Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS PENGAWASAN KEBIJAKAN FASILITAS KAWASAN
BERIKAT BAGI IMPORTIR PRODUSEN PADA KAWASAN BERIKAT
PT. XYZ
Nama Penulis : Ratna Yunita
Nama Pembimbing : Ali Purwito M.
Program Studi : Ilmu Administrasi Fiskal
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Abstrak
Skripsi ini membahas pengawasan terhadap kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada
salah satu pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yaitu PT. XYZ. Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem pengawasan yang diterapkan pada PT.
XYZ dan kendala-kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan tersebut. Penelitian
ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada PT. XYZ sudah berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya terjadi kendala yang
bersifat internal, seperti kurangnya koordinasi antar bagian di PT. XYZ, maupun kendala
yang sifatnya eksternal, seperti kurangnya jumlah SDM yang dimiliki pihak Bea dan Cukai,
kurangnya integritas petugas Bea dan Cukai dan belum dibangunnya sistem teknologi dan
informasi yang terpusat.
Kata kunci: Importir Produsen; Kawasan Berikat; Pengawasan
Abstract
The focus of this study is the supervision toward bonded zone policy to the one of
bonded zone user, i.e. PT. XYZ. The objectives of this study are to describe the supervision of
the use of bonded zone facility in PT. XYZ and identified problems maybe arise. This
research is a qualitative research. From this research can assumed that the supervision of the
use of bonded zone facility in PT. XYZ is run in accordance with the legislation in force.
Constraints that occurred in the implementation divided into internal and external. Such as the
lack of coordination amongst related section in PT. XYZ and the lack of integrity of customs
and excise official on their duties.
Keyword: Controlling; Bonded Zone; Importer Manufacture; Supervision
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
2
I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Masalah
Kunci kebangkitan kembali perekonomian Indonesia adalah pulihnya kepercayaan
para investor untuk berinvestasi (Ismail: 2004, 245). Pulihnya kepercayaan para investor
untuk berinvestasi tersebut dibuktikan dengan meningkatnya kegiatan penanaman modal di
Indonesia dari tahun ke tahun. Sebagaimana dapat tercermin dalam tabel statistik
perkembangan investasi di Indonesia pada tahun 2010-2011 berikut ini:
Tabel 1.1. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Tahun 2012 (Investasi dalam USD. Juta)
No. Sektor 2010 2011
Proyek Invetasi Proyek Investasi
1. Primer 420 3,042.3 643 4,452.4
2. Sekunder 1.096 3,357.1 1.342 5,181.8
3. Tersier 1.565 9,815.3 1.609 4,710.5
Jumlah 3.081 16,214.7 3.594 14,344.7
Sumber: Data Badan Koordinasi Penanaman Modal per April 2012, diolah kembali oleh peneliti.
Kegiatan penanaman modal di Indonesia dari segi nilai investasi secara keseluruhan
tampak menurun di tahun 2011. Namun untuk sektor primer dan sekunder tampak mengalami
peningkatan. Terlihat peningkatan sebesar USD 1,410.1 pada sektor primer dan USD 1,824.7
pada sektor sekunder.
Memberikan insentif perpajakan merupakan jalan keluar yang diberikan hampir di
setiap negara dalam memberi perlakuan terhadap investor yang ingin menanamkan bisnisnya,
seperti di China, India dan kemudian diikuti oleh Vietnam dan Bangladesh (Sugianto: 2008,
15). Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang berfungsi sebagai
fasilitator perdagangan harus dapat membuat suatu hukum kepabeanan yang dapat
mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan dan
pengawasan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah. DJBC dituntut untuk dapat
memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas berupa pelayanan yang lebih
cepat, lebih baik dan lebih murah (Dimyati: 2011, 8).
Upaya pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan menarik penanam
modal asing dan modal dalam negeri adalah melalui pemberian fasilitas berupa Kawasan
Berikat (Purwito: 2008, 102). Kawasan Berikat merupakan salah satu bentuk fasilitas yang
yang ditujukan bagi perusahaan yang berstatus importir produsen dengan tujuan utama
mengekspor hasil olahannya. Menurut Sophar Lumbantoruan (1987, 263):
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
3
”Kawasan Berikat (bonded zone) adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di
wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus
di bidang pabean, yaitu terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau
dari daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dulu dikenakan pungutan bea,
cukai dan/atau pungutan negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk
tujuan impor, ekspor atau re-ekspor.”
Fasilitas atas Kawasan Berikat diberikan kepada kawasannya yang merupakan industri
terpadu sehingga pemberian fasilitas berlaku pada hampir semua barang yang dimasukkan ke
Kawasan Berikat (Perbandingan, 2010, 50). Dalam fungsinya sebagai tempat untuk
mendekatkan barang kepada konsumen, Kawasan Berikat tidak hanya dipergunakan sebagai
tempat untuk mengolah barang dari luar negeri sebelum barang tersebut dipasarkan. Melihat
performa perusahaan-perusahaan Kawasan Berikat saat ini ada kemajuan secara signifikan
(“Kawasan”, 2012, 3). Jumlah Kawasan Berikat yang kian bertambah dari waktu ke waktu
menunjukkan bahwa fasilitas ini masih dibutuhkan para pengusaha, terutama pengusaha
ekspor-impor (“Kawasan”, 2012, 3). Hingga saat ini terdapat lebih dari seribu perusahaan
yang mendapat fasilitas Kawasan Berikat dari pemerintah. Secara lebih terperinci dapat
dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2. Data Pengguna Fasilitas Kawasan Berikat Tahun 2012
Sumber: Data Direktorat Fasilitas Kepabeanan per Januari 2012,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Melihat dari data sebelumnya yang dilansir oleh media cetak Bisnis Indonesia per
Desember 2011, jumlah Kawasan Berikat pada saat itu adalah 1.557 perusahaan yang tersebar
di wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Solo, Gresik, Sidoarjo dan Medan
(”Bea”, 2011, hal. 11). Jika dibandingkan dengan data yang tersaji pada tabel di atas, jumlah
perusahaan yang tergolong menjadi Kawasan Berikat mengalami peningkatan sekitar 1,22%.
