88
 ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN KEMUNING KOTA PALEMBANG TAHUN 2012 RISET PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN OLEH : PENELITI UTAMA : ZURAIDAH, SKM, MKM PENELITI I : MAKSUK , SKM, M.Kes PENELITI II : NADI APR ILIADI, S.Sos, M.Kes KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU PALEMBAN G 2 012

Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi Pada Masyarakat Di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2012

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pdf

Citation preview

  • ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN KEMUNING KOTA

    PALEMBANG TAHUN 2012

    RISET PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN

    OLEH :

    PENELITI UTAMA : ZURAIDAH, SKM, MKM PENELITI I : MAKSUK, SKM, M.Kes PENELITI II : NADI APRILIADI, S.Sos, M.Kes

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

    POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

    PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

    PALEMBANG 2012

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan

    menurunnya angka kesakitan, angka kematian ibu dan bayi, serta

    meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada tahun 1983 UHH

    penduduk Indonesia sebesar 58 tahun dan tahun 1988 meningkat menjadi

    63 tahun. Proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun

    1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat

    menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan

    meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun.

    Peningkatan UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang

    akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit

    infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit menular mengalami

    penurunan, sedangkan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi

    cenderung mengalami peningkatan.

    Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

    semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik

    jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan

    penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit

    Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya

    (kematian) yang tinggi. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang

  • 3

    dilakukan di Indonesia menunjukkan 1,8 28,6% penduduk yang berusia di

    atas 20 tahun adalah penderita hipertensi.

    Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius.

    Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di

    masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang

    diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan

    lain-lain, juga menimbulkan kecacatan dan kematian mendadak. Kehadiran

    hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian

    keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu

    yang panjang, bahkan seumur hidup.

    Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta

    orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari total kematian. Hipertensi atau

    tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit

    stroke, jantung, dan ginjal. Pada abad 20, penyakit jantung dan pembuluh

    darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara

    berkembang.

    Menurut data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi diseluruh

    dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi

    mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang

    pada tahun 2025. Di Cina sebanyak 98,5 juta orang mengalami hipertensi

    dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia tercatat 38,4

    juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4

    juta orang pada tahun 2025.

  • 4

    Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007 menunjukkan

    Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 8,3% per

    1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita

    hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Menurut Muhammadun AS

    2010 wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar

    dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah

    50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia

    yang sama.

    Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2007 sebagaimana

    dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi

    hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah sangat

    tinggi, yaitu 31,7 persen dari total penduduk dewasa atau satu di antara 3

    penduduk memiliki hipertensi. Berdasarkan data Riskesdas maka hipertensi

    (12,3 %) adalah penyebab kematian penyakit tidak menular kedua terbanyak

    setelah stroke ( 26,9% ).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam

    dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah

    seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti

    pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya hipertensi

    perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (common underlying

    risk factor), dengan kata lain satu faktor

    risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi.

    Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih

    banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini

  • 5

    antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang

    berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),

    kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi

    kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan

    menjurus kesajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein,

    dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi

    sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti

    hipertensi.

    Penyakit Hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang

    menduduki peringkat pertama terbanyak di propinsi Sumatera Selatan.

    Prevalensi penderita Hipertensi pada tahun 2007 adalah 0.49% kasus,

    ditahun 2008 tercatat sebanyak 0.55% kasus, dan ditahun 2009 tercatat

    sebanyak 0.53% kasus hipertensi. Diiringi Penyakit Jantung 0,30% kasus,

    Diabetes Melitus 0,28% kasus. (Dinkes Sum-Sel, 2010 ).

    Menurut data Dinas Kesehatan Kota Palembang penderita hipertensi

    dengan proporsi penderita hipertensi pada tahun 2008 berjumlah 17.278,

    tahun 2009 penderita hipertensi berjumlah 20.994, tahun 2010 penderita

    hipertensi berjumlah 21.616 dan tahun 2011 sebanyak 352 kasus baru.

    (Dinkes Kota Palembang, 2012).

    Berdasarkan data dari Puskesmas Sekip sampai dengan bulan Juli

    tahun 2012 terdapat 100 kasus baru yang datang berobat ke puskesmas,

    sedangkan data mengenai penyakti Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota

    Palembang belum diketahui secara pasti.

  • 6

    Dari data diatas diketahui bahwa penyakit Hipertensi di Kota

    Palembang adalah masih merupakan penyakit yang menjadi masalah

    kesehatan masyarakat, oleh kerena itu sangatlah penting untuk mendeteksi

    faktor resiko yang berhungan dengan kejadian hipertensi.

    1.2 Rumusan Masalah

    Bertitik tolak dari data pada latar belakang masalah dan belum

    diketahuinya faktor risiko penyakit Hipertensi di Kecamatan Kemuning

    Palembang, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan

    antara faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi di wilayah

    Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor resiko

    penyakit hipertensi dengan kejadian hipertensi di Kecamatan

    Kemuning Kota Palembang.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    a. Diketahuinya distribusi frekuensi penyakit hipertensi di

    Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

    b. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik responden yang

    tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat

  • 7

    keluarga yang hipertensi) di Kecamatan Kemuning Kota

    Palembang.

    c. Diketahuinya distribusi frekuensi faktor risiko hipertensi yang

    dapat dimodifikasi (kebiasaan merokok, kebiasaan makan-

    makanan asin, kebiasaan makan/minum manis, aktivitas fisik,

    Indeks Masa Tubuh, kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan

    mengkonsumsi minuman beralkohol, stres di Kecamatan

    Kemuning Kota Palembang.

    d. Diketahuinya hubungan karakteristik responden yang tidak dapat

    dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga

    yang hipertensi) dengan kejadian hipertensi di Kecamatan

    Kemuning Kota Palembang.

    e. Diketahuinya hubungan faktor risiko hipertensi yang dapat

    dimodifikasi (kebiasaan makan- makanan asin, kebiasaan

    makan/minum manis, aktivitas fisik, Indeks Masa Tubuh,

    kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan mengkonsumsi

    minuman beralkohol, stres, di Kecamatan Kemuning Kota

    Palembang.

    f. Diketahuinya faktor yang paling dominan mempengaruhi risiko

    Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang.

  • 8

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Bagi Pemerintah Daerah atau instansi terkait dapat dipergunakan

    sebagai informasi untuk menentukan kebijakan kebijakan di masa

    yang akan datang.

    2. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga untuk

    mengembangkan riset tenaga kesehatan mengenai faktor risiko

    Penyakit Tidak Menular khususnya penyakit Hipertensi.

    3. Dapat dijadikan informasi dan acuan tambahan bagi peneliti

    selanjutnya yang berhubungan dengan masalah faktor resiko

    penyakit Hipertensi.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kerangka Teori

    Bagab 2.1 Kerangka Faktor Risiko Penyebab Hipertensi dari beberapa teori

    1. Faktor Ketiurunan 2. Ciri Perseorangan : Jenis kelamin,

    umur, ras

    3. Kebiasaan hidup : konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan

    berlebihan, stres atau ketegangan

    jiwa.

    4. Pengaruh lain : merokok, minum alkohol, minum obat obatan.

    (Lanny, G , 2001)

    1. Stres 2. Konsumsi garam berlebihan

    dalam makanan 3. Menjadi kaku dan menebalnya

    dinding arteri dan arreriola 4. Obesitas

    (Savitri, R , 2007)

    1. Stres 2. Penyakit akut (pada ginjal,

    komplikasi kehamilan dan gangguan metabolisme serta saraf)

    3. Obat obatan (kontrasepsi oral) 4. Usia

    (Hans, PW , 2008)

    1. Usia semakin tua 2. Stres dan tekanan mental 3. Makanan yang berlebihan 4. Merokok 5. Konsumsi garam

    (Muhammadun, 2010)

    Kejadian

    Hipertensi

  • 10

    2.2 Definisi Hipertensi

    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

    peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan

    angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan

    tekanan darah (contoh : 130/85 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam

    setiap denyut jantung.

