Upload
trandiep
View
311
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN
USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA
PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BANDUNG BARAT
SKRIPSI
DIAN PUSPITASARI
H34080095
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
RINGKASAN
DIAN PUSPITASARI. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani
Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Petanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI
TINAPRILLA).
Pengembangan agribisnis sayuran di Indonesia memiliki prospek yang
bagus dilihat dari potensi pasar yang besar. Jumlah penduduk yang semakin
bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan
penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu jenis sayuran yang menjadi
trend di dunia bisnis hortikultura saat ini adalah sayuran eksklusif seperti paprika.
Tingginya permintaan paprika baik untuk kebutuhan di dalam negeri maupun di
luar negeri menjadi peluang yang besar bagi para pelaku bisnis paprika.
Desa Pasirlangu yang terletak di Kecamatan Cisarua merupakan sentra
penghasil paprika terbesar di Kabupaten Bandung Barat. Akan tetapi petani
paprika di lokasi ini masih menghadapi keterbatasan produksi, salah satunya
disebabkan oleh produktivitas riil paprika yang masih berada di bawah
produktivitas potensialnya. Agar dapat mengoptimalkan produktivitas paprika,
pengalokasian faktor-faktor produksi perlu dilakukan secara efisien. Keberhasilan
pengembangan usahatani paprika hidroponik baik dari segi kualitas maupun
kuantitas produksi sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi dan keterampilan
petani dalam pemeliharaannya yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada
pendapatan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu
Kecamatan Cisarua, (2) menganalisis tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor
yang mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua, dan (3) menganalisis tingkat pendapatan usahatani
paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua.
Hasil analisis efisiensi teknis berdasarkan estimasi dari parameter
Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier,
menunjukkan bahwa penggunaan benih dan tenaga kerja berpengaruh nyata
terhadap peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan masing-
masing pada taraf α = 20 persen. Sementara faktor produksi lainnya seperti
nutrisi, insektisida, dan fungisida tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan
produksi paprika hidroponik per satuan lahan.
Tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai oleh petani paprika
hidroponik adalah sebesar 89,9 persen dari produktivitas maksimum. Hal ini
menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sudah
efisien, tetapi masih terdapat peluang sebesar 10,1 persen untuk mencapai
produktivitas maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap efek
inefisiensi teknis adalah umur petani, pendidikan formal, dan dummy status
usahatani. Variabel pengalaman, umur bibit, dummy keikutsertaan dalam
kelompok tani, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy kredit bank
berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik.
Variabel yang berpengaruh nyata terhadap terhadap inefisiensi teknis adalah umur
petani, pengalaman, umur bibit, dummy status kepemilikan lahan, dan dummy
kredit bank masing-masing pada taraf α = 20 persen.
Analisis pendapatan usahatani dan R/C menunjukkan bahwa usahatani
paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sudah efisien dan dapat memberikan
keuntungan. Hasil analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik menunjukkan
pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 46.831.264,77 sedangkan
pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 26.956.109,21. Sementara R/C atas
biaya tunai adalah sebesar 2,36 dan R/C atas biaya total adalah sebesar 1,50. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk
peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu,
antara lain: (1) upaya peningkatan produktivitas hendaknya dilakukan dengan
melakukan pendekatan sosialisasi terkait penggunaan input benih dan tenaga kerja
pada jumlah yang optimal, (2) mengingat tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai
petani sudah tinggi maka untuk dapat meningkatkan produktivitas secara nyata
dibutuhkan inovasi teknologi yang lebih maju seperti penggunaan drip irrigation pada
sistem fertigasi, dan (3) penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi
alokatif dan ekonomis untuk mendapatkan analisis efisiensi yang lebih komprehensif.
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN
USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA
PASIRLANGU KECAMATAN CISARUA
KABUPATEN BANDUNG BARAT
DIAN PUSPITASARI
H34080095
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika
Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat
Nama : Dian Puspitasari
NIM : H34080095
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM
NIP. 19690410 199512 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi
Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat” adalah karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Dian Puspitasari
H34080095
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1990. Penulis adalah
anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Supriyanto Atmo Suwito
dan Ibu Sri Mudjiharti.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bedahan 1 Cibinong
pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005
di SLTPN 1 Cibinong. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 3 Bogor
diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi dan
pendapatan usahatani paprika hidroponik yang dijalankan oleh para petani di Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Namun demikian,
penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan
kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2013
Dian Puspitasari
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan,
arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang
telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan
Departemen Agribisnis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
4. Dr. Ir. Suharno, MA.Dev selaku dosen pembimbing akademik dan Ir.
Harmini, MSi yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi.
5. Kedua orangtua dan keluarga tercinta atas kasih sayang, doa, perhatian, dan
dukungan moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama
penulis menjalani studi hingga proses penyelesaian skripsi ini. Semoga ini
bisa menjadi persembahan yang terbaik.
6. Yulinda selaku pembahas pada seminar hasil penulis yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.
7. Pak Deden Wahyu (Ketua Poktan Dewa Family) dan Pak Cepy (Ketua
Koperasi Mitra Sukamaju) atas ilmu, bantuan, dan pengarahannya kepada
penulis selama melakukan penelitian di Desa Pasirlangu. Kepala Desa
Pasirlangu beserta staf atas data dan informasi yang diberikan kepada penulis.
Pak Kusnadi beserta keluarga, Pak Arief, Pak Aji, Mang Iding, serta seluruh
pekerja Poktan Dewa Family dan Koperasi Mitra Sukamaju, terima kasih atas
bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung.
8. Ryan Satria Nugroho yang turut membantu penulis dalam banyak hal selama
proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semangat, dorongan, serta
doa yang telah diberikan kepada penulis.
9. Petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bandung Barat yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
10. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, FEM, IPB.
11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Desa Pasirlangu Farisah Firas
dan Rizky Ilham, serta teman-teman satu bimbingan penulis Ruri, Yuki, dan
Fitri, atas semangat, dukungan, dan sharing selama ini.
12. Teman-teman Agribisnis angkatan 45 atas semangat kekeluargaan selama
penulis kuliah di Agribisnis, FEM, IPB.
13. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.
Bogor, Januari 2013
Dian Puspitasari
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xv
I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 9
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10
2.1. Gambaran Umum Paprika ..................................................... 10
2.2. Tinjauan Empiris Paprika Hidroponik .................................. 10
2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan
Usahatani .............................................................................. 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 19
3.1.1. Konsep Usahatani ....................................................... 19
3.1.2. Konsep Fungsi Produksi ............................................. 22
3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............. 25
3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ................................. 27
3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani ................................... 30
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 31
IV METODE PENELITIAN .......................................................... 34
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 34
4.2. Metode Pengumpulan Data ................................................... 34
4.3. Metode Pengambilan Sampel ............................................... 34
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................. 35
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ............ 35
4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ........ 36
4.4.3. Uji Hipotesis ............................................................... 39
4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani ................................... 40
4.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran ....................... 41
V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ........... 44
5.1. Gambaran Umum Desa Pasirlangu ....................................... 44
5.1.1. Keadaan Geografi dan Administratif .......................... 44
5.1.2. Kependudukan ............................................................ 45
5.1.3. Sarana dan Prasarana .................................................. 46
5.2. Karakteristik Responden ....................................................... 46
5.3. Budidaya Paprika Hidroponik ............................................... 51
5.3.1. Persiapan Greenhouse dan Lahan .............................. 52
5.3.2. Penyemaian dan Pembibitan ....................................... 53
xi
5.3.3. Penanaman .................................................................. 54
5.3.4. Pemeliharaan .............................................................. 55
5.3.4.1. Penyiraman dan Pemupukan ......................... 55
5.3.4.2. Pengaijiran .................................................... 56
5.3.4.3. Pemilihan dan Pembentukan Batang
Produksi ......................................................... 57
5.3.4.4. Pewiwilan ...................................................... 57
5.3.4.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ................. 59
5.3.5. Panen dan Pasca Panen ................................................ 60
VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS .............................................. 62
6.1. Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier .................. 63
6.2. Sebaran Efisiensi Teknis ....................................................... 69
6.3. Sumber-sumber Inefisiensi Teknis ........................................ 71
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA
HIDROPONIK ........................................................................... 77
7.1. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik .......................... 77
7.2. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik .................................... 78
7.3. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik ............................ 82
VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 86
8.1. Kesimpulan ........................................................................... 86
8.2. Saran ..................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 88
LAMPIRAN ......................................................................................... 91
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga
Berlaku Tahun 2006-2010 ........................................................ 1
2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 ..................... 3
3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika Indonesia
Tahun 2010 ............................................................................... 4
4. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2010 ............................................................. 5
5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Desa
Pasirlangu Tahun 2008-2011 .................................................... 7
6. Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa
Pasirlangu Tahun 2011 ............................................................. 45
7. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tahun
2012 ........................................................................................... 47
8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
Tahun 2012 ............................................................................... 48
9. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan
Tahun 2012 ............................................................................... 48
10. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Tahun
2012 ........................................................................................... 49
11. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani
Paprika Tahun 2012 .................................................................. 49
12. Sebaran Responden Berdasarkan Perolehan Kredit Bank Tahun
2012 ........................................................................................... 50
13. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Greenhouse
Tahun 2012 ............................................................................... 51
14. Sebaran Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Tahun 2012 ............................................................................... 51
15. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan
Metode OLS (Per Satuan Lahan) .............................................. 64
16. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan
Metode MLE (Per Satuan Lahan) ............................................. 65
17. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden ............................. 70
18. Pendugaan Parameter Maximum-Likelihood Model Inefisiensi
Teknis Usahatani Paprika Hidroponik ...................................... 71
xiii
19. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di
Desa Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 ............................. 77
20. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di
Desa Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 ............................. 79
21. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya
(R/C) Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa
Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012 ...................................... 82
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Fungsi Produksi ............................................................. 24
2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ........................................ 26
3. Efisiensi Teknis dan Alokatif .................................................... 28
4. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................. 33
5. Bangunan Greenhouse Budidaya di Desa Pasirlangu (a) dan
Bedengan yang Ditutupi Mulsa (b) ........................................... 52
6. Penyemaian dan Pembibitan Paprika Hidroponik .................... 54
7. Pupuk AB Mix (a) dan Tangki Penampung Nutrisi (b) ............ 55
8. Tanaman Paprika yang Dililitkan Tali ...................................... 57
9. Proses Pemangkasan Tunas Air yang Tidak Dipelihara ........... 58
10. Paprika Hidroponik yang Dihasilkan di Desa Pasirlangu ......... 60
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 1 ....................... 92
2. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 2 ....................... 93
3. Hasil Output Frontier Usahatani Paprika Hidroponik .............. 94
4. Kuisioner Penelitian .................................................................. 99
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang
mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional
dewasa ini. Subsektor ini meliputi kelompok komoditas buah-buahan, sayuran,
tanaman hias, dan biofarmaka. Kontribusi subsektor hortikultura dapat dilihat dari
nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan
sumber pendapatan dari subsektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan
peningkatan pendapatan masyarakat.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian
Pertanian RI (2012), nilai PDB subsektor hortikultura mengalami peningkatan
setiap tahunnya dari tahun 2006 sampai 2009. Akan tetapi nilai PDB subsektor
hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,69 persen dari 88,33 triliun rupiah
pada tahun 2009 menjadi 85,96 triliun pada tahun 2010. Secara keseluruhan, rata-
rata tingkat pertumbuhan PDB subsektor hortikultura dari tahun 2006 sampai
2010 sebesar 5,94 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun
2007 yang meningkat sebesar 11,88 persen dari tahun 2006.
Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku
Periode 2006-2010
Kelompok
Komoditas
Nilai PDB (Milyar Rp)
2006 2007 2008 2009 2010
Buah-buahan 35.448 42.362 47.060 48.437 45.482
Sayuran 24.694 25.587 28.205 30.506 31.244
Tanaman Hias 4.734 4.741 5.085 5.494 6.174
Biofarmaka 3.762 4.105 3.853 3.897 3.665
Total 68.639 76.795 84.202 88.334 85.958
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)
Sayuran termasuk dalam kelompok komoditas hortikultura yang
memberikan kontribusi dalam PDB nasional hortikultura dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 6,11 persen per tahun. Berdasarkan kontribusi per kelompok
komoditas terhadap PDB nasional tahun 2010, kelompok komoditas sayuran
2
menempati urutan kedua setelah kelompok komoditas buah-buahan. Kontribusi
PDB komoditas sayuran pada tahun 2010 mencapai 31,24 triliun rupiah atau
sekitar 36,35 persen terhadap total PDB hortikultura. Nilai PDB kelompok
komoditas sayuran yang terus mengalami peningkatan mengindikasikan bahwa
komoditas ini masih berpeluang untuk terus tumbuh.
Pengembangan agribisnis sayuran di Indonesia memiliki prospek yang
baik dilihat dari potensi pasar yang besar. Jumlah penduduk yang semakin
bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan
penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Menurut data Kementerian Pertanian,
tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada tahun 2007 sebesar 40,90 kg
per kapita, meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun 2006. Akan tetapi,
tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia tersebut masih rendah jika
dibandingkan dengan standar konsumsi sayur yang direkomendasikan FAO
sebesar 73 kg per kapita per tahun dan standar kecukupan untuk sehat sebesar
91,25 kg per kapita per tahun1. Kesenjangan ini diharapkan dapat menjadi peluang
bagi para pelaku usaha agribisnis sayuran.
Tabel 2 menyajikan data produksi sayuran di Indonesia dari tahun 2006
sampai tahun 2010. Berdasarkan data, terdapat 15 jenis sayuran yang mengalami
pertumbuhan produksi yang positif dalam satu tahun terakhir, yaitu bawang
merah, kubis, kembang kol, petsai/sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang
panjang, cabe besar, paprika, jamur, tomat, terung, buncis, dan labu siam. Paprika
merupakan salah satu sayuran yang mengalami pertumbuhan secara signifikan.
Pertumbuhan produksi paprika tahun 2009 hingga tahun 2010 sebesar 24 persen,
menempati urutan kedua terbesar setelah komoditi jamur. Sementara rata-rata
pertumbuhan produksi paprika tahun 2008-2010 adalah sebesar 67,54 persen.
Paprika memiliki peluang pasar yang besar karena banyak diminati, baik
di dalam negeri maupun di luar negeeri. Sejalan dengan menjamurnya restauran-
restauran dan hotel yang menyajikan menu makanan asing maka peluang pasar
untuk jenis sayuran eksklusif seperti paprika di dalam negeri masih terbuka lebar.
Di Jabodetabek, terdapat 56-60 outlet pizza yang setiap hari membutuhkan
1 Dinas Peternakan Banten. 2011. Gema Sayuran untuk Tingkatkan Konsumsi Sayuran.
http://www.distanak.bantenprov.go.id/ [Diakses 7 Februari 2012]
3
pasokan hingga 20 ton2. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, paprika juga
berpotensi untuk diekspor. Negara tujuan utama ekspor paprika Indonesia adalah
Singapura. Kondisi tersebut diharapkan dapat menjadi peluang bagi petani untuk
dapat meningkatkan jumlah produksi.
Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010
Jenis Sayuran
Produksi (ton) Pertumbuhan/
Growth
2010 over 2009
(%) 2006 2007 2008 2009 2010
Bawang Merah 794.929 802.810 853.615 965.164 1.048.934 8,68
Bawang Putih 21.052 17.312 12.339 15.419 12.295 -20,26
Bawang Daun 571.264 479.924 547.743 549.365 541.374 -1,45
Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 1.060.805 -9,82
Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 1.385.044 1,98
Kembang Kol 135.517 124.252 109.497 96.038 101.205 5,38
Petsai/Sawi 590.400 564.912 565.636 562.838 583.770 3,72
Wortel 391.370 350.170 367.111 358.014 403.827 12,80
Lobak 49.344 42.076 48.376 29.759 32.381 8,81
Kacang Merah 125.251 112.271 115.817 110.051 116.397 5,77
Kacang Panjang 461.239 488.499 455.524 483.793 489.449 1,17
Cabe Besar 736.019 676.828 695.707 787.433 807.160 2,51
Cabe Rawit 449.040 451.965 457.353 591.294 521.704 -11,77
Paprika - - 2.114 4.462 5.533 24,00
Jamur 23.559 48.247 43.047 38.465 61.376 59,56
Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 891.616 4,52
Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 482.305 6,81
Buncis 269.533 266.790 266.551 290.993 336.494 15,64
Ketimun 598.892 581.205 540.122 583.139 547.141 -6,17
Labu Siam 212.697 254.056 394.386 321.023 369.846 15,21
Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 350.879 -2,80
Bayam 149.435 155.863 163.817 173.750 152.334 -12,33
Melinjo 239.209 205.728 213.536 221.097 214.355 -3,05
Petai 148.268 178.680 230.654 183.679 139.927 -23,82
Jengkol - - 80.008 62.475 50.235 -19,59
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura
Keterangan : - ) Data tidak tersedia
2 Agrina. 2008. Usaha Sayuran Terdesak Permintaan. http://www.agrina-online.com/ [Diakses 9
Februari 2012]
4
Paprika termasuk dalam komoditi yang umumnya dibudidayakan di bawah
naungan, yang merupakan teknik penanaman sayuran yang dapat mengatasi
masalah yang berhubungan dengan penanaman sayuran di lahan terbuka. Teknik
ini merupakan usaha perlindungan fisik pada tanaman dengan tujuan utama untuk
mengendalikan faktor cuaca yang mengganggu perkembangan tanaman. Beberapa
keuntungan penggunaan budidaya tanaman di bawah naungan adalah hasil
tanaman lebih tinggi, kualitas produk lebih baik, masa panen lebih panjang
dibandingkan dengan produksi sayuran di lahan terbuka, efisiensi penggunaan
pupuk dan pestisida, serta produksi tanaman lebih terencana (Gunadi et al 2006).
Tiga daerah penghasil paprika yang berada di Indonesia antara lain
Sumatera, Jawa, dan Bali. Berdasarkan Tabel 3, Pulau Jawa merupakan pusat
produksi paprika di Indonesia, dengan total produksi tahun 2010 mencapai 92,17
persen dari total produksi paprika nasional. Provinsi penghasil paprika terbesar di
Pulau Jawa adalah Jawa Barat, selanjutnya diikuti oleh Jawa Timur. Pada tahun
2010, kontribusi Provinsi Jawa Barat terhadap produksi paprika di Pulau Jawa
sebesar 91,39 persen dengan produktivitas yang tertinggi dibandingkan dengan
provinsi lain, yaitu sebesar 43,97 ton per hektar. Hal tersebut menggambarkan
kontribusi Provinsi Jawa Barat yang sangat besar terhadap produksi paprika di
Pulau Jawa maupun di Indonesia.
Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika Indonesia Tahun
2010
Provinsi Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Sumatera Utara 3 11 3,67
Sumatera 3 11 3,67
Jawa Barat 106 4.661 43,97
Jawa Tengah 3 53 17,67
Jawa Timur 30 586 12,87
Jawa 139 5.100 36,69
Bali 19 422 22,21
Bali dan Nusa Tenggara 19 422 22,21
Indonesia 161 5.533 34,37
Sumber : BPS (2011)
5
Kabupaten Bandung Barat, yang merupakan kabupaten hasil pemekaran
Kabupaten Bandung sejak tahun 2007, adalah sentra produksi paprika di Provinsi
Jawa Barat. Pada tahun 2010, luas panen paprika di Kabupaten Bandung Barat
mencapai 68 hektar dengan rata-rata hasil per hektar sekitar 59,58 ton. Dengan
produktivitas dan luas panen yang tinggi tersebut, Kabupaten Bandung Barat
mampu memberikan kontribusi sebesar 86,93 persen terhadap total produksi
paprika di Provinsi Jawa Barat. Dalam hal luas areal tanam, Kabupaten Bandung
Barat terus mengalami peningkatan luas tanam dari tahun 2008 hingga tahun 2010
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 61,14 persen setiap tahunnya (Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2011).
Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010
Kabupaten/Kota Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
Sukabumi 11 58 5,27
Cianjur 4 16 4
Bandung 12 218 18,17
Garut 4 180 45
Sumedang 1 5 5
Subang 3 72 24
Purwakarta 3 60 20
Bandung Barat 68 4.052 59,58
Jawa Barat 106 4.661 43,97
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2011)
Dewasa ini, paprika dibudidayakan tanpa menggunakan media tanah,
melainkan dengan media tanam lain seperti arang sekam yang disebut juga
dengan istilah hidroponik. Berbeda dengan usahatani konvensional lainnya yang
membutuhkan lahan yang luas dan cenderung berorientasi kepada ekstensifikasi
lahan, usahatani paprika secara hidroponik ini lebih berorientasi pada intensifikasi
usahatani. Oleh karena itu, pemanfaatan sistem hidroponik ini diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas tanaman paprika sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi.
6
1.2. Perumusan Masalah
Kabupaten Bandung Barat merupakan kawasan pengembangan komoditi
paprika di Provinsi Jawa Barat. Program pengembangan kawasan ini diarahkan
pada pemilihan komoditi prioritas atau komoditi unggulan daerah sesuai potensi
dan kekhasan wilayah. Sentra produksi paprika Kabupaten Bandung Barat berada
di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua. Topografi Desa Pasirlangu yang berada
pada ketinggian 900-2.050 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-
250
C sangat mendukung untuk budidaya tanaman paprika.
Peluang pasar paprika yang dihasilkan petani Desa Pasirlangu sangat
besar. Selain banyak diserap oleh pasar dalam negeri, paprika yang dihasilkan
petani juga dibutuhkan untuk ekspor. Di dalam negeri, paprika banyak diminati
khususnya di daerah perkotaan, seperti restauran, hotel, dan supermarket.
Sementara untuk ekspor, pasar utama paprika adalah ke Singapura. Permintaan
paprika untuk ekspor bisa mencapai 10 ton per minggu, sementara petani di Desa
Pasirlangu baru mampu memenuhi pasokan paprika sebanyak 4-6 ton karena
keterbatasan produksi3. Dengan demikian, petani Desa Pasirlangu masih belum
mampu memenuhi kebutuhan pasar ekspor sehingga potensi pasar paprika belum
sepenuhnya tergarap dengan baik.
Teknik budidaya paprika yang sebagian besar digunakan oleh para petani
Desa Pasirlangu yaitu sistem hidroponik dalam rumah plastik dengan
menggunakan media tanam berupa arang sekam. Dalam teknik hidroponik
dibutuhkan nutrisi sebagai sumber makanan bagi tanaman. Penggunaan sistem
hidroponik bertujuan agar pertumbuhan tanaman lebih terkontrol, tanaman dapat
berproduksi dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi, dan tanaman bebas dari
gulma (Prihmantoro dan Indriani 1998). Akan tetapi sampai saat ini petani paprika
di Desa Pasirlangu masih mengalami keterbatasan produksi yang salah satunya
disebabkan oleh produktivitas paprika yang belum optimal.
Luas lahan dan produktivitas paprika hidroponik di Desa Pasirlangu tahun
2008-2011 terus mengalami peningkatan yang berimplikasi terhadap peningkatan
produksi setiap tahunnya. Walaupun jumlah produksinya meningkat, tetapi
3 Hasil wawancara dengan ketua Kelompok Tani Dewa Family dan Koperasi Mitra Sukamaju
7
produksi paprika hidroponik di Desa Pasirlangu masih belum sesuai harapan.
Menurut Gunadi (2006), berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan sesuai
dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal hingga
mencapai 8-9 kilogram per meter persegi. Namun pada kenyataannya
produktivitas rata-rata paprika hidroponik yang mampu dicapai oleh petani di
Desa Pasirlangu hanya sebesar 5,7 kilogram per meter persegi atau 57 ton per
hektar.
