20
1 ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN BERIKAT BAGI IMPORTIR PRODUSEN PADA KAWASAN BERIKAT PT. XYZ Nama Penulis : Ratna Yunita Nama Pembimbing : Ali Purwito M. Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Abstrak Skripsi ini membahas pengawasan terhadap kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada salah satu pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yaitu PT. XYZ. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengawasan yang diterapkan pada PT. XYZ dan kendala-kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada PT. XYZ sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya terjadi kendala yang bersifat internal, seperti kurangnya koordinasi antar bagian di PT. XYZ, maupun kendala yang sifatnya eksternal, seperti kurangnya jumlah SDM yang dimiliki pihak Bea dan Cukai, kurangnya integritas petugas Bea dan Cukai dan belum dibangunnya sistem teknologi dan informasi yang terpusat. Kata kunci: Importir Produsen; Kawasan Berikat; Pengawasan Abstract The focus of this study is the supervision toward bonded zone policy to the one of bonded zone user, i.e. PT. XYZ. The objectives of this study are to describe the supervision of the use of bonded zone facility in PT. XYZ and identified problems maybe arise. This research is a qualitative research. From this research can assumed that the supervision of the use of bonded zone facility in PT. XYZ is run in accordance with the legislation in force. Constraints that occurred in the implementation divided into internal and external. Such as the lack of coordination amongst related section in PT. XYZ and the lack of integrity of customs and excise official on their duties. Keyword: Controlling; Bonded Zone; Importer Manufacture; Supervision Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

1

ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN

BERIKAT BAGI IMPORTIR PRODUSEN PADA KAWASAN BERIKAT

PT. XYZ

Nama Penulis : Ratna Yunita

Nama Pembimbing : Ali Purwito M.

Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Abstrak

Skripsi ini membahas pengawasan terhadap kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada

salah satu pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yaitu PT. XYZ. Tujuan dilakukannya

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengawasan yang diterapkan pada PT.

XYZ dan kendala-kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan tersebut. Penelitian

ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada PT. XYZ sudah berjalan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya terjadi kendala yang

bersifat internal, seperti kurangnya koordinasi antar bagian di PT. XYZ, maupun kendala

yang sifatnya eksternal, seperti kurangnya jumlah SDM yang dimiliki pihak Bea dan Cukai,

kurangnya integritas petugas Bea dan Cukai dan belum dibangunnya sistem teknologi dan

informasi yang terpusat.

Kata kunci: Importir Produsen; Kawasan Berikat; Pengawasan

Abstract

The focus of this study is the supervision toward bonded zone policy to the one of

bonded zone user, i.e. PT. XYZ. The objectives of this study are to describe the supervision of

the use of bonded zone facility in PT. XYZ and identified problems maybe arise. This

research is a qualitative research. From this research can assumed that the supervision of the

use of bonded zone facility in PT. XYZ is run in accordance with the legislation in force.

Constraints that occurred in the implementation divided into internal and external. Such as the

lack of coordination amongst related section in PT. XYZ and the lack of integrity of customs

and excise official on their duties.

Keyword: Controlling; Bonded Zone; Importer Manufacture; Supervision

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 2: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

2

I. Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah

Kunci kebangkitan kembali perekonomian Indonesia adalah pulihnya kepercayaan

para investor untuk berinvestasi (Ismail: 2004, 245). Pulihnya kepercayaan para investor

untuk berinvestasi tersebut dibuktikan dengan meningkatnya kegiatan penanaman modal di

Indonesia dari tahun ke tahun. Sebagaimana dapat tercermin dalam tabel statistik

perkembangan investasi di Indonesia pada tahun 2010-2011 berikut ini:

Tabel 1.1. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan

Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Tahun 2012 (Investasi dalam USD. Juta)

No. Sektor 2010 2011

Proyek Invetasi Proyek Investasi

1. Primer 420 3,042.3 643 4,452.4

2. Sekunder 1.096 3,357.1 1.342 5,181.8

3. Tersier 1.565 9,815.3 1.609 4,710.5

Jumlah 3.081 16,214.7 3.594 14,344.7

Sumber: Data Badan Koordinasi Penanaman Modal per April 2012, diolah kembali oleh peneliti.

Kegiatan penanaman modal di Indonesia dari segi nilai investasi secara keseluruhan

tampak menurun di tahun 2011. Namun untuk sektor primer dan sekunder tampak mengalami

peningkatan. Terlihat peningkatan sebesar USD 1,410.1 pada sektor primer dan USD 1,824.7

pada sektor sekunder.

Memberikan insentif perpajakan merupakan jalan keluar yang diberikan hampir di

setiap negara dalam memberi perlakuan terhadap investor yang ingin menanamkan bisnisnya,

seperti di China, India dan kemudian diikuti oleh Vietnam dan Bangladesh (Sugianto: 2008,

15). Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang berfungsi sebagai

fasilitator perdagangan harus dapat membuat suatu hukum kepabeanan yang dapat

mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan dan

pengawasan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah. DJBC dituntut untuk dapat

memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas berupa pelayanan yang lebih

cepat, lebih baik dan lebih murah (Dimyati: 2011, 8).

Upaya pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan menarik penanam

modal asing dan modal dalam negeri adalah melalui pemberian fasilitas berupa Kawasan

Berikat (Purwito: 2008, 102). Kawasan Berikat merupakan salah satu bentuk fasilitas yang

yang ditujukan bagi perusahaan yang berstatus importir produsen dengan tujuan utama

mengekspor hasil olahannya. Menurut Sophar Lumbantoruan (1987, 263):

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 3: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

3

”Kawasan Berikat (bonded zone) adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di

wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus

di bidang pabean, yaitu terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau

dari daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dulu dikenakan pungutan bea,

cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk

tujuan impor, ekspor atau re-ekspor.”

