Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS FATWA LEMBAGA BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL
ULAMA TENTANG ADVOKAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
AHMAD HUTBI
NIM:1111043100031
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
ii
ANALISIS FATWA LEMBAGA BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL
ULAMA TENTANG ADVOKAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Ahmad Hutbi
NIM. 1111043100031
Di Bawah Bimbingan:
Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag. H. Muh Riza Afwi, MA.
197003232000031001 196105201999031002
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH
PRODI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi Berjudul “ANALISIS FATWA LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
NAHDLATUL ULAMA TENTANG ADVOKAT” telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Juni 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi
Perbandingan Madzhab.
Jakarta 12 Juli 2016
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
NIP.1969112161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi, Msi (.................................)
NIP. 197412132003121002
Sekretaris : Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc, MA. (.................................)
NIP. 197402162008012013
Pembimbing I : Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag. (.................................)
NIP. 197003232000031001
Pembimbing II : H. M. Riza Afwi, MA. (.................................)
NIP. 196105201999031002
Penguji I : Dr. Syahrul Ad’ham, M.Ag. (.................................)
NIP. 19730504200031002
Penguji II : Arip Purqon, S.Hi, MA. (.................................)
NIP. 197904272003121002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juni 2016
Ahmad Hutbi
NIM. 1111043100031
v
ABSTRAK
Ahmad Hutbi (1111043100031), Analisis Fatwa Lembaga Bahtsul Masail
Nahdatul UlamaTentang Advokat. Konsentrasi Perbandingan Madzhab
Fikih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia
setiap individu, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di
depan hukum. Jika seseorang mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk
seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya dalam sesuatu perkara
hukum. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum adalah
hak asasi manusia setiap orang. Advokat juga merupakan profesi yang dianggap
penting dalam memberikan pelayanan dan bantuan hukum untuk mencapai
keadilan hukum, namun pada kenyataannya, banyak diantara orang yang
berprofesi sebagai advokat tidak lagi sesuai dengan fungsi dan tujuan advokat
yang sebenarnya. Melihat fenomena tersebut, Nahdlatul Ulama yang merupakan
salah satu organisasi ke-Islaman terbesar di Indonesia mengupayakan mencari
jalan keluar dengan mengadakan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 33 yang dalam
putusan Bahtsul Masailnya menghasilkam putusan bahwasanya, kegiatan
advokasi yang menyeleweng dari tugas dan fungsi advokat yang sebenarnya dan
advokat yang melakukan pembelaan terhadap kasus yang benar-benar terbukti
bersalah dengan tujuan untuk meringankan bahkan membebaskan kliennya dari
jerat hukum, maka Nahdlatul Ulama memberikan keputusan bahwasanya kegiatan
advokasi semacam itu adalah haram hukumnya. Apakah fatwa ini sejalan dengan
konsep maslahat ? dan bagaimana status upah yang diperoleh advokat dalam
profesinya ini? Untuk itu perlu adanya pembahasan yang mendalam mengenai hal
ini.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan normative serta metode perbandingan hukum. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan kajian kepustakaan dengan melakukan
analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan tema penelitian yang akan dilakukan.
Penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mengeluarkan fatwa
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama pun sangat mempertimbangkan
kemaslahatan umat, serta dalil dan argumen yang digunakan dalam fatwa inipun
relevan, dan berkaitan dengan upah yang diperoleh oleh advokat dalam membela
klien dengan menghalalkan segala cara adalah haram, karna pekerjaan yang tidak
sesuai dengan syariat maka hasil atau upah yang diperolehnyapun adalah haram.
Kata Kunci: Bahtsul Masail, Nahdlatul Ulama, Advokat, Maslahat.
Pembimbing: Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag. dan H. M Riza Afwi, Lc. MA
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat-Nya yang tidak terhingga
kepada penulis, hingga skripsi dengan judul: “Analisis Fatwa Lembaga Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama tentang Advokat” dapat terselesaikan.
Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah
mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing,
membantu dan memotivasi penulis, terutama:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si., Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab dan Hukum. Juga kepada Ibu Hj. Siti Hanna,
S.Ag, Lc, MA, Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan
Hukum yang sekaligus merangkap sebagai Dosen Pembimbing Akademik
yang selama ini telah memberikan nasehat serta bimbingannya kepada
penulis selama masih dalam masa kuliah.
3. Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag. Dan Ibu H.M Riza Afwi, MA. Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu meluangkan waktu,
vii
tenaga dan pikirannya di sela-sela kesibukan, serta memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah membekali
dengan ilmu yang berharga, nasihat-nasihat penyemangat yang
memberikan motivasi, serta kesabaran dalam mendidik selama penulis
melakukan studi.
5. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu
memberikan kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian
prosedur kemahasiswaan, serta pemimpin dan segenap karyawan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah berkenan
meminjamkan buku-buku penunjang hingga proses penulisan skripsi ini
selesai.
6. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Muh. Yanis, dan Hj. Rahmawati yang
sangat berperan dalam mengasuh, mendidik dan membimbing penulis
dengan penuh kesabaran dan pengertian. Serta tiada henti memberikan doa
terbaik dan dukungan, baik secara moril maupun materil, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Guru kami Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA. Dan Hj. Helmi, serta
Daeng A.M Firdaus, yang sangat berjasa selama ini dengan bersedia
memberikan banyak sumbangsih, dukungan, dan doa.
viii
8. Adik-adik tercinta, Akmal, Nurfadilah, Aulia Rahmi, Asti Nur Rahma,
yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan selama proses
penulisan skripsi ini. Juga terkhusus kepada Nuraini beserta keluarga,
yang selama ini selalu terus memberi dukungan serta doa.
9. Teman-teman PMF angkatan 2011 yang selalu membantu, mendukung
dan menemani selama proses penulisan skripsi ini terutama Uje, Izzul,
Hamdi, Haikal, Yusuf, Qohar, Rizal, Rusdy, Azhar, Iqbal, Azka, Abie dan
yang lainnya, semoga Allah senantiasa menujukkan jalan terbaik untuk
kita.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa dan berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, dan semoga mereka yang telah dapat
memperoleh manfaat dunia dan akhirat. Amin.
Jakarta, 15 Juni 2016
(Penulis)
\
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB IPENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 2
B. Pembatasan dan Perumusuan Masala ................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................... 6
D. Review Studi Terdahulu .................................................... 7
E. Metode penelitian .............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 11
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ADVOKAT ................. 13
A. Pengertian Advokat ........................................................... 13
B. Sejarah Singkat Advokat di Indonesia .............................. 15
C. Hak dan Kewajiban Advokat .............................................17
D. Kode Etik Advokat ............................................................ 25
BAB III KONSEP BAHTSUL MASAIL DALAM
x
NAHDLATUL ULAMA ....................................................... 30
A. Nahdlatul Ulama ............................................................... 30
1. Sejarah Singkat Nahdlatul Ulama ............................... 30
2. Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama .......................... 31
B. Bahtsul Masail NU ............................................................ 34
1. Sekilas tentang Bahtsul Masail ................................... 34
2. Bahtsul Masail dalam Nahdaltul Ulama ...................... 36
3. Istinbath Hukum dalam Bahtsul Masail ...................... 37
C. Hasil Bahtsul Masail NU tentang Advokat ....................... 44
BAB IV ANALISIS FATWA LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
NAHDLATUL ULAMA TENTANG ADVOKAT 47
A. Konsep Maslahat Sebagai Hujjah Diharamkannya
Advokat Bahtsul Masail NU .............................................. 47
B. Status Hukum Honor Advokat yang Membela Klien
dengan Menghalalkan Segala Cara ................................... 65
BAB V PENUTUP .............................................................................. 74
A. Kesimpulan ....................................................................... 74
B. Saran .................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia menurut kodratnya selalu hidup berkelompok, yakni antara
manusia yang satu dengan yang lainnya senantiasa menjalin hubungan dan hidup
bersama-sama, oleh karena itu manusia sering disebut sebagai makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan masyarakat, kehidupan manusia
meniscayakan adanya hubungan individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok.1 Dalam berinteraksi antara sesama
manusia, seseorang tidak dapat berbuat sekehendaknya sendiri. Hal ini karena hak
seseorang dibatasi oleh hak orang lain, setiap perilaku seseorang tidak boleh
menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Dengan demikian, untuk mengatur
perilaku seseorang atau kelompok agar tidak menimbulkan kerugian dalam
kehidupan bermasyarakat diperlukan perangkat aturan yang dapat menghasilkan
keselarasan dalam kehidupan.
Seperangkat aturan yang berlaku dalam kehidupan disebut hukum. Hukum
terbagi menjadi dua, yaitu hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis.
Indonesia adalah negara hukum atau disebut rechstaat, kedua bentuk hukum di
atas berlaku di Indonesia. Hukum yang tidak tertulis terkandung dalam hukum
adat, dan hukum yang tertulis terkandung dalam Undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya.2
1 Hasanuddin AF dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h. 33.
2 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), h. 33-34.
2
Tidak hanya aturan yang terkandung dalam hukum, namun di dalamnya
juga terkandung sanksi bagi yang melanggarnya. Mereka yang melanggar hukum
akan dikenakan sanksi, jika pelanggarannya belum terbukti mereka disebut
tersangka, namun jika pelanggarannya sudah terbukti maka mereka disebut
terdakwa.
Jika berbicara tentang seorang tersangka, terdakwa atau terpidana, maka kita
harus melihatnya dari sisi hukum, bagaimana status seorang tersangka, terdakwa
atau terpidana. Menurut hukum, hak dan kewajiban tersangka, terdakwa atau
terpidana masih melekat pada dirinya sebagaimana hak dan kewajiban warga
negara lainnya. Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman KUHAP secara tegas memberikan jaminan
terhadap perlindungan hak-hak terdakwa dari tingkat penyidikan sampai dengan
tingkat pengadilan. Hak-hak itu antara lain hak untuk memberikan keterangan
secara bebas, hak untuk mendapat bantuan hukum, hak untuk dikunjungi, hak
untuk diperiksa secepatnya, hak untuk mendapat ganti rugi, hak untuk
mengajukan banding, kasasi, dan peninjaun kembali atas kasusnya. Demikian juga
KUHAP telah menjamin hak-hak terdakwa terlindungi bukan sebagai pelanggar
hukum, tetapi sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana
manusia lainnya di dalam masyarakat.3
Dalam negara hukum (rechsataat), negara mengakui dan melindungi hak
asasi manusia setiap individu, sehingga semua orang memiliki hak untuk
diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law). Persamaan di depan
3Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum Hakim Jaksa polisi dan pengacara,
(jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008), h.113.
3
hukum harus diartikan secara dinamis tidak statis, kalau ada persamaan di depan
hukum maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal
treatment). Kalau seorang yang mampu (the have) mempunyai masalah hukum, ia
dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya,
sebaliknya orang yang tergolong tidak mampu, (the have not) juga dapat meminta
bantuan pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender)
sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) sebagai pembela
kepentingannya dalam seuatu perkara hukum. Perolehan pembelaan dari seorang
advokat atau pembela umum (access to legal cuonsel) adalah hak asasi manusia
setiap orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access
to justice) bagi semua orang (justice for all), karena tidak ada seorang pun dalam
negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan dari
seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar
belakangnya, sepeti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan politik,
strata social ekonomi, warna kulit dan gender. 4
Peran dan fungsi advokat dapat dilihat dalam Undang-undang Advokat.
dalam pasal 1 ayat (1), tentang fungsi dan peran advokat, yang selengkapnya
selengkapnya berbunyi :
Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan bedasarkan
ketentuan Undang – undang ini.
4 Frans Hendra Winata, Advokasi dengan Hati Nurani, (Jakarta: Komisi Hukum Nasional
RI, 2010), h. 43-44.
4
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa peran dan fungsi advokat
meliputi pekerjaan yang dilakukan baik di pengadilan maupun di luar pengadilan
tentang masalah hukum pidana atau perdata, seperti mendampingi klien dalam
tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan atau kepolisian) atau beracara
di muka pengadilan.5
Dalam Islam, profesi advokat merupakan salah satu profesi yang dinilai
penting terutama dalam penegakan keadilan dan hak asasi manusia demi
tercapainya kehidupan yang baik dan tertata. Dasar legalitas perlu adanya,
advokat dalam perspektif Islam bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah dan Ijma
Ulama. Sebagaimana Islam memutuskan hukum antara manusia yang benar, dan
memutuskan hukum dengan apa yang diturunkan Allah SWT yang disebut Qadha.
Dengan ini jelas bahwa apa yang telah menjadi perwakilan dalam mengakkan
keadilan harus sesuai dengan hukum Allah.6
Islam memandang persoalan penegakan keadilan dan hak asasi manusia
merupakan suatu anugerah terbesar, Allah SWT melalui firmannya mengharuskan
untuk menjaga amanah dan karunianya untuk merealisasikan anugerah tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Hakim dan para penegak hukum lainnya merupakan
suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan keadilan dan hak
asasi manusia.
Profesi pada hakekatnya adalah pekerjaan tetap yang berwujud karya
pelayanan yang dijalankan dengan penguasaan dan penerapan pengetahuan di
5 V Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (jakarta: Penerbit Erlangga, 2011, h. 20-
21.
6 Muhammad Faqih Muslim, Profesi Advokat dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2009), h. 6.
5
bidang ilmu tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai panggilan hidup
dan pelaksanaannya terikat pada nilai-nilai tertentu yang dilandasi semangat
pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar pada
penghormatan dan upaya menjunjung tinggi martabat manusia7. Sejalan dengan
pengertian profesi tersebut, maka advokat juga merupakan profesi yang dianggap
penting dalam memberikan pelayanan dan bantuan hukum untuk mencapai
keadilan hukum, namun pada kenyataannya, banyak diantara orang yang
berprofesi sebagai advokat tidak lagi sesuai dengan fungsi dan tujuan advokat
yang sebenarnya. Melihat fenomena tersebut, Nahdlatul Ulama yang merupakan
salah satu organisasi ke-Islaman terbesar di Indonesia mengupayakan mencari
jalan keluar dengan mengadakan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 33 melalui
Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah memutuskan, bahwasanya advokat haram
membela kliennya dengan menggunakan segala cara, dan haram hukumnya honor
advokat yang membela klien yang terduga salah. Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat putusan tersebut ke dalam bentuk tulisan
(skripsi) dengan judul “Analisis Fatwa Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
Tentang Advokat”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan
yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk mengefektifkan dan
memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam
7 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 8.
6
penulisan skripsi ini pada pengharaman beberapa aktivitas advokasi berdasarkan
Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan pokok
permasalahan skripsi ini adalah dalam hukum positif semua warga negara
Indonesia yang sedang berperkara di pengadilan berhak mendapatkan bantuan
hukum dari advokat, sedangkan dalam bahtsul masail Nahdlatul Ulama, advokat
diharamkan membela kliennya dengan beberapa alasan. Pokok permasalahan di
atas diurai dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep maslahat sebagai hujjah diharamkannya beberapa
aktivitas advokat dalam bahtsul masail Nahdlatul Ulama ?
2. Bagaimana status hukum honor advokat yang membela kliennya dengan
menghalalkan segala cara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
A. Untuk mengetahui bagaimana konsep maslahat sebagai hujjah
diharamkannya beberapa aktivitas advokat dalam bahstul masail
Nahdlatul Ulama.
B. Untuk mengetahui bagaimana bagaimana status hukum honor
advokat yang memberikan pembelaan terhadap klien yang terduga
salah.
