Upload
wildan-izzatur
View
40
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
try
Citation preview
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PEMANFAATAN SISTEM
E-AUDIT PADA BPK RI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN METODE UTAUT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan serta perkembangan dunia teknologi informasi memiliki pengaruh
yang begitu besar hampir di semua aspek khususnya di aspek keuangan yaitu akuntansi.
Sebelum memasuki era 1990-an pencatatan di bidang akuntansi masih dilakukan secara
manual. Lambat laun setelah penggunaan komputer mulai banyak dimanfaatkan sehingga
sebagai dampaknya pencatatan akuntansi yang berkembang sampai sekarang yaitu secara
terkomputerisasi. Penerapan komputerisasi oleh berbagai organisasi bisnis maupun
pemerintahan dapat memengaruhi standar pengauditan berterima umum (Mulyadi. 2009).
Dengan adanya sistem komputerisasi maka dapat memengaruhi dua aktivitas utama
dalam bidang pengauditan, yaitu pengumpulan dan pengevaluasian bukti audit. Kondisi
tersebut mengharuskan auditor mengubah prosedur auditnya dengan mempertimbangkan
teknik menggunakan komputer sebagai alat untuk melaksanakan audit.
Salah satu perkembangan yang terjadi dalam auditing sehubungan dengan
pemakaian teknologi informasi yaitu dengan adanya Teknik Audit Berbantuan Komputer
(TABK). Penerapan teknologi baru dalam suatu organisasi akan berpengaruh pada
keseluruhan organisasi, terutama pada sumber daya manusia (Tangke, 2005). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Kustono (2000) yang menyatakan bahwa kesuksesan suatu
sistem informasi berkaitan erat dengan kepuasan dari pengguna akhir (end user). Jadi
dapat disimpulkan bahwa faktor pengguna menjadi begitu penting untuk diperhatikan
dalam penerapan sistem baru, karena bagaimana pun juga tingkat kesiapan mereka dalam
menerima sistem baru mempunyai pengaruh yang besar untuk menentukan sukses
tidaknya penerapan sistem tersebut.
Dalam perkembangannya, kebutuhan akan jasa profesional di bidang audit
meluas dan terdapat banyak sekali jenis audit, antara lain: audit kepatuhan, audit
manajemen, audit kualitas, audit sumber daya manusia ataupun audit teknologi informasi
(Arents dan Loebecke, 2000; Andayani, 2008). Dengan kondisi demikian maka
diperlukan adanya adaptasi mengenai teknologi bagi para auditor baik dari Kantor
Akuntan Publik maupun pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Pemanfaatan teknologi informasi (TI) telah menjadi suatu kebutuhan dalam pengelolaan
dan pelaksanaan pelayanan di sektor publik. Pemanfaatan teknologi informasi di sektor
publik diwujudkan antara lain dengan adanya penggunaan dan pengolahan database
dalam pengelolaan data keuangan maupun data non keuangan.
Untuk mendukung dalam pemanfaatan teknologi informasi dibutuhkan adanya
inovasi baik dalam pelaksanaan audit maupun pengawasannya khususnya pada Badan
Pemeriksaan Keuangan Rebuplik Indonesia (BPK RI) yang memiliki kewajiban untuk
dapat memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Adapun inovasi
yang telah dilakukan oleh BPK RI yaitu dengan menciptakan sebuah terobosan baru
melalui BPK Sinergi yang mengedepankan konsep pengembangan pusat data gabungan
E-BPK serta data Elektronik Audit (E-Audit).
Mengacu pada kebijakan badan periode 2009-2014 dan Rencana Strategi BPK
2011-2015 pengembangan konsep BPK Sinergi ini diharapkan dapat mewujudkan
efisiensi dan efektivitas pemeriksaan BPK dengan strategi “link and match” sehingga
mampu mengurangi tingkat penyalahgunaan keuangan maupun bentuk KKN lainnya
secara sistematis. Dengan adanya pusat data e-BPK dan e-Audit setidaknya ada lima
manfaat yang diperoleh BPK, yakni penghematan biaya pemeriksaan, penghematan
biaya tempat penyimpanan dokumen, memperluas cakupan pemeriksaan, dan
mengurangi persinggungan antara pemeriksa BPK dan auditee, yang selama ini
diindikasikan dapat membuka peluang terjadinya KKN.
Pengertian Auditing menurut Arens et al (2000) adalah sebuah proses
pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan
derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengenai Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara mendefinisikan pemeriksaan sebagai proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Dalam hal ini pengertian Elektronik Audit (E-Audit) memiliki kesamaan atas
beberapa definisi yang telah dijelaskan. E-Audit merupakan sebuah sistem pengumpulan
serta pengevaluasian bukti-bukti audit yang dilakukan dengan bantuan komputer. Bukti
yang dikumpulkan untuk dievaluasi juga tidak lagi berupa hard copy melainkan
berbentuk file data komputer. Sistem E-Audit dirancang untuk mengintegrasikan sistem
informasi yang dimiliki oleh setiap entitas dengan sistem informasi Badan Pemerisan
Keuangan (BPK) yang dapat dimanfaatkan untuk pemeriksaan secara elektronik (E-
Audit). Penggunaan E-Audit berfungsi sebagai pendeteksi dini secara sistematik seluruh
transaksi keuangan melalui monitoring, analisis, dan evaluasi. Dengan hadirnya sistem
E-Audit, tersinergi secara nasional dalam satu sistem informasi dan BPK meyakini
pemeriksaan akan lebih akurat, berkualitas, dan terjamin (Harian Seputar Indonesia-
Ketua BPK).
Dengan menggunakan TABK disinyalir BPK RI dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pada proses pendeteksian fraud (SA 327, Annisa dan Harris.2011). ACFE
berpendapat terdapat bermacam-macam jenis tindakan fraud yang dipetakan menjadi 51
jenis fraud namun terbagi dalam tiga jenis, yaitu Corruption, Fraudulent Statements,
serta Asset Misappropriation (Tuanakotta, 2007;96). Dengan penerapan E-Audit ini pada
awalnya ditekankan agar dapat meminimalkan terjadinya Corruption pada sektor publik
atau penyalahgunaan anggaran negara.
Sayana (2003) dalam penelitiannya berpendapat, TABK dapat diklasifikasikan
menjadi empat kategori besar, yakni (1) perangkat lunak analisis data; (2) perangkat
lunak evaluasi keamanan jaringan; (3) perangkat lunak evaluasi sistem operasi dan
manajemen basis data; dan (4) perangkat pengujian kode dan perangkat lunak. Merujuk
SPAP SA Seksi 335 Paragraf 10 (IAI, 2001), efektivitas dan efisiensi prosedur audit
ditingkatkan melalui penggunaan TABK dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti
audit. Hal ini dapat dilakukan dengan (1) meningkatkan efektivitas pengujian bukti audit
dengan cara memeriksa lebih banyak jumlah transaksi dalam waktu yang lebih singkat
dan biaya yang lebih rendah dibandingkan bila hal tersebut dilakukan secara manual; (2)
meningkatkan efisiensi pelaksanaan pengujian substantif dengan membuat prosedur
tambahan dibandingkan dengan hanya mengandalkan kepercayaan auditor atas
pengendalian dan pengujian pengendalian objek audit.
Pada SA 327 atau PSA 57 juga menjelaskan masalah yang berhubungan dengan
efisiensi yang perlu dipertimbangkan oleh auditor dalam hal ini BPK RI ketika
pelaksanaan TABK, yaitu meliputi waktu untuk merencanakan, merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi TABK, jam asisten dan review teknis, perancangan dan
pencetakan formulir (konfirmasi), pencatatan masukan ke dalam sistem komputer dan
verifikasinya, serta waktu pemakaian komputer.
Untuk mengadopsi penggunaan TABK harus mempertimbangkan ketersediaan
fasilitas komputer, sistem akuntansi, serta database terkait pemeriksaan (Annisa dan
Harris, 2011). Realitanya penerimaan dan pemanfaatan Teknologi Audit Berbantuan
Komputer (TABK) sangat lambat dari yang diharapkan (Rowe, 2008). khususnya bagi
para pengguna teknologi yaitu individu yang berinteraksi langsung dengan program yang
disediakan.
Pernyataan di atas sejalan dengan Informasi dari BPK Jatim yang diungkapkan
pada media elektronik JayaPos Indonesia bahwa dari hasil pemantauan BPK RI masih
terdapat kendala dalam penerapan E-Audit mengenai belum terbentuknya link center
atau command center, sarana dan prasarana digitalisasi belum memadai, dan kemampuan
Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) pemeriksa masih kurang. Dalam penelitian
ini ingin memfokuskan pada kendala yang ketiga yaitu mengenai kemampuan TABK
yang masih kurang untuk diteliti lebih jauh, faktor apa sajakah yang menyebabkan
kemampuan TABK pihak pemeriksa masih kurang.
Menurut PSA 59 atau SA 327 tentang Teknik Audit Berbantuan Komputer
(TABK) menyatakan bahwa dengan menggunakan TABK tujuan dan lingkup suatu audit
tidak berubah bila audit dilaksanakan dalam suatu lingkungan pengolahan data
elektronik. Akan tetapi penerapan prosedur audit mungkin mengharuskan seorang
auditor untuk mempertimbangkan teknik-teknik yang menggunakan komputer sebagai
suatu alat audit. Bebagai macam penggunaan komputer dalam audit disebut dengan
istilah Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) atau Computer Assisted Audit
Tools and Techniques (CAATS).
SA Seksi 335 (PSA 57) dalam Auditing Lingkungan Sistem Informasi
Komputer, paragraf 04 hingga paragraf 06 menjelaskan tingkat keterampilan dan
kompetensi auditor yang harus dimiliki bila melaksanakan suatu audit dalam lingkungan
sistem informasi komputer dan memberikan panduan bila mendelegasikan pekerjaan
kepada sistem dengan keterampilan sistem informasi komputer. Secara khusus, auditor
harus memiliki pengetahuan memadai untuk merencanakan, melaksanakan, dan
menggunakan hasil penggunaan TABK. Tingkat pengetahuan yang harus dimiliki auditor
tergantung atas kompleksitas dan sifat TABK dan sistem akuntansi entitas dalam hal ini
E-Audit lebih menekankan pada entitas sektor publik. Oleh karena itu, auditor harus
menyadari bahwa kemampuan TABK dalam keadaan tertentu dapat mengharuskan
dimilikinya jauh lebih banyak pengetahuan komputer dibandingkan dengan dimilikinya
dalam keadaan lain.
