Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS MEKANISME PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP
Daniel Belianto dan Drs. Adang Hendarawan, M.Si.
1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UniversitasIndonesia
2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UniversitasIndonesia
[email protected],[email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang mekanisme penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pegawai tetap. Skripsi
ini berfokus pada analisis penggunaan metode Estimasi dan Bayangan dalam menghitung PPh Pasal 21 atas
pegawai tetap. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penggunaan metode Estimasi dan Bayangan memiliki hasil penghitungan PPh Pasal 21
yang sama dalam setahun, tetapi dalam hal penghitungan setiap masanya terdapat perbedaan hasil. Metode
Bayangan tidak dicontohkan dalam ketentuan perundangan yang berlaku, sehingga apabila terdapat
penghitungan ulang oleh petugas pajak dengan metode Estimasi dan terdapat selisih kekurangan bayar, maka
atas selisih kekurangan bayar PPh Pasal 21 tersebut dan sanksi administrasi perpajakan atas selisih kekurangan
bayar tersebut akan ditanggung oleh pihak pemotong pajak.
Kata Kunci: PPh Pasal 21, Pegawai Tetap, Metode Estimasi, Metode Bayangan
The Analysis of Mechanism Calculation of Income Tax Article 21 on a
Permanent Employee
ABSTRACT
This thesis discusses about the mechanism of calculation of Income Tax Article 21 on a permanent employee.
This thesis focuses on the analysis of the use Forecast and Running method in calculating Tax Article 21 of the
permanent employee. This study uses a qualitative approach with descriptive. The results of this study indicate
that the use of methods Forecast and Running has the same count results Tax Article 21 in in a tax year, but in
terms of counting every month there are differences in the results. Method of Running is not exemplified in in
the provisions of legislation, so that if there is a recount by the tax officer with the method Forecast and there is
a difference underpayment, then the difference between the underpayment of income tax Article 21 and
sanctions the tax administration on the difference underpayment will be borne by the tax withholder.
Key Words: Income Tax Article 21, Permanent Employee, Forecast Method, Running Method
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
2
Pendahuluan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak yang dapat
dihasilkan oleh Negara dari suatu penerapan sistem pemungutan pajak melalui withholding
tax system yang melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah Pemotong PPh
Pasal 21 yaitu Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha
tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan oleh
Pemotong Pajak setiap bulannya. Terdapat 2 metode yang banyak digunakan untuk
menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai tetap yaitu
metode estimasi (Forecast) atau metode bayangan (Running). Kedua metode tersebut
memilki perbedaan terkait mekanisme menghitung PPh Pasal 21 Pegawai Tetap.
(Harcrisnowo, 2008).
Adapun fenomena yang terjadi di dalam praktik bahwa penggunaan diantara kedua
metode tersebut oleh Pemotong Pajak didasarkan pada kelebihan dan kekurangan masing-
masing metode yang dikaitkan dengan proses bisnis. Pada lampiran PER – 16/PJ/2016
mencerminkan bahwa petunjuk umum dan contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21
atas Pegawai Tetap menggunakan metode Forecast. metode Forecast tidak melibatkan
penghasilan masa-masa sebelumnya dalam menghitung PPh Pasal 21 dikarenakan setiap
masa pajak dianggap berdiri sendiri-sendiri. Apabila terdapat fluktuasi penghasilan setiap
bulannya, hasil dari penggunan metode Forecast cukup tidak menggembirakan baik dari sisi
Pegawai Tetap dan sisi Pemotong Pajak karena PPh Pasal 21 juga ikut berfluktuasi yang
berpengaruh pada tidak stabilnya cashflow setiap bulan. Masalah lain yang timbul adalah
penggunaan metode Forecast akan menyebabkan lebih bayar pada masa pajak terakhir
karena adanya penurunan penghasilan yang cukup ekstrem. Atas hal tersebut Pemotong Pajak
memiliki kecenderungan untuk menghindari lebih bayar karena adanya potensi untuk
dilakukan pemeriksaan pajak. Mengingat beban PPh Pasal 21 tidak semestinya mutlak
ditanggung oleh pegawai tetap melainkan juga dapat ditanggung oleh pemberi kerja,
membuat pemberi kerja selaku Pemotong Pajak untuk menemukan berbagai variasi dalam
penghitungan PPh Pasal 21.