2. Manfaat Penelitian
7
a. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu bahan acuan untuk para civitas akademika yang
akan berkecimpung dalam ranah hukum, guna dapat terhindar dari
kegiatan–kegiatan yang diharamkan dalam Islam, khususnya yang
menjalankan profesi sebagai advokat.
b. Bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman, guna memberikan kesadaran akan
pentingnya mengetahui hal apa saja yang diperbolehkan dan yang
diharamkan oleh Islam. Juga untuk mengetahui perbedaan Bahtsul
Masail dengan hukum positif mengenai profesi advokat.
D. Review Studi Terdahulu
Penulis melakukan tinjauan terhadap kajian-kajian terdahulu, diantaranya
adalah penelitian yang berjudul : Profesi Advokat Dalam Perspektif Hukum Islam
yang ditulis oleh :Muhammad Faqih Muslim, Program studi Ahwal Syakhsiyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah
profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai ketentuan Undang-
undang, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.
Tiap profesi termasuk advokat menggunakan sistem etika terutama untuk
menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja. Dengan ini
telihat bahwa kode etik profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai
pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi. Prosedur hukum
bagi advokat dalam berpraktek atau beracara di pengadilan agama adalah
8
berkaitan erat dengan aturan baku yang ditetapkan Hukum Acara Peradilan
Agama dan kode etik advokat yang telah diatur dalam Undang-undang advokat.
Dan dalam pandangan hukum Islam, profesi advokat adalah profesi yang mubah
(perbuatan yang boleh dipilih).
Penelitian selanjutnya adalah Eksistensi dan Wewenang Advokat dalam
Mendampingi Terdakwa Ditinjau dalam Hukum Islam yang ditulis oleh M. Johan
Kurniawan, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Yoyakarta. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa Eksistensi dan
wewenang advokat yang dimaksud dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat dalam mendampingi terdakwa adalah memberikan bantuan hukum
kepada terdakwa, baik di luar persidangan maupun pada forum pengadilan, bisa
sebagai wakil dalam beracara maupun tidak atau memberikan jalan yang harus
ditempuh ketika seseorang tersangkut perkara di pengadilan. Oleh karena itu,
advokat melindungi hak seseorang mendapatkan pembelaan di pengadilan
termasuk hak-hak lain yang terkait erat dengan pembelaan tersebut. Begitupula
Dalam tinjauan hukum Islam, memberikan kuasa atau wakil kepada advokat
dibolehkan. Hal ini merupakan prinsip perwakilan khususnya wakil di muka
pengadilan untuk lebih mencerminkan prinsip menegakkan keadilan, karena yang
diangkat sebagai wakil atau advokat adalah orang yang profesional dalam
menyelesaikan perkara di Pengadilan. Oleh karena itu para penegak keadilan
hendaknya menyelesaikan perkara dengan subjektif mungkin agar tercapainya
prinsip keadilan sesuai yang dianjurkan dalam syari'at Islam.
9
Penelitian selanjutnya yaitu Peran Advokat dalam Mendampingi Klien pada
Perkara Pidana (Komparasi Hukum Islam dan Hukum Positif), yang ditulis oleh
Sadewo Usodo, Mahasiswa Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
dalam pandangan hukum Positif, advokat memiliki peranan yang sangat penting
untuk mendampingi kliennya dalam perkara pidana. Advokat berperan
mendampingi klien mulai dari proses di tingkat awal, memberikan nasehat
hukum, serta semua yang terkait dengan kepentingan klien agar mendapatkan
kesempatan dan kesamaans hak di muka hukum. Dalam hukum Islam dan Positif
sama-sama mengedepankan kepentingan klien dengan memberikan nasehat yang
mengarah pada kebaikan dan berusaha dalam menegakkan hukum di muka bumi
melalui pendampingan klien pada suatu perkara pidana. Adapun penggunaan
istilah dalam hukum positif disebut advokat, dan dalam hukum Islam bantuan
hukum dikenal dengan istilah mahammi atau wakalah. Istilah yang berbeda
namun memiliki spirit bantuan hukum terhadap klien yang tersandung dalam
perkara pidana seperti semangat yang ada pada advokat dalam hukum positif.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu dengan
cara menguraikan dan mendeskripsikan hasil dari penelitian yang peneliti
dapatkan melalui penelitian yang dilakukan. Selain itu, penelitian ini bersifat
10
terbatas yang berusaha mengungkapkan masalah dan keadaan sebagaimana
adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.8
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Data
Primer dalam penelitian ini adalah hasil rumusan PWNU Jawa Timur komisi
Bahtsul Masail diniyah waqi’iyah Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah kitab al-Taisir bi-Syarh al-Jami’
al-Shaghir, Fath al-Bariy Syarh, shahih al-Bukhari, dan berbagai dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian yang didapat dari buku-buku,
artikel ilmiah, berita-berita di media masa, dan lainnya.9
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kajian kepustakaan yaitu upaya pengidentifikasi secara sistematis dan melakukan
analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan tema, objek dan masalah penelitian yang akan dilakukan.10
Adapun tujuan dan kegunaan dari studi pustaka ini pada dasarnya adalah
menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian dimana penulis akan
mengetahui gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis, mengetahui
8Herman Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1992), h. 10.
9 J.Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosada Karya, 1997), h.
112-116.
10
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode penelitian hukum, (Jakarta: lembaga
Penelitian Hukum Uin Syarif hidayatullah 2010), h. 17-18.
11
perspektif dari permasalah penelitiannya dan mendapatkan informasi tentang
analisis data yang dapat digunakan.11
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang
lain.12
Pada tahapan analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa
hingga dapat menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data tersebut
dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menganalisis dan
menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas
sehingga menemukan jawaban yang diharapkan.
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulisan mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab, yang
masing-masing bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud
tulisan ini. Pembagian ke dalam beberapa bab dan sub bab adalah bertujuan untuk
memudahkan pembahasan terhadap isi penulisan ini. Adapun pembagiannya
diawali dari bab I yang merupakan pendahuluan, yang meliputi, latar belakang,
11
Bambang Sungggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h. 112.
12
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004) h.
244
12
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,
metode penelitian dan sistematika penulisan. Selanjutnya beralih ke bab II yang
merupakan tinjauan teoritis, yang meliputi pengertian advokat, sejarah advokat,
hak dan kewajiban advokat dan sistematika pengangkatan dan pemberhentian
advokat.
Kemudian pada bab III terkait dengan konsep bahtsul masail dalam
Nahdaltul Ulama yang meliputi Nahdlatul Ulama, istinbath hukum bahtsul masail
Nahdlatul Ulama dan hasil bahtsul masail Nahdlatul Ulama tentang advokat.
Dilanjutkan pada bab IV yaitu tahap analisis, yang meliputi, Analisis putusan
bahtsul masail Nahdlatul Ulama, membahas konsep maslahat sebagai hujjah
diharamkannya advokat dalam bahtsul masail Nahdlatul Ulama dan status hukum
honor advokat yang membela klien dengan menghalalkan segala cara. Sebagai
penutup, bab V berisikan kesimpulan dan saran sebagai bagian akhir dari
penulisan ini.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ADVOKAT
A. Pengertian Advokat
Pengertian advokat secara etimologi terdapat dalam beberapa bahasa, dan
salah satu yang dikenal di dunia luas semula berasal dari bahasa Latin, yaitu
advocatus yang mengandung arti: seorang ahli hukum yang memberikan bantuan
atau pertolongan dalam soal-soal hukum.13
Bantuan atau pertolongan yang
dimaksud dalam hal ini adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi,
membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.14
Secara terminologi advokat atau pengacara adalah orang yang mewakili
kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang
diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan
atau beracara di pengadilan (litigasi). Sedangkan penasihat hukum adalah orang
yang bertindak memberikan nasihat-nasihat atau pendapat terhadap suatu tindakan
atau perbuatan hukum yang akan dan yang telah dilakukan kliennya (non
litigasi).15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga disebutkan bahwasanya
13
lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty,1989), Ed. 1 cet. Ke-
1, h. 2.
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1
Ayat (2).
15
Yudha Pandu, Klien dan Penasihat Hukum dalam Perspektif Masa Kini, (Jakarta: PT
Abadi, 2010), h. 11.
14
advokat merupakan pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak
sebagai penasihat atau pembela perkara dalam pengadilan.16
Merujuk pada pengertian di atas, jelas terdapat perbedaan ruang lingkup
kerja dan aktivitas dari advokat dan penasihat hukum. Sebelum berlakunya
Undang-Undang advokat, ketentuan yang mengatur mengenai advokat, penasihat
hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, sehingga pengertian advokat dan penasihat
hukum berbeda. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003
tentang advokat, baik advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan
hukum, semuanya disebut sebagai advokat.17
Dalam perspektif Islam sendiri, kata advokat atau lawyer dapat disebut
dengan istilah al-mahami yang dalam bahasa Indonesia berarti pengacara. Jika
dilihat dari konteks sejarah Islam istilah al- mahami juga dekat maknanya dengan
peran kalangan penegak hukum pada zaman awal perkembangan hukum Islam,
yaitu Hakam, Mufti, dan Mushalih alaih. Misalnya, pada saat Nabi Muhammad
SAW berperan sebagai arbiter dalam menyelesaikan sengketa di kalangan kaum
Quraisy tentang siapa yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah.18
Dilihat dari peran yang sangat penting ini, maka profesi advokat sering
disebut sebagai profesi terhormat atas kepribadian yang dimilikinya.19
Akan
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008), h. 15.
17
Diana Kusumasari, Perbedaan Pengacara dan Penasihat Hukum, diakses pada tanggal
23 April 2016, http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl16143/perbedaan-pengacara-dengan-
penasehat-hukum
18
Didi Kusnadi, Bantuan Hukum dalam Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012). h. 49.
15
tetetapi tidak menutup kemungkinan seorang advokat akan lalai atau sengaja
melakukan hal-hal yang tidak dibolehkan dalam kegiatan advokasi yang sedang
dijalaninya, dikarenakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerjanya
dalam menangani kasus.
B. Sejarah Singkat Advokat di Indonesia
Secara historis, awal masuk dan dikenalnya advokat di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh negara-negara Eropa, khususnya Belanda yang merupakan
induk dari hukum yang ada di Indonesia saat ini. Profesi advokat di Indonesia
tumbuh sejak zaman penjajahan Belanda, yang pada saat itu dikenal dengan nama
advocaat dalam bahasa Belanda yang berarti seseorang yang telah diangkat untuk
menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr),
yang mana jasa tersebut diberikan baik di dalam maupun di luar ruang
persidangan. Sehingga tugas utama seorang advokat adalah meberikan pelayanan
kepada klien atau penerima jasa berupa bantuan hukum.20
Adapun ketentuan hukum yang mengatur mengenai advokat kala itu
adalah RO yang merupakan pranata hukum pertama yang memberi pengaturan
terhadap lembaga advokat di Indonesia. Dalam penerapannya diwarnai oleh
politik dualisme yang bersifat diskriminatif, dimana RO hanya diperuntukkan bagi
warga negara Belanda yang merupakan sarjana hukum atau yang telah
memperoleh pendidikan di sekolah tinggi ilmu hukum Jakarta. Sedangkan
19
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, h. 8.
20
Santono dan Bhekti Suryani, Prinsip-Prinsip Dasar advokat, (Jakarta: Dunia Cerdas,
2013), h. 2.
16
peraturan pokrol bambu21
yang notabene memang muncul di kalangan pribumi,
diatur sendiri dalam Staatblad 1927 nomor 496 tentang peraturan bantuan dan dan
perwakilan para pihak dalam perkara perdata di pengadilan negeri. Berdasarkan
politik dan diskriminasi pula, pemerintah Hindia Belanda membedakan
peruntukan hukum bagi orang-orang Eropa di satu pihak, dan golongan
bumiputera di pihak lain, tanpa mengatur peluang banding bagi perkara-perkara
hukum yang muncul di antara mereka. 22
Beranjak dari ketidakadilan yang dirasakan dan menyadari pentingnya
pendidikan, baik di bidang hukum maupun di bidang pendidikan lainnya. Tatkala
pemerintah di Batavia mengumumkan akan mendirikan sekolah hukum bagi orang
Indonesia, para ahli hukum Belanda menentang gagasan itu dengan anggapan
bahwa’’ orang pribumi” tidak siap untuk memenuhi tuntutan pendidikan dan
pekerjaan hukum yang berat. Namun di lain sisi pemerintah mengesampingkan
protes tersebut, dan pada tahun 1909 membuka Rechtsschool23
di Batavia, hingga
pada tahun 1910-an akhir, rechtskundigen diberi kesempatan belajar untuk
memperoleh gelar meester in de rechten di Belanda.24
Mereka yang lulus dengan ketat dengan gelar rechtskundigen sebagai
sarjana muda hukum diberi dua pilihan, yaitu untuk menerapkan ilmu yang
21
Pokrol bambu adalah sebutan profesi hukum zaman Belanda yang merupakan
seseorang yang memberi nasehat hukum tetapi belum memperoleh pendidikan hukum.
22
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, (Jakarta: Pusat studi Hukum
dan Kebijakan di Indonesia, 2001), h. 56.57.
23
Rechtschool adalah sekolah hukum menengah yang menyajikan program yang tidak
utuh yang hanya menkankan pada hukum dan hukum pidana.
24
Daniel S Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, (Jakarta: LP3ES Indonesia, 1990), h.
305-307.
17
mereka miliki dengan bekerja di negeri Belanda atau pulang ke Indonesia. Mereka
yang pulang ke Indonesia bekerja di pengadilan, dan dalam jumlah yang lebih
kecil mencoba untuk membuka kantor advokatnya. Barulah pada tahun 1940
terdapat kurang lebih 300 (tiga ratus) orang Indonesia yang ahli hukum, jumlah
belum termasuk rechtskundigen (lulusan rechtschool), dan ahli hukum keturunan
Cina, namun hal itu tidak berarti profesi advokat mengalami perkembangan yang
sama.25
Setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka
berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Negara Republik
Indonesia tahun 1945, semua peraturan perUndang-Undangan yang diundangkan
pada masa penjajahan masih tetap berlaku selama belum diundangkan yang baru.
Pada masa itu belum ada peraturan yang mengatur mengenai profesi advokat,
sehingga ketentuan R.O. Pasal 185-192 dengan segala perubahan dan
penambahannya masih berlaku setelah Indonesia merdeka. Untuk menggantikan
peraturan- peraturan yang diskriminatif, dan yang tidak sesuai lagi dengan sistem
ketatanegaraan yang berlaku, maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 , sebagai landasan hukum yang kokoh untuk untuk para advokat dalam
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.26
C. Hak dan Kewajiban Advokat
1. Hak Advokat dalam Peraturan Perundang-undangan
25
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, h. 61.
26
Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang
advokat.
18
Hak dan kewajiban advokat telah diatur dalam Bab IV undang-undang
advokat dalam pasal, 14,15,16,17,18,19, dan 20. Hak advokat juga dimuat dalam
Bab IV pasal 11 undang-undang No 16 tahun 2011. Ada pun bunyi pasal yang
telah disebutkan sebelumnya berbunyi, Advokat bebas mengeluarkan pendapat
atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di
dalam pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan,
ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat
martabat profesi. Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik
profesi dan peraturan perundang-undangan.27
Pada pasal 15 disebutkan, Advokat bebas dalam menjalankan tugas
profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik dan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini
mengatur mengenai kekebalan advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk
kepentingan kliennya diluar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya
pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.28
Advokat tidak dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya
dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi
tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kliennya, serta yang
dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap
27
Penjelasan Undang-Undang No.18 Tahun 2003
28
Penjelasan Undang-Undang No.18 Tahun 2003
19
tingkat pengadilan disemua lingkungan peradilan.29
Dalam menjalankan
profesinya advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya,
baik dari instansi Pemerintah maupun instansi lain yang berkaitan dengan
kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Advokat sebagai pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut secara
perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi
tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar
sidang pengadilan sesuai standar bantuan hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau kode etik advokat.