Sistem informasi merupakan suatu kombinasi dari orang-orang, fasilitas,
teknologi, media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk
mendapatkan jalur komunikasi penting, memproses tipe transaksi rutin, memberi sinyal
kepada manajemen dan yang lainnya terhadap kejadian-kejadian internal dan eksternal
penting yang penting dan menyediakan suatu sumber dasar untuk pengambilan
keputusan cerdik. (Nash dan Robert, 1984)
Sementara penggunaan sistem informasi (SI) seperti yang telah diungkapkan
oleh Jogiyanto (2007) bahwa banyak sistem teknologi informasi yang gagal karena aspek
teknis, yaitu kualitas teknis sistem yang buruk, serta kesalahan sintaks, kesalahan logika,
atau bahkan informasi yang disajikan juga salah. Meskipun perkembangan sistem
informasi ini sudah dikembangkan maupun dimodifikasi namun tidak terhindarkan dari
berbagai sistem tersebut banyak yang mengalami kegagalan. Jogiyanto (2007)
berpendapat bahwa penyebab kegagalan periode sekarang adalah cenderung pada aspek
keperilakuan.
Penggunaan teknologi audit seperti Teknik Audit Berbantuan Komputer
(TABK) atau biasa dikenal sebagai CAATS dilakukan dengan cara mengekstrak serta
menganalisis data dengan sebuah program aplikasi komputer (Braun and Davis, 2003).
Dengan adanya TABK memungkinkan auditor untuk meningkatkan produktivitasnya
dengan mengotomisasi pada saat pemeriksaan dan memungkinkan auditor menguji 100
persen populasi sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembuatan
pelaporan audit.
Menurut pernyataan standar audit 94 (SAS 94) tentang pengaruh teknologi
informasi terhadap pertimbangan auditor untuk pengendalian internal secara keseluruhan
dalam audit laporan keuangan. Auditor harus memahami aplikasi dan sistem dalam
menilai risiko dan mengevaluasi atas kontrol informasi keuangan. Auditor harus
memahami desain pengendalian yang relevan, menentukan apakah kontrol telah
ditempatkan dalam operasi, dan kemudian mengevaluasi efektivitas pengendalian.
Prosedur ini akan memungkinkan identifikasi potensi salah saji serta faktor risiko
lainnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pengujian substantif saja mungkin tidak
akan cukup untuk memperoleh data, melainkan bukti dalam bentuk elektronik dapat
dijadikan faktor pendukung untuk mengukur relevansi atas data tersebut.
Tujuan dari pengembangan sistem informasi yang dilakukan oleh BPK RI
dengan meluncurkan e-audit yaitu untuk mendorong pelaksanaan pemeriksaan laporan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara lebih efektif dan efisien.
Sebuah organisasi akan mencapai tujuan tersebut jika sistem informasi dapat mendorong
optimalnya kinerja organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dari
data statistik pada penelitian Keller et al, (2011) menunjukkan bahwa kegagalan suatu
organisasi untuk mewujudkan kelangsungan (sustainability) sistem informasi lebih dari
70% diantaranya disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan kesehatan organisasi,
yaitu resistansi, budaya, organisasi, serta perilaku yang tidak mendukung. Joe et al,
(2002) berpendapat bahwa sebuah sistem informasi dibangun dari tiga komponen, yaitu:
people, process, serta technology.
Teori penerimaan informasi memiliki banyak pilihan seperti TAM (Technology
Acceptance Model) yang dikembangkan oleh Davis et al. (1989), TRA (Theory of
Reasoned Action) atau biasa dikenal sebagai teori tindakan beralasan yang
dikembangkan oleh Fishbein and Ajzen (1975), Teori perilaku rencanaan (theory of
planned behaviour atau TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen (1988) sebagai
pengembangan teori sebelumnya TRA, dan masih banyak lagi model teori lain untuk
mengukur tingkat penerimaan teknologi.
Konsep TAM yang dilandasi oleh teori tindakan beralasan (TRA) memberikan
pengertian bahwa pemakai cenderung menggunakan suatu sistem apabila sistem tersebut
mudah digunakan dan tidak memerlukan usaha yang keras untuk penggunaannya. TAM
memberikan penjelasan yang kuat dan efisien untuk dapat menguji perilaku penerimaan
dan penggunaan sistem informasi (Davis, 1989; Davis et al, 1989). Konsep TAM
mengunakan dua faktor kunci yaitu perceived usefullness dan perceived ease of use.
Kedua faktor tersebut memberikan gambaran bila sistem informasi mudah digunakan,
maka pemakai akan cenderung untuk menggunakan sistem informasi tersebut.
Sedangkan pada TRA menjelaskan bahwa kepercayaan tentang konsekuensi dari
tindakan yang dikembangkan merupakan penentu dari sikap seseorang terhadap dalam
berperilaku menggunakan sistem informasi.
Venkatesh (2003) mengembangkan sebuah teori baru yang bertujuan untuk
mereview dan menggabungkan beberapa model penerimaan teknologi sistem informasi
yang berkembang dari pendahulunya yang biasa dikenal sebagai teori gabungan
penerimaan dan penggunaan teknologi (Unified Theory of Acceptance And Use of
Technology) yang disingkat dengan istilah UTAUT. Teori ini menyediakan variabel yang
berguna dalam mengukur kemungkinan keberhasilan pengenalan teknologi baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Venkantesh, et al. (2003) telah diterapkan dan
diteliti kembali oleh Handayani (2005) dan Hasyim (2010) yang mendefinisikan
hubungan keempat variabel independen dari teori UTAUT terhadap minat dan
penggunaan sistem informasi. Hasilnya adalah ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha,
faktor sosial dan kondisi yang memfasilitasi berpengaruh positif terhadap minat
pemanfaatan tetapi untuk minat pemanfaatan sistem informasi yang tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penggunaan sistem informasi.
Sebelumnya teori UTAUT ini telah dilakukan pengujian oleh Curtis and Payne
(2008) yang tertuang dalam penelitiannya yang ingin membuktikan mengenai
pengadopsian Teknologi Audit Berbantuan Komputer untuk auditor dengan teori
penerimaan UTAUT. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa UTAUT Model
merupakan kompilasi dari banyak dasar teori yang ada dan memang penggunaan
teknologi audit pada khususnya bergantung pada ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha,
kondisi yang mendukung, serta pengaruh sosial. Pada intinya model tersebut dapat
diterapkan dalam penelitian penerimaan teknologi di lingkungan audit. Model UTAUT
merupakan instrumen yang cukup valid dan reliabel untuk mengukur perilaku
penggunaan teknologi informasi (Sundaravej, 2010).
Beberapa variabel yang digunakan oleh Venkatesh (2003) dalam
mengaplikasikan model penerimaan teknologi informasi UTAUT serta pembentukan
hipotesisnya yaitu, Ekspektasi Kinerja (Performance Expectation), Ekspektasi Usaha
(Effort Expectation), dan Faktor Sosial (Sosial Influance) mempengaruhi Minat atau Niat
untuk Berperilaku (Behavioral Intention). Sedangkan minat pemanfaatan teknologi
informasi dan Kondisi yang Membantu (Facilitating Conditions) pemakai
mempengaruhi Perilaku atas Penggunaan Teknologi Informasi (Use Behavior). Persepsi
tersebut dimoderasi oleh jenis kelamin (gender), usia (age), serta pengalaman
(experience) dan kesukarelaan (voluntariness).
Curtis and Payne (2008) menyatakan Ekspektasi Kinerja (Performance
Expectation) merupakan faktor penentu signifikan niat untuk mengadopsi teknologi
audit. Auditor tidak akan mengadopsi perangkat lunak yang tidak memiliki kontribusi
signifikan terhadap pelaksanaan audit secara keseluruhan. Serta Ekspektasi Usaha (Effort
Expectation) dikemukakan oleh Curtis and Payne (2008) bahwa dapat mempengaruhi
penerimaan atas perangkat lunak dan berpengaruh signifikan terhadap niat auditor untuk
mengadopsi teknologi audit.
Faktor Sosial (Sosial Influance) dalam penelitian Handayani (2005) dan Hasyim
(2010) dikemukakan bahwa faktor sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap minat
pemanfaatan sistem informasi. Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian Venkatesh
(2003), faktor sosial merupakan pengaruh lingkungan sekitar yang dapat meyakinkan
individu dalam penggunaan sistem informasi. Curtis and Payne (2008) berpendapat
bahwa pengaruh sosial menjadi faktor penentu utama penerimaan perangkat lunak dalam
audit. Sedangkan untuk kondisi yang memfasilitasi (Facilitating Conditions) pada
penelitian Curtis and Payne (2008) dijadikan sebagai penentu signifikan niat untuk
mengadopsi teknologi audit.
Perbedaan penelitian ini dan sebelumnya yang telah dilakukan oleh Venkatesh
(2003), Handayani (2005), Curtis and Payne (2008) dan Hasyim (2010) yaitu masuknya
variabel kecemasan (Anxiety), kemampuan individu (Self-Efficacy), dan sikap terhadap
penggunaan teknologi (Attitude Toward Using Technology) sebagai alat ukur penentu
signifikansi atas minat penggunaan teknologi audit. Ketiga variabel tersebut tidak
dicantumkan dalam penelitian terdahulu dikarenakan dalam penelitian Venkatesh (2003)
dianggap tidak memiliki hubungan langsung terhadap minat pemanfaatan. Sedangkan
pada penelitian Sundaravej, (2010) dan Moran et al, (2010) variabel kecemasan (Anxiety)
dan kemampuan individu (Self-Efficacy) berpengaruh signifikan atas minat pemanfaatan
teknologi sistem informasi. Serta pada pengembangan model TAM oleh Davis et al,
(1989) berpendapat dimana sikap terhadap penggunaan teknologi memiliki pengaruh
signifikan atas minat penggunaan teknologi sistem informasi.