Metode Running hadir sebagai alternatif solusi dari permasalahan dari metode
Forecast dalam menghitung PPh Pasal 21 yang terutang atas Pegawai Tetap. Metode
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
3
Running diciptakan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan kesamaan hasil akhir
selama setahun dengan metode Forecast. Metode Running melibatkan komponen
penghasilan dan pengurang dari masa-masa sebelumnya, dimana penghitungan PPh Pasal 21
setiap masa (termasuk masa pajak terakhir) didasarkan atas jumlah aktual. Namun demikian,
untuk hasil penghitungan PPh Pasal 21 setiap masa antara metode Running jika dibandingkan
metode Forecast dapat menimbulkan perbedaan terkhusus bila terdapat fluktuasi
penghasilan. Perbedaan hasil tersebut akan menimbulkan masalah tersendiri karena metode
Running tidak diatur dalam ketentuan. Jika dikaitkan lagi dengan berlakunya PER-
14/PJ/2013 mengenai tata cara pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21, perbedaan hasil tersebut
dapat terlihat pada PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap setiap masa yang akan tertampil dalam
SPT Masa PPh Pasal 21. Dengan demikian, petugas pajak sesungguhnya dapat menemukan
perbedaan hasil tersebut dan lebih lagi memberikan sanksi perpajakan bila terdapat
kekurangan bayar.
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian yang berjudul “Analisis
Mekanisme Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap” ini adalah
menganalisis lebih lanjut mengenai penghitungan PPh Pasal 21 yang dikaitkan dengan
metode Forecast maupun Running. Selain itu, pengujian atas ketepatan penghitungan sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku, juga akan dihubungkan dengan implikasi sanksi
perpajakan yang timbul terhadapnya serta dikaitkan dengan penerimaan Negara.
Tinjauan Teoritis
The current payment system menjadi landasan pemungutan dengan withholding tax
dan estimated revenue, yang berkaitan dengan penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 21 ke
kas negara, dimana menurut Yudkin bahwa the current system atau pay as you go merupakan
salah satu cara pemungutan pajak, yang menekankan pada pemungutan pajak pada saat yang
sama dengan saat penghasilan diterima. (Yudkin, 1971, p.3). Sedangkan menurut Griffith, the
current system ini sangat berkaitan dengan asas convenience dan mendorong serta
membangun kepatuhan Wajib Pajak. Selain itu, sistem ini merupakan instrumen stabilitas
penerimaan negara apabila dilihat dari sudut pemerintah, dimana penerimaan negara lebih
cepat masuk ke kas Negara untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Lebih lanjut Griffith
mengatakan bahwa konsep current of payment sudah cukup lama diperkenalkan tetapi masih
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
4
sangat relevan sampai sekarang, karena sampai saat ini pemerintah masih mengandalkan
pajak untuk mendukung pengeluaran rutin maupun belanja modal, sehingga diperlukan
penerimaan segera dan stabil. (Kelley, Patrick L and Oldman Oliver, 1973).
Pihak ketiga yang berhubungan dengan Wajib Pajak (withholding agents atau
pemotong pajak), wajib menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang
dipotongnya. (Rosdiana dan Tarigan, 2005). Selaras dengan kewajibannya itu, bahwa ada
risiko-risiko yang harus ditanggung pemberi kerja sebagai pemotong pajak yaitu:
a. Operational risk (risiko operasional) yaitu kemungkinan timbulnya kesalahan
pemrosesan yang mungkin disebabkan oleh volume pekerjaan yang harus ditangani, yang
mengakibatkan tambahan biaya,
b. Compliance risk (risiko kepatuhan) yaitu kemungkinan terlambatnya penyetoran atau
pelaporan yang mengakibatkan tambahan denda, dan
c. Reputational risk (risiko reputasi) yaitu kemungkinan terjadinya kesalahan penghitungan
yang mungkin tidak banyak berpengaruh pada reputasi di tingkat publik, tetapi reputasi di
kalangan internal yang menimbulkan konflik di kalangan pegawai. (Whiting, 2004)
Sehubungan dengan resiko-resiko tersebut di atas, beban pajak juga dapat muncul
terkait dengan biaya kepatuhan atau compliance cost sehubungan pelaksanaan kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 khususnya dalam penggunaan metode penghitungannya.
Compliance costs adalah bagian dari beban administratif yang harus ditanggung oleh Wajib
Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, baik yang dapat diukur baik
dengan nilai uang (tangible) maupun yang tidak dapat diukur dengan nilai uang (intangible).
Contoh dari biaya yang tangible adalah fiscal costs/direct money costs, dimana biaya/beban
yang harus dikeluarkan wajib pajak selama proses pelunasan pajaknya dapat diukur dengan
nilai uang. Selain itu, ada pula biaya intangible dalam bentuk time costs, yaitu biaya berupa
waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan,
dan psychological costs, biaya psikis/psikologis yang antara lain berupa stress atau
ketidaktenangan, kegelisahan, maupun ketidakpastian, yang terjadi dalam proses pelaksanaan
kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan, misalnya stress saat melakukan filing atas
dokumen-dokumen bukti potong PPh Pasal 21 yang sangat banyak. (Haula Rosdiana, 2007)
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
5
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan maksud memberikan suatu pemahaman secara mendalam tentang fenomena
terhadap suatu objek penelitian, yaitu pemahaman tentang penggunaan metode penghitungan
PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap.Jenis penelitian ini berdasarkan tujuannya adalah penelitian
deskriptif, berdasarkan manfaat adalah penelitian murni, dan berdasarkan dimensi waktu
adalah penelitian cross-sectional. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah studi
lapangan dengan melakukan wawancara mendalam serta studi kepustakaan untuk
memperoleh data sekunder. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif.
Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
beberapa pihak yang terkait yaitu Bambang Eko Nugroho, selaku Kepala Seksi Peraturan
Pot/Put PPh 1, Direktorat Peraturan Perpajakan II, Ditjen Pajak; Nanang Subchan, selaku
Account Representatif KPP PMA Dua; Godfried Pardomuan, selaku Supervisor Pemeriksa
Pajak KPP PMA Dua; Indra Lesmana selaku staf pajak PT XYZ; ibu Nadya Nur A. selaku
selaku staf pajak PT ABC; Sri Juliarti Hariani, selaku Senior Manager, Divisi Global
Employer Services, Delloite Tax Solutions; Iman Santoso, selaku Partner PSS Consult –
Ernst & Young Indonesia; Sigit Wibowo, selaku Tax Manager, MUC Global; Arie Widodo
selaku selaku Dosen Administrasi Perpajakan, Program Vokasi Universitas Indonesia;
Wisamodro Jati selaku Dosen Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia.
Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap
1.1 Metode Forecast dan Running dalam menghitung PPh Pasal 21
Apabila dibuatkan summary-nya maka berikut perbedaan penghitungan PPh
Pasal 21 dengan metode Forecast dan Running:
Tabel 1.1 Perbedaan Metode Forecast dan Running
Komponen Penghitungan Setiap Masa
Running Forecast
Penghasilan Memperhitungkan dengan Tidak memperhitungkan
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
6
Komponen Penghitungan Setiap Masa
Running Forecast
bulan-bulan sebelumnya
(dijumlahkan)
dengan bulan-bulan
sebelumnya
Pengurang Memperhitungkan dengan
bulan-bulan sebelumnya
(dijumlahkan)
Tidak Memperhitungkan
dengan bulan-bulan
sebelumnya
Penghasilan
Neto Setahun
Penghasilan Neto x (estimasi
masa kerja/realisasi masa
kerja)
Penghasilan Neto dikali
estimasi kerja yaitu dua belas
PPh 21 Sebulan PPh 21 Setahun x (realisasi
masa kerja/estimasi masa
kerja)
PPh 21 Setahun dibagi dua
belas
1.2 Mekanisme Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT ABC
Berdasarkan studi kasus pada PT ABC untuk tahun 2015, terdapat hasil
penghitungan PPh Pasal 21 untuk setiap bulannya. Apabila dilihat detail
penghitungannya, maka ditampilkan salah satu Pegawai Tetap PT ABC yaitu D
dengan hasil penghitungan sebagai berikut:
Tabel 1.2 Hasil Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pegawai D
Masa Penghasilan
Bruto (Rupiah)
PPh Pasal 21 Sebulan
Forecast (Rupiah)
PPh Pasal 21 Sebulan
Running (Rupiah)
Selisih PPh Pasal 21 Sebulan (Rupiah)
Januari 9.048.242 259.096 259.096 0
Februari 9.615.061 339.871 339.871 0
Maret 9.955.152 388.333 388.321 12
April 11.360.863 598.858 588.646 10.212
Mei 6.282.167 93.867 (135.079) 228.946
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
7
Masa Penghasilan
Bruto (Rupiah)
PPh Pasal 21 Sebulan
Forecast (Rupiah)
PPh Pasal 21 Sebulan
Running (Rupiah)
Selisih PPh Pasal 21 Sebulan (Rupiah)
Juni 9.002.897 252.633 252.696 (63)
Juli 17.845.270 1.571.483 1.512.633 58.850
Agustus 6.599.585 108.942 (89.917) 198.859
September 7.053.040 130.483 (25.142) 155.625
Oktober 9.093.588 265.558 265.583 (25)
November 7.007.695 128.329 (31.654) 159.983
Desember 12.222.428 (101.003) 711.396 (812.399)
Total 115.085.988 4.036.450 4.036.450 0
Berdasarkan data sebelumnya bahwa dengan menggunakan metode penghitungan
Running terdapat kondisi dimana terjadi kelebihan bayar pada pegawai D di bulan
tertentu yaitu Bulan Mei, Agustus, September, November 2015. Penyebab kelebihan
bayar tersebut disebabkan oleh adanya fluktuasi penghasilan. Fluktuasi penghasilan
Pegawai D pada tahun 2015 dapat terlihat pada grafik berikut:
Gambar 5.4 Grafik Komponen Penghasilan atas Pegawai D pada Tahun 2015
Berdasarkan grafik tersebut, fluktuasi penghasilan terjadi atas insentif penjualan.