2. Hak Advokat dalam Peradilan Indonesia
1) Hak untuk Mendampingi Klien Selama Proses Penyelidikan dan
Penyidikan
Adanya hak untuk mendampingi klien selama proses penyelidikan dan
penyidikan timbul dari pengakuan akan perlindang HAM tersangka atau terdakwa
dalam perkara pidana. Hak untuk mendampingi klien selama proses penyelidikan
dan penyidikan dalam proses perkara pidana di akomodasikan melalui KUHAP
yang dirinci dalam poin berikut:
a. Hak Penasehat Hukum untuk menghubungi tersangka sejak saat
ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan.
29
Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang No.18 Tahun 2003
20
b. Hak untuk menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap
tingkat pemeriksaan dan setiap waktu kepentingan perbelaan
perkaranya.
c. Hak untuk mengirimkan dan menerima surat dari tersangka setiap kali
dikehendaki olehnya.
d. Pembatasan-pembatasan terhadap hak-hak tersebut berdasarkan adanya
penyalahgunaan wewenang.30
2) Hak Maju di Muka Pengadilan
Pada Bab 1 Pasal 1 bagian Ketentuan Umum Undang-Undang Advokat
telah disebutkan:
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-undang ini
Dari pasal di atas kalimat “ di dalam maupun di luar pengadilan” penulis
menilai menggaris bawahi bahwa segala sesuatu yang menyangkut pemberian jasa
hukum di kedua ruang lingkup kerja advokat tersebut dapat berupa, nasehat
hukum, mendampingi dan mewakili klien dalam beracara atau berperkara di muka
pengadilan adalah bagian dari hak advokat.
3) Hak atas Kebebasan dan Perlindungan dalam Menjalankan Kliennya
Hak atas kebebasan dan perlindungan terhadap advokat dalam
memberikan bantuan hukum terhadap kliennya telah di atur dalam pasal 14 dan 15
Undang-Undang Advokat.
30
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari legitimasi, h. 106.109.
21
4) Hak untuk Ikut Menentukan Kebijakan dalam Sistem Peradilan
Hak advokat untuk ikut andil dalam menentukan kebijakan dalam
sistem peradilan secara tidak langsung telah dimuat dalam pembukaan
kode etik advokat yang berbunyi:
Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar
dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya
harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para
penegak hukum lainnya.31
5) Hak untuk Menjalankan Pengawasan terhadap Proses Peradilan dan
Aparat Penegak Hukum
Hak untuk menjalankan pengawasan terhadap proses peradilan dan
aparat penegak hukum telah disebutkan dalam pasal 16 Undang-Undang advokat,
dalam pasal tersebut disebutkan bahwa, advokat berhak memproleh informasi,
data, dan dokumen lainnya dari pemerintah atau pihak instansi manapun. Dari
pasal tersebut penulis menyimpulkan bahwa dalam mendampingi kliennya,
advokat secara tidak langsung ikut menjalankan pengawasan terhadap aparat
penegak hukum lain dalam proses peradilan, demi terciptanya proses peradilan
dan putusan yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6) Hak untuk Mendapatkan Pelayanan Informasi dan Pelayanan Administrasi
Yudisial Berkaitan dengan penanganan perkara
31
Lihat Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia
22
Demi berjalannya hak dari advokat dalam mendapatkan pelayanan
informasi dan administrasi, semua pihak yang terlibat dalam proses beracara
dalam persidangan diharuskan memiliki koordinasi yang baik terhadap advokat,
baik dari pihak Panitera, Jaksa, dan Hakim. Karena apabila hak dari advokat tidak
terpenuhi, maka tidak akan terpenuhi pula hak klien untuk mendapatkan keadilan
yang bisa saja merugikan klien dalam putusannya.
7) Hak untuk Menjalankan Fungsi Arbitrase dan Mediasi dalam Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan
Dalam usaha mencari keadilan, para pihak yang berperkara tidak
diharuskan selalu melalui proses pengadilan semata, proses perundingan sebelum
ke rana pengadilan di pandang perlu, dari sinilah peran advokat dianggap sangat
penting. Oleh karena itu pengakomodasian dalam hal arbitrase dan mediasi sangat
diperlukan oleh advokat.
8) Hak atas Rahasia Jabatan
Hak atas rahasia jabatan bagi advokat belum diakui secara eksplisit oleh
peraturan perundang-undangan yang ada, namun secara universal terdapat dalam
Basic Principle of the Role of Lawyers dalam butir ke- 8 berbunyi:
“ All arrested, detained or imprisoned person shallbe provided with
adequate opportunities, time and facilities to be visited by and to communicate
and consult with a lawyer without delay, interception or censorship and in full
confidentiality. Such consultation may be withinj sight, but not withing the
hearing, of law enforcement officcials.32
3. Kewajiban Advokat
32
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, h.122.
23
Pada dasarnya ada dua tugas pokok advokat, yaitu memberikan nasihat
hukum untuk menjauhkan klien dari konflik dan mengajukan atau membela
kepentingan klien, dengan mengajukan berbagai fakta dan pertimbangan yang
relevan sebagai bahan pertimbangan hakim dalam menetapkan keputusan yang
adil. Dalam menjalankan tugas profesionalnya, hubungan personal antara advokat
dan klien sangat dibutuhkan, sebagai salah satu faktor penunjang keberhasilan
keduanya dalam proses beracara di pengadilan.33
Adapun kewajiban advokat dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pemberi
jasa hukum, bantuan hukum atau nasihat hukum digolongkan dalam tiga bagian
sebagai berikut:
1) Kewajiban menurut Undang-Undang advokat
Berdasarkan Undang-Undang Advokat, kewajiban advokat adalah
memberikan pelayanan terhadap siapa saja yang membutuhkan jasa
bantuan hukum, tanpa memandang latar belakang dari kliennya.
Begitupula dalam proses beracara, advokat wajib menjaga kerahasiaan dari
semua yang berhubungan dengan kliennya, dan demi menjaga nama baik
klien dan profesinya, penulis menilai advokat pun masih dalam kewajiban
menjaga rahasia antara mereka, bahkan setelah perkara tersebut
diputuskan.
2) Kewajiban Menurut KEAI
Dalam Kode Etik Advokat, kewajiban advokat diatur dalam beberapa
pasal yang dapat disimpulkan, bahwa advokat tidak hanya mempunyai kewajiban
33
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, h. 163.164.
24
penuh terhadap kliennya, tetapi kewajiban tersebut juga diperuntukkan kepada
teman sejawat jika ada yang tersandung kasus, baik pidana atau perdata,
permintaan dari yang bersangkutan ataupun penunjukan dari organisasi.
Begitupula kewajibannya terhadap klien, advokat tidak boleh membeda-bedakan
klien dari faktor ekonomi, bahkan memberikan bantuan cuma-cuma untuk klien
yang dinilai kurang mampu dalam ekonomi.34
3) Kewajiban Advokat dalam Sistem Peradilan Indonesia
a. Kewajiban untuk Memenuhi Kualifikasi
Ada dua unsur penting yang berperan dalam hal ini, yaitu Pemerintah
dengan peraturan perundang-undangannya, dan oraganisasi advokat
yang cermat dalam pengangkatan atau penyeleksian calon advokat.
b. Kewajiban untuk Menghormati Institusi Pengadilan dann Proses
Peradilan
Kode Etik Advokat bersama Forum Komunikasi Advokat Indonesia telah
mengatur ketentuan mengenai kewajiban advokat dalam pekerjaannya
menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan. Diwajibkan pula menjaga
hubungan baik dengan sesama penegak hukum dan teman sejawatnya tanpa
mengurangi sifat kritis dan obyektifitasnya.
c. Kewajiban untuk Mentaati Ketentuan Hukum Acara
Hukum acara merupakan pedoman normatif bagi advokat dalam
menjalankan tugasnya, sebab jika terjadi pelanggaran akan berdampak luas bagi
34
V. Harlen Sinaga, Dasar-Dasar Profesi Advokat, h. 85.
25
proses peradilan dan mendatangkan konsekuensi yuridis yang akan sangat
merugikan semua pihak.35
D. Kode Etik Advokat
a. Pengertian Kode etik
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-
kata tulisan, atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud
tertentu. Adapun perngertian Kode Etik adalah norma atau asas yang
diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-
hari masyarakat maupun di tempat kerja, yang berisi ketentuan-
ketentuan profesional dengan tumpuan harapan untuk dilaksanakan
dengan tekun dan kosekuen.36
Dalam upaya menerapkan kode etik profesi hukum, B. Arief Sidharta
mengajukan 13 asas-asas etka profesi hukum, sebagai berikut:
1. Asas-asas keadilan dalam proses peradilan.
2. Asas kejujuran, keterbukaan, dan kewajaran (reasonabelenes).
3. Asas kompetensi (kemahiran keilmuan).
4. Asas kehatia-hatian, keseksamaan, dan keyakinan masuk akal.
5. Asass profesional yang layak dan berkeadilan.
6. Asas legalitas.
7. Asas kepercayaan dan konfidensialitas.
35
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, h. 123-127.
36
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung, Pustaka Setia: 2011), h. 122.
26
8. Asas imparsialitas dengan menghindari konflik kepentingan.
9. Asas kelayakan menjalankan profesi.
10. Asas objektivitas.
11. Asas taat pada sistem hukum dan sistem peradilan.
12. Asas solidaritas karsa dengan dukungan integritas profesi hukum.
13. Asas taat pada disiplin organisasi profesi.37
Dalam konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain:
a. Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan berdasarkan penerapan etis
atas suatu profesi hukum.
b. Kode etik dapat berubah seiring dengan perkembanagan ilmu pengetahuan
dan teknlogi
c. Kode etik harus merupakan pengaturan diri dari profesi itu sendiri yang
prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
d. Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang
tidak etis.38
Dengan demikian, kode etik advokat merupakan kriteria prinsip profesional
yang telah digariskan. Kode etik advokat juga berfungsi untuk mencegah
kemungkinan terjadinya konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok
profesi, atau antara antara anggota kelompok profesi dengan masyarakat.
Selanjutnya menurut Ropaun Rambe menjelaskan bahwa Kode etik advokat
37
H.P Panggabean, Manajemen Advokasi, (Bandung: P.T Alumni, 2010), Cet. Ke-1, h.
74.
38
Daniel S. Lev, Advokat Mencari Legitimasi, h. 190.
27
adalah pengaturan tentang perilaku anggota-anggota, baik dalam interaksi sesama
anggota atau rekan anggota organisasi advokat lainnya maupun dalam kaitannya
di muka pengadilan, baik beracara maupun di luar pengadilan.39
b. Kode Etik Advokat
Di dalam preambul (pembukaan) kode etik advokat Indonesia pada
paragraf 2 disebutkan, bahwa advokat sebagai officium nobile yang dalam
menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undang-Undang
dan kode etik. Maknda kata mendapat perlindungan hukum, Undang-Undang dan
kode etik harus difahami, bahwa advokat juga tidak boleh melanggar hukum,
Undang-Undang dan kode etik. Advokat juga memiliki kebebasan fungsional dan
profesional, tetapi kebebasan tersebut harus didasarkan pada kehormatan, dan
kepribadian bersifat mandiri, terbuka, jujur dan mampu memegang kerahasiaan. 40
Kepribadian advokat sangat mempengaruhi kinerja seorang advokat, oleh
karena itu, mengenai kepribadian advokat telah diatur dalam kode etik advokat,
bahwasanya Advokat adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, Jujur, dalam mempertahankan keadilan
dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam
melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Kode Etik Advokat dan sumpah jabatannya. Kemudian
dilanjutkan dengan hubungan advokat dengan klien, yang dalam menjalankan
39
Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, (Jakarta: Sinar grafika, 2012), h. 50.51.
40
John, Pieris, Etika dan Penegakan Kode Etik Profesi Hukum, (Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2008), h. 95.
28
kuasa dari klien, advokat dan klien wajib menjaga hubungan dan komunikasi yang
baik, dikarenakan penasehat hukum merupakan pekerjaan kepercayaan,41
dan
demi terciptanya proses penyelesaian kasus yang cepat, bersih, dan sesuai dengan
kebenaran. Selain itu, seorang advokat harus senantiasa menjaga hubungan baik
dengan rekan atau teman sejawat. Advokat dalam tugasnya membela dan
melindungi kliennya , harus berjuang keras mengalahkan lawannya yang dibela
pula oleh advokat lain, dan kemungkinan di dalam berperkara akan terjadi
pertarungan dalam mempertahankan dalil argumentasi masing-masing. Oleh
karena itu advokat dalam hubungan sesamanya harus dilandasi sikap saling
menghargai saling kepercayaan, sebab sesama mereka harus mengendalikan
dirinya dengan kode etik dan peraturan yang berlaku.42
Selanjutnya mengenai cara bertindak advokat dalam menangani perkara,
dikatakan bahwa kode etik melarang penasehat hukum untuk melakukan kolusi
atau rekayasa perkara dengan pihak lawannya yang dapat mendatangkan kerugian
bagi klien. Penasehat hukum menurut Undang-Undang dibolehkan melakukan
perdamaian dengan pihak lawannya untuk menyelesaikan perkara, namun harus
dengan izin klien yang bersangkutan.43
Terdapat pula ketentuan lain bagi para
advokat untuk senantiasa menjaga nama baik profesi advokat, advokat tidak
dibenarkan untuk menawarkan diri kepada klien sebelum klien tersebut yang
meminta terlebih dahulu, baik secara secara langsung maupun tidak langsung.
41
Rahmat Rosyadi dan Sri hartini, Advokat dalam Perspektif hukum Islam dan Hukum
Positif, h. 90. 42
Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, h. 71-73. 43
Rahmat Rosyadi dan Sri hartini, Advokat dalam Perspektif hukum Islam dan Hukum
Positif, h. 92.
29
Tidak dibenarkan pula memnafaatkan media massa untuk mencari publisistas
bagi dirinya atau menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya
sebagai advokat dalam menangani perkara yang ditanganinya, kecuali apabila
keterangan yang ia berikan bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum
yang wajib doperjuangkan oleh setiap advokat.44
Dalam kegiatannya, advokat diawasi dewan kehormatan, yang merupakan
pengawas internal sesuai yang tetera dalam kode etik. Selanjutnya advokat juga
diawasi oleh pengadilan yang menyangkut peradilan, sesuai amanat dari Undang-
Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-
Undang Peradilan Umum.45
44
Oemar Seno Adji, Etika Profesional Hukum, Profesi Advokat, (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1991), Cet Ke-1, h. 26.
45
Oemar Seno Adji, Etika Profesional Hukum, Profesi Advokat, h. 57.
30
BAB III
KONSEP BAHTSUL MASAIL DALAM NAHDLATUL ULAMA
A. Nahdlatul Ulama
1. Sejarah Singkat lahirnya NU
Lahirnya Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dari peran sentral
pesantren yang pada kala itu ikut andil dalam peralawanan terhadap kolonialisme,
keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa
Indonesia akibat penjajahan, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk
menempuh perjuangan dan perlawanan. Gerakan pertama muncul pada tahun
1908 yang dikenal dengan kebangkitan nasional, dan kemudian di ikuti dengan
pembentukan organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan ( kebangkitan
tanah air) pada tahun 1916. Selanjutnya didirikan Taswirul Afkar atau Nahdlatul
Fikr (kebangkitan pemikiran), dan Nahdlatul Tujjar (pergerakan kaum
saudagar).46
Setelah melewati beberapa peristiwa penting dan kesadaran akan persatuan
yang ditonjolkan dari kalangan para pejuang kala itu, akhirnya muncullah
kesepakatan untuk mendirikan organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama pada
tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 Masehi.
