Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN
OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR
(PONED) DI PUSKESMAS RAWAT INAP
SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
SUCI BUNGA MARINI NASUTION
NIM: 141000117 `
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN
OBSTETRI DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR
(PONED) DI PUSKESMAS RAWAT INAP
SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUCI BUNGA MARINI NASUTION
NIM: 141000117
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
i Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul
„ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN OBSTETRI DAN
NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS RAWAT
INAP SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI TAHUN 2018‟ beserta seluruh
isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan yang
tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar
pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.
Medan, Oktober 2018
Suci Bunga Marini Nasution
iii Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 04 September 2018
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Heldy BZ, MPH.
Anggota : 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes.
2. dr. Fauzi, SKM.
iv Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
PONED merupakan pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Puskesmas PONED memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil/ibu
bersalin dan ibu nifas. Namun kebanyakan Puskesmas PONED belum mampu
melaksanakan fungsinya dengan optimal. Dari hasil survei awal menunjukkan
bahwa implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori belum
terlaksana dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
implementasi program PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota
Tanjung Balai Tahun 2018.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
bertujuan untuk menganalisis implementasi program pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi dasar (PONED) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori kota
Tanjung Balai. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam
dengan 8 informan penelitian. Analisis data dilakukan dengan metode domain dan
disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
PONED belum optimal. Hal ini disebabkan oleh Sumber Daya Manusia (SDM)
yang belum maksimal pemberdayaannya, kurangnya ketersediaan sarana dan
prasarana serta obat-obatan yang mendukung pelayanan PONED sehingga banyak
pasien yang tidak dapat ditangani di Puskesmas PONED dn dirujuk ke rumah
sakit PONEK.Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai untuk
melaksanakan evaluasi rutin terhadap kelengkapan sarana dan prasarana serta
fungsinya dalam implementasi PONED dan segera mengganti dan melengkapi
peralatan dan obat yang kurang tersedia di Puskesmas
Kata Kunci : Implementasi, Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED), Puskesmas
v Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Basic Emergency Obstetric and Neonatal Care (BEmONC) was a service to
overcomed obstetric and neonatal emergency obstetric cases. BEmONC has the
ability to provided direct services to pregnant women maternal and postpartum.
However, most BEmONC have not been able to perform its function optimally.
From the results of preliminary survey showed that the implementation of
BEmONC at the inptient public health center Sipori-pori has not been done well.
The purpose of this research to analyzed the implementation of the BEmONC
program at the inpatient public health center Sipori-Pori Kota Tanjung Balai
Year 2018. This research was a qualitative research that aims to analyzed the
implementation of obstetric and emergency neonatal emergency care (BEmONC)
program at inptient public health center Sipori-pori Tanjung Balai. Data was
collected by indepth interviews with 8 research informants. Data analysis was
done by domain method and presented in narrative form. The results showed that
the implementation of BEmONC has not been optimal. This was due to the lack of
human resources lack of availability of facilities and infrastructure and medicines
that support the BEmONC service so that many patients who could not be treated
at the BEmONC were referred to the hospital. Suggested to City Health Office of
Tanjung Balai to conducted routine evaluation on the completeness of facilities
and infrastructure and its function in the implementation of BEMONC and
immediately replaced and equieped the equipments and drugs which were less
available in inpatient public health center Sipori-Pori.
Keywords : Implementation, Basic Emergency Obstetric and Neonatal Care
(BEmONC), Public Health Center
vi Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Program
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018” yang merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun
berkat bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak
secara moril maupun materil. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. dr. Heldy BZ, MPH., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
banyak saran, bimbingan dan arahan dalam prnyelesaian penulisan skripsi ini.
5. dr. Rusmalawaty, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
saran dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
vii Universitas Sumatera Utara
6. dr. Fauzi, SKM., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan
masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
7. Ernawati Nasution, SKM, M.Kes., selaku Dosen Penasehat Akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama mengikuti perkuliahan
di FKM USU.
8. Seluruh dosen khususnya dosen-dosen peminatan AKK dan seluruh staf di
FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani
pendidikan.
9. H. Yadi Rianto, SKM, M.Kes., selaku Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori beserta seluruh pegawai Puskesmas yang telah membantu penulis dalam
melakukan penelitian.
10. Kepada orang tua tercinta, Zaini Thohir, SP., dan Mardiah Surti, SE., yang
selalu mendukung dan mendoakan penulis selama penulisan skripsi sehingga
mampu menyelesaikan skripsi sesuai rencana.
11. Abang dan adik kandung tersayang, M. Albadar Lutan Nasution, ST, M.Eng.,
dan M. Alfi Rajabi Nasution, yang selalu memberikan semangat kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12. Seluruh keluarga dan sahabat yang telah banyak membantu, mengarahkan,
dan meluangkan waktu selama penulis melaksanakan penelitian dan yang
selalu ada di saat penulis membutuhkan semangat dan dorongan untuk
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih setiap semangat yang
diberikan kepada penulis selama di perantauan.
viii Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta
masih diperlukan dalam penyempurnaannya. Hal ini tidak terlepas dari
keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki penulis.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2018
Penulis
Suci Bunga Marini Nasution
ix Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR ISTILAH xiv
RIWAYAT HIDUP xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 9
Tujuan Umum 9
Tujuan Khusus 9
Manfaat Penelitian 9
TINJAUAN PUSTAKA 10
Implementasi 10
Pengertian Implementasi 10
Penyusunan Implementasi Fungsi Puskesmas PONED 12
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) 13
Puskesmas 14
Pengertian Puskesmas 14
Tujuan dan Fungsi Puskesmas 15
Azas Puskesmas 17
Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) 17
Pengertian Puskesmas PONED 17
Kriteria Puskesmas PONED 19
Sumber Daya Kesehatan PONED 22
Batas Kewenangan Puskesmas PONED 25
Persyaratan Sarana dan Prasarana Puskesmas PONED 28
Obat yang Diperlukan dalam Pelayanan PONED 31
Sistem Rujukan Puskesmas PONED 33
Hambatan dalam Penyelenggaraan Puskesmas PONED.. 38
x Universitas Sumatera Utara
Landasan Teori 38
Kerangka Pikir 39
METODE PENELITIAN 40
Jenis Penelitian 40
Lokasi dan Waktu Penelitian 40
Informan Penelitian 40
Definisi Konsep 41
Metode Pengumpulan Data 42
Metode Analisis Data 43
HASIL DAN PEMBAHASAN 45
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 45
Gambaran Umum 45
Letak Geografis dan Kependudukan 46
Sumber Daya Manusia Kesehatan 46
Sarana dan Prasarana 47
Karakteristik Informan 48
Input Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai 50
Ketersediaan Sumber Daya Manusia 50
Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan 53
Ketersediaan Tim Pendukung 56
Ketersediaan Sarana dan Prasarana 57
Ketersediaan Obat-obatan 60
Ketersediaan Alat Komunikasi 62
Ketersediaan Biaya Operasional 64
Ketersediaan Sarana Transportasi Rujukan 66
Proses Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori Kota Tanjung Balai 68
Penerimaan Rujukan dari Fasilitas Kesehatan 68
Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal 78
KESIMPULAN DAN SARAN 84
Kesimpulan 84
Saran 85
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xi Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai Tahun 2016 47
2 Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai 48
3 Karakteristik Informan Penelitian 49
xii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Fasilitas Kesehatan pada Berbagai Tingkat
Pelayanan Di Indonesia 36
2 Skema Alur Rujukan Puskesmas Mampu PONED 37
3 Kerangka Pikir Penelitian 39
xiii Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Pedoman Wawancara Mendalam 89
2 Hasil Wawancara Mendalam (In-Depth
Interview) 101
3 Peralatan Maternal di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai 112
4 Peralatan Nenonatal di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai 116
5 Kebutuhan Obat di Puskesmas PONED 119
6 Dokumentasi Penelitian 121
7 Surat Ijin Penelitian 123
8 Surat Keterangan Selesai Penelitian 124
xiv Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISTILAH
AKB Angka Kematian Bayi
AKI Angka Kematian Ibu
BBLR Bayi Berat Lahir Rendah
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
DIII Diploma III
Dinkes Dinas Kesehatan
DIV Diploma IV
DM Diabetes Mellitus
FIGO Federal of International Gynecology Obstetrics
KB Keluarga Berencana
Kemenkes Kementerian Kesehatan
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
LCD Liquid Crytal Display
OK Operatie Kamer
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
PONED Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Khusus
Poskesdes Pos Kesehatan Desa
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu Puskesmas Pembantu
RI Republik Indonesia
RIFASKES Riset Fasilitas Kesehatan
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
S1 Strata 1
S2 Strata 2
SDGs Suistinable Development Goals
SDM Sumber Daya Manusia
SMP Sekolah Menengah Pertama
SMPFA Safe Motherhood a Partnership and Family Approach
SOP Standar Operating Procedures
SUPAS Survei Penduduk Antar Sensus
UGD Unit Gawat Darurat
UKM Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP Upaya Kesehatan Perorangan
UPTD Unit Pelaksana Teknis Daerah
VK Verlos Kamer
xv Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Suci Bunga Marini Nasution, berumur 22 tahun,
dilahirkan di Kota Kibang Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 07 Februari
1996. Penulis beragama Islam, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Zaini Thohir, SP., dan Ibu Mardiah Surti, SE. Penulis bertempat tinggal di
Jalan Cempaka Lingkungan III Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjung Balai.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD
Swasta Pertiwi Teladan Metro tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di
SMP Negeri 5 Tanjung Balai tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMA
Negeri 1 Tanjung Balai tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Oktober 2018
Suci Bunga Marini Nasution
1 Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Latar Belakang
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Salah satu dari enam upaya kesehatan esensial yang
ada di puskesmas yaitu upaya kesehatan ibu dan anak yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta menurunkan angka kejadian
kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi (Permenkes RI No.75, 2014).
Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di
suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut dikategorikan buruk dan belum
berhasil dalam meningkatkan kesehatan ibu yang setinggi-tingginya. Kelompok
yang paling rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan
adalah ibu bersalin, maka intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan
persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan yang terlatih termasuk di fasilitas
kesehatan dasar seperti Puskesmas. Melalui pertolongan yang baik dan benar,
diharapkan komplikasi akibat salah penanganan bisa dicegah, mengetahui dengan
2
Universitas Sumatera Utara
cepat komplikasi yang timbul dan dengan segera memberikan pertolongan
termasuk merujuk bila diperlukan. Pentingnya penurunan AKI dan AKB sebagai
indikator status kesehatan masyarkat dijadikan salah satu sasaran dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di bidang kesehatan
(Kemenkes RI, 2015).
Salah satu sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di bidang kesehatan adalah
menurunkan AKB menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup dan AKI menjadi 306 per
100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil SUPAS 2015, Indonesia baru dapat
menekan AKB sebesar 22 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 305 per
100.000 kelahiran hidup. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat penurunan
angka-angka kematian, sehingga target RPJMN tahun 2015-2019 diperkirakan
akan tercapai. Berdasarkan data di atas menunjukkan AKI dan AKB sudah
mengalami penurunan, namun masih jauh dari target agenda SDGs tahun 2030
yaitu AKI sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 12 per 1000
kelahiran hidup, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
mengalami peningkatan. Kondisi ini memungkinkan disebabkan oleh antara lain
kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil yang
tidak sehat dan faktor determinan lainnya, sehingga dibutuhkan layanan kesehatan
khusus untuk menurunkan angka AKI dan KB (Kemenkes RI, 2015).
Upaya dalam penurunan AKI dan AKB diperlukan perhatian serius di
dalam mengatasi masalah komplikasi pada saat kehamilan yang dapat di prediksi.
Diperkirakan 15% kehamilan dan persalinan akan mengalami komplikasi.
3
Universitas Sumatera Utara
Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi
dapat dicegah dan ditangani bila: 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga
kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai,
antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan
pelaksanaan manajemen aktif untuk mencegah perdarahan pascasalin; 3) tenaga
kesehatan mampu melakukan idetifikasi dini komplikasi; 4) apabila komplikasi
terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan melakukan
tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektf;
6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna. Berdsasarkan hal tersebutlah maka
diadakan Puskesmas mampu PONED (Pelayanan Obsetri Neonatal Emergensi
Dasar) sebagai bentuk layanan kesehatan yang bertujuan guna menangani
kejadian kasus obsetri dan neonatal dasar yang bisa ditangani di Puskesmas
sebagai upaya untuk menunrukan AKI dan AKB (Kemenkes RI, 2013).
Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu
menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi
tingkatdasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Berdasarkan Keputusan
Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor
HK.02.03/11/1911/2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Mampu
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) menerangkan bahwa
Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar yaitu
Puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan fasilitas PONED siap 24 jam
untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan kasus-kasus kegawatdaruratan
4
Universitas Sumatera Utara
obstetri dan neonatal tingkat dasar. Hal ini merupakan suatu langkah untuk
menurunkan AKI dan AKB di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) merupakan
pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal. Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung terhadap ibu hamil/ ibu bersalin dan ibu nifas baik yang datang sendiri
atau rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan Puskesmas. Berbagai upaya
yang dilaksanakan dalam PONED antara lain peningkatan pengetahuan dan
keterampilan tim dalam menyelenggarakan PONED, pemenuhan tenaga
kesehatan, pemenuhan ketersediaan peralatan, obat dan bahan habis pakai,
manajemen penyelenggaraan serta sistem rujukannya. Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas juga sangat membutuhkan
kerjasama yang baik dengan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit sebagai suatu kesatuan sistem rujukan
mempunyai peran yang sangat penting (Kemenkes RI, 2013).
Menurut hasil laporan nasional Riset Fasilitas Kesehatan (RIFASKES)
tahun 2011 menyatakan bahwa 40% Puskesmas PONED mempunyai peralatan
PONED yang jumlahnya kurang dari 40% standar alat PONED yang harus
dipunyai oleh Puskesmas PONED dan ketersediaan obat PONED sangat kurang,
karena lebih dari 80% Puskesmas PONED menyediakan obat kurang dari 40%
standar obat yang semestinya ada di Puskesmas PONED. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kualitas PONED masih jauh dibandingkan dengan standar
minimal yang harus dipenuhi (Kemenkes RI, 2012).
5
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siregar (2016),
menunjukkan bahwa Puskesmas PONED belum berjalan dengan optimal
dikarenakan peralatan kesehatan yang belum memadai dan belum memenuhi
standar minimal, kualitas sumber daya kesehatan yang rendah dalam memberikan
pelayanan PONED, dan ketersediaan obat-obatan yang masih belum lengkap.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Amrillah (2016), menyatakan bahwa
yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan PONED adalah ada beberapa
peralatan kesehatan dan obat-obatan yang masih belum lengkap dan tidak adanya
kebijakan atau aturan khusus tentang pelaksanan PONED di Puskesmas. Hasil
penelitian San (2017) menjelaskan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana
dalam pelaksanaan kegawatdaruratan ibu dan anak masih belum memadai dalm
pelayanan PONED di Puskesmas Negeri Lama.
Menurut hasil penelitian Susyanty (2016), menunjukkan bahwa
kompetensi tenaga terlatih belum memadai dan beberapa kewenangan juga belum
dilakukan, begitu juga dengan ketersediaan alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai serta obat-obatan untuk PONED yang belum memadai. Hasil penelitian lain
juga dilakukan oleh Surahwardy (2013), menyatakan bahwa yang menjadi
hambatan dalam pelaksanaan PONED adalah ada beberapa alat yang tidak
tersedia dan tidak ada dana operasional khusus yang diberikan untuk kegiatan
PONED tetapi dana berasal dari operasional Puskesmas dan dari jasa hasil
tindakan di PONED.
Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Sumatera Utara diketahui bahwa
pada tahun 2015 dari 570 Puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di
6
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara, terdapat 153 Puskesmas yang menyelenggarakan
PONED atau sebanyak 26,84%. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2014 yaitu 147 Puskesmas, tahun 2013 yaitu 137 Puskesmas, dan tahun
2012 yaitu 94 Puskesmas PONED. Jumlah Puskesmas PONED di Kota Tanjung
Balai adalah 6 Puskesmas PONED dan diantaranya adalah Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2016).
Menurut data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan kota Tanjung Balai
untuk tahun 2013 AKI sebanyak 30 kasus, tahun 2014 AKI sebanyak 14 kasus,
tahun 2015 sebanyak 10 kasus, dan tahun 2016 sebanyak 5 kasus. Sementara itu
angka kematian bayi (AKB) juga menurun. Untuk tahun 2013 AKB sebanyak 24
kasus, tahun 2014 AKB sebanyak 20 kasus, tahun 2015 AKB sebanyak 18 kasus,
dan tahun 2016 AKB sebanyak 16 kasus (Dinkes Kota Tanjung Balai, 2016).
Sejak tahun 2015, Puskesmas rawat inap Sipori-Pori menjadi salah satu
Puskesmas mampu PONED yang ada di Kota Tanjung Balai. Puskesmas rawat
inap Sipori-Pori ditunjuk Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai untuk membantu
masalah pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB). Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas rawat
inap Sipori-Pori jumlah kunjungan kehamilan di tahun 2014 sebanyak 226
kunjungan, tahun 2015 sebanyak 253 kunjungan dan tahun 2016 sebanyak 281
kunjungan. Terdapat 1 kematian bayi akibat BBLR dan 6 kasus kematian neonatal
(3 kasus akibat asfiksia, 2 kasus akibat ganggungan jalan nafas, dan 1 kasus akibat
BBLR) dari 393 kelahiran yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori (Profil Kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, 2016).
7
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2016 dari 6 Puskesmas PONED di Kota Tanjung Balai,
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori memiliki data kunjungan rujukan tertinggi ke
rumah sakit PONEK diantara Puskesmas PONED lainnya yakni mencapai 148
rujukan, Puskesmas Datuk Bandar sebanyak 88 rujukan, Puskesmas Semula Jadi
sebanyak 50 rujukan, Puskesmas Simu Damanik sebanyak 80 rujukan, Puskesmas
Kampung Baru sebanyak 88 rujukan, Puskesmas Sei Tualang sebanyak 126
rujukan dan Puskesmas Teluk Nibung sebanyak 111 rujukan. Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori juga memiliki kasus kematian neonatal terbanyak diantara
Puskesmas mampu PONED lainnya, yakni sebanyak 6 kasus, Puskesmas Datuk
Bandar dan Puskesmas Semula Jadi sebanyak masing-masing 3 kasus, Puskesmas
Simu Damanik dan Puskesmas Kampung Baru tidak memiliki kasus kematian
neonatal (0 kasus), serta Puskesmas Sei Tualang dan Puskesmas Teluk Nibung
sebanyak masing-masing 1 kasus.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada bidan
merupakan petugas layanan KIA di Puskesmas rawat inap Sipori-Pori pada saat
survey pendahulunan di bulan Maret 2108 didapatkan hasil bahwa terdapat
beberapa hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori diantaranya yaitu ketersediaan alat kesehatan yang belum
tersedia secara lengkap untuk melakukan tindakan obsetri, ruangan rawat inap
yang tidak sesuai dengan standar yakni ukuran ruangan kurang dari 7,2 m2 dan
jarak antar tempat tidur didalam ruang rawat inap kurang dari 2,4 m2, dinding dan
lantai dalam ruang rawat inap juga tidak berwarna cerah sehingga sulit
dibersihkan, kurangnya ketersediaan beberapa jenis obat seperti obat anastesi,
8
Universitas Sumatera Utara
serta tidak adanya dokter, perawat, dan bidan yang menjadi tim inti PONED untuk
tersedia selama 24 jam siap jaga di layanan PONED. Selain itu, ibu hamil juga
masih belum memahami tentang Puskesmas PONED dan apabila terjadi
persalinan dengan komplikasi seperti partus macet di bidan desa, ibu hamil tidak
mau dibawa ke Puskesmas PONED karena merasa Puskesmas tidak sanggup
untuk mengatasi masalah tersebut dikarenakan tidak kesiagaan petugas kesehatan
di tempat dan kurang lengkapnya ketersediaan alat dan obat menjadikan ibu hamil
tidak mau mengambil risiko besar maka dari itu ingin langsung dirujuk ke Rumah
Sakit PONEK agar segera mendapat perawatan yang lebih baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian mengenai analisis implementasi program pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) di Puskesmas rawat inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai tahun 2018.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana ketersediaan sumber daya (sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, dan obat-obatan) dalam implementasi program PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018?
2. Bagaimana proses impelementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018?
3. Bagaimana cakupan impelementasi program PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018?
9
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
menganalisis implementasi program PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.
Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :
1. Menjelaskan ketersediaan sumber daya (SDM kesehatan, sarana dan
prasarana, obat-obatan) pada pelaksanaan implementasi program pelayanan
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun
2018.
2. Menjelaskan proses impelementasi PONED (penerimaan rujukan dari
pelayanan kesehatan dibawahnya, penanganan kegawatdaruratan obstetri
neonatal dalam PONED) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung
Balai Tahun 2018.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagi Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori, hasil penelitian lain diharapkan
dapat menjadi masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari impelemtasi
program PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai.
2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
maupun referensi oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang
berhubungan dengan pelaksanaan program PONED.
10 Universitas Sumatera Utara
Tinjauan Pustaka
Implementasi
Pengertian implementasi. Implementasi adalah suatu tindakan atau
kegiatan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci,
implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap.
Secara sederhana implementasi bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky
mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky
mengemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling
menyesuaikan (Usman, 2002).
Implementasi merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan
untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan
ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa
yang melaksanakan, dimana tempat implementasinya mulai dan bagaimana cara
yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah
program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,
langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan
guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan sebelumnya.
Menurut pendapat Syukur (1987), dalam implementasi, sebuah kegiatan
harus berjalan sesuai dengan kondisi di lapangan maupun di luar lapangan yang
mana dalam kegiatan tersebut melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-
usaha dan didukung alat-alat penunjang. Adapun faktor-faktor yang dapat
menunjang program implementasi adalah sebagai berikut:
11
Universitas Sumatera Utara
1. Komunikasi, suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila
jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi,
kejelasan informasi, dan konsistensi informasi yang disampaikan.
2. Sumber daya, dalam hal ini meliputi empat komponen yaitu terpenuhinya
jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan
keputusan dan kewenangan yang cukup guna melaksankan tugas sebagai
tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam implementasi.
