152
ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL PEREMPUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA PERIODE 2016-2018 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Halida Maulidia 11151130000078 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN

SOSIAL PEREMPUAN PEKERJA MIGRAN

INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA

PERIODE 2016-2018

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Halida Maulidia

11151130000078

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Page 3: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Page 4: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Page 5: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

v

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis hambatan pelaksanaan jaminan sosial untuk

Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia tahun 2016-2018.

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan hambatan apa yang ada di Indonesia dan

Malaysia mengenai pemenuhan aspek jaminan sosial terhadap Perempuan Pekerja

Migran Indonesia. Penelitian menggunakan metodologi penelitian kualitatif

melalui wawancara dan studi pustaka sebagai sumber data primer dan sekunder.

Kerangka teoritis yang digunakan dalam skripsi ini adalah Feminisme dari J. Ann

Tickner lalu dikhususkan lagi dalam kerangka feminis sosialis dari Rosemarie

Tong dan menggunakan teori konsep kebijakan luar negeri feminis.

Dari hasil analisa menggunakan teori tersebut ditemukan bahwa Malaysia

belum baik dalam mengakomodir kebutuhan-kebutuhan dan pengalaman-

pengalaman PPMI selama bekerja di Malaysia. Dengan didorong untuk terus

menjaga perekonomian negaranya, Malaysia dilihat masih megabaikan aspek

perlindungan terhadap pekerja migran perempuan. Di dalam penelitian ini

ditemukan bahwa hambatan-hambatan pemberian jaminan sosial terhadap PPMI

di Malaysia ada pada tiga masalah yaitu hambatan hukum yang belum

mengakomodir kebutuhan-kebutuhan PPMI. Kedua, tata kelola migrasi Indonesia

yang belum aman untuk bekerja ke luar negeri. Terakhir, kebijakan imigrasi

Malaysia yang mengarah pada pengelompokkan pekerjaan berdasarkan gender

dan ras yang mengakibatkan minimnya perlindungan pada sektor yang ditempati

oleh PPMI.

Kata kunci: Jaminan sosial, PPMI, feminisme, feminisme sosialis, kebijakan luar

negeri feminis.

Page 6: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur selalu penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmatNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa dihanturkan kepada

Nabu Muhammad SAW.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis melibatkan beberapa pihak yang

sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa

terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga penulis, ayahanda Mas Ahmad Yani dan ibunda Zainah, kakak

penulis Anisa Rahmadani, Mas Ahmad Rizaluddin Sidqi, adik penulis

Anya Talita Azra yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat,

nasehat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

2. Bapak Ahmad Al Fajri, M.A. selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan untuk penyusunan

skripsi ini;

3. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta Bapak Irfan

Hutagalung, Bapak Taufiqqurahman, Bapak Febri Dirgantara, Ibu Eva

Mushoffa, Ibu Riana Mardila, dan dosen-dosen HI lainnya. Terima kasih

atas segala ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan;

4. Terkasih yang senantiasa menemani penulis sampai penulis menyelesaikan

skripsi ini, yaitu kepada Affan Muzhaffar yang setia menemani.

5. Sahabat-sahabat penulis yang senantiasa menemani dalam keadaan suka

maupun duka yaitu teman-teman seperjuangan Nurul Fazriah Ramadhan,

Ismi Azizah, Vivien Sevira, Nisrina N. Nafisah, Fathi Rizky, Dea Rizky,

Adinda Putri, Addini Zahra, Pamela Muzdhalifah, Nadia Mahadmi;

6. Teman-teman HI angkatan 2015 Achmad Zulfani, Fadhly Nurman, Mawar

Fatmala, Adinda N. Layla, Nur Asmarani, Ruella Salsabila, Syahnaz

Risfa, Muthia Aljufri, serta keluarga besar “Revolutioner Class” 2015,

Page 7: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

vii

teman-teman HMI HI Kelas B dan teman-teman HI lainnya yang tidak

tersebut yang telah menemani dan membantu penulis selama belajar di HI

UIN Jakarta;

7. Kawan-kawan senior penulis yaitu Fadel Muhammad, Zsahwa Maula,

Indra Surya, Zahra Yusuf, Ade Mulyawan, Refi Marlina, dan Rizka;

8. Teman-teman KKN Parahita yang telah membantu penulis untuk belajar

tentang hidup yaitu Sundari Aryanti, Nadine Ayunigtyas, Chairunnisa

Kartika Azza, Iwan Hidayat, Priska Fatma, Alfi Ubaidillah, Alfia Rahmah,

Siti Naza Rayani, Dimas Dwi Cahyo, dan teman-teman lainnya;

9. Seluruh sahabat organisasi penulis, HMI Komfisip, CLF A1 & A2,

HIMAHI terima kasih atas pengalaman dan pembelajaran organisai yang

telah diberikan;

10. Narasumber dalam skripsi ini yang membantu memberikan data primer,

yaitu Ibu Nunik Nurjanah, Ibu Temmy, Ibu Shintia Dewi Harkrisnowo,

Bapak Bobi Anwar, Mr. Adrian Pereira, Ibu Castirah, dan Ibu Sofi Gayuh.

Penulis berharap segala dukungan dan bantuan ini mendapatkan balasan dari

Allah SWT. terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi

perkembangan studi Hubungan Internasional.

Jakarta, 22 Juli 2019

Page 8: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

viii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1

B. Pertanyaan Masalah ..................................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 9

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 9

E. Kerangka Teori........................................................................................... 14

1. Feminisme .............................................................................................. 14

a. Konsep Kebijakan Luar Negeri Feminis ............................................ 16

F. Metodologi Penelitian ................................................................................ 18

G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 21

BAB II PENDAHULUAN .................................................................................. 24

A. Jaminan Sosial ............................................................................................ 24

1. Tunjangan Kesehatan ............................................................................. 27

2. Tunjangan Sakit ...................................................................................... 27

3. Tunjangan Pengangguran ....................................................................... 27

4. Jaminan Hari Tua ................................................................................... 28

5. Jaminan Kecelakaan Kerja ..................................................................... 28

6. Tunjangan Keluarga ............................................................................... 29

7. Tunjangan Kehamilan ............................................................................ 29

8. Jaminan Ketidakmampuan Kerja ........................................................... 29

Page 9: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

ix

9. Tunjangan Kematian .............................................................................. 30

B. Kerangka Hukum mengenai Tenaga Kerja Migran dan Jaminan Sosial yang

Ada di Indonesia dan Malaysia ......................................................................... 31

1. Kerangka Hukum Indonesia Mengenai Perlindungan dan Jaminan Sosial

Perempuan Pekerja migran indonesia (PPMI) ............................................... 31

2. Kerangka Hukum Perlindungan Tenaga Migran di Malaysia ................ 36

C. Kerjasama Bilateral dan Multilateral Indonesia dan Malaysia Mengenai

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Migran................................................................ 39

BAB III IMPLEMENTASI PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL

PEREMPUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA,

ANTARA TAHUN 2016 – 2018 ......................................................................... 49

A. Jaminan Sosial yang Diterima PPMI Indonesia di Malaysia, antara tahun

2016 – 2018 ....................................................................................................... 49

B. Implementasi Jaminan Sosial untuk Perempuan Pekerja Migran Indonesia

(PPMI) Indonesia di Malaysia antara tahun 2016 – 2018 ................................ 54

C. Permasalahan dalam Pemenuhan Jaminan Sosial yang Dihadapi Perempuan

Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia antara tahun 2016 – 2018 ....... 64

BAB IV ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL

UNTUK PEREMPUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI

MALAYSIA, PERIODE 2016 – 2018 ................................................................ 72

A. Hambatan Hukum ...................................................................................... 72

B. Tata Kelola Migrasi Indonesia ................................................................... 86

C. Kebijakan Imigrasi Malaysia ..................................................................... 91

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 98

A. Kesimpulan ................................................................................................ 98

B. Saran ......................................................................................................... 100

Daftar Pustaka ................................................................................................... 101

Page 10: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

x

DAFTAR TABEL

Tabel III.B.1. Jaminan Sosial yang Diberikan di Negara ASEAN,

Berdasarkan Status Kewarganegaraan ............................. 55

Tabel IV.C.1. Rekrutmen Pekerja Migran berdasarkan Negara Asal

dan Sektor ........................................................................ 93

Page 11: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Pengetahuan Menganai Hak-Hak Pekerja .......................... 65

Gambar III.2. Jam Kerja Pekerja Domestik di Malaysia .......................... 69

Page 12: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

xii

DAFTAR SINGKATAN

ACMW ASEAN Committee on the Implementation of the ASEAN

Declaration on the Protection and Promotions of the Rights of

Migrant Workers

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia

BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

EPF Employment Provident Fund

FWCS Foreign Workers Compensation Scheme

FWHS Foreign Workers Hospitalization & Surgical Scheme

FWIG Foreign Workers Insurance Guarantee

GDP Gross Domestik Product

HIV Human Immunodeficiency Virus

ILO International Labour Organization

IOM International Organization for Migration

JTF Joint Task Force

KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia

KTT Konfrensi Tingkat Tinggi

MOU Memorandum of Understanding

NGO Non-Governmental Organization

PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa

PHK Pemutus Hubungan Kerja

PLRT Penata Laksana Rumah Tangga

PMI Pekerja Migran Indonesia

PPMI Perempuan Pekerja Migran Indonesia

PRA Pekerja Rumah Tangga Asing

PRT Pembantu Rumah Tangga

PPTKIS Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta

SBMI Serikat Buruh Migran Indonesia

SLOM Senior Labour Official Meeting

SKHPPA Skim Kemasukan Hospital dan Pembedahan Pekerja Asing

SOCSO Social Security Organization

SPIKPA Skim Perlindungan Insurans Kesihatan Pekerja Asing

TBC Tuberculosis

TKI Tenaga Kerja Indonesia

UN United Nations

UU Undang-Undang

Page 13: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Di kawasan Asia Tenggara selama dua dekade terakhir, pekerja migran

menjadi salah satu pemicu pertumbuhan ekonomi. Para pekerja migran dari

negara-negara di kawasan ini bermigrasi karena dua faktor utama. Pertama,

perbedaan keadaaan ekonomi dan sosial di setiap negara. Kedua, perbedaan

demografi di kawasan Asia Tenggara. Banyaknya usia muda dan besarnya

angkatan kerja di negara pengirim dan lebih besarnya populasi usia tua dan

kecilnya angka kelahiran di negara tujuan membuat permintaan dan kebutuhan

antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

menjadi alasan mengapa migrasi dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan.1

Isu migrasi pada beberapa negara muncul sebagai permasalahan sosial

baru, terutama di negara berpendapatan tinggi. Hal ini terjadi karena

permasalahan akses terkait jaminan sosial para pekerja migran yang

diselenggarakan oleh negara tujuan. Sebagian negara tujuan, terutama negara

dengan tingkat pendapatan tinggi dan merupakan welfare state, memperketat

akses terhadap jaminan sosial adalah salah satu cara untuk mencegah tingkat

imigras bertambah.2

1 Benjamin Harkins, Daniel Lindgren, dan Tarinee Suravoranon, Risk and rewards: Outcomes of

Labour Migration in South-East Asia (Thailand: International Labour Organization and

International Organization for Migration, 2017), 1. 2 Wouter van Ginneken, “Social Protection for Migrant Workers: National and International Policy

Challanges,” European Journal of Social Security, Vol. 15, No. 2 (2013):210.

Page 14: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

2

Jaminan sosial sudah diatur sebagai dasar Hak Asasi Manusia dalam

ILO’s Declaration of Philadelipia tahun 1944 dan instrumen dasar Hak Asasi

Manusia dari PBB. Jaminan sosial itu sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah

perlindungan yang disediakan untuk masyarakat, melalui organisasi atau badan

dimana anggota dari organisasi atau masyarakat itu tidak dapat memperoleh

jaminan atau bentuk perlindungan yang diupayakan oleh mereka sendiri seperti

untuk memperoleh akses yang layak terhadap kesehatan, dan memperoleh

jaminan upah seperti dana pensiun, upah ketika pemberhentian kerja, sakit,

kecelakaan kerja, dan cuti melahirkan.3 Dengan kata lain konsep jaminan sosial

itu sendiri adalah program jaminan untuk memastikan pembagian yang adil dan

merata dalam kaitannya untuk menjaga para pekerja dari kecelakaan atau dari

risiko bekerja yang tidak bisa mereka tanggung sendiri.4

Pada cangkupan kawasan regional Asia Tenggara melalui ASEAN, sudah

ada aturan mengenai pelaksanaan jaminan sosial dan perlindungan terhadap

tenaga kerja migran ASEAN yang dirumuskan dalam Deklarasi Cebu (Cebu

Declaration on the Protection and Promotion of the Rghts of Migrant Workers).

Deklarasi ini sebagai hasil dari KTT ASEAN ke-12 di Filipina pada 13 Januari

2007. Salah satu isi dari Deklarasi Cebu adalah untuk menegaskan kewajiban dari

negara penerima tenaga kerja migran untuk menegakkan kesejahteraan bagi

tenaga kerja migran dan untuk memfasilitasi akses untuk jaminan sosial sebaik

3 ILO, Facts on Social Security, [database on-line]; tersedia

di https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---

dcomm/documents/publication/wcms_067588.pdf. 4 Deepak Bhatnagar, Labour Welfare and Social Security Legislation in India [buku on-line] (New

Delhi: Deep & Deep Publications, 1984); tersedia di

http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/95236/7/07_chapter%202.pdf; Internet.

Page 15: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

3

mungkin dan berjalan sesuai dengan prosedur legislasi yang ada di negara

penerima, juga untuk menyediakan persyaratan, peraturan, dan kebijakan baik

bilateral maupun multilateral sesuai dengan hukum yang berlaku di negara

penerima.5

Indonesia sendiri adalah negara dengan pekerja migran kedua terbesar di

ASEAN. Pekerja migran yang biasa didatangkan dari Indonesia adalah pekerja

dengan tingkat keterampilan rendah dan umumnya adalah perempuan.6 Dihimpun

dari data yang dikeluarkan oleh BNP2TKI pada 2018, perempuan pekerja migran

Indonesia berjumlah lebih banyak daripada pekerja migran laki-laki. Selanjutnya,

penempatan pekerja Indonesia dari tahun 2016 sampai tahun 2018 masih tinggi

dalam sektor informal. Lebih lanjut, data BNP2TKI menunjukkan bahwa

Malaysia adalah negara penempatan utama pekerja migran Indonesia dalam kurun

waktu 2016–2018. 7

Sejalan dengan data yang dikeluarkan oleh BNP2TKI, pemerintah

Malaysia tahun 2017 juga mengeluarkan data jumlah pekerja asing berdasarkan

negara asal, sektor kerja dan jenis kelamin. Dari data ini didapat informasi bahwa

tenaga kerja asing paling banyak berasal dari Indonesia. Pekerja migran asal

Indonesia, khususnya perempuan paling banyak menempati sektor PRA atau

5 Edward Tamagno, Strengthening Social Protection for ASEAN Migrant Workers through Social

Security Agreements (ILO: ILO Asian Regional Programme on Governance of Labour Migration

Working Paper No. 10, 2008) [database on-line]; tersedia di

https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_160332/lang--en/index.htm 6 Aswatini Rahatrto dan Mita Noveria, “Advocacy Group for Indonesian Women Migrant

Workers,” Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. VII, No.1, 2012 [jurnal on-line]; tersedia di

http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/80/72; Internet; diunduh

pada 18 September 2018. 7 BNP2TKI, Data Penempatan dan Perlindungan PMI periode bulan September 2018 [database

on-line]; tersedia di http://portal.bnp2tki.go.id/read/14133/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-

TKI-Periode-Tahun-2018.html.

Page 16: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

4

Pekerja Rumah Tangga Asing.8 PRA ini berjumlah 92.142 dari total PPMI yang

berjumlah 262.627.9 Tenaga kerja Indonesia sendiri adalah pemasok sumber daya

manusia utama untuk kebutuhan pembangunan ekonomi dan industrialisasi di

Malaysia. Sebagian besar tenaga kerja migran Indonesia di Malaysia adalah

wanita dan bekerja dalam sektor informal. Sebagian dari mereka bekerja di sektor

manufaktur, sektor jasa, dan pembantu rumah tangga.10

Permasalahan mengenai Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI)

banyak datang dari pembantu rumah tangga yang secara umum sering mengalami

diskriminasi di tempat bekerja dan secara psikologi sering mengalami kekerasan,

menjadi korban dari eksploitasi ekonomi dan seksual. Sebagai tambahan, tempat

dimana mereka bekerja yaitu di dalam rumah dan bekerja untuk sebuah keluarga

(umumnya menjadi kegitan tertutup) membuat hal itu sulit untuk diawasi dan

rentan terhadap kekerasan. Permasalahan tersebut diperburuk dengan fakta bahwa

Undang-Undang Tenaga Kerja di beberapa negara tujuan tidak menjamin hak

yang cukup bagi para pembantu rumah tangga (domestic workers). Oleh karena

itu, para PPMI yang sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga

hanya dapat menuntut sedikit dari hak mereka.11

Sebagai negara pengirim pekerja migran perempuan dan umumnya tenaga

kerja unskilled, Indonesia telah meluncurkan instrumen yang diharapkan mampu

8 “Pembantu Rumah Asing;” Jabatan Imigresen Malaysia [database on-line]; Diunduh 8 April

2019 http://www.imi.gov.my/index.php/ms/pembantu-rumah-asing.html#. 9 “Jumlah Pekerja Asing (PLKS Aktif) Mengikuti Jantina dan Negara Sumber,” 2017, Data

Terbuka Malaysia [database on-line] http://www.data.gov.my/data/ms_MY/dataset/jumlah-

pekerja-asing-plks-aktif-mengikut-jantina-dan-negara-sumber. 10

Devi Rahayu & Ahmad Agus Ramdhany, “Responsibility of Protection Indonesian Female

Migrant Workers” International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 10, Issue 4,

Agustus 2016 [jurnal on-line] tersedia di https://www.ijbel.com/wp-

content/uploads/2016/09/K10_42.pdf; Internet; diunduh pada 20 Oktober 2018. 11

Rahayu dan Ramdhany, Responsibility of Protection Indonesian Female Migrant Workers.

Page 17: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

5

untuk mengupayakan pemenuhan jaminan sosial mereka, yaitu Undang-Undang

Pemerintah Indonesia No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, diikuti oleh Undang-Undang No. 18

tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Selain itu, terdapat juga

pedoman dan arahan tambahan yang diluncurkan oleh Kementerian Tenaga Kerja

tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.12

Lebih lanjut,

karena selama ini para pekerja migran Indonesia menyerahkan asuransi mereka

kepada pihak swasta namun terhitung dari tahun 2017 jaminan sosial pekerja

migran Indonesia sekarang sudah mulai diintegrasikan ke Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pengintegrasian jaminan sosial pekerja

migran Indonesia ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2017 tentang Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia.13

Namun dalam pelaksanaannya BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja

migran belum berfungsi secara maksimal. Hal ini karena pekerja migran yang

terlindungi jaminan sosial baru berjumlah 365.250 orang dari total 3 juta

warganegara Indonesia yang tinggal di luar negeri, dimana 90% dari mereka

adalah pekerja migran. Sebagian besar dari pekerja migran Indonesia bekerja di

sektor domestik di Malaysia, Arab Saudi dan Taiwan. Dirut Badan

12

International Organization for Migration (IOM), Labour Migration from Indonesia: An

Overview of Indonesian Migration to Selected Destinations in Asia and The Middle East, (Jakarta:

IOM, 2010) [database on-line]; tersedia di

https://www.iom.int/jahia/webdav/shared/shared/mainsite/published_docs/Final-LM-Report-

English.pdf. 13

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 7 tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja Indonesia [database on-line]; tersedia di

https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/KEPMENAKER%20NO%20206%20TAHUN%202017.pdf.

Page 18: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

6

Penyelenggaraan Jaminan sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto

menyatakan bahwa “Kami menyadari angka ini tentu masih jauh dari jumlah

pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri. Kami terus berusaha agar

mereka nantinya dapat bekerja dengan tenang dan terlindungi oleh BPJS

Ketenagakerjaan.”14

Pemerintah Malaysia sebagai negara penerima Perempuan Pekerja Migran

Indonesia terbanyak, juga sudah mempunyai kerangka hukum untuk mengatur

tenaga kerja migran. Kerangka hukum ini mengatur tentang pekerjaan dan kondisi

bekerja tenaga buruh. Kerangka hukum ini adalah Konstitusi Federal Malaysia,

UU Ketenagakerjaan (Employment Act), UU Keselamatan Kerja (Workmen

Compensation Act), UU Dana Pensiun (Employees Provident Fund Act), UU

Hubugan Industri (Industrial Relations Act) dan UU Serikat Buruh (Trade Union

Act) yang dapat diaplikasikan untuk tenaga migran. Sejalan dengan prinsipnya

kerangka hukum ini menyediakan pelayanan pekerjaan yang setara tenaga migran

dalam kaitannya dengan upah, jam kerja, hari libur, non-diskriminasi, kebebasan

berserikat, dan akses terhadap pelayanan sosial. Namun dalam praktiknya

kerangka hukum ini belum baik diimplementasikan dalam kasus pekerja migran.15

Sebagai contoh Konstitusi Federal Malaysia menjamin hak asasi setiap

orang yang tinggal di Malaysia. Namun, beberapa kematian yang terjadi pada para

pekerja migran menjadi bukti belum kuatnya konstitusi ini bekerja. UU

14

Satrio Widianto, “Masih Minim, Pekerja Migran yang Dilindungi Jaminan Sosial,” 23 Desember

2018 [databse on-line]; diakses di https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/12/23/masih-

minim-pekerja-migran-yang-dilindungi-jaminan-sosial. 15

Benjamin Harkins, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, (Bangkok: International

Labour Organization (ILO), 2016) [database on-line]; tersedia di

http://apmigration.ilo.org/resources/review-of-labour-migration-policy-in-

malaysia/at_download/file1

Page 19: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

7

Ketenagakerjaan yang menyatakan non diskiriminasi, manfaat, dan hak-hak bagi

pekerja migran, juga dirasa belum cukup melindungi para pekerja migran. Hal ini

dikarenakan masih kurang kuatnya pengawasan dari pihak yang berwenang untuk

melaksanakan UU ini. Selanjutnya, UU Perserikatan Tenaga Kerja yang tidak

memperbolehkan pekerja di sektor domestik untuk mengikuti Serikat Buruh

sedikit banyak membawa dampak terhadap kurangnya sosialiasa mengenai hak

dan kewajiban mereka selama bekerja sebagai pekerja migran.16

Selain itu terdapat UU Kompensasi untuk jaminan sosial pekerja pada

masa pensiun dan UU Keselamatan kerja yang memberikan kerangka hukum

mengenai perlindungan kepada pekerja dari kecelakaan yang terjadi selama masa

kerja atau penyakit akibat kerja. Namun dalam kedua UU ini, terdapat perbedaan

kompensansi yang diberikan untuk tenaga kerja migran dan tenaga kerja lokal. 17

Selanjutnya UU Keselamatan Kerja yang didalamnya terdapat Foreign Workers

Compensation Act tidak mengikutsertakan pekerja migran pembantu rumah

tangga dalam skema asuransi ini.18

Lebih lanjut, walaupun PPMI di Malaysia

yang bekerja di sektor domestik dapat tercover dalam skema asuransi Domestik

Workers Insurance namun skema asuransi ini tidak secara utuh melindungi

pekerja migran. Dimana domestik workers itu sendiri banyak dikerjakan oleh

buruh migran perempuan namun didalamnya tidak termuat jaminan kesehatan

16

Zuraini Ab Hamid et. Al, “Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law,”

Journal of East Asia and International Law, November 2018 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/329325161_Rights_of_Migrant_Workers_under_Malays

ian_Employment_Law; Internet; diunduh pada 12 Februari 2019. 17

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 370-371. 18

Marius Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN: Development, Challanges,

and Prospects, (Thailand: International Labour Organization (ILO), 2018: 60.

Page 20: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

8

untuk kebutuhan reproduksi seksual mereka seperti biaya atau pengobatan untuk

kehamilan dan melahirkan.19

Permasalahan dalam pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI diatas

didukung dengan data dari BNP2TKI. Laporan dari BNP2TKI memperlihatkan

pengaduan tenaga kerja Indonesia dari tahun 2016 sampai tahun 2018 yang

terbanyak masih datang dari Malaysia. Di tahun 2016 pengaduan sebesar 1.535, di

tahun 2017 sebesar 1.625, dan tahun 2018 sebesar 2877. Kenaikan jumlah

pengaduan dari tahun 2016-2018, khusunya pengaduan pada masa penempatan

menjadi perhatian karena data ini diambil setelah pencabutan moratorium yang di

keluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2011 terhadap Malaysia. Data

yang dihimpun BNP2TKI dari tahun 2016 sampai 2018 menunjukkan negara

penempatan pekerja migran dan pengaduan masalah menurut negara masih

tertinggi di Malaysia.20

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah di atas mengenai jaminan

sosial dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang menjadi salah

satu isu prioritas politik luar negeri Indonesia, maka pertanyaan yang akan

diajukan adalah Mengapa Terdapat Hambatan Pemenuhan Jaminan Sosial

Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia periode 2016-2018?

19

Chubb, Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance [database on-line]; tersedia di

https://www.chubb.com/my-en/_assets/documents/domestic-help_eng.pdf` 20

BNP2TKI, Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia tahun 2016 [database

on-line]; tersedia di http://portal.bnp2tki.go.id/read/12024/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-

TKI-Periode-Tahun-2016.html.

Page 21: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Menjelaskan permasalahan apa saja yang dihadapi PPMI dalam hal

pemenuhan jaminan sosial.

2. Mengidentifikasi apa saja yang belum terpenuhi dalam pemberian jaminan

sosial Perempuan Pekerja Migran Indonesia.

3. Menjelaskan hambatan apa yang ada di Indonesia dan Malaysia mengenai

aspek pemenuhan jaminan sosial terhadap Perempuan Pekerja Migran

Indonesia.

Manfaat dari penelitian ini untuk:

1. Menambah referensi isu-isu kontemporer tentang jaminan sosial sebagai

hak pekerja wanita.

2. Memberikan kontribusi akademis bagi studi Hubungan Internasional

khususnya mengenai pemenuhan jaminan sosial untuk Perempuan Pekerja

Migran Indonesia yang kiranya akan memberi manfaat bagi penelitian

selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka penelitian ini adalah pertama Jurnal yang berjudul Social

Preotection for Migrant Workers: National and Internasional Policy

Challanges karya Wouter van Ginneken.21

Dalam jurnalnya, Ginneken

menjelaskan standar jaminan kerja untuk para tenaga kerja migran dan keluarga

yang ditinggalkan. Dalam jurnalnya, ia menjelaskan bagaimana negara dalam

21

Ginneken, Social Protection for Migrant Workers, 210.

Page 22: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

10

tingkat ekonomi apa pun berperan untuk memberikan jaminan sosial untuk para

tenaga kerja, memberikan penilaian terhadap kebijakan negara dalam pemenuhan

jaminan sosial bagi masyarakatnya yang berdampak bagi migrasi regional

maupun internasional, serta menjelaskan bagaimana efek yang ada dari

diratifikasinya Internasional Labour Organization (ILO) dan United Natons (UN)

Conventions on Migrant Workers.

Menurut Ginneken, negara dengan pedapatan tinggi cenderung untuk

membuka pasar bagi para tenaga kerja asing tanpa melihat aspek human security

yang harus dipenuhi. Selain itu, negara dengan pendapatan tinggi menutup semua

aspek kesejahteraan sosial karena merasa bahwa pekerja migran adalah ancaman

bagi masyarakat sosialnya. Ia juga menilai negara dengan pendapatan tinggi

cenderung lebih terbuka untuk mempekerjakan pekerja migran sementara

daripada permanen karena tidak membutuhkan banyak perhatian pemerintah

negara penerima buruh asing.

Perbedaan penelitian ini dengan jurnal karya Ginneken adalah penelitian ini

fokus terhadap pemenuhan jaminan sosial terhadap pekerja migran wanita

Indonesia tanpa melihat apakah pekerja tersebut merupakan reguler atau irreguler

workers. Penelitian ini juga menjelaskan bagaimana upaya Indonesia dalam

memenuhi jaminan sosial bagi para pekeja untuk mengurangi dampak

permasalahan pekerja migran Indonesia di negara tujuan. Dalam jurnal karya

Ginneken, ia memfokuskan pada tenaga kerja irreguler dan bagaimana negara

tujuan dengan tingkat ekonomi tinggi dalam memenuhi aspek jaminan sosial para

pekerja. Selain itu, dalam jurnalnya. Ginneken juga melihat pengaruh dari ILO

Page 23: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

11

dan UN Convention on Migrant Workers bagi negara peratifikasi yang umumnya

negara maju, apakah sudah dapat memenuhi konvensi ini atau belum.

Tinjauan pustaka kedua adalah tesis yang berjudul Negara dan Buruh

Migran Perempuan: Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan

Indonesia Masa Pemerintahan Susilo bambang Yudhoyono 2004-2010 karya

Ana Sabhana Azmy.22

Dalam penelitian ini, Ana Sabhana Azmy menunjukkan

bahwa kualitas kebijakan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia,

khususnya perempuan di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

2004-2010 belum berperspektif perlindungan. penelitian ini menggunakan teori

representasi dan partisipasi politik perempuan dalam kebijakan dari Joni

Lovenduski dan teori feminisme sosialis dari Iris Young sebagai teori utama.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, sedangkan tipe

penelitian adalah deskriptif analisis dan menggunakan purposive sampling untuk

mewawancarai buruh migran perempuan yang bekerja dan pernah bekerja di

Malaysia.

Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana partisipasi gerakan buruh

migran perempuan, dan kelompok buruh migran seperti LSM, Serikat Buruh, dan

Asosiasi buruh kurang diperhatikan oleh pemerintahan SBY. Penelitian ini

mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan

22

Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Kebijakan Perlindungan Buruh

Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo bambang Yudhoyono 2004-2010 (UI:

Departemen Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, 2012) [database on-line]; tersedia di

https://buruhmigran.or.id/wp-content/uploads/RUUTKI/digital_20271494-T29287-

Negara%20dan%20buruh.pdf.

Page 24: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

12

melihat kebijakan perlindungan terhadap buruh migran perempuan Indonesia di

Malaysia. Selanjutnya, penelitian ini juga menggunakan teori feminis sosialis.

Namun, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

adalah penelitian ini hanya menjelaskan mengenai kebijakan perlindungan dan

bukan terhadap aspek jaminan sosial. Kedua, perbedaan periode pada penelitian.

Penelitian karya Ana khusus menjelaskan para periode pemerintahan SBY 2004-

2010 sementara penelitian yang akan dilakukan pada periode 2016- 2018. Ketiga

penggunaan teori, walaupun sama-sama menggunakan teori feminis sosialis

namun Ana juga menjelaskan menggunakan perspektif teori lain yaitu Teori

Politik Kebijakan Publik. Sehingga hasil penelitian Ana tidak sedikit

menggambarkan peran sebuah instansi masyarakat atau pemerintah yang

mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik.

Tinjauan yang ketiga adalah artikel dalam jurnal yang berjudul Is Working

an Empowerment Tool for Women? Case Study Indonesian Migrant Workers in

Malaysia? Karya Amorisa Wiratri.23

Di dalam artikel ini Amorisa Wiratri

berupaya menjelaskan sejauh mana bekerja sebagai pekerja domestik dapat

memberdayakan wanita Indonesia melalui perspektif feminisme. Lebih lanjut,

studi ini menemukan bahwa bekerja sebagai pekerja domestik tidak sepenuhnya

menuju pada pemberdayaan tapi juga tidak sepenuhnya mengarah pada

eksploitasi. Studi ini menitikberatkan pada pencapaian yang diperoleh oleh

perempuan yang bekerja di luar negeri tidak begitu saja diiringi oleh perubahan

23

Amorisa Wiratri, “Is Working an Empowerment Tool for Women? Case Study Indonesian

Migrant Workers in Malaysia,” Journal Masyarakat Indonesia Vol. 39, Issue, 1 Juni 2016 [jurnal

on-line]; tersedia di http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/292; Internet; di unduh

pada 20 Oktober 2018.

Page 25: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

13

norma-norma budaya, terutama dengan kaitannya dengan gender. Penelitian ini

menggunakan metodologi proses dialetiktik yaitu dengan mendengarkan

pengalaman-pengalaman tenaga kerja wanita yang ada di Malaysia.

Dalam artikel ini dijelaskan bagaimana feminisme menjadi konsep dasar

dalam menjelaskan mengapa pekerjaan domestik itu hakikatnya dikerjakan oleh

wanita. Sejalan dengan poin yang diangkat oleh feminisme, artikel ini

menjelaskan apakah bekerja itu dapat memberdayakan para perempuan melalui

pengalaman pekerja domestik Indonesia yang ada di Malaysia. Selain itu, artikel

ini juga membahas tentang kondisi pekerja domestik mulai dari proses prekrutan

sampai dengan pulang kembali ke Indonesia. Terdapat persamaan dalam artikel

ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama melihat kondisi

bekerja para pekerja domestik perempuan Indonesia seperti melihat keadaan

bekerja sebagai pekerja domestik, kebebasan pagi para pekerja, jam bekerja dan

tempat mereka bekerja. Selain itu, artikel ini juga menganalisis permasalahan

melalui perspektif feminisme.

Perbedaan artikel ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak

pada sudut pandang. Artikel ini menitikberatkan bekerja sebagai alat untuk

memberdayakan perempuan sementara penelitian yang akan dilakukan akan

melihat pemenuhan aspek jaminan sosial untuk PPMI. Di dalam artikel ini juga

cukup menjelaskan mengenai proses pekerja wanita bekerja dari proses perekrutan

sampai mereka pulang kembali ke Indonesia. Sementara, penelitian yang akan

dilakukan hanya melihat proses sebelum dan saat bekerja di negara tujuan.

Page 26: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

14

E. Kerangka Teori

1. Feminisme

Feminisme adalah sebuah pemahaman bahwa perempuan mempunyai hak

yang sama dengan laki-laki dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan intelektual.

Feminis mengandung beberapa poin yang secara umum menitikberatkan kepada

perempuan. Feminis memberi perhatian terhadap perbedaan gender yang

memberikan pengarahan terhadap ketidakesetaraan bagi kepentingan dan hak

perempuan.24

Penggambaran HI sebagai sebuah politik tinggi secara implisit

membuat gender tidak dihiraukan dan akibatnya kekuasaan publik ada tanpa

memperhatikan peran perempuan.25

HI yang sebelumnya didominasi oleh

kekuatan, kekuasaan, serta konflik mengalami pergeseran ketika para ilmuwan

yang terpengaruhi oleh pemikiran Marxisme masuk dan menghadirkan suatu

permasalahan baru yaitu kesetaraan dan keadilan yang selama ini menjadi ranah

yang terpinggirkan.26

Feminis memberikan beberapa kontribusi dalam ranah HI berupa metodologi.

J. Ann Tickner, melihat analisis HI selama ini masih mengesampingkan

pengalaman-pengalaman perempuan. Ia menegaskan pula bahwa pemahaman HI

yang selama ini gender netral dan objektif membuat persepsi berdasarkan gender

itu sendiri tersembunyi. Feminis melihat perlunya proses dialektik yang diartikan

untuk mendengarkan dan memahami pengalaman-pengalaman hidup perempuan

24

Greda Lerner, The Creation of Feminist consciusness. From The Middle Ages to Eighteen-

Seventy [buku on-line] (New York: Oxford University Press, 1993, diunduh pada 20 Oktober

2018); tersedia di https://doi.org/10.1086/ahr/98.4.1193; Internet. 25

Seema Narain, “Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner,”

Indian Journal of Gender Studies, 10 Juni 2014 [jurnal on-line]; tersedia di

https://doi.org/10.1177/0971521514525085; Internet; diunduh 2 November 2018. 26

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 191.

Page 27: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

15

yang berbeda dengan makna yang selama ini ada dalam masyarakat luas. Dengan

melihat pergerakan perempuan, feminis berusaha untuk melihat hieraki gender itu

dan bertujuan untuk mengubah hal tersebut. 27

Feminis bekerja menggunakan ontologi dari hubungan sosial, dimana

didalamnya terdapat konstruksi sosial dan analisis variabel. Semua hal itu dapat

terbentuk melalui sejarah ketidaksetaraan dalam politik, ekonomi, dan struktur

sosial.28

Feminis meminta agar memperhatikan lebih dalam terhadap kerentanan

perempuan di dalam negeri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari hubungan

hierarki gender dalam politik internasional. Sebagai contoh kekerasan domestik

tidak dipertimbangkan sebagai perhatian negara dan kebanyakan dari tindakan

tersebut tidak mempunyai sanksi hukum..29

Dalam bukunya yang berjudul Gender in Interntiional Relations: Feminist

perspectives on Achieving Global Security, J. Ann Tickner mengakterorikan

feminis ke dalam beberapa bagian yaitu; feminis liberalis, feminis marxis, feminis

sosialis dan feminis radikal.30

Dalam hal permasalahan tenaga kerja dalam struktur

negara yang kapitalis akan tepat jika dikaji melalui pandangan sosialis feminis.

Sosialis feminis mencoba menghasilkan sintesis kreatif tentang apa yang

menyebabkan tekanan bagi perempuan. Tekanan ini bukan hanya disebabkan oleh

sistem yang ada yang menjadikan perempuan sebagai kaum yang subordinat,

melaikan karena ada perpaduan sistem yang menekan perempuan yang

27

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 187. 28

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner,188. 29

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 191. 30

A Very Short Summary of Socialist Feminist Theory and Practice Socialist Feminist, (30 April

2012) [database on-line]; tersedia di

https://www.oakton.edu/user/4/ghamill/Socialist_Feminism.pdf.

Page 28: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

16

dipengaruhi oleh faktor ras, kelas sosial, gender, seksualitas, dan bangsa.

Perpaduan sistem ini lebih lanjut sebagai sistem kombinasi dari budaya patriarki

dan kapitalisme.31

a. Konsep Kebijakan Luar Negeri Feminis

Kebijakan luar negeri feminis oleh Judith Butler didefinisikan sebagai

rumusan aksi yang dilakukan terhadap pihak diluar batas suatu negara yang

didasari oleh komitmen untuk mewujudkan kesetaraan gender dan mencari solusi

untuk masalah dominasi pria.32

Konsep ini digunakan untuk melihat absennya

keterlibatan perempuan dan permasalahan gender di ranah HI.33

Feminis dalam HI

memberikan perhatian terhadap bagaimana posisi wanita dalam agenda

pembuatan kebijakan luar negeri yang dilihat sebagai kelompok yang rentan dan

butuh perlindungan dari negara yang dianggap maskulin.34

Posisi wanita dilihat

dari representasi dan keterlibatan mereka dalam aktivitas politik yang memiliki

peran dalam perumusan kebijakan luar negeri.35

Kebijakan luar negeri yang selama ini dirumuskan dengan

mempertimbangkan keamanan nasional dan kepentingan nasional menurut

Tickner dianggap masih sangat ekslusif sebagai ranah laki-laki atau “hegemoni

31

A Very Short Summary of Socialist Feminist Theory and Practice Socialist Feminist

32 Christine Alwan dan S. Laurel Weldon, “What is Feminist Foreign Policy? An Exploratory of

Feoreign Policy in OECD Countries, Sagepub Journal [jurnal on-line]; tersedia di

https://ecpr.eu/Filestore/PaperProposal/05def9c8-34c6-4415-8df1-55144d2fd016.pdf; diunduh

pada 29 Juli 2019. 33

Karin Aggestam, Annika Bergman Rosamond, dan Annica Kronsell, “Theorising Feminist

Foreign Policy,” Internasional Relations Vol. 33(I) 23-39, 2019 [jurnal on-line]; tersedia di

https://doi.org/10.1177%2F0047117818811892; Internet; diunduh pada 26 Juli 2019. 34

Juanita Elias, “Foreign Policy and The Domestic Worker: The Malaysia-Indonesia Domestic

Worker Dispute,” International Feminist Journal of Politic Vol. 15, Issue 3, 23 Juli 2013 [jurnal

on-line]; tersedia di

https://www.academia.edu/2239194/Foreign_Policy_and_the_Domestic_Worker_The_Malaysia-

Indonesia_Domestic_Worker_Dispute; Internet; diunduh pada 19 April 2019. 35

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 17.

Page 29: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

17

maskulinitas” yang merupakan suatu hal yang sulit dijangkau oleh perempuan.

Sebagai hasilnya, perempuan hanya hidup di dalam ranah domestik, mempunyai

peran dan profesi sekunder dalam ranah sosial. Tickner mendefinisikan keamanan

harus memperhatikan bahwa hierarki gender yang ada adalah sumber dari

dominasi dan oleh karena itu menjadi penghambat dalam mendefiniskan apa arti

keamanan yang sebenarnya. Selanjutnya keamanan individu sebagai definisi

keamanan baru menurut Tickner penting karena menantang asumsi sebelumnya

tentang keunggulan keamanan nasional dalam kebijakan luar negeri. 36

Dalam kaitannya dengan permasalahan PPMI di Malaysia, pertama yang

harus dilihat adalah sistem budaya patriarki dan kapitalisme yang ada di Malaysia.

