Upload
dinhdan
View
258
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA
PENERAPAN PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980
TENTANG K3 KONSTRUKSI BANGUNAN PADA PROYEK
APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG JAKARTA SELATAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
Rizqy Unggul Permadi
NIM: 108101000018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Thesis, Juli 2014
Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018
ANALYSIS GC EDWARD IMPLEMENTATION MODEL ON THE
APLICATION PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 ABOUT
CONSTRUCTION OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY OF THE
PROJECT APARTMENTS AND HOTEL IN KEMANG SOUTH JAKARTA
YEAR 2013
xvi + 157 pages, 13 tables, 8 pictures
This study aims to look how the implementation of one of the government’s
policy in the field of occupational safety which is Permenakertrans No.1 / 1980 about
construction occupational health and safety on the apartments and hotel development
projects in the works by PT PP in Kemang, South Jakarta . This study uses a model
approach that saw GC Edward model policy implementation based on four basic
subtances namely communication, resources, disposition, and bureaucratic structures.
This study uses qualitative research methods. The information used comes
from the informant interviews, field observations, and projects data related to work
safety. Informants in this study was divided into 2 parts : 4 people who represent the
main contractor and 5 people who represent sub-contarctor. Each informant has
duties and responsibilities are different from each other.
The result showed that occupation safety violations related to the content of
Permenakertrans No.1 / 1980 which are materials and equipment scattering in the
workplace, you do not see arrangement faucet cross the street of the crane, not curved
the tip of iron manufacture of concrete, and the existence of workers who are not
using PPE.
vi
In each subtance based on GC Edward model the are problems resulting from
the implementation of Permenakertrans No.1 / 1980 about construction occupational
health and safety on the building construction is not going well. Problems are that
there are not competent workers to work, recruitment of workers only based ages not
skill, workers commitment to implement occupational safety is still lacking, the
application of strict punishment is not done, and there are still many information
related work safety and standard operational procedures that have not been socialized
to workers.
Recommendation are given to company that repair worker recuitment system,
the provision of safety training to workers specifically according to the type of work,
the application of punishment was more emphasized, and dissemination of standard
operating procedures for workers overall.
Keywords : Policy, Implementation, Construction
References : 53 (1991 - 2013)
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2014
Rizqy Unggul Permadi, NIM : 108101000018
ANALISIS MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD PADA PENERAPAN
PERMENAKERTRANS NO.PER.01/MEN/1980 TENTANG K3 KONSTRUKSI
BANGUNAN PADA PROYEK APARTEMEN DAN HOTEL DI KEMANG
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2013
xvi + 157 halaman, 13 tabel, 8 gambar
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan salah satu
kebijakan pemerintah di bidang keselamatan kerja yaitu Permenakertans No.1 / 1980
tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek pembangunan apartemen dan hotel
yang sedang dikerjakan PT PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan model GC Edward yang melihat implementasi kebijakan
berdasarkan 4 substansi dasar yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi.
Metode penelitian bersifat kualitatif. Informasi yang digunakan bersumber
dari wawancara terhadap informan, observasi di lapangan, dan data - data proyek
yang terkait dengan keselamatan kerja. Informan dalam penelitian terbagi menjadi 2
bagian yaitu 4 orang yang mewakili kontraktor utama dan 5 pekerja sub kontraktor.
Setiap informan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda - beda antara
satu dan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran K3 terkait dengan isi
dari Permenakertrans No.1 / 1980 yaitu material bahan peralatan yang berserakan di
tempat kerja, tidak terlihat adanya aturan lintas keran jalan, ujung besi tidak
dilengkungkan pada pembuatan beton, dan masih adanya pekerja yang tidak
menggunakan APD.
viii
Pada masing - masing substansi berdasarkan model GC Edward terdapat
permasalahan yang menyebabkan pelaksanaan dari Permenakertans No.1 / 1980
tentang K3 konstruksi bangunan tidak berjalan dengan baik. Permasalahan tersebut
antara lain masih adanya pekerja yang belum kompeten untuk bekerja, rekrutmen
pekerja hanya berdasarkan umur bukan keahlian, komitmen pekerja untuk
melaksanakan peraturan keselamatan kerja masih kurang, penerapan hukuman tidak
tegas dilakukan, dan masih banyaknya informasi terkait keselamatan kerja dan
standar operasional prosedur yang belum disosialisasikan kepada pekerja.
Rekomendasi yang diberikan kepada perusahaan yaitu perbaikan sistem
rekrutmen pekerja, pemberian pelatihan keselamatan kerja kepada pekerja secara
spesifik menurut jenis pekerjaan, penerapan hukuman dipertegas, dan sosialisasi
standar operasional prosedur menyeluruh kepada pekerja.
Kata kunci : Kebijakan, Implementasi, Konstruksi
Daftar bacaan : 53 (1991 - 2013)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan
karunia - Nya yang telah memberikan banyak kemudahan kepada saya mulai dari
pengajuan surat izin lapangan, selama penugasan, sampai selesainya laporan skripsi
ini. Tak terkira banyaknya rasa syukur yang dapat hamba panjatkan ke hadiratmu.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah skripsi,
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada orang - orang yang telah membantu
dalam proses penyusunan laporan skripsi ini. Untuk hal tersebut saya mengharapkan
saran dan kritik guna memperbaiki laporan skripsi ini sehingga dapat lebih sempurna.
Saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua yang telah memberikan bimbingan dan dukungan penuh baik
moril maupun materiil.
2. Ibu Febrianti selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN
Jakarta.
3. Bapak Arif Sumantri selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini hingga selesai.
x
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardhani selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini
hingga selesai.
5. Bapak Mulyono dan Bapak Dadan selaku HSE officer proyek Kemang yang
telah banyak membantu saya saat proses pengerjaan skripsi di lapangan.
6. Seluruh informan pekerja proyek Kemang yaitu pekerja kayu, besi, cor, house
keeping, operator tower crane, dan alimak yang telah memberikan informasi
yang saya butuhkan selama proses pengerjaan skripsi di lapangan dan berbagi
pengalaman kerja kepada saya.
7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membimbing
dan memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada saya selama proses
perkuliahan.
8. Teman - teman Kesmas 2008 yang tidak dapat saya sebutkan semuanya satu
per satu. Semoga semua perjuangan kita selama perkuliahan dapat menjadi
kenangan untuk kita semua.
9. Serta segenap pihak yang telah banyak berperan aktif membantu pelaksanaan
skripsi dan dalam menyelesaikan laporan skripsi ini yang tidak saya sebutkan
secara keseluruhan.
Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, saya berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan kebahagaiaan dunia dan akhirat, dan
juga semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Amien
xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rizqy Unggul Permadi
TTL : Lamongan 15 April 1989
Alamat : Jl. Jamhur I No.108 Rt 04/01 Cinere, Depok
Agama : Islam
Gol. Darah : A
No. Telp : 0856 48563175
RIWAYAT PENDIDIKAN
1995 – 2001 SD Jetis VI - Lamongan
2001– 2004 SMP Negeri 12 - Jakarta
2004– 2007 SMA Negeri 6 - Jakarta
2008 – sekarang S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN……….……………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
ABSTRAK………………………….…………………………………………… x
KATA PENGANTAR…………….………………………………………….... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…….…………………………………....……… xi
DAFTAR ISI.………………………………………………………………….... xii
DAFTAR TABEL…………………..…………………………………………... xviii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xix
BAB I PENDAHULUAN……………….………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………………………………….. 8
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………..... 9
1.4.1 Tujuan Umum ………………………………………………….... 9
1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………........ 9
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………... 10
xiii
1.5.1 Manfaat Aplikatif……………………………………………....... 10
1.6 Ruang Lingkup ……………………………………………………....... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………...…………………………………. 12
2.1 Kebijakan K3 Konstruksi…………………......……….....………….... 12
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik……………………………......... 12
2.1.2 Proses Kebijakan Publik............................................................ 16
2.1.3 Kebijakan Publik dan Hukum................................................... 19
2.1.4 Elemen Kebijakan..................................................................... 20
2.1.5 Hirarki Perundang - undangan ................................................. 21
2.1.6 Kebijakan Kesehatan ................................................................ 22
2.1.7 Jasa Konstruksi.......................................................................... 23
2.1.8 Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan............................. 25
2.1.9 Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi
Bangunan .................................................................................. 28
2.2 Implementasi Kebijakan……………………………………………..... 29
2.2.1 Model Implementasi Van Horn dan Van Meter……………….. 34
2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle………………………. 35
2.2.3 Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier…… 36
2.2.4 Model Implementasi G.Shabir Chema dan Dennis Rondinelli... 37
2.2.5 Model Implementasi GC Edward………......................……..... 39
2.2.5.1 Komunikasi ……………………………........................ 39
2.2.5.1.1 Transmisi…..………………………………. 40
xiv
2.2.5.1.2 Kejelasan…………………..………............. 41
2.2.5.1.3 Konsistensi………………..……………….. 41
2.2.5.2 Disposisi……………………….………………………. 41
2.2.5.2.1 Pengangkatan Birokrasi…………………… 42
2.2.5.2.2 Insentif…………………………………….. 42
2.2.5.3 Sumber Daya………….………...................................... 43
2.2.5.3.1 Staf………………………………………… 43
2.2.5.3.2 Informasi…………………………………… 43
2.2.5.3.3 Wewenang…………………………………. 44
2.2.5.3.4 Fasilitas………………………………......... 44
2.2.5.4 Struktur Birokrasi…………….…......………………… 45
2.2.5.4.1 Standar Operasional Prosedur……………… 45
2.2.5.4.2 Fragmentasi……………………………....... 46
2.3 Kerangka Teori………………………………………………………... 47
BAB III KERANGKA PIKIR ……...……………………................................... 49
3.1 Kerangka Pikir….………………………………………………............ 49
3.2 Definisi Istilah……………………………………………..................... 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..... 57
4.1 Jenis Penelitian………………………………………………………….57
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………..... 57
4.3 Informan...……………………………………………………………… 58
xv
4.4 Instrumen Penelitian…………………………………………………… 62
4.5 Jenis Data…………………...............……………………..................... 63
4.6 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………. 64
4.7 Pengolahan Data………………………………………………………. 65
4.8 Analisis Data………………………………………………………….. 66
4.9 Keabsahan Data………………………………………………………... 67
BAB V HASIL......................................................................................................... 68
5.1 Karakteristik Informan............................................................................ 68
5.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3
Konstruksi Bangunan ............................................................................. 69
5.3 Analisis Model GC Edward................................................................... 73
5.3.1 Komunikasi................................................................................... 73
5.3.1.1 Transmisi........................................................................... 73
5.3.1.2 Kejelasan........................................................................... 79
5.3.1.3 Konsistensi........................................................................ 83
5.3.2 Disposisi......................................................................................... 84
5.3.2.1 Komitmen.......................................................................... 84
5.3.2.2 Insentif............................................................................... 85
5.3.3 Sumber Daya................................................................................. 89
5.3.3.1 Staf.................................................................................... 89
5.3.3.2 Informasi........................................................................... 93
5.3.3.3 Wewenang........................................................................ 95
xvi
5.3.3.4 Fasilitas........................................................................... 100
5.3.3.5 Anggaran........................................................................ 102
5.3.4 Struktur Birokrasi........................................................................ 103
5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur........................................ 103
5.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 108
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 114
6.1 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 114
6.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 /1980 Tentang K3
Konstruksi Bangunan............................................................................ 115
6.3 Analisis Model GC Edward.................................................................. 119
6.3.1 Komunikasi................................................................................. 119
6.3.1.1 Transmisi......................................................................... 119
6.3.1.2 Kejelasan......................................................................... 122
6.3.1.3 Konsistensi...................................................................... 124
6.3.2 Disposisi...................................................................................... 126
6.3.2.1 Komitmen........................................................................ 126
6.3.2.2 Insentif............................................................................ 128
6.3.3 Sumber Daya............................................................................... 131
6.3.3.1 Staf.................................................................................. 131
6.3.3.2 Informasi......................................................................... 134
6.3.3.3 Wewenang....................................................................... 136
6.3.3.4 Fasilitas............................................................................ 138
xvii
6.3.3.5 Anggaran......................................................................... 139
6.3.4 Struktur Birokrasi......................................................................... 140
6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur......................................... 140
6.3.4.2 Fragmentasi..................................................................... 142
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 145
7.1 Kesimpulan........................................................................................... 145
7.2 Saran...................................................................................................... 148
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 151
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
LAMPIRAN III
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Status Pegawai………………………………………………………….. 59
Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor.....................................………………….. 60
Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor.............................................................. 61
Tabel 5.1 Karakteristik Informan………………………………………………….. 68
Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 ............................................ 69
Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum ................................................................................ 77
Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus ................................................ ............................... 78
Tabel 5.5 Kompetensi Informan .............................................................................. 82
Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek ............................................... 96
Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control .................................................................. 98
Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan ............................................................. 99
Tabel 5.9 SOP Pekerjaan........................................................................................ 105
Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980 ................................................. 121
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebijakan Publik Sebagai Bentuk Nyata Ideologi…………………....15
Gambar 2.2 Siklus Kebijakan……………………………………………………... 18
Gambar 2.3 Sistem Politik………………………………………………………… 20
Gambar 2.4 Elemen Kebijakan……………………………………………………. 21
Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward……………………………………. 39
Gambar 3.1 Kerangka Pikir ...…………………………………………………….. 49
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek ................................................................ 109
Gambar 5.2 Struktur P2K3L .................................................................................. 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan merupakan apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau
tidak dilakukan (Dye dalam Wibawa, 1994). Sedangkan kebijakan publik adalah
kebijakan - kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga atau badan pemerintah
dan pejabat - pejabatnya (Anderson dalam Wibawa, 1994). Kebijakan kesehatan
didefinisikan sebagai suatu bentuk arah utama dalam suatu pemerintahan negara
berupa kebijakan politik guna menjalankan program - program pembangunannya,
secara khusus di sektor kesehatan (Walt dalam Massie, 2009). Oleh karena itu,
sebagai aktor penting maka pemerintah adalah pihak yang menentukan kebijakan
negara termasuk kebijakan kesehatan yang meliputi perlindungan tenaga kerja.
Isu global mengenai upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai sejak
International Labour Organization ( ILO ) mulai didirikan pada tahun 1919 untuk
mencerminkan keyakinan bahwa perdamaian yang universal dan abadi hanya
dapat dicapai melalui keadilan sosial. Lalu pada tahun 1944 para pendiri ILO
menerapkan deklarasi Philadelphia yang menyatakan bahwa pekerja bukanlah
komoditas dan menetapkan hak asasi manusia dan hak ekonomi kepada kaum
pekerja. Kemajuan besar dicapai ILO pada tahun 1998 dengan diadakannya
Konferensi Perburuhan Internasional yang mengadopsi deklarasi ILO tentang
prinsip - prinsip dan hak - hak mendasar di tempat kerja termasuk diantaranya
2
membahas mengenai kesehatan dan keselamatan pekerja. Hingga saat ini ILO
telah membantu banyak negara melalui upaya - upaya pembuatan kebijakan
mengenai hak serikat pekerja dalam memperoleh demokrasi dan perlindungan
tenaga kerja (ILO, 2007).
Pada tingkat nasional kewajiban untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan pekerja telah diatur dalam undang - undang dan peraturan keselamatan
dan kesehatan kerja yang menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia. Selain itu juga mengatur dengan jelas tentang hak dan
kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat - syarat keselamatan
kerja serta sistem manajemen K3 (Modjo, 2007).
Upaya perlindungan tenaga kerja sudah dimulai saat sebelum Indonesia
mendapatkan kemerdekaannya yaitu dengan dibuatnya Veiligheidsreglement
tahun 1910 disusul Verordening Stoom Ordonnantie tahun 1930. Lalu setelah
Indonesia merdeka dibuatnya landasan undang - undang dasar 1945. Pasal 27 ayat
2 berbunyi “ Tiap - tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini dijadikan landasan utama dalam
pembuatan kebijakan - kebijakan selanjutnya seperti undang - undang No.1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja yang mengatur tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja, UU No.23
tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 tentang kesehatan kerja menekankan
pentingnya kesehatan kerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat dan
menghasilkan produktivitas yang optimal, UU No.13 tahun 2003 tentang
3
ketenagakerjaan paragraf 5 pasal 86 dan 87 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang
berlaku. Pada pasal 35 dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memberikan
perlindungan kepada tenaga kerjanya mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan
kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Sebagai penjabaran dan
kelengkapan Undang - undang, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah
dan kementerian tenaga kerja dan kementrian kesehatan juga mengeluarkan
kebijakan untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja. Hingga saat ini
sudah puluhan aturan hukum dibuat mengenai keselamatan kerja.
Dengan banyaknya kebijakan yang sudah dibuat dalam upaya
melindungi tenaga kerja tidak menjamin kecelakaan kerja tidak akan terjadi.
Sampai saat ini kecelakaan kerja masih saja sering terjadi dari tahun ke tahun.
Secara global, ILO mencatat bahwa setiap tahunnya kurang lebih terjadi 337 juta
kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak kurang dari 2,3 juta nyawa melayang.
Dilihat dari dampak ekonomi USD 1,25 Trilyun atau 4% dari Global Gross
Domestic Product (GDP) dialokasikan utuk biaya dari kehilangan waktu kerja
akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para
pekerja, terhentinya produksi, dan biaya pengobatan pekerja (ILO, 2012).
Secara nasional, data yang didapat dari Jamsostek menunjukkan bahwa
pada tahun 2011 terjadi 99.491 kecelakaan kerja. Total klaim yang telah dibayar
sekitar Rp 504,3 miliar meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 yang
sebesar 98.711 kecelakaan kerja dengan total klaim yang dibayar Rp 401,237
miliar (Nasir, 2012). Lalu berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan
4
kerja di Indonesia pada tahun 2009 terdapat 88.492 kasus kecelakaan kerja . Pada
kesempatan terpisah Dirut Jamsostek juga menyatakan bahwa selama 34 tahun
sejak PT Jamsostek beroperasi hingga kini, terjadi 1.883.200 kasus kecelakaan
kerja dengan total klaim yang harus dibayarkan sebanyak Rp 3,46 triliun. Dari
jumlah tersebut sektor yang mencatat persentase tertinggi adalah sektor konstruksi
sebesar 32 % (Pikiran rakyat, 2012).
Pada 2009 tercatat pekerja di sektor jasa konstruksi ada 5% atau sekitar
4,5 juta pekerja dengan kecelakaan kerja yang beragam. Hingga November 2009
pelaksanaan program jasa konstruksi secara nasional telah terdaftar menjadi
peserta jamsostek sebanyak 93.103 perusahaan dengan sekitar 4.362.224 orang
tenaga kerja (Poskota, 2010).
Data yang disampaikan oleh menteri tenaga kerja Muhaimin Iskandar
menyatakan sampai dengan September 2012 angka kecelakaan kerja berada pada
kisaran 80.000 kejadian (Detik finance, 2012). Pusat Pembinaan Penyelenggaraan
Konstruksi menilai pentingnya pemahaman mengenai pengadaan barang atau jasa
pemerintah di bidang konstruksi menyusul tingginya kasus kecelakaan pekerja
konstruksi yang bermunculan dengan rata - rata 7 orang meninggal per hari
(Industri bisnis, 2013) .
Kebijakan mengenai penyelenggaraan K3 pada pekerjaan konstruksi
tergambar pada UU No.18 / 1999 tentang jasa konstruksi yang mengamanatkan
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
5
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan konstruksi.
Kebijakan K3 yang menyangkut dengan kegiatan konstruksi lainnya yaitu
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan. Peraturan ini bisa
dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3 pada kegiatan konstruksi di
Indonesia karena memuat banyak hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan
kostruksi yaitu tempat kerja, peralatan kerja, mesin, perancah, tangga, alat angkat,
penggalian, pemancangan, beton, APD, dan apapun yang berkaitan dengan
konstruksi. Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai
bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi dalam
menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan ini juga
lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah lainnya di
bidang konstruksi.
Implementasi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Implementasi kebijakan
mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok,
publik maupun privat yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang
telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi baik usaha - usaha sesaat untuk
menstransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha yang
berkelanjutan untuk mencapai perubahan - perubahan besar dan kecil yang
diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan (Van Horn dan Van Meter
1975 dalam Wibawa 1994). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara
6
agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang
(Nugroho, 2008).
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh
beberapa variabel antara lain komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan
disposisi. Komunikasi merupakan alat kebijakan untuk menyampaikan perintah -
perintah dan arahan - arahan dari sumber pembuat kebijakan kepada mereka yang
diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Disposisi yaitu kemauan atau niat para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan.
Struktur birokrasi yaitu kelembagaan perusahaan dalam mensukseskan
implementasi kebijakan tanpa adanya intervensi atau tekanan dari luar perusahaan
(GC Edward dalam Sahuri, 2012).
PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) merupakan salah satu perusahaan
BUMN konstruksi terbersar di Indonesia. Saat ini PT. PP sedang menggarap salah
satu proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg
ini sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan
pada Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan
kerja hingga saat ini dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1
kecelakaan kerja pada Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek,
kecelakaan kerja yang dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di
lapangan banyak pekerja yang menyembunyikan atau tidak melaporkan
kecelakaan kerja yang sifatnya hanya cedera ringan sehingga bisa jadi jumlah
kecelakaan kerja yang terjadi jumlahnya bisa mencapai puluhan. Selain itu juga
tidak adanya pencatatan untuk kejadian near miss.
7
Diakui pula oleh penanggung jawab K3 proyek bahwa karakteristik
kegiatan konstruksi yang berbeda dengan sektor lainnya sehingga kecelakaan
kerja pada sektor ini mustahil dapat mencapai zero accident. Karakteristik yang
dimaksud misalnya banyak melibatkan tenaga kerja kasar yang berpendidikan
relatif rendah, intensitas kerja tinggi dibuktikan dengan akhir pekan yang tetap
melakukan kegiatan operasinya, peralatan kerja yang beragam jenis, teknologi,
dan kapasitasnya, dan juga mobilisasi peralatan dan material yang tinggi.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti saat studi pendahuluan juga
menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran terkait aturan K3 antara
lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi kerja dan masih banyak
pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan masih ada saja yang tidak
mau menggunakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai gambaran implementasi kebijakan Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada proyek hotel dan apartemen yang
sedang digarap PT. PP di Kemang, Jakarta Selatan. Penelitian ini akan melihat
bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan K3 pada proyek
tersebut dan juga untuk mengetahui hambatan dan problem yg muncul dalam
proses implementasi berdasarkan model implementasi kebijakan GC Edward
yaitu dengan melihat variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi dari pelaksanaan proyek tersebut.
8
1.2 Rumusan Masalah
PT. PP ( Pembangunan Perumahan ) saat ini sedang menggarap salah satu
proyek di Kemang, Jakarta Selatan berupa apartemen dan hotel. Proyek yg ini
sudah berjalan dari tahun 2012. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada
Februari 2013 tercatat pada laporan kecelakaan sudah terjadi 5 kecelakaan kerja
dengan rincian 4 kecelakaan terjadi pada tahun 2012 dan 1 kecelakaan kerja pada
Januari 2013. Menurut penanggung jawab K3 proyek ini, kecelakaan kerja yang
dilaporkan belum tentu sebenarnya yang terjadi karena di lapangan banyak
pekerja yang tidak melaporkan kecelakaan kerja yang sifatnya cedera ringan.
Hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran - pelanggaran
terkait aturan K3 antara lain masih banyak bahan - bahan berserakan di lokasi
kerja dan masih banyak pekerja yang menggunakan APD seenaknya bahkan
masih ada saja yang tidak mau menggunakan.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan
Penelitian ini untuk melihat bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan
kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada
proyek apartemen dan hotel yang sedang digarap PT PP di Kemang, Jakarta
Selatan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana analisa model GC Edward pada penerapan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi
9
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan
Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya implementasi penerapan kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980
tentang K3 konstruksi bangunan pada lokasi proyek apartemen dan hotel yang
sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan
dengan pendekatan analisis kebijakan model GC Edward.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran tentang komunikasi terhadap penerapan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan
Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
2. Diketahuinya gambaran tentang disposisi terhadap penerapan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan
Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
3. Diketahuinya gambaran tentang sumber daya terhadap penerapan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi
proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan
Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
10
4. Diketahuinya gambaran tentang struktur birokrasi terhadap implementasi
kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di
lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT
Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Aplikatif
1. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dalam menentukan perencanaan kegiatan K3 sehubungan dengan kegiatan
konstruksi di lokasi proyek apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan
PT Pembangunan Perumahan di Kemang, Jakarta Selatan.
2. Bagi fakultas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan kurikulum program studi Kesehatan Masyarakat
khususnya pada konsentrasi K3.
3. Bagi pihak Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dalam menentukan arah kebijakan selanjutnya sehubungan
dengan permasalahan K3 konstruksi di Indonesia.
4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan bahan
perbandingan ataupun data dalam penelitian studi implementasi kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di
Indonesia.
11
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukana pada bulan mei 2013 dengan perkiraan jumlah
hari ± 30 hari bertempat di lokasi proyek Kemang Village Residence, Jakarta
Selatan. PT. PP sebagai salah satu kontraktor menggarap pembangunan beberapa
apartemen dan hotel pada proyek tersebut.
Penelitian ini dirancang menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian akan dilaksanakan oleh peneliti itu sendiri. Triangulasi data dilakukan
berdasarkan teknik yaitu observasi, wawancara, dan telaah dokumen dan juga
berdasarkan sumber yaitu informan dari pekerja kontraktor dan pekerja
subkontraktor. Observasi dilakukan untuk melihat bagaimana proses
implementasi yang dilakukan di lapangan. Bantuan dari pihak lain atau
penghubung diperlukan saat proses wawancara mendalam dengan informan
sebagai sumber data primer. Data juga diperoleh dengan melakukan telaah
dokumen perusahaan yang terkait dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan K3 Konstruksi
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Menurut Jones dalam Wahyudi (2011), kata kebijakan sering digunakan
dan diperuntukkan maknanya dengan tujuan program, keputusan, hukum,
proposal, patokan dan maksud besar tertentu. Selanjutnya Jones mendefinisikan
kebijakan adalah keputusan tetap yg dicikan oleh konsistensi dan pengulangan
tingkah laku dari mereka yg membuat dan dari mereka yg mematuhi keputusan
tersebut.
Secara etiologi publik berasal dari bahasa yunani yakni pubes berarti
kedewasaan secara picik, emosional maupun intelektual. Dalam bahasa yunani
istilah publik sering dipadankan dengan kata common yang bermakna hubungan
antar individu. Oleh karena itu publik sering dikonsepsikan sebagai suatu ruang
yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu diatur atau diintervensi oleh
pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama (Namawi
dalam Wahyudi, 2011).
Menurut menurut Thomas R Dye dalam Wibawa (1994), kebijakan publik
diartikan sebagai “whatever governments choose to do or not to do” (pilihan
tindakan apapun atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Sedangkan
13
menurut Anderson dalam Zaeni (2006): “A purposive course of action followed
by an actor or set of actors in deadling with a problem or a matter of
concern”(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti
dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu). Selanjutnya Harold D Laswell dan
Abraham Kaplan dalam Yulisetyaningtyas (2008) mengatakan bahwa
kebijakan publik sebagai “a projected program of goals, values and practices“
(suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah).
Amara Raksasataya dalam Wisakti (2008) menyebutkan bahwa kebijaksanaan
adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Oleh karena itu suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi.
Implikasi dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli kebijakan
publik menurut Anderson dalam Susilowaty (2007) adalah :
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah.
14
3. Kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.
4. Kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa
bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat
negarif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah selalu dilandaskan pada peraturan perundang -
undangan yang bersifat memaksa atau otoritatif.
Kebijakan publik juga berarti serangkaian instruksi dari para pembuat
keputusan kepada pelaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam
konteks ini, kebijakan publik dapat dilihat dalam tiga lingkungan kebijakan,
yaitu : (1) perumusan kebijakan, (2) pelaksanaan kebijakan dan (3) penilaian
kebijakan atau evaluasi. Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa makna kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan
pemerintah guna melaksanakan suatu kegiatan yang diawali dari perumusan,
pelaksanaan, dan penilaian atau evaluasi. (Nakamura dan Smallwood dalam
Yulisetyaningtyas, 2008). Lebih jauh lagi kebijakan publik dapat ditetapkan
secara jelas dalam peraturan - peraturan, perundang - undangan, atau dalam
bentuk pidato - pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program -
program dan tindakan - tindakan yang dilakukan pemerintah (Islamy, 1997).
Kebijakan publik menentukan bentuk kehidupan bangsa dan negara.
Negara dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya mempunyai respon
tersendiri. Respon ini disebut dengan kebijakan publik. Maka bisa dibilang
15
kebijakan publik adalah bentuk faktual dari upaya pemerintah untuk mengatur
kehidupan bersama yang disebut sebagai bangsa dan negara. Kebijakan publik
pada akhirnya merupakan bentuk paling nyata dari ideologi suatu negara.
(Nugroho, 2008)
Gambar 2.1 Kebijakan Publik Bentuk Nyata Ideologi
Ideologi adalah keyakinan politik negara berdaulat. Ideologi diturunkan
menjadi politik kebangsaan apapun bentuknya baik demokrasi atau non
demokrasi. Lalu diturunkan lagi menjadi kebijakan publik. Politik yang paling
unggul sekalipun tidak ada gunanya jika tidak mampu membangun kebijakan -
kebijakan publik yang juga unggul.
Ideologi
Sistem Politik
Kebijakan Publik
16
2.1.2 Proses Kebijakan Publik
Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas
yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para
ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah
kebijakan publik. Untuk membantu melakukan hal ini, para ahli kemudian
mengembangkan sejumlah kerangka untuk memahami proses kebijakan (policy
process) atau seringkali disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy cycles).
Thomas R. Dye dalam Wahyudi (2011) menjabarkan proses kebijakan
publik sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah kebijakan (Identification of Policy Problem)
Dapat dilakukan melalui identifikasi apa yg menjadi tuntutan atas tindakan
pemerintah. Aktivitas yang dilakukan yaitu publikasi masalah sosial dan
mengekspresikan tuntutan akan tindakan dari pemerintah. Peserta yang
terlibat antara lain media massa, kelompok kepentingan, inisiatif
masyarakat, maupun opini publik.
2. Penyusunan agenda (Agenda Setting)
Merupakan aktivitas yg memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan
media massa atas keputusan apa yg akan diputuskan terhadap masalah
publik tertentu. Aktivitas yang dilakukan yaitu menentukan mengenai
masalah-masalah apa yang akan diputuskan atau masalah apa yang akan
17
dibahas oleh pemerintah. Peserta yang terlibat antara lain kaum elit
termasuk presiden kongres, kandidat untuk jabatan publik tertentu, maupun
dewan negara.
3. Perumusan kebijakan (Policy Formulation)
Merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan
penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan,
kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga
legislatif. Aktivitas yang dilakukan adalah pengembangan proposal
kebijakan untuk menyelesaikan dan memperbaiki masalah. Peserta yang
terlibat antara lain presiden, lembaga eksekutif, komite kongres, dan
kelompok kepentingan.
4. Pengesahan kebijakan (Legitimating of Policy)
Pengesahan kebijakan dilakukan melalui tindakan politik oleh partai
politis, kelompok penekan, presiden, dan kongres. Aktivitas yang
dilakukan yaitu memilih proposal, mengembangkan dukungan untuk
proposal terpilih, menetapkannya menjadi peraturan hukum, dan
memutuskan konstitusionalnya. Peserta yang terlibat antara lain kelompok
kepentingan, presiden, kongres, dan pengadilan.
18
5. Implementasi kebijakan (Policy Implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, atau
aktivitas agen eksekutif yg terorganisasi. Aktivitas yang dilakukan yaitu
mengorganisasikan departemen, menyediakan pembiayaan dan pelayanan.
6. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)
Evaluasi kebijakan dilakukan melalui lembaga pemerintah, konsultan, pers,
dan masyarakat. Aktivitas yang dilakukan yaitu melaporkan output dari
program pemerintah, mengevaluasi dampak kebijakan kepada kelompok
sasaran dan bukan sasaran, dan mengusulkan perubahan.
Gambar 2.2 Siklus Kebijakan
19
2.1.3 Kebijakan Publik dan Hukum
Hukum publik merupakan bagian dari proses kebijakan publik. Hukum
publik memberikan wadah legal bagi negara untuk mencapai tujuan yang
dibawa oleh kebijakan publik tersebut dan untuk membatasi kekuasaan negara
karena prinsip negara modern adalah negara dengan kekuasaan tidak tak
terbatas.
Setiap kebijakan publik yang ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal
dan berlaku mengikat kehidupan bersama, maka pada saat itu pula kebijakan
publik berubah menjadi hukum. Berarti hukum merupakan wujud dari
kebijakan publik, tapi kebijakan publik tidak identik dengan hukum.
Hukum publik merupakan formalisasi dan legalisasi dari kebijakan
publik. Tanpa proses formalisasi dan legalisasi tersebut kebijakan publik
menjadi tidak berdaya untuk dilaksanakan. Namun tidak semua kebijakan
publik memerlukan kodifikasi formal dan legal dalam bentuk hukum publik
karena tetap ada kebijakan yang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa
memerlukan bentuk formal legal yaitu kebijakan yang mengandalkan sanksi
politik dan sanksi sosial. Jadi tujuan hukum adalah untuk membuat kebijakan
publik dapat dilaksanakan dan untuk membatasi kekuasaan pembuat dan
pelaksana kebijakan publik (Nugroho, 2008).
20
2.1.4 Elemen Kebijakan
Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem yg terdiri dari input,
konversi, dan output. Dalam konteks ini ada dua variabel makro yg
mempengaruhi kebijakan publik yakni lingkungan domestik dan lingkungan
internasional. Kedua lingkungan tersebut dapat memberikan input yang berupa
dukungan dan tuntutan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor
dalam sistem politik memproses atau mengonversi input tersebut menjadi
output yg berwujud peraturan atau kebijakan. Peraturan tersebut akan diterima
oleh masyarakat dan masyarakat akan memberikan umpan balik dalam bentuk
input baru kepada sistem politik tersebut. Apabila kebijakan tersebut
memberikan insentif maka masyarakat akan mendukungnya. Sebaliknya jika
kebijakan tersebut bersifat disinsentif maka masyarakat akan menolaknya
(David Easton dalam Wahyudi, 2011).