Fasilitas atas Kawasan Berikat diberikan kepada kawasannya yang merupakan industri

terpadu sehingga pemberian fasilitas berlaku pada hampir semua barang yang dimasukkan ke

Kawasan Berikat (Perbandingan, 2010, 50). Dalam fungsinya sebagai tempat untuk

mendekatkan barang kepada konsumen, Kawasan Berikat tidak hanya dipergunakan sebagai

tempat untuk mengolah barang dari luar negeri sebelum barang tersebut dipasarkan. Melihat

performa perusahaan-perusahaan Kawasan Berikat saat ini ada kemajuan secara signifikan

(“Kawasan”, 2012, 3). Jumlah Kawasan Berikat yang kian bertambah dari waktu ke waktu

menunjukkan bahwa fasilitas ini masih dibutuhkan para pengusaha, terutama pengusaha

ekspor-impor (“Kawasan”, 2012, 3). Hingga saat ini terdapat lebih dari seribu perusahaan

yang mendapat fasilitas Kawasan Berikat dari pemerintah. Secara lebih terperinci dapat

dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2. Data Pengguna Fasilitas Kawasan Berikat Tahun 2012

Sumber: Data Direktorat Fasilitas Kepabeanan per Januari 2012,

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Melihat dari data sebelumnya yang dilansir oleh media cetak Bisnis Indonesia per

Desember 2011, jumlah Kawasan Berikat pada saat itu adalah 1.557 perusahaan yang tersebar

di wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Solo, Gresik, Sidoarjo dan Medan

(”Bea”, 2011, hal. 11). Jika dibandingkan dengan data yang tersaji pada tabel di atas, jumlah

perusahaan yang tergolong menjadi Kawasan Berikat mengalami peningkatan sekitar 1,22%.

Hal ini menandakan bahwa sampai saat ini fasilitas Kawasan Berikat memiliki daya tarik di

mata para produsen dengan basis ekspor.

Dengan jumlah sebaran Kawasan Berikat di seluruh Indonesia yang sebanyak ini,

sangat besar potensi terjadinya penyimpangan yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 4: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

4

di bidang pemberian fasilitas Kawasan Berikat (dikutip dari wawancara dengan Surono pada

15 Mei 2012 pukul 15.05 WIB). Banyaknya jumlah Kawasan Berikat yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia merupakan suatu kendala yang cukup berarti bagi terlaksananya tugas

pengawasan karena jumlah personil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kurang

cukup memadai. Jumlah Kawasan Berikat yang sangat banyak dan dengan lokasinya yang

tersebar membuat praktik penyalahgunaan fasilitas unggulan DJBC itu semakin mudah

dilakukan. Kendala seperti ini sering dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab

untuk menghindar dari kewajiban terhadap negara, yaitu kewajiban pembayaran bea masuk

atau bea keluar (Semedi: 2011, 41).

Ketika menggunakan fasilitas KITE, PT. XYZ diwajibkan untuk memberikan jaminan

kepada negara agar fasilitas tersebut tidak disalahgunakan. Jaminan yang digunakan berupa

custom bond. Untuk melakukan impor PT. XYZ harus memiliki ”modal” terlebih dahulu agar

impor dapat dilakukan. Dari sisi cash flow juga tidak mendukung karena PT. XYZ harus

menyediakan jaminan serta modal untuk melakukan proses produksi hingga barang jadi

diekspor, yang tidak hanya berasal dari cash perusahaan tetapi juga dari pinjaman-pinjaman.

Dapat dikatakan bahwa fasilitas KITE dirasa memberatkan bagi PT. XYZ pada saat itu. Hal

itulah yang kemudian menjadi alasan bagi PT. XYZ untuk beralih menggunakan fasilitas

Kawasan Berikat. Berdasarkan fenomena tersebut penulis memilih untuk menggunakan PT.

XYZ sebagai obyek dalam penelitian ini.

I.2. Pokok Permasalahan

1. Bagaimana pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ

sebagai importir produsen di Kawasan Berikat?

2. Apakah kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan kebijakan fasilitas

Kawasan Berikat di PT. XYZ?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat bagi PT.

XYZ sebagai importir produsen di Kawasan Berikat.

2. Untuk menganalisis kendala-kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan

fasilitas Kawasan Berikat di PT. XYZ.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 5: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

5

II. Tinjauan Pustaka

II.1. Teori Pengawasan

Prakoso (2008, 17) mengartikan pengawasan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar

suatu tindakan sesuai dengan yang seharusnya. Senada dengan pernyataan tersebut, Siagian

(1989, 135) menyatakan bahwa pengawasan adalah:

”Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk

menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan merupakan salah satu fungsi

organisasi dan manajemen. Dikatakan bahwa pengawasan termasuk fungsi organisasi

manajemen, karena apabila fungsi ini tidak dilaksanakan, cepat atau lambat akan

mengakibatkan matinya/hancurnya suatu organisasi.”

Pengertian tersebut mengandung makna bahwa pengawasan dilakukan untuk

menjamin tercapainya sasaran organisasi sebagaimana dikehendaki. Dengan pengawasan

yang baik maka berbagai gejala penyimpangan, kesalahan ataupun ketidaksesuaian dalam

pelaksanaan pekerjaan dapat diarahkan dan diluruskan sehingga tetap berada pada garis

kebijakan yang ditetapkan.

Berdasarkan cara pelaksanaannya, pengawasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung adalah

pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan berlangsung, yaitu dengan melakukan

inspeksi, verifikasi dan investigasi. Sedangkan pengawasan tidak langsung adalah suatu

bentuk pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian laporan

dari instansi yang sedang diawasi (Sujamto: 1983, 24).

II.2. Teori Pengawasan Pabean

Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan

pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas

pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa sarana pengangkut, barang,

penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan

lain-lain (Semedi: 2011, 43-44).

Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs

Organization (WCO) sebagaimana dikutip oleh Semedi (2011, 43) disebutkan bahwa

pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran

kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan bea dan cukai

yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus

mencakup kegiatan penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 6: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

6

Pengawasan lebih cenderung kepada upaya-upaya pencegahan yang bersifat preventif

dan persuasif daripada tindakan yang bersifat represif. Apabila dipandang dari sifatnya

pengawasan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam. Salah satunya adalah pengawasan

yang bersifat audit (post clearance audit), yakni pengawasan sehubungan dengan

diterapkannya prinsip self assessment, yang mengharapkan kejujuran dan kepatuhan para

pengguna jasa kepabeanan dalam memberitahukan, memperkirakan,menghitung dan

melaporkan sendiri tentang jenis barang, klasifikasi barang dan nilai pabean di dalam

pemberitahuan pabean (Purwito: 2008, 347). Audit kepabeanan dilakukan terhadap semua

dokumen kepabeanan dan cukai yang telah selesai maupun pembukuan perusahaan dan cek

silang yang dilakukan secara on the spot (yang terjadi atau ada di lapangan).

II.3. Teori Audit Kepabeanan

Sistem audit kepabeanan salah satunya terbagi atas audit umum (Purwito: 2008, 313-

314). Audit umum merupakan audit kepabeanan yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan

secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan. Juga diteliti

mengenai struktur organisasi, pembukuan (komersial dan fiskal) serta sistem-sistem yang

diterapkan (inventory, pembelian, penjualan, pembayaran, produksi, akuntansi, uraian tugas,

buku besar, buku kas, bukti transfer, faktur penjualan dan lainnya). Audit dilakukan secara

terencana atau sewaktu-waktu. Audit ini dilakukan setelah menyusun program audit, yang

antara lain menentukan luas pemeriksaan, penilaian sistem pengendalian internal, pembukuan

dan pelaporan perusahaan atau pendekatan sistemik. Selanjutnya dilakukan rekapitulasi ulang

dari original vouchers atau pendekatan tradisional. Penentuan sasaran audit, seperti kepatuhan

terhadap sistem dan prosedur kepabeanan, pengisian pemberitahuan yang benar, jelas,

lengkap dan hal-hal yang terkait dengan pemberian fasilitas.

III. Metode Penelitian

III.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Dikarenakan penelitian ini tidak menitikberatkan pada sebuah hasil melainkan pada proses

yang terjadi. Oleh karena itu, penelitian kualitatif dapat menggunakan desain penelitian studi

kasus.

Permasalahan utama dalam penelitian ini membahas pengawasan pelaksanaan

kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada salah satu produsen pengguna fasilitas Kawasan

Berikat. Selain itu juga membahas kendala-kendala yang dihadapi dalam proses

pelaksanaannya sehingga pendekatan yang lebih tepat digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 7: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

7

III.2. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu

berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian dan dimensi waktu (Neuman: 1994, 24).

Berikut akan dipaparkan lebih jauh kaitan antara jenis-jenis penelitian yang akan dilakukan.

III.2.1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif

karena bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala

atau fenomena. Hasil akhir dari penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola

mengenai fenomena yang sedang dibahas. Pada penelitian deskriptif ini peneliti

membutuhkan sejumlah pengetahuan, informasi, fakta dan petunjuk untuk menambah

informasi mengenai suatu permasalahan atau keadaan agar lebih terperinci. Untuk

memahami dan menguasai metode penelitian kualitatif serta dapat mengaplikasikan

metode ini secara benar, pemahaman terhadap konsep dasar metode penelitian ini

menjadi suatu keniscayaan (Prastowo: 2011, 24).

III.2.2. Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian

Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis

penelitian murni, karena penelitian ini dilakukan atas dasar keingintahuan peneliti

terhadap suatu hasil aktivitas yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis

akan menggali lebih dalam mengenai pelaksanaan pengawasan fasilitas Kawasan

Berikat bagi importir produsen pada Kawasan Berikat tertentu beserta dengan

kendala-kendala yang dihadapi.

III.2.3. Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu Penelitian

Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam penelitian cross

sectional, karena dilakukan pada satu waktu tertentu secara berulang-ulang, pada saat

melaksanakan praktik lapangan dan hanya dilakukan dalam sekali waktu saja sampai

peneliti menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian. Peneliti tidak akan

melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dijadikan perbandingan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti tetap memfokuskan penelitian

pada satu poin dalam satu waktu meskipun proses wawancara dilakukan dalam jangka

waktu berbulan-bulan, sehingga penelitian ini disebut penelitian cross sectional.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 s.d. November 2012.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 8: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

8

III.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan semua temuan yang peneliti

dapatkan dari lapangan, berupa data, gambaran, maupun analisa, yang menurut peneliti

penting untuk dimasukkan ke dalam laporan penelitian ini.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data, penulis menggunakan dua teknik, yaitu:

1. Studi Literatur (Library Research)

Dalam studi literatur, penulis berusaha mempelajari dan menelaah berbagai

literatur (buku-buku kepabeanan, jurnal, majalah, artikel-artikel di internet,

Undang-undang Kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai dan sebagainya) untuk menghimpun sebanyak mungkin

ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan pokok permasalahan

yang diteliti. Melalui studi literatur akan diperoleh data sekunder.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan pada penelitian ini berguna untuk mendapatan data primer

serta data sekunder. Data primer diperoleh oleh penulis langsung dari responden

atau melalui wawancara mendalam (in depth interview) yang berhubungan dengan

masalah penelitian. Wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan terbuka

tanpa membatasi pilihan jawaban informan dan dengan sistem one by one

interview. Kemudian hasil wawancara tersebut akan diolah menjadi transkip

wawancara yang berikutnya akan dianalisis. Wawancara mendalam dilakukan

pada pihak yang kompeten dan mengetahui seluk beluk masalah kawasan berikat,

baik dari sisi pengguna fasilitas kawasan berikat, pembuat kebijakan, maupun

pihak lainnya yang relevan dengan tema penelitian ini.