Semenjak tahun 1990an Malaysia mengeluarkan peraturan mengenai sektor-

sektor spesifik untuk tenaga kerja asing namun kebijakan ini mengarah kepada

pembedaan pembagian kerja berdasarkan gender. Tenaga kerja migran laki-laki

menempati sektor konstruksi, agrasis atau perkebunan, dan jasa sementara pekerja

migran perempuan menempati sektor jasa manufaktur, jasa seperti sektor

kebersihan dan perhotelan dan sebagai pelayan domestik.37

Terdapat hubungan kuat antara feminisasi kekuatan migran di Malaysia dan

munculnya kebijakan terkait lowongan kerja khusus gender di Malaysia.

Kebijakan ketenagakerjaan yang bias gender dari negara tertentu telah

menyebabkan kesempatan kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk

pekerja perempuan semi terampil dan tidak trampil dan telah mengkonsolidasikan

36

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 191. 37

Amarjit Kaur, Migration and Integration in Europe, Southeast Asia, and Australia, [buku on-

line] (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2015 diunduh pada 22 Oktober 2018); tersedia di

https://www.oapen.org/download?type=document&docid=644208; Internet.

Page 30: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

18

munculnya hubungan migrasi perempuan tertentu antara Indonesia dan

Malaysia.38

Kondisi tersebut sejalan dengan apa yang feminis sosialis asumsikan

mengenai tekanan sosial terhadap perempuan yaitu perpaduan sistem yang

menekan perempuan yang dipengaruhi oleh faktor ras, kelas sosial, gender, dan

bangsa.

Selanjutnya karena posisi perempuan yang subordinat dalam sistem

kapitalis membawa mereka menghadapi tantangan yang besar dalam hal

pembagian kerja, upah kerja, dan kekerasan seksual. Sebagai salah satu negara

penerima investasi besar, Malaysia mengalami kekurangan tenaga kerja buruh di

dekade 1970-1980 dan karena perbedaan upah kerja yang cukup tinggi dengan

negara tetangga, banyak tenaga kerja buruh atau semi-skilled, unskilled labour

datang, tak terkecuali dari Indonesia. Dari identifikasi tersebut, terlihat bahwa

bentuk gender dan nasionalisme ekonomi yang bekerja karena ada ide-ide seperti

peran perempuan dalam mendukung pengejaran ekonomi nasional dan atau

mengurangi kemiskinan disajikan dalam kebijakan imigrasi Malaysia.39

F. Metodologi Penelitian

Menurut Gary King et.al. dalam bukunya berjudul Designing Social Inquiry

terdapat dua metodologi pe nelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Perbedaan dari

kedua metode tersebut terdapat dari cara dan teknik penelitian. Penelitian ini

menggunakan metodologi penelitian kualitatif yang mana mencakup berbagai

38

Mashitah Hamidi,”Indonesian Female Factory Workers: The Gendered Migration Policy in

Malaysia,” People: International Journal of Social Science, 14 Desember 2016) [jurnal on-line];

tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/311662779_INDONESIAN_FEMALE_FACTORY_W

ORKERS_THE_GENDERED_MIGRATION_POLICY_IN_MALAYSIA; Internet; diunduh pada

22 September 2018. 39

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 18.

Page 31: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

19

pendekatan yang tidak bergantung pada pengukuran numerik. Suatu penelitian

kualitatif cenderung untuk fokus terhadap satu atau beberapa kasus, melakukan

wawancara yang intensif, atau melakukan analisa mendalam mengenai sejarah

suatu masalah, menjadi lebih memperhatikan secara menyeluruh tentang

pentingnya suatu permasalahan dan dapat menyimpulkan dengan logis.40

Penelitian kualitatif harus mempunyai beberapa karakteristik penelitian

ilmiah. Pertama, mempunyai tujuan berupa dugaan atau kesimpulan. Dengan kata

lain penelitian ilmiah dibuat sebagai kesimpulan deskriptif dan eksplanasi sebagai

dasar informasi empiris mengenai dunia. Kedua, prosedur penelitian bersifat

publik guna menilai apakah metode dan analisis data yang digunakan dalam suatu

penelitian kualitatif valid atau tidak. Ketiga, kesimpulan bersifat tidak pasti

dengan tujuan menggunakan data kualitatif sebagai cara untuk mempelajari

tentang dunia yang menghasilkan data tersebut. Dengan kata lain hasil penelitian

bersifat tidak pasti, dimana peneliti harus terus mencari tahu dan memahami betul

kesimpulan yang ada. Keempat, isi dari suatu penelitian adalah metode dimana

penelitian ilmiah itu manganut suatu set aturan dugaan yang validitasnya

tergantung.41

Untuk pengumpulan data, penelitian ini akan menggunakan metode

wawancara dan studi pustaka. Neumann menjelaskan bahwa data primer adalah

40

Gary King, Robert Keohane,dan Sidney Verba, Designing Social Inquiry: Scientific Inference in

Qualitative Research [buku on-line] (New Jersey: Princeton University Press, 1994); tersedia di

https://epdf.tips/download/designing-social-inquiry-scientific-inference-in-qualitative-

research5641ccc634d837fe8c8a238f07db3d5b14575.html; Internet. 41

Gary King et.al., Designing Social Inquiry, 7-9.

Page 32: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

20

data langsung yang diperoleh dari sumber data pertama.42

Data primer dalam

penelitian ini berasal dari wawancara yang akan dilakukan dan informasi dari

website resmi kementerian dan badan terkait. Wawancara yang mendalam

dilakukan pada beberapa pihak yang berhubungan dengan penelitian ini seperti

UN Women Indonesia, ILO Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI),

North South Initiatives Malaysia, dan dua PPMI yang bekerja dalam kurun waktu

2016-2018.

Selanjutnya data sekunder adalah data yang telah diolah dalam penelitian

sebelumnya yang dipakai oleh penulis. Dengan menggunakan teknik studi pustaka

(library research), yaitu pengumpulan data dengan memanfaatkan beberapa

referensi seperti hasil penelitian dari Dr. Wouter van Ginneken yang berjudul

Social Preotection for Migrant Workers: National and Internasional Policy

Challanges43

, penelitian Negara dan Buruh Migran Perempuan: Kebijakan

Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono 2004-2010 karya Ana Sabhana Azmy44

dan penelitian karya

Amorisa Wiratri Is Working an Empowerment Tool for Women? Case Study

Indonesian Migrant Workers in Malaysia?.45

42

Lawrence W. Neumann, Social Research Method:qualitative and quantitative approaches, 3rd

ed. [buku on-line] (USA: Allyn and Bacon, 1997, diunduh pada 22 September 2018); tersedia di

http://letrunghieutvu.yolasite.com/resources/w-lawrence-neuman-social-research-methods_-

qualitative-and-quantitative-approaches-pearson-education-limited-2013.pdf; Internet. 43

Ginneken, Social Protection for Migrant Workers, 210. 44

Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan. 45

Wiratri, Is Working an Empowerment Tool for Women.

Page 33: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

21

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan terdiri dari lima bab dengan pembahasan yang berbeda-

beda dalam tiap bab. Untuk memudahkan pemahaman mengenai skripsi ini,

adapun penulisan skripsi akan tersusun dalam sistematika sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang bermula dari definisi

mengenai kondisi tenaga kerja migran, konsep jaminan sosial, keterkaitan tenaga

migran dengan jaminan sosial, dan pelaksanaan kebijakan jaminan sosial dari

Indonesia dan Malaysia. Masalah penelitian sendiri berisi pertanyaan penelitian

yang akan menanyakan Apa Hambatan Implementasi Jaminan Sosial Perempuan

Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Indonesia di Malaysia periode 2016-2018?

yang akan dijawab dari teknik pengumpulan data wawancara dan studi pustaka

yang akan dilakukan.

Kerangka teori berupa penjabaran teori feminis sebagai konsep analisis dan

kerangka berpikir untuk menganalisi fenomena yang diteliti. Terakhir, metodologi

dan sistematika penulisan berisi metode atau cara serta alur penelitian guna

membangun kerangka berpikir untuk mencapai hasil yang maksimal dari

penelitian ini.

Bab II Kerangka Jaminan Sosial bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia

(PPMI) di Malaysia, antara tahun 2016-2018

Page 34: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

22

Bab ini menjelaskan secara umum mengenai apa itu jaminan sosial lalu

dilanjutkan dengan produk jaminan sosial apa yang dibutuhkan oleh tenaga kerja

migran. Lebih lanjut pada bab ini juga akan menjabarkan mengenai kerangka

hukum di Indonesia dan Malaysia terkait pemberian jaminan sosial terhadap

buruh migran. Dilanjuti dengan perjanjian atau kesepakatan regional maupun

internasional mengenai jaminan sosial baik yang Indonesia dan Malaysia sudah

tandatangani dan ratifikasi.

Bab III Implementasi Pemenuhan Jaminan Sosial Perempuan Pekerja

Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia, antara tahun 2016-2018

Bab ini berisi keadaan terkini mengenai jaminan sosial yang sudah diberikan

oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia khususnya terhadap tenaga kerja migran

perempuan. Di bab ini juga akan dijelaskan mengenai bagaimana implementasi

pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI itu sendiri. Bagian terakhir pada bab ini

juga akan membahas mengenai permasalahan yang kerap dihadapi oleh PPMI

ketika ingin dan dalam mengakses jaminan sosial mereka.

Bab IV Analisis Hambatan Pelaksanaan Jaminan Sosial Perempuan Pekerja

Migran Indonesia Indonesia Di Malaysia Periode 2016- 2018.

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai faktor-faktor apa saja yang menjadi

penghambat pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI di Malaysia. Faktor-faktor

penghambat ini selanjutnya akan dielaborasi dengan teori feminis yang di pakai.

Dalam bab ini akan terlihat mengenai permasalahan baik dari Indonesia dan

Malaysia yang menghambat PPMI untuk mengakses jaminan sosial mereka.

Sesuai dengan apa yang feminis sosialis katakan, sistem patriarki dan sistem

Page 35: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

23

kapitalis bersama-sama dalam menekan perempuan. Untuk melihat hal itu, pada

bab ini juga akan dijelaskan bagaimana kebijakan migrasi di Malaysia mendorong

untuk adanya feminisasi migrasi di Malaysia.

Bab V Penutup

Berisi kesimpulan penelitian dan saran yang merupakan hasil dari runtutan

aktifitas penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kesimpulan juga hasil

analisis dari metodologi penelitian kualitatif seperti pengumpulan data dan

wawancara praktisi dan akademisi yang memahami fenomena yang diangkat

dalam penelitian.

Page 36: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

24

BAB II

KERANGKA JAMINAN SOSIAL BAGI PEREMPUAN PEKERJA

MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai kerangka jaminan sosial bagi

Perempuan Pekerja migran indonesia (PPMI) di Malaysia. Dimulai dari

penjelasan secara umum mengenai jaminan sosial baik yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh maupun dari Organisasi Tenaga Kerja Internasional atau

Internasional Labour Organization (ILO). Pada sub-bab selanjutnya akan

dijabarkan mengenai kerangka hukum terkait jaminan sosial yang ada di

Indonesia dan Malaysia. Selanjutnya pada bagian akhir bab ini akan dijelaskan

pula mengenai kerangka hukum terkait pemberian jaminan sosial di tingkat

Internasional atau multilateral yang Indonesia dan Malaysia sudah ratifikasi untuk

diberikan kepada pekerja migran di negara mereka. Dengan penjelasan yang

sistematis makan tujuan dari bab ini untuk memberikan penjelasan mengenai

kerangka jaminan sosial bab PPMI di Malaysia.

A. Jaminan Sosial

Jaminan sosial dapat dilihat sebagai alat untuk memenuhi sekurang-

kurangnya beberapa kebutuhan dasar manusia. Saat ini, jaminan sosial telah

diterima hampir secara universal, baik sebagai alat penanggulangan kemiskinan

maupun pencegah kemiskinan. Bahkan perlindungan sosial juga tercantum dalam

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) dari Perserikatan Bangsa- Bangsa

(PBB), menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan apabila

mencapai hari tua, menderita sakit, menganggur, mengalami cacat dan meninggal

Page 37: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

25

dunia. Perlindungan sosial sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro juga

merupakan salah satu komponen hak asasi manusia yang berdimensi luas bagi

harkat dan martabat manusia. Dalam pelaksanaannya perlindungan sosial

berkaitan dengan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya. Dengan

demikian pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan penyelenggaraannya

dan ikut serta membiayainya.46

Terkait dengan prinsip hukum internasional, negara mempunyai tanggung

jawab kepada warganegaranya yang bekerja diluar negeri. Hal dasar yang harus

diberikan oleh negara setidaknya adalah perlindungan diplomatis.47

Selain hal

tersebut, hal lain yang menjadi perhatian beberapa negara, termasuk diantaranya

negara-negara di Asia adalah perlindungan pekerja migran, salah satunya dalam

hal pemenuhan jaminan sosial. Dalam kaitannya dengan pekerja, jaminan sosial

dapat diartikan sebagai sistem perlindungan untuk masyarakat secara individu

atau keluarga untuk mendapatkan akses terhadap kesehatan dan melindungi

penghasilan ekonomi mereka. Instrumen ini juga berperan penting untuk melawan

kemiskinan dan kerentanan yang dimiliki masyarakat dengan tingkat ekonomi

rendah. Hal ini karena jaminan sosial berperan sebagai alat investasi perdamaian

46

Stella Aleida Hutagalung dan Veto Tyas Indrio, Laporan Tematik Studi Midline Tema 3: Akses

Perempuan Buruh Migran Luar Negeri terhadap Layanan Perlindungan,” (Smeru Research

Institute, 2018) [database on-line]; tersedia di http://smeru.or.id/id/content/laporan-tematik-studi-

midline-tema-3-akses-perempuan-buruh-migran-luar-negeri-terhadap. 47

Marius Oliver, Social Protection for Migrant Workers Abroad: Addressing the Deficit via

Country-of-origin Unilateral Measures? (Geneva: International Organizatioon for Migration

(IOM), 2017) [database on-line]; tersedia di

https://publications.iom.int/system/files/pdf/social_protection.pdf.

Page 38: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

26

sosial yang diperlukan untuk mencapai pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan.48

Michael von Hauff dalam “The Relevance of Social Security for Economic

Development49

mengutip kesepakatan dari the World Summit for Social

Development di Kopenhagen tahun 1995, yang menyatakan bahwa sistem

jaminan sosial merupakan komponen esensial dari perluasan pembangunan sosial

dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Lebih lajut Barrietos dan Shepherd

menjelaskan bahwa jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial.

Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut

kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat „statutory schemes‟.50

Merujuk pada Konvensi ILO No.10251

terdapat 9 kategori jaminan sosial

yaitu jaminan kesehatan, tunjangan saat sakit, tunjangan pengangguran, jaminan

hari tua, jaminan keselamatan kerja, tunjangan keluarga, manfaat kehamilan,

tunjangan invaliditas, dan tunjangan keluarga. Jaminan- jaminan tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

48

Social Security for All (Geneva: International Labour Organization (ILO), 2009) [database on-

line]; tersedia di https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---

nylo/documents/genericdocument/wcms_226903.pdf. 49

Michael von Hauff, The Relevance of Social Security for Economic Development Social

Protection in Southeast and East Asia [database on-line] tersedia di http://library.fes.de/pdf-

files/iez/01443002.pdf. 50

Armando Barrietos dan David Hulme, “Chronic Poverty and Social Protection,” European

Journal of Development Research, Maret 2005) [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/233136267_Chronic_Poverty_and_Social_Protection_In

troduction/references, diunduh pada 1 April 2019. 51

Konvensi ILO No. 102 tentang Jaminan Sosial (Standard Minimum), 1952 [database on-line];

tersedia di

https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_INSTRUMENT

_ID:312247.

Page 39: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

27

1. Tunjangan Kesehatan

Tunjangan ini diberikan mencakup keadaan sakit apapun. Tujuan

diberikannya tunjangan ini untuk menjaga, memulihkan atau meningkatkan

kesehatan orang-orang yang dilindungi dan kemampuan mereka untuk bekerja

dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Orang-orang yang mendapatkan

perlindungan ini adalah orang yang aktif dalam kegiatan ekonomi, dalam hal ini

pekerja dan keluarganya. Orang-orang yang mendapatkan tunjangan ini dapat

mengakses fasilitas kesehatan berupa praktek kesehatan umum, perawatan

kesehatan spesialis, kebutuhan obat, dan perawatan rumah sakit jika diperlukan.52

2. Tunjangan Sakit

Tunjangan saat sakit diberikan ketika pekerja tidak mampu untuk bekerja

karena kondisi kesehatan yang memburuk dan termasuk didalamnya penangguhan

penghasilan. Tunjangan ini berupa pemberian uang saat tidak dapat bekerja karena

sakit. Tunjangan ini diberikan dibawah pengawasan untuk tujuan pemulihan

kesehatan. Bentuk tunjangan ini antara lain uang tunai untuk kebutuhan

pengobatan. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kematian, tunjangan ini

juga dapat dijadikan tunjangan kematian untuk keluarga yang ditinggalkan. 53

3. Tunjangan Pengangguran

Tunjangan ini diberikan ketika terjadi penangguhan atau kehilangan

pendapatan karena ketidakmampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai

dimana orang tersebut mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang tersedia.

Terkait hal ini, ILO dalam Konvensi No. 168 menganjurkan negara peratifikasi

52

Konvensi ILO, No. 102 bagian II. Medical Care. 53

Konvensi ILO, No. 102 bagian III. Sickness Benefit.

Page 40: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

28

untuk berupaya memperluas pemberian tunjangan kepada pengangguran parsial,

atau orang yang diputus kerja sementara, dan menyediakan tunjangan kepada

pekerja paruh waktu yang sedang mencari pekerjaan.54

4. Jaminan Hari Tua

Jaminan ini mencakup manfaat untuk pekerja yan berumur di atas 65

tahun. Manfaat yang diberikan antara lain standar hidup yang layak untuk sisa

hidup si pendapat tunjangan, pembayaran secara berkala sampai penerima

manfaat meninggal. ILO menganjurkan untuk setiap negara menetapkan usia

minimum oenerima jaminan hari tua dan memastikan berapa tunjangan yang akan

diterima selama pensiun. Hal ini karena para pensiunan sangat rentan terhadap

tingkat inflasi, terutama jika jaminan ini hanya satu-satunya pendapatan ketika

sudah pensiun.55

5. Jaminan Kecelakaan Kerja

Keadaan yang menjadi tanggungan jaminan ini adalah kondisi sakit,

ketidakmampuan untuk bekerja, dan kehilangan kemampuan untuk bekerja yang

disebabkan karena kecelakaan di tempat kerja. Tunjangan ini juga diberikan

kepada keluarga pekerja ketika pekerja meninggal karena kecelakaan kerja.

Jaminan ini mencakup perlindungan untuk pekerja, termasuk orang yang bekerja

tidak tetap baik di sektor umum atau swasta. Tunjangan ini berupa uang jika si

pekerja mengalami kecacatan atau meninggal dan tunjangan kesehatan untuk

pemeulihan dan pengembalian keadaan pasca kecalakaan di tempat bekerja.56

54

Konvensi ILO, No. 102 bagian IV. Unemployment Benefit. 55

Konvensi ILO, No. 102 bagian V. Old-Age Benefit. 56

Konvensi ILO, No. 102 bagian VI. Employment Injury Benefit

Page 41: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

29

6. Tunjangan Keluarga

Tunjangan ini diberikan kepada keluarga pekerja yaitu diberikan untuk anak

dibawah umur 15 tahun. Tunjangan ini berupa 3% gaji dari Pekerja yang

diberikan ke setiap anak. Tunjangan ini berupa uang atau barang, atau kombinasi

dari keduanya.57

7. Tunjangan Kehamilan

Tunjangan berupa perawatan medis yang dibutuhkan dimasa kehamilan,

persalinan, dan setelah persalinan serta perawatan rumah sakit jika diperlukan.

Perempuan yang mendapatkan cuti kehamilan harus diberikan tunjangan

kehamilan berupa uang untuk memastikan mereka dapat merawat diri mereka

ketika masa kehamilan dan bayi yang ada di dalam kandungan mereka. Dalam

kaitannya dengan manfaat ini, negara harus mengambil kebijakan untuk

melindungi wanita hamil dan menyusi untuk tidak wajib melakukan pekerjaan

mereka yang akan merugikan kesehatan ibu dan anak. 58

8. Jaminan Ketidakmampuan Kerja

jaminan ini mencakup ketidakmampuan untuk bekerja dalam aktivitas

yang dapat menghasilkan keuntngan dimana ketidakmampuan tersebut cenderung

permanen atau sementara. Tunjangan ini berupa pembayaran secara berkala untuk

keluarga. Dibutuhkan pula layanan rehabilitas yang dirancang untuk

mempersiapkan orang- orang cacat untuk memulai kembali kegiatan mereka

sebelumnya atau untuk kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan mereka.59

57

Konvensi ILO, No. 102 bagian VII. Family Benefit. 58

Konvensi ILO, No. 102 bagian VIII. Maternity Benefit. 59

Konvensi ILO, No. 102 bagian IX. Invalidity Benefit.

Page 42: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

30

9. Tunjangan Kematian

Tunjangan ini diberikan kepada keluarga yang kehilangan pencari nafkah.

Tunjangan untuk anak diberikan untuk anak dibawah 15 tahun dan tunjangan

untuk pasangan sesuai kriteria umur diberikan karena ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup pribadi. Namun, jika suami/istri yang ditinggalkan

membesarkan anak dalam kondisi sakit maka tidak ada kriteria umur yang harus

dipenuhi. Manfaat ini berupa tunjangan secara berkala (pasangan yang

ditinggalkan dan dua orang anak) dan harus memenuhi sekurang-kurangnya 40%

dari standar upah yang ditetapkan.60

Kedua negara, baik negara pengirim dan negara penerima wajib

memastikan bahwa para pekerja mereka dapat mengakses jaminan sosial.

Sembilan kriteria jaminan sosial yang sesuai dengan Konvensi ILO No. 102

diatas, tidak sepenuhnya wajib diadopsi oleh masing- masing negara. Baik negara

penerima maupun negara pengirim boleh mengambil hanya beberapa bentuk

manfaat dari jaminan sosial sesuai dengan seberapa besar negara itu dapat

menanggung. Namun, pemberian jaminan sosial untuk pekerja migran ini harus

mempunyai standar minimum, seperti harus adanya, kurang lebih, jaminan hari

tua dan tunjangan kesehatan.61

60

Konvensi ILO, No. 102 bagian X. Surviviors’ Benefit. 61

Mauricio M. Rivera, “Social Security Protection of Migrant Workers,” Asian And Pacific

Migration Joirnal Vo. 1 No. 3-4, 1 September 1992 [jurnal online]; tersedia di

https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/011719689200100305, diunduh pada 20 April 2019.

Page 43: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

31

B. Kerangka Hukum mengenai Tenaga Kerja Migran dan Jaminan

Sosial yang Ada di Indonesia dan Malaysia

Berkaitan dengan kerangka hukum untuk mengatur serta menjamin

pemenuhan akses jaminan sosial terhadap PPMI, Indonesia dan Malaysia sudah

mempunyai beberapa kerangka hukum nasional yang mengatur pemberian serta

bentuk jaminan sosial yang diberikan untuk pekerja migran.

1. Kerangka Hukum Indonesia Mengenai Perlindungan dan Jaminan

Sosial Perempuan Pekerja migran indonesia (PPMI)

Dikutip dari Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia, Indonesia sudah

memiliki beberapa peraturan hukum mengenai perlindungan tenaga kerja dan

akses terhadap jaminan sosial. Peraturan-peraturan ini diantaranya adalah

Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Undang-Undang No. 18 tahun 2017

tentang Perlindungan Pekerja Indonesia serta peraturan turunan yaitu Peraturan

Kemenaker (Menteri Tenaga Kerja) No. 7 tahun 2010, No. 1 tahun 2012, dan No.

7 tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia.62

a. Undang- Undang (UU) No. 39 tahun 2004

UU ini mengatur tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri. Dalam UU ini termuat bentuk perlindungan untuk

tenaga kerja migran Indonesia berupa terjaminnya pemenuhan hak-hak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama dan sesudah

62

Direktorat Jendral PHI & Jamsos Kemnaker Republik Indonesia [database on-line]; tersedia di

http://phijsk.kemnaker.go.id/page/peraturan_perundangan.

Page 44: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

32

bekerja.63

Untuk menjamin perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia

pemerintah mempunyai beberapa tanggung jawab. Dalam pasal 5 ayat 1 UU ini

menyatakan bahwa pemerintah bertugas untuk mengatur, membina,

melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan

pekerja migran Indonesia di luar negeri.64

Selanjutnya di pasal 6 pemerintah

bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan pekerja migran

Indonesia di luar negeri.65

Dalam peraturan perundang-undangan ini menjelaskan pula bahwa

penempatan pekerja migran Indonesia di luar negeri hanya dapat dilakukan ke

negara yang sudah membuat perjanjian tertulis dengan Indonesia. Dengan kata

lain, pengiriman pekerja migran Indonesia harus dengan negara yang sudah

mempunyai perjanjian bilateral mengenai tenaga kerja asing.66

Selain itu,

dijelaskan pula mengenai pembentukan Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang mempunyai tugas antara

lain untuk memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan

pengawasan mengenai peningkatan kesejahteraan pekerja migran Indonesia.67

Selain itu pada pasal 68 UU ini juga mengatur mengenai asuransi yang didapatkan

63

Undang- Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia di Luar Negeri, Pasal 1 [database on-line]; tersedia di

https://pih.kemlu.go.id/files/uu%20No%2039%20Tahun%202004%20Tentang%20Penempatan%2

0dan%20Perlindungan%20TKI.pdf. 64

Undang- Undang No. 39 tahun 2004, Pasal 5. 65

Undang- Undang No. 39 tahun 2004, Pasal 6. 66

Undang- Undang No. 39 tahun 2004, Pasal 27. 67

Undang- Undang No. 39 tahun 2004, Pasal 94- 95.

Page 45: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

33

oleh pekerja migran Indonesia Indonesia, namun asuransi ini diatur lebih rinci

dalam Peraturan Menteri No. 7 tahun 2010.68

Aspek perlindungan selama bekerja di negara tujuan masih terbatas dalam

UU ini. Misalnya, Pasal 1 UU ini menyatakan bahwa peraturan ini hanya

mencakup warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk bekerja ke

luar negeri dengan periode tertentu. Pekerja migran Indonesia ilegal tidak

tercakup dalam UU ini dan tidak memperoleh perlindungan.69

Dalam UU ini

belum terdapat juga instrumen khusus terkait jaminan sosial sebagai bentuk

perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri. Perlindungan

pekerja migran Indonesia di luar negeri baru sebatas menetapkan jabatan Atase

Ketenagakerjaan pada perwakilan Indonesia di luar negeri dan melakukan

pembinaan serta pengawasan terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja

Indonesia Swasta (PPTKIS) dan pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di

luar negeri.70

b. Undang- Undang (UU) No. 18 tahun 2017

UU ini mengatur tentang perlindungan pekerja migran indonesia yang

diselenggarakan dari Aparatur Desa sampai Pemerintah Pusat. Dalam UU ini

termuat definisi dari perlindungan pekerja migran indonesia sebagai upaya untuk

melindungi kepentingan calon pekerja migran Indonesia pekerja migran Indonesia

dan keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak dalam

68

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2010 tentang Asuransi Tenaga

Kerja Indonesia [database on-line]; tersedia di http://www.mitraPekerja migran

indonesia.com/MitraPEKERJA MIGRAN

INDONESIA/attachment/PERATURAN%20MENTERI%20TENAGA%20KERJA%20DAN%20

TRANSMIGRASI%0REPUBLIK%20INDONESIA%20NOMOR%20PER.07_MEN_V_2010.pdf 69

International Organization for Migration (IOM), Labour Migration from Indonesia, 13. 70

Undang- Undang No. 39 tahun 2004, Pasal 81.

Page 46: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

34

keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja dalam

aspek hukum, ekonomi, dan sosial.71

Pekerja migran Indonesia yang akan ikut dan mempunyai nomor

kepesertaan jaminan sosial harus terdaftar. Dengan kata lain, pekerja migran

Indonesia yang mempunyai jaminan sosial hanyalah pekerja migran yang legal.72

Dalam UU ini pekerja migran Indonesia berhak untuk memperoleh pelayanan

yang profesional dan manusiawi tanpa perlakuan diskriminastif saat sebelum,

selama dan sesudah bekerja. Beberapa bentuk perlindungan untuk pekerja migran

Indonesia antara lain adalah informasi mengenai upah kerja, perlindungan dan

bantuan hukum, ketetapan untuk memegang dokumen pribadi, dan kebebasan

berserikat.73

Selain perlindungan teknis berupa jaminan sosial, di dalam UU ini juga

tercangkup kondisi dan syarat kerja yang meliputi jam kerja, upah dan tata cara

pembayaran, hak cuti dan waktu istirahat, serta fasilitas jaminan sosial atau

asuransi.74

Pengintegrasian dan pengkoordinasian peran pemerintah juga

tercangkup dalam UU ini dimulai dari pemerintah desa yang bertugas salah

satunya untuk menerima dan memberikan informasi dan permintaan pekerjaan

dari instansi ketenagakerjaan lalu dilanjutkan oleh pemerintah kabupaten atau kota

71

Undang- Undang No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Pasal 1,

ayat 5 [database on-line]; tersedia di

https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175351/UU%20Nomor%2018%20Tahun%202017.pdf 72

Undang- Undang No. 18 tahun 2017, Pasal 5 (d). 73

Undang- Undang No. 18 tahun 2017, Pasal 6. 74

Undang- Undang No. 18 tahun 2017, Pasal 15.

Page 47: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

35

lalu ke pemerintah daerah provinsi sampai ke pemerintah pusat yang melakukan

upaya secara optimal untuk melindungi PMI.75

c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Peraturan turunan UU mengenai jaminan sosial tertuang dalam beberapa

Peraturan Menteri Tenaga Kerja. Peraturan ini diantaranya adalah Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permeketrans) nomor

PER.07/MEN/V/2010 yang kemudian diamandemen menjadi Permeketrans No. 1

tahun 2012 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Dalam Peraturan ini

program asuransi pekerja migran Indonesia diselenggarakan oleh Konsorisum

Asuransi Tenaga Kerja Indonesia yang mendapat persetujuan Menteri Tenaga

Kerja. Konsorsium ini terdiri dari minimal 10 perusahaan asuransi kerugian dan

asuransi jiwa.76

Dalam peraturan ini asuransi untuk calon pekerja migran Indonesia dibagi

kedalam 3 tahapan yaitu asuransi pra penempatan, selama penempatan, dan purna

penempatan. Berkaitan dengan Asuransi PPMI di Malaysia, pemerintah Indonesia

melalui peraturan ini mengeluarkan jenis program asuransi pekerja migran

Indonesia selama penempatan yaitu auransi kematian, sakit dan cacat, kecelakaan

kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), upah tidak dibayar, pemulangan pekerja

migran Indonesia bermasalah, risiko menghadapi masalah hukum, risiko

kekerasan fisik dan seksual, risiko kejiwaan, dan risiko yang terjadi dalam hal

75

Undang- Undang No. 18 tahun 2017, Pasal 39-42. 76

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2010, ketentuan umum, pasal 3,

pasal 7.

Page 48: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

36

pekerja migran Indonesia dipindahkan ke tempat kerja atau tempat lain yang tidak

sesuai dengan perjanjian penempatan.77

Lalu pada tahun 2017 dikeluarkan kembali pembaharuan peraturan

mengenai program jaminan sosial tenaga kerja Indonesia No. 7 tahun 2017 yang

merupakan peraturan turunan dari UU No. 18 tahun 2017 yang memuat tentang

jaminan sosial untuk PMI dari sebelum mereka bekerja, selama mereka bekerja di

negara tujuan dan sampai pulang ke tanah air. Melalui peraturan ini asuransi

pekerja migran Indonesia diintegrasikan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan. Pada Pasal 2 ayat 2 Peraturan disebutkan bahwa jenis

jaminan sosial yang diterima oleh para PMI berupa Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN); Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JKM); dan Jaminan

Hari Tua (JHT).78

2. Kerangka Hukum Perlindungan Tenaga Migran di Malaysia

Sebagai negara penerima tenaga kerja Indonesia terbanyak, Malaysia sudah

mempunyai beberapa kerangka hukum terkait perlindungan dan jaminan sosial

untuk seluruh tenaga kerja. Di dalam kerangka hukum tersebut sudah terdapat

beberapa isi mengenai hak asasi dasar tenaga migran dan perlindungan terhadap

mereka.79

Beberapa peraturan hukum itu diantaranya adalah:

77

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2010, Pasal 23, ayat (3). 78

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 7 tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja Indonesia [database on-line]; tersedia di

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2017/bn441-2017.pdf. 79

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 364.

Page 49: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

37

a. Konstitusi Federal

Konstitusi Federal Malaysia mempunyai dasar hak asasi manusia terhadap

semua orang yang hidup dan tinggal di Malaysia. Pasal 8 Konstitusi ini

menyatakan bahwa semua orang sama di mata hukum, dan dilindungi oleh

hukum, maka dari itu tidak ada diskriminasi terhadap seseorang dari segi agama,

ras, keturunan, tempat lahir, jenis kelamin di peraturan hukum apapun atau dalam

perjanjian kerja apapun. Setiap orang harus diperlakukan setara terlepas dia adalah

warganegara Malaysia atau bukan warganegara Malaysia. Oleh karena itu,

siapapun yang tinggal di Malaysia berhak dan wajib untuk mematuhi dan

menjalankan hukum tertinggi Malaysia, Konstitusi Federal. Tidak ada seorang

pun yang diperlakukan secara tidak adil di dalam bentuk ketenagakerjaan apapun

terlebas ia warganegara Malaysia atau bukan warganegara Malaysia.80

b. Undang- Undang Ketenagakerjaan (Employment Act) 1955

UU Ketenagakerjaan Malaysia tidak mendiskriminasi tenaga kerja asing.

Dalam UU ini, terdapat ketetapan mengenai tunjangan minimum tenaga kerja

migran seperti cuti tahunan, cuti sakit, tunjangan kehamilan dan kerja lembur. Bab

60A menyatakan jam maksimum untuk pekerja adalah 8 jam per hari termasuk

waktu istirahat, 48 jam per minggu, dan setiap tambahan waktu bekerja yang

melewati 48 jam harus dihitung sebagai lembur yang mewajibkan pemberi kerja

untuk membayar gaji lebih.81

80

Malaysia Federal Constitution, pasal 8 (2) [database on-line]; tersedia di

http://www.agc.gov.my/agcportal/uploads/files/Publications/FC/Federal%20Consti%20(BI%20tex

t).pdf 81

Employment Act 1955, bagian 60A [database on-line]; tersedia di

https://www.ilo.org/dyn/travail/docs/1496/Employment%20Act%201955.pdf.

Page 50: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

38

Bab 60L menyatakan bahwa tindakan diskriminasi dilarang dan kesamaan

perlakuan harus dilakukan oleh pemberi kerja kepada seluruh tenaga kerja baik ia

warganegara Malaysia atau bukan warganegara Malaysia.82

Bab 91 dan 92

menjelaskan mengenai hukuman untuk pemberi kerja jika tidak membayarkan

gaji lebih dari sebulan dan mereka dapat diadili atas tuduhan tersebut.83

c. Undang-Undang Dana Penyedia Tenaga Kerja (Employees Provident

Fund Act) 1991

UU ini dibuat untuk menyediakan jaminan sosial berupa jaminan pensiun

untuk tenaga kerja. Jika tenaga kerja migran ingin mendapatkan jaminan pensiun

mereka harus mendaftarkan diri dan gaji mereka akan dipotong 11% untuk

membayar jaminan ini. Jika gaji yang diberikan oleh pemberi kerja tidak sama

antara tenaga kerja Malaysia dan non-Malaysia, tenaga kerja migran tidak

diperbolehkan untuk mengikuti jaminan pensiun ini. Namun, jaminan ini tidak

wajib dikenakan kepada tenaga kerja migran.84

d. Undang-Undang Kompensasi Pekerja (Workmen Compensation Act)

1952

UU ini diberlakukan untuk memberikan perlindungan kepada karyawan dari

kecelakaan yang terjadi dalam selama masa kerja atau penyakit akibat kerja.

Tujuan dari UU ini adalah memberikan kompensasi kepada pekerja yang

mengalami kecelakaan di tempat kerja. UU ini hanya diberlakukan untuk tenaga

kerja asing. Pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi

82

Employment Act 1955, pasal 60L. 83

Employment Act 1955, pasal 91 dan 92. 84

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 370.

Page 51: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

39

kepada tenaga kerja migran asing apakah dalam bentuk biaya pengobatan dan

rehabilitasi. Pekerja asing berhak atas setengah dari upah bulanan mereka atau

RM165 untuk kecelakan sementara yang mereka alami.85

Namun di dalam UU

ini, pekerja migran domestik dikecualikan dari pemberian jaminan kecelakaan

kerja.86

e. Undang- Undang Hubungan Indurtri (Industrial Relation Act) 1967

Tujuan dari UU ini adalah (i) mempromosikan dan menjaga keharmonisan

industri; (ii) menyediakan suatu bentuk pengaturan hubungan antara pengusaha,

pekerja, dan serikat pekerja; (iii) mencegah atau menyelesaikan perbedaan atau

perselisihan yang timbul dari hubungan industri; (iv) secara umum menangani

perselisihan dagang dan hal- hal yang timbul dari hubungan industi.87

C. Kerjasama Bilateral dan Multilateral Indonesia dan Malaysia Mengenai

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Migran

Kerjasama mengenai pemberian jaminan sosial untuk PPMI Indonesia di

Malaysia sebenarnya sudah tertuang ke dalam beberapa kerjasama bilateral dan

multilateral. Kerjasama bilateral ini berupa MoU mengenai perlindungan pekerja

domestik, lalu kerja sama tingkat multilateral di dalam beberapa kesepakatan

internasional maupun regional.

85

Workmen Compensation Act 1952, pasal 4 (1) [database on-line]; tersedia di

https://asean.org/storage/2016/06/MA4_Workmes-Compensation-Act-1952-Act-273.pdf. 86

Marius Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN: Developments, challanges,

and prospects (Thailand: International Labour Organization (ILO), 60 87

Industrial Relation Act 1967, bagian preambule [database on-line]; tersedia di

https://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/ELECTRONIC/48066/99440/F1841123767/MYS48066.pdf.

Page 52: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

40

1. Kerjasama Bilateral Indonesia dan Malaysia terkait Jaminan Sosial

PPMI di Malaysia

Kerjasama bilateral antara Indonesia dan Malaysia terkait pekerja migran

sudah terjalin dengan adanya MoU mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja

Domestik Indonesia pada tahun 2006 dan diperbaharui pada 31 Mei 2011.

Pembaharuan dalam MoU ini antara lain adalah menambahkan Pasal 13 yang

menyatakan adanya Joint Task Force (JTF) atau Satuan Tugas Gabungan baik di

Jakarta maupun Kuala Lumpur. JTF ini berupaya untuk memberikan penyelesaian

yang tepat bagi masalah-masalah terkait pembantu rumah tangga. Lampiran B

MoU 2006 diubah menjadi Pasal 6 (1) yang menyatakan pemberi kerja dapat

memegang paspor pekerja jika diperbolehkan oleh pekerja. Mengganti paragraf 6

Pasal 6 terkait hari libur, bahwa pembantu rumah tangga berhak atas satu hari

libur setiap minggu.88

Dalam kaitannya dengan kerangka hukum untuk PPMI di Malaysia dapat

dikatakan masih kurang atau belum sempurna. Pekerja migran sering secara

hukum dikecualikan untuk mengakses jaminan sosial. Hal ini dapat terjadi karena

status imigrasi khusus pekerja migran yang membuat mereka tidak memenuhi

syarat untuk mengakses manfaat. Walaupun sudah terdapat beberapa peraturan di

dalam negeri masing-masing namun peraturan ini tidak mampu menutupi semua

permasalahan jaminan sosial PPMI di Malaysia.

88

Protokol Perubahan terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia tahun

2011 [database on-line]; tersedia di http://apmigration.ilo.org/resources/mou-between-government-

of-the-republic-of-indonesia-and-the-government-of-malaysia-on-the-recruitment-and-placement-

of-indonesian-domestic-workers/at_download/file1.

