24
ANALISIS KEWENANGAN BADAN KEAMANAN LAUT BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 178 TAHUN 2014 TENTANG BADAN KEAMANAN LAUT E-Journal Naskah Publikasi Disusun Oleh : NINA FIRDA AMALIA NIM 1405742015748 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2018

ANALISIS KEWENANGAN BADAN KEAMANAN LAUT …repository.umrah.ac.id/153/1/JURNAL SKRIPSI VII.pdf · Dari beberapa pendapat para ahli belum dapat menemukan definisi utu mengenai keamanan

  • Upload
    haphuc

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS KEWENANGAN BADAN KEAMANAN LAUT

BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 178 TAHUN 2014

TENTANG BADAN KEAMANAN LAUT

E-Journal

Naskah Publikasi

Disusun Oleh :

NINA FIRDA AMALIA

NIM 1405742015748

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2018

2

ANALISIS KEWENANGAN BADAN KEAMANAN LAUT

BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 178 TAHUN 2014

TENTANG BADAN KEAMANAN LAUT

NINA FIRDA AMALIA

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Keamanan maritim merupakan aktor utama dalam menjaga kedaulatan negara di

wilayah laut. Indonesia terdapat berbagai instansi pemangku kepentingan dalam

menjaga pertahanan dan keamanan di wilayah laut dengan memiliki kewenangan

yang berbeda. Sehingga perlu adanya koordinasi yang berbasis satu komando

dalam menjaga pertahanan dan keamanan di wilayah laut. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui kewenangan Badan Keamanan Laut. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu normatif-empiris sehingga data dianalisis

berdasarkan peraturan perundang-undangan serta di dukung dengan fakta

lapangan. Hasil penelitian diperoleh bahwa Badan Keamanan Laut telah

menjalankan kewenangannya dengan didukung sarana dan prasarana yang ada,

dalam menjalankan kewenangan Bakamla dilaksanakan secara terintegrasi dan

terpadu dalam kesatuan komando dan kendali. Namun masih lemahnya koordinasi

antar instansi sehingga untuk melaksanakan koordinasi berbasis satu komando

belum dapat berjalan dengan baik. Luas wilayah laut dan letak geografis Provinsi

Kepulauan Riau menjadi salah satu tantangan terhadap penegak hukum laut

dengan terbatasnya sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang saat ini

menjadi hambatan penegak hukum laut dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Kata kunci : Bakamla, koordinasi, dan satu komando

3

ABSTRACK

Maritime security is the main actor in maintaining the sovereignty of the state in

the sea region. Indonesia has various stakeholder institutions in safeguarding

defense and security in marine areas with different authorities. So there needs to

be coordination based on one command in maintaining the defense and security in

the sea area. The purpose of this research is to know the authority of the Marine

Security Agency. The research method used in this research is normative-

empirical so that the data is analyzed based on legislation and supported by field

facts. The results obtained that the Maritime Security Agency has run its authority

with the support of existing facilities and infrastructure, in implementing the

authority Bakamla implemented in an integrated and integrated in the unity of

command and control. However, the weak coordination between agencies so that

to implement coordination based on one command has not been able to run well.

The area of the sea and the geographical location of Riau Islands Province

becomes one of the challenges to law enforcement of the sea with the limited

facilities and infrastructure and human resources that currently become obstacles

law enforcement of the sea in carrying out its duties and functions.

Keywords: Bakamla, coordination, and one command

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang disebut dengan

archipelago state. Indonesia terdiri dari pulau-pulau kecil maupun besar serta luas

wilayah laut yang lebih luas daripada luas wilayah daratan. Kondisi geografis ini

tentunya akan membutuhkan berbagai bentuk kebijakan maupun peraturan

perundang-undangan yang memiliki corak kemaritiman. Pengalaman negara

Indonesia memberikan deskripsi bahwa dalam hal public policy maupun peraturan

perundang-undangan yang dilahirkan cenderung berorientasi pada daratan

(continental oriented) daripada lautan (archipelago oriented).1

Kondisi strategis ini perlu mendapat perhatian khusus dan serius dari

seluruh komponen bangsa dalam pengelolahan, pemanfaatan, dan keamanan..