    1. Sistolik (nilai yang lebih tinggi: 130) menunjukkan fase darah yang

    sedang dipompa oleh jantung.

    2. Diastolik (nilai yang lebih rendah: 85) menunjukkan fase darah yang

    kembali ke jantung.

    Kriteria hipertensi yang lazim dipakai adalah kriteria JNC7 (the

    Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

    Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure). Komite ini merupakan

    bagian dari National Heart, Lung, and Blood Institute, Departemen

    Kesehatan Amerika Serikat. JNC 7 ini merupakan kriteria JNC terbaru yang

    diterbitkan tahun 2003 yang bertujuan untuk memberikan sebuah

    pendekatan berbasis bukti (evidence-based Approach) pada pencegahan

    dan manajemen hipertensi .

  • Kriteria JNC7

    SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.

    Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal

    adalah kurang dari 130/85 mmHg.

    dibedakan menjadi dua bagian

    1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih

    belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita

    jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih

    banyak ditujukan bagi penderita hipertens

    2. Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat

    diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan

    kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.

    2.3 Faktor Risiko dan Gejala Klinis Hipertensi

    Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:

    1. Obesitas (kegemukan)

    Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi

    dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi

    Kriteria JNC7 (usia 18 tahun ke atas)

    SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.

    Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal

    adalah kurang dari 130/85 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi

    bagian :

    Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih

    belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita

    jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih

    banyak ditujukan bagi penderita hipertensi essensial ini.

    Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat

    diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan

    kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.

    Faktor Risiko dan Gejala Klinis Hipertensi

    risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:

    Obesitas (kegemukan). Merupakan ciri khas penderita hipertensi.

    Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi

    dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi

    11

    SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.

    Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal

    Berdasarkan penyebabnya hipertensi

    Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih

    belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita

    jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih

    Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat

    diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan

    . Merupakan ciri khas penderita hipertensi.

    Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi

    dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi

  • 12

    volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi

    daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal.

    Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks

    massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m))

    juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi.

    Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah

    jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas

    lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada

    obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas

    saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

    Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan

    lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat

    mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Parameter yang umum

    digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa

    tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2.

    Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan

    beberapa keadaan seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit

    jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar dan peningkatan resiko

    mortalitas dan morbiditas. Swedish Obese Study (1999) mendapatkan

    kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo

    study membuktikan adanya hubungan antara peningkatan indeks

    massa dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki dan

    wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan peningkatan waist -

    hip- ratio (WHR) dan waist circumference dimana dikatakan risiko

  • 13

    tinggi bila memiliki WHR > 0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk

    wanita, serta waist circumference > 102 cm untuk laki-laki dan > 88

    cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit

    kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas tipe

    sentral ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini

    disebabkan adanya perbedaan distribusi lemak tubuh antara laki-laki

    dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh terutama pada

    daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah gluteal

    dan femoral.

    Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi

    patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar.

    Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat

    menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya

    berpendapat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih

    utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan prevalensi

    obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain

    itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama

    mempunyai angka prevalensi yang sangat berbeda. Mereka

    berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor

    lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang

    mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan

    volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada

    obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan

    sleep apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini

  • 14

    terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi perubahan neuro-

    hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin disebabkan

    karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada

    tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin.

    Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting

    pada survival rate penderita hipertensi. Perubahan berat badan

    merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun) pada kurun

    waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 -

    2 kali lebih tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan

    angka mortalitas penyakit kardiovaskular lebih rendah pada populasi

    dengan berat badan yang stabil selama kurun waktu tertentu. Pada

    obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan

    dan penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan

    resiko mortalitas pada obesitas.

    2. Stres. Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada

    saat kita beraktifitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis

    mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak

    menentu).

    Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas

    saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara

    bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat

    tekanan darah menjadi tetap tinggi. Arieska Ann Soenarta, 2008

    menyatakan bahwa stres akan meningkatkan resistensi pembuluh

    darah perifer dan curah jantung. Sehingga akan menstimulasi aktifitas

  • 15

    saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan

    pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

    3. Faktor keturunan (genetik). Apabila riwayat hipertensi didapati pada

    kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat

    besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur)

    apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor

    genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya

    kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot

    (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang

    penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)

    apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama

    lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan

    dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala

    hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. Orang-orang dengan

    riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak menular lebih sering

    menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang

    mempunyai faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko

    terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga yang memiliki riwayat

    hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat.

    Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki kemungkinan

    lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya

    penderita PTM. Jika seorang dari orang tua menderita PTM, maka

    dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang

    25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai

  • 16

    penyakit tidak menular maka kemungkunan mendapatkan penyakit

    tersebut sebesar 60%.

    4. Jenis Kelamin (gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan

    menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender

    ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita

    seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat

    badan), depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada

    pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang

    nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.

    Secara teoritis penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada

    perempuan dibandingkan laki laki. Hal ini disebabkan karena

    penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring dengan

    bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga apalagi

    ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang tinggi.

    Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada

    populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari

    pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer

    pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai

    lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita berumur kurang dari 85

    tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai 52% pada

    wanita berumur lebih dari 85 tahun. (Trenkwalder P et al, 2004).

    Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata

    perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di

    Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan

  • 17

    11,6% untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria

    dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta

    (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan.

    Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak

    menular tertentu, yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana pria

    lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio

    sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Wanita yang

    sedang memasuki menopause berpengaruh terhadap terjadinya

    hipertensi.

    Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi

    dan penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan

    malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita

    (25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah sistole 127,33 mmHg

    pada pria Indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita Indonesia.

    Tekanan diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada

    wanita.

    Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa lelaki mempunyai

    resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Lelaki juga

    mempunyai resiko lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas

    cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50 tahun, hipertensi lebih

    banyak terjadi pada perempuan.

    5. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang

    menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular

    tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-

  • 18

    lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka

    semakin besar risiko terserang penyakit tersebut. Umur lebih dari 40

    tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan

    bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

    prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %

    dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan

    elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring

    dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan

    berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan.

    Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.

    Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai

    pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan

    darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering

    disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan

    hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka

    bisa memicu terjadinya hipertensi.

    Muhammadun AS, 2010 menyatakan bahwa wanita pada usia 50

    tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki

    pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun

    memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia

    yang sama.

    Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Insidensi hipertensi

    meningkat seiring dengan pertambahan usia. Seseorang yang

    berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya mempunyai tekanan

  • 19

    darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu

    merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan dengan

    pertambahan usia.

    6. Asupan garam. Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh)

    dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan ekskresi

    kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik

    (sistem perdarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial

    mekanisme inilah yang terganggu.

    Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Sodium adalah

    penyebab dari hipertensi esensial, asupan garam yang tinggi akan

    menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang

    secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium

    secara eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi

    mekanisme vasopressor pada susunan syaraf pusat. Defisiensi

    potasium akan berimplikasi terhadap terjadinya hipertensi.

    7. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas

    hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum

    minuman beralkohol dan kurang olah raga dapat pula mempengaruhi

    peningkatan tekanan darah.

    Marice, S (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan perilaku

    merokok, konsumsi makanan/minuman dan aktifitas fisik dengan

    penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia

    yang menyatakan bahwa responden yang mengkonsumsi makanan

    asin tidak terbukti ada hubungan mengalami penyakit hipertensi.

  • 20

    Mubarok, Khamim (2011), dalam penelitiannya mengenai Studi

    Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di

    Pelabuhan Jepara dengan hasil penelitian menunjukka bahwa

    prevalensi hipertensi primer di Pelabuhan Jepara sebesar 24,5 %.

    Berdasarkan analisis diketahui ada hubungan antara Indeks Massa

    Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada

    hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi

    primer (p = 0,02). ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan

    kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada hubungan antara

    kebiasaan minum-minum berkafein dengan kejadian hipertensi primer

    (p = 0,0001), ada hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian

    hipertensi primer(p = 0,0001).

    Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi

    garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada

    mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap

    hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan

    darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran)

    kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem

    pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini

    terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.

    Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap

    hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik

    selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

    menurunkan tekanan darah.

  • 21

    Beberapa data data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang

    sering menyebabkan terjadinya hipertensi (Lany Gunawan, 2001; 17-

    19),antara lain :

    1) Faktor keturunan

    Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

    kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

    tuanya adalah penderita hipertensi.

    2) Ciri perseorangan

    Ciri perseorangan yang mempengaruhi hipertensi adalah :

    a) Umur

    Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya tekanan

    darah/ hipertensi.

    b) Jenis kelamin

    Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi

    dibandingkan dengan perempuan. Pria lebih banyak dari pada

    wanita usia 50 tahun. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi

    pada wanita.

    3) Kebiasaan hidup

    a) Konsumsi garam yang tinggi

    Garam dapat meningkatkan tekanan darah karena

    mengandung natrium dalam jumlah berlebih.

  • 22

    b) Kegemukkan (obesitas)

    Makanan yang mengandung banyak lemak dapat

    menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh

    darah sehingga terjadi penyempitan pada pembuluh darah

    dan memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat, akibat

    tekanan darah menjadi meningkat dan terjadilah hipertensi.

    c) Stress

    Stress yang terlalu besar dapat memicu terjadinya hipertensi

    karena dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan

    hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat

    serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

    d) Pengaruh lain

    (1) Merokok, karena dapat merangsang sistem adrenergic

    dan meningkatnya tekanan darah. Selain itu rokok juga

    bisa mempengaruhi pembuluh darah . racun pada rokok

    yang berjumlah ribuan oksidan. (radikal bebas) yang

    merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan

    keleastian pembuluh darah berkurang akibatnya

    pembuluh darah meningkat.

    (2) Minum alkohol, karena alkohol dapat merusak fungsi saraf

    pusat dan dan saraf tepi.apabila saraf simpatis terganggu

    ,maka pengaturan tekanan darah menjadi terganggu pula.

    (3) Minum obat-obatan, misal epedhrin, prednisone, epinefrin.

  • 23

    Menurut Muhammadun (2010:56-70), untuk beberapa penyebab

    terjadinya hipertensi primer antara lain :

    1) Usia yang semakin tua

    Semakin tua seseorang metabolisme zat kapur terganggu

    sehingga banyak zat kapur yang berdar bersama darah.

    2) Stres dan tekanan mental

    Salah satu tugas saraf simpatis adalah pengeluaran adrenalin

    yang dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat

    menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi dan terjadinya

    peningkatan tekanan darah

    3) Makanan yang berlebihan

    Makanan yang berlebih dapat menyebabkan obesitas yang

    nantikan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

    4) Merokok

    Merokok membuat darah menjadi mudah membeku, dan lengket,

    selain itu nikoti bisa memacu penguluaran adrenalin yang bisa

    meningkatan kerja jantung.

    5) Konsumsi garam

    Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

    cairan diluar sel agar tidak keluar sehingga dapat menyebabkan

    volume dan tekanan darah.

  • 24

    Menurut Savitri (2007:23-24), beberapa faktor yang bisa menyebabkan

    hipertensi antara lain :

    1) Stres

    Stres merangsang otak untuk melepaskan sejumlah besar hormon

    katekolamine. Hormon-hormon ini menyebabkan : meningkatnya

    output kardiak, meningkatnya resistensi ferifer, menurunnya cairan

    dan garam melalui ginjal, dan menebalnya dinding pembuluh darah.

    2) Garam (sodium klorida) yang berlebihan dalam makanan

    Garam yang berlebihan meningkatkan volume darah dan output

    kardiak karnanya. Sebagai tambahan, asupan garam berlebihan

    secara tidak langsung menaikkan pelepasan katekolamin.

    3) Menjadi kaku dan menebalnya dinding arteri dan arteriola

    Berbagai beberapa hal ini diawali faktor-faktor keterunan . penuaan,

    diabetes kolesterol tinggi, merokok memperburuk perubahan dalam

    arteri . dinding arteri yang kakku mengurangi elastisitas dan

    menyebabkan tekanan yang tinggi.

    4) Meningkatnya penambanan air dan garam ginjal

    Ini mungkin disebakan oleh faktor keturunan. Peningkatan air dan

    garam diselurh tubuh meningkatkan volume darah yang sebagai

    akibatny meingkatkan output kardiak.

    5) Obesitas

    Obesitas meningkatkan pengeluaran insulin suatu hormon yang

    mengatur gula darah . insulin yang menyebabkan penebalaan

    pembuluh darah dan meningkatan resistensi pembuluh darah .

  • 25

    Menurut Hanns (2008:9-15), faktor-faktor yang dapat menyebabkan

    hipertensi pada individu yaitu:

    1) Berat badan berlebihan

    Hal ini meningkatkan berkembangnya berbagai faktor resiko oleh

    karena itu, berat badan itu suatu bahaya terhadap kesehatan.

    Penyebab utama dari kelebihan berat badan adalah terlalu banyak

    makan dan kurang bolahraga.

    2) Metabolisme lemak yang abnormal

    Lemak serum, yang dikenal sebagi lipid, memasok tubuh dengan

    energi dan bahan pembangun. Sebagi lemak diperoleh dari

    makan yang kita konsumsi dan diciptakan sendiri oleh tubuh.

    3) Merokok

    Merokok adalah suatu faktor resiko yang penting dalam penyakit

    kardiovskuler.

    4) Stres

    Stres telah menjadi suatu istilah yang digunakan untuk

    menjelaskan segala sesuatu, mulai dari sakit kepala ringan

    sampai gangguan serius.

    5) Usia

    Kondisi yang berkaitan dengan usia ini bukanlah hipertensi sejati

    tetapi produk kausan arterioskleorisis dari arteri-arteri utama

    terutama utama, dan akbatnya dari kelenturan. Dengan kerasnya

    arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku arteri dan aorta itu

    kehilangan penyesuaian diri. Dinding yang kini tidak elastis, tidak

  • 26

    dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi

    aliran darah yang lancar.

    Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya

    berupa:

    Pusing

    Mudah marah

    Telinga berdengung

    Sukar tidur

    Sesak nafas

    Rasa berat di tengkuk

    Mudah lelah

    Mata berkunang-kunang

    Mimisan (jarang dilaporkan)

    2. 4 Komplikasi Hipertensi

    a. Stroke

    Stroke dapat terjadi akibat hemoragic tekanan darah tinggi di otak,

    atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang

    terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis

    apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertripi dan

    penebalan, sehingga aliran darah kearea otak yang diperdarahi

    berkurang. Arteri otak menglami arterioskleorosis dapat melemah

    sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

    b. Infark miokard

    Infark miokard dapat menjadi apabila arteri koroner yang

    arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke mio

  • 27

    kardium atau apabila terbentuk tronbus yang menghambat aliran

    darah melewati pembuluh darah.

    c. Gagal ginjal

    Gagal ginjal dapat terjadi karena kegagalan progresif akibat

    tekannan tinggi pada kapiler glemorulus ginjal. Dengan rusaknya

    glemorulus, aliran darah keunit fungsional ginjal, yaitu nefron yang

    akan terganggu yang dapat terganggu dan berlajut menjadi

    hipoksik atau kematian.

    d. Ensepalopati

    Enselopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna.

    Tekanan yang sangat tinggi pad kelainan ini menyebabkan

    kelainan kapiler dan mendorong cairan ke ruang intertistial

    diseluruh susunan saraf pusat.

    e. Kejang

    Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang baru

    lahir mungkin memiliki berat lahir kecil akibat fungsi plasenta tidak

    adekuat, kemudian dapat dialami hipoksi dan asidosis jika ibu

    kejang selama atau sebelum proses persalinan (Elisabeth J.

    Corwin, 2009:487-488)

  • 28

    2.5 Pencegahan dan Penatalaksanaan Peyakit Hipertensi

    Penanganan/Pengobatan Hipertensi

    Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan

    darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau

    minimal ditunda.