III.5. Site Penelitian

Lokasi yang menjadi site dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Kawasan Berikat PT. XYZ (Penyelenggara Kawasan Berikat merangkap PDKB)

di Bogor.

b. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai di Jakarta.

c. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Bogor.

d. Pusdiklat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 9: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

9

IV. Gambaran Umum Fasilitas Kawasan Berikat

Sebagai salah satu bentuk TPB, tujuan utama pemerintah menetapkan adanya

Kawasan Berikat adalah untuk meningkatkan ekspor, terutama akibat adanya globalisasi

ekonomi. Pedagang-pedagang dalam negeri harus mampu bersaing dengan pedagang dari

mancanegara, sehingga produksi dalam negeri juga mampu bersaing untuk diperdagangkan di

dunia internasional. Di samping kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah,

upaya untuk meningkatkan ekspor juga telah dilakukan dengan disediakannya suatu kawasan

yang biasa disebut dengan Kawasan Berikat (bonded zone). Perusahaan industri di Kawasan

Berikat diberikan berbagai fasilitas, baik fasilitas fiskal maupun fasilitas kemudahan

pelayanan kepabeanan. Fasilitas fiskal yang diberikan adalah penangguhan bea masuk serta

tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas pemasukan barang dari luar negeri ke Kawasan

Berikat. Demikian juga dengan barang yang dimasukkan dari pasar lokal ke Kawasan Berikat,

tidak dipungut PPN. (“Kawasan”, 2012, 4)

V. Analisis Pengawasan Kebijakan Fasilitas Kawasan Berikat pada PT. XYZ

V.1. Analisis Pengawasan Kebijakan Fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ sebagai

Importir Produsen di Kawasan Berikat

Fasilitas Kawasan Berikat diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki

kegiatan utama berupa ekspor. Bentuk fasilitas yang diberikan adalah penangguhan Bea

Masuk (BM) dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI). Agar fasilitas tersebut

digunakan sesuai dengan koridor peruntukkannya sudah selayaknya DJBC mengedepankan

fungsi pengawasannya tanpa mengabaikan fungsi pelayanannya. Karena pada hakikatnya

masih terdapat hak-hak negara yang harus diawasi penggunaannya agar tidak disalahgunakan.

Fungsi pengawasan terhadap pemberian fasilitas Kawasan Berikat dapat dibedakan

menjadi pengawasan langsung yang merupakan pengawasan secara fisik dan pengawasan

tidak langsung yang merupakan pengawasan terhadap pembukuan perusahaan. Pengawasan

terhadap pembukuan perusahaan ini merupakan pengawasan sehubungan dengan

diterapkannya prinsip self assessment, yang mengharapkan kejujuran dan kepatuhan para

pengguna jasa kepabeanan dalam memberitahukan, memperkirakan,menghitung dan

melaporkan sendiri tentang jenis barang, klasifikasi barang dan nilai pabean di dalam

pemberitahuan pabean.

V.1.1. Pengawasan yang Bersifat Langsung

Merupakan pengawasan yang dilakukan dengan menempatkan petugas bea cukai

sebagai pengawas di dalam wilayah Kawasan Berikat. Pengawasan dilakukan selama 24 jam

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 10: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

10

per hari terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan terkait dengan penggunaan fasilitas

Kawasan Berikat oleh perusahaan. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya pelangaran-

pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara. Dalam hal

tertentu dapat dilakukan pengawasan yang bersifat intelijen oleh Unit Penyelidikan dan

Penindakan (P2) di sekitar wilayah Kawasan Berikat. Tetapi mekanisme penempatan

pengawas di dalam wilayah Kawasan Berikat lebih diutamakan agar pengawasan yang

dilakukan dapat dioptimalkan.

Petugas bea cukai yang ditugaskan mengawasi PT. XYZ yang merupakan Pengusaha

di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat (PDKB) berada di bawah

kewenangan Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Hanggar Lapangan. Kasubsi Hanggar Lapangan ini

merupakan pimpinan dari hanggar yang dibentuk oleh Seksi Pabean Kantor Pengawasan dan

Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bogor. Kasubsi Hanggar Lapangan ini bertugas

mengawasi Kawasan Berikat yang ada di wilayah Bogor secara periodik. Sedangkan petugas

bea cukai yang ditempatkan di wilayah Kawasan Berikat, dalam hal ini PT. XYZ, bertugas

mengawasi aktivitas di kawasan secara rutin.

Proses pengawasan dalam hal penggunaan fasilitas Kawasan Berikat oleh PT. XYZ

dilakukan ketika PT. XYZ mulai melakukan kegiatan importasi barang hingga saat terjadinya

realisasi ekspor dan pada saat dilakukan audit kepabeanan dan cukai. Pertama, pada saat

barang yang diimpor tiba. Kedua, pada saat barang yang diimpor diangkut dari pelabuhan

bongkar menuju ke Kawasan Berikat. Ketiga, pada saat dilakukan subkontrak. Keempat, pada

saat realisasi ekspor. Terakhir dengan dilakukannya post audit.

V.1.1.1 Pengawasan pada Saat Realisasi Impor

Selain berfungsi sebagai dokumen yang digunakan dalam melakukan impor ke

Kawasan Berikat, BC 2.3 juga memberikan informasi mengenai jenis barang yang diimpor

oleh PT. XYZ. Oleh karena itu BC 2.3 juga dapat digunakan sebagai instrumen dalam rangka

melakukan pengawasan terhadap penggunaan fasilitas Kawasan Berikat. Karena fungsi

dokumen BC 2.3 tersebut maka jika terdapat barang yang diimpor tergolong dalam barang

yang diawasi penggunaannya, maka akan diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang

dan Pemeriksaan Barang di TPB (SPPB-TPB MERAH). Dimana terhadap barang yang

diimpor akan dilakukan pemeriksaan fisik ketika tiba di Kawasan Berikat.

V.1.1.2 Pengawasan Pasca Realisasi Impor

Setelah diterbitkan SPPB-TPB ataupun SPPB-TPB MERAH, barang yang diimpor

dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut menuju Kawasan Berikat PT. XYZ.

Proses pengangkutan dari Kawasan Pabean menuju Kawasan Berikat PT. XYZ diawasi

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 11: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

11

melalui instrumen penyegelan. Penyegelan dilakukan dengan peneraan segel atau tanda

pengaman pada peti kemas/kemasan atau sarana pengangkut barang. Hal ini dimaksudkan

untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka mengamankan keuangan

negara. Karena dalam hal ini tidak memungkinkan bagi petugas bea cukai untuk melakukan

penjagaan dan pengawalan secara terus menerus. Selain dengan melakukan penyegelan,

mekanisme pengawasan oleh petugas bea cukai juga dapat dilakukan dengan pengawalan.