Tabel 5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Paprika di Desa Pasirlangu
Tahun 2008-2011
Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2008 15 750 50
2009 25 1.375 55
2010 26 1.482 57
2011 26 1.482 57
Sumber: Laporan Profil Desa Pasirlangu (Diolah)
Kesenjangan antara produktivitas riil dan produktivitas potensial yang
diharapkan diduga karena para petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu
masih menghadapi kendala di lapang khususnya terkait dengan penggunaan input
produksi. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa masih ada beberapa petani yang
kesulitan mencukupi kebutuhan input-input usahatani karena kurangnya modal
sehingga efisiensi dan produktivitasnya menjadi kurang optimal. Sebaliknya, ada
pula petani yang memberikan input seperti insektisida yang berlebih dengan
asumsi pemberian insektisida yang banyak akan semakin cepat membasmi hama
tanaman. Namun pada kenyataannya, pemberian input berlebih justru akan
menurunkan kualitas tanaman dan hanya akan menambah beban biaya.
Penggunaan insektisida yang berlebih juga sempat mengakibatkan penolakan
ekspor paprika ke Singapura karena kandungan residu melebihi batas minimum
yang ditetapkan importir.
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap produksi yaitu kapabilitas
manajerial sumberdaya manusia yang ada. Keterampilan manajerial petani akan
menentukan rasionalitas petani dalam mengambil keputusan yang berkaitan
8
dengan pengalokasian faktor-faktor produksi. Tenaga kerja yang terampil
merupakan faktor yang penting karena pengusahaan paprika hidroponik dalam
greenhouse berbeda dengan pembudidayaan paprika konvensional di lahan
terbuka, terutama berkaitan dengan pengelolaan atau penanganan yang lebih
detail.
Teknik budidaya paprika hidroponik yang diterapkan oleh petani akan
mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani. Petani yang mampu mengelola
penggunaan sumberdaya (input) yang ada untuk mencapai produksi (output)
maksimum atau meminimumkan penggunaan input untuk mencapai output dalam
jumlah yang sama, maka dapat dikatakan petani tersebut telah efisien. Informasi
mengenai tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi
teknis diperlukan untuk mengevaluasi kinerja para petani paprika hidroponik serta
dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Keberhasilan pengembangan usahatani paprika hidroponik baik dari segi
kualitas maupun kuantitas produksi sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi
dan keterampilan petani dalam pemeliharaannya yang pada akhirnya akan
berpengaruh kepada pendapatan yang diperoleh. Tingkat efisiensi teknis yang
dicapai akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima petani.
Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik di
Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua?
2. Bagaimana efisiensi teknis serta faktor apa saja yang mempengaruhi
inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan
Cisarua?
3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi paprika hidroponik
di Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua.
9
2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi
inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan
Cisarua.
3. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu Kecamatan Cisarua.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi petani sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya
peningkatan produktivitas pada pengelolaan usahatani paprika hidroponik di
Desa Pasirlangu, Kecamatan cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
2. Bagi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan terkait dengan efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik.
3. Bagi pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai bahan informasi dan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lingkup Desa Pasirlangu yang terletak di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Komoditi
yang diteliti adalah paprika hidroponik. Petani yang dijadikan contoh dalam
penelitian ini adalah petani yang membudidayakan paprika yang ditanam dengan
menggunakan sistem hidroponik dalam greenhouse, menggunakan arang sekam
sebagai media tanamannya dan menggunakan sistem fertigasi manual, serta
memiliki variasi dalam variabel yang mempengaruhi fungsi produksi. Analisis
kajian ini dibatasi untuk melihat efisiensi teknis dan pendapatan usahatani paprika
hidroponik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi
Cobb-Douglas stochastic frontier, analisis pendapatan usahatani, dan analisis R/C.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Paprika
Paprika (Capsicum annuum var grossum) tergolong ke dalam keluarga
tomat dan terung, yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga
seperti terompet. Berbeda dengan tanaman cabai lainnya, tanaman paprika
tumbuh lebih kompak dan rimbun. Daun umumnya berukuran lebih besar dan
berwarna hijau gelap. Bentuk buahnya unik karena mirip dengan lonceng
sehingga dinamakan bell pepper. Meskipun aroma buah paprika pedas menusuk,
namun rasanya tidak pedas, bahkan cenderung manis, sehingga disebut sweet
pepper.
Buah paprika mengandung sedikit protein, lemak dan gula, tetapi
mengandung banyak karoten dan sebagai sumber vitamin C (sampai 340 mg/100
g buah segar). Jika dibandingkan dengan buah jeruk yang mengandung vitamin C
sekitar 146 mg/100 g, maka kandungan vitamin C pada paprika jauh lebih tinggi
daripada buah jeruk (Morgan dan Lennard 2000 diacu dalam Gunadi et al 2006).
Selain itu paprika juga mengandung zat antosianin yang dapat digunakan sebagai
zat pewarna alami.
Paprika berasal dari Amerika tropis yaitu Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Dalam pertumbuhannya, paprika memerlukan kondisi tertentu yang mirip
dengan daerah asalnya. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh paprika
adalah ketinggian tempat 500-1.500 meter di atas permukaan laut; tanah dengan
pH 5,5-6,5; suhu udara 16-25 C; cahaya matahari yang cukup sepanjang hari;
serta kelembapan udara 80-90%. Tanaman paprika sangat responsif terhadap
pemberian air. Kondisi air yang berlebihan dapat menyebabkan kelayuan pada
tanaman dan kerontokan bunga. Hal yang sama juga dapat terjadi bila tanaman
kekurangan air pada saat pembungaan (Prihmantoro dan Indriani 2003).
2.2. Tinjauan Empiris Paprika Hidroponik
Tanaman paprika mulai dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1990-an.
Pada awal pengembangannya, para petani membudidayakan paprika secara
konvensional pada lahan terbuka. Akan tetapi, dengan adanya transfer teknologi
11
dari beberapa pihak, kini para petani paprika telah mengembangkan paprika
secara hidroponik di bawah naungan seperti rumah plastik atau greenhouse.
Penelitian Adiyoga et al (2007) menunjukkan bahwa paprika merupakan
jenis sayuran utama yang diusahakan di rumah plastik di Kabupaten Bandung
Barat. Dua varietas paprika yang paling sering dipilih petani adalah Edison dan
Spartacus. Kedua varietas ini banyak dibudidayakan karena pertumbuhan dan
hasilnya yang baik, disamping itu bentuk dan ukuran buah dari kedua varietas
paprika tersebut mudah untuk dijual di pasar lokal maupun ekspor. Pada
umumnya petani responden menggunakan populasi tiga tanaman per m2 (59%),
tetapi beberapa petani reponden mencoba menanam lebih tanaman per m2 yaitu
empat tanaman per m2 (41%).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari keseluruhan total biaya
produksi tanaman paprika, ternyata alokasi biaya untuk nutrisi mendominasi biaya
produksi secara keseluruhan. Biaya untuk nutrisi adalah 35,2% dari biaya total
produksi secara keseluruhan, diikuti oleh biaya untuk tenaga kerja yaitu sebesar
25% dari biaya total produksi secara keseluruhan. Biaya untuk pestisida, benih
atau bibit dan media tanam berturut-turut sebesar 20,5%, 10,6%, dan 8,6% dari
biaya total produksi secara keseluruhan.
Para petani di Indonesia pada umumnya menggunakan naungan berupa
konstruksi bangunan rumah plastik dari bambu yang sederhana. Alasan
penggunaan rumah plastik dari bambu dibanding dengan material lainnya seperti
kayu dan besi, yaitu karena harganya relatif lebih murah dan mudah didapat di
semua daerah. Namun demikian, konstruksi rumah plastik bambu sebenarnya
merupakan konstruksi bangunan yang umumnya relatif lebih berat dan berdampak
banyak mengurangi intersepsi sinar matahari yang sangat diperlukan untuk
tanaman paprika (Gunadi et al 2008).
Pada umumnya, produksi paprika di dalam rumah plastik atau greenhouse
menggunakan sistem hidroponik. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai
tempat menanam tanaman. Media tanam yang umumnya digunakan untuk paprika
hidroponik adalah arang sekam. Pada penanaman paprika secara hidroponik,
penyiraman dan pemberian pupuk atau larutan hara merupakan hal yang paling
12
penting. Hal ini disebabkan dalam media yang digunakan tidak ada penunjang air
dan makanan lainnya, berbeda halnya dengan tanah (Prihmantoro dan Indriani
2003).
Berdasarkan penelitian Gunadi et al (2008) diketahui bahwa media tanam
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman paprika yang ditanam pada
media arang sekam selalu lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanaman paprika
yang ditanam pada media perlite. Keadaan pH yang lebih tinggi pada media
tanam arang sekam daripada pH media tanam perlite menyebabkan kondisi
lingkungan sekitar perakaran lebih baik untuk menyerap unsur hara sehingga
tanaman paprika yang ditanam pada media arang sekam lebih tinggi. Selain itu,
media tanam juga berpengaruh terhadap bobot buah dan jumlah buah per tanaman
paprika. Media tanam arang sekam memberikan bobot buah dan jumlah buah per
tanaman paprika lebih tinggi daripada media tanam perlite.
Penelitian mengenai komoditi paprika juga dilakukan oleh Kartikasari
(2006). Penelitian yang berlangsung di Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung (sekarang Kabupaten Bandung Barat) ini bertujuan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani paprika hidroponik dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu Kartikasari juga
menganalisis efisiensi pengunaan faktor-faktor produksi berdasarkan nilai
perbandingan Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal
(BKM).
Berdasarkan analisis fungsi produksi, hasil uji F sebesar 130,97
menunjukkan secara bersama-sama faktor produksi berpengaruh nyata terhadap
produksi paprika hidroponik. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,5 persen
artinya 96,5 persen keragaman atau variasi produksi paprika dapat dijelaskan oleh
luas greenhouse, benih, tenaga kerja, obat-obatan, dan dummy pendidikan serta
sisanya 3,5 persen dijelaskan oleh peubah bebas lain di luar model. Nilai uji t
menunjukkan variabel luas greenhouse, benih, dan tenaga kerja berpengaruh
secara signifikan terhadap produksi paprika hidroponik, sedangkan variabel
tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan α=
5%. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi
kegiatan usahatani paprika memiliki rasio NPM/BKM lebih dari satu yang artinya
13
penggunaan input belum efisien, agar penggunaan input efisien maka
penggunaannya perlu ditambah.
Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor produksi paprika dapat
dijadikan acuan dalam penelitian yang dilakukan penulis. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya yaitu bahwa untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis
usahatani paprika hidroponik, penulis menggunakan alat analisis fungsi produksi
stochastic frontier karena selain dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh juga dapat melihat tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor
penyebab inefisiensi yang berkaitan.
Penelitian mengenai pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu sebelumnya pernah dilakukan oleh Kusnanto (2000). Perhitungan
usahatani paprika hidroponik dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi dua
kelompok berdasarkan kategori luas lahan rumah plastik yang dimiliki yaitu
petani golongan I dan petani golongan II. Petani golongan I adalah petani yang
memiliki luas lahan rumah plastik lebih kecil dari rata-rata luas lahan rumah
plastik seluruh petani contoh. Petani golongan II adalah petani yang memiliki luas
lahan rumah plastik lebih besar dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh
petani contoh. Analisis pendapatan usahatani golongan II berdasarkan analisis
R/C atas biaya total lebih besar daripada pendapatan usahatani golongan I. R/C
atas biaya total golongan II mencapai 1,36 sedangkan golongan I sebesar 1,13.
Terdapat persamaan pada penelitian yang dilakukan penulis dan penelitian
Kusnanto (2000), yaitu dalam topik dan lokasi. Akan tetapi, seiring dengan
berjalannya waktu maka terjadi pula perubahan dalam usahatani paprika yang
dilakukan petani di lokasi penelitian sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan hasil antara penelitian saat ini dan penelitian terdahulu. Perbedaan
biaya usahatani, harga jual paprika, dan tingkat produktivitas paprika saat ini
diduga akan menghasilkan tingkat pendapatan usahatani yang berbeda pula. Oleh
karena itu, dengan melakukan penelitian di lokasi yang sama, secara tidak
langsung penulis dapat membandingkan tingkat pendapatan usahatani yang
dihasilkan saat penelitian terdahulu berlangsung dengan hasil penelitian yang
dilakukan penulis.
14
2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani
Efisiensi teknis dan pendapatan usahatani dapat dijadikan sebagai
indikator kinerja yang dilakukan oleh petani sehingga topik tersebut menarik
untuk dianalisis. Sejumlah penelitian empiris mengenai efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani beberapa komoditas pertanian telah dilakukan. Beberapa
komoditas pertanian yang telah diteliti terkait dengan efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani antara lain kentang, cabai merah, dan padi.
Tanjung (2003) melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani kentang di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Alat analisis
yang digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani yaitu analisis
pendapatan dan analisis R/C. Dalam penelitiannya, Tanjung membandingkan
tingkat pendapatan usahatani yang menggunakan benih unggul Granola F2 dan
yang menggunakan benih lokal. Dari hasil penelitian diketahui bahwa R/C
usahatani yang menggunakan benih Granola F2 lebih besar dari R/C usahatani
yang menggunakan benih lokal. R/C atas biaya tunai dan biaya total dari
usahatani kentang yang menggunakan benih Granola F2 adalah 1,8 dan 1,4.
Sementara R/C atas biaya tunai dan biaya total usahatani yang menggunakan
benih lokal adalah 1,2 dan 0,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani
kentang dengan benih lokal tidak menguntungkan untuk dijalankan berdasarkan
analisis R/C atas biaya total.
Alat yang digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis yaitu fungsi
produksi stochastic frontier, yang juga digunakan untuk menganalisis efisiensi
alokatif dan ekonomis. Hasil analisis menunjukkan bahwa petani kentang telah
mencapai efisiensi teknis dengan nilai rata-rata sebesar 0,756. Faktor-faktor yang
signifikan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani adalah usia, pengalaman,
keikutsertaan petani dalam kelompok tani, dan jenis benih. Namun, keikutsertaan
petani di dalam kelompok tani berhubungan negatif dengan efisiensi teknis petani.
Sementara hasil analisis efisiensi alokatif dan ekonomis petani responden
menggambarkan bahwa petani responden belum efisien.
Penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani kentang dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya juga dilakukan oleh Andarwati (2011). Penelitian yang
dilakukan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara ini berfokus untuk
15
meneliti tingkat efisiensi teknis dari usahatani kentang yang menggunakan benih
varietas Granola dari beberapa generasi. Berdasarkan analisis fungsi produksi
stochastic frontier menunjukkan bahwa variabel yang bernilai positif dan
berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang per hektar yaitu benih dan
pupuk organik, sedangkan unsur S dalam pupuk anorganik berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap produksi kentang.
Usahatani kentang di lokasi penelitian secara keseluruhan telah mencapai
efisiensi secara teknis dengan nilai rata-rata 0,75. Usahatani kentang benih G3-G6
telah mencapai efisiensi secara teknis karena rata-rata efisiensinya telah mencapai
lebih dari 70 persen, sedangkan usahatani kentang benih G7 belum mencapai
efisiensi secara teknis. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh negatif dan
signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang antara lain pengalaman
usahatani, pendidikan formal, dan luas lahan yang dikuasai. Sementara faktor
umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani
kentang. Berdasarkan hasil kedua penelitian mengenai efisiensi teknis kentang,
dapat disimpulkan bahwa benih berpengaruh terhadap efisiensi teknis usahatani
kentang. Dengan demikian penggunaan benih berkualitas tinggi harus diupayakan
agar usahatani berjalan efisien dan pendapatan usahatani lebih maksimal.
Selain kentang, kajian efisiensi teknis dengan pendekatan stochastic
frontier juga pernah dilakukan terhadap komoditi cabai merah. Sukiyono (2004)
melakukan penelitian mengenai faktor penentu tingkat efisiensi teknis usahatani
cabai merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Faktor-
faktor yang dimasukkan dalam model fungsi produksi frontier antara lain benih,
luas area, tenaga kerja, urea, TSP, KCL, pupuk kandang, dan pestisida. Sementara
faktor-faktor yang dimasukkan dalam model inefisiensi teknis adalah atribut
petani, yakni umur, pengalaman berusahatani cabai, tingkat pendidikan, dan luas
lahan. Hasil analisis fungsi produksi frontier dengan metode MLE menunjukkan
bahwa variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah pupuk TSP, KCL, pupuk
kandang, tenaga kerja, luas area, dan pestisida, namun untuk variabel TSP dan
tenaga kerja memiliki tanda negatif. Variabel benih dan urea tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi meskipun memiliki tanda positif. Tingkat efisiensi teknis
usahatani cabai merah bervariasi, dengan nilai terendah 7,73 persen dan tertinggi
16
99,48 persen. Lebih jauh, secara keseluruhan rata-rata efisiensi teknis yang
dicapai oleh petani yaitu sebesar 64,86 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hanya pendidikan formal yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis.
Maryono (2008) meneliti tentang efisiensi teknis dan pendapatan usahatani
padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,
Kabupaten Karawang. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk melihat pengaruh
dari adanya program benih bersertifikat terhadap efisiensi teknis dan pendapatan
usahatani. Peneliti menggunakan fungsi produksi stochastic frontier untuk
menganalisis efisiensi teknis, sedangkan untuk menganalisis pendapatan usahatani
digunakan analisis pendapatan serta analisis R/C. Enam variabel yang dimasukkan
dalam fungsi produksi frontier yaitu luas lahan, jumlah benih, urea, TSP, obat,
dan tenaga kerja. Akan tetapi, variabel luas lahan menimbulkan multikolinearitas
pada model sehingga variabel tersebut dijadikan pembobot bagi variabel
dependen dan independen. Sementara variabel yang diperkirakan mempengaruhi
tingkat inefisiensi teknis adalah pengalaman, pendidikan formal, umur bibit, rasio
urea-TSP, dummy bahan organik, dan dummy legowo.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil pada musim tanam I
dan musim tanam II. Berdasarkan hasil perhitungan produksi stochastic frontier
dengan metode MLE, pada masa tanam I bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
nyata terhadap produksi yaitu jumlah pupuk urea, tenaga kerja, dan benih. Faktor
produksi seperti urea dan tenaga kerja memiliki nilai yang positif, sebaliknya
koefisien jumlah benih bernilai negatif. Pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa
selain urea dan tenaga kerja, faktor produksi obat-obatan juga memiliki nilai
positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sementara faktor produksi selain
benih yang bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu TSP.
Penelitian menunjukkan bahwa pada masa tanam II terjadi penurunan
tingkat efisiensi teknis petani responden. Nilai rata-rata efisiensi teknis pada masa
tanam I sebesar 0,966 sedangkan pada masa tanam II nilai rata-rata efisiensi
teknis hanya sebesar 0,899. Hal tersebut menunjukkan bahwa program benih
bersertifikat justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen.
Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa tanam I
variabel yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis adalah dummy bahan organik
17
dan dummy legowo. Sementara pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata
berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi
adalah pengalaman, pendidikan, dan rasio urea-TSP. Hasil analisis pendapatan
menunjukkan bahwa R/C atas biaya total setelah program secara nominal
mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil
mengalami penurunan. R/C atas biaya total sebelum program sebesar 1,64
sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar
1,62.
Penelitian mengenai efisiensi usahatani padi di Kecamatan Telagasari
Kabupaten Karawang juga dilakukan oleh Hutauruk (2008). Serupa dengan
penelitian Maryono, penelitian Hutauruk ini juga mengkaji tentang pengaruh
program pemerintah dengan membandingkan efisiensi dan pendapatan usahatani
padi benih bersubsidi sebelum dan setelah program. Akan tetapi, penelitian
Hutauruk tidak hanya menganalisis efisiensi teknis tetapi juga menganalisis
efisiensi alokatif dan ekonomis. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi
frontier sama dengan penelitian sebelumnya hanya menambahkan variabel lain
seperti pupuk KCL dan NPK serta memecah variabel tenaga kerja menjadi dua
yaitu tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga. Di dalam model inefisiensi,
Hutauruk tidak menggunakan variabel rasio urea-TSP dan dummy bahan organik
seperti penelitian sebelumnya, melainkan menggunakan variabel besar pendapatan
di luar usahatani dan dummy status kepemilikan lahan.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim
tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, jumlah benih, pupuk
KCL, pupuk NPK, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga.
Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi musim tanam dengan benih
bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL, dan tenaga kerja luar keluarga.
Penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan efisiensi usahatani sesudah
penggunaan benih bersubsidi dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih
bersubsidi. Efek inefisiensi teknis dipengaruhi oleh umur bibit. Penggunaan bibit
muda akan menurunkan inefisiensi teknis sedangkan dalam pelaksanaannya petani
responden jarang menggunakan bibit muda. Pada musim tanam kedua pendapatan
tunai maupun total justru mengalami penurunan karena pada saat itu produksi dan
18
harga gabah menurun. Ini ditunjukkan oleh R/C atas biaya tunai dan total yang
menurun. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan
dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21
persen.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan
penelitian yang dilakukan penulis, khususnya yang terkait dengan variabel-
variabel produksi dan variabel-variabel inefisiensi teknis. Sama halnya dengan
penelitian terdahulu, penulis juga memasukkan variabel atau faktor produksi
seperti lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja dalam penelitian ini. Akan
tetapi, dalam penelitian ini variabel luas lahan akan dijadikan pembobot pada
variabel dependen maupun variabel independen. Sementara variabel inefisiensi
teknis yang digunakan dalam penelitian ini dan juga yang telah digunakan pada
penelitian terdahulu antara lain variabel umur petani, pengalaman, pendidikan
formal, umur bibit, dummy keikutsertaan dalam kelompok tani, dan dummy status
kepemilikan lahan. Variabel lainnya yang akan dianalisis yaitu variabel dummy
status usahatani dan dummy kredit bank karena perbedaan status usahatani dan
sumber permodalan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Usahatani
Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani
adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat atau
permukaan bumi yang diperlukan untuk produksi pertanian (Mosher 1968, diacu
dalam Mubyarto 1989). Sementara Rifai (1980), diacu dalam Hernanto (1996)
mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang
ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani sebagai organisasi
dimaksudkan bahwa usahatani harus ada yang mengorganisir dan ada yang
diorganisir, yang mengorganisir usahatani adalah petani dibantu oleh keluarga dan
yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Soekartawi (2006)
menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dari beberapa
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan usahatani adalah memperoleh
hasil produksi yang optimal agar menghasilkan pendapatan yang maksimal.
Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat,
organisasi, pola, dan tipe usahataninya. Penjelasan mengenai klasifikasi usahatani
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Corak dan Sifat
Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten
dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan usahatani komersil adalah
usahatani yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan telah memperhatikan
kualitas dan kuantitas produk.
2) Organisasi
Berdasarkan organisasi, usahatani dibagi menjadi 3, yakni usahatani
individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang
seluruh proses dikerjakan oleh sendiri beserta keluarga. Usahatani kolektif adalah
usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu
20
kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan.
Usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara
individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh
kelompok.
3) Pola
Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak
khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya
mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak khusus merupakan
usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun
terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang
mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa
batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.
4) Tipe
Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa jenis usahatani
berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti: usahatani ayam, usahatani
kambing, dan usahatani jagung.
Dalam usahatani, proses produksi dapat berjalan dengan baik apabila
semua faktor-faktor produksi yang mendukung kegiatan produksi tersebut sudah
terpenuhi. Terdapat empat faktor produksi yang selalu ada dalam usahatani, yaitu
tanah (lahan), modal, tenaga kerja, dan manajemen. Keempat faktor produksi
tersebut mempunyai fungsi yang berbeda namun saling terkait satu sama lain.
1) Tanah atau Lahan
Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang relatif
langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di
masyarakat tidak merata (Hernanto 1996). Tanah memiliki sifat di antaranya: luas
relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat
dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Menurut Soekartawi (2002), luas
lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada akhirnya akan
mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Akan tetapi
pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya
lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan
lahan, dan topografi.
21
2) Modal
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan produk pertanian.
Hernanto (1996) membedakan modal berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan
modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis pakai pada satu
periode produksi, seperti tanah dan bangunan. Modal bergerak adalah jenis modal
yang habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Berdasarkan
sumbernya modal dapat dibedakan menjadi modal milik sendiri, pinjaman atau
kredit (kredit bank, pelepas uang, famili, dan lain-lain), hadiah warisan, usaha
lain, dan kontrak sewa.
3) Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas
menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja yang
digunakan dalam usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan
tenaga kerja mekanik (Hernanto 1996). Tenaga kerja manusia dibedakan atas
tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat
mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya
yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan
usahatani. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam maupun luar
keluarga. Dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga
kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Skala
usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga
menentukan jenis tenaga kerja yang diperlukan.
4) Manajemen
Hernanto (1996) menggambarkan manajemen usahatani sebagai
kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan
faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu
memberikan produksi pertanian seperti yang diharapkan. Ukuran dari
keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun
produktivitas usahanya.
22
Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal (Hernanto 1996). Faktor internal terdiri dari petani pengelola,
tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani
mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Faktor internal ini
dapat dikendalikan oleh petani itu sendiri. Sementara faktor eksternal terdiri dari
sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran
hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.
3.1.2. Konsep Fungsi Produksi
Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu
proses produksi, fungsi produksi menunjukkan berapa output yang dapat
diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda. Soekartawi
et al. (1986) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara
masukan (input) dan produksi. Beberapa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja,
modal, iklim, dan sebagainya akan mempengaruhi jumlah output yang diperoleh.
Dapat dimisalkan Y adalah produksi dan Xi adalah input ke-i, maka besar
kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3, ..., Xm yang dipakai.
Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, ..., Xm)
Fungsi produksi yang telah diketahui dapat digunakan untuk menduga
hasil produksi dan dapat pula dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input
yang terbaik. Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih bentuk aljabar fungsi produksi, yaitu:
1) Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekat keadaan
usahatani sebenarnya.
2) Bentuk fungsi produksi yang digunakan mudah diukur atau dihitung secara
statistik.
3) Fungsi produksi mudah diartikan secara ekonomi dari parameter yang
menyusun fungsi produksi tersebut.
Hernanto (1996) mengungkapkan bahwa melalui fungsi produksi dapat
dilihat secara nyata bentuk hubungan dari faktor produksi yang digunakan untuk
memperoleh sejumlah produksi, dan sekaligus menunjukkan produktivitas dari
23
hasil itu sendiri. Hubungan input dan output tersebut dapat digambarkan dari
produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR).
PM menunjukkan banyaknya penambahan atau pengurangan output Y
yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan input X, dengan kondisi input
lainnya tetap. Hubungan Y dan X ini dapat terjadi dalam tiga situasi, yaitu bila
PM konstan, bila PM menurun, dan bila PM meningkat (Soekartawi 2002). PM
konstan dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu-satuan unit input X dapat
menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional. Bila terjadi
suatu peristiwa tambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit
output Y yang menurun atau decreasing productivity, maka PM menurun.
Sebaliknya, bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan
output Y yang semakin meningkat secara tidak proporsional, maka disebut dengan
increasing productivity yang menyebabkan PM meningkat.
Produk Marjinal (PM) =
Perubahan Output
Perubahan Input =
y
x i
Produk rata-rata adalah perbandingan antara output total dengan input
produksi. Dimana output total atau produk total (PT=Y) adalah jumlah output
yang diperoleh dalam proses produksi.
Produk Rata-rata (PR) =
Ouput Total
Input Total = Y
x i
Dengan mengaitkan PT, PM, dan PR maka hubungan input dan ouput
akan lebih informatif. Artinya, dengan cara seperti itu akan dapat diketahui
elastisitas produksi yang sekaligus juga akan diketahui apakah proses produksi
yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi yang rendah atau
sebaliknya. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output
akibat dari presentase perubahan dari input.
Ep = y / y
x / x =
y
x
x
y =
PM
PR
Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produksi terbagi menjadi tiga daerah
(stage), yaitu stage I dimana sepanjang tahap ini PR terus naik, stage II dimana
terjadi penurunan PR saat PM positif, dan stage III dimana terjadi penurunan PR
saat PM negatif dan PT mulai turun.
24
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber: Soekartawi (2002)
Stage I dimulai dari penggunaan X sebesar 0 unit sampai PR mencapai
maksimum dan berpotongan dengan PM. Daerah ini memiliki nilai elastisitas
produksi lebih besar dari satu (Ep > 1), dimana PT meningkat pada tahapan
increasing rate dan PR juga meningkat. Kondisi tersebut terjadi saat nilai PM
lebih besar dari nilai PR. Petani belum mencapai keuntungan maksimum karena
masih mampu memperoleh sejumlah produksi jika menambah sejumlah input
tertentu. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.
Stage II dimulai pada PR maksimum dan berakhir pada PM = 0, dengan
nilai elastisitas produksi (0 < Ep < 1). Dalam keadaan demikian, tambahan
sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang
diperoleh atau mengalami penambahan hasil produksi yang semakin menurun
Y
Stage I Stage II Stage III
TP
Ep>1 0<Ep<1 Ep<0
Y
PR
PM X1 X2 X3
25
(decreasing rate). Penggunaan input pada daerah ini telah optimal sehingga
disebut daerah rasional atau efisien.
Stage III merupakan daerah dimana PM pada posisi negatif dan turun
secara tajam serta PR dan PT berada pada kondisi menurun, dengan nilai
elastisitas lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini upaya penambahan
sejumlah input akan merugikan bagi petani karena akan menurunkan produksi.
Penggunaan input dalam jumlah berlebih menyebabkan daerah ini sudah tidak
efisien sehingga disebut daerah irrasional.
3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Metode stochastic frontier adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani (Seiford dan Thrall 1990,
diacu dalam Coelli et al. 2005). Dalam metode tersebut digunakan data hasil
survei untuk menentukan produksi frontier terbaik. Dugaan stokastik berkaitan
dengan pengukuran kesalahan acak (random error) yang meliputi dugaan fungsi
produksi frontier dimana keluaran dari suatu usahatani merupakan fungsi dari
faktor-faktor produksi, kesalahan acak, dan inefisiensi.
Greene (1993), diacu dalam Sukiyono (2005) menjelaskan bahwa model
produksi frontier dimungkinkan untuk menduga atau memperkirakan efisiensi
relatif suatu kelompok atau usahatani tertentu yang didapatakan dari hubungan
antara produksi dan potensi produksi yang dapat dicapai. Karakterisitik model
produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah adanya pemisah dampak
dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi ragam yang
menggambarkan efisiensi teknis (Giannakas et al. 2003, diacu dalam Sukiyono
2005). Dengan demikian, metode frontier dapat menduga ketidakefisienan suatu
proses produksi tanpa mengabaikan galat dari modelnya.
Aigner et al. (1977); Meeusen & van den Broeck (1977), diacu dalam
Coelli et al. (2005) menjelaskan bahwa fungsi produksi stochastic frontier
merupakan fungsi produksi yang dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional
data) yang memiliki dua komponen error term, yaitu random effects (vi) dan
inefisiensi teknis (ui). Secara matematis, fungsi produksi stochastic frontier dapat
ditulis dalam persamaan berikut:
26
ln yi = xi + (vi - ui); i = 1,2,3,...,N
dimana:
yi = produksi yang dihasilkan pada waktu ke-i
xi = vektor input yang digunakan pada waktu ke-i
= vektor parameter yang akan diestimasi
vi = variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal
(independent-identically distributed, iid.) N (0, v2), berkaitan dengan
faktor eksternal (iklim, hama)
ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan iid., yang menggambarkan
inefisiensi teknis dalam produksi, dengan sebaran bersifat setengah normal
N (0, u2)
Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi
produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak
(stochastic), yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi). Random error (vi)
dapat bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier
bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xiβ).
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Sumber: Coelli et al. (2005)
Struktur dasar dari model stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumbu x mewakili input dan sumbu y mewakili output. Komponen dari model
x
y
xi xj
yi
yj
Fungsi produksi, y=f(exp(xβ))
Output frontier (yj*)
exp(xjβ+vj), jika vj < 0
Output frontier (yi*)
exp(xiβ+vi), jika vi > 0
27
frontier yaitu f(xβ), digambarkan sesuai asumsi diminishing return to scale,
dimana jika variabel faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan secara
terus-menerus dengan jumlah yang tetap maka akhirnya akan tercapai suatu
kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang semakin menurun.
Gambar 2 menjelaskan aktivitas produksi dari dua petani yang diwakili
simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan menghasilkan output
sebesar yi, sedangkan petani j menggunakan input sebesar xj dan menghasilkan
output sebesar yj. Berdasarkan output batas, terlihat bahwa output frontier petani i
melampaui fungsi produksi f(xβ) sedangkan nilai output frontier petani j berada di
bawah fungsi produksi f(xβ). Hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas produksi
petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai
positif. Sebaliknya, aktivitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak
menguntungkan dimana variabel vj bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak
dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati.
Output frontier yang tak teramati tersebut dapat berada di atas atau di bawah
bagian deterministik dari model stochastic frontier, sedangkan output yang
teramati hanya dapat berada di bawah bagian deterministik dari model stochastic
frontier. Output yang teramati dapat berada di atas fungsi deterministik
frontiernya apabila random error bernilai positif dan lebih besar dari efek
inefisiensinya (misalnya yi > exp(xiβ) jika vi > ui) (Coelli et al. 2005).
3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi
Dalam usahatani, peranan hubungan input atau faktor produksi dengan
output merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Peranan input bukan saja
dapat dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat, tetapi
juga dapat ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Petani
yang rasional akan bersedia menambah input tertentu selama nilai tambah yang
dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dibandingan
dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh penambahan sejumlah input
tersebut.
Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (2005) mengungkapkan bahwa
efisiensi terdiri atas dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.
28
Efisiensi teknis memperlihatkan kemampuan usahatani atau perusahaan untuk
memperoleh hasil yang maksimal dari penggunaan sejumlah faktor produksi
tertentu. Sementara efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan usahatani atau
perusahaan dalam menggunakan faktor produksi secara proporsional pada tingkat
harga dan teknologi tertentu. Penggabungan efisiensi teknis dan efisiensi alokatif
akan menghasilkan efisiensi ekonomi.
Gambar 3 menunjukkan hubungan efisiensi teknis dan alokatif dengan
pendekatan input. Garis SS’ menunjukkan kurva isoquant yang menghubungkan
titik-titik kombinasi optimum dari sejumlah input satu (x1) dengan input lainnya
(x2) untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Sedangkan garis AA’
menunjukkan kurva isocost yaitu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi
penggunaan input satu (x1) dengan input lainnya (x2) yang didasarkan pada
tersedianya biaya modal.
Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif Sumber: Coelli et al. (2005)
Titik Q pada kurva merupakan titik yang efisien secara teknis karena titik
tersebut berada pada kurva isoquant. Jarak sepanjang QP adalah inefisiensi teknis,
sehingga sejumlah faktor produksi sepanjang garis tersebut dapat dikurangi tanpa
mengurangi jumlah produk yang dihasilkan. Secara matematis, efisiensi teknis
(TE) ditulis sebagai TEi = 0Q/0P.
Notasi i menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi
input. Nilai TEi menunjukkan derajat efisiensi teknis yang dapat dicapai dimana
x1/y
x2/y
O
A
Q’
A’
Q
P
S
R
S’
29
besaran nilainya berkisar antara 0 dan 1. Jarak sepanjang RQ pada kurva adalah
inefisiensi alokatif yang menunjukkan biaya yang dapat dikurangi untuk mencapai
efisiensi alokatif. Adapun nilai efisiensi alokatif dirumuskan sebagai AEi =
0R/0Q.
Efisiensi ekonomis dicapai pada saat kurva isocost bersinggungan dengan
kurva isoquant. Efisiensi ekonomis ditunjukkan oleh titik Q’ yang merupakan
perpaduan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Selain itu kurva QQ’ juga
merupakan kurva isoquant yang menunjukkan kondisi efisien secara penuh.
Secara matematis efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut :
EE = TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = 0R/0P
Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien dapat menyebabkan
senjang produktivitas antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas riil
yang dihasilkan petani. dalam menangani masalah tersebut diperlukan penelitian
untuk mengetahui sumber-sumber inefisiensi tersebut (Soekartawi 2002). Sumber-
sumber inefisiensi dapat diuji melalui dengan dua alternatif pendekatan (Daryanto
2002, diacu dalam Khotimah (2010). Pendekatan pertama adalah prosedur dua
tahap, yang mana tahap pertama terkait pendugaan terhadap skor efisiensi (efek
inefisiensi) bagi individu perusahaan dan tahap kedua merupakan pendugaan
terhadap regresi dimana skor efisiensi (ineifisiensi duaan) dinyatakan sebagai
fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek
inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap, dimana efek inefisiensi
dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap
relevan dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi.
Model inefisiensi yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada model
Coelli et al. (2005). Dalam mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel ui
yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (μ, σ2).
Nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis dapat diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut :
μ = δ0 + Zitδ + wit
dimana Zit pada perhitungan tersebut adalah variabel penjelas, δ adalah parameter
skalar yang dicari, dan wit adalah variabel acak.
30
3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani
Usahatani merupakan kegiatan ekonomi sehingga analisis pendapatan
usahatani sangat penting dilakukan untuk mengukur keberhasilan kegiatan
ekonomi tersebut. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan
seluruh pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual, sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai
korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi atau disebut juga sebagai biaya.
Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani.
Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani
untuk menghasilkan uang tunai, dihitung dari selisih antara penerimaan tunai
dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan
nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan pengeluaran
tunai usahatani (farm payment) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani
tidak mencakup yang berbentuk benda.
Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total
dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah
penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi nilai penjualan hasil, nilai
penggunaan untuk konsumsi keluarga, dan jumlah penambahan inventaris.
Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah semua biaya yang dikeluarkan
dalam usahatani, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan seperti
penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga.
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya
didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya atau besarnya tidak
tergantung pada faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produksi yang
diperoleh, contohnya pajak. Sementara biaya tidak tetap atau biaya variabel
besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh, meliputi biaya untuk
sarana produksi.
Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur pendapatan usahatani
adalah analisis R/C atau return cost ratio. Analisis R/C akan menunjukkan
31
besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Selain itu, nilai R/C juga dapat
menjadi alat ukur kelayakan suatu usahatani. Suatu usahatani dikatakan layak jika
usahatani tersebut memperoleh balas jasa yang sesuai atau dengan kata lain
penerimaan usahatani yang diperoleh dapat menutupi semua pengeluaran
usahatani. Nilai R/C lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada
tambahan biaya. Sebaliknya nilai R/C lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil
daripada tambahan biaya. Jika nilai R/C sama dengan satu, maka tambahan biaya
yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat
sehingga diperoleh keuntungan normal. Nilai R/C dapat dihitung atas biaya tunai
(riil) dan biaya total.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Paprika merupakan salah satu komoditi eksklusif yang bersifat komersial.
Permintaan akan komoditi yang berasal dari Amerika Latin ini sangat tinggi, baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Menjamurnya restauran-restauran dan
hotel yang menyajikan menu makanan asing di dalam negeri, memberikan
peluang pasar yang begitu lebar bagi komoditi paprika. Sementara untuk pasar
luar negeri, paprika sebagian besar diekspor ke Singapura.
Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua merupakan sentra produksi paprika
hidroponik di Kabupaten Bandung Barat. Hampir seluruh petani paprika di desa
tersebut membudidayakan paprika di bawah naungan (protected cultivation)
berupa rumah plastik dengan menggunakan sistem hidroponik. Peluang pasar
paprika Desa Pasirlangu sangat besar karena diserap oleh pasar dalam negeri dan
juga ekspor. Permintaan paprika untuk ekspor mencapai 10 ton per minggu,
sementara petani di Desa Pasirlangu baru mampu memenuhi pasokan paprika
sebanyak 4-6 ton.
Pemenuhan permintaan paprika yang tinggi di Desa Pasirlangu masih
terkendala oleh keterbatasan produksi. Salah satu penyebab keterbatasan produksi
paprika di Desa Pasirlangu adalah produktivitas rata-rata paprika yang belum
optimal. Menurut Gunadi (2006), berdasarkan penelitian dari Balai Penelitian
32
Tanaman Sayuran Lembang, tanaman paprika hidroponik yang dibudidayakan
sesuai dengan kondisi di Indonesia dapat memiliki produktivitas yang optimal
hingga mencapai 8-9 kilogram per meter persegi. Namun pada kenyataannya
produktivitas tertinggi paprika hidroponik yang mampu dicapai oleh petani di
Desa Pasirlangu hanya sebesar 5,7 kilogram per meter persegi atau 57 ton per
hektar (Laporan Profil Desa Pasirlangu 2011). Kesenjangan antara produktivitas
riil dan produktivitas potensial yang diharapkan diduga karena para petani paprika
hidroponik di Desa Pasirlangu masih menghadapi kendala di lapang khususnya
terkait dengan penggunaan faktor produksi.
Dalam penelitian ini akan dianalisis pengaruh penggunaan faktor-faktor
produksi atau input terhadap produksi paprika hidroponik dengan menggunakan
model fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Variabel-variabel
independen yang dimasukkan ke dalam model pendugaan fungsi produksi paprika
hidroponik adalah luas lahan greenhouse, jumlah benih, nutrisi, insektisida,
fungisida, pupuk daun, pupuk pelengkap cair, dan tenaga kerja. Namun, dalam
pendugaan model fungsi produksi, variabel luas lahan hanya digunakan sebagai
pembobot pada variabel dipenden (produksi) dan independen lainnya sehingga
variabel dependen dan semua variabel independen dibagi dengan luas lahan untuk
melihat produksi paprika hidroponik per satuan lahan dan penggunaan input-input
produksi per satuan lahan.
Selanjutnya, dilakukan dianalis inefisiensi teknis yang bertujuan untuk
mengetahui efek inefisiensi teknis pada model. Variabel yang diduga
mempengaruhi inefisiensi teknis pada usahatani paprika hidroponik yaitu umur
petani, pengalaman usahatani paprika, pendidikan formal, umur bibit, dummy
keikutsertaan dalam kelompok tani, dummy status usahatani, dummy status
kepemilikan lahan, dan dummy kredit bank. Hasil analisis fungsi produksi
stochastic frontier akan memberikan gambaran tingkat efisiensi dari masing-
masing petani yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
pengkombinasian input-input usahatani yang optimal.
Pada penelitian ini juga akan dianalisis bagaimana penggunaan faktor-
faktor produksi akan mempengaruhi struktur biaya yang terbentuk serta
pendapatan usahatani paprika hidroponik yang diterima. Analisis pendapatan
33
dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan analisis R/C.
Kerangka operasional penelitian ini disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
Pemenuhan permintaan pasar paprika hidroponik
Desa Pasirlangu masih terkendala dengan
keterbatasan produksi
Produktivitas paprika hidroponik Desa
Pasirlangu belum optimal
Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan pendapatan
usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu?
Analisis Efisiensi Teknis
(Fungsi Produksi Stochastic
Frontier)
Analisis Pendapatan Usahatani:
1. Pendapatan Usahatani
2. Analisis R/C
Pendapatan Usahatani Efisiensi Teknis
Rekomendasi
Permintaan pasar terhadap paprika
hidroponik yang tinggi menuntut
hasil produksi yang maksimal
Desa Pasirlangu sebagai sentra
penghasil paprika yang berperan
penting sebagai komoditi ekspor dan
sumber pendapatan masyarakat
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut
dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan pertimbangan bahwa Desa
Pasirlangu merupakan sentra produksi paprika hidroponik di Kabupaten Bandung
Barat yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengambilan data dilaksanakan pada
bulan April hingga Mei 2012.
4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan
data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data primer
dikumpulkan dari petani responden melalui pengamatan dan wawancara secara
langsung dengan menggunakan kuisioner yang meliputi karakteristik petani
responden dan karakteristik usahatani. Data primer berupa karakteristik petani
responden seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani paprika, dan
lain sebagainya digunakan untuk mendapat gambaran umum mengenai petani
paprika di Desa Pasirlangu. Data mengenai karakteristik usahatani seperti
penggunaan faktor produksi, produksi paprika dalam satu musim tanam, dan
pertanyaan lain digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis dan pendapatan
usahatani paprika di tempat penelitian.
Data sekunder digunakan sebagai data penunjang pada penelitian ini. Data
sekunder diperoleh dari artikel, jurnal, buku, literatur internet, serta dari berbagai
instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI,
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa
Barat, Pemerintah Desa Pasirlangu, serta beberapa sumber lain yang berkaitan
dengan penelitian ini.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebanyak 60
orang petani paprika hidroponik, berdasarkan aturan umum secara statistik yaitu
30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat memprediksi populasi yang
diteliti. Pengambilan responden untuk penelitian dilakukan dengan metode
35
purposive sampling. Purposive sampling dapat diartikan pengambilan sampel
berdasarkan kesengajaan dimana pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas
ciri atau sifat tertentu (Soekartawi 2006). Penelitian ini berfokus untuk melihat
efisiensi teknis petani pada tingkat teknologi tertentu sehingga petani yang
menjadi sampel adalah petani yang menggunakan sistem fertigasi manual dan
membudidayakan paprika dengan sistem hidroponik (menggunakan arang sekam
sebagai media tanamannya). Penentuan sampel tidak dilakukan secara acak karena
tidak tersedia sampel frame petani paprika di lokasi penelitian.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh diolah dan dinalisis dengan
metode kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan keragaan petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu.
Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu. Pada pengolahan
data, jumlah total sampel sebanyak 60 petani diseleksi menjadi 59 petani karena
jumlah 59 petani inilah yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excel,
Minitab 14, dan Frontier 4.1.
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Fungsi produksi yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsi
produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada kerangka pemikiran, dalam penelitian ini variabel dependen
(produksi) dan seluruh variabel independen yang digunakan dibagi dengan luas
lahan, sehingga dalam model sudah tidak terdapat variabel luas lahan. Model
persamaan penduga fungsi produksi frontier dari usahatani paprika hidroponik
adalah sebagai berikut:
Ln Y = 0 + 1 ln B + 2 ln Nut + 3 ln Ins + 4 ln Fu + 5 ln Pd + 6 ln Pc +
7 ln TK + vi - ui
dimana:
Y = jumlah produksi paprika hidroponik per luas lahan (kg/m2)
B = jumlah benih per luas lahan (biji/m2)
36
Nut = jumlah nutrisi per per luas lahan (liter/m2)
Ins = jumlah insektisida per luas lahan (liter/m2)
Fu = jumlah fungisida per luas lahan (liter/m2)
Pd = jumlah pupuk daun per luas lahan (kg/m2)
Pc = jumlah pupuk cair per luas lahan (liter/m2)
TK = jumlah tenaga kerja per luas lahan (HOK/m2)
0 = intersep
j = koefisien parameter penduga, dimana j= 1,2,3,...,7
0< j<1 (diminishing return)
ui = efek inefisiensi teknis dalam model
vi = variabel acak
vi - ui = error term total
Nilai koefisien yang diharapkan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 > 0. Nilai
koefisien positif memiliki arti dengan meningkatnya jumlah input yang digunakan
dalam produksi maka akan meningkatkan jumlah produksi paprika hidroponik.
Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, jumlah elastisitas dari masing-masing
faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale).
Produksi berada pada kondisi decreasing return to scale jika j < 1, dan
sebaliknya produksi berada pada kondisi increasing return to scale jika j > 1.
Pada produksi yang memiliki kondisi contant return to scale, maka j = 1.
Namun fungsi Cobb-Douglas hanya beroperasi pada daerah I (increasing return to
scale) dan daerah II (decreasing return to scale) (Beattie et al. 1985).
4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis
Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
TE i
yi
exp xi
exp xi ui
exp xiexp ui
TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, yi adalah fungsi output
deterministik (tanpa error term), dan exp (-ui) adalah nilai harapan (mean) dari ui.
Nilai efisiensi teknis berkisar antara nol dan satu, berbanding terbalik dengan nilai
37
efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah
ouput dan input tertentu (cross section data).
Pada penelitian ini, model efek inefisiensi yang digunakan mengacu pada
model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Coelli et al. (2005).
Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan
bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N ( i,2). Parameter distribusi
( i) efek inefisiensi teknis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
i = δ0 + δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + δ4Z4 + δ5Z5 + δ6Z6 + δ7Z7 + δ8Z8 + wit
dimana faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani
paprika hidroponik adalah:
Z1 = umur petani (tahun)
Z2 = pengalaman usahatani paprika (tahun)
Z3 = pendidikan formal (tahun)
Z4 = umur bibit (hari)
Z5 = dummy keikutsertaan dalam kelompok tani
Z6 = dummy status usahatani
Z7 = dummy status kepemilikan lahan
Z8 = dummy kredit bank
wit = error term
Nilai koefisien parameter yang diharapkan δ1 > 0 dan δ2, δ3, δ4, δ5, δ6, δ7,
δ8 < 0. Adapun hipotesis yang diajukan untuk model inefisiensi teknis adalah
sebagai berikut:
1. Semakin tua umur petani diduga akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi
teknis karena dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik akan semakin
melemah.
2. Semakin lama pengalaman petani dalam menjalani usahatani paprika diduga
akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis karena pengalaman akan
memberikan pembelajaran bagi para petani dalam melakukan usahatani.
3. Semakin lama pendidikan formal petani diduga akan berpengaruh negatif
terhadap inefisiensi teknis karena petani dengan tingkat pendidikan yang lebih
38
tinggi diduga akan lebih mudah dalam mengadopsi teknologi dan menyerap
informasi tentang input-input produksi.
4. Semakin tua umur bibit diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi
teknis karena bibit berumur tua akan mencegah peluang terjadinya kematian
pada tanaman.
5. Dummy keikutsertaan dalam kelompok tani diduga akan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis. Nilai satu untuk petani anggota kelompok dan nol untuk
petani bukan anggota kelompok. Petani anggota kelompok akan memperoleh
banyak informasi melalui penyuluhan sehingga diduga akan lebih efisien.
6. Dummy status usahatani diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis.
Nilai satu untuk petani dengan status usahatani paprika sebagai pekerjaan
utama dan nol untuk petani dengan status usahatani paprika sebagai pekerjaan
sampingan. Petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai
pekerjaan utama akan memiliki curahan waktu yang lebih banyak untuk
mengelola usahataninya sehingga diduga akan lebih efisien.
7. Dummy status kepemilikan lahan diduga akan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis karena akan mempengaruhi keseriusan petani dalam
menjalankan usahatani. Nilai satu untuk petani dengan lahan bagi hasil dan
nol untuk petani dengan lahan milik sendiri. Petani dengan status kepemilikan
lahan bagi hasil diduga akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih tinggi
sehingga akan lebih efisien secara teknis dibandingkan dengan petani dengan
lahan bagi hasil.
8. Dummy kredit bank diduga akan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis. Nilai
satu untuk petani yang memperoleh kredit bank dan nol untuk petani yang
tidak memperoleh kredit bank. Petani yang memperoleh kredit bank akan
memiliki kemampuan menggali modal yang lebih banyak untuk membiayai
faktor produksi sehingga diduga akan lebih efisien.
Pengujian inefisiensi teknis dapat dilakukan dengan metode statistik. Hasil
pengujian Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter
dalam bentuk sebagai berikut:
s2 = v
2 + u
2 dan = u
2 / s
2
39
dimana s2 adalah varians dari distribusi normal, v
2 adalah varians dari vi, dan
u2 adalah varians dari ui. Nilai parameter ( ) merupakan kontribusi dari efisiensi
teknis di dalam residual error ( ) yang nilainya berkisar antara nol dan satu.
4.4.3. Uji Hipotesis
Pengujian parameter fungsi produksi stochastic frontier dan efek
inefisiensi teknis model dilakukan dengan dua tahap. Tahap yang pertama
dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga
parameter input-input produksi ( i). Tahap kedua dilakukan menggunakan metode
Maximum Likelihood Estimated (MLE) untuk menduga keseluruhan parameter
faktor produksi ( i), intersep ( 0), serta varians dari kedua komponen error ( v2
dan u2) pada taraf nyata sebesar .
Hipotesis pertama :
H0 : = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 = ............... δ8 = 0
H1 : = δ0 = δ1 = δ2 = δ3 = δ4 = ............... δ8 > 0
Hipotesis nol berarti efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika
hipotesis ini diterima maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili
data empiris. Uji yang digunakan adalah uji chi-square, dengan persamaan :
LR = -2 {ln[L(H0)/L(H1)]}
Dimana L(H0) dan L(H1) masing-masing adalah nilai fungsi likelihood
dari hipotesis nol dan hipotesis alternatif.
Kriteria uji :
LR galat satu sisi > 2restriksi (table Kodde dan Palm) maka tolak H0
LR galat satu sisi < 2restriksi (table Kodde dan Palm) maka terima H0
Hipotesis Kedua :
H0 : δ1 = 0
H1 : δ1 ≠ 0 ; i = 1,2,3,...,n
Hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel di dalam
model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing-
masing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh
terhadap inefisiensi di dalam proses produksi.
40
Uji Statistik yang digunakan :
t-rasio = i 0
S i
t-tabel = t(α, n-k-1)
Kriteria uji :
| t-rasio| > t-tabel t(α, n-k-1) : tolak H0
| t-rasio| < t-tabel t(α, n-k-1) : terima H0
dimana: k = jumlah variabel bebas
n = jumlah pengamatan (responden)
S (δi) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi
4.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya
tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai yaitu
pendapatan yang diperoleh atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani,
sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu pendapatan yang memperhitungkan
semua input milik keluarga yang juga dianggap sebagai biaya (Soekartawi 2002).
Secara matematis, penerimaan total, biaya, dan pendapatan usahatani dapat ditulis
sebagai berikut:
TR = Py x Y
TC = TFC + TVC
π tunai = TR total – TC tunai
π total = TR total – (TC tunai + Bd)
dimana :
TR total = Total penerimaan usahatani (Rupiah)
TC tunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah)
π = Pendapatan (Rupiah)
Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rupiah)
Py = Harga output (Rupiah)
Y = Jumlah output (Kg)
TVC = Total biaya variabel (Rupiah)
TFC = Total biaya tetap (Rupiah)
41
Analisis R/C digunakan untuk menganalisis pendapatan usahatani paprika
hidroponik. R/C membandingkan penerimaan kotor dengan pengeluaran
usahataninya. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C atas Biaya Tunai =
Total Penerimaan
Total Biaya Tunai =
TR
TC tunai
R/C atas Biaya Total =
Total Penerimaan
Total Biaya =
TR
TC tunai Bd
Analisis R/C digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan kotor
yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu usahatani.
Apabila R/C > 1, berarti usahatani dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya,
jika R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak efisien.
4.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran
Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani paprika
hidroponik yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu
didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep
di bawah ini:
1. Produksi paprika hidroponik per luas lahan atau produktivitas paprika
hidroponik (Y) adalah jumlah panen total paprika hidroponik (paprika hijau,
merah, dan kuning) dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim
tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu kilogram per meter
persegi (kg/m2). Harga hasil produksi paprika (Py) adalah harga rata-rata di
tingkat petani pada saat panen berdasarkan jenis paprika.
2. Benih per luas lahan (B) adalah jumlah benih paprika yang digunakan dalam
setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan
pengukuran yang digunakan yaitu biji per meter persegi (biji/m2).
3. Nutrisi per luas lahan (Nut) adalah jumlah cairan nutrisi campuran (larutan
pekat dengan air) yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama
satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per
meter persegi (liter/m2).
4. Insektisida per luas lahan (Ins) adalah jumlah racun pencegah hama tanaman
paprika yang digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu
42
musim tanam, dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter
persegi (liter/m2).
5. Fungisida per luas lahan (Fu) adalah jumlah racun pencegah penyakit tanaman
paprika yang disebabkan oleh jamur yang digunakan dalam setiap satu satuan
luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang
digunakan yaitu liter per meter persegi (liter/m2).
6. Pupuk daun per luas lahan (Pd) adalah jumlah pupuk daun yang digunakan
dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan
pengukuran yang digunakan yaitu kilogram per meter persegi (kg/m2).
7. Pupuk cair per luas lahan (Pc) adalah jumlah pupuk pelengkap cair yang
digunakan dalam setiap satu satuan luas lahan selama satu musim tanam,
dengan satuan pengukuran yang digunakan yaitu liter per meter persegi
(liter/m2).
8. Tenaga kerja per luas lahan (TK) adalah jumlah tenaga kerja total yang
digunakan dalam kegiatan usahatani paprika hidroponik dalam setiap satu
satuan luas lahan selama satu musim tanam, dengan satuan pengukuran yang
digunakan yaitu Hari Orang Kerja per meter persegi (HOK/m2). Perhitungan
HOK mengabaikan jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam
keluarga atau luar keluarga.
9. Umur petani (Z1) adalah usia petani paprika hidroponik pada saat penelitian
berlangsung yang diukur dalam satuan tahun.
10. Pengalaman berusahatani (Z2) adalah lamanya petani dalam mengusahakan
usahatani paprika yang diukur dalam satuan tahun.
11. Pendidikan formal (Z3) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah
diperoleh petani yang diukur dalam satuan tahun.
12. Umur bibit (Z4) adalah umur bibit paprika hidroponik yang digunakan petani
pada saat dipindahkan di greenhouse tanam yang diukur dalam satuan hari.
13. Keikutsertaan dalam kelompok tani (Z5) dalam bentuk dummy. Satu untuk
petani anggota kelompok dan nol untuk petani yang bukan anggota kelompok.
14. Status usahatani (Z6) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang
menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama dan nol
43
untuk petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan
sampingan.
15. Status kepemilikan lahan (Z7) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang
mengusahakan paprika hidroponik pada lahan bagi hasil dan nol untuk petani
yang mengusahakan paprika hidroponik pada lahan milik sendiri.
16. Kredit bank (Z8) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang memperoleh
kredit bank dan nol untuk petani yang tidak memperoleh kredit bank.
V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN
5.1. Gambaran Umum Desa Pasirlangu
Gambaran umum Desa Pasirlangu meliputi keadaan geografi dan
administratif, kependudukan, serta sarana dan prasarana.
5.1.1. Keadaan Geografi dan Administratif
Desa Pasirlangu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Jarak dari Desa
Pasirlangu ke ibukota kecamatan relatif dekat, yaitu 5 kilometer, sedangkan jarak
ke ibukota kabupaten adalah 34 kilometer, dan jarak ke ibukota provinsi yaitu 25
kilometer. Batas wilayah administratif Desa Pasirlangu adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Purwakarta
Timur : Desa Tugu Mukti, Kecamatan Cisarua
Selatan : Desa Cimanggu, Kecamatan Ngamprah
Barat : Desa Cipada, Kecamatan Cisarua
Luas wilayah Desa Pasirlangu mencapai 1.065 hektar, dengan bentang
wilayah yang berupa perbukitan seluas 710 hektar dan lereng gunung seluas 355
hektar. Ditinjau dari ketinggiannya Desa Pasirlangu berada pada ketinggian 900-
2.050 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 20-25°C, dan curah
hujan rata-rata per tahun adalah 1.500 mm. Menurut penggunaan lahan di Desa
Pasirlangu, 88,08 hektar luas lahan digunakan sebagai lahan pemukiman, 10
hektar digunakan sebagai lahan persawahan, 7 hektar digunakan sebagai lahan
perkebunan, 1 hektar digunakan sebagai lahan kuburan, 58 hektar digunakan
sebagai lahan pekarangan, 1,56 hektar digunakan sebagai lahan perkantoran, dan
899,36 hektar digunakan sebagai prasarana umum lainnya. Sebesar 10 hektar
lahan persawahan, seluruhnya merupakan sawah irigasi setengah teknis.
Sementara lahan kering untuk tegalan atau ladang sebesar 467,49 hektar.
Lahan pertanian di Desa Pasirlangu banyak ditanami jenis tanaman
sayuran, buah-buahan, serta padi dan palawija. Beberapa komoditas sayuran yang
ditanam di desa ini adalah labu siam, paprika, cabe, tomat, kubis, mentimun,
buncis, brokoli, dan terong. Jenis sayuran yang paling banyak ditanam adalah labu
siam dengan luas lahan sekitar 74 hektar dan paprika dengan luas lahan sebesar 26
45
hektar. Meskipun luas lahan paprika lebih kecil dibandingkan dengan labu siam,
tetapi paprika menjadi komoditas unggulan di Desa Pasirlangu karena memiliki
nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian di desa ini sekitar 2.280
keluarga. Sebagian besar termasuk dalam kelompok yang memiliki tanah kurang
dari 1 hektar yaitu sebanyak 2.251 keluarga, 27 keluarga lainnya memiliki tanah
1,0-5,0 hektar, dan hanya 2 keluarga yang memiliki tanah 5,0-10 hektar.
5.1.2. Kependudukan
Jumlah penduduk di Desa Pasirlangu pada tahun 2011 berjumlah 9.512
jiwa, yang terdiri dari 4.810 orang penduduk laki-laki dan 4.702 orang penduduk
perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.972 kepala keluarga. Mata
pencaharian penduduk Desa Pasirlangu sebagian besar dari sektor pertanian.
Struktur penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Pasirlangu
Tahun 2011
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1 Petani 1.534 59,55
2 Buruh Tani 933 36,22
3 PNS 23 0,89
4 Pengrajin Industri Rumah Tangga 7 0,27
5 Pedagang 29 1,13
6 Peternak 1 0,04
7 Montir 5 0,19
8 Perawat Swasta 1 0,04
9 TNI 7 0,27
10 POLRI 4 0,16
11 Pensiunan 9 0,35
12 Pengusaha Kecil dan Menengah 7 0,27
13 Karyawan Perusahaan Swasta 13 0,50
14 Karyawan Perusahaan Pemerintah 3 0,12
Jumlah 2.576 100,00
Sumber : Laporan Profil Desa Pasirlangu (2011)
46
Dilihat dari tingkat pendidikan, sebanyak 25 penduduk tidak pernah
sekolah, 650 penduduk belum sekolah, 1.250 penduduk sedang sekolah, 5.438
penduduk tamat SD/sederajat, 191 penduduk pernah SD tetapi tidak tamat, 825
penduduk tamat SMP, 103 penduduk pernah SMP tetapi tidak tamat, 438
penduduk tamat SMA, dan 50 penduduk pernah SMA tetapi tidak tamat.
Sementara itu penduduk yang melanjutkan ke perguruan tinggi/sederajat
jumlahnya tidak terlalu banyak seperti tamat D1 berjumlah 5 penduduk, tamat D2
berjumlah 2 penduduk, tamat D3 sebanyak 12 penduduk, tamat S1 sebanyak 51
penduduk, dan tamat S2 sebanyak 2 penduduk.
5.1.3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana umum yang dapat mendukung kegiatan
pemerintahan di Desa Pasirlangu antara lain :
Sarana Pemerintah Desa
Sarana jalan/perhubungan
Sarana perekonomian (kios dan warung)
Jasa transportasi
Sarana pendidikan
Sarana dan prasarana kesehatan
Sarana ibadah
Prasarana olah raga
5.2. Karakteristik Responden
Karakteristik petani responden diklasifikasikan berdasarkan usia, tingkat
pendidikan formal, pendidikan non formal (penyuluhan), status usahatani,
pengalaman usahatani, modal, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Keragaan
karakteristik tersebut diduga akan mempengaruhi keputusan petani dalam
melaksanakan kegiatan usahatani.
Usia petani responden di lokasi penelitian berada di antara usia 24-67
tahun. Berdasarkan distribusi usia petani responden pada Tabel 7 terlihat bahwa
sebagian besar petani responden yang melakukan usahatani paprika hidroponik
adalah petani yang berusia kurang dari 45 tahun (64,40 persen). Sebanyak 35,60
persen lainnya berusia lebih dari sama dengan 45 tahun. Hal tersebut
47
menunjukkan bahwa mayoritas petani responden berada dalam usia produktif.
Petani responden dengan usia produktif umumnya memiliki kemampuan fisik dan
kinerja yang baik sehingga dapat bekerja lebih optimal.
Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2012
Kelompok Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
< 25 1 1,69
25-34 11 18,64
35-44 26 44,07
45-54 18 30,51
55-64 2 3,39
> 64 1 1,69
Total 59 100,00
Usia merupakan salah satu karakteristik petani yang diduga mempengaruhi
efisiensi teknis dalam usahatani paprika hidroponik. Pertambahan umur akan
mempengaruhi kondisi fisik petani yang berakibat pada penurunan kinerja petani
tersebut. Petani yang sudah termasuk dalam ketegori tua atau usia lanjut diduga
memiliki tingkat efisiensi teknis yang lebih rendah karena berkaitan dengan
kemampuan mengalokasikan input-input produksi. Sebaliknya petani yang berusia
muda atau produktif diduga akan lebih efisien secara teknis.
Pendidikan formal merupakan salah satu karakteristik yang dapat
mempengaruhi petani paprika dalam pengambilan keputusan, terutama yang
berkaitan dengan penyerapan informasi dan penerapan teknologi paprika
hidroponik yang diperkenalkan. Seluruh petani responden di lokasi penelitian
sudah menjalankan pendidikan formal, dengan tingkat tertinggi S2 dan tingkat
terendah yaitu Sekolah Dasar. Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani
responden merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 37,29 persen.
Sementara petani responden lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing sebesar 27,87 persen dan 22,95
persen.
48
Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Tahun
2012
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Lulusan SD 22 37,29
Lulusan SMP 17 28,81
Lulusan SMA 13 22,03
Diploma 2 3,40
S1 4 6,78
S2 1 1,69
Total 59 100,00
Selain pendidikan formal, pendidikan non-formal seperti penyuluhan juga
sangat penting dan berpengaruh dalam mengembangkan pengetahuan petani
paprika karena dengan dengan semakin berkembangnya zaman maka petani juga
dituntut untuk mengikuti perkembangan ilmu pertanian dari waktu ke waktu serta
dapat berinovasi. Penyuluhan yang pernah diperoleh para petani responden di
antaranya mengenai Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Good Agricultural
Practices (GAP), praktek penerapan teknologi baru, dan sebagainya. Berdasarkan
hasil penelitian, lebih dari setengah petani responden atau sebesar 66,10 persen
responden telah mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan penyuluh setempat.
Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan Tahun
2012
Pernah Mengikuti
Penyuluhan Jumlah (orang) Persentase (%)
Ya 39 66,10
Tidak 20 33,90
Total 59 100,00
Tidak semua petani responden menjadikan usahatani paprika hidroponik
sebagai mata pencaharian atau sumber penghasilan utama, tetapi ada juga
sebagian kecil responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai
penghasilan sampingan. Sebanyak 54 orang responden atau 91,53 persen
responden mengandalkan penghasilan utama dari usahatani paprika hidroponik,
49
sedangkan responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai
pekerjaan sampingan hanya berjumlah 5 orang atau 8,47 persen. Petani responden
yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan,
memiliki pekerjaan utama sebagai pegawai negeri ataupun wiraswasta.
Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Tahun 2012
Status Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%)
Pekerjaan Utama 54 91,53
Pekerjaan Sampingan 5 8,47
Total 59 100,00
Perbedaan status usahatani tersebut akan mempengaruhi keputusan
manajerial dalam melakukan kegiatan usahatani paprika hidroponik sehingga akan
mempengaruhi efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Petani responden
yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama akan
memiliki curahan waktu yang lebih banyak untuk usahataninya, sedangkan petani
responden yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan
sampingan memiliki curahan waktu lebih sedikit untuk usahataninya sehingga
lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja dari luar.
Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Paprika
Tahun 2012
Pengalaman Usahatani
Paprika (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
≤ 5 7 11,86
6 – 10 19 32,20
11 – 15 17 28,81
≥ 16 16 27,12
Total 59 100,00
Tabel 11 menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan pengalaman
usahatani paprika yang dijalankan. Paprika sendiri sudah lama dikembangkan di
Desa Pasirlangu. Lamanya pengalaman usahatani paprika yang dijalankan oleh
petani responden beragam, yaitu sebanyak 32,20 persen memiliki pengalaman 6-
50
10 tahun, sebanyak 28,81 persen memiliki pengalaman 11-15 tahun, dan sebanyak
27,12 persen yang memiliki pengalaman lebih dari 16 tahun. Seorang petani akan
semakin banyak memperoleh pelajaran seiring dengan semakin lamanya
pengalaman yang ia miliki. Pengalaman dan pelajaran yang dimiliki tersebut
diharapkan dapat dimanfaatkan agar dapat menghasilkan produksi yang lebih
baik.
Modal yang digunakan petani responden dalam menjalankan usahatani
paprika selain berasal dari modal sendiri dan pinjaman dari keluarga/saudara juga
dapat berasal dari kredit bank. Kredit bank yang diambil petani biasaya berasal
dari BRI dan BPR. Dari Tabel 12 terlihat bahwa petani responden yang
memperoleh kredit dari bank jumlahnya lebih sedikit dibandingkan yang tidak
memperoleh kredit bank, yaitu sebesar 18,64 persen. Akan tetapi, petani yang
memperoleh kredit bank akan memiliki kemampuan menggali modal yang lebih
banyak untuk membiayai faktor-faktor produksi dan mengembangkan
usahataninya. Selain itu, petani yang memperoleh kredit bank juga memiliki
tanggung jawab untuk dapat mengembalikan pinjaman beserta beban bunga
sehingga dalam menjalankan usahataninya dituntut agar dapat berproduksi dengan
lebih efisien.
Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Perolehan Kredit Bank Tahun 2012
Memperoleh Kredit Bank Jumlah (orang) Persentase (%)
Ya 11 18,64
Tidak 48 81,36
Total 59 100,00
Lahan usahatani sangat berkaitan erat dengan efisiensi penggunaan faktor
produksi usahatani paprika yang dijalankan. Luas greenhouse paprika yang berada
di Desa Pasirlangu berbeda-beda tergantung dari luas lahan yang dikuasai oleh
petani. Sebagian besar petani responden memiliki lahan seluas 1.001-2.000 m2
yaitu sebanyak 32,20 persen. Sementara petani lainnya tersebar dengan luas lahan
yang berbeda-beda. Terdapat 3 orang responden atau 5,08 persen yang memiliki
lahan dengan luas lebih dari 1 hektar. Sebaran petani responden berdasarkan luas
lahan yang dikuasainya dapat dilihat pada Tabel 13.
51
Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan Greenhouse Tahun 2012
Luas Lahan (m2) Jumlah (orang) Persentase (%)
≤ 1.000 15 25,42
1.001-2.000 19 32,20
2.001-3.000 7 11,86
3.001-4.000 2 3,40
4.001-5.000 6 10,20
5.001-10.000 7 11,86
≥ 10.001 3 5,08
Total 59 100,00
Status kepemilikan lahan petani paprika yang menjadi responden berbeda-
beda. Sebagian besar petani responden memiliki lahan sendiri yaitu sebanyak 49
orang atau 83,05 persen dari total responden yang ada. Di lokasi penelitian juga
terdapat petani responden yang menggarap pada lahan bagi hasil. Petani yang
memiliki status kepemilikan lahan bagi hasil yaitu sebanyak 10 orang atau sebesar
16,95 persen dari total responden. Status kepemilikan lahan dapat berpengaruh
dalam pengambilan keputusan usahtani dimana petani yang berusahatani paprika
hidroponik menggunakan lahan bagi hasil diduga akan memiliki rasa tanggung
jawab yang lebih besar.
Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun
2012
Status Kepemilikan Lahan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Lahan milik 49 83,05
Lahan bagi hasil 10 16,95
Total 59 100,00
5.3. Budidaya Paprika Hidroponik
Proses budidaya paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, terdiri dari proses
persiapan greenhouse dan lahan, penyemaian dan pembibitan, penanaman,
pemeliharaan serta panen dan pasca panen.