Hal ini menandakan bahwa sampai saat ini fasilitas Kawasan Berikat memiliki daya tarik di
mata para produsen dengan basis ekspor.
Dengan jumlah sebaran Kawasan Berikat di seluruh Indonesia yang sebanyak ini,
sangat besar potensi terjadinya penyimpangan yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
4
di bidang pemberian fasilitas Kawasan Berikat (dikutip dari wawancara dengan Surono pada
15 Mei 2012 pukul 15.05 WIB). Banyaknya jumlah Kawasan Berikat yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia merupakan suatu kendala yang cukup berarti bagi terlaksananya tugas
pengawasan karena jumlah personil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kurang
cukup memadai. Jumlah Kawasan Berikat yang sangat banyak dan dengan lokasinya yang
tersebar membuat praktik penyalahgunaan fasilitas unggulan DJBC itu semakin mudah
dilakukan. Kendala seperti ini sering dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab
untuk menghindar dari kewajiban terhadap negara, yaitu kewajiban pembayaran bea masuk
atau bea keluar (Semedi: 2011, 41).
Ketika menggunakan fasilitas KITE, PT. XYZ diwajibkan untuk memberikan jaminan
kepada negara agar fasilitas tersebut tidak disalahgunakan. Jaminan yang digunakan berupa
custom bond. Untuk melakukan impor PT. XYZ harus memiliki ”modal” terlebih dahulu agar
impor dapat dilakukan. Dari sisi cash flow juga tidak mendukung karena PT. XYZ harus
menyediakan jaminan serta modal untuk melakukan proses produksi hingga barang jadi
diekspor, yang tidak hanya berasal dari cash perusahaan tetapi juga dari pinjaman-pinjaman.
Dapat dikatakan bahwa fasilitas KITE dirasa memberatkan bagi PT. XYZ pada saat itu. Hal
itulah yang kemudian menjadi alasan bagi PT. XYZ untuk beralih menggunakan fasilitas
Kawasan Berikat. Berdasarkan fenomena tersebut penulis memilih untuk menggunakan PT.
XYZ sebagai obyek dalam penelitian ini.
I.2. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ
sebagai importir produsen di Kawasan Berikat?
2. Apakah kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan kebijakan fasilitas
Kawasan Berikat di PT. XYZ?
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengawasan kebijakan fasilitas Kawasan Berikat bagi PT.
XYZ sebagai importir produsen di Kawasan Berikat.
2. Untuk menganalisis kendala-kendala yang terjadi sehubungan dengan pengawasan
fasilitas Kawasan Berikat di PT. XYZ.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
5
II. Tinjauan Pustaka
II.1. Teori Pengawasan
Prakoso (2008, 17) mengartikan pengawasan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar
suatu tindakan sesuai dengan yang seharusnya. Senada dengan pernyataan tersebut, Siagian
(1989, 135) menyatakan bahwa pengawasan adalah:
”Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan merupakan salah satu fungsi
organisasi dan manajemen. Dikatakan bahwa pengawasan termasuk fungsi organisasi
manajemen, karena apabila fungsi ini tidak dilaksanakan, cepat atau lambat akan
mengakibatkan matinya/hancurnya suatu organisasi.”
Pengertian tersebut mengandung makna bahwa pengawasan dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran organisasi sebagaimana dikehendaki. Dengan pengawasan
yang baik maka berbagai gejala penyimpangan, kesalahan ataupun ketidaksesuaian dalam
pelaksanaan pekerjaan dapat diarahkan dan diluruskan sehingga tetap berada pada garis
kebijakan yang ditetapkan.
Berdasarkan cara pelaksanaannya, pengawasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung adalah
pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan berlangsung, yaitu dengan melakukan
inspeksi, verifikasi dan investigasi. Sedangkan pengawasan tidak langsung adalah suatu
bentuk pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian laporan
dari instansi yang sedang diawasi (Sujamto: 1983, 24).
II.2. Teori Pengawasan Pabean
Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan
pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas
pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa sarana pengangkut, barang,
penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan
lain-lain (Semedi: 2011, 43-44).
Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs
Organization (WCO) sebagaimana dikutip oleh Semedi (2011, 43) disebutkan bahwa
pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran
kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan bea dan cukai
yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus
mencakup kegiatan penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
6
Pengawasan lebih cenderung kepada upaya-upaya pencegahan yang bersifat preventif
dan persuasif daripada tindakan yang bersifat represif. Apabila dipandang dari sifatnya
pengawasan dapat dikategorikan menjadi beberapa macam. Salah satunya adalah pengawasan
yang bersifat audit (post clearance audit), yakni pengawasan sehubungan dengan
diterapkannya prinsip self assessment, yang mengharapkan kejujuran dan kepatuhan para
pengguna jasa kepabeanan dalam memberitahukan, memperkirakan,menghitung dan
melaporkan sendiri tentang jenis barang, klasifikasi barang dan nilai pabean di dalam
pemberitahuan pabean (Purwito: 2008, 347). Audit kepabeanan dilakukan terhadap semua
dokumen kepabeanan dan cukai yang telah selesai maupun pembukuan perusahaan dan cek
silang yang dilakukan secara on the spot (yang terjadi atau ada di lapangan).
