Upload
hakhanh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS EKONOMIKOTA SURAKARTA TAHUN 2014
Ukuran Buku : 18,5 cm x 27 cmJumlah Halaman : iii + 72 halaman
Gambar :Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta
Diterbitkan oleh :Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
Daftar Isi
Daftar isi ……………………………………………………………………............ i
Kata Pengantar …………………………………………………………………….. ii
I Gambaran Umum …………………………………………………………………
II Ekonomi Makro ……………………………………………………………………
III Ekonomi Sektoral …………………………………………………………………
IV Inflasi ………………………………………………………………………………….
V Penutup ……………………………………………………………………………….
Lampiran ……………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadiaran Tuhan Yang Maha
Kuasa atas limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga
penyusunan Buku Analisa Ekonomi Kota Surakarta tahun 2014 dapat
terlaksana baik.
Dengan semakin meningkatnya pembangunan Kota Surakarta
dewasa ini, maka tidak dapat dihindari pula bertambahnya
permasalahan ekonomi masyarakat dengan berbagai sebab dan
implikasinya, seperti masalah perekonomian secara makro maupun
mikro dan agregat penyusunannya.
Dalam hal penyediaan data dan informasi yang dapat
mendukung pencapaian visi dan misi Kota Surakarta, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta menyusun dan
menerbitkan Buku Analisa Ekonomi Kota Surakarta tahun 2014 yang
di harapan bermanfaat bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Akhirnya, diucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Kritik dan
saran sangat diharapkan karena kami menyadari kekurangan yang
ada.
Semoga Allah SWt, Tuhan YME selalu membimbing kita di
jalan yang di ridhoi-Nya.
Surakarta, September 2015
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan DaerahKota Surakarta
Ir. Ahyani, MANIP.196311231990031000
BAB I
GAMBARAN UMUM
Kota Surakarta yang dikenal dengan sebutan “Kota Sala”
terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini mempunyai luas wilayah
44.04 km2. terdiri atas 5 (lima) kecamatan, 51 kelurahan, 604 Rukun
Warga (RW) dan 2.714 Rukun Tetangga (RT).
Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Laweyan, Serengan,
Pasarkliwon, Jebres dan Banjarsari. Kecamatan Banjarsari
merupakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah 14,81 km2. atau
33,63 persen dari luas Kota Surakarta, sedangkan Kecamatan
Serengan merupakan Kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu
3,19 km2..
Bermula dari sebuah desa yang dihuni oleh seorang Kyai yang
bernama Ki Gedhe Sala, akhirnya dalam perkembangannya dikenal
sebagai Kota Sala. Sejarah diawali dengan hancurnya Keraton
Kartasura akibat pemberontakan “Geger Pecinan”, yaitu
pemberontakan RM Garendi yang dibantu Adipati Martopuro dan
barisan pemberontak Cina. Dengan rusaknya keraton tersebut maka
pada tahun 1744 Desa Sala dipilih oleh Sunan Paku Buwana II menjadi
ibukota kerajaan yang kemudian disebut Surakarta Hadiningrat.
Prosesi pindahnya Keraton Kartasura Hadiningrat ke Surakarta
dilaksanakan pada hari Rabu Pahing, tanggal 14 Sura 1670 atau
tanggal 17 Pebruari 1745 pada kalender Masehi. Dengan demikian
secara resmi Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Susuhunan Pakoe Boewono
II bertahta di Keraton Surakarta. Tanggal itu pulalah yang kemudian
ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sala. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia sebagai Negara, selanjutnya dalam
perkembangannya Surakarta telah memenuhi standar kriteria sebagai
Daerah Otonom berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam lingkungan Provinsi
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istrimewa
Yogyakarta yang disebut dengan Daerah Kota Madya Surakarta.
Kemudian berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, Kotamadya Surakarta disebut Daerah
Tingkat II dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai Kota Surakarta.
Kota Surakarta biasanya disebut juga nagari oleh penduduk
kabupaten-kabupaten di sekitarnya, karena kota ini dulunya menjadi
pusat kerajaan Surakarta Hadiningrat. Pada jaman kemerdekaan, Kota
Sala menjadi pusat dari Karesidenan Surakarta, dan ketika masa
pemerintahan Orde Baru, status Kota Surakarta tidak lagi menjadi
pusat Karesidenan karena dihapus oleh Pemerintah. Sampai sekarang
sebutan Karesidenan Surakarta tersebut sudah tidak ada dan secara
kelembagaan Karesidenan Surakarta sudah diganti dengan Badan
Koordinator Wilayah dan masih menjadi pusat budaya maupun
spiritual bagi masyarakat Kota Sala dan Jawa Tengah.
Kota Surakarta memiliki potensi budaya dan ekonomi yang telah
dikenal sampai keluar daerah terutama di bidang pariwisata dan
perdagangan. Potensi wisata di Surakarta tidak hanya meliputi wisata
sejarah seperti Kraton Surakarta, Pura Mangkunegaran dan Museum
Radyapustaka, ataupun wisata belanja terutama batik di Pasar Klewer,
Kampung Batik Laweyan, Kampung Batik Kauman, Pusat Grosir Solo
dan Beteng Plaza, tetapi juga event-event wisata yang telah menjadi
acara tahunan di kota ini, seperti Solo Batik Carnival, Sekatenan,
Karnaval Wayang dan lain-lain.
Kota Surakarta terletak antara 110o45’15” – 110o45’35 Bujur
Timur dan 7o36’00” – 7o56’00” Lintang Selatan. Wilayah ini
merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter dari
permukaan laut dan dilalui oleh sungai Pepe, Jenes dan Bengawan
Solo. Kota Surakarta berbatasan dengan kabupaten lain yaitu:
Sebelah Utara :berbatasandengan Kabupaten Karanganyardan Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten KaranganyarSebelah Selatan : berbatasan Kab. Sukoharjo dan KaranganyarSebelah Barat : berbatasan dengan Kab. Klaten, Karanganyar dan
Sukoharjo
Pembangunan nasional di negara-negara yang mayoritas
penduduknya hidup di sektor pertanian pada umumnya terfokus pada
pembangunan ekonomi dengan memprioritaskan upaya pembangunan
dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan
masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan
peningkatan kualitas dan standar hidup yang diukur antara lain
melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan
Produk Domestik Regional Bruto pada tingkat daerah baik provinsi,
kabupaten maupun kota.
Sedangkan pembangunan wilayah yang penduduknya mempunyai
lahan pertanian sempit, pembangunan tertuju pada sector
perdagangan dan jasa.
Pembangunan nasional harus memperhatikan kondisi daerah-daerah
diseluruh Indonesia karena pembangunan daerah tidak bisa
disamaratakan dengan alasan perbedaan karakteristik, budaya,
keadaan sosial dan sebagainya. Maka dari itu, keberhasilan
pembangunan nasional bisa terlihat dari pembangunan daerah daerah
yang ada.
Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat, yang menyatakan bahwa fungsi sekaligus
tujuan Negara Indonesia yakni memajukan kesejahteraan umum.
Salah satu proses pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari tugas
pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Ini berarti bahwa
pembangunan merupakan implementasi dari tugas pelayanan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan, pertimbangan atas upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat luas harus menjadi perhatian utama. Oleh karena itu,
salah satu indikator utama untuk melihat/mengukur berhasil
tidaknya suatu proses pembangunan adalah sampai sejauh mana atau
seberapa besar tingkat kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat
dilihat dari bagaimana masyarakat dapat menikmati hasil-hasil
pembangunan dengan mudah, seperti listrik, air bersih, BBM, sarana
dan prasarana perhubungan/transportasi dan sebagainya.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development)
dengan menggunakan potensi sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan
mempengaruhi keberhasilan pembangunan ekonomi daerah tersebut.
Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai
pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri, dan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih. Namun
begitu harus diperhatikan bahwa pembangunan ekonomi tanpa
pembangunan moral masyarakatnya dari sisi agama akan menjadi
salah satu penyebab tidak berkembangnya pembangunan tersebut.
Pencapaian pelaksanaan pembangunan yang diharapkan tersebut
tidak dapat dipisahkan dari perubahan sistem penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU No. 32
Tahun 2004 menjadi reformasi dalam tata hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah serta menjadi cikal bakal lahirnya
otonomi daerah di Indonesia termasuk adanya desentralisasi fiskal.
Adanya otonomi daerah mampu mendorong kegairahan daerah untuk
memngembangkan perekonomiannya. UU No. 32 Tahun 2004,
menyebutkan bahwa pembangunan harus memperhatikan potensi
dan keanekaragaman daerah, karena setiap daerah memiliki karakter
baik itu sosial, budaya, bahkan geografis yang berbeda sehingga perlu
kebijakan yang berbeda pula. Maka, kebijakan pembangunan
ekonomi yang diambil oleh pemerintah daerah diharapkan mampu
memaksimalkan potensi yang ada didaerahnya agar mampu
mencapai hasil pembangunan yang optimal. Keberhasilan
pembangunan ekonomi dilihat melalui pertumbuhan ekonominya,
dimana pertumbuhan ekonomi dapat diukur salah satunya
menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dalam rangka mengoptimalkan pembangunan ekonomi lokal di era
otonomi yang mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, secara otomatis menuntut pemerintah daerah
untuk berorientasi secara global. Dikarenakan kondisi tingkat
persaingan antar negara yang semakin tinggi dan tidak menutup
kemungkinan akan berdampak pada perekonomian di Indonesia
khususnya di daerah. Oleh karena itu, tantangan pemerintah daerah
bukan lagi pada otonomi maupun desentralisasi, melainkan daerah
dituntut untuk meningkatkan daya saingnya.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan
menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job
creation). Jika dilihat dari kemakmuran suatu daerah, maka daerah
satu tidak akan sama dengan daerah yang lainnya walaupun dalam
satu provinsi.
Perbedaan SDA tersebut merupakan modal awal dalam
pembangunan yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Selain
mengandalkan SDA yang ada dibutuhkan juga sinergi dengan faktor-
faktor lain sepeti SDM yang mengelola SDA, teknologi sebagai alat
“tools” untuk mengelola SDA. Sehingga akan dihasilkan barang dan
jasa yang baik dan berkualitas, yang akhirnya berdampak pada
pendapatan daerah tersebut. Seketika tejadi multiplier effect dalam
kegiatan perekonomian dan perputaran uang akan terjadi.
Kota Surakarta sebagai salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa
Tengah, merupakan kota sedang diantara kota-kota di Jawa Tengah
Jumlah Kepadatanpenduduk Jumlah Kepadatan
penduduk Jumlah Kepadatanpenduduk Jumlah Kepadatan
penduduk Jumlah Kepadatanpenduduk
1 Kota Magelang 18,12 118.413 6.535 118.957 6.565 119.523 6.596 119.935 6.619 120.373 6.6432 Kota Surakarta 44,03 500.173 11.360 502.866 11.421 505.413 11.479 507.825 11.534 510.077 11.5853 Kota Salatiga 52,96 170.801 3.225 173.402 3.274 176.031 3.324 178.594 3.372 181.193 3.4214 Kota Semarang 373,67 1.560.167 4.175 1.588.408 4.251 1.616.596 4.326 1.644.800 4.402 1.672.999 4.4775 Kota Pekalongan 44,96 281.991 6.272 285.026 6.340 287.978 6.405 290.870 6.470 293.704 6.5336 Kota Tegal 34,49 240.020 6.959 241.402 6.999 242.605 7.034 243.860 7.070 244.998 7.103
6 Kota di JawaTengah 568,23 2.871.565 5.054 2.910.061 5.121 2.948.146 5.188 2.985.884 5.255 3.023.344 5.321
2014
Penduduk 6 Kota di Jawa Tengah Tahun 2010-2014 ( jiwa)
No Kabupaten/KotaLuas
Wilayah(km2)
2010 2011 2012 2013
bila ditinjau dari segi luas wilayah.. Kota Surakarta mempunyai luas
wilayah 44,03 km2 sedangkan Kota Magelang 18,12 km2, Kota Salatiga
52,96 km2, Kota Semarang 373,67 km2, Kota Pekalongan 44,96 km2
dan Kota Tegal 34,49 km2 . Dari 6 kota tersebut Kota Surakarta
luasnya berada diatas Kota Magelang dan kota Tegal, tapi dibawah
kota Salatiga dan Kota Semarang.
Sedangkan dilihat dari jumlah penduduknya Kota Surakarta berada
dibawah kota Semarang dan masih diatas empat Kota yang ada di
Jawa Tengah.
Jumlah penduduk dari tahun ke tahun disetiap kota perkembangannya
mengalami kenaikan. Kota Surakarta dengan luas yang sangat sempit tapi
memiliki penduduk yang cukup banyak. Sehingga kepadatan per km2
menjadi tinggi. Pada tahun 2014 urutan kota dengan jumlah penduduk
terbanyak adalah Kota Semarang 1.672.999 jiwa disusul Kota Surakarta
dengan jumlah penduduk sebanyak 510.077 jiwa diikuti kota Pekalongan
dengan jumlah penduduk sebanyak 293.704 jiwa, kota Tegal sebanyak
244.998 jiwa, Kota Salatiga dengan penduduk 181.193 jiwa dan terkecil
penduduknya adalah kota Magelang sebanyak 120.373 jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang banyak dan luas wilayah yang sempit akan berakibat pada
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi per km2 nya. Hal ini dialami oleh
Kota Surakarta dan Kota Tegal. Tingkat kepadatan penduduk per km2 kota
Surakarta besarnya 11.585 jiwa/km2, Kota Tegal mempunyai tingkat
kepadatan sebesar 7.103 jiwa/km2, disusul Kota Magelang 6.643 jiwa/km2,
Kota Pekalongan 6.533 jiwa/km2, Kota Semarang sebanyak 4.477 jiwa/km2,
Jumlah Kepadatanpenduduk Jumlah Kepadatan
penduduk Jumlah Kepadatanpenduduk Jumlah Kepadatan
penduduk Jumlah Kepadatanpenduduk
1 Boyolali 1.015,07 932.193 918 938.999 925 945.534 931 951.817 938 957.857 9442 Klaten 655,56 1.131.913 1.727 1.137.909 1.736 1.143.633 1.745 1.148.994 1.753 1.154.040 1.7603 Sukoharjo 466,66 825.887 1.770 833.933 1.787 841.771 1.804 849.506 1.820 856.937 1.8364 Wonogiri 1.822,37 930.422 511 934.689 513 938.641 515 942.377 517 945.817 5195 Karanganyar 772,20 814.907 1.055 823.486 1.066 831.916 1.077 840.171 1.088 848.255 1.0986 Sragen 946,49 859.716 908 864.029 913 868.105 917 871.989 921 875.600 9257 Kota Surakarta 44,03 500.173 11.360 502.866 11.421 505.413 11.479 507.825 11.534 510.077 11.585
se-eksKaresidenan 5.722,38 5.995.211 1.048 6.035.911 1.055 6.075.013 1.062 6.112.679 1.068 6.148.583 1.074
2014
Penduduk Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan SurakartaProvinsi Jawa Tengah, 2010-2014
( jiwa)
No Kabupaten/KotaLuas
Wilayah(km2)
2010 2011 2012 2013
dan tingkat kepadatan terkecil kota Salatiga 3.421 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk kota yang berada diatas kepadatan penduduk provinsi adalah
Kota Surakarta, Kota Tegal, Kota Magelang, dan Kota Pekalongan.
