 0,243
** 0,293
** 0,332
**
2. Tingkat pendidikan 0,215* 0,207
* 0,255
**
Karakteristik Keluarga: 1. Jumlah anggota keluarga -0,060 -0,123 -0,230
**
2. Pendapatan keluarga 0,000 0,006 0,177*
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku
Menurut hasil uji hubungan antara pengetahuan dengan sikap, norma
subjektif, dan control perilaku menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat nyata antara pengetahuan dengan sikap dan kontrol perilaku.
Pengetahuan memiliki hubungan yang nyata dengan sikap dan nilai koefisien
korelasi (r) ialah 0,314 dan nilai koefisien korelasi (r) kontrol perilaku sebesar
0,322. Pengetahuan juga memiliki hubungan yang nyata dengan norma subjektif
dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,222. Semakin tinggi pengetahuan,
maka norma subjektif contoh juga akan semakin meningkat.
Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku dengan Intensi Konsumsi Beras Merah
Uji korelasi Pearson menampilkan hubungan yang positif dan sangat
signifikan antara TPB dengan Intensi konsumsi beras merah. Tabel 22
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara sikap dengan
norma subjektif, kontrol perilaku, dan intensi. Terdapat hubungan yang nyata
antara norma subjektif dengan kontrol perilaku dan intensi. Kontrol perilaku juga
memiliki hubungan yang sangat nyata dengan intensi dan nilai koefisien korelasi
(r) ialah 0,523. Semakin tinggi kontrol perilaku, maka intensi konsumsi beras
merah contoh juga akan meningkat.
Tabel 22 Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Perilaku dengan
Intensi
Variabel
Koefisien Korelasi Pearson
Sikap Norma
Subjektif Kontrol Perilaku
Intensi
Aspek TPB: 1. Sikap - 0,506
** 0,529
** 0,551
**
46
Tabel 22 Hubungan antara Sikap, Norma Subjektif dan Kontrol Perilaku dengan Intensi (lanjutan)
Variabel
Koefisien Korelasi Pearson
Sikap Norma
Subjektif Kontrol Perilaku
Intensi
2. Norma Subjektif - - 0,553** 0,483
**
3. Kontrol Perilaku - - - 0,523**
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Faktor-faktor yg Berpengaruh terhadap Intensi
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi dilakukan
dengan mengunakan uji regresi linier berganda. Pada model ini variabel-variabel
independen yang dimasukkan adalah variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol
perilaku. Hasil uji regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 23. Ditemukan
bahwa sikap berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap intensi konsumsi
beras merah (β=0.328). Hasil ini dapat diartikan setiap kenaikan sikap contoh
maka akan menaikkan intensi konsumsi beras merah sebanyak 0.031 poin.
Intensi pun dipengaruhi oleh kontrol perilaku secara positif dan signifikan dengan
β=0.250, yang dimaknai setiap kenaikan 1 satuan kontrol perilaku contoh akan
meningkatkan intensi konsumsi beras merah sebanyak 0.023 poin. Norma
subjektif juga berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap intensi
konsumsi beras merah (β=0.180). Hasil ini dapat diartikan setiap kenaikan norma
subjektif contoh maka akan menaikkan intensi konsumsi beras merah sebanyak
0.033 poin. Sikap mempunyai pengaruh yang paling besar diantara ketiga
variabel yang berpengaruh terhadap intensi.
Tabel 23 Faktor-faktor Theory of Planned Behaviour yang berpengaruh terhadap intensi
Variabel Koefisien β
Tidak Terstandardisasi
Koefisien β Terstandardisasi
Nilai Signifikansi
1. Sikap (skor) 0,031 0,328 0.000** 2. Norma Subjektif
(skor) 0,033 0,180 0,041*
3. Kontrol Perilaku (skor)
0,023 0,250 0.005**
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) yang
diperoleh dari model ini ialah 0.384, yang berarti model regresi ini dapat
menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap kuantitas konsumsi
47
sebanyak 38.4 persen. Sisanya (61.6%) dipengaruhi oleh variabel yang tidak
diteliti.
Pada model ini variabel-variabel independen yang dimasukkan adalah
variabel karakteristik contoh yang meliputi usia dan tingkat pendidikan, variabel
keluarga contoh yang meliputi jumlah anggota keluarga dan pengeluaran
keluarga per bulan, variabel pengetahuan, serta variabel TPB yang meliputi
sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku.
