Upload
pejantan-tangguh
View
53
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT PENGUSAHA KECIL PADA PROGRAM KEMITRAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(Studi Kasus: PT. Telkom Divre II Jakarta)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT PENGUSAHA KECIL
PADA PROGRAM KEMITRAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus: PT. Telkom Divre II Jakarta)
OLEH MUKTI ASIH
H14103026
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
MUKTI ASIH, Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus: PT. Telkom Divre II Jakarta) (dibimbing oleh HENNY REINHARDT). PT. Telkom Divisi Regional (Divre) II Jakarta merupakan salah satu BUMN yang melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR). Salah satu program CSR yang dilakukan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta yaitu program kemitraan. Program kemitraan yang dilakukan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta adalah dengan memberikan kredit dana bergulir kepada pengusaha kecil. Hal ini dilakukan dalam rangka membantu permodalan bagi pengusaha kecil yang memerlukan modal. Diharapkan dengan adanya kredit dana bergulir, kredit tersebut dapat berputar dan dapat membantu pengusaha kecil lainnya yang memerlukan modal. Untuk itu, pengembalian kredit perlu diperhatikan. Namum, layaknya Bank dan lembaga keuangan lainnya yang memberikan kredit kepada pengusaha kecil, PT. Telkom Divre II Jakarta juga memiliki masalah dalam pengembalian kredit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tunggakan yang terdapat pada program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta triwulan satu 2006 sebesar 21,45 persen.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Telkom Community Development Center (CDC) Divre II Jakarta, publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), internet, buku, dan literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 66 pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan pada program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta yang berada pada Datel Bogor. Pemilihan sampel tersebut dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan menggunakan metode acak sederhana. Data yang diperoleh diolah dengan Software SPSS 13 dan Eviews 4.1. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik pengusaha dan usaha yang menjadi mitra binaan PT. Telkom Divre II Jakarta dengan pengembalian kredit, analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi silang (crosstabulations). Sedangkan analisis statistik dilakukan untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit pengusaha kecil pada program kemitraan CSR PT. Telkom Divre II Jakarta, analisis ini dilakukan dengan menggunakan model Binary (Probit). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pada program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta pada tahun 2002 sampai dengan triwulan satu 2006 telah menyalurkan kredit dana bergulir sebesar 33,633 milyar rupiah, dana tersebut disalurkan kepada 2.239 pengusaha kecil. Dari 66 pengusaha kecil yang diambil untuk dijadikan sampel, karakteristik pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan PT. Telkom Divre II Jakarta pada Daerah Telekomunikasi (Datel) Bogor paling banyak berusia 42-47 tahun, berpendidikan akhir SMA, memiliki jumlah
tanggungan keluarga sebanyak tiga orang, memiliki penghasilan bersih usaha 2-10 juta per bulan, dan memiliki pengalaman usaha selama dua tahun. Faktor yang berpengaruh nyata dalam pengembalian kredit pada program kemitraan CSR PT. Telkom Divre II Jakarta adalah jumlah pinjaman, tingkat suku bunga, penghasilan bersih, dummy bencana (force major), dan dummy penghasilan lain di luar usaha. Saran yang diajukan kepada PT. Telkom Divre II Jakarta untuk lebih meningkatkan kemampuan mitra binaan dalam mengembalikan kredit yaitu dengan memberikan kredit pinjaman dengan tingkat suku bunga yang kecil. Selain itu, pihak PT. Telkom Divre II Jakarta sebaiknya memantau penghasilan bersih usaha melalui laporan keuangan yang dilaporkan setiap tiga bulan sekali.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT PENGUSAHA KECIL
PADA PROGRAM KEMITRAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Studi Kasus: PT. Telkom Divre II Jakarta)
Oleh
MUKTI ASIH H14103026
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi penelitian yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Mukti Asih
Nomor Registrasi Pokok : H14103026
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul :
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Henny Reinhardt, S.P., M.Sc. NIP. 132 321 419
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus: PT.Telkom Divre II Jakarta)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Mukti Asih H14103026
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pengusaha
Kecil pada Program Kemitraan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus: PT.
Telkom Divre II Jakarta). Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini dengan rasa tulus dan hormat penulis mengucapkan
terimakasih kepada Bapak, Ibu dan Kakak-kakak tercinta serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya, Henny Reinhardt, S.P., M. Sc. selaku dosen
pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya, Dr. Sri Mulatsih selaku
dosen penguji dan Fifi Diana Tamrin, M. Si. selaku komisi pendidikan atas segala
saran dan masukannya, seluruh staff Telkom CDC Divre II Jakarta atas bantuan
dan masukan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
Desy, Oppie, Dp, Prima, Tanti, dan Ponytailers (Yuliz, Santy, MAyu, MIntan,
Po2n, Pu2t, Ana, dan Uut), dan Feri yang senantiasa membantu, menghibur dan
memberikan motivasi kepada penulis sampai dengan skripsi ini dapat
terselesaikan, Rekan-rekan departemen Ilmu Ekonomi angkatan 40, Tyas, Nadia,
Mega, Aci, Depi, Deson, yang senantiasa membantu penulis dalam bertukar
pikiran selama proses pengerjaan skripsi sampai dengan skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata
ditujukan untuk memperbaiki berbagai kelemahan yang ada sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
Mukti Asih
H14103026
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mukti Asih, lahir pada tanggal 10 Januari 1985 di Bekasi,
Jawa Barat. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan T. Pramono dan Parti.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Jatiwaringin II
Bekasi. Lulus dari SD penulis melanjutkan ke tingkat SLTP di SLTPN 6 Bekasi
pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis berhasil diterima di SMUN 5 Bekasi
dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi tempat untuk menggali ilmu dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh penulis. Penulis berhasil masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Departemen ini kemudian berganti nama menjadi Departemen Ilmu Ekonomi
pada tahun 2004. Penulis menjalani masa perkuliahan dengan bergabung dalam
beberapa organisasi diantaranya: HIPOTESA dan Rohis Ekbang Angkatan 40.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................... 6
1.5. Ruang Lingkup ................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) .......................................... 7
2.2. Manfaat Kredit Bagi Usaha Kcil dan Menengah (UKM) ............... 12
2.3. Usaha Kecil dan Menengah............................................................. 13
2.4. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 14
2.5. Kerangka Pemikiran........................................................................ 18
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 22
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 22
3.2. Metode Penelitian............................................................................ 22
3.2.1. Analisis Deskriptif............................................................... 22
3.2.2. Analisis Statistika ................................................................ 23
3.3. Deskripsi Variabel dan Pengukurannya .......................................... 25
3.3.1. Tingkat Pengembalian Kredit .............................................. 25
3.3.2. Jumlah Pinjaman................................................................. 26
3.3.3. Tingkat Suku Bunga............................................................ 26
3.3.4. Penghasilan Bersih Usaha ................................................... 27
3.3.5. Pengalaman Usaha .............................................................. 27
3.3.6. Usia ...................................................................................... 28
3.3.7. Jumlah Tnggungan Keuangan............................................. 28
3.3.8. Tingkat Pendidikan ............................................................. 28
3.3.9. Bencana (Force Major) ....................................................... 29
3.3.10. Penhasilan Lain di Luar Usaha ............................................ 29
IV. GAMBARAN UMUM............................................................................. 31
4.1. Sejarah Singkat Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. ...................................................... 31
4.2. Struktur Organisasi Telkom Community Development Center (CDC) Divre II Jakarta .................................................................... 32
4.3. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Telkom Divre II Jakarta........................................................... 33
4.3.1 Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta................ 35
4.3.1.1. Proses Penyaluran Kredit Dana Berguli pada Program Kemitraan PT. Telkom Divre II
Jakarta..................................................................... 39
4.3.1.2. Pengembalian Kredit .............................................. 41
4.3.2 Program Bina Lingkungan PT. Telkom Divre II Jakarta.................................................................................. 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 45
5.1. Analisis Karakteristik Pengusaha dan Usaha Mitra Binaan.. 45
5.1.1. Usia .......................................................................... 46
5.1.2. Tingkat Pendidikan.................................................... 48
5.1.3. Jumlah Tanggungan Keluaga ...................................... 49
5.1.4. Penghasilan Bersih Usaha .......................................... 49
5.1.5. Pengalaman Usaha .................................................... 51
5.2. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit.................................................................................. 52
IV. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 56
6.1. Kesimpulan....................................................................................... 56
6.2. Saran................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 58
LAMPIRAN.................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1. Jumlah Pinjaman Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta ...37
4.2. Jumlah Mitra Binaan Program Kemitraan PT. Telkom Divre II
Jakarta.....................................................................................................38
4.3. Jumlah Pinjaman dan Tingkat Suku Bunga yang Diberikan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta pada Program Kemitraan.........................38
4.4. Dana Program Bina Lingkungan yang Disalurkan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta ......................................................................................43
5.1. Analisis Crosstabulation Usia dan Pengembalian Kredit ....................48
5.2. Analisis Crosstabulation Tingkat Pendidikan dan Pengembalian Jakarta..................................................................................................... 49
5.3. Analisis Crosstabulation Jumlah Tanggungan Keluarga dan Pengembalian Kredit .............................................................................. 49
5.4. Analisis Crosstabulation Penghasilan Bersih Usaha dan Pengembalian Kredit ..............................................................................49
5.5. Analisis Crosstabulation Pengalaman Usaha dan Pengembalian Kredit......................................................................................................52
5.6. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan Corporate Social Responsibility (CSR).............................................................................53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Pengusaha Kecil pada Program Kemitraan CSR (Corporate Social Responsibility) PT.Telkom Divre II Jakarta..............................61
2. Hasil Case Prosesing Summary Karakteristik Pengusaha dan Usaha Mitra Binaan.........................................................................................63
3. Hasil Analisis Binary (Probit)...................................................... ......66
4. Proses Penyaluran Kredit Dana Bergulir Pada Program Kemitraan PT.Telkom Divre II Jakarta..............................................65
5. Kontribusi Usaha Kecil, Menengah, dan Besar terhadap PDB Tahun 2003-2006 (dalam persentase)................................................ 66
6. Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2005-2006..............................................................................67
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................. 18 4.1. Struktur Organisasi Telkom Community Development Center (CDC) Divre II Jakarta ...................................................................................... 32
5.1. Usia Mitra Binaan Datel Bogor PT.Telkom Divre II Jakarta ................ 47
5.2. Penghasilan Bersih Usaha Mitra Binaan Datel Bogor PT. Telkom Divre II Jakarta ...................................................................................... 50
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perekonomian Indonesia kelompok pelaku ekonomi terbesar
merupakan ekonomi rakyat kecil. Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
merupakan salah satu bentuk pelaku ekonomi rakyat kecil. Perekonomian rakyat
kecil diartikan sebagai pelaku ekonomi dengan pemilikan aset yang sedikit, skala
usaha kecil dan tingkat pendidikan yang masih rendah, sehingga kurang memiliki
akses dalam kegiatan ekonomi yang sedang berkembang. Keadaan ekonomi dan
pemilikan aset yang terbatas ini menyebabkan sulitnya memperoleh akses
terhadap sumberdaya modal sehingga tidak dapat berusaha pada bidang yang
sesuai dan menguntungkan apalagi dalam keadaan pasar yang semakin kompetitif.