Sedangkan dua Kota berada dibawah kepadatan penduduk provinsi adalah
kota Salatiga dan Kota Semarang. Dilihat dari angka relatif ke 6 kota yang
ada di Jawa Tengah Kota Surakarta memberikan kontribusi kepadatan
penduduk sebesar 29,13 %, seperempat lebih dari total kepadatan
penduduk. Dan terkecil adalah kota Salatiga sebesar 8,60 %.
Diantara 6 kota di Jawa Tengah, Kota Surakarta mempunyai tingkat
kepadatan yang paling tinggi. Hal ini perlu adanya perhatian serius untuk
mencermati tentang kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan jumlah
penduduk di kota Surakarta.
Untuk perbandingan diantara kabupaten kota se-eks karesidenan
Surakarta maka akan berbeda juga keadaannya.
Di tinjau dari luas wilayah, Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten
terluas diantara kabupaten-kota se-eks Karesidenan Surakarta dengan luas
1.882,37 km2 , disusul kabupaten Boyolali 1.015,07 km2 , Kabupaten Sragen
946,49 km2 , Kabupaten Karanganyar 772,20, Kabupaten Klaten 655,56
km2 , Kabupaten Sukoharjo 466,66 km2 , dan terakhir Kota Surakarta
dengan luas wilayah 44,03 km2 . Dari 7 kabupaten Kota se eks Karesidenan
distribusi luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Wonogiri dengan luas
31,85 % terhadap total luas wilayah se-eks Karesidenan. Persentase
berikutnya adalah kabupaten Boyolali 17,74 %, Kabupaten Sragen
16,54%, Kabupaten Karanganyar 13,49%, Kabupaten Klaten 11,46 %,
Kabupaten Sukoharjo 8,15 % dan terkecil wilayah Kota Surakarta
0,77%.
Namun demikian dengan luas wilayah yang relatif kecil Kota
Surakarta memiliki jumlah penduduk yang tidak banyak yaitu
510.077 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak dimiliki oleh Kabupaten
Klaten 1.154.040 jiwa. Dengan jumlah penduduk dan luas wilayah
yang ada dapat diketahui tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah.
Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta sangat tinggi yaitu
11.585 jiwa/km2, disusul kabupaten Sukoharjo 1.836 jiwa/km2,
Kabupaten Klaten 1.760 jiwa/km2, Kabupaten Karanganyar 1.098
jiwa/km2, Kabupaten Boyolali 944 jiwa/km2, Kabupaten Sragen 925
jiwa/km2, dan yang terkecil tingkat kepadatannya Kabupaten
Wonogiri 519 jiwa/km2. Dilihat dari kontribusi kepadatan penduduk
di wilayah se-eks Karesidenan Surakarta, Kota Surakarta memiliki
kontribusi paling tinggi diantara kabupaten se wilayah eks
Karesidenan Surakarta 62,06%. Kota Surakarta dengan kepadatan
11.585 jiwa/km2 merupakan kepadatan yang cukup tinggi, belum
penduduk pada siang hari. Hal ini perlu dicermati dalam mengambil
kebijakan yang berkaitan dengan kondisi sosial terutama tentang
penduduk. Perbandingan antar wilayah dan perbandingan antar
status wilayah, kota Surakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk
cukup tinggi. Pada tingkat provinsi Jawa Tengah Kota Surakarta
masih memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi
diantara kabupaten kota.
Sama seperti karakteristik perkotaan lainnya, dimana kontribusi
sektor tersier dan sekunder lebih dominan dibandingkan sektor
primer, struktur perekonomian Kota Surakarta ditopang oleh sektor
jasa perdagangan, jasa wisata (hotel, restoran, budaya dan hiburan)
serta jasa pendidikan. Struktur perekonomian ini dapat dilihat dari
indikator kontribusi sektoral dari PDRB Kota Surakarta. PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha pada suatu wilayah atau jumlah
seluruh nilai barang dan jasa akhir tahun yang dihasilkan seluruh unit
usaha yang ada pada suatu wilayah.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan kontibutor sektor
terbesar dalam struktur PDRB Kota Surakarta dalam 5 tahun
terakhir, dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,35% terhadap PDB
Kota Surakarta. Sub sektor perdagangan, termasuk dalam kategori ini
adalah perdagangan besar (grosir) dan eceran (retail), baik di bidang
tekstil dan turunannya, termasuk di bidang food and beverage.
Pertumbuhan dari sektor ini termasuk tinggi disamping dari sektor
jasa keuangan. Sehingga dengan adanya bencana kebakaran Pasar
Klewer pada akhir tahun 2014, dampak kontibusi dan pertumbuhan
sektor ini dan sektor keuangan, diperkirakan akan mengalami
penurunan terhadap PDRB pada tahun 2015.
Sektor unggulan di kota Surakarta secara umum dapat
dilihat pada masing-masing cluster di setiap Kecamatan, hal tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kecamatan Laweyan, berupa kampung batik Laweyan, mencakup
batik, garmen maupun olah tekstil, mebel, dengan kegiatan
pendukungnya adalah pendidikan, biro travel, perhotelan,
maupun tempat wisata.
2. Kecamatan Serengan, berupa industri pengolahan makanan dan
minuman, pakaian tradisional, industri kreatif, baik kerajinan
batik, maupun pembuatan letter.
3. Kecamatan Pasarkliwon, berupa kerajinan dan batik kayu, biro
perjalanan, kesenian tradisional, tempat wisata, maupun jasa
sablon.
4. Kecamatan Jebres, berupa meubel, batik tekstil dan garmen, serta
jasa pendukung berupa hotel, jasa kursus, jasa pendidikan
maupun pelatihan, dan gedung olah raga.
5. Kecamatan Banjarsari berupa minuman tradisional (jamu),
krupuk, sangkar burung, meubel, dan jasa pendukungnya berupa
pendidikan, biro perjalanan dan penginapan/hotel.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta sejak tahun 2010-2014
masih menunjukkan trend yang meningkat, meskipun 2 tahun
terakhir menunjukkan perlambatan, seiring dengan trend
perlambatan ekonomi nasional dan global. Trend ini juga berlaku
sama, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah dan nasional. Dalam periode tahun 2010 – 2014
pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta menunjukkan kinerja yang
lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah dan pertumbuhan ekonomi nasional. Indikator ini
menunjukkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta masih
underperform dibandingkan kinerja perkonomian Provinsi Jawa
Tengah dan perekonomian nasional, meskipun ekonomi daerah
masih tetap tumbuh.
Pendapatan per-kapita Kota Surakarta sejak tahun 2010-2014
menunjukkan trend yang meningkat, sebagaimana bisa dilihat dari
grafik dibawah. Secara umum rata-rata pendapatan per-kapita Kota
Surakarta sejak tahun 2010-2014 sebesar Rp. 11.402.282,98 lebih
tinggi dari rata-rata tingkat pendapatan per-kapita Propinsi Jawa
Tengah sebesar Rp. 6.395.830,74. Meningkatnya pendapatan per-
kapita, menjadi indikasi meningkatnya daya beli/purchasing power
dari masyarakat Kota Surakarta yang semakin meningkat. Variabel
ini berpengaruh terhadap komposisi dari indeks pembangunan
manusia (IPM).
Perkembangan nilai ekspor Kota Surakarta dalam periode tahun
2010-2014, menunjukkan trend yang menurun. Kondisi inilah yang
menjelaskan, meskipun perekonomian Kota Surakarta masih tetap
tumbuh, namun pertumbuhannya di bawah pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Penurunan kinerja ekspor Kota Surakarta sangat dipengaruhi oleh
perekonomian negara utama tujuan ekspor Kota Surakarta, yaitu
Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, khususnya Eropa
barat. Dengan pertumbuhan ekonomi yang minus di kawasan Eropa
dan recovery ekonomi yang lambat di Amerika Serikat, menyebabkan
daya beli dan permintaaan komoditas ekspor Kota Surakarta
cenderung menurun. Komoditas utama ekspor masih didominasi oleh
tekstil dan turunannya, mebel, batik, kantong plastik dan kerajinan
kayu/rotan.
Beberapa negara tujuan ekspor utama Kota Surakarta adalah
Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris, Italy, Kanada, Perancis,
Spanyol, China dan Jepang serta Turki.
Investasi merupakan salah satu komponen utama pertumbuhan
ekonomi. Iklim investasi akan sangat banyak dipengaruhi oleh
variabel ekononomi yang lain, seperti tingkat suku bunga, nilai tukar,
inflasi dan masalah struktural yang lain. Secara umum dalam kurun 5
tahun terakhir perkembangan nilai investasi untuk usaha mikro, kecil
dan menengah di Kota Surakarta menunjukkan peningkatan,
meskipun pada tahun 2014 sedikit menurun seiring dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik. Data nilai
investasi yang ditampilkan, adalah nilai-nilai investasi yang
dicantumkan atas dasar modal usaha yang diberikan oleh pemohon
perijinan usaha kepada Pemerintah Kota Surakarta.
Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam
kelompok pengangguran diukur dengan tingkat pengangguran
terbuka (TPT). TPT didefinisikan sebagai prosentase jumlah
penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Indikator TPT sangat
berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaaan lapangan kerja
baru, selain itu juga berfungsi sebagai indikasi tingkat keberhasilan
program ketenagakerjaaan dari tahun ke tahun, sekaligus sebagai
bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian
nasional/daerah, disamping angka kemiskinan.
Dari data TPT Kota Surakarta periode tahun 2010 – 2013,
menunjukkan trend yang menurun, artinya meskipun variabel
ketenagakerjaan melalui indikator TPT sangat berhubungan dengan
variabel lain seperti tingkat pertumbuhan ekonomi (melalui Hukum
Okun), namun secara umum dalam 5 tahun terakhir, tingkat
pengangguran di Kota Surakarta cenderung menurun. Indikasi ini
sekaligus menjelaskan secara tidak langsung kemampuan
Pemerintah Daerah dalam menyediakan lapangan kerja dan
keberhasilan program pembangunan daerah, melalui penurunan
tingkat pengangguran di Kota Surakarta.
BAB II
EKONOMI MAKRO
Perjalanan pembangunan ekonomi telah menimbulkan berbagai
macam perubahan terutama pada struktur perekonomian.
Perubahan struktur ekonomi merupakan salah satu karakteristik
yang terjadi dalam pertumbuhan ekonomi pada hampir setiap negara
maju. Pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan
nasional merupakan suatu proses perubahan yang terencana dalam
upaya mencapai sasaran dan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang di dalamnya melibatkan seluruh
kegiatan yang ada melalui dukungan masyarakat di berbagai sektor.
Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta
aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Perencanaan
pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah, memerlukan
berbagai macam informasi statistik untuk dasar penentuan strategi
dan kebijaksanaan, agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan
tepat. Arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar
pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat
pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mengetahui tingkat dan
pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik
pendapatan regional secara berkala, untuk kegunaan perencanaan
pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
Ekonomi makro meliputi berbagai konsep dan variabel, tetapi
selalu ada tiga topik utama untuk kegiatan ekonomi makro. Teori-
teori ekonomi makro biasanya terhubung dengan fenomena
keluaran, pengangguran dan inflasi. Diluar teori ekonomi makro,
topik-topik tersebut juga sangatlah penting untuk semua agen
kegiatan ekonomi termasuk pekerja, konsumen dan produsen.
Keluaran ialah total nilai seluruh produksi di suatu wilayah pada
masa yang sudah ditentukan. Semua yang diproduksi dan dijual
menghasilkan pendapatan. Maka dari itu, keluaran dan pendapatan
biasanya dianggap setara dan dua istilah tersebut sering digunakan
berganti-gantian. Keluaran bisa diukur sebagai jumlah pendapatan,
atau, bisa dilihat dari sisi produksi dan diukur sebagai jumlah
nilai barang jadi dan jasa atau bisa juga dari penjumlahan
seluruh nilai tambah di dalam suatu wilayah.
Keluaran ekonomi makro biasanya diukur dengan Produk
Domestik Bruto (PDB) atau salah satu akun nasional. Sedangkan
keluaran dalam suatu wilayah atau regional maka biasa disebut
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonom yang
tertarik dengan kenaikan keluaran jangka panjang akan mempelajari
pertumbuhan ekonomi. Kemajuan teknologi, akumulasi mesin
dan modal lainnya, serta pendidikan yang lebih baik dan modal
manusia semuanya akan berujung pada keluaran ekonomi lebih
besar di selama berjalannya waktu. Tetapi, keluaran tidak selalu naik
secara konsisten. Siklus bisnis bisa menyebabkan penurunan
keluaran jangka pendek yang disebut resesi. Ekonom
mencari kebijakan ekonomi makro yang bisa mencegah ekonomi
anjlok ke jurang resesi dan akhirnya bisa memacu pertumbuhan
jangka panjang dengan lebih cepat.
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi
perekonomian suatu wilayah atau daerah dapat dilihat melalui
neraca ekonominya, mencakup informasi semua barang dan jasa
sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di
wilayah domestik. Untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari
sektor ekonomi, di mana mencakup kegiatan ekonomi yang ada di
dalam kota Surakarta, untuk mencukupi hal tersebut diperlukan
uraian atau penjelasan singkat tentang kondisi ekonomi regional.
Untuk itu disusunlah Analisis ekonomi Kota Surakarta yang
diharapkan dapat menjelaskan dan memberi gambaran sederhana
tentang kondisi ekonomi di Kota Surakarta.
Pada langkah awal untuk mempermudah melihat ekonomi makro
pada perkembangan PDRB perlu di golongkan menjadi ekonomi
primer, ekonomi sekunder dan ekonomi tersier. Ekonomi makro
menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak
masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat
digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi
target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas
harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.
Ekonomi makro meliputi berbagai konsep dan variabel, tetapi
selalu ada tiga topik utama untuk kegiatan ekonomi makro. Teori-
teori ekonomi makro biasanya terhubung dengan fenomena
keluaran, pengangguran dan inflasi. Diluar teori ekonomi makro,
topik-topik tersebut juga sangatlah penting untuk semua agen
ekonomi termasuk pekerja, konsumen dan produsen.
