Upload
yudisb05
View
276
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDIDIKAN
EVI S. SHALEHA
PENDAHULUAN
• Perkenalan Mata Kuliah;• Sillabus Perkuliahan
Definisi Pendidikan A. UUSPN, 2003 “usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”Pendidikan bersifat Praksis dan
Normatif
3
B. DICTIONARY OF EDUCATION)
(a) Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup;
(b) Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimumPendidikan dipengaruhi oleh lingkungan
atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam
tingkah laku, pikiran, dan sikapnya
C. CROW AND CROW (1960)
Modern educational theory and practise not only are aimed at preparation for future living but also are operating in determining the pattern of present, day-by day attitude and behavior
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan
datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam
perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya
MANAJEMEN PENDIDIKAN
Manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok: perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, pemimpinan pendidikan, dan pengawasan pendidikan;
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain;
Pendidikan sebagai suatu sistem dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro dilihat dari hubungan elemen peserta didik, pendidik, dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Sedangkan secara makro menjangkau elemen-elemen yang lebih luas.
POSISI PK DALAM ORGANISASI = SEBAGAI BAGIAN DARI PERILAKU ORGANISASI Organisasi sebagai “Social System” terbangun dari
Institusi dan Individu yang memiliki karakteristik tersendiri dan saling memmpengaruhi.
Gabungan dari Perilaku Institusi dan Perilaku Individu akan memunculkan “ Observed Behaviour”
= Institusi memiliki Peran melalui Rincian Tupoksi dan memiliki Harapan Lembaga
= Individu memiliki kepribadian dan kebutuhan = Decision Making berada dalam posisi
menghantarkan organisasi menjadi organisasi yang sehat ( Healthy Organization), melalui: (1) Professional Value Capacity; (2) Legal Compliance; (3) Program/Rencana ;
Organisasi yang sehat memiliki karakteristik : (1) Competitive; (2) Profitability; (3) Growth; (4) Survival
= Masa Depan merupakan waktu yang penuh dengan ‘Probability’. Namun, organisasi tidak boleh digiring ke arah probability. Organisasi harus didesain dengan program dan rencana untuk menjadi lebih baik
= Visi Institusi harus diterjemahkan menjadi “Performance Indicators” yang jelas.
The Essence of Education is Learning; Quality Education = Quality of Learning
KEWENANGAN DAN HIERARKI PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Pengelolaan Sistem Pendidikan :• MAKRO – PEMERINTAH PUSAT• MESSO – PEMERINTAH DAERAH – PEMPROV,
PEMKAB, PEMKOT• MIKRO – SATUAN PENDIDIKAN; LEMBAGA
PENYELENGGARA PENDIDIKAN# KOMPONEN POKOK SISTEM PENDIDIKAN :• INPUT : MASUKAN SUMBER• PROSES PENDIDIKAN : Tujuan dan Prioritas; Peserta
didik; Manajemen; struktur & Jadwal; Isi; Pendidik; Alat bantu; Fasilitas; Teknologi; Pengawasan mutu; Penelitian; Biaya
• OUTPUT : HASIL PENDIDIKAN
PEMERINTAH PUSATPEMERINTAH PUSAT
DEPDIKNASDEPDIKNAS
UU No 20/2003UU No 20/2003PP No 19/2005PP No 19/2005
DEPDAGRIDEPDAGRI
UU 32/2004UU 32/2004PP 25/2000PP 25/2000
STANDAR NASIONAL STANDAR NASIONAL PENDIDIKANPENDIDIKAN
MBSMBSSPMSPMKepemimpinan Kepemimpinan Kolektif Kolektif
MBSMBSMenerima Bantuan Menerima Bantuan PemerintahPemerintahSPMSPM
-Otonomi DaerahOtonomi Daerah-DesentralisasiDesentralisasi-Pengelolaan PendidikanPengelolaan Pendidikan
KOMITE KOMITE SEKOLAHSEKOLAH
NEGERINEGERI SWASTASWASTA
YAYASAN YAYASAN PENYELENGGARA PENYELENGGARA (MASY)(MASY)
Pengelolaan Pendidikan Pengelolaan Pendidikan menurut Sisdiknasmenurut Sisdiknas( Dikembangkan berdasarkan PP 19/2005)( Dikembangkan berdasarkan PP 19/2005)
• Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan mengacu kepada sistem pendidikan nasional dengan sistem desentralisasi pemerintahan melalui otonomi daerah;
• Departemen Pendidikan Nasional memiliki tugas untuk menetapkan Standar Nasional Pendidikan dan melaksanakan pengelolaan pendidikan sesuai standar yang telah ditetapkan dalam PP 19/2005, pasal 60 yaitu dalam rencana kerja tahunan bidang pendidikan memprioritaskan 11 program, meliputi: (a) wajib belajar; (b) peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi; (c) penuntasan pemberantasan buta aksara; (d) penjaminan mutu pada satuan pendidikan; (e) peningkatan status guru sebagai profesi; (f) peningkatan mutu dosen; (g) standarisasi pendidikan; (h) akreditasi pendidikan; (i) peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global; (j) pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; (k) penjaminan mutu pendidikan nasional.