52
5.3.1. Persiapan Greenhouse dan Lahan
Greenhouse merupakan sarana produksi utama dalam usahatani paprika
karena karakteristik tanaman yang rentan terhadap kondisi cuaca yang tidak
menentu sehingga membutuhkan rumah khusus sebagai naungan. Terdapat dua
jenis greenhouse dalam budidaya paprika yaitu greenhouse penyemaian dan
pembibitan serta greenhouse penanaman. Umumnya greenhouse penyemaian dan
pembibitan dibuat lebih sederhana dibandingkan dengan greenhouse penanaman.
Persiapan greenhouse meliputi pembangunan greenhouse dan pembuatan
bedengan untuk greenhouse penanaman.
Konstruksi greenhouse di Desa Pasirlangu terbuat dari bambu seperti yang
terlihat pada Gambar 5a. Bagian atap ditutupi oleh plastik UV yang berfungsi
untuk mengatur cahaya yang masuk sehingga suhu dan kelembaban di dalam
greenhouse tetap terjaga. Sementara bagian dinding ditutupi oleh plastik poly
ethylene dan kasa polynet. Rata-rata ketinggian greenhouse tanam mencapai 7
meter, yaitu setinggi 4 meter diukur dari dasar lantai hingga dinding atas dan
setinggi 3 meter diukur dari dinding atas hingga atap. Sementara luas greenhouse
disesuaikan dengan jumlah tanaman yang akan masuk. Pendirian greenhouse
harus memperhatikan kekokohan bangunan dan pertukaran udara dalam
greenhouse. Instalasi yang harus ada dalam greenhouse antara lain tangki
penampung air serta nutrisi karena sumber kehidupan utama untuk jenis tanaman
hidroponik adalah air atau nutrisi.
Gambar 5. Bangunan Greenhouse Budidaya di Desa Pasirlangu (a) dan
Bedengan yang Ditutupi Mulsa (b)
a b
53
Pada bagian dalam greenhouse penanaman dibuat bedengan-bedengan
dimana polybag akan diletakkan di atasnya. Bedengan dibuat dengan lebar 100
cm, tinggi 20-40 cm, dan jarak antar bedengan 80-100 cm, sedangkan panjang
bedengan disesuaikan dengan lahan. Bedengan ini sengaja dibuat lebih tinggi dari
lantai agar air yang keluar dari polybag akan mengalir sehingga daerah sekitar
perakaran tidak akan tergenang oleh air dan mencegah pembusukan akar. Seperti
yang terlihat pada Gambar 5b, bedengan juga ditutupi oleh plastik mulsa untuk
menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi menghasilkan gulma
dan bibit penyakit.
Sebelum penanaman, petani melakukan persiapan lahan yang meliputi
sanitasi dan sterilisasi greenhouse. Sanitasi dilakukan dengan membuang sisa
tanaman yang masih ada dan gulma di dalam greenhouse untuk menghindari
penularan penyakit dari tanaman lama. Sementara sterilisasi dilakukan dengan
menyemprotkan bahan kimia sejenis lysol dan gramoxone untuk membunuh bibit
penyakit yang dapat menyerang tanaman paprika. Untuk musim tanam
berikutnya, secara rutin dilakukan pencucian polybag tanam, plastik mulsa, dan
atap greenhouse. Pencucian atap greenhouse bertujuan untuk membersihkan
plastik UV dari lumut agar tidak menghalangi sinar matahari yang masuk.
5.3.2. Penyemaian dan Pembibitan
Varietas benih paprika merah yang umumnya digunakan oleh petani
paprika Desa Pasirlangu adalah Edison, sedangkan benih paprika kuning yang
digunakan adalah Sunny dan Capino. Baik varietas paprika merah dan kuning
semuanya merupakan benih hibrida F1.
Proses penyemaian benih paprika dilakukan dalam greenhouse khusus
dengan ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 16 meter persegi. Sebelum
penyemaian, benih terlebih dahulu direndam dalam air hangat selama kurang
lebih 60 menit untuk merangsang perkecambahan. Setelah direndam, benih
kemudian dikeringkan di tempat teduh. Setelah kering, benih dimasukkan satu per
satu ke dalam tray yang telah berisi arang sekam basah. Setelah itu, tray ditutup
oleh plastik mulsa hitam perak sampai sekitar 10 hari. Selama benih disemai,
petani harus selalu mengontrol suhu, tingkat kelembaban, dan kebasahan media
54
arang sekam. Suhu yang baik untuk penyemaian berkisar 20-25 C dengan tingkat
kelembaban antara 70-90 persen.
Gambar 6. Penyemaian dan Pembibitan Paprika Hidroponik
Benih akan mulai berkecambah setelah berumur 10 hari. Umumnya dari
semua benih yang disemai, hanya sekitar 90 persen benih yang berhasil
berkecambah. Rata-rata jumlah benih yang disemai oleh responden untuk lahan
seluas 1.000 m2 adalah sebanyak 3.869 benih, sehingga potensi bibit yang
mungkin dihasilkan yaitu kurang lebih sebanyak 3.482 bibit. Jika telah
berkecambah, bibit sudah dapat dipindahkan ke polybag kecil dan diletakkan di
tempat yang terang. Selama proses pembibitan, petani harus tetap melakukan
penyiraman (tergantung cuaca dan keadaan media arang sekam) dan pengendalian
hama seperti thrips.
5.3.3. Penanaman
Rata-rata umur bibit yang digunakan oleh petani responden adalah yang
berumur 30 hari. Sementara rekomendasi umur bibit dari Balai Penelitian
Tanaman Sayuran yaitu yang berumur sekitar enam minggu setelah semai. Bibit
yang ditanam sebaiknya adalah bibit yang sehat atau tidak terserang hama dan
penyakit serta memiliki daun sebanyak 5-8 helai. Media tanam yang akan
ditanami bibit terlebih dahulu dibasahi dengan nutrisi kurang lebih sebanyak 500
ml per polybag. Agar bibit tidak patah dan tidak merusak daerah perakaran, maka
saat pemindahan ke polybag tanam bibit dilepas dari polybag kecil bersama
medianya dengan hati-hati. Bagian bawah polybag penanaman sebelumnya diberi
lubang sebanyak 5-10 lubang agar air yang diberikan tidak tergenang untuk
mencegah pembusukan akar. Dalam satu polybag biasanya hanya berisi satu
55
tanaman dengan jarak antar tanaman yaitu sekitar 30 x 30 cm. Rata-rata populasi
tanaman paprika petani responden yaitu 3,48 pohon per m2.
5.3.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan bagian penting dari tahap budidaya yang akan
menentukan keberhasilan produksi paprika. Pemeliharaan tanaman paprika
meliputi penyiraman dan pemupukan, pengajiran, pembentukan dan pemilihan
batang produksi, pewiwilan, dan pengendalian hama dan penyakit.
5.3.4.1. Penyiraman dan pemupukan
Penyiraman dan pemupukan atau pemberian larutan nutrisi merupakan
kegiatan yang sangat vital dalam menunjang pertumbuhan paprika hidroponik.
Hal ini disebabkan dalam media tanam arang sekam yang digunakan tidak ada
penunjang air dan makanan layaknya tanah. Pemberian air dan pupuk dilakukan
secara bersamaan dalam bentuk larutan nutrisi. Sistem tersebut disebut juga
fertigasi. Sistem fertigasi yang dilakukan oleh petani responden dan sebagian
besar petani paprika hidroponik yang ada di Desa Pasirlangu masih manual, yaitu
masih menggunakan selang.
Nutrisi yang digunakan untuk tanaman paprika terdiri atas dua campuran
yaitu pupuk A dan B yang dijual sepaket dan dikenal dengan sebutan pupuk AB
Mix. Dalam pupuk AB MIX terkandung unsur makro dan mikro yang dibutuhkan
tanaman seperti KNO3, KH2PO4, K2O, MgSO4, CaNO3, SO4, Tenso Fe,
MnSO4, H3BO3, CuSO4, dan MO. Dalam penggunaannya, paket pupuk A dan B
masing-masing dilarutkan dalam drum terpisah hingga menjadi 100 liter larutan
pekat. Untuk menghasilkan larutan nutrisi yang siap siram, dari masing-masing
larutan pekat A dan B diambil 5-7 liter dan diencerkan dengan 1.000 liter air.
Gambar 7. Pupuk AB Mix (a) dan Tangki Penampung Nutrisi (b)
a b
56
Pemberian nutrisi pada tanaman paprika dilakukan setiap hari dengan
frekuensi pemberian nutrisi yang dianjurkan sebanyak dua kali per hari pada saat
cuaca normal. Dari 59 orang responden, terdapat 12 orang atau 20,34 persen
responden yang memberikan nutrisi hanya satu kali per hari ditambah satu kali
penyiraman dengan air biasa. Volume pemberian nutrisi diberikan secara berpola
sesuai dengan umur tanaman. Tanaman muda diberi nutrisi sebanyak 400 ml per
tanaman per hari, tanaman yang sudah mulai berbunga diberi nutrisi sebanyak 600
ml per tanaman per hari, dan tanaman yang sudah memasuki usia produktif atau
berbuah diberi nutrisi sebanyak 1.000 ml per tanaman per hari. Untuk tanaman
yang menjelang dibongkar maka pemberian nutrisi diturunkan kembali menjadi
400 ml per tanaman per hari. Akan tetapi, para petani responden sebenarnya tidak
dapat memastikan secara tepat jumlah nutrisi yang diberikan untuk setiap tanaman
karena terkendala oleh sistem fertigasi manual yang mereka gunakan. Rata-rata
pupuk AB Mix yang dihabiskan responden untuk satu musim tanam pada
greenhouse 1.000 m2 atau 3.482 pohon adalah sekitar 25 paket atau jika
dikonversi yaitu sekitar 354.380 liter larutan nutrisi siap pakai.
Selain nutrisi, beberapa petani paprika di Desa Pasirlangu juga
memberikan pupuk daun dan pupuk pelengkap cair untuk tanaman paprika. Pupuk
daun yang digunakan antara lain Growmore yang berbentuk padat, dosis
pemakaiannya yaitu 1 gram per liter air. Sementara pupuk pelengkap cair yang
digunakan antara lain Trubus dan Atonic dengan dosis pemakaian 1 ml per liter
air. Pupuk daun biasanya dicampurkan bersama dengan larutan pekat pupuk B,
sedangkan pupuk pelengkap cair digunakan secara terpisah. Akan tetapi
pemberian kedua jenis pupuk ini bersifat kondisional, dapat disesuaikan dengan
kondisi tanaman paprika di lahan. Dalam satu musim tanam, rata-rata pupuk daun
yang dibutuhkan per 1.000 m2 adalah sebanyak 1,81 kg dan pupuk pelengkap cair
sebanyak 2,82 liter.
5.3.4.2. Pengajiran
Pengajiran tanaman paprika dilakukan saat usia 14 hari setelah tanam. Tali
yang akan digunakan untuk pengajiran telah diikatkan pada kawat yang
melintang. Ujung atas tali ajir diikatkan pada kawat yang melintang di bagian
langit-langit greenhouse, sedangkan bagian bawah tali diikatkan pada kawat yang
57
melintang di dekat perakaran tanaman. Pengajiran dilakukan dengan melilitkan
tali penyangga tersebut pada batang tanaman paprika.
Gambar 8. Tanaman Paprika yang Dililitkan Tali
Pelilitan harus dilakukan secara rutin karena batang tanaman akan terus
tumbuh tinggi. Selain itu lilitan juga harus sesuai, tidak terlalu kencang agar tidak
merusak tanaman dan tidak terlalu longgar agar tanaman tidak roboh. Pengajiran
bertujuan agar tanaman dapat tumbuh tegak lurus dan kokoh seperti yang terlihat
pada Gambar 8.
5.3.4.3. Pemilihan dan Pembentukan Batang Produksi
Pemilihan dan pembentukan batang produksi dilakukan pada saat tanaman
paprika berumur 21-30 hari. Dari tiga atau empat cabang yang tumbuh pada ujung
batang utama, maka hanya dipilih dua cabang saja yang akan tetap dipelihara.
Cabang yang dipilih adalah cabang yang kokoh dan membentuk sudut paling
lebar. Cabang yang dibuang dipatahkan secara manual dengan tangan tanpa
menggunakan alat bantu. Pemilihan cabang dimaksudkan agar pertumbuhan
tanaman optimal sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki kuantitas
dan kualitas yang baik.
5.3.4.4. Pewiwilan
Pewiwilan dilakukan dengan melakukan pemangkasan terhadap tunas air
dan cabang yang tidak dipelihara, pemangkasan daun dan mahkota bunga, serta
penjarangan buah. Pewiwilan atau pemangkasan perlu dilakukan agar nutrisi yang
tali penyangga
58
diberikan tidak terbagi kepada bagian tanaman yang memang tidak
memerlukannya. Dengan kata lain, dengan adanya kegiatan pewiwilan maka
nutrisi yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan tepat sehingga produksi lebih
optimal. Kegiatan pewiwilan ini harus dilakukan secara rutin dan kontinyu.
Proses pemangkasan terhadap tunas air dan cabang yang tidak dipelihara
serupa dengan proses pemilihan cabang produksi utama yaitu memilih dua dari
tiga atau empat cabang yang tumbuh di bagian ketiak daun, sedangkan
pemangkasan daun dilakukan dengan membuang daun yang sudah tua atau
terkena penyakit seperti embun tepung yang menyebabkan daun menjadi putih
dan busuk. Sementara pemangkasan mahkota bunga dilakukan dengan membuang
mahkota bunga yang menjadi tempat persembunyian bagi hama thrips.
Pemangkasan tunas air yang tidak dipelihara dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Proses Pemangkasan Tunas Air yang Tidak Dipelihara
Kegiatan pewiwilan selanjutnya adalah penjarangan buah. Kegiatan
penjarangan buah akan menghasilkan buah yang terseleksi dengan baik. Buah
yang sebaiknya tidak dipelihara adalah buah yang tumbuh di dekat cabang utama
karena jika buah tersebut dibiarkan maka sebagian besar nutrisi akan terserap oleh
buah tersebut sehingga dapat menghambat pertumbuhan batang dan mengganggu
pertumbuhan buah lainnya. Selain itu jika ada dua buah yang tumbuh secara
berdempetan maka harus dipilih salah satu saja, yaitu yang memiliki pertumbuhan
lebih baik. Adapun buah yang sudah terserang hama juga sebaiknya tidak perlu
dipelihara karena hanya akan menghasilkan buah yang berkualitas rendah.
satu dari tiga tunas air
pemangkasan tunas air
59
5.3.4.5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Tanaman paprika tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama
yang menjadi musuh utama petani paprika adalah thrips yaitu berupa serangga
kecil. Sementara jenis penyakit yang menyerang tanaman paprika sebagian besar
disebabkan oleh jamur, seperti embun tepung serta busuk akar dan batang.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap hama dan penyakit sejak dini, serta pengendalian secara kimia dan
mekanik. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprotkan pestisida
pada tanaman yang terkena serangan hama dan penyakit, sedangkan pengendalian
mekanik dilakukan dengan memasang kertas perangkap berwarna kuning untuk
hama thrips dan juga dengan membuang tanaman yang sudah terjangkit penyakit
dan berpotensi untuk mati.
Jenis insektisida yang umumnya digunakan antara lain Demolish,
Agrimec, Supmax, Tracer, dan Buldok. Petani di Desa Pasirlangu biasa
mencampurkan dua jenis insektisida secara bersamaan karena penggunaan dua
jenis insektisida dinilai lebih efektif untuk mengendalikan hama thrips
dibandingkan dengan hanya menggunakan satu jenis insektisida. Dosis insektisida
yang digunakan adalah 0,5-1 ml per liter air per jenis pestisida, sebagai contoh
dalam satu liter air petani dapat mencampurkan 0,5 ml Demolish dengan 1 ml
Buldok atau 0,5 ml Supmax dengan 1 ml Buldok. Jenis insektisida pencampur
yang selalu dipakai adalah Buldok, sedangkan insektisida utama yang digunakan
selalu berganti-ganti setiap kegiatan penyemprotan. Penggunaan insektisida yang
berganti-ganti dilakukan agar hama thrips tidak menjadi kebal terhadap satu jenis
insektisida tertentu.
Penyemprotan insektisida rutin dilakukan setiap satu minggu sekali. Rata-
rata insektisida yang dibutuhkan oleh responden dalam satu kali penyemprotan
adalah sebanyak 294,98 ml untuk satu greenhouse dengan luas 1.000m2 atau
3.482 tanaman. Jika serangan hama sedang tinggi penyemprotan insektisida dapat
dilakukan hingga dua kali dalam seminggu. Selain disemprotkan ke tanaman
paprika, petani juga menyemprotkan insektisida pada greenhouse untuk mencegah
penyebaran hama yang tersebar melalui lubang kasa pada dinding greenhouse.
60
Selain insektisida, petani juga menggunakan fungisida untuk
mengendalikan penyakit pada tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur. Jenis
fungsisida yang umumnya digunakan petani adalah Score dan Amistartop dengan
dosis pemakaian 0,25-0,5 ml per liter air. Sama seperti pupuk daun, penggunaan
fungisida juga bersifat kondisional yaitu dapat disesuaikan dengan kondisi
tanaman di lapang. Dalam satu musim tanam, rata-rata kebutuhan fungisida untuk
lahan seluas 1.000 m2 adalah sebanyak 909,32 ml. Penyemprotan fungsida dapat
dilakukan bersamaan dengan penyemprotan insektisida maupun secara terpisah.
5.3.5. Panen dan Pasca Panen
Tanaman paprika dapat berproduksi rata-rata hingga 8 bulan dalam satu
kali periode tanam dan dapat dipanen secara kontinu selama tanaman masih
produktif. Beberapa jenis paprika yang dihasilkan oleh petani Desa Pasirlangu
diantaranya paprika hijau, paprika merah, dan paprika kuning. Paprika hijau
merupakan jenis paprika merah atau kuning yang belum berubah warna (buah
muda). Paprika dapat dipanen hijau setelah berusia 70 hari setelah tanam dan baru
dapat dipanen warna 100 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan
memotong bagian tangkai buah dengan hati-hati tanpa menggunakan peralatan
khusus.
Gambar 10. Paprika Hidroponik yang Dihasilkan di Desa Pasirlangu
Jumlah paprika yang akan dipanen hijau atau warna biasanya disesuaikan
dengan kebutuhan pasar. Buah yang siap panen ditandai dengan daging buah yang
sudah keras, persentase warna buah yang sudah mencapai 90 persen untuk panen
warna merah dan kuning, serta ukuran dan bobot yang sudah mencapai ideal.
Ukuran ideal untuk paprika yang akan dipanen yaitu yang memiliki diameter 75-
61
110 mm, sedangkan bobot ideal untuk paprika yang akan dipanen adalah sekitar
160-250 gram. Bentuk yang dihasilkan adalah blocky, yaitu buah paprika yang
agak bulat dan melebar ke samping (tidak terlalu lonjong) seperti yang terlihat
pada Gambar 10.
Hasil panen kemudian dimasukkan ke dalam plastik bening besar. Para
petani biasanya hanya meletakkan hasil panen paprikanya di luar greenhouse
untuk kemudian diambil oleh para pekerja dari koperasi, kelompok tani, atau
bandar lokal untuk dibawa ke gudang. Di gudang-gudang tersebutlah baru akan
dilakukan proses sortasi, grading, penimbangan, pencatatan, dan pengemasan.
Melalui koperasi, kelompok tani, dan bandar lokal itulah proses pemasaran
paprika dilakukan.
VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS
Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani
paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas
dengan pendekatan Stochastic Production Frontier. Metode penduga yang
digunakan pada model fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas adalah
Maximum Likelihood Estimated (MLE). Hasil dari pendugaan fungsi produksi
tersebut akan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, serta menganalisis
tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis
paprika hidroponik di lokasi penelitian.
Metode MLE digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi
maksimum yang dapat dicapai pada tingkat penggunaan faktor-faktor produksi
yang ada. Metode MLE dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter
teknologi dan input-input produksi. Pengujian dengan metode OLS juga dapat
mendeteksi autokorelasi, multikolinearitas, dan heterokedastisitas dalam fungsi
produksi. Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan
parameter faktor produksi, intersep, dan varians kedua komponen error.
Fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas yang dibahas pada
penelitian ini dibuat dalam bentuk per satuan lahan. Cara ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya multikolinearitas. Dengan demikian, di dalam model
fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, hasil produksi dan semua input
yang digunakan dalam usahatani paprika hidroponik dibuat dalam per satuan
lahan (m2).
Variabel independen awal yang diduga akan mempengaruhi produksi
paprika hidroponik per satuan lahan terdiri dari tujuh variabel, yaitu jumlah benih
(B), nutrisi (Nut), insektisida (Ins), fungisida (Fu), pupuk daun (Pd), pupuk
pelengkap cair (Pc), dan tenaga kerja (TK). Dari hasil analisis OLS ditemukan dua
variabel yang memiliki nilai koefisien yang negatif, yaitu pada variabel jumlah
pupuk daun dan pupuk cair (Lampiran 1). Tanda negatif yang dihasilkan diduga
karena penggunaan pupuk daun dan pupuk cair di lapang yang sudah berlebihan.
Berdasarkan pengamatan, pupuk daun dan pupuk cair tidak diberikan pada semua
63
tanaman tetapi hanya diberikan pada tanaman yang kurang sehat dan jumlah
pemberiannya tidak pasti karena disesuaiakan dengan kondisi tanaman yang
membutuhkan. Peningkatkan dosis penggunaan dilakukan jika penyakit yang
menyerang tanaman sudah membahayakan. Petani cenderung hanya
memperkirakan takaran yang digunakan dan tidak ada jumlah yang pasti sehingga
diduga melebihi dosis yang dianjurkan. Akan tetapi, penggunaan pupuk daun dan
pupuk cair yang berlebihan justru dapat mengakibatkan tanaman menjadi busuk
sehingga dapat mengurangi produksi yang dihasilkan.
Keberadaan koefisien yang bernilai negatif sebaiknya dihindari agar
relevan dengan asumsi fungsi Cobb-Douglas yaitu dalam keadaan law of
diminishing returns untuk setiap input sehingga informasi yang diperoleh dapat
digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat
menghasilkan tambahan output yang lebih besar (Coelli et al 2005). Oleh karena
itu, dalam penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi yang memiliki nilai
koefisien keseluruhan yang positif. Variabel pupuk daun dan pupuk cair
dihilangkan dari model karena memiliki nilai koefisien yang negatif.
Pertimbangan lainnya adalah bahwa kedua variabel tersebut tidak termasuk
variabel utama dalam usahatani paprika dan tidak semua petani menggunakannya.
Adapun variabel independen yang tetap digunakan dalam model yaitu benih,
nutrisi, insektisida, fungisida, dan tenaga kerja yang seluruhnya dibuat per satuan
lahan.
6.1. Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS
menunjukkan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari proses produksi petani pada
tingkat teknologi yang ada. Hasil estimasi model fungsi produksi Cobb-Douglas
(per satuan lahan) dengan metode OLS beserta nilai signifikansinya ditunjukkan
pada Tabel 15.
Hasil pendugaan metode OLS dengan memasukkan lima variabel tidak
menunjukkan adanya masalah multikolinearitas dan autokorelasi pada model yang
terbentuk, masing-masing dapat dilihat dari nilai VIF dan Durbin-Watson. Nilai
VIF untuk masing-masing variabel independen di dalam model tidak ada yang
lebih dari 10 dan nilai Durbin-Watson masih berada pada kisaran 2 (Lampiran 2).
