104
ANALISIS ETNOGRAFI VIRTUAL MEME ISLAMI DI INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM Skrispsi Ditujukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Oleh: Ryan Alamsyah NIM: 1113051000123 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M  

ANALISIS ETNOGRAFI VIRTUAL MEME ISLAMI DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan etnografi virtual dengan analisis

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • ANALISIS ETNOGRAFI VIRTUAL MEME ISLAMI

    DI INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM

    Skrispsi

    Ditujukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

    Oleh:

    Ryan Alamsyah

    NIM: 1113051000123

    JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

    FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1439 H/2018 M

     

  •  

  •  

  •  

  • i

    ABSTRAK

    Ryan Alamsyah

    Analisis Etnografi Virtual Meme Islami di Instagram Memecomic.islam

    Media sosial adalah media yang digunakan untuk berkomunikasi dan

    terhubung melalui jaringan internet sehingga komunikasi dapat dilakukan tanpa

    adanya batas ruang dan waktu. Memecomic.islam adalah salah satu media sosial

    instagram yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten-konten

    dakwah dalam bentuk meme sehingga komunikasi yang terjadi menciptakan

    sebuah artefak budaya baru dengan sebutan meme Islami. Meme Islami digunakan

    oleh memecomic.islam sebagai salah satu cara untuk berdakwah di ruang siber

    dengan ringan, padat, dan jelas sehingga dapat mencakup berbagai kalangan tanpa

    adanya batas ruang dan waktu.

    Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk

    menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun pertanyaan mayornya adalah

    bagaimana level-level analisis media siber di instagram memecomic.islam?

    Kemudian minornya adalah mengapa artefak budaya meme Islami yang digunakan

    di instagram memecomic.islam?

    Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan etnografi virtual dengan

    analisis media siber. Teori yang digunakan adalah teori realitas sosial-siber oleh

    Gotved. Konsep tersebut memberikan arahan secara tradisional tentang aspek-

    aspek sosial dari realitas yang ada di internet dengan melihat atau melibatkan

    fitur-fitur teknologi. Aspek ini menjadi penting karena model realitas sosial-siber

    ini menjadi dasar serta landasan teori dalam melihat apa yang terjadi di komunitas

    virtual. Interaksi yang ada di komunitas virtual dan nilai-nilai atau artefak budaya

    merupakan konsep-konsep sebagai sebuah pelengkap teori tentang riset di

    internet.

    Meme Islami digunakan oleh memecomic.islam karena sedang viral-

    viralnya postingan meme di media sosial. Meme itu sendiri adalah semacam suatu

    kejadian yang sangat bisa mempengaruhi masyarakat dan bisa menyebar dengan

    sangat cepat layaknya virus, oleh karena itu diharapkan memecomic.islam dapat

    menyebarkan kebaikan dengan sangat cepat kepada masyarakat luas. Selain itu

    meme adalah ide atau perilaku yang menyebar secara viral dari satu orang ke

    orang lainnya. Maka memecomic.islam bertujuan untuk menyebarkan ide,

    perilaku, dakwah kepada orang lain dengan tujuan berdakwah.

    Level-level dalam analisis media siber adalah ruang media yang dalam hal

    ini media sosial instagram, level dokumen media yang adalah meme Islami, level

    objek media yang adalah kolom komentar atau direct message, dan level

    pengalaman yang adalah motivasi dan efek yang terjadi di dunia nyata. Selain itu

    dalam level dokumen media, memecomic.islam membuat sebuah artefak budaya

    seperti kata “akh” yang digunakan untuk panggilan kepada followersnya. Ada

    juga dalam level pengalaman dimana ada followers yang mengaplikasikan

    postingan dari memecomic.islam tentang bacaan buka puasa.

    Kata kunci: media siber, meme Islami, instagram, memecomic.islam

     

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Alhamdulliahirobbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada

    Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Pengasih, dan Yang Maha Penyayang

    yaitu Allah SWT. Berkat semua limpahan karunia dan nikmat-Nya, serta ridho-

    Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Media

    Siber Meme Islami di Instagram Memecomic.Islam” ini dengan sebaik-baiknya.

    Shalawat serta salam tercurah dan terlimpah kepada baginda Rasulullah

    SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umatnya dari masa

    jahilliyah ke masa ilmiah seperti saat ini.

    Penulis sadar bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak akan luput dari

    bantuan orang lain. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

    banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini baik berupa materil maupun moril yaitu kepada:

    1. Kedua orangtua tercinta Papa Suhadi dan Mama Farida yang telah

    merawat, mendidik, dan mencintai penulis dengan segala kekurangan dan

    kelebihannya. Semoga dengan selesainya studi ini menjadi salah satu bakti

    kepada orangtua sekaligus mewujudkan mimpi mereka agar anaknya bisa

    menjadi sarjana. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kemudahan

    rezeki kepada papa dan mama.

    2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

    Ilmu Komunikasi.

    3. Bapak Drs. Masran, MA dan Ibu Fita Fathurokmah, SS, M.Si selaku Ketua

    Jurusan dan Sekretaris Jurusan KPI. Terima kasih telah meluangkan

    waktunya untuk menanggapi keluh kesah penulis dalam birokrasi

    perkuliahan.

    4. Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang tak

    henti memotivasi anak didiknya untuk menyelesaikan akademik

    perkuliahan.

     

  • iii

    5. Bapak Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang

    telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk

    membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

    6. Seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi yang telah membina dan mendidik penulis, semoga Bapak

    dan Ibu diberikan keberkahan atas ilmunya.

    7. Para Pustakawan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi dan Perpustakaan Utama UIN Jakarta, terimakasih telah

    menyediakan bahan-bahan referensi dalam penulisan skripsi ini.

    8. Narasumber penelitian Mas Fajar Ryandoko, Mas Fabian, Mba Dea, Mba

    Ayu, dan Mba Devi yang telah membantu penulis dengan meluangkan

    waktunya untuk melengkapi data-data yang diperlukan sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini.

    9. Semua Abang dan Kakak penulis, Bang Andri, Bang Maulana, Bang

    Harfan, Bang Ferdi, Kak Vira, Kak Revi, Kak Hesti, serta si bontot Sandi

    yang telah mendukung dan mendoakan penulis agar terselesaikannya

    skripsi ini.

    10. Nia Nadia, yang telah menjadi penyemangat dan membantu penulis dalam

    menyelesaikan di saat penulis down dan bingung dalam menulis skripsi

    ini.

    11. Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2013, khususnya KPI C yang

    telah mewarnai kehidupan selama perkuliahan penulis yang tidak akan

    pernah terlupakan.

    12. Teman-temanku yang sudah seperti saudara di University Studio, Bang

    Madi, Ihsan, Ur, Febrian, Dika, dan Adit yang telah memberikan

    dukungan, solusi, dan pengalaman berharga bagaimana caranya bekerja di

    dunia kerja yang sesungguhnya. Semoga setelah penulis lulus dan bekerja,

    kita bisa bekerja sama lagi sampai seterusnya.

    13. Seluruh anggota DNK TV khususnya angkatan 5 terima kasih telah begitu

    banyak memberikan pengalaman berorganisasi kepada penulis. Semoga

    DNK TV bisa terus membuat karya-karya yang positif dan semakin

    dikenal dengan prestasi-prestasinya.

     

  • iv

    14. Teman-teman KKN Possible yang telah sama-sama berjuang untuk

    memberikan sedikit ilmu dan materi kepada warga Sukatani Kecamatan

    Cisoka Tangerang. Terima kasih atas kerjasamanya dan semoga

    silahturahmi kita tetap terjaga.

    15. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dan menyelesaikan skripsi ini

    baik materi maupun moril. Semoga Allah membalas kebaikan anda,

    aamiin.

    Karena penulis telah berupaya sesuai dengan kemampuan agar skripsi ini

    menjadi lebih baik. Oleh karena itu, penulis akan menerima semua saran yang

    konstruktif untuk menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik.

    Jakarta, 27 Februari 2018

    Penulis

     

  • v

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

    B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4

    C. Batasan Masalah .............................................................................. 4

    D. Rumusan Masalah ........................................................................... 5

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5

    F. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................ 6

    G. Metode Penelitian ............................................................................ 7

    H. Sistematika Penulisan .................................................................... 11

    BAB II REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM

    INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM ........................................................... 13

    A. Media Sosial ................................................................................... 13

    B. Meme .............................................................................................. 23

    C. Dakwah di Internet ........................................................................ 26

    BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM

    MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI ............................................. 34

    A. Akun Instagram Memecomic.Islam............................................... 34

    B. Meme Islami ................................................................................... 36

    BAB IV LEVEL-LEVEL ANALISIS MEDIA SIBER MEME ISLAMI DI

    INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM ........................................................... 40

    A. Level Ruang Media (Media Space) ................................................ 40

    B. Level Dokumen Media (Media Archive) ........................................ 44

    C. Level Objek Media (Media Object) ................................................ 50

    D. Level Pengalaman (Experiential Stories) ...................................... 56

    BAB V PENUTUP ........................................................................................... 62

    A. Kesimpulan .................................................................................... 62

     

  • vi

    B. Saran .............................................................................................. 64

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65

     

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 4.1 Tampilan profil akun memecomic.islam .................................... 43

    Gambar 4.2 Postingan tentang perbedaan...................................................... 45

    Gambar 4.3 Postingan tentang sholat 5 waktu ............................................... 46

    Gambar 4.4 Postingan tentang kelebihan dari ibadah ................................... 46

    Gambar 4.5 Postingan tentang ibadah akhir zaman ...................................... 47

    Gambar 4.6 Komentar followers akun memecomic.islam .............................. 50

    Gambar 4.7 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 51

    Gambar 4.8 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 51

    Gambar 4.9 Komentar di kolom comments memecomic.islam ...................... 52

    Gambar 4.10 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52

    Gambar 4.11 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52

    Gambar 4.12 Komentar di kolom comments memecomic.islam .................... 52

    Gambar 4.13 Postingan tentang perbedaan .................................................... 55

    Gambar 4.14 Postingan tentang doa buka puasa ........................................... 58

     

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Teknologi bukan hanya menjadi gaya hidup seseorang, namun saat ini

    teknologi sudah menjadi kebutuhan bagi orang banyak. Karena memang hadirnya

    teknologi bisa mempermudah kehidupan manusia, seperti pekerjaan, bisnis,

    hingga mengakses ilmu pengetahuan dan informasi.

    Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat perkembangan

    teknologi komunikasi, informasi, dan teknologi media informasi turut mengalami

    kemajuan serta perkembangan sehingga secara tidak langsung manusia menjadi

    masyarakat informasi. Menurut Abrar dalam buku Sosiologi Komunikasi karya

    Burhan Bungin, masyarakat informasi adalah masyarakat yang menjadikan

    informasi sebagai komoditas ekonomi yang sangat berharga, berhubungan dengan

    masyarakat lain dalam sistem komunikasi global, dan mengakses informasi

    superhighway.1

    Dalam era globalisasi saat ini kehidupan masyarakat untuk mengakses

    berbagai informasi sangat tergantung terhadap perkembangan teknologi

    komunikasi. Dengan adanya teknologi komunikasi masyarakat bisa mengetahui

    langsung berbagai informasi yang terjadi di berbagai tempat dengan cepat. Selain

    itu juga bisa menjadi media pembelajaran dan penambahan wawasan informasi

    dari media yang disampaikan.2

    Seiring dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi yang sangat

    pesat membuat lahirnya media-media baru (new media) dan salah satunya adalah

    media sosial. Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering

    disebut dengan media sosial (social media) seperti Instagram, Facebook, Twitter,

    Skype dan sebagainya merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan

    konten seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna, juga sebagai

    1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. 2, h. 149 2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 149-150

     

  • 2 media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring

    sosial di ruang siber.3 Media sosial sudah menjadi media yang digunakan oleh

    semua kalangan. Media sosial berpengaruh dalam membentuk sikap dan

    kepribadian masyarakat luas. Hal ini disebabkan oleh satelit dan pesatnya

    perkembangan jaringan internet yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah

    terpencil. Kultur yang dibawa media sosial dengan sendirinya mulai tumbuh di

    masyarakat.

    Salah satu media sosial yang berkembang adalah instagram dan yang

    menjadi daya tarik terbesar instagram adalah dengan banyaknya meme (mim)

    yang menjadi fenomena tersendiri dan menjadi hiburan bagi para pengguna

    instagram yang lelah dengan aktivitas sehari-harinya.

    Dalam literatur riset di media sosial, istilah meme merupakan itilah yang

    diperkenalkan oleh Richard Dawkins pada 1979. Disebutkan bahwa sebagian

    besar kebiasaan atau perilaku manusia itu bukan karena faktor genetik, melainkan

    karena kultur atau budaya yang ada di sekitarnya. Kebiasaan yang bukan berasal

    dari genetika itulah yang bisa dikatakan sebagai gambaran proses mental

    seseorang dari upayanya mengamati maupun belajar dari realitas sosial di luar.4

    Manifestasi dari meme itu bisa berupa fesyen, bahasa, olahraga, dan perilaku

    keseharian, baik yang profane maupun ritual. Berkembang teknologi internet

    akhirnya membawa istilah meme identik dengan ilustrasi tertentu yang terdiri atas

    gambar dan teks yang beredar online. Davison (2012) menegaskan bahwa an

    internet meme is a piece of culture, typically a joke, which gains influence

    through online transmission. Meme merupakan bagian dari kultur--kadang sebuah

    lelucon--yang muncul di internet dan ditransmisikan secara online.5

    Dengan semakin berkembangnya meme, banyak bermunculan akun-akun

    yang menggunakan meme untuk berdakwah. Mereka membuat meme (dibaca

    mim) untuk menggambarkan atau mengilustrasikan apa yang ingin disampaikan

    kepada para pengguna instagram hingga muncullah meme dengan konten Islami

    3 Rulli Nasrullah, Cybermedia, (Yogyakarta: IDEA Press Yogyakarta, 2003), h. 43 4 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 115 5 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 115

     

  • 3 yang banyak disebut sebagai meme Islami. Meme Islami banyak berisi tentang

    hadits-hadits, kata-kata Islami, ajaran-ajaran Islam, sampai dengan ayat-ayat

    Alquran.

    Dengan beberapa data tersebut, maka muncullah beberapa akun yang

    menyebarkan konten dakwah melalui media sosial instagram dan salah satunya

    adalah akun memecomic.islam. Memecomic.islam menggunakan media meme

    Islami untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, mulai

    dari gambar maupun tulisan-tulisan yang dibuat ringan dan mudah dipahami oleh

    para followers. Saat ini akun memecomic.islam sudah memiliki sekitar 25,1 ribu

    pengikut (followers) dan mengikuti (following) 30 akun. Tidak hanya melalui

    instagram, memecomic.islam pun memiliki akun twitter dan juga website

    sehingga memiliki pengaruh yang lebih luas. Akun memecomic.islam juga

    memiliki keunikan tersendiri dimana akun ini memang dibentuk untuk

    berdakwah, sesuai dengan motonya “Dakwah via Comic, Menebar Manfaat untuk

    Kebangkitan Umat”. Memang mayoritas meme yang diposting oleh akun

    memecomic.islam berbentuk Comic sesuai dengan motonya, namun ada pula

    beberapa postingan yang berbentuk tulisan dan juga berbentuk video.

    Memecomic.islam juga tidak hanya berdakwah melalui media sosial,

    mereka juga mempunyai brand baju yang di desain sendiri dengan tulisan-tulisan

    yang mengajak kepada kebaikan, desain tulisan-tulisan itu pun dibuat ringan dan

    mudah dipahami bagi siapa saja yang membacanya. Hal tersebut juga semakin

    memperluas jangkauan dakwah dari memecomic.islam, karena siapapun yang

    membeli dan memakai baju dari memecomic.islam maka secara tidak langsung

    orang yang melihatnya akan membaca tulisan yang ada di baju tersebut, sehingga

    diharapkan dapat menyadarkan atau mengingatkan orang lain untuk berbuat

    kebaikan.

    Bisa dikatakan memecomic.islam adalah salah satu akun yang

    mempopulerkan dakwah melalui meme di Indonesia selain Meme Comic

    Indonesia karena memecomic.islam dibentuk sudah cukup lama, hal tersebut

    dapat dilihat dari awal mula memecomic.islam dari media sosial facebook yang

    memang lebih dahulu dikenal daripada instagram. Bahkan mereka mulai

     

  • 4 memposting meme Islami pada tahun 2013 dimana saat itu sedang viral-viralnya

    meme, di instagram pun mereka pertama kali memposting pada tahun 2015 yang

    memang instagram belum sepopuler sekarang, dan belum begitu banyaknya akun-

    akun yang berdakwah di instagram terutama melalui meme Islami itu sendiri.

    Berdasarkan hal diatas, maka penulis menjadikan fenomena Meme Islami

    sebagai bahan penelitian untuk skripsi dengan judul: “Analisis Media Siber

    Meme Islami di Instagram Memecomic.islam”.

    B. Identifikasi Masalah

    Dengan era globlisasi saat ini dan begitu populernya media sosial yang

    salah satunya adalah instagram menjadikan begitu banyak akun-akun yang

    menggunakan instagram sebagai media untuk berjualan, promosi, ataupun bahkan

    untuk media berdakwah. Akun memecomic.islam adalah salah satu akun yang

    menjadikan instagram sebagai media untuk berdakwah melalui meme dan hal

    tersebut menjadi fenomena tersendiri di dalam media sosial karena seyogyanya

    berdakwah dilakukan secara langsung di masjid atau majelis-majelis. Namun

    dilihat dari sisi lain, hal tersebut justru memudahkan orang-orang untuk mengajak

    dan menebarkan kebaikan kepada para pengguna media sosial tanpa harus dibatasi

    oleh ruang dan waktu karena sifat media sosial yang merupakan tempat

    berinteraksi sesama penggunanya. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian

    kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara

    mendalam, dan pengamatan serta menggunakan analisis media siber.

    C. Batasan Masalah

    Penulis membatasi penelitian ini agar penelitian yang dilakukan lebih

    terarah dan terperinci. Berdasarkan latar belakang, maka penelitian ini dibatasi

    pada akun instagram memecomic.islam dan mencakup meme yang di share oleh

    akun tersebut selama tahun 2015.

     

  • 5

    D. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana level-level analisis media siber Meme Islami di akun

    instagram memecomic.islam?

    2. Mengapa memecomic.islam menggunakan meme Islami sebagai media

    untuk berdakwah?

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan analisis media siber yang

    terjadi pada akun memecomic.islam di instagram dengan mengungkap:

    1. Level-level analisis media siber dalam akun memecomic.islam

    2. Latar belakang memecomic.islam menggunakan meme Islami sebagai

    media untuk berdakwah

    Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

    1. Dari segi teoritis, penelitian ini berupaya menangkap fenomena kajian

    budaya dan media, terutama dalam kajian budaya siber. Dengan

    demikian, hasil penelitian ini melakukan deskripsi terhadap teori

    realitas sosial-siber untuk melihat bagaimana komunikasi online

    terjadi dan aspek-aspek yang muncul mengikutinya. Penggunaan

    teknologi mengubah konstruksi dari realitas sosial dan dalam kondisi

    tertentu mengaburkan batasan-batasan yang ada antara teknologi dan

    sosialitas yang berada dalam pikiran aktan (actant).6

    2. Dari segi metodologis, penelitian ini diharapkan akan semakin

    memperkaya sumber-sumber penelitian yang menggunakan perspektif

    budaya siber, khususnya menilik level-level analisis media siber yang

    dilakukan di media sosial.