“SCHOOL-BASED MANAGEMENT”
Implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan dan Reformasi pendidikan persekolahan, berdasarkan rekomendasi Bappenas dan Bank Dunia dalam Konferensi Pendidikan tahun 1999, diarahkan pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan di sekolah sebagai tataran yang paling dekat dengan masyarakat, melalui strategi dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
MBS atau “school-based management (SBM)” adalah pemberian otonomi yang lebih luas kepada kepala sekolah dan komunitas sekolah lainnya, dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan program dan tujuan sekolah. Implementasi MBS diharapkan mampu merubah paradigma top-down menjadi ‘bottom-up’, yang ditandai dengan keberdayaan dan kemandirian sekolah. Melalui MBS pula diharapkan sekolah mampu melakukan upaya optimal untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan (customer’s services oriented).
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Definisi Pendekatan Dalam Pengambilan
Keputusan; Proses Pengambilan Keputusan
( Donelly,dkk : 1995) Elbing’s Decision Process
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI SEKOLAH
Pengambilan Keputusan sebagai bagian dari Manajemen Partisipatif
Keith and Girling (1991) menyatakan bahwa manajemen partisipatif yang dikembangkan di sekolah, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Perencanaan program dan pengambilan keputusan di sekolah berkaitan erat dengan akuntabilitas profesional;
Peran administrator dan guru, mengarah pada keberhasilan dan ketercapaian tujuan sekolah;
Peran administrator sekolah menjadi fasilitator, pengelola organisasi, pendengar dan komunikator, pemimpin, dan nara sumber sekolah;
Peran guru, secara individu maupun kolektif diarahkan pada identifikasi tujuan dan kebutuhan sekolah, dengan prioritas pada pembelajaran di dalam kelas, pengembangan strategi untuk mencapai tujuan dan kebutuhan sekolah, pemecahan masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan tujuan organisasi, serta berpartisipasi dalam evaluasi terhadap kemajuan dan perkembangan pelaksanaan program sekolah.
Pengambilan keputusan bukan merupakan proses yang tetap, melainkan bertahap dan berkelanjutan.
DONELLY, GIBSON, DAN IVANCEVICH (1995:128) : “THERE ARE NUMEROUS APPROACHES TO DECISION
MAKING. WHICH IS DEPEND ON THE NATURE OF THE PROBLEM, THE
TIME AVAILABLE, THE COST OF INDIVIDUAL STRATEGIES, AND THE MENTAL SKILLS OF THE
DECISION MAKER”
MacNeill dan Sargent, dalam Sinclair dkk (1992:79) :Pendekatan kolegial adalah pendekatan di mana para
anggota organisasi memiliki hak untuk berpartisipasi dalam penetapan keputusan yang akan mempengaruhi mereka dalam pelaksanaan keputusan, dengan menekankan sejumlah hal sebagai berikut:
Menghargai keragaman pendapat dan mengakui pentingnya dialektika tesis dan antitesis;
Lebih mendahulukan alasan manusiawi (’human reason’) daripada otoritas;
Berbasiskan keyakinan dalam organisasi yang demokratis dan egaliter;
Berkomitmen terhadap kolaborasi berdasarkan konsensus, integritas personal, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan organisasi;
Didasarkan atas komunikasi yang terbuka, peduli, blak-blakan dan jujur.
Proses Pengambilan KeputusanProses Pengambilan Keputusan ( Donelly,dkk : 1995:128-130)( Donelly,dkk : 1995:128-130)
Identify and define the problem
Develop alternative solutions
Evaluate alternative solutions
Risk conditions
Uncertainty conditions
Certainty conditions
Select alternative
Implement decision
Evaluate and Control
Revise
Revise
Revise
Proses pengambilan keputusan digambarkan sebagai “the Five D’s of Decision making: Define the problem, Develop alternatives, Decide which alternatives is best, Do what indicated, and Determine whether decision was a good one.”