Penelitian ini menggunakan model replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Venkatesh et al. (2003), Sundaravej. (2010), dan Moran et al. (2010) dengan menguji
teori UTAUT serta menambahkan beberapa komponen variabel yaitu kecemasan
berkomputer (computer anxiety), kemampuan diri sendiri dalam menggunakan komputer
(computer self-efficacy), dan sikap terhadap penggunaan teknologi (Atitude Toward
Using Technology). Dalam Penelitian Venkatesh (2003) variabel tersebut telah tersedia
namun hanya sebagai variabel tambahan yang dinilai belum cukup kuat untuk dapat
memengaruhi penggunaan teknologi informasi. Namun dari penelitian Sundaravej (2010)
berpendapat bahwa Anxiety dan Computer Self-Efficacy berkorelasi dengan niat perilaku
untuk penggunaan teknologi. Sedangkan pada penelitian dari Moran et al. (2010) yang
menyatakan bahwa variabel ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, sikap terhadap
penggunaan teknologi, dan self-efficacy merupakan komponen kunci dari niat perilaku
penggunaan teknologi. Namun berbeda halnya dengan variabel pengaruh sosial dan
kecemasan yang tidak memiliki banyak pengaruh terhadap niat perilaku penggunaan
teknologi. Perbedaan penelitian yang terjadi tersebut disebabkan berbeda-bedanya obyek
yang diteliti, teknologi yang digunakan dan karakter masing-masing individu di wilayah
tertentu.
Pada penelitian kali ini terdapat perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu
penerapan teknologi yang akan diterapkan yang dikhususkan pada penggunaan teknik
audit berbantuan komputer (TABK) berupa sistem elektronik audit (e-audit) pada suatu
organisasi Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Jawa
Timur. Peneliti terdahulu memfokuskan pada penerimaan dan penerapan teknologi pada
siswa. Peneliti saat ini ingin mengetahui tingkat penerimaan dan penerapan Teknik Audit
Berbantuan Komputer khususnya pada sistem E-Audit Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
Kendala pada penerapan sistem e-audit di BPK RI perwakilan Jawa Timur yaitu
kurangnya kemampuan para auditor mengenai penggunaan teknik audit berbantuan
komputer. Pada teori UTAUT mengusulkan bahwa terdapat empat faktor yang
mempengaruhi penerimaan sebuah sistem informasi: (1) pengguna berharap sistem dapat
meningkatkan kinerja mereka (yaitu, ekspekatasi kinerja), (2) tingkat usaha pengguna
untuk percaya bahwa penggunaan sistem tersebut sangat dibutuhkan (yaitu, ekspektasi
usaha), (3) sejauh mana pengguna memandang bahwa lingkungan mendorong mereka
untuk dapat menggunakan sistem (yaitu, pengaruh sosial), dan (4) pengguna berharap
secara teknis dan infrastruktur organisasi dapat mendukung untuk penggunaan sistem
tersebut (yaitu, kondisi yang memfasilitasi) (Venkatesh et al, 2003).
Dengan adanya teori tersebut kami ingin meneliti lebih jauh apa penyebab atas
kurangnya kemampuan auditor dalam menggunakan teknik audit berbantuan komputer.
Supaya keberadaan sistem e-audit bisa dijalankan dalam jangka panjang sebagaimana
fungsinya yang dapat memudahkan auditor dalam melakukan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ekspektasi kinerja (performance expectation) memengaruhi minat
penggunaan sistem informasi e-audit?
2. Apakah ekspektasi usaha (effort expectation) memengaruhi minat penggunaan sistem
informasi e-audit?
3. Apakah pengaruh sosial (sosial influance) memengaruhi minat penggunaan sistem
informasi e-audit?
4. Apakah kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) memengaruhi minat
penggunaan sistem informasi e-audit?
5. Apakah kecemasan penggunaan komputer (computer anxiety) memengaruhi minat
penggunaan sistem informasi e-audit?
6. Apakah kemampuan individu dalam penggunaan komputer (computer self-efficacy)
memengaruhi minat penggunaan sistem informasi e-audit?
7. Apakah sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology)
memengaruhi minat penggunaan sistem informasi e-audit?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitian untuk
menemukan bukti empiris mengenai pengaruh variabel sebagai berikut:
1. Ekspektasi kinerja (performance expectation) memengaruhi minat penggunaan sistem
informasi e-audit.
2. Ekspektasi usaha (effort expectation) memengaruhi minat penggunaan sistem
informasi e-audit.
3. Pengaruh sosial (sosial influance) memengaruhi minat penggunaan sistem informasi
e-audit.
4. Kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) memengaruhi minat penggunaan
sistem informasi e-audit.
5. Kecemasan penggunaan komputer (computer anxiety) memengaruhi minat
penggunaan sistem informasi e-audit.
6. Kemampuan individu dalam penggunaan komputer (computer self-efficacy)
memengaruhi minat penggunaan sistem informasi e-audit.
7. Sikap terhadap penggunaan teknologi (attitude toward using technology)
memengaruhi minat penggunaan sistem informasi e-audit.
1.4. Manfaat Penelitian
Harapan atas pelaksanaannya penelitian ini agar dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Jawa Timur
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengenai perilaku individu untuk
pemanfaatan Sistem Elektronik Audit (E-Audit) dalam rangka peningkatan kinerja
individu dan organisasi.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan bagi organisasi maupun peneliti lain dalam
pengembangan teknologi informasi khususnya teknik audit berbantuan komputer
(TABK) ataupun penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Audit
Pentingnya informasi keuangan baik bagi pihak internal maupun eksternal
dalam pengambilan keputusan membuat pihak manajemen dalam sebuah institusi
maupun perusahaan bekerja lebih keras. Manajemen bertanggung jawab dalam
menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
memelihara sistem dan prosedur untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan
melaporkan keuangan tersebut. Untuk mengetahui apakah sebuah pelaporan keuangan
dalam perusahaan ataupun institusi tersebut dianggap telah wajar ataupun tidak perlu
dilakukan penilaian maupun penelusuran audit secara khusus oleh lembaga akuntan
publik bagi sektor swasta maupun Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia
(BPK RI) yang dikhususkan bagi pemerintahan maupun umum.
Menurut Arens dan Loebbecke (2000) mendefinisikan audit sebagai proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur
mengenai entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen
untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksudkan
dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Agoes (2004) menjelaskan bahwa auditing merupakan suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Mulyadi (2002) membagi definisi auditing baik secara umum maupun dari segi
profesi akuntan publik. Secara umum definisi auditing adalah suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat keseuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Sedangkan ditinjau dari segi profesi akuntan publik auditing didefinisikan sebagai
pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan
atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut
menyajikan secara wajar, dalam semua hal material, posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan atau organisasi tersebut.
Atas dasar UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang “Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara” pada Pasal 1 terdapat definisi Pemeriksaan adalah
proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengolalaan dan tanggung
jawab keuangan negara.
Berdasarkan pendapat atas definisi audit diatas dapat disimpulkan bahwa audit
ataupun pemeriksaan adalah sebuah proses pengumpulan dan pengevaluasian data dari
semua kegiatan ekonomi yang dilakukan secara sistematis dan dilaksanakan oleh
seseorang yang berkompeten dan independen yang bertujuan memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam hal ini teori serta konsep audit
menjelaskan tujuan dilakukan audit adalah untuk memperbaiki kinerja suatu unit
organisasi. Sehingga jika tindakan audit berhasil meningkatkan kinerja unit, maka
berarti menunjang ke arah perbaikan kinerja organisasi secara keseluruhan.
2.2. Konsep Dasar Sistem Informasi
Informasi berarti hasil dari suatu proses yang terorganisasi, memiliki arti dan
berguna bagi orang yang menerimanya. Ada kalanya dibedakan antara data dan
informasi. Data berarti fakta acak yang diterima sebagai masukan atau input pada suatu
sistem informasi dan disimpan. Sistem adalah suatu entity yang terdiri dari dua atau
lebih komponen yang saling berinteraksi untuk mencapoai tujuan. Sistem yang relevan
dengan tugas akuntansi adalah Comuputer Based System, yang dapat diartikan
terintegrasinya peralatan, program, data, dan prosedur untuk menjalankan satu tugas
pada komputer (Mukhtar Ali.1997).
Mukhtar Ali (1997) mendefinisikan sistem infomasi sebagai suatu
pengorganisasian peralatan untuk mengumpulkan, menginput, memproses, menyimpan,
mengatur, mengontrol, dan melaporkan informasi untuk pencapaian tujuan perusahaan.
Sistem informasi dibagi menjadi dua yaitu sistem informasi manual dan sistem
informasi otomatis. Sistem manual memproduksi informasi tanpa menggunakan
komputer serta bersifat fleksibel dan tidak memiliki batas kondisi tertentu. Sistem
informasi otomatis melibatkan komputer sehingga memiliki akurasi yang tinggi dan
ditunjang dengan efesiensi dan efektifitas yang baik namun tingkat fleksibilitas agak
rendah.
Laudon et al (2007) mendefinisikan sistem informasi adalah suatu sistem di
dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian,
mendukung operasi,bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. O’Brien
(2005) berpendapat bahwa sistem informasi merupakan suatu kombinasi teratur dari
pemakai/orang (user), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software),
computer network and data communication (jaringan komunikasi), dan basis data
(database) yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi di dalam
suatu bentuk organisasi. Adapun bagan yang telah digambarkan oleh O’Brien sebagai
berikut:
Gambar 1.1. Komponen Sistem Informasi
Sutedjo (2006) sistem informasi adalah sekumpulan elemen yang saling
berhubungan satu sama lain untuk membentuk suatu kesatuan untuk mengintegrasi
data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi tersebut.