3. Disposisi, sikap dan komitmen daripada implementasi terhadap program
khususnya dari mereka yang menjadi implementasi program khususnya dari
mereka yang menjadi implementer program.
4. Struktur birokrasi, Standar Operating Procedures (SOP) yang mengatur tata
aliran dalam implementasi program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai
hasil yang memuaskan, karena penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.
Keempat faktor diatas dipandang mempengaruhi keberhasilan suatu proses
implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antara
suatu faktor yang satu dan faktor yang lain. Selain itu dalam proses implementasi
sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu:
1. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan
2. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari program
perubahan dan peningkatan
3. Unsur implementasi baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan dari proses
implementasi tersebut.
12
Universitas Sumatera Utara
Penyusunan implementasi fungsi Puskesmas PONED. Puskesmas
dalam menjalankan program PONED sesuai dengan pedoman PONED yang
berlaku, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan pengembangan fungsi Puskesmas Mampu PONED, yaitu:
a. Menyusun rencana pemantapan fungsi Puskesmas mampu PONED yang
ada.
b. Menetapkan Puskesmas sebagai calon Puskesmas mampu PONED yang
akan dikembangkan.
c. Menyusun rencana pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan
tahapannya .
2. Mempersiapkan pemantapan PONED yang sudah ada dan realisasi
pengembangan fungsi Puskesmas menjadi Puskesmas mampu PONED,
sesuai dengan tahapannya, yaitu:
a. Melengkapi kebutuhan sumber daya (SDM, alat medis dan non medis,
obat dan bahan habis pakai, ruangan, ambulan, biaya operasional dan
pemeliharaan, dll) sesuai kebutuhan.
b. Melatih ulang SDM yang ada dan melatih SDM baru yang diperlukan.
c. Melakukan pembinaan teknis, administrasi dan manajemen serta
keuangan.
3. Menetapkan realisasi sesuai dengan rencana dan tahapannya, yaitu:
a. Memantapkan fungsi Puskesmas mampu PONED yang sudah ada
b. Mengembangkan Puskesmas yang dipilih untuk menjadi Puskesmas
mampu PONED.
13
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah
Puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas bersalin. PONED
memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas. Selain
itu juga memberikan pelayanan kesehatan terhadap bayi yang baru lahir dengan
komplikasi, baik datang sendiri atau karena rujukan kader/masyarakat/bidan di
desa, Puskesmas dan PONED melakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada
kasus yang tidak mampu ditangani. PONED dapat diberikan oleh Puskesmas yang
mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan
pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED adalah
dokter, bidan, perawat, tim PONED, beserta penanggung jawab terlatih (Mubarak,
2012).
Pelayanan obstetri emergensi bertujuan untuk memastikan bahwa
pelayanan emergensi untuk kelompok risiko tinggi dan berkomplikasi tersedia
untuk setiap perempuan, dimanapun dia berada. Kegiatan intervensi dapat
dilakukan melalui upaya mengurangi kemungkinan komplikasi persalinan yang
berakhir dengan kematian atau kesakitan melalui pelayanan obstetri emergensi.
Petugas kesehatan tersebut harus mampu memberikan Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Kondisi saat ini menunjukkan kurangnya
sumber daya manusia pelaksana pelayanan obstetri. Dengan kondisi seperti itu,
sulit mengharapkan PONED dapat berjalan optimal (Siregar, 2016).
14
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat Walyani dan Purwoastuti, upaya pelayanan PONED
(Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar) merupakan pelayanan yang
menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal tingkat dasar
yang meliputi segi:
1. Pelayanan obstetri: pemberian oksitosin parenteral, antibiotik parenteral dan
sedatif parenteral pada tindakan kuretase digital dan plasenta manual,
melakukan kuretase, plasenta manual, dan kompresi bimanual, serta
memberikan pertolongan persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi/forcep
ekstraksi
2. Pelayanan neonatal: resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotik
parenteral, pemberian anti konvulsan parenteral, pemberian phenobarbital,
kontrol suhu, dan penanggulangan gangguan pemberian nutrisi.
Puskesmas
Pengertian Puskesmas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian
15
Universitas Sumatera Utara
dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan
unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
Tujuan dan fungsi Puskesmas. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Maysyarakat
dijelaskan bahwa Puskesmas mempunyai tujuan melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan
tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi ini, Puskesmas berwenang untuk:
a. Melaksanakan perencaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap perkembangan masyarakat yang
berkerjasama dengan sektor lain yang terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
16
Universitas Sumatera Utara
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap aksesm mutu,
dan cakupan pelayanan kesehatan.
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit..
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi ini, Puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, dan bermutu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerjasama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan.
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
i. Mengordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
17
Universitas Sumatera Utara
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
Azas Puskesmas. Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama,
pengelolaan program kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok yaitu:
1. Azas pertanggungjawaban wilayah, yaitu Puskesmas harus bertanggung
jawab atas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, artinya bila terjadi
masalah kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas yang harus bertanggung
jawab untuk mengatasinya.
2. Azas peran serta masyarakat, maksudnya Puskesmas dalam melakukan
kegiatannya harus memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan
keshatan dan berupaya melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan
program kerja Puskesmas.
3. Azas keterpaduan, yaitu Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya harus melakukan kerjasama
dengan berbagai pihak, bermitra dan berkoordinasi dengan lintas sektor, lintas
program dan lintas unit agar terjadi perpaduan kegiatan di lapangan.
4. Azas rujukan, yaitu Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai
keterbatasan, bisa melakukan rujukan baik secara vertikal maupun horizontal
ke Puskesmas lainnya (Permenkes RI, 2014).
Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar
(PONED)
Pengertian Puskesmas PONED. Puskesmas PONED memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar
18
Universitas Sumatera Utara
langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan neonatal dengan komplikasi yang
mengancam jiwa ibu dan neonatus. Puskesmas PONED adalah Puskesmas yang
mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi
di tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kemenkes RI, 2013).
Keberadaan Puskesmas PONED menunjukkan bahwa sistem pelayanan
kesehatan mampu merespon komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan bayi baru
lahir, dan berkontribusi untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Puskesmas PONED juga dapat memberikan kontribusi pada upaya penurunan
AKI dan AKN dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan maternal neonatal
emergensi, maka fungsinya perlu dilaksanakan dengan baik secara optimal.
Menurut the Federal of International Gynecology Obstetrics (FIGO) ada 4 pintu
untuk keluar dari kematian ibu, yaitu: 1) Status perempuan dan kesetaraan gender,
2) Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, 3) Persalinan yang bersih
dan aman oleh tenaga kesehatan yang berkompeten, 4) PONED-PONEK. Jadi
upaya PONED adalah salah satu upaya dan merupakan upaya terakhir untuk
mencegah kematian ibu (Kemenkes RI, 2013).
Pengembangan dari Puskesmas Mampu PONED dengan melatih tenaga
dokter, perawat, dan bidan, khususnya Puskesmas dengan rawat inap
dikembangkan menjadi Puskesmas yang mampu memberikan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Walyani dan Purwoastuti, 2015).
Berdasarkan Keputusan Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Bina
Upaya Kesehatan Nomor HK.02.03/11/1911/2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
19
Universitas Sumatera Utara
Dasar (PONED) menerangkan bahwa Puskesmas dengan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar yaitu Puskesmas rawat inap yang memiliki
kemampuan fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan kesehatan
dengan kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal tingkat dasar. Hal ini
merupakan suatu langkah untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Berikut
adalah tujuan dari dilaksanakannya PONED di Puskesmas:
1. Untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal tingkat
dasar sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB
2. Diharapkan dapat menurunkan derajat kesakitan dan meminimalkan jumlah
kematian ibu dan bayi di Indonesia. Hal ini terkait pula dengan fakta bahwa
AKI dan AKB di Indonesia yang menempati urutan atas di ASEAN
3. PONED dan PONEK diadakan juga bertujuan untuk menghindari rujukan
yang lebih dari dua jam dan untuk memutuskan rantai rujukan itu sendiri.
Kriteria Puskesmas PONED. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Bina
Upaya Kesehatan Nomor HK.02.03/11/1911/2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED), agar Puskesmas mampu PONED sebagai salah satu simpul dari
sistem penyelenggaraan pelayanan maternal neonatal emergensi dapat
memberikan kontribusi pada upaya penurunan AKI dan AKN maka perlu
dilaksanakan dengan baik agar dapat dioptimalkan fungsinya. Adapun kriteria
Puskesmas Mampu PONED adalah sebagai berikut:
20
Universitas Sumatera Utara
1. Puskesmas rawat inap yang dilengkapi fasilitas untuk pertolongan persalinan,
tempat tidur rawat inap sesuai kebutuhan untuk pelayanan kasus obstetri dan
neonatal emergensi/komplikasi.
2. Letaknya strategis dan mudah diakses oleh Puskesmas/fasilitas pelayanan
kesehatan non PONED dari sekitarnya.
3. Puskesmas telah mampu berfungsi dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan tindakan mengatasi kegawatdaruratan, sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya serta dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan.
4. Puskesmas telah dimanfaatkan masyarakat dalam/luar wilayah kerjanya
sebagai tempat pertama mencari pelayanan, baik rawat jalan ataupun rawat
inap serta persalinan normal.
5. Mampu menyelenggarakan UKM dengan standar.
6. Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan Puskesmas
non PONED ke Puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan
transportasi umum mengingat waktu paling lama untuk mengatasi perdarahan
adalah 2 jam dan jarak tempuh Puskesmas mampu PONED ke RS minimal 2
jam
7. Mempunyai tim inti yang terdiri atas dokter, perawat dan bidan sudah dilatih
PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta
tindakanmengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka
mengkondisikan pasien emergensi/komplikasi siap dirujuk dalam kondisi
stabil.
21
Universitas Sumatera Utara
8. Mempunyai cukup tenaga dokter, perawat dan bidan lainnya, yang akan
mendukung pelaksanaan fungsi PONED di Puskesmas/fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat dasar.
9. Difungsikan sebagai Pusat rujukan antara kasus obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi, dalam satu regional wilayah rujukan kabupaten
10. Puskesmas telah mempunyai peralatan medis, non medis, obat-obatan dan
fasilitas tindakan medis serta rawat inap, minimal untuk mendukung
penyelenggaraan PONED
11. Kepala Puskesmas mampu PONED sebagai penanggungjawab program harus
mempunyai kemampuan manajemen penyelenggaraan PONED
12. Puskesmas mampu PONED mempunyai komitmen untuk menerima rujukan
kasus kegawatdaruratan medis kasus obstetri dan neonatal dari fasilitas
pelayanan kesehatan di sekitarnya.
13. Adanya komitmen dari para stakeholder yang berkaitan dengan upaya untuk
memfungsikan Puskesmas mampu PONED dengan baik.
14. Seluruh petugas Puskesmas Mampu PONED melakukan pelayanan dengan
nilai-nilai budaya: kepuasan pelanggan adalah kepuasan petugas Puskesmas,
berkomitmen selalu memberi yang terbaik, memberi pelayanan dengan hati
(dengan penuh rasa tanggung jawab untuk berkarya dan berprestasi mandiri
bukan karena diawasi), peduli pada kebutuhan masyarakat, selalu
memberikan yang terbaik pada setiap pelanggan.
22
Universitas Sumatera Utara
Sumber daya kesehatan PONED. Berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 menyebutkan
kepala Puskesmas sebagai penanggungjawab pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya, harus dapat menggali potensi-potensi sumberdaya khususnya SDM
dengan perannya masing-masing, termasuk potensi para mitra kerja yang berada
di wilayah kerja Puskesmasnya. Proses ini dapat dilakukan melalui Lokakarya
Mini, baik yang diselenggarakan di Puskesmas maupun di tingkat lintas sektor.
Penyiapan tenaga yang berperan dalam PONED di Puskesmas melalui pertemuan
Mini Lokakarya Puskesmas. Perhitungan kebutuhan tenaga-tenaga dimaksud tidak
dapat secara tegas dipisahkan dari kebutuhan pelayanan rawat inap lainnya,
kecuali untuk kebutuhan Tim inti PONED.
Kebutuhan tenaga diperhitungkan berdasarkan beban kerja yang dihadapi
dalam rangka mencakup pelayanan kasus yang seharusnya datang dilayani dan
atau dirujuk melalui Puskesmas mampu PONED. Adapun langkah-langkah untuk
mempersiapkan tenaga kesehatan di Puskesmas PONED adalah:
1. Menyiapkan tim kesehatan, terdiri atas:
a. Tim Inti sebagai pelaksana PONED
Tenaga kesehatan yang berfungsi sebagai tim inti dan sebagai pelaksana
PONED harus yang sudah terlatih dan bersertifikat dari Pusat Diklat
Tenaga Kesehatan yang telah mendapat sertifikasi sebagai penyelenggara
Diklat PONED. Tenaga Tim Inti PONED tersebut harus selalu siap
selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Tim Inti PONED (minimal)
terdiri dari:
23
Universitas Sumatera Utara
1) Dokter Umum sebanyak 1 orang.
2) Bidan, minimal D3 sebanyak 1 orang.
3) Perawat, minimal D3 sebanyak 1 orang.
b. Tim Pendukung PONED
Dalam menyelenggarakan Puskesmas Mampu PONED, dibutuhkan juga
tenaga-tenaga pendukung. Kepala Puskesmas, dibantu oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten menyiapkan calon tenaga pendukung PONED.
tenaga kesehatan pendukung tersebut dapat diambil dari tenaga yang
ditugaskan di ruang rawat inap, bila perlu ditambah dengan tenaga yang
bertugas difasilitas rawat jalan. Tenaga-tenaga kesehatan tersebut harus
dapat memenuhi kriteria tertentu untuk menjadi calon tenaga pendukung
PONED. Kebutuhan tenaga kesehatan sebagai tim pendukung PONED
adalah terdiri dari:
1) Dokter umum minimal berjumlah 1-2 orang
2) Perawat D3 minimal berjumlah 5 orang
3) Bidan D3 minimal berjumlah 5 orang
4) Analis Laboratorium sebanyak 1 orang
5) Petugas administrasi minimal 1 orang
2. Tim Promosi Kesehatan
Selain kemampuan Komunikasi Informasi Edukasi/Komunikasi Interpersonal
dan Konseling (KIE/KIPK) dan pemberdayaan masyarakat dengan difasilitasi
Kepala Puskesmas, kemampuan tenaga promosi kesehatan ditingkatkan
dalam bidang:
24
Universitas Sumatera Utara
a. Pemasaran/marketing dan public relationship (PR) sebagaimana pernah
dikembangkan melalui program Safe Motherhood a Partnership and
Family Approach (SMPFA). Untuk kemampuan tersebut diperlukan
pelatihan tambahan.
b. Penggerak demand target sasaran (Ibu dan keluarganya) untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan obstetri dan neonatal terutama dalam
kondisi emergensi/komplikasi sekaligus akan diperankan secara aktif
sebagai tenaga pendukung PONED untuk mewujudkan pelayanan yang
berkualitas dan memuaskan.
c. Kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra-mitra Puskesmas di
wilayah kerjanya.
3. Menyiapkan tenaga non-kesehatan sebagai penunjang pelayanan
Diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan di fasilitas perawatan, sebagai
tenaga penunjang untuk kelancaran penyelenggaraan PONED di Puskesmas.
Tenaga penunjang dimaksud antara lain berupa:
a. Petugas dapur.
b. Petugas laundry.
c. Penjaga malam.
d. Cleaning service.
e. Pengemudi Ambulans 1 orang (bertugas bergantian dengan pengemudi
Puskesmas keliling).
25
Universitas Sumatera Utara
Batas kewenangan Puskesmas PONED. Terselenggaranya pelayanan di
Puskesmas mampu PONED yang bermutu dan profesional perlu dilakukan
pembinaan baik terhadap Puskesmas, Dinas Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi. Pembinaan ini dilakukan secara berjenjang dan simultan dengan
melibatkan Lintas Program dan Lintas Sektor. Dalam hal penyelenggaraan
PONED terdapat batasan kewenangan Puskesmas dalam melaksanakan PONED.
Adapun batasan kewenangan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan maternal
yaitu:
1. Perdarahan pada kehamilan muda.
2. Perdarahan post partum.
3. Hipertensi dalam kehamilan.
4. Persalinan macet.
5. Ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis.
6. Infeksi nifas.
Batasan kewenangan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan neonatal
yaitu:
1. Asfiksia pada neonatal.
2. Gangguan nafas pada bayi baru lahir.
3. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
4. Hipotermi pada bayi baru lahir.
5. Hipoglikemi dari ibu dengan diabetes mellitus
6. Ikterus.
7. Kejang pada neonatus.
26
Universitas Sumatera Utara
8. Infeksi neonatus.
Kewenangan Puskesmas mampu PONED diatas dapat berubah sesuai
dengan kebijakan/ketentuan yang berlaku. Untuk kewenangan beserta
kemampuan yang dapat ditangani Puskesmas yang lebih rinci terlampir. Sistem
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal tidak cukup dengan hanya melakukan
standarisasi pelayanan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia, tetapi
juga perbaikan sistem rujukan maternal dan neonatal yang akan menjadi bagian
dari tulang punggung sistem pelayanan secara keseluruhan.
Beberapa kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal memerlukan
tempat rujukan antara sebagai sarana untuk melakukan stabilisasi, setelah itu
pengobatan dan tindakan kasus harus dikerjakan di fasilitas pelayanan yang lebih
baik oleh karena keterbatasan teknis baik di fasilitas pelayanan kesehatan primer
maupun tempat rujukan antara Puskesmas. Kasus emergensi neonatal 80% dapat
ditangani di tingkat pelayanan yang berkualitas sesuai standar, 20% perlu
mendapatkan pelayanan rujukan yang berkualitas. Adapun kasus-kasus yang harus
di rujuk ke rumah sakit:
1. Kasus Ibu hamil yang memerlukan rujukan segera ke rumah sakit sebagai
berikut:
a. Ibu hamil dengan panggul sempit.
b. Ibu hamil dengan riwayat bedah sesar.
c. Ibu hamil dengan perdarahan antepartum.
d. Hipertensi dalam kehamilan (pre eklamsi berat/eklamsi).
e. Ketuban pecah disertai dengan keluarnya meconium kental.
27
Universitas Sumatera Utara
f. Ibu hamil dengan tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia,
polihidramnion, kehamilan ganda).
g. Primipara pada fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala
5/5.
h. Ibu hamil dengan anemia berat.
i. Ibu hamil dengan disproposisi kepala panggul.
j. Ibu hamil dengan penyakit penyerta yang mengancam jiwa (DM, kelainan
jantung).
2. Kasus pada bayi baru lahir yang harus segera dirujuk ke rumah sakit yaitu:
a. Bayi usia gestasi kurang dari 32 minggu.
b. Bayi dengan asfiksia ringan dan sedang tidak menunjukan perbaikan
selama 6 jam.
c. Bayi dengan kejang meningitis.
d. Bayi dengan kecurigaan sepsis.
e. Infeksi pra intra post partum.
f. Kelainan bawaaan.
g. Bayi yang butuh transfusi tukar.
h. Bayi dengan distres nafas yang menetap.
i. Meningitis.
j. Bayi yang tidak menunjukan kemajuan selama perawatan.
k. Bayi yang mengalami kelainan jantung.
l. Bayi hiperbilirubinemia dan bayi dengan kadar bilirubin total lebih dari 10
mg/dl.
28
Universitas Sumatera Utara
Daftar kasus-kasus diatas dapat berubah sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebijakan/ketentuan yang berlaku
(Kemenkes RI, 2013).
Persyaratan sarana dan prasarana Puskesmas PONED. Adapun
persyaratan sarana dan prasarana Puskesmas PONED ialah sebagai berikut :
1. Ruang perawatan kebidanan, dengan persyaratan :
a. Kebutuhan luas ruang untuk 1 (satu) tempat tidur pasien adalah minimal
7,2 m2.
b. Di datam ruang rawat pasien yang memiliki lebih dari 1 (satu) tempat
tidur , jarak antar tempat adalah 2,4 m2
.
c. Cat dinding dan wama lantai harus cerah untuk memudahkan dibersihkan.
d. Ruang Perawatan Kebidanan harus dekat dengan pos jaga perawat (nurse
station).
e. Disarankan pertemuan antara dinding dengan lantai melengkung (hospital
plint) untuk memudahkan pembersihan.
f. Harus dilengkapi toilet pasien yang berada di dalam ruang perawatan
(tidak harus menyatu dengan kamar), dengan pintu toilet membuka ke
arah luar toilet.
g. Pintu ruang rawat minimal berukuran 90 cm, atau dapat dilalui brankar.
h. Persyaratan lantai harus kuat dan rata.
2. Ruang tindakan obsetri, dengan persyaratan:
a. Kebutuhan luas ruangan minimal 12 m2.
29
Universitas Sumatera Utara
b. Disarankan pertemuan antara dinding dengan lantai melengkung (hospital
plint) untuk memudahkan pembersihan
c. Pintu ruang tindakan minimal 90 cmatau dapat dilalui brankar.
d. Persyaratan lantai harus kuat dan rata, disarankan menggunakan bahan
penutup lantai vinyl.
e. Ruang tindakan dilengkapi westafel
f. Dilengkapi lemari untuk menyimpan instrument dan obat- obatan untuk
tindakan kegawatdaruratan kebidanan.
3. Ruang tindakan neonatus, dengan perysaratan:
a. Kebutuhan luas ruangan minimal 9 m2.
b. Disarankan pertemuan antara dinding dengan lantai melengkung
(hospital plint) untuk memudahkan pembersihan.
c. Pintu ruang tindakan minimal 90 cm, atau dapat dilalui brankar.
d. Persyaratan lantai harus kuat dan rata, disarankan menggunakan bahan
penutup lantai vinyl.
e. Ruang tindakan dilengkapi westafel.
f. Dilengkapi lemari untuk menyimpan instrumen dan obat-obatan untuk
tindakan kegawatdaruratan neonatus.
4. Ruang perawatan pasca melahirkan, dengan persyaratan:
a. Merupakan ruang rawat gabung ibu dan bayi normal. Kebutuhan luas
ruang untuk 1 (satu) tempat tidur pasien dan bayi adalah minimal 8 m2.
b. Didalam ruang rawat pasien yang memilik lebih dari 1 (satu) tempat tidur,
jarak antar tempat tidur adalah 2,4m2.