Tabel 24 Faktor-faktor karakteristik yang berpengaruh terhadap intensi
Variabel Koefisien β
Tidak Terstandardisasi
Koefisien β Terstandardisasi
Nilai Signifikansi
1. Usia (tahun) 0,020 0,103 0,186 2. Tingkat Pendidikan
(tahun) 0,066 0,065 0,403
3. Jumlah Anggota Keluarga (orang)
0,260 0,169 0,020*
4. Pendapatan Keluarga (rupiah)
0,447 0,060 0,403
5. Pengetahuan (skor) 0,036 0,027 0,714 6. Sikap (skor) 0,028 0,302 0,001** 7. Norma Subjektif
(skor) 0,031 0,170 0,049*
8. Kontrol Perilaku (skor)
0,022 0,237 0,012*
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Berdasarkan hasil uji regresi pada Tabel 24, diketahui bahwa variabel
jumlah anggota keluarga, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku contoh
yang berpengaruh secara nyata dan signifikan. Nilai adjusted R square dari
model ini ialah sebesar 0,415. Hal ini menunjukkan bahwa model ini hanya
menjelaskan 41,5 persen pengaruh variabel karakteristik contoh, keluarga
contoh, pengetahuan, dan TPB terhadap intensi, sementara sisanya (58,5%)
dipengaruhi oleh variabel dari penelitian lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
Faktor-faktor yg Berpengaruh terhadap Perilaku Konsumsi Beras Merah
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap skor perilaku konsumsi
beras merah dilakukan dengan mengunakan uji regresi linier berganda. Pada
model ini variabel-variabel independen yang dimasukkan ialah variabel
karakteristik contoh meliputi usia dan tingkat pendidikan, variabel keluarga
contoh yang meliputi jumlah anggota keluarga dan pengeluaran keluarga per
48
bulan, variabel pengetahuan, variabel TPB yang meliputi sikap, norma subjektif,
dan kontrol perilaku, serta variabel intensi. Hasil uji regresi linier berganda dapat
dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi beras merah
Variabel Koefisien β
Tidak Terstandardisasi
Koefisien β Terstandardisasi
Nilai Signifikansi
1. Usia (tahun) -0.005 -0,059 0,466 2. Tingkat Pendidikan
(tahun) -0.022 -0,053 0,514
3. Jumlah Anggota Keluarga (orang)
-1.527 0,237 0,002**
4. Pendapatan Keluarga (rupiah)
0.261 -0,097 0,190
5. Pengetahuan (skor) 0.015 0,027 0,725 6. Sikap (skor) -0.008 -0,209 0,025* 7. Norma Subjektif
(skor) 0.002 0,020 0,822
8. Kontrol Perilaku (skor)
-0.015 -0,397 0,000**
Keterangan: * nyata pada P<0,05
Berdasarkan hasil uji regresi, diketahui bahwa variabel jumlah anggota
keluarga, sikap, dan kontrol perilaku contoh yang berpengaruh secara nyata dan
signifikan. Nilai adjusted R square dari model ini ialah sebesar 0,382. Hal ini
menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 38,2 persen pengaruh
variabel karakteristik contoh, keluarga contoh, pengetahuan, TPB, serta intensi
berpengaruh terhadap perilaku konsumsi beras merah, sementara sisanya
(61,8%) dipengaruhi oleh variabel dari penelitian lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
49
PEMBAHASAN
Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil
penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai
berikut: Konsumen perempuan lebih mendominasi pasar beras merah
dibandingkan konsumen laki-laki. Selain itu, pengaruh teknik pengambilan
contoh secara snowballing juga diduga mempengaruhi rasio jenis kelamin.
Karakteristik usia contoh sebagian besar berada pada usia dewasa awal dengan
kisaran usia 18-40 tahun, pada usia ini contoh telah mencapai kematangan
pekerjaan dan pendapatan, sehingga secara umum contoh memiliki kemampuan
untuk membeli dan mengonsumsi beras merah. Jumlah contoh yang telah
menikah dan yang belum menikah pun hampir sama. Tingkat pendidikan contoh
sangat beragam dengan lama pendidikan berada pada selang 9 hingga 18
tahun. Tingkat pendidikan terbesar berada pada tingkat Sarjana. Hal ini
menunjukan jika sebagian besar contoh telah melalui tingkat pendidikan SMA.
Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang
dianut, cara berfikir, cara pandang, dan persepsi. Perbedaan pendidikan juga
mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk maupun merek
(Sumarwan 2002). Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan keluarga contoh
yang hampir seluruhnya tergolong dalam SES A yang merupakan kelompok
dengan pendapatan tertinggi menurut skala Socio-Economic Status (SES) oleh
Nielsen (2010). Sumarwan (2004) menyatakan bahwa pendidikan yang berbeda
akan menyebabkan perbedaan dalam selera konsumen. Jadi terlihat jelas bahwa
hampir keseluruhan contoh berada pada kelas social yang tinggi. Menurut
Enggel et al 1994, kelas sosial mengacu kepada pengelompokan orang yang
sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam
pasar. Kelas sosial akan mempengaruhi di mana dan bagaimana orang merasa
mereka harus berbelanja.
Tingkat pendidikan contoh dapat dikatakan tinggi karena rata-rata contoh
telah mencapai sarjana dan variabel pekerjaan sangat berhubungan dengan
tingkat pendidikan konsumen. Sebagian besar contoh sudah bekerja yaitu
sebagai PNS, pegawai swasta, dan wiraswasta, sedangkan contoh yang tidak
bekerja merupakan mahasiswa atau pensiunan. Diduga fenomena ini terjadi
karena beberapa responden masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, dan
50
sarjana yang baru lulus (fresh graduate). Jenis pekerjaan yang dominan ialah
pegawai swasta dan wirausaha.
Sebagian besar konsumen mengonsumsi beras merah dengan alasan
faktor kesehatan yang antara lain meliputi faktor penyakit yang diderita,
keinginan untuk memiliki kesehatan pencernaan yang lebih baik, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat alasan lain, seperti karena nilai gizi yang terkandung pada
beras merah atau karena terpengaruh lingkungan. Alasan konsumen untuk
melakukan tindakan konsumsi suatu produk belum tentu sama walaupun produk
yang dikonsumsi sama. Alasan konsumen mengonsumsi beras merah
merupakan kondisi yang timbul karena adanya kebutuhan yang dirasakan
konsumen.
Pada umumnya contoh berasal dari keluarga berukuran kecil. Ukuran
keluarga asal yang dimaksud ialah keluarga inti (ayah, ibu, dan anak). Jumlah
anggota keluarga akan menentukan jumlah konsumsi suatu barang atau jasa.