Untuk memperkecil ruang bahasan maka keluaran yang akan
disampaikan adalah tentang kondisi PDRB. Baik nantinya untuk
PDRB atas dasar harga berlaku maupun PDRB atas dasar harga
konstan. Waktu yang menjadi acuan adalah lima tahun terakhir.
Dan akan menjadi lebih mudah lagi dalam pemahaman PDRB
selanjutnya akan dibagi menjadi tiga sector dominan. Sektor pertama
biasa disebut dengan sektor primer, sektor kedua biasa disebut
sektor sekunder dan sektor ke tiga disebut sektor tersier. Pada
masing-masing sektor memiliki agregat atau penyusun yang berbeda.
Secara garis besar bahwa pertumbuhan ekonomi atas dasar harga
berlaku lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan atas dasar
harga konstan. Demikian juga nilai perkapita atas dasar harga
berlaku akan lebih besar dibandingkan dengan nilai perkapita atas
dasar harga konstan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada komponen
atas dasar harga berlaku menggunakan harga pasar atau harga yang
berlaku pada saat ini sedangkan komponen atas dasar harga konstan
menggunakan harga konstan pada tahun tertentu.
1. Ekonomi Primer
Sektor primer adalah sector ekonomi yang memanfaatkan sumber
daya alam secara langsung. Sektor ini mencakup pertanian,
kehutanan, perikanan, dan pertambangan. Industri sektor primer
umumnya merupakan bagian terpenting pada suatu negara
berkembang dan menurun tingkat kepentingannya seiring dengan
perkembangan negara tersebut menjadi negara maju. Sektor
Primer merupakan sektor utama perekonomian ekstrak atau hasil
bumi. Sektor ini meliputi bahan baku dan makanan dasar, yang
diterapkan dalan bentuk pertanian, perkebunan, pertambangan,
kelautan, dan sebagainya.
Pengembangan sektor primer bukan berarti mengesampingkan
pengembangan sektor lain. Sektor usaha lain selain pertanian
seperti sektor pariwisata, industri, kontruksi dan bangunan juga
sangat potensial untuk dikembangkan. Dengan seiring berjalannya
waktu, jika sektor primer penghasil bahan baku tumbuh pesat maka
sektor sekunder akan bergerak juga mengiringi pertumbuhan sektor
primer. Selain itu dengan meningakatkan sektor dimana sebagian
besar penduduk bekerja maka perekonomian akan semakin
meningkat. Jika terjadi peningkatan perekonomian masyarakat
maka daya beli masyarakat pun akan meningkat. Seiring dengan
meningkatnya perekonomian masyarakat maka akan terbentuk
usaha-usaha baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pertanian menjadi sektor primer sejak dahulu sebelum manusia
mengembangkan sektor ekonomi. Pertanian telah menjadi pemasok
utama sumber kehidupan manusia. Kondisi ini masih terus
berlangsung saat ini bahkan sampai masa yang akan datang. Selain
sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian juga
menjadi penyumbang bahan baku untuk sektor perdagangan dan
sektor industri. Sumberdaya lahan pertanian memberikan manfaat
yang sangat luas bagi sektor ekonomi, sosial maupun lingkungan.
Oleh karena itu hilangnya lahan pertanian akibat dikonversi ke
penggunaan non pertanian akan berdampak negatif terhadap
berbagai bidang pembangunan. Tingkat kebutuhan pangan dari
tahun ke tahun cenderung meningkat, namun tidak didukung
dengan produktifitas pertanian yang cenderung terus mengalami
penurunan. Penurunan produktifitas pertanian ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain laju konversi lahan pertanian yang terus
meningkat setiap tahunnya, faktor perubahan iklim yang
berpengaruh pada pola tanam dan pasca panen, bencana alam dan
penyebaran hama dan penyakit yang semakin sulit dikendalikan.
Konversi lahan pertanian ke non pertanian umumnya terjadi di
wilayah perkotaan. Hal ini sebagai konsekuensi perluasan kota yang
didorong oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi yang sangat besar
antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pertumbuhan ekonomi
wilayah perkotaan yang berbasis pada sektor non pertanian jauh
melebihi pertumbuhan wilayah perdesaan yang berbasis ekonomi
pada sektor pertanian.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pesat terutama di
Pulau Jawa menyebabkan banyak lahan-lahan pertanian yang subur
telah beralih fungsi menjadi penggunaan non pertanian untuk
bangunan tempat tinggal, fasilitas umum, lokasi industri dan
prasarana transportasi jalan dan jembatan.
Sejalan dengan otonomi daerah dan pemekaran wilayah, Kota
Surakarta berharap untuk dapat mengembangkan wilayah utara
menjadi program pembangunan yang signifikan. Sehingga
pemerataan dapat bisa lebih menyebar dan wilayah utara dapat
menjadi mercusuar pengembangan yang menjanjikan. Kecamatan
Banjarsari yang merupakan pemangku wilayah perlu ditunjang
dengan penyediaan berbagai infrastruktur, baik sarana prasarana
pemerintahan dan fasilitas pelayanan masyarakat. Penyediaan
permukiman baru di wilayah ini terus berkembang, ditandai dengan
meningkat kebutuhan lahan permukiman baru di wilayah
Kecamatan Banjarsari. Kondisi ini mendorong konversi lahan
pertanian terus meningkat sejalan dengan penetapan Kecamatan
Banjarsari sebagai wilayah pengembangan Solo Utara sebagai kota
bisnis dan pusat perekonomian. Salah satu faktor pendorong
konversi lahan pertanian ke non pertanian adalah kebutuhan
penyediaan lahan bagi perumahan. Perkembangan pembangunan
perumahan yang sangat pesat mendorong terjadinya konversi lahan
pertanian ke non pertanian. Konversi lahan pertanian
menimbulkan berbagai implikasi yang berdampak pada kehidupan
masyarakat petani yang sangat menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian.
Konversi lahan pertanian di satu sisi meningkatkan nilai lahan yang
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi sektor non agraris.
Namun pada sisi lain konversi lahan yang terus berlangsung
berakibat secara langsung pada sektor pertanian antara lain
berkurangnya luas panen, produktivitas menurun, menyempitnya
kepemilikan lahan pertanian serta hilangnya kesempatan kerja dan
peluang berusaha di sektor pertanian. Percepatan pembangunan
yang terjadi di Kecamatan Banjarsari sebagai perkembangan kota
dan pertumbuhan ekonomi namun di sisi lain berimbas pada laju
konversi lahan pertanian yang semakin meningkat di wilayah ini.
Kondisi ini secara tidak langsung akan berdampak pada kondisi
sosial ekonomi rumah tangga petani yang menggantungkan hidup
dari kegiatan usaha pertanian. Sebagian besar petani yang terdapat
di Kecamatan Banjarsari merupakan petani tradisional yang sangat
menggantungkan hidup dari kegiatan usaha pertanian. Semakin
berkurangnya kesempatan kerja dan peluang usaha di sektor
pertanian akibat konversi lahan menjadi permasalahan yang
tersendiri dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga
petani. Konversi lahan juga mengakibatkan perubahan lingkungan
fisik, biotik dan sosial. Perubahan lingkungan fisik ditandai dengan
berubahnya pola pemanfaatan lahan dari pertanian ke non
pertanian yang mengakibatkan bertambahnya kepadatan
bangunan, namun di sisi lain semakin berkurangnya lahan
pertanian. Perubahan lingkungan biotik antara lain perubahan
ekosistem sawah yang menyebabkan berkurangnya
keanekaragaman hayati. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke
non pertanian menyebabkan perubahan struktur mata pencaharian
penduduk dari agraris ke non agraris yang mempengaruhi kondisi
sosial ekonomi masyarakat petani.
Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik, biotik maupun
lingkungan sosial menyebabkan petani berusaha untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan di sekitarnya yang terus mengalami
perubahan akibat konversi lahan. Untuk itu diperlukan strategi
adaptasi petani yang sesuai dengan kondisi dan keadaan
masyarakat di wilayah Kecamatan Banjarsari.
Guna melihat lebih dalam terkait fenomena konversi lahan
pertanian di wilayah ini dan faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan serta bagaimana strategi adaptasi petani dalam
menghadapi permasalahan konversi lahan pertanian perlu
dilakukan kajian lebih lanjut di wilayah Kecamatan Banjarsari.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 5,532.79 0.06 5,927.58 0.05 6,205.92 0.05 6,611.99 0.05 6,862.31 0.05
2Pertambangan &Penggalian 2,942.37 0.03 3,010.49 0.03 3,009.79 0.02 3,002.94 0.02 2,982.14 0.02
Primer 8,475.16 0.09 8,938.07 0.08 9,215.71 0.08 9,614.93 0.07 9,844.45 0.07
STRUKTUR PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
Agregat sektor primer yang kedua adalah pertambangan dan
penggalian. Pada unsur kedua ini kota Surakarta sangat kecil sekali
bahkan dukungan terhadap nilai PDRB dibawah 0,05 %. Konversi
lahan dari pertanian ke non pertanian, menjadikan semakin
berkurangnya areal penggalian dan pertambangan di Kota
Surakarta. Penggabungan dua agregat menjadikan sektor primer
kontribusinya bertambah yaitu 0,09 %. Perkembangan selanjutnya
sektor primer kontribusi terhadap total PDRB Kota Surakarta lima
tahun terakhir semakin mengecil. Pada tahun 2010 sektor primer
memberikan kontribusi sebesar 0,09 %, pada tahun 2011
sumbangannya sebesar 0,08%, pada tahun 2012 sebesar 0,08%,
dan pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2013 dan 2014 turun
menjadi 0,07%. Hal ini dapat dimaklumi bahwa dengan
menyempitnya lahan pertanian dan areal pertambangan,
menjadikan turunnya produktivitas dari sektor primer. Kondisi ini
menggambarkan ciri dari wilayah perkotaan. Konversi lahan yang
menyediakan areal untuk perumahan atau areal bisnis merupakan
pendukung mengecilnya sumbangan sektor primer terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta. Pada dasarnya sektor
primer di Kota Surakarta sangat kecil agregat pendukungnya
terhadap nilai PDRB, bukan berarti dibiarkan begitu saja. Karena
itu pemerintah daerah sudah berusaha dengan program sawah
lestari. Tapi solusi yang diambil harus lebih cermat, seperti
penguasaan lahan pertanian oleh pemerintah perlu menjadi
perhatian.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 2,908.82 2,911.03 0.08 2,912.43 0.05 2,951.59 1.34 2,939.01 -0.43
2Pertambangan &Penggalian
1,832.36 1,809.03 -1.27 1,789.64 -1.07 1,764.96 -1.38 1,735.04 -1.70
Primer 4,741.18 0.00 4,720.06 -0.45 4,702.07 -0.38 4,716.55 0.31 4,674.05 -0.90
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PRIMER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
Perkembangan PDRB sektor primer 5 tahun terakhir selalu minus,
kecuali pada tahun 2013, sedikit mengalami kenaikan sebesar 0,31 %,
ini dikarena agregat dari sektor primer mengalami kenaikan. Pada
tahun 2011, perkembangan PDRB sektor primer turun -0,45 %, pada
tahun 2012 turun -0,38% dan pada tahun 2014 turun -0,90 %.
Perkembangan PDRB sektor primer tergambar bahwa tingkat
penurunan pada kurun waktu 5 tahun terakhir berfluktuasi. Rata-rata
nilai penurunan 5 tahun terakhir sebesar 27,2 juta rupiah per tahun.
Pada tahun 2011 nilai perkembanganya sebesar minus 21,12 juta
rupiah. Pada tahun 2012 minus 17,99 juta rupiah per tahun. Sektor
primer pada tahun 2014 nilainya 4.674,05 juta rupiah, turun 0,90 %
dari tahun sebelumnya. Turunnya 0,90 % disumbang oleh sektor
pertambangan dan penggalian. Penyebab yang cukup dominan
karena areal lahan yang menyempit dan para pelaku kegiatan sektor
ini sudah berkurang dikarena usia serta tidak adanya regenerasi. Bisa
dimaklumi dengan perkembangan pola hidup membawa generasi
muda menjadi lebih modern.
Sektor primer merupakan sektor yang membutuhkan lahan
yang luas. Dan sarana produksi lainnya untuk mendukung
produktivitas pada tiap tiap agregat. Di sektor primer dari tahun
ke tahun cenderung menurun hal ini disebabkan adanya proses
pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor- sektor
lainnya (sektor sekunder dan tersier) yang tidak dapat dihindari,
semakin berkurangnya potensi sumber daya alam dan
bertambahnya alih fungsi lahan produktif menjadi area
pemukiman dan industri menyebabkan pangsa sektor primer
lambat laun semakin tertinggal.
2. Sektor Sekunder
Sektor sekunder merupakan sektor yang mendukung sektor
primer. Sektor yang mengolah bahan baku dari sektor Primer
maupun Sektor sekunder itu sendiri, menjadi barang lain yang
lebih tinggi nilainya. Sektor ini meliputi Sektor Bangunan, Sektor
Industri Pengolahan dan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih.
Kata lain sektor sekunder merupakan sektor ekonomi yang
mengolah hasil sektor primer menjadi barang jadi, seperti
pada manufaktur dan konstruksi. Industri pada sektor ini dapat
dibagi menjadi industri ringan dan industri berat. Dalam proses
produksinya, industri pengolahan pada sektor ini umumnya
mengkonsumsi energi dalam jumlah besar, memerlukan pabrik
dan mesin, serta menghasilkan limbah.
Sektor sekunder adalah bagian manufaktur dari perekonomian
yang menggunakan bahan-bahan mentah dan barang-barang
setengah jadi (intermediate products) untuk menghasilkan
barang-barang jadi (final goods) atau barang-barang setengah jadi
lainnya. bagian dari sektor sekunder adalah sektor industri
pengolahan, sektor listrik , gas dan air minum, dan sektor
bangunan. Sektor industri adalah kegiatan yang meliputi proses
peningkatan kapasitas produksi yang bertujuan meningkatkan
mutu barang dan jasa. proses produksi dapat dilakukan secara
mekanis, kimiawi ataupun proses lainnya. Sektor listrik, gas dan
air minum adalah kegiatan yang meliputi proses pembangkitan
dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh pln
maupun non pln. Sektor gas adalah kegiatan proses produksi dan
penyediaan gas kota untuk dijual baik kepada sektor lain maupun
kerumah tangga. Sektor air minum adalah kegiatan yang meliputi
proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk
menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya. Sektor
bangunan adalah kegiatan yang meliputi proses konstruksi yang
dilakukan baik oleh kontraktor umum maupun oleh kontraktor
khusus yang mencakup kegiatan pembuatan, pembangunan,
pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan.