    Pengobatan Farmakologis. Pengobatan dengan menggunakan obat-

    obatan kimiawi.

    Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara

    non-farmakologis, antara lain:

    1. Mengatasi Obesitas. Dengan melakukan diet rendah kolesterol,

    namun kaya dengan serat dan protein. Dianjurkan pula minum

    suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan

    asam lemak omega-3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter

    ahli/ahli gizi sebelum melakukan diet.

    2. Mengurangi Asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan

    kebiasaan makan penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam

    secara drastis akan sulit dilaksanakan, jadi sebaiknya dilakukan

    secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal.

    3. Menghindari stres. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi

    pasien penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi

    seperti yoga atau meditasi, yang dapat mengontrol sistem saraf yang

    akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

    4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada

    pasien penderita Hipertensi untuk melakukan olah raga seperti senam

  • 29

    aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali

    seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan

    mengurangi minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan.

    Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.

    Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai

    pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan

    darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering

    disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan

    hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka

    bisa memicu terjadinya hipertensi.

    Penanganan hipertensi dimulai dengan penentuan klasifikasi pasien

    berdasarkan nilai tekanan darah yang didapatkan pada waktu pemeriksaan

    berlangsung. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk dengan lengan

    sejajar jantung serta diverifikasi kembali dengan lengan yang sebelahnya.

    Seperti yang telah ditentukan pada tabel 1 sebelumnya, jika pasien termasuk

    dalam kategori pre-hipertensi, penanganan yang harus diberikan adalah

    modifikasi gaya hidup yang meliputi penurunkan berat badan, diet

    berdasarkan aturan DASH, diet rendah garam, olahraga yang teratur, serta

    pembatasan konsumsi alkohol (tabel 2.1). Kategori pre-hipertensi tidak

    memerlukan penatalaksanaan farmakologi. Namun, oleh karena resiko

    perkembangan pre-hipertensi menjadi hipertensi cukup tinggi, maka

    dianjurkan untuk selalu melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara

  • 30

    berkala. Paling tidak dapat melakukan pemeriksaan setiap dua minggu

    sekali.

    Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya

    dilakukan untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori

    tingkat lanjut yakni hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena

    hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya

    hidup yang salah. Saat seseorang yang telah melakukan modifikasi gaya

    hidup namun tekanan darahnya tidak sesuai dengan tekanan darah target

    (

  • 31

    Tabel 2.1

    Klasifikasi Dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa

    Klasifikasi

    Tekanan

    Darah

    TDS*

    mmHg

    TDD*

    mmHg

    Modifikasi

    Gaya

    Hidup

    Obat Awal

    Tanpa

    Indikasi

    Dengan Indikasi

    Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu

    menggunakan obat

    antihipertensi

    Gunakan obat yang

    spesifik dengan

    indikasi (resiko).

    Pre-

    Hipertensi

    120-

    139

    80-89 Ya

    Hipertensi

    Stage 1

    140-

    159

    90-99 Ya Untuk semua kasus

    gunakan diuretik

    jenis thiazide,

    pertimbangkan

    ACEi, ARB, BB,

    CCB, atau

    kombinasikan

    Gunakan obat yang

    spesifik dengan

    indikasi

    (resiko).Kemudian

    tambahkan obat

    antihipertensi

    (diretik, ACEi,

    ARB, BB, CCB)

    seperti yang

    dibutuhkan

    Hipertensi

    Stage 2

    >160 >100 Ya Gunakan kombinasi

    2 obat (biasanya

    diuretik jenis

    thiazide dan

    ACEi/ARB/BB/CCB Keterangan: TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB,

    Calcium Chanel Bloker * Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena hipotensi ortostatik. Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target tekanan darah sebesar

  • 32

    Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki efek yang sama dengan

    pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat

    memberikan hasil yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya

    hidup dalam rangka penanganan hipertensi.

    Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi*

    Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan

    Tekanan Darah Sistolik

    (Skala)

    Menurunkan

    Berat Badan

    Memelihara Berat Badan Normal

    (Indeks Massa Tubuh 18.524.9

    kg/m2).

    5-20 mmHg/ 10 kg

    penurunan Berat Badan

    Melakukan

    pola diet

    berdasarkan

    DASH

    Mengkonsumsi makanan yang kaya

    dengan buah-buahan, sayuran, produk

    makanan yang rendah lemak, dengan

    kadar lemak total dan saturasi yang

    rendah.

    8 14 mmHg

    Diet Rendah

    Natrium

    Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8

    mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-

    hari (2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).

    2-8 mmHg

    Olahraga Melakukan Kegiatan Aerobik fisik

    secara teratur, seperti jalan cepat

    (paling tidak 30 menit per-hari, setiap

    hari dalam seminggu).

    4 9 mmHg

    Membatasi

    Penggunaan

    Alkohol

    Membatasi konsumsi alkohol tidak

    lebih dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml

    ethanol; misalnya 24 oz bir, 10 oz

    anggur, atau 3 0z 80 whiski) per-hari

    pada sebagian besar laki-laki dan tidak

    lebih dari 1 gelas per-hari pada wanita

    dan laki-laki yang lebih kurus.

    2 -4 mmHg

    DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi * Untuk semua penurunan resiko kardiovaskuler, berhenti merokok

    Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai

    tekanan darah target. Sekali obat antihipertensi digunakan, selanjutnya

    sangat diperlukan pemeriksaan rutin untuk menilai perkembangan

    pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan rutin dilakukan paling tidak

    sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih sering pada pasien dengan

  • 33

    hipertensi stage 2 atau pasien dengan penyakit penyerta. Jika pasien telah

    mencapai tekanan darah target, follow up dapat dilakukan dalam interval 3-6

    bulan sekali. Namun, jika tekanan darah target tidak dapat tercapai dengan

    penggunaan obat dosis optimal dan kombinasi beberapa obat yang sesuai,

    dipertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis.

  • 34

    2.6 Penelitian Terkait

    1. Peneltiian Anis, Prabowo (2005) mengenai Hubungan Stres dan

    Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Oen

    Surakarta.

    2. Penelitian Yuliana, Suheni (2007) tentang Hubungan antara

    Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki Laki Usia

    40 tahun Keatas di Rumah Sakit Daerah Cepu.

    Jenis penelitian survei analitik dengan deain cross sectional. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa keturunan, berat badan, olahraga,

    asupan garan dan stres pekerjaan merupakan variabel perancu dalam

    menilai risiko kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi di

    Rumah Sakit daerah Cepu.

    3. Peneltian Ahmad, Husain Asdie (2009), tentang : Faktor Faktor

    Kejadian Hipertensi pada Perempuan Usia 20 50 Tahun di Kota

    Bengkulu.

    Jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan penetian

    case control. Hasil peneltian didapatkan bahwa faktor risiko yang

    berhubungan dengan kejadian hipertensi pada perempuan usia 20

    50 tahun di Kota Bengkuu adalah konsumsi garam, stres, obesitas dan

    minum kopi.

    4. Penelitian Jono (2009) mengenai Faktor Faktor yang

    Mempengaruhi Hipertensi di Puskesmas Musuk II Kabupaten Boyolali.

    Penelitian ini mengunakan metode korelasional yang bertujuan untuk

    mengetahui hubungan kegemukan dan obesitas, riwayat keluarga,

  • 35

    kebiasaan merokokdengan kejadian hipertensi dengan hasil kebiasaan

    minum kopi, riwayat keluarga berhubungan dengan kejadian

    hipertensi.

    2.7 Kerangka Konsep

    Faktor Risiko yang Tidak

    dapat di modifikasi :

    Umur

    Jenis Kelamin

    Pekerjaan

    Riwayat keluarga /keturunan

    Faktor risiko dapat

    dimodifikasi :

    - Kebiasaan Merokok - Kebiasaan makan-

    makanan asin

    - Kebiasaan makan/minum manis

    - Aktivitas Fisik - Berat badan lebih - Kebiasaan mengkonsumsi

    lemak

    - Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol

    - Stres

    KEJADIAN

    HIPERTENSI

  • 36

    2.8 Hipotesis Penelitian

    a. Ada hubungan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis

    kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga yang hipertesni) dengan kejadian

    hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang

    b. Ada hubungan faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi (kebiasaan

    merokok, kebiasaan makan- makanan asin, kebiasaan makan/minum

    manis, aktivitas fisik, berat badan lebih, kebiasaan mengkonsumsi lemak,

    kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, stres, di Kecamatan

    Kemuning Kota Palembang.