Page 53: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

41

Kurangnya perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia menambah

permasalahan hukum untuk PPMI, hal ini disebabkan karena peraturan yang

dibuat oleh pemerintah Indonesia tidak dapat dilaksanakan diluar wilayah

Indonesia. Walaupun Malaysia sudah mempunyai kerangka hukum untuk tenaga

migran namun tidak ada kerangka hukum khusus untuk pelaksanaan jaminan

sosial. Kerjasama bilateral penting untuk dibuat karena dapat memberikan

kesetaraan antara warganegera dan non-warganegara untuk pemenuhan akses

jaminan sosial yang bermanfaat untuk mereka. Selain itu, kerjasama bilateral ini

umumnya memberikan manfaat dan prinsip koordinasi jaminan sosial lainnya.89

2. Regulasi Kerjasama Internasional dan Regional Indonesia dan

Malaysia terkait Jaminan Sosial PPMI di Malaysia

Kerjasama multilateral Indonesia dan Malaysia terkait jaminan sosial untuk

PPMI tertuang dalam Konvensi atau Perjanjian Regional yang kedua negara sudah

ratifkasi. Namun sayang untuk kerjasama di tingkat internasional baik Indonesia

dan Malaysia belum meratifikasi Konvensi ILO mengenai jaminan sosial.

Konvensi ILO mengenai jaminan sosial terdapat pada Konvensi No. 102

mengenai Jaminan Sosial (standar minimum) tahun 1952,90

Konvensi No. 118

mengenai Persamaan Perlakuan (Jaminan Sosial) tahun 1962,91

serta Konvensi

89

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 26. 90

Konvensi ILO No. 102 tentang Jaminan Sosial (Standard Minimum). 91

Konvensi ILO No.118 tentang Persamaan Perlakuan (Jamninan Sosial) [database on-line];

tersedia di

https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:C1

18,

Page 54: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

42

No. 157 tentang Pemeliharaan Konvensi tentang Hak-Hak Jaminan Sosial tahun

1982.92

Terlepas dari belum meratifikasinya kedua negara pada ketiga Konvensi

tersebut, namun baik Indonesia dan Malaysia sudah sama-sama meratifikasi

Konvensi ILO No.019 mengenai Perlakuan yang Sama Bagi Pekerja Nasional dan

Asing dalam Hal Tunjangan Kecelakaan Kerja. Kedua negara sudah sama-sama

meratifikasi Konvensi ini. Dalam konvensi ini dikemukakan bahwa setiap negara

yang meratifikasi konvensi ini harus menjamin pekerja nasional maupun asing

mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal mendapatkan tunjangan kecelakaan

kerja. Negara peratifikasi konvensi ini juga menjamin untuk memberikan bantuan

secara timbal balik untuk memudahkan Konvensi ini terlaksana93

Pada tingkat regional, Indonesia dan Malaysia adalah anggota dari

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dimana dalam organisasi

regional ini sudah tertuang beberapa kerangka kebijakan regional mengenai

jaminan sosial untuk tenaga kerja migran. Kerangka kebijakan itu diantaranya

adalah ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection and Regional

Framework and Plan of Action, ASEAN Declaration and Consensus on the

Protection and Promotion of the Rights of Migration (Cebu Declaration), dan

ASEAN Labour Ministers’ Work Programme 2016 -2020 and Work Plans of the

92

Konvensi ILO No. 157 tentang Pemeliharaan Jaminan Sosial [database on-line]; tersedia di

https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:C1

57 93

Konvensi ILO No. 019 tentang Perlakuan yang Sama bagi Pekerja Nasional dan Asing, pasal 1

dan 4. Tersedia di https://www.ilo.org/wcmsp5/.../---ilo.../wcms_145810.pdf, diakses pada 20

April 2019.

Page 55: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

43

Subsidiary Bodies.94

Hak- hak mengenai jaminan sosial dalam ketiga kerangka

kebijakan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting

of the Rights of Migrant Workers

Deklarasi mengenai Perlindungan dan Penegakkan Hak terhadap pekerja

migran ditandatangani oleh kepala negara anggota ASEAN pada tahun 2007 di

Cebu, Filipina. Deklarasi ini menyerukan, dalam ketentuan umum mereka bahwa

semua negara anggota ASEAN, baik itu negara pengirim maupun negara

penerima pekerja migran untuk menguatkan pilar politik, ekonomi, dan sosial

ASEAN guna menegakkaan segala bentuk potensi dan martabat para tenaga kerja

migran. Selain itu, baik negara pengirim dan penerima juga diharuskan untuk

bekerjasama dalam menuntaskan permasalahan tenaga kerja migran secara

manusiawi, baik mereka tenaga kerja terdokumentasi atau bukan. Kedua negara

harus menjamin hak-hak dasar para pekerja migran dan juga keluarga mereka.95

Dalam deklarasi ini juga termuat kewajiban-kewajiban negara penerima dan

negara pengirim. Kewajiban negara penerima diantaranya adalah mengintensifkan

upaya untuk melindungi hak asasi manusia mendasar, menjunjung tinggi martabat

para pekerja migran; mempromosikan perlindungan kerja yang adil dan sesuai

untuk para pekerja migran, baik itu pembayaran upah, akses memadai terhadap

kondisi kerja dan kehidupan yang layak bagi para pekerja migran; menyediakan

akses yang memadai untuk perlindungan hukum jika ada pekerja migran yang

94

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 10-13. 95

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the Rights of Migrant

Workers, General Principles [database on-line]; tersedia https://asean.org/storage/2012/05/16-

ASEAN-Declaration-on-the-Protection-and-Promotion-of-the-Rights-of-Mi....pdf.

Page 56: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

44

menjadi korban tindakan diskriminasi, pelecahan, ekploitasi, dan kekerasan; serta

memfasilitasi pelaksanaan fungsi konsuler atau diplomatik negara asal ketika

pekerja migran ditangkap atau melakukan suatu tindakan hukum.96

Selain kewajiban negara penerima, negara pengirim juga mempunyai

kewajiban untuk melindungi pekerja migran. Dalam deklarasi ini negara pengirim

mempunyai kewajiban untuk meningkatkan tindakan yang berkaitan dengan

promosi dan perlindungan hak- hak pekerja migran; menetapkan kebijakan dan

prosedur untuk memfasilitasi aspek migrasi pekerja, termasuk rekrutmen,

persiapan untuk penempatan di luar negeri dan perlindungan terhadap pekerja

migran ketika berada di luar negeri serta repatriasi dan reintegrasi ke negara asal;

menetapkan dan mempromosikan praktik hukum untuk mengatur perekrutan

pekerja migran dan mengadopsi mekanisme untuk menghilangkan malpraktik

perekrutan melalui kontrak yang sah, peraturan dan akreditasi agen perekrutan dan

pengusaha, dan daftar hitam agen yang lalai atau melanggar hukum.97

Dalam deklarasi ini termuat peran dari para negara anggota ASEAN untuk

mempromosikan pekerjaan yang layak, manusiawi, produktif, serta bermartabat

dengan upah yang memadai untuk para pekerja migran. Tugas penting dalam

Deklarasi Cebu untuk badan-badan ASEAN diantaranya untuk mengembangkan

instrumen mengenai perlindungan dan promosi hak-hak pekerja migran.

Instrumen ini tertuang dalam Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan

96

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the Rights of Migrant

Workers, Receiving Countries Obligations. 97

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the Rights of Migrant

Workers, Sending Countries Obligations.

Page 57: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

45

Promosi Hak-Hak Pekerja Migran yang ditandatangani oleh para pemimpin

negara anggota ASEAN pada KTT ASEAN. 98

b. ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection

Di tahun 2013, negara-negara anggota ASEAN mengadopsi ASEAN

Declaration on Strengthening Social Protection. Tujuan dari deklarasi ini adalah

pertama untuk mengurangi kemiskinan, ketidaksetaraan, kerentanan dan risiko

lainya. Kedua untuk meningkatkan kapasitas dari kelompok yang rentan dan

miskin. Ketiga untuk mencapai inklusi dan menaikkan akses yang adil untuk

orang miskin, berisiko dan kelompok orang-orang rentan termasuk di dalamnya

pekerja migran untuk mendapatkan perlindungan sosial. 99

Dalam deklarasi ini juga termuat beberapa ketentuan mengenai jaminan

sosial untuk pekerja migran diantaranya Ketetapan No.1 dalam Deklarasi ini yang

menyatakan bahwa

“Setiap orang, terutama mereka yang miskin, beresiko, penyandang cacat, orang

tua, remaja putus sekolah, anak-anak, pekerja migran, dan kelompok rentan

lainnya, berhak mendapatkan akses yang adil terhadap perlindungan sosial yang

merupakan hak asasi manusia yang mendasar. dan pada pendekatan siklus hidup

berbasis hak/kebutuhan, dan mencakup layanan-layanan penting yang

diperlukan”.

Dalam ketetapan ini pekerja migran termasuk sebagai kelompok yang rentan.100

Ketetapan-ketepan selanjutnya menerangkan mengenai pemberian jaminan

sosial yang harus berdasarkan prinsip penghargaan terhadap hak asasi manusia,

kebebasan yang fundamental, kemudahan untuk mengakses keadilan sosial, non-

98

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 12. 99

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection, Objectives [database on-line]; tersedia

di https://asean.org/?static_post=asean-declaration-strengthening-social-protection-regional

framework-action-plan-implement-asean-declaration-strengthening-social-protection. 100

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection, ketetapan 1.

Page 58: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

46

diskriminasi, dan kesetaraan gender.101

Selanjutnya dalam deklarasi ini juga

termuat cakupan jaminan sosial yang mencakup akses terhadap kesejahteraan dan

pembangunan sosial, akses untuk jaminan sosial, asuransi sosial, bantuan sosial di

negara-negara anggota ASEAN.102

Kerjasama lintas sektoral juga disebutkan

dalam ketetapan ini karena implementasi pelaksanaan jaminan sosial

membutuhkan pendekatan terkoordinasi dan secara menyeluruh antara

pemerintah, swasta, masyarakat, penyedia layanan jaminan sosial, serta sektor-

sektor terkait lainnya.103

Berkaitan dengan Deklarasi ini, pada 21 November 2015 para Kepala

Negara anggota ASEAN mengadopsi Kerangka Kerja Regional dan Rencara Aksi.

Kerangka kerja ini bekerja sebagai tujuan dari pencapaian inklusi dan peningkatan

akses yang adil bagi pekerja migran ke dalam peluang dan perlindungan sosial.

Selain itu kerangka kerja ini menegaskan kembali prinsip-prinsip bahwa setiap

orang, terutama kelompok-kelompok rentan seperti pekerja migran, berhak

mendapatkan akses yang adil terhadap perlindungan sosial sebagai hak asasi

manusia yang mendasar. Terakhir, dibawah definisi perlindungan sosial,

intervensi yang terdiri dari kebijakan dan program yang dirancang untuk

mengurangi kemiskinan, ketidaksetaraan, dan kerentanan dimaksudkan untuk

membantu kelompok-kelompok rentan untuk meningkatkan kapasitas mereka

101

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection, ketetapan No. 4. 102

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection, ketetapan No. 3. 103

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection, ketetapan No. 6.

Page 59: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

47

untuk mengelola risiko lebih baik dan meningkatkan akses ke layanan yang

berbasis hak dan kebutuhan mereka.104

c. ASEAN Labour Ministers’ Work Programme 2016 – 2020 and Work

Plans of the Subsidiaries Bodies

ASEAN Labour Ministers’ Work Programme 2016 – 2020 and Work Plans

of the Subsidiaries Bodies adalah kegiatan operasional ASEAN dan rencana aksi

yang mendukung peningkatan perlindungan sosial di ASEAN, termasuk

didalamnya adalah pekerja migran. Kerjasama ASEAN dibidang ketenagakerjaan

diselenggarakan oleh para Menteri Tenaga Kerja yang mengadakan rapat setiap 2

tahun sekali yang diadakan oleh oleh Senior Labour Official Meeting (SLOM)

negara-negar anggota ASEAN. SLOM ini juga membuat 3 badan untuk tenaga

kerja, salah satu diantaranya adalah ASEAN Committee on the Implementation of

the ASEAN Declaration on the Protection and Promotions of the Rights of

Migrant Workers (ACMW).105

Dalam Rencana Aksi Kerja ini, ASEAN telah berkomitmen untuk

mengembangkan rencana nasional dan regional terkait sistem jaminan sosial,

mengadakan lokakarya untuk berbagi pengalaman dan strategi tentang cara

memperluas asuransi sosial ke para pekerja di sektor informal dan swasta, dan

mengadakan seminar tentang asuransi pengangguran. Dalam kaitannya dengan

tenaga kerja migran, ASEAN dibawah ACMW mempunyai tanggung jawab

terhadap program kerja untuk jaminan sosial tenaga kerja migran di ASEAN. 106

104

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 11. 105

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 13. 106

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 13.

Page 60: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

48

ACMW mempunyai rencana kerja sebagai berikut:107

Dalam kaitannya

dengan Perlindungan Sosial bagi Pekerja Migran di ASEAN

a. Studi mengenai portabilitas jaminan sosial bagi pekerja migran di seluruh

Negara Anggota ASEAN;

b. Kolaborasi dengan Pertemuan Pejabat Senior tentang Pembangunan

Kesehatan untuk mengatasi risiko kesehatan pekerja migran, termasuk

mereka yang terkena dampak penyakit menular yang muncul.

Dalam kaitannya dengan Perlindungan dan Promosi Hak- Hak Pekerja Migran

a. Finalisasi instrumen ASEAN tentang perlindungan dan promosi hak-hak

pekerja migran (2016–2017);

b. Penelitian tentang hak-hak pekerja migran berdasarkan pada kontrak kerja

standar (2017–2018);

c. Penelitian tentang dimensi gender dari migrasi (termasuk eksploitasi dan

perlakuan buruk) (2018-2019);

d. Seminar atau konferensi untuk mensosialisasikan hasil ke negara-negara

Anggota ASEAN dan di luarnya;

e. Kampanye publik tentang proses bermigrasi yang aman (2017–2019);

f. Repositori peraturan perundang-undangan dan kebijakan tentang pekerja

migran dari Negara-negara Anggota ASEAN (2016– 2020).

107

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 14.

Page 61: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

49

BAB III

IMPLEMENTASI PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL PEREMPUAN

PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA, ANTARA

TAHUN 2016 – 2018

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai implementasi pemenuhan jaminan

sosial bagi Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia selama

tahun 2016 sampai tahun 2018. Bab ini tersusun dari tiga bagian. Bagian pertama

menjelaskan mengenai jaminan sosial yang diterima PPMI Indonesia di Malaysia

dalam kurun waktu 2016–2018. Bagian selanjutnya menjelaskan mengenai

implementasi pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI di Malaysia dalam kurun

waktu 2016–2018. Terakhir bagian tiga menjelaskan mengenai permasalahan

pemenuhan jaminan sosial yang dihadapi PPMI di Malaysia dalam kurun waktu

2016-2018.

A. Jaminan Sosial yang Diterima PPMI Indonesia di Malaysia, antara

tahun 2016 – 2018

Pada bab sebelumnya sudah dijabarkan mengenai peraturan tentang jaminan

sosial untuk PPMI di Malaysia. Dalam kurun waktu 2016–2017 jaminan sosial

untuk PPMI masih merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (Permeketrans) nomor PER.07/MEN/V/2010 yang diperbaharui

menjadi Pemeketrans No.1 tahun 2012 yang didalamnya terdapat program

asuransi untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) termasuk PPMI di negara

penempatan. Program asuransi ini antaran lain mengatur mengenai manfaat

kematian, sakit dan cacat, kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK),

Page 62: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

50

upah tidak dibayar, pemulangan PMI bermasalah, risiko menghadapi masalah

hukum, risiko kekerasan fisik dan seksual, risiko kejiwaan, dan risiko yang terjadi

dalam hal tenaga kerja migran dipindahkan ke tempat kerja atau tempat lain yang

tidak sesuai dengan perjanjian penempatan kerja. Prorgam asuransi selama masa

penempatan untuk PMI yang didalamnya termasuk PPMI merupakan program

asuransi swasta dimana diselenggarakan oleh Konsorsium Asuransi TKI yang

mendapat persetujuan Menteri Tenaga Kerja Indonesia.108

Dalam perjalanannya peraturan mengenai asuransi PPMI ini kemudian

diperbaharui lagi pada tahun 2017 oleh Kementerian Tenaga Kerja menjadi

Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 7 tahun 2017 yang mengatur

tentang jaminan sosial untuk PMI termasuk PPMI. Dalam peraturan ini

diperbaharui mengenai program jaminan sosial yang diberikan oleh PPMI, yaitu

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan

Kematian (JKM) dan Jaminan Harti Tua (JHT).109 Keempat program jaminan

sosial PPMI ini terselenggara di bawah BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan

penyelenggara jaminan sosial.110

Dengan adanya peraturan baru ini, pemerintah Indonesia secara eksplisit

mengubah kerangka jaminan sosial untuk PPMI dimana peran swasta

diminimalisir, seperti halnya dalam jaminan sosial yang diintegrasikan ke dalam

BPJS Ketenagakerjaan. Namun, program jaminan sosial di atas masih secara

sepihak yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Selain kerangka peraturan

108

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2010, Pasal 23, ayat (3). 109

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 2017, pasal 2. 110

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 2017, pasal 6.

Page 63: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

51

tersebut, perlu juga dilihat jaminan sosial apa yang dikeluarkan oleh negara tujuan

unutk para pekerja migrannya.111

Malaysia sendiri sudah mempunyai beberapa skema perlindungan sosial

berupa asuransi untuk pekerja migran. Skema ini antara lain mengatur mengenai

jaminan sosial yang diberikan untuk tenaga migran, tak terkecuali PPMI. Asuransi

untuk PPMI di Malaysia ini antara lain Foreign Workers Insurance Guarantee

(FWIG), Foreign Workers Hospitalization & Surgical Scheme (SPIKPA/ FWHS/

SKHPPA), Foreign Workers Compensation Scheme (FWCS), dan Maid

Insurance/Domestic Workers Insurance.112

Foreign Workers Insurance Guarantee (FWIG) adalah asuransi yang

dibutuhkan oleh Departemen Imigrasi dibawah Peraturan Imigrasi No. 21 untuk

pekerja asing di berbagai sektor, kecuali pekerja domestik. Asuransi ini

diperlukan oleh majikan apabila mereka hendak membuat pembaharuan izin

kerja pekerja asing. Durasi pertanggungan yang ditetapkan oleh Departemen

Imigrasi adalah 18 bulan. Asuransi ini juga dibutuhkan oleh Departemen Imigrasi

Malaysia sebagai jaminan pekerja asing ketika akan dipulangkan ke negara

asalnya. Masa dan premi pekerja asing untuk mengikuti asuransi ini tergantung

dari negara asal pekerja asing.113

111

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 51- 52.. 112

Nasrikah Sarah, Mengenal Asuransi bagi Buruh Migran di Malaysia, (Pusat Sumber daya

Buruh Migran, 28 Juni 2016) [database on-line]; tersedia di

https://buruhmigran.or.id/2016/06/28/mengenal-asuransi-bagi-buruh-migran-di-malaysia/. 113

Foreign Workers Insurance Guarantee (MSIG Insurance) [database on-line]; tersedia di

http://apmigration.ilo.org/resources/mou-between-government-of-the-republic-of-indonesia-and-

the-government-of-malaysia-on-the-recruitment-and-placement-of-indonesian-domestic-

workers/at_download/file1.

Page 64: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

52

Asuransi ini berfungsi ketika pekerja migran melakukan pelanggaran

Undang-Undang Imigrasi seperti melakukan kegiatan ilegal dan terlarang, sebagai

contoh mengedarkan narkoba dan melakukan pekerjaan tidak bermoral dan jika

majikan tidak mampu membiayai kepulangan para pekerja migran mereka.

Asuransi ini digunakan oleh Departemen Imigrasi sebagai jaminan untuk

menutupi biaya pemulangan jika pekerja asing diminta oleh pihak berwenang

untuk dipulangkan ke negara asalnya.114

Semua pekerja asing diwajibkan untuk mengambil asuransi Skim

Kemasukan Hospital dan Pembedahan Pekerja Asing (SKHPPA) atau Skim

Perlindungan Insurans Kesihatan Pekerja Asing (SPIKPA) dengan jumlah

perlindungan asuransi kesehatan sebanyak RM10,000 setahun dan bayaran

premium asuransi sebanyak RM120 per tahun bagi pekerja asing. Asuransi

kesehatan untuk pekerja asing di Malaysia dilaksanakan mulai 1 Januari 2011.

Pemerintah Malaysia melalui kebijakan ini memutuskan setiap pemberi kerja

wajib memberikan asuransi kesehatan bagi para pekerja asing mereka baik itu

untuk sektor perladangan maupun pekerja rumah. Pekerja asing yang dilindungi

oleh asuransi ini dapat mengklaim asuransi mereka di rumah sakit nasional dan

jika biaya pengobatan lebih besar dari RM 10.000 maka pekerja asing diharuskan

membayar sendiri sisanya. Dalam mempermudah akses asuransi ini, pemerintah

Malaysia juga sudah bekerja sama dengan asuransi swasta untuk

menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi pekerja asing.115

114

4 Type Foreign Worker Insurance in Malaysia [database on-line]; tersedia di

https://onlineinsurance2u.com/blog/4-type-foreign-worker-insurance-in-malaysia/. . 115

Kaedah Pelaksanaan Skim Perlindungan Insurans Kesihatan Pekerja Asing (27 Januari 2011)

[database on-line]; tersedia di http://www.moh.gov.my/index.php/pages/view/369.

Page 65: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

53

Foreign Workers Compensation Scheme (FWCS) adalah asuransi yang

menyediakan perlindungan kepada pekerja asing dari kecelakaan kerja dan biaya

pemulangan dari tempat kerja selama dan di luar waktu kerja. Asuransi ini adalah

bentuk dari pelaksanaan Workmen’s Compensation Act 1952 bagian 26 (2)

dimana menyatakan bahwa semua pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja

asing didalamnya wajib untuk mendaftarkan pekerja mereka dalam skema

asuransi ini. Oleh karena itu, semua biaya asuransi akan ditanggung oleh pemberi

kerja yang memuat diantaranya risiko kematian, kecacatan permanen, kehilangan

gaji akibat kecacatan sementara, biaya perawatan medis, dan kepulangan pekerja

asing ke negara asal yang disebabkan oleh kematian dan kecacatan permanen.116

Domestic Workers Insurance adalah salah satu bentuk perlindungan sosial

terhadap pekerja rumah tangga di Malaysia. Perlindungan sosial yang berbentuk

asuransi ini diberikan kepada para pekerja domestik yang mengalami kecelakaan

kerja yang tidak disengaja, kecelakaan kerja yang menyebabkan kecacatan dan

perawatan medis akibat kecelakaan kerja. Selain itu skema asuransi ini juga

memberikan biaya untuk pemulangan pekerja ke negara asal yang tidak

ditanggung oleh FWIG. Terlepas dari manfaat yang diberikan, terdapat beberapa

syarat dan konsekuensi dari asuransi in. Seperti batas maksimal pekerja yang

mengikuti asuransi berumur 55 tahun dan asuransi ini tidak melindungi biaya atau

pengobatan untuk kehamilan, melahirkan, keguguran, dan sebagainya.117

116

Sarah, Mengenal Asuransi bagi Buruh Migran di Malaysia.. 117

Chubb, Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance.

Page 66: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

54

B. Implementasi Jaminan Sosial untuk Perempuan Pekerja Migran

Indonesia (PPMI) Indonesia di Malaysia antara tahun 2016 – 2018

Dalam kaitannya dengan pemenuhan akses terhadap jaminan sosial,

dibutuhkan beberapa beberapa prinsip dasar mengenai jaminan sosial. Prinsip itu

diantaranya perlakuan yang sama antara warganegara dan non-warganegara dan

pemeliharaan akses terhadap jaminan sosial. Selain itu dibutuhkan pula kerjasama

bilateral atau multilateral untuk memperkuat kerjasama antar kedua negara baik

dalam bentuk perjanjian atau konvensi yang diratifikasi bersama. Dalam

kerjasama ini dapat diatur didalamnya prinsip- prinsip dasar untuk mengakses

jaminan sosial.118

Beberapa prinsip dasar untuk para pekerja migran dalam pemenuhan jaminan

sosial mereka diantaranya persamaan perlakuan, jaminan sosial yang mudah di

akses, dan bantuan atau kemudahan proses administrasi. Perlakuan yang sama

adalah bentuk dari tidak adanya diskriminasi antara jaminan sosial yang

diperuntukan untuk tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing.119

Dalam hal ini

negara pengirim dan penerima sebaiknya membuat perjanjian bilateral terkait

pemenuhan hak, manfaat, dan keutamaan jaminan sosial untuk pekerja migran.

Kedua, jaminan sosial yang mudah di akses yaitu tunjangan akan dibayarkan

meskipun pekerja ada di negara asal ataupun negara tempat bekerja. Hal ini

menjamin pemberian manfaat kepada pekerja atau keluarga pekerja dimanapun

118

Rivera, Social Security of Migrant Workers, 520. 119

Martine Humblet dan Rosinda Silva, Standards fot the XXIst Century: Social Security (Austria:

International Labour Organization (ILO), 2002) [database on-line]; tersedia di

https://www.ilo.org/global/standards/information-resources-and-

publications/publications/WCMS_088019/lang--en/index.htm.

Page 67: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

55

mereka tinggal. Terakhir adalah kemudahan dalam proses administrasi.

Kemudahan dapat diwujudkan hanya apabila kedua negara mempunyai bantuan

administrasi timbal balik dalam pengarsipan, permasalahan hukum dan

pembayaran tunjangan.120

Tabel III.B.1. Jaminan Sosial yang Diberikan di Negara ASEAN,

Berdasarkan Status Kewarganegaraan

Sumber : Prof. Marius Oliver, “Social Protection for Migrant Workers in ASEAN:

Development, Challanges, and Prospects,” Internasional Labour Organization (ILO), (2018):

32.

Pada tabel di atas memperlihatkan jaminan sosial yang diberikan oleh

Malaysia kepada warganegara dan non-warganegara. Pertama dapat dilihat dalam

pemberiaan tunjangan kesehatan dan sakit, baik warganegara dan non-warga

negara mendapatkan kedua tunjangan ini. Namun syarat pemberian tunjangan ini

120

Rivera, Social Security of Migrant Workers, 519.

Page 68: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

56

beda untuk non-warganegra. Untuk mendapatkan tunjangan kesehatan non-

warganegara dibuatkan skema asuransi yang berbeda, atau dalam hal ini masuk ke

dalam Foreign Workers Hospitalization & Surgical Scheme (SPIKPA/ FWHS/

SKHPPA). Tidak berbeda jauh dengan tunjangan kesehatan, tunjangan sakit juga

diberikan namun tunjangan ini ditanggung oleh pemberi kerja.121

Untuk tunjangan pengangguran, Malaysia tidak memberikan baik untuk

warganegara ataupun non-warganegaranya. Selanjutnya untuk dana pensiun atau

jaminan hari tua, Malaysia memberikan kepada warganegara dan non-

warganegara namun melalui skema yang berbeda.122 Tunjangan pemberian hari

tua di Malaysia disebut Skema Penyedia Dana Tenaga Kerja atau Employment

Provident Fund (EPF). Perbedaan skema yang dimaksud adalah berapa premi

yang dibayarkan dan keikkutsertaan dalam EPF. EPF ini adalah tabungan wajib

untuk pekerja lokal dan tidak wajib untuk pekerja migran. Jika pekerja migran

ingin ikut serta gaji mereka harus dipotong 11% untuk membayar jaminan sosial

ini. 123

Selanjutnya adalah tunjangan kecelakaan kerja dimana Malaysia

memberikan tunjangan ini untuk warga negara dan non-wagranegara namun

dengan skema yang berbeda. Perbedaan ini didasari dalam kerangka hukum yaitu

Workmen Compensation Act 1952 yang ditujukan hanya untuk pekerja asing saja

sedangkan pekerja lokal dilindungi oleh SOCSO.124 UU Kompensasi Pekerja ini

melahirkan Foreign Workers Compensation Scheme yang diantaranya memuat

121

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 32. 122

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 32. 123

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 370. 124

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 370.

Page 69: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

57

mengenai tunjangan atau manfaat yang pekerja asing terima ketika mereka

mengalami kecelakaan kerja.125 Selanjutnya karena pekerja domestik dikecualikan

dalam UU Kompensasi Pekerja Malaysia terdapat skema berbeda kepada pekerja

migran domestik yaitu Domestic Workers Insurance.126

Perbedaan dalam pemberiaan tunjangan kecelakaan kerja di Malaysia

terdapat pada premi atau uang yang dibayarkan. Dalam kasus kecelakaan kerja

yang berakibat pada kecacatan sementara pekerja migran diberikan setengaj gaji

mereka untuk asuransi ini sementara pekerja lokal dikenakan RM10 dan maksimal

RM 78.67 per hari. Untuk kecelakaan kerja yang berakibat pada kecacatan

permanen, pekerja migran juga diberikan kompensasi sampai RM 23,000

tergantung dari berapa umur mereka. sedangkan pekerja lokal akan diberikan

kompensasi untuk kecelakaan kerja yang berakibat pada kecacatan permanen

sebesar RM10 dan maksimum RM 88.50 per hari.127

Di Malaysia baik pekerja lokal dan pekerja migran mendapatkan

perlakuan yang sama untuk tidak diberikan tunjangan untuk keluarga mereka.

Tidak adanya tunjangan untuk keluarga pekerja migran tidak sejalan dengan

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the

Rights of Migrant Workers yang negara-negara ASEAN tandatangani, termasuk

Malaysia. Dalam deklarasi yang ditandatangani tahun 2007 ini, terdapat

125

Workmen’s Compensation Act 1952, bagian 26 (2). 126

Chubb, Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance. 127

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 371.

Page 70: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

58

pernyataan yang menyatakan baik negara pengirim dan negara penerima harus

menjamin hak-hak dasar para pekerja migran dan keluarga mereka.128

Untuk tunjangan kehamilan baik pekerja migran dan pekerja lokal

diberikan dengan skema yang berbeda. Untuk pekerja migran terdapat peraturan

mengenai tunjangan kehamilan yang ada dalam Employment Act 1955 yaitu

manfaat cuti kehamilan untuk semua pekerja terlepas dari jumlah gaji mereka.129

Namun pada praktiknya, pemberian manfaat kehamilan tidak sejalan dengan

Employment Act 1955. Hal ini karena sebelum bekerja di Malaysia, pekerja asing

harus melaksanaan tes kesehatan untuk membuktikan bahwa mereka terbebas dari

kehamilan, HIV, dan tuberkolosis. Untuk pekerja migran perempuan, termasuk

PPMI jika mereka positif hamil mereka tidak boleh diizinkan untuk bekerja di

Malaysia.130

Tidak adanya manfaat kehamilan bagi PPMI juga didukung dengan

dikecualikan pekerja migran domestik dari Employment Act 1955. Mereka

dikecualikan dari bagian IX Employment Act 1955 mengenai jaminan

kehamilan.131 Hal ini sangat berpengaruh karena sebagian besar PPMI di Malaysia

bekerja pada sektor domestik.132 Terlebih jaminan sosial khusus untuk pekerja

128

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the Rights of Migrant

Workers, General Principles. 129

Social Security and Maternity Protection for Female Workers: Laws and Practices in ASEAN

[database on-line]; tersedia di https://www.asean.org/wp-

content/uploads/images/2015/August/ASEAN-Labour-Ministerial-Meeting-

document/maternity%2012_3_2014.pdf. 130

Hamidi, Indonesian Female Factory Workers, 659. 131

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 62. 132

Statistik Pekerja Asing Terkini Mengikut Negeri dan Sektor [database on-line]; tersedi di

http://www.data.gov.my/data/ms_MY/dataset/statistik-pekerja-asing-terkini-mengikut-negeri-dan-

sektor.

Page 71: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

59

domestik yaitu Domestic Workers Insurance juga mengecualikan manfaat

kehamilan di dalamnya.133

Dalam menjalankan prinsip equality treatment untuk tenaga kerja migran,

Malaysia belum dikatakan baik karena beberapa skema pemberian asuransi untuk

tenaga kerja baik lokal maupun asing masih dibedakan. Hal ini sangat

disayangkan karena Malaysia adalah salah satu negara yang meratifikasi

Konvensi ILO No. 19 tentang Perlakuan yang Sama bagi Pekerja Nasional dan

Asing dalam Hal Tunjangan Kecelakaan Kerja. Pembedaan skema asuransi ini

juga tidak sejalan dengan Konsitusi Federal yang menyatakan bahwa baik

warganegara ataupun pekerja baik asing maupun lokal adalah sama di mata

hukum.134 Lebih lanjut Employment Act Malaysia juga menyatakan bahwa

tindakan diskriminasi dilarang dan kesamaan perlakuan harus diberikan untuk

pekerja lokal maupun asing.135

Prinsip selanjutnya untuk pemenuhan jaminan sosial untuk pekerja migran

adalah kemudahan untuk mengakses jaminan sosial (portability). Negara

penerima tenaga kerja dapat digolongkan ke dalam rezim negara pemberi jaminan

sosial. Rezim I (portability) adalah jaminan sosial yang mudah untuk di akses dan

tidak ada perbedaan antara tenaga kerja lokal dan tenaga kerja migran. Rezim II

(exportability) dimana tenaga kerja lokal mendapatkan beberapa jaminan yang

tenaga kerja migran tidak dapatkan. Rezim III (Access Exclusion) yaitu tidak ada

jaminan sosial yang diberikan untuk tenaga kerja migran. Sebagian besar negara

133

Chubb, Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance. 134

Malaysian Federal Constitution, pasal 8 (2). 135

Employment Act Malaysia 1955, Bagian XIIb pasal 60L.

Page 72: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

60

penerima tenaga kerja migran di ASEAN menjadi negara di rezim II.136 Prinsip ini

dilaksanakan untuk memastikan implementasi pemberian jaminan sosial yang

setara antara warganegara dan non-warganegara. Prinsip ini memungkinakan

pekerja migran untuk menerima manfaat yang menjadi hak mereka dari suatu

negara.137

Malaysia tergolong ke dalam rezim exportability hal ini karena pekerja

migran memiliki akses ke perawatan medis, tunjangan hari tua, dan kecelakaan

kerja namun tunjangan keluarga dan kehamilan yang berlaku untuk pekerja

perempuan lokal tidak tersedia untuk migran.138 Terkait dengan prinsip

kemudahan akses yang termuat dalam prinsip jaminan sosial dan ASEAN

Declaration on Strengthening Social Protection, Malaysia belum menjalankan

prinsip ini sepenuhnya. Pembedaan pemberian skema asuransi untuk pekerja asing

dan lokal menjadi salah satu faktor penghambat pekerja migran untuk mengakses

jaminan sosial di Malaysia.139

Belum berlakunya kedua prinsip tersebut diakui oleh Sofi Gayuh, PPMI

yang bekerja di sektor manufaktur. Ia mengatakan bahwa cuti atau tunjangan

kehamilan memang tidak diberikan kepada pekerja migran di Malaysia.

Tunjangan ini hanya khusus diberikan kepada warganegara Malaysia saja, dimana

mereka dapat cuti hamil 3 bulan. Sofi menjelaskan bahwa PPMI tidak diberi

asuransi untuk kehamilan. Mereka yang hamil harus dipulangkan jadi tidak bisa

136

Women Migrant Workers in the ASEAN Economic Community (Thailand: UN Women Asia

Pacific, 2017) [database on-line]; tersedia di https://asean.org/storage/2012/05/AEC-Women-

migration-study.pdf. 137

Humblet Silva, Social Security XXIst Century, 42-43. 138

Women Migrant Workers in the ASEAN, 50. 139

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 60.

Page 73: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

61

jika bekerja dan melahirkan di Malaysia. Perbedaan pemberian tunjangan

kehamilan ini juga tidak sejalan dengan prinsip portability atau pemeliharaan hak

yang diperoleh dan pemberian manfaat di luar negeri.140

Prinsip ini dijalankan

oleh negara-negara yang bersangkutan. Oleh karena peraturan nasional Indonesia

memberikan tunjangan kehamilan untuk para pekerja termasuk pekerja migran.

Jika Malaysia tidak memberikan tunjangan ini maka akses pekerja migran

terhadap manfaat melahirkan tidak dapat terlaksana di negara penempatan atau

dalam kata lain tidak ada persamaan pemberian manfaat antara negara pengirim

dan negara penerima.141

Prinsip terakhir dalam memberikan jaminan sosial untuk pekerja migran

adalah kemudahan proses administrasi. Proses administrasi berupa bantuan timbal

balik dalam pengarsipan, ajudikasi, dan pembayaran tunjangan. Seorang pekerja

migran yang telah kembali ke negara tempat tinggalnya dapat mengajukan klaim

atas tunjangan di negara tempat tinggalnya. Negara yang menerima klaim

memberikan bantuan dengan meneruskan klaim ke negara pihak lainnya, yang

akan menerima, mengadili, dan membayar dengan cara yang sama seolah-olah

diajukan di negara itu.142

Jika berbicara mengenai proses administrasi jaminan sosial untuk pekerja

migran, tentu merujuk pada skema asuransi yang ada. Untuk PPMI di Malaysia

baik Indonesia maupun Malaysia memang sudah mempunyai skema asuransi

namun belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik. Serikat Buruh Migran

140

Humblet Silva, Social Security XXIst Century, 42. 141

Wawancara dengan PPMI, Sofi Gayuh yang bekerja sebagai Pekerja Pabrik (Manufaktur) yang

bergerak di bidang pembuatan harddisk di Malaysia dari tahun 2014-2019. 142

Rivera, Social Security of Migrant Workers, 519.

Page 74: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

62

Indonesia (SBMI) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 2015 – 2017, klaim

asuransi menjadi masalah untuk para pekerja migran, tidak terkecuali PPMI.

Terdapat 300 kasus mengenai klaim asuransi, 240 kasus merupakan PHK sepihak,

10 kasus meninggal dunia, 1 kasus klaim asuransi bantuan hukum, 33 klaim

asuransi sakit, dan 9 klaim asuransi PHK atau gaji tidak dibayar bagi pekerja

rumah tangga migran.143

UN Women dan ILO Indonesia dalam penelitian ini mengemukakan

pentingnya klaim asuransi yang harus dipahami oleh PPMI. Programme

Coordinator untuk Safe and Fair Labour Migration in ASEAN, Sinthia Dwi

Harkrisnowo, menyatakan bahwa klaim asuransi di negara tujuan harus diatur

serinci mungkin dan di buat mudah. Mulai dari syarat- syarat klaim, dokumen apa

yang harus dibawa dan dilengkapi. Hal ini sangat penting karena sebagian besar

PPMI, khusunya yang bekerja di sektor domestik, dokumen mereka ditahan oleh

para majikan.144

Lebih lanjut UN Women juga melihat permasalahan proses administrasi

masih ada karena masih ada mekanisme koordinasi yang kurang baik dan

pencatatan yang tidak sinkron dari pihak Indonesia. Terlebih UU No.18 tahun

2017 dimana BPJS Ketenagakerjaan sekarang yang mengatur pelaksanaan

jaminan sosial, dalam kurun waktu 2016-2018 belum melakukan kerjasama

dengan negara penerima pekerja migran Indonesia terkait pemenuhan jaminan

sosial. Ibu Nunik mengatakan bahwa:

143

SBMI Tangani 1500 Kasus BMI Periode 2015 – 2017 (DPN SBMI, 2018) [database on-line];

tersedia di http://sbmi.or.id/2018/12/sbmi-tangani-1500-kasus-bmi-periode-2015-2017/. 144

Wawancara dengan Ibu Shintia Harkrisnowo, Indonesia Programme Coordinator for Safe and

Fair Labour Migration in ASEAN, pada 5 April 2019, di Kantor ILO Jakarta.

Page 75: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

63

“Untuk mendapatkan informasi kadang calon PPMI harus jalan sehari dulu baru

dapat informasi. Ketika sudah sampai di Kantor Desa masih di oper ke sana sini

untuk medical check-up dan sebagainya. Hal ini rumit karena akan keluar uang

banyak. Proses administrasi harus dipermudah agar para calon PPMI ini bekerja

dengan jalur legal dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengurus

dokumen.”145

Dari sisi negara penerima PPMI, Malaysia, permasalahan terkait proses

administrasi muncul karena sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang ada di

Malaysia adalah ilegal atau undocumented. North South Initiatives sebagai salah

satu NGO di Malaysia yang fokus terhadap tenaga kerja migran menyebutkan

klaim di Malaysia tidak dapat diajukan jika mereka tidak punya izin kerja atau

work permit. Lebih lanjut, ia mengatakan “most of Indonesian workers are

undocumented so they don’t have work permit thus cannot claim the basic

insurance such as SPIKPA and FWCS.146 Ada sekitar 4.000 pekerja migran

Indonesia yang masuk ke Malaysia tanpa izin per Maret 2018147 sebagian besar

dari mereka bekerja di sektor konstruksi dan rumah tangga.148

145

Wawancara dengan Ibu Nunik Nurjanah dan Ibu Temmy, National Programme Officer,

EVAW, and Migration, pada 28 Maret 2019 di UN Women Jakarta. 146

“Jika tidak ada work permit PPMI tidak dapat mengakses SPIKPA dan FWCS.” Dikutip dari

wawancara dengan Mr. Adrian Pereira, Executive Director of North South Initaitves Malaysia

pada 3 Mei 2019. 147

Hadi Maulana, Malaysia Tahan 4.000 TKI Illegal [database on-line]; tersedia di

https://regional.kompas.com/read/2018/03/21/22015791/malaysia-tahan-4000-tki-ilegal, di akses

pada 8 Mei 2019. 148

Rohmatin Bonasir, Malaysia Razia Tenaga Kerja Ilegal, sebagian TKI bermalam di hutan dan

kontainer [database on-line]; tersedia di https://www.bbc.com/indonesia/dunia-44742422, di akses

pada 8 Mei 2019.