Berdasarkan rantai ekonomi, modal akan menghasilkan pendapatan.
Apabila pemilikan modal serta ketrampilan rendah, maka mengakibatkan
rendahnya tingkat produktifitas, yang pada gilirannya menghasilkan tingkat
pendapatan dan investasi yang rendah pula (Kasryno dan Colter, 1986).
Sedangkan menurut Mubyarto dan Soetrisno (1986), permodalan adalah salah satu
unsur essensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup
masyarakat. Padahal sampai saat ini modal masih merupakan masalah yang
dihadapi pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Terkait dengan hal
ini, kredit merupakan alat bantu untuk menciptakan modal, sementara perolehan
kredit yang dapat membantu mengatasi kekurangan modal masih sulit diperoleh.
Kesulitan ini disebabkan oleh prosedur dan persyaratan administrasi seperti
keharusan adanya agunan berupa aktiva tetap (tanah,bangunan). Kelayakan usaha
(laporan keuangan usaha, tingkat bunga yang tinggi, dan sebagainya).
Kemampuan pengusaha kecil untuk menyediakan agunan yang memadai serta
perencanaan usaha berikut analisis kelayakan usaha sangat rendah.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan sektor UKM pemerintah
Indonesia sebenarnya telah memberikan kemudahan kepada pengusaha kecil
dalam rangka memperoleh bantuan kredit, salah satunya adalah kebijaksanaan
yang mengharuskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan menyisihkan
keuntungannya untuk membantu permodalan bagi usaha kecil dan koperasi
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab
sosial perusahaan. CSR adalah tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis
terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena pengaruh baik
langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan (Nursahid, 2006).
Dukungan BUMN terhadap sektor usaha kecil terdapat pada Keputusan
Menteri BUMN yaitu Kep-236/MBU/2003. Dalam Kep-236/MBU/2003
penyelenggaraan derma sosial BUMN dilakukan melalui Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL). Program Kemitraan merupakan praktik derma sosial
BUMN yang memberi dukungan terhadap usaha kecil dan koperasi. Hal ini
dilakukan dalam rangka menjadikan usaha kecil sebagai tulang punggung
ekonomi pasca krisis.
Krisis ekonomi telah menyebabkan terpuruknya perekonomian nasional
khususnya usaha-usaha berskala besar. Namun, pada kondisi tersebut sektor usaha
kecil mampu bertahan dan tetap eksis dalam menghadapi masa krisis. Sektor ini,
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 2006,
kontribusi usaha kecil terhadap PDB rata-rata mencapai 38,80 persen. Pada tahun
2005, jumlah usaha kecil sebesar 47 juta unit atau 99,78 persen dari keseluruhan
unit usaha ekonomi yang ada, dengan penyerapan tenaga kerja 78,99 juta atau
sekitar 91,38 persen dari seluruh tenaga kerja. Sedangkan hingga tahun 2006
jumlah tersebut meningkat sebesar 3,86 persen menjadi 48,82 juta unit usaha,
dengan penyerapan tenaga kerja 80,99 juta atau sekitar 91,20 persen dari seluruh
tenaga kerja.
Ekonomi rakyat umumnya berbasis pada sumberdaya ekonomi lokal dan
tidak tergantung pada impor. Hasil produksinya yang unik merupakan aset produk
lokal yang dapat di ekspor. Hal ini tentu akan memberikan kontribusi yang positif
bagi peningkatan PDB. Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamental yang
kuat jika ekonomi rakyat telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya
saing dalam perekonomian nasional. Pemberdayaan usaha kecil dan koperasi
merupakan pembangunan ekonomi rakyat yang harus menjadi prioritas utama
dalam pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, pembangunan
ekonomi rakyat diyakini dapat memperkuat fondasi perekonomian nasional.
1.2. Perumusan Masalah
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) merupakan salah satu
BUMN yang menjalankan program CSR. Program CSR yang dijalankan Telkom
antara lain pemberian dana bergulir kepada usaha kecil, dan juga bantuan yang
bersifat hibah (Charity). Program CSR yang dijalankan oleh Telkom didasari oleh
Keputusan Menteri BUMN Kep-236/MBU/2003. Dimana dalam rangka
mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya
pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha
dan pemberdayaan masyarakat, diperlukan partisipasi BUMN untuk
memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial
masyarakat dan sekitarnya melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil
dan program bina lingkungan.
Keberhasilan Telkom dalam melaksanakan program CSR dapat dilihat dari
penganugrahan berupa penghargaan CSR Award 2005 sebagai terbaik kedua
untuk Bidang Usaha Jasa (service), yang diselenggarakan oleh Majalah SWA, PT.
Surindo Utomo, Markplus & Co dan Corporate Form for Community
Development (CFCD). Penganugrahan yang didapat oleh Telkom dalam
menjalankan program CSR ini dikarenakan hingga triwulan III tahun 2005,
Telkom telah menyalurkan dana kepada 21.793 Mitra Binaan di seluruh Indonesia
dengan total anggaran sebesar Rp 298,05 milyar. Selama triwulan tiga tahun 2005
Community Development Center (CDC) menyalurkan Rp 83,65 miliar untuk
program kemitraan dan Rp 15,01 miliar untuk program bina lingkungan. Program
kemitraan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan good corporate citizenship
meliputi kemitraan bidang jasa (32,34%), perikanan (3,83%), peternakan (4,19%),
pertanian (2,28%), perdagangan (35,01%), industri (18,93%), dan lain- lain (3%)
(PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk., 2005)
Keberhasilan Telkom dalam menyalurkan dana kepada pengusaha kecil
melalui program kemitraan, tidak akan berarti apabila kelancaran pengembalian
kredit tidak diperhatikan. PT. Telkom Divre II Jakarta merupakan cabang dari PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk. yang melaksanakan program kemitraan berupa
pemberian kredit dana bergulir kepada pengusaha kecil. Layaknya Bank dan
lembaga keuangan lainnya yang memberikan pinjaman berupa kredit kepada
pengusaha kecil, PT. Telkom Divre II Jakarta juga memiliki masalah dalam
pengembalian kredit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tunggakan yang terdapat
pada program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta yaitu sebesar 21,45 persen
dari total pinjaman yang disalurkan. Berdasarkan penjelasan di atas maka
permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik pengusaha dan usaha pada pengusaha kecil yang
menjadi Mitra Binaan PT. Telkom Divre II Jakarta?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pada
program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mempelajari peranan PT. Telkom Divre II Jakarta sebagai BUMN yang
membantu pemerintah di bidang ekonomi dengan memberikan kredit kepada
pengusaha kecil melalui program kemitraan.
2. Mengetahui karakteristik pengusaha dan usaha pada pengusaha kecil yang
menjadi Mitra Binaan PT. Telkom Divre II Jakarta.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit pada
program kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Telkom
khususnya pada PT. Telkom Divre II Jakarta sebagai masukan dalam penyusunan
kebijakan pengembangan program kemitraan yang merupakan salah satu program
CSR Telkom, yang diberikan kepada pengusaha kecil. Selain itu penulis
mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan penelitian
selanjutnya, serta memberi manfaat berupa informasi dan masukan yang berguna
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
1.5. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pengusaha kecil yang
menjadi mitra binaan pada Daerah Telekomunikasi (Datel) Bogor yang
merupakan salah satu Datel pada PT. Telkom Divre II Jakarta. Pemililhan Datel
Bogor ini didasarkan pada masukan yang diperoleh oleh pegawai program
kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta. Selain itu, pemilihan Datel Bogor ini
didasarkan karena pada tahun 2005 Datel Bogor memiliki jumlah mitra binaan
yang lebih besar dibandingkan dengan Datel lainnya yang berada pada PT.