Pengawalan dilakukan jika prosedur penyegelan tidak dapat dilakukan secara efektif.

Pengawasan juga dilakukan ketika PT. XYZ melakukan subkontrak. Pekerjaan

subkontrak sebagian kegiatan pengolahan diberikan kepada Pengusaha Kawasan Berikat

ataupun PDKB lainnya dalam daerah pabean. Instrumen pengawasan yang digunakan berupa

pemberian jaminan dalam proses penyelesaian dokumen BC 2.7. Jaminan yang diberikan

adalah sejumlah 100% dari jumlah pungutan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor atas

barang dan/atau bahan yang disubkontrakkan. Bentuk jaminan dapat berupa uang tunai

maupun bank garansi (custom bond). Jaminan tersebut dapat dicairkan jika barang dan/atau

bahan yang digunakan dalam pekerjaan yang disubkontrakkan tidak kembali. Selain melalui

mekanisme pemberian jaminan, Unit P2 juga turut terlibat dalam melakukan pengawasan.

Agar fungsi pengawasan dan pelayanan dapat berjalan dengan seimbang.

Selain itu, pengawasan juga dilakukan melalui mekanisme pemeriksaan fisik terhadap

barang yang disubkontrak dengan berdasarkan manajemen risiko serta penyegelan.

Pemeriksaan fisik dilakukan oleh petugas bea cukai di Kawasan Berikat PT. XYZ setelah

dokumen pemberitahuan pengeluaran barang diterima. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik,

petugas bea cukai dapat mengambil sampel/potongan atau foto atas barang yang akan

disubkontrakkan. Hal ini dapat memudahkan pengecekan pada saat barang hasil pekerjaan

subkontrak dimasukkan kembali ke PT. XYZ. Karena pada saat pemasukan kembali barang

hasil pekerjaan subkontrak ke PT. XYZ akan dilakukan kembali pemeriksaan fisik yang

berdasarkan manajemen risiko.

Mekanisme penyegelan yang dilakukan pada tahap ini serupa dengan mekanisme yang

dilakukan pada tahap sebelumnya. Dimana peneraan segel dilakukan oleh petugas bea cukai

untuk memastikan bahwa barang yang akan disubkontrakkan berada dalam pengawasan bea

cukai. Agar fasilitas subkontrak tidak disalahgunakan. Sehingga ketika segel didapati telah

dibuka selama proses pengangkutan, akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan.

Pekerjaan yang disubkontrakkan oleh PT. XYZ terutama berupa pencelupan kulit,

pengerokan benang, penjahitan upper dan pengrajutan upper. Pekerjaan subkontrak yang

diberikan kepada pihak lain ini merupakan sebagian kegiatan pengolahan yang tidak termasuk

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 12: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

12

dalam kegiatan utama. Pekerjaan pemeriksaan awal, penyortiran, pemeriksaan akhir dan

pengepakan merupakan pekerjaan yang tidak dapat disubkontrakkan. Karena sesuai dengan

ketentuannya pekerjaan-pekerjaan tersebut merupakan kegiatan pengolahan yang utama. Pada

saat pekerjaan subkontrak telah selesai dilakukan, barang hasil subkontrak harus dimasukkan

kembali ke Kawasan Berikat PT. XYZ, termasuk barang atau bahan sisa, dan/atau potongan

barang atau bahan. Karena pada barang atau bahan tersebut masih terhutang pungutan negara

yang merupakan kewajiban bagi perusahaan.

V.1.1.3 Pengawasan pada Saat Realisasi Ekspor

Realisasi ekspor yang dilakukan oleh PT. XYZ merupakan bentuk

pertanggungjawaban atas fasilitas Kawasan Berikat yang diperoleh. Mekanisme realisasi

ekspor pada PT. XYZ tidak berbeda dengan mekanisme ekspor yang berlaku secara umum.

Pengeluaran barang hasil olahan PT. XYZ untuk tujuan ekspor dilakukan dengan

menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengawasan pada tahap ini dilakukan

melalui pemeriksaan fisik barang yang akan diekspor dengan berdasarkan manajemen risiko

dan dengan mekanisme penyegelan.

Karena pemeriksaan fisik barang dilakukan di luar kawasan pabean pelabuhan muat

maka harus dilakukan pula pengawasan pada saat stuffing dan penyegelan pada peti kemas

atau kemasan barang. Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, penyegelan dilakukan untuk

memastikan bahwa fasilitas Kawasan Berikat dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya.

Agar kewajiban-kewajiban yang masih tertangguhkan dapat dipertanggungjawabkan.

V.1.2. Pengawasan yang Bersifat Tidak Langsung

Merupakan pengawasan yang dilakukan terhadap sistem pembukuan yang dibuat oleh

perusahaan. Sesuai dengan konsepnya membantu memperlancar pengurusan pengeluaran

barang melalui audit di gudang importir tertentu yang mempunyai reputasi baik. Instrumen

yang digunakan untuk menjalankan fungsi pengawasan ini berupa post audit. Instrumen

tersebut berguna untuk memastikan bahwa PT. XYZ telah mempergunakan fasilitas Kawasan

Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai agar

PT. XYZ dapat mempertanggungjawabkan penggunaan fasilitas tersebut kepada pihak Bea

dan Cukai.

Ketentuan mengenai audit kepabeanan secara umum diatur dalam dengan Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1995 Tentang Kepabeanan. Lebih lanjut lagi diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 125/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 148/PMK.04/2009. Sebagai peraturan pelaksana pemerintah mengeluarkan

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 13: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

13

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-13/BC/2008 dan Peraturan Direktur

Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-11/BC/2008.

