Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Konsentrasi Mikroorganisme Udara Terkait Keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Di Rumah Sakit
Studi Kasus: IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta
Tiara1*, Irma Gusniani D.1, Evy Novita Z.1
1Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi untuk menetralkan kontaminan pada air limbah memiliki potensi sebagai sumber pengemisi bioaerosol ke udara. Undang-Undang RI No.44/2009 mengharuskan tiap rumah sakit untuk memiliki IPAL yang dapat berfungsi dengan baik, sehingga rumah sakit yang memiliki IPAL juga memiliki risiko pencemaran bioaerosol. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas udara mikrobiologis, menganalisis pengaruh faktor teknis IPAL dan parameter fisik lingkungan terhadap konsentrasi bioaerosol, dan menganalisa hubungan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah yang diolah dengan konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta. Pengambilan sampel udara mikrobiologis dilakukan berpedoman pada standar AIHA menggunakan alat EMS Single Stage Bioaerosol Sampler dengan menggunakan media TSA (Oxoid, 2011) untuk bakteri mesofilik dan MEA (Oxoid, 2011) untuk jamur. Pengambilan sampel udara dilakukan di lima titik secara triplo sementara sampel air limbah diambil dari bak ekualisasi dan bak aerasi. Hasil pengukuran sampel udara menunjukkan bahwa udara di dalam ruang IPAL telah tercemar oleh bioaerosol dengan nilai rerata angka kuman sebesar 17.405 ± 5.116 CFU/m3 yang melebihi baku mutu yang tertera pada Kepmenkes RI No.1045/2002 yaitu 700 CFU/m3. Faktor teknis yang dapat mempengaruhi diantara lain adalah jenis mesin aerator yang digunakan, penggunaan exhaust fan pada sistem ventilasi ruangan, dan variasi debit air limbah yang diolah. Sementara parameter fisik lingkungan seperti temperatur dan kelembaban relatif dapat mempengaruhi kondisi optimum pertumbuhan mikroorgnisme di udara. Hasil pengukuran konsentrasi bakteri mesofilik di udara dan air limbah diuji secara statistik dengan perhitungan statistik parametris korelasi pearson product moment. Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbanding lurus yang kuat diantara keduanya dengan nilai korelasi pada bak ekualisasi dan aerasi berturut-turut sebesar +0,808 dan +0,659. Pencegahan pencemaran bioaerosol di IPAL dapat dilakukan dengan menggunakan aerator yang menghasilkan gelembung udara yang lebih kecil dan menutup area bukaan unit yang terbuka sehingga luas paparan air limbah dapat dikurangi. Kata kunci: Bioaerosol, IPAL, Rumah Sakit, Bakteri Mesofilik, Fungi, Air Limbah
Analysis Of Microbiological Air Quality In The Presence Of Waste Water Treatment Plant (WWTP) In A Hospital. Case Study: RSUD Budhi Asih Jakarta WWTP
Abstract
Waste water treatment plant (WWTP) that is made to neutralize contaminants in wastewater has the potential as a source of bioaerosol emission. Undang-Undang RI No.44/2009 states that every hospital must have a functional WWTP, so any hospital that has a WWTP also has a risk of bioaerosol pollution. The purposes of this research is to identifiy the microbiological air quality, analize the effect of technical factors as well as environmental parametres, and analyze the correlation between mesophilic bacteria found in wastewater and the air of WWTP in RSUD Budhi Asih Jakarta. The collection of air samples performed by using AIHA Standard with EMS Single Stage Bioaerosol Sampler and TSA and MEA medium (Oxoid, 2011) as a growth media for mesophilic bacteria and fungi, respectively. Air samples are taken from five points while wastewater samples come from equalization and aeration basin. Air samples measurement show that air quality in WWTP room has been polluted by bioaerosol with bacterial value average worth 17.405 ± 5.116 CFU/m3 that exceeds the standard stated in Kepmenkes RI No.1045/2002 which is 700 CFU/m3. Technical factors that can affect bioaerosol are the
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
type of aerator utilized, the use of room ventilation system, and wastewater flow variations. Meanwhile environmental parameters such as room temperature and relative humidity can affect the optimum condition for microbiological growth in air. Mesophilic bacteria concentrations in the air and wastewater is tested statistically by using parametric statistical method which is a pearson product moment correlation. The correlation test shows there is a strong correlation between the two parameters tested, with correlation value in equalization and aeration basin respectively are +0,808 and +0,659. The prevention of bioaerosol pollution in WWTP can be done by using an aerator that produces smaller air bubble and covering the open spaces of WWTP’s units so that the exposure area of wastewater can be minimized. Keywords: Bioaerosol, WWTP, Hospital, Mesophilic Bacteria, Fungi, Wastewater Pendahuluan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah suatu infrastruktur yang menggunakan proses
kimia, biologis dan mekanis yang diterapkan pada air limbah domestik maupun industri untuk
menghilangkan, mengurangi, atau menetralkan kontaminan sebelum dibuang ke badan air
penerima (US EPA, 2004). IPAL yang berfungsi untuk mengendalikan potensi pencemaran
air nyatanya berpotensi menjadi sumber pencemar bioaerosol. Air limbah sejatinya
mengandung patogen dalam jumlah tinggi. Mikroorganisme patogen tersebut dapat berupa
virus, bakteri, protozoa, maupun cacing. Sumber keberadaan mikroorganisme patogen pada
IPAL dapat berasal dari feses manusia, limbah komersial dan rumah sakit, atau limbah yang
dihasilkan oleh hewan (Gerardi dan Zimmerman, 2005; Fracchia et al., 2006). Berbagai
mikroorganisme ini kemudian dapat berpidah ke udara ketika unit operasi dan proses pada
IPAL bekerja mengolah air limbah, terutama pada IPAL yang menerapkan proses aerasi
dengan pengadukan mekanik pada air limbahnya.