Sektor sekunder merupakan aktivitas lanjutan dari pada sektor
primer yang lebih bersifat pemprosesan dan pembuatan dan
banyak menggunakan keluaran (output) sektor primer sebagai
bahan mentah untuk diproses menjadi barang setengah jadi.
Sehingga dapat memberikan nilai tambahan yang besar kepada
sektor primer.
Pergerakan pola perekonomian dari sektor primer ke sektor
sekunder diharapkan mampu mempercepat pergerakan struktur
perekonomia di wilayah itu. Ketika sector primer mengalami
penurunan secara bersamaan sector sekunder mengalami
kenaikan. Demikian halnya dengan sektor tersier juga mengalami
peningkatan. Ini berarti bahwa struktur perekonomian suatu
wilayah mulai mengarah pada struktur ekonomi modern.
Kesempatan berusaha dan lapangan kerja terbuka, sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Ketika
sektor primer struktur perekonomiannya mengalami penurunan
demikian juga sector sekunder mengalami perlambatan dan sector
tersier mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah
tersebut sudah mengarah pada struktur perekonomian yang lebih
modern. Pergerseran sektor tidak hanya perubahan dari sector
yang lain, tapi bisa jadi pengaruh dari luar wilayah dapat
berdampak pada pergeseran sektor tersebut. Sebagai gambaran
seperti perubahan pola perekonomian di negara tetangga akan
berdampak pada pola perekonomian di negara kita.
Pada tahun 2014 sektor sekunder sebagai penyumbang peranan
terbesar kedua, berperan sebesar 36,19 persen setelah sektor
tersier. Sektor tersier mempunyai peran 63,74 %. Dari tiga agregat
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1IndustriPengolahan
2,081,494.89 20.94 2,233,247.76 20.32 2,390,894.46 19.63 2,623,767.70 19.29 2,901,686.21 19.19
2Listrik, Gas, danAir Bersih
259,004.47 2.61 287,576.62 2.62 317,497.14 2.61 363,004.58 2.67 404,684.38 2.68
3 Konstruksi 1,440,525.31 14.49 1,584,659.42 14.42 1,758,189.55 14.43 1,951,415.83 14.35 2,166,905.81 14.33
Sekunder 3,781,024.67 38.03 4,105,483.80 37.35 4,466,581.15 36.67 4,938,188.11 36.31 5,473,276.41 36.19
STRUKTUR PDRB SEKTOR SEKUNDER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
sektor sekunder yang memberikan kontribusi terbesar adalah
industri pengolahan besarnya 19,19% disusul sektor konstruksi
dengan kontribusi 14,33%. Sektor Listrik, gas dan air bersih
memberikan sumbangan sebesar 2,68 % terhadap total PDRBkota
Surakarta. Struktuar PDRB sektor sekunder dari tahun ke tahun
mengalami berubahan yang fluktuatif. Hal ini dapat dipahami
karena harga berlaku di pasar mengalami perubahan sesuai
kondisi di lapangan. Pada saat tertentu jumlah tertentu
kebutuhan meningkat sedangkan jumlah barang terbatas, atau
terjadi sebaliknya.
Struktur ekonomi sektor kontruksi dari tahun ke tahun kontribusi
terhadap PDRB rata-rata per tahun berkisar sekitar 14 %,
sedangkan sektor Industri pengolahan raat-rata per tahun berkisar
sekitar 19 %. Dan untuk Listrik, gas dan air bersih memberikan
sumbangan terhadap PDRB rata-rata per tahun sekitar 2 %.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1IndustriPengolahan
1,277,210.09 1,312,945.81 2.80 1,349,967.23 2.82 1,404,161.79 4.01 1,475,435.09 5.08
2Listrik, Gas, danAir Bersih
119,194.83 128,648.33 7.93 137,673.24 7.02 147,574.83 7.19 154,681.47 4.82
3 Konstruksi 671,926.81 717,165.29 6.73 765,569.54 6.75 811,759.49 6.03 852,952.37 5.07
Sekunder 2,068,331.73 0.00 2,158,759.43 4.37 2,253,210.01 4.38 2,363,496.11 4.89 2,483,068.93 5.06
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR SEKUNDER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
Pada tahun 2014 nilai sektor sekunder sebesar 5,5 rilyun.
Sumbangan terbesar adalah oleh sektor Industri pengolahan
sebesar 2,9 trilyun. Sedangkan nilai konstruksi atau bangunan
sebesar 2,2 trilyun, sisanya untuk sektor kegiatan Listrik, Gas dan
air bersih sebesar 0,4 trilyun. Peranan sektor sekunder terhadap
total PDRB setiap tahun mengalami penurunan atau cenderung
turun. Hal ini perlu di cermati bahwa bisa jadi wilayah kota
Surakarta akan menuju kota modern dengan penuh kegiatan atau
even. Sehingga para pelaku pasar pelu kejelian tersendiri dengan
pola tatanan pemerintahan yang baru.
Pada tahun 2014, sektor sekunder peranannya menurun,
yaitu sebesar 0,12 %. Hal in terlihat bahwa pada tahun 2013 sektor
sekunder peranannya 36,31 % dan turun di tahun 2014 menjadi
36,19 %.
Kalau dilihat dari perkembangannya, sektor sekunder mengalami
tingkat kenaikan sebesar 0,16 %. Awalnya pada tahun 2013
perkembangan sektor sekunder sebesar 4,89 % sedangkan pada
tahun 2014 perkembangannya sebesar 5,06 %. Dengan tingkat
perkembangan sebesar 0,16 % ternyata tidak meningkatkan
kontribusi sektor sekunder terhadap total PDRB secara
keseluruhan. Dari agregat sektor sekunder pertumbuhan yang
paling tinggi adalah kegiatan industri pengolahan yang
pertumbuhannya sebesar 5,08 %. Disusul oleh kegiatan konstruksi
sebesar 5,07% dan yang terakhir listrik, gas dan air bersih yang
besarnya 4,82 %. Listrik, gas dan air bersih dengan pertumbuhan
terendah diantara tiga agregat sektor sekunder, juga mempunyai
kontribusi yang paling kecil dari ketiga agregat tersebut.
3. Sektor Tersier.
Sektor Tersier merupakan sektor ekonomi yang berkaitan dengan
pada nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan
informasi, daya cipta, organisasi dan koordinasi antar manusia
sehingga tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam
bentuk jasa. Sektor ini meliputi lapangan usaha perdagangan,
restoran, hotel, angkutan, keuangan, komunikasi, dan jasa-jasa.
Sektor ekonomi tersier (juga dikenal sebagai sektor jasa atau
industry jasa) adalah satu dari tiga sektor ekonomi, yang lainnya
adalah sektor sekunder (manufaktur) dan sektor primer
(pertambangan, pertanian dan perikanan ). Definisi umum
sektor tersier adalah menghasilkan suatu jasa daripada produk
akhir seperti sektor sekunder. Kadang sebuah sekotar tambahan,
"sekotr kuartener", diartikan sebagai berbagi informasi (yang
secara normal dimiliki oleh sektor tersier).
Bisnis sektor jasa yang semakin meningkat berfokus pada ide
"ekonomi pengetahuan", dengan memahami apa yang diinginkan
konsumen dan bagaimana mengirimkannya dengan cepat dan
efisien. Satu contoh baik dari hal ini ialah industri
perbankan yang telah mengalami perubahan besar beberapa
tahun belakangan ini. Menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi, bank dengan cepat mengurangi jumlah staf yang
dibutuhkan. Banyak komunitas bank dan bangunan telah
bergabung untuk membentuk bisnis yang lebih "ramping" yang
mampu menghasilkan lebih banyak keuntungan dari basis
pengguna luas. Kunci proses ini adalah memperoleh informasi
mengenai pengguna jasa dan memberikan mereka produk-
produk baru.
PDRB atas dasar harga berlaku dalam 3 (tiga) kelompok sektor.
Terlihat bahwa kelompok tersier masih mendominasi dalam
penciptaan nilai tambah di Kota Surakarta selama periode 2010-
2014. Besaran PDRB atas dasar harga berlaku kelompok tersier di
Tahun 2010 sampai Tahun 2014 terus mengalami peningkatan.
Di Tahun 2010 hanya sebesar Rp. 6,15 trilyun dan terus
mengalami peningkatan hingga mencapai 9,64 trilyun di Tahun
2014 atau memiliki pangsa terhadap total PDRB Kota Surakarta
sebesar 63,74 persen.
Sektor tersier mendominasi struktur ekonominya terhadap PDRB
Kota Surakarta tahun 2010 – 2014. Sektor perdagangan, hotel
dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan jasa
perusahaan dan jasa-jasa memberikan sumbangan terhadap
PDRB Kota Surakarta secara keseluruhan mencapai Rp. 9,64
trilyun. Kemudian sektor primer dengan sektor Pertanian,
pertambangan dan penggalian memberikan sumbangan total
mencapai Rp. 9,84 milyard. Terakhir sektor sekunder dengan
sektor industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan
memberikan kontribusi total sebesar Rp. 5,47 trilyun. Pada tahun
2010–2014 sektor tersier kontribusi terhadap pertumbuhan
PDRB Kota Surakartasangat berfluktuatif.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Perdagangan,Hotel danRestoran
1,367,808.36 1,466,845.97 7.24 1,569,512.38 7.00 1,687,392.79 7.51 1,773,661.75 5.11
2Pengangkutan &Komunikasi
514,407.73 549,760.87 6.87 585,690.23 6.54 621,610.31 6.13 653,669.84 5.16
3Keuangan, Sewa& JasaPerusahaan
518,980.77 567,860.94 9.42 615,432.99 8.38 664,532.30 7.98 699,611.98 5.28
4 Jasa-jasa 629,616.47 663,965.04 5.46 714,313.62 7.58 739,206.00 3.48 774,969.78 4.84
Tersier 3,030,813.33 0.00 3,248,432.82 7.18 3,484,949.22 7.28 3,712,741.41 6.54 3,901,913.35 5.10
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR TERSIER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Perdagangan,Hotel danRestoran
2,556,483.24 25.72 2,885,293.49 26.25 3,187,324.12 26.17 3,632,165.57 26.71 4,054,951.44 26.81
2Pengangkutan &Komunikasi
1,106,229.42 11.13 1,206,106.83 10.97 1,323,255.69 10.86 1,462,927.27 10.76 1,641,884.35 10.86
3Keuangan, Sewa& JasaPerusahaan
1,123,362.50 11.30 1,282,678.53 11.67 1,449,258.72 11.90 1,656,823.06 12.18 1,847,022.65 12.21
4 Jasa-jasa 1,365,561.57 13.74 1,504,470.47 13.69 1,744,923.26 14.33 1,899,877.56 13.97 2,095,568.76 13.86
Tersier 6,151,636.73 61.88 6,878,549.32 62.57 7,704,761.80 63.25 8,651,793.47 63.62 9,639,427.20 63.74
STRUKTUR PDRB SEKTOR TERSIER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
Apabila PDRB dihitung atas dasar harga konstan Tahun 2000,
kinerja sektor tersier terus mengalami penurunan yang cukup
dari 7,18 persen menjadi 5,10 persen, kondisi ini lebih banyak
penurunannya dari lapangan usaha sektor perdagangan, hotel
dan restoran, terutama perdagangan dengan terbakarnya pasar
Klewer serta hotel karena dampak regulasi yang diambil oleh
pemerintah. Kontribusi terbesar adalah kontribusi dari
kelompok kegiatan perdagangan, hotel dan yang sama besarnya
terhadap perkembangan ekonomi Kota Surakarta.
Perkembangan untuk sektor tersier dari tahun 2010 sampai tahun
2014 mengalami partumbuhan yang sangat bervariasi, hal ini
dapat dimaklumi karena kondisi secara nasional juga mengalami
hal yang sama. Dari nilai rupiah yang terus tergerus oleh dolar, BI
rate yang berubah maupun kondisi inflasi yang tidak menentu
dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap barang yang
bersifat administration price. Yaitu kebijakan pemerintah
terhadap barang barang yang harganya ditentukan oleh
pemerintah melalui keputusan Presiden.
BAB III
EKONOMI SEKTORAL
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang terjadi
secara terus menerus yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
perkapita masyarakat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi
daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya secara bersama-sama mengelola sumber daya yang ada.
Pembangunan dapat dilakukan dengan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dan sektor swasta yang bertujuan untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru guna merangsang pertumbuhan
ekonomi daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya harus mampu menaksir
potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah.
Era otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengembangkan sendiri
potensi daerah yang dimilikinya. Dengan kata lain, daerah diberi
wewenang untuk mengelola sendiri keuangannya sekaligus menentukan
arah pembangunan yang akan dilaksanakan demi tercapainya
kemakmuran penduduk di daerahnya, dengan mempertimbangkan
segenap potensi, sumber daya serta faktor-faktor lainnya, baik faktor
pendukung maupun faktor penghambat. Dengan demikian, suatu daerah
sangat memerlukan beragam data yang dapat dijadikan sebagai dasar
acuan sekaligus bahan evaluasi pembangunan ekonomi daerah.
Untuk mengetahui potensi pembangunan ekonomi suatu daerah,
diperlukan suatu metode yang berguna untuk mengkaji sektor-sektor
ekonomi basis dan potensial yang dapat dikembangkan guna
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Teori basis ekonomi
mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut.
Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan
nonbasis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk
maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah.
Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan
yang bersifat eksogen (tidak tergantung pada kekuatan
internal/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan nonbasis adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, oleh karena itu permintaan sektor
ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat
setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi
setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi
wilayah.
Berdasarkan teori basis ekonomi di atas, satu-satunya sektor yang
bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan
alamiah adalah sektor basis. Penggunaan pendekatan model basis
ekonomi pada umumnya didasarkan atas nilai tambah maupun lapangan
kerja, namun analisis dengan menggunakan data pendapatan (nilai
tambah) dianggap lebih tepat dibandingkan menggunakan data lapangan
kerja. Hal ini dikarenakan lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya.
Data nilai tambah atau lebih dikenal dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) adalah indikator yang selama ini lazim
digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui keberhasilan ekonomi
suatu daerah. PDRB bisa menjadi petunjuk kinerja perekonomian secara
umum sebagai ukuran kemajuan suatu daerah. Dilihat dari sisi produksi
,PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di suatu region/wilayah pada suatu jangka
waktu tertentu. Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini disebut juga
penghitungan melalui pendekatan nilai tambah (value added).
Perhitungan PDRB melalui pendekatan ini dilakukan dengan bertitik
tolak dari penggunaan akhir barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah
domestik.
PDRB merupakan indikator penting di suatu wilayah yang dapat
mengindikasikan totalitas produksi neto barang/jasa yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan
wilayah. Berdasarkan lapangan usaha/sektor produksinya, PDRB dibagi
ke dalam 9 (sembilan) sektor yaitu: pertanian; pertambangan dan
penggalian; industri ; listrik, gas dan air minum; bangunan ;
perdagangan, hotel dan restoran ; angkutan dan komunikasi; keuangan;
serta jasa-jasa.