Dalam konteks berdirinya NU ada dua tokoh penting yang memiliki peran
berbeda tetapi saling mempengaruhi yakni: KH. Wahab Hasbullah sebagai
inisiator, dan tokoh yang paling sentral, namun semua gerakan KH. Wahab
Hasbullah tidak akan berhasil tanpa legitimasi dari KH. Hasyim Asyari sebagai
46
NU Online, Tentang NU, diakses pada 21 April 2016 dari www.nu.or.id/about/sejarah.
31
ulama yang sangat berpengaruh. Oleh karena itu KH. Hasyim Asyari dipilih
sebagai Rais Akbar NU.47
2. Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama
Berdirinya NU tidak dapat dilepaskan dari upaya mempertahankan ajaran
ahlus sunnah wal jama’ah (aswaja) dengan berdasarkan sumber utama yaitu al-
Qur’an, Sunnah, Ijma dan Qiyas. NU didirikan dengan suatu ikhtiar dalam rangka
mempertahankan dan mengembangan ajaran-ajaran yang dianut, maka
pesantrenlah yang dijadikan wadah atau sarana utama dan sebagai benteng,
dengan menjadikan para kiai sebagai tokoh sentral dalam melakukan
pengembangan pengajaran melalui kitab-kitab yang menjadi referensi NU.48
a. Definisi Aswaja
Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang biasa disingkat dengan Aswaja secara
bahasa berasal dari kata ahlun, yang artinya keluarga, golongan atau pengikut.
Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti Sunnah (perkataan, pemikiran
atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW). sedangkan al- jama’ah berarti
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Ketika dikaitkan dengan madzhab, maka
dapat diartikan dengan sekumpulan orang yang berpegang teguh pada salah satu
imam madzhab dengan tujuan memperoleh tuntunan atau gambaran yang jelas
terkait agama Islam.49
47
Mahbub Daryanto, Sejarah dan Perkembangan NU, diakses pada tanggal 21 April
2016, dari https://jambi.kemenag.go.id/file/artikel/jrbt1412913205.pdf
48
Laode Ida, NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme, (Jakarta: Erlangga, 2004), h.
7-8. 49
Said Aqil Siraj, Ahlussunnah wal Jama’ah: Sebuah Kritik Historis, (Jakarta: Pustaka
Cendikia Muda, 2008) h. 6.
32
Dalam pengertian lain, aswaja diartikan sebagai golongan umat Islam
yang dalam bidang tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan al- Asyari dan
Abu Mansur al- Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqh menganut paham
dari empat imam madzhab yakni, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, serta
dalam bidang tasawuf mengikut pada paham Imam al- Gahazali dan Imam Junaid
al- Baghdadi.50
Ketiga aspek tersebut kemudian disejalankan dengan tiga sendi
utama aswaja yaitu, Iman, Islam dan Ihsan. Dari sisi keilmuan, ketiga sendi
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Namun dalam
perkembangannya, para ulama mengadakan pemisahan, sehingga menjadi bagian
ilmu tersendiri.51
b. Aswaja dalam Nahdlatul Ulama
NU dan Aswaja merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
baik dalam konteks keagamaan maupun dalam berbagai aspek kehidupan lain.
Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan titik awal dari pendirian Nahdlatul Ulama
oleh para ulama, yang memberikan inpirasi bagi sebahagian besar umat Islam di
tanah air, dengan misi mengedepankan toleransi dan moderatisme dalam paham
keagamaan, melalui wajah Islam yang rahmatan lil alamin. 52
Konsep Aswaja yang dirumuskan oleh ulama-ulama NU diterima tanpa
pertanyaan untuk waktu yang lama, hal ini sesuai dengan paham tradisonalisme
50
Ali Khaidar, Nahdlatul Ulama dan Islam Indonesia: Pendekatan Fiqh dalam Politik,
(Jakarta: Gramedia, 1995), h. 69-70.
51
Abdul Halim, Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Politisi Nahdlatul Ulama Perspektif
Hermeneutika Gender, (Jakarta: LP3ES, 2010), h. 30.
52
Zuhairi Mizrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari : Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaan, (Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, 2010), h. 105.
33
madzhabiyah yang menjadi panutan ulama-ulama NU selama ini. Adalah Said
Aqil Siradj yang pertama kali mengemukakan kritiknya terhadap aswaja yang
telah diterima sebagai paradigma keagamaan yang mencakup doktrin akidah, fiqh
dan tasawuf. Dari kritikan tersebut, selanjutnya mengundang reaksi yang
menentang dan cenderung sangat mengecam kritik Said Aqil Siradj tersebut.53
Terlepas dari perdebatan mengenai aswaja, NU yang dalam hal ini
merupakan salah satu organisasi keislaman terbesar di Indonesia tetap meneladani
dan tidak mengalami pergeseran makna terhadap aswaja. Hal ini terbukti dengan
tetap dijadikannya empat madzhab sebagai rujukan atas permasalahan-permasalah
fiqh, Abu Hasan al- Asyari dan Abu Mansur al- Maturidi dalam bidang teologi,
dan Imam al- Ghazali dan Imam Junaid al- Baghdadi dalam bidang tasawuf. Ciri
utama aswaja NU adalah sikap al- tawassuth, al- tawazun, al- i’tidal dan tasamuh
( Tengah-tengah dan atau keseimbangan), yakni selalu seimbang dalam
menggunakan dalil, antara dalil aqli dan dalil naqli.54
Dengan berpangkal pada tiga pandangan pokok tersebut, NU dengan
mengantisipasi perubahan zaman, terutama dalam bidang hukum dan politik,
selain mengacu pada al- Qur’an, al- Hadis dan Qiyas, juga mengacu pada lima
pokok tujuan syariah, sebagaimana dikemukakan oleh imam al- Syatibi yakni:
melindungi agama, jiwa, keturunan atau kehormatan, harta dan akal sehat. Kelima
hal tersebut juga ditopang oleh kaidah-kaidah fiqh yang menjadi pijakan NU
53
Djohan Effendi, Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi, ( Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2010), h. 263.
54
Masyhudi Muchtar dkk, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Alussunnah wal Jama’ah yang
Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama, (Surabaya: Khalista, 2007), h. 3.
34
dalam melaksanakan kewajibannya sebagai sebuah organisasi keagamaan yang
telah mendapat kepercayaan oleh masyarakat luas dalam rangka membimbing dan
memberi penyuluhan serta jawaban atas permasalahan-permasalahan keagamaan
yang muncul di tengah masyarakat.55
B. Bahtsul Masail NU
1. Sekilas tentang Bahtsul Masail
Secara historis Lajnah Bahtsul Masail atau yang disingkat (LBM), yang
merupakan institusi pembahasan masalah secara mendalam. Kegiatan ini
berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan sosial, politik, budaya,
ekonomi, keamanan dan kesehatan. Jadi LBM bergerak sebagai wahana kreasi
penumpahan gagasan antar para kiai atau santri dalam memecahkan berbagai
masalah keagamaan riil yang terjadi di masyarakat, terutama yang terkait dengan
hukum Islam (fiqh).56
Hukum fiqh yang dimaksud dalam hal ini adalah hukum agama yang
digali dan ditemukan melalui penalaran dan argumentsi para mujtahid, baik
mujtahid mutlak, secara individual maupun kolektif, mengenai suatu masalah
praktis dan bersifat cabang yang didasarkan atas dugaan kuat terhadap dalil-dalil
yang terperinci.57
Berdasarkan Muktamar Nahdlatul Ulama ke- 33 di Jombang,
55
Badrun Alaena, NU: Kritisme dan Pergeseran Makna Aswaja, (Yogyakarta: Tiara
Wacan Yogya, 2000), h. 51.
56
Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama, (Surabaya, LTN NU Jawa Timur dan Diantama, 2004), h.
xix.
57
Ahmad Zahro, Lajnah Bahtsul Masail Tradisi Intelektual NU, (Yogyakarta:
LKiS,2004), h. 6.
35
komisi dalam lembaga bahtsul masail Nahdaltul Ulama dibagi menjadi enam,
komisi bahtsul masail al- Diniyyah al- Waqi’iyah, bahtsul masail al- Diniyah al-
Maudlu’iyah, bahtsul masail al- Diniyah al- Qanuniyah, organisasi, program, dan
komisi rekomendasi.
Dengan pemikiran yang interpretatif atas teks-teks fiqh yang ada, para kiai
akan mengetahui latar pemikiran hazanah-hazanah klasik yang telah menjadi
bahan perbincangan primer kiai. Begitu juga secara metodologis, pemikiran fiqh
tidak lagi terkungkung dengan rujukan teks (qauli) saja, tetapi harus diimbangi
dengan pembongkaran (dekonstruksi) konteks. Atau dengan kata lain, berfiqh
tidak harus secara teks (madzhab qauli) tetapi juga dengan metodologi yang
kontekstual (manhaj). Sedangkan wacana filosofis merupakan alternatif baru
dalam mengembangan fiqh manhaji yang mulai dipakai oleh para kiai NU.58
Adapun pola berfiqh yang berlaku dalam tradisi NU mengikuti kerangka
fiqh madzhab Syafi’i, namun dalam perjalannya proses penggalian hukum fiqh
tersebut juga tidak terlepas dari madzhab lainnya, seperti madzhab Maliki, Hanafi,
dan Hanbali.59
Kenyataan mengenai terlalu dominannya madzhab Syafi’i memang
ada, terlebih dalam pengkajian hukum dalam bahtsul masail NU. Meski demikian,
menurut Sahal Mahfudh “dominasi mazhab Syafi’i bukan berarti ulama NU
menolak pendapat (aqwal) di luar ulama Syafi’iyah. Hal itu dilakukan lantaran
para kiai NU memang tidak mempunyai referensi di luar madzhab Syafi’i semisal
kitab al- Mudawanah (Imam Malik), Kanz al- Wushul ( Bazdawi al_ Hanafi), al-
58
Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKiS, 1994), h. vi.
59
Ahmad Baso, NU STUDIES, Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam
dan Fundamentaisme Liberal, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 39.
36
Ihkam fi Ushul al- Ahkam ( Ibn Hazm), Raudhat al- Nazhir wa Jannat al-
Munazhir fi Ushul al- Fiqh (Ibn Qudamah al- Hanbali) dan lain-lain. Oleh karena
itu tidak heran jika dalam putusan bahtsul masail NU sarat akan referensi dari
kitab-kitab Syafi’i, dan bilapun ada selain itu, maka tetap akan digunakan selama
bisa dinalar dan tidak bertentangan dengan akar kultural daerah setempat.60
2. Bahtsul masail dalam Nahdaltul Ulama
Di kalangan Nahdlatul Ulama, Bahtsul Masail merupakan tradisi
intelektual yang sudah berlangsung lama. Sebelum Nahdlatul Ulama berdiri dalam
bentuk organisasi formal, aktivitas bahtsul masail telah berlangsung sebagai
praktek yang hidup di tengah masyarakat muslim nusantara, khususnya kalangan
pesantren. NU kemudian melanjutkan tradisi tersebut mengadopsinya sebagai
bahagian dari kegiatan keorganisasian. Bahtsul Masail sebagai bagian dari
aktivitas formal pertama dilakukan tahun 1962, beberapa bulan setelah NU
berdiri, tepatnya pada kongres I NU (kini disebut muktamar) tanggal 21-23
September 1926. Selama beberapa dekade, forum bahtsul masail ditempatkan
sebagai salah satu komisi yang membahas materi muktamar.61
Adapun cikal bakal terbentuknya Lembaga Bahtsul Masail yang telah
dikenal saat ini dimulai dari sebuah rekomendasi yang secara institusional
mengemuka pada Muktamar XXVIII di Yogyakarta, tahun 1989. Pada saat itu
Komisi I merekomendasikan kepada PBNU untuk membentuk Lajnah Bahtsul
60
Ahmad Sahal dkk, Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan, (
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015), h. 55. 61
Soeleiman Fadeli, ANTOLOGI NU : Sejarah Istinbath Amaliah Uswah Cet- II (
Surabaya: Khalista , 2008), h. 7-11.
37
Masail Diniyah sebagai lembaga permanen yang fokus pada soal-soal keagamaan.
Rekomendasi Komisi I digodok lagi dalam halaqah Denanyar, 26-28 Januari
1990, berdasarkan beberapa rekomendasi tersebut, akhirnya PBNU menerbitkan
Surat Keputusan No. 30/A.I.05/5/1990 perihal terbentuknya Lajnah Bahtsul
Masail Diniyah. Sejak saat itu, Lembaga Bahtsul Masail menjadi forum resmi
yang memiliki wewenang menjawab segala keagamaan yang dihadapi masyarakat
NU.62
Melihat peranan Lembaga Bahtsul Masail tersebut, bukan berarti dalam
perjalanannya tidak menemui hambatan berupa kelemahan yang masih perlu
diperhatikan:
a. Kelemahan yang bersifat teknis (kaifiyatul bathsi), yakni belum ada
ketegasan yang bersifat jama’i mengenai pola bermadzhab antara manhaj
dan qauli.
b. Kelemahan organisatoris, yakni belum terkondisinya dan belum bakunya
hirarki keputusan bahtsul masail yang diselenggarakan sebagai tingkatan,
mulai dari tingkatan muktamar sampai tingkat ranting serta di pesantren-
pesantren.
c. Kelemahan komitmen dan kesadaran untuk mensosialisasikan dan
melakukannya secara baik hasil putusan bahtsul masail.63
3. Istinbath Hukum dalam Bahtsul Masail
62
Vivin Baharu Sururi, Jurnal Bimas Islam: Metode Istinbat Hukum di Lembaga Bahtsul
Masail NU, ( jakarta: 2013), vol 6, No 3, h. 428.429.
63
Busyairi Harits, Islam NU : Pengawal Tradisi sunni Indonesia, (Surabaya: Khalista,
2010), h. 57-58.
38
Di kalangan NU, istinbath hukum diartikan bukan mengambil hukum
secara langsung dari sumber hukum utama yakni, al- Qur’an dan al- Sunnah,
melainkan dilakukan dengan mentahbibkan secara dinamis nas-nas yang telah
dielaborasi fuqaha kepada persoalan (waqi’iyyah) yang dicari hukumnya. Istinbath
hukum langsung dari sumber primer yang cenderung kepada pengertian ijtihad
mutlak, bagi ulama NU masih sangat sulit dilakukan karena keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki dan dinilai masih sangat jauh dari kriteria sebagai
seorang mujtahid.64
Pada muktamar ke- 28 di Krapyak Yogyakarta yang kemudian dikukuhkan
dalam Munas Alim Ulama di lampung pada 1992. Dalam hasil munas tersebut,
diantaranya disebutkan perlunya bermadzhab secara manhaji (metodologis), serta
merekomendasikan kepada para kiai NU yang sudah mempunyai kemampuan
intelektual cukup untuk beristinbath langsung dari teks dasar. Jika tidak mampu,
maka diadakan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif), yang dapat berupa penggalian dari
teks asal maupun ilhaq (qiyas).65
Berikut kutipan hasil Munas Alim Ulama yang diselenggarakan di Bandar
Lampung pada tanggal 16-20 Rajab 1412 H/ 21-25 Januari 1992 H:
Ketentuan umum
1) Yang dimaksud dengan kitab adalah al kutub al mu’tabarah, yaitu kitab-
kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wal
jama’ah (rumusan muktamar ke XXVII).
64
Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU, (Semarang: Walisongo Press, 2009), h. 47.