Gondodiyoto (2007) menambahkan bahwa sistem informasi merupakan kumpulan
elemen atau sumber daya dan jaringan prosedur yang saling berkaitan secara terpadu,
terintegrasi dalam suatu hubungan hierarki tertentu, dan bertujuan mengolah data
menjadi informasi.
Kenneth (1999) mendefinisikan bahwa Sistem informasi (SI) adalah
sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan (collect/
retrieve), memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pembuatan keputusan dan pengendalian suatu organisasi. Informasi adalah data yang
telah diolah menjadi bentuk yang bermakna dan bermanfaat bagi pemakai. Data adalah
fakta yang menyatakan suatu kejadian atau lingkungan fisik yang belum dikelola
menjadi bentuk yang bermakna dan bermanfaat bagi manusia.
Kendali sebuah sistem informasi merupakan suatu sistem yang mencegah,
mendeteksi atau memperbaiki. Kejadian yang tidak dibenarkan (unlawfulevents) (Ron
Weber.1999). Unlawful events dapat berupa: unauttorized, inaccurate, incomplete,
redundant, ineffective atau inefficient event. Kendali dapat mengurangi kesalahan
yang mungkin terjadi dari kejadian-kejadian yang tidak dibenarkan dengan cara:
mengurangi kemungkinan kemunculan kejadian yang tidak dibenarkan; membatasi
kesalahan/ kerusakan jika kejadian yang tidak dibenarkan tersebut terjadi. Dalam audit
berbasis kendali dilakukan serangkaian kegiatan untuk melihat tingkat kehandalan
kendali-kendali tersebut.
2.3. Audit Sistem Informasi
Audit sistem informasi didefinisikan sebagai proses pengumpulan dan evaluasi
fakta/ evidence untuk menentukan apakah suatu sistem informasi telah melindungi aset,
menjaga integritas data, dan memungkinkan tujuan organisasi tercapai secara efektif
dengan menggunakan sumber daya secara efisien (Ron Weber.1999). sedangkan
menurut Tjie Kwie (2001) mendefinisikan audit sistem informasi dilakukan untuk
melihat apakah sistem informasi yang tersedia baik pengendalian umumnya maupun
aplikasinya sudah dapat melindungi aset perusahaan. Auditing sistem informasi
berbasis komputer merupakan suatu proses pengumpulan dan penilaian bahan bukti
untuk dapat menentukan apakah sistem komputerisasi perusahaan dapat memelihara
kebenaran dan integritas data dalam pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
Di awal perkembangan penggunaan teknologi komputer dan sistem informasi,
pendekatan audit sistem informasi terlihat masih mengabaikan lingkungan komputer,
bahkan terkesan bahwa komputer hanya diperlakukan sebagai benda mati atau “black
box”. Pada saat itu tingkat otomastisasi atau pemakaian komputer dalam pengolahan
data masih rendah karena komputer hanya dipakai sebagai alat pembukuan secara
mekanik atau elektronik. Namun seiring perkembangan penggunaan teknologi
komputer dan sistem informasi, maka peran komputer mengalami peningkatan terutama
pada tingkat otomatisasi (Pamena.2010).
2.3.1. Metode Audit Sistem Informasi
Dengan berjalannya evolusi tersebut, Bodnar dan Hopwood (2004), Webber
(1999), dan Gondodiyoto (2003) menjelaskan mengenai pendekatan audit sistem
informasi yang dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu :
1. Audit Sekitar Komputer (Auditing Around The Computer)
Kondisi ini menggambarkan perkembangan awal dari penggunaan
komputer yang hanya diperlakukan sebagai sistem pencatatan mekanis. Pada
kondisi ini auditor cenderung memperlakukan komputer sebagai “Black Box” dan
mengabaikan masalah-masalah mekanis yang berkaitan dengan bagaimana sebuah
komputer tersebut mencatat jurnal (journal entry), buku besar (ledger) atau
membuat laporan keuangan (finanncial statement). Auditor lebih suka melihat
saldo awal, menambah atau menguranginya, serta memperbandingkan antara
saldo awal dan saldo akhir secara manual.
Di samping itu, jejak audit (audit trail) dari sumbernya (source document)
ke catatan yang telah dibukukan dengan komputer dipandang masih terlalu mudah
dilihat dan ditafsir secara visual atau kasat mata. Maka dari itu auditor
beranggapan bahwa penggunaan komputer dapat diabaikan. Keunggulan dari
metode audit around the computer yaitu pelaksanaan audit lebih sederhana dan
auditor yang berpengetahuan yang minimal di bidang komputer dapat dilatih
dengan mudah untuk melaksanakan audit tersebut. Kelemahannya dari
penggunaan metode pendekatan ini yaitu mengurangi efektifitas dan efisiensi pada
saat pemeriksaan karena pada umumnya database mencakup jumlah data yang
banyak dan sukar untuk ditelusuri secara manual.
2. Audit Dengan Komputer (Auditing With Computer)
Pada pendekatan ini auditor menitik beratkan komputer sebagai alat bantu
audit yang dilengkapi dengan perangkat lunak audit yang berguna untuk
membantu auditor dalam melaksanakan tugas audit. Namun auditor menggunakan
komputer tidak secara penuh hanya sekedar melaksanakan tugas audit seperti
halnya auditee menggunakannya untuk memproses data akuntansi, misalnya:
mengambil sampel persediaan data untuk keperluan pengecekan fisik digudang,
menghitung biaya penyusutan/depresiasi, dan membandingkan isi dari dua buah
data untuk menguji keaslian maupun konfirmasi hubungan logikanya, dan lain
sebagainya.
Keuntungan utama dari penggunaan pendekatan Auditing Wtih Computer
yaitu dapat meningkatkan kekuatan terhadap pengujian sistem aplikasi secara
efektif, dimana ruang lingkup dan kemampuan pengujian dapat diperluas sehingga
tingkat kepercayaan terhadap keandalan dari pengumpulan dan pengevaluasian
bukti dapat ditingkatkan. Karena pendekatan ini cukup kompleks maka terdapat
kelemahan pada pendekatan ini yaitu memerlukan biaya yang besar dan tenaga
ahli yang terampil.
3. Audit Melalui Komputer (Audit Through The Computer)
Pada perkembangannya saat ini dunia komputer akhirnya memaksa auditor
untuk tidak melakukan audit disekitar komputer lagi, karena bukti (evidance) yang
dapat dipandang tidak memadai lagi. Auditor dipaksa memperlakukan komputer
sebagai target audit dan melakukan audit melalui area program. Oleh sebab itu
pendekatan audit dengan menggunakan komputer termasuk juga dalam Teknik
Audit Berbantuan Komputer (TABK)/Computer Assisted Audit Techniques
(CAATs). Pendekatan ini dilakukan pada saat:
a. Sistem aplikasi komputer memproses input yang cukup besar dan
menghasilkan output yang cukup besar, sehingga memperluas audit untuk
meneliti keabsahannya.
b. Bagian penting dari struktur pengendalian intern perusahaan terdapat di dalam
komputerisasi yang digunakan
Kelebihan dari metode pendekatan Audit Through The Computer yaitu dapat
meningkatkan kekuatan pengujian system aplikasi secara efektif dan auditor akan
merasakan keyakinan yang lebih atas hasil kerjanya. Namun kelemahan yang
harus ditanggung yaitu untuk penerapan metode ini membutuhkan biaya yang
relative tinggi karena jumlah jam kerja yang banyak untuk dapat lebih memahami
struktur pengendalian intern dari pelaksanaan system aplikasi serta membutuhkan
keahlian teknis yang mendalam untuk memahami cara kerja sistem.
2.4. Teknik Audit Berbantuan Komputer dan Pelaksanaan E-Audit Pada BPK RI
Pemanfaatan teknologi komputer saat ini telah digunakan secara maksimal
hampir di semua bidang bisnis. Teknologi komputerisasi sangat berdampak pada
profesi audit dalam dua decade terakhir, karena banyak perusahaan menggunakan
kertas kerja elektronik (Winograd, 2000; Pricewaterhouse Coopers, 2003). Data dan
dokumen yang berkaitan dengan transaksi bisnis diproses secara elektronik atau
Electronic Data Processing (EDP) dan disimpan dalam file elektronik atau Electronic
Data Interchange (EDI), bersama dengan semua informasi dan dokumen lainnya,
seperti kontrak, kebijakan perusahaan dan anggaran rumah tangga serta semua
informasi mengenai transaksi bisnis baik pencatatan, pengklasifikasian, dirangkum
dan dilaporkan dengan menggunakan database elektronik. Salah satu jenis teknologi
informasi yang sering digunakan oleh para professional dan direkomendasikan oleh
standar audit yaitu CAATs (Computer Assisted Audit Tools and Techniques) atau
teknik audit berbantuan computer (TABK).
Perkembangan ini dikatakan dramatis oleh Zhao et al (2004) karena mengubah
semua aspek lain dari persiapan, audit, dan menggunakan laporan keuangan.
Perubahan dan perkembangan teknologi informasi tersebut menjadi ancaman serius
terhadap fungsi audit. Banyak peristiwa ekonomi sekarang ditangkap, diukur, diakui,
dan dilaporkan secara elektronik, tanpa dokumentasi kertas. Rezaee et al. (2000)
mendefinisikan kondisi tersebut menjadi proses akuntansi baru RTA. RTA (Real-
Time Accounting) merupakan proses pembuatan informasi akuntansi secara cepat dan
akurat secara komputerise. Namun, meskipun teknologi informasi menyajikan
ancaman serius terhadap fungsi audit, juga menawarkan kesempatan bagi para
Profesional Audit untuk mengembangkan layanan baru yang berharga.
Teknik audit berbantuan komputer (computer assisted audit techniques/
CAAT) didefinisikan sebagai alat yang dibantu komputer yang memungkinkan
auditor untuk meningkatkan baik produktivitas mereka sendiri dan fungsi audit.
Teknik ini merupakan cara dimana auditor menggunakan komputer dalam sistem
informasi untuk mengumpulkan, atau membantu dalam pengumpulan bukti audit.