Telkom Divre II Jakarta. Sehingga, diharapkan pemilihan Datel Bogor ini dapat
mewakili PT. Telkom Divre II Jakarta.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab moral suatu
organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari operasi perusahaan
(Nursahid, 2006). Menurut The World Business Council for Sustainable
Development (WBCSD) in fox, et. al, 2002 dalam Nursahid, 2006, CSR adalah
komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan,
bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat
setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Sedangkan
menurut Robbins dan Coulter (2004) tanggung jawab sosial perusahaan adalah
kewajiban perusahaan bisnis yang dituntut oleh hukum dan pertimbangan
ekonomi, untuk mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi
masyarakat.
Menurut Idris (2005), program CSR di Indonesia sekarang ini tidak hanya
dijalankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetapi juga beberapa
perusahaan-perusahaan swasta lainnya. Sebagai institusi bisnis yang dapat
menghasilkan laba diharapkan baik perusahaan negara maupun swasta dapat
berfungsi sebagai instrumen pembangunan nasional, dengan melaksanakan
program CSR yang dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi
kerakyatan serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan
lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemberdayaan masyarakat. Dalam
prinsip CSR, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholder
perusahaan. Stakeholder perusahaan adalah seluruh pihak yang berkepentingan
terhadap eksistensi perusahaan, termasuk didalamnya adalah karyawan,
konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai
regulator. Perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholder
perusahaan dalam menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa
bagi stakeholder perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang
diciptakannya.
Menurut Idris (2005), CSR yang dijalankan oleh suatu perusahaan
seharusnya tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang hanya direfleksikan
dalam kondisi keuangan atau finansialnya saja, melainkan tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom line, yaitu selain finansial juga sosial
dan lingkungan, karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin perusahaan
tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan
terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan
hidup. Untuk itu program CSR yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari tujuh
pilar, yaitu:
1. Pendidikan (education) adalah kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
pendidikan baik skill, knowledge dan attitude bagi stakeholder.
2. Kesehatan (health) adalah kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
kesehatan stakeholder.
3. Kebudayaan dan keadaban (culture of civility) adalah kegiatan kepedulian
untuk melestarikan dan membina budaya, seni, olah raga, agama, dan kegiatan
kemasyarakatan lainnya dalam upaya mendukung perusahaan
mengimplementasikan nilai-nilai Good Corporate Citizenship.
4. Kemitraan (partnership) adalah kegiatan yang mempererat jalinan kemitraan
dengan pihak ketiga baik di bidang produk maupun lainnya yang related
maupun non-related dengan core bisnis perusahaan dan bertujuan untuk
memberikan manfaat bagi semua pihak.
5. Layanan umum (public service obligation) adalah kegiatan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang sarana dan prasarana
umum.
6. Lingkungan (environment) adalah kepedulian untuk meningkatkan kualitas
lingkungan internal maupun eksternal perusahaan agar terjadi hubungan yang
harmonis antara perusahaan dengan lingkungannya.
7. Bantuan kemanusiaan dan bencana alam (disaster and rescue) adalah kegiatan
untuk memberikan bantuan didalam penanggulangan bencana alam dan
bencana kemanusiaan.
Namun demikian tidak semua perusahaan menyadari bahwa program CSR
ini memiliki dampak positif terhadap perusahaan. Hal ini terlihat setelah
disahkannya Undang-undang Perseroan Terbatas (UU PT) pasal 74 ayat 1 sampai
dengan 4 yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jumat 20 Juli
2007. Adapun isi UU PT pasal 74 ayat 1 sampai dengan 4 menyatakan bahwa:
Pasal 74 ayat 1 menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan CSR.
Pasal 74 ayat 2 berbunyi, tanggung jawab sosial dan lingkungan itu
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Pasal 74 ayat 3 menggariskan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 74 ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung
jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Kompas, 2007, menyatakan bahwa UU PT Pasal 74 ayat 1 sampai dengan
4 memiliki multitafsir dan berpotensi tumpang tindih dengan aturan pada tingkat
dibawahnya. Misalnya, peraturan tentang lingkungan hidup mengharuskan limbah
dari kegiatan produksi dikelola oleh perusahaan sesuai dengan standar yang
dimasukkan oleh pemerintah, belum jelas apakah masuk dalam bentuk CSR yang
juga dimasukkan dalam UU PT atau ada bentuk lain. Multitafsir CSR dalam UU
PT ini terjadi karena dalam UU PT ini tidak mendefinisikan CSR secara jelas,
belum ada kesamaan persepsi mengenai CSR dikalangan pelaku usaha,
pemerintah, dan DPR. Apalagi pengaturan CSR dalam UU PT disahkan oleh
DPR tanpa proses partisipatif pelaku usaha. Untuk itu pemerintah dan pelaku
usaha perlu mengupayakan komunikasi lebih baik untuk menjembatani
kesenjangan persepsi tentang CSR.
Ketentuan lebih lanjut akan CSR ini juga akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP), pengusaha di Indonesia mengharapkan PP yang mengatur CSR
tidak membuat aturan yang menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan
perseroan untuk membiayai pelaksanaan CSR, karena hal tersebut sama saja
dengan pajak tambahan. Selain itu, pengusaha Indonesia juga mengharapkan
dengan ditetapkannya CSR dalam UU PT yang lebih lanjut akan diatur dalam PP,
tidak akan merugikan iklim investasi Indonesia. Kewajiban untuk melakukan CSR
dalam UU PT sebaiknya diimbangi dengan insentif berupa pengurangan pajak,
karena tanpa insentif suatu perusahaan bisa menempuh berbagai cara agar
kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Sebaliknya jika ada insentif sebagai
imbalan, CSR akan dilaksanakan dengan baik dan benar (Kompas, 2007).
Terlalu dini pengaturan CSR dimasukkan dalam UU PT, karena dengan
dibuatnya aturan tersebut hanya akan menimbulkan formalitas dalam penerapan
CSR dan hasilnya tidak maksimal. Praktik CSR seharusnya menjadi sikap moral
dari suatu perusahaan untuk membantu perbaikan-perbaikan sosial, dimana sikap
moral itu harus dilandasi pemahaman bahwa berbuat etis merupakan hal yang
strategis dalam keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Untuk itu, kewajiban
untuk melakukan CSR dalam UU PT sebaiknya diimbangi dengan insentif berupa
pengurangan pajak, karena tanpa insentif suatu perusahaan bisa menempuh
berbagai cara agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Sebaliknya jika ada
insentif sebagai imbalan, CSR tentunya akan dilaksanakan dengan baik dan benar
(Kompas, 2007).
2.2. Manfaat Kredit Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Modal merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha kecil
dalam mengembangkan usahanya. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah
barang atau uang serta produksi lain yang menghasilkan barang dan jasa. Modal
bisa berasal dari sumber sendiri dan sumber luar. Modal yang berasal dari sumber
luar, biasa disebut kredit yang bisa berupa uang dan bahan baku maupun input
produksi. Kredit tidak sama dengan modal, melainkan alat untuk menciptakan
modal (Soehoed, 1987).
Kredit berasal dari bahasa latin Credere yang berarti kepercayaan. Oleh
karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian seorang yang
memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan atau dengan
kata lain orang yang mendapat bantuan kredit adalah mereka yang telah mendapat
kepercayaan untuk membayar lunas pinjamannya dalam jangka waktu tertentu
(Suyatno, et al 1999). Dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit yaitu:
a Kepercayaan, suatu keyakinan dari pemberi kredit baik berupa uang, barang
atau jasa yang diberikan dan akan benar-benar diterima kecuali di masa yang
akan datang.
b Waktu, yaitu masa yang membatasi antara saat pemberian kredit prestasi dan
pengembaliannya akan diterima pada waktu tertentu.
c Prestasi atau objek kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam
bentuk barang dan jasa.
d Tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu
yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan akan semakin besar
resikonya karena adanya ketidakpastian di masa yang akan datang.
Kuntjoro (1983), kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memacu perkembangan usaha terutama dalam pembentukan modal (capital
formation). Kredit juga sangat penting untuk meningkatkan likuiditas usaha
walaupun dapat menimbulkan resiko apabila usaha tersebut gagal memberikan
penerimaan yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan.
2.3. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Menurut Rudjito (2003) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia
yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik ditinjau
dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Definisi
UKM yang diberikan oleh beberapa lembaga, yaitu:
1. UU No. 9 Tahun 1995.
Usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan atau yang memiliki omzet paling
banyak Rp. 1 milyar per tahun dan milik Warga Negara Indonesia.
2. Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999.
Usaha menengah adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar
dari Rp. 200 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 milyar, tidak termasuk
tanah dan bangunan, milik Warga Negara Indonesia, bukan merupakan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berfaliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha besar, berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang
tidak berbadan hukum, dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
3. Surat Edaran Bank Indonesia kepada semua Bank Umum di Indonesia No.3/9/BKr, Tanggal 17 Mei 2007
Usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, memiliki omzet paling banyak
Rp. 1 milyar per tahun, milik Warga Negara Indonesia, bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berfaliasi baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar, berbentuk usaha
perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan atau badan usaha yang
berbadan hukum, termasuk koperasi.