II.3. Teori Audit Kepabeanan
Sistem audit kepabeanan salah satunya terbagi atas audit umum (Purwito: 2008, 313-
314). Audit umum merupakan audit kepabeanan yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan
secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan. Juga diteliti
mengenai struktur organisasi, pembukuan (komersial dan fiskal) serta sistem-sistem yang
diterapkan (inventory, pembelian, penjualan, pembayaran, produksi, akuntansi, uraian tugas,
buku besar, buku kas, bukti transfer, faktur penjualan dan lainnya). Audit dilakukan secara
terencana atau sewaktu-waktu. Audit ini dilakukan setelah menyusun program audit, yang
antara lain menentukan luas pemeriksaan, penilaian sistem pengendalian internal, pembukuan
dan pelaporan perusahaan atau pendekatan sistemik. Selanjutnya dilakukan rekapitulasi ulang
dari original vouchers atau pendekatan tradisional. Penentuan sasaran audit, seperti kepatuhan
terhadap sistem dan prosedur kepabeanan, pengisian pemberitahuan yang benar, jelas,
lengkap dan hal-hal yang terkait dengan pemberian fasilitas.
III. Metode Penelitian
III.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Dikarenakan penelitian ini tidak menitikberatkan pada sebuah hasil melainkan pada proses
yang terjadi. Oleh karena itu, penelitian kualitatif dapat menggunakan desain penelitian studi
kasus.
Permasalahan utama dalam penelitian ini membahas pengawasan pelaksanaan
kebijakan fasilitas Kawasan Berikat pada salah satu produsen pengguna fasilitas Kawasan
Berikat. Selain itu juga membahas kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pelaksanaannya sehingga pendekatan yang lebih tepat digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
7
III.2. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu
berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian dan dimensi waktu (Neuman: 1994, 24).
Berikut akan dipaparkan lebih jauh kaitan antara jenis-jenis penelitian yang akan dilakukan.
III.2.1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif
karena bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala
atau fenomena. Hasil akhir dari penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola
mengenai fenomena yang sedang dibahas. Pada penelitian deskriptif ini peneliti
membutuhkan sejumlah pengetahuan, informasi, fakta dan petunjuk untuk menambah
informasi mengenai suatu permasalahan atau keadaan agar lebih terperinci. Untuk
memahami dan menguasai metode penelitian kualitatif serta dapat mengaplikasikan
metode ini secara benar, pemahaman terhadap konsep dasar metode penelitian ini
menjadi suatu keniscayaan (Prastowo: 2011, 24).
III.2.2. Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat Penelitian
Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian murni, karena penelitian ini dilakukan atas dasar keingintahuan peneliti
terhadap suatu hasil aktivitas yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis
akan menggali lebih dalam mengenai pelaksanaan pengawasan fasilitas Kawasan
Berikat bagi importir produsen pada Kawasan Berikat tertentu beserta dengan
kendala-kendala yang dihadapi.
III.2.3. Jenis Penelitian Berdasarkan Dimensi Waktu Penelitian
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk dalam penelitian cross
sectional, karena dilakukan pada satu waktu tertentu secara berulang-ulang, pada saat
melaksanakan praktik lapangan dan hanya dilakukan dalam sekali waktu saja sampai
peneliti menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian. Peneliti tidak akan
melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dijadikan perbandingan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti tetap memfokuskan penelitian
pada satu poin dalam satu waktu meskipun proses wawancara dilakukan dalam jangka
waktu berbulan-bulan, sehingga penelitian ini disebut penelitian cross sectional.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 s.d. November 2012.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
8
III.3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data
kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan semua temuan yang peneliti
dapatkan dari lapangan, berupa data, gambaran, maupun analisa, yang menurut peneliti
penting untuk dimasukkan ke dalam laporan penelitian ini.
III.4. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data, penulis menggunakan dua teknik, yaitu:
1. Studi Literatur (Library Research)
Dalam studi literatur, penulis berusaha mempelajari dan menelaah berbagai
literatur (buku-buku kepabeanan, jurnal, majalah, artikel-artikel di internet,
Undang-undang Kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan sebagainya) untuk menghimpun sebanyak mungkin
ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan pokok permasalahan
yang diteliti. Melalui studi literatur akan diperoleh data sekunder.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan pada penelitian ini berguna untuk mendapatan data primer
serta data sekunder. Data primer diperoleh oleh penulis langsung dari responden
atau melalui wawancara mendalam (in depth interview) yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan terbuka
tanpa membatasi pilihan jawaban informan dan dengan sistem one by one
interview. Kemudian hasil wawancara tersebut akan diolah menjadi transkip
wawancara yang berikutnya akan dianalisis. Wawancara mendalam dilakukan
pada pihak yang kompeten dan mengetahui seluk beluk masalah kawasan berikat,
baik dari sisi pengguna fasilitas kawasan berikat, pembuat kebijakan, maupun
pihak lainnya yang relevan dengan tema penelitian ini.
III.5. Site Penelitian
Lokasi yang menjadi site dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Kawasan Berikat PT. XYZ (Penyelenggara Kawasan Berikat merangkap PDKB)
di Bogor.
b. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai di Jakarta.
c. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Bogor.
d. Pusdiklat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
9
IV. Gambaran Umum Fasilitas Kawasan Berikat
Sebagai salah satu bentuk TPB, tujuan utama pemerintah menetapkan adanya
Kawasan Berikat adalah untuk meningkatkan ekspor, terutama akibat adanya globalisasi
ekonomi. Pedagang-pedagang dalam negeri harus mampu bersaing dengan pedagang dari
mancanegara, sehingga produksi dalam negeri juga mampu bersaing untuk diperdagangkan di
dunia internasional. Di samping kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah,
upaya untuk meningkatkan ekspor juga telah dilakukan dengan disediakannya suatu kawasan
yang biasa disebut dengan Kawasan Berikat (bonded zone). Perusahaan industri di Kawasan
Berikat diberikan berbagai fasilitas, baik fasilitas fiskal maupun fasilitas kemudahan
pelayanan kepabeanan. Fasilitas fiskal yang diberikan adalah penangguhan bea masuk serta
tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas pemasukan barang dari luar negeri ke Kawasan
Berikat. Demikian juga dengan barang yang dimasukkan dari pasar lokal ke Kawasan Berikat,
tidak dipungut PPN. (“Kawasan”, 2012, 4)
V. Analisis Pengawasan Kebijakan Fasilitas Kawasan Berikat pada PT. XYZ
V.1. Analisis Pengawasan Kebijakan Fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ sebagai
Importir Produsen di Kawasan Berikat
Fasilitas Kawasan Berikat diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki
kegiatan utama berupa ekspor. Bentuk fasilitas yang diberikan adalah penangguhan Bea
Masuk (BM) dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI). Agar fasilitas tersebut
digunakan sesuai dengan koridor peruntukkannya sudah selayaknya DJBC mengedepankan
fungsi pengawasannya tanpa mengabaikan fungsi pelayanannya. Karena pada hakikatnya
masih terdapat hak-hak negara yang harus diawasi penggunaannya agar tidak disalahgunakan.