65
Sahal Mahfudh, Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU, diakses pada 23 April 2016
dari http://www.nu.or.id/post/read/7199/bahtsul-masail-dan-istinbath-hukum-nu.
39
2) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara qauli adalah mengikuti
pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu.
3) Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah bermadzhab
dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah
disusun oleh imam madzhab.
4) Yang dimaksud dengan istinbath adalah mengeluarkan hukum syariat
dari dalilnya dengan qawa’id ushuliyyah dan qawaid fiqhiyyah.
5) Yang dimaksud dengan qauli adalah pendapat imam madzhab.
6) Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama madzhab.
7) Yang dimaksud dengan taqrir jama’i adalah upaya secara kolektif untuk
menetapkan pilihan terhadap satu qaul/wajah diantara beberapa
qaul/wajah.
8) Yang di maksud dengan ilhaq (ilhaqul masail bi nadza’iriha) adalah
menyamakan hukum suatu kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab
dengan kasus/masalah serupa yang telah di jawab oleh kitab
(menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi).
9) Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk
membahas suatu kasus/masalah, baik hanya berupa judul masalah
maupun disertai pokok-pokok pikiran atau hasil pembahasan awal
dengan maksud dimintakan tanggapan.
10) Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu
bahtsu al masail oleh pengurus besar syuriah NU, munas alim ulama
atau muktamar NU.
40
a. Sistem Pengambilan Ketentuan Hukum
1. Prosedur Penjawaban Masalah
Keputusan bahtsul masail dilingkungan Nahdlatul Ulama dibuat
dalam kerangka bermadzhab kepada salah satu dari empat madzhab
disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qauli. Oleh karena
itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai
berikut:
a. Dalam kasus ketika jawaban dicukupi oleh ibarat kitab dan disana
hanya ada satu qaul/wajah maka dipakailah qaul/wajah sebagaimana
diterangkan dalam ibarat tersebut.
b. Kasus ketika jawaban bisa dicakupi oleh ibarat kitab dan disana
terdapat lebih dari satu qaul/wajah, maka dilakukan taqrir jama’i
untuk memilih satu qaul/wajah.
c. Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah, sama sekali yang memberikan
penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul masail bi naza’ieiha
secara jama’i oleh para ahlinya.
d. Dalam kasus tidak satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin
dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’i dengan prosedur
bermadzhab secara manhaji oleh para ahlinya.
2. Hirarki Keputusan Bahtsul Masail
a) Seluruh keputusan Bahtsul Masail di lingkungan Nahdlatul Ulama
yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan
ini, baik yang diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun
41
diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling
membatalkan.
b) Suatu keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya
ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh pengurus besar syuriah
Nahdlatul Ulama tanpa harus menunggu alim ulama dan muktamar.
c) Sifat keputusan dalam Bahtsul Masail tingkat munas dan muktamar
adalah :
1) Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan
sebelumnya dan / atau,
2) Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai
dampak yang lebih luas disegala bidang.
3. Kerangka Analisis Masalah
Terutama dalam memecahkan masalah sosial, bahtsul masail
hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah (yang
sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain sebagai berikut :
a. Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai
faktor) antara lain :
1) Faktor ekonomi
2) Faktor budaya
3) Faktor politik
4) Faktor sosial dan lainnya
42
b. Analisa dampak (dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh
suatu kasus yang hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai
aspek) antara lain :
1) Secara sosial ekonomi
2) Secara sosial budaya
3) Secara sosial politik
4) Dan lain-lain
c. Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimbangkan
latar belakang dan dampaknya disegala bidang). Di samping
keputusan fiqh/yuridis formal, keputusan ini juga memperhatikan
pertimbangan Islam dan hukum positif, yaitu :
1) Status hukum (al- Ahkam al- Khamsah / sah-batal).
2) Dasar dari ajaran ahlussunnah wal jamaah.
3) Hukum positif
d. Analisa tindakan, peran dan pengawasan (apa yang harus dilakukan
sebagai konsekuensi dari fatwa di atas) kemudian siapa saja yang
melakukan, bagaimana kapan dan dimana hal itu hendak dilakukan,
serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai
rencana.
1) Jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan negara dengan
sasaran mempengaruhi kebijakan pemerintah).
43
2) Jalur budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan kesadaran
masyarakat melalui media massa dan forum seperti pengajian dan
lain-lain.
3) Jalur ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat)
4) Jalur sosial lainnya (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat,
kesehatan lingkungan dan seterusnya).
b. Petunjuk Pelaksanaan
1. Prosedur pemilihan Qaul/Wajah.
a. Ketika dijumpai beberapa qaul/wajah dalam satu masalah yang sama,
maka diusahakan memilih satu pendapat.
b. Pemilihan salah satu pendapat dilakukan dengan:
1) Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahat dan/atau yang
lebih kuat.
2) Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan Muktamar NU
ke 1, bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan memilih:
a) Pendapat yang disepakati oleh al- Syaikhani (Imam Nawawi dan
Imam ar- Rafi’i).
b) Pendapat yang dipegang oleh Imam Nawawi saja.
c) Pendapat yang di pegang oleh Imam Rafi’i saja.
d) Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.
e) Pendapat ulama yang terpandai.
2. Prosedur Ilhaq
Dalam hal ketika suatu masalah/kasus belum dipecahkan dalam
kitab, maka masalah/kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul
44
masail binaza’iriha secara jama’i. Ilhaq dilakukan dengan
memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ilaih, dan wajhul ilhaq yang ahli.
3. Prosedur Istinbath
`Dalam hal ketika tidak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak
adanya mulhaq bih dan wajah ilhaq sama sekali di dalam kitab, maka
dilakukan istinbath secara jama’i yaitu dengan mempraktekkan qawaid
al- ushuliyyah dan qawaid al- fiqhiyyah oleh para ahlinya.
Adapun metode istibath hukum pasca Munas di Lampung di bagi dalam
empat metode yang kemudian digunakan secara berurut. Pertama bermadzhab
secara qauli (mengutip langsung dari naskah kitab rujukan). Kedua, manhaji
(menelusuri dan mengikuti metode istinbath dari 4 madzhab). Ketiga, ihaqi
(menganalogi masalah tertentu yang belum ada dasar hukumnya dengan kasus
serupa dengan masalah yang telah ada dalam suatu kitab rujukan, dan keempat,
istinbath jama’i (penggalian dan penetapan hukum secara kolektif.66
C. Hasil Bahtsul Masail NU tentang Advokat
Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Bahtsul Masail NU, para
ulama terlebih dahulu mendeskripikan masalah yang akan dibahas, seperti halnya
pada kasus pengharaman advokat dalam fatwanya berdasarkan pada hasil
deskripsi, bahwasanya setiap orang yang mempunyai masalah hukum baik terkait
hukum pidana maupun hukum perdata dapat menggunakan jasa advokat. Advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik konsultasi maupun litigasi
66
Ahmad Zahro, Tradisi Intelktual NU, h. 143.
45
(pendampingan di persidangan), dan atas jasa hukum yang diberikan dia berkat
atas honor, terkadang ditambah honor yang disepakati sebelumnya. Advokat yang
mendampingi klien berhak memastikan bahwa proses hukum yang dijalani oleh
kliennya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian,
kliennya akan menadapatkan keadilan profesi tersebut.
Dalam beberapa kasus, baik perkara pidana maupun perdata, advokat
bertindak melampaui kewenangan, semata-mata untuk memenangkan kliennya.
Seperti menyodorkan bukti-bukti palsu, mengarahkan saksi-saksi untuk
berbohong, dan lainnya. Apalagi kebenaran perkara pidana didasarkan pada
kebenaran materil, dan kebenaran perdata hanya didasarkan pada bukti-bukti
formal.
Pada saat pemerintah dan masyarakat berjihad memberantas korupsi dan
narkoba, justru ada sebahagian advokat dengan berdasar pada asas praduga tak
bersalah berusaha membela mati-matian untuk membebaskannya dari dari jerat
hukum. Maka timbullah pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi
memenangkan kliennya?. Misalnya, dalam perkara perdata, dimana pelaku
yang memiliki KTP atau sertifikat tanah yang secara bukti formal benar
akan tetapi sejatinya salah.
2. Apa hukum honor advokat yang membela klien yang terduga salah, seperti
kasus korupsi atau narkoba?
Adapun jawaban dari pertanyaan tersebut adalah:
46
1. Hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi
memenangkan klienya adalah haram, karena beberapa alasan, diantaranya:
a) Menghalangi pihak lain untuk mendapatkan haknya.
b) Terdapat unsur manipulasi atau membantu kezaliman.
2. Pada dasarnya hukum honor advokat adalah halal. Adapun jika advokat
tersebut dalam rangka membela klien yang terduga salah, maka diperinci
(tafshil) sebagai berikut:
a) Apabila ia yakin atau punya dugaan kuat bahwa upayanya adalah
untuk membela kebenaran maka hukum honornya adalah halal.
b) Apabila ia yakin atau punya dugaan bahwa upayanya untuk
melawan kebenaran maka hukumnya adalah haram.
47
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN BAHTSUL MASAIL NU TENTANG ADVOKAT
A. KONSEP MASLAHAT SEBAGAI HUJJAH DIHARAMKANNYA
ADVOKAT DALAM NU
Advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan demi
penegakan hukum yang berdasarkan kepada keadilan, serta turut menegakkan hak
asasi manusia.67
Begitupula dalam pandangan Islam, profesi advokat merupakan
profesi yang dibolehkan dan telah dipraktekkan pada zaman Rasulullah, para
sahabat dan generasi setelahnya, hanya saja tidak sepenuhnya sama dengan
advokat yang ada pada saat ini. Diantaranya dalil yang terkait dengan kebolehan
advokat sebagai berikut:
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya
memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh
kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan
keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan
pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada
masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami
tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud.
Dan kamilah yang melakukannya. (QS. al-Anbiya: 78-79).
67
Made Somya Putra, Kode Etik Advokat Indonesia, diakses pada tanggal 10 Juni 2016
dari https://lawyersinbali.wordpress.com/2013/04/17/profesi-dan-kode-etik-profesi-advokat-
indonesia/
48
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Nisa: 135).
Ayat di atas sangat erat kaitannya dengan penegakan keadilan, tanpa
memandang siapapun, kedudukan dan strata sosial. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan para penegak hukum, baik dalam lingkup pengadilan maupun di luar
pengadilan yang meliputi, hakim, jaksa, saksi, dan pemberi jasa bantuan hukum
(advokat). Kemudian dalam hadis Nabi SAW disebutkan:
Artinya: Dan Allah akan menolong hambanya, selama hambanya
menolong saudaranya.68
Hadis tersebut dapat dijadikan motivasi para advokat untuk senantiasa
menolong kelien yang membutuhkan bantuan, tanpa memandang kasus, siapa, dan
bagaimana latar belakangnya. Begitu pula dalam prakteknya, advokat dituntut
untuk bersifat profesional dan sesuai dengan standar kompetensi, sesuai dengan
hadis Rasululllah SAW:
Artinya: Apabila kepengurusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kehancuran itu.69
68
Arifin Rada, Esensi Keberadaan Advokat Menurut Hukum Islam, Ahkam: Vol. XIV, No. 1,
Januari 2014, h. 116.
69
Arifin Rada, Esensi Keberadaan Advokat Menurut Hukum Islam, h. 116.
49
Dalam menjalankan profesinya, seorang advokat tidak hanya bisa
bermodalkan pengetahuan dan pengalaman semata, namun diperlukan pula
adanya pemahaman mendalam terkait nilai moral dan agama. Advokat harus
memegang teguh sumpahnya dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan
kebenaran dalam membela, bertindak dan menunaikan tugasnya. Demi terciptanya
proses peradilan yang jujur, bersih, dan sesuai aturan.
Islam memang membolehkan profesi tersebut asal tidak bertentangan
dengan syariat. Berkaitan dengan hal ini, Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama memberikan fatwa haram kepada advokat yang menghalalkan segala cara
untuk membela kliennya. Dengan rincian jika ia yakin bahwa upayanya adalah
untuk membela kebenaran maka hukumnya adalah halal, dan apabila ia yakin
bahwa upayanya itu untuk melawan kebenaran maka hukumnya haram.
Bila dicermati dari aspek sosiologis, fatwa ini lahir berdasarkan runtutan
kejadian yang terjadi pada beberapa tahun terakhir, dunia peradilan Indonesia
kembali tercoreng oleh banyaknya praktik-praktik nakal dari pada pihak di
lingkup pengadilan maupun di luar pengadilan. Istilah mafia hukum merupakan
istilah yang sudah tidak asing lagi, kerap muncul diberbagai pemberitaan media,
dan penyebutan istilah mafia hukum berawal dari masa pemerintahan Presiden
SBY. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) yang dibentuk
melalui keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2009 mendefinisikan mafia hukum
sebagai praktik menjual belikan atau menyalah gunakan kedudukan dan
kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim, baik yang sifatnya
terorganisir dan sistematis, maupun yang dilakukan atas inisiatif aparat penegak
50
hukum dan hakim atau atas bujukan pihak lain, sehingga hukum tidak ditegakkan
sebagai mana mestinya.70
Mencuatnya kasus mafia hukum bermula setelah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Eddy
Nasution karena (sangkaan) penyuapan. Terlebih lagi operasi tangkap tangan itu
diikuti dengan pencekalan atas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi untuk
bepergian ke luar negeri. KPK pun menyita dokumen perkara dan uang yang
terdiri atas berbagai pecahan uang asing senilai Rp1,7 miliar dari kantor dan
rumah Nurhadi yang digeledahnya. Istilah mafia hukum atau mafia peradilan pun
hampir setiap hari muncul di berbagai media massa, hingga diangkat sebagai
topik dialog beberapa kali oleh beberapa stasiun televisi.71
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Advokat Nomor 18 tahun 2003 disebutkan
bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin
oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Tetapi pada kenyataannya, para
advokat kerap terlibat masalah hukum, seperti kasus mafia hukum dan beberapa
kasus lain yang terkait dengan pelanggaran advokat. Hal tersebut juga
diungkapkan oleh anggota komisi yudisial Imam Anshori yang menilai masih
banyak usaha main belakang yang dilakukan oleh para advokat dalam
memperjuangkan kepentingan kliennya. Menurut Imam, hakim agung harus
70
Toni Pambakng, Modus Operan di Mafia Hukum, diakses pada tanggal 10 Juni 2016,
dari http://www.kompasiana.com/tonipabayo/modus-operandi-mafia-
hukum_54f367c67455139e2b6c7469
71
Mahfud MD, Mafia Hukum itu Ada, diakses pada tanggal 10Juni 2016, dari
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=3&date=2016-04-30
51
waspada karena advokat yang nekat akan mempengaruhi hakim dengan berbagai
cara.72
Berawal dari kasus tersebut, beberapa kasus bermunculan setelahnya, kali
ini melibatkan pengacara atau advokat. Dua pengacara menjadi tersangka dan
ditahan karena diduga terlibat makelar kasus dan suap terhadap penegak hukum.
Advokat Haposan Hutagalung, yang menjadi kuasa hukum Gayus HP Tambunan,
pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menjadi tersangka dan
ditahan polri karena diduga terlibat merekayasa kasus yang menjerat kliennya.
Pengacara Adner Sirait menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) karena diduga menyuap hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Jakarta.73
Berikutnya beberapa kasus mafia hukum lain melibatkan advokat dalam
kasus suap dan korupsi yang terjadi di tahun-tahun setelahnya, dintaranya: Mario
C Bernardo, dalam kasus suap yang ditangkap KPK setelah sebelumnya
menyerahkan uang kepada pegawai MA Djody Supratman, dan divonis
pengadilan tipikor jakarta dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp200
juta.74
Susi Tur Andayani, terlibat sebagai perantara suap mantan ketua MK M.