Dari sisi lapangan usaha, hampir semua sektor menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Bila dicermati lebih lanjut, terlihat bahwa
pertumbuhan kelompok sektor sekunder dan tersier selalu lebih tinggi
bila dibanding dengan pertumbuhan kelompok primer. Sektor primer
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat kecil. Sektor
primer sejak tahun 2010 hingga 2012 pertumbuhannya -0,35 %. Dalam
hal ini sektor pertanian tumbuh rata-rata 0,26 % dan sektor
pertambangan -1,35 %. Untuk lebih cermat dan detail perlu dilihat sektor
per sektor sehingga akan menjadi jelas besar kontribusi maupun
sumbangannya terhadap pertumbuhan perekonomian di Kota Surakarta.
1. Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan
strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional.
Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian
secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai
dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang
menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan
pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin
terjerumus sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini
merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga
kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian hingga saat ini masih belum
dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan baik
lokal maupun nasional. Pembangunan pertanian dianggap penting
dari keseluruhan pembangunan yang dilakukan. Ada beberapa hal
yang mendasari mengapa pembangunan pertanian mempunyai
peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang
besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan yang cukup
besar, besarnya pangsa terhadap ekspor, banyaknya penduduk
yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam
penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan
di pedesaan. Potensi pertanian di Kota Surakarta pada
kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita
masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa sekarang bukan
saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor
pertanian keseluruhan.
Kota Surakarta dengan luas wilayah pertanian yang sangat
terbatas, perlu adanya manajemen pengelolaan lahan yang efektif
efisien dan berdaya guna, sehingga dapat memanfaatkan lahan
sempit berdaya maksimal. Penerapan teknik intensifikasi beras
(SRI:System of Rice Intensification) kegiatan yang dilaksanakan
dengan kombinasi dari kegiatan ini diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas pertanian dan juga penghasilan para
petani. Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua
kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup
(termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan
manusia. Dalam arti sempit, pertanian diartikan sebagai kegiatan
pembudidayaan tanaman.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 2,908.82 2,911.03 0.08 2,912.43 0.05 2,951.59 1.34 2,939.01 -0.43
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 5,532.79 0.06 5,927.58 0.05 6,205.92 0.05 6,611.99 0.05 6,862.31 0.05
STRUKTUR PDRB SEKTOR PERTANIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERTANIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
Sektor pertanian sendiri terdiri dari lima sub sektor yaitu tanaman
bahan makanan, tanaman perkembunan, peternakan dan
hasilnya, kehutanan dan perikanan. Di kota Surakarta untuk sub
sektor kehutanan tidak memiliki potensi yang dapat diandalkan.
Sedangkan untuk tiap tiap sub sektor memiliki kontribusi yang
beragam. Total kontribusi dari lima sub sektor hanya
menyumbangkan angka pada PDRB sebesar 0,05 %. Hal ini
disumbangkan oleh tanaman bahan makanan sebesar 0.03 % dan
sub sektor peternakan sebesar 0,02% sedangkan subsektor yang
lain dibawah dua digit karena saking kecilnya. Pertumbuhan
sektor pertanian dari tahun ke tahun sangat bervariasi. Pada
tahun 2014 sektor pertanian khususnya tanaman pangan
mengalami penurunan sebesar -0,43 %.
Laki-laki
Perempuan
1 Pertanian, Kehutanan 1 12 2 14 0.032 Pertambangan, Penggalian - - - 0 0.003 Industri Pengolahan 177 6.892 9.639 16,531 37.034 Listrik, Gas, dan Air 15 267 60 327 0.735 Bangunan 8 756 99 855 1.926 Perdagangan Besar, RM, dan Hotel 299 6.004 3.358 9,362 20.977 Angkutan, Pergudangan 32 812 249 1,061 2.388 Keuangan, Asuransi 203 5.754 2.874 8,628 19.33
9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial,Perorangan
121 3.888 3.971 7,859 17.61
Jumlah 856 24.39 20.25 44,637
Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta
Kesempatankerja
Jumlah Perusahaan/ Tenaga KerjaMenurut Sektor Lapangan Usaha s/d Desember Tahun 2014
No. Lapangan UsahaJumlah
Perusahaan
Tenaga Kerja JumlahTenagaKerja
Sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja hanya 0,03 %
terhadap total tenaga kerja yang bekerja di semua sektor.
Di Kota Surakarta sangat sulit untuk bergelut di sektor pertanian.
Dengan kecilnya daya serap terhadap angkatan kerja pada sektor
pertanian, dan kondisi lahan pertanian yang semakin sempit di
perkotaan memungkinkan peminat disektor ini semakin
berkurang. Dapat dilihat bahwa sektor pertanian kontribusinya
terhadap total perekonomian di Kota Surakarta sangat kecil.
2. Pertambangan dan Penggalian.
Sektor ini mencakup kegiatan pertambangan, penggalian,
pengeboran, penyaringan, pencucian, pemilihan dan
pengambilan/pemanfaatan segala macam benda non biologis,
seperti barang tambang, barang mineral dan barang galian yang
tersedia di alam baik yang berupa benda padat, benda cair,
maupun benda gas.
Pada dasarnya sektor pertambangan dan penggalian di kota
Surakarta, sangat minim bahkan hamper tidak dikarena lahan dan
areal di sektor sama sekali tidak, andaikan itu muncul sifatnya
informal hanya sekedar kegiatan rumah tangga.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Pertambangan &Penggalian
1,832.36 1,809.03 -1.27 1,789.64 -1.07 1,764.96 -1.38 1,735.04 -1.70
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Pertambangan &Penggalian
2,942.37 0.03 3,010.49 0.03 3,009.79 0.02 3,002.94 0.02 2,982.14 0.02
STRUKTUR PDRB SEKTOR SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
3. Industri Pengolahan
Industri adalah bidang yang menggunakan ketrampilan, dan
ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan
alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusinya
sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata
rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan
(ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah
pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang berhubungan erat
dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang
merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik.
Selain itu, pengertian industri menurut undang-undang tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah , bahan baku, bahan setengah jadi , dan/atau barang jadi
menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya,
teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari
usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan
dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan
pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan
industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi,
budaya dan politik.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1IndustriPengolahan
1,277,210.09 1,312,945.81 2.80 1,349,967.23 2.82 1,404,161.79 4.01 1,475,435.09 5.08
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1IndustriPengolahan
2,081,494.89 20.94 2,233,247.76 20.32 2,390,894.46 19.63 2,623,767.70 19.29 2,901,686.21 19.19
STRUKTUR PDRB SEKTOR SEKUNDER KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor
2010 2011 2012 2013
Secara agregat perkembangan sektor industri semakin meningkat.
Pada tahun 2010 sebesar Rp 1.277.210,09 juta menjadi Rp
1.475.435,09 juta pada tahun 2014. Namun dari segi structural,
persentasenya semakin menurun. Pada tahun 2010 sebesar 20,94
% menjadi 19,19 % tahun 2014. Hal ini terjadi karena ada
pergeseran ke sektor lain. (lihat tabel dibawah).
4. Listrik Gas dan Air bersih
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang merupakan sektor
penunjang seluruh kegiatan ekonomi, dan sebagai infrastruktur
yang mendorong aktivitas seluruh sektor terutama sektor industri,
ternyata perkembangannya cukup pesat. Hampir seluruh kegiatan
di sector Listrik, Gas dan Air Bersih dimonopoli oleh pemerintah,
sehingga sektor ini bisa bebas dari persaingan bisnis apapun.
Sektor ini mencakup kegiatan pembangkitan dan
penyaluran tenaga listrik, penyediaan serta penyaluran gas kota
kepada konsumen dan kegiatan penampungan, penjernihan,
penyediaan dan pendistribusian air bersih kepada rumah tangga,
industri, rumah sakit, dan penggunaan komersial lainnya.
Walaupun sektor ini penunjang seluruh kegiatan ekonomi dan
sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas proses produksi
sektoral maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat, namun
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Listrik, Gas, danAir Bersih
119,194.83 128,648.33 7.93 137,673.24 7.02 147,574.83 7.19 154,681.47 4.82
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Listrik, Gas, danAir Bersih
259,004.47 2.61 287,576.62 2.62 317,497.14 2.61 363,004.58 2.67 404,684.38 2.68
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
kontribusinya terhadap pembentukan total PDRB masih relatif
kecil.
Perkembangan sektor listrik, gas dan air bersih secara
agregat mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 119.194,83 juta
tahun 2010 menjadi Rp 154.681,47 juta tahun 2014. Secara
structural terjadi fluktuasi penurunan kembali pada tahun 2012.
Pada tahun 2010 sebesar 2,61 % menjadi 2,68 % tahun 2014.
5. Konstruksi
Perkembangan pada sektor- sektor ekonomi umumnya
diikuti oleh sektor bangunan. Hampir Semua sektor ekonomi
mempunyai keterkaitan dengan sektor ini. Namun kontribusinya
dalam pembentukan PDRB Kota Surakarta selama periode 2010-
2014 berada pada kisaran 14,33 persen sampai 14,49 persen.
Perkembangan di sektor konstruksi secara agregat
mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 671.926,81 juta tahun 2010
menjadi Rp 852.952,37 juta pada tahun 2014. Secara structural
mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014,
yaitu 14,49 % tahun 2010 dan 14,33 % tahun 2014.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Konstruksi 671,926.81 717,165.29 6.73 765,569.54 6.75 811,759.49 6.03 852,952.37 5.07
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Konstruksi 1,440,525.31 14.49 1,584,659.42 14.42 1,758,189.55 14.43 1,951,415.83 14.35 2,166,905.81 14.33
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR KONSTRUKSI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR KONSTRUKSI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan sebagai muara dari sektor- sektor yang
memproduksi barang seperti sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolaan
biasanya bergerak seirama sektorsektor tersebut. Selam periode
2010-2014 sektor ini merupakan penyumbang terbesar kedua
setelah industri terhadap total PDRB Kota Surakarta. Sedang
sektor hotel dan restoran mempunyai peran relatif kecil terhadap
kontribusi sektor ini.
Seperti sektor yang lain, sektor perdagangan, hotel dan restoran
secara agregat juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 sebesar
Rp 1.367.808,36 juta menjadi Rp 1.773.661,75 juta tahun
2014.Secara struktural hampir setiap tahun terjadi fluktuasi,
namun ada kenaikan selama lima tahun terakhir.Tahun 2010
sebesar 25,72 % menjadi 26,81 % tahun 2014.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Perdagangan,Hotel danRestoran
1,367,808.36 1,466,845.97 7.24 1,569,512.38 7.00 1,687,392.79 7.51 1,773,661.75 5.11
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Perdagangan,Hotel danRestoran
2,556,483.24 25.72 2,885,293.49 26.25 3,187,324.12 26.17 3,632,165.57 26.71 4,054,951.44 26.81
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pengangkutan &Komunikasi
514,407.73 549,760.87 6.87 585,690.23 6.54 621,610.31 6.13 653,669.84 5.16
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pengangkutan &Komunikasi
1,106,229.42 11.13 1,206,106.83 10.97 1,323,255.69 10.86 1,462,927.27 10.76 1,641,884.35 10.86
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
7. Pengangkutan & Komunikasi
Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang
dan penumpang baik melalui darat, laut, sungai dan danau serta
udara, termasuk jasa penunjang angkutan dan jasa penunjang
komunikasi. Peran sektor ini didominasi oleh angkutan jalan raya,
dimana selama periode 2010-2014 kontribusinya terhadap PDRB
Kota Surakarta relative stabil berada pada kisaran 10,76 persen
sampai dengan 11,13 persen. Jasa penunjang angkutan dan
komunikasi memberikan kontribusi yang hampir berimban.
Sedangkan angkutan rel memberikan kontribusi yang relatif kecil.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Keuangan, Sewa& JasaPerusahaan
518,980.77 567,860.94 9.42 615,432.99 8.38 664,532.30 7.98 699,611.98 5.28
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1Keuangan, Sewa& JasaPerusahaan
1,123,362.50 11.30 1,282,678.53 11.67 1,449,258.72 11.90 1,656,823.06 12.18 1,847,022.65 12.21
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR KEUANGAN, SEWA DAN JASA PERUSAHAAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR KEUANGAN, SEWA DAN JASA PERUSAHAAN KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
8. Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan identik dengan
kegiatan perbankan tidak mengalami fluktuasi, namun masih
relatif stabil. Bila ditelaah lebih dalam, sub sektor persewaan
ternyata lebih dominan dibanding sektor lainnya. Kontribusi
meningkat dari 11,30 persen pada tahun 2010 menjadi 12,21
persen pada tahun 2014. Secara umum sub sektor bank
mengalami peningkatan, jika pada tahun 2010 kontribusinya
sebesar 6,23 persen, maka pada tahun 2014 meningkat menjadi
6,96 persen.
9. Jasa-jasa
Secara umum sektor jasa- jasa mengalami peningkatan dalam hal
kontribusinya terhadap total PDRB Kota Surakarta, pada tahun
2010 kontribusinya sebesar 13,74 persen, namun pada tahun 2014
sudah mencapai 13,86 persen. Namun terjadi fluktuasi dari tahun
ke tahun. Sub sektor jasa pemerintah umum memberikan peran
lebih besar dibanding sub sektor swasta.
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Jasa-jasa 629,616.47 663,965.04 5.46 714,313.62 7.58 739,206.00 3.48 774,969.78 4.84
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Jasa-jasa 1,365,561.57 13.74 1,504,470.47 13.69 1,744,923.26 14.33 1,899,877.56 13.97 2,095,568.76 13.86
PERKEMBANGAN PDRB SEKTOR JASA-JASA KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor2010 2011 2012 2013
STRUKTUR PDRB SEKTOR JASA-JASA KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
BAB IV
INFLASI
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum. Inflasi dikatakan
sebagai suatu proses kenaikan harga, yaitu adanya kecenderungan
bahwa harga barang meningkat secara terus-menerus. Inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah suatu proses atau peristiwa
kenaikan tingkat harga barang-barang secara umum. Dikatakan
tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali
jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang turun
banyak barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu dua
barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga
barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barang-barang
lainya.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain,
inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-
rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur
tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI
(consumer price index) dan GDP (Gross Domestik Product).
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi
ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila
kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang
antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan
hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga
berada di atas 100% setahun.
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah.
Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia
dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga
tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi
tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012 sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-
masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi
±1%.
Inflasi Berdasarkan Penyebabnya di bagi menjadi dua yaitu inflasi
karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full
inflation) dan inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push
inflation).