    2.9 Variabel dan Definisi Opersional

    No Variabel Definisi Operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    1 Hipertensi Tekanan darah yang lebih tinggi dari normal, dengan menggunakan kriteria JNC-VII 2003 yaitu : 121/81 mmHg

    Pengukuran TD

    Tensimeter 1.Hipertensi 2.Normal

    Ordinal

    2 Umur Tanggal lahir yang dilihat dari kartu identitas

    Wawancara Kuesioner 1 . 35 tahun 2. 2. .18-

  • 37

    6 Kebiasaan merokok

    Kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau pernah merokok dalam sehari-hari atau terpapar anggota keluarga yang merokok.

    Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak

    Ordinal

    7 Kebiasaan makan makanan asin ( 1 x/hari)

    Kebiasaan makan makanan asin atau banyak mengadung garam (telur asin, ikan asin, asyur asin, kecap asin, keju dan lain lain) yang dilakukan sehari-hari dalam periode waktu tertentu

    Wawancara Kuesioner 1.Ya 2. Tidak

    Ordinal

    8 Kebiasaan Makan/minum manis ( 1 x/hari)

    Kebiasaan makan makanan / minum yang manis atau banyak mengadung gula yang dilakukan sehari-hari dalam periode waktu tertentu

    Wawancara Kuesioner 1.Ya 2. Tidak

    Ordinal

    9 Aktivitas Fisik Aktivitas yang dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit/hari selama 3-4 hari/minggu.

    Wawancara Kuesioner 1.Ya 2.Tdak

    Ordinal

    10 Berat badan lebih

    Berat badn lebih atau obesitas yang dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25 kg/m2

    Wawancara Kuesioner 1. 25Kg/m2

    (berisiko) 2.

  • 38

    13 Stres ( 1 x/hari)

    Gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan faktor dari luar dan masalah itu menyebabkan perasaan tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah, tegang, cemas, dan panik.

    Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak

    Ordinal

  • 39

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian

    Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu suatu penelitian

    untuk mempelajari hubungan faktor resiko penyakit Hipertensi,

    dengan cara pengumpulan data pada saat bersamaan (point time

    approach), artinya subjek penelitian hanya di observasi sekali saja

    dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel

    subjek pada saat pemeriksaan dengan pendekatan analitik

    observasional.

    3.2 Lokasi dan Waktu

    Tempat penelitian di wilayah Kecamatan Kemuning Kota Palembang,

    yang akan dilaksanakan pada bulan September Oktober 2012.

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    a. Populasi

    Populasi yang digunakan semua responden yang beresiko untuk

    terkena panyakit Hipertensi berusia 18 tahun yang bertempat tinggal

    di Kecamatan Kemuning.

    b. Sampel

    Sampel adalah sebagian responden yang diambil sebagai objek

    penelitian yang bertempat tinggal di Kecamatan Kemuning dan

    berusia 18 tahun.

  • 40

    Kriteria Inklusi :

    - Umur 18 tahun

    - Bersedia menjadi responden penelitian

    - Bertempat tinggal di wilayah tempat objek penelitian

    Kriteria Ekslusi :

    - Umur < 18 tahun

    - Tidak bersedia menjadi responden

    - Tidak tinggal di wilayah tempat objek penelitian

    c. Besar Sampel Penelitian

    Besar sampel ditentukan dengan rumus perhitungan besar sampel

    untuk uji hipotesis sampel tunggal yaitu :

    (Z PoQo + Z PaQa) n = (Pa Po)

    Keterangan :

    n : Jumlah sampel yang sebenarnya z : Deviasi standar normal = 1,645 : 0,05 : 80% Po : Proporsi kejadian (50% atau 0,5) Pa : 0,6 n = 153 untuk mencegah bias dalam penelitian maka sampel dibulatkan

    menjadi 160 responden yang diambil dalam sampel penelitian.

    3.4 Teknik Pengambilan Sampel

    Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini secara acak (probability

    sampling) dengan cara cluster sampling. Pengambilan sampel dilakukan

  • 41

    dengan cara mengambil sebua sampel terdiri atas klaster klaster.

    Proses pengambilan sebuah sampel dari unit pendaftaran dipilih secara

    bertahap.

    3.5 Teknik Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yaitu dengan wawancara kepada responden

    penelitian dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan

    darah, penimbangan berat badan.

    3.6 Bahan dan Alat untuk Penelitian

    Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    - Tensi meter air raksa

    - Timbangan BB portable

    - Pengukur tinggi badan

    3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

    a. Pengolahan Data

    Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan

    penelitian setelah pengumpulan data, digunakan untuk menjawab penelitian.

    Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar.

  • 42

    Menurut Hastono (2001) ada empat tahapan dalam pengolahan data

    yang harus dilalui yaitu :

    1. Editing

    Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir

    atau check list apakah jawaban yang ada di check list sudah

    lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

    2. Coding

    Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

    berbentuk angka/bilangan.

    3. Processing

    Setelah semua isian kuesioner / check list terisi penuh, benar

    dan sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya

    adalah memproses data agar dapat dianalisa.

    4. Cleaning

    Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry.

    apakah ada kesalahan atau tidak (data ekstrim).

    b. Teknik Analisis Data

    1. Analisis Univariat

    Teknik analisa yang dilakukan untuk menampilkan data dalam

    bentuk distribusi frekuensi dari masing masing variabel .

    2. Analisis Bivariat

    Teknik analisa yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

    faktor risiko hipertensi pada masyarakat yang berada di Kecamatan

  • 43

    Kemuning Kota Palembang. Uji statistik yang digunakan adalah uji

    Chi square.

    3. Analisis Multivariat

    Melalui analisis regresi logistik dicari kemungkinan perbedaan

    besar pengaruh faktor faktor penentu kadar As dalam Urin. Secara

    garis besar, analisis regresi logistik adalah pendekatan analisis

    statistik melalui model matematik yang dipergunakan untuk

    menjelaskan hubungan antara beberapa variabel independen dan

    variabel dependen yang biner (binary variable). Dalam metode

    analisis, regresi logistik dikatakan robust karena asumsi asumsi

    yang diperlukan untuk menjalankan analisis tidak diperlukan sebanyak

    metode analisis multivariat lain.

    Dasar model logistik ialah fungsi logistik z yang digambarkan

    melalui persamaan :

    Z : adalah sekumpulan faktor faktor risiko indenpenden

    f(z) : adalah resiko yang bergantung pada (dependen) nilai z

    f (z) menunjukkan probabilitas berkisar antara 0 dan 1 berapapun nilai

    z atau dapat dipakai untuk menjelaskan model hubungan yang variabel

    dependennya dikotom. Grafik f (z) membentuk garis yang berbentuk huruf S.

    Bila nilai Z merupakan nilai indeks variabel independen. Nilai Z bervariasi

    antara - sampai +.

    1

    f(z) =

    1 + e -z

  • 44

    Model logistik dapat disusun dari fungsi logistik setelah penjabaran z

    dalam bentuk persamaan berikut :

    z = a + b1x1 + b2x2+.........bkxk

    Bila nilai Z dimasukan pada fungsi Z, maka rumus fungsi Z adalah

    sebagai berikut :

    dalam persamaan ini a dan b adalah parameter konstan yang belum

    diketahui, sedangkan x adalah variabel variabel independen.

    Model regresi logistik dapat dapat digunakan pada data melalui

    rancangan kohort, case control dan cross sectional. Pada rancangan case

    control dan cross sectional dapat dihitung nilai OR (Odds Ratio) yang

    merupakan perhitungan RR yang indirek. Nilai OR merupakan perhitungan

    eksponensial dari persamaan garis regresi.