Perangkat komputer audit ini juga memungkinkan auditor untuk melakukan banyak
tugas yang sebelumnya secara manual intensif dengan cepat dan efisien,
memungkinkan penghematan waktu dan biaya (Zhao et al, 2004). Teknik audit
berbantuan komputer meliputi penggunaan komputer untuk secara langsung menguji
pengendalian aplikasi atau biasa dikenal dengan auditing melalui komputer (auditing
through the computer) (Boynton, et al.2003).
Dengan munculnya RTA dan EDI maupun EDP menjadikan komputer
sebagai alat bantu utama dalam proses audit (Brodie, 1990). Penggunaan teknik audit
berbantuan komputer merupakan sesuatu yang istimewa karena biasanya teknik yang
digunakan oleh auditor tidak dibantu komputer. Melakukan audit tanpa menggunakan
teknologi informasi bukanlah sebuah pilihan mengingat semua informasi yang
dibutuhkan untuk melakukan audit berada di sistem komputer. Sementara dunia audit
yang kemungkinan akan terus bertumbuh seiring dengan perkembangan dunia
teknologi sistem informasi (Sayana. 2003). Penggunaan teknik audit berbantuan
komputer memungkinkan auditor meningkatkan produktivitas mereka dalam fungsi
audit (Zhao et al. 2004). Misalnya, seperti mengotomatisasi pengujian popuasi dan
pemilihan sampel transaksi memenuhi kriteria tertentu, memperoleh bukti dan
mengevaluasi keberadaan persediaan dan kelengkapan, sehingga meningkatkan
keandalan pemeriksaan (AICPA, 2006)
Penggunaan elektronik audit (e-audit) oleh BPK RI mulanya untuk
memanfaatkan adanya perkembangan teknologi yang terjadi dalam dunia audit. Pada
umumnya penggunaan e-audit ditujukan untuk melakukan perekaman, pengolahan,
pertukaran, pemanfaatan dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak,
dalam rangka melakukan pemeriksaan atas pengolahan keuangan negara sebagai
implementasi BPK Sinergi melalui link and match. Diawali dengan mengidentifikasi
sumber informasi baik data keuangan maupun non keuangan apa saja dari lembaga
negara, kementerian, BUMN, BUMD dan lain-lain, yang diperlukan BPK. Kemudian
data tersebut diolah dan digunakan dalam proses pemeriksaan secara elektronis. Dari
hasil pengolahan tersebut, selanjutnya dipadukan dengan data dan informasi yang
diperoleh dari entitas yang dijadikan sebagai objek pemeriksaan.
Perangkat lunak audit menurut PSA No. 57 terdiri dari program komputer
yang digunakan oleh auditor, sebagai bagian prosedur auditnya, untuk mengolah data
audit yang signifikan dari sistem akuntansi entitas atau organisasi. Perangkat lunak
audit dapat terdiri dari:
a. Program paket (package programs) adalah program komputer yang
dirancang untuk melaksanan fungsi pengolahan data yang mencangkup
pembacaan file komputer, pemilihan informasi, pelaksanaan perhitungan,
pembuatan file data, dan pencetakan laporan dalam suatu format yang
telah ditentukan oleh auditor.
b. Program yang dibuat dengan tujuan khusus (purpose-written programs)
adalah program komputer yang dirancang untuk melaksanakan tugas audit
dalam keadaan khusus. Program ini dibuat disiapkan oleh auditor, oleh
entitas, atau oleh programer khusus. Program entitas yang ada dalam
beberapa hal dapat digunakan oleh auditor dalam bentuk aslinya atau
dalam bentuk yang sudah dimodifikasi karena hal ini dapat lebih efisien
dibandingkan dengan jika program tersebut dikembangkan secara
independen.
c. Program utilitas (utility programs) adalah program yang digunakan oleh
entitas untuk melaksanakan fungsi pengolahan umum seperti
penyortasian, pembuatan, dan pencetakan file. Program ini umumnya
dirancang untuk tujuan audit dan, oleh karena itu mungkin tidka memiliki
kemampuan seperti perhitungan record secara otomatis (automatic record
count) atau total kontrol (control totals).
Dari adanya pengelompokan jenis perangkat lunak diatas dan dilihat dari
fungsi penggunaan e-audit yang ditujukan untuk melakukan perekaman, pengolahan,
pertukaran, pemanfaatan dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak,
dalam rangka melakukan pemeriksaan atas pengolahan keuangan negara. Maka dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan proses pemeriksaan secara elektronik atau dalam hal
ini disebut sebagai e-audit merupakan gabungan dari ketiga jenis perangkat lunak.
Program paket disini dikondisikan bahwa e-audit sebagai implementasi BPK Sinergi
melalui link and match. Program dengan tujuan khusus menitik beratkan bahwa
pelaksanaan e-audit ditujukan untuk pemeriksaan atas pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara. Sedangkan program utilitas berdasarkan
proses pengidentifikasi sumber informasi baik data keuangan maupun non keuangan
apa saja dari lembaga negara, kementerian, BUMN, BUMD dan lain-lain, yang
diperlukan BPK. Kemudian diolah dan dipadukan dengan data yang diperoleh dari
entitas.
Menurut PSA No. 57 menjelaskan tujuan dan lingkup audit pada penggunaan
teknik audit berbantuan komputer secara keseluruhan tidak mengalami perubahan
dalam lingkungan sistem informasi komputer (SIK). Namun, penggunaan suatu
komputer mengubah pengolahan, penyimpanan, dan komunikasi informasi keuangan
dan dapat berdampak terhadap sistem akuntansi dan sistem pengendalian intern
entitas. Oleh karena itu, lingkungan SIK dapat berdampak terhadap:
a. Prosedur yang diikuti oleh auditor dalam pemerolehan pemahaman memadai
tentang sistem akuntansi dan sistem pengendalian intern.
b. Pertimbangan risiko bawaan dan risiko pengendalian yang digunakan oleh
auditor untuk penaksiran risiko.
c. Desain dan pelaksanaan pengujian pengendalian dan pengujian substantif
yang tepat dilakukan untuk memenuhi tujuan audit.
Pada waktu merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan suatu
kombinasi baik dari teknik audit secara manual dan teknik audit berbantuan komputer.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan TABK sebagai berikut:
a. Pengetahuan, keahlian, dan pengalaman komputer yang dimiliki oleh auditor.
b. Tersedianya TABK dan fasilitas komputer yang sesuai.
c. Efektifitas dan efisiensi saat pelaksanaan.
Hal tersebut untuk dapat memaksimalkan penggunaan teknik audit berbantuan
komputer, auditor harus memiliki pengetahuan memadai tentang SIK untuk
merencanakan, mengarahkan, melakulkan supervisi, dan me-review pekerjaan yang
dilakukan. Keahlian minimum yang harus dimiliki oleh auditor atau stafnya dalam
melaksanakan audit di lingkungan sistem informasi komputer (SIK) adalah:
a. Pengetahuan dasar komputer dan fungsi komputer secara umum.
b. Pengetahuan dasar tentang sistem operasi (operating system) dan perangkat
lunak.
c. Pemahaman tentang teknik pengolahan file dan struktur data.
d. Kemampuan bekerja dengan perangkat lunak audit.
e. Kemampuan me-review sistem dokumentasi.
f. Pengetahuan dasar tentang pengendalian SIK untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi dampak penggunaan SIK terhadap operasi entitas.
g. Pengetahuan memadai dalam pengembangan perancangan audit dan supervisi
pelaksanaan ausit dalam lingkungan SIK.
h. Pemahaman dinamika perkembangan dan perubahan sistem dan program
dalam suatu entitas.
Sistem diterapkan di organisasi menjadi komponen dari organisasi bersama-
sama dengan manusia sebagai user. Manusia yang nantinya akan berinteraksi secara
langsung menggunakan sistem tersebut. Permasalahan yang sering terjadi sebuah
sistem gagal diterapkan manusianya menolak atau tidak mau menggunakannya
dengan banyak alasan. Menolak menggunakan sistem adalah suatu perilaku
(behaviour). Sistem informasi dalam hal ini e-audit dapat diterima baik oleh para
pengguna dengan mempersiapkan sistem tersebut supaya pengguna mau berperilaku
menerima (Jogiyanto, 2007).
Merubah perilaku tidak dapat dilakukan secara langsung ke perilakunya, tapi
harus dilakukan melalui antesenden atau penentu atau penyebab perilaku tersebut.
Salah satu penentu atau antesenden dari perilaku pengguna adalah tingkat
kerpercayaan terhadap sistem tersebut. Dengan demikian, merubah perilaku dapat
dilakukan dengan merubah kepercayaan (beliefs) dari individual menjadi kepercayaan
(beliefs) yang positip untuk menerima sistem informasi yang diterapkan dalam hal ini
e-audit pada BPK RI (Jogiyanto, 2007).
2.5. Penelitian Terdahulu
Teori Penyatuan Penerimaan dan Penggunaan Teknologi (Unified Theory of
Acceptance and Use of Technology/ UTAUT)
Kehadiran teknologi informasi telah banyak merubah organisasi. Supaya
teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja organisasi, teknologi ini harus dapat
diterima dan digunakan terlebih dahulu oleh pemakainya (user) (Jogiyanto, 2007).
Munculnya sistem elektronik audit (e-audit) untuk beradaptasi adanya perkembangan
teknologi yang terjadi dan diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi
terutama pada saat pelaksanaan audit.
Venkatesh, et al. (2003) mengkaji dari beberapa teori tentang penerimaan
teknologi oleh para pemakai sistem. Sebanyak delapan buah teori dikaji sebagai
berikut:
1. Teori tindakan beralasan (theory of reasoned action atau TRA).
2. Model penerimaan teknologi (technology acceptance model atau TAM).
3. Model motivasioanal (motivation model atau MM).
4. Teori perilaku rencanaan (theory of planned behaviour atau TPB).
5. Model gabungan TAM dan TPB (a model combining the technology
acceptance model and the theory of planned behaviour atau TAM+TPB)
6. Model pemanfaatan PC (model of PC utilization atau MPCU)
7. Teori divusi inovasi (innovation diffusion theory atau IDT)
8. Teori kognitif sosial (social cognitive theory atau SCT)
Venkatesh, et al. (2003) kemudian menggunakan teori yang sudah ada
sebelumnya untuk mengembangkan sebuah model penggabungan baru yang
terintegrasi. Model gabungan (unified model) ini kemudian mereka sebut dengan
nama teori gabungan penerimaan dan penggunaan teknologi (Unified Theory of
Acceptance and Use of Technology) atau disebut dengan singkatannya yaitu UTAUT.