Bioaerosol adalah partikel mikrobiologis yang terdapat di udara (Goyer et al, 2001). Potensi
bahaya yang disebabkan oleh bioaerosol bergantung pada tingkat patogenitas dari
mikrooragnisme spesifik yang terkandung di udara dan faktor-faktor lainnya yang
menentukan ketahanan mikroorgnisme di udara seperti kecepatan dan arah angin (Mohr,
2002). Faktor yang mempengaruhi jumlah dan komposisi mikroorganisme di udara terkait
dengan keberadaan IPAL diantaranya adalah luas permukaan air limbah yang terpapar
langsung dengan udara ambien, jenis dan tingkat kontaminasi air limbah, cara pengelolaan air
limbah, dan kondisi cuaca (Michalkiewicz M. et al., 2011).
IPAL adalah suatu sarana yang harus disediakan oleh rumah sakit sesuai dengan Undang-
Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Berbagai kegiatan yang berlangsung
di rumah sakit yaitu kegiatan medis, kegiatan laboratorium, kegiatan riset, serta kegiatan
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
lainnya seperti pembersihan, laundry, dan dapur akan menghasilkan limbah cair. Limbah cair
yang dihasilkan oleh kegiatan di rumah sakit harus terlebih dahulu diolah pada sebuah
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) oleh karena kandungan pencemar pada air limbah
dapat mencemari badan air apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Potensi
pencemaran bioaerosol di lokasi IPAL yang telah disebutkan sebelumnya mengindikasikan
bahwa rumah sakit yang memiliki IPAL juga memiliki risiko pencemaran biaerosol.
Penelitian ini dilakukan pada IPAL Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih yang
terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Tujuan dilakukan penelitian ini
diantaranya adalah mengidentifikasi kualitas udara mikrobiologis pada udara IPAL RSUD
Budhi Asih Jakarta, menganalisis pengaruh faktor teknis IPAL terhadap konsentrasi
bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta, mengidentifikasi pengaruh parameter
fisik lingkungan terhadap konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih
Jakarta, dan menganalisa hubungan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah yang diolah
dengan konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta.
Tinjauan Teoritis
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (UU No.44 tahun 2009). Limbah
cair rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan
rumah sakit (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2004).
Aerosol adalah materi halus dan terlarut pada udara atau lingkungan gas lainnya dengan
komposisi beragam bergantung pada jenis materi yang terlarut. Bioaerosol adalah aerosol
yang terdiri dari partikel yang berasal dari sumber biologis atau kegiatan yang dapat
mempengaruhi makhluk hidup melalui infektifitas, alergenisitas, keracunan, atau proses
lainnya. Partikel bioaerosol pada dasarnya tidak harus hidup, namun partikel harus berasal
dari kegiatan atau sumber biologis (Hirst, 1995). Partikel bioaerosol dengan rentang ukuran
dari 0,001 µm hingga 100 µm memiliki mekanisme yang berbeda untuk perpindahan di udara,
disposisi di permukaan, dan penyebaran ringan. Karakteristik lain yang berpengaruh terhadap
pergerakan biaoerosol di udara diantaranya adalah densitas, bentuk, dan muatan listrik dari
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
partikel bioaerosol tersebut (Löndahl, 2014). Partikel bioaerosol dapat dihilangkan dari udara
melalui disposisi basah atau kering ke atas sebuah permukaan. Disposisi basah adalah kondisi
ketika partikel tercuci dari atmosfer melalui hujan. Sementara disposisi kering adalah keadaan
dimana partikel bioaerosol jatuh dan menempel di tanah. Partikel bioaerosol yang umumnya
memiliki ukuran lebih dari 0.5 µm biasanya mengendap ke bawah dengan kecepatan yang
setara dengan kuadrat diameter partikel. Oleh karena itu makin besar partikel bioaerosol maka
makin cepat proses disposisi kering yang terjadi (Löndahl, 2014).