Jumlah anggota keluarga juga menggambarkan potensi permintaan terhadap
suatu produk dari sebuah rumah tangga (Sumarwan 2002). Rumah tangga
dengan keluarga berjumlah besar biasanya akan membeli dan mengkonsumsi
pangan lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang berjumlah lebih
sedikit. Dominansi keluarga berukuran kecil merupakan salah satu indikator
keberhasilan program Keluarga Berencana yang berdampak pada perilaku
konsumsi keluarga dan anggotanya. Berdasarkan skala Socio-Economic Status
(SES) oleh Nielsen (2010), konsumen beras merah didominasi oleh kelompok
yang berstatus sosial ekonomi menengah ke atas. Hal ini diduga selain harga
beras merah yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras putih biasa,
kelompok SES A juga umumnya memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang lebih baik.
Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen
mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta informasi yang berhubungan
dengan fungsinya. Berdasarkan hasil penelitian maka terlihat bahwa sebagian
besar contoh telah mengetahui bahwa dengan mengonsumsi beras merah
memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan dan beras merah merupakan sumber
serat yang baik. Hal ini terbukti dari hampir keseluruhan contoh menjawab benar
tentang hal tersebut. Pengetahuan contoh mengenai produk beras merah berada
pada kategori sedang. Sementara itu, dengan menggunakan uji korelasi
menunjukkan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh positif dan nyata
51
terhadap sikap (r=0,314; p<0,05), norma subjektif (r=0,222; p<0,05) dan kontrol
perilaku contoh (r=0,322; p<0,05) dengan menggunakan model TPB. Artinya
semakin tinggi pengetahuan contoh maka semakin besar pula sikap, norma
subektif dan kontrol perilakunya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi seseorang terhadap perilaku
dibentuk oleh dua faktor utama yaitu sikap perilaku tertentu (attitude toward the
behavior) dan norma subjektif (subjective norms) yang dikenal dengan Theory of
Reasoned Action (TRA). TRA dinilai memiliki kelemahan, adanya penekanan
pada faktor norma subjektif dianggap terlalu melemahkan faktor individu sebagai
pengendali atas tingkah lakunya sendiri. Oleh karenanya, pada tahun 1985 Icek
Ajzen mengembangkan TRA menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). Dalam
TPB satu lagi faktor ditambahkan sebagai penentu niat seseorang, yakni kontrol
perilaku (perceived behavioral control). Selanjutnya Ajzen menjelaskan bahwa
perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga
kontrol yang ketersediaan sumber daya dan kesempatan tertentu.
Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh
tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 1988).
Secara umum, jika seseorang memiliki sikap positif terhadap perilaku konsumsi
beras merah, mendapatkan dukungan lingkungan untuk melakukan suatu
tindakan konsumsi, dan ia merasa bahwa tidak ada hambatan untuk
melaksanakannya, maka intensi konsumsinya akan kuat. Dengan demikian,
kemungkinan orang tersebut untuk berperilaku sangat tinggi.
Sutisna (2001) menyatakan sikap dikembangkan sepanjang waktu
melalui proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh keluarga, kelompok kawan
sebaya, informasi, pengalamaan, dan kepribadiaan. Sikap seorang konsumen
merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi keputusan konsumen.
Mowen dan Minor (2001) menyebutkan bahwa istilah pembentukan sikap
konsumen seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap, dan
perilaku. Kepercayaaan, sikap, dan perilaku juga terkait dengan konsep atribut
produk. Kepercayaan konsumen adalah pegetahuan konsumen menyangkut
kepercayaan dari suatu atribut produk dan manfaat dari atribut tersebut.
Sebagian besar contoh mempunyai sikap dengan kategori sedang. Komponen
sikap pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu kepercayaan mengonsumsi
beras merah dan evaluasi mengonsumsi beras merah. Sikap terhadap perilaku
memiliki dua aspek pokok, yaitu: kepercayaan perilaku dan evaluasi.
52
Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil
tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat
pula berupa opini individu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan.
Evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil-hasil yang dimunculkan dari
suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang diberikan
individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh oleh individu (Fishbein
& Azjen 1975). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anindita (2010),
bahwa sikap yang terbentuk pada diri contoh akan mempengaruhi contoh dalam
melakukan perilaku pembelian Richeese delis. Hal ini berarti pengetahuan yang
dimiliki contoh dapat membentuk sikap positif tentang beras merah. Variabel
yang berhubungan nyata dengan sikap adalah usia (r=0,243; p<0,05), tingkat
pendidikan (r=0,215; p<0,05), dan pengetahuan (r=0,314; p<0,05). Hal ini
disebabkan karena dengan usia yang semakin matang dan didukung pula
dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka secara otomatis pengetahuan
mengenai produk beras merah juga lebih baik dan timbullah pandangan dan
persepsi positif terhadap sikap konsumsi beras merah yang tinggi pula, sehingga
bisa mempengaruhi sikap konsumsi beras merah contoh. Penilaian sosial dalam
bidang konsumsi menunjukkan bagaimana usia, tingkat pendidikan, dan
pengetahuan pada seseorang sangat berperan dalam menentukan perilaku
konsumsinya.