    3. Dari segi praktis

    a. Bagi akademisi dan mahasiswa yang secara khusus memperdalam

    kajian dakwah dan komunikasi dalam budaya siber, penelitian ini

    dapat dijadikan data awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut,

    misalnya untuk mengungkap bagaimana pengaruh dalam dunia

    6 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.20.

     

  • 6

    nyata bagi khalayak ketika mengikuti akun memecomic.islam di

    instagram.

    b. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

    salah satu sumber pengetahuan yang mampu menggambarkan

    bagaimana level-level analisis media siber dalam akun

    memecomic.islam di instagram.

    F. Tinjauan Kajian Terdahulu

    Dari hasil peninjauan, ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka

    bagi peneliti yaitu:

    1. Skripsi karya Rizki Hakiki dengan judul “Dakwah di Media Sosial

    (Etnografi Virtual Pada Fanpage Facebook KH. Abdullah

    Gymnastiar)” yang menjelaskan bagaimana KH. Abdullah Gymnastiar

    menggunakan facebook untuk menjaring penikmat dakwah Aa Gym.

    Di dalamnya terdapat artikel, foto, catatan, audio, dan video yang

    berisi pembahasan tentang akhlak, menejemen qalbu, ibadah, dan juga

    tauhid.

    2. Skripsi karya Agam Bahtiar dengan judul “Perspektif Teori

    Interaksionisme Simbolik Tentang Peranan “Meme” Sebagai Media

    Tabligh (Studi Deskriptif Tentang Kegiatan Kitabah Kelompok

    Sahabat Islami) Pada Media Instagram” yang menjelaskan bagaimana

    proses Interaksionisme Simbolik antara pembuat meme dan pembaca

    serta menjelaskan optimalisasi tabligh melalui media meme yang

    dijadikan sebagai Media Tabligh.

    3. Tesis karya M. Latiful Hanan Mustajab dengan judul “Analisis Resepsi

    Remaja Islam Surabaya Tentang Meme Islami di Media Sosial” yang

    menjelaskan tentang bagaimana remaja Islam Surabaya dalam proses

    penerimaan atas konten meme Islami di media sosial dan bagaimana

    meme dengan konten Islam yang sebenarnya mempunyai kekuatan

    dalam membentuk pola fikir serta budaya masyarakat, selain itu juga

    menguatkan pendapat Stuart Hall bahwa tidak selamanya media sosial

     

  • 7

    mampu mengendalikan khalayak, tetapi pada perkembangannya

    khalayaklah yang mengolah produk media dengan menerima,

    menimbang, atau bahkan menolaknya.

    G. Metode Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah

    pendekatan kualitatif deskriptif dengan menjelaskan fenomena melalui

    pengumpulan data yang dalam hal ini ialah pendeskripsian mengenai level-level

    analisis media siber instagram memecomic.islam mulai dari ruang media,

    dokumen media, objek media, dan pengalaman media.

    Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif deskriptif menggunakan

    metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif,

    seperti misalnya penggunaan instrumen wawancara mendalam (in depth

    interview) dan pengamatan (observation).7 Metode yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah etnografi virtual.

    Secara bahasa, etnografi berasal dari bahasa Yunani gabungan kata ethos

    yang berarti warga suatu bangsa atau masyarakat dan kata graphein yang berarti

    tulisan atau artefak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etnografi bisa

    diartikan sebagai (1) deskripsi tentang kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup;

    (2) ilmu tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup tersebar di

    muka bumi. Secara sederhana etnografi adalah artefak (peninggalan budaya) yang

    berasal dari suatu masyarakat.8

    Istilah etnografi biasanya sangat erat kaitannya dengan kebudayaan,

    bahkan istilah tersebut merupakan hal yang pokok dalam studi etnografis. Makna

    kebudayaan dalam konteks etnografi ini bisa dimaknai sebagai suatu kumpulan

    dari pola-pola perilaku serta keyakinan. Etnografi juga sering dikaitkan dengan

    sebagai sebuah metode penelitian dan hasil laporan penelitian. Dalam arti metode,

    istilah etnografi biasa diartikan sebagai penelitian lapangan, dimana seorang

    7 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta:

    Gintanyali, 2004), h. 2 8 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.5

     

  • 8 peneliti tinggal dan hidup bersama orang-orang yang diteliti. Dan jika dalam arti

    hasil penelitian, etnografi biasa dipakai untuk studi tentang kebudayaan yang ada

    pada kelompok masyarakat tertentu. Jika dalam konteks penelitian komunikasi,

    etnografi sering dipahami dan diaplikasikan secara bervariasi, diantaranya untuk:

    Mendeskripsikan pendapat serta perasaan-perasaan khalayak, mendeskripsikan

    kecenderungan perilaku audiens sebagai subjek, dan mendokumentasikan pola

    aktivitas khalayak dalam konstruksi sosial, wilayah budaya, pengaruh politik, dan

    pola komunikasi.9

    Etnografi virtual merupakan pendekatan (metode) baru dalam melihat

    budaya di dunia virtual. Sebagai sebuah metode –dan juga bisa dipergunakan

    sebagai level-level dalam melihat realitas di dunia virtual—etnografi virtual

    mengungkap bagaimana budaya siber diproduksi, mana yang muncul, relasi dan

    pola, hingga bagaimana hal tersebut berfungsi melalui medium internet. Sebuah

    realitas budaya melalui etnografi virtual setidaknya bisa mendeskripsikan

    perangkat dan konten yang dibangun, juga melihat bentuk (form) media di

    internet, apa yang membawa (site) dan yang tampak dari yang disampaikannya

    (surface).10

    Karena itu, secara sederhana etnografi virtual bisa didefinisikan sebagai

    metode etnografi yang digunakan untuk mengungkap realitas, baik yang tampak

    maupun tidak, dari komunikasi termediasi komputer di antara entitas (anggota)

    komunitas virtual di internet.11 Selain itu penulis juga menggunakan metode

    Analisis Media Siber untuk menguraikan budaya dan artefak budaya di internet.

    Metode Analisis Media Siber (AMS) merupakan perpaduan dan sekaligus

    memandu proses menganalisis etnografi virtual. Setiap level dalam AMS

    memberikan gambaran bagaimana komunitas virtual yang ada di internet.12

    9 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: Pelangi Aksara, 2007), h. 149-

    150 10 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 43 11 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 10 12 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 44

     

  • 9 Pada prinsipnya, dalam menganalisis budaya di internet, AMS (Analisis

    Media Siber) memerlukan unit analisis, baik pada lever mikro maupun makro.

    Dua unit analisis ini bisa disederhanakan dalam teks dan konteks. Di level mikro

    penulis menguraikan bagaimana perangkat internet, tautan yang ada, sampai hal-

    hal yang bisa dilihat di permukaan. Sementara di level makro peneliti melihat

    konteks yang ada dan menyebabkan teks itu muncul serta alasan yang mendorong

    kemunculan teks tersebut. Level mikro-makro pada praktiknya terbagi menjadi

    empat level, yakni ruang media (media space), dokumen media (media archive),

    objek media (media object), dan pengalaman (experiential stories).13

    Secara garis besar, level-level dalam Analisis Media Siber sebagaimana

    dapat dilihat di bawah ini:14

    Level Objek

    Ruang media (media space)

    Struktur perangkat media dan penampilan,

    terkait dengan prosedur perangkat atau

    aplikasi yang bersifat teknis.

    Dokumen media (media archive) Isi, aspek pemaknaan teks/grafis sebagai

    artefak budaya.

    Objek media (media object)

    Interaksi yang terjadi di media siber,

    komunikasi yang terjadi antaranggota

    komunitas.

    Pengalaman (experiental stories)

    Motif, efek, manfaat atau realitas yang

    terhubung secara offline maupun online

    termasuk mitos.

    Tabel 1.1

    Analisis Media Siber

    13 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 44 14 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 45

     

  • 10

    4. Subjek dan Objek Penelitian

    Subjek dari penelitian ini adalah level-level analisis media siber dalam

    akun instagram memecomic.islam, sedangkan yang menjadi objek dari penelitian

    ini adalah Meme Islami yang di posting oleh akun memecomic.islam, admin akun

    memecomic.islam, dan followers dari akun memecomic.islam.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang diambil meliputi penelitian di lapangan

    dengan analisis kualitatif. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat

    dalam penelitian lapangan, penulis melakukan teknik sebagai berikut:

    a. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data yang

    digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Dalam penelitian ini

    penulis mengambil data dari akun Memecomic.islam.

    b. Wawancara

    Wawancara merupakan teknik tanya jawab untuk mengumpulkan data

    yang akurat serta melaksanakan pemecahan masalah tertentu sesuai

    dengan data. Wawancara dapat membantu menetapkan keabsahan data

    yang telah diperoleh penulis dari sumber-sumber lain atau melalui

    instrumen lain untuk mengungkapkan berbagai pertentangan yang muncul

    di dalam sumber-sumber tersebut. Dalam penelitian ini penulis

    mewawancarai admin dari akun Memecomic.islam dan beberapa followers

    akun Memecomic.islam.

    c. Studi Kepustakaan

    Penulis melakukan studi kepustakaan dengan membaca buku-buku

    yang berkaitan dengan komunikasi, etnografi virtual, meme Islami, dan

    media sosial serta hasil-hasil dari penelitian yang sebelumnya yang juga

    menggunakan analisis media siber.

    6. Teknik Analisis Data

    Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak

    pengumpulan data, yaitu; 1) reduksi data yang diartikan sebagai proses pemilihan,

    pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data

     

  • 11 kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan 2) penyajian data

    (display data) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif dan 3)

    penarikan kesimpulan serta verifikasi.15

    Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-data yang

    diperoleh melalui wawancara mendalam bersama beberapa narasumber dan juga

    data-data yang diperoleh dari hasil dokumentasi pada akun instagram tersebut.