Akil Mochtar dalam sengketa pilkada, yang pada awalnya divonis 5 tahun penjara
72
Muhammad Rizki, 7 Pengacara Bermasalah Versi ICW, diakses pada tanggal 10 Juni
2016, dari https://m.tempo.co/read/news/2013/07/29/063500415/7-pengacara-bermasalah-versi-
icw/1
73
Kompas , Mafia Hukum: Advokat yang Terlibat Akan Diperiksa, diakses pada tanggal
10 Juni 2016 dari http://www.antikorupsi.org/id/content/mafia-hukum-advokat-yang-terlibat-akan-
diperiksa
74
Aries Setiawan danBayu Nugraha, 10 Tahun: 10 Pengacara Terlibat Korupsi,diakses
pada tanggal 11 Juni 2016, dari http://nasional.news.viva.co.id/news/read/652434-10-tahun--10-
pengacara-terlibat-kasus-korupsi
52
oleh majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta dan pengadilan tinggi DKI. Namun,
saat kasasi ia justru divonis 7 tahun penjara.75
M Yagari Bhastara Guntur alias
Gary, yang merupakan anak buah dari pengacara kondang OC Kaligis, divonis 2
tahun penjara. Selain itu ia juga dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider 6
bulan kurungan. Hakim pengadilan TIPIKOR menyatakan Gary terbukti ikut
memberikan uang senilai total US$ 27 ribu dan 5 ribu dolar Singapura untuk
hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.76
Di tahun yang sama setelah penangkapan Gary, kembali terjadi kasus yang
melibatkan advokat senior O.C Kaligis yang didakwa menyuap 3 hakim PTUN
Medan yaitu Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim sebesar 5 ribu dolar
Singapura dan 15 ribu dolar AS, dua anggota majelis hakim yaitu Dermawan
Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5 ribu dolar AS serta Syamsir Yusfan
selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2 ribu dolar AS sehingga totalnya 27 ribu
dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura. Setelah menjalani proses persidangan yang
panjang, hakim menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta
subsider empat bulan kurungan.77
75 Dian Pramita, Para Pengacara Ini Tersandung Kasus Korupsi, diakses pada tanggal 11
Juni 2016, dari https://m.tempo.co/read/news/2015/07/15/063684236/para-pengacara-ini-
tersandung-kasus-korupsi
76 Liputan 6, Vonis 2 Tahun Penjara untuk Anak Buah OC Kaligis, diakses pada tanggal
11 Juni 2016, dari http://news.liputan6.com/read/2438845/vonis-2-tahun-penjara-untuk-anak-
buah-oc-kaligis
77
Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Anggap Vonis Tak Sesuai, O.C Kaligis Ajukan
Banding, diakses pada tanggal 11 Juni 2016, dari
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/19095931/Anggap.Vonis.Tak.Sesuai.OC.Kaligis.Aju
kan.Banding
53
Beberapa kasus di atas hanya sebahagian kecil dari banyaknya
pelanggaran yang melibatkan advokat, baik pelanggaran berat ataupun yang
tergolong ringan. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran advokat yaitu Advokat tidak
boleh melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Mengabaikan atau menterlantarkan
kepentingan kliennya; 2) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap
lawan atau rekan seprofesinya; 3) Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata atau
mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan atau pengadilan. 4) Berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan kewajiban, kehormatan atau harkat dan martabat profesinya.
5) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau
perbuatan tercela. 6) Melanggar sumpah/janji advokat dan/ atau kode etik profesi
advokat.78
Berangkat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran dalam penegakan
hukum di lingkup pengadilan, Nahdlatul Ulama sebagai salah satu ormas Islam
terbesar di Indonesia menilai, kondisi politik dan hukum di negara ini semakin
hari semakin memburuk. Hampir setiap hari di berbagai media massa diberitakan
terkait pelanggaran-pelanggaran dalam sistem peradilan kita, dengan berbagai
jenis kasus dan pelakunya. Hingga akhirnya, pada muktamar ke- 33 nahdlatul
ulama di Jombang, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa tersebut melalui forum
78
Yunasril Yuzar Mandahiliang, Bentuk-Bentuk Pelanggaran Advokat, diakses pada
tanggal 11 Juni 2016, dari http://www.kompasiana.com/advokatcirebon/bentuk-bentuk-
pelanggaran-advokat_55000fe98133112819fa7027
54
bahtsul masail waqi’iyah. Adapun argumen Nahdlatul Ulama berlandaskan pada
salah satu Hadis Rasulullah SAW:
Artinya: Dari Ummu Salamah dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam
bersabda: Saya hanyalah manusia biasa, dan kalian mengadukan sengketa
kepadaku, siapa tau diantara kalian lebih pandai bersilat lidah dengan
alasannya dari sebagian lain, sehingga aku memutuskan sebatas yang aku
dengar, maka barang siapa ku utuskan menang, dengan mendzalimi hak
saudaranya , janganlah ia mengambilnya, sebab aku akan mengambil
sulutan api neraka baginya.
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa Rasulullah dengan tegas
melarang seseorang membela saudaranya sehingga mendzalimi hak saudaranya
yang lain. Fatwa tersebut tentu sangat relevan dengan banyaknya fenomena
pelanggaran yang dilakukan oleh para advokat. Dan fatwa ini sesuai dengan
tujuan agama Islam sebagai agama yang sangat mengedepankan kemaslahatan
dalam setiap hukumnya, sehingga lahir kebaikan dan kemanfaatan serta
terhindarkan dari kerusakan. menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan di
muka bumi, juga sebagai bukti pengabdian kepada Allah.80
Fatwa ini tentunya sangat mempertimbangkan kemaslahatan bagi
masyarakat Indonesia, karena jika para penjahat yang jelas-jelas bersalah akan
tetapi dibela dengan tujuan agar mendapatkan kelonggaran hukum, dikhawatirkan
79
Abu Hasan Nurdin Muhammad Ibnu Abdul Hadi al- Sindi, Shahih Bukhari, (Beirut:
Darul Kutub al- Ilmiyat, 1994), h. 394.
80
Asmawi, Teorii Maslahat dalam Relevansinya dengan Perundang-Undangan Pidana
Khusus di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang dan Kementerian agama RI, 2010), h. 39.
55
para pelaku kejahatan semakin berani melakukan kejahatannya dan memanfaatkan
profesi advokat untuk meringankan hukuman atas kejahatan yang mereka
lakukan. Contohnya dalam kasus-kasus besar, seorang koruptor yang telah
merampok uang rakyat atau seorang bandar narkoba yang telah meracuni ribuan
anak bangsa dibela oleh seorang advokat sehingga mendapatkan keringanan
hukum, maka madharat yang ditimbulkan akan lebih banyak dan efek jera bagi
pelaku pun menjadi berkurang. Dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan
Kehakiman No. 48 Tahun 2009 Pasal 56 menyebutkan bahwa setiap orang yang
tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. akan tetapi advokat hanya
boleh membantunya dalam membela hak-haknya saja, dan tidak diperbolehkan
menghalalkan segala cara untuk menutupi kesalahan dan membebaskan kliennya
dari hukuman atas perbuatan yang dilakukannya.
Dalam hal ini, peran advokat sangat dibutuhkan oleh para terdakwa atau
tersangka dalam menjalankan proses hukumnya tidak menutup kemungkinan para
terdakwa/tersangka meminta pihak advokat untuk melakukan segala cara yang
dapat meringankan hukumannya, dan tentunya dengan bayaran yang tidak sedikit
pula. Hal ini seakan memicu persaingan dari para advokat untuk bisa menjadi
yang terbaik di antara mereka, agar dapat ditunjuk sebagai pemberi bantuan
hukum bagi para pelaku kejahatan.
Korupsi dan narkoba tergolong dalam kejahatan luar biasa, kasus ini yang
kemudian banyak menggunakan jasa advokat dalam menjalankan proses hukum
para pelaku kejahatan. Alasan korupsi dikatakan demikian menurut penasihat
KPK Abdullah Hemahua dikarenakan tiga alasan. Pertama, korupsi di Indonesia
56
bersifat transnasional, dimana hasil korupsi dikirim atau disimpan di negara lain.
Kedua, pembuktian dan pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan usaha
ekstra keras. Ketiga, dampak dari korupsi sangat luar biasa. Misalnya dari sektor
ekonomi, hutang luar negeri Indonesia mencapai 1.227 triliun, dan tiap tahunnya
akan selalu bertambah seiring banyaknya kasus korupsi yang merugikan negara.81
Dalam bahasa hukum Islam sendiri, korupsi bisa ditelusuri melalui istilah
risywah (suap), sariqah (pencurian), al- ghasy (penipuan), ghulul (penggelapan)
dan khianat (ingkar terhadap jabatan. Secara teoritis kedudukan korupsi
merupakan tindakan kriminal (jinayah atau jarimah) yang dalam hukumannya
dapat dikenai hukuman potong tangan dikarena termasuk dalam beberapa unsur di
atas.82
Selanjutnya penyalahgunaan narkoba juga merupakan satu dari beberapa
kejahatan yang disebut sebagai kejahatan luar biasa, hal ini sejalan dengan yang
disampaikian oleh Jaksa Agung. Bahwasanya kejahatan yang termasuk kejahatan
luar biasa harus ditangani dengan cara yang luar biasa dan tidak ada ampunan bagi
para pelakunya. 83
Hal ini juga dituangkan dalam Undang-undang No 35 tahun
2009 tentang narkotika, juga telah didirikannya badan narkotika nasional (BNN).
Narkotika sebagai kejahatan luar biasa biasa dapat ditelusuri dari dampak yang
81
Muthia Ramadhani dan Ramdhan Muhaimin, 3 Alasan Mengapa Korupsi disebut
Kejahatan Luar Biasa, diakses pada tanggal 7 Juni dari
http://m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/02/23/lztpj-inilah-3-alasan-mengapa-korupsi-
disebut-kejahatan-luar-biasa
82
Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, (Jakarta: Zikrul Hakim,
1997), h. 87.
83
Agunf Sasongko, Jaksa Agung: Narkotika Kejahatan Luar Biasa, diakses pada tanggal
7 Juni 2016 dari http://m.republika.coid/berita/nasional/hukm/15/01/18/nid14x-jaksa-agung-
narkotika-kejahatan-luar-biasa
57
timbul akibat peredaran yang semakin meluas dan menggunakan berbagai macam
cara dalam mengelabui petugas keamanan. Akibatnya, jumlah penyalah gunanya
telah mencapai 4,7 juta dengan tingkat kematian sekitar 50 orang per hari.84
Kemudian dalam tinjauan Islam penyalah gunaan narkotika diputuskan
haram, melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penyalahgunaan narkotika
yang berbunyi’’ haram hukumnya penyalahgunaan narkotika dan semacamnya,
yang membawa kemudharatan yang mengakibatkan rusak mental fisiknya
seseorang, serta terancamnya keamanan masyarakat dan keamanan nasional.85
Meskipun fatwa haram ini sangatlah jelas dan rasional, namun tetap tidak dapat
menekan jumlah peredaran narkotika di Indonesia, dan pemerintah bersama para
aparat penegak hukum kembali menjadi satu-satunya kunci dalam memerangi
kejahatan narkotika di negara ini. Kedua kasus tersebut merupakan penyebab dari
banyak kerusakan dengan berdampak terhadap banyak aspek. Islam sebagai
agama yang sangat mengedepankan kemaslahatan umat tentu sudah menetapkan
yang boleh dan tidak, demi terciptanya kualitas hidup yang baik sesuai dengan
ajaran Islam.
Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam beberapa ayat berikut:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat
semesta alam, (QS. al- Anbiya [21]: 107).
84
Diakses pada tanggal 7 Juni 2016 dari http://m.beritasatu.com/blog/tajuk/4423-
narkoba-kejahatan-luar-biasa.html
85
Fatwa MUI tentang Penyalah gunaan Narkotika.
58
Allah mengehendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu, (QS. al- Baqarah [2]: 185).
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwasanya maslahat merupakan
segala bentuk kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi segala aspek kehidupan
yang ada, menghindarkan manusia dari hal-hal yang mendatangkan kerusakan
baik untuk diri pribadi, sesama manusia, bahkan untuk alam sekitar.
1. Maslahat Dalam Pandangan Ulama
1) Al- Ghazali
Maslahat menurut makna asalnya berarti menarik manfaat atau
menolak mudarat ( hal-hal yang nerugikan). Akan tetapi yang
kami maksud, sebab meraih manfaat dan menghindarkan mudarat
adalah memelihara tujuan syara’ (hukum Islam). Tujuan Islam
yang ingin dicapai dari makhluk ada lima; yaitu memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta mereka. Setiap hukum
yang mengandung tujuan memelihara kelima hal ini disebut
maslahat, dan setiap yang meniadakanya disebut mafsadat dan
menolaknya disebut maslahat.
Ketiga hal tersebut kemudian disebut juga sebagai
pembahagian maslahah yang ditinjau dari segi eksistensi
86
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al- Ghazali, al- Mustashfa Min Ilmil
Ushul,Tahqiq Muhammad Sulaiman, al- Asyqor, (Beirut: Mu’ assasah al- Risalah, 1997), Cet I, h.
416-417.
59
berdasarkan adanya dalil atau tidak, dan disimpulkan sebagai
berikut:
a. Al- Maslahah al- Mu’tabarah, merupakan yang secara tegas
diakui syariat serta telah ditetapkan ketentuan-ketentuan
hukum untuk merealisasikannya. Ketentuan syar’i tersebut
baik secara langsung maupun tidak langsung yang digunakan
sebagai alasan penetapan hukum.
b. Al- Maslahah al- Mulgah, merupakan sesuatu yang dianggap
maslahah oleh akal pikiran, tetapi dianggap palsu karena
kenyataannya bertentangan dengan ketentuan syariat.
Misalnya, dalam hal menyamakan pembagian waris untuk
laki-laki dan perempuan menurut maslahat dari akal, akan
tetapi bertentangan dengan syara’, yaitu ayat 11 surat al-
Nisa.87
c. Al- Maslahah al- Mursalah, merupakan maslahat yang sesuai
dengan tujuan-tujuan syariat Islam, dan tidak ditopang oleh
dalil khusus, baik melegitimasi atau membatalkan maslahat
tersebut.88
2) Al- Syatibi
87
Satria Efendi dan M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 149.
88
M. Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Penerjemah: Saefullah Ma’shum dkk, (Jakarta: Pustaka
Fidaus, 2014), h. 453.
60
Setiap dasar agama (kemaslahatan) yang tidak ditunjuk oleh nash
tertentu dan ia sejalan dengan tindakan syara’ serta maknanya
diambil dari dalil-dalil syara’, maka hal itu benar, dapat dijadikan
landasan hukum dan dijadikan rujukan. Demikian itu apabila
kemaslahatan tersebut berdasarkan kumpulan beberapa dalil dapat
dipastikan kebenarannya. Sebab dalil-dalil itu tidak mesti
menunjuka kepastian hukum secara berdiri sendiri tanpa
digabungkan dengan dalil yang lain, sebagaimana penjelasan
terdahulu. Hal tersebut karena yang demikian itu nampaknya sulit
terjadi.89
Al- Syatibi kemudian mengkategorikan maslahat berdasarkan
tingkatan kebutuhan manusia, yakni:
a. Maslahah al- Dharuriyyah
Maslahah dharuriyyah disebut juga dengan kebutuhan tingkat
primer, yang berarti sesuatu yang harus ada untuk manusia.