Page 76: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

64

C. Permasalahan dalam Pemenuhan Jaminan Sosial yang Dihadapi

Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia antara

tahun 2016 – 2018

Dalam kaitannya dengan Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja

perempuan terbesar ke Malaysia, PPMI sering menghadapi permasalahan ketika

harus memenuhi jaminan sosial mereka.149 Wawancara yang dikumpulkan dari

berbagai stakeholders termasuk PPMI menyebutkan bahwa permasalahan PPMI

untuk mengakses jaminan sosial terdiri dari empat masalah. Permasalahan itu

adalah tidaktahuan mereka mengenai hak-hak mereka, kontrak kerja, masalah

terkait dokumen, dan kondisi bekerja.150

Permasalahan pertama diawali dengan pengetahuan mengenai hak-hak

PPMI selama bekerja di negara tujuan. Menurut Mr. Adrian Pereira Direktur dari

Northsouth Initiatives Malaysia menyebutkan bahwa permasalahan dasar datang

juga dari PPMI. Ia mengatakan :

“Lot of workers, they don’t have knowledge for their rights So it is easy for the

employer to manipulate or exploit them. So if they don’t understand enough their

rights, they just get enough sub-skills then the employers can get angry and trying

to exploit them. If they join the union, they have better knowledge of their rights,

better compensation, the overtime work is monitored but many unions in Malaysia

is very small so still not covered under unions. So in Malaysia because domestic

workers are excluded from the laws so they don’t have rights to join or to form the

union. If the Indonesia female migrant workers can join the trade union and hence

they can also promote their rights to the social protection.” 151

149

International Organization for Migration (IOM), Labour Migration from Indonesia, 45. 150

Wawancara dengan UN Women Indonesia, ILO Indonesia, dan North South Initiatives

Malaysia. 151

“Banyak dari PPMI yang datang ke Malaysia tidak mengetahui mengenai hak- hak mereka.

Sangat disayangkan jika pola pengiriman PPMI akan berjalan terus seperti ini. Hal ini dapat

menyebabkan mereka sangat mudah untuk dimanipulasi dan di eksploitasi oleh pemberi kerja

mereka. Sangat disayangkan juga karena sebagian PPMI bekerja di sektor domestik dimana

mereka dikecualikan untuk berserikat jadi mereka tidak dapat mengetahui hak-hak mereka juga.

Permasalahan hukum mengenai serikat buruh menjadi penting karena jika para PPMI dapat

bergabung dalam serikat buruh mereka akan mendapatkan pengetahuan mengenai hak-hak mereka

yang lebih baik,” dikutip dari wawancara dengan North South Initiatives Malaysia.

Page 77: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

65

Gambar III.1. Pengetahuan Menganai Hak-Hak Pekerja

sumber: Arisman dan Ratnawati Kusumajaya, “Protection of Human Rights

and Labour Migration for Employment Purposes Across ASEAN,” Center

for Southeast Asian Studies, 2018, 77.

Dalam grafik diatas terlihat presentase mengenai pengetahuan PPMI di

Johor Bahru, Malaysia. Sebanyal 28,8% menyatakan netral atau tidak

memberikan penilaian terhadap hak mereka. Pemberian informasi mengenai

hak-hak mereka sebenarnya sudah dilakukan dalam pembekalan kerja sebelum

keberangkatan. Namun proses ini nyatanya tidak digunakan dengan baik oleh

para PPMI. Pekerja migran Indonesia, termasuk PPMI didalamnya selalu

diberikan pelatihan dan wawasan mengenai hak dan kewajiban mereka namun

mereka tidak ambil serius dengan proses ini. KBRI di Kuala Lumpur

mengatakan ketika memberikan pelatihan untuk PPMI, “mereka asyik dengan

diri mereka. Mereka terlalu sibuk berbicara dengan sesama pekerja sehingga

tidak memperhatikan apa isi dari pelatihan ini.”152

152

Wawancara dengan KBRI di Kuala Lumpur, Malaysia dalam Arisman dan Ratnawati

Kusumajaya, Protection of Human Rights and Labour Migration for Employment Purposes Across

ASEAN (Jakarta: CSEAS, 2018), 77.

Page 78: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

66

Masalah mengenai hak- hak PPMI sebenarnya dapat diatasi jika mereka

dapat mengikuti serikat kerja. Serikat kerja dirasa mampu dan merupakan

tempat yang paling bagus untuk PPMI mendapatkan informasi mengenai hak-

hak mereka, jaminan sosial, serta membantu mereka mengubah cara pandang

mereka mengenai hak untuk mendapatkan jaminan sosial. Namun di Malaysia

serikat pekerja tidak banyak, bahkan jarang dari PPMI yang bisa tergabung

dalam serikat bekerja.153 Hal ini dikarenakan PPMI yang ada di Malaysia

sebagian besar bekerja di sektor rumah tangga, dimana mereka dikecualikan

dari Trade Union Act untuk berserikat di Malaysia.154

Permasalahan selanjutnya adalah kontrak kerja. Sebagian besar PPMI

yang bekerja di Malaysia berada pada sektor informal. Di Malaysia agensi

buruh swasta diberikan izin untuk mengatur dan menangani aplikasi bekerja

mereka sebelum aplikasi pekerja mereka dibawa ke Departemen Imigrasi.155

Terkait dengan hal ini perlu dilihat pula tingkat pendidikan mereka. Menurut

data dari BNP2TKI dari tahun 2016–2018 pekerja migran Indonesia umumnya

hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama.156

ILO Indonesia menyebutkan bahwa sebagian besar PPMI yang dikirim

bekerja ke luar negeri berpendidikan rendah. Terkadang mereka tidak dapat

menulis dan membaca. Hal itu sangat sangat disayangkan karena membuat

mereka tidak mengerti dengan kontrak kerja. Banyak pengetahuan-

pengetahuan teknis yang setidaknya mereka harus tahu harus mereka pahami

153

Wawancara dengan UN Women Indonesia. 154

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia. 155

Arisman dan Kusumajaya,Protection of Human Rights and Labour Migration, 34. 156

BNP2TKI. Data Penempatan dan Perlindungan PMI periode bulan September 2018.

Page 79: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

67

untuk tinggal dan bekerja di luar negeri. Jika mereka bisa baca kontrak kerja,

mereka seharusnya tahu mengapa mereka harus dipotong gaji. Minimal

mereka mengetahui kalau potong gaji itu masalah. Pelanggaran kontrak kerja

itu juga bisa menjadi pelanggaran hak untuk mereka.157

Lebih lanjut UN Women Indonesia juga mengatakan bahwa sering ada

perubahan kontrak kerja di negara tujuan.

“Kenapa para PPMI tidak mendapat jaminan sosial? Ada isu bahwa kontrak yang

ada di Indonesia, memakai bahasa Indonesia dan dibaca oleh PPMI dirubah setelah

sampai di Malaysia. Kontrak mereka diubah dengan bahasa lain, bahasa inggris

dan terkadang juga sudah diubah beberapa item yang tidak berpihak kepada

PPMI.”158

UN Women menambahkan bahwa seharusnya semua item-item yang ada di

kontrak kerja harus dipertegas. Kontrak kerja harus dibuat dan disahkan oleh

Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI. Tidak boleh ada pengubahan dan

harus dipahami oleh PPMI itu sendiri.159

Permasalahan lain yang datang adalah terkait dokumen. Merujuk pada

MoU Indonesia dan Malaysia pada tahun 2011 pasal 6 yang menyatakan

bahwa pengguna jasa pekerja domestik Indonesia di Malaysia dapat

menyimpan paspor mereka demi alasan keamanan.160 Hal ini menempatkan

PPMI dalam posisi rentan karena mereka dapat kehilangan status legal mereka

jika melarikan diri dari majikan yang melakukan tindakan kekerasan. Terlebih

jika mereka meninggalkan majikan karena ada masalah. Jika mereka pergi

157

Wawancara dengan ILO Indonesia. 158

Wawancara dengan UN Women Indonesia. 159

Wawancara dengan UN Women Indonesia 160

Protokol Perubahan terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Malaysia Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik

Indonesia 2011, pasal 6.

Page 80: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

68

tanpa dokumen mereka harus membuat visa khusus dengan biaya RM 100 tiap

bulannya.161

Permasalahan makin menjadi rumit jika paspor mereka ditahan dan

majikan tidak bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan sosial bagi

PPMI. Ketika mereka lari dan kehilangan status legal, mereka menjadi

undocumented migrant workers dan pekerja ini tidak dilindungi dengan

jaminan sosial. Hal ini membuat mereka susah untuk mengklaim jaminan

sosial ketika mereka tidak terbukti berdokumen kerja. Terlebih jika majikan

mereka dimintai pertanggungjawaban. Para pemberi kerja dapat memanipulasi

PPMI untuk terhindar dari menanggung jaminan sosial mereka. Majikan dapat

dengan mudah mengatakan “mereka tidak bekerja untuk kami” “mereka

bukan pekerja kami”.162

Permasalahan terakhir adalah kondisi bekerja mereka. Beberapa

permasalahan terkait keadaan bekerja PPMI diantaranya adalah jam kerja,

beban kerja, dan waktu istirahat/hari libur.163 Dalam Report ILO164 tahun 2016,

didapatkan data mengenai jam kerja tenaga migran perempuan yang berprofesi

sebagai pembantu rumah tangga.

161

International Organization for Migration (IOM), Labour Migration from Indonesia, 43. 162

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia. 163

Arisman dan Kusumajaya, Protection of Human Rights and Labour Migration,59-61. 164

Bridget Anderson, Worker, helper, auntie, maid? Working conditions and attitudes exprienced

by migrant domestik workers in Thailand and Malaysia (Bangkok: ILO, 2016) [database on-line];

tersedia di https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_537808/lang--en/index.htm.

Page 81: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

69

Gambar III.2. Jam Kerja Pekerja Domestik di Malaysia

Sumber : Bridget Anderson, ”Worker, helper, auntie, maid? Working

conditions and attitudes exprienced by migrant domestic workers in

Thailand and Malaysia,” Internasional Labour Organization (ILO)

(2016).

Gambar diatas menunjukkan jam kerja rata-rata pekerja migran rumah

tangga di Malaysia berdasarkan negara asal. PPMI Indonesia menduduki

peringkat kedua sebaga tenaga kerja yang bekerja melebihi standar jam kerja.

Pengaturan standar jam kerja di Malaysia adalah 8 jam/hari untuk semua

pekerja165, terkecuali pembantu rumah tangga. Di dalam Employment Act

Malaysia, pembantu rumah tangga tidak secara hukum disebut sebagai pekerja

melainkan sebagai pelayan. Oleh karena itu mereka tidak diwajibkan untuk

bekerja hanya 8 jam/hari.166 Pembantu rumah tangga di Malaysia bekerja melebihi

waktu yang ditetapkan. Pada gambar diatas PPMI Indonesia yang bekerja sebagai

pembantu rumah tangga bekerja rata- rata 14,82 jam per hari. Hasil penelitian ini

165

Employment Act Malaysia 1955, pasal 60A. 166

Jennifer Whelan et al. “Abused and Alone :Legal Redress For Migrant Domestic Workers In

Malaysia,” Indonesia Law Review, 2016 [jurnal on-line]; tersedia di

http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/171; Internet; diunduh pada 22 April 2019.

Page 82: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

70

sesuai dengan penemuan ILO bahwa pembantu rumah tangga di Malaysia bekerja

paling lama jika dibandingkan dengan negara lain.167

Di Malaysia, pembantu rumah tangga adalah tanggungan dari pemberi

kerja karenanya beberapa manfaat yang dirasakan oleh pekerja lain tidak ikut

dirasakan oleh mereka, salah satunya adalah libur 1 hari per minggu. Kesempatan

bagi pembantu rumah tangga untuk libur 1 hari per minggu oleh pemberi kerja

didapati bahwa hari libur dianggap sebagai suatu bonus atau imbalan dan bukan

hak yang harus diberikan untuk para pekerja. Besarnya angka untuk tidak

mengizinkan pembantu rumah tangga keluar ketika hari libur menjadi salah satu

masalah bagi para pembantu rumah tangga.168

Kondisi kerja PPMI yang umumnya sebagai pekerja domestik sangat

rentan terhadap tindakan kekerasan. Mereka bekerja di dalam rumah yang tertutup

yang terkadang kita tidak mengetahui kondisi bekerja mereka bagaimana.169 UN

Women menambahkan PPMI yang bekerja di sektor domestik sangat sulit

mengakses jaminan sosial mereka karena mereka tidak diberikan pengawasan atau

monitoring oleh pemerintah setempat.170 Pembantu rumah tangga yang dianggap

sebagai pelayan dan bukan pekerja banyak sekali dikecualikan dari peraturan-

peraturan perundangan, termasuk diantaranya pengawasan oleh monitoring

committee Malaysia. Hal ini membuat para pekerja domestik rentan terhadap

keamanan bekerja.171

167

Anderson, Worker, helper, auntie, maid?, 57-58. 168

Anderson, Worker, helper, auntie, maid?, 63.. 169

Wawancara dengan ILO Indonesia. 170

Wawancara dengan UN women Indonesia. 171

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia.

Page 83: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

71

Selain dari sektor domestik permasalahan mengenai jam kerja dan beban

kerja juga datang dari sektor manufaktur. PPMI yang bekerja di sektor manufaktur

sering bekerja lebih dari 48 jam/minggu. Hal ini menimbulkan perhatian khusus

karena kemampuan bekerja perempuan terkadang tidak mencukupi untuk bekerja

lebih dari 48 jam/minggu. Selain itu perusahaan manufaktur terkadang juga

memperbolehkan PPMI untuk bekerja lembur dan pada waktu malam (night shift).

Kondisi ini dirasa menimbulkan kekhawatiran karena tidak ada yang dapat

menjamin keamanan mereka. Tidak ada pengawasan untuk mereka ketika mereka

pulang bekerja.172

172

Hamidi, Indonesia Female Factory Workers, 657

Page 84: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

72

BAB IV

ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL UNTUK

PEREMPUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA (PPMI) DI MALAYSIA,

PERIODE 2016 – 2018

Bab ini menjelaskan mengenai analisis hambatan pelaksanaan jaminan

sosial untuk Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia dalam

periode 2016 – 2018. Bab ini tersusun dari dua bagian. Bagian pertama

menjelaskan mengenai hambatan pemenuhan jaminan sosial PPMI dari segi

hukum. Bagian selanjutnya menjelaskan hambatan dari sesi migrasi yaitu tata

kelola migrasi Indonesia. Bagian terakhir menganalisa kebijakan imigrasi

malaysia melalui perspektif feminis dalam kebijakan luar negeri. Hambatan-

hambatan ini akan dianalisi menggunakan teori feminis. Dimana pada bagian

pertama akan dimasukan beberapa metodologi yang feminis berikan dalam

hubungan internasional. Dilanjutkan dengan analisis terakhir yang akan dikaji

melalaui perspektif feminis sosialis dan kebijakan luar negeri feminis.

A. Hambatan Hukum

Hambatan pertama untuk pekerja migran mengakses jaminan sosial adalah

hambatan hukum. Dari wawancara yang dilakukan dengan beberapa pihak terkait

seperti UN Women Indonesia, ILO Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia

(SBMI), North South Initiatives Malaysia serta dua PPMI terdapat beberapa

permasalahan dalam kerangka hukum yang menjadi hambatan untuk pemenuhan

jaminan sosial bagi PPMI di Malaysia. Hambatan terkait permasalahan hukum

antara lain pengecualian beberapa kategori pekerja migran dari Undang-Undang

Page 85: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

73

yang mengatur tentang jaminan sosial di Malaysia, permasalahan pada

Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Malaysia mengenai

Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia yang masih minim

perlindungan dan sudah kadaluarsa, serta minimnya penegakkan hukum terkait

jaminan sosial untuk PPMI di Malaysia.

Pertama hambatan datang dari adanya pengecualian beberapa kategori

pekerja migran dari Undang-Undang jaminan sosial di Malaysia. Kategori yang

dikecualikan itu antara lain pekerja rumah tangga, pekerja di sektor informal dan

pekerja illegal atau tidak berdokumen.173

Pengecualian kategori pembantu rumah

tangga terdapat dalam Employment Act, Workmen Compensation Act, Employees

Provident Fund Act, dan Trade Union Act.174

Selain itu PRT juga dikecualikan

dari beberapa bagian Employment Act seperti minimum gaji dan jam kerja.175

Pengecualian PRT dari beberapa UU Tenaga Kerja di Malaysia membawa

permasalahan yakni tidak dilindunginya mereka dengan jaminan sosial dan tidak

adanya pengawasan di tempat mereka bekerja.176

Dalam Employment Act pekerja domestik tidak secara hukum diakui sebagai

pekerja melainkan sebagai “servant” atau pelayan. Bagian 2 (1) UU ini

menyebutkan bahwa “domestic servants” atau PRT adalah seseorang yang

dipekerjakan sehubungan dengan pekerjaan rumah tinggal pribadi dan tidak ada

hubungannya dengan perdagangan, bisnis, atau profesi apa pun yang dijalankan

173

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 26. 174

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 60. 175

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia. 176

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 86: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

74

oleh majikan di rumah tempat tinggal tersebut.177

Sehubungan dengan hal

tersebut, PRT tidak mendapatkan garansi minimum kondisi bekerja mereka. First

Schedule dalam UU ini mengecualikan PRT dalam beberapa perlindungan pekerja

diantaranya seksi 12 pemberhentian kontrak, seksi 14 pemberhentian kontrak

karena alasan khusus,seksi 16 minimum hari bekerja dalam sebulan, seksi 22

pembatasan uang muka kepada pekerja, seksi 61 kewajiban untuk terdaftar, dan

seksi 64 kewajiban untuk menampilan papan pengumuman serta bagian IX

Jaminan Kehamilan, bagian XII mengenai hari libur, waktu bekerja, libur dan

kondisi bekerja lainnya serta bagian XIIA mengenai pemberhentian,

pemberhentian sementara, dan tunjangan pensiun.178

Pengecualian PPMI PRT dalam Workmen Compensation Act dimana

mereka tidak dibuatkan skema asuransi khusus seperti pekerja migran di sektor

lainnya. PRT tidak terlindungi dari mendapatkan akses untuk kecelakaan kerja

mereka karena dikecualikan dalam Workmen Compensation Act179

, maka dari itu

tidak diikutsertakan dalam skema asuransi Foreign Workers Compensation

Scheme (FWCS). Selanjutnya dalam Employees Provident Fund Act pekerja

rumah tangga juga dikecualikan untuk mendapatkan jaminan pensiun karena

mereka adalah salah satu kategori yang dianggap bukan pekerja. Pengecualian ini

memang ada dalam First Schedule Employees Provident Fund Act yang secara

langsung dan tidak langsung mengecualikan beberapa kategori diantaranya adalah

pekerja rumah tangga.180

177

Employment Act 1955, Section 2 (1) tentang “domestic servants”. 178

Whelan et al., Abused and Alone :Legal Redress, 6. 179

Workman Compensation Act, Bagian I, Seksi 2 mengenai Arti dari “workman”. 180

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 60.

Page 87: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

75

Pengecualian ini sama seperti pengalaman PPMI, Castirah, yang bekerja

sebagai pekerja rumah tangga yang diwawancara, ia mengatakan bahwa :

“Awalnya saya dikasih asuransi kesehatan dari agen. Namun karena saya lari dari

agen dan majikan karena gaji saya tidak dikasih sebelumnya. Sekarang saya tidak

mengikuti asuransi lagi. Sekarang memang sudah kerja lagi dengan dokumen

namun majikan saya tidak menyuruh saya untuk ikut asuransi.”181

Selanjutnya adalah dalam Trade Union Act. Walaupun di dalam UU ini

tidak mengatur mengenai jaminan sosial namun keikutsertaan para buruh terlebih

PPMI dalam serikat buruh dapat membantu pemahaman mereka mengenai hak

dan kewajiban mereka. Dalam wawancara yang dilakukan dengan UN Women

Indonesia, mereka melihat pentingnya serikat buruh untuk pemenuhan jaminan

sosial PPMI. “Penting untuk diketahui jika Trade Union atau Serikat Buruh ini

adalah wadah yang paling baik untuk tenaga kerja migran bersosialisasi

mengenai hak dan kewajiban mereka, termasuk untuk mengetahui jaminan sosial

apa yang mereka seharusnya dapatkan”.182

Lebih lanjut Castirah juga

menegaskan dalam wawancara bahwa penting sebagai pekerja migran untuk

mengikuti serikat buruh.

“Kalau hari minggu diperbolehkan keluar dan bisa berorganisasi kita tahu hak-hak

kita sebagai pekerja. Kita harus begini kita harus begitu. Kalau orang- orang yang

tidak bisa keluar rumah, tidak kenal sama orang- orang, tidak bisa sosialisasi jadi

tidak tahu apa-apa. Seolah-olah tidak tahu kalau diperlakukan tidak manusiawi

oleh majikannya, mereka pun hanya bisa diam saja tidak tahu harus melapor

kemana.”183

Pengecualian selanjutnya adalah pekerja migran yang ada di sektor

informal. Sektor informal sendiri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang tidak

berbadan hukum, dimana perusahaan atau pekerjaannya tidak terdaftar serta

181

Wawancara dengan PPMI, Ibu Castirah yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga di

Malaysia dari tahun 2016 sampai sekarang. 182

Wawancara dengan UN Women Indonesia . 183

Wawancara dengan Ibu Castirah, PPMI.

Page 88: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

76

pekerjanya juga tidak terdaftar secara hukum.184

Di Malaysia sektor informal

terbagi dalam industri perkhidmatan (jasa), konstruksi, sektor informal dalam

industri manufaktur, kegiatan perdagangan, industri layanan seperti bengkel,

sektor penyedia makanan dan minuman, kegiatan kemanusiaan dan sosial, serta

sektor pekerja domestik.185

Sektor-sektor ini tidak terdaftar di Foreign Workers

Insurance Guarantee (FWIG) di bawah Departemen Imigrasi Malaysia yang

mengurus tentang izin kerja,186

mereka juga dikecualikan dari Foreign Workers

Compensation Scheme (FWCS) asuransi dari Workmen’s Compensation Act.187

Menurut ILO Indonesia, pengecualian sektor domestik dari beberapa produk

hukum jaminan sosial karena tidak ada pengakuan sebagai pekerja pada sektor

informal. “Tantangan secara umum, jika pekerja ada dalam sektor informal maka UU

di negara asal atau negara tujuan belum mengatur secara spesifik bahkan belum

mengakui bahwa pekerja di sektor informal adalah pekerja dan merupakan suatu

tantangan untuk menerapkan jaminan sosial.”188

Lebih lanjut, ILO juga

menambahkan bahwa untuk pekerja domestik mengapa masih sulit karena mereka

masih dianggap sebagai helper sehingga tidak diikutsertakan dalam produk- produk

hukum terkait jaminan sosial. Dalam pemenuhan jaminan sosial, PPMI Indonesia

banyak bekerja di sektor rumah tangga yang merupakan pekerjaan informal. Hal ini

184

International Labour Organization (ILO), Informal Economy [database on-line]; tersedia

di https://www.ilo.org/ilostat-files/Documents/description_IFL_EN.pdf. 185

Laporan Survei Guna Tenaga Sektor Informal, Malaysia, 2017 [database on-line]; tersedia di

https://www.dosm.gov.my/v1/index.php?r=column/pdfPrev&id=UWJYY1pWSVdkaHk0aXZzdm

xtZkJZUT09. 186

MSIG Insurance (Malaysia), Foreign Workers Insurance Guarantee (FWIG) [database on-

line]; tersedia di https://www.msig.com.my/pdf/pds/fwig_pds_2015.pdf. 187

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 60. 188

Wawancara dengan ILO Indonesia.

Page 89: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

77

harus menjadi fokus karena kondisi bekerja mereka yang rentan dan tidak ada

produk-produk atau mekanisme hukum untuk mereka di Malaysia.189

Terakhir status pekerja yang tidak berdokumen. Pekerja migran dapat

diklasifikasikan ke dalam 2 jenis, pertama pekerja migran legal atau berdokumen.

Jenis pekerja ini memliki kelengkapan dokumen yang valid sebelum bekerja di

negara tujuan. Berbeda dengan pekerja migran legal, pekerja migran illegal atau

yang seharusnya disebut irregular migrant workers adalah pekerja yang tidak

punya kelengkapan dokumen valid sebelum bekerja di negara tujuan atau mereka

yang dokumennya sudah kadaluarsa atau mereka yang dokumennya dirampas.190

Pekerja ini memang secara umum tidak terdaftar untuk mengikuti jaminan sosial.

Namun mereka juga tidak dapat dihindarkan dari kecelakaan kerja atau sakit.191

UN Women sendiri menaruh perhatian khusus untuk tenaga kerja tidak

berdokumen. Mereka berpendapat penting untuk pekerja migran ini mendapatkan

jaminan sosial karena jumlah mereka sangat banyak dan tidak tercatat. Mereka

menambahkan sebagian besar kasus PPMI yang selama ini ada adalah kasus PRT

yang bekerja secara illegal. Terkait dengan banyaknya kasus PPMI tidak

berdokumen, UN Women beranggapan penting untuk dipikirkan pemberian

jaminan sosial untuk mereka yang tidak berdokumen.192

Sejalan dengan permasalahan mengenai status mereka, kedua negara baik

Indonesia dan Malaysia memberikan jaminan sosial karena ada persyaratan

dokumen artinya mereka harus tercatat secara legal sebagai pekerja. UN Women

189

Wawancara dengan ILO Indonesia. 190

Hamid et. Al, Rights of Migrant Workers under Malaysian Employment Law, 360 -361. 191

Oliver, Social Protection for Migrant Workers in ASEAN, 26. 192

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 90: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

78

membenarkan hal ini karena jika berbicara mengenai jaminan sosial maka erat

erat kaitannya dengan pekerja migran berdokumen. Hal ini karena pekerja migran

yang bekerja dengan legal, mereka mempunyai dokumen dan kelengkapan

administratif untuk memperoleh jaminan sosial. Mereka yang memperoleh

jaminan sosial harus mempunyai identifikasi yang benar dan tercatat di

Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri atau rekrutmen agensi.193

Permasalahan hukum selanjutnya adalah terkait dengan Memorandum of

Understanding (MoU) antara Indonesia dan Malaysia mengenai Perekrutan dan

Penempatan Pekerja Domestik Indonesia. Permasalahan pertama adalah masih

minim perlindungan dalam beberapa poin di dalamnya. Sebagai contoh dalam

pemegangan dokumen, upah minimum serta libur perminggu. Pada Pasal 5,

bagian 5.6 (b) menjelaskan bahwa paspor dapat dipegang oleh pengguna jasa

PLRT untuk tujuan keamanan. Pemegangan dokumen berupa paspor memang

disebutkan dipegang oleh pekerja migran rumah tangga namun pemberi kerja juga

dapat memegang paspor jika pekerja rumah tangga tersebut mengizinkan.194

Lebih lanjut dalam MoU ini, libur perminggu dapat diganti dengan upah

lembur. Pada Pasal 5 bagian bagian 5.7 (c) Dalam hal PLRT menyetujui untuk

bekerja pada hari libur, PLRT wajib dibayarkan upah dalam jumlah tertentu yang

diperhitungkan secara proporsional.195

Namun dalam MoU ini tidak ada indikasi

193

Wawancara dengan UN Women Indonesia. 194

Protokol Perubahan terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia 2011,

pasal 5.6. 195

Protokol Perubahan terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia 2011,

pasal 5.7.

Page 91: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

79

mengenai apa yang dianggap upah lembur dan bagaimana upah itu harus dihitung.

Terakhir, MoU ini juga tidak mengatur mengenai standar gaji minimum.196

Permasalahan lainnya adalah MoU ini tidak mengikat kedua negara,

Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut karena MoU tidak dibarengi dengan

mekanisme penegakkan ataupun mekanisme pengawasan. Oleh karena pekerja

rumah tangga dikecualikan dari beberapa undang-undang ketenagakerjaan

Malaysia, beban untuk menegakkan dan menjalani isi MoU menjadi tanggung

jawab pemberi kerja, yang seringkali bahkan tidak mengetahui isi dari MoU

tersebut. Hal ini juga diperburuk dengan tidak dikenakan hukuman apa pun

kepada pemberi kerja karena kegagalan untuk mematuhi MoU itu. Sebagai

hasilnya, ada ketidaksinambungan yang signifikan antara isi dari MoU dengan apa

yang sebenarnya terjadi pada pekerja di dalam rumah.197

North South Initiatives Malaysia menyebutkan bahwa ketidaktahuan si

pemberi kerja mengenai MoU ini karena pemerintah Malaysia tidak

mempublikasikan MoU secara umum baik kepada pemberi kerja ataupun NGO.

Mr. Adrian dari North South Initiatives dalam wawancaranya menyebutkan

bahwa :

“In Malaysia, the government don’t share the MoU with Civil Society (in regard

with this CSO/Civil Society organization). So we don’t know about what inside the

MoU. So since we don’t know what inside the MoU is very difficult to promote

their rights according to the MoU.” 198

196

Whelan et al., Abused and Alone :Legal Redress, 17. 197

Whelan et al., Abused and Alone :Legal Redress, 17. 198

“MoU yang Malaysia tandatangani dengan negara lain biasanya bersifat rahasia. Di Malaysia,

pemerintah tidak membagikan MoU kepada masyarakat sipil, seperti NGO atau CSO. Jadi kita

sebagai NGO tidak mengetahui apa isi dari MoU yang Indonesia dan Malaysia tandatangani. Oleh

karena itu, menegakkan hak untuk melindungi para pekerja migran seperti yang ada dalam MoU

sangat sulit untuk dilakukan,” Dikutip dari wawancara dengan North South Initiatives Malaysia.

Page 92: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

80

Permasalahan dalam MoU ini selanjutnya adalah Indonesia dan Malaysia

belum memperbaharui MoU yang berakhir pada tahun 2016. Belum terlihat

adanya kesepakatan dari kedua negara untuk memperbaharui MoU terkait dengan

perlindungan pekerja rumah tangga Indonesia di Malaysia.199

Belum

diperbaharunya MoU ini dilihat oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)

sebagai salah satu faktor penghambat untuk PPMI mengakses jaminan sosial

mereka. Hal ini karena jika belum ada lagi perjanjian bilateral antar kedua negara

terlebih MoU ini khusus untuk pekerja domestik yang banyak dikecualikan dalam

beberapa UU di Malaysia, lalu nanti bagaimana jika ada perjanjian-perjanjian

lainnya, seperti perjanjian agen atau perusahaan perekrut. Hal ini menyulitkan

karena tidak ada standar untuk mengatur pernjanjian kerja.200

Permasalahan hukum yang terakhir adalah kurangnya penegakkan

hukum.201

Penting untuk adanya penegakkan hukum ketika ada pemberi kerja dan

agen rekrutmen yang tidak memberikan jaminan sosial kepada pekerja. Dengan

adanya penegakkan hukum, agen rekrutmen dan pemberi kerja dapat diberikan

sanksi atau dihukum.202

Tidak diberikannya akses terhadap jaminan sosial untuk

PPMI di Malaysia juga sempat dialami oleh Castirah. Ia menuturkan adanya

hambatan untuk mengakses jaminan sosial dari agen rekrutmen dan pemberi

kerja:

“Saya dapat asuransi kesehatan saja. Itupun dikasih hanya fotocpyan kartunya saja.

Kartu asuransi kesehatan saya entah dimana di agen atau di PT. Waktu itu saya

pernah sakit kaki sampai bengkak, saya butuh berobat saya minta majikan untuk di

199

Wawancara dengan ILO Indoneisa. 200

Wawancara dengan Bapak Bobi Anwar, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia

(SBMI), pada 2 Mei 2019 di Jakarta. 201

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia. 202

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 93: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

81

potong dari gaji untuk berobat katanya tidak bisa karena gaji saya sudah

dibayarkan semua ke agen. Ketika saya minta ke agen, mereka bilang besok besok

tapi tidak diberikan kartu asuransi saya sama sekali”.203

Lebih lanjut ILO memberikan gambaran akan pentingnya penegakkan

hukum karena akan ada pengawasan terhadap pekerja migran tak terkecuali PPMI.

Namun karena ada kategori yang dikecualikan dalam UU, seperti PRT, jadi tidak

bisa melakukan pengawasan karena pekerjaan mereka belum diakui jadi tidak ada

tanggung jawab untuk penegakkan hukum. Jika ada pengawasan tapi mereka tidak

ditugasi untuk mengawasi PRT maka mereka tidak lakukan itu karena tidak ada

dalam prosedur pekerjaan mereka. Sehingga jika terjadi masalah mekanisme

untuk mengkriminalisasi majikan itu belum ada. Hal ini sangat rentan karena tidak

ada tindakan tegas untuk majikan maupun agen yang memanfaatkan kerentanan

para PPMI PRT ini.204

Lebih lanjut, North South Initiatives juga memberikan pandangan bahwa di

Malaysia tidak ada jaminan untuk pekerja migran mengakses hukum melalui

institusi manapun. Mr. Adrian mengatakan bahwa Malaysia membuat sistem yang

dilegalkan secara hukum baik melalui UU atau peraturan hukum lainnya untuk

meminimalisirkan perlindungan terhadap buruh migran. Maka dari itu dapat

dikatan akses hukum pekerja migran termasuk PPMI masih sangat minim.205

Hambatan dalam hukum yang PPMI hadapi seperti dikecualikannya

beberapa kategori dalam UU terkait jaminan sosial, permasalahan dalam MoU,

serta penegakkan hukum yang masih minim dapat dianalisa dengan memasukan

beberapa pemahaman teori feminis dalam hubungan internasional. Penelitian ini

203

Wawancara dengan Ibu Castirah, PPMI. 204

Wawancara dengan ILO Indonesia. 205

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia.

Page 94: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

82

menggunakan perspektif feminis yang dikemukakan oleh J. Ann Tickner dalam

bukunya yang berjudul Gender in International Relations: Feminist Perspectives

on Achieving Global Security.206

Dalam bukunya ini, Tickner menjelaskan bahwa

feminis membutuhkan proses dialektika dimana memahami makna subjektif dari

pengalaman-pengalam hidup para perempuan yang berbeda dengan makna yang

diinternalisasi dalam masyarakat pada umumnya.207

Teori feminis yang secara umum mengangkat mengenai pengalaman

prempuan yang berbeda-beda yang dapat memberikan pemahaman baru mengenai

perilaku negara dan kebutuhan pemahaman mengenai individu yang selama ini

termarjinalkan. Teori feminis tidak hanya memasukan pengalaman-pengalaman

perempuan ke dalam beberapa disiplin ilmu dan konsep-konsep utama HI

mengenai kekuasaan, kedaulatan, serta keamanan. Lebih dalam lagi feminis

menginginkan adanya pengalaman perempuan yang masuk dalam konsep dan

disiplin ilmu tersebut untuk kemudian mengubah apa yang sebelumnya hanya

dikaitakan dengan ranah maskulinitas saja. Teori feminis juga mempunyai asumsi

dasar yaitu hierarki gender. Menurut perspektif feminis, paradigma ilmu HI yang

selama ini maskulin dapat diubah dan dibuka dengan menentang hierarki

gender.208

Castirah memberikan pengalaman yang ia dan teman-teman PPMI alami

mengenai permasalahan hukum yang jadi penghambat untuk mengakses jaminan

206

J. Ann Tickner, Gender in International Relations: Feminist Perspectives on Achieving Global

Security [buku on-line] (Columbia University Press, 1992, diunduh pada 22 Mei 2019); tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/31737856_Gender_in_International_Relations_Feminist

_Perspectives_on_Achieving_Global_Security_JA_Tickner; Internet. 207

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 187. 208

Tickner, Gender in International Relations, 10.

Page 95: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

83

sosial, khusunya PRT di Malaysia. Hambatan ini tentu erat kaitannya dengan

produk hukum yang terbatas untuk PPMI di Malaysia. Ia menjelaska bahwa

kurangnya penegakkan hukum jika terjadi masalah dengan PRT, tidak adanya UU

yang mengatur tentang PRT secara spesifik membuat agen dan pemberi kerja

terkadang melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Menurut pengalaman ia dan

beberapa temannya, mereka masih menghadapi majikan yang menahan dokumen,

tidak memberikan hari libur, tidak ada jam kerja jelas serta kurangnya kebebasan

untuk bersosialisasi yang sangat menghambat mereka untuk mengetahui jaminan

sosial.209

“Disini, pekerja rumah tangga ingin ada Undang-Undang yang mengakui bahwa

pekerja rumah tangga adalah pekerja karena selama ini pekerja rumah tangga

belum di akui. Jika pekerja rumah tangga sudah di akui seperti di Singapore dan

Hongkong kan kita bisa cuti. Nah kalau di Malaysia yang bisa cuti hanya sebagian.

Masih banyak teman-teman yang tidak boleh keluar di hari minggu. Karena kan

penting sekali ketemu, kenal teman-teman. Masih banyak teman-teman saya yang

tidak tahu kalau ada masalah harus lari kemana. Masih banyak dari mereka yang

tidak tahu hak-hak mereka.”210

Sumbangan feminis yang menggaris bawahi akan pentingnya pengalaman

perempuan untuk bagaimana perilaku negara bertindak juga dapat dilihat dalam

masalah ini. Kurang mengakomodirnya beberapa peraturan hukum untuk PPMI

dilihat oleh NGO Indonesia dan Malaysia yang ikut menangani permasalahan

terkait buruh migran. SBMI salah satunya, dalam wawancaranya pihak SBMI

mengemukakan sulitnya untuk memberikan masukan ke pihak pemerintah

Malaysia.

209

Wawancara dengan Ibu Castirah, PPMI. 210

Wawancara dengan Ibu Castirah, PPMI.

Page 96: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

84

“SBMI sudah bekerja sama dengan beberapa NGO di Malaysia, dengan ILO, ada

juga perwakilan Migrant Care211

yang menjadi staf Perdana Menteri Malaysia

khusus untuk permasalahan buruh migran. Dengan adanya jaringan kita disana, kita

berharap mereka bisa meyakinkan kepada pemerintah bahwa „helper‟ atau

„servant‟ yang ada dalam UU mereka dapat diubah menjadi „employee‟. Jika

Pemerintah Malaysia dapat mengubah hal itu akan lebih mudah PPMI PRT kita

mendapat jaminan sosial. Pada praktiknya kan Pemerintah Malaysia belum

mengubah itu. Jadi pemerintah Indonesia yang harus bergerak dengan membuat

kerjasama antara badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) Indonesia dengan

badan asuransi di sana untuk PPMI.”212

Hambatan dalam hukum yang dialami oleh PPMI di Malaysia juga tidak

terkecuali karena adanya hierarki gender di Malaysia. Hierarki gender ini dapat

terlihat dari adanya pemahaman bahwa pekerja migran perempuan yang

didatangkan dari negara yang tingkat ekonomi lebih rendah dimasukan dalam

kategori pekerja domestik. Hal ini karena adanya kekurangan dalam pasar tenaga

kerja domestik yang diakibatkan oleh keiikutsertaan perempuan di Malaysia

dalam kegiatan ekonomi formal. Sektor-sektor domestik ini kemudian

dikomodifikasi oleh pemerintah Malaysia untuk diisi oleh pekerja migran

perempuan dari negara lain.213

Pengelompokkan ini yang selanjuntya membawa para perempuan pekerja

migran khususnya yang berada di sektor domestik dan informal sulit untuk

memenuhi hak-hak mereka. Pekerja perempuan dalam sektor domestik dianggap

sebagai pekerja informal karena bekerja dibawah tanggung jawab perorangan. Hal

ini membuat mereka harus berjuang dengan hak-hak mereka sendiri karena

211

Migrant Care adalah Organisasi yang bertujuan untuk membantu negara dalam rangka

penegakkan perlindungan dan hak-hak Buruh Migran [database on-line]; tersedia di

http://www.migrantcare.net/profil/sejarah/; di unduh pada 1 Juli 2019. 212

Wawancara dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). 213

Amarjit Kaur, “Asia, Gender and Migration,” The Encyclopedia of Global Human Migration,

ed. Immanuel Ness, Februari 2013 [jurnal online] tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/313998540; Internet; diunduh 20 Juni 2019.