30
Universitas Sumatera Utara
c. Cat dinding dan warna lantai harus cerah untuk memudahkan dibersihkan.
d. Ruang Perawatan Pasca Persalinan haru dekat dengan pos jaga perawat
(nurse station).
e. Disarankan pertemuan antara dinding dengan lantai melengkung (hospital
glint) untuk memudahkan pembersihan.
f. Harus dilengkapi toilet pasien yang berada di dalam ruang perawatan,
dengan pintu toilet membuka ke arah luar toilet, dan dilengkapi kloset
duduk.
g. Pintu ruang rawat min. 90 cm, atau dapat dilalui brankar.
h. Persyaratan lantai harus kuat dan rata.
5. Ruang jaga dokter dan perawat, dengan persyaratan:
a. Lokasi ruang jaga dokter dan perawat harus dekat dengan ruang rawat
pasien kebidanan dan pasca persalinan sehingga dapat memonitor kondisi
pasien secara cepat.
b. Dilengkapi lemari untuk menyimpan instrumen dan obat-obatan untuk
keperluan pasien rawat inap.
6. Ruang bedah minor, dengan persyaratan:
a. Ruang bedah minor dikelompokkan dengan ruang-ruang penunjangnya
dalam satu area khusus yaitu area bersih.
b. Ruang bedah minor dilengkapi dengan area untuk scrub up (cuci tangan
petugas bedah), depo farmasi, depo linen, ruang Mat/instrument, dan
ruang sterilisasi (autoclave).
c. Ruang-ruang tersebut dihubungkan dalam satu ruang antara (foyer).
31
Universitas Sumatera Utara
d. Di dalam ruang bedah minor harus mempunyai tekanan udara posiitf.
Ruangan ini dilengkapi dengan alat pengkondisian udara dengan pre-fi
lter yaitu jenis single unit/split system yakni alat untuk menarik udara
masuk ke dalam ruangan/ memasukkan udara (supply fanlinhauster). Alat
pengkondisian udara tersebut harus dipasang dengan dibenamkan dalam
dinding (wall mounted).
e. Ruang bedah minor mempunyai akses langsung dengan area kotor. Area
kotor harus mempunyai akses langsung ke luar bangunan. Area kotor
tersebut terdiri dari: Spoelhoek,tempat membuang kotoran pasien setelah
operasi kecil, dilengkapi kloset leher angsa untuk membuang kotoran dan
westafel untuk membilas alat/instrumen tersebut. Ruang cuci alat, yaitu
ruang untuk dekontaminasi/mencuci peralatan bekas pakai operasi.
Ruangan ini dilengkapi akses/loket ke ruang sterilisasi.
f. Persyaratan lantai harus kuat dan rata, disarankan menggunakan bahan
penutup lantai vinyl.
g. Pertemuan antara dinding dengan lantai melengkung (hospital plint)
untuk memudahkan pembersihan.
h. Pertemuan antara dinding dengan dinding melengkung untuk
memudahkan pembersihan (Kemenkes RI, 2013).
Obat yang diperlukan dalam pelayanan PONED. Adapun obat yang
diperlukan dalam pelayanan PONED yaitu:
1. Obat untuk perdarahan, yang meliputi: Ringer Laktat (500 ml), NaCl 0,9%
(500 ml), Dextran 70 6% (500 ml), Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1
32
Universitas Sumatera Utara
ml), Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet), Oksitosin injeksi 10 IU (1
ml), Misoprostol (tablet), Transfusi set dewasa, Kateter intravena no. 18G,
Kateter Folley no.18, Kantong urin dewasa, Disposible syringe 3 ml,
Disposible syringe 5 ml.
2. Obat untuk Hipertensi dalam kehamilan yang meliputi: Ringer Laktat (500
ml), MgSO4 20% (25 ml), MgSO4 40% (25 ml), Glukonas kalsikus 10%
injeksi (20 ml), Diazepam 5 mg injeksi (2 ml), Nifedipin 10 mg (tablet),
Hidralazin 5 mg injeksi, Labetolol 10 mg injeksi, Metildopa 250 mg (tablet),
Transfusi set dewasa, Kateter intravena no. 18 G, Kateter Folley No.18,
Kantong urin dewasa, Disposible syringe 3 ml, Disposible syringe 5 ml, dan
Disposible syringe 10 ml.
3. Obat untuk infeksi, yang meliputi: Ringer Laktat (500 ml), NaCl 0,9% (500
ml), Ampisilin 1 g injeksi, Gentamisin 80 mg injeksi, Metronidazol 500 mg
injeksi, Amoksilin 500 mg (tablet), Oksitosin injeksi 10 IU (1 ml), Aquadest
pro injeksi (25 ml), Parasetamol 500 mg (tablet), Infus set dewasa, Kateter
intravena No. 18 G, Kateter Folley no.18, Kantong urin dewasa, Disposible
syringe 3 ml, dan Disposible syringe 5 ml.
4. Obat untuk abortus yang meliputi: Ringer Laktat (500 ml), NaCl 0,9% (500
ml), Sulfas Atropin injeksi (2 ml), Diazepam 5 mg injeksi (2 ml), Pethidin
injeksi (2 ml), Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml), Metil
ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet), Amoksilin 500 mg (tablet), Asam
Mefenamat 500 mg (tablet), Infus set dewasa, Kateter intravena No. 18 G,
Disposible syringe 3 ml dan Disposible syringe 5 ml.
33
Universitas Sumatera Utara
5. Obat untuk robekan jalan lahir yang meliputi: Ringer Laktat (500 ml), NaCl
0,9% (500 ml), Lidokain HCl 2% injeksi (2 ml), Oksitosin injeksi 10 IU (1
ml), Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml), Amoksilin 500 mg
(tablet), Asam Mefenamat 500 mg (tablet), Chromic catgut No.1, atraumatik
(sachet), Chromic catgut No.2/0 atau 3/0, atraumatik (sachet), Transfusi set
dewasa, Kateter intravena No. 18 G, Kateter Folley No.18, Kantong urin
dewasa, Disposible syringe 3 ml dan Disposible syringe 5 ml.
6. Obat untuk syok anafilaktik yang meliputi: Ringer Laktat (500 ml), NaCl
0,9% (500 ml), Adrenalin 0,1% injeksi (1 ml), Difenhidramin HCl 10 mg
injeksi (1 ml), Dexametason 5 mg injeksi (1 ml), Transfusi set dewasa,
Kateter intravena No. 18 G, Kateter Folley No.18, Kantong urin dewasa,
Disposible syringe 3 ml dan Disposible syringe 5 ml (Kemenkes RI, 2013).
Sistem rujukan Puskesmas PONED. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan
tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta
fasilitas pelayanan. Setiap kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang
datang ke Puskesmas PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur
tetap buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal (Kemenkes
RI, 2013).
Menurut Pedoman Penyelenggaraan PONED menyebutkan sistem rujukan
adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap kasus penyakit atau masalah kesehatan baik
secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang
34
Universitas Sumatera Utara
lebih mampu atau secara horisontal dalam arti unit-unit yang setingkat
kemampuannya.
1. Penerimaan Pasien di Puskesmas PONED. Kasus yang dirujuk ke Puskesmas
mampu PONED, kemungkinan berasal dari:
a. Rujukan masyarakat, meliputi:
1) Datang sendiri sebagai pasien perorangan atau keluarga.
2) Diantar/dirujuk oleh kader Posyandu, dukun bayi, dan lainnya.
3) Dirujuk dari institusi .masyarakat, seperti Poskesdes, Polindes, dan
lain-lain.
b. Rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama dari
wilayah kerja Puskesmas Mampu PONED, antara lain dari:
1) Unit rawat jalan Puskesmas, Puskesmas pembantu/keliling.
2) Praktek dokter atau bidan mandiri.
3) Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama lainnya.
c. Rujukan dari Puskesmas sekitar.
2. Pelaksanaan rujukan
Kebutuhan merujuk pasien tidak hanya dalam kondisi kegawatdaruratan saja,
akan tetapi juga pada kasus yang tidak dapat ditangani di fasilitas pelayanan
rawat inap karena tim Inter-profesi tidak mampu melakukan dan atau
peralatan yang diperlukan tidak tersedia. Khusus untuk pasien dalam kondisi
sakit cukup berat dan atau kegawatdaruratan medik, proses rujukan mengacu
pada prinsip utama, yaitu:
35
Universitas Sumatera Utara
a. Ketepatan menentukan diagnosis dan menyusun rencana rujukan, yang
harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan tenaga dan fasilitas pelayanan.
b. Kecepatan melakukan persiapan rujukan dan tindakan secara tepat sesuai
rencana yang disusun.
c. Menuju/memilih fasilitas rujukan terdekat secara tepat dan mudah
dijangkau dari lokasi.
3. Regionalisasi Sistem Rujukan PONED
Regionalisasi Sistem Rujukan PONED adalah pembagian wilayah sistem
rujukan dari satu wilayah kabupaten dan daerah sekitar yang berbatasan
dengannya, dimana Puskesmas Mampu PONED yang berada dalam salah
satu regional sistem rujukan wilayah kabupaten/kota, difungsikan sebagai
rujukan antara yang akan mendukung berfungsinya Rumah Sakit PONEK
sebagai rujukan obstetri dan neonatal emergensi/komplikasi di wilayah
kabupaten/kota bersangkutan. Secara umum, Rujukan ibu hamil dan
neonatus beresiko tinggi merupakan komponen yang penting dalam sistem
pelayanan kesehatan maternal. Rujukan dilakukan apabila tenaga dan
perlengkapan di suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana
komplikasi yang mungkin terjadi.. Berikut adalah skema fasilitas pelayanan
pada berbagai tingkat di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
36
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Fasilitas kesehatan pada berbagai tingkat pelayanan di Indonesia
Rujukan Utama
Rujukan Neonatal
RS Rujukan II
RS Provinsi
RS Rujukan I
RS Kabupaten/Kota
PUSKESMAS
Puskesmas
Pembantu
Bidan Desa
Pondok Bersalin
Provinsi
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa
RUJUKAN
37
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Skema alur rujukan Puskesmas mampu PONED
Monev hasil tindakan yankes
di Puskesmas
Pasien sembuh, pulang,
dilayani Puskemas
Pasien belum sembuh,
dirujuk ke RS Rujukan
Tindakan/yankes sesuai
SOP, dengan bimbingan dari
RS Rujukan terdekat melalui
komunikasi radio-medik atau
e-health
Tindakan/yankes sesuai
SOP dan bimbingan
kemandirian keluarga
Dirujuk ke RS Rujukan
terdekat
Hasil monev baik,
pasien dikembalikan ke
Puskesmas
Diagnosa dan Assesment
apakah kasus dapat ditangani
oleh tim
Kasus dapat ditangani dengan
tuntunan dariRS rujukan
Kasus dapat ditangani
tim PONED
Kasus tidak dapat
ditangani tim PONED
Kasus Datang
Wilayah Puskesmas
(Perlu Rujukan)
Luar Wilayah Puskesmas
(Perlu Rujukan)
Puskesmas
Mampu PONED
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
38
Universitas Sumatera Utara
Hambatan dalam penyelenggaraan Puskesmas PONED. Hambatan dan
kendala rumah sakit dalam penyelenggaraan PONED, yaitu:
1. Mutu SDM yang rendah.
2. Sarana prasarana yang kurang .
3. Keterampilan yang kurang .
4. Koordinasi antara Puskesmas PONED dan Rumah Sakit PONEK belum
maksimal.
5. Pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai
(Kemenkes RI, 2013).
Landasan Teori
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah
Puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas bersalin. PONED
memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas. Selain
itu juga memberikan pelayanan kesehatan terhadap bayi yang baru lahir dengan
komplikasi, baik datang sendiri atau karena rujukan kader/masyarakat/bidan di
desa, Puskesmas dan PONED melakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada
kasus yang tidak mampu ditangani. PONED dapat diberikan oleh Puskesmas yang
mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal dasar (Kemenkes RI, 2013).
Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
obstetri neonatal emergensi dasar langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan
neonatal dengan komplikasi yang mengancam jiwa ibu dan neonatus. Puskesmas
PONED adalah Puskesmas yang mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri
39
Universitas Sumatera Utara
dan neonatal emergensi/komplikasi di tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7
hari seminggu (Kemenkes RI, 2013).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi pelaksanaan
Puskesmas PONED yaitu: ketersediaan sumber daya PONED (Input) yang
meliputi SDM Kesehatan, sarana dan prasarana dan obat-obatan yang diperlukan
untuk penatalaksanaan kasus PONED, kemudian proses pelaksanaan puskesmas
PONED, yang meliputi penerimaan rujukan dari pelayanan kesehatan di
bawahnya dan Penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal dalam PONED
Kerangka Pikir
Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini yaitu:
Gambar 3. Kerangka pikir penelitian
Ketersediaan Sumber Daya PONED (Input)
1. SDM Kesehatan
2. Sarana dan Prasarana
3. Obat-obatan
4. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)
Proses Pelaksanaan Puskesmas PONED
1. Penerimaan rujukan dari fasilitas kesehatan
di bawahnya
2. Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri
Neonatal dalam PONED
Cakupan Pelayanan PONED
40 Universitas Sumatera Utara
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan kata-kata tertulis maupun
lisan dari informan serta perilaku yang diamati. Peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan tujuan ingin mendapatkan data yang mendalam dari
sumber informan mengenai impelementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai. Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Januari
sampai bulan September 2018.
Informan Penelitian
Pemilihan informan pada penelitian kualitatif berdasarkan prinsip-prinsip
kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana informan
dalam peneltian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan kesesuaian
dengan topik penelitian ini dimana informan tersebut bertanggung jawab langsung
memberikan pelayanan kesehatan. Prinsip kedua yaitu kecukupan dimana
informan yang dipilih mampu menggambarkan dan memberikan informasi yang
cukup mengenai topik penelitian ini. Dalam penelitian ini, pemilihan informan
dilakukan dengan menggunakan metode purposif. Metode ini merupakan teknik
41
Universitas Sumatera Utara
pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang
yang paling tahutentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi yang
diteliti (Sugiyono, 2011). Informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
2. Dokter di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori.
3. Bidan Koordinator di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
4. Perawat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
5. Bidan Desa di wilayah kerja di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
6. Petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu di wilyah kerja Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori
7. Ibu yang dirujuk dari bidan desa ke layanan PONED Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori.
8. Ibu yang dirujuk dari layanan PONED Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ke
layanan PONEK di rumah sakit dengan kasus maternal.
9. Ibu yang dirujuk dari layanan PONED Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ke
layanan PONEK di rumah sakit dengan kasus neonatal.
Definisi Konsep
Adapun definisi konsep dari masing-masing variabel yang diteliti dalam
penelitian ini yaitu:
42
Universitas Sumatera Utara
1. Ketersediaan sumber daya PONED (Input) yang meliputi:
a. SDM Kesehatan, yaitu tenaga kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori yang bertanggung jawab memberikan layanan kesehatan dalam
impelmentasi PONED yang meliputi tim inti PONED (dokter, bidan,
perawat), dan tim pendukung PONED.
b. Sarana dan prasarana, yaitu fasilitas dan kelengkapan alat kesehatan yang
menunjang pelaksanaan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori.
c. Obat-obatan, yakni kelengkapan obat atau farmasi yang menunjang
pelaksanaan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori.
2. Proses pelaksanaan Puskesmas PONED yang meliputi:
a. Penerimaan rujukan dari fasilitas kesehatan di bawahnya, yakni proses
pelaksanaan rujukan berjenjang dalam penatalaksanaan kasus
kegawatdaruratan PONED dari bidan desa dan Puskesmas Pembantu ke
Puskesmas PONED dan ke Rumah Sakit PONEK.
b. Penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal dalam PONED, yakni
penanganan atau penatalakasanaan kasus kegwatdaruratan maternal dan
neonatal dalam impelementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori.
Metode Pengumpulan Data
Data primer yang merupakan sumber utama untuk dijadikan data dalam
penulisan hasil penelitian ini didapatkan melalui hasil wawancara mendalam
(indepth interview) dengan informan penelitian. Pada penelitian ini wawancara
mendalam (indepth interview) dilakukan dengan menggunakan pedoman
43
Universitas Sumatera Utara
wawancara. Indepth Interview atau wawancara mendalam merupakan teknik
pengumpulan data melalui pertanyaan-pertanyaan, guna mendapatkan langsung
jawaban yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini. Pedoman
wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek
apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-
aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian
interviewer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan
secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan
konteks aktual saat wawancara berlangsung.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari profil Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori, data dari Dinas Kesehatan kota Tanjung Balai, data dari Dinas
Kesehatan Sumatera Utara dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan dengan
tujuan penelitian. Data yang diperoleh secara tidak langsung berasal dari data
tertulis meliputi: buku-buku, arsip, jurnal ilmiah dan kepustakaan, dokumentasi
dan berbagai data yang memuat tentang pelayanan kesehatan serta buku-buku atau
karya tulis yang relevan bagi pemecahan permasalahan dalam penelitian ini.
Metode Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif keabsahan data merupakan konsep penting.
Oleh sebab itu, pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang
diperoleh, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan
oleh peneliti dalam penelitian yaitu triangulasi sumber yaitu mendapatkan data
dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih
44
Universitas Sumatera Utara
informan yang dianggap dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan
yang diajukan (Sugiyono, 2011).
Tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan
menarik kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari data yang didapat dilapangan. Reduksi data merupakan analisis yang
menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi
data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.Penyajian data adalah
kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga kemungkinan akan
adanya penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
(Sugiyono, 2011).
45 Universitas Sumatera Utara
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum. Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori merupakan
Puskesmas yang terletak di Kecamatan Teluk Nibung kota Tanjung Balai dengan
luas wilayah 6,571 km2, dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Nibung
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Pasir
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Datuk Bandar
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Sei Tualang
Raso.
Wilayah Sipori-pori Kecamatan Teluk Nibung berbatasan dengan
Kecamatan Datuk Bandar, Datuk Bandar Timur, dan Sei Tualang Raso. Secara
administratif Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori memiliki wilayah kerja yang
terdiri dari 2 Kelurahan yaitu Kelurahan Beting Kuala Kapias dan Kelurahan
Kapias Pulau Buaya. Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori merupakan Puskesmas
tipe perawatan atau Puskesmas Rawat Inap dan Puskesmas PONED sejak tahun
2015. Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumberdaya yang ada di masyarakat, diantaranya Puskesmas Pembantu (PUSTU),
Posyandu dan Pos Kesehatan Desa (POSKESDES). Berdasarkan data yang
terkumpul tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah Puskesmas Pembantu
(PUSTU) sebanyak 2 buah dan Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) sebanyak 2
buah. POSKESDES merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
46
Universitas Sumatera Utara
rangka mendekatkan pelayanan kebidanan melalui penyediaan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana
(KIA/KB).
Letak geografis dan kependudukan. Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
merupakan Puskesmas yang dipersiapkan sebagai Puskesmas rawat inap, terletak
di wilayah Kota Tanjung Balai dengan jarak ke Ibukota Tanjung Balai sejauh ±42
Km. Seperti daerah-daerah lain yang berada di kawasan Provinsi Sumatera Utara,
Kota Tanjung Bali termasuk daerah yang beriklim tropis yang memiliki dua
musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori pada tahun 2016 yakni sebanyak 17.101 jiwa
yang tersebar di dua keluarhan yakni Kelurahan Beting Kuala Kapias dan
Kelurahan Kapias Pulau Buaya. Komposisi penduduk yang multietnis terdiri dari
berbagai suku bangsa antara lain: Melayu, Jawa, Tapanuli, Karo, Toba dan lain-
lain. Penduduk mayoritas adalah suku Melayu. Agama yang dianut adalah Islam,
Katolik, Protestan, dan Budha.
Sumber daya manusia kesehatan. Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai dipimpin oleh seorang dokter. Berdasarkan data yang
diperoleh di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori maka diperoleh data Tenaga
Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai sebanyak 26
orang, dengan rincian yang dapat diliht pada tabel 1 sebagai berikut:
47
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1
Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung
Balai Tahun 2016
Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah
Dokter Umum
Dokter Gigi
Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Lingkungan
Tenaga Gizi
Perawat
Bidan
Farmasi
Tenaga Penunjang Kesehatan
2 orang
1 orang
3 orang
1 orang
1 orang
7 orang
8 orang
1 orang
2 orang
Jumlah 26 orang
Berdasarkan tabel 1 tersebut diketahui bahwa sumber daya manusia
kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai yang paling
banyak ialah Bidan yakni sebanyak 26 orang, Bidan sebanyak 8 orang, Perawat
sebanyak 7 orang, Tenaga Kesehatan Masyarkat sebanyak 3 orang, Dokter Umum
dan Tenaga Penunjang Kesehatan masing-masing sebanyak 2 orang, kemudian
Dokter Gigi, Tenaga Kesehatan Lingkungan, Tenaga Gizi, dan Farmasi yakni
masing-masing sebanyak 1 orang, sehingga seluruh sumber daya manusia
kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai berjumlah 26
orang.
Sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana gedung di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai dapat dilihat pada tabel 2
berikut:
48
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2
Sarana dan Prasarana Gedung Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung
Balai
Fasilitas Jumlah
Ruang unit gawat darurat (UGD)
Ruang kepala Puskesmas
Ruang kartu
Ruang poli umum
Ruang rawat inap
Ruang KIA/KB
Ruang VK
Ruang OK
Ruang poli gigi
1
1
1
1
4
1
1
1
1
Ruang obat/apotek 1
Ruang laboratotium 1
Gudang 1
Kamar mandi 3
Berdasarkan tabel 2 tersebut diketahui bahwa sarana dan prasarana gedung
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori tahun 2015
terdiri dari: 1 ruang UGD, 1 ruang kepala Puskesmas, 1 ruang kartu, 1 ruang poli
umum, 4 ruang rawat inap, 1 ruang KIA/ KB, 1 ruang VK, 1 ruang OK, 1 ruang
poli gigi, 1 ruang obat/ apotek, 1 ruang laboratorium, 1 gudang dan 3 kamar
mandi.