Fungsi pengawasan terhadap pemberian fasilitas Kawasan Berikat dapat dibedakan
menjadi pengawasan langsung yang merupakan pengawasan secara fisik dan pengawasan
tidak langsung yang merupakan pengawasan terhadap pembukuan perusahaan. Pengawasan
terhadap pembukuan perusahaan ini merupakan pengawasan sehubungan dengan
diterapkannya prinsip self assessment, yang mengharapkan kejujuran dan kepatuhan para
pengguna jasa kepabeanan dalam memberitahukan, memperkirakan,menghitung dan
melaporkan sendiri tentang jenis barang, klasifikasi barang dan nilai pabean di dalam
pemberitahuan pabean.
V.1.1. Pengawasan yang Bersifat Langsung
Merupakan pengawasan yang dilakukan dengan menempatkan petugas bea cukai
sebagai pengawas di dalam wilayah Kawasan Berikat. Pengawasan dilakukan selama 24 jam
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
10
per hari terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan terkait dengan penggunaan fasilitas
Kawasan Berikat oleh perusahaan. Hal ini guna mengantisipasi terjadinya pelangaran-
pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara. Dalam hal
tertentu dapat dilakukan pengawasan yang bersifat intelijen oleh Unit Penyelidikan dan
Penindakan (P2) di sekitar wilayah Kawasan Berikat. Tetapi mekanisme penempatan
pengawas di dalam wilayah Kawasan Berikat lebih diutamakan agar pengawasan yang
dilakukan dapat dioptimalkan.
Petugas bea cukai yang ditugaskan mengawasi PT. XYZ yang merupakan Pengusaha
di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat (PDKB) berada di bawah
kewenangan Kepala Sub Seksi (Kasubsi) Hanggar Lapangan. Kasubsi Hanggar Lapangan ini
merupakan pimpinan dari hanggar yang dibentuk oleh Seksi Pabean Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bogor. Kasubsi Hanggar Lapangan ini bertugas
mengawasi Kawasan Berikat yang ada di wilayah Bogor secara periodik. Sedangkan petugas
bea cukai yang ditempatkan di wilayah Kawasan Berikat, dalam hal ini PT. XYZ, bertugas
mengawasi aktivitas di kawasan secara rutin.
Proses pengawasan dalam hal penggunaan fasilitas Kawasan Berikat oleh PT. XYZ
dilakukan ketika PT. XYZ mulai melakukan kegiatan importasi barang hingga saat terjadinya
realisasi ekspor dan pada saat dilakukan audit kepabeanan dan cukai. Pertama, pada saat
barang yang diimpor tiba. Kedua, pada saat barang yang diimpor diangkut dari pelabuhan
bongkar menuju ke Kawasan Berikat. Ketiga, pada saat dilakukan subkontrak. Keempat, pada
saat realisasi ekspor. Terakhir dengan dilakukannya post audit.
V.1.1.1 Pengawasan pada Saat Realisasi Impor
Selain berfungsi sebagai dokumen yang digunakan dalam melakukan impor ke
Kawasan Berikat, BC 2.3 juga memberikan informasi mengenai jenis barang yang diimpor
oleh PT. XYZ. Oleh karena itu BC 2.3 juga dapat digunakan sebagai instrumen dalam rangka
melakukan pengawasan terhadap penggunaan fasilitas Kawasan Berikat. Karena fungsi
dokumen BC 2.3 tersebut maka jika terdapat barang yang diimpor tergolong dalam barang
yang diawasi penggunaannya, maka akan diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang
dan Pemeriksaan Barang di TPB (SPPB-TPB MERAH). Dimana terhadap barang yang
diimpor akan dilakukan pemeriksaan fisik ketika tiba di Kawasan Berikat.
V.1.1.2 Pengawasan Pasca Realisasi Impor
Setelah diterbitkan SPPB-TPB ataupun SPPB-TPB MERAH, barang yang diimpor
dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut menuju Kawasan Berikat PT. XYZ.
Proses pengangkutan dari Kawasan Pabean menuju Kawasan Berikat PT. XYZ diawasi
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
11
melalui instrumen penyegelan. Penyegelan dilakukan dengan peneraan segel atau tanda
pengaman pada peti kemas/kemasan atau sarana pengangkut barang. Hal ini dimaksudkan
untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka mengamankan keuangan
negara. Karena dalam hal ini tidak memungkinkan bagi petugas bea cukai untuk melakukan
penjagaan dan pengawalan secara terus menerus. Selain dengan melakukan penyegelan,
mekanisme pengawasan oleh petugas bea cukai juga dapat dilakukan dengan pengawalan.
Pengawalan dilakukan jika prosedur penyegelan tidak dapat dilakukan secara efektif.