Page 97: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

85

mereka dikecualikan dalam beberapa produk hukum jaminan sosial di Malaysia,

seperti Employment Act, Workmen Compensation Act, Employees Provident Fund

Act, dan Trade Union Act.214

Pengalaman-pengalaman perempuan ini juga dilihat belum direalisasikan

dengan baik dalam instrumen kebijakan jaminan sosial. Feminis menginginkan

pengalaman-pengalaman perempuan untuk tertuang dalam kebijakan yang gender

responsif dimana kebijakan ini diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan

perempuan migran yang selama ini belum terpenuhi. “Suara-suara dan

pengalaman PPMI harus menjadi pusat pembuatan kebijakan. Kebijakan ini harus

bersifat inklusif bahwa perempuan itu berasal dari latar belakang yang berbeda

dan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda.”215

Khusus untuk PPMI PRT di Malaysia, perlindungan khusus sebenarnya

sudah ada dalam MoU yang berlaku sampai 2016. Namun seperti yang sudah

dijabarkan pada paragraf sebelumnya, beberapa poin-poin dalam MoU masih

banyak yang tidak berpihak terhadap PPMI. Poin-poin tersebut seperti hak libur

mereka yang dapat diganti dengan uang lembur. Bahkan paspor mereka yang

merupakan identifikasi dasar mereka sebagai pekerja legal pun masih boleh

dipegang oleh majikan. Terlebih MoU ini juga belum mengakomodir mengenai

gaji minimum para PPMI PRT yang dalam UU Ketenagakerjaan di Malaysia juga

belum diatur. Permasalahan MoU ini selanjutnya dilihat sebagai kontrol negara

214

Kaur, Asia, gender and migration, 6. 215

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 98: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

86

untuk mengatur siapa saja yang dapat masuk dan secara khusus menentukan

tenaga kerja dan hak-hak apa saja yang pekerja migran dapatkan. 216

Selain itu dalam hal kebutuhan reproduksi seksual untuk PPMI di Malaysia

belum ada pemberian instrumen jaminan sosial berupa manfaat atau tunjangan

kehamilan. “Di Malaysia belum ada kebijakan jaminan sosial yang gender

responsif. Pengalaman- pengalaman perempuan belum terakomodasikan dengan

baik. seperti contoh apakah kebutuhan reproduksi untuk PPMI sudah

tercukupi?”.217

Menjawab pertanyaan ini, faktanya di Malaysia memang pekerja

migran perempuan tidak terlindungi dengan manfaat kehamilan. Pekerja migran

harus menjalani medical check-up sebelum bekerja di Malaysia. Jika mereka

positif hamil atau terkena penyakit TBC dan HIV mereka harus dipulangkan ke

negara asal.218

Selain itu Employment Act juga mengecualikan manfaat kehamilan

untuk pekerja domestik. Walaupun ada skema arsuransi berupa Domestic Workers

Insurance namun asuransi ini pun tidak mengakomodir manfaat kehamilan untuk

pekerja domestik perempuan.219

B. Tata Kelola Migrasi Indonesia

Faktor penghambat terkait jaminan sosial yang selanjutnya adalah tata

kelola migrasi Indonesia. Menurut UN Women persoalan jaminan sosial sangat

erat kaitannya dengan tata kelola migrasi.220

Tata kelola migrasi harus diwujudkan

dengan mendorong dan mendesak pemerintah untuk menerapkan tata kelola

216

Kaur, Asia, gender and migration, 5. 217

Wawancara dengan UN Women Indonesia. 218

Hamidi, Indonesian Female Factory Workers, 659. 219

Chubb, Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance. 220

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 99: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

87

migrasi yang aman bagi buruh migran Indonesia.221

Menurut ILO Indonesia jika

ingin melihat pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI, khususnya di sektor

informal dan pekerja domestik maka tantangan terbesar adalah tata kelola migrasi

yang aman dan baik dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan ketika kembali

pulang ke negara asal.222

Terkait dengan tata kelola migrasi, pemerintah mempunyai peran untuk

hadir mendampingi pekerja migran selama proses migrasi berlangsung. Terkait

dengan pekerja migran tidak terkecuali PPMI, pendampingan harus dilakukan

dalam tiga tahapan yaitu pra-penempatan, masa penempatan dan purna

penempatan. Pada masa pra-penempatan, pemerintah harus memberikan prosedur

migrasi yang aman dan benar sehingga pekerja migran terhindar dari jalur-jalur

illegal atau non-prosedural. Pada masa penempatan, pemerintah harus bisa

memberikan jaminan pemenuhan hak-hak dan melindungi pekerja migran secara

utuh jika terjadi permasalahan di negara penempatan. Terkahir, pada masa purna

penempatan, pekerja migran layak untuk mendapatkan pendampingan agar bisa

membangun daerah tempat ia berasal dan agar mereka tidak kembali lagi bekerja

sebagai pekerja migran.223

Terkait dengan jaminan sosial untuk PPMI di Malaysia dapat difokuskan

pada tata kelola migrasi pada masa pra-penempatan dan masa penempatan. Tata

kelola migrasi pertama yaitu pada masa pra-penempatan. Pada tahap ini, harus ada

221

Migrant Care, Perwujudan Tata Kelola Migrasi Aman (safe Migration), tersedia di

http://www.migrantcare.net/program/perwujudan-tata-kelola-migrasi-aman-safe-migration/, di

akses pada 22 Mei. 222

Wawancara dengan ILO Indonesia. 223

Desi Lastati, “Migrasi Buruh Migran,” Pusat Sumber Daya Buruh Migran, 29 April

2019.[database on-line]; tersedia di https://buruhmigran.or.id/2019/04/29/migrasi-buruh-migran/,

di akses pada 1 Juni 2019.

Page 100: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

88

prosedur migrasi yang benar dan aman. Tahapan pertama pada masa ini diawali

dengan pemberian informasi untuk bekerja di luar negeri. Namun, dari data

wawancara yang dilakukan dengan UN Women Indonesia mengatakan bahwa

mengenai informasi untuk bekerja di luar negeri dirasa belum cukup. Masih

banyak para calon pekerja yang bingung harus bekerja dengan cara seperti apa.

“Selama ini pekerja migran sendiri bingung ketika mereka hendak bekerja ke luar

negeri “Aku mau kerja ke luar negeri aku terlilit hutang. Darimana aku bisa dapat

informasi?” Sementara kepala desa nya saja tidak tahu dan akhirnya mereka-

mereka ini mendapatkan informasi dari broker-broker yang tidak sah dan illegal

yang informal dari Kemnaker, yang harusnya medical check up harus bayar segini

dia malah bayar segini atau mungkin lebih murah tetapi banyak elemen-elemen

yang tidak dicek tidak sesuai dengann standar yang ditetapkan Kemnaker.

Akhirnya setelah sampai di Malaysia malah dideportasi karena medical check-

upnya tidak sesuai standar.224

Pemberian informasi yang tidak benar di awal masa migrasi ini dialami oleh Sofi,

PPMI yang bekerja di industri manufaktur Malaysia.

“Awalnya dari sekolah ada penyaluran tenaga kerja ke luar negeri. Lalu direkrut

lah orang-orang yang mau bekerja di luar negeri. Saya direkrut untuk bekerja di

Malaysia. Awalnya sekolah saya menawarkan sekolah sambil kerja di Malaysia.

Kalau untuk bekerja memang iya tapi kalau untuk sekolah tidak. Jadi tidak sesuai

dengan apa yang di awal dikatakan.”225

Terkait dengan masa pra-penempatan, North South Initiatives selaku NGO dari

Malaysia melihat permasalahan jaminan sosial PPMI erat kaitannya dengan

proses rekruitmen dan kurangnya pelatihan yang diberikan. Ia mengatakan :

“If you look at recruitment process of migrant workers it is very precarious

because lots of problems or initial negotiations of terms of work or you have

the contract mobile or in in the paper. The problem is begin from the

recruitment stage so we don’t know how the Indonesian process is and in

Malaysian side the recruiters are very exploited. This domestic workers

cannot have a phone, there is no protection then and the agent can decide

also oh there is no holiday for the domestic workers. I don’t think there is

sufficient pre-daparture orientation and the post arrival orientation, I think

it is important to have post arrival training. The training is important for

224

Wawancara dengan UN Women Indonesia. 225

Wawancara dengan Sofi Gayuh, PPMI.

Page 101: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

89

workers who don’t have enough knowledge or desire to seek their rights and

if they don’t understand enough their rights then the employers can get

angry and trying to exploit.” 226

Sejalan dengan apa yang dikemukakan dari North South Initiatives, Castirah

memberikan pengalaman mengenai bagaimana ia bekerja. Bekerja melalui jalur

prosedural, dengan adanya paspor dan masuk melalui agen, Ia mengalami

permasalahan pekerjaan karena ia di eksploitasi oleh agen. Ia mengatakan :

“Saya dapat pelatihan kerja sebelum berangkat. Namun ketika saya ada masalah

seperti waktu itu saya sakit, saya tidak tahu dimana saya harus memakai asuransi

saya. Itu karena kondisi kerja saya tertutup saya tidak boleh keluar juga

sebelumnya dari rumah jadi saya tidak tahu apa-apa. Permasalahan besarnya, saya

lari karena tidak digaji dengan agen. Gaji saya dipegang dengan alesan biar uang

tidak dikirimkan ke kampung biar gak habis jadi itu ditahan sama agen itu

alesannya. Sehabis itu agen juga mengatur untuk tidak boleh pegang handphone.

Tidak boleh berkomunikasi, berkomunikasi dengan keluarga pun dibawa ke agen

pun hanya 3 bulan sekali dan dikasih waktu telepon pun hanya 5 menit. 227

Tata kelola migrasi selanjutnya adalah pada masa penempatan. Pada masa

ini pemerintah harus bisa memberikan jaminan pemenuhan hak-hak pekerja

migran dan melindungi secara utuh ketika terjadi masalah.228

Terkait dengan

pemerintah dalam memberikan jaminan sosial ketika PPMI sudah ditempatkan di

negara tujuan, Pak Bobi selaku Sekretaris Jendral dari SBMI memberikan

penilaian terkait faktor penghambat pemenuhan jaminan sosial untuk PPMI dalam

kurun waktu 2016 – 2018.

226

“Jika melihat proses rekrutmen pekerja migran, ini sangat penting karena banyak masalah

dalam negosiasi awal tentang persyaratan kerja. Masalahnya dimulai dari tahap perekrutan

sehingga kami tidak tahu bagaimana proses di Indonesia dan di pihak Malaysia agen

rekruitmen sangat mengeksploitasi. Sebagai contoh, pekerja domestik tidak dapat memiliki

telepon, tidak ada perlindungan lain dan agen dapat memutuskan juga tidak ada hari libur

untuk pekerja rumah tangga. Permasalahan lain pada masa pra-penempatan yaitu karena tidak

cukupnya pelatihan yang diberikan. Pelatihan ini sangat penting untuk pekerja karena mereka

akan punya pengetahuan tentang hak-hak mereka yang membuat mereka dapat terhindar dari

eksploitasi,” dikutip dari wawancara yang dilakukan dengan North South Initiatives Malaysia. 227

Wawancara dengan Ibu Castirah, PPMI. 228

Desi Lastati, Migrasi Buruh Migran.

Page 102: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

90

“Jaminan sosial untuk pekerja migran yang ada saat ini memang ada 3 jenis. Pra-

penempatan berlaku kurang lebih 6 bulan, masa kerja pada saat mereka bekerja

artinya ketika mereka di luar negeri itu 24 bulan atau sesuai dengan perjanjian

kontrak, yang ketiga setelah pulang 1 bulan. Hambatan untuk jaminan sosial PPMI

di Malaysia itu BPJS hanya berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

No. 18 tahun 2017. Jadi untuk BPJS itu bisa berlaku di luar negeri harus ada

aturan hukum yang lain. Sehingga jaminan sosial ini bisa berlaku untuk buruh

migran dan dapat berlaku di luar negeri. Skema khusus pemberian jaminan sosial

untuk buruh migran belum ada dan seharusnya ada.”229

Menurutnya, jaminan sosial yang dibuat oleh pemerintah Indonesia tidak

dapat berjalan begitu saja tanpa ada kerjasama antar negara. Hal ini karena UU

Indonesia tidak bisa ditegakkan di negara tujuan. Maka dari itu penting untuk

dibuat kerjasama bilateral, khususnya untuk masalah jaminan sosial PPMI.

Menggarisbawahi apa yang feminis gambarkan sebagai keamanan individu

sebagai bentuk baru dari definisi keamanan. Tickner menarik perhatian bahwa

definisi keamanan yang selama ini masih state-centric membuat keamanan pada

level individu mengalami banyak hambatan untuk diperhatikan dalam ranah HI.

Keamanan seperti tempat bekerja yang aman dan keluar dari kekerasan struktural

adalah defini baru yang feminis ingin angkat.230

Dalam kaitannya dengan

hambatan pemenuhan jaminan sosial terlihat bahwa tata kelola migrasi yang

Indonesia berikan untuk PPMI masih belum baik untuk menjamin keselamatan

mereka bekerja.

“Hambatan tata kelola migrasi yang kurang baik dimana masih ada kesenjangan

informasi. Khusus di daerah terpencil seperti NTB dan NTT untuk mencari

informasi saja susah bahkan butuh waktu sehari. Bentuk perlindungan untuk PMI

harusnya lebih ditingkatkan lagi terlebih untuk infrastruktur pemberian informasi.

Walaupun BNP2TKI sudah memberikan sosialisasi yang kepada masyarakat

mengenai pentingnya migrasi yang aman. Namun hal ini dirasa belum cukup

ketika pada akhirnya pilihan jatuh kepada individu itu sendiri.”231

229

Wawancara dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). 230

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner,190-191. 231

Wawancara dengan UN Women Indonesia.

Page 103: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

91

Oleh karena masih ada hambatan dalam permasalahan tata kelola migrasi

dari Indonesia, UN Women menyarankan agar jalur-jalur migrasi legal

dipermudah. Sejalan dengan apa yang feminis lihat dari definisi keamanan

individu dan kekerasan struktural, dalam tata kelola migrasi Indonesia secara

tidak langsung memberikan gambaran mengenai hal tersebut. Belum terlaksana

dengan baiknya sosialiasi mengenai bekerja migran yang aman dilihat sebagai

kurangnya pemerintah dalam menjamin keamanan pada tingkat individu dalam

hal ini pekerja migran perempuan.232

C. Kebijakan Imigrasi Malaysia

Faktor penghambat pemberian jaminan sosial terakhir PPMI ada dalam

kebijakan imigrasi Malaysia. Untuk melihat kebijakan ini, sebelumnya perlu

dilihat terlebih dahulu empat fase dalam tata kelola migrasi di Malaysia. Tata

kelola ini ditandai dengan adanya kebijakan imigrasi sejak tahun 1970.233

Pada

fase pertama, di awal Malaysia membuka pintu untuk masuknya pekerja migran

tahun 1970-1980 dimana pemerintah mengikuti kebijakan toleran terhadap

perekrutan pekerja asing. Fase kedua, 1981–1988, pemerintah Malaysia

melegalkan rekrutmen pekerja asing dan menandatangani perjanjian bilateral

dengan negara pengirim tenaga kerja migran. Fase ketiga 1989–1996, Malaysia

memulai program regulasi untuk membatasi kedatangan pekerja asing. Fase

keempat sebagai fase terakhir kebijakan imigrasi Malaysia yang bermula sejak

tahun 1997. Kebijakan migrasi pada fase ini akibat dari krisis keuangan dan

232

Wawancara dengan UN Women. 233

Amarjit Kaur, “International Migration and Governance in Malaysia: Policy and Performance,”

UNEAC Asia Paper No. 22, Januari 2008 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/228545726; Internet, diunduh pada 22 Mei 2019.

Page 104: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

92

ekonomi tahun 1997–1998 yang bertujuan untuk mengendalikan migrasi tidak

resmi.234

Dalam fase terakhir terdapat beberapa langkah-langkah yang dikeluarkan.

Kebijakan pertama adalah penerapan sistem izin kerja. Namun kebijakan ini

hanya untuk rekrutmen pekerja migran lepas pantai. Kebijakan selanjutnya adalah

penandatangan MoU atau nota kesepahaman dengan negara pengirim pekerja

migran. Penandatanganan MoU ini dimaksudkan untuk mengatur pekerja migran

yang kurang terampil. Ketiga adalah pengenalan UU baru yang memformalkan

kebijakan rekrutmen yang beragam. Kebijakan ini dirancang untuk mengurangi

ketergantungan pada satu kelompok ras tertentu. Kebijakan ini juga membuat

pemerintah menunjuk sektor tertentu untuk kelompok ras tertentu.235

Dalam kaitan dengan PPMI yang bekerja selama periode 2016–2018, dua

kebijakan dalam fase keempat peraturan Imigrasi Malaysia dapat menjadi faktor

penghambat untuk PPMI mendapat jaminan sosial terutama dalam sub-bab ini

yaitu kebijakan yang mengarahkan pada kelompok pekerja tertentu dengan

kelompok ras tertentu. Hal tersebut seperti ada pada tabel di bawah ini.

234

Kaur, International Migration and Governance in Malaysia, 9. 235

Kaur, International Migration and Governance in Malaysia, 9.

Page 105: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

93

Tabel IV.C.1 Rekrutmen Pekerja Migran berdasarkan

Negara Asal dan Sektor

Sumber : Departemen Imigrasi Malaysia dalam Mashitah Hamidi, “Indonesian Female Factory

Workers: The Gendered Migration Policy in Malaysia” PEOPLE: International Journal of Social

Science, 648.

Kebijakan terbaru pemerintah Malaysia menghasilkan pengelompokkan

pekerja berdasarkan ras atau negara asal tertentu. Seperti apa yang ada pada tabel

di atas. PPMI terhimpun dalam sektor pekerjaan diantaranya manufaktur, jasa dan

tenaga kerja domestik. Kebijakan ini secara tidak langsung mengarahkan pekerja

perempuan pada sektor pekerjaan tertentu yang juga mengarah pada feminisasi

pekerja migran di Malaysia. Lebih lanjut, kebijakan ini juga mengarah pada

hubungan migrasi tenaga kerja perempuan tertentu antara Indonesia dan Malaysia,

dimana PPMI di Malaysia secara khusus dikelompokkan untuk sektor domestik

Page 106: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

94

dan manufaktur.236

North south Initiatives juga memberikan penjelasan mengenai

kategori gender untuk pekerja migran. Mr. Adrian mengatakan “for domestic

workers it surely women workers sector by category and also for some work like

electroniscs which need nimble fingers for tiny assembly, the industry prefer women

worker. I was told by human resource officer.”237

Dimulai dengan keikutsertaan wanita di Malaysia untuk bekerja di sektor

formal berdampak pada kosongnya pekerjaan pada sektor domestik dan perawat,

membuat Malaysia mengeluarkan kebijakan untuk mengkomodifikasi sektor

domestik dan perawat dari tenaga kerja perempuan negara tetangga.238 Analisa

gender tentang bentuk-bentuk pengaturan tata kelola negara menunjuk pada

munculnya ide-ide dalam perencanaan kebijakan negara mengenai rumah tangga

sebagai ruang yang dapat dipasarkan dan digunakan sebagai bagian dari proyek

negara yang lebih luas yang berfokus pada daya saing dan pembangunan pasar.239

Dalam hal pembuatan kebijakan luar negeri, dapat dilihat bahwa pemerintah

Malaysia tidak berkomitmen untuk mewujudkan kesetaraan gender dimana masih

memposisikan pekerja migran perempuan ke dalam beberapa kelompok kerja

khusus seperti sektor domestik. Hal ini berdampak pada, salah satunya,

dikecualikanya PPMI sektor domestik untuk berperan dan aktif dalam kegiatan

236

Hamidi, Indonesian Female Factory Workers, 648. 237

“Untuk pembantu rumah tangga itu memang pekerja perempuan dari kategori. Lalu, untuk beberapa pekerjaan di sector elektronik yang mana membutuhkan tangan yang gesit untuk penggabungan, industry lebih memilih tenaga kerja perempuan.” Dikutip dari wawancara dengan

North South Initiatives Malaysia. 238

Kaur, Asia, gender and migration, 6. 239

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 18.

Page 107: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

95

politik. Mereka dikecualikan untuk ikut dalam serikat buruh yang membuat suara-

suara mereka absen dalam agenda pembuatan kebijakan luar negeri.240

Dalam kaitannya dengan perumusan kebijakan luar negeri dapat dilihat

gender dan nasionalisme ekonomi yang bekerja karena ada pemahaman berupa

peran perempuan dalam mendukung pengejaran ekonomi nasional. Perumusan

kebijakan imigrasi Malaysia yang sadar akan kepentingan nasional sebagai negara

berpenghasilan menengah-atas di Asia untuk keluar dari “middle income trap”

melahirkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan akan tenaga kerja murah.

Malaysia melihat tenaga kerja migran perempuan, khususnya pembantu rumah

tangga, memiliki peranan penting bagi kebutuhan reproduksi sosial kelas

menengah warganegaranya.241

Namun, kemajuan pertumbuhan di Malaysia yang didukung oleh buruh

migran berkeahlian rendah dan umumnya perempuan tidak diimbangi dengan

perlindungan negara akan pekerja migran termasuk PPMI. Mr. Adrian dari North

South Initiatives melihat bahwa di Malaysia terjadi pertumbuhan ekonomi agresif.

“I think the Malaysia develop very fast middle income GDP because

exploiting migrant workers. We cannot continue to deny social protection

just because we need profit because we want develop faster. Because when

you have aggressive development. so you make more pressure on the

migrant workers, you make them work overtime with no holidays. So this is

just the result of the development aggressive.” 242

240

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 17. 241

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 9. 242

“Saya dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan pemasukan dari GDP berkembang begitu

pesat di Malaysia. Hal ini terjadi karena adanya eksploitasi tenaga kerja migran. Kita tidak dapat

untuk menyangkal terus menerus mengenai jaminan sosial untuk tenaga kerja migran hanya

karena kita ingin meraih keuntungan dari pertumbuhan ekonomi yang cepat. Karena ketika kita

melakukan perkembangan yang agresif maka akan membuat tekanan terhadap pekerja migran.

Dengan kata lain negara membuat tenaga kerja migran bekerja melibihi batas jam kerja dan tidak

ada hari libur,” Dikutip dari wawancara dengan North South Initiatives Malaysia.

Page 108: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

96

Mr. Adrian juga menyimpulkan bahwa terdapat rencana untuk mendisain

tekanan terhadap pekerja migran seperti itu. Ia juga mengungkapkan bahwa

banyak sekali pekerja migran, khususnya PPMI yang tidak tahu akan hak-hak

mereka. Hal ini karena Malaysia ingin sekali GDP mereka tumbuh dengan

cepat.243

Konsep keamanan individu yang dalam hal ini belum dianggap serius

oleh Malaysia dilihat oleh perspektif feminis sebagai alasan mengapa kebijakan

imigrasi Malaysia ini masih berdasarkan konsep kepentingan nasional berupa

pengejaran pertumbuhan ekonomi.244

Sejalan dengan kepentingan itu, perspektif

feminis sosialis melihat hal tersebut sebagai keinginan dari kapitalisme yang

secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk siapa yang menjadi

pekerja di sektor pekerjaan utama atau sebagai pekerja sekunder. Hal ini karena

cadangan besar tenaga kerja yang menganggur diperlukan untuk menjaga upah

mereka tetap rendah dan untuk memenuhi permintaan yang tidak terduga akan

meningkatnya persediaan barang dan jasa.245

Pengelompokkan pekerjaan tertentu berdasarkan negara asal pekerja migran

mengarah pada sistem kapitalis dan patriarki yang bekerja sama untuk menekan

perempuan atau Interactive-system explanation of Women’s opression dari Iris

Marion Young. Kapitalisme dan patriarki sebagai tekanan terhadap perempuan

dapat digambarkan oleh Young sebagai pembagian kerja sesuai jenis kelamin.

“Gender bias kapitalisme” yaitu marginalisasi perempuan yang menghasilkan

243

Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia. 244

Elias, Foreign Policy and The Domestic Worker, 18. 245

Narain, Gender in International Relations: Feminist Perspectives of J. Ann Tickner, 190.

Page 109: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

97

perempuan sebagai angkatan kerja penting kedua dan mendasar dalam sistem

kapitalisme.246

Tekanan kapitalis dan patriarki untuk PPMI di Malaysia dapat tergambarkan

dengan “sexual division of labour”. Pengelompokkan PPMI pada sektor tertentu

seperti hanya di sektor manufaktur, jasa, dan domestik dapat dianalisa dengan

adanya kelas dalam pembagian kerja antara pekerja migran laki-laki dan

perempuan. Analisis pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin memperhatikan

karakteristik individu yang melakukan kegiatan produksi dan siapa yang

melakukan reproduksi di masyarakat. Analisis ini melihat siapa yang memberi

perintah siapa yang mengerjakan perintah, siapa yang bekerja lebih lama dan

siapa yang lebih sedikit, siapa yang dibayar dengan upah relatif tinggi dan siapa

yang dibayar dengan upah relatif rendah.247

246

Rosemarie Tong, Feminist Thought [buku on-line] (Colorado: Westview Press, 2009, di unduh

pada 12 Maret 2019); tersedia di

https://excoradfeminisms.files.wordpress.com/2010/07/feminist_thought_a_more_comprehensive_

intro.pdf; Internet. 247

Tong, Feminist Thought, 116.

Page 110: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebutuhan akan tenaga kerja di Malaysia dan kurangnya penyerapan tenaga

kerja di Indonesia menjadi titik temu antara lapangan pekerjaan dan tenaga kerja.

Dengan latar belakang sosial serta perkembangan kemajuan negara yang berbeda,

pekerja Indonesia melihat peluang untuk bekerja di Malaysia lebih baik dari di

Indonesia. Migrasi tenaga kerja migran menjadi pola baru hubungan Indonesia

dan Malaysia. Namun pengiriman tenaga kerja migran ini tidak sedikit juga

memunculkan permasalahan sosial. Salah satu permasalahan tersebut adalah

jaminan sosia pada Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Malaysia.

Sebagian negara tujuan, Malaysia, adalah negara dengan tingkat pendapatan

tinggi, memperketat akses terhadap jaminan sosial adalah salah satu kebijakan

untuk mencegah tingkat imigrasi semakin tinggi.

Jaminan sosial sendiri merupakan cara dari negara untuk melindungi

warganegaranya, tak terkecuali pekerja migran yang ada di negara lain. satunya

dalam hal pemenuhan jaminan sosial. Merujuk pada Konvensi ILO No.102

terdapat 9 kategori jaminan sosial diantaranya adalah jaminan kesehatan, jaminan

keselamatan kerja. Jaminan sosial ini diberikan dengan prinsip non-diskriminasi,

portability, dan kemudahan akses administrasi. Di Malaysia jaminan sosial untuk

pekerja migran diberikan dalam beberapa skema asuransi. Skema itu yang

pertama adalah Foreign Workers Insurance Guarantee (FWIG), Foreign Workers

Hospitalization & Surgical Scheme (FWHS), Foreign Workers Compensation

Page 111: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

99

Scheme (FWCS), dan Maid Insurance/Domestic Workers Insurance. Namun pada

pelaksanaannya pemberian jaminan sosial ini juga belum merujuk pada prinsip

pemberian jaminan sosial.

Lebih lanjut pada pelaksanaannya PPMI menghadapi masalah untuk

memenuhi jaminan sosial mereka. Permasalahan itu adalah tidaktahuan mereka

mengenai hak-hak mereka, kontrak kerja, masalah terkait dokumen, dan kondisi

bekerja. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi PPMI sebagai akibat karena

adanya hambatan dalam pelaksanaan jaminan sosial di Malaysia. Hambatan

tersebut ada dalam kerangka hukum, tata kelola migrasi Indonesia, dan kebijakan

imigrasi Malaysia.

Hambatan hukum terdiri dari pengecualian beberapa kategori pekerja

migran dari Undang-Undang yang mengatur tentang jaminan sosial di Malaysia,

permasalahan Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan

Malaysia, serta minimnya penegakkan hukum terkait jaminan sosial untuk PPMI

di Malaysia. Selanjutnya mengenai tata kelola migrasi Indonesia yaitu pemberian

informasi dan pelatihan kerja yang belum cukup diberikan secara maksimal.

Terakhir kebijakan imigrasi Malaysia yang mengkelompokkan pekerja migran

perempuan dalam kelompok pekerja tertentu sehingga mereka dikecualikan dalam

beberapa produk jaminan sosial.

Ketiga hambatan tersebut dianalisis melalui teori feminis, khusunya sosialis

feminis dan konsep kebijakan luar negeri dalam perspektif feminis. Hambatan

hukum dianalisis dengan sumbangan feminis dalam metodologi hubungan

internasional. Dengan memasukan pengalaman perempuan yang selama ini

Page 112: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

100

terasingkan dalam dunia internasional. Terkait tata kelola migrasi Indonesia,

feminis melihat negara masih belum mementingkan keamanan individu.

Selanjutnya kebijakan imigrasi Malaysia yang mengkelompokkan pekerja migran

dalam kelompok-kelompok tertentu. Kebijakan ini sendiri dirumuskan

berdasarkan kepentingan nasional berupa pengerjaran ekonomi yang lebih

ditekankan oleh Malaysia ketimbang untuk masalah perlindungan pekerja migran.

Kebijakan imigrasi Malaysia ini dianalisa dengan konsep kebijakan luar negeri

menurut feminis serta analisa feminis sosialis yang melihat adanya sistem

kapitalis dan patriarki yang berpadu untuk menekan perempuan.

B. Saran

Dalam penelitian ini terhimpun beberapa saran yang berasal dari wawancara

yang dilakukan dengan pemangku-pemangku kepentingan dan dari proses

penelitian ini sendiri. Masukan tersebut menjadi saran positif untuk perbaikan

pemberian jaminan sosial terhadap PPMI. Saran-saran tersebut adalah:

1. Perlunya adanya peraturan yang lebih gender responsif antara Indonesia

dan Malaysia khusunya terlepas dari sektor mana saja mereka bekerja.

2. Pelaksanaan tata kelola migrasi yang aman dari negara tujuan sampai

negara penempatan.

3. Penting untuk adanya kerjasama bilateral, regional, dan internasional dan

kerjasama dengan kedutaan besar di negara tujuan, agen rekrutmen,

pemberi kerja serta serikat buruh dan NGO terkait.

Page 113: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

101

Daftar Pustaka

Buku

Bhatnagar, Deepak. Labour Welfare and Social Security Legislation in India.

1984. New Delhi: Deep & Deep Publications. Diunduh 17 September 2018

(http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/95236/7/07_chapter%20

2.pdf).

Kaur, Amarjit. Migration and Integration in Europe, Southeast Asia, and

Australia. 2015. Amsterdam: Amsterdam University Press. Diunduh pada

22 Oktober 2018

(https://www.oapen.org/download?type=document&docid=644208).

King, Gary,Robert Keohane,dan Sidney Verba. Designing Social Inquiry:

Scientific Inference in Qualitative Research. 1994. New Jersey: Princeton

University Press. Diunduh pada 12 Oktober 2018

(https://epdf.tips/download/designing-social-inquiry-scientific-inference-in-

qualitative-research5641ccc634d837fe8c8a238f07db3d5b14575.html).

Lerner, Greda. The Creation of Feminist consciusness. From The Middle Ages to

Eighteen-Seventy. 1993. New York: Oxford University Press. Diunduh

pada 20 Oktober 2018( https://doi.org/10.1086/ahr/98.4.1193).

Neumann, Lawrence. W. Social Research Method:qualitative and quantitative

approaches, 3rd ed. 1997. USA: Allyn and Bacon. Diunduh pada 22

September 2018 (http://letrunghieutvu.yolasite.com/resources/w-lawrence-

neuman-social-research-methods_-qualitative-and-quantitative-approaches-

pearson-education-limited-2013.pdf).

Tickner, J. Ann. Gender in International Relations: Feminist Perspectives on

Achieving Global Security. 1992 . New York: Columbia University Press.

Diunduh pada 22 Mei 2019

(https://www.researchgate.net/publication/31737856_Gender_in_Internatio

nal_Relations_Feminist_Perspectives_on_Achieving_Global_Security_JA_

Tickner).

Tong, Rosemarie. Feminist Thought. 2009. Colorado: Westview Press. Diunduh

pada 12 Maret 2019

(https://excoradfeminisms.files.wordpress.com/2010/07/feminist_thought_a

_more_comprehensive_intro.pdf).

Artikel Jurnal

Aggestam, Karin, Annika Bergman Rosamond, dan Annica Kronsell. “Theorising

Feminist Foreign Policy.” International Relations Vol. 33(I) 23-39.

Diunduh 26 Juli 2019 (https://doi.org/10.1177%2F0047117818811892).

Page 114: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

102

Alwan, Christine dan S. Laurel Weldon. 2018. “What is Feminist Foreign Policy?

An Exploratory of Feoreign Policy in OECD Countries.” European

Conference on Politics and Gender. Diunduh 29 Juli 2019

(https://ecpr.eu/Filestore/PaperProposal/05def9c8-34c6-4415-8df1-

55144d2fd016.pdf).

Barrietos, Armando dan David Hulme. 2005. “Chronic Poverty and Social

Protection.” European Journal of Development Research. Diunduh 1 April

2019

(https://www.researchgate.net/publication/233136267_Chronic_Poverty_an

d_Social_Protection_Introduction/references).

Elias, Juanita. 2013. “Foreign Policy and The Domestic Worker: The Malaysia-

Indonesia Domestic Worker Dispute.” International Feminist Journal of

Politic Vol. 15, Issue 3. Diunduh 19 April 2019

(https://www.academia.edu/2239194/Foreign_Policy_and_the_Domestic_

Worker_The_Malaysia-Indonesia_Domestic_Worker_Dispute).

Ginneken, Wouter van. 2013. “Social Protection for Migrant Workers: National

and International Policy Challanges.” European Journal of Social Security,

Vol. 15, No. 2:210.

Hamid, Zuraini Ab et. Al. 2018. “Rights of Migrant Workers under Malaysian

Employment Law.” Journal of East Asia and International Law. Diunduh

12 Februari 2019

(https://www.researchgate.net/publication/329325161_Rights_of_Migrant_

Workers_under_Malaysian_Employment_Law).

Hamidi, Mashitah. 2016. ”Indonesian Female Factory Workers: The Gendered

Migration Policy in Malaysia.” People: International Journal of Social

Science. Diunduh 22 September 2018

(https://www.researchgate.net/publication/311662779_INDONESIAN_FE

MALE_FACTORY_WORKERS_THE_GENDERED_MIGRATION_POL

ICY_IN_MALAYSIA).

Kaur, Amarjit. 2008. “International Migration and Governance in Malaysia:

Policy and Performance.” UNEAC Asia Paper No. 22. Diunduh 22 Mei

2019. (https://www.researchgate.net/publication/228545726).

Kaur, Amarjit. 2013. “Asia, Gender and Migration.” The Encyclopedia of Global

Human Migration, edited. Oleh Immanuel Nesa. Diunduh 20 Juni 2019

(https://www.researchgate.net/publication/313998540).

Narain, Seema. 2014. “Gender in International Relations: Feminist Perspectives of

J. Ann Tickner.” Indian Journal of Gender Studies. Diunduh 2 November

2018 (https://doi.org/10.1177/0971521514525085).

Page 115: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

103

Rahatrto, Aswatini dan Mita Noveria. 2012. “Advocacy Group for Indonesian

Women Migrant Workers.” Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. VII,

No.1. Diunduh 18 September 2018

(http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/80/7

2).

Rahayu, Devi dan Ahmad Agus Ramdhany. 2016. “Responsibility of Protection

Indonesian Female Migrant Workers” International Journal of Business,

Economics and Law, Vol. 10, Issue 4. Diunduh 20 Oktober 2018.

(https://www.ijbel.com/wp-content/uploads/2016/09/K10_42.pdf).

Rivera, Mauricio M. 1992. “Social Security Protection of Migrant Workers.”

Asian And Pacific Migration Joirnal Vo. 1 No. 3-4. Diunduh 20 April 2019

(https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/011719689200100305).

Whelan, Jennifer et al. 2016. “Abused and Alone :Legal Redress For Migrant

Domestic Workers In Malaysia.” Indonesia Law Review. Diunduh 22 April

2019 (http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/171).

Wiratri, Amorisa. 2016. “Is Working an Empowerment Tool for Women? Case

Study Indonesian Migrant Workers in Malaysia.” Journal Masyarakat

Indonesia Vol. 39, Issue. Diunduh 20 Oktober 2018

(http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/view/292).

Laporan, Working Paper, Database, etc.

“A Very Short Summary of Socialist Feminist Theory and Practice Socialist

Feminist.” 2012. Diunduh pada 22 Oktober 2018

(https://www.oakton.edu/user/4/ghamill/Socialist_Feminism.pdf).

“Facts on Social Security”. Internasional Labour Organization (ILO). Diunduh

12 Oktober 2018 (https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/--

-dcomm/documents/publication/wcms_067588.pdf).

“Foreign Workers Insurance Guarantee (FWIG).” MSIG Insurance (Malaysia).

Diunduh 3 Maret 2019

(https://www.msig.com.my/pdf/pds/fwig_pds_2015.pdf).

“Informal Economy.” International Labour Organization (ILO). Diunduh 18 Juni

2019 (https://www.ilo.org/ilostat-

files/Documents/description_IFL_EN.pdf).

“Jumlah Pekerja Asing (PLKS Aktif) Mengikuti Jantina dan Negara Sumber. ”

2017. Data Terbuka Malaysia. Diunduh 8 Maret

2019http://www.data.gov.my/data/ms_MY/dataset/jumlah-pekerja-asing-

plks-aktif-mengikut-jantina-dan-negara-sumber.

Page 116: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

104

“Laporan Survei Guna Tenaga Sektor Informal, Malaysia.” 2017. Diunduh 18

Juni 2019

(https://www.dosm.gov.my/v1/index.php?r=column/pdfPrev&id=UWJYY1

pWSVdkaHk0aXZzdmxtZkJZUT09).

“Social Security and Maternity Protection for Female Workers: Laws and

Practices in ASEAN.” 14 April 2019 (https://www.asean.org/wp-

content/uploads/images/2015/August/ASEAN-Labour-Ministerial-Meeting-

document/maternity%2012_3_2014.pdf).

Anderson, Bridget. 2016. Worker, helper, auntie, maid? Working conditions and

attitudes exprienced by migrant domestik workers in Thailand and Malaysia

. Bangkok: ILO. Diunduh 23 Januari 2019

(https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_537808/lang--en/index.htm).

Arisman dan Ratnawati Kusumajaya 2018. Protection of Human Rights and

Labour Migration for Employment Purposes Across ASEAN. Jakarta:

CSEAS.

ASEAN Declaration and Consensus on the Protection and Promoting of the

Rights of Migrant Workers. Diunduh 1 Maret 2019

(https://asean.org/storage/2012/05/16-ASEAN-Declaration-on-the-

Protection-and-Promotion-of-the-Rights-of-Mi....pdf).

ASEAN Declaration on Strengthening Social Protection. Diunduh 1 Maret 2019

(https://asean.org/?static_post=asean-declaration-strengthening-social-

protection-regional framework-action-plan-implement-asean-declaration-

strengthening-social-protection).

Azmy, Ana Sabhana. 2012. Negara dan Buruh Migran Perempuan: Kebijakan

Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan

Susilo bambang Yudhoyono 2004-2010. UI: Departemen Ilmu Politik,

Program Pasca Sarjana. Diunduh pada 2 April 2019

(https://buruhmigran.or.id/wp-content/uploads/RUUTKI/digital_20271494-

T29287-Negara%20dan%20buruh.pdf).

BNP2TKI. 2016. “Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

tahun 2016.” Diunduh 28 Agustus 2018

(http://portal.bnp2tki.go.id/read/12024/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-

TKI-Periode-Tahun-2016.html).

BNP2TKI. 2018. “Data Penempatan dan Perlindungan PMI periode bulan

September 2018.” Diunduh 28 Agustus 2018

(http://portal.bnp2tki.go.id/read/14133/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-

TKI-Periode-Tahun-2018.html).

Page 117: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

105

Chubb. “Product Disclosure Sheet-Domestic Help Insurance.” Diunduh 4 April

2019 (https://www.chubb.com/my-en/_assets/documents/domestic-

help_eng.pdf).

Employment Act 1955. Diunduh 1 Maret 2019

(https://www.ilo.org/dyn/travail/docs/1496/Employment%20Act%201955.p

df).

Foreign Workers Insurance Guarantee (MSIG Insurance). Diunduh 7 Maret 2019

(http://apmigration.ilo.org/resources/mou-between-government-of-the-

republic-of-indonesia-and-the-government-of-malaysia-on-the-recruitment-

and-placement-of-indonesian-domestic-workers/at_download/file1).

Harkins, Benjamin. 2016. Review of Labour Migration Policy in Malaysia.

Bangkok: International Labour Organization (ILO). Diunduh 18 Februari

2019 (http://apmigration.ilo.org/resources/review-of-labour-migration-

policy-in-malaysia/at_download/file1).

Harkins, Benjamin, Daniel Lindgren, dan Tarinee Suravoranon. 2017. Risk and

rewards: Outcomes of Labour Migration in South-East Asia. Thailand:

International Labour Organization and International Organization for

Migration.

Hauff, Michael von. The Relevance of Social Security for Economic

Development Social Protection in Southeast and East Asia. Diunduh 20

April 2019 (http://library.fes.de/pdf-files/iez/01443002.pdf).

Humblet, Martine t dan Rosinda Silva. 2002. Standards fot the XXIst Century:

Social Security. Austria: International Labour Organization (ILO). Diunduh

4 Maret 2019 (https://www.ilo.org/global/standards/information-resources-

and-publications/publications/WCMS_088019/lang--en/index.htm).