Pembangunan Indonesia saat ini telah menuju ke arah orientasi kelautan (Sea

Base Oriented Development) dengan munculnya poros maritim yang kembali

dikembangkan diera pemerintahan saat ini. Kebijakan kemaritiman memang tidak

diatur terkhusus dalam undang-undang, tetapi termaktub dalam berbagai peraturan

perundang-undangan hal ini menjadikan landasan kebijakan kemaritiman, tetapi

masih berisifat parsial dan sektoral.2

Penegak hukum menjadi salah satu unsur penting dalam menjawab

persoalan maritim sehingga perlu adanya regulasi yang kuat guna mengakomodir

1 Oksep Adhayanto, Maritime Constitution. Jurnal selat. Vol 2, Oktober, 2014. Hlm 135.

2 Tri Sulistyaningtyas, Susanto, dan Dicky R. Munaf. Sinergisitas Paradigma Lintas

Sektoral diBidang Keamanan dan Keselamatan Laut . PT Gramedia Pustaka. Jakarta. 2015. Hlm.

11.

5

penegak hukum laut dalam melaksanakan pertahanan dan keamanan negara.

penegak hukum laut dengan kewenangan masing-masing instansi tersebut dan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional maupun hukum

internasional untuk menjaga dan mengamankan perairan yurisdiksi nasional

diperlukan kewenangan lembaga pemerintah yang dilandasi pada aspek legalitas

hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun tugas, fungsi dan

kewenangan masing-masing instansi dijabarkan oleh penulis dalam bentuk bagan

sebagai berikut .

Tabel 1. Kewenangan Tiap Penegak Hukum Laut

Rincian

Kewenangan

TNI

AL

POL

AIR PPNS BAKAMLA

BEA

CUKAI KPLP

SYAHBANDAR

(Di Pelabuhan)

Pengejaran Ada Ada Ada Ada - Ada -

Pemberhentian Ada Ada Ada Ada Ada Ada -

Pemeriksaan Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Penangkapan Ada Ada Ada Ada Ada Ada -

Penyidikan Ada Ada Ada - Ada Ada Ada

Early Warning

System - - - Ada - - -

Penjagaan Ada Ada - Ada - Ada -

Pengawasan Ada Ada - Ada Ada Ada Ada

Pengawalan Ada Ada - - -

-

Pencegahan Ada Ada Ada Ada - Ada -

Tindakan

pertama di

tempat kejadian

perkara

Ada Ada - Ada - - -

Sinergi dan

monitoring

dengan instansi

terkait

Ada Ada Ada Ada Ada Ada -

SAR (Search

And Rescue) Ada Ada Ada Ada - Ada Ada

Sumber : Disusun oleh penulis

Lembaga-lembaga tersebut masing-masing mempunyai landasan hukum

masing-masing yang isinya hampir bersinggungan. Meski bersinggungan dalam

menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum di wilayah laut Indonesia

6

aktivitas mereka belum terintegrasi sehingga pengamanan dan penegakkan hukum

belum berjalan maksimal masing-masing instansi atau kementerian terkait

mempunyai kebijakan, sarana prasarana, serta sumber daya manusia yang

berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan sering terjadi tumpang tindih

kewenangan.3

Saat ini penegak hukum laut di Indonesia mulai menerapkan sistem

“Single Agency Multy Tasks” atau dikenal dengan sebutan lain “One Commando”

dengan membentuk lembaga independen yang bertanggung jawab langsung

kepada Presiden. Lembaga tersebut dikenal dengan nama Badan Keamanan Laut

atau dengan singkatan Bakamla. Badan Keamanan Laut (Bakamla) terbentuk atas

amanat dari Pasal 59 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang

Kelautan yang ditentukan bahwa “dalam rangka penegakan hukum di wilayah

perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli

keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia,

dibentuk Badan Keamanan Laut” kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut.