Komponen norma subjektif pada penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu
aspek kepercayaan normatif dan aspek motivasi untuk memenuhi harapan di
lingkungan sekitar. Berdasarkan data yang diambil pada kedua aspek norma
subjektif menunjukkan bahwa hampir separuh contoh mempunyai norma
subjektif dengan kategori rendah dengan persentase sebesar 40 persen, 33,1
persen contoh dengan kategori sikap tinggi, sisanya contoh dengan kategori
sedang yaitu persentasenya sebesar 26,9 persen. Hal ini dapat terjadi karena
semua contoh pada kelompok ini merasa bukan diri mereka sendirilah yang
mendorong mereka untuk mengonsumsi beras merah. Norma Subjektif
menunjukkan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-
figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan (Fishbein & Ajzen 1975). Figur-
figur sosial yang penting bisa saja termasuk di dalamnya orang tua, teman dekat,
suami atau istri, rekan kerja (Wijaya 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir separuh contoh menjawab instruktur atau dokter adalah figur sosial yang
53
paling mendorong contoh untuk mengonsumsi beras merah. Berdasarkan hasil
penelitian variabel yang berhubungan dengan norma subjektif adalah usia dan
tingkat pendidikan.
Lebih dari separuh contoh mempunyai kontrol perilaku dengan kategori
sedang. Usia (r=0,332; p<0,05), tingkat pendidikan (r=0,255; p<0,05), dan
pengeluaran keluarga (r=0,177; p<0,05) mempunyai hubungan yang positif dan
nyata dengan kontrol perilaku. Artinya semakin tinggi usia, tingkat pendidikan,
dan pengeluaran keluarga yang dimiliki oleh contoh maka contoh akan semakin
tergantung pada kesempatan dan sumber daya eksternal dalam menampilkan
perilaku konsumsi beras merah. Dalam hal ini semakin contoh mempunyai
tingkat pendidikannya tinggi, pendidikan contoh akan semakin baik. Contoh yang
mempunyai pendidikan yang baik tidak tergantung pada kesempatan dan
sumber daya eksternal dalam menampilkan perilaku konsumsi beras merah. Hal
ini dapat terjadi karena contoh dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
mempunyai pengetahuan yang lebih banyak sehingga diharapkan dapat
memberikan kontrol perilaku yang lebih baik dalam hal mengonsumsi beras
merah, baik dari pemilihan beras merah yang baik, pembelian dan penentuan
harga, dan pengolahan beras merah yang baik untuk dikonsumsi. Menurut
Gunarsa dan Gunarsa (2004) pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap
perkembangan pendidikan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka
semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Anak yang
mendapatkan pendidikan yang tinggi akan membentuk cara berfikirnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Guhardja et al. (1992) yang menyatakan bahwa tingkat
pendidikan yang dicapai seseorang akan membentuk cara, pola dan karakter
berpikir, presepsi, pemahaman, dan kepribadian. Kontrol perilaku contoh akan
membentuk intensi yang tinggi jika ada kesempatan dan sumber daya. Berbeda
pada variabel jumlah anggota keluarga yang berhubungan nyata tetapi negatif
terhadap kontrol perilaku (r=-0,230; p<0,05). Hal ini diduga karena semakin besar
anggota keluarga dalam sebuah keluarga maka akan memperkecil kontrol
perilaku contoh.
Hampir keseluruhan contoh mempunyai intensi konsumsi beras merah
dengan kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik contoh dan
keluarga yang dimiliki oleh contoh bukan lagi ditujukan untuk merubah
pengetahuan contoh mengenai konsumsi beras merah, melainkan sudah
ditujukan untuk melakukan tindakan mengonsumsi beras merah sehingga
54
berhubungan nyata pula dengan intensi konsumsi beras merahnya. Variabel
yang berhubungan positif dan nyata terhadap intensi konsumsi beras merah
adalah sikap (r=0,551; p<0,05), norma subjektif (r=0,483; p<0,05), dan kontrol
perilaku (r=0,523; p<0,05). Artinya semakin baik sikap, norma subjektif, dan
kontrol perilaku contoh yang berkaitan dengan pengetahuan produk beras merah
maka semakin baik pula intensi konsumsi beras merah contoh. Kram et al dalam
Farzier dan Niehm (2008) menemukan bahwa pendidikan dan pelatihan
mempengaruhi persepsi orang terhadap konsumsi, dengan menyediakan
kesempatan untuk mensimulasikan produk.
Dari ketiga komponen TPB, semua komponennya yaitu sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku berhubungan positif dan nyata dengan intensi
konsumsi beras merah. Artinya semakin baik sikap, norma subektif dan kontrol
perilaku contoh maka semakin besar intensi konsumsi beras merahya. Menurut
Citra (2010) secara umum, orang yang meyakini bahwa melakukan perilaku
tertentu dengan probabilitas yang tinggi dapat memberikan hasil yang paling
positif. Hal ini akan menyebabkan orang itu akan memiliki sikap yang mendukung
perilaku tersebut. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian
Kusminanti (2005) yang menunjukkan bahwa norma subjektif memiliki hubungan
yang signifikan terhadap intensi.
Semua persamaan regresi menunjukkan besarnya pengaruh karakteristik
contoh dan keluarga, pengetahuan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku
terhadap intensi konsumsi beras merah meskipun terdapat beberapa variabel
lain dalam karakteristik contoh dan keluarga tidak berpengaruh. Namun uji
hubungan menunjukkan bahwa norma subjektif berhubungan positif dan nyata
dengan sikap (r=0,506; p<0,05). Artinya semakin baik norma subjektif maka
sikap contoh terhadap konsumsi beras merah semakin besar. Norma subjektif
pada penelitian ini mempengaruhi intensi konsumsi beras merah melalui sikap.