Hutagalung, Stella Aleida dan Veto Tyas Indrio. 2018. “Laporan Tematik Studi

Midline Tema 3: Akses Perempuan Buruh Migran Luar Negeri terhadap

Layanan Perlindungan.” Smeru Research Institute.Diunduh 18 April 2019 (

http://smeru.or.id/id/content/laporan-tematik-studi-midline-tema-3-akses-

perempuan-buruh-migran-luar-negeri-terhadap).

Industrial Relation Act 1967. Diunduh 1 Maret 2019

(https://www.ilo.org/dyn/natlex/docs/ELECTRONIC/48066/99440/F184112

3767/MYS48066.pdf).

Konvensi ILO No. 019 tentang Perlakuan yang Sama bagi Pekerja Nasional dan

Asing. Diunduh 1 Maret 2019 ( https://www.ilo.org/wcmsp5/.../---

ilo.../wcms_145810.pdf, diakses pada 20 April 2019).

Page 118: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

106

Konvensi ILO No.118 tentang Persamaan Perlakuan (Jamninan Sosial). Diunduh

1 Maret 2019

(https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P

12100_ILO_CODE:C118),

Konvensi ILO No. 157 tentang Pemeliharaan Jaminan Sosial. Diunduh 1 Maret

2019

(https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P

12100_ILO_CODE:C157).

Labour Migration from Indonesia: An Overview of Indonesian Migration to

Selected Destinations in Asia and The Middle East. 2010. Jakarta:

Internasional Organization for Migration (IOM). Diunduh 28 Mei 2018

(https://www.iom.int/jahia/webdav/shared/shared/mainsite/published_docs/

Final-LM-Report-English.pdf).

Lastati, Desi. “Migrasi Buruh Migran.” 2019. Pusat Sumber Daya Buruh Migran.

Diakses 1 Juni 2019. (https://buruhmigran.or.id/2019/04/29/migrasi-buruh-

migran/).

Malaysia Federal Constitution. Diunduh 1 Maret 2019

(http://www.agc.gov.my/agcportal/uploads/files/Publications/FC/Federal%2

0Consti%20(BI%20text).pdf).

Oliver, Marius. 2017. Social Protection for Migrant Workers Abroad: Addressing

the Deficit via Country-of-origin Unilateral Measures?. Geneva:

International Organizatioon for Migration (IOM). Diunduh 28 September

2018 (https://publications.iom.int/system/files/pdf/social_protection.pdf).

Oliver, Marius. 2018. Social Protection for Migrant Workers in ASEAN:

Development, Challanges, and Prospects. Thailand: International Labour

Organization (ILO).

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2010 tentang

Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Diunduh 1 Maret 2019

(http://www.mitraPekerja migran indonesia.com/MitraPEKERJA MIGRAN

INDONESIA/attachment/PERATURAN%20MENTERI%20TENAGA%20

KERJA%20DAN%20TRANSMIGRASI%0REPUBLIK%20INDONESIA

%20NOMOR%20PER.07_MEN_V_2010.pdf).

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 7 tahun 2017 tentang Program

Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia. Diunduh pada 1 Maret 2019

(https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/KEPMENAKER%20NO%20206%20

TAHUN%202017.pdf).

Protokol Perubahan terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan

Page 119: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

107

Pekerja Domestik Indonesia tahun 2011. Diunduh 1 Maret 2019

(http://apmigration.ilo.org/resources/mou-between-government-of-the-

republic-of-indonesia-and-the-government-of-malaysia-on-the-recruitment-

and-placement-of-indonesian-domestic-workers/at_download/file1).

Social Security for All. 2009. Geneva: International Labour Organization (ILO).

Diunduh 3 Maret 2019 (https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---

dgreports/---nylo/documents/genericdocument/wcms_226903.pdf).

Statistik Pekerja Asing Terkini Mengikut Negeri dan Sektor. Diunduh 3 Maret

2019 (http://www.data.gov.my/data/ms_MY/dataset/statistik-pekerja-asing-

terkini-mengikut-negeri-dan-sektor).

Tamagno, Edward. 2008. “Strengthening Social Protection for ASEAN Migrant

Workers through Social Security Agreements” ILO Asian Regional

Programme on Governance of Labour Migration Working Paper No. 10.

Diunduh 8 Oktober 2018(

https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_160332/lang--en/index.htm).

Undang- Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Pasal 1. Diunduh 1 Maret 2019

(https://pih.kemlu.go.id/files/uu%20No%2039%20Tahun%202004%20Tent

ang%20Penempatan%20dan%20Perlindungan%20TKI.pdf).

Undang- Undang No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia, Pasal 1, ayat 5. Diunduh 1 Maret 2019

(https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175351/UU%20Nomor%2018%20Tahu

n%202017.pdf).

Women Migrant Workers in the ASEAN Economic Community. 2017. Thailand:

UN Women Asia Pacific. Diunduh 14 Februari 2019

(https://asean.org/storage/2012/05/AEC-Women-migration-study.pdf).

Workmen Compensation Act 1952. Diunduh 1 Maret 2019

(https://asean.org/storage/2016/06/MA4_Workmes-Compensation-Act-

1952-Act-273.pdf).

Website

“Four Type Foreign Worker Insurance in Malaysia.” Foreign Workers Insurance.

Diakses 22 April 2019 (https://onlineinsurance2u.com/blog/4-type-foreign-

worker-insurance-in-malaysia/).

“Kaedah Pelaksanaan Skim Perlindungan Insurans Kesihatan Pekerja Asing.”

2011. Kementerian Kesihatan Malaysia. Diakses pada 2 Maret 2019

(http://www.moh.gov.my/index.php/pages/view/369).

Page 120: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

108

“Konvensi ILO No. 102 tentang Jaminan Sosial (Standard Minimum) 1952.”

Diakses pada 10 April 2019

(https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P

12100_INSTRUMENT_ID:312247).

“Pembantu Rumah Asing.” Jabatan Imigresen. Diakses 8 April 2019

(http://www.imi.gov.my/index.php/ms/pembantu-rumah-asing.html#).

“Peraturan Perundangan.” Direktorat Jendral PHI & Jamsos Kemnaker Republik

Indonesia. Diakses 4 Maret 2019

(http://phijsk.kemnaker.go.id/page/peraturan_perundangan).

“Perwujudan Tata Kelola Migrasi Aman (safe Migration).” Migrant Care

Diakses 22 Mei 2019. http://www.migrantcare.net/program/perwujudan-

tata-kelola-migrasi-aman-safe-migration/).

“SBMI Tangani 1500 Kasus BMI Periode 2015 – 2017.” 2018. DPN SBMI.

Diakses 25 April 2019 (http://sbmi.or.id/2018/12/sbmi-tangani-1500-kasus-

bmi-periode-2015-2017/).

Bonasir, Rohmatin. “Malaysia Razia Tenaga Kerja Ilegal, sebagian TKI

bermalam di hutan dan kontainer.” 2018. Diakses 8 Mei 2019

(https://www.bbc.com/indonesia/dunia-44742422).

Maulana, Hadi. “Malaysia Tahan 4.000 TKI Illegal.” 2018. Di akses 8 Mei

2019(https://regional.kompas.com/read/2018/03/21/22015791/malaysia-

tahan-4000-tki-ilegal).

Migrant Care adalah Organisasi yang bertujuan untuk membantu negara dalam

rangka penegakkan perlindungan dan hak-hak Buruh Migran. Diakses 1

Juli 2019 (http://www.migrantcare.net/profil/sejarah/).

Sarah, Nasrikah. “Mengenal Asuransi bagi Buruh Migran di Malaysia.” 2016.

Pusat Sumber daya Buruh Migran. Diakses 2 Maret 2019

(https://buruhmigran.or.id/2016/06/28/mengenal-asuransi-bagi-buruh-

migran-di-malaysia/).

Widianto, Satrio. “Masih Minim, Pekerja Migran yang Dilindungi Jaminan

Sosial.” 2018. Diakses 5 Juli 2019 (https://www.pikiran-

rakyat.com/nasional/2018/12/23/masih-minim-pekerja-migran-yang-

dilindungi-jaminan-sosial).

Wawancara

Wawancara dengan Ibu Nunik Nurjanah dan Ibu Temmy, National Programme

Officer, EVAW, and Migration, pada 28 Maret 2019 di UN Women

Jakarta.

Page 121: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

109

Wawancara dengan Ibu Shintia Harkrisnowo, Indonesia Programme Coordinator

for Safe and Fair Labour Migration in ASEAN, pada 5 April 2019, di

Kantor ILO Jakarta.

Wawancara dengan Bapak Bobi Anwar, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran

Indonesia (SBMI), pada 2 Mei 2019 di Jakarta

Wawancara dengan Mr. Adrian Pereira, Executive Director of North South

Initaitves Malaysia pada 3 Mei 2019.

Wawancara dengan PPMI, Sofi Gayuh yang bekerja sebagai Pekerja Pabrik

(Manufaktur) yang bergerak di bidang pembuatan harddisk di Malaysia dari

tahun 2014-2019.

Wawancara dengan PPMI, Ibu Castirah yang bekerja sebagai Pekerja Rumah

Tangga di Malaysia dari tahun 2016 sampai saat ini.

Page 122: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

110

Lampiran – Lampiran :

1. Wawancara dengan UN Women

Ibu Nunik : Berkaitan dengan riset mengenai jaminan sosial untuk tenaga

kerja wanita Indonesia di Malaysia, UN Women dapat

memberikan penjelasan tapi dalam sudut pandang gender,

baik kesetaraan gender atau feminisnya. Terkait dengan

Jaminan Sosial untuk buruh migran Indonesia di Malaysia,

terkait dengan jaminan sosial untuk pekerja migran berarti

kita membahas mengenai buruh migran yang terdokumentasi.

Karena mereka yang memperoleh jaminan sosial itu harus

mempunyai identifikasi yang benar dan tercatat dalam

website, kementerian tenaga kerja atau kemenlu atau

rekrutmen agensi. Dapat diasumsikan bahwa dia yang

mempunyai jaminan sosial ia yang tercatat. Walaupun

memang pada kenyataannya, menurut data tidak semua

pekerja migran Indonesia mempunyai jaminan sosial. Dari

sekitar 9jutaan tenaga kerja kita di luar negeri, hanya kurang

dari sama dengan 10% yang mempunyai jaminan sosial. Dan

itu pun kita belum tahu apakah perempuan atau bukan karena

data itu pun tiga terdisaingregasi, kita tidak tahu

perempuannya berapa persen. Dari data tsb kita juga tidak

mengetahui apakah jaminan sosial dimiliki PRT atau untuk

pekerjaan- pekerjaan yang dianggap low-skilled seperti buruh

bangunan, buruh pabrik, prt, atau pelayan toko, pelayan cafe.

Jadi dari yang dibawah 10% itu kita bagi bagi lagi dan kita

melihat dari perspektif perempuan atau dari UN Women

sendiri bahwa pada akhirnya perempuan yang bekerja di area-

area low-skilled juga perempuan yang otomatis tidak

terdokumentasi maksunyda para pekerja migran perempuan

yang melalui jalur- jalur informal, mereka sudah pasti tidak

masuk dalam kategori peraih jaminan sosial. Jadi, untuk

melihat secara luas akses jaminan sosial terhadap pekerja

migran perempuan Indonesia itu memang banyak layernya

dan oleh karena itu masih menjadi persoalan pekerja migran

perempuan Indonesia, khusunya mereka yang berada di

tataran low-skilled labour.

Halida : Untuk pelaksanaan jaminan sosial yang sudah diberikan

untuk PMI apakah sudah baik?

Ibu Nunik : Iya selama ini yang saya tahu, ya pelaksanaannya belum

sempurna. Walaupun memang, ada beberapa perusahaan-

perusahaan, misalnya perusahaan-perusahaan rekrutmen atau

agensi penempatan kerja di Malaysia misalnya yang sudah

memberikan asuransi kerja, apakah itu kesehatan memang

dibayar oleh employeer. Tapi itu biasanya perusahaan-

perusahaan penempatan yang memang sudah punya

kredibilitas yang baik dan mereka sudah menyediakan

asuransi untuk para pekerjanya dan mereka yang membayar

preminya biasanya ada tapi itupun tidak banyak. Selain itu,

pemerintah Indonesia sendiri yang saya tahu memang baru

belakangan ini, awal Maret kemarin, baru meluncurkan

kerjasama bilateral antara Indonesia dan Malaysia untuk BPJS

Ketenagakerjaan antara Indonesia dan Malaysia, kalau di

Malaysia itu namanya Socso. Sebelumnya memang,

pemerintah Malaysia sendiri tidak punya UU atau kebijakan

jaminan sosial untuk pekerja migran Indonesia dan itu

memang yang menjadi hambatan kita selama ini. Banyak

negara-negara penerima pekerja migran perempuan Indonesia

tidak mempunyai jaminan sosial, sebelumnya. Tahun 2018,

Malaysia jika memiliki akses terhadap jaminan sosial itu

biasanya hanya perusahaan- perusahaan swasta dan bukan

kebijakan dari pemerintah. Sebuah kemajuan, dimana

pemerintah Malaysia tahun lalu sudah mulai menjadikan

Date/place of interview : 28 mar 2019, UN Women Office in Jakarta

Name of institution: UN Women in Jakarta

Name of interviewee : Ibu Nunik Nurjanah dan Ibu Temmy

Name of interviewer : Halida

Page 123: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

111

jaminan sosial bagi pekerja migran sebagai kebijakan nasional

mereka. Jadi, mereka sendiri tidak mendiskriminasi antara

pekerja lokal dan pekerja asing. Dengan adanya kebijakan itu,

pekerja migran perempuan Indonesia ataupun yang dari luar

dengan pekerja lokal itu memiliki hak yang sama untuk bisa

mengakses jaminan sosial. Untuk pekerja migran perempuan

Indonesia bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Programnya itu kalau tidak salah, program kematian,

tunjangan kesehatan, tunjangan hari tua, dan kecelakaan kerja.

Itu adalah kerjasama pertama dari kebijakan mengenai

jaminan sosial yang Malaysia kerjakan itu kerjasama pertama

dengan Indonesia. Dari BPJS Ketenagakerjaan sendiri, hal ini

merupakan suatu langkah yang baik untuk memperbaiki

perlindungan terhadap PMI Indonesia

Halida : Untuk implementasi Jaminan Sosial sampai saat ini

bagaimana bu?

Ibu Nunik : Sebenarnya, untuk kebijakan BPJS Ketenagakerjaan itu

sendiri belum bisa dilihat karena baru saja diluncurkan, baru

ditandatangani nota kesepahamannya, dan memang yang kita

harapkan adalah monitoring dan pengawasan karena selama

ini memang banyak sekali kasus-kasus yang menunjukkan

bahwa pekerja migran Indonesia sama sekali tidak terlindungi

dan tidak dapat mengakses jaminan sosial yang ada. Apalagi

yang pekerja migran perempuan Indonesia yang bekerja di

ranah- ranah domestik seperti PRT. Itu merupakan

permasalahan besar. Waktu itu juga sempat beberapa kali kita

(UN Women) minta bantuan kalau ada jenazah tenaga kerja

yang harus dipulangkan ke Indonesia tapi tidak punya biaya.

Nah itu juga bisa menjadi masalah, ini siapa yang harus

bertanggung jawab sementara tidak mungkin kita meminta

bantuan ke keluarga tenaga kerja karena mereka sendiri hidup

dalam kekurangan. Hal-hal yang seperti itu sebenarnya

menjadi PR yang kaitannya dengan PMI ini dari tata kelola.

Jaminan sosial itu mungkin hanya menjadi bagian dari

manajeman atau pengelolaan migrasi yang memang perlu

dinaikkan dan ditingkaitkan lagi ya memang tata kelola

migrasi Indonesia yang memang masih belom baik. Dimana

masih menjadi tumpang tidih koordinasi antara departemen

pemerintahan, itu dari perspektif migrasi. Namun jika dalam

perspektif perempuan itu banyak sekali pengalaman-

pengelaman perempuan yang tidak diakomodasi dalam

kebijakan- kebijakan itu. nah untungnya memang dari project

ini (Safe and Fair Migration) kita juga ingin kebijakan yang

baru Indonesia nomor 17- 18 itu punya perspektif gender dan

itu yang memang ingin ILO dan UN Women lakukan yang

ingin melihat atau untuk memberikan kontribusi bahwa nanti

UU turunan dari UU nomor 17- 18 lebih bersperspektif

gender.

Ibu Temmy : Jadi ada turunan UU No. 17 dan 18 berkaitan dengan BPJS,

mungkin yang sudah disahkan baru BPJS untuk tenaga kerja

migran. Jadi para tenaga kerja migran diwajibkan untuk

memiliki BPJS sebelum mereka berangkat.

Ibu Nunik : UU turunan mungkin selesai November 2019. Memang

masih banyak yang harus dilakukan. BPJS merupakan UU

turunan yang sudah disahkan oleh pemerintah. Tinggal

beberapa turunan yang memang harus disahkan dan

Kemnaker sendiri meminta ILO dan UN Women untuk

membuat penelitian tentang bagaimana perspektif gender itu

bisa diintegrasikan ke dalam UU turunan, agar dapat

mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan perempuan khususnya

perempuan yang bekerja migran. Karena selama ini yang kita

tahu, jaminan sosial seperti BPJS ini kalau mau dilihat dari

perspektif gender. Sebagai contoh dari jaminan kesehatan

apakah sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan reproduksi

perempuan misalnya. Apakah juga misalnya mengcover

klaim-klaim misalnya kalau perempuan ingin cek kehamilan

Page 124: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

112

itu apakah dicover atau misalnya melahirkan, karena banyak

pekerja migran perempuan Indonesia yang melahirkan disana

nah apakah itu dicover? Atau cek HIV/AIDS untuk

perempuan? Karena banyak kasus yang kita dapati baik

tenaga kerja migran perempuan dan laki-laki setelah kembali

dari negara mereka bekerja itu mereka terkena AIDS, apakah

cek HIV/AIDS sudah dicover untuk tenaga kerja migran kita

disana oleh BPJS Ketenagakerjaan atau oleh Secso di

Malaysia? itu dari perspektif-perspektif perempuan ini yang

sebetulnya juga banyak pertanyaan dan memang UN Women

sendiri belum menemukan apakah hal-hal tersebut juga sudah

dicover oleh jaminan sosial disana

Halida : Menurut UN Women, apakah Indonesia dan Malaysia sudah

cukup bagus untuk pemenuhan jaminan sosial bagi pekerja

migran perempuan Indonesia? Indikator jaminan sosial.

Ibu Nunik : Jika dilihat dari banyak kasus, ya dapat disimpulkan masih

belum bagus karena kebijakan saja baru disahkan, nota

kesepahamamannya baru ditandatangani awal bulan ini

(Maret 2019) ya dari UN Women sama sekali belum bisa

mengatakan bahwa pelaksanaan jaminan sosial itu sudah

bagus. Apalagi dengan banyaknya kasus Malaysia sebagai

negara terbesar dan pertama yang menerima tenaga kerja

Indonesia. Kami akan mengatakan sama sekali belum bagus.

Kalau dari indikator ada tidaknya jaminan sosial, masih bisa

dikatakan masih sangat minim apalagi penerima jaminan

sosial masih dibawah 10%. Lalu bagaimana dengan mereka

yang tidak terdokumentasi? Untuk tenaga kerja illegal itu juga

masih menjadi masalah karena jumlahnya yang sangat banyak

dan tidak tercatat. Nah yang seperti itu sebetulnya perlu untuk

dipikirkan untuk memberikan misalnya jaminan-jaminan

sosial untuk yang undocumented workers ini karena kasus

yang selama ini ada bahwa mereka bukan pekerja migran

yang ketika ada kasus mereka PRT tetepi mereka tidak legal.

Hal itu mekanismenya seperti apa? Siapa yang akan

bertanggung jawab untuk itu? memang UU 17 dan 18 sudah

membuat kemajuan yang sangat baik bahwa disana dalam

pasal-pasalnya sudah ada mekanisme seperti pembagiaan

peran antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan desa.

Bagaimana desa itu sekarang harus menjadi corong bagi para

pekerja migran Indonesia yang akan berangkat. Mereka harus

punya data yang jelas, mereka mencatat dan memberikan

informasi langsung yang benar mengenai pekerja migran

Indonesia. Selama ini mereka (pekerja migran) sendiri

bingung kan. “Aku mau kerja ke luar negeri aku terlilit

hutang. Darimana aku bisa dapat informasi?” Sementara

kepala desa nya saja tidak tahu dan akhirnya mereka-mereka

ini mendapatkan informasi dari broker-broker yang tidak sah

dan illegal yang formal dari Disnaker, yang harusnya medical

check up harus bayar segini dia malah bayar segini atau

mungkin lebih murah tetapi banyak elemen-elemen yang tidak

dicek tidak sesuai dengann standar yang ditetepkan

Kemnaker. Akhirnya setelah sampai di Malaysia malah

dideportasi karena medical check-upnya tidak sesuai standar.

Nah itu kan banyak, kasus- kasus begitu. Itu karena

kesenjangan informasi yang ada di desa. Mereka (tenaga kerja

migran) tidak mendapatkan informasi yang benar mengenai

prosedur keberangkatan. Jadi sebetulnya persoalan jaminan

sosial sangat terkait dengan banyak hal seperti tata kelola

migrasi di Indonesia, mekanisme koordinasi, data pencatatan

yang tidak sinkron, mungkin di desa tercatat tetapi tidak

tercatat di provinsi atau Kemenlu mungkin. Sekarang kemenlu

sudah berinovasi mempunya “portal peduli” dimana pekerja

migran yang bekerja di luar negeri harus melaporkan melalui

portal peduli itu dan sebenarnya itu innovasi yang baik, itu

juga bukan hanya yang legal namun yang illegal juga harus

didorong untuk melapor tanpa ada sanksi. Namun, mereka

yang illegal kan terkadang takut secara psikologis. Hal ini

yang terkadang menjadi hambatan juga kenapa para pekerja

Page 125: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

113

migran illegal ini tidak melapor. Itu menjadi masalah ketika

PMI kita ada masalah di negara tujuan. Data untuk cek dari

mana? Di Kemlu tidak ada, dia kan tidak melapor. Jika

terlapor di data Kemenlu, paling tidak koordinasi bisa

dilakukan antar-pemerintah namun kan kenyataannya tidak.

Jika data itu terlapor kan memang ada kontribusi juga dari

PMI nya sendiri mengenai kesadaran untuk melapor sangat

rendah yang dipengaruhi oleh hal-hal psikologis tersebut.

Permasalahan ini memang sangat kompleks dan jika diurai

banyak elemen yang harus diperbaiki, tidak hanya di aspek

jaminan sosial tapi aspek aspek lain yang mendukung yang

harus diperbaiki dan ditingkatkan.

Halida : Hambatan riil untuk pelaksanaan jaminan sosial untuk

pekerja perempuan?

Ibu Nunik : Hambatan terkait tata kelola yang belum baik, tumpang

tindih antar pemerintah, informasi data. Selain juga memang

kalau dulu kan memang ada persoalan dimana jaminan sosial

dulu kan tanggung jawab employer dan UU pemerintah belum

ada. Dulu sempat terhambat karena employer harus

mengeluarkan uang lebih untuk membayar premi jaminan

sosial, itu terkadang terhenti disana. Dari pihak Indonesia

sendiri terkadang kita yang menuntut pemerintah di Malaysia

untuk memberikan jaminan sosial kepada PMI kita ya disana

tidak mau melakukan itu ya karena mereka tidak mau rugi

karena harus membayar lebih. Tapi sekarang, sudah keluar

kebijakan pemerintah nah kita lihat apakah ini cukup

memberikan atau mendorong atau law-enforcementnya sudah

baik. Ketika pemerintah mendorong employer atau rekrutmen

agensi melakukan kewajibannya untuk memberikan jaminan

sosial kepada para pekerjanya harusnya kan di black list atau

ditutup. Nah ini kita harus melihat law-enforcementnya dalam

perjalanannya. Dan itu pentingnya dierapkan monitoring dan

evaluasi dari kebijakan ini dan tentunya penting adanya law-

enforcement ketika memang employer dan rekrutmen agensi

tidak memberikan jaminan sosial kepada pekerja harusnya

mendapatkan sanksi, atau di blacklist. Selama ini kan

rekrutmen agensi, masih banyak yang bodong yang tidak

terdaftar, yang kemudian malah melakukan perdagangan

orang, di eksploitasi dsb. Sampai saat ini pun, masih banyak

agen-agen rekrutmen bodong yang belum dikasi tindakan

tegas dan hal itu jadi salah satu hambatan bagi perlindungan

pekerja migran kita. Untuk masalah informasi, khusunya

daerah- daerah terpencil seperti NTT NTB mereka untuk

mencari informasi saja harus jalan sehari dulu baru dapat

informasi. Nah yang seperti ini di daerah terpencil bagaimana

perlindungan PMI itu lebih ditingkatkan terlebih yang secara

infrastruktur belum baik. Apalagi informasi- informasi rinci

seperti medical check-up, pelatihan harus diterangi tempatnya

dimana, siapa yang bayar. Nah melalui UU 17 & 18 sudah ada

hal-hal mengenai itu dimana medical check-up ditanggung

sendiri namun pelatihan- pelatihan ditanggung pemerintah.

Nah kalau yang tidak tahu informasi itu, misalnya rekrutmen

agensi kan “ini kamu harus ini itu ini itu kamu bayarnya

segini, nanti dipotong dari gaji kamu selama 12 bulan”

padahal kan biayanya tidak segitu. Hambatan terbesar

memang adalah kesenjangan informasi walaupun diakui

bahwa BNP2TKI sebagai lembaga perlindungan PMI

mengakui bahwa “kami itu sudah berbusa memberikan

sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

bermigrasi legal” tetapi ketika sampai di bawah kadang

pilihan itu ada individu “saya mau ikut jalur legal atau

illegal. Jalur legal memang aman tapi akses sulit atau

mungkin prosesnya lama. Sementara keluargaku butuh dana

cepat untuk bayar hutang atau ibu saya sakit butuh

pengobatan” sementara tiba- tiba ada broker yang datang

untuk menawarkan kerja di luar negeri. Nah hambatan-

hambatan seperti ini lah yang ada di ranah grassroot atau

paling bawah. Strateginya memang harus ada pendidikan dan

Page 126: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

114

sosialiasai kepada masyarakat dan memang untuk mengubah

itu tidak cepat karena kita mengubah perilaku orang dan

memang butuh waktu yang lama dan harus terus menerus

untuk menyadarkan mereka tentang migrasi yang aman.

Selain itu, alternatif lain bahwa jalur- jalur legal ini

dipermudah, dipercepat tidak membutuhkan waktu lama untuk

mengurus dokumen-dokumen. Jangan sampai sebelum-

sebelumnya kan proses migrasi secara legal itu membutuhkan

waktu lama, berbelit belit dan dengan kondisi uang yang

seperti ini tidak cukup untuk mengurusi proses migrasi yang

panjang. Pemerintah harus menyediakan prosedur yang cepat,

accessable, layanan-layanan yang memang langsung

dijangkau oleh masyarakat bawah. Mungkin itu solusinya.

Halida : untuk pelaksanaan jaminan sosial TKW Indonesia di

Malaysia sendiri saat ini bagaimana? Apa hambatan dalam

memenuhi jamsos untuk para TKW?

Ibu Nunik : di Malaysia sendiri sebenarnya hambatannya adalah para

pekerja migran itu tidak boleh berserikat. Sebenarnya trade

union inilah adalah tempat yang paling bagus bagi para tenaga

kerja migran untuk mereka bersosialisasi untuk mengakses

informasi-informasi, jaminan sosial, dan mengubah cara

pandang. Sayangnya, di Malaysia itu tidak membolehkan para

pekerja migran itu berserikat atau berorganisasi. Menurut

saya, ketika tidak adanya organisasi- organisasi ini akhirnya

para pekerja migran sendiri-sendiri, mereka tidak berserikat,

mereka tidak tercerahkan dan kadang- kadang juga mereka

tidak tau hak-hak mereka apa, terkait jam kerja, hari libur, jam

istirahat. Terkadang, hal-hal seperti itu yang membuat mereka

tidak tersadar oleh pekerja yang kebanyakan perempuan yang

hanya lulusan SD. Mereka menganggap ini sudah takdir

mereka dan mereka tidak tahu hak- hak mereka apa. Ketika

ada ada trade union, mereka jadi lebih punya kemampuan dan

keberanian untuk mengungkapkan hak-hak mereka. Jadi

ketika mereka dilecehkan oleh majikannya atau di abuse

mereka sudah minimal punya tempat kembali. Atau mereka

punya pengetahuan lah mengenai jaminan sosial apa yang

mereka harus miliki seperti jaminan kesehatan. Jika tidak ada

serikat buruh tidak ada kelompok, mereka tidak akan

terinformasi. Harusnya, jika di negara tujuan bekerja mereka

dapat berorganisasi, mereka pasti akan mendapatkan

informasi itu. atau jika di Malaysia sudah ada, mungkin

serikat buruh belum terlalu mapan seperti di Hongkong,

Taiwan dan Singapura. Kedua, terkait dengan kontrak kerja,

kenapa mereka tidak mendapat jaminan sosial. Rekrutmen

agensi seharusnya juga membuat kontrak kerja yang berpihak

kepada tenaga kerja migran. Selama ini kontrak kerja berpihak

kepada employer. Rekrutmen agensi kan sebenarnya

perusahaan- perusahaan yang ingin mencari untung, semakin

dia membahagiakan employer mungkin dia akan banyak order

dari employer- employer ini. Dengan kebijakan 17 dan 18 itu,

sebenarnya itu memberi ketegasan kepada para employer

untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja migran

bahwa kebijakan yang diambil oleh perusahaan harus

memihak kepada pekerja migran. Hal itu berkaitan juga

dengan kontrak bahwa kontrak betul betul. Ada isu juga

bahwa kontrak yang ada di Indonesia, memakai bahasa

Indonesia yang dibaca oleh PMI sesampainya di negara orang

kontraknya dengan bahasa lain dan terkadang juga sudah

diubah beberapa itemnya yang tidak kepada tenaga kerja

migran. Seharusnya memang harus ada standarisasi dari

pemerintah terkait dengan kontrak. Kontrak yang betul-betul

memihak kepada PMI. Di dalam kontrak itu harus jelas,

bahwa PMI itu harus punya cuti, harus ada hari libur tidak

boleh overload kerjanya, makan harus 3x sehari. Harus

dispesifikan dan harus mendapatkan jaminan sosial yang

preminya dibayar oleh employer. Kontrak harus dipertegas

dan dicantumkan item- item, dan semua pekerja harus

mendapatkan kontrak seperti ini yang disahkan oleh Disnaker

Page 127: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

115

dan BNP2TKI dan kontrak kerja seperti ini juga yang harus

dipakai di negara tujuan jadi tidak boleh berubah. Nah yang

seperti ini, sudah ada kontrak di Indonesia dan di negara

tujuan masih bisa berubah. Ada item- item yang dihapus

sementara PMI tidak bisa berbahasa di negara bekerja. Jadi

kalaupun itu kontrak, itu juga harus kontrak yang dipahami

dan dimengerti oleh PMInya sendiri.

Halida : Saran dari UN Women untuk Indonesia dan Malaysia dalam

pemenuhan jaminan sosial TKW Indonesia di Malaysia?

Ibu Nunik : Kebijakan yang gender responsif terkait pekerja migran ya

seharusnya kebijakan yang bisa mengakomodasi kebutuhan –

kebutuhan perempuan pekerja migran Indonesia. Bagaimana

cara mengetahuinya? Ya itu dengan mendengarkan suara-

suara atau keluhan mereka mengenai kebutuhan mereka.

Mereka sendiri yang mengungkapkan kebutuhan mereka di

lapangan, hambatan pemenuhannya apa saja, keinginan

mereka apa pengalaman mereka apa. Jadi pengalaman-

pengalaman dan suara suara buruh migran perempuan

Indonesia menjadi pusat untuk kebijakan yang responsif

gender. Jadi jangan berbicara mengenai kebutuhan perempuan

jika tidak mendengarkan mereka. itu tidak masuk akal.

Sementara perempuan sendiri itu kan beragam, kita sendiri

tidak bisa mengatakan bahwa semua kebtuhan perempuan

sama. Namun, paling tidak kebijakan- kebijakan yang

responsif gender itu harus bersifat inklusif bahwa perempuan

juga berasal dari etnik- etnik yang berbeda mempunyai

kebutuhan yang berbeda mungkin terkait dengan pekerjaan

mereka apakah high-skilled atau low-skilled. Nah perbedaan

inilah yang harus diakomodasi oleh kebijakan-kebijakan

terkait apalahi untuk perempuan yang berada di kondisi

rentan. Dengan mengajak perempuan berpartisipasi langsung

dalam pembuatan kebijakan itu adalah hal yang paling baik

untuk dilakukan.

Ibu Temmy: hambatan lainnya adalah akses peran rekrutmen atau majikan

untuk pemenuhan akses jaminan sosial. Seperti membantu

mereka jika sakit untuk ke rumah sakit. Untuk isu- isu

jaminan sosial, terutama tahun 2016 – 2018 belum ada

kerjasama antara Indonesia dan Malaysia. Jadi semua aktor

yang terlibat bekerja untuk PMI kita itu harus terlibat ikut

bertanggung jawab untuk mengetahui jaminan sosial dan

menyediakan fasilitas jaminan sosial itu untuk mereka (PMI).

Ibu Nunik: Ya memang hambatan lain untuk pemenuhan jaminan sosial

tersebut adalah akses. Salah satunya adalah transportasi,

waktu, uang. Terkadang mereka tidak punya uang, nah ketika

mereka sakit dan tidak punya uang untuk ongkos ke rumah

sakit yang menjadi rekanan dengan asuransi sementara

majikan tidak mau bantu. Terkadang hal sesederhana itu yang

terkadang memang menghambat untuk mengakses jaminan

sosial.

Ibu Temmy : Dan jaminan sosial itu harus terlaksana diseluruh Malaysia,

bukan hanya di Kuala Lumpur tapi juga di Sabah , Serawak.

Karena kan sebagian pekerja mmigran perempuan Indoensia

tidak hanya bekerja sebagai PRT ada juga yang bekerja

sebagai buruh pabrik dan itu kan ada di pedalaman.

2. Wawancara dengan ILO Indonesia

Date/place of interview : 5 April 2019, ILO Office in Jakarta

Name of institution: ILO in Jakarta

Name of interviewee : Ibu Shintia Dewi , Indonesia Programme Coordinator for Safe and Fair Labour Migration in ASEAN

Name of interviewer: Halida

Page 128: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

116

Ibu Shintia : Tantangan ILO untuk jamsos PPMI saat ini. jadi di UU no.

18 tahun 2017 itu sudah tidak lagi digunakan TKI tapi PMI.

Kalau Internasional Labour Standard ILO mewajibkan aturan

yang ada baik itu aturan tentang force labour, freedom of

association atau social security. Untuk Indonesia sendiri sudah

baik bahwa sudah ada BPJS untuk Pekerja Migran. BPJS juga

harusnya melindungi baik itu di negara asal atau negara tujuan

(Malaysia). Tantangan secara umum, jika pekerja adalah

sektor informal maka UU di negara asal atau negara tujuan

belum mengatur secara spesifik bahkan belum mengakui

bahwa prt adalah pekerjadan merupakan suatu tantangan

untuk menerapkan social security.

Jika bicara standar pelaksanaan jaminan sosial itu yang harus

ditanyakan secara spesifikin ditanyakan adalah produk khusus

atau program khusus untuk pekerja migran itu sendiri. Nanti

bisa dilihat ada peraturan turunan, peraturan menteri No. 18

tahun 2018 mengatur tentang BPJS khusu PMI.

Terdapat jaminan kecelakaan kerja, PHK, jaminan hari tua.

Yang dibutuhkan adalah bagaimana mereka mengklaim

asuransi di negara tujuan. Seharusnya social protection di

kedua negara harus ada. Nah rasanya kalau BPJS sekarang

belum sampai kesana. Yang harus diatur juga itu klaim, apa

syarat- syarat klaim, BPJS memungkinkan tidak untuk di

klaim ke negara tujuan. Social protection itu harus ada

sebelum, selama, dan sesudah mereka bekerja. Nah ketika

selama bekerja, keselamatan kecelakaan bekerja akan

dipulangkan oleh majikan ke pekerja. Tapi kan pertanyaannya

apakah dipulangkan? Ketika mereka bekerja ini menjadi

concern banyak pihak karena apa yang mereka lakukan

disana. Selama mereka bekerja berarti tidak ditanggung ya?

UU No. 18 tahun 2017.

Pertama tadi itu, mekanisme klaim seperti dokumen apa yang

harus dilengkapi karena mereka ada dokumennya ditahan

dengan majikan. Harusnya prosedur itu mempertimbangkan

hal- hal seperti itu. jadi instrumen apa yang harus dipakai.

BPJS Indonesia secara umum dapat dikatakan sangat baik,

nah kalau bicara PMI nah ini kan termasuk baru. Nah ketika

mau klaim, klaim mereka juga harus dipermudah, jangan

klaim seperti pekerja yang formal. Nah prosedurnya harus

disesuaikan dengan kebutuhan PMI.

Konvensi 189 mengatur tentang domestik workers secara

khusus. Termasuk memberikan pengakuan bahwa PRT adalah

pekerja. Jadi pekerjaannya jelas, untuk upah jam kerja dan

istirahat. Walaupun tidak mengatur upah sampai seperti

karyawan pabrik, tapi tetap mengurangi risiko bekerja karena

kan para PRT bekerja di rumah yang tertutup dan itu banyak

tindakan abusive. Ada posisi tawar yang tidak seimbang

antara majikan dan pekerja. Kenapa kita berfosuk pada PRT

karena kerentanan tinggi dan risiko kerja yang cukup

membahayakan karena dirumah. Di beberapa negara seperti di

Arab Saudi, ketika mereka sudah dirumah mereka jadi

tanggungan majikan mereka negara tidak bisa ikut campur

atau intervensi urusan mereka. untuk itulah konvensi ini

diperjuangkan untuk diratifikasi, nah Indonesia belum

meratifikasi konvensi ini. tapi jika ingin menkhususkan

mengambil tema migrant workers, Malaysia itu memang yang

banyak kasus.

Page 129: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

117

Kenapa Malaysia banyak sekali kasus ya, pertama dari negara

Malaysia sendiri mereka belum mengatur, dan Indonesia dan

Malaysia belum memperbarui MoU. MoU yang 2006 dan

diperpaibiki tahaun 2011 itu sudah kadaluarsa kalau tidak

salah di tahun 2016. Nah itu belum ada kesepakatan dari 2

negara. Kedua, border. Sangat mudah walaupun tidak

semudah yang kita bayangkan namun jika kita bandingkan

dengan ke Singapore dan Taiwan itu Malaysia lebih gampang.

Khususnya perempuan. Biasanya PPMI itu kan pergi ke Saudi

Arabia, Hongkong, Taiwan dan Singapore. Malaysia cukup

accessable tapi disana sendiri law enforcementnya bahwa

pengawasan terhadap pendatang atau PPMI Indonesia yang

berada di rumah tangga belum ada karena kan mereka saja

belum mengakui bahwa PRT itu pekerja. Jika mereka bekerja,

mekanisme pengawasan ketenagakerjaan. Dulu ketika ada

masalah pekerja anak, pemberi kerja dapat dimintai

pertanggungjaban. Tapi karena sektor informal ini belum

diakui sehingga mekanisme untuk mengkriminalisasi majikan

itu belum ada, belum ada pengawasan yang reguler. Kalau

bisa dilaporkan itu juga jatuhnya pidana. Jika ada majikan

yang memperkerjakan non-prosedural workers pun tidak ada

tindakan tegas jadi tidak adil. Majikan atau pemberi kerja pun

memanfaatkan kerentanan mereka, kan kalau misal gaji tidak

dibayar “sudah kamu terima gaji saja segini” kalaupun dikasih

jadi lebih rendah dong. Jadi majikan atau pemberi kerja

terkadang memanfaatkan pekerja undocumented ini, kadang

juga yang berdokumen suka dimanfaatkan.

Halida : Dari ILO sendiri untuk menilai jaminan sosial yang

diberikan untuk PPMI di Malaysia bagaimana?

Shintia : Untuk di Malaysia, jujur syaa belum tahu BPJS kita

bagaimana bekerja disana karena kan kita kalau negara

mungkin bisa di googleling untuk social security di Malaysia.

tapi untuk di Indonesia sudah ada BPJS Ketenagakerjaan. Jadi

untuk BPJS ini adalah instrumen social protection di

Indonesia. Kalau di Malaysia sendiri, BPJS seharusnya

bekerja dengan klinik- klinik yang ada di Malaysia tapi

seharusnya mengcover. Kan gini cara kerja BPJS kan iuran,

nah iuran PPMI Indonesia kan masuknya ke Indonesia jadi

kalau jaminan sosial di Malaysia saya belum bisa kasih

penilaian.