2.4. Penelitian terdahulu
Sebagaimana sudah dikemukakan, bahwa masalah yang dihadapi oleh
Bank dan Lembaga Keuangan lainnya adalah dalam hal pengembalian kredit yang
dipinjamkan pada pengusaha kecil sebagai modal dalam menjalankan usahanya.
Penelitian Kuntjoro (1983), mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi
pembayaran kembali kredit Bimas Padi dengan melakukan studi kasus di
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian
kredit diklasifikasikan menjadi empat faktor yaitu faktor pribadi petani yang
meliputi umur, pendidikan, jumlah jiwa dalam keluarga dan pengalaman
berusahatani; faktor situasi penunjang yang meliputi tagihan langsung dan status
garapan; faktor situasi ekonomi yang meliputi luas sawah garapan; faktor kondisi
finansial seperti besarnya rasio pinjaman dengan penerimaan, rasio penerimaan
dengan pengeluaran. Kesimpulan yang diperoleh adalah faktor-faktor yang
berpengaruh positif pada pengembalian kredit terdiri dari lama petani mengikuti
program Bimas, adanya tagihan aktif dari petugas kredit, adanya tambahan
penerimaan petani serta adanya status bagi hasil. Sedangkan faktor- faktor yang
berpengaruh negatif adalah tingginya pengeluaran konsumsi keluarga dan makin
besarnya jumlah kredit Bimas yang diperoleh.
Penelitian Prasetyo (1996), mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembalian kredit pada usaha kecil dengan melakukan studi
kasus pada nasabah BPR Batuceper, Tangerang. Faktor- faktor yang
mempengaruhi pengembalian kredit dalam studinya yaitu, penghasilan bersih,
pengalaman usaha, frekuensi pembinaan, agunan, suku bunga, umur, pendidikan
dan jumlah tanggungan keluarga. Dari hasil studinya kesimpulan yang diperoleh
adalah bahwa hampir semua variabel yang mempengaruhi pengembalian kredit
berpengaruh positif terhadap pengembalian kredit, kecuali variabel jumlah
tanggungan keluarga.
Dalam studi Renggani (1998), mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembalian kredit dengan melakukan studi kasus pada BMT
Ulil Albaab, Bogor. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit
dalam studinya yaitu jumlah pinjaman, jumlah selisih pendapatan dan pengeluaran
keluarga, biaya transportasi, borrowing cost, tingkat pendidikan formal, intensitas
hubungan dengan pengurus, jangka waktu pengembalian kredit, dan juga variabel
dummy berupa penggunaan kredit. Berdasarkan nilai koefisien regresi yang
diperoleh diketahui bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap tingkat
pengembalian kredit adalah jumlah selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga,
borrowing cost, tingkat pendidikan dan jenis penggunaan kredit. Sedangkan
variabel yang berpengaruh negatif adalah jumlah pinjaman, biaya transportasi,
intensitas hubungan dengan pengurus, serta jangka waktu pengembalian kredit.
Dalam penelitian Hidayati (2003), menganalisis perilaku pengusaha kecil
dan menengah dalam menggunakan dan mengembalikan kredit dengan melakukan
studi kasus pada pengusaha kecil menengah yang mengambil kredit umum
pedesaan di BRI unit pasar Blok A Kebayoran Baru, Jakarta. Dalam studinya
dijelaskan bahwa yang mempengaruhi penggunaan dan pengembalian kredit
pengusaha kecil dilihat dari karakteristik pengusaha dan karakteristik usaha.
Karakteristik pengusaha tersebut terdiri dari umur, pendidikan, sikap terhadap
kredit, dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan karakteristik usaha terdiri dari
pengalaman usaha, lama ambil kredit, skala usaha dan jenis usaha. Dari hasil
studinya khususnya mengenai pola pengembalian kredit disimpulkan bahwa yang
berpengaruh nyata dengan tingkat pengembalian kredit adalah faktor umur yang
terdapat dalam karakteristik individu dan pengalaman mengambil kredit yang
terdapat dalam karateristik usaha.
Dalam studi Priarnani (2005), menganalisis faktor- faktor yang
mempengaruhi pola pengembalian kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan
Petani-Nelayan Kecil (P4K) dengan melakukan studi kasus di Kabupaten Tuban,
Jawa Timur. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dalam
studinya yaitu, pengalaman usaha, pengalaman ketua Kelompok Petani Kecil
(KPK), umur anggota KPK, frekuensi angsuran, frekuensi pembinaan, pendapatan
kotor usaha bersama, keterlambatan realisasi kredit, jumlah tanggungan kredit,
dan tingkat pendidikan ketua KPK. Sedangkan variabel dummy yang digunakan
adalah tabungan sukarela KPK, jenis usaha bersama, bencana, pengalaman kredit,
dan pendapatan sampingan. Dari hasil studinya disimpulkan bahwa faktor- faktor
yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian kredit P4K adalah pengalaman
usaha, frekuensi pembinaan dan pengalaman kelompok mengambil kredit,
frekuensi angsuran dan keterlambatan realisasi kredit.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini
menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit pada
pengusaha kecil yang menjadi Mitra Binaan PT. Telkom Divre II Jakarta.
Pemberian kredit yang diberikan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta kepada
pengusaha kecil melalui program kemitraan CSR, hal ini dilakukan oleh PT.
Telkom Divre II Jakarta dalam rangka membantu permodalan pengusaha kecil
dalam menjalankan usahanya. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi
pengembalian kredit pengusaha kecil pada program kemitraan CSR PT. Telkom
Divre II Jakarta yaitu jumlah pinjaman, tingkat suku bunga, penghasilan bersih
usaha, pengalaman usaha, usia, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, dummy
bencana (force major), dan dummy penghasilan di luar usaha.
2.5. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
CSR PT.Telkom Divre II
Jakarta
Penyaluran Kredit Dana Bergulir
PKBL
5 Asnaf (Sasaran program Bina Lingkungan )
Pengusaha Kecil
Program Kemitraan
Program Bina Lingkungan
Charity (Bantuan)
Pengembalian Kredit
Ket: Alur Penelitian
Tidak dibahas
Karakteristik
Model Binary (Probit)
Crosstabs Tidak Lancar: Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet
Lancar: Lunas dan Lancar
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
program CSR yang dijalankan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom)
sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kep-
236/MBU/2003 dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi,
partisipasi BUMN harus ditingkatkan untuk memberdayakan dan
mengembangkan kondisi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan lingkungan
melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Oleh karena itu,
PKBL menjadi program CSR yang dijalankan oleh Telkom. PKBL ini dijalankan
oleh Divre (Divisi Regional) yang terdapat pada PT. Telekomunikasi Indonesia
Tbk.
PT. Telkom Divre II Jakarta merupakan salah satu Divre PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk. yang menjalankan PKBL. Program kemitraan
merupakan salah satu program CSR PT. Telekomunikasi Indonesia. Dalam
program kemitraan ini PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. memberikan modal
berupa kredit kepada pengusaha kecil. Kredit yang diberikan kepada pengusaha
kecil ini merupakan kredit dana bergulir. Kredit dana bergulir adalah salah satu
program kredit yang ditunjukkan untuk kegiatan produktif. Dimana dana kredit
tersebut digunakan untuk kegiatan usaha, sehingga peminjam (pengusaha kecil)
dapat mengembalikan dana tersebut tepat pada waktunya.
Tujuan dari program kemitraan ini berupa penyaluran kredit dana bergulir
untuk membantu permodalan usaha khususnya pengusaha kecil yang memerlukan
modal. Dengan kebijaksanaan ini jumlah dana yang disalurkan diharapkan terus
berputar, sehingga terus bertambah dan dapat menjangkau pengusaha kecil
lainnya yang memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Untuk mencapai
tujuan dari program kemitraan yang telah dijelaskan sebelumnya maka yang harus
dilakukan adalah dengan memperhatikan pengembalian pengusaha kecil yang
menadi Mitra Binaan. Keberhasilan kredit yang diberikan oleh PT. Telkom Divre
II Jakarta kepada Mitra Binaan tidak akan berarti, apabila pengembalian kredit
tersebut tidak berjalan dengan baik atau banyak terjadi penunggakan.
Tingkat pengembalian kredit dalam program kemitraan CSR PT. Telkom
Divre II Jakarta dapat dilihat berdasarkan klasifikasi angsuran yang terdapat pada
PT. Telkom Divre II Jakarta. Klasifikasi angsuran yang terdapat pada PT.
Telkkom Divre II Jakarta adalah lunas, lancar, kurang lancar, diragukan dan
macet. Dalam penelitian ini tingkat pengembalian kredit dibedakan menjadi dua
kriteria, yaitu pengembalian kredit lancar dan tidak lancar (menunggak).
Pengembalian kredit yang lancar yaitu apabila kredit yang digunakan dapat
dikembalikan tepat pada waktunya sebelum atau pada saat batas pengembalian
yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya adalah tingkat pengembalian kredit
lunas. Sedangkan tingkat pengembalian kredit tidak lancar yaitu apabila kredit
yang digunakan tidak dapat dikembalikan tepat pada waktunya setelah batas
pengembalian yang telah ditetapkan.