    1

    f(z) =

    1 + e (

    a + b1x1 + b2x2+.........bkxk)

    Odds Ratio (OR) = exp()

    atau dapat ditulis OR = e()

  • 45

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

    4.1 Hasil Analisis Univariat

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jumlah Penderita Hipertensi di

    Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Variabel Jumlah Persentase (%)

    Hipertensi

    - Ya

    - Tidak

    82

    78

    51,2

    48,8

    Jumlah 160 100

    Dari tabel 4.1 didapatkan bahwa jumlah penderita hipertensi adalah

    sebanyak 82 responden (51,2%) dan sebihnya tidak hipertensi sebanyak 78

    responden (48,8%) .

  • 46

    Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Umur, Jenis Kelamin,

    Pekerjaan dan Riwayat Keluarga yang Hiipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Variabel Jumlah Persentase

    (%)

    1. Umur - 35 Tahun - < 35 Tahun

    Jumlah

    113 47 160

    70,6 29,4 100

    2. Jenis Kelamin - Pria - Wanita

    Jumlah

    67 93 160

    41,9 58,1 100

    3. Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja

    Jumlah

    69 91 160

    43,1 56,9 100

    4. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi

    - Ya - Tidak

    Jumlah

    74 86 160

    46,2 53,8 100

    1. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Umur Responden

    Dari tabel 4.2 didapatkan distribusi umur responden yang berisiko

    mengalami hipertensi adalah kelompok umur 55 tahun lebih banyak

    dibanding dengan kelompok umur < 55 tahun yaitu sebanyak 113

    responden (70,6%).

    2. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Jenis Kelamin Responden

    Berdasarkan tabel 4.2 distribusi responden perempuan lebih banyak

    dibandingkan dengan pria yaitu sebanyak 93 responden (58,1%)

    selebihnya responden pria sebanyak 67 responden (41,9%) .

  • 47

    3. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Pekerjaan Responden

    Dari tabel 4.2 didapatkan distribusi responden yang tidak bekerja lebih

    banyak dibanding dengan dengan yang bekerja yaitu sebanyak 91

    responden (56,9%) dan yang bekerja sebanyak 69 responden (43,1%).

    4. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Riwayat Keluarga dengan

    Hipertensi

    Berdasarkan tabel 4.2 distribusi responden yang mempunyai keluarga

    dengan riwayat hipertensi sebanyak 74 responden (46,2%), sedangkan

    yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi sebanyak 86

    responden (53,8%).

  • 48

    Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebiasaan Merokok, Kebiasaan

    makan makanan asin, Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh, kebiasaan makan/minum yang manis, Kebiasaan minum minuman yang mengandung alkohol, Indeks Masa Tubuh dan Stres di Kecamatan

    Kemuning Tahun 2012

    Variabel

    Jumlah Persentase (%)

    1. Kebiasaan Merokok - Ya - Tidak

    Jumlah

    29

    131 160

    18,1 81,9 100

    2. Kebiasaan makan makanan asin - Ya - Tidak

    Jumlah

    75 85

    160

    46,9 53,1 100

    3. Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh - Ya - Tidak

    Jumlah

    90 70

    160

    56,2 43,8 100

    4. Kebiasaan makan/minum yang manis - Ya - Tidak

    Jumlah

    117 43

    160

    73,1 26,9 100

    5. Kebiasaan minum yang mengandung alkohol - Ya - Tidak

    Jumlah

    13

    147 160

    8,1

    91,9 100

    6. Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30 menit/hari) - Ya - Tidak

    Jumlah

    106 54

    160

    66,3 33,8 100

    7. Indeks Masa Tubuh - >25 kg/m2 - 25 kg/m2

    Jumlah

    66 94

    160

    41,2 58,8 100

    8. Stres (panik) - Ya - Tidak

    Jumlah

    95 65

    160

    59,4 40,6 100

  • 49

    1. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Kebiasaan Merokok

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang merokok

    sebanyaknya 18,1% dan yang tidak merokok sebanyak 81,9%.

    2. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makan Makanan Asin

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

    kebiasaan makan makanan asin sebanyaknya 46,9% dan yang tidak

    sebanyak 83,1%.

    3. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan makan makanan yang

    mengandung lemak jenuh

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

    kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh

    sebanyaknya 56,2% dan yang tidak sebanyak 43,8%.

    4. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan makan/minum yang manis

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

    kebiasaan makan/ minum yang manis sebanyaknya 73,1% dan yang

    tidak sebanyak 26,9%.

    5. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan minum yang mengandung

    alkohol

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

    kebiasaan minum yang mengandung alkohol sebanyaknya 8,1% dan

    yang tidak sebanyak 91,9%.

  • 50

    6. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30

    menit/hari)

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

    kebiasaan minum yang mengandung alkohol sebanyaknya 66,3% dan

    yang tidaksebanyak 33,8%.

    7. Distribusi Responden Menurut Indeks Masa Tubuh

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai indeks

    masa tubuh 25 kg/m2 sebanyaknya 58,8 % dan >25 kg/m2 sebanyak

    41,2%.

    8. Distribusi Responden Menurut Stres (panik)

    Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden mengalami stres atau

    panik adalah sebanyaknya 59,4% dan yang tidak sebanyak 40,6%.

  • 51

    4.2 Hasil Analisis Bivariat

    Tabel 4.4

    Hubungan antara Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan dan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Variabel

    Kejadian Hipertensi

    Total

    OR

    95%CI

    p

    Ya Tidak

    n % n % n %

    1. Umur - 35 Tahun - < 35 Tahun

    Total

    75

    7

    82

    66,4

    14,9

    51,2

    78

    40

    78

    33,6

    85,1

    48,8

    113

    47

    160

    100

    100

    100

    11,28

    4,62-

    27,54

    0,0001

    2. Jenis Kelamin - Pria - Wanita

    Total

    30

    52

    82

    44,8

    55,9

    51,2

    37

    41

    78

    55,2

    44,1

    48,8

    67

    93

    160

    100

    100

    100

    0,639

    0,340-

    1,203

    0,164

    3. Pekerjaan - Bekerja - Tidak

    Bekerja

    Total

    27

    55

    82

    39,1

    60,4

    51,2

    42

    36

    78

    60,9

    39,6

    48,8

    69

    91

    160

    100

    100

    100

    0,421

    0,22-

    0,798

    0,008

    4. Riwayat Keluarga

    dengan

    Hipertensi

    - Ya - Tidak

    Total

    38

    44

    82

    51,4

    51,2

    51,2

    36

    42

    78

    48,6

    48,8

    48,8

    74

    86

    160

    100

    100

    100

    1,008

    0,54-

    1,88

    0,981

    1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan

    Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara umur

    dengan kejadian Hipertensi dari 113 responden yang kelompok umur

    35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 75 responden (66,4%)

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang berumur < 35

    tahun mengalami hipertensi sebanyak 7 responden (14,9%) dari 47

  • 52

    responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan

    bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi

    (p=0,0001).

    2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di

    Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara jenis

    kelamin dengan kejadian Hipertensi dari 67 responden dengan jenis

    kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 30 responden (44,8%)

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami

    hipertensi sebanyak 52 responden (55,9%) dari 93 responden selebihnya

    tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada

    hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=0,164).

    3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan

    Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    pekerjaan dengan kejadian Hipertensi dari 69 responden yang bekerja

    mengalami hipertensi sebanyak 27 responden (39,1%) selebihnya tidak

    hipertensi. Sedangkan responden yang tidak bekerja mengalami

    hipertensi sebanyak 55 responden (60,4%) dari 91 responden selebihnya

    tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan

    antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi (p=0,008).

  • 53

    4. Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan Kejadian

    Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara riwayat

    keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari 74 responden

    yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 38 responden (51,4%)

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden tidak ada riwayat

    hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 44 responden

    (51,2%) dari 86 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik

    menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga yang

    hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,981).