Untuk di Indonesia sendiri kan jaminan sosialnya sudah bagus

ya kan BPJS ada Ketenagakerjaan dan Kesehatan itu

mekanismenya sudah baik dan bagus. Hanya sekarang ini,

untuk pekerja migran punya program khusus jadi bukannya

jelek atau tidak namun karena ini produk baru, UU nya baru

jadi belum kelihatan juga. Jadi kita belum bisa menilai karena

belum berjalan. Tapi concern kita tadi untuk mempermudah

akses mempermudah klaim pekerja migran itu hak mereka.

kedua concern kami adalah produk BPJS Ketenagakerjaan

unutk PMI berfokus untuk memberikan pelayanan kesehatan

di negara Malaysia.

Ada ILO Convention C. 157 tentang maintenance of social

security rights

Konvensi ILO tahun 1997 Migration for Employment,

Konvensi ini bertujuan untuk menghindari diskriminasi dan

ekploitasi ketika mereka bekerja di negara yang bukan

negaranya. Mereka bicara soal social security equality of

Page 130: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

118

treatment dihadapan hukum dan praktik-praktik. Dan untuk

standar ILO jika diterapin disana harusnya sama antara di

Malaysia dan Indonesia, untuk memberikan layanan.

Untuk di ASEAN sendiri kondisi umumnya masih ada

diskriminasi antara pekerja lokal dan migran. Mereka yang

bekerja sebagai tenaga migran harusnya tidak dapat social

security. PRT juga masih seperti itu, ya PRT itu kalau di

ASEAN baru Filipina yang meratifikasi C.189. Malaysia itu

belum secara umum mengadopsi C. 197

Halida : selama tahun 2016 -2018 peraturan mengenai social secuirty

belum ditegakkan. Bagaimana hambatan pelaksanaan jaminan

sosial selama 2 tahun tersebut?

Shintia : sebenarnya kalau BPJS itu sebenarnya ada komponen

formal. Jadi formal itu mereka yang bekerja di sektor formal

dipotong gaji untuk membayar iuran, misalnya potong gaji 6%

dari perusahaan dan 2% dari pekerja itu sudah ada. Nah

sebelum ada UU ini pun produk formal BPJS sudah ada, tapi

tidak dikhususkan untuk PMI. Jadi mereka bilangnya hanya

informal. Tapi tahun ini, negara membuatnya lebih fokus

bagus ini bahwa sekarang ikut jamsos itu wajib dulu tidak

wajib. Tapi ada biaya yang namanya biaya untuk asuransi.

Sebelumnya mereka punya suransi tapi asuransi ini dulu

adalah swasta yang lebih tidak jelas lagi bagaimana

pengaturan dan pengawasannya. Jadi sebenarnya transformasi

ini lebih memberikan perlindungan dan transparansi. Dari

dulu kewajiban untuk punya asuransi dari dulu diwajibkan

tapi baru ada UU dan tahun ini mulai dipegang oleh negara.

Itu yang sekarang jauh lebih terlihat keberpihakannya kepada

PMI. Tapi kalau dulu asuransi kesehatan saja yang

diselenggarakan oleh pihak swasta.

Nah sekarang tahun 2017 itu BPJS Ketenagakerjaan ambil

ahli asuransi PMI nah iurannya itu jadi lebih murah. Nah ini

mulai ada secara khusus asuransi mitra TKI. Tapi apada

umummnya isi dari UU No. 18 tahun 2017 itu mereka

menginginkan, kalau yang 39 tahun 2004 itu semua proses

migrasi dari sebelum sampai mereka kembali itu semua diatur

oleh perusahaan itu namanya PJTKI. Di UU yang baru No. 18

tahun 2017, PJTKI itu hanya sebagai agen. Dalam UU ini

Indonesia mencoba memotong proses yang begitu banyak

dilakukan oleh swasta begitu juga dengan klaim asuransi TKI.

Jadi dari dulu sudah ada asuransi TKI Cuma yang mengelola

swasta tapi bukan hanya terkait dengan asuransi. Tapi UU

sebelumnya juga mengatur bahwa semua proses dari

rekrutmen sampai proses penempatan, pemulangan dan

asuransi itu semua dikelola oleh swasta. Kalau UU yang baru

sekarang, swasta itu tidak boleh ada yang rekrutmen, kenapa?

Karena pola-pola rekrutmen ini yang sangat rentan terhadap

TPPO.

Standard pelaksanaan jamsos baik dari Indonesia maupun dari

Malaysia. standar pelaksanaan jaminan sosial pada dasarnya

itu diatur untuk PMI dari Konvensi 197. Pada prinsipnya jika

negara ingin mengatur mengenai tenaga kerja migran harus

mengacu pada labour standard salah satunya padaConvention

dan harus diratifikasi, tapi jika tidak diratifikasi maka mereka

tidak punya kekuatan hukum yang tetap, mereka tidak legally

binding nah itu yang saya tidak tahu apakah Malaysia sudah

meratifikasi Konvensi yang sama.

Page 131: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

119

Pada dasarnya BPJS Ketenagakerjaan atau social security

yang kita punya sekarang memang hanya lokal workers

(citizen of Malaysia/ citizen of Indonesia). Di negara-negara

ASEAN ini pada umumnya, karena informal sektor belum ada

legal statusnya sehingga mereka juga sulit untuk dilindungi.

Leaving migrant workers working in irregular situation and

working informal economy unprotected.

Halida : Jadi untuk informal sektor belum tercover dengan baik?

Shintia : Iya, jadi belum. Kalau Indonesia sih sudah punya Peraturan

Menteri yang mengatur pekerja rumah tangga tapi sifatnya

peraturan menteri, maksudnya kekuatan hukumnya tidak

terlalu kuat. Nah disini yang tadi saya bilang lack of

coordination between countries can prevent migrant workers

for obtaining the coverage of social security scheme. Jadi

koordinasi antarnegara karenakan setelah lama dia bekerja itu

bagaimana. Dalam proses migrasi sebenarnya aktor- aktornya

banyak, pemangku kepentingannya banyak ada pemerintah,

employers, serikat pekerja, ada standar internasional, ada

faktor politik. Rata-rata kita punya ini Interational Labour

Standards mengharuskan blablabla........., political factors

dengan increase cost doing business adalah pada umumnya

jadi di semua sektor, mereka harus bilang bahwa “Oh kalau

saya harus bayar gaji segitu dan sebagainya maka costnya

akan menjadi besar” sedangkan negara-negara berkembang

tidak punya cost yang banyak.

Jadi kita bisa lihat, kebutuhannya adalah perlindungan disana

tetapi kita masih lihat bahwa masih sulit untuk negara tujuan

memenuhu itu.

Halida : Jadi dapat disimpulkan hambatannya itu lebih ke formal

sector, ada perbedaan pemenuhan jamsos antara pekerja lokal

dan pekerja migran,

Shintia : Iya benar ada perbedaan antara pekerja lokal dan migran di

negara tujuan. Yang menjadi akarnya juga itu karena informal

sector tidak diakui sebagai pekerjaan. Yang kedua karena

tidak diakui sebagai pekerjaan mereka dibilangnya helper

sehingga produk-produk hukum, mekanisme peraturan atau

perlindungan apapun di negara tujuan itu tidak bisa

menjangkau ke negara tujuan.

Kita tidak bisa melakukan pengawasan ketenagakerjaan

karena pekerjaan mereka belum diakui jadi tidak ada

tanggung jawab. Kala pengawasan ada tapi mereka tidak

ditugasi untuk mengawasi PRT maka mereka tidak lakukan

itu karena tidak ada dalam prosedur pekerjaan mereka. Hal-

hal itu yang menjadi dasar permasalahan. Disebebkan mereka

informal jadi banyak sistem ketenagakerjaan negara tujuan

yang tidak memberikan perlindungan.

Halida : Apakah sulit untuk memenuhi jaminan sosial mereka terkait

dengan kondisi kerja mereka? Karena para PPMI ini kan

sebagian bekerja di dalam rumah yang sulit untuk keluar

Shintia : Untuk kondisi kerja bukan menjadi faktor penghambat

mereka sulit mengakses jaminan sosial, karena PMI kita juga

ada yang di sektor pertambangan tapi, itu formal sama halnya

dengan kelapa sawit. Jadi sebenarnya bukan masalah dimana

mereka bekerja tapi pekerjaan ini itu harus diakui bahwa

berkontribusi terhadap perekonomian negara tujuan. Karena

kalau tidak ada PRT, warganegara sana tidak bisa bekerja.

Page 132: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

120

Jadi sebenarnya pengakuan itu ya tadi. Mereka juga belum

mengakui karen abelum ada good will saja. Pun di luar negeri

pekerja informal malah jauh lebih mahal kan. Kedua, pada

prinsipnya ILO punya satu prinsip dalam mengembangkan

Konvensi, karakteristik namanya yaitu flexibility. Apa sih

flexibility? Itu adalah kami menyadari bahwa negara-negara

anggota ILO mempunyai perbedaan context (budaya, sejarah,

sistem hukum, level ekonomi) jadi cukup fleksibel untuk

negara anggota. Seperti contah upah minimum, tidak mungkin

setiap negara sama, jadi itu salah satu karekteristik Konvensi

ILO. “bagaimana nanti PRT kita gaji dengan 3jt, UMR

Jakarta” sebetulnya tujuan besar mereka adalah PRT itu jelas

pekerjaannya “pekerjaan kamu apasih, jam kerja jelas, dan

gaji dibayarkan”. Oh majikan mampunya seberapa gaji

mereka tapi jangan seperti “oh diakan saya sekolahin”. Nah

salah satu faktor yang membuat mereka rentan itu adalah PRT

ini mempunyai hutang budi.

Kemarin kita riset ada PRT yang tidak dibayar selama 10

tahun, bayangkan lamanya berati kan mereka secara

emosional, psikologis membuat mereka entah tidak berani

atau mereka berhutang budi. Jadi ILO menyarankan ketika

pra-bekerja atau persiapan para PPMI ini dikasih tahu hak

mereka jadi mereka punya kemampuan untuk menuntuk hak

mereka. sehingga, ILO berharap dengan kontribusi besar yang

PRT buat itu jelas jam kerjanya karena banyak yang tidak

sesuai. Seperti yang seharusnya bekerja di 1 rumah jadi kerja

di 5 rumah, awalnya jadi PRT terus jadi urus orang tua.

Ada permasalahan sebenarnya dari akar rumputnya, dimana

sebagian besar PMI yang dikirim bekerja ke luar negeri

berpendidikan rendah, terkadang mereka tidak bisa menulis

dan membaca dan hal itu membuat merka tidak mengerti

dengan kontrak kerja mereka belum dengan pemotongan gaji,

dsb. Semua itu ada di kontrak kerja kan apalagi mereka

bekerja di luar ngeri dan dirumah orang asing. Ada kasus

dimana PRT dibunuh dan tidak diketahui karena mereka kerja

di rumah orang, apalagi jika mereka bekerja secara ilegal

bagaimana mereka harus dipulangkan. Nah tenaga kerja

informal ini harusnya menjadi fokus karena kondisi kerja

mereka sangat rentan dan produk- produk atau mekanisme

hukum itu belum ada untuk informal. Di Malaysia sendiri

belum ada khusus untuk informal.

Hambatan dan tantangan terbesar untuk pemenuhan jamsos.

Jika menyasar pada migrant domestik workers, sektor

informal maka tantangan terbesar adalah terkait dengan tata

kelola migrasi yang aman baik dari sebelum bekerja, selama

bekerja, dan ketika kembali pulang ke negara asal. Hambatan

terbesar adalah para PMI ini pendidikannya rendah dan

Malaysia tidak mensyaratkan level pendidikan tertentu.

kenapa ini penting? Karena mereka mau bekerja di luar negeri

dan kalau mereka tidak bisa baca lalu bagaimana mereka

mengerti dokumen mereka, mereka mau baca kontrak mereka.

Banyak pengetahuan- pengetahuan teknis yang setidaknya

mereka harus tahu harus mereka pahami untuk tinggal dan

bekerja di luar negeri. Penting juga terkait dengan mengetahui

hak-hak mereka nah kenapa tidak paham yang menjadi hak

mereka karena perusahaan-perusahaan PJTKI, itu ya mereka

itu kan punya kepentingan, orang- orang ini kan berangkat

jangan sampai tidak berangkat. Nah tadi yang lebih banyak

dikedepankan adalah kewajibannya. Termasuk jika ia bisa

Page 133: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

121

baca kontrak, mereka tahu kenapa mereka di potong gaji.

Kemarin kami melakukan FGD, dan terkadang dari mereka

tidak tahu kalau potong gaji itu masalah. Pekerjaan migran

kita tidak tahu hal itu masalah, seperti pelanggaran kontrak

kerja pelanggaran hak. Jadi intinya adalah, ketika mereka

berangkat mereka harus cukup usia mereka harus punya

pemahaman, ketika mereka mau bermigrasi dokumen apa

yang harus mereka bawa. Terkadang dari mereka saja tidak

punya KTP dan Paspor untuk mengurus saja dibutuhkan

waktu lama. Dan bayangkan jika mereka langsung kerja di

luar negeri dengan orang asing, ada perbedaan budaya seperti

di Malaysia mereka lebih canggih dari kita dan bahasa mereka

juga bahasa inggris. Kedua, walaupun pekerjaan mereka

informal, mereka tetap harus dibekali dengan training. Karena

berbeda teknologi yang dipakai seperti vacuum cleaner.

Jadi tata kelola itu ada di setiap tahapan migrasi. Jadi

bagaimana pengawasan untuk Badan Latihan Kerja Luar

Negeri (BLKLN) terkait dengan standarisasi modul, orang

yang kasih training. Untuk para PMI harus ada kesiapan lah.

Jadi sebelum mereka berangkat jika kita membaguskan PPMI

kita kerentanan yang mungkin akan dihadapi mereka juga

berkurang.

Permasalahan sering terjadi ketika ada perubahan kontrak,

dimana kontrak disini yang sudah ditandatangani PMI benar

tapi di negara tujuan diubah. Kadang-kadang karena mereka

tidak tahu mereka punya hak mereka tidak bisa bela diri, nah

yasudah. Kalau di pulangin, yasudah.

Kedua, jangankan mereka ada yang tertipu sudah bayar 80jt

ke calo atau sponsor dia tidak melapor. Mereka takut untuk

melapor. Jadi kasus-kasus yang bisa kita cegah dari PMI atau

yang bisa dikurangin ya mungkin tadi dari mereka berangkat

disiapin. Mereka mungkin harus tahu, misalnya mereka lulus

SMA sudah mulai itu PT PT sosialisasi kerja di Malaysia atau

kerja di Hongkong, gaji 20tj tapi kan ada risiko lain. trus

kondisi bekerja disana bagaimana. Jadi kita itu sebenarnya

kerja di Taiwan, Malaysia kita kerja di Apartmen, tempatnya

tidak besar juga, mereka juga terbatas geraknya mungkin

majikannya juga berpikir terlalu mahal sekali bayar gaji untuk

PRT yang hanya bekerja di ruang kecil gini. Namun, tidak

bisa kaya begitu karena mereka bekerja untuk kalian. Jadi

tidak bisa ini ada yang “aduh majikan saya suster, dia

kerjanya kayaknya stress banget ini makanya saya

digebukin”.

Tantangannya mereka berangkat bahwa mereka sadar, tahu,

dan siap untuk berangkat kerja ke luar negeri bukan karena

keluarga mereka punya hutang budi ke calo. Jadi mereka

karena pengetahuannya salah kan gini calo mereka kan

sebenarnya kasih uang saku tapi sebenarnya uang mereka

nanti dipotong dari gaji. Nah seperti itu kan pengetahuan yang

salah ya. Sedangkan UU yang baru itu memotong semua

rantai yang namanya calo. Iya itu kan mereka kan sedikit dikit

dimanipulasi kan oleh “uang jajan” itu kan dipotong juga dari

gaji mereka, dan lebih besar dari uang jajan itu. Pernah ada

PRT dari Singapore atau Taiwan yang gaji bulannya 100rb

karena selebihnya dipotong. Mereka juga tidak merasa itu

masalah. Bayangkan jika mereka lapar, maksudnya gini

disana kan orang kan kebiasaan makan 1 roti dan 1 susu

Page 134: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

122

misalnya, kita kan tidak bisa budaya seperti itu kan. Nah kalau

misalnya mereka gaji cuma 100rb coba cukup tidak untuk beli

nasi sebulan. Jangankan untuk kasih keluarga sehingga

mereka akan berulang berangkat lagi. Kita berharap mereka

jika sudah berangkat migrasi tidak berangkat lagi. Tapi ya tadi

PT itu ya kalo memang aturannya dipotong 9 atau 6 bulan itu

tidak apa-apa tapi kan ini aturannya dipotong 6 bulan tapi di

potong 9 bulan. Ya itu tadi mereka hanya menghasilkan 1,2 jt

pertahun. Tapi jika mereka tahu gaji mereka sebulan 3jt,

100rb itu kurang. Kalau mereka tahu kan tidak perlu orang

pintar banget tahu kalau ada yang salah. Itu saja, saya pikir

perlu ada metode yang jauh lebih mudah dijangkau, dipahami

oleh PMI. Jadi buat sosialisai tentang migrasi yang aman,

proses dokumen yang mereka mudah mengakses khususnya

untuk perempuan yang mudah dipahami.

Jika kita bicara pemenuhan jamsos ini kan bukan sesuatu yang

mudah dipahami. Kalau memang targetnya mereka (PMI) kita

harus buat sesuatu yang mudah. Misalnya cara buat paspor,

kenapa kita harus punya paspor karena paspor adalah identitas

kita karena di luar negeri KTP tidak berlaku. Hal- hal seperti

ini harusnya mereka paham ya sebelum mereka berangkat

sebelum mereka masuk ke PT. Jadi kalau mereka ke PT pun,

mereka punya bayangan atau punya pilihan. Peluang itu

identik dengan pilihankan maksudnya mereka itu mereka juga

kesempatan untuk bilang “oh saya tidak mau bekerja di luar,

saya mau bekerja di dalam negeri saja” tapi mereka tahu

alasan mengapa mereka mau bekerja di dalam negeri. “oh iya

di Malaysia gajinya sama kok kaya di Jakarta, kalau di

Jakarta mungkin saya lebih gampang untuk pulang. Jadi saya

bisa memilih dong.” Jadi para calon PMI ini bisa memilih

begitu, tidak dipaksa. Kan dipaksa kebanyakan karena

lingkungan yang memaksa mereka kan “ayo dong kerja di

Malaysia, kerja di Malaysia”. tapi kalau mereka punya

pengetahuan seperti di Jakarta kan tidak terlalu jauh, mungkin

kalian lebih bisa ya sama lah budayanya daripada tiba-tiba

kamu kerja ke luar negeri, butuh paspor. Mereka saja tidak

paham mereka butuh paspor. Termasuk pemahaman mereka

itu kan butuh paspor, salah satu syarat untuk punya paspor kan

akte lahir ya itu tadi mungkin KTP saja mereka belum punya,

akte lahir apalagi. Mungkin pemerintah sekarang membuatnya

lebih sederhana ya dengan adanya Layanan Terpadu Satu

Atap di UU kita. Jadi sebenarnya seperti itu, mereka kan

kesana harus bikin paspor yang harus sesuai nama dan usia

karena ketika saya pulang. Risiko yang terjadi kan misal

ketika mereka meninggal di negara tujuan, KTP nya Jawa

Timur ternyata dia orang Flores. Jadi ada manipulasi kan

disitu, jadi itu sudah TPPO.

Untuk pemenuhan jaminan sosial ya mungkin tadi asistensi,

memastikan bahwa mekanisme klaim pastikan bahwa proses

klaim itu memberikan prioritas dan akses terhadap PPMI. Jangan

sampai itu dipegang oleh suami atau keluarga. Perempuan itu

juga jangan yang kerja capek-capek tidak punya hak. Jadi harus

ada mekanisme memberikan perlindungan, dia yang bayar para

PPMI ini juga harusnya dipastikan bahwa dialah yang menerima

klaim itu. Kedua, pengakuan terhadap informal sektor masuk ke

dalam peraturan, UU, legislasi nah itu semua baru bisa dipenuhi

berarti kan harus diakui dulu bahwa mereka adalah pekerja dan

informal sektor itu kan juga harus diberikan perlindungan yang

sama. Pekerja informal seperti agrikultur, daya resillence mereka

juga lebih rendah. Misalnya kalau dipertanian lahan dibakar kan

Page 135: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

123

sudah habis ya mereka tidak punya modal lagi. Nah itu tadi

makanya sekarang mulai dibuatkan informal jamsos karena kalau

mereka sudah habis satu habis semua harta mereka kan jadi di

informal sendiri harus diberikan perlindungan. Jadi ketika

informal sektor dilindungi, diberikan perlindungan untuk

pemenuhan hak-haknya tenaga kerja yang bekerja kepadanya.

Maka semua pihak itu juga akan menjadi diuntungkan. Jadi kalau

banyak lahan terbakar, petani menggangur kan makin banyak

pengangguran juga. Kemudian kalau mereka tidak punya

kemampuan untuk bertani lagi, itu loh prinsip jamsos untuk

membantu mereka karena nanti negara kan akan food insecurity

ketahanan pangan mahal. Kita selalu bilang bahwa di infromal

sektor harus dapat perlindungan walaupun prinsip flexibilitynya

harus disesuaikan.

3. Wawancara dengan Serikat Buruh Migran Indonesia

(SBMI)

Halida :Penelitian ini mengenai pemberian jaminan sosial untuk

perempuan pekerja migran Indonesia (PPMI) di Malaysia.

Untuk itu saya ingin bertanya lebih dalam mengenai skema

pemberian jaminan sosial untuk PPMI di sana

Pak Bobi : Tidak ada skema khusus untuk jaminan sosial PPMI di sana,

semua sama dan masih ada hambatan. Hambatannya ini BPJS

hanya berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

(UU)No. 18 tahun 2017. Jadi untuk BPJS itu bisa berlaku di

luar negeri harus ada aturan hukum yang lain. Misal,

Kementerian teaga Kerja sudah pernah mengajukan program

legislasi tentang RPP Perubahan tentang Peraturan Pemerintah

tentang manfaat jaminan sosial. Sehingga jaminan sosial ini

bisa berlaku untuk buruh migran dan dapat berlaku di luar

negeri. Tapi saya melihat adanya terobosan-terobosan yang

dilakukan oleh BPJS. Misalnya kerja sama dengan Perkeso di

Malaysia di awal 2019. Tapi kita belum melihat bagaimana

implementasinya. Saya kira itu yang pertama skema khusus

itu tidak ada. Seharusnya sih ada ya.

SBMI itu sendiri lembaga yang mengorganisir mantan-mantan

buruh migran, terutama mantan buruh migran yang

bermasalah. Karena penanganan kasus itu untuk kita jadi

sebagai salah satu strategi untuk pengembangan advokasi atau

pengorganisasian. Jadi dengan program itu, dengan merekrut

mantan buruh migran yang mengalami persoalan menjadi

anggota organisasi kemudian kita juga bisa melakukan

pembedayaan dengan cara satu kita bisa bantu penanganan

kasusnya, kedua kita bisa bantu peningkatan keterampilan

untuk wirausaha sehingga mereka diharapkan tidak lagi

bekerja ke luar negeri ulang.

Halida : ada pemanfaatan remitansi mereka ya ketika sudah balik ke

negara asal

Pak Bobi : ya bisa remitansi bisa dimanfaatkan, karena ada lembaga

IOM yang bisa memberikan bantuan berupa modal kepada

pekerja migran tapi harus di edukasi dahulu. Asumsinya

remitansi itu pasti akan dikonsumsi. Jadi di edukasi dahulu

apa itu tentang wirausaha atau keterampilannya.

Halida : Ok baik, lalu apakah ada kendala khusus dalam mengatur

jaminan sosial untuk PPMI?

Date/place of interview :

2 Mei 2019, Jakarta

Name of institution:

Serikat Buruh Migran

Indonesia (SBMI)

Name of interviewee :

Bobi Anwar Ma‟arif, Sekretaris Jendral

Name of interviewer :

Halida

Page 136: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

124

Pak Bobi : jadi jaminan sosial untuk pekerja migran yang ada saat ini

memang ada 3 jenis. Pra-penempatan berlaku kurang lebih 6

bulan, masa kerja pada saat mereka bekerja artinya ketika

mereka di luar negeri itu 24 bulan atau sesuai dengan

perjanjian kontrak, yang ketiga setelah pulang 1 bulan. Nah

yang pada saat bekerja itu tidak bisa karena tidak berlaku

karena rata-rata negara tujuan penempatan sudah

memberlakukan asuransi. Di Malaysia juga ada asuransi tapi

masalahnya asuransi di Malaysia itu PRT tidak masuk karena

PRT itu bukan dianggap sebagai pekerja. Mereka

menganggap PRT itu pelayan “servant”. Nah hal itu juga

yang sekarang diperjuangkan agar kata-kata servant atau

helper itu dia menjadi employee. Dengan begitu jaminan

sosial untuk pekerja migran domestik dapat diakses.

Kita sudah bekerja sama dengan beberapa NGO di Malaysia

juga dengan ILO. Ada juga perwakilan dari Migrant Care

yang menjadi staff Perdana Menteri Malaysia khusus untuk

permasalahan buruh migran. Ini yang kita harapkan dapat

membantu menaikkan posisi PRT.

Halida : Jadi untuk pelaksanaan jaminan sosial dapat dikatakan masih

ada celah ya karena belum meliputi pekerja domestik?

Pak Bobi : Iya masih ada celah. Celah itu di pertarungan apakah kita

bisa atau jaringan kita di sana itu bisa meyakinkan kepada

pemerintah bahwa helper itu di dalam UU nya diubah menjadi

employee. kalau itu dapat diubah artinya peluang pekerja

domestik mendapatkan jaminan sosial di sana itu tinggi. Tapi

kalau misalnya ternyata pemerintah Malaysia tidak dapat

mengubah helper atau servant menjadi employee maka balik

lagi ke pendekatan yang dilakukan BPJS mereka harus

melakukan kerjasama dengan badan asuransi di sana agar

PPMI di sana dapat mengakses jaminan sosial. Tapi sulit

banget asuransi di Malaysia itu sulit sekali. Kita sebenarnya

ada kerja sama dengan pengacara di sana. Misalnya SUMITA

namanya, itu kita sudah ada kerjasama. Namun masalahnya

buruh migran yang pulang kemudian seharusnya mereka

mendapatkan jaminan sosial itu tidak memiliki kelengkapan

dokumen. Misalnya dokumen itu ya kepesertaan dia

bergabung dengan asuransi di Malaysia, perjanjian kerja, visa,

paspor. Terkadang dokumen seperti itu hilang atau ada yang

rampas.

Halida : Lalu bagaimana jika kehilangan dokumen? Karena melihat

peraturan hukum dari kedua negara, pekerja migran yang

mendapatkan asuransi haruslah yang terdaftar atau

berdokumen. Jika ada hal seperti tadi apakah PPMI bisa

disalahkan?

Pak Bobi : Menurut kami buruh migran itu tidak ada yang salah

walaupun dari awal mereka bekerja mereka lewat jalur

unprosedural. Itu kan harus dipertanyakan mengapa ada

warganegara Indonesia pergi ke luar negeri tanpa prosedur.

Ada kerja- kerja pemerintah yang tidak dilakukan. Misal di

perbatasan, di imigrasi, di embarkasi untuk meneliti dokumen-

dokumen warganegara Indonesia yang akan berangkat ke luar

negeri. Berangkatnya sebagai apa itu mereka, pelajar kah,

melancongkah, atau kuliah atau kerja yang skilled. Nah kita

kan tidak tahu, harusnya pemerintah yang tahu. Kalau di level

itu ya buruh migran tidak ada yang salah, kalau menurut kami.

Hal itu karena pemerintah yang punya kewenangan.

Halida : Lalu bagaimana Anda melihat pemerintah mengatur regulasi

jaminan sosial di Malaysia?

Pak Bobi : Ya pemerintah tidak dapat mengatur regulasi di Malaysia

karena pasti tidak akan mau diintervensi oleh Indonesia

Halida : Lalu bagaimana dengan adanya MoU?

Page 137: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

125

Pak Bobi : Iya MoU itu kan dalam rangka perlindungan untuk WNI kita

di Malaysia konteksnya begitu. Jadi di Malaysia pemerintah

Indonesia melakukan sesuatu. Misalkan inovasi BPJS bekerja

sama dengan Perkeso. Jadi MoU itu bagian dari aspek

perlindungan hukum. Pertama di UU kita kan negara yang

menjadi penempatan tenaga kerja kita kan harus memiliki

perjanjian tertulis, bilateral antara Indonesia dan negara tujuan

atau mereka memiliki UU tenaga kerja asing atau mereka

memiliki UU jaminan sosial yang khusus. Masalahnya ini di

pasal itu, ada yang mengatakan tiga persyarata itu wajib ada

yang mengatakan salah satu saja. Nah hal itu kita belum dapat

tafsir resmi dari pemerintah yang mana yang berlaku. Apakah

tiga-tiganya harus terpenuhi atau pilih salah satu saja.

Halida : Untuk PPMI di Malaysia, apakah mereka sudah

mendapatkan yang namanya jam kerja sesuai, hari libur, cuti,

dan mengikuti serikat buruh?

Pak Bobi : di Malaysia karena PRT belum diakui sebagai pekerja maka

konsekuensi hukumnya tidak boleh berserikat. Walaupun ada

serikat buruh disana itu harus seuai Malaysia Trade Union

Congress (MTUC). Kemudian belum juga diatur mengenai

kondisi kerja. Jadi belum ada dari mereka yang menerima itu

bahkan agen itu bisa membuat aturan sendiri. Misalnya

handphone selama 1 tahun tidak boleh dipegang. Untuk

komunikasi saja mereka tidak bisa, lalu bagaimana untuk

libur, keluar izin, berorganisasi aduh itu akan susah sekali.

Kita berharap betul, kata-kata helper servant dapat diubah

menjadi employee.

Halida : lalu ada permasalahan khusus kah untuk PPMI di Malaysia?

Pak Bobi : masalah yang terbanyak ini, misalkan menurut data World

Bank ada 9 juta buruh migran Indonesia di luar negeri kurang

lebih setengah ada di Malaysia.Di Malaysia yang terdata oleh

pemerintah itu sekitar 2jutaan, 2 juta lainnya tidak terdaftar.

Jadi ada banyak buruh migran Indonesia yang ada di Malaysia

itu tidak terdata dan tidak tercatat. Nah dugaannya kemana

mereka, pertama ke perkebunan sawit, kedua di sektor

bangunan/konstruksi, dan yang ketiga PRT. Jadi kalau dia

tidak terdaftar.., jadi satu kebijakan negaranya ya misal

Malaysia memberlakukan direct hiring, Indonesia tidak bisa

semua harus pakai PJTKI. Ini menjadi celah bagi kelompok-

kelompok tertentu yang usaha di perekrutan untuk bisa masuk

ke Malaysia. kedua, masalah kebijakannya Indonesia dan

Malaysia sudah habis masa berlaku MoU dan sampai

sekarang belum pernah deal apa yang diperjanjikan

antarnegara itu. kalau perjanjian antarnegaranya saja belum

deal lalu bagaimana misalnya nanti ada perjanjian perusahaan

perekrut atau agen lalu kemudian baru ada perjanjian-

perjanjian lainnya. Lalu kalau di perjanjian antarnegaranya

saja belum deal lalu nanti ini berdampak pada perjanjian

antarperusahaan.

Belum deal itu maksudnya belum ditandatangani atau belum

disahkan oleh keduanya. Nah kalau itu belum disahkan kan

lama sekali sementara penempatan buruh migran terus

berlanjut baik yang prosedural maupun unprosedural. Artinya

mengacu lagi pada MoU yang lama. Nah kalau masih

mengacu pada MoU yang lama berarti tidak ada batasan

waktu dong. Padahal disitu ada batasan waktu. Terus

kemudian praktik dilapangan karena ada perbedaan antar itu

lalu kemudian banyak orang yang melihat orang pergi ke

Malaysia itu tidak melalui PJTKI karena satu PJTKI itu

mahal. Nah kalau melalui jalur perseorangan itu lebih murah

tapi masalahnya tidak ada jaminan apakah nanti buruh migran

akan diurus permitnya, visanya, misalkan kaya begitu. Itu

jaminannya begitu susah dan korbannya ribuan. Satu orang itu

bisa rugi RM 1.000 – RM 2.000. Bayangkan jika RM10.000

buruh migran mau beli visa atau permit. Jadi banyak di sana

itu masalah permit, permit saja dibisnisin laku. Ada yang

Page 138: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

126

menjual permit dan laku. Dan teman-teman (PPMI) kita

disana juga mudah percaya tidak me re-check lagi. Terus

permasalahannya lagi untuk sektor domestik karena mereka di

dalam rumah itu susah untuk pengaduan terlebih agen dapat

mengintervensi misalkan tidak boleh pegang hp selama 1

tahun. biasanya bagi buruh migran yang berani biasanya

mereka kabur tapi konsekuensinya apa gaji, dokumen itu tidak

diterima. Ini menjadi masalah baru karena biasanya yang

mudah merekrut itu kedai, mereka yang kabur kerja di kedai-

kedai tapi rasa kenyamanannya hilang karena tidak

berdokumen. Bagi warganegara Malaysia, mereka (PPMI)

yang tidak berdokumen dan visa yaudah itu jadi bisa

ditangkap dan dimanfaatkan oleh polisi untuk cari uang. Jadi

polisi- polisi di Malaysia itu terlatih banget itu siapa pekerja

migran yang berdokumen dan berdokumen. Jadi kalau mau

selamat tidak dipenjara, tidak di provokator bayar RM100,

lumayan kan. Kemarin jamannya Mahatir Mohammad

melakukan kebijakan PATI (Pekerja Asing Tanpa Izin) tanpa

ampun itu bayar, jadi itu meningkatkan pemasukan juga bagi

para polisi. Begitu diragukan itu ancaman, gara-gara dokumen

tidak terlindungi hak-haknya gajinya itu saja untuk bayar

polisi.

Memang kita dekat dengan pemerintah disana tapi terkadang

mereka tidak melindungi tenaga kerja kita. Jadi masalahnya

terstruktur di birokrat pemerintah juga ada, kemudian

organisasi sipil masyarakat yang pro seperti itu juga ada.

Halida : Dalam pandangan SBMI sebagai NGO, apakah pemerintah

Indonesia dan Malaysia sudah baik dalam pemberian jaminan

sosial untuk PPMI?

Pak Bobi : untuk jaminan sosial dalam hal ini BPJS, SBMI belum

melihat baik program itu karena satu tidak sesuai dengan

target awal. Target awal itu risiko 13%, terus tata cara

klaimnya seharusnya dipermudah, ketiga pelakunya diganti

BPJS. Ternyata pelakunya diganti BPJS, risiko dikurangi terus

klaimnya juga ada yang susah. Terus tidak berlaku di luar

negeri. Lalu muncul kawan-kawan SBMI di daerah bahwa

BPJS itu jadi Badan Penampung Jaminan Sosial itu

ngumpulin duit sajaa tapi untuk klaim agak susah.

Dana asuransi itu ada sekitar kurang lebih Rp 113 Milyar tapi

yang bisa di klaim hanya 1,5% dibandingkan swasta dulu

yang kita sebut “celengan smart” bisa di klaim 12% - 20%.

Kalau fakta seperti ini lebih baik balik lagi ke sawasta. Target

kita memang ingin dengan badan pemerintah dengan target

karena pemerintah tidak cari keuntungan sehingga semua

jaminan sosial, risiko- risiko bekerja di luar negeri bisa di

klaim ternyata tidak.

Halida : Ok baik, jadi hambatan itu pertama dari segi regulasi,

penegakkan hukum masih sangat minim masih kurang

meningkat dan masih kurang merangkul PPMI itu sendiri.

Lalu BPJS juga belum berlaku di negara tujuan

Pak Bobi : Contohnya kalau dulu ada asuransi PHK, permen yang

sekarang itu ada PHK lalu ketika revisi ada tapi risiko PHK

ini di bawah BPJS itu JHT (Jaminan Hari Tua). Jadi kaya

orang tabung, ya kalau kaya orang nabung lalu bagaimana

cara nabungnya? Bagaimana ngumpulin dana dari mereka?

iya ini kan masih menjadi pertanyaan mau dikumpulin

bagaimana. Terus kedua di PHK, bagaimana mereka bisa

mengdapatkan dana untuk JHT. Ini kan jadinya PPMI yang

kena kasus PHK mereka tidak bisa mendapatkan manfaat

untuk JHT. Ada program tapi tidak bisa kerjanya bagaimana?

Halida : jadi dari regulasi, tata cara klaim, dan adanya permasalahan

terstruktur dari pemerintah juga. Lalu pemerintah Malaysia

juga belum melihat PRT itu sebagai pekerja. Jadi mereka

banyak dikecualikan dari produk- prduk hukum.

Page 139: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

127

Pak Bobi : Iya di Malaysia itu diskriminasi dilihat sebagai sesuatu yang

umum. Harusnya ada kerjasama lebih kuat dengan Malaysia

apalagi Malaysia ganti Presiden. Cari juga jalan politik untuk

lebih mengedepankan perlindungan untuk WNI disana.

4. Wawancara dengan North South Initiatives Malaysia

Halida : Is there any special scheme of the protection for Indonesia

female migrant workers in Malaysia?

Mr. Adrian : The MoU which Malaysia signed with other countries is

normally secret so we don‟t have access to that. So the MoU

of Indonesia and Malaysia about the Protection of Domestic

Migrant Workers is already expired.

Halida : Yes, It was expired in 2016

Mr. Adrian : Correct. In Malaysia, the government don‟t share the MoU

with Civil Society (in regard with this CSO/Civil Society

organization). So we don‟t know about what inside the MoU.

So if you just mention female migrant workers is not just

about domestic workers, so we have also in plantation and in

manufacturing sectors and also in the service sectors. So there

are so many sectors for Indonesia female migrant workers. So

since we don‟t know what inside the MoU is very difficult to

promote their rights according to the MoU. Number 1 because

we don‟t know and actually it has already expired.

Halida : Actually, the MoU is similar with Employment Act of

Malaysia which regulates wages, minimum working hours per

day and a week, rest hour.

Mr. Adrian : Ok, so the domestic workers the government of Malaysia

mention it on the Employment Act but excluded them for few

chapters. So almost no protection though for them. They

excluded because first of all they called “domestic helper” and

then they are excluded for many chapters in Employment Act.

For example for the minimum working hours and wages don‟t

applied for them.

Halida : Is there any special obstacles to protect Indonesia female

migrant workers?

Mr. Adrian : I think the government together with ILO produce “Garis

Panduan” untuk majikan Pengkhidmat Domestik Asing. So it

just the guidelines not really enforceable and that also

guidelines for High Minimum Domestic workers. So it just

guidelines not the law so they still lack of agreement for

domestic workers. So the sectors of Indonesia female migrant

workers in domestic, plantation and manufacturing need more

protection but domestic worker is more precarious situation

because it cannot enforce, even Labor Inspection cannot be

done inside the house of the employer of domestic workers. It

mixes what happened in domestic workers so there is no

really guarantee of their safety, their rights which guarantee

their salary and break time. So nobody checking and if you

look at recruitment process of migrant workers it is so very

precarious because lots of problems or initial negotiations of

terms of work or you have the contract mobile or in in the

paper. The problem is begin from the recruitment stage so we

don‟t know how the Indonesian process is and in Malaysian

side the recruiters are very exploited. This domestic workers

cannot have a phone, there is no protection then and the agent

Date/place of interview :

3 May 2019, via whatsapp call

Name of institution:

North South Initatives,

Malaysia

Name of interviewee :

Mr. Adrian Pereira

Name of interviewer :

Halida

Page 140: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

128

can decide also oh there is no holiday for the domestic

workers. So the Sunday (day off) is often don‟t applied to the

domestic workers. So the employers called it rest day so you

can rest but cannot go out of the house. So that means the

problem with the law, the law very reduces the protection of

the workers.

Halida : So domestic workers who mostly form Indonesia have

restricted from the Law and hence it makes them excluded

from attaining their social security?

Mr. Adrian : Yes, if you compare… the workers don‟t even have contract,

they don‟t even some cannot even read, they have low literacy

level so they cannot attain their rights and their bargaining

powers is very low, they very afraid to negotiate. Even there is

no clear guidelines for the workers on how to ask for medical

treatment. So all of this is the gap of laws. The guidelines

basically represent what the government cannot guarantee to

the workers. There was a low that said female workers cannot

work at night because of the security but if the company want

the night shift for the women the company must provide

transport, safety for the women workers. So the Malaysian

law have some discriminate of law which prevent the

movement of working at night.

Halida : How about joining the trade unions for migrant workers? Is

it only for formal sector or informal are encouraging for join

the trade union?

Mr. Adrian : So in Malaysia because domestic workers are excluded from

the laws so they don‟t have rights to join or to form the union.

But for other sectors they can joining the trade union. There

was success story when Indonesia female migrant workers

they joined the trade union but the cannot leave the trade

union. So they have very positive stories like success in terms

of they have better protection, they have more salary, they

have day-off.

Halida : So if the Indonesia female migrant workers can join the trade

union and hence they can also promote their rights to the

social protection?