Karakteristik Informan
Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan prinsip-
prinsip kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana
informan dalam peneltian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan
kesesuaian dengan permasalahan penelitian ini dimana informan tersebut
bertanggung jawab langsung memberikan pelayanan kesehatan. Prinsip kedua
yaitu kecukupan dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan dan
49
Universitas Sumatera Utara
memberikan informasi yang cukup mengenai permasalahan penelitian ini. Adapun
informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3
Karakteristik Informan Penelitian
Informan Nama Jabatan Pendidikan Umur
Informan 1 H. Yadi Rianto,
SKM, M.Kes
Kepala
Puskesmas
Rawat Inap
Sipori-pori
S2 Kesehatan
Masyarakat
42 tahun
Informan 2 dr. H. Acep
Mukhtar
Dokter
Umum
S1 Kedokteran 50 tahun
Informan 3 Wilda Wati, Amd.
Keb.
Bidan DIII Kebidanan 37 tahun
Informan 4 Siti Halimah,
Amd. Kep.
Perawat DIII
Keperawatan
40 tahun
Informan 5 Elisma Ariani,
Amd. Keb.
Bidan Desa DIII Kebidanan 38 tahun
Informan 6 Sri Ema Ningsih,
S.Tr.Keb
Bidan DIV Kebidanan 44 tahun
Informan 7 Fatimah Ibu Bersalin SMP 35 tahun
Informan 8 Wati Ibu Bersalin SMP 38 tahun
Informan 9 Aisah Ibu Besalin SMP 28 tahun
Berdasarkan tabel 3 tersebut diketahui bahwa jumlah informan pada
penelitian ini adalah 9 orang, yang terdiri dari Kepala Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori, Dokter Umum, Bidan, Perawat, Bidan Desa, dan masyarakat yang
berupa ibu bersalin yang pernah memanfaatkan layanan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori. Tingkat pendidikan informan beragam dari SMP, DIII,
DIV, S1 dan S2. Umur informan berada pada rentang 28–50 tahun.
50
Universitas Sumatera Utara
Input Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai
Ketersediaan sumber daya manusia. Penyataan informan mengenai
ketersediaan sumber daya manusia pada pelayanan PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Ada. Sebelum PONED masuk, ya pelatihan lah. Kemampua petugas
kesehatannya kita tingkatkan waktu pelatihan Dokter, perawat, sama bidan
koordinatornya yang dapat pelatihan itu, pelatihannya di Medan, semingguan.
Kita disini ada petugas kesehatan itu 26 orang” (Informan 1).
“ Ada dokter, bidan, sama perawat tapi itulah yang dapat pelatihan
PONED itu sudah pindah tugas, nggak disini lagi.. nggak ada kriteria khususlah,
nggak pernah dengar soal pelatihan lanjutan itu jadi apa tidak, soalnya kemaren
ada dengar mau diadakan tapi sampai sekarang tidak ada kabarnya" (Informan
3).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa ada petugas yang telah
dilatih PONED sebanyak tiga orang yaitu satu orang dokter, satu orang perawat,
dan satu orang bidan sehingga di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ada dokter
umum, bidan koordinator, dan perawat yang sudah mengerti mengenai pelayanan
PONED dan dinilai sudah mencukupi untuk memberikn layanan PONED.
Menurut Kemenkes RI (2013), dalam implementasi PONED, Puskesmas
harus mempunyai kriteria khusus untuk menjadi Puskesmas PONED harus
mempunyai tim inti yang terdiri dari Dokter, Bidan, dan Perawat yang sudah
dilatih PONED, bersertifikat dan mempunyai kompetensi PONED, serta tindakan
mengatasi kegawatdaruratan medik umumnya dalam rangka mengondisikan
pasien komplikasi siap untuk dirujuk dalam kondisi stabil. Tim inti pelaksana
Puskesmas PONED minimal terdiri dari 1 Dokter Umum, 1 Bidan dengan
pendidikan minimal D3, dan 1 Perawat dengan pendidikan minimal D3. Tenaga
51
Universitas Sumatera Utara
tim inti pelaksana PONED tersebut harus selalu siap selama 24 jam per hari dan 7
hari seminggu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan diperoleh
informasi bahwa jumlah SDM di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, jumlah
tenaga yang dilatih PONED sebanyak tiga orang. Tenaga kesehatan di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori yang mengikuti pelatihan PONED yaitu satu dokter, satu
bidan dan satu perawat. Untuk menjadi petugas PONED tidak ditentukan lamanya
kerja, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi tim PONED, karena tim
PONED di tunjuk langsung oleh kepala Puskesmas. Namun keadaan saat ini, tim
PONED yang telah dilatih tersebut telah dipindahtugaskan ke Puskesmas lain
sehingga tim inti PONED yang saat ini bertugas di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori belum mendapatkan pelatihan PONED.
Disebutkan dalam Kemenkes RI (2013), apabila tenaga dalam tim inti
tersebut pindah tugas, maka Dinas Kesehatan wajib untuk menggantikan dengan
tenaga kesehatan (Dokter, Bidan, dan Perawat) terlatih PONED melalui pelatihan
atau rekrutmen tenaga kesehatan terlatih. Tetapi pada kenyataannya, sudah 2
tahun sejak tim inti PONED Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori dipindahtugaskan,
Dinas Kesehatan belum mengirimkan tim inti PONED yang baru.
Sebenarnya petugas kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ini
sudah cukup baik dan mengerti mengenai PONED tetapi mungkin menjadi
kendala karena tidak adanya petugas PONED yang selalu siap melayani sehingga
banyak kasus kegawatdaruratan dijumpai oleh bidan desa dan bidan jaga di
Puskesmas yang belum mendapat pelatihan PONED karena tim inti PONED yang
52
Universitas Sumatera Utara
sudah mendapatkan pelatihan PONED telah dipindahtugaskan ke Puskesmas lain,
dan umumnya petugas kesehatan yang belum mendapatkan pelatihan PONED
khususnya bidan tidak berani melakukan penanganan dan memilih langsung
merujuk ke rumah sakit. Hal tersebut berdampak pada pelayanan PONED di
Puskesmas selama dua tahun ini, dan pelayanan tidak berjalan karena jumlah
rujukan di Puskesmas tinggi. Puskesmas PONED haruslah memiliki dokter jaga
24 jam, dari hasil pengamatan di Puskesmas dokter ada pada waktu jam dinas
saja, sedangkan mulai dari malam sampai pagi hanya ada petugas jaga rawat inap
saja tanpa didampingi dokter jaga. Jadi dalam dokter hanya bersifat on call saja
bila ada penanganan pasien gawat darurat yang mau dirujuk.
Kendala yang dihadapi ialah rumah dokter yang jauh dari Puskesmas,
sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk datang ke Puskesmas
apabila ada pasien kegawatdaruratan PONED, yang menyebabkan pasien dengan
kasus kegawatdaruratan langsung dirujuk ke rumah sakit karena berbagai sebab
antara lain tidak adanya petugas yang terlatih PONED seperti dokter yang siap 24
jam atau lama datang ke Puskesmas dan sulitnya konsultasi dengan dokter pada
waktu malam hari, sehingga bidan jaga yang ada di Puskesmas langsung merujuk
pasien ke rumah sakit tanpa menunggu terlebih dahulu kedatangan dokter di
Puskesmas. Seharusnya semua petugas yang terlatih PONED harus siap 24 jam
untuk melayani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal di Puskesmas.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan ketentuan Kemenkes RI (2013)
yang menyatakan bahwa syarat Puskesmas PONED salah satunya adalah
memiliki dokter, bidan, perawat yang terlatih PONED dan siap melayani 24 jam.
53
Universitas Sumatera Utara
Menurut Vivianri (2011) menyatakan bahwa kekurangan sumber daya manusia
atau tim PONED karena sumber daya manusia atau tim PONED tersebut tidak
tinggal di Puskesmas atau sedang tugas belajar dan dokter yang ada berasal dari
Puskesmas lain, sehingga pelaksanaan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal tidak efektif.
Terlaksananya pelayanan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori,
maka upaya yang dilakukan kepala Puskesmas kepada pimpinan Dinas Kesehatan
Kota Tanjung Balai untuk memenuhi kurangnya tenaga kesehatan terlatih
PONED, yaitu memberdayakan tenaga kesehatan lainnya yang belum pernah
mengikuti pelatihan PONED tenaga kesehatan yang cukup memadai jumlahnya di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori seharusnya juga diberikan pelatihan yang
merata mengenai PONED, pelatihan ini bisa diberikan dari tenaga PONED yang
sudah terlatih, sehingga tidak lagi menjadi kendala dalam penanganan pasien
karena semua petugas sudah memiliki kemampuan yang sama. Menurut Siregar
(2016), kekurangan staf merupakan suatu hambatan yang besar untuk
menyediakan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.
Kesiapsiagaan petugas kesehatan. Pernyataan informan mengenai
kesiapsiagaan petugas kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Ada dokter sama petugas siaga 24 jam. Kita dibagi shift kerja 24 jam, jadi kalau malam yaa ada yang piket jaga mlam juga” (Informan 1).
“Untuk petugas kesehatan yang jaga, ya pasti adalah. On-call juga kalau
ada situasi darurat gitu. Tapi memang dokternya datang agak lama, jadi kalau
pasiennya sudah darurat kali, dan saya rasa gak bisa ditangani di Puskesmas,
yaa saya langsung rujuk langsung ke rumah sakit, tanpa nunggu-nunggu dokternya datang “ (Informan 3).
54
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pernyataan tersebut diketaahui bahwa di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai menyatakan bahwa petugas selalu ada dan
siap siaga selama 24 jam dan dibagi menjadi beberapa shift jaga untuk
memberikan layanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh informan, petugas
kesehatan tidak selalu ada melayani pelayanan PONED hanya selama jam dinas
saja. Mereka membagi shift kerja dalam melaksanakan pelayanan PONED dibagi
3 yaitu shift pagi, shift sore dan shift malam. Tim pelaksana PONED harus selalu
siap selama 24 jam per hari dan 7 hari seminggu. Namun kenyataan dilapangan,
hanya satu orang dokter yang masuk shift kerja malam, padahal Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori mempunyai 2 orang dokter umum, dikarenakan selain
bertanggung jawab dalam implementasi PONED, dokter umum juga bertanggung
jawab pada poli umum.
Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi
para pengguna atas pelayanan yang nyatanya mereka terima/peroleh dengan
pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut
pelayanan suatu instansi. Jika pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan, begitu juga sebaliknya (Tjiptono, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hal yang menjadi kendala
ialah rumah dokter yang jauh dari Puskesmas, sehingga membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk datang ke Puskesmas apabila ada pasien kegawatdaruratan
PONED, yang menyebabkan pasien dengan kasus kegawatdaruratan langsung
55
Universitas Sumatera Utara
dirujuk ke rumah sakit karena berbagai sebab antara lain tidak adanya petugas
yang terlatih PONED seperti dokter yang siap 24 jam atau lama datang ke
Puskesmas dan sulitnya konsultasi dengan dokter pada waktu malam hari,
sehingga bidan jaga yang ada di Puskesmas langsung merujuk pasien ke rumah
sakit tanpa menunggu terlebih dahulu kedatangan dokter di Puskesmas.
Seharusnya semua petugas yang terlatih PONED harus siap 24 jam untuk
melayani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal di Puskesmas.
Pelayanan persalinan akan dimanfaatkan masyarakat apabila tenaga
kesehatan yang dibutuhkan tersedia ditempat. Tenaga terlatih PONED harus
diatur penempatan, pemanfaatannya sesuai fungsi mereka dalam melaksanakan
pelayanan persalinan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga
kesehatan yang terlatih PONED tidak diatur penempatannya, sehingga tidak dapat
menerapkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan tersebut dalam pelayanan
persalinan, seperti dokter yang terlatih PONED menjadi kepala Puskesmas tidak
ikut serta dalam memberikan pelayanan persalinan dan bidan yang tidak terlatih
PONED ditunjuk sebagai penanggungjawab PONED.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Siregar (2016) bahwa
kurangnya pemanfaatan pelayanan PONED oleh masyarakat, bidan desa atau
Puskesmas non PONED dalam pelayanan persalinan dimana petugas kesehatan
PONED yang diinginkan tidak selalu ada ditempat. Selain itu menurut Tobing
(2014), bahwa tingginya rujukan kegawatdaruratan persalinan ke rumah sakit
PONEK karena berbagai sebab, antara lain tidak adanya petugas yang terlatih
PONED seperti dokter yang siapsiaga 24 jam dan sulitnya konsultasi dengan
56
Universitas Sumatera Utara
dokter pada waktu malam hari. Menurut Mubarak (2012), menyatakan bahwa
syarat Puskesmas PONED salah satunya adalah memiliki dokter, bidan dan
perawat terlatih PONED yang siap melayani 24 jam.
Ketersediaan tim pendukung. Pernyataan informan mengenai
ketersediaan tim pendukung PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai dapat ialah sebagai berikut:
“Ada, karena PONED pun dijalankan, ada itu namanya Tim Emergensi
disini yang khusus untuk ibu hamil sama anak bayi” (Informan 2).
“Ada, Tim Emergensi PONED, yang memang tugasnya menjalankan
program PONED di Puskesmas ini.” (Informan 3).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa dari hasil wawancara
informan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai menyatakan
bahwa Tim Pendukung PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori telah
tersedia. Tim pendukung terdiri dari 2 Dokter Umum, 7 Perawat, dan 8 Bidan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan didapat bahwa
ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam implementasi PONED belum
lengkap sehingga dokter maupun bidan desa sering menyarankan untuk membeli
obat di luar Puskesmas. Bidan desa juga sering menyarankan untuk membeli obat
di apotek hanya saja lebih baik untuk ditanyakan terlebih dahulu di Puskesmas.
Tidak sejalan dengan ketentuan Kemenkes RI (2013) yang menyatakan bahwa
Puskesmas yang menyelenggarakan PONED harus menyediakan obat dan bahan
habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup dengan buffer stock sesuai
dengan kebutuhan.
57
Universitas Sumatera Utara
Salah satu upaya agar peralatan dan obat-obatan di Puskesmas tersedia
untuk mendukung pelaksanaan pelayanan persalinan adalah mengajukan
permohonan ke Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai. Dinas Kesehatan Kota
Tanjung Balai bertanggung jawab menyediakan peralatan medis dan obat-obatan.
Namun sampai saat ini pengiriman peralatan dan obat-obatan dalam mendukung
pelayanan persalinan bersifat bertahap, pada hal peralatan dan obat-obatan sangat
dibutuhkan dalam pelayanan persalinan.
Kurangnya peralatan dan obat-obatan menjadi salah satu kendala dalam
pelaksanaan pelayanan persalinan yang optimal, dimana peralatan dan obat-obatan
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan pelayanan
persalinan. Tenaga kesehatan dapat melaksanakan pelayanan persalinan apabila
peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan tersedia, seperti kasus perdarahan post
partum yang membutuhkan peralatan, seperti lampu periksa halogen, speculum
sims besar dan obat-obatan, seperti: Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1
ml), Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet), Misoprostol (tablet) dan
transfusi set dewasa. Tidak tersedianya peralatan dan obat-obatan menyebabkan
kasus perdarahan post partum tidak dapat ditangani oleh tenaga kesehatan
sehingga harus dirujuk dengan cepat ke RS PONEK terdekat supaya kematian ibu
bersalin karena terlambat memperoleh fasilitas pelayanan yang lebih memadai
tidak terjadi.
Ketersediaan sarana dan prasarana. Pernyataan informan mengenai
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung implementasi PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
58
Universitas Sumatera Utara
“Masih ada beberapa yang belum lengkap. Namanya juga kita tinggal
didaerah terpencil gini apalagi disini dua sampai tiga hari sekali pasti air
pasang. Terendamlah semuanya. Tapi mau direnovasi lagi katanya Puskesmas ini
biar nggak kena banjir lagi dan dinas pun maunya melengkapi semua peralatan
yang kurang-kurang ini. Jadi kadang ada beberapa kasus yang seharusnya bisa
ditangani di Puskesmas, akhirnya gak bisa ditangani jadi terpaksa di rujuk” (Informan 1).
“Kalau lengkap ya nggak juga, ada beberapa yang kurang kayak
misalnya bangunan Puskesmas ini tidak memenuhi syarat PONED, sarana pun masih banyak yang kurang-kurang apalagi prasarananya kan” (Informan 2).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai menyatakan bahwa sarana dan prasarana di
Puskesmas belum lengkap karena ada beberapa kasus-kasus kegawatdaruratan ibu
dan bayi yang harusnya bisa ditanggulangi di Puskesmastetapi hrus dirujuk ke
rumah sakit PONED karena kurangnya ketersediaan alat kesehatan yang dimiliki.
Selain itu kondisi bangunan Puskesmas juga tidak sesuai dengan standar PONED
dan dikarenakan berada di daerah pantai bangunan Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori seringkali terendam banjir pasang air laut.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori didapat bahwa sarana dan prasarana di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori dinilai kurang lengkap serta kondisi fisik bangunan yang belum cukup
memadai. Sedangkan alat-alat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori tidak lengkap
karena alat plasenta manual dan vakum ekstraksi dalam hal rujukan maternal dan
neonatal tidak lengkap, selain itu peralatan yang ada juga merupakan peralatan
yang tidak layak pakai karena sudah lama dan tidak disusun di troli emergensi,
sehingga apabila ada pasien ibu atau bayi dengan kegawatdaruratan, maka tenaga
kesehatan cenderung merujuk karena alat yang kurang lengkap. Kondisi fisik
bangunan dan ruang perawatan juga kurang memadai, dan belum memenuhi
59
Universitas Sumatera Utara
standar sebagai Puskesmas PONED, yang juga dapat menimbulkan persepsi pada
masyarakat untuk tidak mau dirujuk ke Puskesmas oleh bidan desa. Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori juga memberdayakan Puskesmas Keliling atau ambulans
yang berada 24 jam di Puskesmas dan apabila terjadi kasus yang harus dirujuk
selalu menggunakan Puskesmas keliling atau ambulans tersebut. Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori sudah cukup baik dalam hal ketersediaan sarana
transportasi sehingga dalam melaksanakan proses rujukan harusnya tidak ada
masalah dalam hal transportasi ke tempat rujukan sehingga tidak terjadi
keterlambatan dalam proses rujukan.
Sarana dan prasarana di Puskesmas belum lengkap karena ada beberapa
kasus-kasus kegawatdaruratan ibu dan bayi yang harusnya bisa ditanggulangidi
Puskesmastetapi hrus dirujuk ke rumah sakit PONED karena kurangnya
ketersediaan alat kesehatan yang dimiliki. Selain itu kondisi bangunan Puskesmas
juga tidak sesuai dengan standar PONED dan dikarenakan berada di daerah pantai
bangunan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori seringkali terendam banjir pasang
air laut
Ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas Mampu PONED, berupa
perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan lainnya. Dalam pelayanan
Puskesmas Mampu PONED, sarana dan fasilitas harus tersedia dengan lengkap.
Sarana dan fasilitas berasal dari propinsi, sedangkan untuk operasional PONED
bersal dari operasional Puskesmas (Kemenkes RI, 2013).
60
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Surahwardy (2013)
menyatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam implementasi PONED adalah
beberapa alat ada yang tidak tersedia. Penelitian serupa oleh Mustain (2013),
menyatakan bahwa sarana dan prasarana sebagian besar sudah lengkap di
Puskesmas Jumpandang Baru, namun ada beberapa alat yang tidak tersedia
dikarenakan belum adanya kiriman alat lainnya dari Dinas kesehatan, seperti
pispot sendok stainless, vulsellum forceps, urine bag, speculum doyen dan vakum
ekstraktor. Salah satu faktor yang harus dipenuhi suatu Puskesmas PONED yang
mampu menjalankan pelayanan persalinan dengan maksimal adalah sarana dan
Ketersediaan obat-obatan. Pernyataan informan mengenai ketersediaan
obat-obatan dalam implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Beberapa obat belum tersedia, jadi kalau butuh yaa dituliskan resep
terus keluarga pasien yang beli di apotek pakai danaobat, karena obat di Puskesmas ini kan terbatas” (Informan 3).
“Masih banyak yang kosong ada beberapa obat yang nggak ada di
Puskesmas, kalau udah begitu ya kami suruh saja beli di apotek luar itu” (Informan 5).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa obat-obatan yang
mendukung dalam pelaksaaan PONED belum lengkap dan seringkali dokter
maupun bidan menyarankan untuk membeli obat diluar Puskesmas karena obat
tidak tersedia secara lengkap di Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan didapat bahwa
ketersediaan obat-obatan yang dibutuhkan dalam implementasi PONED belum
lengkap sehingga dokter maupun bidan desa sering menyarankan untuk membeli
obat di luar Puskesmas. Bidan desa juga sering menyarankan untuk membeli obat
61
Universitas Sumatera Utara
di apotek hanya saja lebih baik untuk ditanyakan terlebih dahulu di Puskesmas.
Tidak sejalan dengan ketentuan Kemenkes RI (2013) yang menyatakan bahwa
Puskesmas yang menyelenggarakan PONED harus menyediakan obat dan bahan
habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup dengan buffer stock sesuai
dengan kebutuhan.
Salah satu upaya agar peralatan dan obat-obatan di Puskesmas tersedia
untuk mendukung pelaksanaan pelayanan persalinan adalah mengajukan
permohonan ke Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai. Dinas Kesehatan Kota
Tanjung Balai bertanggung jawab menyediakan peralatan medis dan obat-obatan.
Namun sampai saat ini pengiriman peralatan dan obat-obatan dalam mendukung
pelayanan persalinan bersifat bertahap, pada hal peralatan dan obat-obatan sangat
dibutuhkan dalam pelayanan persalinan.
Kurangnya peralatan dan obat-obatan menjadi salah satu kendala dalam
pelaksanaan pelayanan persalinan yang optimal, dimana peralatan dan obat-obatan
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan pelayanan
persalinan. Tenaga kesehatan dapat melaksanakan pelayanan persalinan apabila
peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan tersedia, seperti kasus perdarahan post
partum yang membutuhkan peralatan, seperti lampu periksa halogen, speculum
sims besar dan obat-obatan, seperti: Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1
ml), Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet), Misoprostol (tablet) dan
transfusi set dewasa. Tidak tersedianya peralatan dan obat-obatan menyebabkan
kasus perdarahan post partum tidak dapat ditangani oleh tenaga kesehatan
sehingga harus dirujuk dengan cepat ke RS PONEK terdekat supaya kematian ibu
62
Universitas Sumatera Utara
bersalin karena terlambat memperoleh fasilitas pelayanan yang lebih memadai
tidak terjadi.