Pengawasan juga dilakukan ketika PT. XYZ melakukan subkontrak. Pekerjaan
subkontrak sebagian kegiatan pengolahan diberikan kepada Pengusaha Kawasan Berikat
ataupun PDKB lainnya dalam daerah pabean. Instrumen pengawasan yang digunakan berupa
pemberian jaminan dalam proses penyelesaian dokumen BC 2.7. Jaminan yang diberikan
adalah sejumlah 100% dari jumlah pungutan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor atas
barang dan/atau bahan yang disubkontrakkan. Bentuk jaminan dapat berupa uang tunai
maupun bank garansi (custom bond). Jaminan tersebut dapat dicairkan jika barang dan/atau
bahan yang digunakan dalam pekerjaan yang disubkontrakkan tidak kembali. Selain melalui
mekanisme pemberian jaminan, Unit P2 juga turut terlibat dalam melakukan pengawasan.
Agar fungsi pengawasan dan pelayanan dapat berjalan dengan seimbang.
Selain itu, pengawasan juga dilakukan melalui mekanisme pemeriksaan fisik terhadap
barang yang disubkontrak dengan berdasarkan manajemen risiko serta penyegelan.
Pemeriksaan fisik dilakukan oleh petugas bea cukai di Kawasan Berikat PT. XYZ setelah
dokumen pemberitahuan pengeluaran barang diterima. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik,
petugas bea cukai dapat mengambil sampel/potongan atau foto atas barang yang akan
disubkontrakkan. Hal ini dapat memudahkan pengecekan pada saat barang hasil pekerjaan
subkontrak dimasukkan kembali ke PT. XYZ. Karena pada saat pemasukan kembali barang
hasil pekerjaan subkontrak ke PT. XYZ akan dilakukan kembali pemeriksaan fisik yang
berdasarkan manajemen risiko.
Mekanisme penyegelan yang dilakukan pada tahap ini serupa dengan mekanisme yang
dilakukan pada tahap sebelumnya. Dimana peneraan segel dilakukan oleh petugas bea cukai
untuk memastikan bahwa barang yang akan disubkontrakkan berada dalam pengawasan bea
cukai. Agar fasilitas subkontrak tidak disalahgunakan. Sehingga ketika segel didapati telah
dibuka selama proses pengangkutan, akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan.
Pekerjaan yang disubkontrakkan oleh PT. XYZ terutama berupa pencelupan kulit,
pengerokan benang, penjahitan upper dan pengrajutan upper. Pekerjaan subkontrak yang
diberikan kepada pihak lain ini merupakan sebagian kegiatan pengolahan yang tidak termasuk
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
12
dalam kegiatan utama. Pekerjaan pemeriksaan awal, penyortiran, pemeriksaan akhir dan
pengepakan merupakan pekerjaan yang tidak dapat disubkontrakkan. Karena sesuai dengan
ketentuannya pekerjaan-pekerjaan tersebut merupakan kegiatan pengolahan yang utama. Pada
saat pekerjaan subkontrak telah selesai dilakukan, barang hasil subkontrak harus dimasukkan
kembali ke Kawasan Berikat PT. XYZ, termasuk barang atau bahan sisa, dan/atau potongan
barang atau bahan. Karena pada barang atau bahan tersebut masih terhutang pungutan negara
yang merupakan kewajiban bagi perusahaan.
V.1.1.3 Pengawasan pada Saat Realisasi Ekspor
Realisasi ekspor yang dilakukan oleh PT. XYZ merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas fasilitas Kawasan Berikat yang diperoleh. Mekanisme realisasi
ekspor pada PT. XYZ tidak berbeda dengan mekanisme ekspor yang berlaku secara umum.
Pengeluaran barang hasil olahan PT. XYZ untuk tujuan ekspor dilakukan dengan
menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengawasan pada tahap ini dilakukan
melalui pemeriksaan fisik barang yang akan diekspor dengan berdasarkan manajemen risiko
dan dengan mekanisme penyegelan.
Karena pemeriksaan fisik barang dilakukan di luar kawasan pabean pelabuhan muat
maka harus dilakukan pula pengawasan pada saat stuffing dan penyegelan pada peti kemas
atau kemasan barang. Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, penyegelan dilakukan untuk
memastikan bahwa fasilitas Kawasan Berikat dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya.
Agar kewajiban-kewajiban yang masih tertangguhkan dapat dipertanggungjawabkan.
V.1.2. Pengawasan yang Bersifat Tidak Langsung
Merupakan pengawasan yang dilakukan terhadap sistem pembukuan yang dibuat oleh
perusahaan. Sesuai dengan konsepnya membantu memperlancar pengurusan pengeluaran
barang melalui audit di gudang importir tertentu yang mempunyai reputasi baik. Instrumen
yang digunakan untuk menjalankan fungsi pengawasan ini berupa post audit. Instrumen
tersebut berguna untuk memastikan bahwa PT. XYZ telah mempergunakan fasilitas Kawasan
Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai agar
PT. XYZ dapat mempertanggungjawabkan penggunaan fasilitas tersebut kepada pihak Bea
dan Cukai.
Ketentuan mengenai audit kepabeanan secara umum diatur dalam dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan. Lebih lanjut lagi diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 125/PMK.04/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 148/PMK.04/2009. Sebagai peraturan pelaksana pemerintah mengeluarkan
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
13
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-13/BC/2008 dan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-11/BC/2008.
Berdasarkan peraturan tersebut, pada tanggal 13 Juli 2010 telah dilakukan audit umum
terhadap PT. XYZ dalam kapasitasnya sebagai perusahaan yang mendapat fasilitas
Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) merangkap Pengusaha Dalam Kawasan Berikat
(PDKB) untuk periode 1 Agustus 2006 sampai dengan 30 Juni 2010. Didapati kesimpulan
hasil audit berupa evaluasi terhadap Struktur Pengendalian Intern (SPI) serta hasil
pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong, barang jadi dan mesin dan alat pabrik.
Hasil observasi dan evaluasi dari proses post audit yang dilakukan menunjukkan
bahwa Struktur Pengendalian Intern PT. XYZ memadai. Hal tersebut dikarenakan pada PT.