Inflasi permintaan merupakan inflasi yang disebabkan oleh
besarnya permintaan masyarakat akan barang-barang. Permintaan
total yang berlebihan biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di
pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan
pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas
yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor
produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi
meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam
permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam
situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya
likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang
utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran
jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push inflation),
inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran.
Kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan
distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang
meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran
distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata
permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan
berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena
terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk
tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya
produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll),
bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk
menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll,
sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di
pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi,
dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang
sangat penting.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung
parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional
dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan
cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Secara
singkat dapat di pilah akibat buruk dari inflasi tersebut.
Inflasi dapat mengakibatkan kesenjangan distribusi pendapatan.
Dalam keadaan inflasi nilai harta tetap seperti tanah, rumah,
bangunan, pertokoan dan sebagainya akan mengalami kenaikan
harga. Kenaikan harga tersebut seringkali lebih cepat dari kenaikan
inflasi itu sendiri. Sebaliknya pendapatan riil penduduk berpengha
silan rendah merosot. Dengan demikian maka inflasi memperlebar
kesenjangan distribusi pendapatan antara anggota-anggota
masyarakat.
Inflasi juga dapat mengakibatkan pada pendapatan riil merosot.
Bagi masya rakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri
tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiun-nya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas
tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah.
Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dari hal tersebut biasanya dalam masa inflasi
kenaikan harga cenderung selalu mendahului kenaikan
pendapatan.Dengan demikian inflasi cenderung menimbulkan
kemero- sotan pendapatan riil sebagian besar tenaga kerja.Ini berarti
kemakmuran masya- rakat merosot.
Inflasi dapat juga menjadikan nilai riil tabungan merosot. Bagi
masyarakat yang menyimpan sebagian kekayaannya dalam bentuk
deposito dan tabungan di Bank, dalam masa inflasi nilai riil tabungan
tersebut akan merosot, tidak hanya itu masyarakat yang memegang
uang tunai pun akan dirugikan karena penurunan nilai riilnya.
Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di
atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan
menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena,
untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada
kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah
jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan
yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal
ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan
produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila
inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan
produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi,
usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi
pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga,
mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan
pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca
pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat serta menurunnya daya beli masyarakat.
Inflasi kenaikan harga barang dan jasa secara umum dimana barang
dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau
turunnya daya jual mata uang suatu negara. Inflasi merupakan salah
satu penyakit ekonomi di setiap negara. Semua negara baik negara
maju maupun berkembang pasti mengalami apa yang disebut inflasi,
hanya besarannya saja yang berbeda.
Puncak volatilitas inflasi Indonesia berhubungan dengan kebijakan
penyesuaian harga oleh pemerintah. Harga-harga energi (bahan
bakar minyak dan listrik) ditetapkan oleh pemerintah dan oleh karena
itu tidak mengikut kondisi pasar, yang berarti defisit yang muncul
harus diserap oleh subsidi. Hal ini mengakibatkan tekanan besar pada
defisit anggaran tahunan pemerintah dan juga membatasi
pengeluaran publik dalam hal-hal produktif jangka panjang,
seperti infrastruktur dan pengeluaran untuk soal sosial. Selain itu,
mengatur ulang subsidi energi (menaikkan harga energi) dapat
mengakibatkan timbulnya risiko politik karena keresahan sosial akan
timbul bilamana ada tekanan inflasi. Salah satu ciri khas Indonesia
adalah bahwa sebagian besar penduduknya berada sedikit di atas
garis kemiskinan, yang berarti bilamana kejutan inflasi yang relatif
kecil terjadi, mereka akan jatuh ke bawah garis kemiskinan itu. Waktu
pemerintahan lama memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM
secara besar-besaran di akhir tahun 2005, dikarenakan harga minyak
dunia yang naik cukup tinggi, tingkat inflasi Indonesia langsung
berubah menjadi dua digit antara 14 sampai 19 persen (year on year)
sampai bulan oktober 2006. Selanjutnya, inflasi inti di Indonesia -
yang tidak termasuk barang-barang yang rentan terhadap volatilitas
harga sementara - juga kena volatilitas karena efek samping
penyesuain harga energi pada ekenomi (misalnya kenaikan harga
transportasi).
Pengurangan subsidi energi tetap menjadi prioritas utama
pemerintah. Awal tahun 2012, pemerintah mengusulkan kenaikan
harga BBM, tetapi keresahan sosial dan oposisi politik di parlemen
menolak rencana dadakan ini. Akhirnya pada bulan Juni 2013, harga
premium naik 44 persen menjadi Rp 6,500 dan solar naik sebanyak
22 persen menjadi Rp 5,500 per liter. Meskipun terjadi kenaikan
harga pada tahun 2013, sebagian besar harga BBM Indonesia masih
disubsidi dan oleh karena itu berbagai organisasi internasional
(seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional/IMF) serta
institusi-institusi dalam negeri (seperti Kamar Dagang
Indonesia/Kadin) menyokong sepenuhnya pengurangan subsidi
secara lebih lanjut. Pada tahun 2013 dan 2014, pemerintah juga telah
mengurangi subsidi listrik - baik untuk rumah tangga (kecuali segmen
masyarakat miskin) maupun industri.
Outlook inflasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh keputusan
pengurangan tidaknya subsidi tersebut. Bank Dunia memperkirakan
kenaikan harga BBM sebanyak Rp 2,000 dapat menambahkan sekitar
tiga poin persentase pada tingkat inflasi umum dan dapat
menambahkan sekitar satu poin persentase pada inflasi inti.
Kenaikan harga listrik diperkirakan akan menyebabkan efek yang
lebih kecil (< 1 persen) terhadap laju inflasi. Sebagai gambaran, Bank
Indonesia menargetkan tingkat inflasi sebanyak 4.5 persen pada
tahun 2013. Namun setelah kenaikan harga BBM dan listrik, inflasi
naik menjadi 8.37 persen di akhir tahun (yoy).
Hubungan antara inflasi dan pengangguran memang bukanlah hal
yang baru dalam perekonomian. Dua variabel ini sangat terkenal
dalam pembahasan kurva Philips (Philips Curve). “jika harga naik ,
maka produsen akan menawarkan lebih banyak produk (barang).
Untuk menawarkan (menjual) barang yang lebih, produsen harus
memproduksi lebih. Jika produksi dilebihkan maka produsen akan
membutuhkan input (dalam hal ini tenaga kerja) yang lebih banyak.
Penyerapan tenaga kerja ini pada akhirnya akan mengurangi jumlah
pengangguran”.
“Sebaliknya, jika harga turun maka produsen akan mengurang jumlah
barang yang dijualnya (meminimalkan output). Dalam rangka
meminimalkan ouput produsen akan meminimalkan input (tenaga
kerja) agar terjadi keseimbangan dan sekaligus mencegah kerugian.
Pada akhirnya jumlah tenaga kerja dikurangi. Akibatnya jumlah
pengangguran semakin bertambah.” Seperti itulah gambaran singkat
mekanisme dan cara kerja kurva philips. Inflasi atau naiknya harga
secara mikro mengindikasikan adanya kenaikan harga yang ditinjau
dari pandangan produsen. Karena perspektif produsen yang dijadikan
asumsi dasar Philips maka naik atau turunya harga akan berpengaruh
terhadap apa yang akan dilakukan oleh produsen. Philips tidak
mengabaikan konsumen, karena posisi konsumen dalam kasus ini
adalah invisible (tak terlihat). Peran konsumen tidak perlu
dipertanyakan karena Philips telah mengemukakan secara eksplisit
dalam pernyataan “naik-turunnya harga.” Sebagai konklusi,
konsumenlah yang menyebabkan kenapa harga naik dan turun
disamping peran produsen yang secara implisit telah dijelaskan
Philips.
Dalam kajian ekonomi secara makro ada banyak hal yang saling
terkait, saling memengaruhi, dan saling melengkapi . Ketika terjadi
kenaikan harga, orang akan menafsirkannya dengan perspektif yang
berbeda-beda. Pedagang akan melihat kenaikan harga ini sebagai
suatu opportunity (kesempatan) untuk meraih profit yang lebih besar.
Masyarakat secara umum berbeda dengan pedagang, kenaikan harga
berarti berkurangnya pendapatan riil bagi mereka. Bagaimana
dengan pemerintah? Pemerintah ternyata memiliki bahasa sendiri
dalam mengartikan kenaikan harga. Bagi pemerintah kenaikan harga
berarti implikasi sebab-akibat. Pemerintah akan menafsirkan arti
inflasi secara kausalitas. Artinya, apa yang menyebabkan sesuatu
terjadi dan apa akibatnya. Berdasarkan teori pemerintah, inflasi bisa
terjadi karena beberapa sebab, salah satunya karena dorongan biaya
yang berlebihan (cost push inflation). Inflasi semacam ini memang
yang paling sering terjadi. Meningkatnya biaya untuk memproduksi.
Dengan kata lain, harga faktor produksi baik tenaga kerja maupun
modal mengalami kenaikan yang signifikan disertai dengan
meningkatnya permintaan (demand pull inflation) dari sektor
konsumen. Kondisi semacam ini akan menarik harga melewati
keseimbangan pasar dengan kecepatan dua kali lipat. Akibatnya
inflasi besar-besaran akan terjadi. Inflasi bisa terjadi karena jumlah
uang beredar yang berlebihan dan tak terkendali. Meningkatnya
jumlah uang beredar ini tentu saja disebabkan oleh beberapa hal,
salah satunya kebiasaan masyarakat yang konsumtif. Budaya
konsumtif masyarakat akan memaksa mereka untuk menghabiskan
semua pendapatan dalam satu tindakan, “belanja”. Akibatnya daya
beli masyarakat meningkat, dan otomatis akan mendorong harga-
harga naik secara berkala. Dalam situasi seperti ini sudah bisa ditebak
apa yang akan terjadi selanjutnya.
Inflasi, laksana cermin yang akan terlihat berbeda tergantung dari
perspektif siapa. Apakah konsumen, produsen, ataukah pemerintah.
Sehingga untuk mengurangi inflasi yang berlebihan perlu melihat
pengaruhnya terhadap tiga pelaku ekonomi tadi (konsumen,
produsen, dan pemerintah).
Karena pada hakikatnya ada penyebab inflasi yang saat ini masih
belum diketahui banyak pihak. Bisa saja dikatakan bahwa inflasi
terjadi karena adanya kelebihan jumlah uang beredar, biaya produksi
yang berlebihan, tarikan permintaan, ataupun karena labilnya uang
kertas, mungkin ini adalah faktor klasik yang sebagian besar orang
sudah akrab dengannya.
Namun bagaimana dengan ikhtikar (penimbunan barang)? Ikhtikar
dalam ekonomi Islam diharamkan karena jelas merugikan berbagai
kalangan termasuk tiga pelaku utama ekonomi yang telah disebutkan
diatas. Perbuatan menimbun barang ini dilakukan oleh oknum-
oknum tertentu yang ingin merongrong keuntungan yang super besar
dalam perekonomian.
Ketika ikhtikar dilakukan, persediaan barang akan habis. Dalam
jangka waktu tertentu ketika persediaan suatu barang habis, mereka
yang menimbun akan mengeluarkan barang-barang tadi dengan
harga yang mereka kehendaki (monopoli).
Secara tidak langsung, praktik ikhtikar pada akhirnya akan disertai
dengan praktik monopoli. Sejatinya dua hal inilah yang kemudian
akan menyebabkan harga-harga terus meroket tak terbendung.
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rataInflasi
Kota Surakarta 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 5.56
Jawa Tengah 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22 6.00
National 6.96 3.79 4.30 8.38 8.36 6.36
Laju inflasi menurut kelompok barang/jasa
Kota Surakarta tahun 2010 - 2014
Rata rata inflasi secara umum kota Surakarta dibawah rata-rata
inflasi provinsi Jawa Tengah maupun inflasi Nasional. Inflasi Kota
Surakarta terjadi sangat fluktuasi, pada tahun 2010 sebesar 6,65 %
hal ini dikarena pada akhir tahun 2010 terjadi peristiwa alam yaitu
meletusnya Gunung Merapi. Sebagian stok bahan pangan berasal dari
Magelang yang pada saat itu wilayah Magelang terkena dampak dari
abu vulkanik Merapi. Sehingga bahan-bahan pangan yang digunakan
untuk mencukupi kebutuhan konsumen di Kota Surakarta dan
sekitarnya tidak mencukupi. Jumlah barang semakin menipis dan
hampir sama sekali kota Magelang sebagai produsen bahan-bahan
pangan tidak bisa mengirim barang-barang tersebut. Untuk
mencukupi bahan-bahan makanan para pedagang melakukan
pengalihan sumber produsen. Pedagang akhir mengambil bahan-
bahan pangan dari Kediri. Efek dari letusan Gunung merapi tidak
hanya berpengaruh di Kota Surakarta atau sekitarnya, tapi juga
berpengaruh terhadap kebutuhan pangan di tingkat provinsi. Secara
umum dampak letusan Gunung merapi merambah sampai tingkat
nasional, hal ini terindikasi dari inflasi pada tahun tersebut. Di
tingkat provinsi Jawa Tengah inflasi pada tahun 2010 sebesar 6,88 %
sedangkan tingkat Nasional besarnya 6,96 %. Pada tahun berikutnya
inflasi sudah mulai stabil. Baik secara regional maupun secara
nasional. Pada tahun 2011 kota Surakarta inflasinya 1,93 %, ini suatu
kondisi yang sangat stabil. Untuk tingkat provinsi Jawa Tengah inflasi
yang tercatat sebesar 2,68 % lebih tiggi dari kota Surakarta dan secara
No. Jenis barang/jasa 2010 2011 2012 2013 2014
1 Bahan Makan 12,26 -2,02 3,14 15,34 12,49
2 Makanan Jadi, Minuman 2,40 5,36 4,40 4,15 3,62
3 Perumahan 1,46 2,74 2,07 3,65 8,91
4 Sandang 1,11 4,63 4,74 6,59 2,74
5 Kesehatan 0,14 3,34 1,98 5,10 4,93
6 Pendidikan 0,99 3,95 3,01 2,19 4,53
7 Transport 2,61 1,16 1,32 14,13 12,17
Inflasi 6,65 1,93 2,87 8,32 8,01
Jawa Tengah 6,88 2,68 4,24 7,99 8,22
National 6,96 3,79 4,30 8,38 8,36
Laju inflasi menurut kelompok barang/jasa
Kota Surakarta tahun 2005 - 2014
Nasional inflasi tercatat sebesar 3,79 % lebih tinggi baik tingkat kota
maupun tingkat provinsi.