Ketersediaan alat komunikasi. Pernyataan informan mengenai
ketersediaan alat komunikasi sebagai sarana untuk merujuk dalam implementasi
PONEDdi Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai ialah sebagai
berikut:
“Alat komunikasi yaa pake handphone pribadi aja lah dek, kalau butuh
dokter atau apa kan yaa tinggal telepon aja” (Informan 1).
“Pakai handphone pribadi saja, jadi kalau dokter atau bidannnya gak
ditempat ya kita telepon kalau ada pasien, nanti dokter atau bidannnya datang dek ke Puskesmas”(Informan 4).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa ketersediaan alat
komunikasi untuk merujuk kasus kegawatdaruratan dalam implementasi PONED,
diperoleh informasi bahwa alat komunikasi untuk merujuk kasus
kegawatdaruratan tidk disediakan oleh Dinas Kesehatan, akan sehingga hanya
menggunakan alat komunikasi pribadi. Cara untuk merujuk pasien adalah dengan
menelepon langsung ke Rumah Sakit PONEK.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan ketersediaan
alat komunikasi untuk merujuk kasus kegawatdaruratan dalam implementasi
PONED, diperoleh informasi bahwa alat komunikasi untuk merujuk kasus
kegawatdaruratan tidak disediakan oleh Dinas Kesehatan, akan sehingga hanya
menggunakan alat komunikasi pribadi. Cara untuk merujuk pasien adalah dengan
menelepon langsung ke Rumah Sakit PONEK.
Alat komunikasi rujukan sudah tersedia, yaitu handphone pribadi yang
dimiliki oleh tenaga kesehatan, alat komunikasi rujukan dapat dimanfaatkan oleh
63
Universitas Sumatera Utara
bidan desa dan tenaga kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori untuk
menghubungi pihak Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori dan rumah sakit PONEK
terdekat, yaitu RSUD. Proses komunikasi yang dilakukan yaitu rujukan
kegawatdarutan persalinan seperti perdarahan post partum dapat langsung dirujuk
ke RS PONEK karena petugas PONED/ bidan koordinator telah menyetujui agar
ibu tersebut di bawa langsung ke rumah sakit, karena Puskesmas tidak
menyediakan fasilitas transfusi darah. Namun pada umumnya setiap kasus
kegawatdarutan persalinan harus langsung di rujuk ke Puskesmas untuk
mendapatkan penanganan pertama bertujuan untuk mestabilisasikan agar kondisi
ibu bersalin tidak semakin memburuk, kemudian tenaga kesehatan menghubungi
pihak rumah sakit untuk memberikan informasi kondisi ibu bersalin yang akan
dirujuk supaya pihak rumah sakit dapat menyediakan peralatan yang diperlukan
untuk menolong ibu bersalin tersebut.
Ketersediaan sarana alat komunikasi untuk merujuk persalinan di
Puskesmas berjalan dengan optimal, dimana setiap bidan desa atau bidan di
Puskesmas menggunakan telephon yang aktif selama 24 jam yang bertujuan untuk
mempermudah pemberian informasi kasus kegawatdaruratan persalinan yang akan
dirujuk supaya pihak fasilitas terujuk, yaitu Puskesmas dan rumah sakit dapat
menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk menangani kasus kegawatdaruratan
persalinan tersebut dengan cepat dan tepat, sehingga kematian ibu bersalin karena
terlambat memperoleh fasilitas pelayanan yang memadai dan terlambat
memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang kompoten tidak terjadi.
64
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2013) bahwa setiap
Rumah Sakit PONEK diwajibkan untuk membangun jejaring pelayanan
emergensi dan menyediakan alat komunikasi seperti radio medik dan telephone ke
setiap Puskesmas binaan dan bidan desa yang ada di masing-masing wilayah kerja
Puskesmas yang dapat difungsikan setiap waktu dengan baik untuk mendukung
pelaksanaan rujukan. Selain itu Tobing (2014) menambahkan bahwa rujukan yang
efektif memerlukan alat komunikasi antar fasilitas. Tujuan dari alat komunikasi
adalah agar pihak fasiliats terujuk mengetahui keadaan pasien dan dapat
menyiapkan secara dini penanganan yang diperlukan pasien segera setalah pasien
sampai kerumah sakit.
Ketersediaan biaya operasional. Pernyataan informan mengenai
ketersediaan biaya operasional implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Sampai sekarang dari APBD, kalau masyarakat ya dari ASKES, BPJS,
JKN. Tapi kalau operasional Puskesmas ini ya dari kas Puskesmasnya atau dari anggaran Puskesmas” (Informan 1).
“Kalau pembiayaan dari kartu JKN-KIS dek, kan sebagian besar masyarakat udah punya kartu jaminan kesehatan” (Informan 5).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa ketersediaan biaya
operasional dalam pelayanan PONED, diperoleh informasi bahwa biaya
operasional pelayanan PONED telah tersedia. Untuk keperluan PONED berasal
dari APBD untuk keperluan sarana, prasarana, obat-obatan, maupun adanya
kerusakan pada sarana dan prasarana dan JKN-KIS untuk pembiayaan layanan
kesehatannya.
65
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketersediaan biaya
operasional dalam pelayanan PONED, diperoleh informasi bahwa biaya
operasional pelayanan PONED telah tersedia. Untuk keperluan PONED berasal
dari APBD untuk keperluan sarana, prasarana, obat-obatan, maupun adanya
kerusakan pada sarana dan prasarana dan JKN-KIS untuk pembiayaan layanan
kesehatannya.
Biaya operasional pelayanan persalinan terutama diperoleh dari dana
BPJS. Dana BPJS diperoleh dengan membuat laporan yang berisi identitas ibu
bersalin untuk dilaporkan ke Kantor BPJS Kota Tanjung Balai setiap bulan
dengan biaya setiap persalinan sebesar Rp 600.000. Dana BPJS biasanya tidak
langsung dibayar oleh kantor BPJS setiap bulan, tetapi dibayar pada bulan
berikutnya yaitu bulan ke-2 atau bulan ke-3, yang dapat menghambat pelaksanaan
pelayanan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, karena dana BPJS
dimanfaatkan untuk pengadaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan dalam
mendukung terlaksananya pelayanan persalinan yang maksimal.
Selain itu untuk mendukung terlaksananya pelayanan persalinan di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, juga memperoleh dana operasional dari
pemerintah berupa dana BOK sebesar Rp 50.000.000 tahun 2016. Dalam
pelayanan persalinan bahwa dana BOK hanya dimanfaatkan untuk melengkapi
alat-alat tulis dan alat-alat penyuluhan pelayanan persalinan di Puskesmas
PONED seperti LCD, proyektor dan lain-lain.
Biaya merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam
keberhasilan pelayanan persalinan. Biaya operasional pelaksanaan pelayanan
66
Universitas Sumatera Utara
persalinan telah tersedia, yaitu BPJS dan BOK. Finansial sangat diperlukan dalam
kelancaran pelaksanaan pelayanan persalinan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori. Dana yang tersedia saat ini belum efektif dikelola oleh bendahara
perlengkapan karena dana BPJS sering terlambat diterima oleh Puskesmas,
padahal dana tersebut sangat diperlukan untuk pengadaan alat-alat dan obat-
obatan untuk pelayanan kesehatan persalinan di Puskesmas.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2013), disebutkan bahwa
ketersediaan sumber dana yang diperlukan untuk operasional PONED baik dalam
maupun di luar gedung bersumber dari pusat, daerah maupun sumber lainnya.
Selain itu hasil penelitian Handayani (2011) menyatakan bahwa dana sangat
penting dan diperlukan sebagai syarat kelancaran sebuah program harus
dialokasikan secara tepat. Demikian pula kelancaran dalam proses penyediaan
maupun penggunaannya.
Ketersediaan sarana transportasi rujukan. Pernyataan informan
mengenai ketersediaan sarana transportasi rujukan dalam PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Kalau merujuk, ada ambulans kita yang bisa digunakan”(Informan 1).
“Kita sudah punya ambulans untuk layanan PONED ini, karena kan rawat
inap jadi pasien dari rumahnya bisa kita jemput pakai ambulans jika diperlukan
untuk ke Puskesmas” (Informan 3).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa ketersediaan sarana
transportasi rujukan untuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal,
diperoleh informasi bahwa sarana transportasi yang tersedia adalah ambulans
sebanyak 1 buah yang siaga selama 24 jam. Ambulans digunakan pada saat ada
panggilan untuk melakukan rujukan maupun ketika petugas kesehatan turun ke
67
Universitas Sumatera Utara
lapangan ataupun menjemput pasien dari rumah pasien untuk mendapatkan
layanan kesehatan di Puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh informan
menyatakan ketersediaan sarana transportasi rujukan untuk kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diperoleh informasi bahwa sarana
transportasi yang tersedia adalah ambulans sebanyak 1 buah yang siaga selama 24
jam. Ambulans digunakan pada saat ada panggilan untuk melakukan rujukan
maupun ketika petugas kesehatan turun ke lapangan ataupun menjemput pasien
dari rumah pasien untuk mendapatkan layanan kesehatan di Puskesmas.
Sarana transportasi rujukan telah tersedia, yaitu satu unit ambulans dan
supir pribadi Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori yang siap siaga selama 24 jam.
Sarana transportasi rujukan telah dimanfaatkan oleh bidan desa dalam merujuk
pasien kasus retensio plasenta ke Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori. Kemudian
dengan letak strategis yang dimiliki Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori di pinggir
jalan raya dapat mempermudah masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
persalinan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori dengan kendaraan pribadi.
Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas biasa menggunakan kendaraan
sendiri, seperti kendaraan roda dua dan empat, karena sarana transportasi
angkutan umum tidak ada.
Lokasi Puskesmas tidak menjadi faktor penyebab keterlambatan dalam
merujuk ibu bersalin terutama kasus kegawatdaruratan persalinan, karena
masyarakat sudah memiliki kendaraan minimal kendaraan roda dua dan didukung
ambulans Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori yang dapat dimanfaatkan untuk
68
Universitas Sumatera Utara
melayani keluhan masyarakat yang memerlukan bantuan segera untuk
mendapatkan pelayanan persalinan, sehingga kasus kematian ibu bersalin karena
terlambat mengakses fasilitas kesehatan yang memadai tidak terjadi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siregar (2016) tentang
evaluasi pelaksanaan rujukan obstetri dan neonatal, menyatakan bahwa seluruh
faktor pendukung (pemerintah, teknologi dan transportasi) harus terpenuhi
sehingga proses rujukan akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan
segera tertangani dengan tepat. Selain itu Yunus (2007) dalam penelitian
menyebutkan bahwa faktor transportasi memengaruhi terhadap kematian ibu
akibat komplikasi dalam sistem rujukan, dimana ibu yang tinggal di daerah yang
sulit secara geografis cenderung akan meningkatkan kematian maternal menjadi
6,1 kali dibandingkan ibu yang tinggal di tempat yang mudah diakses. Dalam arti
faktor jarak tempuh ke fasilitas kesehatan yang tidak jauh dan didukung dengan
sarana transportasi yang mudah didapat maka keterlambatan penanganan kasus
kegawatdaruratan dapat dicegah sehingga ibu dapat lebih cepat mendapatkan
pertolongan yang lengkap di fasilitas rujukan yang lebih komperhensif.
Proses Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai
Penerimaan rujukan dari fasilitas kesehatan. Pernyataan informan
mengenai penerimaan rujukan dari fasilitas rujukan dibawahnya dalam
implementsi pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
69
Universitas Sumatera Utara
“Bidan desa disini melalui Puskesmas PONED dulu, kami bisa tangani
atau tidak, lalu kami yang melakukan rujukan itu ke Rumah Sakit PONEK.
lagipula tidak semua kasus bisa kami tangani. Jadi memang seringnya langsung di rujuk saja ke rumah sakit”(Informan 2).
“Kami, bidan desa ini, dikasih pengarahan pas PONED di mulai untuk
merujuk terlebih dahulu ke Puskesmas. Jangan langsung ke rumah sakit. Nah
cara kami ya itu kami laporkan, dijemput mereka dari Puskesmas. Tidak langsung
ke rumah sakit tapi ke Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ini dulu. Kasus yang
pernah terjadi itu partus macet, terus pre eklamsi, sama pendaharan abis
melahirkan dek, jadi si ibunya kehabisan darah, itu kalau untuk si ibunya. Kalau
untuk bayi baru lahirnya yang pernah itu ada gangguan jalan nafas sama BBLR.
Kalau dirujuk, jika keluarga pasien bawa mobil ya langsung pakai mobil itu aja
biar gak nunggu lama, kalau gak ada dijemput sama ambulans Puskesmas, jadi
sebelum ke Puskesmas kita sudah telepon orang Puskesmasnya, jadi orang itu
bisa siap-siap kalau ada pasien yang mau datang ke Puskesmas, dan kasusnya
apa. Tapi pernah juga orang Puskesmas bilang langsung ke rumah sakit aja,
karena katanta gak bisa juga ditangani di Puskesmas, karena alat sama obat-obatnya kuran.” (Informan 5).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa alur rujukan PONED
dari Puskesmas PONED ke fasilitas kesehatan dibawahnya seperti Bidan Desa
atau Puskesmas non PONED, Pustu, dan Poskesdes. Jika Puskesmas mampu
menangani kasus yang datang maka pasien akan ditangani di Puskesmas, apabila
kasus tidak dapat diatasi di Puskesmas maka dirujuk ke Rumah Sakit PONEK.
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah
Puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas bersalin. PONED
memberikan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas. Selain
itu juga memberikan pelayanan kesehatan terhadap bayi yang baru lahir dengan
komplikasi, baik datang sendiri atau karena rujukan kader/masyarakat/bidan di
desa, Puskesmas dan PONED melakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK pada
kasus yang tidak mampu ditangani.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari semua informan di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori menyatakan bahwa Puskesmas Rawat Inap
70
Universitas Sumatera Utara
Sipori-pori sering menerima rujukan dari Puskesmas non PONED maupun Bidan
Desa akan tetapi ada beberapa kasus yang tidak dapat ditangani di Puskesmas
maka di rujuk ke Rumah Sakit PONEK. Rujukan dari bawah juga dari lokasi
sekitar wilayah kerja Puskesmas.
Menurut pendapat Walyani dan Purwoastuti (2015), PONED adalah
pelayanan kegawatdaruratan obstetri neonatal esensial dasar yang dilakukan pada
tingkat pelayanan primer. Komponen dalam PONED adalah agar tingkat
pelayanan primer mampu memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada kasus-
kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal secara tepat dan maksimal yang
bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Namun
pada kenyataannya masih ada masyarakat yang tidak menggunakan Puskesmas
sebagai tempat pertama mencari pelayanan.
Hasil dari wawancara kepada masyarakat bahwa dokter, bidan, dan
perawat langsung melakukan penanganan pertama kegawatdaruratan, apabila
tidak berhasil, dokter langsung melakukan rujukan ke rumah sakit. Selain itu,
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori juga sering sekali menerima pasien rujukan
dari Puskesmas disekitarnya. Proses rujukan yang dilakukan ialah apabila pasien
tidak bisa melahirkan secara normal di bidan desa atau Puskesmas Pembantu,
maka pasien di rujuk ke Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, apabila pasien
memiliki kendaraan pribadi maka pasien ditemani oleh bidan desa langsung
menuju Puskesmas dengan kendaraan pribadi pasien, namun apabila pasien tidak
memiliki kendaraan pribadi maka bidan desa atau bidan yang bertugas di
Puskesmas Pembantu menguhubungi pihak Puskesmas untuk menjemput pasien
71
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan ambulans yang dimiliki oleh Puskesmas dan langsung
menuju Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori.
Hal yang menjadi permasalahan ialah adanya pasien yang langsung di
rujuk ke rumah sakit PONEK tanpa melalui penanganan terlebih dahulu di
Puskesmas PONED yang dilakukan ketika bidan desa menghubungi petugas
kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori dan menjelaskan kondisi atau
kasus kegawatdaruratan yang dialami olrh pasien, petugas kesehatan di
Puskesmas langsung merekomendasikan untuk langsung merujuk pasien ke
Rumah Sakit PONEK karena kekurangan alat dan obat yang ada di Puskesmas,
sehingga meskipun datang ke Puskesmas pasien pada akhirnya tetap saja di rujuk
ke Rumah Sakit PONEK karena tidak bisa ditangani di Puskesmas PONED,
padahal kasus kegawatdaruratan pasien seharusnya bisa ditangani di Puskesmas
PONED tanpa perlu di rujuk ke Rumah Sakit PONEK.
Oleh karena itu, hal yang menjadi permasalahan ialah bahwa kasus-kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang seharusnya bisa ditangani di
Puskesmas PONED, tapi ternyata tidak bisa ditangani dan langsung di rujuk ke
rumah sakit PONEK karena keterbatasan alat dan obat-obatan yang tersedia di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori sebagai Puskesmas PONED. Kasus-kasus
kegawatdaruratan maternal seperti pre eklamsia, partus macet, dan perdarahan
pasca melahirkan yang seharusnya bisa ditangani di Puskesmas PONED justru
dirujuk ke Rumah Sakit PONED, kasus-kasus kegawatdaruratan neonatal seperti
gangguan jalan nafas, asfiksia, dan baru berat lahir rendah (BBLR) yang juga
seharusnya bisa ditangani di Puskesmas PONED, juga dirujuk ke Rumah Sakit
72
Universitas Sumatera Utara
PONEK, karena keterbatasan alat dan obat-obatan yang tersedia di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori yang merupakan Puskesmas PONED.
Tidak sesuai dengan ketentuan Kemenkes RI (2013), menyatakan bahwa
Puskesmas PONED mempunyai komitmen untuk menerima rujukan kasus
kegawatdaruratan obstetri/ persalinan dari fasilitas kesehatan disekitarnya, seperti
rujukan kader atau masyarakat, bidan desa dan Puskesmas non PONED, BPS dan
klinik swasta. Tim PONED juga harus langsung menangani kasus
kegawatdaruratan persalinan dan apabila kasus tidak dapat ditangani oleh tim
PONED, maka tim PONED harus merujuk kasus tersebut ke RS PONEK terdekat.
Pelayanan persalinan Puskesmas PONED akan dimanfaatkan oleh
masyarakat/ibu hamil apabila pelayanan persalinan tersebut diketahui oleh
masyarakat/ibu hamil. Untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan persalinan,
tenaga kesehatan Puskesmas sudah melakukan sosialisasi kepada bidan desa dan
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan Posyandu, minilokakarya setiap bulannya
dan penyuluhan, tetapi sosialisasi yang dilakukan tidak dikhususkan mengenai
pelayanan persalinan saja dan digabung dengan pembahasan lainnya seperti
keberadaan Puskesmas PONED dan rujukan KIA.
Menurut Kemenkes RI (2013) bahwa Puskesmas PONED perlu
mensosialisasikan kepada masyarakat antara lain jenis pelayanan dan jasa
pelayanan. Menurut Marimis (2007) penerimaan akan informasi akan dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang apabila informasi itu diberikan secara terus
menerus dan berkelanjutan serta informasi itu merupakan sesuatu yang
dibutuhkan.
73
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi yang tidak jelas dapat menyebabkan kurangnya minat
masyarakat/ ibu hamil untuk memanfaatkan pelayanan persalinan di Puskesmas.
Dimana hasil wawancara dengan ibu hamil/ ibu bersalin, menyatakan bahwa
petugas Posyandu hanya menyampaikan tempat persalinan, yaitu Posyandu dan
Puskesmas. Ibu hamil/ ibu bersalin juga tidak mengetahui dengan jelas bahwa
fasilitas pelayanan persalinan yang didatangi adalah Puskesmas. Sosialisasi
pelayanan persalinan sangat penting untuk dilakukan, karena pelayanan persalinan
di Puskesmas PONED seharusnya diketahui oleh seluruh ibu hamil sehingga ibu
hamil bisa mengerti dan sadar akan keselamatan dalam proses persalinan.
Pelayanan di Puskesmas berhasil mencapai tujuan apabila pasien yang
berada dalam kondisi sakit cukup berat dan atau dalam kondisi kegawatdaruratan
medik yang dirujuk ke fasilitas Puskesmas Mampu PONED, sudah dilayani sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya berdasarkan standar pelayanan medik
dan SOP (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pelaksanaan
rujukan dimulai dari Bidan Desa dan Puskesmas non PONED. Ketika Bidan Desa
maupun Puskesmas non PONED tidak mampu untuk menangani kasus emergensi
maternal dan neonatal, Bidan Desa dan Puskesmas non PONED akan merujuk ke
Puskesmas dan jika Puskesmas tidak mampu menanganinya maka akan di rujuk
ke rumah sakit.
Kasus yang sering dirujuk adalah partus macet, asfiksia, pendarahan, dan
pre eklamsi. Dalam implementasi PONED, rujukan ke rumah sakit dilakukan
karena memang kasus tersebut sudah tidak bisa ditangani di Puskesmas dan bukan
74
Universitas Sumatera Utara
merupakan kewenangan Puskesmas Mampu PONED. Namun dalam
pelaksanaannya terdapat kasus rujukan atas permintaan pasien sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hal yang menjadi
permasalahan ialah bahwa kasus-kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal
yang seharusnya bisa ditangani di Puskesmas PONED, tapi ternyata tidak bisa
ditangani dan langsung di rujuk ke rumah sakit PONEK karena keterbatasan alat
dan obat-obatan yang tersedia di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori sebagai
Puskesmas PONED. Kasus-kasus kegawatdaruratan maternal seperti pre
eklamsia, partus macet, dan perdarahan pasca melahirkan yang seharusnya bisa
ditangani di Puskesmas PONED justru dirujuk ke Rumah Sakit PONED, kasus-
kasus kegawatdaruratan neonatal seperti gangguan jalan nafas, asfiksia, dan baru
berat lahir rendah (BBLR) yang juga seharusnya bisa ditangani di Puskesmas
PONED, juga dirujuk ke Rumah Sakit PONEK, karena keterbatasan alat dan obat-
obatan yang tersedia di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori yang merupakan
Puskesmas PONED.