Kelima hal tersebut berdasarkan peringkatnya adalah: agama,
jiwa, akal, harta, dan keturunan. Allah memerintahkan
manusia untuk senantiasa menjaga lima tujuan syariat tersebut
demi terciptanya kemaslahatan dan kebaikan manusia. Begitu
pun sebaliknya, Allah melarang manusia untuk menciptakan
89
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 tentang Kriteria
Maslahat, h. 484.
61
kerusakan atau menghilangkan lima hal yang dilindungi
tersebut.90
b. Maslahah al- Hajjiyah
Maslahah hajjiyah disebut juga dengan kebutuhan sekunder,
yang berarti semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak
terkait dengan dasar yang lain yang dibutuhkan oleh manusia
yang dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan
kesempitan.91
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa
maslahah hajjiyah adalah segala sesuatu yang sangat
dihajatkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan
menolak segala halangan. Hal ini berlaku dalam lingkup
ibadah, adat, muamalat, dan jinayah.92
c. Maslahah al- Tahsiniyah
Maslahah tahsiniyah juga disebut dengan kebutuhan tertier,
yang mempunyai arti sesuatu yang sebaiknya ada untuk
memeprindah kehidupan yang keberadaannya dikehendaki
untuk kemuliaan akhlak dan tata tertib pergaulan, atau dengan
kata lain, usaha untuk memenuhinya adalah sunnah dan
mengabaikannya menimbulkan hukum makruh. Adapun ruang
90
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jild 2, (Jakarta: Kencana 2008), h. 209.
91 Chaerul Umam dkk, Ushul Fiqih I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 138.
92
Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 143.
62
lingkup dari maslahah tahsinyyah meliputi bidang ibadah,
muamalat, adat, dan jinayah.93
3) Al- Thufi
Menurut al-Thufi, tujuan utama hukum Islam adalah
memberikan perlindungan terhadap kemaslahatan manusia.94
Namun dalam pandangannya, al- Thufi berbeda pendapat dengan
jumhur ulama, dikarenakan oleh tiga prinsip, yakni:95
a) Akal bebas menetuan kemaslahatan dan kemafsadatan,
khususnya dalam bidang muamalah dan adat. Untuk
menentukan kemaslahatan dan kemudaratan cukup dengan
akal, pandangan tersebut berbeda dengan jumhur ulama yang
mengatakan bahwa sekalipun kemaslahatan itu dapat dicapai
dengan akal, namun harus tetap mendapat dukungan dari
nash atau ijma, baik bentuk, sifat , maupun jenisnya.
b) Maslahah merupakan dalil mandiri dalam menetapkan
hukum. Oleh karena itu untuk kehujjahan maslahah tidak
diperlukan dalil pendukung, karena maslahah itu didasarkan
pada pendapat akal semata.
c) Maslahah hanya berlaku dalam masalah muamalah dan adat
kebiasaan, adapun dalam masalah ibadah, atau ukuran-ukuran
93
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih Jilid 2, h. 214.
94
Abdallah M. al- Husayn al- Amiri, Dekonstruksi Sumber Hukum Islam Pemikiran Najm
ad- Din Thufi, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), h. 42
95
Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2011), Cet III, h. 126-127
63
yang ditetapkan syara’, seperti ketentuan kewajiban salat dan
puasa ramadhan dan ibadah wajib lain tidak termasuk objek
maslahah, karena hal tersebut merupakan hak Allah.
4) Abdul Wahab Khallaf
Abdul Wahab Khallaf, maslahat secara umum adalah tujuan
hukum Islam, akan tetapi tidak semua maslahah dapat dijadikan
dasar hukum, maka dari itu terdapat beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam maslahah, sebagaimana yang dikutip oleh
Rahmawati, diantaranya; Pertama, maslahah harus bersifat hakiki,
bukan sekedar dugaan. Kedua, maslahah yang lebih diutamakan
adalah yang bersifat umum, bukan pribadi. Ketiga, kemaslahatan
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan oleh nash atau ijma.96
5) Al- Buthi
Menurut al- Buthi, maslahat dalam kaca mata syariat adalah
maslahat yang bukan berdimensi duniawi dan materi semata,
melainkan meliputi dimensi ukhrawi juga. Adapun mengenai
kriteria maslahat yang dikemukakan al- Buthi disimpulkan sebgai
berikut:
a. Maslahat harus mengandung dua dimensi masa, yaitu
dunia dan akhirat.
96
Rahmawati, Istinbath Hukum Teungku Muhammad Hasbi al- Shiddieqy, (Yogyakarta,
Deepublish, 2015), h. 101.
64
b. Maslahat tidak hanya terbatas pada lingkup material
semata, melainkan meliputi lingkup spritual manusia juga.
c. Norma maslahat yang ditetapkan oleh agama merupakan
dasar pijakan bagi maslahat-maslahat lainnya.97
2. Maslahat Dalam Nahdlatul Ulama
Konsep maslahat dalam nahdlatul ulama bukanlah hal yang baru, hal
tersebut sesuai dengan AD/ART Nahdlatul Ulama pada Bab IV pasal 8
ayat 1 dan 2 tentang tujuan dan usaha sebagai berikut:
1) Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan jami’ah diniyyah Islamiyah
ijtima’iyah (organisasi sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan
kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat
dan martabat manusia.
2) Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang
menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya
tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan,
kesejahteraan umat, dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.98
Dari kedua tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya Nahdlatul
Ulama sangat mengedapkan maslahat dalam perjalannya sebagai salah satu
organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hal lain juga dibuktikan dengan
didirikannya sebuah lembaga yang bernama LKKNU atau lembaga kemaslahatan
97
Chairil Ma’mun, Standar Maslahat Menurut Islam, diakses pada 10 Mei 2016, dari
http://pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/isjurnal/nuansa/Jan96/4.htm
98
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Hasil keputusan Muktamar ke- 33 NU,
diakses pada tanggal 10 Mei 2016, dari www.nu.or.id/archive
65
keluarga Nahdlatul Ulama pada tanggal 7 Desember 1977 di Jakarta. Arti
kemaslahatan (kebaikan) pada lembaga tersebut adalah sesuatu yang menjadi hajat
hidup orang banyak, berguna, dan merupakan sesuatu yang menjadi kepentingan
bersama. Dengan berlandaskan pada al- kulliyat al- khams atau al- dharuriyyat
al- khams, program dari LKKNU tersebut dibagi dalam tiga fokus utama;
Pertama, pendidikan kependudukan melalui pemahaman keluarga berencana.
Kedua, pemberdayaan masyarakat dalam upaya pendidikan. Ketiga,
pemberdayaan masyarakat mealui penanggulangan kemiskinan.99
Menurut pandangan penulis, Nahdlatul Ulama sangat responsif
menanggapi fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat, fatwa ini pun sangat
mempertimbangkan kemaslahatan umat, serta dalil dan argumen yang digunakan
dalam fatwa ini pun relevan. Meskipun dalam penetapannya menimbulkan pro
dan kontra, argumen dalam fatwa ini mampu dipertanggungjawabkan oleh para
ulama terkait. Sebagai negara yang mayoritas muslim, kejelasan mengenai boleh
atau tidaknya sesuatu yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan sangatlah
perlu diketahui oleh umat, sehingga nilai-nilai ajaran Islam selalu tertanam dalam
hati seseorang yang menjalankan profesi apapun, khususnya advokat dan segenap
penegak hukum di indonesia .
B. STATUS HUKUM HONOR ADVOKAT YANG MEMBELA KLIEN
DENGAN MENGHALALKAN SEGALA CARA
99
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama, diakses pada tanggal 10 Mei 2016,
dari http://pplkknu.blogspot.co.id/2009/01/lembaga-kemaslahatan-keluarga-nahdlatul.html
66
Selain mengenai pembelaan advokat dengan menghalalkan segara cara,
Nahdlatul Ulama juga memberikan fatwa haram terhadap upah yang diperoleh
advokat dari membela klien yang mana ia yakin bahwa kliennya tersebut bersalah.
Mendapatkan honor merupakan hak advokat yang dijamin oleh Undang-
undang. Menurut Adnan Buyung Nasution, honor bukan hanya sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada advokat, melainkan dapat disebut dengan sebuah
penghormatan.100
Adapun mengenai honor advokat telah diatur dalam pada pasal
21 UU No 18 tahun 2003 , bahwasanya advokat berhak menerima honorarium
atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya dan besarnya honorarium
atas jasa hukum ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah
pihak.101
Demikian juga advokat dalam menjalankan prakteknya dapat dengan cara
memberikan bantuan hukum cuma-cuma. Hal ini diatur melalui pasal 21 yang
menyebutkan, advokat yang menjalankan bidang jasa hukum litigasi wajib
memberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan atas
permintaan kepolisian negara Republik Indonesia, kejaksaan atau pengadilan.102
Selain pasal di atas, ketentuan mengenai honor advokat juga diatur dalam
kode etik advokat, bahwasanya dalam menentukan honorarium advokat wajib
100
Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Kontitusionalisme, (Jakarta: Kata Hasta
Pustaka, 2007), h. 53.
101
Pasal 21 UU Advokat.
102
Rahmar Rosyadi dan Sri Hartini, advokat dalam Perspektif hukum Islam dan Hukum
Positif, h. 125.
67
mempertimbangkan kemampuan klien dan advokat tidak dibenarkan membebani
klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.103
Dalam hal penentuan nominal honorarium advokat, tingkat popularitas dan
rekam jejak seorang advokat sangat berpengaruh, begitupula dengan jenis perkara
yang ditanganinya. Advokat membagi sitem pembayaran atau pemberian honor
dalam empat kategori, diantaranya:
1. Pembayaran per jam (hourly rate)
Biaya jasa advokat dihitung berdasarkan jumlah jam kerja sampai
kasus tersebut selesai.
2. Pembayaran ditetapkan (fixed rate)
Apabila masalah hukum tergolong kasus sederhana yang dapat
diprediksi tingkat kesulitannya.
3. Pembayaran berdasarkan porsi (contingent fees)
Honorarium advokat dihitung berdasarkan persentase di luar biaya
operasional advokat.
4. Pembayaran berkala (rentainer)
Dihitung berdasarkan konsultasi hukum yang diberikan.104
Honor advokat kemudian dibagi dalam tiga klasifikasi, yaitu:
1. Lawyer fee, yang umumnya dibayar di muka sebagai biaya
profesional sebagai advokat.
103
Pasal 4 Huruf C dan D Kode Etik Advokat Tentang Hubungan dengan Klien.
104
Wahyu Kuncoro, Tip Hukum Praktis: Solusi Cerdas Menghadapi Masalah Keluarga,
(Bogor: Raih Asa Sukses, 2010), h. 246-247.
68
2. Operational fee, yang dikeluarkan klien selama penanganan
perkara oleh advokat.
3. Success fee, peresentasinya ditentukan berdasarkan perjanjian
antara advokat dan klien saat perkaranya menang, dan jika kalah,
maka advokat tidak mendapatkan succes fee.105
Dalam Islam honor dikenal dengan istilah al- ujrah yang menurut bahasa
berarti upah, ganti rugi atau imbalan. Lafaz al- ujrah mempunyai pengertian
umum yang meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu
kegiatan, atau upah karena melakukan suatu aktivitas.106
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa upah adalah imbalan yang
diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi dunia, (adil
dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala akhirat. Adil bermakna jelas dan
transparan, dengan prinsip utama terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan
komitmen melakukannya.107
Selain beberapa pengertian di atas, terdapat pengertian lain dari para ulama
fiqh terkait upah atau sewa-menyewa, diantaranya:108
a) Ulama Hanafiyah, transaksi terhadap suatu manfaat dengan
imbalan.
105
Adi Condro Bawono, Fee Yang Wajar untuk Advokat. Diakses pada tanggal 3 Juni
2016 dari www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0acb102f02e/fee-yang-wajar-untuk-advokat-
succes-fee-
106
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindi Persada, 2002), Ed. 1, Cet
3, h. 29.
107
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2010), h. 72.
108
Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah, (Ciputat: Gata Media Pratama, 2007), h. 228-229.
69
b) Ulama Syafi’iyah, transaksi suatu manfaat yang dituju, tertentu,
bersifat mubah, dan boleh dimafaatkan dengan imbalan
tertentu.
c) Ulama Malikiyah dan Hanabilah, pemilikan seuatu manfaat
yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
1. Dasar Hukum Upah
Al- qur’an:
1) QS. al- Baqarah 2:23.
Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain,
maka, tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
2) QS. Surah al- Thalaq
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka
berikanlah imbalannya kepada mereka.
Hadis:
1) Hadis riwayat Abd al- Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu
Sa’id al- Khudri, Nabi SAW bersabda:
Barang siapa yang mempekerjakan pekerja, berikanlah
upahnya.109
109
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 251.
70
2) Hadis Riwayat Ibn Majah dari Umar, bahwa Nabi bersabda:
Berikianlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.110
3) Dari Ibnu Thawus, dari bapaknya, dari Ibnu Abbas RA, dia
berkata
Nabi SAW berbekam, dan memberikan upah tukang bekam.111
2. Syarat Upah
Dalam hal pemberian dan penerimaan upah, terdapat syarat yang harus
diketahui demi kejelasan hukum dari upah atau imbalan tersebut. Pertama, upah
harus berupa mal mutawaqqim yang diketahui, karena upah merupakan harga atas
manfaat, sama seperti harga barang dalam jual beli, hal ini juga berlandaskan pada
hadis Nabi SAW:
Artinya: Dari Abi Said, bahwa sesungguhnya Nabi bersabda: barang
siapa yang menyewa tenaga kerja, hendaklah ia menyebutkan baginya
upahnya.
110
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 251.
111
Ibnu Hajar al- Asqalani, Fathul Bari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), h.98.
71
Kedua, upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat ma’qud
alaih,. Pendapat ini hanya merupakan pendapat dari Hanafiah, dan
Syafi’iyah tidak memasukkannya ke dalam syarat ujrah.112
3. Rukun Upah
Rukun adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi sebagai sahnya suatu
pekerjaan. Seperti halnya dalam hal upah, jumhur ulama menetapkan rukun upah
sebagai berikut:
a) Aqid (orang yang berakal)
Yaitu pihak yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Pemberi upah disebut mu’jir, dan penerima upah
disebut musta’jir.113
b) Sighat
Pernyataan kehendak yang lazimnya disebut sigat akad terdiri
atas ijab dan qabul. Dalam hukum perjanjian Islam, ijab dan
qabul dapat berupa: ucapan, utusan dan tulisan, isyarat, secara
diam-diam, dan dengan diam semata. Sayaratnya pun sama
dengan ijab qabul pada jual beli, hanya saja berbeda dalam segi
penentuan waktu.114
c) Upah (ujrah)
112 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 326.
113
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 117.
114
Syamsul Anwar, Hukum perjanjian syariah: studi tentang teori akad dalam fiqh
muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 95.
72
Sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas jasa yang telah
diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir dengan syarat:
1) Sudah jelas/diketahui jumlahnya
2) Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang
dari pekerjaan, sebab hakim telah mendapatkan gaji yang
telah ditetapkan pemerintah.
3) Uang sewa harus disertakan bersamaan dengan penerimaan
barang yang disewa.115
d) Manfaat
Untuk mempekerjakan seorang musta’jir, harus diperjelas
terlebih dahulu terkait bagian pekerjaanya, waktu, dan upahnya.
Karena jika tidak demikian, maka transaksi tersebut hukumnya
fasid.116
Bekerja merupakan cara memperoleh harta demi keberlangsungan hidup
yang sejahtera dan bahagia. Upah atau honor yang diperoleh dari setiap pekerjaan
harus diketahui kejelasan satatus hukumnya, karena manusia hidup dalam dua
dimensi, dunia dan akhirat, hukum halal dan haram akan sangat berpengaruh
dalam dua dimensi tersebut. Pekerjaan yang dibolehkan belum tentu
menghasilkan upah atau honor yang halal, apalagi pekerjaan yang sudah jelas
tidak bolehkan. Seperti profesi advokat yang pada dasarnya dibolehkan, namun
115
Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 1999), h.178.