Dalam pengembalian kredit tidak lancar, pengembalian kredit ini di bagi
menjadi tiga yaitu kurang lancar, diragukan, dan macet. Klasifikasi angsuran
kurang lancar apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau
bunga yang telah melampaui satu hari dan belum melampaui 180 hari dari tanggal
jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui
bersama. Klasifikasi angsuran diragukan apabila terjadi keterlambatan
pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 360 hari dari
tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah
disetujui bersama. Sedangkan klasifikasi angsuran macet apabila terjadi
keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui
360 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran sesuai dengan perjanjian
yang telah disetuji bersama
Program bina lingkungan merupakan program CSR yang bersifat hibah
(Charity) yang diberikan oleh PT.Telkom Divre II Jakarta kepada masyarakat.
Program Bina Lingkungan yang diberikan oleh PT. Telkom Divre II mengacu
pada 5 Asnaf (sasaran Program Bina Lingkungan) yaitu bantuan untuk bencana
alam, bantuan untuk pelatihan dan pendidikan, bantuan untuk kesehatan
masyarakat, bantuan untuk sarana umum, dan bantuan untuk sarana ibadah.
Dalam penelitian ini Program Bina Lingkungan tidak dibahas secara mendalam
(hanya dibahas dalam gambaran umum).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari Telkom Community Develipment Center (CDC) Divre II
Jakarta, publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), internet, buku, dan literatur lainnya
yang relevan dengan penelitian ini. Unit analisa yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 66 pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan pada program kemitraan
PT. Telkom Divisi Regional (Divre) II Jakarta yang berada pada Daerah
Telekomonikasi (Datel) Bogor. Pemilihan sampel tersebut dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan menggunakan metode acak sederhana, dan
atas dasar bahwa unit sampel berjumlah 30 atau lebih merupakan populasi normal
(Walpole, 1982).
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik pengusaha
dan usaha mitra binaan dengan pengembalian kredit yang terdapat pada PT.
Telkom Divre II Jakarta. Analisis deskriptif ini menggunakan analisis
crosstabulations pada software SPSS 13. Analisis crosstabulations digunakan
untuk membandingkan antara karakteristik pengusaha kecil dan usaha yang
menjadi mitra binaan pada Datel Bogor PT. Telkom Divre II Jakarta dengan
pengembalian kredit.
3.2.2. Analisis Statistik
Analisis statistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembalian kredit pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan
pada program kemitraan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
menggunakan analisis model Binary (Probit) pada software E-views 4.1. Menurut
Arief (1993), model Probit didasarkan atas asumsi bahwa variabel tidak bebas
(dependent) yang diteliti mengikuti fungsi distribusi kumulatif yang berbentuk
normal. Oleh karena didasarkan atas normal cumulative distribution function,
maka model ini disebut juga sebagai model normit (normit model).
Menurut Gujarati (1978), penggunaan model Probit yaitu untuk
menjelaskan perilaku suatu variabel dependent yang dummy atau dichotomous.
Dimana variabel dependent-nya bernilai 0 atau 1. Modelnya secara sederhana
sebagai berikut:
Yi = a + Xi + Ui (3.1)
Yi bersifat dikotomi sebagai fungsi linear dari variabel yang menjelaskan Xi (Yi/
Xi) merupakan harapan bersyarat dari Yi untuk Xi tertentu.
Sedangkan menurut Koop (2003), model Probit digunakan ketika variabel
dependent-nya berupa data kualitatif sebagai dummy yang bernilai 0 dan 1. Ketika
individu membuat sebuah pilihan diantara dua pilihan, secara ekonomi akan
dirumuskan dengan fungsi utilitas. Jika utilitas dari individu i dan Uji (Untuk J =
0,1). Individu akan memilih 1 jika U1i > U0i dan sebaliknya jika pilihannya 0.
Dengan demikian pilihan tergantung dari perbedaan utilitas. Model Probit
mengasumsikan perbedaan utilitas ini mengikuti regresi linear normal yang
dinyatakan sebagai berikut:
Yi* = Xi + ie (3.2)
Ahli ekonomi tidak meninjau Yi* secara langsung, tetapi hanya pilihan yang
sebenarnya dibuat oleh individu i.
Menurut Maddala (1994) dalam prakteknya Yi* tidak dapat diobservasi.
Sedangkan yang dapat kita observasi adalah variabel dummy Y yang didefinisikan
sebagai berikut:
Y = 1 jika Yi* > 0
Y = 0 jika sebaliknya
Prob (Yi = 1) = Prob (U i > - Xi)
= 1 F (- Xi) (3.3)
Nilai pengamatan dari Y dalam model Probit ini hanya dapat
direalisasikan sebagai sebuah proses binomial dengan probabilitas seperti diatas.
Oleh karena itu kemungkinan fungsinya adalah:
L = ? yi = 0 F(- Xi) ? yi = 1 [ 1 - F(- Xi) ] (3.4)
Model probit yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yi = a + 1X1i + 2X2i + 3X3i + 4X4i + 5X5i + 6X6i + 7X7i + 8 D1i + 9 D1i + ui (3.5)
Keterangan:
Yi = Tingkat pengembalian kredit 1 = Lancar 0 = Tidak lancar
X1i = Jumlah pinjaman (rupiah) X2i = Tingkat suku bunga (persen) X3i = Penghasilan bersih usaha (rupiah) X4i = Pengalaman usaha (tahun)
X5i = Usia (tahun) X6i = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X7i = Pendidikan (tahun) SD = 6 tahun, SMP = 9 tahun, SMA = 12 tahun, D3 = 15 tahun, dan S1 = 18
tahun. D1i= Dummy bencana (force major)
1 = Terkena bencana 0 = Tidak terkena bencana
D2i = Dummy penghasilan di luar usaha 1= Memiliki penghasilan di luar usaha 0= Tidak memiliki penghasilan di luar usaha
i =Mitra binaan ke-i, ui = error, a = Intersep, dan 2 ...13 = Koefisien koefisien estimasi
3.3. Deskripsi Variabel dan Pengukurannya
Deskripsi variabel ini merupakan hipotesis yang digunakan dalam
penelitian. Penetapan variabel bebas atau independent (Xi) yang mempengaruhi
variabel dependent (Yi) ini mengaju pada studi literatur dari hasil penelitian
Kuntjoro (1983), Prasetyo (1996), Renggani (1998), Hidayati (2003), dan
Priarnani (2005). Namun, variabel yang dimasukkan dalam model disesuaikan
dengan penelitian yang dilakukan, sehingga tidak semua variabel independent
yang terdapat dalam penelitian terdahulu dimasukkan dalam model penelitian
yang dilakukan. Adapun variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jumlah pinjaman, tingkat suku bunga, penghasilan bersih usaha,
pengalaman usaha, usia, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, dummy
bencana (force Major), dan dummy penghasilan di luar usaha.
3.3.1. Tingkat pengembalian kredit
Tingkat pengembalian kredit merupakan kemampuan mitra binaan dalam
membayar kembali kreditnya. Tingkat pengembalian kredit yang telah
dikembalikan oleh mitra binaan dilihat dari pokok pinjaman kredit beserta
bunganya serta waktu pengembalian kredit. Mitra binaan yang diambil adalah
mitra binaan PT. Telkom Divre II Jakarta yang masih akses terhadap kredit.
Tingkat pengembalian kredit dalam penelitian ini dilihat berdasarkan lancar dan
tidak lancarnya pengembalian kredit yang dilakukan oleh mitra binaan. Dimana
dalam penelitian ini nilai 1 untuk tingkat pengembalian kredit lancar dan nilai 0
untuk tingkat pengembalian kredit tidak lancar.
3.3.2. Jumlah Pinjaman
Jumlah pinjaman merupakan besarnya kredit yang diberikan oleh PT.
Telkom Divre II Jakarta kepada pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan.
Pinjaman beruapa kredit dana bergulir ini diberikan oleh PT. Telkom Divre II
Jakarta pada program kemitraan CSR dilakukan dalam rangka membantu
permodalan bagi pengusaha kecil. Besarnya jumlah pinjaman yang diberikan
kepada pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan maka akan meningkatkan
produktifitas usaha yang dijalankannya. Dengan meningkatnya produktifitas mitra
binaan akan meningkatkan pengembalian kredit. Dengan demikian jumlah
pinjaman diduga berhubungan positif terhadap pengembalian kredit. Satuan yang
digunakan untuk jumlah pinjaman adalah Rupiah.
3.3.3. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga mempengaruhi pengembalian kredit, semakin besar
tingkat suku bunga maka kemampuan pengembalian kredit semakin rendah.
Dengan demikian tingkat suku bunga diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat
pengembalian. Satuan yang digunakan adalah persen.
3.3.4. Penghasilan Bersih Usaha
Penghasilan bersih usaha adalah penghasilan yang diperoleh mitra binaan
dalam menjalankan usahanya setelah disisihkan dengan biaya-biaya lainnya.
Semakin tinggi penghasilan bersih yang diterima maka semakin besar pula bagian
yang dapat disisihkan setelah memenuhi segala keperluan keluarga atau rumah
tangga. Dengan demikian, diduga semakin besar penghasilan bersih maka akan
berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit. Satuan yang digunakan
adalah Rupiah per bulan.