Berdasarkan peraturan tersebut, pada tanggal 13 Juli 2010 telah dilakukan audit umum

terhadap PT. XYZ dalam kapasitasnya sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas

Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha Dalam Kawasan Berikat

(PDKB) untuk periode 1 Agustus 2006 sampai dengan 30 Juni 2010. Didapati kesimpulan

hasil audit berupa evaluasi terhadap Struktur Pengendalian Intern (SPI) serta hasil

pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong, barang jadi dan mesin dan alat pabrik.

Hasil observasi dan evaluasi dari proses post audit yang dilakukan menunjukkan

bahwa Struktur Pengendalian Intern PT. XYZ memadai. Hal tersebut dikarenakan pada PT.

XYZ telah terdapat prosedur mengenai pemasukan bahan baku ke gudang, pengeluaran bahan

baku, pemasukan barang jadi ke gudang dan pengeluaran barang jadi. Kemudian PT. XYZ

juga telah menyelenggarakan sistem akuntansi dan melakukan pengarsipan atas sebagian

buku, catatan-catatan, laporan dan dokumen-dokumen intern yang menjadi bukti dasar

pembukuan. Namun sejak diterapkannya penggantian sistem komputerisasi perusahaan terjadi

perubahan dalam sistem pengkodean bahan baku dan barang jadi yang telah diterapkan

sebelumnya. Dan telah terdapat pembagian fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab

yang tergambar melalui Bagan Organisasi.

Tabel 5.1. Hasil Pemeriksaan pada Laporan Hasil Audit PT. XYZ

(dalam Rp,-)

Kewajiban Pabean Bahan Baku Bahan Penolong Barang Jadi

Bea Masuk 435.330 1.093.997 -

PPN 7.480.431 2.638.100 964.219

PPh Pasal 22 1.870.107 659.525 241.055

Denda Administrasi 435.107 1.093.997 5.000.000

Jumlah 10.221.199 5.485.619 6.205.274

Sumber: PT. XYZ, sebagaimana diolah peneliti.

Tabel di atas merupakan hasil pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong dan

barang jadi dengan membandingkan saldo fisik dengan saldo buku per 30 Juni 2010. Pada

bahan baku, bahan penolong dan barang jadi terdapat selisih kurang terhadap penggunaan

fasilitas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perusahaan dengan nilai kewajiban

kepabeanan sebesar tersaji di atas. Selisih kurang tersebut disebabkan oleh kurangnya

pengawasan internal atas koordinasi antar bagian dalam hal konsistensi pemberian kode bahan

baku, bahan penolong dan barang jadi. Sehingga menimbulkan kewajiban kepabeanan berupa

Bea Masuk, PPN, PPh Pasal 22 dan denda serta sanksi sdministrasi sebesar Rp 21.913.000,-.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 14: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

14

Pada pemeriksaan atas mesin dan peralatan pabrik, tidak ditemukan nama dan

spesifikasi mesin yang sama dengan nama mesin dalam Laporan Hasil Audit sebelumnya. Hal

tersebut karena dalam Laporan Hasil Audit sebelumnya hanya memuat daftar peralatan pabrik

(bukan mesin). Sehingga saldo awal didapat dari catatan aktiva tetap perusahaan. Hasil

pemeriksaan atas mesin dan peralatan pabrik dengan melakukan perbandingan terhadap saldo

fisik dengan saldo buku per 30 Juni 2011 kedapatan sesuai.

Ditemukannya perbedaan saldo yang demikian tidak serta merta mengindikasikan

adanya pelanggaran signifikan yang dilakukan oleh PT. XYZ terhadap fasilitas kepabeanan

yang diperolehnya. Karena hingga saat ini PT. XYZ tergolong dalam kategori perusahaan

yang memiliki profil cukup baik. Di PT. XYZ telah dibuat sebuah standar prosedur

pelaksanaan operasional perusahaan (Standard Operation Procedure/SOP) yang disebut CT-

PAT System. Namun meskipun operasional perusahaan telah dijalankan sesuai dengan SOP,

potensi terjadinya kesalahan tetap ada. Baik itu kesalahan yang sifatnya teknis maupun non

teknis. Dari sisi bea cukai sendiri, telah diupayakan pengawasan yang optimal tanpa

mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan, dengan tidak memberi hambatan pada proses

produksi perusahaan.

V.2. Kendala-kendala yang Dihadapi Sehubungan dengan Pengawasan Kebijakan

Fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ sebagai Importir Produsen di Kawasan

Berikat

Sebagai salah satu perusahaan yang memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, PT.

XYZ selama ini telah menunjukkan integritasnya dalam menjaga kepercayaan pihak Bea dan

Cukai sebagai mitra usahanya. Dengan menjalani prosedur penggunaan fasilitas Kawasan

Berikat yang sesuai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan

cukai yang dinamis. Kelancaran yang mendukung proses produksi yang menjadi alasan bagi

PT. XYZ tetap berupaya mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku.

Namun pada pelaksanaannya akan ditemui berbagai macam faktor yang bersifat

mendukung, atau sebaliknya justru menjadi faktor penghambat tercapainya tujuan dari

pengawasan terhadap fasilitas Kawasan Berikat yang digunakan oleh PT. XYZ. Berikut akan

dijelaskan mengenai kendala-kendala yang terjadi dalam pengawasan fasilitas Kawasan

Berikat pada PT. XYZ, baik yang sifatnya berasal dari lingkungan internal maupun eksternal.

V.2.1. Kendala yang Bersifat Internal

Kendala yang bersifat internal merupakan kendala yang dilihat dari sisi PT. XYZ

sebagai pengguna fasilitas Kawasan Berikat terkait dengan pengawasan yang dilakukan oleh

pihak bea dan cukai.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 15: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

15

a. Kurangnya Koordinasi Antar Bagian

Sebelum menggunakan fasilitas Kawasan Berikat, PT. XYZ merupakan pengguna

fasilitas KITE. Untuk beralih menggunakan fasilitas Kawasan Berikat dilakukan audit

umum terhadap PT. XYZ sebagai pertanggungjawaban atas fasilitas KITE yang telah

digunakannya. Hasil audit tersebut yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk

mengajukan permohonan peralihan penggunaan fasilitas KITE menjadi fasilitas

Kawasan Berikat. Dalam hasil audit tersebut ditemukan selisih kurang atas Bea

Masuk, PPN, PPh Pasal 22 dan denda beserta sanksi administrasi yang berkisar antara

20-30 juta rupiah.