Kasus kegawatdaruratan obstetri pada persalinan adalah kasus yang
apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan
kematian ibu bersalin. Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri pada persalinan
secara dini sangat penting agar penanganan atau pertolongan yang cepat dan tepat
dapat dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus
kegawatdaruratan persalinan yang pernah ditangani oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, yaitu kasus letak sungsang dan pre eklampsia
75
Universitas Sumatera Utara
ringan. Selain itu kasus pre eklampsia berat (PEB), retensio plasenta dan
perdarahan post partum juga pernah ditangani.
Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015) menyatakan bahwa penanganan
kegawatdarurat obstetri pada persalinan terdiri dari penilaian keadaan penderita
meliputi: periksa pandang, periksa raba, dan penilaian tanda vital, tindakan secara
cepat dan tepat meliputi: pemberian oksigen, cairan intravena, transfusi darah,
memasang kateter kandung kemih, pemberian antibiotika dan obat pengurang rasa
nyeri, dan melakukan rujukan dengan menghubungi pihak tempat rujukan.
Dalam menangani kasus kegawatdaruratan persalinan di dapat bahwa
setiap kasus harus diperiksa terlebih dahulu, seperti periksa raba (DJJ dan VT)
dan penilaian tanda vital (tekanan darah, suhu badan/ temperatur dan respirasi)
dan apabila kasus tersebut tidak dapat ditangani maka tenaga kesehatan
melakukan rujukan ke RS PONEK. Dimana sebelum merujuk ke RS PONEK,
tenaga kesehatan terlebih dahulu melakukan stabilisasi kepada pasien kasus
persalinan, seperti PEB, retensio plasenta dan perdarahan post partum harus tetap
dengan pemberian cairan infus MGSO4 supaya kondisi ibu bersalin tersebut tidak
semakin memburuk dan mengakibatkan terjadinya kematian ibu bersalin. Selain
itu sebelum pasien kegawatdaruratan persalinan dirujuk, tenaga kesehatan juga
membuat surat rujukan sebagai pengantar ke tempat rujukan diatasnya dan
menghubungi pihak RS PONEK terdekat yaitu RSUD Tanjung Balai, supaya
pihak RS dapat menerima dan menangani kasus kegawatdaruratan persalinan
tersebut.
76
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2012) menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan sebelum melakukan rujukan harus terlebih dahulu
melakukan penanganan terhadap pasien, yaitu melakukan pertolongan pertama
dan/ atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai
dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan,
melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam keadaan pasien gawat darurat,
dan membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan. Selain itu penelitian Novita (2015) di Puskesmas Hamparan Perak dan
Puskesmas Bandar Khalifah, menyatakan bahwa sebelum melaksanakan rujukan
kedua Puskesmas terlebih dahulu melakukan tindakan stabilisasi pasien dengan
memberikan obat-obatan dan pemasangan infus sesuai kasus. Apabila setelah
dilakukan stabilisasi pasien tidak dapat ditangani maka pasien akan di rujuk ke
Rumah Sakit.
Menurut Kepmenkes RI (2013) juga menyatakan bahwa setelah dilakukan
stabilisasi kondisi pasien (pemberian obat-obatan, pemasangan infus dan
pemberian oksigen), kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat
Puskesmas PONED atau dirujuk ke rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Komprehensif), untuk mendapatkan pelayanan yang lebih
sesuai dengan kegawatdaruratannya dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan
anak.
Penanganan kegawatdaruratan obstetri adalah upaya untuk mengatasi
keadaan dari kesakitan agar pasien tidak meninggal atau memburuk keadaannya.
77
Universitas Sumatera Utara
Penanganan kegawatdaruratan persalinan di Puskesmas Negerai Lama telah sesuai
dengan SOP yang telah ditetapkan. Tenaga keseahtan telah melakukan
penanganan kegawatdaruratan persalinan dengan benar dan tepat yang dapat
membantu mencegah terjadinya angka kematian ibu bersalin, dimana penyebab
kematian ibu bersalin karena terlambat mengambil keputusan merujuk, terlambat
mengakses fasilitas kesehatan yang lebih memadai dan terlambat memperoleh
pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan yang tepat atau kompeten.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam merujuk
kegawatdaruratan persalinan tenaga kesehatan harus melengkapi surat rujukan
sebagai pengantar ke tempat rujukan berupa identitas diri yang lengkap dan
partograf sebagai asuhan pelayanan persalinan atau obat-obatan/ peralatan yang
diperlukan selama perjalanan. Tenaga kesehatan juga memberi tahu kepada
keluarga akan kondisi pasien yang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih
memadai sehingga keluarga pasien dapat memberikan persetujuan bahwa pasien
akan dirujuk serta untuk membawa peralatan yang dibutuhkan oleh ibu bersalin ke
tempat rujukan. Pendampingan ibu bersalin ke rumah sakit biasanya dilakukan
oleh bidan PTT dan TKS serta anggota keluarga.
Selain itu tenaga kesehatan juga menggunakan komunikasi pribadi untuk
menghubungi pihak RSUD Tanjung Balai, sehingga pihak rumah sakit siap untuk
menerima dan melayani kasus kegawatdaruratan persalinan yang dirujuk oleh
Puskesmas. Tenaga kesehatan juga selalu menggunakan ambulance pribadi
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori, karena sudah dilengkapi dengan tabung
oksigen yang siap dipakai untuk merujuk pasien.
78
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal-hal di atas bahwa pelaksanaan rujukan kasus
kegawatdaruratan persalinan yang dilakukan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
telah sesuai dengan standar. Namun dalam pendampingan ibu bersalin masih
selalu dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti bidan PTT dan TKS yang kurang
terampil dalam melaksanakan kegawatdaruratan persalinan sehingga diperlukan
pelatihan supaya tenaga kesehatan memiliki keterampilan dalam melaksanakan
kegawatdaruratan persalinan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyana (2011) menjelaskan
bahwa selama proses rujukan bidan belum selalu memberikan pendampingan
kepada ibu bersalin. Selain itu menurut Wahyuni (2014) bahwa bidan tidak
melakukan inform consent, tidak menghubungi pihak rumah sakit yang dituju dan
pasien selalu di dampingi oleh bidan-bidan yang tidak kompeten dan tidak
berpengalaman, seperti bidan yang sedang belajar praktek. Hasil penelitian
pelaksanaan rujukan kegawatdaruratan persalinan yang tidak sesuai dengan
standar dapat menyebabkan kematian ibu bersalin, karena pelaksanaan rujukan
ditunjukkan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Dengan melaksanakan
standar dengan optimal, dapat menurunkan angka kematian ibu bersalin karena
terlambat untuk memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang kompeten.
Penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Pernyataan
informan mengenai penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dalam
implementasi pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai ialah sebagai berikut:
“Nah sekarang kan ada 18 penapisan untuk Puskesmas PONED, maka
kasus-kasus maternal dan neonatal itu kita stabilisasi terlebih dahulu, contohnya
79
Universitas Sumatera Utara
pre eklamsi, pendarahan, syok. Kalau neonatalnya itu seperti asfiksia, BBLR, dan
lahir prematur” (Informan 2).
“Sekarang ini, kasus partus macet itu yang paling sering terjadi. Selain itu
ada asfiksia pada bayi, kita tangani lebih dulu. Kita lakukan yang terbaik tapi
kalau kita merasa sudah tidak bisa diatasi ya kami langsung buat rujukan ke
Rumah Sakit PONEK di Tanjung Balai. Kami beritahu kalau kami tidak bisa
menangani kasus ini, dan sampai tahap mana kami lakukan agar mereka tahu.
Lagipula biar pihak rumah sakit juga langsung menyiapkan alat-alat yang
diperlukan begitu si pasien ini sampai disana” (Informan 3).
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa penanganan
kegawatdaruratan dalam implementasi PONED diperoleh bahwa kasus yang
sering terjadi adalah pre eklamsi, partus macet, pendarahan pada maternal dan
asfiksia pada neonatus. Dalam menangani kegawatdaruratan, petugas Puskesmas
melakukan stabilisasi penyakit seperti pre eklamsi, pendarahan, syok pada
maternal. Selain itu pada neonatus dilakukan stabilisasi terhadap kasus asfiksia,
BBLR, dan lahir prematur. Kasus tersebut ditangani terlebih dahulu apabila
Puskesmas tidak sanggup maka langsung dilakukan rujukan ke Rumah Sakit
PONEK. Puskesmas juga menghubungi pihak Rumah Sakit lewat telepon
bahwasanya akan membawa pasien dan memberitahu kasus yang ditangani tidak
tertangani di Puskesmas.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penanganan kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal dalam implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori diketahui bahwa kasus maternal yang sering terjadi adalah pre
eklamsi, perdarahan, dan partus macet. Selain kasus pre eklamsi, perdarahan, dan
partus macet, kasus asfiksia, BBLR, dan lahir prematur juga pernah ditangani
pada kasus emergensi neonatus. Biasanya kasus ditangani terlebih dahulu, jika
tidak sanggup maka Puskesmas segera merujuk ke Rumah Sakit PONEK.
80
Universitas Sumatera Utara
Dalam implementasi PONED, kurangnya minat masyarakat untuk
melahirkan ke Puskesmas juga menjadi kendala dikarenakan masyarakat merasa
sudah mengenal dengan karakteristik petugas kesehatan Puskesmas yang sering
mengabaikan pasien ataupun malas untuk membantu pasien yang sedang
membutuhkan bantuan ketika di rawat inap di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori.
Masyarakat lebih memilih untuk melahirkan di Rumah Sakit Umum daripada di
Puskesmas dikarenakan mereka lebih merasa puas dan aman dengan pelayanan
yang diberikan oleh petugas kesehatan yang lebih berpengalaman walaupun harus
membayar biaya pelayanan lebih besar dan menempuh jarak yang lebih jauh.
Dalam hal penyelenggaraan PONED terdapat batasan kewenangan
Puskesmas dalam melaksanakan PONED. Adapun batasan kewenangan dalam
penanganan kasus kegawatdaruratan maternal yaitu: perdarahan pada kehamilan
muda, perdarahan post partum, hipertensi dalam kehamilan, persalinan macet,
ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis dan infeksi nifas. Batasan
kewenangan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan neonatal yaitu asfiksia
pada neonatal, gangguan nafas pada bayi baru lahir, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), ipotermi pada bayi baru lahir, hipoglikemi dari ibu dengan diabetes
mellitus ikterus, kejang pada neonatus dan infeksi neonatus.
Menurut Kemenkes RI (2013) kewenangan Puskesmas mampu PONED
diatas dapat berubah sesuai dengan kebijakan/ketentuan yang berlaku. Untuk
kewenangan beserta kemampuan yang dapat ditangani Puskesmas yang lebih rinci
terlampir. Sistem pelayanan kesehatan maternal dan neonatal tidak cukup dengan
hanya melakukan standarisasi pelayanan dan peningkatan kemampuan sumber
81
Universitas Sumatera Utara
daya manusia, tetapi juga perbaikan sistem rujukan maternal dan neonatal yang
akan menjadi bagian dari tulang punggung sistem pelayanan secara keseluruhan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hal yang menjadi
permasalahan ialah bahwa kasus-kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal
yang seharusnya bisa ditangani di Puskesmas PONED, tapi ternyata tidak bisa
ditangani dan langsung di rujuk ke rumah sakit PONEK karena keterbatasan alat
dan obat-obatan yang tersedia di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori sebagai
Puskesmas PONED. Kasus-kasus kegawatdaruratan maternal seperti pre
eklamsia, partus macet, dan perdarahan pasca melahirkan yang seharusnya bisa
ditangani di Puskesmas PONED justru dirujuk ke Rumah Sakit PONED, kasus-
kasus kegawatdaruratan neonatal seperti gangguan jalan nafas, asfiksia, dan baru
berat lahir rendah (BBLR) yang juga seharusnya bisa ditangani di Puskesmas
PONED, juga dirujuk ke Rumah Sakit PONEK, karena keterbatasan alat dan obat-
obatan yang tersedia di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori yang merupakan
Puskesmas PONED.
Sebagaimana diketahui bahwa kasus kegawatdaruratan maternal dan
neonatal memerlukan tempat rujukan antara sebagai sarana untuk melakukan
stabilisasi, setelah itu pengobatan dan tindakan kasus harus dikerjakan di fasilitas
pelayanan yang lebih baik oleh karena keterbatasan teknis baik di fasilitas
pelayanan kesehatan primer maupun tempat rujukan antara Puskesmas. Kasus
emergensi neonatal 80% dapat ditangani di tingkat pelayanan yang berkualitas
sesuai standar, 20% perlu mendapatkan pelayanan rujukan yang berkualitas.
Adapun kasus-kasus yang harus di rujuk ke rumah sakit yaitu Kasus Ibu hamil
82
Universitas Sumatera Utara
yang memerlukan rujukan segera ke rumah sakit yitu ibu hamil dengan panggul
sempit, ibu hamil dengan riwayat bedah sesar,ibu hamil dengan perdarahan
antepartum, hipertensi dalam kehamilan (pre eklamsi berat/eklamsi), ketuban
pecah disertai dengan keluarnya meconium kental, ibu hamil dengan tinggi fundus
40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda), primipara pada
fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala 5/5, ibu hamil dengan
anemia berat, ibu hamil dengan disproposisi kepala panggul dan ibu hamil dengan
penyakit penyerta yang mengancam jiwa (DM, kelainan jantung)
Adapun kasus pada bayi baru lahir yang harus segera dirujuk ke rumah
sakit yaitu bayi usia gestasi kurang dari 32 minggu, bayi dengan asfiksia ringan
dan sedang tidak menunjukan perbaikan selama 6 jam, bayi dengan kejang
meningitis, bayi dengan kecurigaan sepsis, infeksi pra intra post partum, kelainan
bawaaan, bayi yang butuh transfusi tukar, bayi dengan distres nafas yang
menetap, meningitis, bayi yang tidak menunjukan kemajuan selama perawatan,
bayi yang mengalami kelainan jantung, bayi hiperbilirubinemia dan bayi dengan
kadar bilirubin total lebih dari 10 mg/dl.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyana (2011) menjelaskan
bahwa penganganan kasus kegawatdruratan maternal dan neonatal terlebih dahulu
harus ditangani di Puskesmas mampu PONED, jika Puskesmas tidak mampu
menangani maka pasien harus di rujuk ke rumah sakit PONEK dengan di
dampingi petugas kesehatan dari Puskesmas PONED. Selain itu menurut
Wahyuni (2014) yang menjelaskan bahwa hasil penelitian pelaksanaan rujukan
kegawatdaruratan persalinan yang tidak sesuai dengan standar dapat
83
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kematian ibu bersalin, karena pelaksanaan rujukan ditunjukkan
pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Dengan melaksanakan standar dengan
optimal, dapat menurunkan angka kematian ibu bersalin karena terlambat untuk
memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang kompeten.
84
84 Universitas Sumatera Utara
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis
implementasi pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1. Jumlah petugas kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori yang mengerti
PONED masih kurang dan kompetensinya perlu ditingkatkan lagi. Pelatihan
PONED umumnya masih sekali diikuti oleh petugas kesehatan yang dipilih
oleh kepala Puskesmas, namun petugas kesehatan yang telah mengikuti
pelatihan PONED telah dipindahtugaskan.
2. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam implementasi kegawatdaruratan ibu
dan anak masih belum memadai di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori..
Ketersediaan alat kesehatan dan obat-obatan dalam PONED masih belum
lengkap. Seringkali bidan desa dan dokter serta bidan di Puskesmas
menyarankan masyarakat untuk membeli obat di luar Puskesmas. Banyak
kasus kegawatdaruratan PONED yang harusnya bisa ditangani di Puskesmas
tetapi dirujuk ke rumah sakit PONEK karena keterbatasan sarana dan
prasarana yang tersedia di Puskesmas PONED.
3. Alur rujukan PONED ke Puskesmas PONED dilakukan secara berjenjang dari
fasilitas kesehatan dibawahnya seperti Bidan Desa atau Puskesmas non
PONED, Pustu, dan Poskesdes. Jika Puskesmas mampu menangani kasus
85
Universitas Sumatera Utara
yang datang maka pasien akan ditangani di Puskesmas, apabila kasus tidak
dapat diatasi di Puskesmas maka dirujuk ke Rumah Sakit PONEK. Penanganan
kegawatdaruratan dalam implementasi PONED diketahui bahwa kasus yang
sering terjadi adalah pre eklamsi, partus macet, pendarahan pada maternal dan
asfiksia pada neonatus yang seharusnya bisa ditangani di Puskesmas tetapi harus
dirujuk ke rumah sakit PONEK karena kekurangan alat kesehatan dan obat-obatan
di Puskesmas.
Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pelaksaan PONED adalah
sebagai berikut :
1. Kepada Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai untuk melaksanakan evaluasi
rutin terhadap kelengkapan sarana dan prasarana serta fungsinya dalam
implementasi PONED dan segera mengganti dan melengkapi peralatan dan
obat yang kurang tersedia di Puskesmas.
2. Kepada Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai untuk :
a. Puskesmas PONED sebaiknya memiliki kualitas tenaga kesehatan yang
sama serta perlu untuk mengadakan pelatihan kepada tenaga kesehatan
lain yang belum terlatih PONED.
b. Dalam mendukung penyelenggaraan PONED, Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori perlu untuk melengkapi peralatan medis, non medis, serta
memperbaiki fasilitas di Puskesmas. Oleh karena itu, Puskesmas perlu
mengajukan permohonan secara terus menerus ke Dinas Kesehatan Kota
Tanjung Balai dalam penyediaan sarana dan prasarana kesehatan tersebut.
86
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Amrillah, V. (2016). Analisis pelaksanaan sistem pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED) di Puskesmas Sitanggal Kabupaten Brebes
(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.
Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai. (2016). Profil kesehatan Kota Tanjung Balai tahun 2016. Tanjung Balai: Anonim.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2016). Profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2015. Medan: Anonim.
Handayani, S. (2011). Analisis pelaksanaan pelayanan obstetri neonatal
emergensi dasar (PONED) di Puskesmas PONED Kabupaten Kendal (Tesis). Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Laporan akhir riset fasilitas kesehatan 2011 Jakarta: Anonim.
_____________________, (2013). Keputusan direktorat jenderal bina upaya
kesehatan Nomor HK.02.03/11/1911/2013 tentang pedoman
penyelenggaraan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar. Jakarta: Anonim.
____________________. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Anonim.
_____________________, (2015). Profil kesehatan Indonesia tahun
2015. Jakarta: Anonim.
Marimis, W. (2007). Ilmu perilaku dalam pelayanan kesehatan (Ed. Ke-1). Surabaya: Airlangga University Press.
Mubarak, W. (2012). Ilmu kesehatan masyarakat konsep dan aplikasi dalam kebidanan (Ed. Ke-3). Jakarta: Salemba Medika.
Mustain, M. (2013). Evaluasi pelaksanaan pelayanan obstetri neonatal emergensi
dasar (PONED) di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makasar (Tesis). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.
Novita, W. (2015). Analisis pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Hamparan
Perak dan Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Deli Serdang (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori. (2016). Profil kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori tahun 2016. Tanjung Balai: Anonim.
87
Universitas Sumatera Utara
San, B. (2017). Analisis pelaksanaan program pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED) di Puskesmas Negeri Lama Kabupaten
Labuhan Batu (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Siregar, M. (2016). Analisis implementasi pelayanan PONED di
Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli Serdang (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D (Ed. Ke-2). Bandung: Alfabeta.
Surahwardy, A. (2013). Evaluasi pelaksanaan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi dasar (PONED) di Puskesmas Mamajang Kota Makassar
(Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Susyanty, A. (2016). Pelaksanaan program pelayanan obstetri dan
neonatal emergensi dasar (PONED) di Kabupaten Karawang (Skripsi).
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Syukur, A. (1987). Kumpulan makalah studi implementasi latar belakang konsep
pendekatan dan relevansinya dalam pembangunan (Ed. Ke-1). Ujung
Pandang: Persadi.
Tjiptono, F. (2007). Strategi pemasaran (Ed. Ke-1). Yogyakarta: Andi.
Tobing, J. (2014). Analisis manajemen rujukan pasien komplikasi persalinan di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (Tesis). Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Usman. (2002). Konteks implementasi berbasis kurikulum (Ed. Ke-1). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Vivianri, T. (2011). Analisis sistem pelayanan kegawatdaruratan
obstetri di Puskesmas PONED wilayah Kabupaten Kupang (Tesis).
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.
Wahyuni, I. (2014). Pelaksanaan rujukan dan kendala yang dihadapi.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, 4 (2), 11-18.
https://www.apikescm.ac.id/ejurnalinfokes/index.php/infokes/article/view/
82/83.
Walyani, S. dan Purwoastuti, T. (2015). Asuhan
kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (Ed.
Ke-
1). Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
88
Universitas Sumatera Utara
Widyana, E. (2011). Evaluasi pelaksanaan rujukan ibu bersalin dengan
komplikasi persalinan oleh bidan desa di Puskesmas Sukorejo Wilayah
Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan Jawa Timur (Tesis). Fakultas
Kesehatan Masyarakar Universitas Diponegoro, Semarang.
Yunus, L. (2007). Evaluasi proses rujukan obstetri terkait kematian
perinatal
di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (Tesis). Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
89
Universitas Sumatera Utara
89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1: Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN OBSTETRI DAN
NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS RAWAT
INAP SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
Daftar Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input
1) Sejak kapan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menjadi PONED?
apakah puskesmas ini ditetapkan menjadi PONED disertai dengan
pelatihan dan fasilitas-fasilitas telah dilengkapi sesuai standar
PONED?
2) apa alasan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori menjadi Puskesmas
mampu PONED?
3) Siapa sajakah petugas kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori? Apakah petugs kesehatan tersebut sudah mendapatkan
pelatihan PONED? Kapan petugas kesehatan PONED mendapat
pelatihan PONED? Apakah ada kriteria khusus dalam memilih
petugas kesehatan untuk dilatih PONED? Apakah ada pelatihan
lanjutan?
4) Apakah ada tim pendukung PONED? Siapa saja yang menjadi tim
pendukung PONED? Apakah tim pendukung PONED telah diberi
pelatihan? Apakah bentuk pelatihan tersebut?