64
Tabel 15. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode
OLS (Per Satuan Lahan)
Variabel Input Parameter Dugaan t-rasio
Intersep 1,1486* 1,59
Benih (X1) 0,7802* 3,35
Nutrisi (X2) 0,0505 0,45
Insektisida (X3) 0,0959* 1,26
Fungisida (X4) 0,0148* 1,57
Tenaga Kerja (X5) 0,0402 0,40
R-Sq 0,50
F-hitung 10,61
Log-likelihood OLS 4,8662
Keterangan:
*) nyata pada α = 20%
Nilai koefisien determinasi dan F-hitung dari model fungsi produksi rata-
rata (per luas lahan) yang terbentuk adalah sebesar 50 persen dan 10,61. Koefisien
determinasi sebesar 50 persen menunjukkan bahwa 50 persen keragaman produksi
paprika hidroponik di lokasi penelitian dapat dijelaskan oleh model dugaan yang
diperoleh, sedangkan sisanya sebesar 50 persen dijelaskan oleh variabel-variabel
lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan nilai F-hit sebesar 10,61,
secara statistik model fungsi produksi rata-rata yang terbentuk layak digunakan
untuk memprediksi produksi paprika per satuan lahan dan signifikan pada taraf
nyata 20 persen. Dari lima variabel yang ada pada model, terdapat tiga variabel
yang berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik rata-rata per satuan
lahan, yaitu variabel benih (X1), insektisida (X3), dan fungisida (X4).
Hasil pendugaan tahap kedua yaitu pendugaan model fungsi produksi
dengan menggunakan metode MLE dijelaskan oleh Tabel 16. Hasil pendugaan
tersebut menggambarkan kinerja terbaik dari petani responden pada tingkat
teknologi yang ada. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi
frontier (per satuan lahan) petani responden ditemukan berbeda dari yang
diperoleh pada fungsi produksi rata-rata (per satuan lahan). Pada tabel disajikan
parameter dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE dan
nilai signifikansinya.
65
Tabel 16. Pendugaan Model Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode
MLE (Per Satuan Lahan)
Variabel Input Parameter Dugaan t-rasio
Intersep (β0) 1,0455* 1,6873
Benih (β1) 0,9007* 4,6538
Nutrisi (β2) 0,0196 0,2244
Insektisida (β3) 0,0483 0,7246
Fungisida (β4) 0,0070 0,8479
Tenaga Kerja (β5) 0,1230* 1,3168
Sigma-squared (σ2) 0,0680*
Gamma (γ) 0,5851*
Log-likelihood MLE 14,4523
Keterangan:
*) nyata pada α = 20 %
Pada Tabel 16 disajikan nilai log-likelihood dengan metode MLE
(14,4523) adalah lebih besar dari nilai log-likelihood dengan metode OLS
(4,8662) yang berarti fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik. Nilai
sigma-squared (σ2) menunjukkan distribusi dari error term inefisiensi (ui) dan
nilai 0,0680 adalah cukup kecil sehingga terdistribusi secara normal. Nilai gamma
(γ) sebesar 0,5851 mengindikasikan bahwa 58,51 persen dari error term yang
berada dalam fungsi produksi disebabkan oleh keberadaan inefisiensi teknis,
sedangkan 41,49 persen disebabkan oleh variabel kesalahan acak seperti cuaca,
hama, dan sebagainya. Ini berarti model fungsi produksi stochastic frontier yang
diperoleh dapat menunjukkan adanya keberadaan inefisiensi teknis pada model.
Adapun model yang terbentuk diperlihatkan pada persamaan di bawah ini.
Ln Y = 1,0455 + 0,9007 ln B + 0,0196 ln Nut + 0,0483 ln Ins + 0,0070 ln Fu +
0,1230 ln TK + Vi - Ui
Interpretasi Parameter Dugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Berdasarkan hasil perhitungan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-
Douglas dengan metode MLE, diperoleh hasil bahwa faktor produksi benih dan
tenaga kerja berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi paprika
hidroponik per satuan lahan. Sementara, faktor produksi lainnya seperti nutrisi,
insektisida, dan fungisida meskipun bernilai positif tetapi tidak berpengaruh
66
nyata. Berikut adalah interpretasi dari model fungsi produksi stochastic frontier
yang terbentuk.
1. Benih
Penggunaan benih pada usahatani paprika hidroponik bernilai positif dan
berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap produksi paprika hidroponik
per satuan lahan. Nilai elastisitas benih terhadap produktivitas sebesar 0,9007
menunjukkan bahwa penambahan benih sebesar satu persen akan akan
meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,9007 persen, cateris
paribus. Ini menunjukkan bahwa jumlah benih yang digunakan petani selama ini
masih memungkinkan untuk ditambah sehingga dapat menghasilkan produksi
yang lebih besar.
Benih memegang peranan utama dalam menentukan produktivitas.
Varietas benih yang berkualitas tinggi akan berpotensi menghasilkan
produktivitas yang tinggi pula. Dengan demikian, meskipun jumlah benih per
satuan lahan ditingkatkan dalam jumlah yang kecil, maka akan memiliki pengaruh
yang responsif terhadap peningkatan produksi paprika per satuan lahan.
Rata-rata penggunaan benih paprika di lokasi penelitian yaitu sebesar
3.869 biji per 1.000 m2. Dengan asumsi rata-rata benih yang berkecambah sebesar
90 persen maka tanaman paprika yang dihasilkan adalah sebanyak 3.482 pohon
per 1.000 m2 atau 3,48 pohon per m
2. Peningkatan penggunaan benih per satuan
lahan di lokasi penelitian akan meningkatkan peluang dalam menghasilkan bibit
paprika. Hal ini pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan populasi
tanaman per satuan lahan sehingga produksi paprika hidroponik yang dihasilkan
per satuan lahan juga akan semakin meningkat. Peningkatan populasi tanaman per
satuan lahan dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam.
2. Nutrisi
Faktor produksi nutrisi bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi paprika hidroponik per luas lahan. Nilai elastisitas nutrisi
terhadap produktivitas sebesar 0,0196 menunjukkan bahwa penambahan nutrisi
sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik
sebesar 0,0196 persen, cateris paribus. Dalam usahatani paprika hidroponik,
nutrisi merupakan sumber makanan utama bagi tanaman. Ini disebabkan dalam
67
media tanam arang sekam tidak terdapat unsur hara seperti yang terkandung pada
tanah sehingga nutrisi sangat dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Secara teoritis, tanaman paprika yang mendapatkan nutrisi yang cukup akan
meningkat produktivitasnya sehingga akan menghasilkan buah berkualitas dan
bobot buah yang besar.
Analisis fungsi produksi menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan
dimana penambahan jumlah nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas. Hal ini diduga karena kadar kepekatan hara yang terdapat pada
larutan nutrisi yang digunakan belum sesuai. Peningkatan volume nutrisi yang
tidak diimbangi oleh kepekatan hara yang ada dalam nutrisi akan menyebabkan
larutan nutrisi tidak dapat bekerja optimal sehingga tidak berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas tanaman. Kepekatan hara yang dibutuhkan berbeda-
beda tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman dimana semakin tua umur
tanaman paprika, maka tanaman tersebut akan semakin membutuhkan unsur hara.
Kepekatan hara diukur dengan EC (Electro Conductivity) meter. Akan tetapi
sebagian besar petani responden tidak mengukur nilai EC dan cenderung
menduga-duga saja karena mereka tidak memiliki alat pengukurnya sehingga
kepekatan hara dalam larutan nutrisi tidak bisa dipastikan.
Faktor teknis lain yang diduga berpengaruh terhadap efektivitas pemberian
nutrisi adalah sistem fertigasi yang masih bersifat manual. Kegiatan fertigasi yang
masih menggunakan selang mengakibatkan volume nutrisi yang diterima oleh
setiap tanaman berbeda-beda. Kondisi ini dapat berakibat pada pertumbuhan
tanaman dalam satu lahan yang tidak merata sehingga akan mempengaruhi
produktivitas tanaman itu sendiri.
3. Insektisida
Faktor produksi insektisida bernilai positif namun tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas insektisida
terhadap produktivitas sebesar 0,0483 menunjukkan bahwa penambahan
insektisida sebesar satu persen akan akan meningkatkan produktivitas paprika
hidroponik sebesar 0,0483 persen, cateris paribus. Jenis insektisida yang
digunakan oleh petani terdiri dari berbagai merek dengan dosis yang digunakan
68
rata-rata 0,5-1 ml/liter air. Rata-rata penggunaan insektisida oleh petani responden
yaitu sebanyak 9.439,21 ml per 1.000 m2.
Peningkatan jumlah penggunaan insektisida bertujuan untuk mengurangi
serangan hama, terutama hama thrips. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan
bahwa peningkatan insektisida tidak berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas paprika. Berdasarkan pengamatan, upaya yang dilakukan oleh
sebagian responden untuk mengatasi serangan hama thrips yang sangat tinggi di
lokasi penelitian adalah dengan meningkatkan intensitas penyemprotan insektisida
ataupun meningkatkan dosis penggunaan insektisida. Akan tetapi, pemberian
insektisida berlebih tidak efektif dalam memberantas hama. Meskipun petani
responden telah menggunakan jenis insektisida secara bergantian, tetapi
pemberian insektisida dalam jumlah yang banyak secara terus menerus justru
membuat hama thrips menjadi resisten atau kebal terhadap insektisida tersebut.
Sebaliknya, penggunaan insektisida yang berlebih dapat meningkatkan residu
pada tanaman paprika. Oleh karena itu, pengendalian hama yang tidak diterapkan
secara terpadu tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas
tanaman.
4. Fungisida
Penggunaan fungisida pada usahatani paprika hidroponik bernilai positif
dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika hidroponik per satuan
lahan. Nilai elastisitas fungisida terhadap produktivitas sebesar 0,0070
menunjukkan bahwa penambahan fungisida sebesar satu persen akan akan
meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,0070 persen, cateris
paribus. Seperti halnya, insektisida, fungisida yang digunakan petani responden
juga bermacam-macam mereknya dengan dosis penggunaan rata-rata 0,25-0,5 ml
per liter air. Rata-rata jumlah fungisida yang digunakan petani responden
sebanyak 909,32 ml per 1.000 m2.
Peningkatan jumlah penggunaan fungisida bertujuan untuk mengurangi
serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Akan tetapi, hasil analisis
menunjukkan bahwa peningkatan fungisida tidak berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas paprika. Hal ini diduga karena variabel fungisida yang
bersifat kondisional yaitu penggunaannya hanya sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
69
Dibandingkan dengan serangan hama thrips, serangan jamur pada tanaman
paprika jauh lebih rendah sehingga fungisida jarang digunakan dan
penggunaannya dalam satu kali musim tanam pun dapat dikatakan sedikit.
Dengan demikian meskipun fungisida dapat berperan dalam mengurangi serangan
jamur tetapi karena penggunaannya yang sedikit dan bersifat kondisional maka
variabel fungisida ini tidak berpengaruh terhadap produktivitas tanaman paprika
hidroponik.
5. Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja pada usahatani paprika hidroponik bernilai
positif dan berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap produksi paprika
hidroponik per satuan lahan. Nilai elastisitas tenaga kerja terhadap produktivitas
sebesar 0,1230 menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja sebesar satu persen
akan akan meningkatkan produktivitas paprika hidroponik sebesar 0,1230 persen,
cateris paribus. Ini menujukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan
petani selama ini masih memungkinkan untuk ditambah sehingga dapat
menghasilkan produksi yang lebih besar.
Rata-rata tenaga kerja yang digunakan mulai dari penyemaian hingga
panen yaitu sebanyak 511,39 HOK per 1.000 m2 yang merupakan tenaga kerja
total, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga.
Penambahan tenaga kerja sangat diperlukan untuk intensifikasi pemeliharaan,
seperti pewiwilan, pemberian nutrisi, dan pengendalian hama dan penyakit karena
usahatani paprika hidroponik merupakan jenis usahatani yang membutuhkan
penanganan yang detail. Upaya penambahan yang dilakukan dapat berupa
penambahan jam kerja maupun penambahan jumlah pekerja. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu dalam upaya penambahan tenaga kerja tidak hanya dilihat dari
segi kuantitas saja, tetapi juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia agar lebih berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas
paprika hidroponik.
6.2. Sebaran Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis dianalisis secara simultan dengan menggunakan model
fungsi produksi stochastic frontier. Sebaran efisiensi teknis dari usahatani paprika
hidroponik di daerah penelitian ditampilkan pada Tabel 17. Dilihat dari sebaran
70
efisiensi teknisnya, petani responden memiliki tingkat efisiensi teknis yang berada
pada range 0,466 sampai 0,979. Nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan
cukup efisien jika nilainya lebih besar dari 0,7. Dari hasil yang diperoleh,
sebanyak 56 petani responden atau 94,92 persen petani responden memiliki
tingkat efisiensi teknis di atas 0,7. Sementara hanya 5,08 persen petani responden
masih memiliki tingkat efisiensi di bawah 0,7 atau belum efisien secara teknis.
Tabel 17. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden
Kelompok Efisiensi
Teknis Jumlah Petani Persentase (%)
TE ≤ 0,5 1 1,69
0,5 < TE ≤ 0,6 1 1,69
0,6 < TE ≤ 0,7 1 1,69
0,7 < TE ≤ 0,8 3 5,08
0,8 < TE ≤ 0,9 11 18,65
TE > 0,9 42 71,19
Total 59 100,00
Rata-rata TE 0,899
Minimum TE 0,466
Maksimum TE 0,979
Nilai rata-rata efisiensi teknis yang dicapai petani responden sebesar 0,899
atau 89,9 persen dari produktivitas maksimum. Artinya, petani paprika responden
sudah cukup efisien namun masih terdapat peluang sebesar 10,1 persen untuk
mencapai produktivitas maksimum. Tingkat efisiensi teknis yang tinggi
mencerminkan prestasi petani responden dalam keterampilan manajerial usahatani
paprika hidroponik sudah baik dan memuaskan. Sementara di sisi lain, tingkat
efisiensi teknis yang tinggi juga mencerminkan bahwa peluang untuk
meningkatkan produktivitas menjadi kecil karena kesenjangan antara tingkat
produktivitas yang telah dicapainya dengan tingkat produktivitas maksimum yang
dapat dicapai dengan sistem pengelolaan terbaik (the best practice) cukup sempit.
Dengan kata lain, agar dapat meningkatkan produktivitas secara nyata maka
dibutuhkan inovasi teknologi yang lebih maju.
71
6.3. Sumber-sumber Inefisiensi Teknis
Tingkat efisiensi teknis yang dicapai oleh petani paprika hidroponik di
lokasi penelitian selain terkait dengan penggunaan input-input produksi juga
sangat terkait dengan sumber-sumber inefisiensi teknis seperti umur petani,
pendidikan formal, pengalaman usahatani paprika, umur bibit, keikutsertaan
dalam kelompok tani, status usahatani, status kepemilikan lahan, dan perolehan
kredit bank. Pendugaan efek inefisiensi teknis diuraikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Pendugaan Parameter Maximum-Likelihood Model Inefisiensi Teknis
Usahatani Paprika Hidroponik
Variabel Koefisien t-rasio
Intersep 0,9481* 0,9380
Umur petani 0,0268* 1,6410
Pengalaman usahatani paprika -0,0511* -1,6396
Pendidikan formal 0,0020 0,0391
Umur bibit -0,0684* -1,7945
Keikutsertaan dalam kelompok tani (dummy) -0,0859 -0,4873
Status usahatani (dummy) 0,4175 0,7816
Status kepemilikan lahan (dummy) -0,4787* -0,8916
Kredit bank (dummy) -0,4602* -1,0158
Keterangan:
*) nyata pada α = 20%
Hasil pendugaan dengan metode MLE, diketahui terdapat lima variabel
yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Variabel yang berkorelasi
negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis paprika hidroponik yaitu
pengalaman usahatani, umur bibit, status kepemilikan lahan, dan kredit bank.
Sementara variabel yang berkorelasi positif dan berpengaruh nyata adalah umur
petani. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing koefien sumber
inefisiensi teknis.
1. Umur Petani
Variabel umur petani dimasukkan ke dalam model efek inefisiensi teknis
dengan dugaan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis paprika hidroponik.
72
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani berkorelasi positif dan
berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen terhadap efek inefisiensi teknis
usahatani paprika hidroponik. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana
semakin tua petani maka penggunaan input produksi juga semakin tidak efisien.
Hal ini membuktikan bahwa petani yang berumur lebih muda akan menghasilkan
usahatani yang lebih efisien. Kondisi di lapang menunjukan bahwa mayoritas
petani responden (64,40 persen) berumur kurang dari 45 tahun sehingga masih
dikategorikan muda dan produktif sehingga berpotensi untuk meningkatkan
efisiensi teknis.
Dalam usahatani paprika hidroponik, petani dituntut untuk melakukan
penanganan yang intensif dan detail mulai dari persiapan tanam hingga panen.
Pertambahan umur petani akan mempengaruhi kondisi fisik sehingga kemampuan
bekerja, daya juang dalam berusaha, keinginan untuk menanggung risiko, dan
keinginan untuk menerapkan inovasi-inovasi baru akan semakin berkurang yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penurunan efisiensi.
Petani yang lebih tua umumnya dianggap memiliki pengalaman yang lebih
banyak daripada petani yang muda, tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa
petani yang berumur lebih tua tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih
banyak dari petani yang lebih muda, begitupun sebaliknya. Dengan demikian,
umur petani tidak selalu menjadi tolak ukur dari pengalaman sehingga pemisahan
variabel umur petani dan pengalaman usahatani sebagai variabel yang berdiri
sendiri dalam penelitian ini dianggap relevan.
2. Pengalaman Usahatani
Pengalaman usahatani diukur berdasarkan selang waktu petani responden
dalam menjalankan usahatani paprika. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman yang dihitung sejak usahatani paprika masih bersifat konvensional
(non-hidroponik) hingga menjadi usahatani paprika hidroponik. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pengalaman usahatani paprika berkorelasi negatif dan nyata
terhadap tingkat inefisiensi teknis pada taraf α = 20 persen. Hasil ini sesuai
dengan hipotesis awal, dimana semakin lama pengalaman responden dalam
usahatani paprika maka akan semakin efisien secara teknis atau tingkat inefisiensi
akan semakin rendah.
73
Lamanya pengalaman usahatani paprika petani responden beragam, yaitu
sebanyak 32,20 persen memiliki pengalaman 6-10 tahun, sebanyak 28,81 persen
memiliki pengalaman 11-15 tahun, dan sebanyak 27,12 persen yang memiliki
pengalaman lebih dari 16 tahun. Seiring dengan semakin lamanya pengalaman
yang dimiliki petani, maka akan semakin banyak pembelajaran yang diperoleh
dari kegiatan budidaya sebelumnya. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi di
masa mendatang dapat lebih mudah diatasi dengan bekal pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya.
3. Pendidikan Formal
Pendidikan formal diukur dari jumlah waktu (tahun) yang ditempuh petani
dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Variabel ini dianggap sebagai
tolak ukur dari kemampuan manajerial petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa
variabel pendidikan formal berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap
inefisiensi teknis. Nilai koefisien parameter yang positif menunjukkan bahwa
semakin lama pendidikan formal yang dijalani petani maka akan semakin
meningkatkan inefisiensi teknis.
Koefisien yang bernilai positif bertolak belakang dengan hipotesis awal.
Akan tetapi lamanya waktu pendidikan formal yang ditempuh responden tidak
berpengaruh terhadap efisiensi teknisnya. Hal ini diduga karena penerapan
budidaya paprika hidroponik di lokasi penelitian tidak melalui pendidikan secara
formal, namun dengan mempraktikan secara langsung di lapang. Adapun
mayoritas petani responden adalah lulusan SD (37,29 persen) dan lulusan SMP
(28,81 persen) yang termasuk dalam tingkat pendidikan yang rendah. Peningkatan
keterampilan dan manajerial petani responden sebaiknya lebih diutamakan
melalui pendidikan non-formal seperti pelatihan, penyuluhan, dan lokakarya.
4. Umur Bibit
Umur bibit menunjukkan hubungan negatif dan berpengaruh nyata
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α = 20 persen. Hasil ini sesuai dengan
dugaan awal bahwa semakin tua umur bibit maka akan semakin menurunkan
inefisiensi dalam produksi paprika hidroponik atau dengan kata lain semakin tua
bibit yang digunakan akan semakin efisien secara teknis. Rata-rata petani paprika
menanam bibit yang berusia 30 hari setelah semai sedangkan umur bibit yang
74
direkomendasikan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran yaitu sekitar 6 minggu
atau 42 hari setelah semai. Penggunaan bibit yang masih berusia muda akan
berisiko tinggi terhadap kematian tanaman karena masih rentan terhadap serangan
hama dan penyakit serta belum dapat melakukan penyesuaian terhadap suhu di
dalam greenhouse penanaman. Sebaliknya bibit yang berusia lebih tua akan lebih
mudah beradaptasi dengan kondisi di greenhouse penanaman sehingga terhindar
dari risiko kematian dini.
5. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani
Keikutsertaan dalam kelompok tani diukur dengan dummy, dimana petani
anggota kelompok tani diberi nilai 1 dan petani bukan anggota kelompok tani
diberi nilai 0. Variabel dummy keikutsertaan dalam kelompok tani dimasukkan
dalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan berpengaruh negatif terhadap
inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik. Hasil yang diperoleh sesuai
dugaan awal dimana petani yang tergabung dalam kelompok tani akan lebih
efisien secara teknis dibandingkan dengan petani yang tidak bergabung dengan
kelompok tani, namun ditemukan tidak berpengaruh nyata.
Hasil ini analisis berkaitan dengan data di lapang dimana jumlah petani
yang tergabung dan tidak tergabung dalam kelompok tani proporsinya hampir
seimbang, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata. Data menunjukkan
bahwa sebanyak 31 orang (52,54 persen) adalah anggota kelompok tani dan
sebanyak 28 orang (47,46 persen) bukan anggota kelompok tani. Selain itu,
berdasarkan pengamatan, peran kelompok-kelompok tani yang ada di lokasi
penelitian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Petani anggota kelompok tani
cenderung bekerja sendiri-sendiri dan kurang ada koordinasi terkait dengan aspek
teknis atau budidaya di lapang. Kegiatan penyuluhan juga tidak rutin dilakukan
karena pelaksanaannya tergantung pada kesedian PPL dalam memberikan materi
penyuluhan dan kesepakatan dari anggota.
6. Status Usahatani
Status usahatani di lokasi penelitian diukur dengan dummy, dimana petani
yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan utama diberi
nilai 1 dan petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai
pekerjaan sampingan diberi nilai 0. Nilai variabel dummy status usahatani
75
berkorelasi positif terhadap inefisiensi teknis namun tidak berpengaruh nyata.
Nilai koefisien positif menunjukkan bahwa petani yang menjadikan usahatani
paprika hidroponik sebagai pekerjaan sampingan lebih efisien dibandingkan
dengan petani yang menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan
utama.
Berdasarkan data di lapang, mayoritas petani responden yaitu sebanyak 54
orang (91,53 persen) menjadikan usahatani paprika hidroponik sebagai pekerjaan
utama dan hanya 5 orang (8,47 persen) yang menjadikan usahatani paprika
hidroponik sebagai pekerjaan sampingan. Hasil analisis membuktikan bahwa
status usahatani tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani paprika
hidroponik di lokasi penelitian. Hal ini diduga karena kemampuan antara petani
yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan utama dengan petani yang
menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan sampingan berada pada level
yang setara, meskipun petani yang menganggap usahatani paprika sebagai
pekerjaan sampingan memiliki curahan waktu yang lebih sedikit dibandingakn
dengan petani yang menganggap usahatani paprika sebagai pekerjaan utama.
7. Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan responden diukur dengan dummy, dimana petani
yang menggunakan lahan bagi hasil diberi nilai 1 dan petani yang menggunakan
lahan milik sendiri diberi nilai 0. Status kepemilikan lahan bernilai negatif dan
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika pada taraf α = 20
persen. Hal ini menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan mempengaruhi
tingkat inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian. Nilai
koefisien positif yang sesuai dengan hipotesis awal menunjukkan bahwa petani
yang mengusahakan paprika hidroponik pada lahan bagi hasil lebih efisien secara
teknis dibandingkan dengan petani yang mengusahakan paprika hidroponik di
lahan milik sendiri. Berdasarkan data terdapat 49 orang (83,05 persen) petani
yang mengusahakan paprika di lahan milik, sedangkan sisanya yaitu 10 orang
(16,95 persen).