Gambar 2.3 Sistem Politik
Lingkungan kebijakan seperti gejolak politik pada suatu negara akan
mempengaruhi pelaku atau aktor kebijakan untuk meresponnya, yakni
21
memasukkannya kedalam agenda pemerintah dan selanjutnya melahirkan
kebijakan publik untuk memecahkan masalah - masalah yg bersangkutan.
Gambar 2.4 Elemen Kebijakan
2.1.5 Hirarki Perundang - Undangan
UU No.12 / 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan
pasal 7 mengatur jenis dan hirarki perundang - undangan sebagai berikut :
A. UUD 45
B. TAP MPR
C. UU / PP pengganti UU
D. PP
E. PERPRES
F. PERDA provinsi
G. PERDA kabupaten / kota
22
Kesemuanya merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi
secara legal. Di samping itu, kekuatan hukum Peraturan Perundang - undangan
sesuai dengan hirarki tersebut. Artinya peraturan di bawah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan pada hirarki di atasnya.
Dalam pemahaman kontinentalis, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar yaitu
ketujuh peraturan di atas.
2. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah. Kebijakan ini dapat
berbentuk peraturan menteri, surat edaran menteri, peraturan gubernur,
peraturan bupati, ataupun surat keputusan bersama / SKB antar menteri.
3. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah yang mengatur pelaksanaan
kebijakan di atasnya. Bentuk kebijakannya berupa peraturan yang
dikeluarkan oleh aparat publik di bawah menteri, gubernur, atau walikota.
Namun ada beberapa kebijakan yang sifatnya messo atau makro dapat
diimplementasikan langsung dan itu bukan merupakan kekeliruan.
2.1.6 Kebijakan Kesehatan
Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai suatu cara atau tindakan yang
berpengaruh terhadap perangkat institusi, organisasi, pelayanan kesehatan, dan
pengaturan keuangan dari sistem kesehatan (Walt dalam Massie, 2009).
23
Kebijakan - kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta. Kebijakan
merupakan produk pemerintah walaupun pelayanan kesehatan cenderung
dilakukan oleh swasta, dikontrakkan atau melalui kemitraan, kebijakannya
disiapkan oleh pemerintah dimana keputusannya mempertimbangkan aspek
politik. (Walt dalam Massie, 2009).
Kebijakan kesehatan berpihak pada hal - hal yang dianggap penting dalam
suatu institusi dan masyarakat, bertujuan jangka panjang untuk mencapai
sasaran, menyediakan rekomendasi yang praktis untuk keputusan - keputusan
penting (WHO dalam Massie, 2009).
Kebijakan kesehatan terefleksi dalam beberapa bentuk hukum tertulis
misalnya undang - undang, peraturan pemerintah, rencana strategis, program
kesehatan, dan sebagainya.
2.1.7 Jasa Konstruksi
Menurut Undang - undang tentang Jasa konstruksi, "Jasa Konstruksi"
adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi. "Pekerjaan Konstruksi" adalah
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan / atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
24
Dari pengertian dalam UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi tersebut
maka dalam masyarakat terbentuklah "Usaha Jasa Konstruksi", yaitu usaha
tentang jasa di bidang perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi yang
semuanya disebut penyedia jasa.
Proyek Konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu
kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian
kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek
menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam
rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan banyaknya pihak yang terlibat
dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga
dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup
tinggi (Ervianto, 2007).
Bidang konstruksi perlu mendapat perhatian dikarenakan lokasi pekerjaan
proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup
besar sehingga dapat dikatakan bahwa industri konstruksi terbilang paling
rentan terhadap kecelakaan kerja. Hal tersebut karena bidang konstruksi
merupakan satu bidang produksi yang memerlukan kapasitas tenaga kerja dan
tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan umumnya
dikarenakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan oleh
terjatuh dari ketinggian, kejatuhan barang dari atas atau barang roboh. Hal
tersebut juga didukung oleh prilaku kerja yang tidak aman. Selain kurangnya
pemahaman pekerja tentang keamanan, perlindungan tenaga kerja yang
25
dilakukan pemilik usaha sering tidak mencukupi (IOSH, 2007). Oleh karena itu
perlu adanya peraturan terkait keselamatan kerja bidang konstruksi.
2.1.8 Kebijakan Publik K3 Konstruksi Bangunan
Dalam mengisi cita - cita pembangunan nasional maka perlu dilakukan
program yang terencana dan terarah untuk melaksanakan proses pembangunan
agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah yang mendasari
perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.
Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan yang penting dalam
pertumbuhan ekonomi negara. Sektor konstruksi sangat dibutuhkan negara
dalam meningkatkan pembangunan dan perekonomian nasional oleh karena itu
sudah selayaknya pemerintah membuat berbagai peraturan dan kebijakan guna
mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional.
Menyadari akan hal tersebut maka sudah selayaknya kehadiran undang -
undang yang berkaitan dengan jasa konstruksi sangat dibutuhkan guna
mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi nasional. Hal inilah yang
menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang - Undang
Jasa Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa
konstruksi secara berkesinambungan meneruskan konsep awal Rancangan
Undang - Undang Jasa Kontruksi yang selanjutnya diubah dan disempurnakan
hingga akhirnya dapat dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dan selesai pada
tanggal 22 April 1999.
26
Pada UU No.18 / 1999 Tentang Jasa Kontruksi pasal 23 ayat 2 dijelaskan
bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan
tentang keamanan, keselamatan dan keselamatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kemudian pada pasal 24 ditambahkan
bahwa penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat
menggunakan sub penyedia jasa yang mempunyai keahlian khusus sesuai
dengan masing - masing tahapan pekerjaan konstruksi. Sub penyedia jasa
tersebut juga harus memenuhi kewajiban - kewajibannya kepada penyedia jasa.
Pada UU No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 35 dijelaskan
bahwa pemberi kerja wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya
mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik
tenaga kerja. Diperjelas lagi pada bab X paragraf 5 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja bahwa perlindungan kepada tenaga kerja harus dilaksanakan
sesuai peraturan perundang - undangan lainnya yang berlaku. Masih pada UU
yang sama pada pasal 65 dijelaskan bahwa penyerahan sebagian pekerjaan ke
perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis yang mencakup perlindungan kerja.
Terlihat bahwa penyedia jasa wajib memenuhi ketentuan K3 dan
perlindungan terhadap tenaga kerjanya sehingga sub penyedia juga wajib
memenuhi ketentuan K3 dan perlindungan tenaga kerja sebagai tanggung
jawabnya terhadap penyedia jasa sesuai dengan Perundang - undangan yang
berlaku. Undang - undang jasa konstruksi dan ketenagakerjaan ini mempunyai
27
hubungan komplementer dengan peraturan Perundang - undangan terkait K3
agar bisa melakukan kegiatan produksinya.
Menimbang bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan
akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja
menyeluruh pada pekerjaan konstruksi bangunan dan dengan semakin
meningkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi modern dan juga
sebagai pelaksanaan Undang - Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja maka diperlukan ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan Perundang -
Undangan yang dimaksud contohnya seperti :
1. Permenakertrans No.1 / MEN / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi
Bangunan.
2. SKB Menteri Pekerjaan Umun dan Menteri Tenaga Kerja No.174 / Men /
1986 No.104 / KPTS / 1986 Tentang K3 Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi.
3. Permenaker No.1 / MEN / 1989 Tentang Kualifikasi dan Syarat - syarat
Operator Keran Angkat.
4. Permenakertrans No.2 / MEN / 1982 Tentang Kualifikasi Juru Las.
5. Kepmenaker No.51 / MEN / 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja.
6. Permen PU No.9 / Per / 2008 Tentang SMK3 Kontruksi Bidang Pekerjaan
Umum.
28
2.1.9 Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan
Peraturan perundang - undangan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang
K3 Pada Konstruksi Bangunan (selanjutnya disebut peraturan) dibuat pada
masanya berdasarkan ideologi Pancasila. Sistem politik yang berkembang
pada masa pembuatan peraturan ini adalah demokrasi pancasila. Demokrasi
Pancasila mempunyai bentuk operasional pada tingkat politis dalam bentuk
pembangunan. Peraturan ini dibuat untuk mengakomodir kegiatan
pelaksanaan pembangunan yang sangat pesat sebagai bagian dari program
kerja Presiden ke - 2 RI yaitu Presiden Soeharto yang pada jaman itu disebut
dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi
secara legal dan formal. Pembuatan peraturan ini melibatkan ahli hukum dan
ahli yang menguasai masalah berkaitan terutama teknik dan K3. Peraturan ini
bersifat messo yang dibuat di bawah departemen tenaga kerja dan transmigrasi
pada masanya dan dapat diimplementasikan.
Peraturan ini bisa dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3
pada kegiatan konstruksi di Indonesia karena memuat banyak hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan konstruksi yaitu tentang tempat kerja dan alat
kerja, perancah, tangga dan tangga rumah, alat angkat, kabel baja, tambang,
rantai, peralatan bantu, mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di
bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,
pembongkaran, dan pekerjaan lainnya, serta penggunaan perlengkapan
penyelamatan dan perlindungan diri.
29
Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai
bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi
dalam menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan
ini juga lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah
lainnya di bidang konstruksi.
Secara regulator pembuatan peraturan ini berada di bawah Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh
perusahaan konstruksi sebagai operator dalam menjalankan proyeknya
termasuk juga sub kontraktor yang ikut bekerja pada proyek tersebut dengan
tujuan agar seluruh pekerja dan pengunjung yang berada di lokasi proyek
dapat terhindar dari resiko terkena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.2 Implementasi Kebijakan
Menurut Grindle dalam Zaeni (2006) “Implementasi kebijakan pada
dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan”. Isi kebijakan
menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan
mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Konteks kebijakan ini meliputi
kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor - aktor yang telibat.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang (Nugroho, 2008). Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada
30
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program - program atau
melalui formulasi kebijakan atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Kebijakan publik selalu mengandung setidak - tidaknya tiga komponen
dasar yaitu tujuan yang jelas, sasaran yang spesifik, dan cara mencapai sasaran
tersebut. Komponen yang ketiga biasanya belum dijelaskan secara rinci dan
birokrasi yang harus menerjemahkannya sebagai program aksi dan proyek.
Komponen cara berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana dana
diperoleh, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau
bagaimana sistem manajemennya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja
kebijakan diukur. Komponen inilah yang disebut dengan implementasi (Wibawa,
1994).
Menurut Irfan Islamy (1997) kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan olehseorang pelaku
atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk
melihat keberhasilan suatu kebijakan, amat sangat bergantung pada implementasi
kebijakan itu sendiri. Dimana implementasi menyangkut tindakan seberapa jauh
arah yang telah diprogramkan itu benar - benar memuaskan. Akhirnya pada
tingakatan abstraksi tertinggi implementasi sebagai akibat ada beberapa
perubahan yang dapat diukur dalam masalah - masalah besar yang menjadi
sasaran program.
Suatu program kebijakan akan hanya menjadi catatan - catatan elit saja jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Artinya, implementasi kebijakan
merupakan tindak lanjut dari sebuah program atau kebijakan, karena itu suatu
31
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah
harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan - badan administrasi
maupun agen - agen pemerintah di tingkat bawah (Winarno, 2005).
Namun sebaik apapun program tanpa ada implementasi mustahil sasaran
dan tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Implementasi berarti penerapan
pelaksanaan karena itu implementasi kebijakan berupa program merupakan
aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Dalam pelaksanakan
program, implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar berhubungan
dengan mekanisme penjabaran keputusan - keputusan politik ke dalam prosedur -
prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih menyangkut masalah
konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan (Grindle
dalam Hadi, 2012).
Dalam konteks kebijakan publik, selain pemerintah selaku decision maker,
juga terdapat para stakeholder kebijakan. Pemangku kepentingan di sini adalah
individu, kelompok, atau lembaga yang memiliki kepentingan terhadap suatu
kebijakan. Stakeholder kebijakan ini bisa berupa aktor yang terlibat dalam
perumusan dan implementasi kebijakan, para penerima manfaat maupun para
korban yang dirugikan oleh suatu kebijakan publik (Suharto dalam Anshori,
2011).
Implementasi kebijakan merupakan suatu analisis yang bersifat evaluatif,
dengan konsekuensi lebih melakukan retrospeksi dari pada prospeksi dengan
tujuan ganda, yaitu memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang
bagaimana program - program mereka dilaksanakan dan menunjukkan faktor -
32
faktor yang dapat diubah supaya diperoleh pencapaian hasil secara lebih baik,
utnuk kemudian memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara
implementasi lain (Wibawa dalam Zaeny, 2006).
Implementasi sebagai sebuah output berorientasi pada penyelesaian
masalah langsung dengan mewaspadai kemungkinan terjadinya dampak berantai
dari pilihan pelaksanaan satu kebijakan (Henry dalam Wahyudi, 2011). Ini terjadi
karena pilihan terhadap satu kebijakan tidak didasari oleh satu rasionalitas
tunggal. Pilihan ini bersifat jamak yg meliputi :
1. Rasionalitas teknis
Berhubungan dengan efektivitas dalam memecahkan masalah.
2. Rasionalitas ekonomi
Berhubungan dengan efisiensi pencapaian tujuan yg ditetapkan.
3. Rasionalitas legal
Berhubungan dengan kesesuaian perundang – undangan dan pertimbangan
hukum.
4. Rasionalitas sosial
Berhubungan dengan kapasitas meningkatkan institusi sosial yg penting
seperti menumbuhkan masyarakat madani.
5. Rasionalitas substanstif
Berusaha untuk mensinergikan seluruh rasionalitas yg disebutkan
sebelumnya.
33
Ada 3 (tiga) level sehubungan dengan proses perubahan kelembagaan yaitu
level kebijakan, level organisasional, dan level operasional. Dalam suatu negara
demokrasi adanya level kebijakan ini selalu ditandai dengan adanya badan
legislatif dan badan hukum. Sementara adanya level organisasional ditandai
dengan adanya badan eksekutif. Pada level ini, biasanya keputusan - keputusan
mengenai tata kehidupan yang diharapkan senantiasa dimusyawarahkan dan
dirumuskan. Pada tahap implementasinya, aspirasi semacam ini akan tercapai
sejalan dengan perkembangan lembaga dan perkembangan peraturan dari
perundang-undangan itu sendiri (Bromley dalam Susilawaty, 2007).
Proses implementasi kebijaksanaan pelaksanaan keputusan kebijaksanaan
dasar yang dapat dijabarkan dalam bentuk UU, perintah, keputusan, dsb agar
tujuan dan sasaran dapat tercapai sehinggan nantinya dampaknya dapat dipakai
untuk melakukan perbaikan kebijaksanaan itu sendiri ( Mazmanian dan Sabatier
dalam Indriarti, 2003).
Van Meter dan Van Horn dalam Wibawa (1994) mengemukakan bahwa
implementasi kebijakan mencakup tindakan - tindakan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok, publik maupun privat yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini meliputi
baik usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah
operasional, maupun usaha yang berkelanjutan untuk mencapai perubahan besar
dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan - keputusan kebijakan.
Pendekatan pengembangan kesehatan oleh pembuat kebijakan biasanya
berdasarkan hal - hal yang masuk akal dan mempertimbangkan informasi -
34
informasi yang relevan. Apabila pada implementasi tidak mencapai apa yang
diharapkan kesalahan seringkali bukan pada kebijakan itu melainkan pada faktor
politik atau manajemen implementasi yang tidak mendukung atau sedikitnya
sumber daya pendukung yang tersedia ( Juma dan Clarke, 1995 dalam Massie,
2009).
2. 2.1 Model Implementasi Van Horn dan Van Meter
Van Horn dan Van Meter dalam Hadi (2012) menyatakan bahwa proses
implementasi kebijakan terdiri dari 6 faktor :
1. Standar dan sasaran kebijakan
Setiap kebijakan harus mempunyai standar dan suatu sasaran yang jelas
dan terukur sehingga ketentuannya dapat terwujud. Ukuran standar dan
tujuan kebijakan memberikan perhatian utama pada faktor - faktor yang
menentukan hasil kerja maka identifikasi indikator - indikator hasil kerja
merupakan hal yang penting dalam analisis karena indikator ini menilai
sejauh mana standar dan tujuan keseluruhan kebijakan.
2. Sumber daya
Terdiri dari SDM, material, dan metode yang memudahkan administrasi.
3. Komunikasi antar organisasi
Sebagai perwujudan dari program kebijakan perlu hubungan yang baik
antar instansi terkait yauitu dukungan komunikasi dan koordinasi.
Efektifitas komunikasi memerlukan mekanisme dan prosedur yang jelas
35
dimana otoritas yang lebih tinggi dapat memungkinkan pelaksana akan
bertindak dengan cara yang konsisten.
4. Karakteristik agen pelaksana
Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal
harus diidentifikasi dan diketahui karakteristik agen - agen pelaksananya.
5. Disposisi
Merupakan respon terhadap kebijakan dan kondisi.
6. Lingkungan kondisi sosial ekonomi politik
Sejauh mana kelompok kepentingan memberi dukungan dan bagaimana
opini publik yang terbentuk di lingkungan.
2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle
Merilee S Grindle dalam Irwan (2009) menjelaskan bahwa implementasi
kebijakan berdasarkan 2 variabel besar yaitu isi (konten) dan lingkungan
(konteks).
1. Isi
1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan
( Interest Affected ).
2. Jenis manfaat yang diterima kelompok sasaran ( Type of Benefit ).
3. Sejauh mana perubahan yag diinginkan dari kebijakan ( Content of
Change Envision ).
4. Letak pengambilan keputusan ( Site of Decision Making ).
36
5. Implementor kompeten dan kapabel ( Program Implementer ).
6. Sumber daya pendukung program telah memadai ( Resources Committed ).
2. Lingkungan
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.
2. Karakteristik lembaga / institusi.
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
2.2.3 Model Implementasi Damien Mazmanian dan Paul Sabatier
Mazmanian dan Sabatier dalam Arief (2012) menjelaskan bahwa ada 3
variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan :
1. Karakteristik Masalah ( Tractibility of the Problems )
Mencakup kesulitan permasalahan yang dihadapi, kemajemukan kelompok
sasaran, proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, cakupan
perubahan prilaku, kelompok sasaran yang dikehendaki dan diharapkan.
2. Karakteristik Kebijakan ( Ability of Statue to Structure Implementation )
Mencakup kejelasan isi kebijakan, dukungan teoritis, alokasi sumber daya
finansial, keterikatan dan dukungan berbagai institusi, kejelasan dan
konsistensi aturan yang ada pada pelaksana kebijakan.
37
3. Variabel Lingkungan ( Non Statutory Variables Affecting Implementation )
Mencakup sosial ekonomi kelompok sasaran, kemajuan teknologi,
dukungan public, sikap kelompok pemilih, komitmen, dan keterampilan
implementor.
2.2.4 Model Implementasi G. Shabbir Chema dan Dennis Rondinelli
G. Sahbbir Chema dan Dennis Rondinelli dalam Purwitasari (2011)
menjelaskan bahwa ada 4 variabel besar yang mempengaruhi implementasi
kebijakan :
1. Kondisi Lingkungan
- Sistem politik
- Struktur pembiayaan
- Karakteristik struktur politik lokal
- Kendala sumber daya
- Sosio kultural
- Derajat keterlibatan pada penerima program
- Tersedianya infrastruktur fisik yang cukup
2. Hubungan antar organisasi
- Kejelasan dan konsistensi sasaran program
- Pembagian fungsi antar instansi yang pantas
- Standarisasi prosedur, perencanaan, anggaran, implementasi, dan evaluasi
- Ketepatan konsistensi dan kualitas komunikasi antar instansi
38
- Efektivitas jejaring untuk mendukung program
3. Sumber daya
- Kontrol terhadap sumber daya
- Keseimbangan antara pembagian anggaran dan program kegiatan
- Ketepatan alokasi anggaran
- Pendapatan yang cukup untuk pengeluaran
- Dukungan pemimpin pusat
- Dukungan pemimpin lokal
- Komitmen birokrasi
4. Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana
- Keterampilan tekinis, manajerial, dan politis
- Kemampuan mengkoordinasi, mengontrol, dan mengintegrasikan
keputusan
- Dukungan dan sumber daya politik instansi
- Sifat komunikasi internal
- Hubungan yang baik antar instansi dengan kelompok sasaran
- Kualitas pimpinan instansi yang bersangkutan
- Komitmen petugas terhadap program
- Kedudukan instansi dalam hirarki sistem administrasi
39
2.2.5 Model Implementasi Kebijakan GC Edward
Seorang pakar kebijakan publik bernama GC Edward dalam teorinya
menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan berdasarkan 4 faktor yaitu
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan birokrasi.
Gambar 2.5 Model Implementasi GC Edward
2.2.5.1 Komunikasi
Setiap kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi
efektif antara pelaksana program dengan para kelompok sasaran. Tujuan dan
sasaran dari kebijakan dapat disosialisasikan dengan baik sehingga dapat
menghindari distorsi atas kebijakan dan program. Hal ini penting karena
semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan
mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan
kebijakan seluruhnya.
Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan
oleh kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi
40
dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian,
penyebaran isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan
mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media
komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan isi kebijakan kepada
kelompok sasaran akan sangat berperan (Edward dalam Winarno, 2005).
Ada 3 indikator untuk mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu
transmisi, kejelasan, dan konsistensi.
2.2.5.1.1 Transmisi
Penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan
implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam
penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian atau
miskomunikasi yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang
harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan
terdistorsi di tengah jalan (Edward dalam Agustino, 2006).
Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan
dikembangkan saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik
pengembangan saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi
probabilitas perintah tersebut diteruskan secara benar.
41
2.2.5.1.2 Kejelasan
Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan
tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat
kecenderungan untuk mengaburkan tujuan - tujuan informasi oleh
pelaku kebijakan atas dasar kepentingan sendiri dengan cara
mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri.
Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan
membuat prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan,
tujuan, menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan
prosedur dengan hati - hati dan mekanisme pelaporan secara terinci
(Winarno, 2005).
2.2.5.1.3 Konsistensi
Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
Perintah yang sering berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan
bagi pelaksana di lapangan (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.2 Disposisi
Menurut Edward dalam Winarno (2005) mengemukakan bahwa
disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana
mempunyai sikap positif atau mendukung terhadap implementasi
kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi
42
kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian
sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap
implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi
kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.
Ada 2 faktor yang perlu diperhatikan mengenai disposisi dalam
implementasi kebijakan yaitu pengangkatan birokrasi dan insentif.
2.2.5.2.1 Pengangkatan Birokrasi
Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan -
hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel
yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat -
pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan
personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada
kepentingan warga masyarakat (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.2.2 Insentif
Merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.
Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,
maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara
menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi
43
faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah
dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan
pribadi atau organisasi (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3 Sumber daya
Sumberdaya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang
baik. Indikator - indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber
daya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari staf, informasi,
wewenang, dan fasilitas.
2.2.5.3.1 Staf
Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau
pegawai. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan
salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.
Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan
persoalan implementasi kebijakan tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf
yang memiliki keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam
mengimplementasikan kebijakan (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.2 Informasi
Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk
yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan
44
kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward
dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.3 Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah
dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para
implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan implementasi kebijakan publik. Dalam konteks yang lain,
ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam
melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan
diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas
akan menyurut jika wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi
kepentingannya kelompoknya (Edward dalam Agustino, 2006).
2.2.5.3.4 Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,
kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana
dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil
(Edward dalam Agustino, 2006).
45
2.2.5.4 Struktur Birokrasi
Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya
kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap
implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan
ketidakefektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Terdapat
dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan fragmentasi.
2.2.5.4.1 Standar Operasional Prosedur
SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian
waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja
yang kompleks dan luas. Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa
digunakan untuk menanggulangi keadaan umum di berbagai sektor publik
dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat
mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk
menyeragamkan tindakan – tindakan para pejabat dalam organisasi yang
kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas
yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.
SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi
kebijakan yang membutuhkan cara kerja baru atau tipe personil baru untuk
melaksanakan kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan
membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu
organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat
46
implementasi. Namun demikian, di samping menghambat implementasi
kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi dengan prosedur
perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang
bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang
baru daripada birokrasi yang tidak mempunyai ciri seperti ini (Edward
dalam Winarno, 2005).
2.2.5.4.2 Fragmentasi
Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan
kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.
Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan
program atau kebijakan.
Fragmentasi mengakibatkan pandangan yang sempit dari banyak
lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang
merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Tidak adanya
otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena terpecahnya
fungsi - fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda - beda.
Di samping itu jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah
maka kemungkinan besar badan itu akan menentang kebijakan - kebijakan
baru yang membutuhkan perubahan (Edward dalam Winarno, 2005).
47
2.3 Kerangka Teori
Dari sekian banyak teori yang ada mengenai implementasi kebijakan, peneliti
memilih model GC Edward sebagai kerangka teori dalam penelitian ini karena
Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
- Transmisi
- Kejelasan
- Konsistensi
- Staf
- Informasi
- Wewenang
- Fasilitas
- Anggaran
- Komitmen
- Insentif
- SOP
- Fragmentasi
IMPLEMENTASI
MODEL IMPLEMENTASI GC EDWARD
Penerapan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi Bangunan
48
keempat substansi dalam teori ini yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi secara garis besar sudah mencakup semua substansi yang dibahas
dalam teori - teori lainnya namun dengan penjabaran yang lebih sederhana dan tidak
mendetail spesifik seperti pada teori lainnya.
49
BAB III
KERANGKA PIKIR
3.1 Kerangka Pikir
Gambar 3.1 Kerangka Pikir
Implementasi
Kebijakan Permenakertrans No.1
tahun 1980 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Konstruksi bangunan
Komunikasi :
1. Kejelasan
2. Transmisi
3. Konsistensi
Struktur Birokrasi :
1. SOP
2. Fragmentasi
Sumber daya :
1. Staf
2. Informasi
3. Wewenang
4. Fasilitas
5. Anggaran
Disposisi :
1. Komitmen
2. Insentif
50
Sejatinya keempat substansi antara komunikasi, diposisi, sumberdaya, dan
struktur birokrasi saling mempengaruhi satu sama lain. Namun supaya hasil
laporan penelitian tidak berbelit - belit dan keterbatasan waktu penelitian yang
hanya satu bulan maka peneliti memutuskan untuk meneliti pengaruh keempat
substansi secara langsung terdapat implementasi kebijakan yang terjadi di
lapangan.
Modifikasi teori dilakukan pada perubahan sub substansinya saja yaitu
penambahan anggaran pada substansi sumber daya dan komitmen pada substansi
disposisi. Sub substansi pengangkatan birokrasi dihilangkan karena secara isi
tidak jauh beda dengan staf pada substansi sumber daya.
3.2 Definisi Istilah
1. Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan adalah dilaksanakannya peraturan pemerintah
mengenain K3 pada konstruksi bangunan yaitu Permenakertrans No.1 / 1980
pada proyek apartemen dan hotel yang dikerjakan PT. PP di Kemang
Mengacu pada penjelasan komunikasi menurut Ekowati dalam wahyudi
(2011) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor komunikasi sebagai
berikut :
51
2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari pimpinan perusahaan
kepada pekerja pelaksana.
A. Transmisi adalah media komunikasi yang digunakan untuk
mensosialisasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
bangunan kepada informan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan
pekerja lapangan
B. Kejelasan adalah dapat dimengertinya pesan dari Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan pada informan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control dan
pekerja lapangan
C. Konsistensi adalah tidak berubahnya maksud dari isi Permenakertrans
No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada setiap
penyampaian.
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
52
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
Mengacu pada penjelasan sumber daya menurut Edward dalam Agustino
(2006) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor sumber daya sebagai
berikut :
3. Sumber daya adalah kemampuan pendukung yang dimiliki oleh perusahaan
dalam mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3
konstruksi bangunan.
A. Staf adalah pekerja perusahaan yang bertugas untuk
mengimplementasikan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3
konstruksi
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
B. Informasi adalah sesuatu yang disampaikan melalui media komunikasi
kepada staf tentang pelaksanaan K3 terkait dengan isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
53
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
C. Wewenang adalah kejelasan otorisasi kekuasaan dalam menerapkan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
D. Fasilitas adalah segala macam peralatan dan material yang mendukung
implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
bangunan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
E. Anggaran adalah ketersediaan dana yang mencukupi untuk melaksanakan
kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
54
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
Mengacu kepada penjelasan disposisi menurut Edward dalam Winarno (2005)
maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor disposisi sebagai berikut :
4. Disposisi adalah sikap informan dalam melaksanakan Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan yang diimplementasikan dalam
tindakan nyata.
A. Komitmen adalah keinginan kuat dari para pekerja dalam melaksanakan
kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan.
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
B. Insentif adalah imbalan di luar honor pokok yang diberikan oleh pimpinan
perusahaan kepada pekerja pelaksana baik berupa materiil maupun
ataupun dukungan kegiatan yang sifatnya tidak dapat diukur secara materi.
Cara ukur : Wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
55
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
Mengacu pada penjelasan struktur birokrasi menurut Edward dalam Winarno
(2005) maka dapat dibuat definisi istilah dari faktor struktur birokrasi sebagai
berikut :
5. Struktur birokrasi adalah struktur organisasi perusahaan dan tingkat komando
sehingga memungkinkan tercapainya koordinasi antar pekerja dalam
implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan.
A. SOP adalah mekanisme implementasi kebijakan yang secara formal
tertulis dalam kerangka kerja yang jelas sehingga dapat menjadi acuan
bagi pelaksana kebijakan dalam melakukan implementasi.
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
B. Fragmentasi adalah penyebaran tanggung jawab pelaksanaan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. kepada
beberapa jabatan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi
Cara ukur : Wawancara mendalam, telaah dokumen
56
Alat ukur : Pedoman wawancara, alat perekam, alat tulis
Informan : HSE kantor pusat, tim HSE proyek, Quality Control, dan
pekerja lapangan
57
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang
dihasilkan dari penelitian ini berupa analisa model GC Edward pada penerapan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek
apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di
Kemang, Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan
proses implementasi kebijakan berdasarkan model implementasi kebijakan G.C
Edward yang melihat pengaruh variabel sumber daya, komunikasi, disposisi,dan
struktur birokrasi yang dimiliki perusahaan terhadap pelaksanaan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek
apartemen dan hotel yang sedang dikerjakan PT Pembangunan Perumahan di
Kemang, Jakarta Selatan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat penelitian berada di daerah Kemang, Jakarta selatan tepatnya di
lokasi proyek Kemang Village Residence. Waktu penelitian yang diberikan
selama bulan Mei dengan perkiraan hari ± 30 hari.
58
4.3 Informan
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.
Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yang didasarkan dengan pertimbangan tertentu, yaitu orang tersebut dianggap
paling tahu tentang apa informasi yang akan diteliti sehingga memudahkan
peneliti menjelajahi objek yang akan diteliti.
Pertama, HSE kantor pusat dipilih sebagai informan karena ia
merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan
semua pekerja di semua lokasi proyek sehingga implementasi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek
penelitian juga merupakan tanggung jawabnya.
Kedua, tim HSE proyek dipilih sebagai informan karena HSE adalah
pihak yang diberikan amanah oleh perusahaan dalam rangka menghilangkan
semua resiko kecelakaan kerja di lokasi proyek sehingga kecelakaan kerja tidak
terjadi. Implementasi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
bangunan merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh tim HSE.
Ketiga, tim QC atau Quality Control dipilih sebagai informan karena
meraka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa berbagai jenis mesin dan
peralatan yang digunakan di lokasi proyek harus memenuhi peryaratan baik
teknis maupun keselamatan sebelum digunakan.
Keempat, perwakilan dari pekerja lapangan dipilih sebagai informan
karena mereka bertugas membangun gedung di lokasi proyek. Pekerja lapangan
59
merupakan pihak yang paling rentan mengalami kecelakaan kerja yang
diakibatkan oleh pelaksanaan yang tidak benar dari Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Pekerja di lapangan terbagi - bagi
menurut jenis pekerjaannya.
Tabel 4.1 Status Pegawai
No Status Pekerjaan Jumlah
1
2
1
2
3
4
5
6
7
Karyawan PT. PP
Harian kantor
Sub kontraktor
PT Prima Jasa Aldovo
CV Anisa Putra Jaya
CV Sevina Mandiri
Mandor Tono
Mandor Rudi
PT Potain
PT Cahaya
Kontraktor utama
House keeping
Kayu
Besi
Cor
Cor + repair
Repair
Operator tower crane
Operator alimak
28
12
59
17
9
13
6
4
4
Total 152
Jumlah pekerja total ada 152 orang dengan 40 dari kontraktor utama dan
112 orang sub kontraktor. Masing - masing dari jenis pekerjaan kecuali tim
60
HSE proyek dan QC yang sudah termasuk karyawan PT. PP bisa diambil
masing - masing 1 orang untuk dijadikan informan.
Tabel 4.2 Matriks Informan Kontraktor
No Bab Kontraktor
HSE Ps HSE Pr QC HK
1 Ketentuan Umum v v v v
2 Tempat Kerja dan Alat Kerja v v v v
3 Perancah v v v
4 Tangga v v v v
5 Alat Angkat v v v v
6 Kabel, Tambang, Rantai,
v v v
dan Alat Bantu
7 Mesin v v v
8 Peralatan Konstruksi
v v v v
Bangunan
9 Konstruksi Bawah Tanah xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
10 Penggalian xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
11 Memancang xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
12 Pekerjaan Beton v v v
13 Pekerjaan Lainnya v v v v
14 Pembongkaran xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx
15 Alat Pelindung Diri v v v v
61
Tabel 4.3 Matriks Informan Subkontraktor
No Bab Sub Kontraktor
Besi Cor Kayu Opr TC Opr AL
1 Ketentuan Umum v v v v v
2 Tempat Kerja dan
v v v v v
Alat Kerja
3 Perancah v
4 Tangga
5 Alat Angkat v v v v v
6 Kabel, Tambang, Rantai,
v v v v v
dan Alat Bantu
7 Mesin v v v v v
8 Peralatan Konstruksi
v v v v
Bangunan
9 Konstruksi Bawah Tanah xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
10 Penggalian xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
11 Memancang xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
12 Pekerjaan Beton v v v v
13 Pekerjaan Lainnya v v v
14 Pembongkaran xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxx
15 Alat Pelindung Diri v v v v v
Keterangan :
HSE Ps = HSE pusat
HSE Pr = HSE proyek
62
QC = Quality Control
HK = House Keeping
Opr TC = Operator Tower Crane
Opr AL = Operator Alimak
Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang
bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek.