Secara global permukaan air yang tebuka merupakan sumber utama dari bioaerosol di
atmosfer. Permukaan air memiliki microlayer yang memiliki ketebalan hingga 100 µm yang
berkontak langsung dengan atmosfer. Pada lapisan microlayer ini terdapat habitat bakteri,
virus, dan berbagai mikroorganisme lain. Selain mikroorganisme, pada lapisan ini juga
terkandung karbohidrat, polisakarida, asam amino, dan protein. Lapisan inilah yang biasanya
menjadi sumber terbentuknya partikel bioaerosol di udara (Jonsson, 2014). Partikel airborne
merupakan partikel mikrooganisme yang langsung terdispersi ke udara, umumnya memiliki
diameter kurang dari 5 µm dan dapat terus berada di udara hingga tujuh hari setelah
aerosolisasi pertama dari permukaan air. Partikel airborne juga dapat menyebar dengan
mudah dan terbawa oleh angin hingga jauh sebelum akhirnya terdisposisi. Sementara droplet
adalah partikel bioaerosol yang menyatu dengan tetesan air dengan diameter lebih dari 5 µm.
Droplet dapat terbentuk oleh proses aerasi melalui pecahnya gelembung udara. Ketika
gelembung udara yang dilapisi air pecah, akan tebenruk droplet dengan ukuran sekitar 1/10
dari diameter gelembung yang pecah tersebut (Brown, 1997).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pencemaran bioaerosol di IPAL dapat terjadi pada
pekerja IPAL maupun orang lain yang berada di sekitarnya melalui pernapasan. Pernapasan
merupakan rute utama bagi mikroorganisme pada bioaerosol untuk mesuk ke tubuh manusia.
Kebanyakan materi yang terhirup ke tenggorokan atau saluran bronkus dapat masuk ke paru-
paru atau tertelan ke perut melalui mukus yang mengandung mikroorganisme akibat paparan.
Mikrooganisme pada bioaerosol juga dapat mengkontaminasi makanan atau air minum yang
akan akan mengakibatkan infeksi salurana pencernaan. Oleh karena itu sistem pernapasan dan
sistem pencernaan dapat terkena potensi penyakit dari mikroorganisme yang terhirup. Selain
jalur pernapasan, mikroorganisme pada bioaerosol juga dapat memberi dampak kepada
kesehatan manusia melalui kontak dengan kulit. Organisme pembawa penyakit dapat masuk
ke tubuh manusia melalui luka terbuka (Brown, 1997).
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban, dan arah angin;
dan kualitas mikrobiologis air limbah. Variabel terikat pada penelitian ini adalah konsentrasi
mikroorganisme bakteri dan fungi pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta serta
konsentrasi mikroorganisme air limbah pada bak ekualisasi dan unit pengolahan biologis.
Populasi dari penelitian ini adalah mikroorganisme yang terdapat sebagai pencemar
bioaerosol pada udara IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta dan air limbah yang diolah pada IPAL
RSUD Budhi Asih Jakarta. Sementara sampel penelitian adalah sampel udara yang
mengandung mikroorganisme pada IPAL RSUD Budhi Asih Jakarta yang diambil dengan
menggunakan alat impactor dan media pertumbuhan mikroorganisme serta sampel air limbah
yang diambil dari unit bak ekualisasi dan bak aerasi IPAL RSUD Budhi Asih.
Pengukuran konsentrasi mikroorganisme di udara dilakukan pada lima titik sampel dan satu
titik kontrol. Titik pengambilan sampel di dalam ruang IPAL berjumlah sebanyak tiga titik
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 dimana titik A berada di dekat bak ekualisasi, titik
B berada di dekat bak aerasi, titik C berada di titik terjauh dari pintu masuk, titik D berada di
depan pintu masuk ruang IPAL, titik E berada di depan lubang exhaust fan ruang IPAL, dan
titik kontrol berada 150 m dari lokasi IPAL.
Gambar 1. Titik Pengambilan Sampel
Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali pada lima hari yang berbeda ditambah satu kali
pengambilan sampel pendahuluan yang dilakukan sebelum pengambilan sampel penelitian.
Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat EMS biosampler.Pada tiap
titik pengambilan sampel diukur 2 parameter mikroorganisme yang berbeda dengan
Titik E
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
menggunakan 2 media selektif. Pada tiap jenis media pengambilan data dilakukan sebanyak
tiga kali (triplo) untuk tiap titik sampel. Pengukuran konsentrasi mikroorganisme pada air
limbah dilakukan pada hari yang sama dengan pengambilan sampel udara. Enumerasi bakteri
pada air limbah ditentukan dengan metode spread plate menggunakan media agar TSA.
Identifikasi kualitas udara mikroorganisme dilakukan dengan cara membandingkan hasil
konsentrasi bioaerosol dengan standar baku mutu yang berlaku yaitu Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1405 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa nilai angka
kuman tidak boleh melebihi 700 CFU/m3. Identifikasi pengaruh faktor lingkungan dan faktor
teknis IPAL seperti luas unit yang langsung terpapar dengan udara ambien terhadap
konsentrasi bioaerosol pada udara IPAL akan dianalisis secara deskriptif menggunakan
statistik inferensial. Konsentrasi bakteri di air limbah akan ditentukan menggunakan metode
spread plate dengan cara total plate count (TPC) yang nantinya dinyatakan dalam satuan
CFU/ml. Selanjutnya analisis statistik dilakukan diantara data konsentrasi mikrobiologis di
udara (bioaerosol) dengan konsentrasi mikrobiologis air limbah. Analisis dilakukan melalui
uji hipotesis korelasi untuk mengetahui mengenai ada atau tidaknya hubungan diantara
keduanya. Uji hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan Hipotesis Nol (H0) dan
Hipotesis Alternatif (H1). Perumusan uji hipotesis statistik pada penelitian ini adalah:
H0 : Tidak terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara dengan
konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah
H1 : Terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara dengan konsentrasi
bakteri mesofilik di air limbah.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengambilan sampel menunjukkan nilai konsentrasi bioaerosol yang tinggi di dalam dan
di depan pintu masuk ruang IPAL. Sebaran data bakteri dan fungi di udara ditunjukkan pada
Gambar 2. Data konsentrasi bakteri yang didapat menunjukkan sebaran data yang beragam.