Hasil temuan audit tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan terhadap bahan

baku, bahan penolong dan barang jadi dengan membandingkan saldo fisik dengan

saldo buku pada akhir periode pembukuan sebelum dilakukannya audit. Hal tersebut

disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara bagian satu dengan bagian lain yang

saling berhubungan dalam proses produksi di PT. XYZ.

Adanya kendala tersebut menyebabkan PT. XYZ mengalami kerugian dari segi

biaya maupun waktu. Dengan ditemukannya selisih kurang ketika pihak bea dan cukai

melakukan audit, PT. XYZ wajib mengeluarkan biaya tambahan agar kewajibannya

atas pungutan negara yang masih terutang akibat dari kelalaian PT. XYZ sendiri.

Selain itu, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan kegiatan produksi

yang sedang berjalan karena diperlukan waktu bagi PT. XYZ dalam memenuhi

kewajibannya sebagai obyek audit.

V.2.2. Kendala yang Bersifat Eksternal

Kendala yang bersifat eksternal ini merupakan kendala yang datang dari pihak

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehubungan dengan tugasnya dalam melakukan

pengawasan penggunaan fasilitas Kawasan Berikat oleh PT. XYZ.

a. Kurangnya Tenaga Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Pengawasan di

Lapangan

Jumlah tenaga SDM yang dimiliki Bea dan Cukai tidak seimbang dengan jumlah

Kawasan Berikat yang sedemikian banyaknya. Jumlah sebaran Kawasan Berikat di

seluruh Indonesia per Januari 2012 menurut data yang didapat dari Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai adalah 1.576 kawasan. Sementara jumlah petugas yang berfungsi

mengawasi pengguna fasilitas Kawasan Berikat sekitar 4.000-an petugas dapat

menimbulkan potensi pelanggaran dari pihak Bea dan Cukai sendiri.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 16: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

16

Agar pengawasan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan maka

dibuat mekanisme penggiliran tugas pengawasan oleh hanggar. Dimana akan

dilakukan peninjauan langsung ke Kawasan Berikat oleh Kepala Subseksi Hanggar

secara berkala sesuai dengan jadwal peninjauan yang telah disusun. Diupayakan

dengan adanya mekanisme penggiliran tugas tersebut pengawasan dapat berjalan

sesuai dengan koridornya.

b. Kurangnya Integritas Petugas dalam Menjalani Tugas dan Fungsinya

Kurangnya tenaga SDM yang dimiliki pihak bea dan cukai menyebabkan

pemenuhan tugas dan fungsi petugas pengawas di PT. XYZ menjadi kurang optimal.

Tidak jarang terdapat beberapa petugas yang meminta komisi agar proses penggunaan

fasilitas Kawasan Berikat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun dari PT.

XYZ sendiri sudah memenuhi kewajibannya sebagai pengguna fasilitas Kawasan

Berikat. Agar proses produksi tetap dapat berjalan maka PT. XYZ harus mengikuti

aturan main yang dibuat oleh petugas atau melakukan pendekatan secara personal.

Dilihat dari adanya kekurangan terhadap jumlah tenaga SDM yang dimiliki oleh

pihak bea dan cukai, hal tersebut menjadi pemicu adanya praktik-praktik korupsi di

lapangan. Meskipun pada kenyataannya pihak bea dan cukai sudah berupaya untuk

memberi imbalan yang layak bagi pegawai-pegawainya. Namun adanya celah dalam

proses pengawasan di lapangan menjadi lahan yang potensial bagi petugas di lapangan

untuk membuat aturan main baru. Ditambah jika pengguna jasa memiliki

pengetahuan yang minim terhadap regulasi-regulasi yang mengatur tentang

pengawasan fasilitas Kawasan Berikat.

c. Sistem Teknologi dan Informasi yang Belum Terpusat

Sehubungan dengan kurangnya tenaga SDM, untuk melakukan penambahan

jumlah SDM sebagai solusi, dianggap kurang efisien dan efektif. Langkah yang

diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan optimalisasi pada

sistem teknologi dan informasi (IT). Sejauh ini pihak Bea dan Cukai telah berupaya

membangun sistem IT yang terintegrasi dengan pihak pengguna jasa. Dengan harapan

di masa yang akan datang aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pengawasan

terhadap penggunaan fasilitas Kawasan Berikat khususnya dapat dipantau langsung

dari kantor. Sehingga dapat meminimalisir potensi pelanggaran dari pihak Bea dan

Cukai serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan.

Selain dengan membangun sistem IT yang terintegrasi, diupayakan juga

pembaruan sistem yang mengikuti perkembangan sistem IT pada umumnya. Hal

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 17: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

17

tersebut guna mengantisipasi tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dari pihak

pengguna jasa yang tidak bertanggung jawab. Sehingga potensi untuk terjadinya

pelanggaran melalui sistem IT dapat diminimalisir.

VI. Simpulan dan Saran

VI.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang didapat oleh peneliti antara lain

adalah:

1. Pengawasan terkait dengan implementasi kebijakan fasilitas Kawasan Berikat terhadap

salah satu pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yakni PT. XYZ dijalankan berdasarkan

manajemen risiko. Instrumen yang digunakan Bea dan Cukai dalam melaksanakan fungsi

pengawasan tersebut adalah pertama, pada saat PT. XYZ melakukan impor barang dengan

menggunakan dokumen BC 2.3. Kedua, pada saat proses pengangkutan barang impor dari

pelabuhan menuju ke Kawasan Berikat PT. XYZ dengan peneraan segel atau tanda

pengaman pada peti kemas/kemasan atau sarana pengangkut barang. Ketiga, pada saat PT.