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan berisi 14
bab seperti yang tertulis pada tabel di atas. Dari 14 bab tersebut tidak semua
jenis pekerjaan dilakukan oleh kontraktor utama. Pekerjaan fondasi yaitu
memancang dan penggalian sudah lebih dulu dilakukan jauh sebelum peneliti
dapat melakukan penelitian di wilayah tersebut selain itu pekerjaan fondasi
dilakukan oleh kontraktor lain sehingga peneliti tidak dapat meneliti hal
tersebut. Pekerjaan pembongkaran juga tidak dapat diteliti karena proyek ini
dalam pengerjaannya dilakukan di atas lahan kosong tanpa membongkar
bangunan apapun.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Maksud dari
peneliti sendiri dapat dipahami sebagai alat yang dapat mengungkapkan fakta-
fakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling tepat dan elastis untuk
mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Selanjutnya, peneliti
63
akan mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk melengkapi
data yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti
adalah:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan
ditanyakan kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola
penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti.
2. Lembar observasi
Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian.
3. Buku catatan
Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data.
4. Alat perekam
Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.
5. Kamera
Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
4.5 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer didapatkan melalui wawancara kepada para informan
penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun
64
oleh peneliti. Selain itu, data primer dalam penelitian ini juga diperoleh
dari hasil observasi menggunakan lembar observasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari dokumen - dokumen
perusahaan yang mendukung dalam perjalanan penelitian ini.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi
(pengamatan), analisis dokumen, dan wawancara.
1. Observasi (pengamatan)
Dalam penelitian ini, teknik pengamatan yang dilakukan peneliti
adalah pengamatan terbuka yaitu pengamatan yang mana keberadaan
pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan
kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan
subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan.
Observasi ini juga bisa disebut observasi nonpartisipan karena tidak terlibat
langsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan namun hanya sebagai
pengamat yang mengamati proses pekerjaan. Pengamatan dilakukan oleh
peneliti dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengamati secara
langsung pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3
konstruksi bangunan di lokasi proyek.
65
2. Analisis dokumen
Analisis dokumen dilakukan pada dokumen - dokumen yang terkait
dengan pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
bangunan seperti dokumen tentang alat - alat kerja dan peralatan konstruksi
serta dokumen lainnya seperti tenaga kerja, struktur organisasi proyek, dll.
3. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada informan -
informan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai
para informan. Wawancara kepada para informan dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai implementasi Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi bangunan di lokasi proyek.
4.7 Pengolahan Data
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui
wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
2. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan
dalam bentuk matriks.
3. Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.
66
4.8 Analisis Data
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan
pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
serta mencarinya bila diperlukan.
Dalam penelitian ini, data - data yang telah dikumpulkan melalui
wawancara, observasi, dan analisis dokumen, kemudian dirangkum dan
dikategorikan menurut variabel - variabel yang telah ditentukan oleh
peneliti.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan
data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan mendisplaykan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi.
Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan cara
menjabarkan hasil penelitian dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
transkrip matriks wawancara yang telah ditentukan oleh peneliti. Penyajian
67
data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan dan analisis
dokumen.
3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi atau gambaran
pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan
di lokasi proyek menurut model implementasi GC Edward.
4.9 Keabsahan Data
1. Triangulasi teknik adalah peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda - beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Teknik yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan telaah dokumen.
2. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Informan penelitian yang
berbeda - beda adalah sumber data yang dimaksud.
68
BAB V
HASIL
5.1 Karakteristik Informan
Informan pada penelitian ini terdiri dari 9 orang dengan berbagai
macam tugasnya di proyek. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat melihat
bagaimana implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan dan faktor yang mempengaruhi implementasinya dari
berbagai sudut pandang pekerja. Berikut adalah karakteristik tersebut :
Tabel 5.1 Karakteristik Informan
NO Pekerjaan Usia Pendidikan Pengalaman
1 HSE Pusat 52 S2 25 thn
2 HSE Proyek 27 D3 4 thn
3 Quality Control 38 S2 12 thn
4 House Keeping 42 SMA 15 thn
5 Besi 25 SMA 5 thn
6 Cor 28 SMA 10 thn
7 Kayu 19 SMA 6 bln
8 Operator Alimak 23 SMA 3 thn
9 Operator Tower Crane 28 SMA 4 thn
69
5.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3
Konstruksi Bangunan
Untuk melihat bagaimana pelaksanaan dari Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 konstruksi di lokasi proyek, peneliti melakukan observasi
dibantu oleh safety supervisor untuk melihat sejauh mana Permenakertrans
No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan dilakukan di lokasi proyek.
Tabel 5.2 Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980
Bab Implementasi
I Ketentuan Umum v
II Tempat Kerja dan Alat Kerja x
III Perancah v
IV Tangga dan Tangga Rumah v
V Alat Angkat x
VI Kabel Baja, Tambang, Rantai
v dan Peralatan Bantu
VII Mesin v
VIII Peralatan Konstruksi Bangunan v
IX Konstruksi Bawah Tanah xxxxxxxxxxxxx
X Penggalian xxxxxxxxxxxxx
XI Pemancangan xxxxxxxxxxxxx
XII Beton x
XIII Pekerjaan Lainnya v
XIV Pembongkaran xxxxxxxxxxxxx
XV Alat Pelindung Diri v
70
- Tanda (v) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya sudah
sesuai dengan ketentuan
- Tanda (x) menunjukkan bahwa bab tersebut implementasinya tidak sesuai
dengan ketentuan
- Tanda (xxxxxxxxxxxxx) menunjukkan bahwa bab tersebut tidak
dilakukan di lokasi proyek karena memang tidak diperlukan atau
dikerjakan oleh kontraktor lain sehingga tidak bisa dinilai oleh peneliti.
Dari 15 bab yang tertuang dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang
K3 pada konstruksi bangunan ada 7 bab yang implementasinya di lapangan
sudah sesuai dengan ketentuan walaupun ada beberapa mesin, peralatan, dan
bahan yang tidak disediakan di lokasi proyek karena memang tidak
dibutuhkan dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan. Lalu ada 4
bab yang tidak diteliti karena pengerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor
utama dan tidak sesuai dengan jenis proyek yang dikerjakan yaitu konstruksi
bawah tanah, penggalian, pemancangan, dan pembongkaran.
Hasil di lapangan menunjukkan terjadi 4 pelanggaran peraturan yaitu
pada bab yang berisi ketentuan mengenai tempat kerja dan alat kerja, alat
angkat, beton, dan alat pelindung. Hasilnya antara lain :
1. Tempat Kerja dan Alat Kerja
Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja yaitu
masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja. Kondisi
71
untuk barak pekerja dan lantai yang sudah jadi memang rapi dan tidak ada
bahan atau peralatan yang berserakan namun untuk lokasi yang terdapat
proses pekerjaan, bahan material seperti potongan baja dan potongan
kayu masih terlihat berserakan. Pekerja beralasan untuk membereskan
bahan yang berserakan nanti saja setelah selesai bekerja saat jam kerjanya
pada hari tersebut akan berakhir. Selain itu karena adanya pekerja house
keeping yang memang tanggung jawabnya yaitu terkait dengan
kebersihan dan kerapihan di lokasi proyek.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai banyaknya
material yang berserakan di tempat kerja.
“ Nanti saja diberesin kalau udah selesai kerja hari ini.” (besi)
“ Nanti juga diberesin sama house keeping. Tugas dia kan emang
ngerapihin barang sama bersih - bersih.” (kayu)
2. Alat Angkat
Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya
aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling
crane). Dari pihak HSE beralasan bahwa saat alat crane sedang
mengangkat material dan bahan, pekerja biasanya akan menyingkir
dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi dan
lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya.
72
Berikut pernyataan HSE proyek mengenai tidak adanya aturan yang
melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan.
“ Peraturan sebenarnya sih ada tapi gak tertulis aja. Lagian kalau crane
lagi jalan pekerja yang dibawah juga bisa liat sendiri. Ntar juga minggir
sendiri biasanya.”
3. Beton
Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang
mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat
di adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya.
Pekerja beralasan pekerjaan pembetonan dilakukan setiap hari sehingga
ujung - ujung besi yang mencuat tersebut akan segera ditutupi dengan
adonan beton yang baru.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai ujung -
ujung besi yang mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan.
“ Gak ada bedanya sih mau dilengkungkan atau gak kan nanti juga
ditutup sama adonan beton yang baru.” (cor)
“ Ngapain dibengkokin kan besoknya juga ditutup lagi sama semen.”
(besi)
73
4. Alat Pelindung Diri
Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian. Pekerja
yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi dengan
full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja dengan
alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu masih ada
saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu padahal
sudah tersedia.
Berikut pernyataan dari informan pekerja lapangan mengenai alasannya
tidak mau menggunakan full body harness dan tidak memakai APD
lainnya seperti helm dan sepatu. Mereka menjawab bahwa hal itu bukan
karena tidak adanya fasilitas tapi karena pekerjanya itu sendiri.
“ Hilang mungkin atau emang pekerjanya yang malas.” (house keeping)
“ Rasanya risih kalau dipake terus seharian.” (tower crane)
“ Males pake body harness, ribet. Pake safety belt aja udah cukup.” (cor)
“ Ribet, kan ada safety belt.” (besi)
5.3 Analisis Model GC Edward
5.3.1 Komunikasi
5.3.1.1 Transmisi
Transmisi merupakan media yang dipakai dalam mengkomunikasikan
K3 kepada semua pekerja terutama yang terkait dengan isi dari
74
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan. Penyaluran
komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg baik pula.
Hasil dari observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa
kontraktor memberikan media penyuluhan kepada pekerja dan memfasilitasi
pertemuan antara pihak kontraktor dengan pihak pekerja untuk membicarakan
hal - hal terkait dengan K3 di lokasi proyek. Ada 3 macam pertemuan yang
dilakukan yaitu :
1. SHE Induction
Ditujukan kepada pekerja atau tamu yang baru pertama kali datang ke
lokasi proyek. Bisa dilakukan kapanpun. Pekerja maupun tamu diberikan
arahan singkat mengenai peraturan K3 yang harus ditaati kemudian
diberikan surat pernyataan yang harus ditandatangani yang menyatakan
bahwa mereka mengerti peraturan K3 tersebut.
2. SHE Meeting
Ditujukan kepada mandor atau perwakilan dari subkontraktor. Dilakukan
seminggu sekali dengan durasi 30 menit sampai 1 jam di ruang meeting
kantor proyek. Pada SHE meeting hasil dari evaluasi inspeksi yang
diakukan staf SHE diberitahukan kepada setiap mandor dan memberikan
instruksi kepada mandor agar melakukan saran - saran yang diberikan staf
SHE. Mandor diharap juga memberi masukan dan kritik kepada pihak
75
kontraktor mengenai pelaksanaan program K3 agar ke depannya bisa jauh
lebih baik.
3. SHE Talk
Ditujukan kepada semua pekerja. Dilakukan setiap seminggu sekali
dengan durasi 15 - 20 menit di gedung proyek tempat mereka bekerja.
Pada saat SHE talk semua pekerja dikumpulkan di satu tempat lalu
diberikan informasi singkat dari staf SHE mengenai K3 melalui pengeras
suara. Tema yang diberikan berganti - ganti. Misalkan minggu lalu tentang
kelengkapan APD lalu minggu ini tentang kerapihan dan kebersihan.
Hasil observasi lainnya yang dilakukan peneliti adalah banyaknya
media rambu - rambu di lokasi proyek. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan
pekerja agar bekerja lebih hati - hati.
Hasil wawancara terhadap informan HSE proyek juga mendukung
pernyataaan di atas. Selain itu ia juga menambahkan bahwa pekerja juga
diberikan pelatihan K3 konstruksi yang sama diberikan ke semua pekerja.
“ Untuk pekerja kami memberikan SHE meeting setiap seminggu sekali yang
wajib dihadiri oleh mandor. Selain itu ada SHE talk setiap jumat pagi yang
harus dihadiri semua pekerja. SHE induction untuk orang atau pekerja yang
baru masuk ke proyek. Pekerja juga dikasih pelatihan gimana kerja di
76
ketinggian, menggunakan APAR, evakuasi, sama pertolongan pertama.
Rambu - rambu peringatan juga sudah dipasang di berbagai tempat.”
Semua informan pekerja lapangan ketika ditanya mengenai media
komunikasi K3 di proyek ini juga menjawab hal yang serupa dengan informan
HSE proyek.
“ SHE talk tiap jumat, induction waktu pertama datang, buat mandor ada
SHE meeting.”
“ Pelatihan diajarin pake safety belt sama cara make APAR, ada evakuasi
sama pertolongan pertama juga. Rambu peringatan juga banyak dipasang.”
Namun ketika disinggung mengenai isi dari Permenakertrans No.1 /
1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang secara spesifik menjelaskan
mengenai bagian - bagian apa saja yang harus diperhatikan dan itu berbeda -
beda menurut jenis pekerjaannya, informan HSE proyek hanya menjelaskan
bahwa edukasi K3 yang diberikan kepada pekerja hanya secara umum saja.
“ Untuk setiap jenis pekerjaan tidak ada yang dikhususkan mengenai gimana
komunikasinya. Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan
kemampuan bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya
sehingga kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing -
masing, makanya edukasi K3 yang diberikan umum untuk semua pekerja.”
77
Tabel 5.3 Pelatihan K3 Umum
No K3 Umum Kepada Semua Pekerja
1 Sarana keluar masuk dengan aman
2 Kebersihan dan kerapihan
3 Alat kerja dan bahan material tidak dilempar
dan dijatuhkan
4 Orang yang boleh masuk ke tempat kerja
5 Arti rambu peringatan
6 Menggunakan APD
(helm, sepatu, safety belt, sarung tangan)
7 Menggunakan APAR
8 Memberikan pertolongan pertama / first aid
9 Evakuasi / tanggap darurat
Sedangkan pelatihan yang khusus diberikan kepada pekerja sesuai
dengan jenis pekerjaannya tidak dilakukan oleh kontraktor. Namun untuk
pekerja yang berasal dari subkontraktor seperti operator tower crane dan
operator alimak, mereka mendapatkan edukasi K3 dari subkontraktornya
mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang digunakannya.
“ Dapatnya tentang alat pengaman dan beban jadi kalau kelebihan beban
ada bunyinya.” (alimak)
“ Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal jadi supaya
tahu kalau kelebihan beban.” (tower crane)
78
Tabel 5.4 Pelatihan K3 Khusus
No K3 Spesifik Sesuai Dengan Jenis Pekerjaan
1 Hasil identifikasi resiko
2 Usaha pencegahan kecelakaan
3 Menggunakan bahan material, mesin, dan
peralatan dengan benar
4 Syarat bahan material, mesin, dan peralatan
yang aman
Lalu pada karyawan kontraktor, pelatihan mengenai K3 konstruksi
wajib dilakukan oleh semua karyawan. Materi mengenai isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga
dibahas dalam pelatihan. Quality control dan HSE pusat sebagai informan
menjelaskan mengenai pelatihan K3 konstruksi kepada karyawan kontraktor.
“ Ini kan perusahaan konstruksi, semua karyawan termasuk saya juga dikasih
pelatihan K3 konstruksi. Tapi kalo orang HSE mungkin porsinya lebih banyak
kan ini tugas mereka yang paling utama.” (quality control)
“ Semua karyawan disini wajib ikut training K3 konstruksi. Terutama untuk
staf HSE porsinya lebih banyak dari yang lain.” (HSE pusat)
Permasalahan utama terkait dengan penyampaian isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan adalah
79
tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan kepada pekerja, hanya bab
- bab tertentu yang sifatnya umum saja seperti tempat kerja dan APD. Untuk
media pelatihan kepada pekerja, peneliti tidak dapat melakukan observasi
karena sudah dilakukan sebelum peneliti turun lapangan namun peneliti
mendapatkan data dokumentasi pelaksanaannya. Untuk media pelatihan
kepada karyawan kontraktor peneliti tidak dapat melakukan observasi dan
juga tidak mendapat dokumentasinya namun menurut sumber dari HSE pusat,
HSE proyek, dan quality control yang memberikan jawaban yang seragam,
semua karyawan kontraktor mendapat pelatihan K3 dimana isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan
merupakan bagian dari materi pelatihan.
5.3.1.2 Kejelasan
Komunikasi harus jelas dan tidak membingungkan supaya peraturan
bisa dilaksanakan dengan baik oleh semua pekerja. Dalam kejelasan informasi
biasanya terdapat cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman
sendiri - sendiri sehingga dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara
satu dengan yang lain.
Bagi karyawan kontraktor yang sudah mendapat pelatihan mengenai
K3 konstruksi dimana Permenakertrans No.1 / 1980 merupakan salah satu
materi yang harus dimengerti sebelum mulai bekerja di proyek.
80
HSE pusat dan HSE proyek sebagai informan menjelaskan tentang
kejelasan isi Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi
bangunan di lokasi proyek bagi karyawan kontraktor.
“ Orang HSE pasti mengerti isi dari peraturan tersebut karena sebelum
diangkat jadi HSE mereka wajib ikut training dan ada tesnya kalo mau lulus
training.” (HSE pusat)
“ Kalau mau kerja jadi HSE disini harus lulus pelatihan. Kalau gak ngerti
peraturan itu gak mungkin kerja disini sekarang.” (HSE proyek)
Informan quality control juga ikut menambahkan pernyataan dari
informan HSE pusat dan HSE proyek mengenai kejelasan Permenakertrans
No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi yang ia ketahui.
“ Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu Permenakertans No.1 /
1980. Tugas saya disini memastikan bahwa semua mesin, alat, bahan sudah
layak pakai sebelum dipake. Tapi gak semua isi dari peraturan itu bisa
diterapin disini karena itu kan isinya campur juga ama konstruksi jalan raya
juga.”
Namun bagi para pekerja, tidak ada yang mengetahui tentang
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.
Jangankan isinya, nama peraturannya saja tidak pernah mendengar. Semua
pekerja memberikan jawaban yang sama ketika disinggung mengenai isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi konstruksi bangunan.
81
“ Saya gak ngerti peraturan kayak gitu.” (kayu)
“ Gak ngerti gak pernah dibilangin.” (house keeping)
“ Gak tahu. Gak ngerti” (besi)
Pernyataan pekerja tersebut juga diperkuat oleh pernyataan HSE pusat.
“ Pekerja disini mana ngerti peraturan kayak gitu. Yang penting dari pihak
kontraktor sudah berusaha memberikan edukasi K3 ke semua pekerja dengan
baik. Kami berusaha mengkomunikasikan K3 dengan bahasa yang gampang
dimengerti karena tingkat pendidikan pekerja bangunan biasanya memang
rendah.”
Lalu mengenai transmisi informasi K3 yang telah dilakukan yaitu SHE
talk, ada sebagian pekerja yang kurang memahami dan ada juga sebagian lain
yang mengerti.
“ Ada yang ngerti ada yang nggak ngerti.” (besi)
“ Iya, ngerti.” (house keeping)
Untuk mempertegas pernyataan yang dikeluarkan para informan
tersebut, peneliti memberikan pertanyaan - pertanyaan seputar isi dari
Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan kepada
semua informan. Pertanyaan yang diajukan kepada informan hanya yang
berkaitan dengan pekerjaan di proyek. Jenis pekerjaan yang tidak dilakukan,
82
mesin dan peralatan yang tidak disediakan karena tidak diperlukan tidak
ditanyakan kepada informan.
Hasilnya informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat
menjawab semua pertanyaan dengan tepat namun untuk pekerja house
keeping, besi, cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa
menjawab semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan
yang jawabannya tidak sesuai dengan isi dari Permenakertans No.1 / 1980
tentang K3 pada konstruksi bangunan.
Tabel 5.5 Kompetensi Informan
No Informan Pertanyaan Sesuai /
Pertanyaan Diajukan Kesesuaian
1 HSE Proyek 52 / 52 100%
2 HSE Pusat 52 / 52 100%
3 Quality Control 52 / 52 100%
4 House Keeping 15 / 19 79%
5 Besi 21 / 30 70%
6 Cor 21 / 30 70%
7 Kayu 27 / 35 77%
8 Operator Alimak 26 / 31 84%
9 Operator Tower Crane 27 / 33 82%
Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh informan pekerja yaitu
struktur P2KL di proyek, identifikasi resiko dari pekerjaannya, kebisingan dan
getaran, pemeriksaan berkala dan pengujian mesin dan peralatan yang dipakai
83
dalam pekerjaannya, perlakuan terhadap ujung besi yang mencuat, dan APD
untuk pengunjung proyek.
5.3.1.3 Konsistensi
Konsistensi disini adalah tidak berubahnya maksud dari isi
Permenakertrans No.1 / 1980 K3 konstruksi bangunan dari informan pada
setiap penyampaian. Jika ada perubahan dalam penyampaian isi dari peraturan
tersebut maka akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksanaan di lapangan.
Konsistensi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
dengan pelatihan K3 konstruksi yang diberikan kepada karyawan kontraktor
tidak berubah. Untuk membuktikannya HSE proyek dan HSE pusat sebagai
informan menjelaskannya dengan mengkaitkannya dengan audit yang
dilakukan kontraktor.
“ Kan ada audit juga dari pusat. Salah satu yang diaudit mengenai
peraturan UU. Permenaker itu juga salah satunya jadi pasti konsisten antara
isi peraturan dan pelaksaan disini.” (HSE proyek)
“ Kami ada audit buat memastikan kegiatan disini tidak melanggar UU yang
berlaku salah satunya permenaker K3 konstruksi itu.” (HSE pusat)
Quality control sebagai salah satu informan juga ikut menambahkan
pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek.
“ Dulu pernah ada pelatihannya buat semua karyawan, saya juga ikut. Saya
sudah cek isi dari peraturan itu dan materi pelatihannya memang sama kok.”
84
Untuk pelatihan K3 yang diberikan kontraktor kepada karyawannya,
peneliti tidak dapat melakukan observasi. Namun untuk media pertemuan
antara karyawan kontraktor dan pekerja, peneliti beberapa kali mengikuti SHE
talk dan SHE meeting dan saat pertama kali datang juga mendapat SHE
induction. Materi K3 yang diberikan sudah konsisten dengan isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan biarpun
tidak semua isi dari peraturan tersebut disampaikan.
5.3.2 Disposisi
5.3.2.1 Komitmen
Pelaksanaan dari kebijakan hanya bisa terjadi jika ada komitmen kuat
dari para pelaksananya. Dari pihak pekerja komitmen untuk melaksanakan K3
dengan baik sepertinya masih kurang. Hal ini terlihat dari hasil wawancara
dari informan HSE proyek dan HSE pusat.
“ Sudah gak kehitung berapa kali harus negor pekerja. Macam - macam deh
mulai dari pemakaian APD sampai gak ikut SHE talk.” (HSE proyek)
“Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang karena
selalu saja ada pekerja yang tidak pakai APD.” (HSE pusat)
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pernyataan informan pekerja.
“ Banyak pekerja yang malas pake APD sama gak ikut SHE talk.” (kayu)
“ Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin itu - itu aja.” (cor)
“ Kalau udah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas.” (besi)
85
Hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan hal yang sama
bahwa ketika SHE talk dilakukan ternyata selalu saja ada pekerja yang tidak
mengikutinya. Selain itu juga masih sering terlihat pekerja yang tidak
menggunakan APD saat bekerja.
Namun bagi para karyawan kontraktor, mereka merasa sudah punya
komitmen yang baik untuk melaksanakan peraturan K3. Berikut pernyataan
dari HSE proyek dan quality control sebagai informan mengenai komitmen
karyawan kontraktor.
“ Dari pihak PP sendiri semuanya sudah komit dengan semua peraturan K3
yang ada. Disini kan ada evaluasi dari pusat. Saya sebagai penanggung
jawab K3 disini juga ngawasin orang PP juga dan selama ini mereka semua
komit dengan peraturan K3.” (HSE proyek)
“ Kalau dari karyawan PP sendiri sudah cukup bagus. Gak pernah ada
karyawan PP yang gak pake APD kalo lagi di lapangan.” (quality control)
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hal yang
sama yaitu karyawan kontraktor selalu memakai APD selama di lokasi
proyek.
5.3.2.2 Insentif
Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada
pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang
diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Dalam hal ini insentif yang dimaksud
86
diluar dari pendapatan pokok pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan
pelaksanaan K3 di proyek. Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif
positif berupa pemberian bonus atau reward dan insentif negatif berupa
sanksi atau punishment.
Pemberian insentif yang ditujukan untuk karyawan kontraktor
diberikan dari pusat kepada proyek yang dianggap melaksanakan program
HSE dengan nilai terbaik. Berikut dijelaskan oleh informan HSE pusat
mengenai pemberian insentif untuk karyawan kontraktor.
“ Dari pusat selalu ada evalusi untuk setiap proyek yang ada di wilayahnya.
Termasuk di Kemang ini juga sama. Setelah pusat melakukan inspeksi dan
laporan dari proyek sudah masuk semua biasanya diurut menurut ranking
jadi bisa dilihat mana proyek yang HSEnya terbaik dan mana yang terendah.
Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan dinikmati semua
karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa uang, makanan, atau hadiah.”
(HSE pusat)
Pernyataan dari informan HSE pusat tersebut juga dibenarkan oleh
informan HSE proyek.
“ Setiap bulan kami ngirim laporan dan ada inspeksi dari pusat juga. Habis
itu pusat menilai mana proyek yang HSEnya terbaik. Proyek yang HSEnya
dianggap paling bagus dapat reward dari pusat buat semua karyawan di
proyek. Biasanya pusat ngasih hadiah, makanan, duit juga dapet.”
87
Pemberian insentif untuk pekerja di proyek diberikan kepada beberapa
pekerja yang dianggap telah melaksanakan K3 dengan sangat baik. Pada saat
SHE talk ada form SHE talk yang harus diisi HSE proyek untuk melihat
bagaimana jalannya SHE talk. Mereka juga mencatat berapa pekerja dan siapa
saja yang hadir dan tidak hadir. Tim HSE proyek juga melakukan patroli
berkeliling lokasi proyek untuk melihat hasil kerja para pekerja. Saat patroli
itulah staf HSE bisa melihat siapa saja pekerja yang menerapkan perilaku K3
dengan baik. Hasil dari penilaian tersebut digunakan HSE proyek untuk
menentukan siapa saja pekerja yang dianggap terbaik dalam melaksanakan
peraturan K3. Pekerja tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan
teman - teman kerja yang lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke
depannya bisa melaksanakan K3 dengan lebih baik.
Berikut penjelasan oleh informan HSE pusat mengenai pemberian
insentif untuk pekerja lapangan.
“ Kalo bonus juga ada biasanya pas SHE talk pekerja yang taat K3 kami
kasih duit atau kue. Tapi frekuensinya gak tentu bisa sebulan sekali, bisa 3
minggu sekali. Orangnya juga bisa 3 orang bisa lebih.”
“ HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan patroli
setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja pekerja yang patuh dan tidak
patuh dengan peraturan K3.”
“ Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3 yang sudah
dibuat perusahaan.”
88
Informan pekerja lapangan juga membenarkan pernyataan informan
HSE pusat bahwa saat SHE talk terkadang ada hadiah yang diberikan kepada
pekerja yang dianggap telah melaksanakan peraturan K3 dengan baik dan
mereka senang dengan hadiah yang diberikan.
“ Hadiah ada, biasanya dikasih pas SHE talk. Tapi gak tentu juga ngasihnya.
Bisa dikasih duit atau kue.” (house keeping)
“ Baguslah bisa memotivasi.” (tower crane)
“ Bagus sih. Seneng juga kalau dikasih kayak gitu.” (kayu)
Sedangkan untuk sanksi bagi pekerja berupa diberikan surat peringatan
sampai 2x dan bila masih diteruskan pekerja tersebut bisa dikeluarkan.
Berikut penjelasan dari informan HSE pusat.
“ Kalau di proyek pekerja yang tidak taat K3 misalnya gak pake APD kami
beri SP sampai 2X kalau masih diterusin bisa dikeluarkan. Dulu sih
pengalaman di proyek lain pernah ada yang kami keluarkan karena
bertengkar dengan pekerja yang lain. Pekerja yang dikeluarin itu juga tidak
mau mematuhi peraturan K3 di proyek.”
Namun keterangan berbeda disampaikan oleh informan pekerja house
keeping bahwa hukuman untuk pekerja yang melanggar peraturan K3 tidak
setegas dengan aturan yang sudah ditetapkan.
“ Disini biasanya ditegur doang ama orang HSE. Tapi disini mending kok.
Waktu di tempat kerja saya sebelumnya kalo gak pake helm aja bisa didenda
gak dikasih honor kerja pas hari itu.”
89
Ketika peneliti melakukan observasi mengenai pemberian insentif
kepada pekerja pada saat SHE talk tidak terlihat adanya pemberian hadiah
seperti yang telah disebutkan. Selain itu pekerja yang melanggar peraturan K3
hanya ditegur saja tanpa adanya surat peringatan.
5.3.3 Sumber Daya
5.3.3.1 Staf
Staf atau pegawai sumber daya utama dalam pelaksanaan kebijakan di
Perusahaan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan
salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup mencukupi
ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.
Sistem rekrutmen pekerja di proyek ternyata hanya berdasarkan rasa
percaya kepada mandor yang dianggap kontraktor telah bekerja dengan baik
pada proyek sebelumnya. Pekerja yang akan bekerja juga hanya menyerahkan
fotokopi KTP sebagai bukti umur dan bagi operator alimak dan tower crane
ditambah dengan SIO (surat izin operator).
Berikut ini proses perekrutan pekerja yang dijelaskan oleh HSE
proyek dan HSE pusat sebagai informan.
“ Waktu pertama masuk syarat utamanya usia 18+ dibuktikan dengan KTP.
Untuk pekerjaan tertentu misalnya operator tower crane atau alimak harus
punya surat izin operator atau SIO. Kalo mandornya yang kami tunjuk sudah
memperlihatkan kerja yang baik pada proyek yang sebelum - sebelumnya."
(HSE proyek)
90
“ Umurnya harus 18+ bisa dilihat di KTP. Operator tower crane sama
alimak harus punya SIO. Mandornya kami rekrut dari proyek yang
sebelumnya.” (HSE pusat)
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, peneliti juga mengecek
adanya SIO kepada operator tower crane dan alimak dan mereka bisa
menunjukkan ke peneliti.
Hal lain yang berkaitan dengan perekrutan pekerja ternyata tingkat
pendidikan pekerja maksimal hanya sampai SMA. HSE proyek dan HSE
pusat menjelaskan dengan jawaban yang serupa.
“ Namanya pekerja bangunan rata - rata cuma SD, SMP, SMA.”
Hal itu dibuktikan dengan semua informan yang merupakan pekerja
proyek berpendidikan hanya sampai SMA.
Masih berkaitan dengan staf, ketika peneliti mewawancarai salah satu
pekerja kayu , ternyata dia mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukan
ketika pertama kali datang ke lokasi proyek.
“ Saya disini masih masih baru. Waktu pertama kali disini saya juga bingung
harus ngapain. Dari mandor saya disuruh ngelihat gimana temen - temen
(sesama pekerja kayu) kerja terus kalo ada yang gak ngerti tanya aja atau
minta diajarin sama temen - temen (sesama pekerja kayu).”
91
Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang pernah diucapkan
sebelumnya oleh informan HSE proyek bahwa pekerja bisa diterima bekerja
di proyek karena mandor mereka di proyek sebelumnya memperlihatkan hasil
kerja yang baik sehingga pekerja yang dibawa oleh mandornya dianggap
sudah kompeten untuk bekerja.
“ Kami menerima mereka bekerja disini karena berdasarkan kemampuan
bekerja mandor - mandor mereka di proyek - proyek sebelumnya sehingga
kami anggap pekerja sudah kompeten di pekerjaannya masing - masing.”
Sedangkan untuk perekrutan karyawan kontraktor harus menempuh
pendidikan formal dibuktikan dengan gelar ijazah dan bila sudah diterima
para karyawan tersebut diwajibkan untuk mengikuti training K3 yang
disediakan perusahaan. Berikut seperti dijelaskan oleh HSE pusat dan HSE
proyek sebagai informan.
“ Untuk pekerja PP sendiri juga gak main - main ngambilnya. Disini paling
banyak sarjana teknik bisa dilihat dari ijazahnya. Kalau sudah disini mereka
wajib mengikuti training K3 yang disediakan perusahaan.” (HSE pusat)
“ Saya dari teknik. Karyawan lain kebanyakan juga dari teknik. Kalau sudah
diterima harus ikut training yang disediakan perusahaan.” (HSE proyek)
Quality control sebagai salah satu informan ikut menambahkan
penjelasan mengenai rekrutmen dirinya.
92
“ Orang QC gak cuma saya saja. Ada 2 orang lagi semuanya orang teknik.
Kami ngerti kok safety engineering sama safety device. Waktu kuliah dulu
sudah pernah belajar. Disini pelatihan dikasih tahu lagi jadi aturan
Permenaker tentang K3 konstruksi itu kami bisa jamin semua sudah terpenuhi
dari aspek engineering.”
Terkait dengan jumlah, informan HSE proyek mengakui adanya
kekurangan personil staf HSE di proyek.
“ Kalau orang HSE disini 2 orang per gedung jadi gak semua pekerja bisa
kepantau makanya kita keliling terus naik turun.”
Namun apa yang disampaikan oleh informan HSE proyek berbeda
dengan yang disampaikan oleh informan HSE pusat.
“ Menurut saya sudah cukup masing - masing 2 orang. Tapi harus diakui
kerja mereka cukup sibuk karena harus mengawasi semua pekerja.”