Pada tahun 2014 inflasi cukup tinggi, di kota Surakarta sebesar
8,01 %, walaupun masih lebih rendah dibanding dengan tingkat
provinsi maupun tingkat Nasional. Tingkat provinsi Jawa Tengah
inflasinya sebesar 8,22 % sedangkan tingkat nasional infalsinya
sebesar 8,36 %. Perlu adanya kecermatan dalam memamtau harga
pada saat itu. Tekanan inflasi ini sangat dipengaruhi oleh adanya
kebijakan pemerintah tentang penyesuaian harga pada komoditas
BBM. Pengurangan subsidi pada tingkat konsumen belum membantu
terhadap pengurangan kemiskinan di masyarakat.
1. Kelompok Bahan Makanan
Untuk kelompok bahan makanan inflasi dari tahun ke tahun
cukup bervariasi. Bahan makanan sangat tergantung pada
produsen atau sumber alam yang berproduksi. Bila terjadi
gangguan cuaca maupun bencana maka akan sangat berpengaruh
sekali terhadap produksi pertanian. Dampaknya adalah kuantitas
produksi akan berkurang atau bahkan puso. Sehingga jumlah
barang dipasaran akan berkurang pada hal konsumen yang
membutuhkan jumlahnya tetap bahkan bertambah, sehingga akan
memicu naiknya harga pada tingkat konsumen.
Inflasi tinggi pada tahun 2010 kelompok bahan makanan, ini ada
kaitannya dengan bencana meletusnya Gunng Merapi. Ketika
terjadi bencana tersebut jumlah barang kelompok bahan makanan
pasokannya terlalu sedikit bahkan tidak ada sama sekali seperti
komoditas cabe, baik cabe rawit, cabe hijau, cabe merah keriting
maupun jenis komoditas bahan makanan yang lainnya.
Sehingga dengan kuantitas yang terbatas dan permintaannya
meningkat akan mempengaruhi harga komoditas dipasaran.
Ketika terjadi bencana konsentrasi semua untuk penyelamatan
masyarakat yang terkena bencana. Tersadar ketika waktu berjalan
dua pekan hampir semua komoditas pasokan dari Magelang
berhenti total. Akibat dampak dari semburan abu vulkanik
Gunung Merapi. Harga komoditas dari produksi pertanian di
pasar mulai merangka naik. Masyarakat mulai menggeliat pasar
mulai mengurangi jumlah komoditas yang disediakan. Pada tahun
2010 dari tujuh komoditas komponen inflasi, kelompok bahan
makanan memberikan kontribusi sangat tinggi yaitu 12,26 %.
Untuk komoditas pabrikan tidak begitu banyak andil inflasinya.
Pada tahun 2011, kondisi mulai normal kembali andil inflasi untuk
kelompok bahan makanan justru minus yaitu -2,02 %. Terjadi
sebaliknya dengan barang-barang pabrikan, andil inflasinya
semakin meningkat dan lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
Pada tahun 2012 kontribusi kelompok bahan makanan terhadap
total inflasi umum semakin tinggi yaitu 3,14 % atau selisih 5,16 %
terhadap tahun sebelumnya yang artinya bahwa kelompok bahan
makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 3,14%. Besaran
inflasi tersebut lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013 kelompok bahan makanan inflasi tahunan
semakin menjulang tinggi yaitu 15,34 %. Hal ini dampak dari
regulasi pemerintah tentang bahan bakar minyak. Subsidi
komoditas tersebut di kurangi, sehingga harga di tingkat
konsumen harus disesuaikan berdampak pada kenaikan harga
ditingkat konsumen. Selisih dengan tahun sebelumnya semakin
memperlebar gap pada tingkat sumbangannya terhadap total
inflasi umum.
Pada tahun 2014 inflasi untuk komoditas bahan makanan masih
pada posisi dua digit yaitu 12,49 %. Tingginya inflasi ini akibat efek
karambol dari regulasi bahan bakar minyak yang berdampak di
semua sektor tak terkecuali kelompok bahan makanan terkena
imbasnya. Berarti bahwa kelompok bahan makanan memiliki
kelemahan selain dipengaruhi hasil produksi dari pertanian juga
dipengaruhi oleh regulasi pemerintah tentang bahan bakar
minyak. Bisa jadi karena pada kelompok bahan makanan sangat
berkaitan erat dengan tata niaga atau distribusinya maupun
pemasarannya. Oleh karena itu tidak dapat dielakkan bahwa
kenaikan bahan bakar minyak berpengaruh segnifikan terhadap
semua kelompok. Pada tahun 2014 maupun tahun sebelumnya
kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi pada
posisi dua digit yaitu 15,34 % pada tahun 2013 dan 12,49 % pada
tahun 2014.
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau.
Kelompok ini kebanyakan adalah komoditas pabrikan. Artinya
kelompok ini didapat dari proses produksi dari pabrik. Ketika
proses produksi berlangsung tidak terlepas dari kebutuhan bahan
bakar minyak. Oleh karena itu barang pabrikan juga dipengaruhi
oleh komoditas bahan bakar minyak. Selama kurun waktu lima
tahun terakhir, kelompok makanan jadi minuman dan tembakau
sumbangan inflasinya terhadap total inflasi umum hanya satu
digit. Besarannya inflasi pada kelompok makanan jadi ini berkisar
dibawah 5 % kecuali pada tahun 2011 kelompok makanann jadi
memberikan inflasi sebesar 5,36%. Sumbangan inflasi pada
kelompok ini dari tahun ke tahun sangat bervariasi. Kelompok
makanan jadi memberikan sumbangan inflasi paling tinggi pada
tahun 2011. Besaran inflasi kelompok makanan jadi pada tahun
2011 sebesar 5,36 %. Bahkan kelompok ini pada tahun 2011 lebih
besar inflasinya dibandingkan dengan inflasi umum tingkat kota,
tingkat provinsi maupun tingkat nasional.
Pada tahun 2014 kelompok makanan jadi, sumbangan inflasinya
dibawah inflasi total kota Surakarta dan inflasi provinsi maupun
inflasi secara keseluruhan atau inflasi nasional.
3. Kelompok perumahan
Pada tahun 2014 kelompok perumahan memberikan sumbangan
cukup tinggi. Kelompok ini menempati urutan ke-3 setelah
kelompok transport dan kelompok bahan makanan. Kelompok
perumahan besarnya andil terhadap inflasi umum yaitu 8,91 %.
Sedangkan kelompok bahan makanan 12,48% disusul kelompok
transport sebesar 12,17%. Perubahan pada kelompok perumahan
dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, walaupun pada tahun
2012 mengalami penurunan. Pada tahun 2010 laju inflasi
kelompok perumahan sebesar 1,46 %, naik menjadi 2,74 % pada
tahun 2011, turun menjadi 2,07% pada tahun 2012. Pada tahun
2013 laju inflasi semakin meningkat menjadi 3,65 %. Dan pada
tahun 2014 laju inflasi kelompok perumahan dua kali lipat dari
laju inflasi tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,91 %. Komoditas
kelompok ini mulai menggeliat, pembangunan yang berbahan
baku material mulai ambil bagian. Seperti semen, pasir maupun
bahan-bahan bangunan lainnya. Pada tahun 2014 laju inflasi ini
masih diatas laju inflasi umum secara regional Provinsi Jawa
Tengah maupun secara nasional.
4. Kelompok Sandang
Rata-rata laju inflasi kelompok sandang selama lima tahun
terakhir sebesar 3,96%. Laju inflasi kelompok ini pada tahun 2013
besarnya melebihi rata-rata tahunannya yaitu 6,59 %. Laju inflasi
dibawah rata-rata tahunan terjadi pada tahun 2010 yang besarnya
1,11%. Kelompok ini terjadi perubahan ketika pada kondisi
tertentu seperti menjelang lebaran, ketika tahun baru atau bila ada
event-event tertentu. Pusat perbelanjaan sandang terbesar di kota
Surakarta mengalami kebakaran yaitu Pasar Klewer dampaknya
belum terlihat pada laju inflasi pada kelompok sandang. Karena
peristiwa ini terjadi pada akhir tahun.
Pada tahun 2014 laju inflasi kelompok sandang besarnya 2,74 %.
Kelompok ini memberikan sumbangan terhadap inflasi umum
sangat kecil sekali, atau paling kecil diantara kelompok lainnya.
5. Kelompok Kesehatan.
Kelompok kesehatan sumbangan terhadap inflasi umum setiap
tahunnya berfluktuasi. Pada tahun 2010 laju inflasi kelompok
kesehatan 0,14 %, sumbangan terhadap inflasi umum paling kecil.
Kelompok kesehatan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2011 laju
inflasinya mulai meningkat yaitu 3,34%. Pada tahun 2012 laju
inflasi pada kelompok kesehatan turun kembali sebesar 1,98%.
Pada tahun 2013 laju inflasi kelompok ini naik hampir tiga kali
lipat dari tahun sebelumnya menjadi 5,10%. Dan turun kembali
menjadi 4,93 % pada tahun 2014. Laju inflasi pada tahun 2014
kelompok kesehatan besarnya diatas rata-rata selama lima tahun
terakhir. Laju inflasi rata-rata lima tahun terakhir besarnya 3,10%
sedangkan laju inflasi kelompok kesehatan pada tahun 2014
besarnya 4,93%.
6. Kelompok Pendidikan
Pada kelompok pendidikan laju inflasi setiap tahunnya dibawah
5%. Kelompok ini laju inflasi terjadi pada bulan bulan tertentu,
seperti ketika tahun ajaran baru atau permulaan semester setiap
tahunnya. Hal ini karena pada setiap semesternya terjadi
perubahan materi pelajaran maupun agena akademiknya. Rata-
rata laju inflasi pada kelompok pendidikan selama lima tahun
terakhir sangat kecil yaitu 2,93 %.
7. Kelompok Transportasi.
Kelompok transportasi merupakan kelompok terakhir dari 7
kelompok agregat menghitungan inflasi. Kelompok ini lebih
bersifat administrasi price, karena barang dan jasa kelompok ini
lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Pada tahun
2014 kelompok transportasi mengalami inflasi sebesar 12,17 %
sudah masuk pada level dua digit, walaupun masih terkendali
namun perlu dicermati karena kelompok ini berpengaruh
terhadap barang atau jasa lainnya. Laju inflasi Kelompok ini akan
dibawah 3% ketika pemerintah tidak melakukan penyesuaian
harga terhadap bahan bakar minyak.
BAB V
PENUTUP
Secara garis besar kondisi perekonomian kota Surakarta cukup
kondusif dengan pertumbuhan berkisar 5 % - 6 %. Pertumbuhan yang
sedikit melemah dibanding tahun sebelumnya, karena kondisi
perekonomian dunia yang berpengaruh terhadap perekonomian
nasional dan perekonomian regional. Hal ini perlu dicermati para
pengambil kebijakan terutama terhadap nilai rupiah maupun nilai
eksport. Komoditas kandungan eksport perlu adanya pemetaan
lapangan untuk menghadapi perdagangan global. Untuk melihat
kondisi lapangan perlu adanya kajian tentang komoditas yang
dibutuhkan oleh pasar sehingga nilai komoditas eksport cukup
mempunyai nilai.
Inflasi rata-rata bulanan tahun 2014 sebesar 0,67 %. Dengan
komulatif inflasi umum sebesar, 8,01 %. Inflasi umum tahun 2014
lebih kecil 0,31 % dibanding dengan inflasi umum tahun sebelumnya
yang besarnya 8,32 %. Hal ini cukup memprihatinkan dan perlu
adanya kecermatan di tingkat lapangan untuk pengendalian harga
komoditas terutama 9 bahan pokok. Sehingga daya beli masyarakat
tidak tergerus oleh harga-harga yang bersifat administration price
(harga barang yang ditentukan oleh pemerintah). Perlu lebih
mengaktifkan TPID Kota Surakarta melalui sidak atau kebijakan
lainnya, sehingga para pelaku usaha tidak semaunya dalam
penentuan harga konsumen. Ekspektasi di tingkat masyarakat perlu
dijaga sehingga tidak ada isu tentang proses kenaikan komoditas
sehingga inflasi lebih bisa terkendali. Jumlah komoditas di lapangan
juga perlu dikontrol demikian juga tata niaga maupun distribusi
komoditas terutama komoditas yang memiliki elastisitas tinggi di
tingkat masyarakat atau biasa disebut dengan 9 bahan pokok.