3.3.5. Pengalaman Usaha
Pengalaman usaha yang dimaksud adalah pengalaman mitra binaan dalam
menjalankan usahanya. Semakin lama pengalaman usaha mitra binaan dalam
menjalankan usahanya maka dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan
dalam menjalankan usahanya. Keberhasilan ini pada akhirnya akan dapat
meningkatkan tingkat pengembalian kreditnya. Dengan demikian pengalaman
usaha diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian kredit. Satuan
yang digunakan adalah tahun.
3.3.6. Usia
Usia mempengaruhi keberanian mitra binaan dalam mengambil keputusan,
dengan meningkatnya usia akan mempengaruhi kematangan dalam berpikir dan
bertindak, sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional. Dengan demikian
meningkatnya usia mitra binaan, diduga berpengaruh positif terhadap tingkat
pengembalian kredit. Satuan yang digunakan adalah tahun.
3.3.7. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud adalah jumlah anggota
keluarga yang menjadi tanggungan keluarga mitra binaan. Jumlah tanggungan
keluarga akan mempengaruhi pengeluaran keluarga, karena berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan anggota keluarga. Semakin banyak
jumlah tanggungan keluarga pengusaha akan semakin tinggi pengeluaran untuk
keluarga. Sehingga hal ini diduga akan mengurangi bagian dari penghasilan yang
dialokasikan untuk pembayaran kredit. Dengan demikian jumlah tanggungan
keluarga diduga akan berpengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian kredit.
Jumlah tanggungan keluarga diukur berdasarkan jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan pengusaha, satuan yang digunakan adalah orang.
3.3.8. Tingkat Pendidikan
Tingginya tingkat pendidikan pengusaha menjadi landasan atau dasar
untuk memahami dan berpikir, hal ini akan mempengaruhi kemampuan dalam
mengelola usahanya. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh
pengusaha maka akan semakin baik dalam mengelola usahanya. Dengan demikian
tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian
kredit. Satuan yang digunakan adalah tahun. Dimana untuk SD=6 tahun, SMP=9
tahun, SMA=12 tahun,, D3=15 tahun, S1=16 tahun, S2=18 tahun dan S3=22
tahun.
3.3.9. Bencana (Force Major)
Bencana (force major) adalah musibah yang menimpa mitra binaan yang
mempengaruhi jalannya usaha, dan akan berpengaruh terhadap pendapatan yang
diperoleh pengusaha. Penurunan yang diperoleh akibat adanya bencana yang
menimpa mitra binaan akan mempengaruhi kelancaran dalam pengembalian
kredit. Bencana yang dimaksud seperti kebakaran, kebanjiran, pencurian atau
perampokan, sakit, kematian, dan lain- lain. Faktor bencana ini diduga
berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit. Variabel dummy diukur dari
ada atau tidaknya bencana yang menimpa mitra binaan, D1i akan bernilai 1 jika
mitra binaan tertimpa bencana dan D1i akan bernilai 0 jika mitra binaan tidak
tertimpa bencana.
3.3.10. Penghasilan Lain di Luar Usaha
Penghasilan lain di luar usaha merupakan penghasilan yang diperoleh
mitra binaan diluar usaha yang dijalankan oleh mitra binaan. Penghasilan di luar
usaha yang diperoleh mitra binaan dianggap dapat mempengaruhi tingkat
pengembalian kredit karena semakin banyaknya sumber pendapatan yang
diperoleh mitra binaan maka akan semakin kecil kemungkinan untuk menunggak.
Variabel ini diukur dari ada atau tidaknya pendapatan lain diluar usaha yang
dijalankan oleh mitra binaan, D2i akan bernilai satu apabila mitra binaan memiliki
pendapatan diluar usaha yang dijalankannya, dan D2i akan bernilai nol jika mitra
binaan tidak memiliki pendapatan di luar usaha yang dijalankan.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Sejarah Singkat Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) adalah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pelayanan atau penyedia jasa dan
jaringan telekomunikasi yang di bentuk dan didirikan berdasarkan hukum
Republik Indonesia. Telkom merupakan salah satu BUMN yang menjalankan
program Corporate Social Responsibility (CSR). Telkom Corporate Social
Responsibility adalah komitmen Telkom dalam mendukung pengembangan
kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan sebagai bagian dari strategi bisnis
perusahaan.
Telkom sudah menjalankan program CSR sejak tahun 2000 yang benama
Pembinaan Industri Kecil (PIK). Pada tahun 2001 program CSR yang dijalankan
oleh Telkom berubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), hal
ini didasarkan atas SK MENKU No. 316 Tahun 2001. Program PIK dan PUKK
yang dijalankan oleh Telkom ini dilakukan untuk membantu Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) atau industri kecil dan koperasi khususnya dalam memperoleh
modal. Namun, pada tahun 2003 sampai dengan sekarang program CSR yang
dijalankan oleh Telkom bernama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL). Hal ini, didasarkan pada Kepmen No. 236/MBU/2003 dimana dalam
kegiatan CSR tidak hanya membantu permasalahan modal untuk usaha kecil
tetapi juga harus memperhatikan lingkungan khususnya di daerah sekitar
perusahaan.
Adapun visi Telkom Corporate Social Responsibility adalah sebagai
pelopor implementasi Corporate Social Responsibility di ASIA. Sedangkan, misi
Telkom Corporate Social Responsibility, yaitu berperan aktif dalam
mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan teknologi infocom, meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, dan menjaga keseimbangan lingkungan.
4.2. Struktur Organisasi Telkom Community Development Center (CDC) Divre II Jakarta
Assman (Assisten Manager) Program Kemitraan
Senior General Manager Affair
Manager Telkom Community
Development Center Divre II
Officer-2 Program Bina Lingkungan
Assman (Assisten Manager)
Program Bina Lingkungan
Officer-2 Program Kemitraan
Officer-3 Program Kemitraan
Officer-2 Program Bina Lingkungan
Officer-2 Sekretariat &
Administrasi Umum
Officer-2 Keuangan
Assman (Assisten Manager)
Pengelolaan Administrasi dan
Keuangan
Sumber: PT.Telkom Divre II Jakarta (2007). Gambar 4.1. Struktur Organisasi Telkom Community Development Center
(CDC) Divre II Jakarta.
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 program CSR yang
dijalankan oleh Telkom masih bersifat side-job atau kelompok kerja yang
dijalankan di Daerah Telekomunikasi (Datel) masing-masing. Sedangkan pada
awal 2004 sampai dengan sekarang program CSR yang dijalankan oleh Telkom
sudah menjadi unit kerja yang bernama Community Development Center (CDC)
atau Comdev, secara organisasi program CSR yang dijalankan oleh Telkom
merupakan suatu unit yang berada di perusahaannya, dimana sudah dijabat oleh
Senior General Manager (SGM). Untuk di Divisi Regionalnya sendiri
dikomandani oleh seorang manajer yang berada dibawah SGM Affair.
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa tugas Manajer Unit CDC
Divisi regional (Divre) II adalah bertanggung jawab atas pelaksanaan
implementasi program kemitraan dan bina lingkungan, serta melaporkan kepada
Kepala Divre II Jakarta dan Kepala Pusat Telkom CDC. Dimana dalam
melaksanakan tugasnya Manajer Unit CDC Divre II dibantu oleh Assisten
Manager (Assman) program kemitraan (Officer I Small Medium Enterprise),
Assman program bina lingkungan (Officer I Community Responsibility), dan
Assman pengelolaan administrasi & keuangan (Officer I Admintration &
Financial).
Dalam melaksanakan tugasnya Assman program kemitraan (Officer I
Small Medium Enterprise) dibantu oleh Officer-2 program kemitraan, dan Officer-
3 program kemitraan. Adapun tugas dari Assman Program Kemitraan adalah
melapor kepada Manager unit Telkom CDC dan menerima laporan dari Officer-2
dan Officer-3 program kemitraan; dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
program kemitraan mulai dari evaluasi proposal calon mitra binaan, membuat
rekomendasi kepada Manager Unit atas proposal yang masuk, mengkoordinir
penyiapan dan penyaluran dana program kemitraan, memantau dan membina
mitra binaan dan melakukan pengawasan atas pengembalian dana program
kemitraan seluruh mitra binaan di Divre II Jakarta, dan membuat laporan
pelaksanaan program kemitraan.
Assman program bina lingkungan (Officer I Community Responsibility)
bertugas melapor kepada Manager Unit Telkom CDC dan menerima laporan dari
officer-2 dan officer-3 program bina lingkungan; dan bertanggung jawab atas
koordinasi pelaksanaan program bina lingkungan mulai dari evaluasi proposal
bantuan bina lingkungan hingga persiapan dan pelaksanaannya.
Assman pengelolaan administrasi dan keuangan bertugas melapor kepada
Manager Unit Telkom CDC dan menerima laporan dari Officer-2 Sekretariat &
Administrasi Umum, dan Officer-2 Keuangan; dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan penyaluran (transfer) dana program kemitraan dan bina
lingkungan serta menerima pengembalian dana program kemitraan, akuntansi
operasi dan analisa keuangan serta penyajian data atau laporan keuangan yang
akurat dan tepat waktu sebagai gambaran performansi keuangan program
kemitraan dan bina lingkungan, guna pengambilan keputusan bagi manajemen.