Setelah mengkaji dan membandingkan kedelapan model sebelumnya,
Venkatesh et al. (2003) mulai mencoba memformulasikan suatu teori UTAUT
tersebut sehingga menyimpulkan hasil sebagai berikut:
1. Untuk setiap model, paling sedikit satu konstruk signifikan di seluruh waktu
periode.
2. Konstruk yang selalu signifikan di setiap periode merupakan konstruk yang
mempunyai pengaruh paling besar, misalnya sikap (attitude) di model TRA
dan TPB, kegunaan persepsian (perceived usefulness) di TAM/TAM2 dan
TAM+TPB, motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) dan ekspektasi hasil
(outcome expectations) di SCT.
3. Beberapa konstruk pada awalnya signifikan, tetapi kemudian menjadi tidak
signifikan dengan berjalannya waktu. Konstruk-konstruk ini adalah kontrol
perilaku persepsian (perceived behavioral control) di TPB/DTPB dan
TAM+PB, kemudahan penggunaan persepsian (percieved behavioral control)
di TPB/DTPB dan TAM+PB, kemudahan penggunaan persepsian (perceived
ease of use) di TAM/TAM2, kerumitan (complexity) di MPCU, kemudahan
digunakan (ease of use) di IDT, dan keyakinan-sendiri (self-efficacy) dan
kecemasan (anxiety) di SCT.
4. Setting sukarela lawan mandatori mempunyai pengaruh yang signifikan pada
konstruk-konstruk yang berhubungan dengan pengaruh sosial, seperti misalnya
norma subyektif (subjective norm) di TPB/DTPB, TAM+TPB dan TAM2,
faktor-faktor sosial (social factors) di MPCU, dan image di IDT yang hanya
signifikan di implementasi-implementasi mandatori.
Dari beberapa variabel yang telah mengalami pengujian, Venkatesh (2003)
menteorikan empat konstruk yang dianggap mempunyai peran utama dalam
pengaruh-pengaruh langsung terhadap penerimaan pemakai dan perilaku
pemakaian. Keempat konstruk tersebut adalah :
Ekspektansi kinerja (performance expectancy)
Didefinisikan pada penelitian Venkatesh et al (2003) sebagai seberapa
tinggi seseorang percaya atas penggunaan sistem akan membantu dirinya untuk
mendapatkan keuntungan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan pada
penelitian Handayani (2005) mengartikan ekspektansi kinerja bahwa seseorang
individu akan menggunakan sistemr informasi apabila sistem tersebut dapat
membantunya untuk meningkatkan kinerja.
Konstruk yang digunakan dalam pembentukan variabel ekspektansi
kinerja dari hasil uji yang telah dilakukan Venkatesh et al (2003) kemudian
dipaparkan kembali oleh Hamzah (2009) diperoleh dari model-model
sebelumnya yaitu, perceived usefulness (TAM dan C-TAM-TPB), motivasi
ekstrinsik (MM), kesesuaian tugas atau job fit (MPCU), keuntungan relatif (IDT),
dan ekspektasi hasil (SCT).
Ekspektansi usaha (effort expectancy)
Merupakan tingkat kemudahan yang dihubungkan dengan penggunaan
suatu sistem informasi (Venkatesh et al, 2003). Menurut handayani (2005)
ekpektasi usaha merupakan tingkat kemudahan penggunaan sistem yang akan
dapat mengurangi upaya (tenaga dan waktu) individu dalam melakukan
perkerjaannya. Hal ini berarti pekerjaan yang menggunakan sistem informasi
lebih mudah dari pada dengan manual.
Sementara pada penelitian Hamzah (2009) menjelaskan bahwa
kemudahan penggunaan sistem infromasi akan menimbulkan perasaan dalam diri
seseorang bahwa sistem itu mempunyai kegunaan sehingga menimbulkan
kenyamanan bagi penggunanya. Terdapat tiga konstruk pada penelitian
Venkatesh (2003) yang digunakan untuk membentuk variabel ekspektasi usaha
yaitu persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use), kemudahan
penggunaan (ease of us), dan kompleksitas.
Pengaruh sosial (social influance)
Pengaruh sosial diartikan sebagai tingkat dimana individu menganggap
bahwa orang lain meyakinkan dirinya dalam penggunaan sistem yang baru
(Handayani, 2005 dan Hamzah, 2009). Sedangkan Venkatesh (2003) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa pengaruh sosial dinilai sebagai sejauh mana
seorang invidu mempersepsikan kepentingan yang dipercaya oleh orang lain yang
akan mempengaruhi untuk menggunakan sistem.
Variabel pengaruh sosial dalam teoti UTAUT (Venkatesh et al, 2003)
terdiri dari tiga konstruk dari model penelitian tentang penggunaan sistem
informasi sebelumnya yaitu norma subyektif (TRA, TAM, TPB, dan C-TAM-
TPB), faktor-faktor sosial (MPCU), dan image (IDT). Ketiga variabel utama ini
dijadikan sebagai penentu terhadap minat pemanfaatan sistem informasi.
Kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions)
Variabel ini didefinisikan oleh Venkatesh (2003) sebagai sejauh mana
seseorang percaya bahwa infrastruktur yang dimiliki oleh organisasi dan fasilitas
teknik lainnya telah tersedia untuk mendukung penggunaan sistem. Pada
penelitian Hamzah (2009) ditambahkan bahwa dalam konteks pemanfaatan
teknologi informasi, ketentuan-ketentuan yang mendukung pengguna adalah
merupakan bentuk kondisi yang memfasilitasi yang akan mempengaruhi
pemanfaatan sistem informasi.
Variabel kondisi yang memfasilitasi dalam teori UTAUT (Venkatesh et
al, 2003) dibangun dari konstruk-konstruk model sebelumnya yaitu, perceived
behavioral control (TPB, C-TAM-TPB), facilitating condition (MPCU), dan
compability (IDT).
Model Penelitian UTAUT
Gambar 2.1. Model Penelitian UTAUTSumber: Venkatesh et al.,(2003)
Ketiga konstruk lainnya yang digunakan tetapi tidak digambarkan dalam
model UTAUT karena diteorikan bukan sebagai pengaruh-pengaruh langsung ke
minat. Penelitian Venkatesh (2003) menggunakan variabel moderasi antara lain
adalah gender, umur (age), kesukarelaan (voluntariness), dan pengalaman
(experience). Adapun variabel tersebut adalah:
Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan mengenai lingkungan komputer pada teori kognitif sosial
yang digambarkan oleh Jogiyanto (2007) diekspektasikan berhubungan negatif
dengan penggunaan komputer. Tidak mengherankan, karena orang-orang
diharapkan menghindari perilaku yang menimbulkan perasaan cemas. Dari
penelitian Compeua et al (1999) menemukan hubungan kuat antara kecemasan
dengan penggunaan teknologi.
Variabel kecemasan pada model UTAUT (Venkatesh et al, 2003)
dikeluarkan dengan alasan pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
kecemasan secara konsep dan empiris berbeda dengan ekspektasi usaha sehingga
dimodelkan sebagai penentu tidak langsung dari niat yang dimediasi oleh
perceived ease of use. Dengan adanya variabel ekspektansi usaha (effort
expectancy) maka kecemasan (anxiety) bukan faktor penentu signifikan terhadap
niat.
Keyakinan Sendiri (Self-Efficacy)
Keyakinan sendiri merupakan persepsi individual terhadap kemudahan
atau kesulitan dalam melakukan perilaku atau keyakinan terhadap kemampuan
sendiri untuk melakukannya (Ajzen, 2002). Pertimbangan keyakinan sendiri
diyakini mempengaruhi ekspektasi-ekspektasi hasil (outcomes expectations)
karena seseorang mengharapkan hasil (outcome) diperoleh terutama dari
pertimbangan-pertimbangan seberapa baik seseorang dapat melakukan perilaku
yang dituntut (Bandura, 1978). Bandura (1986) mengartikan keyakinan sendiri
sebagai sebuah pertimbangan manusia tentang kemampuannya untuk
mengorganisasikan dan melakukan sekumpulan kegiatan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kinerja yang direncanakan. Ini berhubungan bukan dengan keahlian
yang dimiliki seseorang tetapi lebih ke pertimbangan-pertimbangan apakah
seseorang dapat melakukan dengan keahlian apapun yang dimilikinya.
Pada model UTAUT yang diterapkan oleh Venkatesh (2003) variabel
keyakinan sendiri diabaikan karena dianggap sebagai penentu tidak langsung dari
niat yang dimediasi oleh perceived ease of use. Seperti halnya yang dijelaskan
pada penelitian Porter dan Lawler (1968) yang menyatakan bahwa konsep
keyakinan sendiri walaupun mewakili suatu persepsi yang unik, tetapi sebenarnya
mirip dengan sejumlah konstruk-konstruk motivasional lainnya, seperti misalnya
ekspektasi usaha-kinerja (effort-performance expectancy), locus of control, dan
self-esteem. Jadi dengan adanya ekspektasi usaha, variabel keyakinan sendiri
tidak menunjukkan signifikansi terhadap niat.
Sikap Terhadap Penggunaan Teknologi (Attitude Toward Using Technology)
Didefinisikan sebagai reaksi perasaan menyeluruh dari individual untuk
menggunakan suatu sistem (Jogiyanto, 2007 dan Venkatesh, 2003). Model Teori
tindakan beralasan (theory of reasoned action atau TRA) menjadikan sikap
terhadap perilaku (attitude towards behavior) sebagai prediktor terhadap niat
(Ajzen dan Fisbein, 1980). Selanjutnya Jogiyanto (2007) menambahkan bahwa
kepercayaan perilaku ditentukan oleh evaluasi terhadap hasil yang dihubungkan
dengan perilaku dan juga ditentukan oleh kekuatan dari organisasi maupun
instansi yang bersangkutan.