  • 54

    Tabel 4.5 Hubungan antara Kebiasaan merokok, Kebiasaan makan makanan asin, Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh, Kebiasaan

    makan/minum yang manis, Kebiasaan minum yang mengandung alkohol, Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik, Indeks Masa Tubuh, stres dengan

    Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Variabel

    Kejadian Hipertensi

    Total

    OR

    95%CI

    p

    Ya Tidak

    n % n % n %

    1. Kebiasaan Merokok

    - Ya - Tidak

    Total

    11

    71

    82

    37,9

    54,2

    51,2

    18

    60

    78

    62,1

    45,8

    48,8

    29

    131

    160

    100

    100

    100

    0,52

    0,23-

    1,18

    0,113

    2. Kebiasaan makan

    makanan asin

    - Ya - Tidak

    Total

    45

    37

    82

    60

    43,5

    1,2

    30

    48

    78

    40

    56,5

    48,8

    75

    85

    60

    100

    100

    100

    1,95

    1,04-

    3,66

    0,038

    3. Kebiasaan makan

    makanan yang

    mengandung

    lemak jenuh

    - Ya - Tidak

    Total

    51

    31

    82

    56,7

    44,3

    51,2

    39

    39

    78

    43,3

    55,7

    48,8

    90

    70

    160

    100

    100

    100

    1,65

    0,88-

    3,09

    0,120

    4. Kebiasaan makan/minum

    yang manis

    - Ya - Tidak

    Total

    65

    17

    82

    55,6

    39,5

    51,2

    52

    26

    78

    44,4

    60,5

    48,8

    117

    43

    160

    100

    100

    100

    1,91

    0,94-

    3,89

    0,072

    5. Kebiasaan minum yang

    mengandung

    alkohol

    - Ya - Tidak

    Total

    4

    78

    82

    30,8

    63

    51,2

    9

    69

    78

    69,2

    37

    48,8

    13

    147

    160

    100

    100

    100

    0,39

    0,11-

    1,33

    0,123

  • 55

    6. Kebiasaan Melakukan

    Aktivitas Fisik

    ( 30

    menit/hari)

    - Ya - Tidak

    Total

    48

    34

    82

    45,3

    53,1

    51,2

    58

    20

    78

    54,7

    46,9

    48,8

    106

    54

    160

    100

    100

    100

    0,49

    0,25-

    0,95

    0,034

    7. Indeks Masa Tubuh

    - >25 kg/m2 - 25 kg/m2

    Total

    39

    43

    82

    59,1

    5,7

    51,2

    27

    51

    78

    40,9

    54,3

    48,8

    66

    94

    160

    100

    100

    100

    1,713

    0,906-

    3,24

    0,096

    8. Stres - Ya - Tidak

    Total

    49

    33

    82

    51,6

    0,8

    51,2

    46

    32

    78

    48,4

    49,2

    48,8

    95

    94

    160

    100

    100

    100

    1,03

    0,55-

    1,94

    0,92

    1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi di

    Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari 29 responden yang

    merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 11 responden (37,9%),

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok

    yang mengalami hipertensi sebanyak 71 responden (54,2%) dari 131

    responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan

    bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi

    (p=0,113).

    2. Hubungan antara Kebiasaan Makan Makanan Asin dengan Kejadian

    Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian Hipertensi dari 75

    responden yang suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak

  • 56

    45 responden (60%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden

    yang tidak suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 37

    responden (43,5%) dari 85 responden, selebihnya tidak hipertensi. Hasil

    uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan

    makanan asin dengan kejadian hipertensi (p=0,038).

    3. Hubungan antara Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak

    jenuh dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan

    kejadian Hipertensi dari 90 responden yang makan makanan yang

    mengandung lemak jenuh mengalami hipertensi sebanyak 51 responden

    (56,7%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak

    suka makanan yang mengandung lemak jenuh mengalami hipertensi

    sebanyak 31 responden (43,5%) dari 70 responden selebihnya tidak

    hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

    antara kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh

    dengan kejadian hipertensi (p=0,120).

    4. Hubungan antara Kebiasaan makan/minum yang manis dengan Kejadian

    Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian Hipertensi dari

    117 responden yang makan/minum yang manis mengalami hipertensi

    sebanyak 65 responden (55,6%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan

    responden yang tidak suka makan/minum yang manis mengalami

  • 57

    hipertensi sebanyak 17 responden (39,5%) dari 43 responden selebihnya

    tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

    antara kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian hipertensi

    (p=0,072).

    5. Hubungan antara kebiasaan minum minuman mengandung alkohol

    dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan kejadian

    Hipertensi dari 13 responden yang minum minuman mengandung

    alkohol mengalami hipertensi sebanyak 4 responden (30,8%) selebihnya

    tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak minum minuman

    mengandung alkohol mengalami hipertensi sebanyak 78 responden

    (63%) dari 147 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik

    menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan minum

    minuman mengandung alkohol dengan kejadian hipertensi (p=0,123).

    6. Hubungan antara Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan Kejadian

    Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara

    kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian Hipertensi dari 106

    responden yang melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak

    48 responden (45,3%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden

    yang tidak melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 34

    responden (53,1%) dari 54 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji

  • 58

    statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan

    melakukan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (p=0,034).

    7. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Kejadian Hipertensi di

    Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara Indeks

    Masa Tubuh dengan kejadian Hipertensi dari 66 responden yang Indeks

    Masa Tubuh > 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 39 responden

    (59,1%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang Indeks

    Masa Tubuh 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 43 responden

    (45,7%) dari 94 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik

    menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh

    dengan kejadian hipertensi (p=0,096).

    8. Hubungan antara Stres (Panik) dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan

    Kemuning Tahun 2012

    Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara stres

    (panik) dengan kejadian Hipertensi dari 95 responden yang stres

    mengalami hipertensi sebanyak 39 responden (51,6%) selebihnya tidak

    hipertensi. Sedangkan responden yang tidak stres mengalami hipertensi

    sebanyak 33 responden (50,8%) dari 94 responden selebihnya tidak

    hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

    antara stres (panik) dengan kejadian hipertensi (p=0,92).

  • 59

    4.3 Hasil Analisis Multivariat

    1. Pemilihan Variabel Potensial

    Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan variabel variabel

    potensial atau kandidat yang dapat diikutsertakan dalam model persamaan

    logistik dengan batas kemaknaan p < 0,25. Seleksi bivariat masing masing

    variabel independen dengan variabel dependen. Variabel yang masuk dalam

    model multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai

    p (p value) < 0,25. Namun ketentuan p value < 0,25 ini tidaklah harus

    terpenuhi manakala dijumpai ada suatu variabel yang walaupun p value >

    0,25 karena secara substansi sangat penting berhubungan dengan variabel

    dependen, maka variabel tersebut dapat diikutkan dalam model multivariat.

    (Hastono,S 2006;Dahlan,S, 2006)

    Adapun variabel yang dikategorikan potensial mempengaruhi kejadian

    hipertensi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :

    Tabel 4.6 Variabel Variabel Potensial yang didapat dari hasil Analisis Bivariat

    Variabel OR p

    Umur 11,28 0,0001

    Jenis Kelamin 0,639 0,164

    Pekerjaan 0,421 0,008

    Riwayat Hipertensi 1,008 0,981

    Kebiasaan Merokok 0,52 0,113

    Kebiasaan makan makanan asin 1,95 0,038

    Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh 1,65 0,120

    Kebiasaan makan/minum yang manis 1,91 0,072

    Kebiasaan minum yang mengandung alkohol 0,39 0,123

    Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30 menit/hari) 0,49 0,034

    Indeks Masa Tubuh 1,713 0,096

    Stres 1,03 0,92

  • 60

    2. Identifikasi Variabel yang masuk dalam Model

    Pada langkah ini, untuk mengidentifikasi variabel variabel yang akan

    masuk dalam model persamaan regresi yang fit keseluruhan variabel

    tersebut akan dianalisis dengan uji regresi logistik dengan batas kemaknaan

    p < 0,05. Hasil analisis data dengan Logistic Regression metode backward

    selection dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

    Tabel 4.7 Model Logistic Regression untuk Melihat Hubungan Faktor Risiko Hipertensi

    di Kecamatan Kemuning Tahun 2012

    Variabel Independen OR 95%CI p

    Umur 1,811 6,115 2,627 14,234 0,0001

    Jenis Kelamin ** ** ** ** **

    Pekerjaan ** ** ** ** **

    Riwayat hipertensi 0,811 2,251 1,001 5,060 0,05

    Kebiasaan Merokok ** ** ** ** **

    Kebiasaan makan makanan

    asin

    0,739 2,093 0,999 4,385 0,05

    Kebiasaan makan makanan

    yang mengandung lemak

    jenuh

    ** ** ** ** **

    Kebiasaan makan/minum

    yang manis ** ** ** ** **

    Kebiasaan minum yang

    mengandung alkohol ** ** ** ** **

    Kebiasaan Melakukan

    Aktivitas Fisik ( 30

    menit/hari)

    ** ** ** ** **

    Indeks Masa Tubuh ** ** ** ** **

    Stres ** ** ** ** **

    Konstan -4,733

    Ket : tanda ** menunjukan bahwa variabel turut dalam analisis logistic regression tetapi p < 0,05, dengan metode backward

    selection.