XYZ telah terdapat prosedur mengenai pemasukan bahan baku ke gudang, pengeluaran bahan
baku, pemasukan barang jadi ke gudang dan pengeluaran barang jadi. Kemudian PT. XYZ
juga telah menyelenggarakan sistem akuntansi dan melakukan pengarsipan atas sebagian
buku, catatan-catatan, laporan dan dokumen-dokumen intern yang menjadi bukti dasar
pembukuan. Namun sejak diterapkannya penggantian sistem komputerisasi perusahaan terjadi
perubahan dalam sistem pengkodean bahan baku dan barang jadi yang telah diterapkan
sebelumnya. Dan telah terdapat pembagian fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab
yang tergambar melalui Bagan Organisasi.
Tabel 5.1. Hasil Pemeriksaan pada Laporan Hasil Audit PT. XYZ
(dalam Rp,-)
Kewajiban Pabean Bahan Baku Bahan Penolong Barang Jadi
Bea Masuk 435.330 1.093.997 -
PPN 7.480.431 2.638.100 964.219
PPh Pasal 22 1.870.107 659.525 241.055
Denda Administrasi 435.107 1.093.997 5.000.000
Jumlah 10.221.199 5.485.619 6.205.274
Sumber: PT. XYZ, sebagaimana diolah peneliti.
Tabel di atas merupakan hasil pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan penolong dan
barang jadi dengan membandingkan saldo fisik dengan saldo buku per 30 Juni 2010. Pada
bahan baku, bahan penolong dan barang jadi terdapat selisih kurang terhadap penggunaan
fasilitas yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perusahaan dengan nilai kewajiban
kepabeanan sebesar tersaji di atas. Selisih kurang tersebut disebabkan oleh kurangnya
pengawasan internal atas koordinasi antar bagian dalam hal konsistensi pemberian kode bahan
baku, bahan penolong dan barang jadi. Sehingga menimbulkan kewajiban kepabeanan berupa
Bea Masuk, PPN, PPh Pasal 22 dan denda serta sanksi sdministrasi sebesar Rp 21.913.000,-.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
14
Pada pemeriksaan atas mesin dan peralatan pabrik, tidak ditemukan nama dan
spesifikasi mesin yang sama dengan nama mesin dalam Laporan Hasil Audit sebelumnya. Hal
tersebut karena dalam Laporan Hasil Audit sebelumnya hanya memuat daftar peralatan pabrik
(bukan mesin). Sehingga saldo awal didapat dari catatan aktiva tetap perusahaan. Hasil
pemeriksaan atas mesin dan peralatan pabrik dengan melakukan perbandingan terhadap saldo
fisik dengan saldo buku per 30 Juni 2011 kedapatan sesuai.
Ditemukannya perbedaan saldo yang demikian tidak serta merta mengindikasikan
adanya pelanggaran signifikan yang dilakukan oleh PT. XYZ terhadap fasilitas kepabeanan
yang diperolehnya. Karena hingga saat ini PT. XYZ tergolong dalam kategori perusahaan
yang memiliki profil cukup baik. Di PT. XYZ telah dibuat sebuah standar prosedur
pelaksanaan operasional perusahaan (Standard Operation Procedure/SOP) yang disebut CT-
PAT System. Namun meskipun operasional perusahaan telah dijalankan sesuai dengan SOP,
potensi terjadinya kesalahan tetap ada. Baik itu kesalahan yang sifatnya teknis maupun non
teknis. Dari sisi bea cukai sendiri, telah diupayakan pengawasan yang optimal tanpa
mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan, dengan tidak memberi hambatan pada proses
produksi perusahaan.
V.2. Kendala-kendala yang Dihadapi Sehubungan dengan Pengawasan Kebijakan
Fasilitas Kawasan Berikat bagi PT. XYZ sebagai Importir Produsen di Kawasan
Berikat
Sebagai salah satu perusahaan yang memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, PT.
XYZ selama ini telah menunjukkan integritasnya dalam menjaga kepercayaan pihak Bea dan
Cukai sebagai mitra usahanya. Dengan menjalani prosedur penggunaan fasilitas Kawasan
Berikat yang sesuai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan
cukai yang dinamis. Kelancaran yang mendukung proses produksi yang menjadi alasan bagi
PT. XYZ tetap berupaya mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku.
Namun pada pelaksanaannya akan ditemui berbagai macam faktor yang bersifat
mendukung, atau sebaliknya justru menjadi faktor penghambat tercapainya tujuan dari
pengawasan terhadap fasilitas Kawasan Berikat yang digunakan oleh PT. XYZ. Berikut akan
dijelaskan mengenai kendala-kendala yang terjadi dalam pengawasan fasilitas Kawasan
Berikat pada PT. XYZ, baik yang sifatnya berasal dari lingkungan internal maupun eksternal.
V.2.1. Kendala yang Bersifat Internal
Kendala yang bersifat internal merupakan kendala yang dilihat dari sisi PT. XYZ
sebagai pengguna fasilitas Kawasan Berikat terkait dengan pengawasan yang dilakukan oleh
pihak bea dan cukai.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
15
a. Kurangnya Koordinasi Antar Bagian
Sebelum menggunakan fasilitas Kawasan Berikat, PT. XYZ merupakan pengguna
fasilitas KITE. Untuk beralih menggunakan fasilitas Kawasan Berikat dilakukan audit
umum terhadap PT. XYZ sebagai pertanggungjawaban atas fasilitas KITE yang telah
digunakannya. Hasil audit tersebut yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk
mengajukan permohonan peralihan penggunaan fasilitas KITE menjadi fasilitas
Kawasan Berikat. Dalam hasil audit tersebut ditemukan selisih kurang atas Bea
Masuk, PPN, PPh Pasal 22 dan denda beserta sanksi administrasi yang berkisar antara
20-30 juta rupiah.