Fase dalam pengambilan keputusan dapat diuraikan sebagai berikut:
Mempertimbangkan apakah keputusan harus dibuat atau tidak;
Menjelaskan tujuan keputusan, prioritas dan jangka waktu;
Mengumpulkan informasi yang relevan, alternatif solusi dan konsekuensinya;
Memilih solusi yang paling sesuai dengan karakter permasalahan;
Mengkomunikasikan keputusan yang telah ditetapkan; Evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan.
1. IDENTIFY AND DEFINE THE PROBLEM
Dalam tahap identifikasi masalah harus dipertimbang kan hal-hal yang berkaitan dengan sumber dan jenis masalah. Masalah timbul apabila terjadi kesenjangan antara kenyataan dengan hasil yang diharapkan.
Donnelly, Gibson dan Ivancevich (1995: 130-132) mengungkapkan adanya tiga sumber yang harus diantisipasi oleh para pengambil kebijakan yang menyebabkan munculnya kesulitan dalam mengidentifikasi masalah, yaitu: masalah persepsi individual; menetapkan masalah melalui solusi; dan mengidentifikasi gejala sebagai masalah.
opportunity; crisis; and routine problems.
AKRAM RIDA (2005:69)
Untuk mendorong pengambil keputusan melakukan tahapan identifikasi masalah, perlu menjadi pertimbangan pula tentang sejumlah manfaat dilakukannya identifikasi masalah, sebagai berikut:
(1) lebih terfokus pada diagnosis solusi, daripada sekedar diagnosis gejala;
(2) mengerahkan segenap kemampuan guna menemukan solusi yang efektif dan menghindari solusi yang tidak memiliki relevansi dengan masalah;
(3) fokus terhadap masalah dan cara pemecahannya;
(4) mengidentifikasi beban masalah dan segala pengaruhnya.
KEITH AND GIRLING (1981:129) MEMBERIKAN DORONGAN BAHWA PERAN PARTISIPASI STAKEHOLDERS PENDIDIKAN PADA TAHAP INI AKAN MEMBERIKAN MANFAAT SEBAGAI BERIKUT:
(1)Membantu memfokuskan perhatian pada eksistensi masalah yang sedang dihadapi. Yang harus diperhatikan adalah terbukanya jalan atau cara berkomunikasi, karena jika jalan komunikasi tidak terbuka, kemungkinannya tidak akan memperoleh jalan untuk mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapi;
(2)Memungkinkan terjadinya perbedaan cara pandang terhadap masalah, sehingga meyakinkan anggota organisasi bahwa masalah telah didiagnosa secara benar.
(3)Memperoleh data yang lebih lengkap melalui pengumpulan data yang melibatkan jaringan.
(4)Membantu memperoleh tingkatan observasi yang praktis terhadap sifat masalah.
(5)Membantu akselerasi dalam implementasi/pelaksanaan solusi, karena partisipasi dan konsultasi pada tahapan ini akan membantu memperoleh kepercayaan dan keberterimaan terhadap mereka yang terlibat dalam penyelesaian masalah.
2. MENGEMBANGKAN ALTERNATIF
Pada tahapan ini, dilakukan upaya pencarian solusi terhadap permasalahan. Setelah masalah ditetapkan, maka harus dilakukan pengembangan alternatif yang memungkinkan, yaitu alternatif yang faktual dan potensial untuk menyelesaikan masalah sekaligus mempertimbangkan sejumlah potensi dari konsekuensi alternatif tersebut.
Tahap ini membutuhkan waktu dan biaya, antara lain untuk mengumpulkan data dan informasi yang relevan dengan masalah.
Akram Rida (2005: 49) membagi tahap perumusan alternatif menjadi tiga langkah, yaitu: pemetaan alternatif; penilaian alternatif; dan penentuan alternatif. Dalam melakukan ketiga langkah tersebut, sangat penting untuk memperhatikan akurasi informasi dan data, termasuk langkah analisa data untuk menghasilkan gagasan-gagasan kreatif dan inovatif sebagai alternatif pemecahan masalah.