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti memang benar hanya 2
orang HSE untuk mengawasi pekerjaan di setiap gedung. Dengan jumlah
pekerja sebanyak 152 orang dan pada saat ini harus menyelesaikan pengerjaan
2 buah gedung maka untuk setiap personil HSE harus mengawasi rata - rata
38 orang. Pelanggaran yang sering terjadi yaitu pekerja tidak memakai APD
biasanya dilakukan ketika tidak ada orang HSE yang mengawasi.
93
5.3.3.2 Informasi
Informasi dibutuhkan bagi pihak HSE untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan program - program K3 di proyek dan apa saja yang harus
dibenahi. Laporan kecelakaan, dokumentasi kegiatan, hasil inspeksi, dan hasil
SHE meeting merupakan beberapa hal yang dijadikan acuan bagi kontraktor
untuk melihat keberhasilan program K3. Hal itu terlihat dari hasil wawancara
dengan pihak HSE pusat.
“ Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 di proyek dilakukan
dengan baik atau tidak. Kalau banyak kecelakaan berarti K3nya jelek, kalau
cuma satu dua berarti memang orangnya aja yang gak peduli dengan aturan
K3 di proyek.”
“ Gak cuma laporan kecelakaan aja, kan ada dokumentasi kegiatan terus
saya kadang juga inspeksi juga. Dari orang HSE di proyek mereka kan juga
ngawasin pekerja dan ngasih laporan ke saya. Tiap minggu juga ada SHE
meeting sama SHE talk jadi kami bisa tahu informasi mengenai
permasalahan K3 di proyek dari penilaian pekerja.”
HSE pusat juga menyatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang
terjadi selama ini bukan karena faktor teknis mesin dan peralatan namun
karena kesalahan pekerja.
“ Kalau disebabkan karena teknis mesin dan equipment berarti kecelakaan
disebabkan dari pihak kami tapi selama di proyek kemang belum ada tuh.”
94
Apa yang telah diutarakan oleh informan HSE pusat tersebut juga
dibenarkan oleh informan HSE proyek.
“ Laporan kecelakaan itu informasi terpenting bagi kami dalam menilai
apakah program K3 di proyek sudah berjalan dengan baik atau belum.”
“ Tiap bulan saya ngirim laporan ke pusat terus dari pusat juga selalu
inspeksi tiap minggu.”
“ Kalau dilihat laporan kecelakaan, tidak ada yang disebabkan oleh faktor
teknis namun murni kesalahan pekerja jadi bisa dibilang keamanan mesin
peralatan sudah cukup bagus.”
Sedangkan bagi semua informan pekerja lapangan informasi
dibutuhkan untuk agar mereka tahu bagaimana K3 yang baik dan benar bisa
diterapkan di proyek seperti dijelaskan sebagai berikut.
“ Cara kerja yang bener biar kami yang kerja ini gak kenapa - kenapa.” (cor)
“ Cara kerja yang aman belum diajarin kayaknya.” (besi)
Ketika ditanyakan mengenai informasi K3 yang pernah diberikan
kontraktor kepada pekerja, semua informan pekerja lapangan menjawab
dengan jawaban yang serupa.
“ Selama ini yang pernah dikasih tahu paling sering masalah APD sama
kebersihan.” (house keeping)
“ Macam - macam sih. Paling sering masalah APD dan kebersihan.” (kayu)
95
Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan mesin atau peralatan yaitu
operator tower crane dan operator alimak, informasi mengenai cara
menggunakannya supaya aman justru didapat dari subkontraktor dan mereka
merasa sudah cukup dengan informasi yang diberikan.
“ Sudah cukup sih. Itu dikasih tahu dari subkontraktor.” (alimak)
“ Sudah cukup menurut saya. Ketentuan teknis mengenai penggunaan crane
yang aman sudah saya dapat dari subkon.” (tower crane)
Untuk memperkuat pernyataan tersebut peneliti meminta ditunjukkan
dokumen terkait. Dokumen yang ditunjukkan kontraktor kepada peneliti
antara lain laporan kecelakaan kerja dihitung setiap bulan, hasil inspeksi yang
dilakukan HSE pusat, dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting. Karena
alasan kerahasiaan hanya dokumentasi kegiatan inspeksi dan meeting yang
boleh dibawa peneliti.
5.3.3.3 Wewenang
Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan. Konteksnya disini merupakan tugas dan tanggung
jawab informan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Walaupun
para informan mempunyai kewenangan yang berbeda - beda namun semuanya
mengarah pada tujuan yang sama yaitu proyek bisa selesai tepat waktu dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman untuk semua orang yang berada di
lingkungan proyek.
96
Tabel 5.6 Kewenangan HSE Pusat dan HSE Proyek
No Wewenang HSE Ps HSE pr
1 Membuat dan mereview identifikasi bahaya,
v v penilaian, dan pengendalian resiko
2 Membuat dan mereview daftar UU K3L
v v sesuai dengan kebutuhan proyek
3 Melaksanakan SHE induction, SHE meeting
v SHE talk, dan SHE patrol
4 Melaksanakan SHE inspection setiap minggu v
5 Membuat peraturan K3L untuk semua proyek v
6 Mencatat Laporan harian dan bulanan K3L v
7 Membuat laporan kecelakaan v
8 Mengelola hasil laporan K3L dari proyek v
9 Merencanakan penempatan fasilitas K3L v v
10 Mengeluarkan surat izin bekerja v
11 Membuat SHE assessment v v
12 Merencanakan anggaran biaya K3L v
13 Merencanakan kebutuhan APD pekerja v v
14 Melaksanakan pelatihan K3 untuk pekerja v
15 Menghentikan pekerjaan yang berpotensi
v v mencelakakan pekerja maupun pengunjung
16
Menjatuhkan sanksi berupa surat peringatan
v v maupun pemecatan bagi pekerja yang telah
melanggar peraturan K3 di lingkungan proyek
Berikut penjelasan mengenai beberapa kewenangan HSE pusat
menurut informan HSE pusat.
97
“ Wewenang saya sebagai orang HSE antara lain memberhentikan pekerja
atau pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan baik bagi pekerja
itu sendiri maupun pekerja lain disekitarnya bila itu terlihat langsung di mata
saya. HSE yang di proyek juga bisa ngelakuin hal itu.”
“ Saya bertugas untuk membuat peraturan - peraturan yang harus dipatuhi
pekerja maupun karyawan PP agar aturan permenaker itu dapat terlaksana
dengan baik.”
Sedangkan dari pihak HSE proyek, wewenangnya hanya berbeda
sedikit dibanding HSE pusat. Berikut penjelasan mengenai beberapa
kewenangan HSE proyek dan juga perbedaannya menurut informan HSE
proyek.
“ Wewenang saya disini membuat peraturan. Saya bisa menegur pekerja yang
tidak taat dengan aturan K3, tidak make helm misalnya. Saya juga bisa
menghentikan pekerjaan yang bisa membahayakan pekerja yang terlibat di
dalamnya.”
“ Bedanya sama yang di pusat kami hanya menjalankan peraturan -
peraturan yang sudah dibuat dari pusat. Tinggal disesuaikan saja sama
masalah yang ada di proyek.”
Dari pihak quality control juga mempunyai kewenangan yang berbeda
dengan pihak HSE. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kewenangan yang
dimiliki oleh informan quality control.
98
“ Wewenang saya disini memastikan bahwa mesin, peralatan, dan bahan
yang akan digunakan sudah memenuhi standar keamanan.”
“ Kalau kebetulan lagi liat pekerja kerjanya sembarangan gak taat sama
aturan K3 saya juga bisa negur.”
Tabel 5.7 Kewenangan Quality Control
No Wewenang
1 Membuat SHE assessment
2
Memastikan bahan, mesin, dan peralatan
yang akan digunakan sudah memenuhi
standar keamanan dan UU yang berlaku
3 Melaksanakan pemeriksaan berkala pada
setiap mesin dan peralatan di lokasi proyek
4 Menghentikan pekerjaan yang berpotensi
mencelakakan pekerja maupun pengunjung
Dari pihak pekerja proyek mereka juga mempunyai kewenangan.
Namun mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka juga berwenang
untuk menegur pekerja lain yang bekerjanya tidak aman dan melanggar
peraturan K3. Informan pekerja lapangan memberikan alasannya mengenai
tidak menggunakan wewenangnya untuk menegur pekerja lain yang bekerja
tidak aman dan melanggar peraturan K3.
99
“ Kalau sesama house keeping biasanya ngingetin. Tapi kalau yang lain saya
gak tahu kerjaannya jadi saya diemin aja” (house keeping)
“ Semua disini sibuk jadi gak ngurusin kerjaan yang lain.” (besi)
“ Gak enak mungkin kan sama - sama kerja disini” (tower crane)
Tabel 5.8 Kewenangan Pekerja Lapangan
No Wewenang
1 Mengoperasikan mesin dan peralatan sesuai
dengan jenis pekerjaannya dengan benar
2 Menggunakan APD sesuai dengan jenis
pekerjaannya dengan benar
3 Memperingatkan pekerja lain yang bekerja
tidak aman dan yang melanggar peraturan K3
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat dikatakan HSE
pusat maupun HSE proyek ketika sedang memantau para pekerjanya mereka
dapat memberi perintah maupun menegur pekerja yang tidak taat dengan
peraturan K3. Selain itu kegiatan SHE meeting, SHE talk, SHE induction dan
SHE patrol memang benar dilaksanakan oleh tim HSE proyek. HSE pusat
ketika berkunjung ke lokasi proyek juga memang benar melakukan inspeksi.
Namun antar para pekerja proyek mereka tidak memperdulikan ketika
ada pekerja lain yang tidak mematuhi peraturan K3 dan tetap melanjutkan
pekerjaannya. Dokumen yang memperkuat pernyataan di atas yaitu panduan
tugas HSE proyek.
100
5.3.3.4 Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Staf yang kompeten tidak akan memadai tanpa diimbangi sarana
dan prasarana yang mencukupi.
Fasilitas K3 yang terdapat di lokasi proyek antara lain yaitu ada APAR
untuk memadamkan api yang dipasang setiap 2 lantai, safety net untuk
mencegah apabila ada material berat ataupun pekerja tidak jatuh dari
ketinggian, dan rambu - rambu peringatan untuk mengingatkan pekerja agar
selalu berhati - hati.
Selain itu yang tak kalah penting adalah ketersediaan APD untuk
pekerja yang mencakup helm, sepatu, sarung tangan, masker, safety belt, full
body harness, dan welding protect untuk pekerjaan las. Namun sayangnya
ketersediaan APD untuk pekerja dibebankan kepada mandor dan
subkontraktor yang membawa pekerjanya untuk bekerja di proyek.
Informasi mengenai kelengkapan fasilitas K3 dapat dilihat dari hasil
wawancara dengan informan HSE proyek dan HSE pusat berikut ini.
“ APD untuk pekerja sudah disediakan oleh subkontrak dan mandor sesuai
dengan kesepakatan kerja. Paling kalau ada yang kurang kami bisa
menambahkan. Safety belt dan body harness juga kami sediakan. Rambu
sudah sesuai dengan penempatan. APAR sudah ada setiap 2 lantai dan sudah
terisi semua. Safety net sudah ada.” (HSE proyek)
“ Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua karyawan,
rambu sudah dipasang, safety net juga selalu dipasang, APAR juga ada setiap
101
2 lantai. Untuk penyediaan APD bagi pekerja kami bebankan kepada
subkontraktor dan mandor sesuai dengan kesepakatan awal. Kalau ada yang
kurang atau hilang misalnya bisa kami tambahkan.” (HSE pusat)
Sedangkan dari pihak pekerja proyek yaitu pekerja besi, cor, dan kayu
memberikan keterangan yang sama dengan apa yang dijelaskan oleh informan
HSE proyek dan HSE pusat bahwa ketersediaan APD dibebankan ke mandor.
“ Helm sama sepatu sudah disediain sama mandor. Tali helm kalau hilang
boleh minta ke HSE.” (besi)
“ Mandor yang sediain APD. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang hilang
sama nambahin kekurangan helm.” (cor)
“ Helm sama sepatu disediain mandor. Mandor juga ngasih 10 ribu buat beli
sarung tangan. PP cuma sedia tali helm kalau ada yang rusak.” (kayu)
Namun untuk operator tower crane dan operator alimak yang berasal
dari subkontraktor memberikan keterangan yang berbeda mengenai
ketersediaan APD pada pekerjaannya. Karena jumlahnya hanya 4 orang maka
semua APD untuk mereka bisa disediakan oleh pihak kontraktor.
“ Operator TC / alimak cuma 4 orang jadi APD dari PP semua.”
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti membuktikan bahwa
fasilitas K3 yaitu APAR, safety net, rambu - rambu peringatan, dan APD
102
untuk pekerja memang ada di tempat kerja. Hasil observasi lainnya yang
dilakukan peneliti dibantu oleh safety supervisor memperlihatkan ternyata
tidak semua peralatan yang tertulis di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang
K3 pada konstruksi bangunan ada di proyek. Pihak HSE beralasan bahwa
peralatan - peralatan tersebut memang tidak dibutuhkan dalam proses
pengerjaannya. Dokumen lain yang memperkuat pernyataan di atas yaitu
checklist mesin dan peralatan yang sayangnya tidak boleh dibawa oleh
peneliti.
5.3.3.5 Anggaran
Faktor anggaran sengaja ditambahkan dari penelitian ini karena
ketersediaan fasilitas sarana prasana dan sosialisasi K3 tak mungkin terjadi
tanpa adanya anggaran yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan K3.
Anggaran untuk program K3 pada proyek dipakai untuk pelatihan K3 bagi
pekerja, pembuatan rambu, penyediaan APAR, penyediaan APD, dan
pembuatan safety net.
Berikut pernyataan dari informan HSE pusat dan HSE proyek
mengenai penggunaan anggaran untuk program - program K3.
“ Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja,
pembuatan rambu - rambu, penyediaan APAR, APD, dan buat safety net”
(HSE pusat)
“ Anggaran untuk program K3 sudah ada, dipakai buat pelatihan pekerja,
penyediaan APAR, APD, rambu peringatan, safety net.” (HSE proyek)
103
Namun sayangnya besaran dari anggaran tersebut tidak bersedia
dibeberkan oleh informan HSE proyek dan HSE pusat karena alasan
kerahasiaan.
“ Anggaran untuk pelaksanaan K3 untuk tiap proyek sudah ada kok. Tapi
mengenai besarannya tidak bisa kami beberkan.” (HSE pusat)
“ Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah pastinya
saya lupa bisa mencapai puluhan juta rupiah.” (HSE proyek)
Semua informan yang mewakili para pekerja tak ada satupun yang
tahu mengenai besaran maupun penggunaan anggaran untuk pelaksanaan
program - program K3 di lokasi proyek.
" Kalau soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor aja.”
Peneliti tidak dapat memperoleh dokumen mengenai anggaran untuk
pelaksanaan program - program K3 di lokasi proyek karena sifatnya yang
dirahasiakan.
5.3.4 Struktur Birokrasi
5.3.4.1 Standar Operasional Prosedur
SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian
waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja
yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, pekerja maupun
karyawan kontraktor dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia sehingga
104
dapat menyelesaikan proyek sampai dengan batas waktunya dengan segala
sumber daya yang dimiliki.
Dalam konteks ini SOP dibuat dengan maksud agar pelaksanaan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan di proyek dapat
terlaksana dengan baik. Jam kerja yang jelas dan jadwal pemeriksaan berkala
mesin dan peralatan agar tetap berfungsi dengan baik merupakan beberapa
SOP yang sudah dibuat oleh kontraktor.
Hal - hal yang memungkinkan pekerjaan proyek bisa terganggu salah
satunya yaitu terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja kerja bisa dicegah
bila setiap pekerjaan sudah dibuat SOP agar pekerja mengerti bagaimana dia
bisa bekerja dengan aman tidak menyebabkan kecelakaan kerja baik bagi
dirinya maupun pekerja lain disekitarnya.
Dengan berbagai macam pekerja yang terlibat dalam pekerjaan
konstruksi maka SOP yang ada juga banyak dan tergantung jenis
pekerjaannya masing - masing. Pekerja besi, pekerja cor, dan pekerja kayu
mempunyai SOP yang berbeda walaupun terlibat bersama dalam pekerjaan
beton. Pekerja house keeping, operator tower crane, dan operator alimak juga
mempunyai SOP berbeda karena tugasnya yang juga berbeda antara yang satu
dengan yang lain.
Berikut ini merupakan SOP apa saja yang diperlukan oleh pekerja
lapangan dalam pekerjaannya.
105
Tabel 5.9 SOP Pekerjaan
Pekerja SOP pekerjaan
House Keeping
Pemasangan safety net vertikal dan horizontal
Proteksi lubang dan pintu lift
Pemasangan railing pengaman
Penataan peralatan dan material
Pembersihan area kerja
Besi
Pembesian pada pekerjaan beton
Pembuatan rangka baja
mencakup : 1. Pemotongan
2. Pembengkokan
3. Mengikat besi pertemuan
4. Pengelasan
5. Pemasangan baut
Cor
Pembuatan beton
mencakup : 1. Pencampuran bahan
2. Pencetakan
Kayu
Pembuatan cetakan kayu pada pekerjaan beton
Pembuatan bekisting kayu
mencakup : 1. Pemotongan
2. Penyerutan
3. Pemahatan
4. Pemakuan
Alimak Mengoperasikan lift alimak
Tower Crane Mengoperasikan tower crane
HSE proyek sebagai salah satu informan menjelaskan bagaimana SOP
terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi
bangunan di proyek dijalankan.
106
“ SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusatnya. Proyek
biasanya tinggal jalanin.”
“ Checklist mesin dan peralatan dilakukan sebulan sekali. Bahan dan alat
yang digunakan sudah ada kontrol kualitas terus penyimpanannya sudah
diatur.”
“ Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau
lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.”
Pernyataan dari informan HSE proyek tersebut juga dibenarkan oleh
informan HSE pusat.
“ Semua sudah baku dibuat dari pusat. Pekerja yang pengalaman biasanya
lebih ngerti.”
“ Checklist mesin dan peralatan setiap sebulan sekali. Itu yang tahu bagian
operasional. Quality control juga termasuk.”
“ Masuk kerja mulai jam 8 pagi istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau mau
lembur dilanjutkan setelah maghrib sampai jam 10 malam.”
Namun bagi informan pekerja besi, kayu, cor, dan house keeping SOP
yang mereka ketahui hanya jam kerjanya saja. Mereka mengaku tidak tahu
mengenai SOP untuk pekerjaan yang harus mereka lakukan.
“ Kita kerja mulai jam 8 terus istirahat jam 12 sampai jam 1 habis itu kerja
lagi sampai jam 5. Kalau mau lembur tinggal nerusin kerja sampai jam 10.”
107
“ Standar pekerjaan yang harus dilakuin sih gak ada. Kami kerja ngikutin
perintah dari mandor sama orang HSE aja.” (cor)
“ SOP gak ada. Nunggu disuruh mandor dulu baru kerja.” (besi)
“ SOP gak ada. Pokoknya tinggal ngerapihin sama bersih - bersih aja.”
(house keeping)
Pendapat yang berbeda diberikan oleh informan operator tower crane
dan operator alimak mengenai adanya SOP dalam pekerjaannya. Mereka
mengerti bahwa SOP merupakan prosedur kerja tertulis yang harus mereka
lakukan dan mereka sudah mendapatkannya dari subkontraktor.
“ Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon juga dikasih tahu.”
(alimak)
“ Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya selesai
istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang lain. Besok saya
masuk pagi.” (alimak)
“ Cara mengoperasikan mesin crane saya ngerti. Prosedur kerja ada.”
(tower crane)
“ Sebulan sekali biasanya ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal.
Operator TC ada shift pagi sama shift malam.” (tower crane)
Dokumen - dokumen yang berkaitan dengan SOP yang bisa dibawa
peneliti hanya jam kerja sedangkan checklist mesin dan peralatan hanya
ditunjukkan tanpa diperbolehkan untuk dibawa pulang.
108
5.3.4.2 Fragmentasi
Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan
kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.
Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan
memuat bab - bab tertentu menurut jenis pekerjaannya sehingga pada
pelaksanaannya menuntut pekerja untuk dapat memahami betul pekerjaannya
yang berbeda dengan pekerja lain walaupun bekerja di tempat yang sama.
Untuk itulah dibutuhkan kesamaan visi oleh semua pekerja bahwa semua
kegiatan proyek perlu diatur agar terhindar dari kecelakaan kerja dan tidak
melanggar peraturan perundang - undangan sehingga diperlukan adanya tim
HSE dalam proyek yang bertanggung jawab untuk itu.
Secara garis besar bila dilihat dari struktur organisasi proyek ,
kedudukan dari tim HSE berada di bawah pimpinan proyek dan sejajar
dengan quality control. Kemudian dibawahnya ada manajer operasional,
manajer administrasi, dan pengendalian operasional projek. Dengan begitu
terlihat bahwa K3 mempunyai kedudukan sangat penting di proyek sehingga
semua kegiatan yang dilakukan oleh karyawan kontraktor dan pekerja
lapangan diatur agar selalu aman dalam bekerja.
Tidak hanya dalam struktur organisasi saja tim HSE mempunyai
kedudukan yang tinggi, dalam struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan
Lingkungan) yang fokus dalam program kegiatan K3 kedudukan tim HSE
juga amat penting. Hanya pimpinan proyek saja yang berada di atasnya,
semua karyawan kontraktor dan pekerja lapangan dipimpin oleh tim HSE.
109
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Proyek
Project Manager
Quality
Control
Officer
HSE Officer
Site
Engineering
Manager
Pengendalian
Operasional
Project
Site
Operasional
Manager
Site
Adminstrasi
Manager
Engineering
Logistik
Peralatan
General
Superintendant
Superintendant
Pengukuran
Administrasi
Umum
Karya
Laksana
110
Gambar 5.2 Struktur P2K3L
Kedudukan dan tanggung jawab kegiatan K3 di proyek dijelaskan oleh
Informan HSE proyek dan HSE pusat.
“ K3 di proyek itu tanggung jawab saya kalau dilihat dari struktur
organisasinya.” (HSE proyek)
“ HSE di proyek secara struktur organisasi di lapangan berada di bawah
pimpinan proyek. Namun dia tetap memberikan laporan pelaksanaan K3 ke
saya.” (HSE pusat)
Project
Manager
HSE Officer
Quality Control Officer
Site Engineering Manager
Pengendalian Operasional
Site Operasional Manajer
Site Administrasi Manajer
Logistik
Security
Subkontraktor
Mandor
111
Informan quality control juga memberikan pernyataan mengenai
kedudukan dan tanggung jawabnya di proyek dilihat dari struktur organisasi.
“ Tanggung jawab saya disini memastikan bahwa semua bahan, mesin, dan
peralatan sebelum mulai dipakai kerja sudah aman. Setiap bulan juga di-
checklist lagi. Secara struktur organisasi saya ada di bawah pimpinan
proyek. Saya koordinasi juga sama HSE.”
Jika dilihat dari area yang lebih luas. Tanggung jawab dan kedudukan
HSE pusat lebih tinggi daripada HSE proyek karena HSE pusat bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan program K3 di semua proyek yang berada di
wilayahnya sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program K3 di proyek tempat dia bertugas saja.
Perbandingan kedudukan dan tanggung jawab pelaksanaan program
K3 antara informan HSE proyek dan HSE pusat dijelaskan oleh informan
HSE pusat dan HSE proyek.
“ HSE proyek bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di proyek.
Bedanya sama saya, tanggung jawab dia hanya di proyek itu saja, kalau saya
di semua proyek.” (HSE pusat)
“ Kalau HSE pusat itu tanggung jawabnya ke semua proyek. Itu bedanya
sama saya. Makanya saya rutin ngasih laporan ke dia.” (HSE proyek)
112
Ketika ditanyakan mengenai penyebaran tanggung jawab kepada para
pekerjanya, informan HSE proyek juga memberi pernyataan bahwa terkait
dengan urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung kepada tim
HSE proyek.
“ Semua pekerja disini bertanggung jawab penuh ke saya. Kalau ada apa -
apa langsung saya yang turun tangan gak usah lewat mandor tapi tetep saya
bilang ke mandor karena dia yang bawa kesini.”
Khusus pekerja house keeping, mereka tidak berasal dari subkontraktor
sehingga tanggung jawabnya langsung kepada HSE proyek. Berikut
dijelaskan oleh informan HSE proyek.
“ House keeping bukan dari subkontraktor. Saya yang langsung pimpin.”
Ketika dikonfirmasi ke pihak pekerja, semua informan pekerja
lapangan juga membenarkan pernyataan HSE proyek. Mereka mengetahui
bahwa untuk urusan K3 semua pekerja bertanggung jawab langsung ke tim
HSE proyek.
“ Kalau urusan K3 kita ikut HSE.” (kayu)
“ Terkait K3 yang mimpin HSE. Mandor juga bilang ikutin aja apa yang
disuruh HSE.” (cor)
“ Urusan K3 yang mimpin HSE.” (alimak)
113
Antar sesama pekerja yang berbeda mandor atau subkontraktor juga
mengetahui tanggung jawab pekerja lain terhadap masalah K3 di proyek.
“ Kalau soal K3 semuanya ikut HSE.” (cor)
“ Saya rasa semua pekerja disini wajib nurut sama orang HSE.” (kayu)
“ Pekerja lain kalau urusan K3 dipimpin sama HSE juga.” (tower crane)
Dokumen yang berhasil didapat peneliti untuk memperkuat pernyataan
informan di atas yaitu struktur organisasi dan struktur P2K3L (Panitia
Pembina K3 dan Lingkungan) di proyek.
114
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak dapat mengambil semua dokumen perusahaan yang terkait
dengan penelitian ini karena sifatnya yang dirahasiakan.
2. Tidak ada satupun mandor yang dapat dijadikan informan di penelitian ini.
Mereka beralasan bahwa mereka sudah cukup sibuk dengan pekerjaan
mereka di proyek sehingga tidak bersedia dilibatkan dalam penelitian ini.
Padahal mandor merupakan orang yang membawa pekerjanya bekerja di
proyek.
3. Terkait dengan teknis mesin dan peralatan, kontraktor tidak mengetahui
masalah pembuatan atau fabrikasinya. Kontraktor hanya menyewa mesin,
peralatan dan alat - alat berat dari perusahaan pembuatnya.
4. Wawancara yang dilakukan kepada informan pekerja subkontraktor
berlangsung pada saat jam kerja sudah selesai, pekerja merasa terganggu
bila diwawancara saat bekerja. Pada saat istirahat juga tidak bisa dilakukan
karena waktu istirahat yang hanya 1 jam. Faktor kelelahan setelah bekerja
membuat pekerja menjawab pertanyaan dengan tergesa - gesa karena ingin
segera beristirahat.
115
6.2 Implementasi Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3
Konstruksi Bangunan
Hasil dari obsevasi dibantu oleh safety supervisor menunjukkan bahwa
masih adanya pelanggaran di lapangan yang tidak sesuai dengan isi kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Hasilnya
yaitu antara lain :
1. Tempat Kerja dan Alat kerja
Pelanggaran yang berkaitan dengan tempat kerja dan alat kerja
yaitu masih adanya bahan material yang berserakan di tempat kerja.
Kondisi untuk lokasi yang terdapat proses pekerjaan masih terlihat bahan
material seperti potongan baja dan potongan kayu yang berserakan.
Kontraktor sebenarnya sudah membuat aturan yang menyatakan
bahwa material bahan harus disusun dalam keadaan rapi agar tidak
mencelakai pekerja yang lain namun kenyataan di lapangan tidak
demikian.
Padahal kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009) selain karena
faktor manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan kerja.
Kesalahan disini terletak pada cara penanganan material bahan dan alat
kerja yang tidak diletakkan dengan baik saat bekerja. Peralatan dan
material bahan yang berserakan dapat menyebabkan pekerja terluka
karena menginjak atau membentur barang tersebut.
116
2. Alat Angkat
Pelanggaran yang berkaitan dengan alat angkat yaitu tidak terlihat adanya
aturan yang melarang orang melintasi daerah lintas keran jalan (travelling
crane). Material bahan yang diangkat oleh mesin tower crane dapat
menyebabkan kecelakaan bila sampai jatuh dan tertimpa pekerja
dibawahnya. Menurut informan HSE proyek pekerja biasanya akan
menyingkir dengan sendirinya saat mesin tower crane sedang beroperasi
dan lengannya (hoist crane) sedang terlihat di atasnya.
Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang
isinya menyatakan bahwa mesin tower crane dapat menyebabkan
kecelakaan kerja karena material bahan yang diangkat oleh mesin tower
crane bisa sampai terlepas dan menimpa pekerja dibawahnya.
Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat
pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai
pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh.
Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi,
engineering, administratif, dan terakhir APD (Suma’mur. 2009).
Mesin tower crane mempunyai fungsi yang sangat vital dalam
proses pembangunan gedung bertingkat dan tidak mungkin untuk
dieliminasi atau digantikan. Aturan yang melarang pekerja melintasi
daerah lintas keran jalan (travelling crane) adalah bentuk pengendalian
administratif yang harus dilakukan. Mengandalkan kesadaran pekerja saja
belum cukup tetap harus ada peraturan K3 yang dibuat.
117
3. Beton
Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan ujung - ujung besi yang
mencuat yang tidak dilindungi atau dilengkungkan yang banyak terlihat di
adonan beton yang sudah keras namun belum selesai seluruhnya.
Kontraktor sebenarnya sudah membuat identifikasi resiko yang
salah satu isinya menyatakan bahwa pekerjaan pembesian dalam
pembuatan beton dapat menyebabkan kecelakaan apabila ujung besi yang
mencuat sampai terinjak kaki pekerja atau menusuk bagian tubuh lainnya.
Setelah identifikasi resiko selanjutnya perusahaan harus membuat
pengendalian resiko. Resiko dapat dikelola dengan melakukan berbagai
pilihan teknik yang tersedia, efesiensi, dan efektifitas secara menyeluruh.
Pengendalian resiko secara hirarki dimulai dari eliminasi, substitusi,
engineering, administratif, dan terakhir APD (Suma’mur. 2009).
Fungsi besi dalam pembuatan beton adalah sebagai rangka beton
dan untuk memperkuat bagian dalam beton sehingga tidak mungkin untuk
dieliminasi atau digantikan. Melengkungkan ujung besi yang mencuat
merupakan bentuk pengendalian teknis yang dilakukan supaya ujung besi
tidak terinjak atau melukai pekerja.
4. Alat Pelindung Diri
Pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan bekerja di ketinggian.
Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung sudah dilengkapi
dengan full body harness namun pekerja enggan memakai ketika bekerja
118
dengan alasan tidak praktis dan lebih memilih safety belt. Selain itu
masih ada saja pekerja yang tidak memakai APD seperti helm dan sepatu
padahal sudah tersedia.
Alasan utama yang banyak dikemukakan pekerja pada umumnya
adalah alasan kenyamanan. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Piri
(2012) yang menyatakan bahwa alasan paling utama mengapa pekerja
enggan menggunakan APD karena APD dianggap mengganggu
pekerjaan. Selain itu juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara
penggunaan APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor
penggunaan APD maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada
pekerja kontruksi. Bila pekerja di proyek tetap enggan menggunakan
APD dalam pekerjaannya besar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
di kemudian hari.
Pekerja yang bekerja di ketinggian di pinggir gedung lebih
memilih safety belt karena dianggap lebih praktis daripada full body
harness padahal pemerintah melalui SK Dirjen Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No. 45 / 2008 tentang Pedoman Kerja di
Ketinggian menyebutkan bahwa bekerja di ketinggian harus
menggunakan full body harness. Full body Harness dapat menyanggah
anggota tubuh dari leher sampai pangkal paha sedangkan safety belt
hanya diikatkan ke pinggang. Apabila pekerja terjatuh dari ketinggian
dapat menyebabkan patah tulang punggung.
119
6.3 Analisis Model GC Edward
6.3.1 Komunikasi
6.3.1.1 Transmisi
Penyaluran komunikasi yg baik akan menghasilkan implementasi yg
baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu
adanya salah pengertian atau miskomunikasi yang disebabkan banyaknya
tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi (Edward
dalam Agustino, 2006). Banyak cara yang dapat dimanfaatkan agar kebijakan
dapat diketahui khalayak sasarannya.
Menurut keterangan dari HSE proyek terlihat bahwa transmisi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan ke
karyawan kontraktor melalui media pelatihan namun untuk pekerja tidak
diberikan. Pekerja hanya diberikan pelatihan K3 umum yang sama pada
semua pekerja yaitu pelatihan menggunakan APAR, bekerja di ketinggian,
memberikan pertolongan pertama, dan evakuasi. Selain itu media komunikasi
K3 ke pekerja diberikan melalui SHE talk seminggu sekali, SHE meeting
seminggu sekali untuk mandor dan SHE induction saat pertama kali masuk.
Rambu - rambu peringatan juga dipasang di berbagai tempat.
Kegiatan SHE talk, SHE meeting, dan SHE induction sudah tepat dan
memang perlu dilakukan. Komunikasi dua arah dalam perusahaan melalui
diskusi dan pertemuan rutin antara pimpinan dan pekerja adalah penting agar
kebijakan perusahaan dipahami oleh pekerja. Media gambar seperti poster dan
120
pemasangan rambu peringatan juga dapat digunakan untuk melancarkan
komunikasi dan penyebaran informasi (Notoadmodjo, 2007).
Selain itu Sucita (2011) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa
rambu peringatan termasuk dalam APK atau alat pengaman kerja yang
merupakan alat bantu dalam proses pelaksanaan proyek. Alat pengaman ini
berupa rambu peringatan terkait dengan potensi bahaya di lingkungan proyek.
SHE talk seminggu sekali yang ditujukan kepada pekerja biasanya
disampaikan lewat media audio padahal menurut Benschofter dalam Mulyana
(2002) menyatakan bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media audio dan
visual setelah 3 hari bisa mencapai 65% sedangkan lewat media audio saja
10% dan media visual saja 20%. Jadi pengaruh media audio visual lebih kuat
dibanding visual saja atau audio saja. Namun penyampaian informasi kepada
pekerja yang disampaikan lewat audio bisa dimaklumi karena dilakukan di
gedung proyek tempat mereka bekerja. Gedung tersebut masih dalam proses
pengerjaan sehingga belum terdapat instalasi listrik sehingga kontraktor tidak
bisa menyampaikan informasi melalui pemutaran video atau gambar bergerak.