Terdapat empat konstruk dari penelitian sebelumnya yang digunakan
untuk pembentukan variabel sikap terhadap penggunaan teknologi yaitu: sikap
terhadap perilaku (TRA, TPB, C-TAM-TPB), motivasi intrinsik (MM), affect
toward use (MPCU), dan perasaan (SCT) (Venkatesh, 2003). Dengan memeriksa
keempat konstruk ini, terbukti bahwa semuanya mengarah ke kesukaan,
kesenangan, dan kebahagiaan seseorang yang berhubungaan dengan penggunaan
teknologi (Jogiyanto, 2007).
2.6. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
2.6.1. Pengaruh Ekspektansi Kinerja Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem
Elektronik Audit (e-audit)
Penelitian Venkatesh et al., (2003) mendefinisikan ekpektansi kinerja
sebagai sejauh mana seseorang individu percaya bahwa menggunakan sistem
akan membantu mencapai tujuannya dna meningkatkan kinerjanya. Dalam
teori UTAUT kinerja membangun harapan dalam mungukur sejauh mana
penerimaan teknologi akan berdampak pada kinerja individu (Curtis dan
Payne, 2008). Sebagai contoh, auditor mungkin percaya bahwa
menggunakan TABK akan membantu mereka dalam pelaksanaan audit
dilapangan serta dapat meningkatkan pengendalian dan pengujian substantif
audit secara efisien dan efektif (Javrin et al., 2008).
Konsep ekspektansi kinerja menggambarkan manfaat sistem bagi para
pemakainya yang berkaitan dengan perceived usefulness, motivasi ekstrinsik,
job fit, keuntungan relatif (relative advatage) (Venkatesh et al, 2003 dan
Handayani, 2005). Perceived usefulness mempunyai hubungan yang lebih
kuat dan konsisten dengan sistem informasi (Davis, 1989). Pada penelitian
Taylor dan Todd (1995) dan Venkatesh dan Davis (2000) menunjukkan hasil
yang mendukung bahwa perceived usefulness merupakan faktor penentu
yang signifikan terhadap kemauan individu untuk menggunakan sistem.
Venkatesh et al., (2003) berpendapat bahwa konstruk ekspektansi
kinerja merupakan prediktor yang kuat dari minat pemanfaatan sistem
informasi dalam setting sukarela maupun wajib. Hal tersebut didukung
dengan adanya hasil dari penelitian saat ini yang dilakukan oleh Handayani
(2005), Curtis dan Payne (2008), Javrin et al., 2008, Sundaravej. (2010),
Moran et al. (2010), Hasyim (2010).
Pada penelitian Handayani (2005) mengemukakan terdapat hubungan
positif signifikan ekspektansi kinerja terhadap minat pemanfaatan sistem
informasi. Hal serupa diungkapkan pada penelitian Curtis dan Payne (2008)
dan Javrin et al, (2008) yang meneliti penggunaan model UTAUT pada
penerapan Computer-Assisted Audit Tools and Techniques (CAATs) atau
biasa dikenal sebagai Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK). Hasil
dari penelitian tersebut yaitu menyatakan bahwa ekspektansi kinerja sebagai
faktor yang kuat bagi para auditor baik pada minat maupun penggunaan
TABK.
Ekspektasi kinerja pada kegunaan teknologi merupakan prediktor
tunggal yang paling signifikan pada penggunaan teknologi untuk kedokteran
(Chau dan Hu 2002), dalam sebuah organisasi (Venkatesh et al, 2003) dan
dalam akuntansi (Bedard et al, 2003 serta Loras dan Wolfe, 2006).
Berdasarkan uraian tersebut dan beberapa penelitian diharapkan ekspektasi
kinerja pada UTAUT dapat menjadi predictor kuat pada niat penggunaan e-
audit bagi para auditor di BPK RI.
H1 : Ekspektasi Kinerja (Performance Expectation) mempunyai
pengaruh positif signifikan pada minat penggunaan sistem
informasi E-Audit.
2.6.2. Pengaruh Ekspentansi Usaha Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem
Elektronik Audit (e-audit)
Ekspektansi Usaha (effort expectancy) merupakan sebuah konsep yang
menyatukan setiap ide dari kemudahan dalam penggunaan teknologi dan
kompleksitas serta merupakan prediktor signifikan niat perilaku untuk
menggunakan teknologi dalam UTAUT (Curtis dan Payne, 2008). Hasil
penelitian Davis et al., (1989) menyatakan bahwa kemudahan pemakaian
mempunyai pengaruh terhadap penggunaan sistem informasi. Venkatesh dan
Davis (2000) mengutarakan bahwa kemudahan penggunaan sistem informasi
akan menimbulkan perasaan dalam diri seseorang bahwa dengan
menggunakan sistem tersebut akan memiliki kegunaan dan terciptanya rasa
nyaman.
Pada Penelitian Chau dan hu (2002) yang diterapkan di dunia kedokteran
menjelaskan bahwa konstruk ini sangat cocok karena terdapat dukungan
dalam penggunaan di percaya bagi seseorang yang memiliki kemampuan
belajar lebih tinggi atau seorang professional. Dalam dunia audit telah
berkembang program pelatihan perangkat lunak untuk professional audit serta
kelompok yang mendukung penggunaan TI. Bisnis di bidang auditor dan
akuntansi cenderung melibatkan satu atau lebih program computer.
Ekspektasi usaha merupakan sebagai penentu signifikan niat untuk
mengadopsi teknologi audit (Curtis dan Payne, 2008). Dalam konteks
penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Payne (2008) auditor tidak hanya
harus belajar bagaimana menggunakan perangkat lunak, tetapi juga harus
menerapkannya. Hasil penelitian tersebut didukung dengan adanya penelitian
dari Moran et al, (2010) dan Sundravej (2010) yang menyatakan bahwa
ekspektasi usaha memliki pengaruh positif dalam niat penggunaan teknologi.
Dengan demikian diharapkan ekspektasi usaha pada UTAUT dapat menjadi
prediktor kuat pada niat penggunaan e-audit bagi para auditor di BPK RI.
H2 : Ekspektasi Usaha (Effort Expectation) mempunyai pengaruh
positif signifikan pada minat penggunaan sistem informasi E-
Audit.
2.6.3. Pengaruh Sosial Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Elektronik
Audit (e-audit)
Pengaruh sosial menganggap bahwa orang lain memberikan pengaruh lebih
untuk meyakinkan dirinya dalam menggunakan system baru. Pada
lingkungan tertentu penggunaan system informasi akan meningkatkan status
seseorang di dalam system sosial (Moore dan Bendasat, 1991). Menurut
Hasyim (2009) pengaruh sosial merupakan internalisasi individu dari
kelompok budaya subyektif dan kesepakan interpersonal yang telah dijalin
dengan individu lain dalam situasi sosial tertentu.
Pengaruh sosial bekerja melalui tiga mekanisme yaitu internalisasi dan
identifikasi mengubah struktur keyakinan individu, dan kepatuhan mengubah
niat (Venkatesh et al, 2003). Dalam lingkungan akuntansi public, pengaruh
sosial biasanya berasal dari rekan kerja dan atasan (Curtis dan Payne, 2008).
Dalam konteks audit, diharapkan bahwa sejauh mana auditor merasa bahwa
manajer mendukung secara langsung penggunaan teknik audit berbantuan
komputer (TABK/CAATs) dapat mempengaruhi pengadopsian teknologi
(Javrin, 2008). Hal ini didukung dengan pernyataan pada penelitian Looras
dan Wolfe (2006) bahwa dukungan dirasakan dari orang lain dan dorongan
supervisor dikaitkan dengan niat untuk menggunakan teknologi.
Venkatesh et al (2003) menyatakan bahwa pengaruh sosial tidak signifikan
dalam konteks sukarela, tetapi menjadi penting ketika penggunaan sebuah
system diamanatkan. Penggunaan e-audit pada BPK RI baik di pusat maupun
perwakilan daerah provinsi Jawa Timur telah dijadikan sesuatu yang wajib
untuk mewujudkan BPK sinergi. Dengan demikian diharapkan pengaruh
sosial pada UTAUT dapat menjadi prediktor kuat pada minat pemanfaatan
e-audit bagi para auditor di BPK RI.
H3 : Pengaruh Sosial (Sosial Influence) mempunyai pengaruh
positif signifikan pada minat penggunaan sistem informasi E-
Audit.
2.6.4. Pengaruh Kondisi Yang Memfasilitasi Terhadap Minat Pemanfaatan
Sistem Elektronik Audit (e-audit)
Kondisi yang memfasilitasi diartikan sejauh mana seseorang percaya bahwa
infrastruktur organisasional dan teknikal tersedia untuk mendukung sistem
(Venkatesh et al, 2003). Penggunaan sebuah sistem pada umumnya harus ada
dukungan dari pihak terkait semisal mengadakan sosialisasi terlebih dahulu
sebelum sistem tersebut diterapkan. Adanya sosialisasi ini bertujuan untuk
mengenalkan sistem baru yang diterapkan pada satu organisasi maupun
perusahaan yang nantinya diharapkan dapat memudahkan bagi pihak-pihak
yang menggunakan sistem tersebut.
Dalam konteks audit menurut Mahzan (2008) dalam penelitiannya yang
terpenting yaitu, kecukupan informasi tentang sistem CAATs yang akan
digunakan, serta dukungan dari vendor atau software penyedia dan dukungan
dari manajemen puncak dalam organisasi mereka (CICA, 1994). Hal tersebut
dimaksudkan karena individu tidak hanya harus menggunakan perangkat
lunak dalam pelaksanaan audit mereka, tetapi biasanya juga menerapkannya.
Dukungan teknis serta pelatihan pada penggunaan perangkat lunak akan
menjadi lebih penting dalam konteks ini (Curtis dan Payne, 2008).