Pada dasarnya latar belakang terbentuknya Bakamla menjadi sentral

komando penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia sebagaimana diatur

pada Pasal 63 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.

Bakamla memiliki aturan teknis melalui Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun

2014 Tentang Badan Keamanan Laut masih banyak kekurangan yang menjadikan

Bakamla lemah secara regulasi sehingga sulit menjalankan tugas dan fungsinya.

Sehingga perlu dilihat bagaimana implementasi kewenangan Bakamla setelah

3 Gery Gugustomo, “Badan Keamanan Laut”. Hlm2. http://www.academia.edu/ 12133

425/ Bakamla_Single_Agent_Sektor_Keamanan_Maritim_Indonesia.

7

revitalisasi dari Bakorkamla. Beberapa hal di atas telah menggambarkan bahwa

Badan Keamanan Laut yang dibentuk guna menciptakan harmonisasi kewenangan

penegak hukum di wilayah laut belum tercapai, maka perlu adanya penguatan

secara regulasi sehingga dalam realisasinya Bakamla dapat terlaksana secara

maksimal. Berdasarkan permasalahan yang dijabarkan oleh penulis di atas, maka

penulis melakukan penelitian di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Adapun

Penulis melakukan penelitian dengan judul ANALISIS KEWENANGAN

BADAN KEAMANAN LAUT BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN

NOMOR 178 TAHUN 2014 TENTANG BADAN KEAMANAN LAUT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat peneliti

rumuskan yaitu :

1. Bagaimana Implementasi kewenangan Badan Keamanan Laut

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan

Keamanan Laut ?.

2. Bagaimana koordinasi penegak hukum laut sebagai single agency atau

one commando terhadap pertahanan dan keamanan wilayah laut

Indonesia ?.

3. Bagaimana hambatan dan tantangan penegak hukum laut terhadap

pertahanan dan keamanan wilayah laut Indonesia ?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

8

Adapun tujuan dari penelitian ini Sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kewenangan Badan Keamanan Laut berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan

Keamanan Laut.

2. Untuk mengetahui koordinasi penegak hukum laut terhadap single

agency multy task dalam keamanan wilayah laut Indonesia.

3. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan penegak hukum laut.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :

a. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guna

pengembangan ilmu.

b. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

kepada pemerintah, praktisi hukum, akademisi, serta lembaga-

lembaga non pemerintah guna melakukan pengembangan ilmu dan

pengetahuan.

c. Penilliti

Penelitian ini juga sangat bermanfaat pada peniliti guna menambah

wawasan pengetahuan

9

D. Kerangka Teori

a. Keamanan Maritim

Keadaan aman; ketenteraman: polisi bertugas menjaga (memelihara) dan

ketertiban.4 Sedangkan definisi maritim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah berkenaan dengan laut, berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di

laut.5 Belum ada secara jelas definisi dari keamanan maritim, sehingga peneliti

merumuskan mengenai keamanan maritim. Maritime security merupakan bagian

dari konsep maritim (atau sub bagian maritime consep) yang memuat suatu peran

dan/atau strategi dengan tujuan menciptakan keadaan aman, damai, dan tertib di

wilayah laut.

b. Hukum Laut Internasional

Hukum laut internasional merupakan turunan dari hukum internasional.

Mochtar Kusumaatmaja menyatakan bahwa hukum laut internasional merupakan

kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum atau persoalan hukum yang

melintasi batas negara yang didalamnya mengatur mengenai segala sesuatu

berkaitan dengan laut dan kelautan antarnegara.

c. Badan Keamanan Laut

Badan Keamanan Laut merupakan bentuk revitalisasi dari Bakorkamla

yang kemudian diakomodir dalam Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014

Tentang Badan Keamanan Laut. Bakorkamla yang telah berubah menjadi

4 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/keamanan . diakses pada tanggal 10 oktober 2017,

pukul 23.07wib. 5 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/maritim.,diakses pada tanggal 10 oktober 2017, pukul

23.09 wib.