Hasil temuan audit tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan terhadap bahan
baku, bahan penolong dan barang jadi dengan membandingkan saldo fisik dengan
saldo buku pada akhir periode pembukuan sebelum dilakukannya audit. Hal tersebut
disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara bagian satu dengan bagian lain yang
saling berhubungan dalam proses produksi di PT. XYZ.
Adanya kendala tersebut menyebabkan PT. XYZ mengalami kerugian dari segi
biaya maupun waktu. Dengan ditemukannya selisih kurang ketika pihak bea dan cukai
melakukan audit, PT. XYZ wajib mengeluarkan biaya tambahan agar kewajibannya
atas pungutan negara yang masih terutang akibat dari kelalaian PT. XYZ sendiri.
Selain itu, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan kegiatan produksi
yang sedang berjalan karena diperlukan waktu bagi PT. XYZ dalam memenuhi
kewajibannya sebagai obyek audit.
V.2.2. Kendala yang Bersifat Eksternal
Kendala yang bersifat eksternal ini merupakan kendala yang datang dari pihak
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehubungan dengan tugasnya dalam melakukan
pengawasan penggunaan fasilitas Kawasan Berikat oleh PT. XYZ.
a. Kurangnya Tenaga Sumber Daya Manusia dalam Melakukan Pengawasan di
Lapangan
Jumlah tenaga SDM yang dimiliki Bea dan Cukai tidak seimbang dengan jumlah
Kawasan Berikat yang sedemikian banyaknya. Jumlah sebaran Kawasan Berikat di
seluruh Indonesia per Januari 2012 menurut data yang didapat dari Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai adalah 1.576 kawasan. Sementara jumlah petugas yang berfungsi
mengawasi pengguna fasilitas Kawasan Berikat sekitar 4.000-an petugas dapat
menimbulkan potensi pelanggaran dari pihak Bea dan Cukai sendiri.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
16
Agar pengawasan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan maka
dibuat mekanisme penggiliran tugas pengawasan oleh hanggar. Dimana akan
dilakukan peninjauan langsung ke Kawasan Berikat oleh Kepala Subseksi Hanggar
secara berkala sesuai dengan jadwal peninjauan yang telah disusun. Diupayakan
dengan adanya mekanisme penggiliran tugas tersebut pengawasan dapat berjalan
sesuai dengan koridornya.
b. Kurangnya Integritas Petugas dalam Menjalani Tugas dan Fungsinya
Kurangnya tenaga SDM yang dimiliki pihak bea dan cukai menyebabkan
pemenuhan tugas dan fungsi petugas pengawas di PT. XYZ menjadi kurang optimal.
Tidak jarang terdapat beberapa petugas yang meminta komisi agar proses penggunaan
fasilitas Kawasan Berikat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun dari PT.
XYZ sendiri sudah memenuhi kewajibannya sebagai pengguna fasilitas Kawasan
Berikat. Agar proses produksi tetap dapat berjalan maka PT. XYZ harus mengikuti
aturan main yang dibuat oleh petugas atau melakukan pendekatan secara personal.
Dilihat dari adanya kekurangan terhadap jumlah tenaga SDM yang dimiliki oleh
pihak bea dan cukai, hal tersebut menjadi pemicu adanya praktik-praktik korupsi di
lapangan. Meskipun pada kenyataannya pihak bea dan cukai sudah berupaya untuk
memberi imbalan yang layak bagi pegawai-pegawainya. Namun adanya celah dalam
proses pengawasan di lapangan menjadi lahan yang potensial bagi petugas di lapangan
untuk membuat aturan main baru. Ditambah jika pengguna jasa memiliki
pengetahuan yang minim terhadap regulasi-regulasi yang mengatur tentang
pengawasan fasilitas Kawasan Berikat.
c. Sistem Teknologi dan Informasi yang Belum Terpusat
Sehubungan dengan kurangnya tenaga SDM, untuk melakukan penambahan
jumlah SDM sebagai solusi, dianggap kurang efisien dan efektif. Langkah yang
diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan optimalisasi pada
sistem teknologi dan informasi (IT). Sejauh ini pihak Bea dan Cukai telah berupaya
membangun sistem IT yang terintegrasi dengan pihak pengguna jasa. Dengan harapan
di masa yang akan datang aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pengawasan
terhadap penggunaan fasilitas Kawasan Berikat khususnya dapat dipantau langsung
dari kantor. Sehingga dapat meminimalisir potensi pelanggaran dari pihak Bea dan
Cukai serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan.
Selain dengan membangun sistem IT yang terintegrasi, diupayakan juga
pembaruan sistem yang mengikuti perkembangan sistem IT pada umumnya. Hal
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
17
tersebut guna mengantisipasi tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dari pihak
pengguna jasa yang tidak bertanggung jawab. Sehingga potensi untuk terjadinya
pelanggaran melalui sistem IT dapat diminimalisir.
VI. Simpulan dan Saran
VI.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang didapat oleh peneliti antara lain
adalah:
1. Pengawasan terkait dengan implementasi kebijakan fasilitas Kawasan Berikat terhadap
salah satu pengguna fasilitas Kawasan Berikat, yakni PT. XYZ dijalankan berdasarkan
manajemen risiko. Instrumen yang digunakan Bea dan Cukai dalam melaksanakan fungsi
pengawasan tersebut adalah pertama, pada saat PT. XYZ melakukan impor barang dengan
menggunakan dokumen BC 2.3. Kedua, pada saat proses pengangkutan barang impor dari
pelabuhan menuju ke Kawasan Berikat PT. XYZ dengan peneraan segel atau tanda
pengaman pada peti kemas/kemasan atau sarana pengangkut barang. Ketiga, pada saat PT.
XYZ melakukan subkontrak pekerjaan dengan mekanisme jaminan, pemeriksaan fisik dan
penyegelan. Keempat, pada saat realisasi ekspor barang hasil olahan dengan mekanisme
pemeriksaan fisik dan penyegelan. Terakhir dengan dilakukannya post audit untuk
menguji kepatuhan PT. XYZ.