Tujuan pembentukan Telkom CDC ini adalah agar aktifitas pengelolaan
program kemitraan dan bina lingkungan ini dapat berjalan secara sistematis,
efektif, dan efisien di lingkungan Telkom melalui optimalisasi pembagian
aktifitas, penetapan ukuran unit bisnis, serta pendelegasian kewenangan sehingga
dapat memberikan kualitas hubungan yang sinergik antara Telkom dengan
pengusaha kecil, serta masyarakat sekitar perusahaan dalam rangka penerapan
Good Corporate Citizenship, memberikan transparansi proses pengalokasian
dananya serta memberikan multiplier effect yang bermanfaat bagi bisnis Telkom
pada khususnya, dan industri telekomunikasi pada umumnya.
4.3. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Telkom Divre II Jakarta
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dijalankan oleh
Telkom dilakukan dalam rangka pelaksanaan Good Corporate Citizenship dimana
perusahaan perlu ikut serta dalam mendorong pemberdayaan ekonomi rakyat dan
meningkatkan kepedulian terhadap peningkatan kondisi sosial masyarakat
terutama di sekitar wilayah operasi perusahaan. Hal ini dilakukan guna
memposisikan perusahaan agar memiliki makna keberadaan perusahaan di
masyarakat atau lingkungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan citra
perusahaan dengan menyisihkan laba perusahaan.
4.3.1. Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta
Program kemitraan adalah suatu program CSR Telkom yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri
melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Telkom. Dengan melaksanakan
program kemitraan dengan usaha kecil ini diharapkan dapat mendorong kegiatan
dan pertumbuhan ekonomi, dan juga terciptanya lapangan kerja serta kesempatan
berusaha.
Program kemitraan ini diberikan kepada usaha kecil yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut yaitu, memiliki kekayaan bersih paling banyak 200
juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah; milik warga negara
Indonesia; berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tak langsung dengan usaha
menengah atau usaha besar; berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;
telah melakukan kegiatan usaha minimal satu tahun serta mempunyai potensi dan
prospek usaha untuk dikembangkan. Dana program kemitraan ini bersumber dari
penyisihan laba setelah pajak sebesar satu persen sampai dengan tiga persen; hasil
bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana program kemitraan
setelah diurangi beban operasional; dan jika ada dari pelimpahan dana program
kemitraan dari BUMN lain.
Dana program kemitraan yang diberikan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta
kepada pengusaha kecil diberikan dalam bentuk pinjaman yang digunakan untuk
membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan
produksi dan penjualan. Pinjaman yang diberikan pada pengusaha kecil dan
koperasi yang menjadi mitra binaan oleh Telkom dilakukan sejak tahun 2002
sampai dengan sekarang. Jumlah pinjaman yang diberikan oleh PT. Telkom Divre
II Jakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilhat pada
Tabel 4.1. Dimana sampai dengan tahun 2006 triwulan satu PT. Telkom Divre II
Jakarta telah menyalurkan kredit dana bergulir kepada pengusaha kecil sebesar
33,633 milyar rupiah.
Tabel 4.1. Jumlah Pinjaman Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta
Jumlah Pinjaman (Juta Rupiah) Datel
2002 2003 2004 2005 2006 (TW1) Jakarta Pusat 400 240 732 913 195 Jakarta Barat 290 620 714 1.192 210 Jakarta Selatan 465 671 1.405 2.100 565 Jakarta Timur 615 740 979 1.705 460 Jakarta Utara 206 570 786 1.533 425 Tangerang 1.715 1.316 2.419 1.215 200 Bogor 679 299 1.111 2.114 300 Bekasi 410 470 675 1.679 300 Jumlah 4.780 4.926 8.821 12.451 2.655
Sumber: PT. Telkom Divre II Jakarta (2007).
PT. Telkom Divre II Jakarta memiliki delapan Datel yaitu Jakarta Pusat,
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Tangerang, Bogor,
dan Bekasi. Besarnya jumlah pinjaman yang diberikan oleh PT. Telkom Divre II
Jakarta pada setiap Datel berbeda-beda, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah
pengusaha kecil yang berhasil menjadi mitra binaan pada Datel yang terdapat
pada PT. Telkom Divre II Jakarta.
Pada tahun 2002 sampai dengan triwulan satu 2006 jumlah pinjaman yang
paling besar diberikan kepada pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan PT.
Telkom Divre II Jakarta yang terdapat pada Datel Tanggerang, kecuali pada tahun
2005 jumlah pinjaman yang paling besar diberikan pada Datel Bogor. Besarnya
jumlah pinjaman yang diberikan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta kepada
pengusaha kecil dan koperasi setiap tahunnya ditentukan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan juga dilihat dari laba yang diperoleh oleh PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Tabel 4.2. Jumlah Mitra Binaan Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta
Jumlah Mitra Binaan (Orang) Datel
2002 2003 2004 2005 2006 (TW1) Jakarta Pusat 7 16 31 77 5 Jakarta Barat 36 49 69 62 6 Jakarta Selatan 26 40 91 113 34 Jakarta Timur 49 60 66 98 15 Jakarta Utara 12 32 48 104 29 Tangerang 141 151 172 81 11 Bogor 42 41 61 127 9 Bekasi 23 29 40 114 22 Jumna 336 418 578 776 131
Sumber: PT. Telkom Divre II Jakarta (2007).
Pada Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pada tahun 2002 sampai dengan
triwulan satu 2006, PT. Telkom Divre II Jakarta telah menyalurkan pinjaman
kepada 2.239 pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan PT. Telkom Divre II
Jakarta. Besarnya jumlah pengusaha kecil yang berhasil menjadi mitra binaan PT.
Telkom Divre II Jakarta pada setiap Datel berbeda-beda. Perbedaan jumlah mitra
binaan pada setiap Datel dikarenakan banyaknya pengusaha kecil yang
mengajukan permohonan kredit pada setiap Datel berbeda-beda. Datel yang
memiliki jumlah mitra binaan terbesar dikarenakan banyaknya jumlah pengusaha
kecil yang mengajukan kredit pada PT. Telkom Divre II Jakarta yang terdapat
pada Datel tersebut.
Tabel 4.3. Jumlah Pinjaman dan Tingkat Suku Bunga yang Diberikan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta pada Program Kemitraan Jumlah Pinjaman
(Juta Rupiah) Tingkat Suku Bunga
(Persen) s/d 10 6 > 10 30 8 > 30 50 10 > 50 12
Sumber: PT. Telkom Divre II Jakarta (2003). Besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh oleh pengusaha kecil dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Pada tahun 2003 sampai dengan sekarang PT. Telkom
Divre II Jakarta memberikan pinjaman kepada pengusaha kecil yang menjadi
mitra binaan dengan tingkat suku bunga tertentu. Tingkat bunga pinjaman yang
dikenakan kepada mitra binaan bersifat regresif profesional, yaitu semakin besar
jumlah pinjaman semakin besar pula tingkat suku bunga yang dikenakan.
4.3.1.1. Proses Penyaluran Kredit Dana Bergulir pada Program Kemitraan PT. Telkom Divre II Jakarta
Proses penyaluran kredit dana bergulir pada program kemitraan ini dapat
dilihat pada Lampiran 4. PT. Telkom Divre II Jakarta memiliki dua kriteria calon
mitra binaan yang akan menjadi mitra binaan, yaitu calon mitra binaan aktif dan
calon mitra binaan pasif. calon mitra binaan aktif adalah calon mitra binaan yang
mendapatkan rekomendasi dari PT. Telkom Divre II Jakarta untuk memperoleh
kredit sedangkan calon mitra binaan pasif adalah calon mitra binaan yang tidak
mendapatkan rekomendasi dari PT. Telkom Divre II Jakarta. Baik calon mitra
binaan aktif maupun pasif diharuskan membuat proposal permohonan mengenai
kegiatan usaha yang dilakukan untuk mendapatkan kredit dari PT. Telkom Divre
II Jakarta.
Setelah proposal permohonan tersebut dibuat oleh calon mitra binaan,
proposal permohonan tersebut diseleksi oleh unit Community Development Center
(CDC). Tahap seleksi ini merupakan evaluasi awal yang dilakukan oleh unit CDC
kepada calon mitra binaan. Apabila proposal permohonan tersebut memenuhi
syarat maka unit CDC akan melakukan survei kepada calon mitra binaan. Survei
yang dilakukan oleh unit CDC kepada calon mitra binaan aktif maupun pasif
dengan melakukan wawancara, dan verifikasi data administrasi dan keuangan.
Selain itu survei yang dilakukan oleh unit CDC juga dilakukan tanpa
sepengetahuan calon mitra binaan itu sendiri, yaitu dengan mencari informasi
kepada tetangga atau Ketua RT (Rukun Tetangga) maupun kepada instansi terkait
lainnya mengenai calon mitra binaan. Apabila calon mitra binaan ini memenuhi
syarat setelah dilakukannya survei oleh unit CDC, maka langkah yang dilakukan
oleh unit CDC adalah tahap evaluasi. Tahap evaluasi ini dilakukan oleh unit CDC
dengan melihat kebenaran identitas dan status usaha, menilai kelayakan usaha,
melakukan analisa keuangan, dan menilai lebih lanjut mengenai 5 C yaitu,
Character, Capability, Capacity, Condition of economy, dan Collateral.