10

Bakamla setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang

Kelautan.

E. Kerangka Berpikir

Bagan 2. Skema Kerangka Berpikir.

F. Sumber : Disusun oleh peneliti

Security Maritime

Outcome analysis

Tantangan dan

Hambatan

Koordinasi

Peraturan Presiden Nomor 178

Tahun 2017 Tentang Badan

Keamanan Laut

Wilayah Negara

Hukum Laut Internasional

Implementasi

hipotesa Output analysis

Kewenangan Bakamla

masih lemah sehingga

sulit terlaksananya

koordinasi antar

penegak hukum hal ini

mengakibatkan

tumpang tindih

kewenangan

Kesimpulan dan

saran yang didapat

dari pembahasan

hasil penelitian

Rekomendasi

Disusun berdasarkan

kesimpulan dan saran

untuk disampaikan

kepada pihak yang

berkepentingan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Maritime Security

Maritim berasal dari bahasa inggris yang berarti navigasi. Kamus Besar Bahasa

Indonesia mendefinisikan maritim yaitu berkenaan dengan laut; berhubungan dengan

pelayaran dan perdagangan di laut. Kata pelayaran dan perdagangan merupakan

pembatasan mengenai definisi maritim itu sendiri. Beberapa konsep maritim pada

pertemuan regional dan internasional berpendapat bahwa maritim memuat hal yang

lebih luas dari pelayaran dan perdagangan. Dilihat dari asal kata maritim sebagai bahasa

adopsi dari bahasa inggris yang mengartikan maritim yaitu navigasi. Kata yang

digunakan untuk menunjukkan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan

terhadap laut adalah seapower.

Dari beberapa pendapat para ahli belum dapat menemukan definisi utu mengenai

keamanan maritim, sehingga menurut hemat penulis pengertian Maritime security

merupakan bagian atau sub bagian dari konsep maritim (maritime consep) yang memuat

suatu peran dan/atau strategi dengan tujuan menciptakan keadaan aman, damai, dan

tertib di wilayah laut. Kata kunci peran menegaskan bahwa adanya aktor dalam

melaksanakan strategi dari keamanan maritim.

12

B. Hukum Laut Internasional

Hukum Laut Internasional memiliki catatan sejarah yang cukup panjang dari

segi pembentukan aturan hukumnya yang mempengaruhi wilayah negara. Adapun

sejarah hukum laut internasional yaitu :

1. Konferensi Den Haag Tahun 1930

2. Proklamasi presiden truman tahun 1945 tentang continental shelf

3. Deklarasi Djuanda

4. Konvensi hukum laut tahun 1958

5. Konvensi hukum laut tahun 1960

6. Konvensi hukum laut tahun 1982

C. Tinjauan Badan Keamanan Laut

Badan keamanan laut lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014

Tentang Kelautan yang kemudian secara teknis diatur melalui Peraturan Presiden

Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut. Secara history latar belakang

dibentuknya Badan Keamanan Laut ini diharapkan dapat mengakomodir dan

mengintegrasikan seluruh instansi atau lembaga yang memiliki kewenangan dilaut agar

tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Badan Keamanan Laut sebagai bentuk

revitalisasi dari Badan Koordinasi Keamanan Laut atau disingkat dengan Bakorkamla.