    Kemudian data-data tersebut, dianalisis secara saling berhubungan untuk

    mendapatkan dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data

    berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus-menerus secara

    triangulasi.

    H. Sistematika Penulisan

    Guna menjelaskan dan menyistematiskan penulisan laporan riset, maka

    disusun sistematika penulisan ke dalam enam bab, dan pada masing-masing bab

    dibagi menjadi beberapa sub-bab yang akan mendukung isi dari tiap bab yang

    saling berhubungan, adapun sistematika penulisan skripsi ini yaitu sebagai

    berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab satu yang meliputi latar belakang masalah yang membahas

    gambaran secara singkat mengenai media sosial khususnya

    instagram dan bagaimana media sosial dapat digunakan untuk

    berdakwah terutama melalui meme. Kemudian bab ini juga

    mencakup pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

    tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    BAB II REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM

    INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM

    Kajian pustaka menyusul pada bab II, yang memuat teori-teori

    yang menunjang dan mempunyai hubungan dengan permasalahan

    yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini juga mengandung

    15 Emzir, Analisis Data, (PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 50-51

     

  • 12

    penjelasan teori Realitas Sosial-Siber sebagai teori utama serta

    teori-teori lain yang mendukung dan mengkritik teori utama.

    BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM

    MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI

    Selanjutnya, gambaran umum tentang akun instagram

    memecomic.islam yang meliputi sejarah dari akun tersebut serta

    gambaran umum tentang meme islami akan dijabarkan pada bab III

    ini.

    BAB IV LEVEL-LEVEL ANALISIS MEDIA SIBER MEME ISLAMI

    DI AKUN INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM

    Sampai pada analisis data yang merupakan inti dari penelitian ini

    diletakkan di bab empat. Dalam bab ini penulis menganalisis

    semua temuan data yang diperoleh dengan menggunakan analisis

    media siber. Penuis membahas bagaimana level-level analisis

    media siber dalam akun instagram memecomic.islam mulai dari

    level ruang media (media space), level dokumen media (media

    archive), level objek media (media object), dan level pengalaman

    (experiental stories).

    BAB V PENUTUP

    Akhirnya, bab lima sebagai penutup penelitian ini. Dalam bab ini,

    penuis menyimpulkan hasil yang diambil setelah melakukan

    analisa data dan interpretasi dari hasil penelitian, serta memberikan

    saran baik dari segi akademis, maupun praktis.

     

  • 13

    BAB II

    REALITAS SOSIAL-SIBER MEME ISLAMI DALAM

    INSTAGRAM MEMECOMIC.ISLAM

    A. Media Sosial

    1. Media

    Secara sederhana, istilah media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi

    sebagaimana definisi yang selama ini diketahui. Terkadang pengertian media ini

    cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlibat dari berbagai

    teori yang muncul dalam komunikasi massa. Namun, semua definisi yang ada

    memiliki kecenderungan yang sama bahwa ketika disebutkan kata “media”, yang

    muncul bersamaan dengan itu adalah sarana disertai dengan teknologinya. Koran

    merupakan representasi dari media cetak, sementara radio yang merupakan media

    audio dan televisi sebagai media audio-vsual merupakan representasi dari

    elektronik, dan internet merupakan representasi dari media online atau di dalam

    jaringan.1

    Terlepas dari cara pandang melihat media dari bentuk dan teknologinya,

    pengungkapan kata “media” bisa dipahami dengan melihat dari proses komunikasi

    itu sendiri. Proses terjadinya komunikasi memerlukan tiga hal, yaitu objek, organ,

    dan medium. Saat menyaksikan sebuah program di televisi, televisi adalah objek

    dan mata adalah organ. Perantara antara televisi dan mata adalah gambar atau

    visual. Contoh sederhana ini membuktikan bahwa media merupakan wadah untuk

    membawa pesan dari proses komunikasi.2

    Sedangkan media baru adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi

    yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan

    1 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi,

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017), h. 3. 2 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h. 3.

     

  • 14 digitalisasi dan ketersediaannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat

    komunikasi.3

    2. Sosial

    Kata “sosial” dalam media sosial secara teori semestinya didekati oleh

    ranah sosiologi. Inilah yang menurut Fuchs dalam buku Media Sosial karya Rulli

    Nasrullah ada beberapa pertanyaan dasar ketika melihat kata sosial, misalnya

    terkait dengan informasi dan kesadaran. Ada pertanyaan dasar, seperti apakah

    individu itu baru dikatakan sosial ketika ia secara sadar melakukan interaksi.

    Bahkan, dalam teori sosiologi disebutkan bahwa media pada dasarnya adalah

    sosial karena media merupakan bagian dari masyarakat dan aspek dari masyarakat

    yang direpresentasikan dalam bentuk perangkat teknologi yang digunakan.4

    Menurut Durkheim, sosial merujuk pada kenyataan sosial (the social as

    social facts) bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi

    kepada masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa pada kenyataannya media

    dan semua perangkat lunak (software) merupakan sosial dalam makna bahwa

    keduanya merupakan produk dari proses sosial.

    Menurut Weber, kata sosial secara sederhana merujuk pada relasi sosial.

    Relasi sosial itu sendiri bisa dilihat dalam kategori aksi sosial (social action) dan

    relasi sosial (social relations). Kategori ini mampu membawa penjelasan tentang

    apa yang dimaksud dengan aktivitas sosial dan aktivitas individual.

    Menurut Tonnies, sosial merujuk pada kata “komunitas” (community).

    Menurutnya, eksistensi dari komunitas merujuk pada kesadaran dari anggota

    komunitas itu bahwa mereka saling memiliki dan afirmasi dari kondisi tersebut

    adalah kebersamaan yang saling bergantung satu sama lain. Sementara menurut

    Marx, makna sosial itu merujuk pada saling bekerja sama (co-operative work).

    Dengan melihat fakta bahwa kata sosial bisa dipahami dari bagaimana setiap

    individu saling bekerja sama, apapun kondisinya, sebagaimana yang terjadi dalam

    proses produksi di mana setiap mesin saling bekerja dan memberikan kontribusi

    terhadap produk. Dalam kajian Marx ini, ada penekanan bahwa sosial berarti

    3 Putri Iva Izzati, Teori Komunikasi Massa McQuail, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010),

    h. 148. 4 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h. 6.

     

  • 15 terdapatnya karakter kerja sama atau salung mengisi di antara individu dalam

    rangka membentuk kualitas baru dari masyarakat.5

    3. Media Sosial

    Media sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Instagram dan Flickr) adalah

    keniscayaan sejarah yang telah membawa perubahan dalam proses komunikasi

    manusia. Proses komunikasi yang selama ini dilakukan hanya melalui komunikasi

    tatap muka, komunikasi kelompok, komunikasi massa, berubah total dengan

    perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, khususnya internet. Perubahan

    tersebut akan membawa konsekuensi-konsekuensi proses komunikasi. Proses

    komunikasi yang terjadi membawa konsekuensi di tingkat individu, organisasi,

    dan kelembagaan.6

    Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut

    dengan media sosial (social media) seperti facebook, twitter, dan instagram

    merupakan media yang digunakan untuk memublikasikan konten seperti profil,

    aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan

    ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.7

    Pada dasarnya media sosial merupakan hasil dari perkembangan teknologi

    baru yang ada di internet, dimana para penggunanya bisa dengan mudah untuk

    berkomunikasi, berpartisipasi, berbagi, dan membentuk sebuah jaringan di dunia

    virtual, sehingga para pengguna bisa menyebarluaskan konten mereka sendiri.8

    Berikut beberapa definisi media sosial yang berasal dari berbagai literatur

    penelitian:9

    1. Menurut Mandibergh, media sosial adalah media yang mewadahi

    kerjasama di antara pengguna yang menghasilkan konten (user

    generated content).

    5 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    7-9. 6 Nurudin, Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses Komunikasi, (Jurnal

    Komunikator, Vol. 5, 2010), h. 83. 7 Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta: Kharisma Putra

    Utama, 2016), h. 36-37. 8 Dan Zarella, The Social Media Marketing Book, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta

    Anggota IKAPI, 2010), h. 2-3. 9 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    11.

     

  • 16

    2. Menurut Shirky, media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan

    alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to

    share), bekerja sama (to cooperate) di antara pengguna dan melakukan

    tindakan secara kolektif yang semuanya berada di luar kerangka

    institusional maupun organisasi.

    3. Boyd menjelaskan media sosial sebagai kumpulan perangkat lunak

    yang memungkinkan individu maupun komunitas untuk berkumpul,

    berbagi, berkomunikasi, dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi

    atau bermain. Media sosial memiliki kekuatan pada user-generated

    content (UGC) di mana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan oleh

    editor sebagaimana di institusi media massa.

    4. Menurut Van Dijk, media sosial adalah platform media yang

    memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka

    dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial

    dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan

    hubungan antarpengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.

    5. Meike dan Young mengartikan kata media sosial sebagai konvergensi

    antara komunikasi personal dalam arti saling berbagi di antara individu

    (to be share one-to-one) dan media publik untuk berbagi kepada siapa

    saja tanpa ada kekhususan individu.”