Dalam pengajuan alternatif, Akram Rida (2005:110) menyarankan tentang perlunya mempertimbangkan beberapa hal, yakni: (1) Aturan pelaksanaan, berupa aturan-aturan operasional; (2) Kebijakan politik, baik pada level pemerintah maupun organisasi; (3) SDM dan keuangan; (4) Aturan budaya, tradisi, dan norma-norma yang berkembang dalam lingkungan organisasi dan masyarakat; serta (5) Anggaran dasar organisasi, baik yang berkenaan dengan leadership, manajemen, dan tata tertib organisasi.
Langkah-langkah sistematis untuk mengembangkan alternatif, antara lain melalui orientasi gagasan dan melahirkan gagasan. Penggunaan beragam metode untuk menampung gagasan dalam pengembangan alternatif harus dilakukan untuk memperoleh alternatif terbaik.
Salah satu alternatif antara lain melalui pembahasan dalam Tim Kerja ( Work Team) dalam organisasi
Tidak ada satupun alternatif yang tidak memiliki sisi kelemahan. Perlu dikembangkan standar atau kriteria yang jelas untuk
memilih dan menetapkan alternatif. Donnelly, Gibson, dan Ivancevich (1995:132-135)
menyatakan bahwa dalam setiap situasi keputusan, tujuan pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang menghasilkan outcomes yang paling tepat dan menguntungkan.
Hubungan antara alternatif dan outcomes didasarkan pada 3 kemungkinan, yakni: Certainty; Risk; dan Uncertainty.
Certainty, bila pengambil kebijakan telah memiliki pengetahuan yang lengkap dan peluang yang memungkinkan mengenai hasil dari alternatif-alternatif yang ada;
Risk, bila pengambil kebijakan memiliki sejumlah prediksi yang memungkinkan mengenai hasil dari alternatif-alternatif yang ada;
Uncertainty, kebalikan dari certainty, yaitu bila pengambil kebijakan sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai kemungkinan dan atau peluang hasil dari alternatif-alternatif yang ada. Dalam kondisi ini, karakteristik kepribadian pengambil kebijakan menjadi lebih penting untuk menentukan keputusan mana yang akan ditetapkan.
3. Mengevaluasi Alternatif
4. MEMILIH ALTERNATIF
Tujuan dari pemilihan alternatif adalah menemukan cara mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya, untuk memecahkan masalah
Pemilihan alternatif tidak sekedar aktivitas memilih, melainkan menjadi suatu proses dinamis.
Pengambil kebijakan akan lebih aman, untuk memilih alternatif yang memenuhi standar atau kriteria yang telah ditetapkan.
Kriteria khusus untuk menilai alternatif dikemukakan oleh Scherrmerhom (1993:164) dalam Hayati (2002: 86-87) sebagai berikut:
Benefits, yaitu besarnya kemungkinan manfaat dari suatu keputusan;
Costs, yaitu besarnya sumber daya yang harus diinvestasikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek negative yang terkandung di dalamnya;
Timelines, yaitu kecepatan kemungkinan hasil yang dapat dicapai dari akibat-akibat positif yang terkandung di dalamnya;
Acceptability, yaitu tingkat penerimaan dan daya dukung dari pihak-pihak yang terkait;
Ethical Soundness, yaitu sejauh mana suatu alternatif memenuhi kriteria etika para penguasa yang terkait.
Akram Rida (2005:111) menambahkan tentang kriteria dan atau penilaian terhadap alternatif untuk memperoleh alternatif yang baik, yaitu:
(1) kesesuaian dengan tujuan organisasi; (2) tingkat resiko yang dibawanya; (3) profit yang diperoleh; (4) tujuan yang dicapai; (5) kesesuaiannya dengan efisiensi waktu; (6) kemampuan yang dimiliki; dan (7) kesesuaiannya dengan lingkungan eksternal.
• Finch dan Mc. Gough dalam Yayat Hayati (2002:76-83) mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dasar pertimbangan yang akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan yang telah ditetapkan dapat dikelompokkan menjadi 5 elemen sebagai berikut, yaitu:
filosofi; konteks; informasi; partisipasi; dan waktu.
5. MELAKSANAKAN KEPUTUSAN
Pelaksanaan keputusan adalah melaksanakan sebuah keputusan dengan menunjuk orang-orang tertentu, dengan tugas, waktu, dan materi tertentu. Keputusan yang baik adalah keputusan yang dapat dilaksanakan (applicable).