Bakorkamla saat itu dianggap kurang efektif karena pembentukan hanya melalui

peraturan presiden, selain daripada itu Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005

Tentang Bakorkamla tidak memuat kewenangan dari Bakorkamla itu sendiri sehingga

perlu adanya perubahan yang secara signifikan agar memperkuat keberadaan

13

Bakorkamla pada saat itu. Bakorkamla diganti menjadi Bakamla dengan diamanatkan

melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan salah satu pasalnya

telah memuat mengenai kewenangan Bakamla, hal ini terlihat bahwa Bakamla telah

diperkuat dengan dibentuknya kewenangan tersebut. Dalam hal untuk memperkuat

keberadaan Bakamla diatur secara teknis melaui Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun

2014 Tentang Badan Keamanan Laut yang terdiri dari 9 Bab dan 46 Pasal.

14

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-

prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter perspektif ilmu hukum. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji

kebenaran ada tidaknya suatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian

hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai

prespektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.6 Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan jenis metodologi penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum

normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum

normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.7

B. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan peneliti guna mendukung dan menjawab

permasalahan dalam penelitian ini adalah Provinsi Kepualuan Riau, khususnya Kantor

Regional I Badan Keamanan Laut, Sekupang. Kota Batam.

6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2009. Hlm 35.

7 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,

2004,

hlm. 134.

15

a. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data

primer yaitu :

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan baku primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier.8

a. Bahan baku primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan.

b. Bahan hukum sekunder bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat

membantu dalam menganalisa serta memahami permasalahan dalam

penelitian dan diperoleh dengan cara studi pada buku-buku, literatur-

literatur, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan pokok masalah.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.

2. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-

keterangan dan pendapat dari para informan dan kenyataan-kenyataan yang ada di

lapangan melalui wawancara.9

8 Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum. Semarang, Mandar Maju. 2004. Hlm 23.

9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Rajawali Pers, 2008. Hlm 15.

16

B. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Studi Pustaka

b. Studi Lapangan

C. Pengelolaa data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengelolahan dan pengkajian

data, data tersebut diolah melalui beberapa proses yaitu :

a. Seleksi data

b. Editing

c. Klasifikasi data

d. Sistematis data

D. Analisa data

Pada penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Analisis yang dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data

dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi,

evaluasi, dan pengetahuan umum. Data kemudian dianalisis dengan metode induktif,

yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum

dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan

saran-saran, Pada penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Analisis yang dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data

17

dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi,

evaluasi, dan pengetahuan umum. Data kemudian dianalisis dengan metode deduktif,

yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum

dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat khusus untuk mengajukan

saran-saran,

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kewenangan Badan Keamanan Laut Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut

Kewenangan Badan Keamanan Laut telah diatur pada Pasal 4 Peraturan Presiden

Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut yang menentukan bahwa :

1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

dan Pasal 3, Bakamla berwenang :

a. Melakukan pengejaran seketika;

b. Memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan

kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses

hukum lebih lanjut; dan

c. Mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di

wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

2. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara

terintegrasi dan terpadu dalam satu kesatuan komando dan kendali.

Bakamla dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan SOP yang telah di

atur yang kemudian Bakamla saat ini telah di dukung dengan sarana dan prasarana serta

teknologi yang modern guna menunjang kewenangan Bakamla dalam menjalakan tugas

dan fungsinya. Bakamla telah menjalankan kewenangannya berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut. Sebagaimana

Bakamla memiliki startegi-strategi yang dibentuk dalam sistem guna menjaga

keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia. Sarana dan prasarana yang

19

dimiliki Bakamla saat ini telah mendukung kewenangan Bakamla dalam melaksanakan

fungsi dan tugas Bakamla.

B. Koordinasi penegak hukum laut sebagai single agency atau one commando terhadap pertahanan, keamanan, dan keselamatan di wilayah laut Indonesia

Hadirnya Bakamla telah mengarahkan haluan penegak hukum di Indonesia menjadi

single agency sehingga segala kegiatan di laut dilakukan secara bersama dengan satu

komando dan kendali. Koordinasi pemangku kepentingan lainnya terhadap Bakamla

belum dapat berjalan dengan baik yang disebabkan tidak adanya aturan yang mengatur

mengenai koordinasi antar pemangku kepentingan terhadap Bakamla, sehingga

menyebabkan kedudukan Bakamla sebagai instansi samping bukan sebagai pusat

komando dan kendali antar instansi.