116
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 157.
73
seiring dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
melaksanakan tugasnya, maka hal tersebut tentu sangat mempengaruhi status
hukum dari upah atau honornya. Akhirnya Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama menetapkan kejelasan status hukum honor advokat yang bertindak tidak
sesuai dengan kebenaran hukunya adalah haram.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pembelaan advokat yang melampaui kewenangannya, dan banyak
melakukan perbuatan tidak terpuji dalm proses penanganan perkara
hukumnya adalah haram. Hal tersebut juga tidak diperbolehkan
berdasarkan Undang-Undang dan kode etik advokat. Konsep maslahat
dijadikan bahan dalam penggalian hukum untuk lebih menguatkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga bahtsul masail Nahdlatul Ulama. Segala
bentuk kecurangan yang dilakukan oleh advokat demi kliennya tersebut
menimbulkan banyak dampak yang merugikan bagi dunia peradilan
Indonesia, dan tentunya akan membuat para pelaku keajahatan merasa
leluasa menjalankan aksinya karena keberadaan advokat yang selalu
siap membela dalam perkaranya. Oleh karena itu, dengan adanya fatwa
tersebut, akan menekan jumlah pelanggaran advokat, serta
membebaskan dunia peradilan Indonesia dari mafia hukum yang
membudaya.
Namun di lain hal, fatwa ini juga dapat mendatangkan kemudharatan,
apabila suatu saat tidak ada lagi advokat yang ingin membela para pelaku korupsi
dan narkoba dikarenakan takut dihukumi haram. Apabila hal tersebut terjadi,, hak-
75
hak manusia untuk memperjuangkan keadilan akan terabaikan tanpa adanya peran
dan bantuan para advokat, dan Islam sendiri pun sangat mengedepankan keadilan
dan penegakan hak-hak setiap manusia. Jadi pengharaman yang dimaksud dalam
fatwa ini hanya ditujukan kepada para advokat yang menyeleweng dan banyak
melakukan kecurangan demi memenangkan klieenya.
2. Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang akan turut berimplikasi pada
status hukum honornya. Pekerjaan yang dasarnya boleh pun tidak
menjamin bahwa setiap honor yang diterimanya itu adalah halal, seperti
halnya profesi advokat yang pada dasarnya boleh dan baik. Namun
masih sangat banyak pihak yang menyalah gunakan kebolehan profesi
ini, baik yang sudah tertangkap maupun yang belum, sehingga hal ini
mengakibatkan berubahnya status hukum yang awalnya boleh dan halal,
kemudian menjadi haram dikarenanakan beberapa pelanggaran yang
dilakukannya.
B. Saran
1. Lembaga Bahtsul Masail NU
Semoga hasil fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama membawa perubahan yang lebih baik bagi
tatanan hidup masyarakat. Begitu pula ketika muncul masalah baru,
baik yang dipandang penting, maupun yang hanya dipandang sebelah
mata, agar kiranya dapat menjawab melalui fatwa, ataupun melalui
dakwah. Demi menghindarkan masyarakat dari kesalahan dan
76
keburukan yang membudaya, serta dapat membawa kemanfaatan bagi
semesta alam.
2. Advokat
Isi fatwa tersebut sangatlah relevan dan dapat dipertanggung
jawabkan, semoga dengan kejelasan hukum dari fatwa tersebut dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk evaluasi diri bagi kinerja para
advokat, agar lebih mawas diri dalam menjalankan segala aktivitasnya
terkait memperjuangkan hak kliennya. Para advokat juga perlu
menyadari dan berbenah, bahwasanya perbuatan yang haram tidak
hanya mengakibatka dosa semata, tetapi menimbulkan dampak di
dunia yang dapat merugikan dirinya maupun orang banyak..
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: Cendana
Press, 1983.
AF, Hasanuddin dkk. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin, Jaenal. Metode penelitian hukum.
Jakarta: lembaga Penelitian Hukum Uin Syarif hidayatullah, 2010.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: AMZAH, 2013.
Alaena, Badrun. NU: Kritisme dan Pergeseran Makna Aswaja. Yogyakarta: Tiara
Wacan Yogya, 2000.
Al- Amiri, Abdallah M. al- Husayn. Dekonstruksi Sumber Hukum Islam
Pemikiran Najm ad- Din Thufi. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
Al- Asqalani, Ibnu Hajar Fathul Bari.penerjemah Syekh Abdul aziz Abdullah bin
Baz. Jakarta: Pustaka Azzam, 2005.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Hasil keputusan Muktamar ke- 33
NU. diakses pada 10 Mei 2016, dari www.nu.or.id/archive.
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam
Fiqh Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Asmawi. Teori Maslahat dalam Relevansinya dengan Perundang-Undangan
Pidana Khusus di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Kementerian
agama RI, 2010.
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam
Fiqh Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Bawono, Adi Condro. “Fee Yang Wajar untuk Advokat”. Artikel diakses pada 3
Juni 2016 dari www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0acb102f02e/fee-
yang-wajar-untuk-advokat-succes-fee-.
Baso, Ahmad. NU STUDIES: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme
Islam dan Fundamentaisme Liberal. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama,
2006.
Daryanto, Mahbub. “Sejarah dan Perkembangan NU”. Artikel diakses pada 21
April 2016 dari
78
https://jambi.kemenag.go.id/file/file/Artikel/jrbt1412913205.pdf
Effendi, Djohan. Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2010.
Efendi, Satria dan Zein, M. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2008.
Fadeli, Soeleiman. ANTOLOGI NU: Sejarah Istinbath Amaliah Uswah, cet.II.
Surabaya: Khalista , 2008.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 tentang
Kriteria Maslahat.
Halim, Abdul. Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Politisi Nahdlatul Ulama Perspektif
Hermeneutika Gender. Jakarta: LP3ES, 2010.
Harits, Busyairi Islam NU: Pengawal Tradisi sunni Indonesia. Surabaya:
Khalista, 2010.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010.
Haroen, Nasroen. Fiqh Muamalah. Ciputat: Gata Media Pratama, 2007.
Ushul Fiqh, cet.III. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2011.
Ishaq. Pendidikan Keadvokatan. Jakarta: Sinar grafika, 2012.
Ida, Laode. NU Muda: Kaum Progresig dan Sekularisme. Jakarta: Erlangga,
2004.
Kadafi, Binziad. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi. Jakarta: Pusat studi
Hukum dan Kebijakan di Indonesia, 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008.
Karim, Helmi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Khaidar, Ali. Nahdlatul Ulama dan Islam Indonesia: Pendekatan Fiqh dalam
Politik,. Jakarta: Gramedia, 1995.
Kompas. “Mafia Hukum: Advokat yang Terlibat Akan Diperiksa” diakses pada
tanggal 10 Juni 2016 dari http://www.antikorupsi.org/id/content/mafia-
hukum-advokat-yang-terlibat-akan-diperiksa
79
Kuncoro, Wahyu. Tip Hukum Praktis: Solusi Cerdas Menghadapi Masalah
Keluarga. Bogor: Raih Asa Sukses, 2010.
Kusnadi, Didi. Bantuan Hukum dalam Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
K. Lubis, Suhrawardi Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Kusumasari, Diana. “Perbedaan Pengacara dan Penasihat Hukum”. Artikel
diakses pada 16 Juni 2016 dari
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl16143/perbedaan-pengacara-
dengan-penasehat-hukum.
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama. diakses pada tanggal 10 Mei
2016 dari http://pplkknu.blogspot.co.id/2009/01/lembaga-kemaslahatan-
keluarga-nahdlatul.html.
Liputan 6. “Vonis 2 Tahun Penjara untuk Anak Buah OC Kaligis” diakses pada
tanggal 11 Juni 2016 dari http://news.liputan6.com/read/2438845/vonis-
2-tahun-penjara-untuk-anak-buah-oc-kaligis.
Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 1994.
Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama. Surabaya: LTN NU Jawa Timur
dan Diantama, 2004.
Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU, diakses pada 23 April
2016 dari http://www.nu.or.id/post/read/7199/bahtsul-masail-dan-
istinbath-hukum-nu.
Mandahiliang, Yunasril Yuzar. “Bentuk-Bentuk Pelanggaran Advokat”. diakses
pada tanggal 11 Juni 2016 dari
http://www.kompasiana.com/advokatcirebon/bentuk-bentuk-
pelanggaran-advokat_55000fe98133112819fa7027
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.
Ma’mun, Chairil. “ Standar Maslahat Menurut Islam”. Artikel diakses pada 10
Mei 2016 dari
http://pcinu-mesir.tripod.com/ilmiah/isjurnal/nuansa/Jan96/4.htm
Masyhuri, A. Aziz. Masalah Keagamaan. jilid 2. Jakarta: PPRMI dan
QultumMedia, 2004.
Mizrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari : Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaan. Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2010.
80
Moelang, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosada Karya, 1997.
Muchtar, Masyhudi dkk. Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Alussunnah wal Jama’ah
yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama. Surabaya: Khalista, 2007.
Muhammad al- Ghazali, bin Imam Abu Hamid Muhammad. al- Mustashfa Min
Ilmil Ushul. Tahqiq Muhammad Sulaiman al- Asyqor, cet.I. Beirut: Mu’
assisah al- Risalah, 1997.
Muhammad Ibnu Abdl Hadi al- Sundi, Abu Hasan Nurdin. Shahih Bukhari.
Beirut: Darul Kutub al- Ilmiyat, 1994.
Muslim, Muhammad Faqih. “Profesi Advokat dalam Perspektif Hukum Islam”.
Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.
.
Nadia , Ambaranie dan Movanita, Kemala. “Anggap Vonis Tak Sesuai, O.C
Kaligis Ajukan Banding”. Artikes diakses pada 11 Juni 2016,dari
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/19095931/Anggap.Vonis.T
ak.Sesuai.OC.Kaligis.Ajukan.Banding.
Nasution, Adnan Buyung. Arus Pemikiran Kontitusionalisme. Jakarta: Kata Hasta
Pustaka, 2007.
Noeh, Munawar Fuad. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi. Jakarta: Zikrul
Hakim, 1997.
Nuh, Muhammad.Etika Profesi Hukum. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Online, NU. “Tentang NU”. Diakses pada 23 April 2016 dari
http://www.nu.or.id/about/sejarah.
Pandu, Yudha. Klien dan Penasihat Hukum dalam Perspektif Masa Kini. Jakarta:
PT Abadi, 2010.
Panggabean, H.P. Manajemen Advokasi. Bandung: P.T Alumni, 2010.
Pramita, Dian. “Para Pengacara Ini Tersandung Kasus Korupsi”. Artikel diakses
pada tanggal 11 Juni 2016 dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/15/063684236/para-pengacara-
ini-tersandung-kasus-korupsi
Pasaribu ,Chairuman dan Lubis, Suhrawardi K. Hukum Perjanjian dalam Islam.
Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
81
Pieris, John. Etika dan Penegakan Kode Etik Profesi Hukum. Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, 2008.
Putra, Made Somya. “Kode Etik Advokat Indonesia”. Artikel diakses pada 10 Juni
2016 dari https://lawyersinbali.wordpress.com/2013/04/17/profesi-dan-
kode-etik-profesi-advokat-indonesia/.
Qal’ahji Muhammad Rawwas. Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khattab. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999.
Rahmawati. Istinbath Hukum Teungku Muhammad Hasbi ash- Shiddieqy.
Yogyakarta: Deepublish, 2015.
Rada, Arifin. “Esensi Keberadaan Advokat Menurut Hukum Islam”. Ahkam:
Vol. XIV, No. 1 Januari 2014.
Ramadhani, Muthia dan Muhaimin, Ramdhan. “3 Alasan Mengapa Korupsi
disebut Kejahatan Luar Biasa”. diakses pada tanggal 7 Juni dari
http://m.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/02/23/lztpj-inilah-3-
alasan-mengapa-korupsi-disebut-kejahatan-luar-biasa
Rizki, Muhammad. “7 Pengacara Bermasalah Versi ICW”. diakses pada tanggal
10 Juni 2016 dari
https://m.tempo.co/read/news/2013/07/29/063500415/7-pengacara-
bermasalah-versi-icw/1.
Rosyadi, Rahmat dan Hartini, Sri. Advokat dalam Perspektif hukum Islam dan
Hukum Positif. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Sahal, Ahmad dkk. Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan.
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015.
Santono dan Suryani, Bhekti. Prinsip-Prinsip Dasar Advokat. Jakarta: Dunia
Cerdas, 2013.
Sasongko, Jaksa Agung: “Narkotika Kejahatan Luar Biasa”. diakses pada tanggal
7 Juni 2016 dari
http://m.republika.coid/berita/nasional/hukm/15/01/18/nid14x-jaksa-
agung-narkotika-kejahatan-luar-biasa.
Satu, Berita. “Narkoba Kejahatan Luar Biasa”. Artikel diakses pada 10 Juni 2016
dari http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/4423-narkoba-kejahatan-luar-
biasa.html .
82
Seno Adji, Oemar. Etika Profesional Hukum: Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga,
1991.
Setiawan, Aries dan Nugraha, Bayu. “10 Tahun: 10 Pengacara Terlibat
Korupsi”.diakses pada tanggal 11 Juni 2016 dari
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/652434-10-tahun--10-
pengacara-terlibat-kasus-korupsi .
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2010.
Sinaga, V Harlen. Dasar-dasar Profesi Advokat, Jakarta: Erlangga, 2011.
Sindo, Koran. “Mafia Hukum itu Ada”. diakses pada tanggal 10 Juni 2016 dari
. http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=3&date=2016-04-30
Siraj, Said Aqil. Ahlussunnah wal Jama’ah: Sebuah Kritik Historis. Jakarta:
Pustaka Cendikia Muda, 2008.
S Lev, Daniel. Hukum dan Politik di Indonesia. Jakarta: LP3ES Indonesia, 1990.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.Bandung: Alfabeta, 2004
Sunggono, Bambang dan Harianto, Aries. Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Bandung: CV Maju Mundur, 2009.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007.
Sururi, Vivin Baharu. Jurnal Bimas Islam: Metode Istinbat Hukum di Lembaga
Bahtsul Masail NU. Jakarta, 2013.
Suwarjin. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Teras, 2012.
Syamsuddin, Amir Integritas Penegak Hukum Hakim Jaksa polisi dan pengacara,
(jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008.
Syarifuddin , Amir. Ushul Fiqh Jild 2. Jakarta: Kencana 2008.
Toni Pambakng, “Modus Operan di Mafia Hukum”. Artikel diakses pada 10 Juni
2016 dari http://www.kompasiana.com/tonipabayo/modus-operandi-
mafia-hukum_54f367c67455139e2b6c7469 .
Umam, Chaerul dkk, Ushul Fiqih I. Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.
83
Wasito, Herman. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama,1992.
Wlas, Lasdin. Cakrawala Advokat Indonesia. Yogyakarta: Liberty,1989.
Winata, Frans Hendra. Advokasi dengan Hati Nurani. Jakarta: Komisi Hukum
Nasional RI, 2010.
Zahrah, M. Abu. Ushul Fiqih. Penerjemah Saefullah Ma’shum dkk. Jakarta:
Pustaka Fidaus, 2014
Zahro, Ahmad. Lajnah Bahtsul Masail Tradisi Intelektual NU. Yogyakarta:
LKiS,2004.
Yahya, Imam Dinamika Ijtihad NU. Semarang: Walisongo Press, 2009.