Kondisi yang memfasilitasi merupakan penentu niat untuk mengadopsi
teknologi audit. Ini berbeda dari hasil yang ditemukan dalam penelitian
UTAUT sebelumnya yang berhubungan dengan medis oleh Chau dan Hu
(2002). Perbedaan ini terjadi karena pada penelitian Chau dan Hu (2002)
dilakukan pada dunia kedokteran yang belum mewajibkan atas penggunaan
system. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Curtis dan Payne (2008),
serta Javrin (2008) di lingkungan auditor, telah mewajibkan penggunaan
TABK.
Penerapan e-audit pada BPK dilaksanakan dengan mandatory sebagai sebuah
kewajiban dalam rangka mewujudkan BPK sinergi untuk menigkatkan
kualitas pemeriksaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan
negara. Dengan ini diharapkan kondisi yang memfasilitasi dapat menjadi
prediktor kuat pada minat pemanfaatan e-audit pada BPK RI perwakilan Jawa
Timur.
H4 : Pengaruh kondisi yang memfasilitasi (Facilitating Condition)
mempunyai pengaruh positif signifikan pada minat
penggunaan sistem informasi E-Audit.
2.6.5. Pengaruh Kecemasan Penggunaan Komputer Terhadap Minat
Pemanfaatan Sistem Elektronik Audit (e-audit)
Kecemasan dalam penggunaan komputer (computer anxiety) merupakan
tingkat reaksi emosional yang terkait dengan penggunaan sistem tertentu
(Venkatesh. Et al, 2003 dan Sudaravej, 2010). Ruang lingkup definisi anxiety
pada penelitian Robert (1995) adalah tidak terbatas dan sangat luas.
Sedangkan menurut Arief (2005), kecemasan pada penggunaan komputer
menimbulkan dua hal yaitu fear (takut) dab antisipasi. Fear merupakan
ketakutan individu terhadap komputer karena mereka belum menguasai
sehingga belum mendapat manfaat dengan kehadiran komputer. Dengan
adanya rasa takut dalam menggunaan komputer tersebut menimbulkan
perilaku seseorang untuk melakukan antisipasi terhadap kecemasan tersebut.
Istilah kecemasan komputer menurut Igbaria (2004) merupakan sebuah
tendensi dari individual yang menimbulkan rasa khawatir, gelisah, atau
cemas untuk menggunakan komputer saat ini atau di masa mendatang. Dalam
penelitian Venkatesh (2003) variabel ini bukan merupakan penentu dari niat
penggunaan teknologi dikarenakan sudah terdapat variabel ekspektasi usaha.
Secara konsep dan empiris kecemasan berbeda dengan ekspektasi usaha
sehingga dimodelkan sebagai penentu tidak langsung dari niat yang dimediasi
oleh perceived ease of use. Dengan adanya variabel ekspektansi usaha (effort
expectancy) maka kecemasan (anxiety) bukan faktor penentu signifikan
terhadap niat. (Venkatesh, 2003).
Kecemasan komputer ditujukan sebagai reaksi negatif yang berpengaruh
terhadap penggunaan dan kepua
san sistem informasi (Fagan, 2003). Banyak penelitian yang menghubungkan
antara kecemasan komputer dengan penggunaan komputer. Kecemasan
komputer menunjukkan sebagai prediktor yang signifikan dari penggunaan
komputer (Howard dan Mendelow, 1991) dan penerimaan komputer
(McElory, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian oleh Compeua et al (1999)
dan Sundaravej (2010) yang menemukan hubungan kuat antara kecemasan
dengan penggunaan teknologi.
Penggunaan sistem yang baru biasanya menimbulkan unsur kecemasan bagi
pemakainya itu disebabkan pengalaman yang berbeda pada masing-masing
individu dalam memahaminya. Pelaksanaan penggunaan e-audit pada BPK
merupakan sesuatu yang baru yang mengakibatkan para auditornya harus
beradaptasi yang dulunya menginput data audit secara manual sekarang
diwajibkan secara komputerise menggunakan sistem e-audit. Variabel ini
digunakan sebagai prediktor untuk mengukur sebearapa tinggi tingkat
kecemasan yang mempengaruhi niat penggunaan e-audit.
H5 : Pengaruh kondisi yang memfasilitasi (Facilitating Condition)
mempunyai pengaruh positif signifikan pada minat penggunaan
sistem informasi E-Audit.
2.6.6. Pengaruh Kemampuan Individu Dalam Penggunaan Komputer
Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi E-Audit
Kemampuan individu (self efficacy) mencerminkan kepercayaan individu
yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perilaku tertentu (Bandura,
1986). Self efficacy yang dirasakan seseorang, memainkan peran penting
dalam memengaruhi motivasi dan perilaku (igbaria dan Livari, 1995)
Karakteristik kunci dari konstruk self efficacy yaitu komponen keahlian
(skill), dan kemampuan (ability) dalam hal mengorganisir dan melaksanakan
suatu tindakan (Compeau et al, 1995).
Dalam hal penggunaan komputer, computer self efficacy menggambarkan
persepsi individu mengenai kemampuannya dari masing-nasing individu
pada penggunakan komputer untuk menyelesaikan tugas-tugas seperti
menggunakan software untuk analisis data dan mengolah data. Hasil dari
penelitian Compeau et al (1995) menunjukkan, bahwa terdapat tiga faktor
yang memengaruhi computer self efficacy, yaitu dorongan dari pihak lain
(pengaruh lingkungan dan kelompok), pihak lain sebagai pengguna, dan
dukungan.
Dorongan dari pihak lain lebih mengacu pada kelompok dan menggunakan
persuasi verbal. Faktor kedua seorang individu dapat meningkatkan
kemampuan menggunakan komputer karena dipengaruhi oleh individu
disekitar. Pada faktor yang terakhir mengacu menitik beratkan terhadap
dukungan dari sebuah organisasi baik melalui program peningkatan
kemampuan dan persepsi kemampuan diri bagi pengguna komputer.
Variabel computer self efficacy telah digunakan
H6 : Pengaruh kemampuan individu dalam penggunaan komputer
(computer self efficacy) mempunyai pengaruh positif signifikan
pada minat penggunaan sistem informasi E-Audit.
2.6.7. Pengaruh Sikap Terhadap Penggunaan Teknologi Terhadap Minat
Pemanfaatan Sistem Elektronik Audit (e-audit)
2.6.8.
Penelitian ini merupakan penelitian yang akan menguji kembali model UTAUT yang
dikemukakan oleh Venkatesh et al, (2003), Handayani (2005), Curtis dan Payne (2008),
Hasyim (2009), Moran et al., (2010), dan Sundravej (2010). Adapun beberapa perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
-
Alter, Steven. 1992.Information Systems: A Management Perspective. Addison-Wesley.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 2001. The Effect of
Information Technology on the Auditor’s Consideration of Internal Control in a
Financial Statement Audit. Statement of Auditing Standards No. 94. New York NY:
AICPA.
Andayani, Wuryan. 2000. Audit Internal. BPFE UGM. Yogyakarta.
Arens, Alvin A. dan James Loebbecke. 2000. Auditing: An Integrated Approach. Prentice
Hall International.
Annisa, Fitri dan Harris, Lutfi. 2011.Deteksi Indikasi Fraud Dengan Teknologi Audit. SNATI
2011. Yogyakarta
Budi Sutedjo Dharma Oetomo. 2006. Perencanaan dan Pembangunan Sistem Informasi.
Yogyakarta, Andi
Bodnar, George H., dan William S. Hopwood. 2001. Accounting Information System. New
Jersey: Prentice-Hall Inc.
Compeau, Deborah R. and C.A. Higgins (1995), “Computer Self Efficacy: Development of
Measure and Initial Test”, MIS Quartely, Vol.19, No.12
Curtis, M.B., and E.A. Payne. 2008. An examination of contextual factors and individual
characteristics affecting technology implementation decisions in auditing.
International Journal of Accounting Information Systems 9 (June)
Curtis, M.B., and E.A. Payne. 2008. Can the Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology Help Us Understand the Adoption of Computer-Aided Audit Techniques
by Auditors? International Journal of Accounting Information Systems 8 (December)
Gondodiyoto, S. (2007). Audit Sistem Informasi + Pendekatan COBIT. Edisi Revisi. Mitra
Wacana Media. Jakarta.
Handayani.2005.
Hasyim.2010.
Javrin, Jordan, Bierstaker. 2008. Auditor Acceptance Of Computer-Assisted Audit
Techniques. International Journal of Accounting Information Systems 8 (December).
Laudon, Kenneth C. Laudon, Jane P.2007:42.Sistem Informasi Manajemen. Palgrave,
Basingstoke.
Kustono, Alwan Sri. 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penerimaan
Implementasi Sistem Informasi Baru. Media Akuntansi. Artikel hal XI-XIII : Mei
Kwie Tjie, Poei.2001.Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Kinerja Proses
Audit Pada Kantor Akuntan Publik.Universitas Bina Nusantara : Jakarta
O’Brein, James A., (2005), Pengantar Sistem Informasi, Salemba 4, Jakarta.
PSA No. 59 Teknik Audit Berbantuan Komputer
Ron Webber.1999.Information System Control and Audit. The University Of
Queensland:Prentice-Hall Inc.
Sayana, S. Anantha. 2003. Using CAATs toSupport IS Audit , Information Systems Control
Journal, Volume 1, 2003, ISACA, Ilinnois.
Sundaravej, Thanaporn.2010.Empirical Validation Of Unified Theory Of Acceptance and Use
Of Technology Model.University of Missouri : Saint Louis.
Venkantesh, Moris, M.G., Davis, G.B., and Davis F.D., 2003, “User Acceptance Of
Technology: Toward a Unified View,” MIS Querterly, Vol.27, No.3, September,
pp.425-475.
Zhao, N., D.C. Yen, and I. Chang. 2004. Auditing in the e-commerce era. Information
Management & Computer Security 12 (5): 389-400.
(http://www.antaranews.com/berita/1310171049/e-bpk-e-auditee-kurangi-praktik-kkn-sistemik/2011)