Transmisi isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan kepada karyawan kontraktor sudah tepat karena
dilakukan secara menyeluruh melalui dengan media pelatihan. Namun untuk
transmisi kepada pekerja dianggap kurang karena hanya dibekali pengetahuan
K3 yang umum diberikan ke semua pekerja. Pekerja juga tidak mendapat
pelatihan K3 dari mandornya, kecuali pekerja dari subkontraktor yaitu
operator alimak dan operator tower crane mendapatkan pelatihan dari
121
subkontraktornya mengenai pemasangan alat pengaman pada mesin yang
digunakan sehingga ada bunyi peringatan bila ada kelebihan muatan.
Tabel 6.1 Pelatihan Permenakertrans No.1 / 1980
No Bab Pekerja
Besi Cor Kayu TC AL HK
1 Ketentuan Umum v v v v v v
2 Tempat Kerja dan
v v v v v v
Alat Kerja
3 Perancah v
4 Tangga v
5 Alat Angkat v v v v v v
6 Kabel, Tambang,
v v v v v Rantai, dan Alat
Bantu
7 Mesin v v v v v
8 Peralatan Konstruksi
v v v v v
Bangunan
9 Konstruksi Bawah
××× ××× ××× ××× ××× ×××
Tanah
10 Penggalian ××× ××× ××× ××× ××× ×××
11 Memancang
12 Pekerjaan Beton v v v v
13 Pekerjaan Lainnya v v v v
14 Pembongkaran ××× ××× ××× ××× ××× ×××
15 Alat Pelindung Diri v v v v v v
122
HK = House Keeping
TC = Operator Tower Crane
AL = Operator Alimak
Tanda (v) berarti bab tersebut dapat ditanyakan kepada informan yang
bersangkutan karena berkaitan langsung dengan pekerjaannya di proyek.
Tanda (×××) berarti bab tersebut tidak dilaksanakan di lokasi proyek
Pihak kontraktor beranggapan bahwa pekerja tidak perlu tahu
mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan
sehingga cukup dibekali dengan K3 yang umum pada konstruksi. Peneliti
tidak bisa menyatakan apakah hal ini dibenarkan atau tidak tidak namun
menurut hasil penelitian yang dilakukan Maulana (2010) dan pernyataan
DK3N (Dewan K3 Nasional) dalam Sucita (2011), menyatakan bahwa
perusahaan konstruksi biasanya hanya memberikan informal safety training
kepada pekerja yang hanya berupa penjelasan K3 umum sebelum mulai
bekerja. Sedangkan pelatihan khusus atau formal safety training ke pekerja
sengaja tidak dilakukan karena membutuhkan biaya yang besar dan frekuensi
pergantian pekerja atau turn over yang besar yang umumnya biasa terjadi
pada proyek konstruksi.
6.3.1.2 Kejelasan
Komunikasi yg diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan
tidak membingungkan. Dalam kejelasan informasi pelaksana kebijakan
123
biasanya terdapat kecenderungan untuk mengintrepetasikan informasi
berdasarkan pemahaman sendiri - sendiri.
Pelatihan K3 yang diberikan perusahaan kepada semua karyawannya
memuat materi mengenai Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan. HSE pusat dalam keterangannya berani menjamin
bahwa staf HSE dan quality control di proyek memahami betul tentang
peraturan tersebut. Dia berani mengatakan itu karena adanya audit pemenuhan
peraturan perundang - undangan dan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3
pada konstruksi bangunan termasuk salah satu diantaranya. Hal tersebut
diperkuat dokumen yang berisi checklist mesin dan peralatan yang
ditunjukkan ke peneliti.
Hasil dari pertanyaan - pertanyaan yang diajukan peneliti seputar isi
Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang
berkaitan dengan pekerjaan di proyek kepada semua informan menunjukkan
bahwa informan HSE proyek, HSE pusat, dan quality control dapat menjawab
semua pertanyaan dengan tepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan
yang menyatakan bahwa karyawan kontraktor sudah mendapatkan materi
pelatihan tentang K3 konstruksi. Namun untuk pekerja house keeping, besi,
cor, kayu, operator alimak, dan operator tower crane tidak bisa menjawab
semua pertanyaan dengan tepat, masih ada beberapa pertanyaan yang
jawabannya tidak sesuai dengan Permenakertans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan padahal pertanyaan yang disampaikan sudah disesuaikan
dengan jenis pekerjaannya.
124
Menurut hasil penelitian mulyana (2002) menjelaskan bahwa isi pesan
dalam penyampaian informasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap dengan
didahului oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan. Selain itu dalam
teori perubahan perilaku dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan tahap
paling dasar dalam proses perubahan perilaku yaitu diawali pengetahuan
kemudian mempengaruhi sikap, dan diakhiri oleh adanya tindakan. Walaupun
belum tentu seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan akan bertindak
sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2007). Tidak dapat
dijawabnya pertanyaan - pertanyaan yang diberikan peneliti kepada pekerja
menandakan bahwa pekerja - pekerja tersebut tidak dibekali pengetahuan
tentang regulasi pemerintah yang berkaitan dengan K3 konstruksi.
Masalah lain yang menjadi persoalan yaitu materi K3 yang diberikan
kontraktor kepada pekerja melalui SHE talk ternyata masih ada saja yang
tidak mengerti. Hal tersebut membuktikan bahwa pekerja masih belum
memahami kejelasan materi dari pengetahuan K3 yang disampaikan
kontraktor padahal menurut hasil penelitian Christina (2012) menyebutkan
jika pekerja mengerti penyampaian komunikasi dengan jelas maka pekerja
dapat bekerja sungguh - sungguh tanpa ragu - ragu.
6.3.1.3 Konsistensi
Perintah yg diberikan dalam pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
Perintah yg berubah - ubah akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan (Edward dalam Agustino, 2011).
125
Bagi karyawan kontraktor yang sudah mengikuti pelatihan K3
konstruksi bangunan seperti staf HSE dan quality control, meraka yakin
bahwa isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi
bangunan dengan apa yang sudah dipelajari saat pelatihan tidak berbeda
sehingga bisa dikatakan bahwa konsistensinya sudah tepat. Selain itu dengan
adanya audit yang dilakukan oleh pusat terkait dengan pemenuhan peraturan
perundang - undangan maka bisa dipastikan bahwa dalam penyampaian isi
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan sudah
konsisten.
Namun bagi para pekerja yang tidak mengetahui isi dari
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan, peneliti
beberapa kali mengikuti SHE talk dan SHE meeting dan saat pertama kali
datang juga mendapat SHE induction. Materi K3 yang diberikan sudah
konsisten dengan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan biarpun tidak semua isi dari peraturan tersebut
disampaikan kepada pekerja.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arief (2012) yang menyatakan
lemahnya penegakan kebijakan kawasan dilarang merokok yang dibuat
pemerintah di lingkungan Kementerian Kesehatan disebabkan belum adanya
pedoman pelaksanaan yang dibuat Kementerian Kesehatan yang konsisten
dengan peraturan pemerintah di atasnya. Pedoman pelaksanaan merupakan
instrumen untuk memperjelas kebijakan di atasnya jika isinya konsisten
dengan kebijakan di atasnya.
126
Dalam konteks ini, Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang
K3 pada konstruksi bangunan dapat dilaksanakan oleh kontraktor dengan baik
yaitu dengan membuat pedoman pelaksanaan yang disampaikan secara
konsisten kepada karyawan kontraktor dan pekerja melalui media pelatihan
walaupun pada pekerja tidak secara menyeluruh.
6.3.2 Disposisi
6.3.2.1 Komitmen
Komitmen dapat berarti penerimaan yang kuat individu terhadap
tujuan dan nilai - nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan
memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut (Meyer
dan Allen, 1991). Prilaku komitmen dapat dilihat jika karyawan melakukan
hal yang diharapkan, menghormati norma - norma organisasi, serta menuruti
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Komitmen merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana
bersikap positif terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan
yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan
awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak
terhadap implementasi kebijakan maka implementasi kebijakan akan
menghadapi kendala yang serius (Wahyudi, 2011).
Komitmen untuk melaksanakan isi dari Permenakertrans No.1 / 1980
tentang K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan oleh para karyawan
127
kontraktor sudah cukup baik. Mereka menyatakan bahwa K3 di proyek sangat
penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan pekerjaan tidak akan berjalan
dengan baik apabila dari K3 di proyek juga tidak berjalan dengan baik. Audit
pemenuhan peraturan perundang - undangan juga dilakukan oleh kontraktor.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi (2005),
Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa komitmen dari
top management berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan kontraktor
termasuk diantaranya berkaitan dengan keselamatan kerja. Faktor komitmen
dari pihak kontraktor merupakan faktor utama dari budaya keselamatan kerja
dimana tanpa dukungan dari pihak kontraktor sangat sulit untuk mencapai
keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan kerja.
Namun sangat disayangkan karena dari pihak pekerja komitmen untuk
melaksanakan peraturan K3 masih sangat kurang. Masih banyak pekerja yang
menganggap K3 itu tidak begitu penting. Hal tersebut dibuktikan dengan
masih adanya pekerja yang tidak mengikuti SHE talk dan pelanggaran K3
lainnya.
Menurut teori hirarki kebutuhan Maslow dijelaskan bahwa kebutuhan
manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum,
pakaian , dan tempat tinggal. Dalam aplikasinya kebutuhan ini dipenuhi
melalui upah atau gaji yang diberikan perusahaan (Maslow dalam Hidayat,
2009). Hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan bahwa
semua responden yang merupakan pekerja konstruksi memprioritaskan
kebutuhan fisik sebagai alasan utama bekerja di proyek konstruksi sehingga
128
program - program keselamatan kerja yang diberikan kontraktor bukan
merupakan yang utama. Kurangnya komitmen untuk mematuhi semua
program K3 salah satunya didasari oleh kesadaran akan biaya - biaya yang
akan ditanggung jika tidak bekerja di proyek konstruksi. Disini juga didasari
oleh tidak adanya alternatif lain (Meyer dan Allen, 1991).
Dengan kata lain pekerja merasa enggan untuk mematuhi semua
peraturan K3 yang sudah dibuat oleh perusahaan karena bagi pekerja uang
yang didapat dari dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiknya lebih
penting daripada program K3 yang sudah ditetapkan kontraktor. Selain itu
pekerja tidak melihat adanya alternatif untuk bekerja di tempat lain. Maka dari
itu banyak pekerja yang komitmennya masih kurang dibuktikan dengan
melakukan pelanggaran peraturan K3 seperti tidak datang saat SHE talk dan
tidak menggunakan APD saat bekerja.
6.3.2.2 Insentif
Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya
sendiri, maka memanipulasi insentif dapat mempengaruhi tindakan untuk
melaksanakan kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya
tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para
pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya
memenuhi kepentingan pribadi atau perusahaan. (Edward dalam Agustino,
2006).
129
Insentif merupakan hal yang umum diberikan perusahaan kepada
pekerja untuk memotivasi pekerja agar dapat mencapai target atau tujuan yang
diharapkan perusahaan dari pekerjanya. Pemberian insentif bertujuan untuk
mendorong semangat kerja karyawan, meningkatkan produktivitas,
menambah penghasilan pekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya serta
mempertahankan pekerja yang berprestasi (Gorda, 2004).
Dalam hal ini insentif yang dimaksud diluar dari pendapatan pokok
pekerja dan hanya diberikan berkaitan dengan pelaksanaan K3 di proyek.
Insentif dapat dibagi menjadi 2 yaitu insentif positif berupa pemberian bonus
atau reward dan insentif negatif berupa sanksi atau punishment.
Insentif tidak hanya diberikan untuk pekerja proyek tetapi juga untuk
karyawan kontraktor. Pemberian insentif diberikan oleh kantor pusat untuk
memotivasi karyawannya di proyek agar terpacu untuk meningkatkan kualitas
HSE di proyek tersebut. Penggunaan sistem ranking dimaksudkan agar kantor
pusat bisa menilai proyek mana yang kinerja HSEnya terbaik maka itulah
yang mendapat reward dari pusat.
Kalau untuk pekerja sendiri mereka juga mendapat insentif dari
kontraktor. Insentif diberikan untuk pekerja yang memang taat dengan
peraturan K3 di perusahaan. Bisa berupa hadiah, kue, atau uang. Pekerja
tersebut diberi hadiah pada saat SHE talk di depan teman - teman kerja yang
lain untuk memotivasi para pekerja lain agar ke depannya bisa melaksanakan
K3 dengan lebih baik.
130
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Hidayat (2009) menunjukkan
bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi pekerja konstruksi secara umum
pada semua jenis pekerjaan untuk bekerja lebih baik adalah bonus dan upah
tambahan. Di lokasi proyek, pemberian reward berupa kue atau hadiah
dianggap menarik oleh informan pekerja sehingga diharapkan pemberian
insentif ini dapat meningkatkan motivasi para pekerja konstruksi yang melihat
proses pemberian hadiah tersebut.
Kontraktor juga memberikan punishment bagi pekerja yang tidak taat
dengan peraturan K3. Paling ringan berupa teguran kemudian diberi surat
peringatan dan bila dirasa belum cukup maka pekerja tersebut dapat
dikeluarkan. Namun beberapa pekerja menyatakan selama di proyek belum
ada yang dikeluarkan. Kalau ada yang melanggar biasanya hanya ditegur saja,
malah ada yang membandingkan dengan tempat kerja sebelumnya yang lebih
tegas dalam memberikan punishment kepada pekerja. Pelaksanaan punishment
yang tidak tegas inilah yang tidak memberikan efek jera kepada pekerja yang
suka melanggar peraturan K3.
Ketidaktegasan pihak kontraktor dalam menjalankan sanksi
merupakan bentuk kepemimpinan transaksional berkarakter passive
management by exception yaitu pemimpin menghindari konflik dengan
bawahan selama tujuan dan sasaran tercapai. Karakter kepemimpinan ini tidak
mendorong bawahan untuk bekerja dengan giat. Selama target tercapai dan
sistem organisasi berjalan sebagaimana mestinya maka semua orang akan
merasa bahagia. Kondisi tersebut membuat kinerja pekerja tidak akan
131
maksimal (Sarros dan Santora dalam Nugroho, 2006). Inilah yang membuat
kontraktor merasa enggan untuk menjatuhkan sanksi yang berat kepada
pekerja yang melanggar peraturan K3. Bagi kontraktor yang terpenting adalah
pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja dapat memberikan hasil yang baik.
Hal tersebut sangat disayangkan karena ketegasan dari pihak
kontraktor dalam memberikan sanksi kepada pekerja yang melanggar
peraturan keselamatan kerja berpengaruh terhadap budaya keselamatan kerja
di lokasi proyek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Andi
(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) yang menyatakan bahwa peraturan
keselamatan kerja yang sudah dibuat perusahaan akan lebih mudah diterapkan
jika ada sanksi yang tegas dilakukan berkenaan dengan pelanggaran
peraturan tersebut. Bila kontraktor tetap tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi
kepada pekerja yang melanggar peraturan K3 dikhawatirkan ke depannya
akan banyak kecelakaan kerja yang terjadi.
6.3.3 Sumber Daya
6.3.3.1 Staf
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
memanfaatkan sumber daya yang ada. Sumber daya utama dalam
implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf atau
pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten
dalam bidangnya (Edward dalam Agustino, 2006).
132
Dalam hal ini kontraktor hanya merekrut mandor atau subkontraktor
saja. Perekrutan hanya berdasarkan batasan umur yaitu harus berusia di atas
18 tahun dan rasa percaya kepada subkontraktor atau mandor tanpa menilai
langsung kemampuan yang dimiliki oleh pekerja tersebut sehingga justru ada
pekerja yang belum kompeten yang dapat bekerja di proyek tersebut. Pekerja
itu menganggap nantinya dia akan mengerti dengan sendirinya apa yang harus
dilakukan di tempat kerja karena teman - teman pekerjanya akan membantu
dan mengajari dia. Khusus untuk operator tower crane dan operator alimak
ditambah dengan SIO.
Menurut pernyataan Endroyo (2006) bahwa banyak kecelakaan di
bidang konstruksi terjadi salah satunya dikarenakan pekerja masih baru dan
belum familiar dengan proses maupun alat kerja. Selain itu Riantini (2005)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesalahan dalam merekrut tenaga
kerja dapat menyebabkan tambahan biaya untuk perbaikan karena kesalahan
pekerja, tambahan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang terlambat, dan
kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan kata lain sistem rekrutmen pekerja di
lokasi proyek bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Bila kontraktor
tidak merubah sistem rekrutmen pekerja lapangan bisa dikhawatirkan ke
depannya akan tetap terjadi kecelakaan kerja di proyek - proyek berikutnya.
Untuk karyawan kontraktor sendiri biasanya mengambil dari yang
berlatar belakang pendidikan teknik. Selain itu masih ditambah dengan
pelatihan HSE yang wajib diikuti. Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3
konstruksi bangunan termasuk materi pelatihan yang harus dipelajari oleh
133
karyawan kontraktor yang bekerja di proyek terutama yang berurusan
langsung dengan pekerja, mesin, peralatan, dan bahan yang harus digunakan.
Hail ini sejalan dengan pernyataan Mohammed dalam Andi (2005) bahwa
pekerja dengan tingkat kompetensi yang baik diharapkan dapat meminimalisi
resiko terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu menurut hasil penelitian Andi
(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menunjukkan bahwa kompetensi
pekerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek konstruksi
termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja di lokasi
proyek.
Permasalahan lain di lapangan yaitu kurangnya personil HSE untuk
mengawasi semua pekerjaan karena hanya ada 2 personil HSE untuk setiap
gedung padahal ada pekerja sebanyak 152 orang yang harus diawasi. Menurut
hasil penelitian Annishia (2011) yang menyatakan bahwa pengawasan sangat
diperlukan untuk dapat memastikan pekerja bekerja dengan baik dan
merupakan salah satu alat yang paling penting untuk membentuk perilaku
aman saat bekerja. Selain itu juga Sanjaya (2012) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa faktor pengawasan memberikan pengaruh terbesar dalam
penerapan K3 pada proyek konstruksi setelah faktor manajemen dan faktor
pelaksanaan. Kekurangan personil HSE yang terjadi di lokasi proyek
membuat fungsi pengawasan terhadap pekerja menjadi tidak optimal sehingga
opsi untuk menambah jumlah personil HSE dapat membuat pengawasan
terhadap pekerja menjadi lebih baik.
134
6.3.3.2 Informasi
Dalam implementasi kebijakan informasi mempunyai dua bentuk
yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan
kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan (Edward
dalam Agustino, 2006).
Selain itu informasi disini juga dibagi menjadi 2 yaitu untuk pihak
pekerja dan pihak kontraktor. Bagi pihak kontraktor informasi dibutuhkan
untuk mengukur sejauh mana keberhasilan program - program K3 di proyek
dan apa saja yang harus dibenahi. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi
kontraktor untuk menilai kinerja K3. Kontraktor menganggangap bila
berdasarkan jumlah, angka kecelakaan tinggi berarti program K3 yang
dijalankan tidak berjalan dengan baik. Kalau masih ada kecelakaan berjumlah
satu atau dua orang berarti hal itu karena pekerja yang kurang peduli dengan
K3. Bisa jadi karena kecerobohannya juga. Bila berdasarkan penyebab, faktor
teknis dari mesin dan equipment dianggap merupakan tanggung jawab dari
kontraktor tapi bila kecelakaan dikarenakan faktor manusia atau unsafe act
berarti kesalahan ada di pihak pekerja.
Untuk memantau jalannya program K3 di proyek, kontraktor
melakukan dokumentasi kegiatan dan inspeksi dari pusat maupun dari HSE
proyek. Dari HSE proyek sendiri juga harus memberikan laporan ke pusat.
SHE meeting dan SHE talk dilakukan agar informasi mengenai permasalahan
K3 di proyek dari penilaian pekerja dapat diketahui. Hal ini sesuai dengan
135
pendapat Endroyo (2006) bahwa diperlukan adanya pertemuan untuk
membahas segala hal yang menyangkut pelaksanaan K3 di lokasi proyek
sehingga semua informasi dan persoalan dapat diketahui oleh pihak terkait.
Dari pihak pekerja, informasi dibutuhkan untuk agar mereka tahu
bagaimana K3 yang baik dan benar bisa diterapkan di proyek. Namun sangat
disayangkan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan
sama sekali tidak diketahui oleh pekerja kecuali pekerja yang berasal dari
subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator alimak yang
mendapatkan informasi mengenai penggunaan mesin yang aman dari
subkontraktornya.
Menurut Endroyo (2006) disebutkan informasi sangat berperan dalam
pencegahan kecelakaan. Lebih lanjut lagi ia menambahkan bahwa informasi
tentang keselamatan kerja menyangkut suatu jenis pekerjaan seperti
kecelakaan serta penyebabnya dapat ditampung dalam suatu file terbuka
sehingga kontraktor serta para pekerja dapat melihat informasi tentang
kecelakaan yang terjadi pada pekerjaan yang sejenis. Selanjutnya mereka
diharapkan dapat menghindari kecelakaan tersebut. Selain itu juga ditambah
dengan hasil penelitian mulyana (2002) yang menjelaskan bahwa informasi
kesehatan yang disampaikan dapat mempengaruhi sikap dengan didahului
oleh peningkatan aspek kognitif atau pengetahuan walaupun dalam teori
perubahan perilaku seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan belum
tentu akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui tersebut (Notoatmodjo,
2007).
136
Pembekalan K3 yang diberikan kontraktor kepada pekerja hanya
diberikan yang umum saja. Semua pekerja disama ratakan. Akan lebih bagus
lagi bila pekerja juga dibekali informasi mengenai kebijakan Permenakertrans
No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya di proyek.
6.3.3.3 Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya pelaksana kebijakan kadang terhambat
dengan masalah keterbatasan kewenangan yang dimilikinya. Oleh karena itu
sebaiknya pelaksana diberikan kewenangan yang bersifat formal agar perintah
dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas bagi pelaksana dalam
melaksanakan dan menegakkan kebijakan yang telah ditetapkan
Sebagai penanggung jawab HSE untuk semua proyek, HSE pusat
mempunyai wewenang untuk membuat peraturan - peraturan yang harus
dipatuhi pekerja maupun karyawan kontraktor agar aturan Permenakertrans
No.1 / 1980 tentang K3 konstruksi bangunan itu dapat terlaksana dengan baik.
HSE pusat juga berwenang untuk menghentikan pekerjaan dan
memberhentikan pekerja apabila saat melakukan inspeksi terlihat pekerja atau
pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. HSE proyek juga dapat
menghentikan pekerjaan dan memberhentikan pekerja apabila melihat pekerja
atau pekerjaan yang berpotensi mencelakakan pekerja. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Endroyo (2007) yang menyatakan bahwa inspeksi
keselamatan dari manajemen dapat mengurangi angka kecelakaan.
137
Dari pihak quality control, quality control bertanggung jawab untuk
memastikan semua mesin, bahan, dan peralatan sudah memenuhi standar
keamanan sebelum digunakan pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat
Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa komponen material, mesin, dan
peralatan yang digunakan dalam proyek konstruksi harus dijamin dalam
keadaan baik yang dibuktikan dengan perawatan teratur dan betul - betul
dicek dari segi keselamatan pemakaiannya. Quality control juga berwenang
menegur pekerja yang terlihat tidak taat dengan peraturan K3 yang sudah
dibuat. Apabila material, mesin, dan peralatan tidak diperiksa dengan baik
sebelum mulai bekerja dikhawatirkan hal tersebut justru dapat menyebabkan
kecelakaan kerja.
Dari pihak pekerja wewenang mereka sebenarnya adalah
mengoperasikan mesin dan peralatan dan juga menggunakan APD sesuai
dengan jenis pekerjaannya dengan benar. Tidak hanya itu pekerja juga dapat
menegur pekerja yang melakukan pelanggaran K3 namun hal itu tidak
dilakukan karena sibuk dengan pekerjaan masing - masing, sungkan, atau
memang tidak peduli.
Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pekerja tidak menggunakan
wewenangnya untuk menegur atau mengingatkan pekerja lain apabila pekerja
tersebut tidak mematuhi peraturan K3 yang ada. Pekerja merasa wewenang
untuk menegur pekerja atau menghentikan pekerjaan yang berpotensi
membahayakan pekerja merupakan wewenang kontraktor semata dan bukan
merupakan urusannya.
138
Dalam penelitian Andi (2005), Christina (2012), dan Malik (2013),
kewenangan pekerja untuk mengingatkan pekerja lain tentang K3 dimasukkan
ke dalam faktor keterlibatan pekerja. Faktor keterlibatan pekerja dalam
penelitian tersebut berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek
konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja
di lokasi proyek. Pekerja yang salah dalam menggunakan mesin peralatan dan
tidak menggunakan APD dengan benar dapat menyebabkan kecelakaan kerja
pada dirinya maupun pekerja lain di sekitarnya bila tidak diperingatkan oleh
pekerja di sekitarnya yang mengetahuinya.
6.3.3.4 Fasilitas
Fasilitas merupakan faktor sumber daya yang penting dalam
implementasi kebijakan. Fasilitas merupakan pendukung bagi staf yang
kompeten dan mencukupi sehingga pelaksanaan kebijakan dapat dilaksanakan
dengan baik.
Fasilitas K3 di proyek menunjukkan bahwa rambu - rambu K3 sudah
terpasang, APAR ada di setiap dua lantai dan terisi semua, safety net juga
sudah terpasang, dan APD safety belt dan full body harness sudah disediakan
kontraktor. Dari segi teknis, semua mesin dan peralatan sudah melalui proses
quality control keamanan. Hanya sayangnya untuk penyediaan APD seperti
helm dan sepatu dibebankan kepada mandor. Kontraktor hanya bisa
menambahkan jumlah helm dan sepatu yang dirasa kurang juga tali helm
apabila ada pekerja yang merasa kehilangan tali helm. Namun untuk pekerja
139
yang berasal dari subkontraktor yaitu operator tower crane dan operator
alimak karena dianggap jumlahnya sedikit yaitu hanya berjumlah 4 orang
untuk operator tower crane dan 4 orang untuk operator alimak maka helm dan
sepatu disediakan oleh pihak kontraktor.
Piri (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu alasan
pekerja tidak menggunakan APD adalah karena tidak disediakan oleh
kontraktor. Lebih lanjut lagi ada hubungan yang signifikan antara penggunaan
APD dan kejadian kecelakaan kerja. Semakin tinggi faktor penggunaan APD
maka akan menurunkan faktor kecelakaan kerja pada pekerja kontruksi.
Terlihat bahwa satu - satunya kekurangan fasilitas K3 pada proyek tersebut
terletak pada pengadaan APD yang wajib dipakai semua pekerja dibebankan
kepada mandor pekerja yang bersangkutan.
6.3.3.5 Anggaran
Faktor anggaran ditambahkan karena ketersediaan fasilitas dan
sosialisasi K3 ke pekerja tak mungkin ada bila tidak ada alokasi anggaran
untuk itu. Namun tidak diketahui persis berapa dana yang dianggarkan
kontraktor untuk pelaksanaan program HSE di proyek karena sifatnya yang
dirahasiakan. Kontraktor hanya menjelaskan bahwa anggaran untuk
pelaksanaan K3 untuk setiap proyek sudah disediakan. Anggaran tersebut
dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun pekerja, pembuatan rambu -
rambu, penyediaan APAR dan APD.
140
Dari pihak pekerja malah tidak tahu menahu masalah anggaran.
Pekerja menganggap urusan anggaran merupakan urusan mandor dan
kontaktor sehingga dianggap tidak penting.
Kontraktor tidak menyebutkan mengenai biaya asuransi jaminan
tenaga kerja. Bila tidak ada alokasi anggaran untuk asuransi kecelakaan kerja,
maka menurut pendapat Endroyo (2006) yang menyatakan bahwa kontraktor
telah menyalahi Kepmenaker No.196 / 1999 tentang penyelenggaraan
program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan,
dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa kontruksi yang
mewajibkan kontraktor mengeluarkan iuran asuransi jaminan kecelakaan
kerja bagi pekerja yang besarannya sudah ditetapkan pada peraturan tersebut
sesuai dengan besaran nilai proyek.
6.3.4 Struktur Birokrasi
6.3.4.1 Standar Operasional Prosedur
SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian
waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja
yang kompleks dan luas. Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat
mengoptimalkan waktu yang tersedia (Edward dalam Winarno, 2005).
Dari pihak kontraktor, standar operasional prosedur untuk setiap
aktivitas sudah dibuat baku dari pusat. Proyek hanya tinggal menjalankan
saja. Checklist mesin dan peralatan sudah ada jadwalnya. Pemakaian dan
141
penyimpanan mesin dan peralatan sudah diatur. Format laporan K3 sudah ada.
Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah dibuat jadwal kegiatannya.
Namun untuk teknis pekerjaannya sendiri masih banyak pekerja yang
tidak paham dengan SOP pekerjaannya. Mereka baru kerja bila sudah ada
perintah dari mandor. Tidak ada aturan tertulis tentang bagaimana pekerja
harus melakukan pekerjaannya. Pekerja hanya mengetahui jam kerjanya dan
jadwal SHE talk. Untuk pekerja yang berasal dari subkontraktor yaitu
operator tower crane dan operator alimak mereka mengetahui safety
instruction mengenai mesin yang mereka operasikan dari subkontraktornya.
Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pusat sudah membuat SOP dan
sudah diterapkan dengan baik terhadap karyawan kontraktor namun untuk
pekerja sepertinya masih banyak SOP untuk pelaksanaan pekerjaan yang
belum disosialisasikan kepada pekerja. Padahal menurut hasil penelitian Andi
(2005), Christina (2012), dan Malik (2013) menyatakan bahwa faktor
prosedur K3 berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja proyek
konstruksi termasuk diantaranya berkaitan dengan budaya keselamatan kerja
di lokasi proyek. Selain itu juga diperkuat oleh pendapat Brahmasari (2009)
yang menyatakan bahwa prosedur diperlukan untuk memberikan bimbingan
bagi pekerja dalam menciptakan tata tertib yang baik di tempat kerja.
Perusahaan akan sulit mencapai tujuannya jika pekerjanya tidak mengikuti
prosedur dan peraturan yang dibuat perusahaan tersebut.
Dengan mensosialisasikan semua SOP yang sudah dibuat kontraktor
maka akan memudahkan pekerja untuk melaksanakan SOP tersebut dengan
142
baik karena pekerja merasa terlindungi dengan adanya SOP tersebut. Selain
itu SOP juga membantu mengarahkan pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya dengan begitu salah satu tujuan perusahaan yaitu menciptakan
tempat kerja yang bebas dari kecelakaan kerja bisa diwujudkan.
6.3.4.2 Fragmentasi
Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan
kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Pada
umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau
kebijakan (Edward dalam Winarno, 2005).
Penyebaran tanggung jawab dalam pelaksanaan Permenakertrans No.1
/ 1980 tentang K3 konstruksi bangunan tidak terlalu rumit. Dengan ruang
lingkup yang lebih luas, HSE pusat bertanggung jawab terhadap kegiatan
HSE di semua proyek sedangkan HSE proyek hanya bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan kegiatan HSE di proyeknya saja.
Dilihat dari struktur organisasi di lingkungan proyek, HSE proyek
dalam kegiatannya bekerja sama dengan dengan quality control. Quality
control bertanggung jawab terhadap keamanan mesin, bahan, dan peralatan
sebelum dipakai oleh pekerja. Namun tanggung jawab pelaksanaan K3 tetap
merupakan merupakan tanggung jawab HSE.
Dilihat dari struktur P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan)
HSE proyek berada di posisi yang penting dimana semua karyawan kontraktor
143
dan pekerja proyek berada di bawahnya. Artinya HSE proyek bertanggung
jawab penuh terhadap semua pelaksanaan program K3 di proyek dan semua
karyawan kontraktor dan pekerja proyek wajib untuk mematuhinya.
Pekerja dibagi menurut jenis pekerjaannya. House keeping yang
bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan merupakan pekerja
harian yang langsung dibawah oleh kontraktor sehingga tanggung jawabnya
langsung terhadap tim HSE proyek. Pekerja lainnya merupakan pekerja
subkontraktor sehingga mereka berada di bawah pimpinan mandor atau
subkontraktornya. Namun sesuai dengan kesepakatan kerja dan pembuatan
unit K3 di proyek yaitu P2K3L (Panitia Pembina K3 dan Lingkungan) maka
mereka juga wajib mentaati semua peraturan K3 yang sudah dibuat kontraktor
sehingga mereka langsung berada di bawah tanggung jawab tim HSE proyek.
Semua pekerja menyadari bahwa posisi HSE proyek di lingkungan
proyek begitu penting dan mereka juga mengetahui tanggung jawab pekerja
yang berbeda subkontraktor atau mandor lain bahwa untuk masalah K3 semua
pekerja tanggung jawabnya langsung kepada pihak HSE.
Dengan melihat struktur birokrasinya dapat terlihat pula pola
komunikasinya. Pola komunikasi ini dinamakan pola komunikasi vertikal.
Pola komunikasi ini digunakan pimpinan untuk berkomunikasi dengan
bawahannya untuk menentukan tujuan, menginstruksikan pekerjaan, dan
menginformasikan peraturan dan prosedur. (Robbins dalam Brahmasari,
2009). Karena semua pekerja berada di bawah satu pimpinan yaitu tim HSE
144
proyek terkait dengan pelaksanaan K3 maka kesimpangsiuran semua
informasi terkait dengan pelaksanaan K3 yang diterima pekerja tidak terjadi.
Melihat hal tersebut dapat dikatakan bahwa penyebaran tanggung
jawab pelaksanaan kegiatan K3 hampir tidak ada karena hanya pihak HSE
yang memimpin langsung semua kegiatan pelaksanaan K3 di proyek. Oleh
karena itu maka kemungkinan keberhasilan pelaksanaan kebijakan
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan juga
semakin besar.