Donnelly, Gibson, dan Ivancevich (1995: 136) : pelaksanaan keputusan organisasi akan melibatkan banyak orang dalam situasi tertentu, maka perilaku orang-orang yang terpengaruh oleh keputusan tersebut, menjadi alat uji terhadap kekuatan keputusan.
Tindakan pengambil keputusan untuk melakukan sosialisasi keputusan tersebut kepada para pelaksana (eksekutor) keputusan dengan sejelas-jelasnya menjadi sangat penting, sambil terus meyakinkan mereka bahwa mereka mampu melaksanakan keputusan itu dengan baik.
AKRAM RIDA (2005: 149-150): TERDAPAT ENAM UNSUR YANG HARUS ADA DALAM SETIAP
PELAKSANAAN KEPUTUSAN, YAITU: (1) SURAT KEPUTUSAN;
(2) ORANG YANG MENERIMA KEPUTUSAN; (3) PERENCANAAN;
(4) DISTRIBUSI TANGGUNG JAWAB; (5) SKEDUL WAKTU;
(6) ANGGARAN BELANJA/BUDGET.
Beberapa kegiatan yang dapat dipertimbangkan dalam melaksanakan keputusan, antara lain:
(a) membagi solusi masalah ke dalam beberapa langkah yang sistematis dan mudah pelaksanaannya;
(b) memastikan bahwa setiap individu yang terlibat tahu pasti tugasnya masing-masing;
(c) seluruh individu yang terlibat harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap langkah-langkah yang telah disepakati;
(d) menentukan model evaluasi dan supervisi; (e) memastikan data-data yang dibutuhkan sudah terkumpul;
dan (f) menentukan langkah-langkah alternatif.
Untuk suksesnya pelaksanaan keputusan, Akram Rida (2005: 153-156) mengidentifikasi tipe pelaksana keputusan dan sejumlah fase kegagalan dalam pelaksanaan keputusan.
Tipe para pelaksana keputusan/eksekutor keputusan antara lain: (a) Profesional, mereka yang mengetahui banyak hal lebih dari
pengambil keputusan; (b) Diktator, mereka yang sangat yakin hanya caranya sendiri yang
dapat menjamin kesuksesan; (c) Pengkhianat, mereka yang siap menghianati pengambil
keputusan manakala ia lengah; (d) Pengeluh, mereka yang senantiasa melihat kesalahan dalam
segala hal, kecuali dalam dirinya sendiri; (e) Pesaing, mereka yang memiliki tipe yang sangat ulet dan
pantang menyerah; (f) Meledak-ledak, mereka yang sangat emosional dan mudah
marah, bila ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendaknya.Tujuh fase kegagalan dalam pelaksanaan keputusan :fase pertama, terlalu semangat; fase kedua, kurang semangat; fase
ketiga, frustasi; fase keempat, terlalu khawatir; fase kelima suka mencari kambing hitam; fase keenam, menghukum orang yang tidak bersalah; dan fase ketujuh, memuji dan menghormati seseorang yang tidak terlibat dalam proses keputusan.
6. PENGAWASAN DAN EVALUASI
KEPUTUSAN Perlunya dilaksanakan pengawasan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan keputusan, didasarkan pada asumsi bahwa seringkali terjadi kondisi yang pada awalnya terlihat sangat baik, tetapi di tengah perjalanan mengalami hambatan dan semangat menurun drastis, dan akhirnya mengalami kegagalan.
Sebagai gambaran, Akram Rida (2005:158) menjelaskan bahwa ujung dari pengawasan dan evaluasi, adalah terminal supervisi yakni kesuksesan dalam pelaksanaan keputusan
Terminal Supervisi dalam pelaksanaan keputusan:Supervisi dan dilaksanakan oleh para supervisor yang
ditugaskan untuk melakukan supervisi dan evaluasi pelaksanaan keputusan dalam organisasi. Berkaitan dengan organisasi sekolah, pihak yang diberi tugas untuk melakukan monitoring/supervisi dan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan bisa bervariasi antar satu sekolah dengan sekolah lainnya, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan keputusan.
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Keputusan sampai ke pihak eksekutorsupervisi
Mengubah keputusan menjadi prosedur supervisi
supervisiProsedur
pelaksanaan
Mewujudkan tujuan supervisi
SUKSES
•Tepat waktu•Konkret•Menguasai
•Efektif untuk mewujudkan tujuan•Fokus ke sisi pelaksanaan•Skedul yang sesuai•Sumber Daya Manusia dan budget
•Sesuai dengan kriteria•Sesuai dengan aspek seni•Sesuai dengan indek hasil
KEPUTUSAN
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 55 dan 56 menyatakan bahwa pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Sedangkan pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan.