Nilai konsentrasi bakteri yang paling tinggi diantara semua titik terjadi di titik A yang
merupakan lokasi pengambilan sampel 60 cm dari bak ekualisasi dengan nilai 38.160
CFU/m3. Sementara nilai konsentrasi fungi yang paling tinggi terjadi di titik C yang
merupakan titik terjauh dari pintu IPAL dengan nilai 4.720 CFU/m3.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Gambar 2. Grafik Sebaran Data (kiri) bakteri mesofilik; (kanan) fungi
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa range nilai konsentrasi bakteri di udara bernilai lebih
tinggi yaitu 53 - 38.160 CFU/m3 apabila dibandingkan dengan range nilai konsentrasi fungi di
udara yaitu 27 - 4.720 CFU/m3. Perbedaan nilai konsentrasi bakteri di dalam dan sekitar
ruangan IPAL apabila dibandingkan dengan konsentrasi bakteri di luar ruangan IPAL (titik E
dan kontrol) menunjukkan perbedaan nilai yang sangat besar. Sementara konsentrasi fungi di
titik yang berada di dalam dan sekitar IPAL dengan titik yang berada di luar ruang IPAL tidak
sebesar perbedaan yang dimiliki oleh konsentrasi bakteri.
Gambar 3. Konsentrasi Bakteri Mesofilik di Udara Berdasarkan Hari Pengambilan Sampel
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Terlihat pada Gambar 3 bahwa pada hari pertama sampling konsentrasi bakteri mesofilik di
dalam ruangan IPAL pada titik A, B, C, dan D menunjukkan nilai yang relatif paling rendah
dibandingkan dengan hari pengambilan sampel udara lainnya, yaitu sebesar 1.760 CFU/m3
pada titik A yang berjarak 60 cm dari bak ekualisasi, 2.163 CFU/m3 pada titik B yang berada
60 cm dari unit aerasi, dan 4.373 CFU/m3 pada titik C yang berada di titik terjauh dari akses
pintu masuk IPAL. Sementara di titik D yang berada 60 cm dari akses pintu masuk IPAL
yang terbuka konsentrasi bakteri mesofilik di udara bernilai 2.267 CFU/m3. Konsentrasi yang
relatif lebih rendah di hari pertama dibandingkan dengan hari pengambilan sampel udara yang
lainnya kemungkinan besar disebabkan oleh tidak menyalanya mesin pompa air dan aerator di
IPAL sehingga pergolakan air limbah berada pada kondisi minimum atau hampir tidak ada
sama sekali. Konsentrasi bakteri mesofilik di dalam ruang IPAL pada hari sampling kedua,
ketiga dan keempat cenderung stabil berada pada kisaran belasan ribu CFU/m3. Berdasarkan
pengamatan lapangan ketinggian air limbah yang diolah pada ketiga hari tersebut tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bak ekualisasi, namun demikian fluktuasi
konsentrasi bioaerosol diantara ketiganya diduga dapat dipengaruhi oleh kualitas air limbah
yang diolah.
Pada hari kelima pengambilan sampling, terlihat di Gambar 3 bahwa konsentrasi bakteri
mesofilik berada pada nilai yang paling tinggi diantara kelima data sampel bioaerosol udara
yang diambil pada penelitian ini. Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya debit air yang
diolah pada hari yang bersangkutan. Pada hari kelima pengambilan sampel, ketinggian air
limbah di bak ekualisasi menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan ketinggian
air limbah pada keempat hari pengambilan sampel yang lain. Oleh karena itu diduga debit air
yang masuk ke IPAL pada hari kelima mengalami peningkatan pula. Nilai konsentrasi bakteri
mesofilik di dalam ruang IPAL pada hari kelima pengambilan sampel adalah 36.240 CFU/m3
pada titik A, 26.160 CFU/m3 pada titik B, dan 31.520 CFU/m3 pada titik C. Sedangkan pada
titik D konsentrasi bakteri mesofilik di udara bernilai 3.480 CFU/m3. Konsentrasi bakteri
mesofilik di titik D lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi bioaerosol yang
terdapat di dalam ruang IPAL. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan desinfektan
yang tinggi di depan akses pintu masuk IPAL. Cairan desinfektan adalah salah satu golongan
antimikroba yang digunakan untuk menghilangkan atau mengontrol pertumbuhan bakteri
pada benda mati,baik bakteri yang bersifat patogen maupun tidak (Muany, 2014). . Cairan
pembersih lantai Wipol memiliki bahan aktif benzalkonium chloride (BAC) 2% dan
ethoxylated alcohol (EA) 4%. Benzalkonium Chloride adalah cairan antiseptik (Dionex,
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
2010) sementara ethoxylated alkohol merupakan cairan surfaktan non ionik yang lazim
digunakan pada produk pembersih rumah tangga seperti detergen atau cairan pembersih lantai
(HERA, 2009).