Terdapat jumlah insentif penjualan yang besar dari bulan sebelumnya, tetapi pada
bulan berjalan jumlah insentif penjualan mengalami penurunan yang cukup ekstrem.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
8
Selanjutnya, apabila dilakukan rekapitulasi semua Pegawai Tetap PT ABC
setiap bulannya, maka akan terlihat figure kurang/lebih setor setiap bulannya sebagai
berikut:
Tabel 1.3 Rekapitulasi Hasil Penghitungan PPh Pasal 21
Masa Penghasilan
Bruto (Rupiah)
PPh Pasal
21 Sebulan
Running
(Rupiah)
PPh Pasal
21 Sebulan
Forecast
(Rupiah)
Selisih PPh
Pasal 21
Kurang/(Lebih)
Setor (Rupiah)
Januari 115.027.824 8.811.901 8.811.901 0
Februari 124.219.712 9.988.525 9.992.442 3.917
Maret 123.703.644 10.027.288 10.040.750 13.462
April 131.957.492 10.699.370 10.837.445 138.075
Mei 116.161.696 9.090.938 9.531.764 440.826
Juni 119.237.434 9.545.851 9.656.434 110.583
Juli 242.344.371 30.096.338 31.837.979 1.741.641
Agustus 108.329.819 8.453.538 9.152.859 699.321
September 112.136.729 8.671.675 9.312.913 641.238
Oktober 122.172.707 9.776.600 9.804.478 27.878
November 111.990.685 8.810.238 9.322.605 512.367
Desember 183.170.123 21.182.838 16.853.530 (4.329.308)
Grand
Total
1.610.452.236 145.155.100 145.155.100 0
Apabila diselisihkan dengan hasil dari penghitungan metode Forecast dan Running
maka terdapat perbedaan hasil sehingga timbul kurang / lebih setor. Pada setiap masa
pajak kecuali masa pajak terakhir didominasi adanya kurang setor, sedangkan di masa
pajak terakhir terjadi lebih setor. Lebih setor dikarenakan penghitungan PPh Pasal 21
dengan metode Forecast lebih kecil dari metode Running. Walau terdapat perbedaan
hasil setiap bulannya, untuk jumlah PPh Pasal 21 selama setahun (tahun 2015) adalah
sama antara metode Forecast dan Running.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
9
2. Analisis Implikasi Penggunaan Metode Forecast Dan Running Dalam Mekanisme
Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pegawai Tetap Terkait Sanksi Perpajakan
Yang Mungkin Timbul Dikaitkan Dengan Penerimaan Negara
2.1 Implikasi Penggunaan metode Forecast dan Running
Apabila dikaitkan dengan fluktuasi penghasilan, secara umum implikasi pada
besarnya PPh Pasal 21 pada setiap masanya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Hasil Penghitungan Metode Running dan Forecast
Metode Running Metode Forecast
PPh Pasal 21 yang dihasilkan
dengan metode penghitungan
Running lebih stabil. Namun
demikian, PPh Pasal 21-nya bisa
minus (lebih bayar) dengan kondisi
pada Masa Pajak tertentu terjadi
dengan penurunan penghasilan
yang ekstrem.
PPh Pasal 21 yang dihasilkan dengan
metode penghitungan Forecast juga
ikut fluktuatif tergantung pada
fluktuasi penghasilan. Pada masa
berjalan tidak dimungkinkan PPh
Pasal 21 minus, kecuali pada Masa
Pajak Terakhir terdapat kondisi
Pegawai Tetap yang resign dan/atau
adanya penurunan penghasilan yang
ekstrem yang terjadi pada Masa Pajak
Terakhir
Penggunaan metode Running yang melakukan penghitungan secara akumulasi
dengan penghasilan sebelumnya secara rata-rata tertimbang, akan memberikan hasil
penghitungan PPh Pasal 21 akan lebih aktual setiap masanya dan di masa pajak
terakhir. Apabila terdapat fluktuasi penghasilan, maka metode Running akan
melakukan penyebaran beban PPh pasal 21 ke masa berikutnya dengan rata-rata
tertimbang. Dengan demikian, bila dibandingkan dengan metode Forecast yang pada
dasarnya penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan melalui perkiraan penghasilan yang
diterima/atau diperoleh oleh pegawai tetap pada setiap bulannya, maka metode
Running akan menghasilkan PPh Pasal 21 kurang bayar yang lebih rendah. Dengan
demikian, apabila digunakan metode Forecast, PPh Pasal 21 PT ABC yang terutang
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
10
ke kas Negara akan lebih besar pada setiap masanya kecuali pada masa pajak terakhir.
Apabila dilakukan penelitian atau pemeriksaan, dampak atas kekurangan pembayaran
pajak dapat menimbulkan sanksi administasi perpajakan.