145
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Kebijakan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi
bangunan sebagian tidak diimplementasikan sesuai dengan peraturan yang
ada. Sebagian sudah diimplementasikan dengan baik dan sebagian lainnya
tidak diimplementasikan. Bab yang tidak diimplementasikan karena tidak
membutuhkan proses pekerjaannya di proyek adalah : konstruksi bawah
tanah, penggalian, memancang, dan pembongkaran. Sedangkan bab yang
implementasinya di proyek tidak dilakukan sesuai dengan Permenakertrans
No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan atau dengan kata lain
terjadi pelanggaran yaitu adalah : tempat kerja dan alat kerja, alat angkat,
pekerjaan beton, dan alat pelindung diri.
2. Proses komunikasi terkait pelaksanaan Permenakertrans No.1 / 1980 tentang
K3 pada konstruksi bangunan yang dilakukan kontraktor kepada
karyawannya sudah dilaksanakan melalui pelatihan. Lalu pada pekerja
subkontraktor materi K3 diberikan melalui kegiatan SHE talk, SHE meeting,
dan pelatihan K3 namun materi yang disampaikan belum memberikan
informasi yang menyeluruh sesuai dengan kebijakan Permenakertrans No.1 /
146
1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan. Materi yang disampaikan tidak
spesifik ditujukan kepada pekerja sesuai dengan jenis pekerjaannya.
3. Komitmen pekerja untuk menaati semua peraturan K3 termasuk
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan masih
kurang dibuktikan dengan pelanggaran - pelanggaran peraturan K3 di lokasi
proyek.
4. Gambaran pemberian insentif dari pihak kontraktor yaitu insentif diberikan
kepada proyek yang menurut penilaian HSE pusat sudah melaksanakan
program - program K3 dengan nilai terbaik. Lalu dari pihak pekerja insentif
diberikan kontraktor kepada pekerja yang menurut penilaian kontraktor
melaksanakan semua peraturan K3 dengan baik. Pemberian insentif
dilakukan di depan pekerja untuk memotivasi pekerja agar selalu mematuhi
peraturan K3. Sanksi juga sudah dibuat kontraktor dengan tujuan supaya
pekerja takut untuk melanggar peraturan K3 namun pemberian sanksi yang
tidak tegas kepada pekerja membuat pekerja mengulangi prilaku untuk
melanggar peraturan K3.
5. Gambaran sumber daya manusia dilihat dari pihak kontraktor, karyawan
kontraktor diwajibkan mengikuti pelatihan K3 konstruksi sebelum
ditempatkan di lokasi proyek. Namun dari sisi pekerja sumber dayanya
terlihat kurang yaitu sistem rekrutmen pekerja yang lemah dalam menjaring
147
pekerja - pekerja yang kompeten karena hanya berdasarkan umur dan rasa
percaya kepada mandor atau subkontraktor sedangkan dari sisi kontraktor
yaitu jumlah personil HSE yang dirasa masih kurang untuk mengawasi
semua pekerja.
6. Pekerja tidak mau menggunakan wewenangnya untuk menegur rekan
kerjanya yang tidak melaksanakan peraturan K3 dengan baik karena alasan
segan dan tidak peduli.
7. Laporan kecelakaan menjadi dasar bagi pihak kontraktor untuk menilai
apakah program K3 di proyek sudah dilaksanakan sepenuhnya dengan baik
atau belum. Faktor kesalahan manusia yang menjadi penyebab kecelakaan
kerja yang terjadi menjadi dalil bagi pihak kontraktor bahwa mereka telah
melaksanakan semua regulasi pemerintah terkait K3 dengan baik karena dari
segi teknis peralatan semuanya sudah terpenuhi walaupun tidak semua mesin
dan peralatan yang ada di Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan dibutuhkan di lokasi proyek.
8. Pekerja merasa informasi yang berkaitan dengan cara kerja dan penggunaan
mesin yang aman belum disampaikan oleh pihak HSE.
9. Fasilitas mesin dan peralatan di lokasi proyek sudah memenuhi syarat yang
ditentukan dalam Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi
148
bangunan. Namun untuk APD, kontraktor membebankannya kepada pihak
mandor atau subkontraktor.
10. Struktur birokrasi yang menyangkut pelaksanaan K3 belum dilakukan secara
menyeluruh. Tidak semua pekerja memahami SOP yang ada dalam
pekerjaannya. Hanya pekerja dari subkontraktor yaitu operator tower crane
dan operator alimak yang memahami SOP dalam pekerjaannya.
11. Penyebaran tanggung jawab program kegiatan K3 tidak rumit karena
merupakan tanggung jawab staf HSE dan semua pekerja mengetahuinya.
7.2 Saran
1. Untuk HSE proyek :
a. Melakukan perbaikan komunikasi karena mengingat jenis pekerjaan
yang berbeda - beda yang dilakukan oleh pekerja tertentu. Pekerja bisa
dibagi menurut jenis pekerjaannya lalu diberikan pelatihan dan
penyuluhan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Setelah diberikan
pelatihan dan penyuluhan kemudian dilakukan evaluasi untuk menilai
apakah pekerja sudah memahami materi yang diberikan atau belum.
149
b. Saat memberikan materi K3 pada waktu SHE talk, tidak cukup hanya
melalui pengeras suara saja tetapi juga bisa menampilkan video. Namun
mengingat SHE talk dilakukan di gedung proyek yang belum dipasang
instalasi listrik maka cukup ditambahkan dengan gambar atau foto
supaya pekerja lebih tertarik mengikuti SHE talk dan lebih mudah
memahami materi K3 yang diberikan.
c. Penegakan sanksi lebih dipertegas. Peraturan sudah dibuat bahwa
pekerja bisa dikeluarkan apabila terus menerus tidak mematuhi
peraturan K3 yang sudah dibuat oleh kontraktor. Namun dalam
kenyataannya pekerja hanya ditegur saja apabila ketahuan melanggar
peraturan K3 di proyek tanpa sekalipun ada pekerja yang dikeluarkan.
Penerapan denda bisa diperlakukan sehingga pekerja akan takut untuk
melanggar peraturan K3.
d. Memberikan motivasi dan pemahaman kepada pekerja bahwa sesama
pekerja harus saling mengingatkan untuk bisa selalu menegakkan
peraturan K3 yang ada. Sifat masa bodoh atau tidak peduli kepada
pekerja lain yang berbeda mandor atau subkontraktor sebisa mungkin
dihilangkan.
e. Mensosialisasikan SOP yang sudah dibuat oleh pusat dengan segera
kepada pekerja yang bersangkutan sehingga tidak ada lagi pekerja yang
150
bingung dengan pekerjaannya di proyek. Kalau perlu dibuat buku
pedoman untuk setiap pekerjaan dan dibagikan kepada setiap pekerja
sesuai dengan jenis pekerjaannya.
2. Untuk HSE pusat :
a. Memperbaiki sistem rekrutmen pekerja sehingga tidak ada lagi pekerja
yang tidak kompeten dapat bekerja di proyek atau kalau memang ingin
dipekerjakan bisa diberikan pelatihan dahulu kepadanya supaya ketika
akan bekerja dia sudah memahami apa yang harus dilakukannya ketika
bekerja di proyek.
b. Menambah jumlah personil HSE di lokasi proyek sehingga jumlah
pekerja yang dapat diawasi ketika bekerja juga bertambah.
3. Untuk pekerja konstruksi :
a. Tidak perlu ragu untuk menanyakan kepada staf HSE mengenai resiko
kecelakaan yang mungkin terjadi dalam pekerjaannya saat dilakukan
SHE talk atau saat sedang bekerja dan ada staf HSE di dekatnya.
151
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Politik & Kebijakan Publik. AIPI Bandung : Bandung
Andi, Ratna S. Alifen, dan Aditya Chandra. 2005. Model Persamaan struktural
Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja pada Prilaku Pekerja di Proyek
Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12 No. 3 : 127 - 136
Annishia, Fristi Bellia. 2011. Analisis Prilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi
PT.Pembangunan Perumahan di Proyek Pembangunan Tiffany Aparment
Jakarta Selatan Tahun 2011. Skripsi. FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Anshori, Yuli Tirtariandi, Enceng dan Ayi Karyana. 2012. Kebijakan Publik yang
Partisipatif dan Komunikatif. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 131 - 141
Arief, Mustafa. 2012. Implementasi Kebijakan Larangan Merokok Pada Kantor
Kementerian Kesehatan Tahun 2012. Tesis. Pascasarjana UI
Brahmasari, Ida Ayu dan Peniel Siregar. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi,
Kepemimpinan Situasional, dan Pola Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan
Kinerja Karyawan pada PT Central Proteinaprima tbk. Jurnal Aplikasi
Manajemen Vol. 7 No. 1 : 238 - 250
Christina, Wieke Yuni, Lutfi Djakfar dan Armanu Thoyib. 2012. Pengaruh Budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Proyek konstruksi. Jurnal
Rekayasa Sipil Vol. 6 No. 1 : 83 - 95
152
Detik finance. 2012. Angka Kecelakaan Kerja di RI Masih Tinggi.
http://finance.detik.com/read/2012/10/16/120952/2063698/4/angka-kecelakaan-
kerja-di-ri-masih-tinggi. Diupload 16 Oktober 2012
Endroyo, Bambang. 2006. Peranan Manajemen Dalam Pencegahan Kecelakaan
Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 1 : 8 - 15
Endroyo, Bambang dan Tugino. 2007. Analisis Faktor - Faktor Penyebab
Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol. 9 No.
1 : 21 - 31
Ervianto, Wulfram. 2007. Manajemen Proyek Konstruksi. Penerbit Andi : Jakarta
Gorda, IGN. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE Satya Dharma
Singaraja : Bali
Hadi, M., Sujianto dan Chalid Sahuri. 2012. Implementasi Program Penyediaan Air
Bersih di Daerah Perkotaan. Jurnal Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 119 - 123
Hidayat, Felix. 2009. Motivasi Pekerja Pada Proyek Konstruksi di Kota Bandung.
Media Teknik Sipil Vol. 9 No. 1 : 57 - 70
ILO. 2012. Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia: Mencegah kecelakaan kerja
melalui pelaksanaan manajemen risiko K3.
http://www.ilo.org/jakarta/info/public/pr/WCMS_155174/lang--en/index.htm.
Diakses pada 20 Juli 2012
153
ILO. 2007. ILO Profile. http:/www.ilo.org. Diakses pada 20 Juli 2012
Indriarti, Diar Wahyu. 2003. Analisis Implementasi Kebijakan Perjan di RS
Fatmawati. Tesis. Pascasarjana UI
Industri bisnis, 2013. Kecelakaan Konstruksi: Di Indonesia 7 Orang Meninggal per
Hari.http://industri.bisnis.com/read/20130208/45/135521/kecelakaan-
konstruksi-di-indonesia-7-orang-meninggal-per-hari. Diupload pada 8 Februari
2013.
IOSH. 2007. Materi Pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja
Asing Bidang Kontruksi. http://www.iosh.gov.tw. Diakses pada 2 Agustus 2012
Irwan. 2009. Analisis Implementasi Kebijakan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik di Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 .Tesis. Pascasarjana UI
Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip - Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi
Aksara : Jakarta
Malik, Anhar Januar. 2013. Pengaruh Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Proyek Konstruksi pada PT Pembangunan
Perumahan di Makasar. Skripsi. FEB Universitas Hassanudin
Massie, Roy GA. 2009. Kebijakan Kesehatan : Proses, Implementasi, Analisis, dan
Penelitian. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 12 No. 4 : 409 - 417
154
Maulana, Faqih Andy. 2010. Studi Kasus Implementasi Program Keselamatan Kerja
Pada Perusahaan Jasa Kontraktor Konstruksi di Surakarta. Skripsi. Fakultas
Teknik UNS
Meyer, J. P. & Allen, N. J. 1991. Commitment in the workplace theory research and
application. Sage Publications : California
Modjo, Robiana. 2009. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Siapa Peduli ?.
http://staff.ui.ac.id/internal/132096019/publikasi/artikelk3siapaperdulirobiana
modjo.pdf. Diakses pada 2 Agustus 2012
Mulyana, Dadan. 2002. Pengaruh Terpaan Informasi Kesehatan di Televisi Terhadap
Sikap Hidup Sehat Keluarga. Mediator Vol. 3 No. 2 : 309 - 322
Nasir, Rahmat Yuliadi. 2012. Perlunya Budaya K3 Untuk Menekan Angka
Kecelakaan Kerja. http://jakarta.kompasiana.com/layanan-publik/2012/05/09/
perlunya-budaya-k3-untuk-menekan-angka-kecelakaan-kerja/. Diupload pada 9
Mei 2012. Diakses pada 21 Juli 2012.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta :
Jakarta
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy : Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,
Manajemen Kebijakan. Elex Media Komputindo : Jakarta
Nugroho, Rakhmat. 2006. Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Karyawan. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
155
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.1 / 1980 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Pikiran Rakyat. 2012. Jumlah Kecelakaan Kerja Masih Tinggi. http://www.pikiran-
rakyat.com/node/179939. Diupload pada Kamis, 8 Maret 2012. Diakses pada 21
Juli 2012
Piri, Sovian. 2012. Pengaruh Kesehatan, Pelatihan, dan Penggunaan Alat Pelindung
Diri Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Konstruksi di Kota Tomohon.
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2 No. 4 : 219 - 231
Poskota. 2010. Kecelakaan Kerja Jasa Konstruksi Tinggi. http://poskota.co.id/berita-
terkini/2010/04/23/kecelakaan-kerja-jasa-konstruksi-tinggi. Diupload pada
Jumat, 23 April 2010. Diakses pada 21 Juli 2012
Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Cet.II. Ar - Ruzz Media : Yogyakarta
Purmitasari, Armey Yudha. 2011. Implementasi Kebijakan Program Jampersal di
Kab. Lebak Provinsi Banten. Tesis. Pascasarjana UI
Riantini, Leni Sagita, Bambang Trigunarsyah, Ismeth Abidin dan Yusuf Latief. 2005.
Penentuan Peringkat Faktor Resiko dalam Rekrutmen Tenaga Kerja yang
Mempengaruhi Biaya Tenaga Kerja pada Proyek. Jurnal Teknik Sipil Vol. 12
No. 3 : 177 - 184
156
Sahuri, Chalid, Sofia Achnes, Dadang Mashur dan Zulkarnaini. 2012. Implementasi
PNPM Mandiri Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal
Kebijakan Publik Vol. 3 No. 2 : 83 - 89
Sanjaya, Putu Indra, Ida Ayu Rai Widhiawati dan Ariany Frederika. 2012. Analisis
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi Gedung
di Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Jurnal Ilmiah Elektronik
Infrastruktur Teknik Sipil Vol. 8 : 1 - 9
SK Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.45 / 2008
Tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian
Dengan Menggunakan Akses Tali
Sucita, I Ketut dan Agung Budi Broto. 2011. Identifikasi dan Penanganan Resiko K3
pada Proyek Gedung. Studi Kasus : Proyek Gedung Centro City Residences.
Poli Teknologi Vol. 10 No. 1 : 83 - 92
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung Seto
: Jakarta
Susilawaty, Susy. 2007. Analisis Kebijakan Publik Bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Kota Tasikmalaya. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro
Undang - Undang No.12 / 2011 Tentang Pembentukan Perundang - undangan
Undang - Undang No.13 / 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang - Undang No.18 / 1999 Tentang Jasa Konstruksi
157
Wahyudi, Anwar. 2011. Evaluasi Implementasi Permenkes Nomor HK
02.02/menkes/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di
RS Pemerintah. Tesis. Pascasarjana UI
Wibawa, S. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali Press : Jakarta
Winarno, Budi. 2005. Teori & Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo :
Yogyakarta
Wisakti, Daru. 2008. Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa di Wilayah
Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro
Yulisetianingtyas, Bintang. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Transmigrasi
Melalui Model Kerjasama Antar Daerah. Tesis. Pascasarjana Universitas
Diponegoro
Zaeny, Akhmad. 2006. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di
Kabupaten Batang Studi Kasus Peningkatan Kesertaan KB Pria di Kecamatan
Gringsing. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro
L A M P I R A N I
(p0\/
CONSTRUCI'ION & INVESTMENT
PT,PP (PTRSER') rBKDIVISI OPERASI IIJL. TB Simatupang No.57Pasar Rebo-Jakaria 13760Tel : (021) 8403922Fax : (021) 8403928Ptpp'[email protected]
Jakarta,, 22 Januari 2013No.: 00I/EXT/PP/DVO.\I / 2013
Kepada Yth,Pembantu DekanBidangAkademikUniversitas Islam Negeri JakartaJl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419
Perihal : Persetuiuan Izin Penelitian_Skripsi
Dengan hormat,
Menunjuk surat Bapak, nomor : Un.01/F10/KI\,{.00.1/1212013, tertanggal 3 Januari 2013, perihalseperti tersebut diatas, maka dengan ini kami beritahukan bahwa :
Kami setujui permohonan Bapak untuk melaksanakanlzin Penelitian Skripsi di PT. PP @ersero) TbkCabang III Proyek Pembangunan Bloomington Tower yang berkedudukan di Kemang JakartaSelatan, pertanggal 23Januari2013 sld 23Februari2013.Untuk keperluan tersebut diatas kami mohon agar mahasiswa yang bersangkutan dapat menghadapBapak Ir. Didik Iswanto / Project Manager.
Demikian kami sampaikan agar menjadi maklum, terima kasih.
FT.Pembangunan.?erumahan (Persero) Tbk,."tnf*fqrrasi II
"":PM Proyek YbsMahasiswa YbsArsip
\
No. Nama Siswa No. Induk Mahasiswa Frogram Studi
I Rizqy Umggul Permadi 108101 00001 8 Keseharan Masyarakat
Dewa Putu Oka )
-,
* r"Ru&GAM
Pondasi tidak ada keretakan Sanbungan antar section sesuai standart Pen slewing sesuai standart
Seling hoist layak pakai Seling trolly layak pakai Pen jieb atas sesuai stadart
Swivel baji aman Limit moment berfungsi (3,5 T-R55m) Pen jieb bawah sesuai stadart
Lokasi TC : No Gedung :
Pemakai : PT. PP ( Persero ) Tbk No Seri : Jenis TC :
Proyek : Pembuat : France Tahun Pembuatan :
Ketinggian :
Tgl Erection :
Pengecekan Terakhir : Pengecekan Hari ini :
Beban maksimum : 2, 4 Ton
NO Yang
Dikerjakan YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK
I TROLLEY
A Limit Switch Maju Mundur Cek
B Kondisi Wire Rope Cek
II WINCH
A Kondisi Wire Rope dan Gulungannya Cek
III SLEWING
A Kekencangan V-Belt Cek
B Baut Mur Cek
C Grease Slewing Gear Laksanakan
IV PULLEY
A Grease Pulley Laksanakan
V POWER SUPPLY
A Kondisi Panel Box Cek
B Kondisi Kabel Power Cek
C Kondisi Remote Control Cek
VI MAST SECTION
A Kondisi Pin + Spie Pen Cek
B Kondisi kekencangan Baut Mur Cek
VII LADDER / TANGGA
A Bersih dari Olie / Grease Laksanakan
1 Operator
2 Kepala Peralatan
3 SOM
Catatan : Beri Tanda pada hasil pemeriksaan YA atau TIDAK
TANDA TANGAN
YANG DIPERIKSA
HASIL PEMERIKSAAN Keterangan
Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Tgl: Jika hasil pemeriksaan indikasinya
TIDAK beri alasan
Kapasitas : 2,6 Ton
CEK LIST HARIAN TOWER CRANE 1 ( SATU )
Nama Pemeriksa :
Nama Operator :
Jenis dan Jumlah Section :
PT. Pembangunan Perumahan ( Persero) Tbk.DVO II
CEK LIST HARIAN
PASSANGER HOIST
Nama Pemeriksa : PT. CAHAYA INDOTAMA Lokasi PH : BASEMENT Gedung :
Pemakai : PT. PP ( Persero ) Tbk. No. seri : 9016730000 Tahun Pembuatan: 2008
Proyek : TOWER BLOOMINGTON Pembuat : SWEEDEN
Nama Operator : Ketinggian : METER
Jenis dan Jumlah Section : SECTION Tanggal erection :
Kapasitas Penumpang : 15 Orang Pengecekan terakhir : Pengecekan hari ini:
Beban Maksimum : 2 Ton
YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK YA TDK
A
1 Matikan saklar utama Cek
2 Tutup pintunya Cek
3 Matikan limit switch 3 phase dalam keranjang Cek
4 posisikan handle pada posisi mati dengan menekan Cek
5 Lepas handle pengontrol apakah lift dapat berhenti Cek
6 Jika bekerja dilantai teratas, coba operasikan lift Cek
dilantai atasnya lagi
B
1 Intruksi Safety dan diagram beban Cek
2 Periksa kebocoran Cek
3 Fungsi rem (brake ) pada motor, ketebalan friction block Cek
4 Check limit switch pintu Cek
5 Posisikan cam on guide rail mast dengan benar Cek
6 Check kondisi kabel,drum dan pengamanya Cek
Baut-baut pada mast section Cek
Baut pada pengikat section kegedung Cek
Kekencangan baut pada rack Cek
Baut dynabolt pada Railling setiap lantai Cek
8 Bemper bawah ( per / ban bekas ) Cek
9 engsel pada pintu / jembatan Cek
ALIMAK 1 (SATU)
Tgl: Tgl:
BULAN :…………………………………….
TANDA TANGAN
CONTROL PANEL
CABIN OPERATOR
7
YANG
DIKERJAKANYANG DIPERIKSANO
Keterangan Jika hasil pemeriksaan
indikasinya TIDAK beri alasanTgl:Tgl:Tgl:
HASIL PEMERIKSAAN
Tgl: Tgl:
1
2
3
Koordinator Peralatan
Site Engineering Manager ( SEM )
Operator
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
B Pekerjaan Struktur : Low
Crane Service Amblas Kondisi tanah labil 5 1 1 5 3 -2 N N Low 3,4
Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,5
Terjepit Tidak ada koordinasi saat
mengangkat material
5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5
Tidak ada rambu-rambu
peringatan
3 3 3 3 3 0 N Y Low 3,4,5
Kondisi tanah labil3 3 3 3 3
0 N Y Low4
Crane Service Amblas Kondisi tanah labil5 1 1 5 3 -2 N N
Low3,4
Terjepit Tidak ada koordinasi saat
mengangkat material
5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5
Tersengat Listrik Kabel bor terkelupas atau putus 5 1 3 3 3 1 Y N High 1
Radiasi Pengelasan APD kurang lengkap3 3 3 3 3 0 N N
Low5
Sesak nafas Tidak memakai masker pada
saat pengelasan 3 3 3 3 3 0 N N
Low
5
Crane amblas Kondisi tanah labil3 3 5 3 5 -1 N N
Low2,3,4
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin5 3 5 3 5 1 Y Y
High1
Terjepit tiang pancang Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang
salah 1 3 3 3 3 -2 N N
Low
3,4,5
Sesak napas Debu serpihan tiang pancang
terhirup hidung 1 3 3 3 3 -2 N N
Low
5
Crane amblas Kondisi tanah labil
3 3 5 3 5 -1 N N
Low
2,3,4
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin5 3 5 3 5 1 Y Y
High1
Terjepit tiang pancang Tidak ada proteksi5 3 3 3 3 2 Y Y
High2,3,4
Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang
salah 1 3 3 3 3 -2 N NLow
3,4,5
Terperosok
36 Install Alat Berat Pancang
Mobilisasi Alat Berat Pancang35
38 Pemasangan Pancang
37 Penurunan Tiang Pancang
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Page 1 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Sesak napas Debu serpihan tiang pancang
terhirup hidung 1 3 3 3 3 -2 N N
Low
5
Luka memar Terpental material saat
membobok karena posisi yang
salah pada saat melakukan
pembobokan
3 3 5 3 3 1 Y Y High 4,5
Tangan lecet Tidak memakai sarung tangan 1 3 5 3 3 -1 N Y Low 5
Tangan terpukul Tidak ada koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,5
Longsor Kondisi tanah labil 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Terpeleset Area kerja licin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Kaki kejatuhan material Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Luka sayat Terkena cangkul 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Longsor Kondisi tanah labil 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Keracunan Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Sesak nafas menghirup obat anti rayap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Iritasi Kulit sensitif 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 1,5
Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Sambungan kabel vibrator
terkelupas
5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Pekerjaan Anti Rayap pile cap42
38 Pemasangan Pancang
39 Pekerjaan Bobok Tiang Pancang
44
Tersengat Listrik
40 Pekerjaan Galian Pile Cap
41
Pengecoran Pile Cap
Tersengat Listrik
43 Pembesian Pile Cap
Pekerjaan Dinding Pile Cap
Page 2 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Mata Iritasi Terkena cipratan mortar 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Longsor Kondisi tanah labil 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2
Keracunan Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Sesak nafas menghirup obat anti rayap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Iritasi Kulit sensitif 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Terperosok Kondisi tanah labil 1 3 3 3 3 -2 N Y Low 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Luka Tergores Tersandung besi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Sambungan kabel vibrator
terkelupas
5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Mata Iritasi Terkena cipratan mortar 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 1 3 3 1 Y Y High 3,4,5
Terjepit Tidak ada koordinasi saat
mengangkat material
5 3 1 5 5 -3 N N Low 3,4,5
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 1 3 5 -1 N Y Low 3,4,5
Tidak ada rambu-rambu
peringatan
3 3 1 3 3 -1 N Y Low 3,4,5
Kondisi tanah labil 3 3 1 3 3 -1 N Y Low 3,4
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Terjepit Precast Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores kurang koordinasi 3 3 3 3 3 0 N N Low 3,4,5
Sesak napas Debu serpihan precast terhirup
hidung1 3 3 3 3 -2 N N
Low5
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Terjepit Precast Tidak ada proteksi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan Tergores pemotongan tiang pancang yang
salah3 3 3 3 3 0 N N
Low3,4,5
Sesak napas Debu serpihan tiang pancang
terhirup hidung1 3 3 3 3 -2 N N
Low5
Tertimpa material Kurang koordinasi, tidak ada
pengecekan material5 3 3 3 3 2 Y N
High5
Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,552
47 Pembesian Slub
Penurunan Precast Half Slapb
51 Pemasangan Precast Half Slapb
Terperosok
Mobilisasi Precast Half Slapb49
Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar
Bender & Bar Cutter
48 Pengecoran Slub
46 Pekerjaan Anti Rayap slub
45 Pekerjaan Galian Slub
50
Page 3 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Terguling Material melebihi kapasitas 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
Tidak ada rambu-rambu
peringatan
3 3 1 3 3 -1 N N Low 3,4,5
Kondisi tanah labil3 3 1 3 3
-1 N N Low3,4,5
Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Rantai putus Ukuran tacle tidak sesuai
kapasitas
5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 3 3 5 3 5 -1 N Y Low 3,4,5
Tertimpa Material Ceroboh 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5
Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Berspekulasi saat menjalankan
mesin bar cutter dan bar bender
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Kaki kejatuhan besi Tidak ada koordinasi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Sambungan kabel tidak diisolasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Kabel tergenang air 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Panel tidak standar 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Kaki kejatuhan besi Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Kaki terkena ujung besi Potongan ujung yang runcing 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,5
Sambungan kabel terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Kabel terjepit besi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,5
Panel tidak standar 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2,3,4
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat Listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Terpeleset Area kerja licin 5 3 3 3 3 2 Y High
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Pembesian Kolom Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pemasangan Besi Kolom57
Orang Jatuh
56 Pengecoran Plat Lantai
53
54 Pembesian Pabrikasi Besi
55 Pembesian Plat Lantai
52
Tangan terjepit
Terperosok
Orang Tesengat listrik di
Work Shop Pembesian
Tangan terjepitPenurunan Alat Bar Bender & Bar Cutter
Pendatangan & Mobilisasi Alat Bar
Bender & Bar Cutter
Tersengat listrik
Page 4 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Bekisting Ambruk Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Kejahanatuhan material Bekisting kolom jebol 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Sling crane putus Tidak ada pengeceken rutin 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pembatas tepi gedung tidak ada 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4,5
Orang kejatuhan Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5
Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Kurang koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Lalai sabuk tidak dicantolkan di
life line
5 3 3 3 3 2 Y Y High 4,5
Penerangan kurang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pembatas tepi gedung tidak ada 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4,5
Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5
Petunjuk kerja tidak ada 3 3 3 5 3 -2 N Y Low 4,5
Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Cross Brace tidak lengkap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Orang kejatuhan
Pemasangan Besi Kolom
Orang Jatuh
Orang Jatuh
62 Install Bekisting Plat Lantai & Balok
Bongkar Bekisting Kolom
Pemasangan Scaffolding Plat Lantai &
Balok
61
60
57
Orang Jatuh
63 Install Half Slapb Tangan terjepit
Scaffolding Ambruk
Orang Jatuh
Bekising Ambruk
Orang Jatuh
59 Pengecoran Kolom
Orang Jatuh
58 Install Bekisting Kolom
Page 5 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Kurang koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Sling crane putus Tidak ada perawatan rutin 5 3 5 3 5 1 Y Y High 1
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tidak memakai APD 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Luka robek Tersandung besi 3 3 3 3 3 0 N Y Low 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tidak ada life line 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,2,5
Perkuatan tidak terpasang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Cross Brace tidak lengkap 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Lalai sabuk tidak dicantolkan di
life line
5 3 3 3 3 2 Y Y High 4,5
Penerangan kurang 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tidak ada proteksi benda jatuh 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4,5
Petunjuk kerja tidak ada 3 3 3 5 3 -2 N Y Low 4,5
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Pemasangan Besi Tangga
Orang kejatuhan
Orang Jatuh
Pemasangan Scaffolding Tangga
69
Orang Jatuh
Orang Jatuh
64 Pemasangan Besi Lantai & Balok
65 Pengecoran Plat Lantai & Balok
63 Install Half Slapb Tangan terjepit
Orang Jatuh
Orang Jatuh
66 Bongkar Bekisting Plat Lantai & Balok
67
68 Install Bekisting Tangga
Scaffolding Ambruk
Orang Jatuh
Orang Jatuh
Tangan terjepit
Page 6 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Bekisting ambruk/roboh Perkuatan tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat listrik Kabel Vibrator terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Kejahanatuhan material Kecerobohan 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tertusuk Paku Area Kerja Tidak Aman 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tangan terjepit Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tersengat Listrik Kabel listrik putus/terkelupas 5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Kejatuhan material Kecerobohan 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Tertabrak Kurang koordinasi 5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,4,5
Terguling Material melebihi kapasitas 5 3 5 5 5 -1 N N Low 3,4,5
Tidak ada rambu-rambu
peringatan
3 3 1 3 3 -1 N N Low 3,4,5
Kondisi tanah labil3
31 3 3
-1 N N Low3,4,5
Lengah dan tidak fokos bekerja 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Tidak ada koordinasi 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,4
Sling crane putus Tidak ada pengecekan secara
rutin
5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tergores Pengaman kerja tidak lengkap 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5
Tertimpa Material Ceroboh 5 3 5 3 5 1 Y Y High 3,4,5
Lengah dan tidak fokos bekerja 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Pengoperasian tacle yang salah 3 3 3 3 3 0 N Y Low 1,4
Tangan Lecet Tidak menggunakan APD 3 3 3 3 3 0 N Y Low 2
Pemasangan Besi Tangga
75 Pemasangan Rangka Baja Tangan terjepit
69
74
Orang Jatuh
Orang Jatuh
71
Penurunan Rangka Baja
70
73 Pendatangan & Mobilisasi Rangka Baja
72 Pemasangan Angkur Atap
Bongkar Bekisting Tangga
Pengecoran Tangga
Tangan terjepit
Orang Jatuh
Terperosok
Page 7 of 8
S P D C ATOTAL
S+(P+D)/2-C-A
Signifikan (Y / N)
Legal (Y / N)
LEVEL
LOKASI : Kantor
NO
Assesment Resiko yang dapat timbul
KEGIATAN KERJA PENYEBAB TIMBULNYA BAHAYA
IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RESIKO
SHE O
PENANGGUNG JAWAB
Diajukan Oleh
BULAN :
STATUS/TANGGAL REVIEW CM
POTENSI BAHAYA
PM
Konfirmasi Disyahkan Oleh
REKOMENDASI
Lampiran.1 WI No.QSHE-2007/DVT/AA/W/027
Rantai putus Ukuran tacle tidak sesuai
kapasitas
5 3 3 3 3 2 Y Y High 2
Tidak memakai Sabuk
Pengaman
5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Platform tidak kokoh 5 3 3 3 3 2 Y Y High 1,5
Kebakaran Bunga api kemana mana 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5
Bunga Api Terkena mata Saat pengelasan tidak memakai
pelindung mata
3 3 5 3 3 1 Y Y High 4,5
Sesak nafas Uap las terhirup hidung 3 3 5 3 3 1 Y Y High 5
Platfom tidak kokoh/licin 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5
Tidak ada life line 5 3 5 3 3 3 Y Y High 4,5
Tidak mengunakan APD 5 3 5 3 3 3 Y Y High 5
Kabel terkelupas 5 3 5 5 3 1 Y Y High 1,3,4,5
Tidak ada isolator pada setang
las
5 3 5 3 3 3 Y Y High 3,5
Nilai Identifikasi : Keterangan Rekomendasi :
S : Severity / Keparahan Resiko : Lihat Tabel. 1 : Eliminasi (dihilangkan)
P : Probability / Kemungkinan terjadi : Lihat Tabel 2 : Substitusi (Penggantian)
C : Control / Pengendalian Resiko : Lihat Tabel 3 : Engineering Control (modifikasi)
Nilai C untuk perencanaan awal adalah = 0 4 : Tanda Peringatan, label dan administrasi
A : Awareness / Kesadaran akan Resiko : Lihat Tabel 5 : Alat Pelindung Diri
- Legal (Peraturan yang berlaku) : Y = ada ; N = tidak ada.