LAMPIRAN
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 2,908.82 2,911.03 0.08 2,912.43 0.05 2,951.59 1.34 2,939.01 -0.43
2 Pertambangan &Penggalian
1,832.36 1,809.03 -1.27 1,789.64 -1.07 1,764.96 -1.38 1,735.04 -1.70
Primer 4,741.18 0.00 4,720.06 -0.45 4,702.07 -0.38 4,716.55 0.31 4,674.05 -0.90
3 Industri Pengolahan 1,277,210.09 1,312,945.81 2.80 1,349,967.23 2.82 1,404,161.79 4.01 1,475,435.09 5.08
4 Listrik, Gas, dan AirBersih
119,194.83 128,648.33 7.93 137,673.24 7.02 147,574.83 7.19 154,681.47 4.82
5 Konstruksi 671,926.81 717,165.29 6.73 765,569.54 6.75 811,759.49 6.03 852,952.37 5.07
Sekunder 2,068,331.73 0.00 2,158,759.43 4.37 2,253,210.01 4.38 2,363,496.11 4.89 2,483,068.93 5.06
6 Perdagangan, Hoteldan Restoran
1,367,808.36 1,466,845.97 7.24 1,569,512.38 7.00 1,687,392.79 7.51 1,773,661.75 5.11
7 Pengangkutan &Komunikasi
514,407.73 549,760.87 6.87 585,690.23 6.54 621,610.31 6.13 653,669.84 5.16
8Keuangan, Sewa &Jasa Perusahaan 518,980.77 567,860.94 9.42 615,432.99 8.38 664,532.30 7.98 699,611.98 5.28
9 Jasa-jasa 629,616.47 663,965.04 5.46 714,313.62 7.58 739,206.00 3.48 774,969.78 4.84
Tersier 3,030,813.33 0.00 3,248,432.82 7.18 3,484,949.22 7.28 3,712,741.41 6.54 3,901,913.35 5.10
PDRB 5,103,886.24 0.00 5,411,912.32 6.04 5,742,861.31 6.12 6,080,954.07 5.89 6,389,656.34 5.08
Penduduk pertengahan tahun
499.337 500.032 500.328 500.625 508.951
Pendapatan perkapita (Rp)
10,221,325.97 10,823,131.95 5.89 11,478,192.92 6.05 12,146,724.73 5.82 12,554,560.92 3.36
Sumber : BPS Kota Surakarta
PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA KONSTAN
No Sektor
2010 2011 2012 2013
2014
(Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp)/juta (%) (Rp) /juta (%) (Rp) /juta (%)
1 Pertanian 5,532.79 0.06 5,927.58 0.05 6,205.92 0.05 6,611.99 0.05 6,862.31 0.05
2Pertambangan &Penggalian 2,942.37 0.03 3,010.49 0.03 3,009.79 0.02 3,002.94 0.02 2,982.14 0.02
Primer 8,475.16 0.09 8,938.07 0.08 9,215.71 0.08 9,614.93 0.07 9,844.45 0.07
3 Industri Pengolahan 2,081,494.89 20.94 2,233,247.76 20.32 2,390,894.46 19.63 2,623,767.70 19.29 2,901,686.21 19.19
4 Listrik, Gas, dan AirBersih
259,004.47 2.61 287,576.62 2.62 317,497.14 2.61 363,004.58 2.67 404,684.38 2.68
5 Konstruksi 1,440,525.31 14.49 1,584,659.42 14.42 1,758,189.55 14.43 1,951,415.83 14.35 2,166,905.81 14.33
Sekunder 3,781,024.67 38.03 4,105,483.80 37.35 4,466,581.15 36.67 4,938,188.11 36.31 5,473,276.41 36.19
6 Perdagangan, Hoteldan Restoran
2,556,483.24 25.72 2,885,293.49 26.25 3,187,324.12 26.17 3,632,165.57 26.71 4,054,951.44 26.81
7 Pengangkutan &Komunikasi
1,106,229.42 11.13 1,206,106.83 10.97 1,323,255.69 10.86 1,462,927.27 10.76 1,641,884.35 10.86
8 Keuangan, Sewa &Jasa Perusahaan
1,123,362.50 11.30 1,282,678.53 11.67 1,449,258.72 11.90 1,656,823.06 12.18 1,847,022.65 12.21
9 Jasa-jasa 1,365,561.57 13.74 1,504,470.47 13.69 1,744,923.26 14.33 1,899,877.56 13.97 2,095,568.76 13.86
Tersier 6,151,636.73 61.88 6,878,549.32 62.57 7,704,761.80 63.25 8,651,793.47 63.62 9,639,427.20 63.74
PDRB 9,941,136.56 100.00 10,992,971.19 100.00 12,180,558.66 100.00 13,599,596.52 100.00 15,122,548.06 100.00
Penduduk pertengahan tahun
499,337 500,032 500,328 500,625 508,951
Pendapatan perkapita (Rp) 19,908,672.03 21,984,535.37 24,345,146.90 27,165,236.49 29,713,170.93
Sumber : BPS Kota Surakarta
STRUKTUR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SURAKARTA
ATAS DASAR HARGA BERLAKU
No Sektor2010 2011 2012 2013
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Kota Surakarta 10,221,325.97 10,611,592.76 11,478,192.91 12,146,724.73 12,553,578.51
Jawa Tengah 5,773,809.34 6,058,604.36 6,389,599.44 6,706,874.30 7,050,266.26
National 9,703,464.88 10,184,548.83 10,671,024.82 11,134,017.58 11,656,203.00
Sumber : BPS Kota Surakarta
Pendapatan Per kapita Kota Surakarta
Jawa Tengah, Nasional tahun 2010 - 2014
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Kota Surakarta (jutaan rupiah) 5,103,886.24 5,411,912.31 5,742,861.30 6,080,954.07 6,389,156.34
Jawa Tengah (Jutaann rupiah) 176,187,047.79 187,244,941.39 199,838,615.22 212,308,544.81 224,431,362.72
National (milyard rupiah) 2,222,986.86 2,364,158.63 2,511,445.71 2,656,607.27 2,789,968.96
Sumber : BPS Kota Surakarta
PDRB ADHK Kota Surakarta
Jawa Tengah, Nasional tahun 2010 - 2014
Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Kota Surakarta 5.94 6.04 6.12 5.89 5.08
Jawa Tengah 6.02 6.28 6.7 3 6.24 5.7 1
National 6.10 6.50 6.23 5.7 8 5.02
Sumber : BPS Kota Surakarta
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta
Jawa Tengah, Nasional tahun 2010 - 2014
No. Jenis barang/jasa 2010 2011 2012 2013 2014
1Bahan Makan
12.26 -2.02 3.14 15.34 12.49
2Makanan Jadi, Minuman
2.40 5.36 4.40 4.15 3.62
3Perumahan
1.46 2.74 2.07 3.65 8.91
4Sandang
1.11 4.63 4.74 6.59 2.74
5Kesehatan
0.14 3.34 1.98 5.10 4.93
6Pendidikan
0.99 3.95 3.01 2.19 4.53
7 Transport 2.61 1.16 1.32 14.13 12.17
Inflasi 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01
Jawa Tengah 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22
National 6.96 3.79 4.30 8.38 8.36
Sumber : BPS Kota Surakarta
Laju inflasi menurut kelompok barang/jasa
Kota Surakarta tahun 2010 - 2014
Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Januari 0.63 0.63 0.22 1.33 1.22 -0.20
Februari 0.29 -0.66 0.08 1.03 0.28 -0.91
Maret -0.24 -0.80 0.28 1.43 0.27 0.25
April 0.19 -0.30 -0.01 -0.26 -0.15 0.17
Mei 0.16 -0.30 0.28 -0.63 0.25 0.54
Juni 1.23 0.62 0.85 1.16 0.51 0.64
Juli 1.34 0.71 0.50 3.91 0.59 0.91
Agustus 0.16 0.64 0.51 0.45 0.46 0.28
September 0.40 0.24 -0.57 -1.35 0.11 dbt
Oktober 0.10 0.03 0.32 0.40 0.46 dbt
Nopember 0.47 0.48 0.20 0.30 1.47 dbt
Desember 1.75 0.62 0.30 0.35 2.28 dbt
Y o Y 6.65 1.93 2.87 8.32 8.01 1.42
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Kota Surakarta
Tahun 2010-2014
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
Tengah
Januari dbt 1.00 dbt 0.63 0.75 0.70 0.74
Februari dbt 0.45 dbt 0.29 0.47 0.18 0.40
Maret dbt -0.34 dbt -0.24 -0.20 -0.26 -0.23
April dbt 0.05 dbt 0.19 0.37 0.09 0.27
Mei dbt 0.25 dbt 0.16 0.02 0.06 0.07
Juni dbt 0.92 dbt 1.23 0.84 1.33 0.98
Juli dbt 1.21 dbt 1.34 1.73 0.84 1.51
Agustus dbt 0.60 dbt 0.16 0.53 0.52 0.46
September dbt 0.38 dbt 0.40 1.04 1.27 0.87
Oktober dbt 0.28 dbt 0.10 0.02 0.06 0.06
Nopember dbt 0.56 dbt 0.47 0.63 0.67 0.60
Desember dbt 0.52 dbt 1.75 0.70 1.09 0.95
Y o Y dbt 6.04 dbt 6.65 7.11 6.73 6.88
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa Tengah
Tahun 2010
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
Tengah
Januari dbt 0.95 dbt 0.63 0.60 0.32 0.61
Februari dbt 0.18 dbt -0.66 -0.12 -0.13 -0.21
Maret dbt -0.43 dbt -0.80 -0.11 0.20 -0.25
April dbt -0.18 dbt -0.30 -0.54 -0.52 -0.46
Mei dbt 0.25 dbt -0.30 0.13 0.09 0.05
Juni dbt 0.31 dbt 0.62 0.43 0.35 0.45
Juli dbt 0.72 dbt 0.71 0.67 1.04 0.73
Agustus dbt 0.45 dbt 0.64 0.57 0.56 0.58
September dbt 0.25 dbt 0.24 0.51 0.33 0.41
Oktober dbt 0.23 dbt 0.03 -0.19 -0.25 -0.12
Nopember dbt 0.56 dbt 0.48 0.51 0.50 0.51
Desember dbt 0.07 dbt 0.62 0.38 0.06 0.37
Y o Y dbt 3.40 dbt 1.93 2.87 2.58 2.68
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa Tengah
Tahun 2011
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
Tengah
Januari dbt 0.68 dbt 0.22 0.42 0.61 0.42
Februari dbt 0.56 dbt 0.08 0.37 -0.21 0.26
Maret dbt -0.21 dbt 0.28 0.33 -0.18 0.22
April dbt 0.09 dbt -0.01 0.14 0.15 0.08
Mei dbt 0.43 dbt 0.28 0.36 0.54 0.37
Juni dbt 0.33 dbt 0.85 0.68 0.54 0.67
Juli dbt 0.84 dbt 0.50 0.83 0.30 0.71
Agustus dbt 0.85 dbt 0.51 1.26 1.33 1.08
September dbt 0.17 dbt -0.57 -0.10 0.06 -0.16
Oktober dbt 0.29 dbt 0.32 0.07 -0.10 0.12
Nopember dbt 0.08 dbt 0.20 -0.01 -0.37 -0.01
Desember dbt 0.53 dbt 0.30 0.41 0.40 0.40
Y o Y dbt 4.73 dbt 2.87 4.85 3.09 4.24
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa Tengah
Tahun 2012
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
TengahJanuari dbt 1.63 dbt 1.33 0.99 0.77 1.09Februari dbt 0.40 dbt 1.03 0.90 0.23 0.81Maret dbt 0.44 dbt 1.43 0.95 0.11 0.92April dbt -0.17 dbt -0.26 -0.43 -0.04 -0.34Mei dbt 0.06 dbt -0.63 -0.17 -0.33 -0.27Juni dbt 1.48 dbt 1.16 0.86 0.79 0.96Juli dbt 2.84 dbt 3.91 3.50 2.38 3.41Agustus dbt 1.08 dbt 0.45 1.25 1.98 1.15September dbt -0.71 dbt -1.35 -0.61 -0.15 -0.72Oktober dbt 0.88 dbt 0.40 0.12 -0.20 0.20Nopember dbt 0.04 dbt 0.30 0.42 -0.15 0.30Desember dbt 0.29 dbt 0.35 0.21 0.28 0.25
Y o Y dbt 8.50 dbt 8.32 8.19 5.80 7.99
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa TengahTahun 2013
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
Tengah
Januari 0.79 0.82 1.67 1.22 0.99 0.75 1.00
Februari 0.57 0.51 0.11 0.28 0.24 0.79 0.33
Maret -0.16 0.29 0.42 0.27 0.27 0.20 0.25
April -0.09 -0.08 -0.36 -0.15 -0.04 -0.37 -0.12
Mei 0.33 0.08 0.36 0.25 0.25 0.01 0.24
Juni 1.07 0.48 0.52 0.51 0.85 0.60 0.73
Juli 1.33 0.82 0.81 0.59 0.62 0.79 0.72
Agustus 0.52 0.43 0.58 0.46 0.41 0.57 0.45
September 0.07 -0.24 -0.03 0.11 0.41 0.18 0.22
Oktober 0.19 0.41 0.43 0.46 0.55 0.95 0.52
Nopember 1.52 1.38 1.31 1.47 1.35 1.05 1.36
Desember 1.77 2.00 2.47 2.28 2.40 1.66 2.25
Y o Y 8.19 7.09 8.59 8.01 8.53 7.40 8.22
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa Tengah
Tahun 2014
Bulan Cilacap Purwokerto Kudus Surakarta Semarang TegalJawa
Tengah
Januari -0.26 -0.13 -0.36 -0.20 -0.48 -0.10 -0.35
Februari -0.12 -0.67 -0.39 -0.91 -0.67 -0.35 -0.62
Maret 0.01 0.05 -0.02 0.25 0.25 0.18 0.16
April 0.02 0.15 0.21 0.17 0.17 -0.10 0.17
Mei 0.47 0.47 0.45 0.54 0.54 0.74 0.51
Juni 0.43 0.57 0.56 0.64 0.64 0.89 0.61
Juli 0.99 0.84 0.88 0.91 0.91 0.93 0.92
Agustus 0.24 0.13 0.60 0.28 0.28 0.38 0.29
September dbt dbt dbt dbt dbt dbt dbt
Oktober dbt dbt dbt dbt dbt dbt dbt
Nopember dbt dbt dbt dbt dbt dbt dbt
Desember dbt dbt dbt dbt dbt dbt dbt
Y o Y 1.79 1.41 1.95 1.42 1.64 2.58 1.70
Sumber : BPS Kota Surakarta
Keterangan ; dbt : data belum tersedia
Inflasi menurut bulan Enam Kota di Jawa TengahTahun 2015
Jumlah Kepadatanpenduduk
Jumlah Kepadatanpenduduk
Jumlah Kepadatanpenduduk
Jumlah Kepadatanpenduduk
Jumlah Kepadatanpenduduk
1 Boyolali 1,015.07 932,193 918 938,999 925 945,534 931 951,817 938 957,857 9442 Klaten 655.56 1,131,913 1,727 1,137,909 1,736 1,143,633 1,745 1,148,994 1,753 1,154,040 1,7603 Sukoharjo 466.66 825,887 1,770 833,933 1,787 841,771 1,804 849,506 1,820 856,937 1,8364 Wonogiri 1,822.37 930,422 511 934,689 513 938,641 515 942,377 517 945,817 5195 Karanganyar 772.20 814,907 1,055 823,486 1,066 831,916 1,077 840,171 1,088 848,255 1,0986 Sragen 946.49 859,716 908 864,029 913 868,105 917 871,989 921 875,600 9257 Kota Surakarta 44.03 500,173 11,360 502,866 11,421 505,413 11,479 507,825 11,534 510,077 11,585
se-eksKaresidenan 5,722.38 5,995,211 1,048 6,035,911 1,055 6,075,013 1,062 6,112,679 1,068 6,148,583 1,074
Sumber : BPS Kota Surakarta (dari proyeksi SP tahun 2010) 32,998,692 33,264,339 33,522,663
Penduduk Kabupaten/Kota se-eks Karesidenan SurakartaProvinsi Jawa Tengah, 2010-2014
( jiwa)
No Kabupaten/KotaLuas
Wilayah(km2)
2010 2011 2012 2013 2014
Laki-laki
Perempuan
1 Pertanian, Kehutanan 1 12 2 14 0.032 Pertambangan, Penggalian - - - 0 0.003 Industri Pengolahan 177 6.892 9.639 16,531 37.034 Listrik, Gas, dan Air 15 267 60 327 0.735 Bangunan 8 756 99 855 1.926 Perdagangan Besar, RM, dan Hotel 299 6.004 3.358 9,362 20.977 Angkutan, Pergudangan 32 812 249 1,061 2.388 Keuangan, Asuransi 203 5.754 2.874 8,628 19.33
9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial,Perorangan
121 3.888 3.971 7,859 17.61
Jumlah 856 24.39 20.25 44,637
Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta
Kesempatankerja
Jumlah Perusahaan/ Tenaga KerjaMenurut Sektor Lapangan Usaha s/d Desember Tahun 2014
No. Lapangan UsahaJumlah
Perusahaan
Tenaga Kerja JumlahTenagaKerja