Petani yang mengusahakan paprika hidroponik di lahan bagi hasil akan
memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar dan lebih termotivasi untuk
menjalankan usahataninya dengan lebih baik. Semakin besar hasil produksi yang
76
dicapai maka nilai bagi hasil yang diperolehnya juga akan semakin besar,
sebaliknya jika hasil produksi yang dicapai kecil maka nilai bagi hasil yang
diperolehnya juga akan semakin kecil. Oleh karena itu, petani yang
mengusahakan paprika hidroponik di lahan bagi hasil akan mempergunakan
peluang yang ada dengan lebih baik.
8. Kredit Bank
Variabel kredit bank diukur dengan dummy, dimana petani yang
memperoleh kredit bank diberi nilai 1 dan petani yang tidak memperoleh kredit
bank diberi nilai 0. Dugaan awal hubungan kredit bank terhadap efisiensi teknis
usahatani yaitu petani yang memperoleh kredit akan memiliki efisiensi yang lebih
besar karena petani akan memiliki kemampuan menggali modal lebih banyak
untuk membiayai dan mengembangkan usahataninya. Selain itu petani yang
memperoleh kredit bank akan lebih berusaha untuk mengelola usahataninya
dengan penggunaan input produksi yang lebih efisien untuk dapat mengembalikan
kredit yang dipinjamnya.
Hasil analisis pada Tabel 18 sesuai dengan dugaan awal bahwa kredit bank
berkorelasi negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik dan
berpengaruh nyata pada taraf α = 20 persen. Ini menunjukkan bahwa bank sebagai
lembaga keuangan formal dapat berperan dalam meningkatkan efisiensi teknis
paprika hidroponik. Akan tetapi, dari total 59 petani responden, hanya sebagian
kecil (18,64 persen) petani responden yang memperoleh kredit bank untuk
tambahan modal usahataninya.
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
PAPRIKA HIDROPONIK
Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis
penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan
usahatani paprika hidroponik dalam penelitian ini dilakukan untuk satu periode
tanam, mulai dari persiapan tanam hingga panen. Untuk memudahkan
perhitungan dan analisis, luasan lahan greenhouse dalam penelitian ini telah
dikonversi menjadi 1.000 m2. Alasan lainnya dalam pengambilan luasan tersebut
yaitu karena luasan lahan greenhouse yang dimiliki sebagian besar petani
responden adalah sebesar 1.000 m2.
7.1. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik
Analisis terhadap penerimaan usahatani paprika hidroponik di Desa
Pasirlangu merupakan analisis atas penerimaan tunai. Penerimaan tunai
merupakan penerimaan yang langsung diperoleh dalam bentuk uang tunai dari
hasil penjualan paprika hidroponik. Penerimaan tidak tunai tidak dimasukkan ke
dalam analisis dengan pertimbangan bahwa seluruh hasil panen paprika
hidroponik yang dihasilkan oleh responden langsung dijual dan tidak ada yang
disimpan untuk konsumsi rumah tangga ataupun digunakan untuk bibit.
Tabel 19. Penerimaan Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2
di Desa
Pasirlangu Periode Tanam 2011-2012
Penerimaan Jumlah (kg) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp)
Paprika hijau 3.384,74 9.475,00 32.070.411,50
Paprika merah 2.030.84 13.500,00 27.416.340,00
Paprika kuning 1.353.89 16.000,00 21.662.240.00
Penerimaan tunai 81.148.991,50
Penerimaan non tunai 0
Total penerimaan 81.148.991,50
Penerimaan usahatani paprika hidroponik dihitung dari hasil perkalian
antara jumlah produksi paprika hidroponik yang dihasilkan selama satu periode
tanam dengan harga jual rata-rata yang diterima petani. Jumlah rata-rata produksi
78
paprika hidroponik di lokasi penelitian pada musim tanam terakhir adalah
6.769,47 kg per 1.000 m2 untuk ketiga jenis paprika yang dihasilkan. Jenis paprika
yang paling banyak dipanen adalah paprika hijau karena kebutuhan pasar akan
paprika jenis ini sangat tinggi, khususnya untuk pasar dalam negeri. Jumlah
produksi paprika hijau adalah sebesar 3.384.74 kg dengan harga jual rata-rata Rp
9.475,00. Sementara produksi paprika merah sebesar 2.030,84 dengan harga jual
rata-rata Rp 13.500,00 dan produksi paprika kuning sebesar 1.353,89 dengan
harga jual rata-rata Rp 16.000,00. Penerimaan tunai sekaligus penerimaan total
yang diperoleh petani responden dari hasil penjualan semua jenis paprika
hidroponik adalah sebesar Rp 81.148.991,50.
7.2. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik
Biaya usahatani paprika hidroponik terdiri dari dua bagian, yaitu biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani
responden meliputi biaya benih, arang sekam, biaya pemupukan, biaya
pengendalian OPT, biaya sterilisasi lahan, biaya tenaga kerja luar keluarga
(TKLK), biaya air dan listrik, serta pajak lahan. Sementara itu biaya yang
diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan secara tidak langsung tapi harus
diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk kegiatan usahatani. Biaya yang
diperhitungkan oleh petani responden meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga
(TKDK), biaya penyusutan, dan sewa lahan. Gambaran biaya usahatani paprika
hidroponik disajikan pada Tabel 20.
Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani responden adalah biaya
pemupukan yaitu sebesar 20,88 persen dari biaya total, yang terdiri atas biaya
nutrisi 20,53 persen, pupuk cair 0,22 persen, dan pupuk daun 0,13 persen.
Komponen biaya pemupukan yang terbesar berasal dari nutrisi yaitu sebesar Rp
11.124.000,44 atau 20,53 persen dari biaya total. Jumlah rata-rata penggunaan
nutrisi yang sudah siap siram adalah 354.380 liter per 1.000 m2. Biaya untuk
nutrisi menjadi biaya terbesar karena harga pupuk AB Mix yang merupakan
bahan utama nutrisi cukup mahal jika dibandingkan input yang lain yaitu Rp
445.000,00 per paket. Selain itu nutrisi juga merupakan sumber makanan utama
bagi tanaman paprika hidroponik karena dalam teknik hidroponik tanaman tidak
memperoleh makanan dari media arang sekam. Oleh karena itu, para petani
79
responden harus memberikan nutrisi setiap hari pada tanaman paprika agar
tanaman dapat tumbuh secara maksimal. Namun demikian, hasil analisis fungsi
produksi menunjukkan bahwa penggunaan nutrisi tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan produktivitas paprika, dengan demikian petani diharapkan
dapat lebih menekan penggunaan nutrisi agar dapat menghemat pengeluaran.
Tabel 20. Biaya Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa Pasirlangu
Periode Tanam 2011-2012
Keterangan Jumlah
fisik
Harga satuan
(Rp) Nilai (Rp)
Persentase
(%)
Biaya tunai
Benih (biji)
(-) Merah 2.902 1.600,00 4.643.200,00 8,57
(-) Kuning 967 1.700,00 1.643.900,00 3,03
Arang sekam (karung) 438 8.000,00 3.504.000,00 6,47
Nutrisi (liter) 354,380 31,39 11.124.000,44 20,53
Pupuk cair (liter) 2,82 42.000,00 118.315,23 0,22
Pupuk daun (kg) 1,81 40.000,00 72.487,65 0,13
Insektisida (liter) 9,44 547.500,00 5.167.965,76 9,54
Fungisida (liter) 0,91 534.000,00 485.590,84 0,90
Gramoxone (liter) 0,22 55.000,00 12.208,76 0,02
Lysol (liter) 1.04 11.000,00 11.477,92 0,02
TKLK
(-) Tetap (pohon/8 bulan) 3.482 1.600,00 5.571.200,00 10,28
(-) Tidak tetap (HOK) 38,98 35.000,00 1.364.300,00 2,52
Biaya air 133.407,52 133.407,52 0.25
Biaya listrik 398.999,95 398.999,95 0,74
Pajak lahan (1.000 m2/8 bulan) 66.666,67 66.666,67 0,12
Total biaya tunai 34.317.726,73 63,33
Biaya diperhitungkan
TKDK (HOK) 245,12 35.000,00 8.579.200,00 15,83
Penyusutan GH dan alat 9.295.955,56 9.295.955,56 17,15
Sewa lahan (1.000 m2/8 bulan) 2.000.000,00 2.000.000,00 3,69
Total biaya diperhitungkan 19.875.155,56 36,67
Total biaya 54.192.882,29 100,00
80
Biaya terbesar kedua adalah biaya penyusutan yang termasuk dalam biaya
yang diperhitungkan, yaitu sebesar Rp 9.295.955,56 atau 17,15 persen dari biaya
total. Biaya penyusutan merupakan nilai dari penyusutan atas bangunan
greenhouse dan peralatan investasi yang digunakan dengan mempertimbangkan
umur teknis bangunan dan peralatan. Adapun peralatan investasi yang dibutuhkan
dalam usahatani paprika hidroponik antara lain torn nutrisi, drum nutrisi, drum
obat, selang, sprayer gendong, sprayer tangan tray, mulsa, polybag pembibitan,
polybag penanaman, tali ajir, gelas ukur, tangga, dan perlengkapan lainnya.
Tingginya modal pembuatan greenhouse dan mahalnya harga peralatan investasi
yang dibutuhkan dalam usahatani paprika hidroponik menjadikan nilai penyusutan
cukup besar.
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam
keluaraga (TKDK) maupun tenaga kerja luar keluaraga (TKLK), menjadi
komponen biaya terbesar selanjutnya. Biaya TKDK yang dikeluarkan oleh petani
responden adalah sebesar Rp 8.579.200,00 atau 15,83 persen dari biaya total.
Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh TKDK dapat mencakup seluruh kegiatan
budidaya paprika hidroponik mulai dari persiapan lahan, penyemaian dan
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pembongkaran tanaman. Sementara
itu, biaya TKLK dalam usahatani paprika hidroponik lebih kecil dibandingkan
dengan biaya TKDK, yaitu sebesar Rp 6.935.500,00 atau 12,80 persen dari biaya
total. Tenaga kerja luar keluarga terbagi menjadi dua, yaitu TKLK tetap dan
TKLK tidak tetap. Dari total 12,80 persen biaya yang dikeluarkan untuk TKLK,
sebanyak 10,28 persen berasal dari biaya TKLK tetap dan hanya 2,52 persen yang
berasal dari biaya TKLK tidak tetap. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK tetap
ditentukan berdasarkan jumlah pohon yang dirawat. Upah per pohon per bulan
yaitu sebesar Rp 200,00, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk TKLK tetap
selama satu periode tanam delapan bulan untuk 3.482 pohon adalah sebesar Rp
5.571.200,00. Sementara itu, upah untuk TKLK tidak tetap dihitung per hari yaitu
sebesar Rp 35.000,00 per HOK. Tenaga kerja luar keluarga tidak tetap ini
biasanya digunakan untuk kegiatan budidaya selain pemeliharaan.
Komponen biaya terbesar lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk
benih, yang terdiri dari biaya benih paprika merah sebesar 8,57 persen dari biaya
81
total dan biaya benih paprika kuning sebesar 3,03 persen dari biaya total. Rata-
rata benih yang disemai oleh petani responden adalah sebanyak 3.869 biji per
1.000 m2, dengan proporsi benih paprika merah sebanyak 75 persen dan benih
paprika kuning sebesar 25 persen dari total benih paprika keseluruhan. Tanaman
paprika di Desa Pasirlangu dibudidayakan dalam media arang sekam. Rata-rata
arang sekam yang digunakan, dalam satu periode tanam adalah sebanyak 438
karung. Biaya yang dikeluarkan untuk arang sekam adalah Rp 3.504.000,00 atau
6,47 persen dari biaya total.
Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian OPT dibagi menjadi dua yaitu
biaya untuk pembelian insektisida dan fungisida. Biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian insektisida jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian fungisida karena tanaman paprika yang lebih rentan
terhadap serangan hama thrips sehingga pemberian insektisida menjadi kegiatan
wajib yang harus dilakukan secara rutin, sedangkan pemberian fungisida bersifat
kondisional. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian insektisida adalah sebesar
Rp 5.167.965,76 atau 9,54 persen atas biaya total. Sementara biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian fungisida adalah sebesar Rp 485.590,84 atau 0,90
persen atas biaya total.
Komponen biaya lainnya yang memiliki proporsi yang kecil atas biaya
total adalah biaya sterilisasi lahan, biaya air, dan biaya listrik. Biaya sterilisasi
lahan meliputi biaya bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses sterilisasi
lahan seperti gramoxone dan lysol, masing-masing sebesar 0,02 persen dari biaya
total. Sementara biaya air yang dikeluarkan selama satu periode tanam adalah
sebesar 0,25 dari biaya total dan biaya listrik sebesar 0,74 dari biaya total.
Biaya pajak lahan dan biaya sewa lahan dihitung dalam jangka waktu satu
periode tanam paprika hidroponik, yaitu delapan bulan. Rata-rata biaya yang
dikeluarkan untuk pajak lahan adalah sebesar Rp 1.400,00 per tumbak per tahun
(1 tumbak=14 m2). Untuk lahan greenhouse seluas 1.000 m
2 pajak lahan yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 100.000,00 per tahun. Dalam satu periode tanam
delapan bulan, pajak lahan yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp 66.666,67
atau 0,12 persen dari biaya total. Sementara itu, biaya sewa lahan rata-rata adalah
sebesar Rp 42.000 per tumbak per tahun sehingga biaya sewa lahan per tahun per
82
m2 yaitu sebesar Rp 3.000,00. Untuk lahan greenhouse seluas 1.000 m
2 biaya
sewa lahan yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.000.000,00 per tahun. Dalam
satu periode tanam delapan bulan, pajak lahan yang dikeluarkan petani yaitu
sebesar Rp 2.000.000,00 atau 3,69 persen dari biaya total.
Total biaya yang dibutuhkan untuk usahatani paprika hidroponik selama
satu periode tanam adalah sebesar Rp 54.192.882,29. Proporsi biaya tunai
terhadap biaya total usahatani paprika hidroponik yaitu sebesar 63,33 persen,
sedangkan proporsi biaya diperhitungkan terhadap biaya total adalah sebesar
36,67 persen. Proporsi biaya diperhitungkan relatif lebih kecil dibandingkan
dengan biaya tunai. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar input yang
digunakan dalam usahatani paprika hidroponik sebagian besar dibayar tunai.
7.3. Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik
Pendapatan usahatani paprika hidroponik merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan
usahatani ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya
total.
Tabel 21. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)
Usahatani Paprika Hidroponik per 1.000 m2 di Desa Pasirlangu
Periode Tanam 2011-2012
Komponen Nilai (Rp)
A. Penerimaan Tunai 81.148.991,50
B. Penerimaan Diperhitungkan -
C. Total Penerimaan (A+B) 81.148.991,50
D. Biaya Tunai 34.317.726,73
E. Biaya Diperhitungkan 19.875.155,56
F. Total Biaya 54.198.580,56
Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 46.831.264,77
Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 26.956.109,21
R/C atas Biaya Tunai 2,36
R/C atas Biaya Total 1,50
83
Analisis R/C digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai
output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui efisiensi pendapatan
usahatani yang dijalankan oleh para petani paprika di Desa Pasirlangu. Suatu
usahatani dikatakan efisien apabila memiliki R/C lebih dari satu. Penerimaan
usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah sebesar Rp
81.148.991,50, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani paprika
hidroponik adalah sebesar Rp 34.317.726,73 dan biaya total yang dikeluarkan
adalah sebesar Rp 54.198.580,56.
Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani
paprika hidroponik bernilai positif, yaitu sebesar Rp 46.831.264,77. Ini
menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian
memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 46.831.264,77 atas biaya tunai
yang dikeluarkannya selama satu periode tanam per luasan lahan 1.000 m2.
Sementara pendapatan atas biaya total yang diperoleh juga bernilai positif, yaitu
sebesar Rp 26.956.109,21. Ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik
di lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 26.956.109,21
atas biaya total yang dikeluarkannya selama satu periode tanam per luasan lahan
1.000 m2.
Nilai R/C usahatani paprika hidroponik atas biaya tunai yang diperoleh
petani responden adalah sebesar 2,36. Nilai R/C 2,36 menunjukkan bahwa setiap
Rp 1.000,00 biaya tunai yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani paprika
hidroponik akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.360,00. Sedangkan nilai
R/C atas biaya total adalah sebesar 1,50. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap
Rp 1.000,00 biaya total yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani paprika
hidroponik akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.500,00. Berdasarkan hasil
analisis R/C maka kegiatan usahatani paprika hidroponik yang dilakukan oleh
petani paprika hidroponik Desa Pasirlangu yang menjadi responden pada
penelitian ini sudah efisien dan menguntungkan untuk diusahakan karena nilai
R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total bernilai lebih dari satu.
Jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang pernah dilakukan
Kusnanto (2000), hasil analisis R/C atas biaya total yang dihasilkan penulis pada
penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C atas biaya total yang
84
dihasilkan pada penelitian terdahulu,baik pada petani golongan I maupun petani
golongan II. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa analisis R/C atas biaya
total petani golongan I (petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih kecil
dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh petani contoh) adalah sebesar 1,13
sedangkan R/C atas biaya total petani golongan II (petani yang memiliki luas
lahan rumah plastik lebih besar dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh
petani contoh) adalah sebesar 1,36.Nilai R/C atas biaya total sebesar 1,13 dan 1,36
tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil R/C atas biaya total pada
penelitian ini yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang
diperoleh petani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu saat ini semakin
meningkat.
Penelitian mengenai pendapatan usahatani paprika hidroponik pernah
dilakukan oleh Setyarini (2011). Perbedaannya yaitu terletak pada tingkat
teknologi yang digunakan, dimana pada penelitian tersebut tanaman paprika
hidroponik dibudidayakan menggunakan sistem pengairan irigasi tetes (drip
irigation) dan setiap polybag ditanam dua pohon paprika. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh selama satu
periode tanam per luasan 1.000 m2 adalah sebesar Rp 76.872.317,00 dengan R/C
atas biaya total sebesar 1,75 yang lebih besar dibandingan dengan R/C atas biaya
total pada penelitian ini yaitu 1,50. Ini menunjukkan bahwa usahatani paprika
hidroponik yang dilakukan pada tingkat teknologi yang lebih tinggi dapat
memberikan keuntungan yang lebih besar.
Hasil R/C suatu usahatani dapat menggambarkan efisiensi pendapatan
usahatani tersebut. Semakin efisien secara teknis maka diharapkan petani juga
akan semakin efisien dalam pendapatannya. Penelitian mengenai pendapatan dan
efisiensi teknis usahatani pernah dilakukan oleh Ekaningtias (2011) pada komoditi
horenso atau bayam jepang. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai efisiensi
teknis dan R/C atas biaya total yang tergolong tinggi, dimana nilai efisiensi teknis
yaitu sebesar 0,870 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 2,72. Dibandingkan
dengan penelitian tersebut, nilai R/C pada penelitian ini lebih kecil yaitu sebesar
0,50, meskipun nilai efisiensi teknis yang diperoleh pada penelitian ini tinggi
85
yaitu sebesar 0,899. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat efisiensi
yang tinggi tidak selalu dikuti oleh efisiensi pendapatan yang tinggi pula.
Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani sama-sama
menggambarkan hubungan antara produksi yang dicapai dengan sejumlah faktor
produksi yang ada. Akan tetapi dalam analisis efisiensi teknis, produksi dan
faktor-faktor produksi diukur berdasarkan jumlah fisiknya saja, sedangkan pada
pendapatan usahatani, produksi dan faktor-faktor produksi diukur berdasarkan
besaran rupiahnya. Dalam pengalokasian faktor-faktor produksi, petani paprika
hidroponik yang menjadi responden cenderung lebih mempertimbangkan jumlah
fisik faktor-faktor produksi yang digunakan dan tidak terlalu mempermasalahkan
tingginya harga faktor-faktor produksi tersebut karena petani lebih berorientasi
pada maksimisasi produksi.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, maka kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Penggunaan benih dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap
peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Sementara
faktor produksi lainnya seperti nutrisi, insektisida, dan fungisida tidak
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi paprika hidroponik per
satuan lahan.
2. Tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai oleh petani paprika
hidroponik adalah sebesar 89,9 persen dari produktivitas maksimum. Hal
ini menunjukkan bahwa usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu
sudah efisien, tetapi masih terdapat peluang sebesar 10,1 persen untuk
mencapai produktivitas maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap inefisiensi teknis usahatani paprika hidroponik adalah umur
petani, pengalaman, umur bibit, status kepemilikan lahan, dan kredit bank.
Umur petani berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis, sedangkan
pengalaman, umur bibit, status kepemilikan lahan, dan kredit bank
berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis.
3. Hasil analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik menunjukkan
pendapatan atas biaya tunai maupun biaya total di lokasi penelitian
bernilai positif dan nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih
besar dari satu. Dengan demikian usahtani paprika hidroponik di lokasi
penelitian mampu memberikan keuntungan bagi petani.
8.2. Saran
1. Upaya peningkatan produktivitas hendaknya dilakukan dengan melakukan
pendekatan sosialisasi terkait penggunaan input benih dan tenaga kerja
pada jumlah yang optimal.
2. Mengingat tingkat efisiensi teknis rata-rata yang dicapai petani sudah
tinggi maka peluang untuk meningkatkan produktivitas menjadi kecil
karena kesenjangan antara tingkat produktivitas yang telah dicapainya
87
dengan tingkat produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem
pengelolaan terbaik (best practice) cukup sempit. Dengan demikian, agar
dapat meningkatkan produktivitas secara nyata maka dibutuhkan inovasi
teknologi yang lebih maju seperti penggunaan drip irrigation pada sistem
fertigasi.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis tingkat efisiensi alokatif
dan ekonomis untuk mendapatkan analisis efisiensi yang lebih
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga W, Gunadi N, Moekasan TK, Subhan. 2007. Identifikasi potensi dan
kendala produksi paprika di rumah plastik. J Hort 17 (1): 88-98.
Andarwati AU. 2011. Efisiensi teknis usahatani kentang dan faktor yang
mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara [skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Beattie R, C Robert Taylor. 1985. Ekonomi Produksi. Soeratno J, penerjemah.
Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari The Economics of Production.
[BI] Bank Indonesia. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat.
http://www.bi.go.id/. [7 Februari 2012]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial-Ekonomi Indonesia Agustus 2010. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Coelli TJ. 1996. A Guide to Frontier Version 4.1: A Computer Program for
Stochastic Frontier Production and Cost Function Estimation. Armidale:
University of New England.
Coelli TJ, Rao DSP, O’Donnel CJ, Battese GE. 2005. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. Second Edition. New York: Springer
Science and Business Media, Inc.
[Ditjenhort] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Pengelolaan Data dan
Informasi Ditjen Hortikultura. Jakarta: Kementerian Pertanian.
[Ditjenhort] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi Sayuran di
Indonesia Tahun 2006-2010.
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/eksekutif%20horti%28ATAP
%202010%29/Produksi-Sayuran.htm. [7 Februari 2012].
Dinas Peternakan Provinsi Banten. 2011. GEMA Sayuran untuk Tingkatkan
Konsumsi Sayuran. http://www.distanak.bantenprov.go.id/berita-137-
gema-sayuran-untuk-tingkatkan-konsumsi-sayuran-.html. [7 Februari
2012]
Ekaningtias D. 2011. Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani bayam
jepang (horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten
Cianjur Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Gunadi N et al. 2008. Pertumbuhan dan hasil tanaman paprika yang ditanam pada
dua tipe konstruksi rumah plastik dan dua jenis media tanam. J Hort 18
(3): 295-306.
89
Gunadi N, Moekasan TK, Prabaningrum L, De Putter H, Everaarts A. 2006.
Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di dalam
Rumah Plastik. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.
Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Cet ke-7. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Hutauruk TLP. 2008. Analisis efisiensi usahatani padi benih bersubsidi di
Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat: pendekatan
stochastic production frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Hydroponics Indonesia. 2011. Greenhouse Sayuran. http://www.hidroponik.org/.