    Selain itu ada beberapa pengertian media sosial dari berbagai jurnal

    ilmiah:

    1. Media sosial menurut Sourav Gupta dalam jurnal karya Ririen Putri

    Wahyuni dengan judul Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan

    Khalayak adalah sebuah media untuk melakukan interaksi sosial yang

    menggunakan teknik komunikasi yang terukur dan sangat mudah

    diakses. Media sosial menggunakan teknologi berbasi web dan mobile

    untuk mengubah komunikasi ke dalam bentuk dialog interaktif.10

    10 Ririen Putri Wahyuni, Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak

    (Studi Korelasional Penggunaan Meme dalam Media Sosial Instagram di Kalangan Mahasiswa

    Universitas Sumatera Utara), (Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2014), h. 3

     

  • 17

    2. Media sosial dalam jurnal karya Anang Sugeng Cahyono dengan judul

    Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat

    Indonesia adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa

    dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi

    blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual.8

    3. Media sosial dalam jurnal karya Novia Ika Setyani dengan judul

    Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Bagi Komunitas

    (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter,

    Facebook, dan Blog sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas

    Akademi Berbagi Surakarta) merupakan perkembangan mutakhir dari

    teknologi-teknologi web baru berbasis internet, yang memudahkan

    semua orang untuk berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi, dan

    membentuk sebuah jaringan secara online, sehingga dapat

    menyebarluaskan konten mereka sendiri.9

    4. Media sosial menurut Laughey dalam jurnal karya Een Irianti dengan

    judul Dampak Ketergantungan Media Sosial pada Kalangan Dystopian

    dan Utopian berasal dari media dan sosial. Secara sederhana istilah

    media bisa dijeaskan sebagai alat komunikasi sebagaimana definisi

    yang selama ini diketahui. Sedangkan dalam buku Pengantar Ilmu

    Komunikasi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk

    menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.10

    Media sosial melalui internet mengalami perkembangan pesat. Media

    sosial ini berkontribusi terhadap akuntabilitas pemerintah, aktivitas Hak Asasi

    Manusia, pembangunan civil society, dan praktik-praktik kewarganegaraan.

    Account jejaring sosial seperti Friendster, Facebook, MySpace atau

    Microblogging Twitter nyatanya memeiliki posisi yang penting pada beberapa

    8 Anang Sugeng Cahyono, Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial

    Masyarakat Indonesia, h.142. 9 Novia Ika Setyani, Penggunaan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Bagi

    Komunitas (Studi Deskriptif Kualitatif Penggunaan Media Sosial Twitter, Facebook, dan Blog

    sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas Akademi Berbagi Surakarta), (Jurnal Komunikasi

    Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, 2013), h.6. 10 Een Irianti, Dampak Ketergantungan Media Sosial Pada Kalangan Dystopian dan

    Utopian, (Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, 2017), h.70.

     

  • 18 peristiwa penting di dunia, termasuk revolusi di beberapa negara Timur Tengah.

    Imbasnya, pemerintah di beberapa negara mulai mempersiapkan strategi untuk

    merespons atau bahkan mengontrol keberadaan aktor baru dalam arena politik ini,

    yakni media sosial.11

    Media sosial di Indonesia cukup populer. Berdasarkan data Nielson, pada

    tahun 2011 internet digunakan dalam bersosialisasi di internet (social networking)

    menyusul kemudian surat elektronik, bermain games, mendengarkan musik, dan

    seterusnya.12

    Sementara khusus pada media sosial, laporan Yahoo Net Index pada 2011

    menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai pengguna

    Facebook terbanyak di dunia. Sementara pengguna Twitter menduduki urutan

    ketiga. Di Twitter, pengguna asal Indonesia mencapai 6 hingga 8 juta orang.13

    Sedangkan menurut IPJI (Institut Penyedia Jasa Internet) pada tahun 2016,

    136 juta rakyat Indonesia menggunakan internet dan mayoritas lewat mobile data.

    Selain itu, lembaga We Are Social memublikasikan hasil penelitian terhadap

    perilaku internet, akses terhadap internet hingga akun media sosial dari seluruh

    dunia. Hasil penelitian yang dipublikasikan di http://wearesocial.sg tersebut

    mencakup berbagai negara dari benua yang berbeda. Untuk Indonesia, data riset

    menunjukkan bahwa ada sekitar 15 persen penetrasi internet atau 38 juta lebih

    pengguna di internet. Juga, dari jumlah total penduduk, ada sekitar 62 juta orang

    yang terdaftar serta memiliki akun di media sosial Facebook. Data riset tersebut

    juga menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan

    waktu hampir 3 jam untuk terkoneksi dan berselancar di media sosial. Sebagian

    besar dari pengguna tersebut mengakses media sosial melalui perangkat telepon

    genggam.14

    11 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan

    Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

    2013), h. 71. 12 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan

    Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), h. 74. 13 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia (Harapan, Dinamika, dan

    Capaian Kebijakan Media Baru di Indonesia), h. 75. 14 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    12.

     

    http://wearesocial.sg/

  • 19

    Kecenderungan percakapan di sosial media di Indonesia memang masih

    sebagian besar terkait pesan-pesan ringan, yaitu sekitar 80% dan 20% telah

    memanfaatkan media sosial untuk promosi bisnis dan politik.15

    Untuk melihat bagaimana sebuah realitas terjadi dan entitas berinteraksi di

    internet, Gotved dalam buku Etnografi Virtual karangan Rulli Nasrullah

    menawarkan sebuah skema realitas sosial-siber. Konsep tersebut memberikan

    arahan secara tradisional tentang aspek-aspek sosial dari realitas yang ada di

    internet dengan melihat atau melibatkan fitur-fitur teknologi. Pengguna sebagai

    entitas dan perangkat yang juga merupakan entitas memiliki peranan dalam

    mentransformasikan realitas di internet. Aspek ini menjadi penting karena model

    realitas sosial-siber ini menjadi dasar serta landasan teori dalam melihat apa yang

    terjadi di komunitas virtual. Interaksi yang ada di komunitas virtual dan nilai-nilai

    atau artefak budaya merupakan konsep-konsep sebagai sebuah pelengkap teori

    tentang riset di internet.16

    Segitiga realitas sosial-siber adalah pengembangan dari model realitas

    sosial yang merupakan dasar dari pemahaman terhadap sosiologi yang

    dikembangkan oleh Boudreau dan Newman. Model ini kemudian dimodifikasi

    oleh Gotved untuk melihat bagaimana realitas itu terjadi di internet.17

    Model ini menggunakan perspektif konstruksi sosial maupun interaksi

    sosial sebagai landasan awal terbentuknya budaya maupun struktur sosial dari

    komunitas virtual. Ketiga sisi model, yakni interaksi sosial, kultur atau budaya,

    maupun struktur sosial, pada akhirnya akan membentuk apa yang disebut realitas

    sosial sebagai inti dari konstruksi sebuah realitas sosial. Meski untuk membaca

    model ini bisa dilihat dengan cara interaksi sosial menghasilkan kultur dan kultur

    membentuk struktur seterusnya kembali ke interaksi sosial dan berputar seperti

    arah jarum jam, semua elemen ini harus dilihat secara bersamaan.18

    15 Anwar Abugaza, Social Media Politica, (Jakarta: Tali, 2013), h. 43. 16 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.18-19. 17 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.53. 18 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.19.

     

  • 20

    Terkait dengan internet, Gotved menggunakan model segitiga ini untuk

    melihat bagaimana komunikasi online terjadi dan aspek-aspek yang muncul

    mengikutinya. Penggunaan teknologi mengubah konstruksi dari realitas sosial dan

    dalam kondisi tertentu mengaburkan batasan-batasan yang ada antara teknologi

    dan sosialitas yang berada dalam pikiran aktan (actant). Terminologi aktan

    merujuk pada penjelasan Latour dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli

    Nasrullah untuk melihat bahwa dalam kajian sains dan teknologi aktor di internet

    yang terlibat tidak bisa dilihat hanya sebagai manusia (human) atau teknologi

    (non-human) semata. Aktor bisa keduanya dan bisa saling silih berganti.19

    Skema awal ini kemudian dikembangkan oleh Gotved untuk melihat

    bahwa realitas di dunia siber merupakan hasil dari jalinan antara teknologi dan

    penggunanya. Sebagaimana disebutkan bahwa:20

    “Skema segitiga realitas sosial memberikan arahan secara tradisional

    aspek-aspek sosial dari konstruksi realitas yang terjadi di sekitar kita, saya

    ingin meluaskan konsep tersebut untuk melihat fitur-fitur teknologi saling

    terhubung dengan pengguna sebagai human agency dengan demikian akan

    diketahui bagaimana transformasi dari realitas yang merupakan hasil dari

    jalinan tersebut”.

    Selanjutnya, segitiga realitas sosial-siber ini dibentuk oleh dimensi waktu

    dan ruang. Konteks waktu dan ruang dalam pembahasan ini tidak dipandang

    secara normatif sebab dalam berbagai pembahasan terkait teknologi internet,

    keberadaan waktu dan ruang seolah-olah menjadi kabur, bahkan menghilang di

    antara pengguna. Padahal, dimensi-dimensi ini memberikan kontribusi terhadap

    penciptaan realitas sosial-siber.21

    4. Realitas Sosial-Siber Dimensi Waktu

    19 Rulli Nasrullah, Etnografi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h.20. 20 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    54. 21 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    54.

     

  • 21

    Waktu merupakan dimensi yang ada dalam segitiga ini akan menghasilkan

    kategori pemaknaan (meaning), orientasi (orientation), maupun regulasi

    (regulation).22

    Waktu pun bisa ditunjukkan dengan tanggal maupun jam. Juga, kronologi

    dari realitas sosial-siber yang terjadi. Kondisi ini bisa dilihat bagaimana sebuah

    arsip (archive) konten yang dipublikasikan di media sosial. Pengguna bisa melihat

    apa yang telah ditulis di blog berdasarkan urutan tanggal, bisa melihat foto apa

    yang diunggah di Instagram berdasarkan bulan, atau melihat status pertama apa

    yang ditulis di dinding Facebook.23

    5. Realitas Sosial-Siber Dimensi Ruang

    Konsep ruang merupakan konsep tempat, lokasi, wilayah, geografis,

    maupun keberadaan. Namun, ruang tidak hanya dilihat secara normatif, tetapi

    melihat ruang sebagai sebuah upaya melihat karakter yang ada di dalamnya.

    Ruang juga tempat terjadinya proses interaksi manusia yang menghasilkan

    budaya, struktur, juga regulasi.24

    Dalam realitas sosial-siber, dimensi ruang ini memunculkan perspektif

    terhadap konstruksi atau rekonstruksi, penampakan (visibility), maupun praktik.