Implikasi yang dapat dikaitkan penerimaan Negara berdasarkan penghitungan
PPh Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT ABC bahwa dengan adanya fluktuasi
penghasilan berdasarkan kasus yang ada, secara agregat setahun penerimaan Negara
atas PPh Pasal 21 akan sama antara metode Forecast dan Running. Namun demikian,
apabila dilihat pada besarnya PPh Pasal 21 yang masuk ke kas Negara setiap
masanya, maka penggunaan metode Forecast berdampak pada lebih besarnya
penerimaan pajak akan masuk ke kas Negara. Hal ini dikarenakan hasil PPh Pasal 21
yang dihitung dengan metode Forecast akan lebih besar dibandingkan dengan metode
Running pada masa pajak kecuali masa pajak terakhir. Jika dikaitkan dengan konsep
the current payment system bagi Pemerintah, metode Forecast akan sangat ideal
diterapkan pada penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap karena berdampak
pada realisasi penerimaan negara yang masuk ke kas negara lebih besar pada masa
berjalan sehingga membantu Pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang rutin. Mengingat pemerintah masih mengandalkan pajak untuk mendukung
pengeluaran rutin maupun belanja modal, sehingga diperlukan penerimaan segera dan
stabil. (Kelley, Patrick L and Oldman Oliver, 1973).
2.2 Sanksi Perpajakan atas Penggunaan metode Forecast dan Running
Sanksi perpajakan timbul karena adanya kekurangan pembayaran pajak oleh
Wajib Pajak. Terhadap kekurangan dari metode Running yang sudah disebutkan
sebelumnya akan dianalisis apakah terdapat dampak potensi temuan pajak bahkan
sanksi perpajakan yang timbul. Dampak dari penggunaan metode Running atas
kondisi dan kasus yang spesifik seperti tersebut di atas, akan menimbulkan penelitian
dari petugas pajak apabila dikaitkan dengan figur PPh Pasal 21 yang dapat
menyebabkan minus atau lebih bayar, padahal terdapat penghasilan bruto pada bulan
berjalan. Pada kasus PT ABC masa Januari sampai dengan November, atas selisih
kekurangan bayar, petugas pajak dapat memberikan sanksi perpajakan. Mengacu pada
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
11
Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan dan Tatacara Umum
Perpajakan bahwa:
“Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas
jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
(satu) bulan.”
Berdasarkan hal tersebut di atas maka apabila pembetulan dilakukan maka selain
harus dilakukan pembayaran atas pokok pajak yang kurang dibayar, juga terdapat
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan. Jika dikaitkan dengan kasus
PT ABC, apabila pembetulan dilakukan pada akhir bulan Desember 2015 maka figur
pembayaran atas kekurangan bayar pada Surat Tagihan Pajak yang akan diterbitkan
oleh Account Representative adalah sebesar berikut:
Tabel 2.5 Penghitungan Sanksi Perpajakan PPh Pasal 21
Masa
Pokok Pajak yang kurang
dibayar (Rupiah)
Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Formulasi Hasil (Rupiah)
Januari 0 0 0
Februari 3.917 2 % x 10 bulan x 3.917 783
Maret 13.463 2 % x 9 bulan x 13.463 2.423
April 138.075 2 % x 8 bulan x 138.075 22.092
Mei 440.814 2 % x 7 bulan x 440.814 61.714
Juni 110.592 2 % x 6 bulan x 110.582 13.271
Juli 1.741.642 2 % x 5 bulan x 1.741.642 174.164
Agustus 699.422 2 % x 4 bulan x 699.422 55.954
September 641.251 2 % x 3 bulan x 641.251 38.475
Oktober 27.840 2 % x 2 bulan x 27.840 1.114
November 512.405 2 % x 1 bulan x 512.405 10.248
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
12
Masa
Pokok Pajak yang kurang
dibayar (Rupiah)
Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Formulasi Hasil (Rupiah)
Desember 0 0 -
Grand Total 4.329.308 380.238
Atas kekurangan bayar tersebut diatas akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)
yang merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% setiap bulannya tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 14
Undang-Undang KUP. Sama seperti penelitian, atas temuan kekurangan bayar maka
pemeriksa juga dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 14 ayat (3)
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 bahwa:
“Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.”
Banyaknya bulan yang dihitung dibatasi yaitu maksimal 24 bulan, berbeda halnya
apabila Surat Tagihan Pajak yang dikeluarkan melalui penelitian.