Setelah CMB berhasil memenuhi syarat yang dapat diketahui pada tahap
survei maupun tahap seleksi, maka tahap selanjutnya yang dilakukan oleh unit
CDC adalah usulan penetapan. Usulan penetapan ini dilakukan oleh unit CDC
kepada Telkom CDC dengan melakukan pengajuan mengenai usulan CMB
kepada Telkom CDC. Usulan penetapan ini oleh Telkom CDC dilihat dari jumlah
pinjaman yang dipinjam oleh calon mitra binaan. Apabila anggaran tersebut
tersedia, usulan tersebut diterima oleh Telkom CDC, maka penetapan pun
dilakukan kepada calon mitra binaan untuk menjadi mitra binaan. Namun, untuk
calon mitra binaan yang tidak diterima usulan penetapannya karena verifikasi
dananya tidak tersedia, maka usulan calon mitra binaan tersebut masuk ke dalam
database daftar tunggu.
Dengan ditetapkannya usulan penetapan karena tersedianya verifikasi
dana, oleh Telkom CDC, kemudian usulan penetapan tersebut juga diserahkan
oleh Direktur Sumber Daya Manusia (SDM). Penetapan atas usulan tersebut
dilakukan oleh Direktur SDM. Apabila usulan penetapan tersebut disetujui oleh
Direktur SDM maka pemberitahuan kepada calon mitra binaan dan
penandatanganan kontrak diserahkan kepada Telkom CDC yang kemudian
ditangani langsung oleh Divre (unit CDC). Penandatangan kontak yang
merupakan persetujuan antara calon mitra binaan dengan unit CDC dilakukan
dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Adapun isi dalam PKS tersebut
memuat mengenai nama dan alamat unit pengelola program kemitraan serta
alamat mitra binaan, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melakukan
perjanjian, jumlah pinjaman dan peruntukkannya dan syarat-syarat pinjaman
(jangka waktu pinjaman, bunga pinjaman, jadwal angsuran, dan besarnya
angsuran per bulan). Apabila PKS tesebut telah disetujui oleh kedua belah pihak
maka proses transfer dana pun dilakukan kepada mitra binaan melalui Bank yang
ditunjuk oleh unit CDC.
4.3.1.2. Pengembalian kredit
Besarnya pengembalian kredit ditentukan berdasarkan besarnya jumlah
pinjaman yang dipinjam dan tingkat suku bunga yang dikenakan. PT. Telkom
Divre II Jakarta menetapkan jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh mitra
binaan dilakukan dengan cara mengansur setiap bulannya selama dua tahun, dan
dibayar melaui Bank Mandiri yang ditunjuk oleh PT. Telkom Divre II Jakarta.
Diharapkan dengan kebijakan tersebut pengusaha kecil tidak terlalu memberatkan
pengusaha kecil untuk mengembalikan kredit yang dipinjam.
Meskipun PT. Telkom Divre II Jakarta sudah memberikan kemudahan
kepada pengusaha kecil dalam hal pembayaran kredit, namun masih ada
pengusaha kecil yang menunggak dalam mengembalikan kredit. Langkah- langkah
yang dilakukan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta pada pengusaha kecil yang
menunggak adalah dengan melakukan:
Reminding Call secara rutin, reminding call ini dilakukan tidak hanya kepada
MB yang menunggak tetapi juga kepada MB yang dalam pembayarannya
lancar untuk mengingatkan agar tidak telat dalam membayar angsuran.
Reminding call dilakukan dengan menghubungi MB melalui pesawat telepon.
Reminding letter, dilakukan apabila MB yang menunggak telah di telepon
maksimal tiga kali tetapi belum ada realisasi untuk membayar angsuran.
Kunjungan ke mitra binaan (Door to door), dilakukan apabila tahap
reminding call tidak berhasil.
Pelaksanaan Reschedulling atau penjadwalan ulang jangka waktu kredit yang
harus dibayar. Tahap Reschedulling dilakukan kepada MB yang memiliki
tunggakan selama tiga bulan berturut-turut, melalui negosiasi dan disepakati
melalui berita acara.
Reconditioning (penyesuaian persyaratan), dilakukan kepada MB yang telah
di Reschedulling tetapi tidak ada pembayaran selama tiga bulan berturut-turut.
Pada tahap Reconditioning ini tunggakan bunga pinjaman dapat dikapitalisasi
menjadi pokok pinjaman atau dihapuskan tunggakan beban bunganya dan
beban selanjutnya.
4.3.2. Program Bina Lingkungan PT. Telkom Divre II Jakarta
Program Bina Lingkungan adalah program CSR Telkom dalam rangka
pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha perusahaan melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba Telkom. Dana yang disalurkan oleh Telkom
untuk program bina lingkungan adalah maksimal sebesar satu persen dari
penyisihan laba setelah pajak dan hasil bunga deposito dan atau jasa dari dana
program bina lingkungan, seperti program kemitraan besarnya dana pada program
bina lingkungan ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Tabel 4.4. Dana Program Bina Lingkungan yang Disalurkan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta
Dana Program Bina Lingkungan (Rupiah) ASNAF 2004 2005 2006
BBA - 42.550.000 51.600.365 BPP 310.666.200 539.900.000 864.904.000 BKM 208.484.550 135.500.000 349.100.000 BSU 230.167.300 45.800.000 380.300.000 BSI 60.000.000 34.000.000 191.750.000 Jumlah 809.318.050 797.750.000 1.837.654.365
Sumber: PT. Telkom Divre II Jakarta (2007).
Pada Tabel 4.4. dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2004 sampai dengan
2006 PT. Telkom Divre II Jakarta telah menyalurkan dana untuk program bina
lingkungan sebesar 3,444 milyar rupiah. Dana program bina lingkungan PT.
Telkom Divre II Jakarta digunakan untuk tujuan yang dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat di wilayah usaha PT. Telkom Divre II Jakarta dalam bentuk
Bantuan Korban Bencana Alam (BBA) sebesar 20 persen, Bantuan Pendidikan
dan atau Pelatihan (BPP) sebesar 50 persen, Bantuan Kesehatan Masyarakat
(BKM) sebesar 20 persen, Bantuan Pengembangan Sarana dan Prasana Umum
(BSU) sebesar 5 persen, dan Bantuan Sarana Ibadah (BSI) sebesar 5 persen.
Untuk itu Dana Program Bina Lingkungan terbesar setiap tahunnya yang
disalurkan oleh PT. Telkom Divre II Jakarta adalah untuk kegiatan pendidikan
dan atau pelatihan. Pemberian bantuan pada Program Bina Lingkungan ini
dilakukan survei terlebih dahulu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di masing-
masing Divisi atau Kandatel (Kantor Daerah Telekomunikasi).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Karakteristik Pengusaha dan Usaha Mitra Binaan
Karakteristik mitra binaan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu usia
tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan untuk
karakteristik usaha yang dijalankan oleh mitra binaan adalah penghasilan bersih
dan pengalaman usaha. Karakteristik pengusaha dan usaha yang menjadi mitra
binaan PT. Telkom Divre II Jakarta dijelaskan menggunakan analisis deskriptif
melalui analisis crosstabulations dengan menggunakan software SPSS 13.
Analisis crosstabulations ini menampilkan tabulasi silang antara pengembalian
kredit dengan karakteristik pengusaha dan usaha mitra binaan pada (Daerah
Telekomunikasi (Datel) Bogor, dimana dalam penelitian ini sampel yang
digunakan untuk mewakili mitra binaan pada Datel Bogor sebanyak 66 pengusaha
kecil.
Kredit yang diberikan oleh PT. Telkom Divisi Regional (Divre) II Jakarta
kepada pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan adalah kredit berjangka waktu
dua tahun, yang dapat diangsur setiap satu bulan sekali sehingga mitra binaan
dapat mengangsur pinjaman tersebut sebanyak 24 kali. Klasifikasi angsuran yang
terdapat pada PT.Telkom Divre II Jakarta adalah lunas, lancar, kurang lancar,
diragukan, dan macet. Dimana klasifikasi angsuran lunas dan lancar apabila
pembayaran anggaran pokok dan bunga tepat waktu. Klasifikasi angsuran kurang
lancar apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga
yang telah melampaui satu hari dan belum melampaui 180 hari dari tanggal jatuh
tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui
bersama. Klasifikasi angsuran diragukan apabila terjadi keterlambatan
pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 360 hari dari
tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah
disetujui bersama. Sedangkan klasifikasi angsuran macet apabila terjadi
keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui
360 hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran sesuai dengan perjanjian
yang telah disetuji bersama.
Dalam penelitian ini pengembalian kredit dibagi menjadi dua yaitu
pengembalian kredit lancar dan tidak lancar. Unuk pengembalian kredit lancar
terdiri dari klasifikasi angsuran lunas dan lancar, sedangkan pengembalian kredit
tidak lancar terdiri dari klasifikasi angsuran kurang lancar, diragukan, dan macet.
Berdasarkan hasil case prossesing summary menunjukkan bahwa dari 66 data
tidak ada data yang hilang (missing), dengan ketepatan (valid) sebesar 100 persen
(Lampiran 2).
5.1.1. Usia
Berdasarkan Gambar 5.1. usia yang menjadi mitra binaan PT. Telkom
Divre II Jakarta pada Datel Bogor, paling muda berusia 24 tahun dan usia tertua
58 tahun. Besarnya jumlah usia termuda dan tertua adalah sebesar 1,52 persen.
Sedangkan dari 66 mitra binaan yang dijadikan sampel, jumlah mitra binaan yang
berusia 45 tahun lebih tinggi dibandingka