- Total Nilai = S + P - C - A
- Signifikan / penting : Y = ada , bila Total Nilai > 0
N = tidak ada, bila total nilai <= 0: N = tidak , bila Total Nilai <= 0
- Level Resiko : H = (Signifikan + Legal) = Y + Y
: L = (Signifikan + Legal) = Y + N
Pengelasan Konstruksi Atap Baja
75 Pemasangan Rangka Baja
Orang Jatuh
Tersengat listrik
76
Terjatuh dari ketingian
Page 8 of 8
PERENCANAAN SHE : PETUNJUK / GAMBARAN PELAKSANAAN K3L DIAREA PROYEK (SHE PLAN). TARGET : TARGET ZERO ACCIDENT & SAKIT AKIBAT KERJA. SHE INDUCTION : PENDEKATAN DAN PENGARAHAN TENTANG K3L, HOUSEKEEPING DAN KETERTIBAN PROYEK KEPADA PEKERJA BARU, TAMU DAN KEPADA PEKERJA YANG AKAN MELAKUKAN KEGIATAN PEKERJAAN YANG BERESIKO BAHAYA TINGGI. SHE TALK : PENGARAHAN SINGKAT TENTANG K3L DAN KONDISI PROYEK KEPADA SELURUH PEKERJA SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI, DILAKUKAN MINIMAL SEMINGGU SEKALI MULAI DARI JAM 08.00 – 08.15 WIB. SHE PATROL : PATROLI RUTIN YANG DILAKUKAN SETIAP HARI UNTUK MEMONITOR KEGIATAN PEKERJAAN DILAPANGAN.
SHE MEETING : MEETING YANG DILAKUKAN UNTUK MEMBAHAS MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI SELAMA PEKERJAAN BERLANGSUNG DAN MENGAMBIL TINDAKAN PENCEGAHANNYA SERTA MELAPOR- KAN KASUS KECELAKAAN YANG TERJADI DAN LANGKAH-LANGKAH PERBAIKANNYA. SHE MEETING DILAKUKAN MINIMAL SEMINGGU SEKALI. TRAINING SHE : TRAINING K3L KEPADA KARYAWAN, MANDOR, SUBKONTRAKTOR TENTANG DASAR-DASAR K3 & LINGKUNGAN , PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K), TANGGAP DARURAT SEPERTI CARA PEMADAMAN API BILA TERJADI KEBAKARAN,GEMPA BUMI DAN EVAKUASI DLL. HOUSE KEEPING : MELAKUKAN PEMBERSIHAN LINGKUNGAN KERJA SECARA RUTIN AGAR LINGKUNGAN KERJA SELALU DALAM KEADAAN BERSIH, RAPI, SEHAT, AMAN DAN NYAMAN. AUDIT SHE : AUDIT PELAKSANAAN DAN PENERAPAN K3L, APAKAH TELAH DIJALANKAN SESUAI DENGAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN YANG ADA. AUDIT INTERNAL DAN EKSTERNAL DILAKUKAN 6 BULAN SEKALI .
6 BULAN SEKALI SHE PLAN
PROGRAM KERJA K3L
TARGET SHE
INDUCTION SHE TALK SHE PATROL
SHE
MEETING AUDIT K3L
HOUSE
KEEPING
TARGET : ZERO
ACCIDENT
PEKERJA BARU
- PERUSAHAAN
- SUBKON/MANDOR
- TAMU
- PEKERJA YANG
AKAN MELAKUKAN
PEKERJAAN
SEMINGGU
SEKALI
SETIAP HARI DAN
SETIAP MINGGU
SEMINGGU
SEKALI
- DASAR-DASAR K3L
- P 3 K
- TANGGAP DARURAT
- PEMADAMAN API
- GEMPA BUMI
- EVAKUASI DLL
TRAINING SHE
- LINGKUNGAN
KERJA BERSIH,
RAPI DAN SEHAT.
- PEMBERSIHAN
MASAL SETIAP
SABTU ( RUTIN )
PERENCANAAN
K3L
SAFETY PLANNING Pemasangan Safety Net Horizontal
Safety Net Horizontal Dipasang disekeliling Tepi Bangunan
SAFETY PLANNING Pemasangan Safety Net Vertical
Safety Net Vertical Dipasang disekeliling Area Bangunan
Membuat Perencanaan
SHE Patrol
Pembuatan Schedule SHE Patrol yang diikuti oleh : SS, QC, CM / SOM, GSP, SP, Peralatan, Security, subkon dan Mandor (dilakukan secara bergiliran)
Check list SHE Patrol (Form K3L-02)
Tindak Lanjut oleh : Safety Supervisor
Laporan tindak lanjut oleh :
Safety Supervisor kepada SHE O
SHE Patrol
Dilakukan setiap hari jam 08.00 – 10,00 dan 13.00 –14.00 WIB
NOMOR : 01 / DDN SELASA / 02-01-2007
PROYEK : DEPDAGRI 09.00 S/D 10.00 WIB
I. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan II. Lain-lain
1. Alat pelindung diri (APD) 8. Pekerjaan galian 15. Label B3 22. Jalan sementara 30. Los kerja kayu
2. Alat pengaman kerja (APK) 9. Pekerjaan pengelasan 16. Instalasi Listrik Sementara 23. Penanganan sampah 31. Los kerja besi
3. Rambu-rambu / Slogan K3L 10. Perancah / Scaffolding 17. Fasilitas P3K 24. Penempatan alat / material 32. Papan nama
4. Alat Angkat Angkut / Alat berat 11. Pembongkaran 18. Keet proyek 25. Pembatas material 33. Pagar proyek
5. Permesinan 12. Tangga kerja sementara 19. Barak pekerja 26. Penomoran lantai 34. Kartu pengenal
6. Perijinan 13. M S D S (Material Berbahaya) 20. Pos jaga 27. Gudang terbuka 35. Tempat Makan Pekerja
7. Pekerjaan diatas permukaan / didalam air14. Pengelolaan B3 & Limbah B3 21. Ruang mesin 28. Gudang tertutup 36. Toilet Pekerja
OPEN CLOSED
1 LANTAI 3 BUNGA API BUNGA API PENGELASAN LANGSUNG PROTEKSI PENGELASAN DARI KOTAK IBRAHIM OPEN
JATUH KEBAWAH DAN MENYEBAR KE SENG ATAU KAYU, HARUS SELALU DIPA -
BERLANGSUNG. DIBAGIAN PINGGIR ATAS BANGUNAN ATAU
DITEPI LUBANG BAGIAN ATAS SUPAYA
BUNGA API TIDAK LANGSUNG JATUH KE -
BAWAH.
Perusahaan PT.PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PP (PERSERO) PT. PUTRA
Paraf
Nama HERRY S MARDIAN RASFIAN S DANI YUDI S TIRTA MZ SUNARTO ACHMAD ANTON SUPRA ANDI
Jabatan PM CM SHE O SS QC L PERALATAN MANDOR KAYU PM MANDOR BESI MANDOR BEKISTING
SAFETY, HEALTH AND ENVIRONMENTAL PATROL
LINGKARI NOMOR URUT YANG MENYIMPANG DARI KETETENTUAN K3L
TOPIK / ITEM YANG DIPERIKSA
HAL : 01 / 01 HARI / TANGGAL. :
JAM :
NO PENANGGUNG
JAWAB
BATAS WAKTU
PENYELESAIAN
02-01-2007
MANA - MANA SAAT PENGELASAN SANG SETIAP PEKERJAAN PENGELASAN
STATUSREKOMENDASIURAIANTOPIKAREA
PT. AGUNG
FORM NO : K3L - 02
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 02
SHE Meeting
Membahas permasalahan SHE yang terjadi selama satu minggu.
Minit rapat didistribusikan kesetiap unit.
PROYEK :
Hari / Tgl :
Jam :
Tempat :
Dihadiri oleh : 1.
2.
3.
4.
Status
Open / Close
Project Manager
MINIT RAPAT MINGGUAN
No.Rec:……../4.1/QSH-2005/PMT/AA/W/001
No Uraian Masalah Rencana Tindak LanjutTarget
Penyelesaian
Penanggung
Jawab
Lampiran.7.
WI No.QSH-2005/PMT/AA/W/001SHE Meeting
Meeting Internal seminggu sekali
Meeting Eksternal seminggu sekali
Membuat Perencanaan SHE Meeting
Pembuatan Jadwal SHE Meeting :
- Meeting Internal diikuti oleh : PM, SHEO, QCO, SOM, SEM dan SAM.
- Meeting Eksternal diikuti oleh : SHEO, QCO, CM/ SOM, GSP, Peralatan, Security. Subkon & Mandor.
Minit Rapat Mingguan
SHE Induction
Untuk pekerja baru dilakukan oleh SHEO, SS & SOM.
Untuk tamu dilakukan oleh Security.
SHE Induction
Pendekatan dan pengarahan tentang SHE serta tata
tertib yang berlaku diproyek kepada pekerja baru dan
tamu yang memasuki area proyek.
Membuat Perencanaan SHE Induction
SHE Induction
Pengisian Lembar Pernyataan SHE Induction dan Logo SHE Induction dihelm pekerja baru.
Pembuatan Jadwal SHE Induction : Untuk seluruh pekerja baru dan tamu.
Lembar Pernyataan SHE Induction untuk pekerja baru.
LEMBAR PERNYATAAN
SHE INDUCTION
No.: 001 / SHE / PP / ES / I / 2008.
Saya yang bertanda tangan dibawah :
Nama : Rasfian Syarif
Alamat : Jl. Dursasana Raya No. 310 Rt. 01 / 20 Mekarjaya, Depok
Pekerjaan : Tukang Kayu
Subkon : PT. Samudra Jaya
Mandor : Riswan S
Dengan ini saya bersedia mematuhi dan melaksanakan peraturan Safety, Health &
Environmental (SHE) yang berlaku di proyek ini, yaitu :
1. Menggunakan helm lengkap dengan tali dagu.
2. Menggunakan sepatu safety.
3. Menggunakan alat pelindung diri lainnya sesuai dengan jenis pekerjaan seperti :
sarung tangan, earplug, kaca mata, kedok las (bagi pekerja las) dan lain-lain.
4. Menggunakan sabuk keselamatan (Safety belt) jika bekerja diketinggian 2 meter
atau lebih, dan menggunakan Full Body Harness lengkap dengan Life line, bagi
yang bekerja di atas Gondola dan diarea / dalam lubang lift.
5. Tidak merokok pada saat bekerja dan disembarang tempat.
6. Tidak mengkonsumsi minuman keras, obat-obatan terlarang (narkoba), berjudi
dan tidak membuat onar dilingkungan proyek.
7. Tidak merusak fasilitas SHE yang ada di area proyek.
8. Tidak buang air kecil dan air besar disembarang tempat.
9. Menjaga kebersihan lingkungan kerja.
10. Menggunakan tanda pengenal (ID Card).
11. Mengikuti SHE Talk secara rutin.
12. Mematuhi dan melaksanakan tata tertib dan peraturan SHE yang ada di proyek.
13. Bersedia menerima sanksi, bila melanggar ketentuan yang berlaku di proyek.
Jakarta, 02 Januari 2008
Menyetujui, Mengetahui, Dibuat oleh,
( Priyo Leksono ) ( Riswan S ) ( Rasfian Syarif )
SHE O Subkon/Mandor Pekerja
Membuat Perencanaan SHE Talk
SHE Talk
Pengarahan singkat tentang SHE dan kondisi
proyek kepada seluruh pekerja yang ada diproyek.
SHE Talk
SHE Talk dilakukan minimal seminggu sekali.
SHE Talk dilakukan jam 08,00 – 08.15 WIB
(sebelum pekerjaan dimulai).
Pembuatan Jadwal SHE Talk : Diikuti oleh seluruh pekerja.
Form SHE Talk.
SHE Talk
Pemberian penghargaan bagi pekerja konsisten
melaksanakan SHE.
PROYEK : Cabang III
Bulan : Januari 2008 SHE Talk : 01 ( Satu )
Hari / Tgl : Jum'at / 04 Januari 2008 Jam : 08.00 WIB
1. Budi Suanda SOM PT.PP
2. Priyo Leksono SHE O PT.PP
Pembicara & Materi SHE Talk :
1. Budi Suanda
Himbauan kepada pekerja agar bekerjasama dan selalu bersama-sama untuk menjaga kebersihan lingkungan
di Proyek Singapore Embassy. Selain itu himbauan kepada operator Mobile Crane agar memarkir mobile crane
sejajar dengan gedung sehingga nampak teratur.
2. Priyo Leksono (SHE O).
Himbauan kepada semua pekerja dan seluruh karyawan PP agar selalu menggunakan APD dan memperhatikan
lingkungan sekitar. Anjuran agar selalu membuang sampah pada tempatnya. Penjelasan mengenai jenis sampah,
seperti sampah organik (seperti kertas, potongan kayu), sampah non organik (seperti, plastik,karet, kaca)
dan Limbah B3. Diharapkan agar semua pekerja untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan,
sesuai dengan pengklasifikasian jenis sampah tersebut. Diharapkan agar pekerja tidak membuang sampah
sembarangan!!
YEL - YEL SHE : Safety First 1 X .……………. Yes 1 X ( Tangan diangkat keatas )
SHE TALK
Nama Pembicara JabatanPerusahaan /
SubkontraktorParaf
Doa bersama sebelum bekerja : Menurut keyakinan masing - masing
07.30 s/d
Safety Net Horizontal Safety Net Vertical
Tabung APAR Tangga temporary Lubang dilantai tertutup rapat
Proteksi dilubang dan pintu Lift Railing pengaman Canopy dijalan kerja
ALAT BERAT & ANGKAT ANGKUT 1. Escavator, Mobil Crane, Tower Crane, Passenger Hoist,
Lift Barang dll, harus mempunyai Surat Uji Kelayakan
Alat dari Disnakertrans dan Operator wajib mempunyai
SURAT IJIN OPERATOR (SIO).
2. Sebelum digunakan kondisi alat selalu diperiksa secara rutin.
NOMOR :
PROYEK :
LOKASI / AREA KERJA : 01 / 01
Hari : Tanggal : Jam :
Kepada Yth : Dilaporkan Oleh, Diterima Oleh,
Nama : Perusahaan / Mandor
Jabatan :
Perusahaan / Mandor :
Kami telah menemukan ketidaksesuaian / keadaan yang menyimpang
dari ketentuan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan ( K3L )
yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda. Nama & Tandatangan
1. URAIAN KETIDAKSESUAIAN
SAAT MELAKUKAN PENGELASAN DIBAGIAN PINGGIR LANTAI 3, BUNGA API LAS JATUH LANGSUNG KEBAWAH KARENA
PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API TIDAK TERPASANG.
2. ANALISA PENYEBAB
KURANGNYA KEPEDULIAN DARI PEKERJA TERHADAP KESELAMATAN BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN BAGI PEKERJA
LAINNYA.
3. TINDAKAN PERBAIKAN
SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA BAGIAN PINGGIR LANTAI / LUBANG HARUS
SELALU TERPASANG PROTEKSI / PENAHAN, AGAR BUNGA API TIDAK JATUH DAN MENYEBAR KEMANA-MANA YANG
DAPAT MENIMBULKAN BAHAYA KEBAKARAN.
4. URAIAN DAN JUMLAH REALISASI BIAYA PERBAIKAN
(bila ada)
Hari / Tgl. :
Hari : Tanggal : Jam :
Tindakan perbaikan yang dilakukan : Mengetahui, Diperiksa oleh,
SHE 0 Safety Supervisor
Belum dilakukan
Belum selesai
V Sudah selesai (Nama & Tandatangan) (Nama & Tanda tangan)
RASFIAN S DANI YUDI S
02-01-2007
RASFIAN S ANTON
ANTON
PROJECT MANAGER
02-01-2007 10.30 WIB
HAL :
10.00 WIB
LANTAI 3
SELASA
SELASA / 02-01-2007
PT. AGUNG
SHE 0
Hasil Pemeriksaan
Nama & Tandatangan
Batas waktu Perbaikan
SELASA
LAPORAN
DEPDAGRI
01 / DDN
NON CONFORMANCE K3LFORM NO : K3L - 03
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 03
NOMOR :
PROYEK :
Tanggal : Jam : 10.00 WIB
Telah ditemukan hal-hal yang menjadi tanggung jawab perusahaan / pihak anda yaitu : ( diberi tanda ' V ' )
Penyimpangan ketentuan K3L V Keadaan / tindakan yang tidak aman
Penyimpangan ketentuan aspek Lingkungan Hampir menimbulkan korban kecelakaan
V PADA SAAT PENGELASAN DIPINGGIR LANTAI 3, PROTEKSI UNTUK MENAHAN AGAR BUNGA API
TIDAK LANGSUNG JATUH KEBAWAH TIDAK DIPASANG SEHINGGA BUNGA API JATUH DAN MENYEBAR
KEMANA-MANA.
V Laporan ketidaksesuaian K3L terlampir
Peringatan / Instruksi K3L :
V
V SETIAP MELAKUKAN KEGIATAN PEKERJAAN PENGELASAN DIBAGIAN ATAS TERUTAMA DIBAGIAN
PINGGIR LANTAI BANGUNAN PROTEKSI UNTUK MENAHAN BUNGA API HARUS DIPASANG AGAR,
BUNGA API TIDAK JATUH LANGSUNG KEBAWAH.
SELASA / 02-01-2007
10.30 WIB
AGAR BUNGA API PENGELASAN TIDAK LANGSUNG JATUH
KEBAWAH.
V
Hasil
Pemeriksaan
Hari / Tgl :
Jam :
PERBAIKAN
10.30 WIB
01 / DDN
DEPDAGRI
Hari ini : SELASA 02-01-2007
ANTON
PROJECT MANAGER
PT. AGUNG
KEPADA YTH :
Safety, Health & Environmental Officer
JABATAN :
PERUSAHAAN / MANDOR :
Safety, Health & Environmental Officer
(Nama & Tandatangan)
RASFIAN S
ANTON
SELASA / 02-01-2007
BATAS WAKTU PERBAIKAN YANG DIJANJIKAN
REKOMENDASI MELANJUTKAN PEKERJAAN
(Nama & Tanda tangan)( Diisi oleh Penerima , asli untuk SHE O dan copy untuk penerima )
PROTEKSI PENGELASAN DILANTAI 3, SEGERA KAMI PASANG
Perusahaan / Mandor
Jam :
PT. AGUNG
TINDAKAN PERBAIKAN
Sudah selesai dan kegiatan pekerjaan diijinkan dilanjutkan
Belum selesai dan kegiatan pekerjaan ditunda
(Nama & Tandatangan)
RASFIAN S
Belum dilakukan dan kegiatan pekerjaan dihentikan
Hari / Tgl. :
Dengan ringkasan peristiwa sebagai berikut :
Pekerjaan sementara dihentikan / ditunda, dan dapat dilanjutkan setelah ada rekomendasi dari Safety,
Health and Environmental Officer
SURAT PERINGATAN K3L
FORM NO : K3L - 04
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 04
1. PROYEK :
3. Khusus untuk pekerjaan dibawah ini dapat dimulai setelah ada Surat Ijin Bekerja.
1. Pemasangan / Pembongkaran Tower Crane 6. Penggunaan Bahan Peledak LAIN-LAIN
Passanger Lift, Gondola, Universal Lift dll. 7. Pekerjaan Pengelasan
2. Pemasangan / Pembongkaran Scaffolding 8. Pengaspalan Jalan
dalam jumlah banyak dan tinggi. 9. Pekerjaan diatas permukaan / didalam air
3. Pemasangan / Pembongkaran Safety Net 10. Bekerja pada hari Libur / Lembur
4. Pembongkaran Bangunan 11. Pekerjaan lain yang beresiko tinggi
5. Pekerjaan Galian 12 Pengelolaan B3 dan Limbah B3
4.
a. Jenis pekerjaan :
b. Untuk bekerja pada hari/Tgl :
c. Alat yang digunakan :
d. Lokasi / area kerja :
e. Jumlah pekerja :
Nama Subkontraktor / Mandor :
5.
1. Hasil pemeriksaan diberi tanda' V ' ( sesuai ) atau ' X ' ( tidak sesuai ) pada kolom yang ada
V Kesesuaian pekerja
V Kesesuaian alat yang digunakan
V Ketersediaan alat pelindung diri (Jelaskan : HELM,SEPATU,KACA MATA LAS,SARUNG TANGAN,SAFETY BELT )
V Ketersediaan alat pengaman kerja (Jelaskan : TABUNG PEMADAM, KOTAK SENG )
V Dikoordinasikan dengan pekerjaan lain, diarea dan waktu yang sama
( Jelaskan : PELAKSANA M / E )
2. Rekomendasi dari hasil pemeriksaan : TT
V Pekerjaan dapat dilakukan karena sesuai dengan permohonan. Jam :
Pekerjaan tidak disetujui / ditunda dengan alasan ;
6.
Hari / Tgl. :
Jam :
PEKERJAAN
Sudah selesai
Belum selesai
- Untuk melanjutkan pekerjaan harus ada Surat Ijin Bekerja
yang baru.
DANI YUDI S
(Nama & Tandatangan)(Nama & Tandatangan)
RASFIAN S
Diperiksa oleh
SHE O Safety Supervisor
SHE O
RASFIAN S
(Nama & Tandatangan)
Mengetahui
(Nama & Tandatangan)
PT. AGUNG
SELASA / 02-01-2007
16.00 WIB
(Nama & Tandatangan)(Nama & Tandatangan)
PM, SOM SUBKON / MANDORPENANGGUNG JAWAB LAPANGAN
Mengetahui
09.00 WIB
s/dJam : 16.00 WIB
MESIN LAS, TABUNG OKSIGEN, TABUNG ELFIJI
SELASA / 02-01-2007
(Nama & Tandatangan)
4 ORANG
IBRAHIM
Surat ijin ini berlaku maksimal untuk 1 hari kerja dan 1 jenis pekerjaan
Rekomendasi ini dikeluarkan
V
SELASA / 02-01-2007
HASIL PEMERIKSAAN
IJIN BEKERJA SELESAI
Hari / tgl. :
Diperiksa oleh
Safety Supervisor
DANI YUDI S
( Diperiksa oleh petugas K3L )
C M
DEPDAGRI
PEMERIKSAAN SEBELUM PEKERJAAN DIMULAI
LANTAI 3
09.00
01 / DDN 2. S I B NOMOR :
ANTON
Subkontraktor / Mandor yang mengajukan ijin bekerja Mengetahui : PT. PP ( PERSERO )
SURAT IJIN BEKERJA( UTAMAKAN KESELAMATAN KERJA )
PEKERJAAN LAS
PERMOHONAN IJIN BEKERJA
( Diisi oleh Pemohon )
MARDIAN
FORM NO : K3L - 05
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 05
1
PROYEK :
HAL :
- NC K3L ( Non Conformance K3L )
- SP K3L ( Surat Peringatan K3L )
- S I B ( Surat Ijin Bekerja )
- LR ( Luka Ringan )
- LB ( Luka Berat )
- M ( Meninggal )
05 - S ( Sakit )
08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 01 02 03 04 05 06 07 08
jam bh bh bh Org Org Org - Pembuatan canopy diakses jalan kerja
jam bh bh bh Org Org Org - Pasang rambu pengaman diarea timur
jam bh bh bh Org Org Org - Meeting bersama personil lapangan
jam bh bh bh Org Org Org - Uji kebisingan
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org Dibuat Oleh :
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam bh bh bh Org Org Org
jam
0
0
0
0jam
jam 0
jam
jam
jam
jam
4 MANDOR SUPRA
11V 10.00 " 12.00
PT. AGUNG
JUMLAH
45
2
PT. PP (PERSERO)
NOMOR : 01 / K3L
DEPDAGRI
01 / 01
0220
jam
JAM KERJA
23
3
10"
1812
NO
16 19 22
15
14
13
21
V 14.00 " 16.00
SHE Induction
SHE Meeting
09 SHE Talk
SHE Patrol
"
08.00 " 10.0024
08
03
04
9
12 jam 720
jam
02 06
1,017
07
405
SP K3L
Org
0
0
0
0
0
0
0
0
08Waktu
5
60
113
98
100
PT. PUTRA
V
Uji Dampak Lingk.
1
TENAGA KERJA, STAFF PP,
SUBKONTRAKTOR, MANDOR
Training K3L "
MANDOR ANDI
14
Hari/Tgl. :
11
0
13 jam
900
1,274
Kegiatan K3L
9
KEGIATAN HARIAN K3LTOTAL JAM
KERJA M
01
Kegiatan K3L
LBS I B
KETERANGAN
20
LAPORAN HARIAN K3L
JAM KERJA DAN KEADAAN CUACA
2317
KEADAAN CUACA
Org
Org
Org
jam
jam
jam
jam
jam
jam
jam
jam
jam
jam
jam
Org
Org
Org
Org
SHE O
Kecelakaan & Kesehatan
S
Org
LR
Org
Org
Org
Org
Org
Org
(Nama & Tandatangan)
1709
NC K3L
JUMLAH JAM
KERJA
9 jam
0 bh 00
Org
Org
Org
0Org
Org
Org
Org
Org
Org
0
0
1
bh416RASFIAN S
0
JUMLAH HARI KERJA
jam 4,316 0 bh Org0TOTAL JUMLAH
TENAGA KERJAOrgOrg
0
0
JUMLAH TOTAL JAM KERJA ORANG
= Mendung
= Hujan
= Cerah
FORM NO : K3L - 06
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 06
NOMOR :
PROYEK : HAL : 01 / 02
LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT
1. Keterangan Kecelakaan / Sakit
Hari kejadian : SELASA Jam kejadian : V Cerah Hujan
Tanggal kejadian : 02-01-2007 Lokasi kejadian : Mendung
3. Data Korban Kecelakaan / Sakit 4. Kondisi Korban 5. Status Korban
Kecelakaan Karyawan / Staff PP
Nama Korban : V Luka ringan Pekerjaan :
Identitas KTP / SIM No. : Luka berat Bagian :
Usia Korban : Meninggal
Alamat : Sakit V
V Sakit ringan Pekerjaan :
Sakit berat Mandor : ACHMAD
6. Perawatan yang dilakukan Meninggal Subkon : PT. PUTRA
V P3K Rumah sakit
7. Penyebab kecelakaan Kestroom Terbentur Terhimpit / tergencet
Tertabrak V Tertusuk Tertimpa / kejatuhan
Tenggelam Tergores Jatuh dari ketinggian
Terbakar Terpeleset / tersandung
8. Jenis cidera V Luka tusuk Luka bakar Patah tulang
Luka robek Luka terputus / terpotong Terkilir / keseleo
Luka memar / dalam Retak tulang
9. Jenis penyakit Demam Sakit mata Asma Pusing
Diare Typus Sesak napas Maag
10. Bagian tubuh yang cidera / Kepala Leher Badan
sakit Mata Punggung Tangan / jari tangan
Muka / wajah Dada V Kaki / jari kaki
Telinga Perut Organ tubuh bagian dalam
11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat )
PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN
KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM.
12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit
No. Pekerjaan Perusahaan / Mandor Alamat Usia
1. PAINO TK. KAYU PT. PUTRA JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN
2. BEJO TK. BESI MANDOR SUPRA JL. GENTA NO. 1 CIREBON
3.
4.
27
23.73 / 1234 / 4567 / 2004
ANDRI
40
PURWODADI
DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3
25 TAHUN
LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT
2. Keadaan cuaca
10.30 WIB
DAN PENYELESAIANNYA
I.
B 1
DEPDAGRI
01 / DDN
TK. KAYU
Pekerja Subkon / Mandor
Nama Saksi
FORM NO : K3L - 07
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 07NOMOR :
PROYEK : HAL : 01 / 02
LAPORAN KECELAKAAN / SAKIT
1. Keterangan Kecelakaan / Sakit
Hari kejadian : SELASA Jam kejadian : V Cerah Hujan
Tanggal kejadian : 02-01-2007 Lokasi kejadian : Mendung
3. Data Korban Kecelakaan / Sakit 4. Kondisi Korban 5. Status Korban
Kecelakaan Karyawan / Staff PP
Nama Korban : V Luka ringan Pekerjaan :
Identitas KTP / SIM No. : Luka berat Bagian :
Usia Korban : Meninggal
Alamat : Sakit V
V Sakit ringan Pekerjaan :
Sakit berat Mandor : ACHMAD
6. Perawatan yang dilakukan Meninggal Subkon : PT. PUTRA
V P3K Rumah sakit
7. Penyebab kecelakaan Kestroom Terbentur Terhimpit / tergencet
Tertabrak V Tertusuk Tertimpa / kejatuhan
Tenggelam Tergores Jatuh dari ketinggian
Terbakar Terpeleset / tersandung
8. Jenis cidera V Luka tusuk Luka bakar Patah tulang
Luka robek Luka terputus / terpotong Terkilir / keseleo
Luka memar / dalam Retak tulang
9. Jenis penyakit Demam Sakit mata Asma Pusing
Diare Typus Sesak napas Maag
10. Bagian tubuh yang cidera / Kepala Leher Badan
sakit Mata Punggung Tangan / jari tangan
Muka / wajah Dada V Kaki / jari kaki
Telinga Perut Organ tubuh bagian dalam
11. Uraian kecelakaan / sakit ( Jelaskan dengan singkat )
PADA SAAT BERJALAN DILANTAI B 1 KAKI KIRI KORBAN TERTUSUK PAKU YANG TERDAPAT PADA POTONGAN
KAYU KASO, DAN MENYEBABKAN LUKA TUSUK DITELAPAK KAKI KIRI SEDALAM LEBIH KURANG 1 CM.
12. Saksi-saksi yang memberi keterangan terjadinya kecelakaan / sakit
No. Pekerjaan Perusahaan / Mandor Alamat Usia
1. PAINO TK. KAYU PT. PUTRA JL. ANYER NO. 3 JAKARTA SELATAN
2. BEJO TK. BESI MANDOR SUPRA JL. GENTA NO. 1 CIREBON
3.
4.
27
23.73 / 1234 / 4567 / 2004
ANDRI
40
PURWODADI
DESA ANGSANA RT. 10 / 11 NO.3
25 TAHUN
LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN / SAKIT
2. Keadaan cuaca
10.30 WIB
DAN PENYELESAIANNYA
I.
B 1
DEPDAGRI
01 / DDN
TK. KAYU
Pekerja Subkon / Mandor
Nama Saksi
FORM NO : K3L - 07
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 07
NOMOR : LAPORAN BULAN : JANUARI
PROYEK : LAPORAN KE : 01 (SATU)
A. s/d s/d s/d s/d
Bln yl Bln yl Bln ini Bln ini
1. SHE Talk 0 5 5 7. Non Conformance K3L 0 1 1 Kali
2. SHE Patrol 0 31 31 8. Surat Peringatan K3L 0 1 1 Kali
3. SHE Meeting 0 5 5 9. Surat Ijin Bekerja 0 1 1 Kali
4. SHE Induction 0 3 3 10. Evaluasi IBPR 0 1 1 Kali
5. Training K3L 0 1 1 11. Evaluasi IPPAL 0 1 1 Kali
6. Uji Dampak Lingk. 0 1 1
B.
B 1. Jumlah hari kerja
(akumulatif jumlah laporan harian)
B 2. Jumlah jam kerja orang
(akumulatif jumlah laporan harian)
B 3. Jumlah tenaga kerja
(akumulatif jumlah laporan harian)
B 4. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Kec. Kerja (Loss Time)
B 5. Jumlah kehilangan hari kerja akibat Sakit (Loss Time)
C.
C 1. Faktor manusia (Kurang peduli K3L,tdk disiplin,kondisi mental/fisik lemah, dll) Kasus
C 2. Faktor konstruksi ( salah metode konstruksi, salah penggunaan alat kerja) Kasus
C 3. Faktor alat kerja (alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya ) Kasus
C 4. Faktor lingkungan kerja (tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll) Kasus
+C 5. Jumlah faktor penyebab kecelakaan kerja = ( C1 + C2 + C3 + C4 ) Kasus
D.
I. Kondisi korban kecelakaan
D 1. Luka ringan Orang
D 2. Luka berat Orang
D 3. Meninggal dunia Orang
+D 4. Jumlah kecelakaan Kerja = ( D1 + D2 + D3 ) Orang
II. Kondisi korban sakit
D 5. Sakit ringan Orang
D 6. Sakit berat Orang
D 7. Meninggal Orang
+D 8. Jumlah sakit akibat Kerja = ( D5 + D6 + D7 ) Orang
E. TINGKAT KEKERAPAN DAN TINGKAT KEPARAHAN SAMPAI DENGAN BULAN INI
Severity rate / SR (Tingkat keparahan)
Laporan ini dibuat pada hari : Jam :
Mengetahui, Dibuat oleh :
Project Manager Safety, Health & Environmental Officer
(Nama & Tandatangan) (Nama & Tandatangan)
( m ) ( n ) ( o ) = ( m + n ) (akumulatif jumlah laporan harian)
0 1 1.00
HERRY S RASFIAN S
1 1
( B4 l + B5 o ) x 1,000,000
WIB
Jumlah kehilangan hari kerja x 1,000,000
Jumlah jam kerja orang=
( b )
( D2 + D3 ) x 1,000,000
0
0
( d ) ( e )
B2. f
( c )
= 7.26
1
0 2
0 0
( f )
2
0
0 1
0
2
1
CATATAN : Laporan Bulanan ini dikirimkan kepada SHE O Cabang, paling lambat tanggal 3 setiap bulannya
21.78
0
=
Frequency rate / FR (Tingkat kekerapan)
0
1
0
Kali
4,442.52
418.10
Rata-rata
12,961.00
( i ) = ( g + h )
137,718.00
( f ) = ( d + e ) Rata-rata
( a )
( j )
Bln ini
31
Bulan ini
Kali
Kali
Kali
Kali
Kali
( d )
( g )
s/d Bulan lalu
LAPORAN BULANAN K3L
KEGIATAN K3L
Bln ini
Jumlah jam kerja orang=
Jumlah kecelakaan kerja x 1,000,000
137,718.00
0
0.00
0.00
01 / K3L
DEPDAGRI
KONDISI KORBAN
KECELAKAAN KERJA
JUMLAH TENAGA KERJA DAN JAM KERJA
Faktor penyebab terjadinya kecelakaan
0
(akumulatif jumlah laporan harian)
( b )
12,961.00
( e )
( h )
2
0
0
( k ) ( l ) = ( j + k )
Bln ini
s/d
1
Bln ini
0
B2. f
( a )
0
0
( a )
0
1
00
1
1
s/d
2
1
Tgl. :
s/d
Bln yl
2
( c )
Bln ini Bln ini
1
( b )
0
0
0
Bln yl
s/d
31
s/d Bulan ini
( c ) = ( a + b )
2.00
FORM NO : K3L - 08
EDISI REVISI TANGGAL
3 02-01-2008
FORM K3L - 08
NOMOR : BULAN : JANUARI
PROYEK : HAL : 01 / 01
P3K RS 1 2 3 4 LR LB M SR SB M
1 02-01-2007 10.30 B 1 Andri 25 Th Tk. Kayu PT. Putra / Pada saat berjalan dilantai B 1, kaki kiri korban F A K X X X 0
Achmad tertusuk paku yang terdapat pada potongan kayu
kaso dan menyebabkan luka tusuk ditelapak
kaki kiri sedalam lebih kurang 1 cm.