2.3 Penanggung Beban PPh Pasal 21
Apabila dikaitkan dengan penggunaan metode Forecast dan Running dalam
menghitung PPh Pasal 21 atas pegawai tetap, maka dampak yang ditumbulkan dapat
dilihat dari dua sisi. Bagi Pegawai Tetap dengan adanya penggunaan gross method
maka metode Running akan lebih menguntungkan karena beban PPh Pasal 21 yang
dipotong setiap bulannya dari penghasilan adalah lebih bersifat aktual bukan estimasi
dan apabila terdapat tambahan penghasilan pada bulan berjalan PPh Pasal 21 nya
akan lebih stabil dibandingkan dengan metode Forecast. Hal ini dikarenakan dengan
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
13
metode Forecast, atas tambahan penghasilan yang akan menjadi dasar pengenaan PPh
Pasal 21 tersebut akan diestimasikan selama setahun, sehingga PPh Pasal 21 nya
cenderung lebih besar sehingga secara langsung akan berpengaruh pada takehompay
yang akan diterima oleh Pegawai Tetap. Sedangkan, gross up method dan net method
tidak akan berpengaruh terhadap beban PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap. Bagi
pemberi kerja sebagai Pemotong Pajak, beban PPh Pasal 21 dengan gross up method
dan net method akan mempengaruhi pada sisi cashflow. Penggunaan metode Running
akan lebih menguntungkan dari segi cashflow karena PPh Pasal 21 yang dihasilkan
setiap bulan akan lebih stabil dibandingkan dengan metode Forecast. Kemudian, bila
dikaitkan dengan gross method dari sisi Pemotong Pajak tidak akan berpengaruh.
2.4 Implikasi Penggunaan Metode Forecast dan Running
Berdasarkan hal tersebut maka pertimbangan biaya kepatuhan juga
mempengaruhi keputusan pemotong pajak untuk menggunakan metode Forecast atau
Running.
Tabel 2.6 Implikasi Penggunaan Metode Forecast dan Running
Implikasi Metode Running Metode Forecast
Compliance risk
berdasarkan
fiscal
costs/direct
money costs
Adanya potensi sanksi
administrasi pajak apabila
terjadi selisih kurang bayar
pada penghitungan masa
(akibat perbandingan
penghitungan metode
Running), sehingga ada
tambahan biaya yang harus
dikeluarkan pemotong pajak
Tidak ada potensi sanksi
administrasi pajak karena
sesuai dengan ketentuan
berlaku
Reputational risk
berdasarkan
fiscal
costs/direct
PPh 21 cenderung lebih rendah
dari Metode Forecast jika
terjadi penambahan
Penghasilan pada Masa
PPh 21 lebih tinggi dari
Metode Running jika terjadi
penambahan Penghasilan
pada Masa Berjalan,
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
14
Implikasi Metode Running Metode Forecast
money costs Berjalan, sehingga
takehomepay yang diterima
penerima penghasilan akan
lebih besar
sehingga takehomepay yang
diterima penerima
penghasilan akan lebih kecil
Time costs Waktu yang dibutuhkan untuk
penghitungan PPh Pasal 21 di
masa pajak karena tidak
adanya penghitugan ulang di
masa pajak terakhir. Pada
masa berjalan tidak perlu
melakukan penghitungan
ulang bila terdapat perubahan
komponen penghasilan
dan/atau pengurang.
Waktu yang dibutuhkan
untuk penghitungan PPh
Pasal 21 di masa pajak
terakhir lebih lama karena
adanya penghitugan ulang.
Pada masa berjalan
diperlukan penghitungan
ulang bila terdapat
perubahan komponen
penghasilan dan/atau
pengurang.
Psychological
costs
Biaya psikis/psikologis yang
akan ditanggung selaku
pemotong dalam proses
pelaksanaan kewajiban PPh
Pasal 21 akan menjadi lebih
besar dikarenakan adanya
risiko sanksi perpajakan yang
nantinya timbul karena tidak
adanya kepastian hukum
dalam penerapan metode
Running.
Biaya psikis/psikologis yang
akan ditanggung terkait
dengan risiko sanksi
semestinya tidak akan
mengkhawatirkan, karena
dengan adanya kepastian
hukum berdasarkan
ketentuan perundangan.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
15
2.5 Pengaturan terkait Penggunaan Metode Forecast dan Running
Pengaturan mengenai mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 secara sistematis
dari Undang-Undang ke Peraturan Menteri Keuangan, kemudian turun ke Peraturan
Direktur Jenderal Pajak, sesungguhnya memberikan konstruksi hukum yang jelas
mengenai hirarki ketentuan perundangan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pengaturan metode
penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap dalam ketentuan perundangan tersebut
dijelaskan bahwa yang digunakan adalah metode perkiraan atau estimasi atau
Forecast, sedangkan metode Running tidak diatur. Metode Running hanya merupakan
suatu bentuk variasi penghitungan dari pemotong pajak untuk mengatasi kekurangan
dalam penggunaan metode Forecast yang dijelaskan sebelumnya. Secara jumlah PPh
Pasal 21 yang terutang selama setahun antara metode Forecast dan Running adalah
sama, tetapi untuk jumlah PPh Pasal 21 setiap masa akan menjadi berbeda bila
terdapat fluktuasi penghasilan. PPh Pasal 21 yang terutang dengan metode Forecast
akan lebih besar dibandingkan dengan metode Running. Walaupun dalam ketentuan
perundangan tidak diatur mengenai punishment terkait penggunaan metode
penghitungan selain yang diatur, tetapi atas hal tersebut sesungguhnya penggunaan
metode Running memiliki risiko tersendiri. Pertama, metode Running tidak diatur,
kemudian yang kedua adalah metode Running dapat menimbulkan implikasi pajak
bagi pemotong pajak yaitu sanksi administrasi perpajakan atas kekurangan
pembayaran PPh Pasal 21 setiap masanya.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
16
Simpulan dan Saran
- Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu simpulan
sebagai berikut:
a. Perbedaan yang paling mendasar antara metode Forecast dan Running yaitu terkait
dengan perlakuan dasar pengenaan pajak yang akan digunakan dalam menghitung PPh
Pasal 21. Perbedaan tersebut akan membuat PPh Pasal 21 setiap masanya juga akan
menjadi berbeda, meskipun secara jumlah PPh Pasal 21 selama setahun akan sama.