    Ini berarti bahwa ketika melihat dimensi ruang dalam pembentukan realitas sosial-

    siber harus pula melibatkan dan menggunakan perspektif dimensi waktu secara

    bersamaan.

    Cyber banyak digunakan untuk menjelaskan realitas media baru. Konsep

    media baru itu sendiri pada awalnya diperkenalkan dalam sebuah novel sci-fi True

    Name oleh Vernor seorang novelis yang juga ahli matematika pada tahun 1981.

    Vernor menggunakan istilah “The Other Plane” untuk menggambarkan

    keberadaan sebuah jaringan. Gibson kemudian memperkenalkan istilah

    “cyberspace” untuk menjelaskan bahwa ada tempat dimana ia tidak nyata tetapi

    keberadaannya dapat dirasakan bahkan menjadi kenyataan dalam benak.25

    22 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    56. 23 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    55. 24 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    56. 25 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA Press, 2013), h. 22.

     

  • 22

    A consensual halucination experienced daily by billion of legitimate

    operators, in every nation, by children being taught mathematical

    concepts – A graphic representation of data abstracted from the banks of

    every computer in the human system. Unthinkable complexity. Lines of

    light ranged in the city lights, receding.

    Pengertian cyberspace menurut Gibson adalah sekumpulan data,

    representasi grafik demi grafik, dan hanya bisa diakses melalui komputer.

    Cyberspace digambarkan oleh Gibson jauh sebelum teknologi internet

    berkembang dan untuk menjelaskan gambaran “consencual hallucination” atau

    seolah-olah ruang atau sesuatu itu ada. Misalnya, ketika kita melihat seseorang

    anak sedang memainkan game balap mobil di perangkat seperti PlayStation, maka

    anak tersebut tidak hanya melihat grafis mobil, arena balap, dan grafis lainnya di

    layar televisi, melainkan seolah-oah ia bagian dari grafis tersebut. Stick atau

    perangkat permainan di tangan sang anak tidak sekedar tombol-tombol yang

    secara kerja elektronik akan memerintahkan bagaimana mobil balap itu berbelok,

    maju, atau behenti, ia menjadi perangkat pengendalian seperti mobil sungguhan

    dalam benak mereka. Bahkan lihatlah bagaimana tubuh mereka ikut bergerak

    miring ke kiri atau ke kanan ketika grafis mobil di layar televisi itu sedang

    berbelok di arena lintasan. Inilah yang dikatakan sebagai ruang siber, bersifat

    halusinasi tetapi menjadi nyata dan hidup dalam benak.26

    Ruang virtual menjadi lokasi di mana interaksi sosial berjalan dan virtual

    society itu ada. Facebook, Twitter, Youtube, atau Path tidak sekedar medium

    untuk mengunggah konten (teks, audio, atau video). Media sosial tersebut adalah

    arena tempat pemaknaan sebuah realitas virtual yang seiring berjalannya waktu

    menjadi semacam budaya di internet. Teman-teman yang terkoneksi di media

    sosial merupakan anggota komunitas sekaligus anggota masyarakat/negara yang

    lebih luas. Interaksi yang terjadi di antara anggota itu mengambil lokasi di

    perangkat media sosial layaknya tempat-tempat di dunia nyata.

    Jika menggunakan perspektif ekonomi media, ruang di media sosial adalah

    latar geografi dan demografi pengguna. Media sosial memberikan informasi

    26 Rulli Nasrullah, Cyber Media, h. 22-23.

     

  • 23 bagaimana lokasi, misalnya, dari pengguna tersebut. Lokasi inilah yang secara

    proses logika teknologi digunakan untuk mengunggah konten apa yang cocok

    untuk pengguna. Twitter misalnya pada awal 2015 telah menyediakan fasilitas

    kicauan promosi yang digunakan untuk menampilkan kicauan tertentu di halaman

    Twitter pengguna sesuai dengan karakteristik pengguna, seperti bahasa yang

    digunakan, kegemaran, maupun lokasi berada.27

    B. Meme

    Meme merupakan kata yang dipopulerkan oleh Richard Dawkins yang

    digunakaannya untuk menceritakan bagaimana prinsip Darwinian untuk

    menjelaskan penyebaran ide ataupun fenomena budaya. Richard Brodie

    mengembangkan teori ini dalam penelitiannya Virus of The Mind : The New

    Science of the Meme (1996) yang menyebutkan bahwa meme adalah suatu unit

    informasi yang tersimpan di benak seseorang, yang mempengaruhi kejadian di

    lingkungannya sedemikian rupa sehingga makin tertular luas di benak orang

    lain.28

    Pengertian tersebut dapat membawa kita pada kesimpulan bahwa meme

    merupakan suatu informasi yang berupa ide, ideologi, gambar, musik, video

    maupun susunan kata serta hashtag yang menjadi populer karena tersebar begitu

    cepat dan mampu mendiami benak masyarakat selayaknya virus.29

    Limor Shifman dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli Nasrullah

    menjelaskan lebih lugas tentang pengertian meme:

    (1) a group of digital items sharing common characteristic of

    content, form, and/or stance, which (2) were created with awarness

    of each other, and (3) were circulated, imitated, and/or

    transformed via the internet by many users.

    27 Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, h.

    57. 28 James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Jakarta:

    Yayasan Obor Indonesia, 1997), h.17. 29 Rosa Redia Pusanti Haryanto, Representasi Kritik dalam Meme Politik (Studi Semiotika

    Meme Politik dalam Masa Pemilu 2014 pada Jejaring Sosial “Path” Sebagai Media Kritik di Era

    Siber), (Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univesitas Sebelas Maret Surakarta), h. 7.

     

  • 24

    (1) Kelompok unsur digital yang berbagi karakteristik umum dari

    konten, bentuk, dan/atau sikap, yang (2) dimana dibuat dengan

    kesadaran satu sama lain, dan (3) diedarkan. Ditiru, dan/atau

    diubah melalui internet oleh banyak pengguna.

    Riset yang dilakukan oleh Limor menunjukkan bahwa meme menjadi viral

    karena beberapa alasan. Pertama, ada nilai positif dalam sindiran yang terkandung

    dalam meme dan nilai itu disampaikan secara humor atau candaan yang ada

    kecenderungan tidak menyinggung secara langsung kepada pembacanya. Kedua,

    visual meme kadang memberikan provokasi kepada pembaca. Secara emosional,

    provokasi ini memberikan respon, baik positif maupun negatif. Ketiga, aspek viral

    dari meme karena pesan yang disampaikan dikemas (packaging) secara sederhana

    dan jelas. Keempat, pelibatan atas kredibilitas dan figur publik memberikan

    dorongan viral terhadap meme. Kelima, posisi atau positioning dari meme yang

    diunggah terkait dengan konteks yang tengah marak di masyarakat. Jika teks

    meme mewakili konteks yang ramai dibincangkan di dunia offline, penyebaran

    meme tersebut pun akan semakin ramai di dunia online. Keenam, partisipasi

    (participation) dari pengguna media online dalam menyebarkan, membincangkan,

    dan memproduksi ulang meme.30

    Munculnya meme tidak hanya dilihat dari segi bentuk baru ekspresi

    khalayak semata, tetapi ia juga menjadi bentuk baru dalam seni (art), menjadi

    artefak budaya, dan ia adalah komoditas konten yang diproduksi-dikonsumsi.31

    Meme mesti dilihat dari dua aspek, yakni (1) aspek visual yang

    menggunakan potongan gambar atau ilustrasi untuk menunjukkan emosi yang

    ditunjukkan, dan (2) aspek lainnya adalah teks. Meme dapat dicirikan dengan

    adanya teks yang berada di antara visual, biasanya di atas dan di bawah atau

    dialog yang saling bertolakbelakang. Meme bisa didekati atau menggambarkan

    tiga komponen, yakni manifestasi (manifestation), kebiasaan (behavior), dan

    keidealan (ideal) (Davidson dalam buku Etnografi Virtual karya Rulli Nasrullah,

    2017: 116). Sebagai manifestasi, meme merupakan kultur yang dapat diamati dan

    30 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 115-116. 31 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 116.

     

  • 25 sebagai fenomena eksternal. Sebuah objek yang ada di visual meme merupakan

    manifestasi atau gambaran dari apa yang sedang terjadi serta merupakan realitas

    offline. Visual meme dapat diindikasikan sebagai segala sesuatu, partikel nyata

    terkait waktu dan tempat yang terhubung dengan realitas. Oleh sebab itu, meme

    merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh pengguna internet dalam

    mengungkapkan ekspresi atau emosinya, baik menggunakan meme yang sudah

    beredar di online maupun kreasi sendiri dengan bantuan teknologi kemudian

    diunggah di media sosial. Terakhir, meme merupakan gambaran dari realitas ideal

    yang terjadi. Misalnya, sebuah status unik atau lucu di facebook bisa dikomentari

    dengan hanya mengunggah gambar meme—dengan visual lucu dan teks yang juga

    lucu—sebagai bentuk pernyataan terhadap realitas tersebut.32

    Adapun beberapa pengertian meme dari jurnal ilmiah :

    1. Meme dalam jurnal karya kenfitria Diah Wijayanti dengan judul Meta

    Pesan dalam Perspektif Meme adalah neologi yang dikenal sebagai

    karakter dari budaya, yang termasuk di dalamnya yait gagasan, perasaan,

    ataupun perilaku. Konsep meme atau sering dibaca mim ini mengusung

    unsur menyerupai atau menirukan. Gambar, foto, atau ilustrasi hal-hal

    yang populer digunakan untuk kemudian dilengkapi dengan kata-kata atau

    kalimat.33

    2. Meme dalam jurnal karya Ririen Putri Wahyuni dengan judul Penggunaan

    Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak adalah ide yang mudah

    sekali menular dan menyebar seperti virus, yakni menyebar melalui

    jaringan komunikasi dan secara tatap muka antar manusia. Mimikri dalam

    meme terlibat dari kecenderungan orang untuk menyebarkan ide yang

    terdapat meme atau membuat sesuatu yang serupa. Ide yang terdapat

    dalam sebuah meme dapat berupa kegiatan, kejadian, atau tuturan yang

    32 Rulli Nasrullah, Etnogravi Virtual (Riset Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi di

    Internet), h. 116. 33 Kenfitria Diah Wijayanti, Meta Pesan dalam Perspektif Meme, (Jurnal Universitas

    Sebelas Maret, 2015), h. 204.