90
Universitas Sumatera Utara
5) Apakah alat-alat kesehatan untuk PONED sudah lengkap dan
masih dalam keadaan baik?
6) Bagaimana ketersediaan obat-obatan kesehatan yang mendukung
PONED di Puskesmas?
7) Apakah tersedia biaya operasional dalam pelayanan PONED?
darimanakah sumber biaya operasional tersebut?
8) Darimanakah sumber biaya operasional pelaksanaaan program
PONED di Puskesmas Sipori-pori?
b. Proses
1) Bagaimana alur rujukan PONED? upaya apa saja yang telah
dilakukan untuk penguatan sistem rujukan ke Puskesmas PONED?
2) Bagaimanakah implementasi pelayanan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori ?
3) Bagaimanakah sistem rujukan kasus kegawatdaruratan maternal
dan neonatal dari bidan desa, klinik bersalin, pustu, maupun
puskesmas non0PONED ke Puskesmas PONED? Bagaimana
sistem komunikasi dalam penerimaan rujukan pasien ke Puskesmas
PONED? Apa bentuk dari sistem komunikasi tersebut?
4) Bagaimana tugas dan tanggung jawab Bapak sebagai Kepala
Puskesmas dalam implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori?
5) Bagaimanakah sistem monitoring dan evaluasi dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? hal apa yang
dilakukan?
91
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Dokter (Tim inti PONED)
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input
1) Apakah petugas kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori sudah mendapatkan pelatihan PONED? Kapan petugas kesehatan
PONED mendapat pelatihan PONED? Apakah ada kriteria untuk
petugas kesehatan menjadi tim PONED? Apakah ada pelatihan lanjutan
bagi tim PONED? Siapa saja yang melatih?
2) Apakah ada tim pendukung PONED? Siapa saja yang menjadi tim
pendukung PONED? Apakah tim pendukung PONED telah dilatih? apa
bentuk pelatihannya?
3) Apakah dalam implementasi PONED, Dokter, Bidan, dan perawat
selalu berada di tempat? Apakah di Puskesmas PONED ini ada dokter
yang berjaga selama 24 jam?
4) Bagaimana ketersediaan alat-alat kesehatan yang mendukung PONED
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
5) Bagaimana ketersediaan obat-obatan kesehatan yang mendukung
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ?
6) Apakah Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori memiliki sarana untuk
membantu dalam merujuk pasien? Kalau ada bisa disebutkan?
7) Bagaimanakah sistem komunikasi dan informasi dalam implementasi
PONED?
92
Universitas Sumatera Utara
b. Proses
1) Apakah masyarakat, bidan desa, klinik bersalin, pustu, dan puskesmas
non-PONED sering melakukan rujukan ke Puskesmas PONED? Kasus
apa saja yang sering menjadi rujukan?
2) Bagaimanakah sistem rujukan kasus kegawatdaruratan maternal dan
neonatal ke Puskesmas PONED?
3) Bagaimanakah implementasi dalam penanganan kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal dalam pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
4) Bagaimana tugas dan tanggung jawab Dokter sebagai tim dalam
implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
5) Bagaimanakah sistem monitoring dan evaluasi dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? hal apa yang dilakukan?
93
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Bidan (Tim inti PONED)
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input 1) Apakah petugas kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori sudah mendapatkan pelatihan PONED? Kapan petugas kesehatan
PONED mendapat pelatihan PONED? Apakah ada kriteria untuk
petugas kesehatan menjadi tim PONED? Apakah ada pelatihan
lanjutan bagi tim PONED? Siapa saja yang melatih?
2) Apakah ada tim pendukung PONED? Siapa saja yang menjadi tim
pendukung PONED? Apakah tim pendukung PONED telah dilatih?
Apa bentuk pelatihannya?
3) Apakah dalam implementasi PONED, Dokter, Bidan, dan perawat
selalu berada di tempat? Apakah di Puskesmas PONED ini ada dokter
yang berjaga selama 24 jam?
4) Bagaimana ketersediaan alat-alat kesehatan yang mendukung PONED
di Puskesmas?
5) Bagaimana ketersediaan obat-obatan kesehatan yang mendukung
PONED di Puskesmas?
6) Apakah Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori memiliki sarana untuk
membantu dalam merujuk pasien? Kalau ada sebutkan!
7) Bagaimanakah sistem komunikasi dan informasi dalam implementasi
PONED?
94
Universitas Sumatera Utara
b. Proses
1) Jelaskan apakah masyarakat, bidan desa, klinik bersalin, PUSTU dan
puskesmas non-PONED sering melakukan rujukan ke Puskesmas
PONED? Kasus apa saja yang sering menjadi rujukan?
2) Jelaskan bagaimanakah sistem rujukan kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal ke Puskesmas PONED? Bagaimanakah
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori?
3) Bagaimanakah implementasi dalam penanganan kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal dalam pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
4) Bagaimana tugas dan tanggung jawab bidan sebagai tim dalam
implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
5) Bagaimanakah sistem monitoring dan evaluasi dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? hal apa yang
dilakukan?
95
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Perawat (Tim inti PONED)
1. Data umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input
1) Apakah ada petugas kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori yang sudah mendapatkan pelatihan PONED? kapan
petugas kesehatan PONED mendapat pelatihan PONED? berapakah
jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih PONED? Apakah ada
kriteria untuk petugas kesehatan menjadi tim PONED? apakah ada
pelatihan lanjutan bagi tim PONED? siapa yang melatih?
2) Apakah ada tim pendukung PONED? siapa saja yang menjadi tim
pendukung PONED? apakah ada tim pendukung PONED sudah
dilatih? Apa bentuk pelatihannya?
3) Apakah tupoksi perawat dalam pelayanan PONED?
4) Apakah dalam implementasi PONED, Dokter, Bidan dan Perawat
selalu berada di tempat? Apakah di Puskesmas PONED iini ada dokter
yang berjaga 24 jam?
5) Bagaimana dengan ketersediaan alat-alat kesehatan yang mendukung
PONED di Puskesmas?
6) Bagaimana ketersediaan obat-obatan kesehatan yang mendukung
PONED di Puskesmas?
7) Mohon Ibu jelaskan apakah Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
memiliki sarana untuk membantu merujuk pasien? Kalau ada
sebutkan!
96
Universitas Sumatera Utara
8) Mohon Ibu jelaskan bagaimana sistem informasi dan komunikasi
dalam pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
b. Proses
1) Bagaimanakah implementasi dalam penanganan kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal dalam pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
2) Bagaimana tugas dan tanggung jawab perawat sebagai tim dalam
implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
3) Bagaimanakah sistem monitoring dan evaluasi dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? hal apa yang
dilakukan?
97
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Bidan Desa
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input
1) Apakah Ibu sudah mendapatkan pelatihan PONED? kapan petugas ibu
mendapat pelatihan PONED? Apakah ada kriteria untuk petugas
kesehatan menjadi tim PONED? apakah ada pelatihan lanjutan bagi
tim PONED? siapa yang melatih? Apa saja yang didapatkan selama
pelatihan?
2) Apakah tupoksi bidan desa dalam pelayanan PONED?
3) Apakah dalam implementasi PONED, bidan desa selalu berada di
tempat?
b. Proses
1) Jelaskan apakah bidan desa melakukan rujukan ke Puskesmas
PONED? Kasus apa saja yang sering menjadi rujukan?
2) Jelaskan bagaimanakah sistem rujukan kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal ke Puskesmas PONED?
3) Bagaimana tugas dan tanggung jawab bidan dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
4) Bagaimanakah sistem monitoring dan evaluasi dalam implementasi
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? hal apa yang
dilakukan?
98
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Petugas Kesehatan di Puskesmas Pembantu pada
Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Nibung
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Masa Kerja :
e. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Input
1) Apakah Bapak/Ibu sudah mendapatkan pelatihan PONED? kapan
petugas ibu mendapat pelatihan PONED? Apakah ada kriteria untuk
petugas kesehatan menjadi tim PONED? apakah ada pelatihan
lanjutan bagi tim PONED? siapa yang melatih? Apa saja yang
didapatkan selama pelatihan?
2) Apakah tupoksi petugas kesehatan di Pustu dalam pelayanan PONED?
3) Apakah dalam implementasi PONED, petugas pustu selalu berada di
tempat?
b. Proses
1) Jelaskan apakah petugas pustu melakukan rujukan ke Puskesmas
PONED? Kasus apa saja yang sering menjadi rujukan?
2) Jelaskan bagaimanakah sistem rujukan kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal ke Puskesmas PONED?
3) Bagaimana tugas dan tanggung jawab petugas pustu dalam
implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
99
Universitas Sumatera Utara
Daftar Pertanyaan untuk Ibu yang Dirujuk dari Bidan Desa ke Layanan
PONED Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Sejak kapan Ibu tahu tentang program PONED di Puskesmas?
b. Apakah ada sosialisasi mengenai pelayanan PONED yang ada di
Puskesmas PONED? Bagaimana cara petugas kesehatan
mensosialisasikannya?
c. Bagaimana persepsi anda terhadap pelayanan Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori?
d. Bagaimanakah tenaga kesehatan pada pelayanan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori? Apakah sudah memberikan layanan yang baik?
Apakah petugas kesehatannya ramah?
e. Bagaimankah sarana dan prasarana pada pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? Apakah sudah dinilai baik?
f. Bagaimana mekanisme untuk mendapatkan layanan kesehatan PONED
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
g. Apa saja hal yang ibu lakukan untuk mendapatkan layanan layanan
kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
h. Apa alasan ibu dirujuk dari bidan desa ke Puskesmas PONED? Apakah
bidan desa memberikan penjelasan secara baik?
Daftar Pertanyaan untuk Ibu yang Dirujuk dari Layanan PONED
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ke Layanan PONEK
100
Universitas Sumatera Utara
di Rumah Sakit (Kasus Maternal/Neonatal)
1. Data Umum
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Tanggal Wawancara :
2. Data Khusus
a. Sejak kapan ibu tahu tentang program PONED di Puskesmas?
b. Apakah ada sosialisasi mengenai pelayanan PONED yang ada di
Puskesmas PONED? Bagaimana cara petugas kesehatan
mensosialisasikannya?
c. Bagaimana persepsi anda terhadap pelayanan Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori?
d. Bagaimanakah tenaga kesehatan pada pelayanan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori? Apakah sudah memberikan layanan yang baik?
Apakah petugas kesehatannya ramah?
e. Bagaimankah sarana dan prasarana pada pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori? Apakah sudah dinilai baik?
f. Bagaimana mekanisme untuk mendapatkan layanan kesehatan PONED
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
g. Apa saja hal yang ibu lakukan untuk mendapatkan layanan layanan
kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori?
h. Apa alasan ibu dirujuk dari layanan PONED Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori ke layanan PONEK di Rumah Sakit? Apakah petugas
kesehatan memberikan penjelasan secara baik?
Lampiran 2: Hasil Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
101
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN OBSTETRI DAN
NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI PUSKESMAS RAWAT
INAP SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
1. Input
a. Ketersediaan Sumber Daya Manusia pada Pelayanan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 1
Pernyataan Informan Mengenai Jumlah Sumber Daya PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1
Ada. Sebelum PONED masuk, ya pelatihan lah. Kemampua
petugas kesehatannya kita tingkatkan waktu pelatihan Dokter,
perawat, sama bidan koordinatornya yang dapat pelatihan itu,
pelatihannya di Medan, semingguan. Kita disini ada petugas
kesehatan itu 26 orang.
Informan 2
Kalau sumber daya saya rasa sudah cukup, karena disini kan
petugas kesehatannnya sudah banyak, pasti sudah bisa untuk
menjalankan program PONED. Sebelum dijadika PONED,
beberapa petugas kesehatan sudah diberikan pelatihan seperti
dokter, bidan, dan perawatnya, yaa untuk melakukan PONED
itu.
Informan 3
Ada, tiga orang yang ikut pelatihan itu. Kepala Puskesmas
yang milih. Ada dokter, bidan, sama perawat tapi itulah yang
dapat pelatihan PONED itu sudah pindah tugas, nggak disini
lagi. Jadi yang sering jaga piket di PONED yaa Bidan yang
belum ikut pelatihan PONED, nggak ada kriteria khususlah,
nggak pernah dengar soal pelatihan lanjutan itu jadi apa tidak,
soalnya kemaren ada dengar mau diadakan tapi sampai
sekarang tidak ada kabarnya.
Informan 4
Ada,,udah tau mekanisme PONED itu. Nggak ada pun kriteria
khusus, biasa saja. Pelatihan lanjutan itu nggak ada kabarnya,
dengar-dengar sih ada dan kami disini ada 26 petugas yang
dibagi 3 shift.
Informan 5
Petugas kesehatan saya rasa sudah cukup lah dek kalau di
Puskesmas, sudah dinilai mampuu untuk melaksanakan
PONED, sudah ada dokter, perawat, bidan, jadi sudah mampu
jika mau menolong ibu yang bersalin, jadi sudah dinilai baik.
102
Universitas Sumatera Utara
Informan 6
Kalau di Pustu mungkin petugas kesehatannya masih kurang,
karena Pustu kan gak rawat inap. Kalau di Puskesmas induk
(Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori) yaa sudah cukuplah
petugas kesehatannya, karena kan sudah rawat inap.
Sumber : Hasil wawancara
b. Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
pori Kota Tanjung Balai
Matriks 2
Pernyataan Informan Mengenai Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1 Ada dokter sama petugas siaga 24 jam. Kita dibagi shift kerja
24 jam, jadi kalau malam yaa ada yang piket jaga mlam juga
Informan 2
Dokter jaganya ada. On-call juga kita. Jadi kalau ada yang
darurat bisa ditelepon. Tapi kan rumah saya ini agak jauh, jadi
butuh waktu untuk ke Puskesmas, sekitar setengah jam atau
sejamlah untuk datang ke Puskesmas, jadi kalau ada pasien
darurat sebisa mungkin bidan atau perawat yang ada disinilah
yang handle terlebih dahulu.
Informan 3
Untuk petugas kesehatan yang jaga, ya pasti adalah. On-call
juga kalau ada situasi darurat gitu. Tapi memang dokternya
datang agak lama, jadi kalau pasiennya sudah darurat kali, dan
saya rasa gak bisa ditangani di Puskesmas, yaa saya langsung
rujuk langsung ke rumah sakit, tanpa nunggu-nunggu
dokternya datang.
Informan 4
Ada dokter jaganya, tapi masyarakat kita ini kan suka nggak
sabar, dokter disini malam main telepon, tunggu setengah jam
datanglah dia itu. Karena kan dokternya gak dekat sini
tinggalnya dek
Informan 5
Kalau jadi bidan desa kan ya memang harus siap sedia 24 jam
dek, namanya juga tenaga kesehatan kan, kalau ada yang
butuh yaaa langsung kita tolonglah, gak mungkin kita
diamkan aja, kalau gak bisa kita tangani yaa kita rujuk kan.
Informan 6
Pustu ini kan gak 24 jam, kalau Puskesmas yang 24 jam, jadi
sudah dibagi shift kerjanya, ada piketnya, jadi kalau malam
juga ada yang jaga, kan kalau gak ada petugasnya di
Puskesmas bisa ditelepon suruh datang.
103
Universitas Sumatera Utara
Informan 7
Ada kak dokter jaga, ramelah tapi kalau malam sudah tak ada
nampak lagi dokter itu. Kalau ada perlu nunggu teleponlah
lagi suster ini. Tapi dokternya lama kali datang. Sampai ibu
bidan itu bilang, cepatlah dok, cepatlah dok, jadi kakak yang
mau lahiran ini kan jadi takut juga, namanya kita orang
lahiran kan, yaa jadi mau gimana, mungkin rumah dokternya
jauh atau gimana kan dek.
Informan 8
Ada kak dokter jaga, ramelah tapi kalau malam sudah tak ada
nampak lagi dokter itu. Kalau ada perlu nunggu teleponlah
lagi perawat ini. Tapi kemaren kakak langsung aja diantar
sama ibu bidannnya ke rumah sakit, tanpa nunggu-nunggu
dokternya datang, katanya nanti kelamaan bahaya kata
bidannya gitu, dikawanin juga sama ibu bidannya ke rumah
sakit.
Informan 9
Minggu lalu waktu kakak lahiran, langsung dibawa aja ke
Puskesmas, kata bidannya disini bisa kok melahirkan normal,
nunggu bukaan apa gitu bahasanya kan dek. Terus waktu anak
kakak udah lahir ternyata kata bidannya ada gangguan nafas
apa gitu namanya kakak lupa,sia sia apa gitu (asfiksia),jadi di
telponlah dokternya, udah panik lah kakak disitu, waktu
ditelepon kata dokternya rujuk aja. Waktu dijalan ke rumah
sakit pakai ambulan Puskesmas itu ibu bidannya cerita
padahal kasus kayak gini bisa ditangani di Puskesmas kalau
alatnya lengkap sama dokternya cepat. Jadi dokternya gak
datang, sama ibu bidan inilah kakak sama sama anak kakak
dibawa ke rumah sakit, dikawani sama ibu bidannya.
Sumber : Hasil wawancara
c. Ketersediaan Tim Pendukung PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai
Matriks 3
Pernyataan Informan Mengenai Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan PONED di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1 Ada, kalau tenaga kesehatan PONED itu kita sudah cukuplah.
Sudah ada timnya.
Informan 2
Ada, karena PONED pun dijalankan, ada itu namanya Tim
Emergensi disini yang khusus untuk ibu hamil sama anak
bayi.
Informan 3 Ada, Tim Emergensi PONED, yang memang tugasnya
menjalankan program PONED di Puskesmas ini.
Informan 4 Ada, petugas kesehatan yang sudah memang dilatih untuk
PONED dan bertugas untuk memberikan layanan PONED.
104
Universitas Sumatera Utara
Informan 5
Setahu saya memang ada dek, ada tim inti untuk
melaksanakan layanan PONED itu di Puskesmas, dari dokter,
bidan, sama perawatnya, kan sudah rawat inap Puskesmasnya.
Informan 6
Tim PONED setahu saya sudah ada di Puskesmas, yaa
namanya kan juga Puskesmas PONED jadi pasti sudah ada
petugas yang bertanggung jawab memberikan layanan
PONED
d. Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Mendukung Implementasi PONED
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 4
Pernyataan Infroman Mengenai Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang
Mendukung Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota
Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1
Masih ada beberapa yang belum lengkap. Namanya juga kita
tinggal didaerah terpencil gini apalagi disini dua sampai tiga
hari sekali pasti air pasang. Terendamlah semuanya. Tapi mau
direnovasi lagi katanya Puskesmas ini biar nggak kena banjir
lagi dan dinas pun maunya melengkapi semua peralatan yang
kurang-kurang ini. Jadi kadang ada beberapa kasus yang
seharusnya bisa ditangani di Puskesmas, akhirnya gak bisa
ditangani jadi terpaksa di rujuk.
Informan 2
Kalau lengkap ya nggak juga, ada beberapa yang kurang
kayak misalnya bangunan Puskesmas ini tidak memenuhi
syarat PONED, sarana pun masih banyak yang kurang-kurang
apalagi prasarananya kan.
Informan 3
Masih belum lengkap dan keadaan pun karena tinggal di
pesisir ya harus siap-siap setiap banjir datang tentu
berpengaruh sama pelayanan kita ke masyarakat. Tidak
lengkap pun kemaren sudah di koordinasikan tapi belum ada
jawaban. Jadi yaa kadang suka bingung mau memberikan
layanan yang terbaik ke pasien, karena beberapa alatnya juga
gak ada. Jadi kita rujuk ke rumah sakit, takut beresiko juga
kan.
Informan 4 Masih ada beberapa alat yang tidak tersedia, gak lengkap
secata keseluruhan.
Informan 5
Aku rasa sih belum lengkap yaa dek, karena kan sering juga
ada ibu yang mau melahirkan langsung minta di rujuk karena
perlengkapan pelayanan di Puskesmas yang kurang lengkp
walaupun sudah PONED, ya gak mau beresiko jugalah
memberikan layanan kesehatan kalau perlengkapannya saja
belum lengkap.
105
Universitas Sumatera Utara
Informan 6
Belum lengkap dek, ada beberapa alat kesehatan yang gak
ada, obat juga ada yang kurang, jadi giman ya, harusnya kan
memang dari dinas sana itu mengerti untuk ngelengkapin
semuanya dari alat sama obatnya.
Informan 7
Sudah lumayan lah rasaku ya soalnya tidak masalah aku
kemarin, cocok aja rasaku. Udah bisalah kalau gak ada
kelainan terus melahirkan di Puskesmas ini.
Informan 8
Kuranglah rasaku dek ada gitu kemaren pas periksa hamil
kan, kata dokternya aku kena pre eklamsi jadi sebenarnya gitu
melahirkan kan di Puskesmas aja gitu maunya tapi dokter
bilang tidak lengkaplah pula alat orang itu makanya disuruh
aku sama bu bidan itu ke rumah sakit saja di tanjung balai,
dikasih surat rujukan lah biar bisa melahirkan di rumah sakit.
Informan 9
Menurut kakak sih belum lengkap yaa dek, kayak kemaren
dibilang ibu bidan itulah kalau alatnya lengkap kan kakak
sama anak kakak gak perlu lah dirujuk sampai ke rumah sakit.
Kata bu bidannya begitu. Tapi ini kan ke rumah sakit karena
katanya alatnya gak ada di Puskesmas. Jadi belum lengkaplah
alat-alat di Puskesmas itu kan sampai harus ke rumah sakit.
Sumber : Hasil wawancara
e. Ketersediaan Obat-Obatan dalam Implementasi PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 5
Pernyataan Informan Mengenai Ketersediaan Obat-Obatan pada Layanan
PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1
Masih belum lengkap kalau untuk PONED ini, kalaupun tidak
ada di Puskesmas, kita rekomendasikan ke apotik terdekat aja.
Kita akui bahwa Puskesmas kita ini butuh banyak perbaikan
tapi dana tidak ada ditambah dinas kayak ga menanggapi
juga..
Informan 2
Beberapa obat belum tersedia, jadi kalau butuh yaa dituliskan
resep terus keluarga pasien yang beli di apotek pakai
danaobat, karena obat di Puskesmas ini kan terbatas.