Gambar 4. Konsentrasi Fungi di Udara Berbanding Hari Pengambilan Sampel
Terlihat pada Gambar 4 bahwa konsentrasi fungi paling rendah terdapat di hari pengambilan
sampel pertama, sama halnya dengan konsentrasi bakteri mesofilik. Nilai yang relatif paling
rendah diantara konsentrasi fungi di hari pengambilan sampel udara lainnya diduga
disebabkan oleh aerator dan pompa air yang tidak berfungsi pada saat pengambilan sampel
udara dilakukan. Didapatkan pada hari pertama konsentrasi fungi bernilai 276 CFU/m3 di titik
A, 409 CFU/m3 di titik B,124 CFU/m3 di titik C, dan 160 CFU/m3 di titik D. Nilai konsentrasi
fungi di udara lebih rendah dibandingkan bakteri. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran
partikel fungi yang lebih besar dengan diameter relatif berkisar pada 1 –100 µm sedangkan
diameter bakteri relatif berkisar pada 0,5 – 1 µm (Srivastava, 2003). Ukuran yang lebih besar
membutuhkan energi yang lebih besar untuk proses dispersi partikel fungi dari air limbah ke
udara. Selain ukuran partikel, prameter fisik ruang IPAL seperti suhu dan kelembaban juga
turut berperan terhadap kondisi optimal keberlangsungan hidup fungi.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Gambar 5. Perbandingan Rerata Konsentrasi Angka Kuman di Tiap Titik
Diantara ketiga titik A, B, dan C yang berada di dalam ruang IPAL, dapat dilihat bahwa titik
A memiliki rerata jumlah angka kuman yang paling tinggi yaitu sebesar 18.228 ± 6.292
CFU/m3, diikuti oleh titik C yaitu sebesar 17.454 ± 5.096 CFU/m3, dan terakhir titik B yaitu
16.532 ± 4.240 CFU/m3. Ketiga titik tersebut berada di dalam ruang IPAL sehingga diduga
nilai angka kuman yang tinggi tersebut disebabkan pembentukan partikel bioaerosol dari air
limbah yang diolah. Pengaruh keberadaan IPAL terhadap konsentrasi bioaerosol dapat dilihat
dari perbandingan rerata angka kuman di titik A, B, dan C di dalam ruang IPAL dengan rerata
konsentrasi bioaerosol di titik kontrol yang berada ±150 m dari IPAL yaitu 1.757 ± 614
CFU/m3.
Perbedaan yang besar diantara hasil rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL
apabila dibandingkan dengan rerata konsentrasi bioaerosol di udara luar dapat menjadi
indikasi bahwa IPAL RSUD Budhi Asih merupakan salah satu objek yang dapat berperan
sebagai sumber penghasil partikel bioaerosol ke udara. Penelitian yang dilakukan oleh
Sanchez-Monedero et al pada tahun 2008 di sebuah IPAL menyatakan bahwa konsentrasi
bakteri mesofilik di udara memiliki nilai lebih tinggi yang signifikan apabila dibandingkan
dengan konsentrasi bakteri mesofilik di udara pada lokasi kontrol yang tidak terpengaruh oleh
keberadaan IPAL. Nilai konsentrasi angka kuman yang tinggi didapatkan pada ketiga titik A,
B, dan C yang berada tidak jauh dari unit pengolahan biologis. Pada unit pengolahan biologis
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
terjadi proses aerasi air limbah guna memberikan oksigen yang diperlukan mikroorganisme
pembantu sistem pengolahan biologis dalam mengolah zat-zat organik pada air limbah. Proses
aerasi tersebut akan menghasilkan pergolakan dan gelembung udara di permukaan air
sehingga mikroorganisme yang terdapat di air dapat terlempar ke udara dan membentuk
partikel bioaerosol (Londhal, 2014).
Nilai rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL terpaut jauh dari nilai rerata
konsentrasi bioaerosol di titik E yang berada 2,25 m dari exhaust fan yang terletak di luar
ruangan (outdoor) dengan nilai 779 ± 196 CFU/m3 meskipun udara yang keluar dari exhaust
berasal dari dalam ruang IPAL. Nilai yang rendah di titik E diduga dipengaruhi oleh tingkat
dispersi partikel bioaerosol yang tinggi oleh karena tiupan angin dari blower exhaust fan.
Dispersi partikel di udara adalah fenomena dilusi, pelarutan, atau penyebaran zat polutan pada
atmosfer sebagaimana dinyatakan oleh Pudyaatmaka (1999). Kecepatan angin dari blower
exhaust fan dapat mempengaruhi dispersi partikel bioaerosol (Linou, 2013).