XYZ melakukan subkontrak pekerjaan dengan mekanisme jaminan, pemeriksaan fisik dan

penyegelan. Keempat, pada saat realisasi ekspor barang hasil olahan dengan mekanisme

pemeriksaan fisik dan penyegelan. Terakhir dengan dilakukannya post audit untuk

menguji kepatuhan PT. XYZ.

2. Kendala yang dihadapi sehubungan dengan pengawasan fasilitas Kawasan Berikat pada

PT. XYZ terbagi menjadi kendala internal dan eksternal. Kendala internal berupa

kurangnya koordinasi antar bagian yang berhubungan dengan proses produksi di PT.

XYZ. Kendala eksternal berupa kurangnya tenaga SDM yang dimiliki bea dan cukai,

kurangnya integritas SDM dalam melakukan tugas dan fungsinya dan belum adanya

sistem teknologi dan informasi yang terpusat.

VI.2. Saran

1. Fasilitas berupa penangguhan bea masuk serta tidak dipungut pajak dalam rangka impor

atas pemasukan barang dari luar negeri ke Kawasan Berikat masih diminati oleh industri-

industri yang berbasis ekspor. Sehingga jumlah Kawasan Berikat cenderung meningkat

setiap tahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan cara yang dapat menjamin optimalisasi fungsi

pengawasan dari pihak Bea dan Cukai, seperti memberikan reward bagi pengguna jasa

yang koordinasinya sangat baik. Agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan optimal

dalam kondisi keterbatasan SDM di lapangan.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 18: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

18

2. Untuk mengatasi kendala internal yang muncul dari PT. XYZ dapat dilakukan sosialisasi

secara berkala mengenai kewajiban seluruh bagian yang berhubungan dengan kegiatan

produksi. Agar kesalahan-kesalahan yang telah terjadi sebelumnya tidak terjadi lagi di

kemudian hari. Bagi kendala eksternal dapat diatasi dengan diadakannya pendidikan dan

pelatihan secara berkala oleh tenaga pendidik yang sudah teruji kompetensinya,

pengenaan sanksi yang lebih tegas agar dapat memberikan efek jera serta melakukan

percepatan pembangunan sistem yang terpusat agar pelaksanaan pengawasan di lapangan

dapat semakin dioptimalkan.

VII. Daftar Pustaka

Buku

Arens, A. Alvin, James K. Loebbecke. Auditing. New Jersey: Prentice Hall Inc., 1991.

Babbie, Earl. The Practical of Social Research. 8 ed. California: Wadsworth, 1995.

Bailey, Kenneth D. Methods of Social Research. 4 ed. New York: The Free Press, 1994.

Dimyati, Ahmad. Undang-Undang Pabean. Jakarta: BPPK Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.

Easson, Alex. Tax Incentives for Foreign Direct Investment. The Netherlands: Kluwer Law

International, 2004.

Ismail, Tjip. Menyibak Fenomena Perpajakan di Belahan Dunia. Jakarta: Yarsif Watampone,

2004.

Koontz, Harold, Cyrill O’Donnell dan Heinz Weihrich. Manajemen. 1 jil. Trans. Alfonsus

Sirait. Jakarta: Erlangga, 1988. Trans. of Management 8th Edition, 1984.

Lumbantoruan, Sophar. Ensiklopedia Perpajakan Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1987.

Mansury, R. Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan

Perpajakan, 1999.

Manullang, M. Dasar-dasar Manajemen Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989.

. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.

Mulyadi. Auditing. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat, 2002

Neuman, W. Lawrence. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach.

London: Sage Publications, 1994.

. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach.

3rd ed. USA: Aviacom Company, 1997.

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Purwito. M, Ali. Kepabeanan Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Samudra Ilmu, 2006.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 19: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

19

. Reformasi Kepabeanan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Pengganti

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2007.

. Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi.

Jakarta: Pusat Kajian Fiskal FHUI, 2008.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, Edisi

Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.

Rahayu, Ani Sri. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010.

Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005.

Semedi, Bambang. Pengawasan dan Penindakan di Bidang Kepabeanan. Jakarta: BPPK

Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.

Shome, Parthasarathi. Tax Policy Handbook. Washington, D.C.: IMF Graphics Section, 1995.

Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1989.

. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.

Soemitro, Rochmat. Asas dan Dasar Perpajakan 1 Edisi Revisi. Bandung: Eresco, 1999.

Sugiono. Pengantar Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,

2008.

Sujamto. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Sukarna. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju, 1992.

Thuronyi, Victor. 2 vol. Tax Law Design and Drafting. Washington: International Monetary

Fund, 1998.

Tim Penyusunan Modul Pusdiklat Bea dan Cukai. Pengantar Audit Kepabeanan dan Cukai.

Jakarta: BPPK Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.

Wawancara

Enna. Wawancara via surat elektronik. 21 Juni. 2012.

Kasubsi Hanggar Lapangan. Wawancara mendalam. 5 November. 2012.

Nurdin. Wawancara mendalam. 14 Juni. 2012.

Riza, Yusi. Wawancara mendalam. 12 Juni. 2012.

Surono. Wawancara mendalam. 15 Mei. 2012.

Lain-lain

Nugroho, Budi. ”Perbandingan Kawasan Berikat dengan Fasilitas dan Kemudahan

Kepabeanan Lainnya di Bidang Impor”. Warta Bea Cukai Ed 431 Oktober. 2010:

50.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013

Page 20: ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN …

20

Prasetyo, Kristian Agung. ”Benarkah Pemberian Insentif Pajak Dapat Meningkatkan Investasi

Asing di Indonesia?”. InsideTax 6 April. 2008: 10.

Supomo. ”Kawasan Berikat 17 Tahun Menjadi Andalan Para Eksportir”. Warta Bea Cukai Ed

451 Juni. 2012: 3.

Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4661.

, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat

Penimbunan Berikat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998.

, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 tentang

Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011

tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011, Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2012 Nomor 317.

, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-13/BC/2008

tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.

Republik Indonesia Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-20/BC/2008 tentang

Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean untuk Ditimbun di

Tempat Penimbunan Berikat.

, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2010

tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea dan Cukai dan Tata

Cara Penyegelan.

Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013