Informan 3
Belum lengkap, tapi ini lagi nunggu beberapa obat karena
kemaren habis, nunggu dari dinas lah ini diantar ke
Puskesmas.
106
Universitas Sumatera Utara
Informan 4
Belum cukup, kalaupun habis atau tinggal sedikit lagi stok
obatnya langsung kita informasikan ke dinas. Nanti dinas
yang kirimkan obatnya ke Puskesmas.
Informan 5
Masih banyak yang kosong ada beberapa obat yang nggak ada
di Puskesmas, kalau udah begitu ya kami suruh saja beli di
apotek luar itu.
Informan 6
Belum lengkap dek, ada beberapa obat gak ada, jadi kalau
pasien butuh kita tuliskan aja resep untuk beli di apotek, gitu
aja paling, gak mungkin kita paksakan kalau obat gak ada.
Informan 7
Kemaren pas cek hamil, disuruh beli vitaminnya di apotik.
Disini (Puskesmas) katanya nggak ada. Jadi harus ke apotek
luarlah.
Informan 8
Dikasih ada obat pas dari bidan desa itu, disuruh minta ke
Puskesmas. Tapi rupanya nggak ada di Puskesmas pas habis
jadi harus ke kota cari obat itu.
Informan 9
Ada dikasih obat waktu mau melahirkan dan abis melahirkan
di Puskesmas itu, diinfus juga. Terus dikasih obat juga di
rumah sakit yang dirujuk ke rumah sakit sana itu, yaa dikasih
obat juga.
Sumber : Hasil wawancara
f. Ketersediaan Alat Komunikasi Sebagai Sarana Untuk Merujuk Dalam
Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung
Balai
Matriks 6
Ketersediaan Alat Komunikasi Sebagai Sarana Untuk Merujuk dalam
Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1 Alat komunikasi yaa pake handphone pribadi aja lah dek,
kalau butuh dokter atau apa kan yaa tinggal telepon aja.
Informan 2 Alat komunikasi yaa pakai handphone pribadi saja.
Informan 3 Ada, kalau kami bidan desa ya pake handphone sendiri untuk
menghubungi Puskesmas atau dokternya langsung.
Informan 4
Pakai handphone pribadi saja, jadi kalau dokter atau
bidannnya gak ditempat ya kita telepon kalau ada pasien,
nanti dokter atau bidannnya datang dek ke Puskesmas.
Informan 5 Ada, ya hp inilah, kalau butuh apa-apa ke Puskesmas ya
tinggal telepon petugas yang ada disana.
107
Universitas Sumatera Utara
Informan 6
Pakai handphone sendiri aja dek, kan sudah ada nomor
petugas-petugas yang di Puskesmas itu, jadi kalau ada perlu
yaa tinggal telepon mereka lah,
Sumber : Hasil wawancara
g. Ketersediaan Biaya Operasional Implementasi PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 7
Ketersediaan Biaya Operasional Implementasi PONED di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1
Sampai sekarang dari APBD, kalau masyarakat ya dari
ASKES, BPJS, JKN. Tapi kalau operasional Puskesmas ini ya
dari kas Puskesmasnya atau dari anggaran Puskesmas
Informan 2
Dari BPJS, JKN, sama ASKES kalau masyarakat, tapi
operasional Puskesmas pada PONED ini ya dana Puskesmas
sendiri sekarang.
Informan 3 BPJS sama APBD, Puskesmas ini dana operasionalnya lah.
Informan 4
Dana operasional yaa dari KIS JKN atau BPJS itu dek kalau
sekarang kan masyarakat harus punya jaminan kesehatan, jadi
dari situlah pembiayaan pelayanan kesehatannya.
Informan 5 Kalau pembiayaan dari kartu JKN-KIS dek, kan sebagian
besar masyarakat udah punya kartu jaminan kesehatan
Informan 6
Pakai kartu jaminan dek yang BPJS, jadi kalau berobat
masyarakat yang punya krtu jaminan itu gak perlu lagi bayar
disini
Informan 7
Pakai kartu BPJS berobatnya, jadi gak bayar di Puskesmas,
paling kalau ada obatnya yang gak ada ya beli sendiri di
apotek, itu aja paling yang bayarnya dek.
Informan 8 Kalau layanan di rumah sakit melahirkan itu gak bayar dek
kan pakai kartu BPJS.
Informan 9
Kakak pake Kartu KIS yang dari pemerintah itu dek, gimana
cara pakeknya suami sama abang kakaklah yang ngurusin itu
waktu di Puskesmas sama di rumah sakit.
Sumber : Hasil wawancara
h. Ketersediaan Sarana Transportasi Rujukan dalam PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 8
Ketersediaan Sarana Transportasi Rujukan dalam PONED di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1 Kalau merujuk, ada ambulans kita yang bisa digunakan.
Informan 2 Itu didepan ambulans kita. Jadi kalau ada pasien yang mau ke
rumah sakit ya bisa pakai ambulans itu
108
Universitas Sumatera Utara
Informan 3
Kita sudah punya ambulans untuk layanan PONED ini, karena
kan rawat inap jadi pasien dari rumahnya bisa kita jemput
pakai ambulans jika diperlukan untuk ke Puskesmas.
Informan 4 Ambulans langsung jemput. Ada 2 di Puskesmas.
Informan 5
Biasanya pake ambulans itu
Informan 6 Setau saya Puskesmas sudah punya ambulans, jadi bisa pakai
ambulans itu untuk antar jemput pasien.
Informan 7
Pas aku mau melahirkan, karena tak ada mobil, telepon
Puskesmas langsung, nunggu 15 menit, berangkat langsung ke
Puskesmasnya pakai ambulans dari Puskesmas.
Informan 8 Kemarin dari Puskesmas karena gak bisa melahirkan disini ,
jadi diantar pakai ambulans dari Puskesmas itu.
Informan 9
Kalau dari rumah ke Puskesmas pinjam mobil tetangga dek,
tapi yang dirujuk dari Puskesmas ke rumah sakit itu pakai
mobil ambulans yang ada di Puskesmas.
Sumber : Hasil wawancara
2. Proses
a. Penerimaan Rujukan dari Fasilitas Rujukan Dibawahnya dalam
Implementasi Pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Kota Tanjung Balai
Matriks 9
Penerimaan Rujukan dari Fasilitas Rujukan Dibawahnya dalam Implementasi
Pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
Informan 1
Kalau rujukan yaa sistem berjenjang, kalau memang tidak bisa
ditangani di bidan desa, dibawa ke layanan PONED di
Puskesmas, kalau Puskesmas gak bisa menangai ya baru
dibawa ke rumah sakit di kota. Tapi kalau sudah gawat darurat
ya baiknya dibawa langsung saja ke rumah sakit.
Informan 2
Bidan desa disini melalui Puskesmas PONED dulu, kami bisa
tangani atau tidak, lalu kami yang melakukan rujukan itu ke
Rumah Sakit PONEK. lagipula tidak semua kasus bisa kami
tangani. Jadi memang seringnya langsung di rujuk saja ke
rumah sakit.
Informan 3
Saya sudah melakukan koordinasi dengan bidan desa disini,
begitu pemeriksaan kehamilan ada masalah pada si ibu
langsung rujuk dulu ke Puskesmas. Kalau pun ada yang tidak
bisa kami tangani disini, ya langsung kami rujuk ke Rumah
Sakit Umum di kota. Kita telepon dulu, baru berangkat. Jadi
pasiennya bisa lansgsung ditangani di rumah sakit.
109
Universitas Sumatera Utara
Informan 5
Kami, bidan desa ini, dikasih pengarahan pas PONED di
mulai untuk merujuk terlebih dahulu ke Puskesmas. Jangan
langsung ke rumah sakit. Nah cara kami ya itu kami laporkan,
dijemput mereka dari Puskesmas. Tidak langsung ke rumah
sakit tapi ke Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori ini dulu.
Kasus yang pernah terjadi itu partus macet, terus pre eklamsi,
sama pendaharan abis melahirkan dek, jadi si ibunya
kehabisan darah, itu kalau untuk si ibunya. Kalau untuk bayi
baru lahirnya yang pernah itu ada gangguan jalan nafas sama
BBLR. Kalau dirujuk, jika keluarga pasien bawa mobil ya
langsung pakai mobil itu aja biar gak nunggu lama, kalau gak
ada dijemput sama ambulans Puskesmas, jadi sebelum ke
Puskesmas kita sudah telepon orang Puskesmasnya, jadi orang
itu bisa siap-siap kalau ada pasien yang mau datang ke
Puskesmas, dan kasusnya apa. Tapi pernah juga orang
Puskesmas bilang langsung ke rumah sakit aja, karena katanta
gak bisa juga ditangani di Puskesmas, karena alat sama obat-
obatnya kurang.
Informan 6
Biasanya kami tangani dulu disini, kalau kami gak bisa
tangani, kami arahkan dulu untuk ke Puskesmas Sipori-pori,
kalau tidak bisa ditangani juga barulah ke rumah sakit.
Gitulah dek prosedurnya itu. Kasusnya itu yaa tidak bisa
melahirkan normal lah, kalau normal bisa kita bantu disini,
misalkan si ibu hamil dengan resiko, kayak pre eklamsi, terus
kurang darah, terus perdarahan, itu lah yang sering dek, kalau
untuk si bayinya yang pernah itu BBLR lah sama gangguan
nafas. Pakai ambulans kalau yang gak punya kendaraan, nanti
kita telepon orang Puskesmas sana suruh jemput pakai
ambulans, nanti dijemputnya, soalnya kan kalau dirujuk kita
kawani juga ke Puskesmas, jadi kita yang jelasin kasusnya,
walaupun udah nelpon duluan kian sama orang Puskesmasnya
ini kejadiannya gimana, udah diapain aja, tapi tetep kita ikut
ke Puskesmas, kalau bisa ditangani kita sama-sama tangani,
kalau Puskesmas juga gak bisa ya kita kawani juga untuk
rujuk ke RSUD.
Sumber : Hasil wawancara
b. Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal dalam Implementasi
Pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Matriks 10
Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal dalam Implementasi
Pelayanan PONED di Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjung Balai
Informan Pernyataan
110
Universitas Sumatera Utara
Informan 2
Nah sekarang kan ada 18 penapisan untuk Puskesmas
PONED, maka kasus-kasus maternal dan neonatal itu kita
stabilisasi terlebih dahulu, contohnya pre eklamsi,
pendarahan, syok. Kalau neonatalnya itu seperti asfiksia,
BBLR, dan lahir prematur.
Informan 3
Sekarang ini, kasus partus macet itu yang paling sering terjadi.
Selain itu ada asfiksia pada bayi, kita tangani lebih dulu. Kita
lakukan yang terbaik tapi kalau kita merasa sudah tidak bisa
diatasi ya kami langsung buat rujukan ke Rumah Sakit
PONEK di Tanjung Balai. Kami beritahu kalau kami tidak
bisa menangani kasus ini, dan sampai tahap mana kami
lakukan agar mereka tahu. Lagipula biar pihak rumah sakit
juga langsung menyiapkan alat-alat yang diperlukan begitu si
pasien ini sampai disana.
Informan 4
Kalau menangani kegawatdaruratn yaa gak pernah sendiri
ya,kita kerja tim sama dokter juga sama bidannya, sebisa
mungkinlah kita kasih layanan kesehatan yang sebaik-
baiknya. Tapi kan fasilitas disini terbatas, kalau gak bisa
ditangani disini secara baik dan bisa mengancam keselamatan
pasien, yaa dirujuklah ke rumah sakit
Informan 5
Ketika ibu hamil memeriksakan kehamilannya disini,
Poskesdes, saya periksa ada yang tidak beres dengan
kehamilannya, langsung saya suruh ke Puskesmas saja. Saya
jelaskan ke ibu hamil kalau kehamilannya kemungkinan
beresiko sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di
Puskesmas. Setelah ibu hamil setuju, saya langsung telepon
Puskesmas kalau ibu ini mau periksa kehamilannya.
Informan 7
Termasuk cepatlah dek, tapi kalau dipanggil karena misalnya
habislah infus atau tiba-tiba saja sakit, kita disuruh baring di
tempat tidur itu, tapi sampai sudah mau mati rasanya barulah
datang dokternya itu. Perawatnya mukanya kurang ramah dek
Informan 8
Ini katanya kehamilannya beresiko, jadi gak bisa ditangani di
Puskesmas karena membahayakan keselamatan. Jadi takut
jugalah aku kan, jadi ya mau untuk di rujuk ke rumah sakit,
daripada awak gak selamat yaa kan dek.
Sumber : Hasil wawancara
111
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3: Peralatan Maternal dalam Implementasi PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018
No. Alat Maternal Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Meja Instrumen 2 rak
Bak instrumen tertutup kecil
Bak instrumen tertutup medium
Bak instrumen tertutup besar (obsgin)
Tromol kasa
Nierbekken/kidney disk diameter sekitar 20-21 cm
Nierbekken/kidney disk diameter sekitar 23-24 cm
Timbangan injak dewasa
Pengukur tinggi badan (microtoise)
Standar infus
Lampu periksa halogen
Tensimeter/sphygmomanometer dewasa
Stetoskop dupleks dewasa
Termometer klinik (elektrik)
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
112
Universitas Sumatera Utara
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
Tabung oksigen + regulator
Masker oksigen + kanula nasal
Tempat tidur periksa (etidak adaamination bed)
Rak alat serbaguna
Penutup bagi rak alat serbaguna
Lemari obat
Meteran/metline
Pita pengukur lengan atas (LILA)
Stetoskop janin Pinard/Laenec
Pocket Fetal Hearth Rate Monitor (Doppler)
Tempat tidur untuk persalinan (Partus bed)
Plastik alas tidur
Klem kasa (korentang)
Tempat klem kasa (korentang)
Spekulum Sims kecil
Spekulum Sims medium
Spekulum Sims besar
Spekulum cocor bebek Graadae kecil
Spekulum cocor bebek Graadae medium
Spekulum cocor bebek Graadae besar
Kit resusitasi dewasa
Entotracheal tube dewasa 6,0
Endotracheal tube dewasa 7,0
Endotracheal tube dewaasa 8,0
Stilet untuk pemasangan ETT no. 1
Nasogastic tube dewasa 5
Nasogastric tube dewasa 8
Kacamata/google
Masker
Apron
Sepatu boot
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
113
Universitas Sumatera Utara
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
Tong/ember dengan kran
Sikat alat
Perebus instrumen (Destilasi Tingkat Tinggi)
Sterilisator kering
Tempat sampah tertutup
Pispot sodok (stick pan)
Setengah kocher
Gunting episiotomy
Gunting talipusat
Gunting benang
Pinset anatomis
Pinset sirurgis
Needle holder
Nelaton kateter
Jarum jahit tajam (cutting) G9
Jarum jahit tajam (cutting) G11
Bak/baskom plastik tempat plasenta
Ekstraktor adaakum manual
Aspirator adaakum manual
Waskom
Klem kelly/klem kocher lurus
Klem fenster/klem oadaum
Needle holder
Pinset anatomis
Pinset sirurgis
Mangkok iodin
Tenakulum schroeder
Kelam kasa lurus (sponge foster straight)
Gunting mayo CADAD
Aligator esktraktor AKDR
Klem penarik benang AKDR
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
114
Universitas Sumatera Utara
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
Sonder uterus sims
Hemoglobin meter elektronik
Tes celup urinalisis glukose & protein
Tes celup hCG (tes kehamilan)
Tes golongan darah (ABO, Rhesus)
Benang chromic (jarum tapper 0) 2/0
Benang chromic (jarum tapper 0) 3/0
Spuit disposable (steril) 1 ml
Spuit disposable (steril) 3 ml
Spuit disposable (steril) 5 ml
Spuit disposable (steril) 10 ml
Spuit disposable (steril) 20 ml
Three-way stopcock (steril)
Infus set dewasa
Kateter intraadaena 16 G
Kateter intraadaena 18 G
Kateter intraadaena 20 G
Kateter penghisap lendir dewasa 8
Kateter penghisap lendir dewasa 10
Kateter folley dewasa 16 G
Kateter folley dewasa 18 G
Kantong urin
Sarung tangan steril 7
Sarung tangan steril 7,5
Sarung tangan steril 8
Sarung tangan panjang (manual plasenta)
Sarung tangan rumah tangga (serbaguna)
Plester non woadaen
Sabun cair untuk cuci tangan
Poadaidon iodin 10%
Alkohol 75%
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
115
Universitas Sumatera Utara
108 Cuadaette Hemoglobin meter elektronik Tidak Ada
Lampiran 4: Peralatan Neonatal dalam Implementasi PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018
No. Alat Neonatal Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tensimeter/sphygmomanometer bayi
Tensimeter/sphygmomanometer neonatus
Stetoskop dupleks bayi
Stetoskop dupleks neonatus
Termometer klinik (elektrik)
Timbangan neonatus + bayi
ARI timer standar (respiratory rate timer)
Lampu emergensi
Meja resusitasi dengan pemanas (infant radiant warmer)
Kit resusitasi neonatus
Balon resusitasi neonatus mengembang sendiri dengan
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
116
Universitas Sumatera Utara
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
selang reservoir
Sungkup resusitasi 7
Sungkup resusitasi 7,5
Sungkup resusitasi 8
Laringoskop neonatus bilah lurus (3 ukuran)
T piece resusitator
Endotracheal tube anak 1
Endotracheal tube anak 2
Endotracheal tube anak 3
Endotracheal tube anak 4
Nasogastic tube neonatus 1
Nasogastric tube neonatus 2
Nasogastric tube neonatus 3
Tabung oksigen + regulator
Pompa penghisap lendir elektrik
Penghisap lendir DeLee (neonatus)
Handuk pembungkus neonatus
Kotak kepala neonatus (head botidak ada)
Kelm arteri Kocher mosquito lurus
Klem arteri Kocher mosquito lengkung
Klem arteri Pean mosquito
Pinset sirurgis
Pinset jaringan kecil
Pinset bengkok kecil
Needle holder
Gunting jaringan Mayo ujung tajam
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
117
Universitas Sumatera Utara
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
Gunting jaringan Mayo ujung tumpul
Gunting jaringan iris lengkung
Skalpel
Bisturi
Baskom kecil
Needle holder Matheiu
Jarum ligasi Knocker
Doyeri Probe lengkung
Pinset jaringan semken
Pinset kasa (anatomis)
Pinset jaringan (sirurgis)
Gunting iris lengkung
Gunting operasi lurus
Retraktor finsen tajam
Skalpel 1
Skalpel 2
Bisturi 1
Bisturi 2
Bisturi 3
Klem mosquito halsted lurus
Klem mosquito halsted lengkung
Klem linen backhauss
Klem pemasang klip hegenbarth
Kantong metode kangguru
Inkubator ruangan dengan termostat sederhana
Infus set pediatrik
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
118
Universitas Sumatera Utara
64
65
67
68
69
70
71
Three-way stopcock (steril)
Kanula penghisap lendir neonatus 1
Kanula penghisap lendir neonatus 2
Kanula penghisap lendir neonatus 3
Klem tali pusat
Kateter intraadaena
Kateter umbilicus
Kateter umbilicus
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Lampiran 5: Kebutuhan Obat dalam Pelayanan PONED di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018
No. Perdarahan Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ringer Laktat (500 ml)
MgSO4 20% (25 ml)
MgSO4 40% (25 ml)
Glukonas kalsikus 10% injeksi (20 ml)
Diazepam 5 mg injeksi (2 ml)
Nifedipin 10 mg (tablet)
Hidralazin 5 mg injeksi
Labetolol 10 mg injeksi
Metildopa 250 mg (tablet)
Transfusi set dewasa
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
119
Universitas Sumatera Utara
11
12
13
14
15
16
Kateter intraadaena no. 18 G
Kateter Folley no.18
Kantong urin dewasa
Disposible syringe 3 ml
Disposible syringe 5 ml
Disposible syringe 10 ml
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Infeksi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Ringer Laktat (500 ml)
NaCl 0,9% (500 ml)
Ampisilin 1 g injeksi
Gentamisin 80 mg injeksi
Metronidazol 500 mg injeksi
Amoksilin 500 mg (tablet)
Oksitosin injeksi 10 IU (1 ml)
Aquadest pro injeksi (25 ml)
Parasetamol 500 mg (tablet)
Infus set dewasa
Kateter intraadaena no. 18 G
Kateter Folley no.18
Kantong urin dewasa
Disposible syringe 3 ml
Disposible syringe 5 ml
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Abortus
1
2
3
Ringer Laktat (500 ml)
NaCl 0,9% (500 ml)
Sulfas Atropin injeksi (2 ml)
Ada
Tidak Ada
Ada
120
Universitas Sumatera Utara
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Diazepam 5 mg injeksi (2 ml)
Pethidin injeksi (2 ml)
Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml)
Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet)
Amoksilin 500 mg (tablet)
Asam Mefenamat 500 mg (tablet)
Infus set dewasa
Kateter intraadaena no. 18 G
Disposible syringe 3 ml
Disposible syringe 5 ml
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Robekan Jalan Lahir
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Ringer Laktat (500 ml)
NaCl 0,9% (500 ml)
Lidokain HCl 2% injeksi (2 ml)
Oksitosin injeksi 10 IU (1 ml)
Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml)
Amoksilin 500 mg (tablet)
Asam Mefenamat 500 mg (tablet)
Chromic catgut no.1, atraumatik (sachet)
Chromic catgut no.2/0 atau 3/0, atraumatik (sachet)
Transfusi set dewasa
Kateter intraadaena no. 18 G
Kateter Folley no.18
Kantong urin dewasa
Disposible syringe 3 ml
Disposible syringe 5 ml
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
121
Universitas Sumatera Utara
Syok Analistik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Ringer Laktat (500 ml)
NaCl 0,9% (500 ml)
Adrenalin 0,1% injeksi (1 ml)
Difenhidramin HCl 10 mg injeksi (1 ml)
Detidak adaametason 5 mg injeksi (1 ml)
Transfusi set dewasa
Kateter intraadaena no. 18 G
Kateter Folley no.18
Kantong urin dewasa
Disposible syringe 3 ml
Disposible syringe 5 ml
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
121
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6: Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
122
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Wawancara dengan Bidan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Gambar 4. Wawancara dengan ibu hamil yang di rujuk ke Rumah Sakit PONEK
123
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7: Surat Ijin Penelitian
124
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8: Surat Keterangan Selesai Penelitian