Seluruh nilai rerata konsentrasi angka kuman di kelima titik sampel melebih standar baku
mutu lingkungan yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
yaitu 700 CFU/m3. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara mikrobiologis di IPAL RSUD
Budhi Asih telah tercemar dan tidak sesuai dengan nilai standar baku mutu lingkungan. Selain
itu, perbedaan yang besar diantara hasil rerata konsentrasi bioaerosol di dalam ruang IPAL
dibandingkan dengan rerata konsentrasi bioaerosol di titik kontrol juga dapat menjadi indikasi
bahwa IPAL merupakan salah satu objek dapat berperan sebagai sumber pengemisi
bioaerosol ke udara.
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada unit pengolahan biologis maka diperlukan
adanya mesin aerator. Udara untuk unit aerasi pada IPAL RSUD Budhi Asih disediakan
dengan menggunakna 2 unit air blower yang memiliki kapasitas 8,66 m3/menit. Jenis blower
yang digunakan merupakan tipe root blower dengan merk Fu-Tsu (Taiwan). Blower tersebut
kemudian disambungkan dengan rangkaian coarse bubble diffuser yang akan
mendistribusikan udara ke dalam bak-bak aerasi. Pengambilan sampel udara di IPAL
dilakukan ketika pompa air dan aerator sedang menyala kecuali pada pengambilan sampel
pertama dimana pompa yang memompa air dari bak ekualisasi ke unit aerasi dan mesin
aerator sedang tidak dinyalakan. Pergolakan air mempunyai peranan penting dalam
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
pembentukan bioaerosol, terutama dalam hal interaksi mekanik antara permukaan udara dan
air. Tidak menyalanya pompa air dan mesin aerator menyebabkan permukaan air cenderung
tenang sehingga interaksi antara udara dengan permukaan air limbah tidak terjadi secara
maksimal. Interaksi antara udara dengan permukaan air merupakan hal yang krusial dalam
pembentukan partikel bioaerosol, khususnya pada pembentukan droplet (Löndahl, 2014).
Kondisi ruangan IPAL yang tertutup sehingga tidak memungkinkan adanya hembusan angin
menyebabkan sebagian besar pembentukan partikel bioaerosol berasal dari pecahnya
gelembung udara yang muncul akibat adanya pergolakan air akibat bekerjanya mesin pompa
maupun aerator. Oleh karena mesin pompa dan aerator tidak menyala, interaksi mekanik
antara permukaan air dan udara tidak terjadi dengan baik. Hal ini kemudian menyebabkan
pembentukan gelembung udara baru di permukaan air limbah tidak berlangsung. Tidak
terbentuknya gelembung udara baru di permukaan air limbah akan mempengaruhi fenomena
pembentukan droplet yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai partikel bioaerosol.
Konsentrasi bioaerosol di titik A pada saat aerator tidak hidup bernilai pada kisaran 10% dari
nilai rerata konsentrasi bioaerosol ketika aerator dinyalakan. Penurunan konsentrasi yang
terjadi dapat mencapai 90%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fernando
dan Fedorak (2005) yang menyatakan bahwa substitusi penggunaan coarse bubble diffuser ke
fine bubble diffuser yang merupakan jenis aerator yang menghasilkan pergolakan minimum di
permukaan air, yang pada dasarnya mirip dengan kondisi di unit aerasi IPAL RSUD Budhi
Asih ketika aerator tidak dinyalakan, dapat menurunkan konsentrasi mikroorganisme di udara
dengan signifikan.
Selain faktor teknis penggunaan aerator, faktor teknis yang dapat berpengaruh terhadap
konsentrasi bioaerosol adalah keberadaan exhaust fan yang diduga dapat menyebabkan titik
yang berada di dekat kipas penghisap memiliki konsentrasi bioaerosol yang relatif lebih
rendah. Hal tersebut pada penelitian ini ditunjukkan oleh titik B yang memiliki rerata nilai
konsentrasi bioaerosol yang lebih rendah yaitu 16.532 ± 4.231 CFU/m3 apabila dibandingkan
dengan titik A yang bernilai 18.228 ± 6.317 CFU/m3 dan titik C yang bernilai 17.454 ± 5.116
CFU/m3. Faktor teknis lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap konsentrasi bioaerosol
adalah debit air limbah yang diolah, dimana peningkatan debit air limbah di hari pengambilan
sampel kelima yang ditunjukkan dengan meningkatnya ketinggian permukaan air di bak
ekualisasi diduga menjadi salah satu faktor teknis yang menyebabkan terjadinya peningkatan
pada konsentrasi bioaerosol di dalam IPAL.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Bakteri Mesofilik dengan (kiri) temperatur udara
(kanan) kelembaban relatif
Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Fungi dengan (kiri) temperatur udara (kanan)
kelembaban relatif
Sebaran perbandingan data konsentrasi bioaerosol di udara baik bakteri mesofilik maupun
fungi berbanding terhadap parameter fisik lingkungannya dapat dilihat pada Gambar 6 dan
Gambar 7. Parameter lingkungan temperatur yang terukur di dalam ruang (indoor) berada
pada kisaran nilai 26,30C hingga 36,20C sementara temperatur yang terukur di luar ruangan
(outdoor) berada pada kisaran 270C hingga 32,60C. Kisaran temperatur tersebut sebagian
besar melingkupi kisaran temperatur optimum bagi pertumbuhan mikroorgnisme bakteri
mesofilik yaitu 360C hingga 370C maupun fungi yaitu 270C hingga 300C. Parameter
lingkungan kelembaban relatif yang terukur di dalam ruang (indoor) berada pada kisaran nilai
60,1% hingga 87,3% sementara kelembaban relatif yang terukur di luar ruangan (outdoor)
berada pada kisaran 57,9% hingga 83,9%. Kisaran kelembaban tersebut sebagian besar
melingkupi kisaran kelembaban relatif optimum bagi pertumbuhan mikroorgnisme bakteri
mesofilik yaitu 40% hingga 80% maupun fungi yaitu 70% hingga 95%. Parameter fisik
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
lingkungan yang berada pada kondisi optimum pertumbuhan mikroorgnisme maupun
sebaliknya dapat berpengaruh terhadap konsentrasi mikroorganisme di udara.