    Berdasarkan hasil analisis tersebut dengan kemaknaan p < 0,05

    ditemukan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan mempengaruhi

  • 61

    kejadian hipertensi yaitu umur, jenis kelamin dan kebiasaan makan

    makanan asin. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel umur

    adalah 6,115 artinya responden yang berumur 35 tahun 6 kali lebih lebih

    berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang berumur

    < 35 tahun.

    Apabila dibuat persamaan, maka model persamaan regresi logistik

    faktor risiko kejadian hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang,

    yaitu :

    Logit P (y) = a + b1 (umur) + b2 (kebiasaan makan makanan asin)

    + b3 (Riwayat Hipertensi)

    Jika kofisien beta masing masing variabel dimasukkan ke dalam mode

    diatas maka persamaannya adalah :

    Logit P (Kejadian Hipertensi) = - 4,733 + 1,811 (umur) + 0,739(kebiasaan

    makan makanan asin) + 0,811 (Riwayat Hipertensi)

    Dari persamaan ini artinya bahwa kejadian hipertensi dipengaruhi secara

    bersama sama oleh variabel umur, kebiasaan makan makanan asin dan

    riwayat hipertensi dalam keluarga, dengan risiko (OR) masing masing

    adalah sebesar 6,115, 2,251, 2,093. Ini berarti bahwa responden dengan

    kelompok umur 35 tahun 6 kali lebih berisiko untuk terkena penyakit

    hipertensi dibandingkan dengan responden dengan kelompok umur < 35

    tahun. Sedangkan responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi

    makan makanan asin 2,2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan yang tidak

    mengkonsumsi makanan yang tidak asin dan responden yang mempunyai

  • 62

    riwayat keturunan hipertensi dalam keluarga mempunyai resiko 2 kali lebih

    risiko dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi dalam

    keluarga.

    4.4 Pembahasan

    1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi

    Pada penelitian ini sebagian besar responden berumur 55 tahun

    dan yang hipertensi sebesar 66,4% dan selebihnya tidak hipertensi.

    Hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi dapat dilihat dari

    nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Ini berarti ada hubungan antara kejadian

    hipertensi, dan umur merupakan faktor risiko yang paling dominan

    dalam menentukan penyakit hipertensi.

    Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.

    Seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya

    mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90

    mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan

    dengan pertambahan usia.

    Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice,S

    (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada

    responden obesitas dengan hipertensi. Muhammadun AS (2010) juga

    menyatakan bahwa wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko

    hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan

    wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil

    dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama.

  • 63

    Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang

    menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular

    tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-lain

    erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka semakin

    besar risiko terserang penyakit tersebut.

    2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian

    Berdasarkan hasil analisis bivariat dari 67 responden dengan jenis

    kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 44,8% selebihnya

    tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami hipertensi

    sebanyak 55,9% dari 93 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji

    statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin

    dengan kejadian hipertensi (p=0,164).

    Penelitian ini sejalan dengan data WHO (2000) diperkirakan 972

    juta orang (26,4%0 di dunia mengidap hipertensi dan tidak ada

    perbedaan risiko menderita hipertensi antara laki laki (26,6%) dan

    perempuan (26,1%). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil survei

    Monica III (2000) diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada

    janda/duda dibandingkan dengan yang memiliki pasangan, ini

    memperlihatkan bahwa risiko menderita hipertensi relatif sama antara

    laki laki dan perempuan. Dari beberapa hasil penelitian diketahui

    bahwa perempuan lebih rentan menderita hipertensi dibandingkan laki

    laki. Lelaki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi

    lebih awal. Lelaki juga mempunyai resiko lebih besar terhadap

  • 64

    morbiditas dan mortalitas cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50

    tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan.

    Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

    Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

    bermakna antara jenis kelamin dengan responden obes berumur 18

    tahun keatas.

    Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Sarastini, Ni Made (2008) tentang faktor faktor yang

    berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat kelompok

    usia 30 tahun keatas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kota

    Depok, dimana terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin

    dengan kejadian hipertensi.

    Dari hasil penelitian didapatkan penyakit hipertensi cenderung

    lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki laki. Hal ini

    disebabkan karena penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring

    dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga

    apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang

    tinggi.

    3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi

    Berdasarkan data hasil penelitian pada tabel 4.4 didapatkan

    bahwa hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan kejadian

    Hipertensi dari 69 responden yang bekerja mengalami hipertensi

    sebanyak 39,1% selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden

  • 65

    yang tidak bekerja mengalami hipertensi sebanyak 60,4% dari 91

    responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan

    bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi

    (p=0,008).

    Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S

    (2010) menyatakan bahwa status ekonomi tinggi pada responden obes

    berumur 18 tahun keatas mempunyai risiko 1,1 kali lebih berisiko

    dibandingkan dengan status ekonomi rendah dan secara statistik

    bermakna. Begitu pula Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya

    mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada

    Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa terdapat

    hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan kejadian

    hipertensi primer.

    Penelitian ini juga tidak sejalan dengan Hasurungan S, Jefri

    (2002) tentang faktor faktor yang berhubungan dengan hipertensi di

    Kota Depok dimana terdapat hubungan yang bermakna antara

    pekerjaan dengan kejadian hipertensi, dimana responden yang memiliki

    derajat stres yang tinggi berpeluang mendapat hipertensi 3,02 kali lebih

    berisiko dibanding dengan derajat stres rendah.

    Dari hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan

    antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi, namun risiko responden

    yang tidak bekerja lebih banyak yang mengalami penyak i thipertensi

    dibandingkan dengan yang bekerja. Hal ini disebabkan oleh karena

  • 66

    responden yang tidak bekerja lebih memikirkan kondisi ekonomi dalam

    keluarga.

    4. Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan

    Kejadian Hipertensi

    Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan

    antara riwayat keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari

    74 responden yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 51,4%

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden tidak ada riwayat

    hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 51,2% dari

    86 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik

    menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga

    yang hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,0,981).

    Secara teoritis apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua

    orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar.

    Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah

    satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap

    timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa

    hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur)

    daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang

    mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan

    secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan

    menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-

    50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan

  • 67

    komplikasinya. Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai

    penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika

    ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan

    hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada

    keturunannya.

    Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan

    namun hubungannya tidak sederhana sehingga tidak ada tes genetik

    yang dapat membuktikan orang yang berisiko hipertensi secara

    konsisten. Meskipun belum ada tes genetik secara konsisten mengenai

    penyakit hipertensi tetaplah harus hati hati karena dalam garis

    keturunan keluarga mempunyai genetik yang sama.

    5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian

    Hipertensi

    Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan

    antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari 29

    responden yang merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 37,9%,

    selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok

    yang mengalami hipertensi sebanyak 54,2% dari 131 responden. Hasil

    uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur

    dengan kejadian hipertensi (p=0,113).