Koordinasi antar instansi saat ini belum optimal. Hal ini disebabkan belum

adanya regulasi atau aturan hukum yang mengatur secara keseluruhan mengenai tata

cara koordinasi dan penggunaan teknologi saat di laut. Saat ini koordinasi dilakukan

melalui via media online seperti whats app atau media komunikasi seperti telegram dan

radio dari teknologi yang digunakan tersebut belum memadai untuk melaksanakan

koordinasi antar instansi di laut. Hal ini mengakibatkan posisi patroli antar penegak

hukum di laut menjadi kurang baik, kekhawatiran pada sebelumnya akan tetap terjadi

yang dimana akan ada ruang kosong yang dimanfaatkan oleh pelaku pelanggaran.

Sistem single agency di Indonesia saat ini belum dapat berjalan dengan baik. Hal ini

dilihat dari proses koordinasi penegak hukum laut di Kepulauan Riau belum dapat

dikatakan satu komando dan kendali. Peran Bakamla dalam satu komado dan kendali

20

antar instansi saat ini belum dapat berjalan dengan optimal hal ini disebabkan karena

faktor regulasi atau aturan hukum yang mengikat secara keseluruhan instansi untuk

turut pada satu lembaga atau instansi belum ada. Saat ini yang dilakukan hanya BKO

(bawah kendali operasi) anggota tiap instansi yang ditempat di Bakamla. Sehingga

bukan menjadi kewajiban tiap instansi untuk melaporkan pelanggaran atau kegiatan

kepada Bakamla serta untuk mengikuti komando Bakamla dalam posisi patroli di laut.

C. Hambatan dan tantangan penegak hukum laut terhadap pertahanan dan keamanan wilayah laut Indonesia.

Beberapa faktor-faktor di atas menjadikan penegak hukum laut sulit mengatasi

pelanggaran di laut secara optimal. Letak geografis provinsi Kepulauan Riau dengan

luas lautan yang luas menjadi tantangan utama terhadap penegak hukum laut dalam

menjalankan tugas dan fungsinya. Jumlah kapal dan personel yang dimiliki tiap instansi

saat ini masih terbatas jika dibandingkan dengan luas laut provinsi Kepulauan Riau

sehingga hal ini menjadi hambatan bagi penegak hukum laut, selain daripada

terbatasnya jumlah kapal dan personel yang dimiliki tiap penegak hukum laut dalam

pemanfaatan peralatan modern dan teknologi saat belum memadai seperti kecepatan

kapal yang dimiliki para pelaku ilegal saat ini belum dapat diimbangi oleh penegak

hukum laut Indonesia sehingga hal ini menjadi hambatan dan tantangan bagi penegak

hukum dalam melakukan tindak pengejaran terhadap pelaku ilegal. Alat pendeteksian

kapal saat ini yang dimiliki belum cukup memadai bahwa tidak semua kapal dapat

terdeteksi dengan alat yang dimiliki tiap penegak hukum laut. Terbatasnya jumlah

pangkalan membuat penegak hukum laut tidak dapat terlalu jauh dalam melakukan

patroli di laut hal ini menjadi salah satu hambatan bagi penegak hukum laut.

21

Perbedaan kewenangan yang dimiliki tiap instansi pemangku kepentingan di laut

membuat tiap instansi harus melakukan koordinasi antar instansi guna meningkatkan

sinergisitas. Koordinasi yang dilakukan saat ini yaitu koordinasi informal hal ini

disebabkan karena belum adanya aturan yang mengatur secara kesuluruhan mengenai

koordinasi tersebut. Alat komunikasi yang digunakan saat berkoordinasi saat ini belum

memadai sehingga ketika memasuki daerah tertentu yang tidak memiliki sinyal menjadi

hambatan bagi penegak hukum dalam melakukan koordinasi antar instansi.

Hambatan dan tantangan yang dihadapi penegak hukum laut terhadap pertahanan,

keamanan dan keselamatan wilayah perairan Indonesia terkhususnya di wilayah laut

provinsi Kepulauan Riau masih cukup kompleks sehingga hal ini menjadi kesulitan

terhadap penegak hukum laut dalam mengatasi pelanggaran dan kecelakaan di laut.