Perhitungan statistik yang dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan diantara konsentrasi
bakteri di udara dengan konsentrasi bakteri di air limbah menghasilkan kesimpulan bahwa
terdapat hubungan kuat berbanding lurus diantara keduanya baik pada bak ekualisasi maupun
bak aerasi dengan koefisien korelasi berturut-turut untuk keduanya bernilai r = +0,808 dan r =
+0,659. Selain itu didapatkan nilai koefisien penentu atau r2 sebesar 65,3% untuk bak
ekualisasi dan 43,4% untuk bak aerasi. Perhitungan statistik yang signifikan menunjukkan
bahwa H1 dapat diterima sementara H0 ditolak. Oleh sebab itu kesimpulan dari uji statistik
yang dilakukan ini adalah terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri mesofilik di udara
dengan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah. Sebanyak 65,3% variasi dari nilai
konsentrasi bakteri di udara pada titik A dipengaruhi oleh variasi nilai konsentrasi bakteri air
limbah di bak ekualisasi. Begitu pun halnya 43,4% dari variasi nilai konsentrasi bakteri di
udara pada titik B dapat dijelaskan oleh variasi nilai konsentrasi bakteri air limbah di bak
aerasi.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Kualitas udara di IPAL RSUD Budhi Asih tercemar oleh bioaerosol yang bersumber dari
pengolahan air limbah di dalam IPAL dengan rata-rata konsentrasi angka kuman sebesar
17.405 ± 5.116 CFU/m3 yang melebihi standar baku mutu lingkungan yang tertera pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045 Tahun 2002 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri yaitu 700 CFU/m3.
Konsentrasi angka kuman di dalam ruang IPAL RSUD Budhi Asih juga melebihi
konsentrasi di titik kontrol yang berada ± 150 m dari lokasi IPAL dan dianggap tidak
terpengaruh oleh keberadaan IPAL.
2. Faktor teknis yang dapat mempengaruhi konsentrasi bioaerosol di udara antara lain
adalah jenis mesin aerator yang digunakan, penggunaan exhaust fan pada sistem ventilasi
ruangan, dan variasi debit air limbah yang diolah.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
3. Parameter fisik lingkungan yang berada pada kondisi optimum pertumbuhan
mikroorgnisme maupun sebaliknya dapat berpengaruh terhadap konsentrasi
mikroorganisme di udara.
4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi bakteri
mesofilik di udara dengan konsentrasi bakteri mesofilik di air limbah dengan koefisien
korelasi pada bak ekualisasi bernilai r = +0,808 sementara bak aerasi bernilai r = +0,659.
Hal ini berarati bahwa terdapat hubungan berbanding lurus yang kuat diantara konsentrasi
bakteri di udara dengan konsentrasi bakteri di air limbah. Sebesar 65,3% variasi dari nilai
konsentrasi bakteri di udara pada titik A dan 43,4% pada titik B dipengaruhi oleh variasi
nilai konsentrasi bakteri air limbah di bak ekualisasi dan bak aerasi.
Saran
Berikut ini merupakan saran yang dapat diberikan guna penelitian lainnya yang lebih baik,
diantaranya adalah:
1. Perlu dilakukan pemeriksaan konsentrasi bioaerosol pada area outdoor di sekitar exhaust
fan dengan beberapa variasi jarak dan arah. Hal ini bertujuan untuk memeriksa apakah
variasi jarak dan arah dari titik exhaust fan memiliki pengaruh terhadap konsentrasi
bioaerosol disekitarnya.
2. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut terkait jenis mikroorganisme yang terdapat di
udara untuk menentukan apakah terdapat bakteri atau jamur patogen yang dapat
mengetahui potensi bahaya kesehatan spesifik yang disebabkan oleh bioarosol di IPAL
RSUD Budhi Asih.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap pengaruh exhaust fan di dalam ruangan
IPAL ketika kipas penghisap berada dalam kondisi tidak menyala sehingga dapat
diketahui pengaruh daripada exhaust fan yang digunakan baik dalam keadaan dimatikan
atau dihidupkan.