Hasil uji hubungan juga menunjukkan bahwa kontrol perilaku berhubungan positif
dan nyata dengan norma subjektif (r=0,553; p<0,05). Artinya semakin baik
kontrol perilaku maka norma subjektif contoh semakin besar. Kontrol perilaku
pada penelitian ini tidak secara langsung mempengaruhi intensi konsumsi beras
merah tetapi dengan melalui norma subjektif dan sikap.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kontrol perilaku berhubungan
positif dan nyata dengan norma subjektif. Selanjutnya, norma subjektif
berhubungan positif dan nyata dengan sikap. Akhirnya sikap berhubungan dan
55
berpengaruh positif dan nyata terhadap intensi konsumsi bears merah. Hal ini
menunjukkan untuk meningkatkan intensi konsumsi beras merah pada contoh
perlu upaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dengan menyediakan
kesempatan dan sumber daya untuk mengonsumsi beras merah (adanya kontrol
perilaku). Sumber daya dan kesempatan konsumsi beras merah akan membuat
figur sosial berpikiran positif terhadap konsumsi beras merah dan mempunyai
harapan yang tinggi agar contoh mengonsumsi beras merah sehingga keinginan
contoh untuk memenuhi harapan tersebut juga semakin tinggi karena adanya
dukungan dari pihak-pihak yang berperan penting dalam hidupnya (adanya
norma subjektif). Akhirnya dengan adanya sumber daya dan dukungan terhadap
contoh maka sikap contoh dalam hal konsumsi beras merah akan semakin tinggi
yang dapat meningkatkan intensi konsumsi beras merahnya.
Pada penelitian ini variabel sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku
memberikan kontribusi terhadap intensi konsumsi beras merah dengan besarnya
nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 38,4 persen sedangkan variabel sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku yang ditambahkan dengan usia, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga, dan pengetahuan
memberikan kontribusi terhadap intensi konsumsi beras merah dengan besarnya
nilai koefisien determinasi (R2) lebih tinggi sebesar 41,5 persen. Variabel-variabel
lain yang diduga mempengaruhi intensi konsumsi beras merah menurut
Brockhaus dalam Fawaqa (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk konsumsi produk dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu: (1) karakteristik psikologi (need for achievement, locus of control,
risk taking propensity, dan personal value), (2) efek pengalaman (pengalaman
konsumsi sebelumnya, efek pengalaman orang lain sebagai role model juga
dapat menjadi pemicu keputusan konsumsi), dan (3) karakteristik personal
(umur, pendidikan, dan kediaman).
Hasil uji regresi linear berganda pada model menunjukkan bahwa dari
sembilan variabel, hanya variabel jumlah anggota keluarga, sikap, dan kontrol
perilaku contoh yang berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap perilaku
konsumsi beras merah. Nilai adjusted R square dari model ini ialah sebesar
0,382. Hal ini menunjukkan bahwa model ini hanya menjelaskan 38,2 persen
pengaruh variabel karakteristik contoh, keluarga contoh, pengetahuan, TPB,
serta intensi berpengaruh terhadap perilaku konsumsi beras merah, sementara
56
sisanya (61,8%) dipengaruhi oleh variabel dari penelitian lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
Hasil pada penelitian ini didasarkan pada model satu dengan hanya
melibatkan tiga variabel uji (sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku) yang
hasil nilai Adjusted R squarenya lebih kecil. Sedangkan model kedua mampu
menghasilkan nilai Adjusted R square sebesar 0,415 dibandingkan dari nilai
Adjusted R square yang dihasilkan oleh model satu yang melibatkan tiga vaiabel
untuk diuji yaitu sebesar 0,384. Jika membandingkan nilai Adjusted R square
kedua model, maka dapat disimpulkan jika variabel uji pada model dua (usia,
tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga,
pengetahuan, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku) memiliki pengaruh
yang besar terhadap perilaku konsumsi beras merah. Hasil penelitian ini sesuai
dengan Sumarwan (2004) yang menyatakan bahwa perilaku konsumen
merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong
tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan evaluasi, hal ini terbukti dari
contoh yang memiliki karakteristik baik dan didukung dengan pengetahuan yang
baik juga mengenai produk beras merah akan menghasilkan sikap konsumsi
yang baik pula ditambah dengan norma subjektif dan kontrol perilaku pada
contoh serta dilakukan evaluasi akan menghasilkan intensi dan perilaku
konsumsi yang baik dan diharapkan.
Oleh sebab itu contoh harus dapat menggunakan sumberdayanya seperti
karakteristik individu dan keluarga sebagai dasar awal, pengetahuan yang cukup
mengenai produk, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku secara bijak
sebagai upaya untuk melindungi diri dan mempertahankan hak sebagai
konsumen. Contoh sebagai konsumen beras merah hendaknya membeli beras
merah sesuai dengan pendapatan yang dimiliki dan kebutuhan akan kesehatan.
Contoh diharapkan tidak membeli beras biasa karena harganya murah tetapi
tidak sesuai dengan kebutuhan kesehatan, bahkan tanpa memperhatikan
kualitas isi, kandungan zat gizi, dan serat di dalam beras, tetapi sudah bisa lebih
bijak dalam melakukan pemilihan dan konsumsi akan beras.
Keterbatasan Penelitian
1. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian dikembangkan sendiri oleh
penulis dan pertama kali diujicobakan kepada contoh, sehingga pada
57
variabel pengetahuan perlu adanya pengembangan lebih lanjut agar
mendapatkan hasil yang lebih valid dan reliabel sesuai yang diharapkan.
2. Penelitian ini hanya dilakukan di Kota Bogor yang tidak memantau
perubahan antarwaktu.
3. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi karena teknik penarikan contoh
yang digunakan (snowball sampling) tidak memadai untuk hal tersebut. Hal
ini disebabkan sulitnya mendapatkan perizinan dan menentukan populasi
dari konsumen beras merah.
4. Penelitian ini tidak membedakan antara contoh yang tidak mengonsumsi
beras merah dengan yang mengonsumsi beras merah sehingga saat
pengukuran intensi konsumsi, tidak semua contoh mau mengonsumsi beras
merah secara rutin dan berkala.
58
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan. Persentase
terbesar usia contoh adalah dewasa awal dengan kisaran usia 18-40 tahun.
Jumlah contoh yang telah menikah dan yang belum menikah pun hampir sama.
Tingkat pendidikan terbesar berada pada tingkat Sarjana. Tingkat pendapatan
keluarga contoh tergolong dalam Social Economic Status A yang memiliki
pendapata per kapita diatas Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010
yaitu sebesar Rp 212.210,00. Sebagian besar contoh sudah bekerja. Sebagian
besar konsumen mengonsumsi beras merah dengan alasan faktor kesehatan.
Pada umumnya contoh berasal dari keluarga berukuran kecil.
Pengetahuan contoh mengenai produk beras merah berada pada
kategori sedang dan berpengaruh positif dan nyata terhadap sikap, norma
subektif dan kontrol perilaku. Sebagian besar contoh mempunyai sikap dengan
kategori sedang. Variabel yang berhubungan nyata dengan sikap adalah usia,
tingkat pendidikan, dan pengetahuan. Hampir separuh contoh mempunyai norma
subjektif dengan kategori rendah dan variabel yang berhubungan dengan norma
subjektif adalah usia dan tingkat pendidikan. Lebih dari separuh contoh
mempunyai kontrol perilaku dengan kategori sedang. Usia, tingkat pendidikan,
dan pengeluaran keluarga mempunyai hubungan yang positif dan nyata dengan
kontrol perilaku. Dari ketiga komponen TPB, semua komponennya yaitu sikap,
norma subjektif, dan kontrol perilaku berhubungan positif dan nyata dengan
intensi konsumsi beras merah. Hampir dari keseluruhan contoh mempunyai
intensi konsumsi beras merah dengan kategori tinggi.
Saran
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sikap, norma subjektif, dan
kontrol perilaku berhubungan positif dan nyata dengan intensi konsumsi beras
merah sehingga disarankan kepada masyarakat kota Bogor untuk dapat
meningkatkan kualitas pengetahuan mengenai produk beras merah sehingga
dapat meningkatkan intensi konsumsi beras merah serta mengembangkan
potensi hidup sehat di kalangan masyarakat kota Bogor. Selain itu, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kontrol perilaku berhubungan positif dan nyata
dengan norma subjektif yang berhubungan positif dan nyata dengan sikap yang
59
akhirnya sikap berhubungan dan berpengaruh terhadap intensi konsumsi beras
merah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan intensi konsumsi beras merah pada
masyarakat dapat dilakukan penguatan sikap konsumsi beras merah dengan
cara menciptakan lingkungan yang kondusif yang menyediakan kesempatan
pada masyarakat untuk mengonsumsi beras merah dan juga memudahkan
akses terhadap pembelian beras merah agar bisa memudahkan masyarakat
untuk memulai konsumsi beras merah. Adanya kemudahan untuk mengonsumsi
beras merah dan dukungan dari berbagai pihak termasuk instruktur atau dokter
dapat mempengaruhi sikap masyarakat dalam hal konsumsi beras merah yang
pada akhirnya dapat meningkatkan intensi konsumsi beras merah pada
masyarakat kota Bogor.
Beberapa rekomendasi penelitian mendatang yang dapat diberikan dari
penelitian ini antara lain, adalah:
1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat perbedaan pengaruh
contoh yang mengonsumsi beras merah dan yang tidak mengonsumsi
beras merah atau perbandingan konsumsi beras putih dan beras merah
terhadap perilaku konsumsi dan kesehatan masyarakat di kota Bogor
setelah diberikan penyuluhan atau informasi terkait produk beras merah.
2. Penelitian ke depan juga diharapkan menggunakan metode sampling
yang lain agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan perlu mencari
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap intensi konsumsi beras
merah masyarakat kota Bogor yang tidak terdapat pada penelitian ini.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan kemampuan
finansial contoh untuk membeli beras merah.
4. Pada penelitian ini terdapat beberapa atribut yang tidak diteliti tetapi
dapat menjadi pertimbangan bagi konsumen dalam mengonsumsi produk
beras merah antara lain rasa, promosi penjualan, dan penggunaan segel
produk. Diharapkan kedepannya dapat melibatkan atribut-atribut tersebut
di dalam penelitian lanjutan.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen I. 1988. Attitude, Personality and Behavior. Open University Press: Milton Keynes
Anindita D. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk Makanan Ringan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Assael H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action (4th ed). Boston: PWS-KENT.
Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Budianto FX, penerjemah. Jakarta: Bina Aksara Putra. Terjemahan dari: Consumer Behavior.
Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995a. Perilaku Konsumen. Jilid 2. Budianto FX, penerjemah. Jakarta: Bina Aksara Putra. Terjemahan dari: Consumer Behavior.
Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995b. Consumer Behavior (8th ed). Florida: The Dryden Press.
Fishbein M, Ajzen I. 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Menlo Park California: Addison-Wesley Publishing Company Inc
Hawkins Del I, Best RJ, Coney KA. 2001. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. 8th Edition. Boston. MA: Irwin-McGraw-Hill.
Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Jayanti TS. 2010. Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Remaja Siswa SMA Kornita Kabupaten Bogor dalam Pembelian CD Bajakan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Julaeha. 2010. Analisis Persepsi dan Sikap Kosumen Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus : Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kardes FR. 2002. Consumer Behavior and Managerial Decision Making (2nd ed). India: Prentice-Hall.
61
Kusminanti Yuni. 2005. Sumbangan sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap intensi untuk menggunakan helm pada pekerja konstruksi bangunan [tesis]. Depok: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia
Loudon DL, Bitta AJD. 1984. Consumer Behavior Concepts and Applications. Singapore: McGraw-Hill.
Megawangi R. 2004. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation
Nasution A. 2009. Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Cair [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Retnaningsih, Utami PW, & Muflikhati I. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Dan Perilaku Membeli Buku Bajakan Pada Mahasiswa IPB. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 3 (1): 82-88.
Santoso S. 1995. Data Statistik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sari SDP. 2010. Analisis Efektifitas Iklan Televisi Deodoran Pria Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Khusus Pria Pada Konsumen (Studi Kasus Pengunjung Pria Supermal Karawaci) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Schiffman LG, Kanuk LL. 1983. Consumer Behavior (2nd ed). New Jersey: Prentice-Hall.
Schiffman LG, Kanuk LL. 1994. Consumer Behavior (5th ed). New Jersey: Prentice-Hall.
Singaribun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Sosial
Solomon MR. 2002. Consumer Behavior (fifth ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
62
Syifa ZA. 2010. Pengaruh Nilai yang Dianut Terhadap Preferensi dan Perilaku Pembelian Buah-Buahan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia
Yandini S. 2010. Analisis Diskriminan Terhadap Efektifitas Iklan Televisi Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Pada Pengunjung Pria Supermal Karawaci [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Yurita. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan TV dan Uji Konsumen Produk Makanan Ringan Terhadap Persepsi dan Preferensi Iklan, Serta Niat Beli Anak [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
64
Lampiran 1 Output Realibilitas Kuesioner
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items
.715 .723 10
Inter-Item Correlation Matrix
umur status
pddkangk pkrjan jmlakel pendpt
pndptkel
pluaran pluarkel
Siapa
umur 1.000 .856 .494 .300 -.007 .243 .060 .308 .055 -.193
status .856 1.000 .411 .277 -.096 .218 .057 .280 .076 -.224
pddkangk .494 .411 1.000 .117 .044 .332 .260 .319 .234 -.222
pkrjan .300 .277 .117 1.000 -.105 .212 .267 .190 .180 -.286
jmlakel -.007 -.096 .044 -.105 1.000 .084 -.055 .089 -.018 .095
pendpt .243 .218 .332 .212 .084 1.000 .706 .970 .682 .128
pndptkel .060 .057 .260 .267 -.055 .706 1.000 .598 .917 -.202
pluaran .308 .280 .319 .190 .089 .970 .598 1.000 .624 .176
pluarkel .055 .076 .234 .180 -.018 .682 .917 .624 1.000 -.133
siapa -.193 -.224 -.222 -.286 .095 .128 -.202 .176 -.133 1.000
ANOVA with Cochran's Test
Sum of Squares df
Mean Square
Cochran's Q Sig
Between People 7.232E15 122 5.928E13
Within People Between Items 1.969E16 9 2.188E15 570.391 .000
Residual 1.853E16 1098 1.687E13
Total 3.822E16 1107 3.453E13
Total 4.546E16 1229 3.699E13
Grand Mean = 2584698.32
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 123 94.6
Excludeda 7 5.4
Total 130 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
65
Lampiran 2 Koefisien Korelasi antara Theory of Planned Behaviour dan
Pengetahuan (Spearman)
Correlations
Jml peng jmlsik
Jml esik
Jml norm
Jml cbs
Jml cbp Pddk
Spearman's rho
jmlpeng Correlation Coefficient
1.000 .269** .316
** .236
** .354
** .284
** .023
Sig. (2-tailed) . .002 .000 .007 .000 .001 .798
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlsik Correlation Coefficient
.269** 1.000 .775
** .519
** .576
** .513
** .167
Sig. (2-tailed) .002 . .000 .000 .000 .000 .057
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlesik Correlation Coefficient
.316** .775
** 1.000 .525
** .497
** .447
** .204
*
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000 .020
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlnorm Correlation Coefficient
.236** .519
** .525
** 1.000 .571
** .503
** .218
*
Sig. (2-tailed) .007 .000 .000 . .000 .000 .013
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlcbs Correlation Coefficient
.354** .576
** .497
** .571
** 1.000 .772
** .216
*
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 . .000 .013
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlcbp Correlation Coefficient
.284** .513
** .447
** .503
** .772
** 1.000 .220
*
Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .000 .000 . .012
N 130 130 130 130 130 130 130
pddk Correlation Coefficient
.023 .167 .204* .218
* .216
* .220
* 1.000
Sig. (2-tailed) .798 .057 .020 .013 .013 .012 .