2. Kendala yang dihadapi sehubungan dengan pengawasan fasilitas Kawasan Berikat pada
PT. XYZ terbagi menjadi kendala internal dan eksternal. Kendala internal berupa
kurangnya koordinasi antar bagian yang berhubungan dengan proses produksi di PT.
XYZ. Kendala eksternal berupa kurangnya tenaga SDM yang dimiliki bea dan cukai,
kurangnya integritas SDM dalam melakukan tugas dan fungsinya dan belum adanya
sistem teknologi dan informasi yang terpusat.
VI.2. Saran
1. Fasilitas berupa penangguhan bea masuk serta tidak dipungut pajak dalam rangka impor
atas pemasukan barang dari luar negeri ke Kawasan Berikat masih diminati oleh industri-
industri yang berbasis ekspor. Sehingga jumlah Kawasan Berikat cenderung meningkat
setiap tahunnya. Oleh karena itu dibutuhkan cara yang dapat menjamin optimalisasi fungsi
pengawasan dari pihak Bea dan Cukai, seperti memberikan reward bagi pengguna jasa
yang koordinasinya sangat baik. Agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan optimal
dalam kondisi keterbatasan SDM di lapangan.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
18
2. Untuk mengatasi kendala internal yang muncul dari PT. XYZ dapat dilakukan sosialisasi
secara berkala mengenai kewajiban seluruh bagian yang berhubungan dengan kegiatan
produksi. Agar kesalahan-kesalahan yang telah terjadi sebelumnya tidak terjadi lagi di
kemudian hari. Bagi kendala eksternal dapat diatasi dengan diadakannya pendidikan dan
pelatihan secara berkala oleh tenaga pendidik yang sudah teruji kompetensinya,
pengenaan sanksi yang lebih tegas agar dapat memberikan efek jera serta melakukan
percepatan pembangunan sistem yang terpusat agar pelaksanaan pengawasan di lapangan
dapat semakin dioptimalkan.
VII. Daftar Pustaka
Buku
Arens, A. Alvin, James K. Loebbecke. Auditing. New Jersey: Prentice Hall Inc., 1991.
Babbie, Earl. The Practical of Social Research. 8 ed. California: Wadsworth, 1995.
Bailey, Kenneth D. Methods of Social Research. 4 ed. New York: The Free Press, 1994.
Dimyati, Ahmad. Undang-Undang Pabean. Jakarta: BPPK Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.
Easson, Alex. Tax Incentives for Foreign Direct Investment. The Netherlands: Kluwer Law
International, 2004.
Ismail, Tjip. Menyibak Fenomena Perpajakan di Belahan Dunia. Jakarta: Yarsif Watampone,
2004.
Koontz, Harold, Cyrill O’Donnell dan Heinz Weihrich. Manajemen. 1 jil. Trans. Alfonsus
Sirait. Jakarta: Erlangga, 1988. Trans. of Management 8th Edition, 1984.
Lumbantoruan, Sophar. Ensiklopedia Perpajakan Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1987.
Mansury, R. Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan
Perpajakan, 1999.
Manullang, M. Dasar-dasar Manajemen Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989.
. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Mulyadi. Auditing. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat, 2002
Neuman, W. Lawrence. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach.
London: Sage Publications, 1994.
. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach.
3rd ed. USA: Aviacom Company, 1997.
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Purwito. M, Ali. Kepabeanan Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Samudra Ilmu, 2006.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
19
. Reformasi Kepabeanan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Pengganti
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2007.
. Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi.
Jakarta: Pusat Kajian Fiskal FHUI, 2008.
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, Edisi
Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Rahayu, Ani Sri. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010.
Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.
Semedi, Bambang. Pengawasan dan Penindakan di Bidang Kepabeanan. Jakarta: BPPK
Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.
Shome, Parthasarathi. Tax Policy Handbook. Washington, D.C.: IMF Graphics Section, 1995.
Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 1989.
. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.
Soemitro, Rochmat. Asas dan Dasar Perpajakan 1 Edisi Revisi. Bandung: Eresco, 1999.
Sugiono. Pengantar Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2008.
Sujamto. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Sukarna. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju, 1992.
Thuronyi, Victor. 2 vol. Tax Law Design and Drafting. Washington: International Monetary
Fund, 1998.
Tim Penyusunan Modul Pusdiklat Bea dan Cukai. Pengantar Audit Kepabeanan dan Cukai.
Jakarta: BPPK Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011.
Wawancara
Enna. Wawancara via surat elektronik. 21 Juni. 2012.
Kasubsi Hanggar Lapangan. Wawancara mendalam. 5 November. 2012.
Nurdin. Wawancara mendalam. 14 Juni. 2012.
Riza, Yusi. Wawancara mendalam. 12 Juni. 2012.
Surono. Wawancara mendalam. 15 Mei. 2012.
Lain-lain
Nugroho, Budi. ”Perbandingan Kawasan Berikat dengan Fasilitas dan Kemudahan
Kepabeanan Lainnya di Bidang Impor”. Warta Bea Cukai Ed 431 Oktober. 2010:
50.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013
20
Prasetyo, Kristian Agung. ”Benarkah Pemberian Insentif Pajak Dapat Meningkatkan Investasi
Asing di Indonesia?”. InsideTax 6 April. 2008: 10.
Supomo. ”Kawasan Berikat 17 Tahun Menjadi Andalan Para Eksportir”. Warta Bea Cukai Ed
451 Juni. 2012: 3.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4661.
, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998.
, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011
tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011, Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 317.
, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-13/BC/2008
tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
Republik Indonesia Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-20/BC/2008 tentang
Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean untuk Ditimbun di
Tempat Penimbunan Berikat.
, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2010
tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea dan Cukai dan Tata
Cara Penyegelan.
Analisis pengawasan ..., Ratna Yunita, FISIP UI, 2013