4. Upaya pencegahan pencemaran bioaerosol di IPAL RSUD Budhi Asih dapat dilakukan
dengan mengganti aerator di unit aerasi dari jenis coarse bubble diffusor menjadi fine
bubble diffusor yang menghasilkan diameter gelembung yang lebih kecil. Gelembung
yang lebih kecil akan menurunkan pergolakan antara air dan udara di muka air limbah.
Penurunan pergolakan di muka air limbah kemudian diharapkan dapat menurunkan
potensi terbentuknya partikel bioaerosol sehingga konsentrasi mikroorganisme di udara
pun dapat ikut menurun.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
5. Penggunaan penutup area bukaan unit aerasi dan bak ekualisasi dapat menjadi suatu
solusi untuk mencegah keluarnya partikel bioaerosol dari muka air limbah ke udara
ambien di dalam ruang IPAL RSUD Budhi Asih. Penutup yang dimaksud dapat berupa
penutup berbahan beton, plat besi, stainless steel atau bahan anti karat lainnya yang
memiliki lubang-lubang kecil di permukaannya atau dan dapat dibuka atau ditutup untuk
kepentingan operasional dan perawatan. Dengan upaya penutupan tersebut maka luas
paparan muka air limbah yang menjadi sumber partikel bioaerosol dapat berkurang.
6. Bagi pekerja yang harus beraktifitas di dalam ruang IPAL disarankan untuk sebaiknya
menggunakan alat proteksi diri (APD) yang lengkap untuk pencegahan masuknya
partikel bioaerosol ke dalam tubuh baik melalui sistem pernafasan maupun sistem
pencernaan. Jenis APD yang dianjurkan diantaranya adalah masker N95 atau FFP2 untuk
mencegah inhalasi, kacamata (goggles), pakaian lengkap yang tertutup, serta sarung
tangan yang sesuai untuk menghindari kontak antara mikroorganisme dengan kulit.
Daftar Referensi
American Industrial Hygiene Association (AIHA). 2005. Field Guide for The Determination
of Biological Contaminants in Environmental Sample. Amerika Serikat.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2004. Pedoman Teknis Pengelolaan
Limbah Industri Kecil. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup.
Brown, Nellie J. 1997. Health Hazard Manual: Wastewater Treatment Plant and Sewer
Workers. New York: Cornell University ILR School. Ithaca.
Dionex. 2010. Analysis of Benzalkonium Chloride on the Acclaim Surfactant Column by
High-Performance Liquid Chromatography. Canada. Dionex Corporation.
Fernando, N. L., Fedorak, P. M. 2005. Changes at an Activated Sludge Sewage Treatment
Plant Alter The Numbers of Airborne Aerobic Microorganism. Water Research.
Volume 39, hal 4597-4608.
Fracchia, Letizia, Pietronave, Stefano, Rinaldi, Maurizio, Martinotti, M. G. 2006. Site Related
Airborne Biological Hazard and Seasonal Variations in Two Wastewater Treatment
Plants.Water Research, Volume 40 hal. 1985-1994.
Gerardi, M. H. dan Zimmerman, M. C. 2005. Wastewater Pathogens. New Jersey. WILEY-
INTERSCIENCE.
Goyer, Nicole, Lavoie, Jacques, Loius, Lazure, Marchand, Genevieve. 2001. Bioaerosols in
the Workplace: Evaluation, Control and Prevention Guide. Etudes et Recherches.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016
Hirst, J. M. 1995. Bioaerosols: Introduction, Retrospect and Prospect dalam Bioaerosols
Handbook (hal. 5-15). New York. Lewis Publishers.
Human and Environmental Risk Assessment on Ingredients of Europian Cleaning Products
(HERA). 2009. Alcohol Ethoxylates. Brussels, Belgia.
Jonsson, Per, Olofsson, Goran, Tjarnhage, Torbjorn. 2014. Bioaerosol Detection
Technologies. New York. Springer-Verlag.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri
Lianou, M., Chalbot, M-C., Vei, I-C., Kotronarou, A., Kavouras, I. G., Hoek, G., Hameri, K.,
Harrison, R. M. 2013.The Impact of Wind on Particle Mass Concentrations in Four
Europe Urban Areas.Global NEST Journal, Volume 15, hal.188-194.
Löndahl, Jakob. 2014. Physical and Biological Properties of Bioaerosols. Dalam P. Jonsson,
G. Olofsson, & T. Tjarnhange.Bioaerosol Detection Technologies (hal. 33-48). New
York. Springer-Verlag.
Michakiewicz, Michal, Pruss, Alina, Dymaczewski, Zbyslaw, Walkowiak, J. J, Kwasna,
Sylwia. 2011. Microbiological Air Monitoring around Municipal Wastewater Treatment
Plants. Polish Journal of Environmental Studies, Volume 20 hal.1243-1250.
Mohr, A. J. 2002. Fate and Transport of Microorganisms in Air In: Manual of Environmental
Microbiology Second Edition. Washington. ASM Press.
Srivastava, S., Srivastava, P. S. 2003. Understanding Bacteria.New Delhi, Kluwer Academic
Publisher.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
United States Environmental Protection Agency (US EPA). 2004. Primer for Municipal
Wastewater Treatment Systems.
Analisis Konsentrasi ..., Tiara, FT UI, 2016