N 130 130 130 130 130 130 130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
66
Lampiran 3 Koefisien Korelasi antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan TPB
Correlations
umur
jmlak
el
pluar
kel
pddka
ngk jses jns Jgcbsp
umur Pearson Correlation 1 -.026 .037 .418** .243
** .293
** .332
**
Sig. (2-tailed) .772 .676 .000 .005 .001 .000
N 130 130 130 130 130 130 130
jmlakel Pearson Correlation -.026 1 -.014 .069 -.060 -.123 -.230**
Sig. (2-tailed) .772 .875 .436 .494 .163 .009
N 130 130 130 130 130 130 130
pluarkel Pearson Correlation .037 -.014 1 .241** .000 .006 .177
*
Sig. (2-tailed) .676 .875 .006 .995 .945 .044
N 130 130 130 130 130 130 130
pddkangk Pearson Correlation .418** .069 .241
** 1 .215
* .207
* .255
**
Sig. (2-tailed) .000 .436 .006 .014 .018 .003
N 130 130 130 130 130 130 130
jses Pearson Correlation .243** -.060 .000 .215
* 1 .506
** .529
**
Sig. (2-tailed) .005 .494 .995 .014 .000 .000
N 130 130 130 130 130 130 130
jns Pearson Correlation .293** -.123 .006 .207
* .506
** 1 .553
**
Sig. (2-tailed) .001 .163 .945 .018 .000 .000
N 130 130 130 130 130 130 130
jgcbsp Pearson Correlation .332
**
-
.230**
.177* .255
** .529
** .553
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .009 .044 .003 .000 .000
N 130 130 130 130 130 130 130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-
tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level
(2-tailed).
67
Lampiran 4 Koefisien Korelasi antara Pengetahuan dengan TPB Correlations
jmlpeng jses jns Jgcbsp
jmlpeng Pearson Correlation 1 .314** .222
* .322
**
Sig. (2-tailed) .000 .011 .000
N 130 130 130 130
jses Pearson Correlation .314** 1 .506
** .529
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
jns Pearson Correlation .222* .506
** 1 .553
**
Sig. (2-tailed) .011 .000 .000
N 130 130 130 130
jgcbsp Pearson Correlation .322** .529
** .553
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 5 Koefisien Korelasi antara TPB dengan Intensi
Correlations
jmlint jses Jns Jgcbsp
jmlint Pearson Correlation 1 .551** .483
** .523
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
jses Pearson Correlation .551** 1 .506
** .529
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
jns Pearson Correlation .483** .506
** 1 .553
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
jgcbsp Pearson Correlation .523** .529
** .553
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
N 130 130 130 130
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
68
Lampiran 6 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor TPB yang berpengaruh terhadap
Intensi
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .631a .398 .384 1.958 1.534
a. Predictors: (Constant), jgcbsp, jses, jns
b. Dependent Variable: jmlint
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.266 .650 11.185 .000
Jses .031 .008 .328 3.838 .000
Jns .033 .016 .180 2.064 .041
jgcbsp .023 .008 .250 2.826 .005
a. Dependent Variable: jmlint
Lampiran 7 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor karakteristik yang berpengaruh
terhadap Intensi
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .672a .451 .415 1.908 1.563
a. Predictors: (Constant), jgcbsp, pluarkel, jmlakel, umur, jmlpeng, pddkangk, jses, jns
b. Dependent Variable: jmlint
69
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.567 1.588 2.246 .027
Umur .020 .015 .103 1.330 .186
pddkangk .066 .078 .065 .840 .403
pluarkel 2.260E-8 .000 .060 .839 .403
jmlakel .447 .190 .169 2.350 .020
jmlpeng .036 .097 .027 .368 .714
Jses .028 .008 .302 3.522 .001
Jns .031 .016 .170 1.987 .049
jgcbsp .022 .009 .237 2.553 .012
a. Dependent Variable: jmlint
Lampiran 8 Hasil Uji Regresi Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Perilaku
Konsumsi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .652a .425 .382 .8190681 1.689
a. Predictors: (Constant), jmlint, jmlakel, pluarkel, umur, jmlpeng, pddkangk, jns, jses, jgcbsp
b. Dependent Variable: I3mingguan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.818 .696 2.614 .010
umur -.005 .007 -.059 -.731 .466
pddkangk -.022 .034 -.053 -.654 .514
pluarkel -1.527E-8 .000 -.097 -1.317 .190
jmlakel .261 .084 .237 3.129 .002
jmlpeng .015 .041 .027 .353 .725
jses -.008 .004 -.209 -2.266 .025
jns .002 .007 .020 .225 .822
jgcbsp -.015 .004 -.397 -4.045 .000
jmlint .008 .039 .019 .203 .840
a. Dependent Variable: I3mingguan
70
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir sebagai anak kedua dari pasangan Ir.
Julizar Warganegara dan Wiewiek Indriani, SE. MM di
Bandar Lampung pada tanggal 02 Februari 1990. Penulis
memulai pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak dari
tahun 1994 hingga 1995 di TK Trisula, Bandar Lampung.
Pada tahun 1995 hingga tahun 2001 penulis melanjutkan
pendidikannya di SD Negeri 2, Bandar Lampung. Pada
tahun 2001 hingga 2004 penulis melanjutkan studinya di
SMP Negeri 2, Bandar Lampung. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 10, Bandar Lampung pada tahun 2004 hingga 2007.
Tahun 2007 penulis mengirim aplikasi diri ke Institut Pertanian Bogor
(IPB) melewati jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai langkah awal
mewujudkan harapan penulis untuk melanjutkan pendidikan. Penulis diterima
menjadi mahasiswa IPB pada tahun yang sama di Departemen Ilmu Keluarga
dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia. Penulis menempuh pendidikan
mayor-minor, dan mengambil minor Komunikasi sebagai minor studi. Selama
menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Tenis Lapangan, Music Agricultural Xpression (MAX!!), dan Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) pada tahun kepengurusan 2007-2009 dan aktif sebagai
anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) pada
tahun kepengurusan 2009-2010.
Bogor, Maret 2012
Penulis