22

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bakamla dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan SOP yang telah di

atur yang kemudian Bakamla saat ini telah di dukung dengan sarana dan

prasarana serta teknologi yang modern guna menunjang kewenangan

Bakamla dalam menjalakan tugas dan fungsinya. Bakamla telah menjalankan

kewenangannya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014

Tentang Badan Keamanan Laut. Sebagaimana Bakamla memiliki startegi-

strategi yang dibentuk dalam sistem guna menjaga keamanan dan

keselamatan di wilayah perairan Indonesia.

2. Hadirnya Bakamla telah mengarahkan haluan penegak hukum di Indonesia

menjadi single agency sehingga segala kegiatan di laut dilakukan secara

bersama dengan satu komando dan kendali. Koordinasi pemangku

kepentingan lainnya terhadap Bakamla belum dapat berjalan dengan baik

yang disebabkan tidak adanya aturan yang mengatur mengenai koordinasi

antar pemangku kepentingan terhadap Bakamla, sehingga menyebabkan

kedudukan Bakamla sebagai instansi samping bukan sebagai pusat komando

dan kendali antar instansi.

3. Beberapa faktor-faktor di atas menjadikan penegak hukum laut sulit

mengatasi pelanggaran di laut secara optimal. Letak geografis provinsi

Kepulauan Riau dengan luas lautan yang luas menjadi tantangan utama

23

terhadap penegak hukum laut dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Serta

terbatsanya jumlah kapal, SDM dan sarana prasarana yang dimiliki setiap

instansi penegak hukum laut menjadi hambatan bagi penegak hukum laut

dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

B. Saran

1. Perlu adanya kewenangan Bakamla dalam proses penyidikina lebih lanjut

guna tidak memperpajang prosedur yang ada. sehingga dalam

implementasinya Bakamla sebagai perpanjangan tangan dari instansi

pemangku kepentingan lainnya. Selain daripada kewenangan penyidikan,

Bakamla belum memiliki payung hukum terkait kepemilikan alutsista

sehingga saat ini alutsista yang dimiliki Bakamla dari Angkatan Laut. Dilihat

kewenangan Bakamla saat ini, bahwa Bakamla berperan sebagai pencegahan

terhadap pelanggaran di laut.

2. Perlu adanya aturan hukum yang mengatur mekanisme koordinasi dan

komunikasi koordinasi sehingga kehadiran Bakamla sebgai pusat komandi

dan kendali dapat berjalna dengan baik terhadap pemangku kepentingan

lainnya. Perlu adanya payung hukum yang mengikat secara keseluruhan

mengenai koordinasi berbasis one command.

Hambatan dan tantangan penegak hukum laut terhadap pertahanan, keamanan

dan keselamatan wilayah laut sehingga hal ini menjadi kesulitan bagi penegak

hukum laut. Maka tentu perlu adanya penambahan dan penguatan terhadap

alutsista dan sumber daya manusia tiap instansi penegak hukum laut.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Johan, B. (2004). Metode Penilitian Ilmu Hukum. Semarang: Mandar Maju.

Marzuki, P. M. (2009). Penelitian Hukum . Jakarta: Kencana.

Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penilitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sulistyaningtyas, T., Munaf, D. M., & Susanto. (2015). Sinergisitas Paradigma Lintas Sektoral diBidang Keamanan dan Keselamatan Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Sungggono, B. (2008). Metode Penelitian Hukum. Bandung: Rajawali Pers.

JURNAL

Adhyanto, O. (2014). maritime constitution . Jurnal selat, 135.

INTERNET dan ARTIKEL

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/keamanan.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/maritim

Gugustomo, G. (n.d.). Retrieved from http://www.academia.edu/ 12133425/Bakamla_Single_Agent_Sektor_Keamanan_Maritim_Indonesia

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 Tentang Badan Keamanan Laut