Mr. Adrian : Yes, Now the Malaysian government has removed the

Compensation Act and removed it with the SOCSO but it still

not 100% save as what the Malaysian experience yah the

Malaysian have more coverage. So they still submit

recruitment for data. It applies d on 1st January 2019 but not

fully covered Malaysian. So in the past, if the migrant workers

die or have accident the compensation is very low but now

with the SOCSO the compensation is higher.

Halida : Is SOCSO improve Malaysia government to better protect

migrant workers?

Mr. Adrian : Yes, yeah we can said so but still can improve

Halida : Ok, and what is the biggest problems faced by Indonesia

female migrant workers in Malaysia and how the best solution

for them?

Mr. Adrian : Yeah I mean lot of workers they don‟t have knowledge of

their rights. So it is easy for the employer to manipulate or

exploit them. Also there is no real proper orientation for the

workers and the workers also they escape from fight. There is

no protection, they not confident to access to justice. They

don‟t have enough knowledge to fight, don‟t have enough

knowledge of the contract because the contract Is the

protection mechanism between employers and employees to

protect two parties. However, the workers don‟t understand

the contract so the workers could be exploited. I don‟t think

there is sufficient pre-daparture orientation and the pot arrival

Page 141: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

129

orientation, I think it is important to have post arrival training.

I know before the Indonesia female migrant workers coming

to work in Malaysia they must signed they decent work, they

have done the minimum training but they not have enough

sub-skills. So if they don‟t understand enough their rights they

just enough sub-skills then the employers can get angry and

trying to exploit. Also the training is important for workers

who don‟t have enough knowledge or desire to seek their

rights. They just accepted anything from the agent, so the

agent said what the employees just following them and when

everything happened it was just too late. So we must look for

very strong preventive recommendations how to fix the

system before coming to Malaysia. I think the regulations

before depart to the receiving country is very important to

solve the chunk of problems. I don‟t know why the both

government cannot come up with the post arrival and pre

departure training because it can really give workers the

confident and knowledge and one thing I found out about

Indonesia female migrant workers sometimes they feel the

documentation is not important. So ok they follow the tekong

or the agent without document and then the go to Batam and

come to Malaysia. It means they have to take so many high

risks and it is very shocking, they also have simple thinking is

ok to come to Malaysia without proper document, I have to

send money to my family but they don‟t think about the high

risk, they can be abuse by the police, by the immigration, by

agent, they can be traffic, and abuse by the employers. I think

the workers mindset have to be changed because if they

allowed themselves to be exploited then how we can solve the

problems. That was almost the willingness to be exploited. I

work a lot with Indonesia female migrant workers but they

don‟t take serious with this matter. For Indonesia female

migrant workers livelihood is more important, their families

getting the remittances is important and also from the history

they can think that come to Malaysia is very easy they can

come and leave anytime they want. Those are not the

problems for them and if something bad happened to them,

they think they just can run away from the employers. So it is

very easy from the employers to exploit the workers. So even

if they come they don‟t know about one day off, they don‟t

learn from the training, they cannot participate in the union.

So it is difficult for them to empower themselves from their

sides. So if we have proper orientation before working we can

solve the problems.

Halida : So your suggestion is to provide pre and post training in

sending and receiving countries?

Mr. Adrian : yes, it is very clearly defined for them the risks and the

protection that they deserved as rights. But there is a problem

in Malaysia called the problem to access the justice. So if we

cannot guarantee the workers justice through the institutions

so the workers don‟t really care about the rights we could say

the system cannot allowed them to have justice. They don‟t

want fight for their rights so that motivation is influence from

the actual reality in Malaysia that the access to justice for

migrant workers in Malaysia is very minimal. The law is good

but the enforcement is not really good. Of course the law have

some gap so then the workers fell don‟t protected so they can

decide what can they do next.

Halida : Regarding about Indonesia female migrant workers how you

see the social security works so far?

Mr. Adrian : I mean if they join the union, they have better knowledge of

their rights, better compensation, the overtime work is

monitored but many unions in Malaysia is very small so still

not covered under unions. So now we have SOCSO it should

be good, so we have more confident. It have compensation for

accident occurred at the work. Besides SOCSO, the another

Page 142: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

130

one is Accident happened outside like accident and surgery

but limited.

Halida : Ok from that problems start from the law until the practical

scheme applied in Malaysia, can you explain me more about

the problems and barriers regarding the social protection for

Indonesia female migrant workers in Malaysia?

Mr. Adrian : in Malaysia, the workers they don‟t know about their rights

hence they just silence if something went wrong to them. So

many undocumented workers and they are not protected by

social security and the employers manipulated them with

saying that “they are not our workers” or “they are not

working for me” so they can deny the compensation or they

obligation.

Halida : Besides to those problems, what about the working

conditions?

Mr. Adrian : Ya, if the migrant workers working at home they have lower

safety, because there is no monitoring committee can come to

the private house. Sometimes the workers don‟t even know

they have holiday. So they very high risk.

Halida : From the perspectives of your institution as the NGO who

work closely with the government for the labor migrant, How

is your opinion about Indonesia and Malaysia for providing

the social protection for Indonesia female migrant workers in

Malaysia?

Mr. Adrian : I don‟t think is good enough, it is very bad though

Halida : And what are the indicators that make you said so?

Mr. Adrian : Yeah, when there is problem I mean there is trafficking

sometimes. And when the trafficking happened there is no

clear response from the embassy, I mean not so efficient the

response. In other hand on Malaysian side the Labor

Department is not very efficient as well so they don‟t respect

the factories, the don‟t conduct the inspector and they don‟t

protect the safety which leads to the high risks. So the

institutions, I cannot say totally fail but not fairly improve

here.

Halida : so the institutions themselves not take serious of this issue?

Mr. Adrian : Yes, you know that the embassy have shelter for the migrant

workers but still there is the case and the response still late

sometimes. And sometimes if they are victims of trafficking

there is special law of Anti Trafficking in Person so that is the

different side of protection in trafficking. So if the migrant

workers is played or have a rule in trafficking and smuggling

the migrant workers also will lose their job and deported from

Malaysia and the process take long time to investigate though.

So I as the lead of NS Initiatives NGO is sometimes join the

consultations with the government and bring the issues to the

Malaysia government and talked with other related

Department. We also talked to the union and we try to

develop the whole culture not just legal protection but also the

protection for migrant protections. I have talked with

Indonesian embassy for 3 years, they said yes the MoU is still

enforcing but the number of migrant workers died also

increased. So I don‟t understand why they don‟t gave full

protection. So we can see the delayed regulations from the

both country. So my suggestion we have to improve, both

countries have to elaborate more government to government

to protect workers so it can be the effective mechanism to

protect migrant workers. And also involved with the ASEAN

Migrant Labor to improve the better policies for migrant

workers protection across borders.

Page 143: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

131

I think the term of serious or no cannot be apply of this

occasion but the both government not aware and not

responding as they should because the workers are contributed

to the both countries economics and they are support for the

grow of economy so as the actor who is involving for the

developing of the both countries economic and the region they

must be providing with best protection. They must be given

the proper protection for social security regardless they

documented or undocumented because they actually exploited

from the industries and the mission. I think the embassy told

me, every month 5.000 migrant workers migrant detected, so

we must guarantee that the workers have proper to justice and

legal representation. So if they go the the court they can

understand they right to say they are not guilty. Currently if

the migrant workers go to the court they prosecutor said they

guilty.

One thing is good for Indonesian government, if the migrant

workers in undocumented in Malaysia the Indonesian

government can still give Indonesian ID like passport. But the

should tell the Malaysian government to give the work permit

and try and give the rehiring process. Rehiring process,

conducted from 2017 – 2018, it gives the opportunity for

undocumented workers to get the document. Just like legalize

their presence in Malaysia, but the process if failed. The

private sector is the leadership, and so many workers cheated.

And from Sabah, there were pressure to legalize all the

migrant workers it comes from the Palm oil sectors so they

legalize the undocumented migrant workers otherwise the

Malaysia government and the palm oil will be accuse for force

labor because you hire workers through illegal channel like

trafficking and smuggling.

Halida : So I can conclude from this interview session that the

barriers to protect Indonesia female migrant workers star from

the lack of legal system or law including migrant workers and

some of the laws excluded domestic migrant workers.

Mr. Adrian : My conclusion is I think the Malaysia develop very fast

middle income GDP because exploiting migrant workers. We

cannot continue to deny social protection just because we

need profit because we want develop faster. Because when

you have aggressive development, let‟s say you want more

production, you want more building you want more palm oil

you want more output so you make more pressure on the

workers you make them work overtime with no holidays. So

this is just the result of the development aggressive, so I think

there is a plan designing like that. You see the workers don‟t

knowing their rights like very designing scheme. You know

Malaysia is really want to develop their GDP. That is my

conclusion.

5. Wawancara dengan PPMI, Ibu Sofi Gayuh

Halida : Apakah ibu bisa bercerita bagaimana awalnya ibu bisa

bekerja di Malaysia?

Ibu Gayuh : Saya kerja di Malaysia dari tahun 2014 – 2019. Awalnya sih

ikut, jadi dari sekolah itu ada penyaluran tenaga kerja ke luar

negeri. Terus direkrut lah orang- orang yang ingin kerja di luar

negeri. Terus saya direkrut lah untuk bekerja di Malaysia dan

saya keerja di Malaysia.

Date/place of interview : 15 Mei 2019, via whatsapp

Name of institution: Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Sektor pabrik

Name of interviewee : Ibu Sofi Gayuh

Name of interviewer : Halida

Page 144: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

132

Halida : Jadi sebelum bekerja di Malaysia sudah ada penyuluhan

untuk bekerja di Malaysia ya?

Ibu Gayuh : iya sudah ada cuma kayaknya kalau untuk kuliah sambil

kerja tidak ada, tidak sesuai begitu. Jadi awalnya itu sekolah

saya itu menawarkan sekolah sambil kerja di Malaysia. Nah

tapi kalau untuk bekerja memang betulah kerja tapi kalau

untuk sekolah melanjutkan kuliah itu tidak ada, jadi tidak

sesuai. Ujung-ujungnya kita yang cari sendiri. Dulu awalnya

begitu.

Halida : Lulus SMA ya dari sekolah ditawari kerja di Malaysia?

Ibu Gayuh : Iya ditawari.

Halida : Lalu ibu memilih untuk ambil kerja di Malaysia?

Ibu Gayuh : Iya, karena kan saya ditawari untuk sekolah juga jadi saya

memilih untuk ambil jadi saya pergi ke sana.

Halida : Berarti bekerja disana dengan jalur legal?

Ibu Gayuh : Jadi untuk bekerja disana itu ada prantara lagi, namanya PT

yang memberangkatkan ke Malaysia.

Halida : Untuk bekerja ke Malaysia sudah menerima visa kerja ya

mba?

Ibu Gayuh : Iya sudah ada visa. Jadi pas sudah sampai sana sudah

lengkap semua dari asuransi, tempat tinggal semua. Dari

paspor sendiri itu kita yang pegang di Malaysia dan untungnya

saya dapat pabrik yang bagus, pabrik produksi harddisk (PT.

Western Digital Malaysia).

Halida : Kontrak bekerja memang 5 tahun ya dari tahun 2014 – 2019?

Ibu Gayuh : Tidak sih, kalau kontrak maksimal 10 tahun pekerja asing

cuma karena kebetulan pabrik yang saya bekerja itu tutup

pindah ke Thailand jadi ya terpaksa semua operatornya yang

di Western itu harus dipulangkan ke Indonesia semua.

Halida : Apakah itu bisa dikatakan PHK (Pemutus Hubungan Kerja)

Ibu Gayuh : Iya bisa sih bisa dikatakan begitu.

Halida : Dari awal dengan dokumen lengkap dan tempat kerja di

Pabrik, untuk asuransi ibu menerima asuransi apa saja ya?

Ibu Gayuh : Asuransi ya saya terima. Asuransinya asuransi jiwa, jadi ada

yang namanya kartu AIA dan jga kartu MyCare. Jadi itu kartu

asuransi buat kita disana. Jadi dalam setahun itu isinya ada

RM 40.000/ orang. Jadi kalau misalkan kita mau berobat

kemana- mana, kita tinggal tunjukkin kartu itu kita bisa

berobat kemana- mana.

Halida : Sudah pernah menggunakan kartu ini?

Ibu Gayuh : Pernah, sering malah. Kaya kita ambil obat saja pakai kartu

itu gratis jadi dipotong dari premi tersebut.

Halida : Dari beberapa info yang saya baca disana pekerja migran

dikasih asuransi semacam FWIG, SKHPPA, FWCS. Apakah

mba dapat slah satu dari itu?

Ibu Gayuh : itu MyCare sudah termasuk itu. Jadi waktu saya terakhir

sebelum pulang, ditanyain oleh klinik “kapan saya last kerja”

saya bilang tanggal segiini- segini jadi sebelumnya dia tanyain

dulu begitu. Jadi MyCare sudah ngerangkup semua asuransi.

Di Malaysia itu ada kartu khusus kaya AIA dan MyCare. Jadi

di setiap klinik disitu yang ada tulisan MyCare dan AIA boleh

digunakan.

Halida : Menurut bacaan saya dan beberapa masukan dari orang yang

saya wawancara, jaminan sosial untuk pekerja migran

Page 145: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

133

khususnya PPMI di Malaysia itu masih sangat minim. Kalau

ibu sendiri ada masalah untuk menggunakan asuransi tidak?

Ibu Gayuh : Alhamdulillah saya dapat pabrik yang bagus yang sangat

bertanggung jawab dengan operatornya jadi kalau mengalam

kesulitan segala macam tidak ada. Jadi kalau dari MyCare

kalau kita mengalami kesulitan atau sakit lebih parah

sekalipun itu memang kita ditanggung dari asuransi tersebut.

Kebetulan pabrik ditempat saya bekerja itu bertanggung jawab

dengan pekerja- pekerjanya.

Halida : Untuk akomodasi sendiri apakah disediakan dalam keadaan

baik?

Ibu Gayuh : Untuk akomodasi sendiri kita, pekerja Western, disediakan

sebuah komplek, ruma teras begitu. Rumah teras yang besarm

nah dalam satu rumah itu bisa ada 70-100 orang dan dalam

rumah ini fasilitasnya sudah ditanggung sama perusahaan

juga, dari kasur, lemari, kulkas sampai biaya listrik pun

memang perusahaan yang tanggung.

Halida : Jadi sudah cukup baik untuk asuransi dan akomodasi. Untuk

mengikuti serikat buruh apakah diperbolehkan?

Ibu Gayuh : Kebetulan saya ikut komunitas Serantau Malaysia saya jadi

anggota dan sekretaris dalam organisasi ini.

Halida : Kegiatan dalam organisasi ini apa saja ya?

Ibu Gayuh : Kadang Serantau juga ngadain re-hiring sudah begitu

kumpul- kumpul sama teman buruh yang ada di Malaysia, atau

ngadain kerjasama dengan KBRI kaya begitu.

Halida : Hubungan serikat pekerja ini dengan KBRI bagaimana?

Ibu Gayuh : Ya kalau menurut saya sih deket tapi tidak terlalu. Kadang

kan kita ada perbedaan pendapat.

Halida : Dengan adanya serikat buruh tersebut membuat mba makin

tahu tugas dan kewajiban ibu tidak sebagai pekerja migran?

Ibu Gayuh : Iya, saya lebih pertama lebih ngerasa bersyukur karena

banyak teman- teman yang di Malaysia itu tidak seberuntung

dengan pabrik yang saya dapatin. Terus dari hal keil yang

seperti cara kita membuat paspor yang awalnya saya tidak tahu

lalu saya tanya dengan teman- teman serikat jadi saya lebih

tahu begitu, mereka kasih solusi cara seperti apa seperti apa

begitu. Pokoknya kalau ada masalah tanya ke Serantau ini

mereka kasih solusi, jadi serikat ini berfungsi banget sebagai

tempat bertukar infromasi.

Halida : Di serikat itu apa ada yang kena masalah?

Ibu Gayuh : Banyak. Banyak banget malah. Ada yang gajinya tidak

dibayar lalu lari ke Serantau pun itu banyak. Biasanya mereka

yang banyak masalah bekerja di bidang rumah tangga begitu

PRT. Soalnya kan mereka ada yang dapet majikan baik dan

kurang baik.

Halida : Lalu kalau ada pekerja migran yang bermasalah, serikat

buruh Serantrau biasanya akan melakukan apa?

Ibu Gayuh : Biasanya kalau setau saya, Serantrau kasih perlindungan dan

mengarahkan untuk ke KBRI dan segala macamnya. Dikasih

saran tapi memang tidak sepenuhnya tapi dikasih solusi, kalau

masih bisa ditolong ya ditolong begitu.

Halida : Selama menggunakan asuransi, ibu pernah merasakan ada

masalah?

Ibu Gayuh : Iya ada kadang. Kaya misalkan ke klinik, jadi di Western

pabrik saya itu mayoritas pekerjanya orang Indonesia nah

kalau misalkan ke klinik jadi kalo orang Indonesia ini

diperiksa agak cepat kalau orang tempatan agak lama

periksanya. Kalau orang Indonesia itu misal ditanya kan

Page 146: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

134

“kamu sakit apa?” “sakit panas” terus sudah dicek pakai

stateskop doang sudah langsung suruh keluar, kaya begitu

semua. Pemeriksaannya kurang begitu. Terus dari kalau ke

supermarket, kasirnya kan orang Melayu mereka tahu kita

orang Indonesia karena logat kita jadi dia itu sinis ke kita.

Yang ngalamin ini bukan saya saja, ada orang lain juga seperti

itu.

Halida : Untuk asuransi sendiri, ada masalah tidak dalam pemenuhan

asuransi?

Ibu Gayuh : Untuk di pabrk saya baik orang lokal maupun pekerja migran

sama dapat asuransinya MyCare dan tidak sulit dalam

menggunakan asuransinya.

Halida : Untuk kontrak kerja sendiri kan awalnya 2 tahun, nanti bisa

ditambah lagi ya?

Ibu Gayuh : Iya kan kontrak kerja kita awalnya 2 tahun nanti kalau mau

tambah kerja lagi kita bisa perbaharui kontrak kerja lagi kayak

ngisi formulir begitu untuk penamatan dan penambahan tahun.

Kalau kita tambah kerja asuransi dan akomodasi sudah

langsung otomomatis dari asuransi sampai tempat tinggal tetap

berjalan. Itu sudah memperbaharui sendiri kita tinggal terima

jadi sama halnya kalau kita mau selesai kerja nanti ada briefing

slesai kerja.

Permasalahan terkait pelatihan PPMI ini juga hadir dari PPMI

itu sendiri. Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur

mengatakan bahwa pada saat para pekerja migran diberikan

pelatihan oleh mereka dan pemahaman akan hak- hak mereka,

mereka tidak terlalu menganggap serius pelatihan itu.248

Pola

pikir PPMI juga menjadi salah satu faktor yang menghambat

pengetahuan mereka akan hak- hak mereka.

248

Arisman dan Ratnawati, 77

“Satu hal yang saya temukan dari pekerja perempuan

Indonesia adalah mereka tidak menganggap dokumen sebagai

hal yang penting. Mereka juga mempunyai pemahaman yang

sederhana seperti tidak apa-apa saya bekerja di Malaysia tanpa

dokumen yang lengkap karena saya butuh uang untuk keluarga.

Namun mereka tidak memikirkan tingginya risiko akan hal itu.

Mereka tidak berpikir jika mereka dapat disalahgunakan oleh

polisi, oleh Keimigrasian, oleh agen rekruitmen, bahkan mereka

dapat dijadikan korban perdagangan orang.”249

6. Wawancara dengan PPMI, Ibu Castirah

Halida : Bisakah Ibu menjelaskan kepada saya awal mula ibu bekerja

di Malaysia?

Ibu Castirah : Biasa saya masuk melalui sponsor (agen)

Halida : Untuk dokumennya lengkap disiapkan?

Ibu Castirah : Lengkap

Halida : Sebelum bekerja, apakah ada kontrak kerja?

Ibu Castirah : Ada

Halida : Dari awal bekerja di Malaysia memang di sektor domestik

(pelayan rumah tangga)?

Ibu Castirah : Iya

Halida : Selama bekerja di Malaysia dari awal, apakah ibu

mendapatkan jaminan sosial? Seperti asuransi bu?

249

Wawancara dengan NS Initiatives

Date/place of interview : 15 Mei 2019, via whatsapp

Name of institution: Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), sektor rumah tangga

Name of interviewee : Ibu Castirah

Name of interviewer : Halida

Page 147: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

135

Ibu Castirah : Awalnya dapat waktu melalui agen itu dapat tapi sekarang

tidak lanjut karena saya sudah lari dari agen jadinya tidak

lanjut lagi menggunakan asuransi.

Halida : Apa masalah yang membuat ibu lari dari majikan ibu

sebelumnya?

Ibu Castirah : Saya lari karena tidak digaji dengan agen. Gaji saya

dipegang agen jadi saya memang tidak menerima gaji dalam

14 bulan, sampai 9 majikan juga tidak menerima gaji.

Makanya dari Malaka itu saya lari ke Kuala Lumpur.

Halida : Apakah di kontrak kerja tertulis jika gaji dipegang agen

dulu?

Ibu Castirah : tidak, seharusnya gaji memang gaji itu dimasukkan ke dalam

rekening kita yang dibuat majikan. Jadi gaji dari majikan itu

langsung masuk ke rekening tapikan waktu itu gaji dari

majikan pertama selama 2 bulan dikembalikan ke agen. Saya

lari karena gaji saya ditahan sama agen. Semua majikan

memberi gaji tapi gaji saya ditahan.

Halida : Apakah ada biaya-biaya yang ditanggung oleh ibu sehingga

agen memotong gaji ibu?

Ibu Castirah : Tidak itu waktu sebelum saya perpisahan dan dapat uang itu

dipotong Rp 4.000.000,- tapi itu kan sudah dipotong 2 bulan

gaji pertama. Setelah potongan itu semua, gaji itu hak saya

tapi alesan agen biar uang tidak dikirimkan ke kampung biar

gak habis jadi itu ditahan sama agen itu alesannya.

Halida : Jadi sekarang ibu sudah ganti agen?

Ibu Castirah : Sekarang sudah tidak melalui agen lagi

Halida : Selama bekerja di Malaysia, asuransi yang ibu terima apa

saja bu?

Ibu Castirah : Dapat asuransi kesehatan waktu itu tapi tidak masuk karena

kan asuransi itu kan waktu melalui agen masih dapat asuransi

setelah keluar dari agen gak tahu tidak diurus lagi asuransi.

Halida : Majikan ibu bantu urus asuransi?

Ibu Castirah : tidak

Halida : Tapi majikan ibu sempet suruh ibu ikut asuransi atau buat

asuransi?

Ibu Castirah : tidak sih, tidak ngomong- ngomong

Halida : lalu selama ibu bekerja di Malaysia pernah sakit atau pernah

ada kecelakaan saat bekerja bu?

Ibu Castirah : Ya kalau cuma sakit pilek, sakit kepala sih pernah saja tapi

sembuh dengan minum obat rumahan saja. Kalau sampe ke

rumah sakit dan ke klinik belum pernah.

Halida : Ok baik, Sekarang kan sudah tidak pakai agen lagi apakah

ibu sebeleum bekerja ada kontrak kerja?

Ibu Castirah : sekarang gaada, gaada kontrak kerja lagi

Halida : Ok, lalu bu bisa dijabarkan bedanya bekerja dengan agen

dan tanpa agen bagaimana bu?

Ibu Castirah : Ya kalau melalui agen kan kontrak kerja kan 2 tahun. Kalau

belum habis kontrak kerja kan belum boleh balik kan.

Sekarang sudah tidak melalui agen sudah tidak ada kontrak

kerja ya gitulah kapan kita mau balik mungkin bisa, jadi

majikan kasih pulang setahun sekali.

Halida : Jadi kalau tanpa agen itu memang dilain sisi boleh pulang

tergantung dari majikan tapi di lain sisi jadi tidak dapat

asuransi dan kontrak kerja ya bu. Lalu ibu bekerja sehari

berapa jam bu?

Ibu Castirah : Tidak nentu ya tidak terhitung. Kalau sudah ya sudah begitu

saja kadang kalau lagi banyak kerja ya sampai malem kalau

Page 148: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

136

kerjanya sedikit masih sore pun sudah santai begitu. Jadi tidak

pasti.

Halida : Ada hari libur yang dikasih majikan bu?

Ibu Castirah : Ada, kalau hari minggu ada.

Halida : Liburnya di dalam rumah apa bisa ke luar rumah bu?

Ibu Castirah : Saya bisa keluar rumah. Kadang keluar saya ikut organisasi

Serantau250

kalau ada acara kemana-mana begitu.

Halida : Kegiatan di Serantau apa saja bu?

Ibu Castirah : Pelatihan, menangani kasus kalau ada kawan-kawan yang

bermasalah. Nanti dikasih tahu kita harus begini begini,

seperti itu.

Halida : Ok baik. dengan ikut organisasi itu apakah ibu jadi tahu hak-

hak ibu?

Ibu Castirah : Iya tahu

Halida : Kalau pas kerja di Melaka kemarin kan ada permasalahan

gaji tidak dikasih ke ibu itu kan termasuk pelanggaran

terhadap hak ibu. Apakah ibu tahu itu salah dan apa yang ibu

lakukan untuk menyelesaikan kesalahan itu?

Ibu Castirah : itu saya lapor ke Serantau, gaji paspor saya diperjuangkan

untuk dikembalikan lagi ke saya dan saya akhirnya dapat

semua hak saya. Sebelumnya paspor saya juga ditahan sama

agen. Sekarang saya jadi aktif di organisasi ini. Saya kabur

gaada apa apa. Gaada duit, paspor gaada semua.

Halida : Kalau untuk pekerjaan yang sekarang dokumen dipegang

sendiri?

Ibu Castirah : Tidak, sekarang sudah sendiri

Halida : Balik lagi ke asuransi, sekarang masih belum diurus ya bu?

Ibu Castirah : Iya belum saya urus lagi

Halida : Oh ok, untuk visa kerja ibu sekarang masih dapat?

250

Trade Union/Organisasi Buruh di Malaysia

Ibu Castirah : Masih, baru diperpanjang. Jadi sekarang permit saya sampai

bulan februari lah, satu tahun.

Halida : Khusus asuransi yang ibu dapat ketika masih kerja di bawah

agen. Ibu kan dapat izin kerja, dapat kontrak, dan ibu juga

lewat jalur legal. Nah asuransi yang ibu dapat itu apa saja bu?

kesehatan saja apa yang lain juga ada ?

Ibu Castirah : dapat asuransi kesehatan saja. Itupun dikasihnya hanya

fotokopinya saja kartunya entah dimana dipegang di PT atau

di agen. Saya pun tidak tahu hanya pegang fotocopynya saja.

Saya belum pernah menggunakan asuransi itu juga.

Halida : Lalu bu kalau boleh dijelaskan untuk akses mengklaim atau

menggunakan asuransi itu cukup mudahkah?

Ibu Castirah : saya sebenarnya kurang paham masalah asuransi itu karena

saya jadi saya belum pernah gunain jadi saya tidak tahu

prosesnya.

Halida : lalu untuk kondisi bekerja selama di Malaysia itu bagaimana

bu?

Ibu Castirah: Ya bagus, semua majikan ok. Cuma masalahnya di agen gak

ngasih gaji

Halida : Kalau dari majikan yang terdahulu sampai sekarang boleh

ikut organisasi semacam serikat buruh bu?

Ibu Castirah : Engga engga. Dari majikan yang dulu itu yang 9 itu gak

boleh bahkan cuti pun tidak dikasih. Tidak boleh keluar.

Halida : Jam kerja tetap serabutan juga?

Ibu Castirah : Iya jam kerja serabutan kadang sampai malam. Termasuk

handphone pun tidak boleh pegang dengan majikan yang

dulu. Tidak boleh berkomunikasih, berkomunikasi dengan

keluarga pun dibawa ke agen pun hanya 3 bulan sekali dan

dikasih waktu telepon pun hanya 5 menit.

Page 149: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

137

Halida : Lalu dengan kondisi bekerja yang cukup sulit untuk

berkomunikasi dan keluar rumah, bagaimana ibu bisa tahu

organisasi seperti serantau?

Ibu Castirah : tahu dari kawan saya sesama pekerja migran. Setelah kabur

baru saya tahu tentang Serantau itu. sudah 3 bulan lari dari

Melaka itu baru aku kenal Serantau. Selepas itu baru aku buat

laporan ke Serantau lalu Serantau membantu lapor ke

Tenaga Nita251

lalu Tenaga Nita telepon agen terus Tenaga

Nita yang memperjuangkan gaji dan aspor saya. Setelah

masalah saya selesai, alhamdulillah tidak ada masalah lagi.

Semua hak-hak saya saya dapatkan beda dengan majikan saya

yang dahulu.

Halida : Perbedaannya dimana bu?

Ibu Castirah : Saya tidak punya kawan sama sekali, tidak boleh pegang

handphone, termasuk gak boleh keluar rumah. Lalu

bagaimana mau bergaul dengan kawan- kawan. Sangat

terkurung.

Halida : Kalau sama majikan yang dahulu, kalau ibu sakit apakah ibu

dibantu untuk berobat?

Ibu Castirah : Makanya saya lari itu karena sama majikan saya yang ke-9,

saya sakit kaki sampai bengkak urat karena mungkin

kecapean harus diurut tapi gak diurut sampai urat- urat terasa

kaku sampai bengkak terus saya minta obat sama majikan

tidak dikasih. Dia kata, kan aku bilang “tolong dibelikan obat

nanti boleh lah potong gaji saya” dia bilang “macam mana

hendak potong gaji kamu, sebelum kamu bekerja saya sudah

bayar ke agen. Jadi sudah tidak ada duit kamu lagi”. Dan

saya sudah ngomong ke agen untuk beli obat pun agen tidak

beliin. Sampai akhirnya saya kabur karena tidak tahan dan

251

NGO untuk buruh migran

saya tidak mendapatkan hak- hak saya sebagai pekerja. Saya

kerja siang dan malam tidak boleh istirahat, tidak boleh

pegang handphone sampai kaki saya sakit bengkak pun tidak

ada yang peduli kasih obat tidak majikan tidak agen. Jadi

akhirnya saya lari kabur.

Halida : Ibu tidak terpikir untuk menggunakan asuransi ibu? Karena

kan ibu dapat asuransi kesehatan?

Ibu Castirah : Iya tapi saya tidak tahu kemana harus lari menggunakan

asuransi itu karena tidak ada, apa ya namanya, karena tidak

berhubung dengan pihak siapa- siapa. Ada juga hanya pegang

fotokopinya saja itupun saya tidak tahu klinik ada dimana.

Tidak tahu apa- apa selama 14 bulan itu. Sekarang boleh tahu

kemana- mana karena minggu libur dulu mah tidak tahu, beku

saya saja tidak tahu apa tidak tahu kemana mana. Pas mau lari

ke klinik pun tidak punya duit untuk ongkos bis dan grab mau

apa- apaun tidak pegang duit. Entahlah beku banget tidak tahu

apa-apa. Jadi saya kurang tahu cara menggunakan asuransi itu

bagaimana.

Halida : Ok baik, lalu bagaimana ibu melihat jaminan sosial atau

asuransi untuk pekerja migran bu. apakah sangat penting atau

bagaimana?

Ibu Castirah : Iya sbetulnya penting sih asuransi itu cuma apa ya dengan

majikan yang sekarang juga tidak ada saran buat asuransi.

Halida : Sebelum ibu berangkat bekerja ke Malaysia, ibu ada

pelatihan tidak bu? pelatihan kerja terutama pelatihan agar ibu

tahu hak dan kewajiban ibu.

Ibu Castirah : Ada

Halida : Ok ibu sudah dapat dan ibu sudah tahu lah apa yang ibu

harus dapatkan dan ibu harus jalankan. Lalu apakah ibu bisa

jelaskan mengapa masih bisa terjadi kejadian seperti yang ibu

Page 150: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

138

alami, kaya misal hambatan aa yang bikin ibu tidak tahu cara

menggunakan asuransi itu?

Ibu Castirah : Karena jadi waktu itu kan tidak tahu saya harus pergi

kemana walaupun pegang ausransi itu. tidak tahu dimana ada

klikink, dimana ada rumah sakit begitu pun tidak tahu. Saya

mau hubungi siapa saya tidak pegang handphone.

Halida : Jadi besar kaitannya ya dengan kondisi bekerja ibu yang

cukup terisolasi untuk ibu susah mengakses jaminan sosial

ibu?

Ibu Castirah : Iya betul. Waktu di Malaka itu gak pernah keluar kemana-

mana tidak punya kawan

Halida : Lalu dengan 9 majikan ibu dahulu, semuanya ada kontrak

kerja ya bu?

Ibu Castirah : Iya dapat tapi paspor tetap ditahan di agen.

Halida : Dari pengalaman ibu bekerja di luar negeri, ada tidak bu

saran agar pekerja migran lebih enak kerja di negara tujuan?

Ibu Castirah : Harapan saya disini, pekerja rumah tangga kepengennya sih

ada undang-undang diakui sebagai pekerja karena selama ini

kan pekerja rumah tangga itu belum seperti di Hongkong dan

Singapura. Di Hongkong dan Singapura juga kan pekerja

rumah sudah dianggap sebagai pekerja. Pekerja rumah tiap

minggu dia bisa cuti nah kalau di Malaysia kan tidak

semuanya bisa cuti, hanya sebagian. Masih banyak teman-

teman yang tidak boleh keluar. Karena kan penting banget

ketemu kenal sama teman- teman teman saya ada saja yang 10

bulan tidak digaji habis itu mau lari kasian paspor semua

dipegang agen. Sama seperti saya dulu, masih banyak teman-

teman saya yang seperti itu. Mereka seperti itu karena mereka

tidak tahu apa- apa tidak tahu hak- hak mereka sebagai

pekerja.

Halida : Jadi menurut ibu, dari pengalaman kawan-kawan dan

pengalaman ibu sendiri kondisi kerja yang seperti itu,

tertutup, sangat mempengaruhi ibu untuk mengetahui hak-hak

ibu?

Ibu Castirah : Iya, jadi sekarang kalau bisa keluar hari minggu bisa

berorganisasi kita tahu hak-hak kita sebagai pekerja. Kita

harus begini kita harus begit. Kalau orang- orang yang tidak

bisa keluar rumah, tidak kenal sama orang- orang, tidak bisa

sosialisasi jadi tidak tahu apa-apa. Seolah-olah tidak tahu

kalau diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya, mereka

pun hanya bisa diam saja tidak tahu harus melapor kemana.

Masih banyak yang seperti itu.

Halida : Dengan adanya hari libur yang digunakan untuk

bersosialisasi dan mengikuti kegiatan berorganisasi sangat

membantu ibu untuk mengetahui hak- hak ibu ya?

Ibu Castirah : Iya sangat membantu banget, penting.

Halida : Ok baik bu. terkait dengan jaminan sosial bu, dulu kan ibu

hanya bergantung dengan agen dan majikan. Adakah dari

mereka yang membantu ibu untuk mendapatkan jaminan

sosial?

Ibu Castirah : Tidak ada, tidak ada sama sekali. Tidak ada respon jika saya

minta dibelikan obat cuma direspon “iya besok saya belikan”

saya balik lagi tetap ngomong “iya besok saya belikan”

sampai akhirnya saya pergi lagi kerumah majikan. Tidak ada

respon apa-apa. Saya kan punya kartu asuransi, ini saya

harusnya diantar ke klinik atau ke rumah sakit ini mah tidak

ada.

Halida : Untuk permasalahan terbesar terkait pemenuhan jaminan

sosial ibu itu bisa dijelaskan bu?

Page 151: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

139

Ibu Castirah : Ya karena kondisi kerja yang tertutup jadi tidak sesuai

dengan kontrak kerja yang telah kita tandatangani, tidak dapat

gaji, tidak boleh pegang handphone, tidak boleh gabung

organisasi, tidak dapat cuti.

Halida : Lalu bu, saya ingin tanya selama bekerja di Malaysia kan ibu

sebagai pekerja migran. Bagaimana bu pekerja migran

dipandang oleh warga Malaysia sendiri?

Ibu Castirah : Menurut saya, pandagan orang Malaysia terhadap pekerja

migran itu kalau pekerja yang berdokumen ok lah ada harga

kalau pekerja yang tidak berdokumen atau kosongan macam

tidak ada harga, dilecehkan orang-orang ini. Ini dalam hal

bekerja, kadang dalam gaji pun dikasih murah tidak sesuai.

Bahkan yang berdokumen itu gaji itu 12 kalau yang tidak

berdokumen hanya 700 atau 800. Jadi direndahkan banget.

Halida : Kalau saya boleh tanya, terdapat perbedaan ya untuk bekerja

di sektor rumah tangga dan pabrik, seperti akomodasi, kontrak

kerja dan jam kerja. Itu bagaimana ibu melihatnya?

Ibu Castirah : Kalau di pabrik kan kalau saya hanya kerja rumahan. Dari

prosesnya pun lain kerja di pabrik dan rumah. Kerja dipabrik

kan otomatis mereka ambil orang- orang yang sekolah

minimal SMA kalau pekerja rumah kan kadang-kadang hanya

lulusan SD mungkin SMP. Kalau saya kan hanya lulusan SD

yang penting bisa baca bisa tulis. Dari pendidikan juga

pekerja rumah tidak terlalu tinggi, kan beda kaya orang-orang

yang kerja di pabrik. Kalau kerja di pabrik kan mana boleh

orang-orang yang lulus SD.

Halida : Ok baik ada perbedaan dari prosedur dan kriteria pekerjanya

ya bu, ada minimal pendidikan untuk bekerja di pabrik. Untuk

pengalaman kerja yang kemarin apakah ibu pernah

mendapatkan majikan yang kurang baik?

Ibu Castirah : Kurang baik untuk kekerasan fisik sih tidak pernah tapi yang

menggangu mental saya pernah. Saya mengalami penderaan

mental. Saya dapat majikan Melayu baru yang sekarang dan

yang awal bekerja, sisanya 8 majikan itu Cina semua dan non-

muslim. Majikan itu seolah-olah memandang pembantu itu

sebaga orang yang kotor. Buka pintu, pegang kunci itu tidak

boleh pakai telapak tangan pakai sikut dia kata kotor. Tangan

itu pegang sapu, pegang kain pel jadi nanti kuman- kuman

berjangkit. Itu pertama, selepas itu kan majikan ada punya

cucu umur 1 tahun, kalau dipegang saya tidak boleh lah itu

kena saya harus dijauhkan dari badan saya, tangan

mengangkang kedepan, tidak boleh nanti kuman itu

berjangkit. Disitu saya hanya kuat 2 minggu, sama agen saya

dijual 1 bulan saya lari dan sebelum malemnya saya lari itu

saya melawan dulu. Saya ngomong sama majikan saya

“ma’am kalau kamu memandang saya sebagai pembantu ini

kotor, menjijikan, banyak kuman kamu tidak usah ambil

pembantu. Semua kerjaan kamu kamu kerjakan sendiri, kamu

tidak usah keluar duit bayar pembantu” saking marahnya

saya dipandang seperti itu. Jadi penderaan mental lah saya

hari-hari seperti itu. 2 minggu saja saya sudah sakit kepala

sudah sakit, macam kerja semua serba salah. Pegang kursi

saja lagi nyapu, ngepel, kursi saja itu dialihkan mau nyapu

yang dibawah kursi itu dia kata tangan saya banyak kuman

nanti berjangkit ke saya nanti menular jangan pegang kursi.

Saya bingung saya mau pindahkan kursi juga untuk

dibersihkan nanti kalau tidak bersih saya kena omel. Kerja

serba salah. Memang kekerasa fisik kaya di pukul tidak ada

tapi kalau saya kuat-kuatin kerja disana berbulan- bulan,

bertahun-tahun stress lah saya. Makanya saya lari karena

Page 152: ANALISIS HAMBATAN PEMENUHAN JAMINAN SOSIAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · antara negara pengirim dan penerima tinggi. Dua faktor penentu tersebut disadari

140

sudah tidak dapat gaji, duit dipegang agen, ini itu, dapat

majikan seperti itu jadi tidak tahan. Makan pun dikasih tapi

dijatah, tidak sekenyangnya perut. Jam 12 jam 1 baru dikasih

minum kopi atau teh nanti jam 3 baru dikasih makan. Jadi

bangun dari pukul 5 baru makan pukul 3, setengah hari baru

makan jadi selama itu hanya minum air putih, air putih saja.

Sedangkan dari pukul 10 sampai 11 perut sudah lapar sampai

minta kopi saja majikan bilang tunggu nanti.

Halida : Jadi ibu memilih kabur dan lari lalu ketemu organisasi

Serantau ya bu? tadi ibu bilang untuk melaporkan masalah ke

organisasi ini ibu menunggu 3 bulan. Apakah ibu sempat

melaporkan ke KJRI atau ke KBRI?

Ibu Castirah : Tidak sih, walaupun dapat bantuin hukum sih dapat tapi

jadinya lambat karena kan mereka banyak yang diurus.

Beratus- ratus masalah yang dikerjakan jadinya lambat jadi

saya lebih memlilih untuk ke Serikat Buru ya Serantau itu.