     

  • 26

    menarik. Sifat menarik inilah yang membuat ide tersebut mudah tersebar

    secara visual di dunia maya dan menjadi internet meme.34

    Dapat dikatakan meme merupakan suatu bentuk wacana. Salah satu

    pengertian wacana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

    keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan. Wacana sebagai satuan bahasa

    yang paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Dalam wacana ada tiga hal

    yang sentral, yaitu teks, konteks, dan wacana. Dalam meme terdapat keseluruhan

    tutur yang merupakan satu kesatuan. Selain itu, ada teks dan konteks dalam meme

    tersebut. Ada teks dalam meme, yaitu bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang

    tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi. Ada juga

    konteks dalam meme, yaitu semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan

    mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi tempat

    teks tersebut di produksi, fungsi yang dimasukkan, dan sebagainya. Selanjutnya,

    wacana dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama yang muncul dalam

    meme.35

    Di Indonesia, istilah meme ini populer sejak kemunculan pada situs

    yeahmahasiswa.com di tahun 2009 yang menunjukkan berbagai meme tentang

    parodi dan sindiran kehidupan keseharian mahasiswa seperti skripsi, tugas akhir,

    hingga indeks prestasi kumulatif. Fenomena meme kemudian berkembang menuju

    ke arah yang lebih luas. Netizen atau para pengguna internet kemudian

    mereplikasi meme ini menjadi beragam versi yang membahas berbagai topik, tak

    terkecuali politik kontemporer. Tak hanya itu, netizen juga menyebarluaskan

    meme ini melalui jejaring sosial maupun situs-situs yang terdapat di internet.36

    C. Dakwah di Internet

    Dakwah hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan

    dan ketertarikan. Menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda

    34 Ririen Putri Wahyuni, Penggunaan Gambar Meme Terhadap Kepuasan Khalayak,

    (Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2014), h. 3. 35 Ari Listiyorini, Wacana Humor dalam Meme di Media Online sebagai Potret

    Kehidupan Sebagian Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Litera, 2017), h. 66. 36 Sandy Allifiansyah, Kaum Muda, Meme, dan Demokrasi Digital di Indonesia,

    (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2016), h. 153.

     

  • 27 berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang

    Anda serukan, yakni Islam. Karenanya, dakwah Islam tidak hanya terbatas pada

    aktivitas lisan saja, tetapi mencakup seluruh aktivitas—lisan atau perbuatan—

    yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada

    Islam. Dengan demikian, dakwah Islam dijalankan melalui aktivitas lisan dan

    aktivitas perbuatan.37

    Dakwah dari segi bahasa ‘Da’wah’ berarti: panggilan, seruan atau ajakan.

    Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan

    bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti memanggil, menyeru atau mengajak

    (Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah disebut Da’i dan orang yang

    menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.38 Menurut

    Muhammad Natsir, dakwah mengandung arti kewajiban yang menjadi tanggung

    jawab seorang Muslim dalam amar ma’ruf nahi mungkar.39

    Sementara itu, secara istilah, Hasjmy dalam buku Dakwah di Era Media

    Baru karya Moch. Fakhruroji mengungkapkan bahwa dakwah adalah mengajak

    orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah serta syariat Islam yang

    terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh da’i (pendakwah). Hampir

    sejalan dengan pandangan ini, Asmuni Syukir mengungkapkan bahwa dakwah

    merupakan suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan

    terencana untuk mengajak manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi ke arah

    yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu hidup bahagia di

    dunia maupun di akhirat.

    Sementara dengan pendekatan proses, Syukridi Sambas lebih menjelaskan

    dakwah sebagai proses transmisi, transformasi, dan internalisasi ajaran Islam

    dengan menggunakan metode, media, dan untuk mencapai tujuan tertentu. Agak

    berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, Sambas lebih melihat dakwah

    sebagai sebuah proses panjang daripada hanya berbicara tentang tujuan

    pelaksanaan dakwah itu sendiri. Dalam definisi yang ditawarkannya, Sambas

    mengungkapkan bahwa proses penyampaian dakwah lebih ditekankan pada aspek

    37 Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h. 13. 38 Ahmad Warson Munawar, Kamus Al-Munawi, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.

    406. 39 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Grafindo Persada), h.2.

     

  • 28 penggunaan metode, media, dan pesan yang disesuaikan dengan situasi serta

    kondisi mad’u (objek dakwah).40

    Dengan berpijak pada beberapa definisi tersebut, konsep dakwah dapat

    dipahami melalui beberapa kata kunci, yaitu proses, usaha, transmisi, tujuan,

    metode, dan media. Kelima kata kunci dari definisi dakwah tersebut merupakan

    hasil rumusan penulis yang sifatnya tidak baku dan belum tentu mewakili definisi

    yang diungkapkan oleh para ahli, namun dapat dijadikan pijakan awal bagi suatu

    kegiatan dakwah. Sebab kegiatan dakwah akan senantiasa mengalami berbagai

    perubahan pada setiap zamannya sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya

    yang berkembang.41

    Secara umum, aktivitas dakwah memiliki dua dimensi besar, yakni

    dimensi kerisalahan dan kerahmatan yang satu sama lain merupakan two sides of

    the same coin (dua sisi koin yang sama) yang tidak dapat dipisahkan antara yang

    satu dengan yang lainnya. Dalam konteks yang lebih luas, dimensi kerisalahan

    lebih identik dengan penyampaian teks agama sebagai ajaran ideal bagi manusia,

    sedangkan dimensi kerahmatan lebih merupakan upaya implementasi agama

    sebagai praktik sosial-kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk

    aktivisme. Secara sempit, kedua dimensi ini dapat dipahami dengan dihubungkan

    pada tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan kata lain, penyampaian

    risalah Tuhan yang dilakukan dalam dakwah pada dasarnya bertujuan untuk

    merealisasikan konsep “rahmatan lil al-‘alamin”, etos utama dalam ajaran

    Islam.42

    Di era ini, dakwah tidak hanya cukup disampaikan melalui lisan tanpa

    adanya perangkat pendukung, yang saat ini dikenal dengan sebutan alat-alat

    komunikasi massa, yaitu media cetak ataupun elektronik. Kata-kata yang

    diucapkan oleh manusia hanya dapat menjangkau jarak yang sangat terbatas, tapi

    40 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,

    2017), h. 2-3. 41 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 3. 42 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 5-6.

     

  • 29 jika menggunakan alat-alat komunikasi massa, maka jangkauannya tidak lagi

    terbatas pada ruang dan waktu.43

    Sedangkan, internet adalah sebuah sistem komunikasi global yang bisa

    menghubungkan komputer-komputer beserta jaringan-jaringan komputer di

    seluruh dunia.44

    Menurut LaQuey, yang membedakan internet dengan jaringan global

    lainnya dari teknologi komunikasi tradisional adalah tingkat interaksi dan

    kecepatan yang dapat dinikmati pengguna untuk menyiarkan pesannya. Tidak ada

    media yang memberi setiap penggunanya kemampuan untuk berkomunikasi

    secara seketika dengan ribuan orang. Internet adalah perkakas sempurna untuk

    menyiagakan dan mengumpulkan sejumlah besar orang secara elektronis.

    Informasi mengenai peristiwa tertentu dapat ditransmisikan secara langsung,

    sehingga membuatnya menjadi suatu piranti meriah yang sangat efektif.45

    Dakwah melalui internet merupakan suatu inovasi terbaru dalam syiar

    Islam, dan tentunya akan memudahkan para da’i dalam melebarkan sayap-sayap

    dakwahnya. Penggunaan media internet sebagai media dakwah merupakan

    kesempatan dan tantangan untuk mengembangkan dan memperluas dakwah

    Islamiyah. Kesempatan yang dimaksud ialah bagaimana orang-orang yang peduli

    terhadap kemampuan dakwah maupun memanfaatkan media internet tersebut

    sebagai sarana dan media dakwah untuk menunjang proses dakwah Islamiyah.46

    Perkembangan teknologi memberikan peran yang sangat besar dalam

    perkembangan dakwah saat ini. Dengan kehadiran teknologi seperti internet,

    jangkauan dakwah menjadi lebih luas dan tidak terbatas oleh batasan geografis.47

    Menggunakan internet sebagai media dalam aktivasi dakwah bukanlah hal

    baru, namun internet juga telah membuka sejumlah kemungkinan baru bagi

    lahirnya gerakan-geakan dan aktivisme dakwah. Internet dengan arena yang

    43 Mulkhan, Abdul Munir, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS, 1996),

    h. 58. 44 Iskandar, Panduan Lengkap Internet, (Jakarta: Andi Publisher, 2009), h. 1. 45 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2014), h. 150-151. 46 Nur Ahmad, Tantangan Dakwah di Era Teknologi dan Informasi: Formulasi

    Karakteristik, Popularitas, dan Materi di Jalan Dakwah, (Jurnal Addin, 2014), h. 326-327. 47 Fathul Wahid, E-Dakwah: Dakwah Melalui Internet, (Yogyakarta: Gava Media, 2004),

    h.30.