2 05-01-2007 14.30 Lt.3 Bambang 30 Th Tk. Kayu PT. Putra / Pada saat bekerja dipinggir lantai 3. korban terpele- H F J X X X 2
Achmad leset dan jatuh kelantai.2 menyebabkan korban
menderita retak tulang.
3 05-01-2007 11.00 Barak Heru 32 Th Tk. Besi Supra Mengalami demam tinggi setelah sehari sebelum - A I X X 1
nya bekerja memasang besi kolom kolom di lt.3.
4 06-01-2007 10.00 Barak Amir 24 Th Tk. Kayu Andi Mengalami muntah-muntah setelah makan malam B H X X 0
2 2 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 2 1
(1) PENYEBAB KECELAKAAN : (2) JENIS CIDERA : (3) JENIS PENYAKIT : (4) BAGIAN TUBUH YANG CIDERA / SAKIT (5) PERAWATAN : (7) KONDISI KORBAN :
A. Kestroom A. Luka tusuk A. Demam P3K = Petugas K3L KECELAKAAN SAKIT
B. Tertabrak B. Luka robek B. Diare RS = Rumah Sakit LR = Luka ringan SR = Sakit ringan
C. Tenggelam C. Luka memar / dalam C. Sakit mata LB = Luka berat SB = Sakit berat
D. Terbakar D. Luka bakar D. Typus M = Meninggal M = Meninggal
E. Terbentur E. Luka terputus / terpotong E. Asma
F. Tertusuk F. Retak tulang F. Sesak napas
G. Tergores G. Patah tulang G. Pusing
H. Terpeleset / Tersandung H. Terkilir / keseleo H. Maag 1. Faktor Manusia ( Kurang peduli K3L,tidak disiplin, kondisi mental/fisik lemah dll)
I. Terhimpit / Tergencet I. ……………….…...…… I. ……………..………… 2. Faktor Konstruksi ( Salah metode konstruksi, salah penggunaan alat )
J. Tertimpa / Kejatuhan 3. Faktor Alat Kerja ( Alat kerja tidak berfungsi sebagaimana mestinya )
K. Jatuh dari ketinggian 4. Faktor Lingkungan Kerja ( Tekanan udara, getaran, bising, licin, gelap, kotor, limbah B3 dll)
L. …………...…………….
CATATAN : 2. Jika korban mengalami kecelakaan atau sakit, serta memerlukan perawatan dan tidak dapat bekerja maka Kehilangan Hari Kerja harus dihitung,
PERHITUNGAN KEHILANGAN HARI KERJA ( LOSS TIME ) SEBAGAI BERIKUT : ( contoh : Jika tidak bekerja 1 hari, maka Kehilangan Hari Kerja = 1 hari atau jika 2 hari maka Kehilangan Hari kerja = 2 hari dan seterusnya)
1. Kehilangan hari kerja dihitung per orang korban yang diakibatkan karena Kecelakaan atau Sakit dan jika korban mengalami kecelakaan atau sakit 3. Jika korban meninggal, Kehilangan Hari Kerja = 6.000 Hari yang dimaksud korban meninggal dunia adalah korban meninggal saat mengalami
dan memerlukan perawatan tetapi korban dapat langsung bekerja pada hari itu juga maka Kehilangan Hari Kerja = 0 (Nol) kecelakaan atau sakit akibat kerja.
JAM
DEPDAGRI
LOKASI/
AREANAMA
DATA KECELAKAAN DAN KESEHATAN KERJA
BAGIAN
TUBUH
YANG
CIDERA /
SAKIT (4)
PERUSAHAAN /
MANDORUSIA PEKERJAAN
01 / K3L
JENIS
CIDERA
(2)
NO
E. Leher
D. Telinga
TANGGALURAIAN KECELAKAAN DAN SAKIT
( Jelaskan secara singkat )
C. Muka / wajah
B. Mata
A. Kepala
PENYEBAB
KECELAKAAN
(1)
G. Dada
F. Punggung
K. Kaki / jari kaki
L. Organ tubuh bagian dalam
J. Tangan / jari tangan
H. Perut
I. Badan
JENIS
PENYAKIT (3)
PERAWATAN
(5)
JUMLAH
LOSS TIME
KEC.
KERJA
KONDISI KORBAN (7)
Korban
KecelakaanKorban Sakit
Lampiran FORM K3L - 08
(Data kecelakaan dan kesehatan kerja bulan ini)
KES. KERJA
(6) FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN
FAKTOR PENYEBAB
TERJADINYANYA
KECELAKAAN (6)
L A M P I R A N II
LEMBAR OBSERVASI I
TEMPAT KERJA DAN ALAT KERJA
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana
v untuk keperluan keluar masuk dengan aman
2 Tempat kerja, tangga, lorong, dan gang tempat orang bekerja v
atau sering dilalui dilengkapi dengan penerangan yang cukup
3 Semua tempat kerja harus mempunyai ventilasi yang cukup v
4 Tidak ada bahan - bahan berserakan di tempat kerja v
5 Peralatan kerja tidak dilempar, diluncurkan, dan dijatuhkan
v dari tempat tinggi
6 Sisi lantai yang terbuka, lubang di lantai yang terbuka,
v
atap atau panggung yang dapat dimasuki, sisi tangga yang
terbuka, semua galian dan lubang diberi pagar atau tutup
pengaman yang kuat
7 Orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki
v Tempat kerja
PERANCAH
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Perancah diberi lantai papan yang kuat dan rapat v
NO KETERANGAN YA TIDAK
2 Lantai perancah diberi pagar pengaman bila tingginya
v lebih dari 2 meter
3 Jalan, jalan sempit dan jalan landasan (runway) harus v
dari bahan konstruksi yang kuat
4 Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu
v dan bagian atasnya dipasang gelagar sebagai tempat
untuk meletakkan papan perancah diberi palang pada
semua sisinya
5 Perancah tiang kayu menggunakan kayu lurus yang baik v
6 Perancah gantung terdiri dari angker pengaman, kabel
# baja penggantung yang kuat dan sangkar gantung dengan
lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman
7 Keamanan perancah gantung diuji tiap hari sebelum digunakan #
8 Perancah gantung yang digerakan dengan mesin mengunakan #
kabel baja
9 Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau
v
perancah tupang siku (jib scaffold) hanya boleh digunakan
oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik dan tukang
lainnya yang sejenis dan tidak menggunakan panggung
perancah tersebut untuk menempatkan sejumlah bahan
NO KETERANGAN YA TIDAK
10 Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan v
konstruksi yang kuat dengan letak yang sempurna
11 Tidak menggunakan perancah jenis dongkrak tangga #
(ledder jack) untuk pekerjaan pada permukaan yang tinggi
12 Perancah kuda - kuda hanya boleh digunakan sewaktu #
bekerja pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek
13 Perancah siku dengan penunjang (bracket scaffold) v
dijangkarkan ke dalam dinding
14 Perancah tupang jendela hanya digunakan untuk pekerjaan
# ringan dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui
jendela terbuka dimana perancah jenis tersebut ditempatkan
15 Perancah pada pipa logam terdiri dari kaki, gelagar palang
# dan pipa penghubung dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan
pipa tersebut harus kuat dan dilindungi terhadap karat dan
cacat lainnya.
16 Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan v
(mobile scaffold) tidak memutar waktu dipakai
17 Perancah dengan bak (serial basket trucks) tetap stabil v
dalam semua kedudukan dan semua gerakan
TANGGA
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Tangga yang dapat dipindahkan (portable stepledder)
# dan tangga kuda - kuda yang dapat dipindahkan panjangnya
tidak lebih dari 6 meter dan pengembangan antara kaki depan
dan kaki belakang harus diperkuat dengan pengaman
2 Tangga bersambung dan tangga mekanik panjangnya v
tidak lebih dari 15 meter
3 Tangga tetap panjangnya tidak boleh lebih dari 9 meter v
ALAT ANGKAT
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Tegangan maksimum yang terjadi harus lebih kecil dari
v
tegangan maksimum yang diijinkan dan harus ada
keseimbangan sehingga dapat berfungsi tanpa melalui
batas pemuaian, pelenturan, getaran, puntiran, dan tanpa
terjadi kerusakan sebelum batas waktunya
2 Setiap kran angkat yang tidak direncanakan untuk
v mengangkut muatan kerja maksimum yang diijinkan
pada semua posisi yang dapat dicapai mempunyai
petunjuk radius muatan
NO KETERANGAN YA TIDAK
3 Adanya aturan yang melarang orang melintasi daerah v
lintas keran jalan (travelling crane)
4 Pesawat angkat monoril dilengkapi sakelar pembatas v
5 Tiang derek (gin pales) dijangkarkan dan diperkuat v
dengan kabel
6 Penggunaan dongkrak pada posisi yang aman sehingga #
tidak memutar atau pindah tempat
7 Dongkrak dilengkapi dengan peralatan yang dapat #
mencegah agar tidak melebihi posisi maksimum (over travel)
KABEL BAJA, TAMBANG, RANTAI, DAN PERALATAN BANTU
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Semua tambang, rantai dan peralatan bantunya yang digunakan
v untuk mengangkat, menurunkan atau menggantungkan
diperiksa dan diuji secara berkala
2 Kabel baja tidak membelit, berkarat, putus, dan cacat lainnya v
NO KETERANGAN YA TIDAK
3 Bantalan yang sesuai digunakan untuk mencegah agar
# tambang tidak menyentuh permukaan, pinggir atau sudut
yang tajam atau sentuhan lainnya yang dapat mengakibatkan
rusaknya tambang tersebut
4 Rantai yang cacat tidak dipergunakan. v
MESIN
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Mesin - mesin yang digunakan dipasang dan dilengkapi v
dengan alat pengaman
2 Dilakukan pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu v
yang sesuai dengan petunjuk pabriknya
3 Operator mesin terlatih untuk pekerjaannya dan mengetahui v
peraturan keselamatan kerja untuk mesin tersebut
PERALATAN KONSTRUKSI BANGUNAN
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Alat penembak paku dilengkapi dengan alat pengaman #
NO KETERANGAN YA TIDAK
2 Sebelum meninggalkan bulldozer atau scraper, operator
# melakukan tindakan pencegahan yang perlu untuk menjamin
agar mesin tersebut tidak bergerak
3 Gergaji bundar dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah
v bahaya singgung dengan mata gergaji dan alat pencegah
bahaya tendangan belakang, serpihan, atau mata gergaji
yang patah
4 Mesin ketam dilengkapi dengan peralatan yang dapat
# mengurangi bidang bukan serut yang membahayakan dan
mengurangi bahaya tendangan belakang
5 Penyimpanan dan pengangkutan alat - alat tajam dilakukan v
dengan sedemikian rupa agar tidak membahayakan
6 Alat penembak paku menggunakan cartridge dan proyektil #
yang cocok
7 Operator alat penembak paku berumur sedikitnya 18 tahun #
dan terlatih
8 Traktor dan truk memuat beban sampai batas yang diizinkan v
dan dapat dikemudikan dan direm dengan baik
9 Traktor dan truk dikemudikan oleh orang yang terlatih v
BETON
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Setiap ujung mencuat yang membahayakan harus v
dilengkungkan atau dilindungi
2 Pemetian beton (bekisting) dan penguatnya dapat
v memikul atau menahan seluruh beban sampai beton
menjadi beku
PEKERJAAN LAINNYA
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Bagian konstruksi baja dirakit dahulu sebelum dipasang v
2 Bagian atas dari lantai sumuran tertutup papan atau #
peralatan lain
3 Pemasangan rangka atap dilakukan dari peralatan perancah v
dan tenaga kerja telah dilengkapi dengan peralatan pengaman
4 Terdapat lantai kerja sementara yang kuat. #
5 Tenaga kerja tidak bersinggungan langsung dengan bahan #
pengawet kayu
6 Kayu yang telah diawetkan tidak dibakar di tempat kerja #
NO KETERANGAN YA TIDAK
7 Penggunaan asbes hanya digunakan apabila bahan yang #
kurang berbahaya tidak tersedia
8 Tenaga kerja yang bekerja di atap dilengkapi dengan v
alat pelindung diri yang sesuai
9 Juru las dan tenaga kerja lainnya terlindung terhadap v
serpihan bunga api, uap radiasi, dan sinar berbahaya lainnya
ALAT PELINDUNG DIRI
NO KETERANGAN YA TIDAK
1 Jenis APD yang digunakan pekerja sesuai dengan sifat v
pekerjaan yang dilakukan
2 Jumlah APD cukup untuk semua pekerja. v
3 APD yang digunakan memenuhi persyaratan keselamatan v
dan kesehatan kerja
4 Tersedia APD untuk orang lain selain pekerja yang v
memasuki tempat kerja
5 Tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja v
memakai APD yang telah ditetapkan
Keterangan :
1. Tanda (v) pada kolom YA menandakan bahwa hasil observasi sesuai dengan isi
Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.
2. Tanda (v) pada kolom TIDAK menandakan bahwa hasil observasi tidak sesuai
dengan isi Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan.
3. Tanda (#) pada kolom TIDAK menandakan bahwa jenis kegiatan, mesin, material,
dan peralatan yang tertulis pada Permenakertrans No.1 / 1980 tentang K3 pada
konstruksi bangunan tidak terdapat di lokasi proyek karena tidak diperlukan.
LEMBAR OBSERVASI II
1. Implementasi Permenakertrans No.1 / 1980 Tentang K3 Konstruksi
1.1.1 Bahan berserakan
1.1.2 Daerah lintas keran jalan
1.1.3 APD tidak dikenakan
1.1.4 Ujung besi mencuat
2. Komunikasi
2.1 Transmisi
2.1.1 SHE talk
2.1.2 SHE meeting
2.1.3 Rambu peringatan
3. Disposisi
3.1 Komitmen
3.1.1 Tidak ikut SHE talk
3.1.2 Tidak memakai APD
4. Sumber Daya
4.1 Staf
4.1.1 SIO operator alimak
4.1.2 Jumlah staf HSE masih kurang
4.2 Wewenang
4.2.1 HSE pusat memberi perintah ke HSE proyek
4.2.2 HSE proyek memberi perintah ke pekerja
4.3 Fasilitas
4.3.1 Kotak P3K
4.3.2 Safety net
4.3.3 APAR
5. Struktur Birokrasi
5.1 SOP
5.1.1 Program kerja HSE
5.1.2 Penggunaan APD
5.1.3 Deklarasi kesadaran K3L
5.1.4 Safety Instruction lift alimak
5.1.5 Pedoman K3 konstruksi
L A M P I R A N III
TRANSMISI
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
2 HSE Proyek
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
3 Quality Control
Induction, SHE talk, SHE meeting, rambu peringatan, pelatihan K3
Pelatihan K3 umum kepada semua pekerja : APAR, safety belt
pertolongan pertama, evakuasi
4 House Keeping SHE talk tiap Jumat, pemasangan rambu, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
5 Besi
Jumat pagi SHE talk, buat mandor SHE meeting, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
6 Cor
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
7 Kayu
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor gak dapat pelatihan K3
8 Operator Alimak
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dapatnya tentang alat pengaman dan beban maksimal
9 Operator Tower
Crane
SHE talk tiap Jumat, SHE meeting buat mandor, induction
Pelatihan K3 : APAR, safety belt, pertolongan pertama, evakuasi
Dari mandor dikasih tahu alat pengaman dan beban maksimal
KEJELASAN
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
HSE pasti mengerti isi peraturan tersebut karena HSE wajib
ikut training dan ada tesnya kalau mau lulus.
2 HSE Proyek
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
Kalau mau kerja jadi HSE disini harus ikut pelatihan.
Kalau tidak mengerti tidak mungkin kerja disini sekarang.
3 Quality Control
Pekerja tidak tahu Permenakertrans No.1 / 1980
Saya dan karyawan kontraktor lainnya sudah tahu
Permenakertrans No.1 / 1980.
4 House Keeping Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk saya mengerti
5 Besi Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
6 Cor Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk saya mengerti tapi jarang datang
7 Kayu Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk ada yang ngerti ada yang gak ngerti
8 Operator Alimak Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk saya mengerti
9 Operator Tower
Crane
Permenakertrans No.1 / 1980 tidak tahu
SHE talk saya mengerti
KONSISTENSI
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat Kami ada audit untuk memastikan kegiatan di proyek tidak
melanggar UU salah satunya Permenakertrans No.1 / 1980
2 HSE Proyek
Pelaksanaan peraturan pemerintah terkait dengan K3 sudah
semua dijalankan. Permenakertrans No.1 / 1980 pasti konsisten
Antara peraturan dan pelaksanaan disini.
3 Quality Control Saya sudah cek isi peraturan dengan materi pelatihan K3
yang ditujukan untuk karyawan kontraktor. Isinya sudah sama.
4 House Keeping -
5 Besi -
6 Cor -
7 Kayu -
8 Operator Alimak -
9 Operator Tower
Crane
-
KOMITMEN
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang
ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat.
Selama saya inspeksi saya rasa komitmen pekerja masih kurang
karena selalu ada pekerja yang ketahuan gak pake APD.
2 HSE Proyek
Sudah gak kehitung berapa kali harus negur pekerja. Mulai dari
gak pake APD sampai gak ikut SHE talk. Tapi banyak juga
yang masih taat dengan peraturan K3.
Kalau dari PP semuanya sudah komitmen dengan peraturan yang
ada. Selain itu ada evaluasi dari pusat.
3 Quality Control Kalau dari PP sudah bagus tapi kalau dari pihak pekerja masih
kurang. Banyak yang telat atau gak datang waktu SHE talk.
4 House Keeping Kalau sudah disini K3 harus dilakukan.
Pekerja selain saya suka gak melakukan K3.
5 Besi K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa.
Kalau sudah kelamaan kerja helm saya copot soalnya panas.
6 Cor
K3 itu penting supaya gak kena kecelakaan kerja.
Saya jarang datang SHE talk soalnya yang diomongin gitu - gitu
aja. Yang penting kerjaan saya beres.
7 Kayu K3 itu penting supaya gak kenapa - kenapa waktu kerja.
Banyak yang malas pake APD dan gak ikut SHE talk.
8 Operator Alimak
K3 itu penting. Kalau ada kecelakaan kerja bisa ganggu
pekerjaan lain di proyek.
Masih banyak pekerja yang bandel gak pake APD.
9 Operator Tower
Crane
K3 itu penting. Kalau operator TC kena kecelakaan kerja yang
lain bisa gak kerja soalnya TC yang ngangkut material ke atas.
Operator TC jarang pake helm waktu mengoperasikan mesin.
Kalau yang lain masih suka bandel gak ikut SHE talk.
INSENTIF
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Proyek yang HSEnya terbaik dapat reward dari pusat dan
dinikmati semua karyawan PP disana. Bonusnya bisa berupa
uang atau makanan.
HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan
patroli setiap hari. Waktu patroli keliatan siapa saja yang patuh dan
tidak patuh dengan peraturan K3.
Waktu SHE talk pekerja yang taat K3 kami kasih duit atau kue.
Bisa sebulan atau 3 minggu sekali. Orangnya bisa 3 orang lebih.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
pekerja yang tidak taat K3 kami beri SP sampai 2X kalau masih
diteruskan bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan.
2 HSE Proyek
Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik
lalu proyek tersebut karyawan kontraktornya mendapat hadiah
dari pusat bisa berupa uang atau makanan.
Kami mengisi form SHE talk. Disitu kami mencatat siapa pekerja
yang absen. Selain itu setaip hari kami patroli. Waktu patroli keliatan
siapa yang taat dan tidak taat dengan peraturan K3.
Pekerja di proyek yang kami anggap sudah melaksanakan K3
dengan baik akan diberikan hadiah, makanan, atau uang.
Diberikan saat SHE talk bisa 2 atau 3 orang.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
Pekerja yang tidak taat akan diberikan SP 2X bila masih melanggar
bisa dikeluarkan. Selama ini belum ada yang dikeluarkan.
3 Quality Control
Pusat menilai mana proyek yang HSEnya dianggap yang terbaik
Proyek itu nanti akan mendapat hadiah dari pusat.
HSE proyek mencatat pekerja yang tidak datang saat SHE talk dan
patroli setiap hari untuk melihat pekerja yang taat dan melanggar
peraturan K3.
Biasanya setiap bulan pas lagi SHE talk ada beberapa perwakilan
pekerja yang dikasih hadiah karena taat dengan aturan HSE.
Tujuannya memotivasi pekerja agar mau menaati peraturan K3.
Harusnya diberi SP sampai 2X terus kalau masih melanggar
pekerja tersebut bisa dikeluarkan. Disini cukup ditegur saja.
No Informan Jawaban
4 House Keeping
Hadiah ada biasanya dikasih waktu SHE talk. Tapi gak tentu
dikasihnya. Bisa 2 atau 3 orang. Bisa dikasih uang atau kue.
Bagus kalau ada hadiahnya.
Disini biasanya cuma ditegur. Belum ada yang dikeluarin. Disini
masih mending. Di tempat kerja saya dulu bisa gak dikasih honor.
5 Besi
Kadang dikasih duit atau kue. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
Ya lumayan. Bagus
Disini ditegur doank sama HSE. Belum ada yang dikeluarin.
6 Cor
Ada duit atau bingkisan. Waktu SHE talk bisa 2 atau 3 minggu
Seneng. Lumayan
Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar.
7 Kayu
Bisa dikasih uang atau bingkisan. Waktu SHE talk tapi gak tentu.
Bagus sih. Senang juga kalau dikasih hadiah.
Biasanya cuma ditegur HSE. Belum pernah ada yang keluar.
8 Operator Alimak
Bisa dikasih duit atau kue tapi gak tiap minggu. Bisa 2 atau 3 orang.
Senang juga kalau dikasih hadiah.
HSE kasih peringatan. Belum ada yang dikeluarin.
9 Operator Tower
Crane
Kadang dikasih duit atau kue tapi gak tentu tiap minggu.
Baguslah bisa memotivasi.
Ditegur sama HSE. Belum ada yang dikeluarin.
STAF
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Menurut saya sudah cukup2 orang untuk tiap gedung. Tapi harus
Diakui kerja mereka sibuk karena harus mengawasi semua pekerja.
2 HSE Proyek
Umur 18+ bukti fotokopi KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Staf HSE ada 4. 2 orang untuk tiap gedung. Tidak semua pekerja
bisa terpantau makanya harus keliling terus naik turun.
3 Quality Control
Umur 18+ bukti fotocopy KTP. Operator alimak dan TC punya SIO.
Mandor direkrut dari proyek sebelumnya karena kerjanya bagus.
pekerja bangunan rata - rata SD, SMP, SMA.
Awal masuk safety induction. Ada pelatihan K3 umum
Karyawan PP umumnya pendidikan teknik. Harus ikut training K3.
Orang QC semua mengerti safety engineering dan safety device.
Permenaker K3 sudah dijamin terpenuhi dari aspek engineering.
4 House Keeping Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
Pertama datang sudah tahu tugas pekerja house keeping bagaimana.
5 Besi Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja besi.
6 Cor Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya pekerja cor.
7 Kayu
Pertama datang fotokopi KTP dan diberi induction.
Pertama datang belum tahu tugas - tugasnya pekerja kayu. Lihat dan
minta diajarin sesama rekan pekerja kayu nanti juga mengerti.
8 Operator Alimak Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction.
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator alimak.
9 Operator Tower
Crane
Pertama datang fotokopi KTP dan SIO. Diberi induction.
Pertama datang sudah tahu tugas - tugasnya operator TC.
INFORMASI
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan
baik. Kalau hanya 1-2 kecelakaan kerja berarti orangnya yang tidak
dengan K3. Kalau disebabkan karena teknis mesin dan peralatan
berarti kesalahan di pihak kami. Tapi selama ini belum pernah.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga inspeksi ke proyek, ada
dokumentasi kegiatan. SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
laporan HSE proyek
2 HSE Proyek
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat apakah K3 dijalankan dengan
baik. Kalau banyak berarti ada masalah dengan pelaksanaan K3.
Selama ini kecelakaan kerja murni karena faktor pekerja bukan
dari faktor teknis. Berarti pekerjanya yang tidak mematuhi aturan K3.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga kasih laporan ke pusat,
dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
Pusat juga inspeksi ke proyek.
3 Quality Control
Dari laporan kecelakaan bisa terlihat jumlah dan faktor penyebab.
QC lebih melihat apakah disebabkan karena faktor teknis mesin
peralatan atau bukan. Sejauh ini kecelakaan kerja selalu disebabkan
karena faktor manusianya.
Tidak hanya laporan kecelakaan, saya juga buat laporan ke pusat,
dokumentasi kegiatan, SHE meeting dan SHE talk tiap minggu,
Pusat juga inspeksi ke proyek.
4 House Keeping Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD.
5 Besi Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD. Cara kerja yang aman belum diajarkan.
6 Cor Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan.
7 Kayu Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD. Cara kerja yang benar belum diajarkan.
8 Operator Alimak Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor.
9 Operator Tower
Crane
Selama ini yang paling sering dikasih tahu masalah kebersihan
kerapihan dan APD. Ketentuan teknis sudah diajarkan subkontraktor.
WEWENANG
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan
PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan
dengan baik.
Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun
pekerja lain di sekitarnya bila terlihat langsung di mata saya.
2 HSE Proyek
Membuat peraturan yang harus dipatuhi pekerja maupun karyawan
PP agar peraturan permenaker K3 konstruksi bisa dilaksanakan
dengan baik. Bedanya sama pusat, kami tinggal menjalankan yang
sudah dibuat pusat. Tinggal menyesuaikan dengan di proyek saja.
Memberhentikan pekerja atau pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja baik bagi pekerja itu sendiri maupun
pekerja lain yang terlibat di dalamnya.
3 Quality Control
Memastikan mesin, peralatan, dan bahan yang akan digunakan
sudah memenuhi standar keamanan.
Saya juga bisa menegur pekerja yang kerjanya sembarangan dan
melanggar aturan K3.
4 House Keeping
Sesama house keeping saling mengingatkan. Kalau pekerja lain
tidak tahu pekerjaannya jadi saya diamkan.
Biasanya HSE yang menegur pekerja. Sesama pekerja suka merasa
tidak enak.
5 Besi Kalau ada pekerja yang tidak taat K3 biasanya diam saja.
Semua disini sibuk jadi tidak ngurusin pekerjaan yang lain.
6 Cor Kalau ada pekerja yang tidak pake helm yang lain diam saja.
Sibuk banyak kerjaan. Pekerja lain juga sibuk sama pekerjaannya.
7 Kayu HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur.
Pekerja disini punya kerjaan sendiri jadi gak ngurusin yang lain.
8 Operator Alimak Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3.
Pekerja juga bisa menegur tapi merasa tidak enak.
9 Operator Tower
Crane
Diam saja kalau ada pekerja yang melanggar aturan K3.
HSE saja yang menegur. Tidak enak kalau pekerja yang tegur.
FASILITAS
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
2 HSE Proyek
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
3 Quality Control
Fasilitas terkait K3 sudah lengkap. APD sudah ada untuk semua
karyawan kontraktor. Rambu peringatan sudah dipasang. Safety net
sudah dipasang. APAR ada setiap 2 lantai. Safety belt dan body
harness sudah ada.
Checklist mesin dan peralatan juga sudah dibuat. Tapi tidak semua
pasal dari permenaker K3 konstruksi bisa diterapkan disini. Itu
tergantung jenis proyeknya.
APD untuk pekerja kami bebankan kepada mandor sesuai dengan
kesepakatan. Kalau ada yang kurang atau hilang bisa kami tambah.
No Informan Jawaban
4 House Keeping
House keeping langsung dibawah PP jadi APD disediakan.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Pekerja yang tidak pake APD biasanya malas atau hilang
Saya gak pake full body harnesstapi ribet kayaknya jadi pekerja
lebih suka pake safety belt.
5 Besi
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Helm biasanya dilepas karena gerah kalau kelamaan dipakai.
Body harness ribet jadi pake safety belt saja.
6 Cor
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Risih pake helm terus, panas.
Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup.
7 Kayu
PP tidak menyediakan helm dan sepatu. Semua dari mandor tapi
kalau ada yang kurang atau tali helm hilang boleh minta ke HSE.
Mandor juga kasih uang 10 ribu buat beli sarung tangan.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Pekerjanya yang malas pake APD.
Body harness ribet jadi pake safety belt sudah cukup.
8 Operator Alimak
Operator alimak cuma 4 jadi APD dari PP semua.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Pekerjanya yang malas pake APD.
9 Operator Tower
Crane
Operator TC cuma 4 jadi APD dari PP semua.
Fasilitas K3 menurut saya sudah lengkap yaitu APD, APAR, rambu
peringatan, safety belt, safety net.
Rasanya risih kalau pake helm seharian.
ANGGARAN
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Besarannya
tidak bisa kami beberkan.
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan karyawan PP maupun
pekerja, pembuatan rambu, APAR , APD, safety net
2 HSE Proyek
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
pastinya saya lupa bisa mencapai puluhan juta. Itu sudah diatur
pusat.
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan
APAR, APD, rambu peringatan, safety net
3 Quality Control
Anggaran untuk pelaksanaan K3 di proyek sudah ada. Jumlah
pastinya saya tidak tahu. Ada mungkin puluhan juta.
Anggaran tersebut dipakai untuk pelatihan pekerja, penyediaan
APAR, APD, rambu peringatan, safety net.
4 House Keeping Anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
5 Besi Saya gak tahu masalah anggaran.
6 Cor Saya gak tahu masalah anggaran.
7 Kayu Soal anggaran saya gak tahu. Tanya mandor saja.
8 Operator Alimak Saya gak tahu masalah anggaran.
9 Operator Tower
Crane Saya gak tahu masalah anggaran.
SOP
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Pekerja yang sudah pengalaman biasanya lebih mengerti.
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist
mesin dan peralatan sebulan sekali. Itu yang tahu bagian operasional
quality control juga termasuk.
SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
2 HSE Proyek
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Proyek tinggal menjalankan.
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Bahan dan
alat sudah ada kontrol kualitas. Penyimpanannya juga diatur.
SOP untuk jam kerja sudah ada. Masuk jam 8 istirahat jam 12
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
Sosialisasi K3 ke pekerja juga sudah diatur.
3 Quality Control
SOP untuk setiap pekerjaan sudah baku dibuat dari pusat.
Proyek tinggal menjalankan.
SOP untuk keamanan mesin dan peralatan sudah ada. Checklist
mesin dan peralatan sebulan sekali. Mesin dan peralatan sebelum
dipakai harus aman.
4 House Keeping
Prosedur kerja gak ada. Pokoknya tinggal bersih - bersih saja.
Jam kerja tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang jam 5. Kalau
Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai jam 10 malam.
No Informan Jawaban
5 Besi
Prosedur kerja gak ada. Nunggu disuruh mandor baru mulai kerja.
Jam kerja saya sudah tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 pulang
Jam 5. Habis maghrib ada lembur buat yang mau.
6 Cor
Standar pekerjaan gak ada. Kami kerja mengikuti perintah mandor.
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
7 Kayu
Prosedur kerja gak ada. Tinggal ngikutin pekerja lainnya.
Jam kerja saya tahu. Masuk jam 8 istirahat jam 12 sampai jam 1
pulang jam 5. Kalau mau lembur dilanjutkan selesai maghrib sampai
jam 10 malam.
8 Operator Alimak
Ada safety instruction dipasang di dalam. Dari subkon dikasih tahu.
Operator alimak beda - beda jam kerjanya. Hari ini giliran saya
selesai istirahat. Nanti malam gantian tempat sama operator yang
lain. Besok saya masuk pagi.
9 Operator Tower
Crane
Mengoperasikan mesin saya mengerti. Prosedur kerja ada.
Sebulan sekali ada checklist. Jam kerjanya juga sudah dijadwal.
Kalau operator TC ada shift pagi sama shift malam.
FRAGMENTASI
No Informan Jawaban
1 HSE Pusat
HSE pusat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3 di semua
proyek. Di proyek sudah ada tim HSE sendiri.
HSE proyek perpanjangan tangan dari HSE pusat. Secara struktur
organisasi di proyek berada di bawah pimpinan proyek. Namun dia
wajib memberikan laporan pelaksanaan K3 ke saya.
Pekerja di proyek bertanggung jawab kepada HSE di proyek.
Sebenarnya mereka di bawah mandor tapi terkait K3 urusannya
langsung ke HSE.
2 HSE Proyek
Saya bertanggung jawab ke pimpinan proyek sama HSE pusat.
K3 di proyek tanggung jawab saya.
Semua pekerja di proyek bertanggung jawab ke saya. Kalau ada
sesuatu saya langsung turun tangan gak perlu lewat mandor tapi
saya tetap bilang ke mandor karena dia yang bawa pekerja kesini.
Terkait keamanan mesin dan peralatan tinggal koordinasi saja sama
quality control tapi tetap itu tanggung jawab saya.
3 Quality Control
Tanggung jawab saya disini memastikan semua bahan, mesin, dan
peralatan sudah aman sebelum digunakan.
Secara struktur organisasi di bawah pimpinan proyek. Saya juga
koordinasi sama HSE.
Pelaksanaan K3 di proyek tanggung jawab HSE proyek.
4 House Keeping Pekerja bertanggung jawab kepada HSE proyek terkait K3.
5 Besi Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja
di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE.
6 Cor
Terkait K3 HSE yang memimpin. Mandor bilang selama kerja
di proyek ikutin saja apa maunya orang HSE.
Pekerja lain kalau terkait K3 saya rasa dipimpin HSE juga.
7 Kayu Kalau urusan K3 semua pekerja harus nurut orang HSE.
Saya bertanggung jawab ke mandor. Tapi urusan K3 kita ikut HSE.
8 Operator Alimak Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.
9 Operator Tower
Crane Urusan K3 dipegang HSE. Pekerja lain juga sama.