Perbedaan penghitungan setiap masa tersebut terjadi apabila penghasilan Pegawai Tetap
terjadi fluktuasi setiap masanya. Metode Forecast diatur dalam ketentuan perundangan
sedangkan metode Running tidak diatur.
b. Implikasi pajak terhadap penggunaan metode Forecast dan Running dapat dikaitkan
dengan biaya kepatuhan bagi Wajib Pajak. Berdasarkan compliance risk kaitannya fiscal
costs/direct money costs, penggunaan Running lebih berpotensi terkait timbulnya sanksi
administrasi pajak, sehingga ada tambahan biaya yang harus dikeluarkan pemotong pajak.
Atas selisih kurang bayar dengan menggunakan metode Running, petugas pajak
menerbitkan Surat Tagihan Pajak atas kekurangan bayar dan sanksi bunga sebesar 2 %
setiap bulan. Berdasarkan reputational risk kaitannya fiscal costs/direct money costs juga,
PPh 21 dengan metode Running tidak akan memberikan pertentangan dari internal
perusahaan, karena memang kecenderungan PPh Pasal 21 dengan metode Running akan
lebih rendah daripada metode Forecast, jika terjadi penambahan Penghasilan pada Masa
Berjalan, sehingga takehomepay yang diterima penerima penghasilan akan lebih besar.
Berdasarkan Time costs, waktu yang dibutuhkan untuk penghitungan PPh Pasal 21
khususnya masa pajak terakhir menggunakan Running relatif lebih singkat daripada
Forecast, yang disebabkan oleh tidak adanya penghitungan kembali pada masa pajak
terakhir. Berdasarkan biaya psikis/psikologis dalam penerapan metode Running yang akan
ditanggung selaku pemotong dalam proses pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 21 akan
menjadi lebih besar dikarenakan adanya risiko sanksi perpajakan yang nantinya timbul
karena tidak adanya kepastian hukum. Kemudian apabila ditinjau dari penerimaan Negara,
metode Forecast akan lebih mengoptimalkan penerimaan PPh Pasal 21 setiap masanya,
walaupun secara jumlah satu tahun tidak ada perbedaan dengan metode Running.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
17
- Saran
Berdasarkan simpulan yang ada, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:
a. Dalam penggunaan metode penghitungan PPh Pasal 21 sebaiknya pemotong pajak
menggunakan metode Forecast jika dikaitkan dengan ketentuan perundangan yang
mengatur, sehingga biaya pajak yang timbul sehubungan dengan penggunaan metode
Running dapat diantisipasi sebelumnya. Meskipun dengan metode Forecast besarnya PPh
Pasal 21 yang terutang bagi setiap pegawai tetap akan lebih besar bila terjadi fluktuasi
penghasilan setiap masanya, hal tersebut dapat dijelaskan ke pegawai yang bersangkutan
bahwa hal tersebut adalah konsekuensi logis dari peraturan perundangan yang
menerapkan perkiraan. Selain itu dapat dijelaskan juga bahwa sesungguhnya apabila
melihat figur besarnya PPh Pasal 21 setahun, penggunaan metode Forecast dan Running
tidak ada perbedaan.
b. Dalam rangka memberikan kepastian hukum, bahwa atas penafsiran yang berbeda antara
pemotong pajak yang menggunakan metode Forecast dan Running, hendaknya
Pemerintah memberikan peraturan penegasan terkait punishment apabila tidak
dilakukannya penghitungan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap dengan sesuai petunjuk
teknis pemotongan PPh Pasal 21 dalam peraturan perundangan. Selain itu, dalam rangka
optimalisasi penerimaan pajak setiap masanya, Pemerintah dapat melakukan pengawasan
pembayaran masa dengan mekanisme menghitung kembali PPh Pasal 21 yang telah
dilaporkan pemotong pajak, sehingga bila terdapat kekurangan bayar maka Pemerintah
dapat melakukan penegakan hukum dengan menerbitkan sanksi administrasi perpajakan.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
18
DAFTAR REFERENSI
Buku
Baily, Kenneth. D. (1999). Methods of Social Research. New York. The Free Press.
Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Traditions. California: Sage Publication.
Creswell, John W. (2013). Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed). Yogyakarta: Pusaka Pelajar.
Griffit, Peter S. (1970). Current Payment Of Taxes on Income. In Kelley, Patrick and Oldman, Oliver (Ed.). Readings On Income Tax Administration. New York : the Foundation press. Inc.
Gunadi. (1999). Pajak Dalam Aktivitas Bisnis. Jakarta: Penerbit Abdi Tandur.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.
Holmes, Kevin. (2001). The concept of income, a multi-disciplinary analysis, Amsterdam: IBFD.
Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.
Koentjaraningrat. (1991). Metode Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Lexy J. Moleong. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mardiasmo. (2008). Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Andi Offset.
Markus, Muda. (2005). Perpajakan Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Masriani, Yulies Tiena. (2004). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
19
Mansury, R. (2002). Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000. Jakarta: YP 4.
Moleong, Lexy J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Morse, Janice M. dan Lyn Richards. (2001). The Concept of Income: A Multi Disciplinary Analysis. The Netherlands: IFBD Publications BV.
Musgrave, Richard A dan Peggy B.Musgrave. (1991) Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Neuman, W. L. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, 5th Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Nurmantu, Safri. (2004). Pengantar Perpajakan, edisi ke-3. Jakarta: Granit.
_____________. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
Prasetyo, Bambang, Miftahul Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan. Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson, dan Horace R. Brock. (1981). An Introduction To Taxation. New York: Harcourt Brace jonovich.
Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. (2005). Perpajakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Soemitro, Rochmat. (1988). Pajak Ditinjau dari Segi Hukum. Bandung: PT Eresco.
Somchai Richupan. (1987). Determinants of Income Tax Evasion, dalan Ved P. Ghandi, Supply-Side Tax Policy Its Relevance to Developing Countries, Washington DC: IMF.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
20
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Unaradjan, Dolet. (2000). Pengantar Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Grasindo.
Widodo, Widi dan Dedy Djefris, (2008), Tax Payer’s Rights. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Yudkin, Leon. (1971). The Legal Structure for Effective Income Tax Administration. Cambridge: International Tax Program, Harvard Law School.
Jurnal Sadjiarto, Arja. (2008). “Penghitungan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21”. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 48-68
Van der Heeden, Koenraad. (1994). “The Pay As You Earn Tax on Wages Options for Developing Countries and Countries in Transition”. International Monetary Fund Working Paper No. 94/105
Karya Ilmiah Hacrisnowo. (2008). Perencanaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Karyawan Tetap
Dalam Upaya Meminimalisasikan Biaya Pajak PT. Bank Internasional Indonesia (BII) Finance Center. Tesis FISIP Universitas Indonesia,
Pani, Alfonsa Erlin. (2010). Penghitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Running System. Skripsi FE Universitas Kristen Petra Indonesia.
Rosdiana, Haula. (2007). Menuju Sistem Pajak Penghasilan Pro Corporate Cash-Flow untuk Mendorong Kemajuan Industri Telekomunikas. Disertasi FISIP Universitas Indonesia.
Karya Lainnya Iswanto, Muhammad. (2005). PPh Pasal 21 Masa Menuju PPh Pasal 21 Tahunan. Jakarta:
Lembaga Manajemen Formasi.
Saefudin, Deden. (2005). Penghapusan SPT Tahunan PPh dan Reformasi SPT Masa PPh. Bisnis Indonesia, 20 Juni 2005.
Whiting, John. (2006). Employment Taxes – Scope or Scourge?. Paying Taxes The Global
Picture, World Bank & PriceWaterhouse Coopers.
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016
21
Peraturan-peraturan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 27/PJ/2012 tentang Pengawasan Pembayaran Masa
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Universitas Indonesia. Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 628/SK/R/UI/2008 tentang Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa Universitas Indonesia.
Publikasi Elektronik
Republik Indonesia. Nota Keuangan. Beserta. Rancangan Anggaran Pendapatan. Dan Belanja Negara. Tahun Anggaran 2016. Diunduh tanggal 4 November 2016.
<http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/Publikasi/NK%20APBN/NK%20RAPBN%202016.pdf >.
OECD. (2004) Tax Administration in OECD Countries: Comparative Information Series. Pemerintah Republik Indonesia, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Diunduh tanggal 4 November 2016.
<https://www.oecd.org/ctp/administration/CIS-2004.pdf>
Analisis mekanisme ..., Daniel Belianto, FISIP UI, 2016