     

  • 30 begitu luas dan memiliki jangkauan global tidak hanya dapat dipandang sebagai

    medium bagi aktiivtas dakwah---misalnya dengan menyebarkan beragam

    informasi keislaman secara luas melalui website, blog, media sosial, atau platform

    lainnya---tetapi juga telah menjadi sebuah “lingkungan” baru yang signifikan, di

    mana umat Islam dapat membentuk identitas dirinya.48

    Secara sosiologis, penerapan teknologi komunikasi dan informasi dalam

    kehidupan telah mengubah ragam interaksi masyarakat. Masyarakat dakwah kini

    bukan saja mereka yang berada di depan mata, melainkan juga mereka yang

    secara bersama-sama ada di ruang abstrak yang disebut ruang maya.49

    Sebagai ciptaan manusia, masyarakat maya menggunakan seluruh metode

    kehidupan masyarakat nyata juga sebagai model yang dikembangkan di dalam

    segi-segi kehidupan maya. Seperti, membangun interaksi sosial dan kehidupan

    kelompok, membangun stratifikasi sosial, membangun kebudayaan, membangun

    pranata sosial, membangun kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan,

    membangun sistem kejahatan dan kontrol-kontrol sosial, dan sebagainya.50

    Oleh sebab itu, penting dipahami bahwa aktivisme dakwah yang dimaksud

    adalah tindakan yang hanya menjadikan internet sebagai medium bagi gerakan

    sosial keagamaan dalam konteks dakwah, tetapi juga menjadikan internet sebagai

    medan gerakan dakwah. Dengan begitu, dakwah dalam konteks ini tidak hanya

    dilakukan melalui, tetapi juga di internet.51

    Aktivisime dakwah merupakan domain penting dalam Islam yang sering

    dipahami sebagai upaya penyebaran ajaran dan nilai-nilai Islam kepada

    masyarakat luas. Tentu saja ketika aktivisme muncul secara online di internet,

    dapat dipastikan internet telah menjadi sesuatu yang domestik, yakni sesuatu yang

    tidak terpisah dari masyarakat Islam sebagai sasaran dakwah itu sendiri yang

    sekaligus menggambarkan gagasan modernitas bagi umat Islam secara umum.52

    48 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 190. 49 Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan, dan Aplikasi,

    (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 60. 50 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi

    Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 165. 51 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 190. 52 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 191.

     

  • 31 Sebagai bagian dari masyarakat modern, para pelaku aktivisme dakwah di

    internet dapat mengekspresikan keberagamannya melalui konfigurasi dan

    identifikasi keagamaan mereka untuk membedakannya dengan agama lain. Oleh

    sebab itu, boleh jadi mereka memperoleh pemahaman keagamaan melalui web

    literacy yang kemudian dikombinasikan dengan pengetahuan dan sumber

    informasi keislaman yang dimilikinya. Sebagaimana dikemukakan Mandaville

    dalam buku Dakwah di Era Media Baru karya Moch. Fakhruroji, yang dikutip

    oleh Bunt, bahwa teknologi media berperan penuh atas perkembangan ini. Ia

    memungkinkan kita untuk mereproduksi dan menjaga bentuk-bentuk identitas

    komunal.53

    Ada jutaan situs yang dapat diidentifikasi sebagai situs dakwah, baik

    secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, konten dalam situs-situs

    dakwah biasanya berisi informasi dunia Islam, dialog seputar masalah-masalah

    keagamaan, buku-buku dengan tema keislaman, fasilits untuk melakukan unduh

    software Islami, dan sejumlah layanan lain yang berhubungan dengan Islam.

    Situs-situs spesifik ini belum termasuk komunitas-komunitas Islam yang

    bermunculan melalui situs-situs media sosial dan forum-forum diskusi yang pada

    umumnya merupakan salah satu fitur situs yang relatif bersifat umum.54

    Bentuk lain dari aktivisme dakwah di internet adalah adanya file-sharing

    atau tempat berbagi file dalam berbagai format, mulai dari dokumen, video, audio,

    bahkan software Islami. Meskipun beberapa portal memberikan layanan serupa,

    namun beberapa situs memang secara khusus hadir sebagai sarana untuk berbagi

    file, yakni direct-download dan torrent-download. Direct-download adalah

    layanan unduh secara langsung yang difasilitasi oleh situs tertentu, sedangkan

    Torrent-download adalah layanan unduh secara peer-to-peer (PTP) melalui situs

    protokol tertemtu dan untuk melakukannya dibutuhkan software torrent-

    downloader yang berfungsi sebagai client, seperti uTorrent, BitLord, BitTorrent,

    dan sebagainya.55

    53 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 192. 54 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 197-198. 55 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 208.

     

  • 32 Dalam konteks Islam, salah satu situs yang bekerja, seperti Youtube.com,

    adalah IslamicTube.com. Perbedaan funfamentalnya tentu saja terletak pada video

    yang dimuat di dalamnya yang lebih spesifik pada video-video keislaman.56

    Menyikapi prospek penggunaan media dalam syi’ar Islam, Zainudin

    Sardar menyorotinya dari segi informasi yang ditawarkan. Menurutnya, dari

    perspektif Islam, yang pertama harus disadari adalah bahwa informasi akan

    mempunyai arti hanya ia berada di dalam kerangka pengetahuan tentang

    masyarakat, hanya bila komponen sasarannya selaras dengan aspek-aspek mutlak,

    substisional, cultural dan subyektif suatu masyarakat, barulah informasi akan

    memberikan sumbangan positif kepada masyarakat itu. Keselarasan itu hanya

    dapat terjadi hanya jika negeri-negeri muslim menghasilkan informasi mereka

    sendiri dengan perlengkapan relevan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan para

    pembuat keputusan dan komunitas-komunitas mereka. Strategi informasi bagi

    dunia Muslim harus didasarkan kepada kesadaran ini.57

    Prospek internet sebagai media dakwah secara lebih menjanjikan dapat

    kita simak melalui tulisan Zulkiple Abd Ghani dalam bukunya Islam, Komunikasi

    dan Teknologi Maklumat. Lebih jauh lagi Zulkiple Abd Ghani juga

    menggambarkan bagaimana umat muslim masih rendah dalam penguasaan akan

    teknologi komunikasi.58

    Bahkan, menurut Moh. Ali Aziz dengan media internet inilah dakwah

    memainkan perannya dalam menyebarkan informasi tentang Islam ke seluruh

    penjuru tanpa mengenal waktu dan tempat. Semua orang dari berbagai etnis dan

    berbagai agama dapat mengaksesnya dengan mudah. Tidak hanya pasif, pengguna

    internet bisa proaktif untuk menentang, menyetujui, atau berdiskusi tentang

    sebuah pemikiran keagamaan. Selain bermanfaat untuk dakwah, internet juga

    menyediakan informasi dan data yang kesemuanya memudahkan umat untuk

    berkarya. Karena itu, suatu ironi jika di kalangan ulama masih terdapat fatwa yang

    mengharamkan internet untuk lembaga pendidikan atau lembaga dakwah karena

    56 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 209. 57 Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Menjangkau Informasi Abad 21, (Bandung:

    Mizan, 1989), h. 32. 58 Salman Yoga S, Dakwah di Internet: Konsep Ideal, Kondisi Objektif dan Prospeknya,

    2015, h. 63.

     

  • 33 media ini di pandang berisi informasi penuh kebohongan dan gambar-gambar

    porno yang merusak akhlak. Jikalau umat Islam tidak segera memanfaatkan media

    tersebut di era global sekarang ini, maka dakwah Islam akan semakin terasing dan

    terpinggirkan di tengah persaingan ideologi-ideologi sekuler dan agama-agama

    besar lainnya.59

    Namun demikian, penting dicatat bahwa jumlah umat Islam sebagai

    mayoritas memang masih relatif rendah dalam mengakses internet, bahkan ada

    sejumlah resistensi terhadap internet itu sendiri. Namun, hal ini terus mengalami

    perkembangan yang kemudian menempatkan internet—dengan berbagai interface

    yang dimilikinya—menjadi bagian dari kesenangan, pendidikan, bisnis, dan

    bahkan ekspresi dan pemahaman keagamaan.60

    59 Ahmad Zaini, Dakwah Melalui Internet, 2013, h. 103-104. 60 Moch. Fakhruroji, Dakwah di Era Media Baru, h. 209.

     

  • 34

    BAB III

    GAMBARAN UMUM TENTANG AKUN INSTAGRAM

    MEMECOMIC.ISLAM DAN MEME ISLAMI

    A. Akun Instagram Memecomic.Islam

    Memecomic.islam adalah akun yang bertemakan Islam, pertama kali

    dibuat pada tahun 2013 ketika saat itu masih viral-viralnya tentang meme di media

    sosial. Fajar Ryandoko pembuat akun memecomic.islam sebelumnya pernah

    mendaftar menjadi admin dari akun media sosial berbasis Islam yang bernama

    Meme Islam Indonesia namun karna berbagai hal ia tidak diterima menjadi admin

    dari akun tersebut dan pada akhirnya ia memutuskan untuk membuat akun

    fanpage facebook yang diberi nama Memecomic.islam. Akun memecomic.islam

    dibuat dengan bertujuan untuk mengenalkan Islam melalui meme comic serta

    memberikan nilai positif untuk penikmat meme atau rage comic yang diharapkan

    dapat mencakup para remaja yang memang menyukai meme itu sendiri.1

    Akun tersebut diberi nama memecomic.islam karena sedang viral-viralnya

    postingan meme di media sosial. Meme itu sendiri menurut Fajar Ryandoko adalah

    semacam suatu kejadian yang sangat bisa mempengaruhi masyarakat dan bisa

    menyebar dengan sangat cepat layaknya virus, oleh karena itu diharapkan akun

    memecomic.islam dapat menyebarkan kebaikan dengan sangat cepat kepada

    masyarakat luas.2

    Setelah melihat fanpage facebook mendapatkan respon yang cukup baik

    dengan ribuan followers dan likes, barulah dibuat akun memecomic.islam di

    berbagai platform sosial media mulai dari twitter, website, sampai line dan

    instagram saat ini.3

    1 Wawancara pribadi denga