DONNELLY, GIBSON, DAN IVANCEVICH (1995:136) MENYATAKAN BAHWA ”EFFECTIVE MANAGEMENT INVOLVES PERIODIC MEASUREMENT OF RESULTS. SOME SYSTEM OF CONTROL AND EVALUATION IS NECESSARY TO MAKE SURE THE ACTUAL RESULTS ARE CONSISTENT WITH THE RESULTS PLANNED WHEN THE DECISION WAS MADE”.
Dalam pelaksanaan pengawasan dan evaluasi, sebagai rangkaian dari pengambilan keputusan, maka pemimpin organisasi juga diharapkan mampu mengenali kendala yang pada umumnya dihadapi banyak orang dalam pemecahan masalah, sebagai esensi dari pengambilan keputusan, antara lain:
(1) tidak memahami secara komprehensif masalah yang dihadapinya;
(2) tidak memiliki metode yang sistematis untuk menganalisis sebuah masalah; (3) tidak dapat menentukan skala prioritas;
(4) tidak memiliki metode untuk mengetahui sebab utama munculnya masalah; dan
(5) tidak mampu menggunakan metode yang tepat, sehingga menghabiskan waktu dan tenaga, tanpa memperoleh hasil yang maksimal.
ELBING’S DECISION MAKING PROCESSFase dalam pengambilan keputusan dapat diuraikan
sebagai berikut: Mempertimbangkan apakah keputusan harus dibuat
atau tidak; Menjelaskan tujuan keputusan, prioritas dan jangka
waktu; Mengumpulkan informasi yang relevan, alternatif solusi
dan konsekuensinya; Memilih solusi yang paling sesuai dengan karakter
permasalahan; Mengkomunikasikan keputusan yang telah ditetapkan; Evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan.
(1)Disequilibrium
(2)Diagnostic
Process
(3)Problem
Statement
(4)Solution Strategy
(5) Implementatio
n
ELBING’S DECISION MAKING PROCESS
Tahap pertama, ketika seorang manajer organisasi menghadapi situasi yang dirasakannya sebagai suatu ketidakseimbangan, ia akan berupaya mengenali situasi tersebut sebagai permasalahan. Tahap kedua, dilakukan diagnosis masalah, yang berawal dari respon terhadap situasi ketidakseimbangan tersebut, melalui pengembangan berbagai asumsi tentang penyebab munculnya permasalahan. Tahap ketiga, adalah tindaklanjut dari diagnosis masalah, berupa penetapan masalah yang menyebabkan munculnya ketidakseimbangan.
Dengan telah ditetapkannya masalah, maka dapat dilakukan strategi penyelesaian masalah melalui pemilihan sejumlah strategi dan solusi berdasarkan hasil identifikasi berbagai kemungkinan yang selanjutnya ditetapkan menjadi solusi.
Tahap akhir dari proses pengambilan keputusan adalah tahap implementasi. Terlepas dari adanya jaminan bahwa solusi yang ditetapkan tersebut merupakan solusi yang benar-benar akan menyelesaikan masalah yang dihadapi, kewajiban pengambil keputusan adalah melaksanakan strategi dan solusi yang telah ditetapkan.
FRAMEWORK WAKTU DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DIKEMBANGKAN DARI KONSEP ELBING’S DECISION-MAKING PROCESS)
THE PAST 1. PENGEMBANGAN PERMASALAHAN;
2. PENGUMPULAN INFORMASI; 3. KEBUTUHAN UNTUK SUATU KEPUTUSAN DAPAT DIPERSEPSI
THE PRESENT 1. DITEMUKANNYA SEJUMLAH ALTERNATIF; 2. DITETAPKANNYA PILIHAN ALTERNATIVE
THE FUTURE 1. PELAKSANAAN KEPUTUSAN;
2. EVALUASI PELAKSANAAN KEPUTUSAN
Sejalan dengan framework waktu di atas, Finch dan McGough (1982:113) dalam Yayat Hayati (2002:83) menyatakan bahwa walaupun pengambilan keputusan berkaitan dengan situasi yang sangat khusus dan kontennya berbeda-beda, namun prosesnya cenderung sama, yaitu berkaitan dengan masa lalu, masa kini, dan masa datang serta berkaitan dengan pemecahan masalah.