[9 Februari 2012]
Khotimah, Husnul. 2010. Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi
jalar di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kartikasari D. 2006. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
usahatani paprika hidroponik di Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kusnanto H. 2000. Analisis Usahatani dan keunggulan komparatif-kompetitif
paprika hidroponik di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Lingga P. 2007. Hidroponik, Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Cet ke-27. Jakarta:
PT. Penebar Swadaya.
Maryono. 2008. Analisis Efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program
benih bersertifikat: pendekatan stochastic frontier (studi kasus di Desa
Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang) [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Ed ke-3. Jakarta: PT Pustaka
LP3ES Indonesia.
Prihmantoro H, Indriani YH. 1998. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Bisnis
dan Hobi. Cet ke-3. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Prihmantoro H, Indriyani YH. 2003. Paprika Hidroponik dan Nonhidroponik.
Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Setyarini R. 2011. Pengaruh risiko produksi paprika hidroponik di PT. Kusuma
Satria Dinasari Wisatajaya Batu Malang [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI-Press.
90
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Cet ke-
4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press.
Sukiyono K. 2005. Faktor penentu tingkat efisiensi usahatani cabai merah di
Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Agro
Ekonomi 23 (Oktober): 176-190.
Suratiyah K. 2008. Ilmu Usahatani. Cet ke-2. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Tanjung I. 2003. Efisiensi teknis dan ekonomis petani kentang di Kabupaten
Solok Propinsi Sumatera Barat: analisis stochastic frontier [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
92
Lampiran 1. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 1
Regression Analysis: Ln Y/L versus Ln B/L, Ln Nut/L, ... The regression equation is
Ln Y/L = 0.964 + 0.768 Ln B/L + 0.071 Ln Nut/L + 0.0920 Ln Ins/L
+ 0.0157 Ln Fu/L - 0.00444 Ln Pd/L - 0.00234 Ln Pc/L + 0.052 Ln
TK/L
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 0.9639 0.7681 1.25 0.215
Ln B/L 0.7678 0.2369 3.24 0.002 2.8
Ln Nut/L 0.0708 0.1176 0.60 0.550 2.2
Ln Ins/L 0.09199 0.07757 1.19 0.241 1.4
Ln Fu/L 0.015688 0.009981 1.57 0.122 1.1
Ln Pd/L -0.004445 0.006305 -0.70 0.484 1.2
Ln Pc/L -0.002339 0.006029 -0.39 0.700 1.1
Ln TK/L 0.0516 0.1030 0.50 0.618 1.5
S = 0.238140 R-Sq = 50.7% R-Sq(adj) = 43.9%
PRESS = 3.87041 R-Sq(pred) = 33.97%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 7 2.96905 0.42415 7.48 0.000
Residual Error 51 2.89224 0.05671
Total 58 5.86129
Source DF Seq SS
Ln B/L 1 2.66061
Ln Nut/L 1 0.01377
Ln Ins/L 1 0.11722
Ln Fu/L 1 0.13155
Ln Pd/L 1 0.02681
Ln Pc/L 1 0.00484
Ln TK/L 1 0.01425
Unusual Observations
Obs Ln B/L Ln Y/L Fit SE Fit Residual St Resid
17 1.39 2.4849 1.9903 0.0863 0.4946 2.23R
39 1.55 1.2730 2.0216 0.0758 -0.7486 -3.32R
59 1.39 1.4816 1.9458 0.0692 -0.4642 -2.04R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2.08999
93
Lampiran 2. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 2
Regression Analysis: Ln Y/L versus Ln B/L, Ln Nut/L, ... The regression equation is
Ln Y/L = 1.15 + 0.780 Ln B/L + 0.050 Ln Nut/L + 0.0959 Ln Ins/L + 0.0148
Ln Fu/L + 0.0402 Ln TK/L
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 1.1486 0.7237 1.59 0.118
Ln B/L 0.7802 0.2331 3.35 0.002 2.8
Ln Nut/L 0.0505 0.1129 0.45 0.657 2.1
Ln Ins/L 0.09593 0.07618 1.26 0.213 1.4
Ln Fu/L 0.014762 0.009373 1.57 0.121 1.0
Ln TK/L 0.04016 0.09940 0.40 0.688 1.4
S = 0.235088 R-Sq = 50.0% R-Sq(adj) = 45.3%
PRESS = 3.64672 R-Sq(pred) = 37.78%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 5 2.93217 0.58643 10.61 0.000
Residual Error 53 2.92913 0.05527
Total 58 5.86129
Source DF Seq SS
Ln B/L 1 2.66061
Ln Nut/L 1 0.01377
Ln Ins/L 1 0.11722
Ln Fu/L 1 0.13155
Ln TK/L 1 0.00902
Unusual Observations
Obs Ln B/L Ln Y/L Fit SE Fit Residual St Resid
12 0.74 1.2122 1.1603 0.1351 0.0519 0.27 X
17 1.39 2.4849 2.0120 0.0779 0.4729 2.13R
39 1.55 1.2730 2.0518 0.0645 -0.7788 -3.44R
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.18913
94
Lampiran 3. Hasil Output Frontier Usahatani Paprika Hidroponik
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)
instruction file = terminal
data file = DTA.txt
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged
the ols estimates are :
coefficient standard-error t-ratio
beta 0 0.11485586E+01 0.72369079E+00 0.15870847E+01
beta 1 0.78023201E+00 0.23305155E+00 0.33478945E+01
beta 2 0.50450187E-01 0.11286872E+00 0.44698112E+00
beta 3 0.95930514E-01 0.76182335E-01 0.12592225E+01
beta 4 0.14761625E-01 0.93731872E-02 0.15748779E+01
beta 5 0.40162637E-01 0.99403804E-01 0.40403522E+00
sigma-squared 0.55266562E-01
log likelihood function = 0.48661938E+01
the estimates after the grid search were :
beta 0 0.13814154E+01
beta 1 0.78023201E+00
beta 2 0.50450187E-01
beta 3 0.95930514E-01
beta 4 0.14761625E-01
beta 5 0.40162637E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
sigma-squared 0.10386855E+00
gamma 0.82000000E+00
iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.65229562E+01
0.13814154E+01 0.78023201E+00 0.50450187E-01 0.95930514E-01
0.14761625E-01
0.40162637E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00
0.10386855E+00 0.82000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 42 llf = 0.97498414E+01
0.13789879E+01 0.78288480E+00 0.46959486E-01 0.10998991E+00
0.82667352E-02
0.58868335E-01 0.74501259E-03 0.24000078E-01-0.35777817E-01-
0.18654152E-01
-0.20740936E-01-0.58895500E-02 0.45220962E-02-0.42149480E-02-
0.89023446E-02
0.12137575E+00 0.81353719E+00
iteration = 10 func evals = 59 llf = 0.11555666E+02
95
0.13322500E+01 0.79239257E+00 0.30782289E-01 0.70102551E-01
0.68234236E-02
0.16377237E+00 0.37825750E-01 0.25650830E-01-0.35677722E-01-
0.16675117E-02
-0.26510016E-01-0.10046517E+00 0.15356798E+00-0.12714182E+00-
0.21428882E+00
0.86423156E-01 0.78188155E+00
iteration = 15 func evals = 78 llf = 0.13503990E+02
0.76679721E+00 0.86432894E+00 0.61550414E-01 0.26669215E-01
0.60263380E-02
0.13028566E+00 0.59359710E+00 0.23632121E-01-0.44053760E-01-
0.50610976E-02
-0.48807212E-01-0.59383156E-01 0.36834471E+00-0.33460798E+00-
0.28647964E+00
0.67600659E-01 0.67558261E+00
iteration = 20 func evals = 150 llf = 0.14449519E+02
0.10457701E+01 0.90065302E+00 0.19570645E-01 0.48256877E-01
0.69974958E-02
0.12306214E+00 0.94859405E+00 0.26782501E-01-0.51019038E-01
0.19377179E-02
-0.68366184E-01-0.85870761E-01 0.41742915E+00-0.47817004E+00-
0.45946150E+00
0.68021517E-01 0.58549445E+00
iteration = 25 func evals = 185 llf = 0.14452108E+02
0.10455329E+01 0.90066854E+00 0.19594191E-01 0.48255454E-01
0.70002983E-02
0.12304846E+00 0.94814062E+00 0.26808759E-01-0.51056962E-01
0.19941820E-02
-0.68400032E-01-0.85922542E-01 0.41753065E+00-0.47871258E+00-
0.46011602E+00
0.67980127E-01 0.58512762E+00
iteration = 27 func evals = 199 llf = 0.14452273E+02
0.10455215E+01 0.90066834E+00 0.19595629E-01 0.48255975E-01
0.70004579E-02
0.12304681E+00 0.94808523E+00 0.26810681E-01-0.51059591E-01
0.19984047E-02
-0.68401981E-01-0.85925010E-01 0.41754124E+00-0.47873988E+00-
0.46015516E+00
0.67977605E-01 0.58510420E+00
the final mle estimates are :
coefficient standard-error t-ratio
beta 0 0.10455215E+01 0.61965630E+00 0.16872604E+01
beta 1 0.90066834E+00 0.19353320E+00 0.46538183E+01
beta 2 0.19595629E-01 0.87316391E-01 0.22442096E+00
beta 3 0.48255975E-01 0.66593139E-01 0.72463883E+00
beta 4 0.70004579E-02 0.82561975E-02 0.84790340E+00
beta 5 0.12304681E+00 0.93442409E-01 0.13168198E+01
delta 0 0.94808523E+00 0.10107482E+01 0.93800338E+00
delta 1 0.26810681E-01 0.16337607E-01 0.16410409E+01
delta 2 -0.51059591E-01 0.31142264E-01 -0.16395594E+01
delta 3 0.19984047E-02 0.51073110E-01 0.39128315E-01
delta 4 -0.68401981E-01 0.38118391E-01 -0.17944614E+01
delta 5 -0.85925010E-01 0.17632222E+00 -0.48731811E+00
delta 6 0.41754124E+00 0.53419242E+00 0.78163079E+00
delta 7 -0.47873988E+00 0.53693771E+00 -0.89161158E+00
delta 8 -0.46015516E+00 0.45298596E+00 -0.10158265E+01
sigma-squared 0.67977605E-01 0.27329550E-01 0.24873298E+01
gamma 0.58510420E+00 0.21288963E+00 0.27483923E+01
log likelihood function = 0.14452273E+02
LR test of the one-sided error = 0.19172159E+02
with number of restrictions = *
96
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 27
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 59
number of time periods = 1
total number of observations = 59
thus there are: 0 obsns not in the panel
covariance matrix :
0.38397393E+00 -0.16690744E-01 -0.36466125E-01 0.30509461E-01
0.22311488E-03
0.50593991E-02 -0.28257796E-01 -0.35541886E-04 0.19568924E-02
0.23146745E-02
-0.23080083E-02 0.19501100E-01 0.60302448E-01 -0.22016772E-01
0.10516994E-01
-0.23831892E-02 -0.54252709E-02
-0.16690744E-01 0.37455099E-01 -0.88755228E-02 -0.24416187E-02 -
0.25095680E-06
-0.87356376E-02 -0.42466440E-01 0.39640769E-03 0.96983580E-03 -
0.12943358E-02
0.18569424E-02 0.27797931E-02 -0.30429981E-01 -0.38914693E-01 -
0.22839173E-02
0.30812384E-03 -0.18096945E-02
-0.36466125E-01 -0.88755228E-02 0.76241522E-02 -0.12872011E-02
0.30185929E-04
0.15371447E-02 0.15885271E-01 -0.12676465E-03 -0.32073388E-03
0.40169832E-04
-0.26356332E-03 -0.26981997E-02 0.95579257E-03 0.15591403E-01 -
0.17176729E-02
0.27866002E-03 0.22400325E-02
0.30509461E-01 -0.24416187E-02 -0.12872011E-02 0.44346461E-02 -
0.14303593E-04
-0.94783908E-03 0.32169514E-03 0.12879601E-03 0.51818666E-04
0.52017553E-03
-0.53782323E-03 0.11552961E-02 0.45736032E-02 -0.80705572E-03 -
0.42704085E-02
-0.44461968E-03 -0.20540219E-02
0.22311488E-03 -0.25095680E-06 0.30185929E-04 -0.14303593E-04
0.68164796E-04
-0.77763716E-04 -0.60811510E-03 0.66581445E-05 -0.63893538E-06
0.66385747E-04
-0.34198631E-04 -0.61842516E-04 0.58134132E-03 0.43287248E-03 -
0.11004647E-03
-0.18792839E-04 -0.21355636E-03
0.50593991E-02 -0.87356376E-02 0.15371447E-02 -0.94783908E-03 -
0.77763716E-04
0.87314838E-02 -0.13517144E-02 -0.18920698E-03 -0.18235161E-04 -
0.86556858E-03
0.34678209E-03 0.13296962E-02 0.62003541E-02 0.55986955E-02
0.10137385E-01
0.67471035E-03 0.52083177E-02
-0.28257796E-01 -0.42466440E-01 0.15885271E-01 0.32169514E-03 -
0.60811510E-03
-0.13517144E-02 0.10216119E+01 -0.66747612E-02 0.68062090E-02 -
0.21269556E-01
-0.16085138E-01 0.10667505E-01 -0.13803032E+00 0.16309596E+00
0.70894979E-01
0.91205301E-02 0.62582799E-01
-0.35541886E-04 0.39640769E-03 -0.12676465E-03 0.12879601E-03
0.66581445E-05
-0.18920698E-03 -0.66747612E-02 0.26691740E-03 -0.31544124E-03
0.52951475E-03
-0.30375442E-03 -0.14940425E-03 0.13804238E-02 -0.33477940E-02 -
0.36619921E-02
97
-0.26192533E-03 -0.26198891E-02
0.19568924E-02 0.96983580E-03 -0.32073388E-03 0.51818666E-04 -
0.63893538E-06
-0.18235161E-04 0.68062090E-02 -0.31544124E-03 0.96984059E-03 -
0.99873380E-03
0.43925378E-03 0.70512746E-04 -0.49220657E-02 0.13992244E-02
0.53965540E-02
0.31703721E-03 0.36361425E-02
0.23146745E-02 -0.12943358E-02 0.40169832E-04 0.52017553E-03
0.66385747E-04
-0.86556858E-03 -0.21269556E-01 0.52951475E-03 -0.99873380E-03
0.26084625E-02
-0.86671165E-03 -0.15005667E-02 0.10124127E-01 -0.17440889E-02 -
0.98865078E-02
-0.72461101E-03 -0.59727426E-02
-0.23080083E-02 0.18569424E-02 -0.26356332E-03 -0.53782323E-03 -
0.34198631E-04
0.34678209E-03 -0.16085138E-01 -0.30375442E-03 0.43925378E-03 -
0.86671165E-03
0.14530118E-02 0.34062345E-03 -0.83604059E-02 -0.10704609E-02
0.29579359E-02
0.28789319E-03 0.32832886E-02
0.19501100E-01 0.27797931E-02 -0.26981997E-02 0.11552961E-02 -
0.61842516E-04
0.13296962E-02 0.10667505E-01 -0.14940425E-03 0.70512746E-04 -
0.15005667E-02
0.34062345E-03 0.31089525E-01 -0.97241172E-02 -0.30375445E-01
0.76867760E-02
0.29570467E-03 0.43285472E-02
0.60302448E-01 -0.30429981E-01 0.95579257E-03 0.45736032E-02
0.58134132E-03
0.62003541E-02 -0.13803032E+00 0.13804238E-02 -0.49220657E-02
0.10124127E-01
-0.83604059E-02 -0.97241172E-02 0.28536154E+00 0.38382239E-01
0.46782996E-01
-0.20818944E-02 -0.14661690E-01
-0.22016772E-01 -0.38914693E-01 0.15591403E-01 -0.80705572E-03
0.43287248E-03
0.55986955E-02 0.16309596E+00 -0.33477940E-02 0.13992244E-02 -
0.17440889E-02
-0.10704609E-02 -0.30375445E-01 0.38382239E-01 0.28830211E+00 -
0.12077251E-01
0.34672000E-02 0.39537532E-01
0.10516994E-01 -0.22839173E-02 -0.17176729E-02 -0.42704085E-02 -
0.11004647E-03
0.10137385E-01 0.70894979E-01 -0.36619921E-02 0.53965540E-02 -
0.98865078E-02
0.29579359E-02 0.76867760E-02 0.46782996E-01 -0.12077251E-01
0.20519628E+00
0.48648035E-02 0.49789427E-01
-0.23831892E-02 0.30812384E-03 0.27866002E-03 -0.44461968E-03 -
0.18792839E-04
0.67471035E-03 0.91205301E-02 -0.26192533E-03 0.31703721E-03 -
0.72461101E-03
0.28789319E-03 0.29570467E-03 -0.20818944E-02 0.34672000E-02
0.48648035E-02
0.74690432E-03 0.49944562E-02
-0.54252709E-02 -0.18096945E-02 0.22400325E-02 -0.20540219E-02 -
0.21355636E-03
0.52083177E-02 0.62582799E-01 -0.26198891E-02 0.36361425E-02 -
0.59727426E-02
0.32832886E-02 0.43285472E-02 -0.14661690E-01 0.39537532E-01
0.49789427E-01
0.49944562E-02 0.45321993E-01
98
technical efficiency estimates :
firm year eff.-est.
1 1 0.97878580E+00
2 1 0.95907349E+00
3 1 0.96268337E+00
4 1 0.91158690E+00
5 1 0.97210455E+00
6 1 0.93941797E+00
7 1 0.82568667E+00
8 1 0.97055371E+00
9 1 0.93081365E+00
10 1 0.94704166E+00
11 1 0.96949073E+00
12 1 0.96398027E+00
13 1 0.96324475E+00
14 1 0.76714054E+00
15 1 0.96446041E+00
16 1 0.90929896E+00
17 1 0.97438937E+00
18 1 0.89939104E+00
19 1 0.92763099E+00
20 1 0.97343344E+00
21 1 0.95068540E+00
22 1 0.86138811E+00
23 1 0.85097427E+00
24 1 0.92540170E+00
25 1 0.85080657E+00
26 1 0.96253267E+00
27 1 0.87363551E+00
28 1 0.94910659E+00
29 1 0.92025135E+00
30 1 0.71289376E+00
31 1 0.96436174E+00
32 1 0.95737032E+00
33 1 0.82388573E+00
34 1 0.93713839E+00
35 1 0.77062198E+00
36 1 0.90887421E+00
37 1 0.90236314E+00
38 1 0.93206455E+00
39 1 0.46601647E+00
40 1 0.95916947E+00
41 1 0.96097800E+00
42 1 0.92499346E+00
43 1 0.91743654E+00
44 1 0.96423214E+00
45 1 0.94941243E+00
46 1 0.92638280E+00
47 1 0.90591710E+00
48 1 0.91519935E+00
49 1 0.89721477E+00
50 1 0.80782660E+00
51 1 0.88946812E+00
52 1 0.94390869E+00
53 1 0.93219580E+00
54 1 0.96121066E+00
55 1 0.67278022E+00
56 1 0.88135302E+00
57 1 0.90722660E+00
58 1 0.93957573E+00
59 1 0.57036844E+00
mean efficiency = 0.89927849E+00
99
Lampiran 4.
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN
USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK
(Kasus: Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat)
Oleh Dian Puspitasari
Nomor Responden :
Nama Responden :
Alamat :
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten : Bandung Barat
Provinsi : Jawa Barat
Tanggal Wawancara :
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
100
A. Identitas dan Karakteristik Responden
1. Nama petani : .....................................................................
2. Jenis kelamin : L / P
3. Umur : .......... tahun
4. Status dalam rumah tangga :
(a) Kepala Keluarga (b) Istri/Ibu RT (c) Anak
5. Pendidikan formal responden : .......... tahun
6. Jumlah tanggungan keluarga : .......... orang
7. Status usahatani*) :
(a) Pekerjaan utama (b) Pekerjaan sampingan *) pekerjaan dilihat dari curahan waktu kerja
Jika sebagai pekerjaan sampingan, pekerjaan utamanya ..............................
8. Pengalaman bertani paprika hidroponik : .......... tahun
9. Tergabung dalam kelompok tani/koperasi :
(a) Ya, nama kelompok tani/koperasi .............................., bergabung sejak
tahun ..........., berperan sebagai ...............................................................
(b) Tidak, alasannya .....................................................................................
10. Pernah mengikuti penyuluhan yang terkait dengan usahatani paprika:
(a) Ya, isilah tabel berikut
No. Jenis Pendidikan/Penyuluhan Lama (bulan) Keterangan
1.
2.
3.
4.
(b) Tidak, alasannya .....................................................................................
11. Luas lahan (greenhouse) paprika hidroponik : ............... m2
12. Jumlah tanaman paprika hidroponik : ............... pohon
13. Status kepemilikan lahan :
(a) Milik sendiri (b) Sewa (c) Bagi Hasil
14. Pengelolaan usahatani
(a) Digarap sendiri (b) Digarap orang lain
B. Pola Tanam dalam Greenhouse pada Musim Tanam Terakhir
1. Waktu tanam : .......... bulan.
2. Intensitas tanam paprika hidroponik dalam satu tahun : .......... kali/tahun.
3. Sistem budidaya : (a) Monokultur (b) Tumpang sari dengan ..............
Pola tanam tahun 2011
Periode (bulan)
Komoditi
Luas tanam
101
C. Usahatani Paprika Hidroponik pada Musim Tanam Terakhir
1. Sarana Produksi
a) Input
No. Uraian Satuan Jumlah Harga satuan
(Rp) Nilai (Rp)
1. Lahangreenhouse m2
2. Arang sekam kg
3. Benih Paprika
a. Merah
b. Kuning
c. ............
d. ............
biji
4. Nutrisi liter
5. Pestisida liter
6. Obat cair liter
7. Pupuk daun kg
8.
9.
10.
11.
12.
13.
b) Bangunan dan Alat
No. Uraian Jumlah Harga satuan
(Rp) Nilai (Rp)
Umur
ekonomis
(tahun)
1. Greenhousepenan
aman
2. Greenhousepenye
maian
3. Sprayer gendong
4. Hand sprayer
5. Drum besar
6. Tray pembibitan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
102
Tenaga Kerja
Aktivitas
Dalam Keluarga Luar Keluarga
Pria Wanita Pria Wanita
org hari jam/hr org hari jam/hr org hari jam/hr Upah/hr
(Rp) org hari jam/hr
Upah/hr
(Rp)
Sterilisasi GH
Persiapan lahan
Penyemaian dan Pembibitan
Pengisian media ke polybag
Penanaman
Pengajiran
Perawatan
Pemangkasan
Pengendalian HPT
a. ...............
b. ...............
Panen
Pasca Panen
a. Penyortiran
b. Penyimpanan
c. Pegangkutan
d. Pembersihan
Pembongkaran
TOTAL
103
2. Produksi
Uraian Volume (kg) Persentase (%) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp)
Dijual
a. Paprika hijau
b. Paprika merah
c. Paprika kuning
d. Paprika ............
Dikonsumsi
sendiri
a. Paprika hijau
b. Paprika merah
c. Paprika kuning
d. Paprika ............
Lainnya ..............
TOTAL 100
D. Opini/Persepsi
a) Persiapan Lahan dan Greenhouse
1. Apakah melakukan sanitasi dan sterilisasi greenhouse?
(a) Ya, dengan cara ...............................................................................
..................................................................................................................
(b) Tidak, alasannya ......................................................................................
2. Pembuatan bedengan
Lebar : .......... cm Panjang : .......... cm
Tinggi : .......... cm Jarak antar bedengan : .......... cm
b) Penyemaian dan Pembibitan
1. Asal perolehan benih : .........................................................
2. Varietas benih yang digunakan
Paprika merah : .........................................................
Paprika kuning : .........................................................
Paprika .......... : .........................................................
Paprika .......... : .........................................................
3. Alasan pemilihan varietas benih : (urutan prioritas)
( ) Produktivitas tinggi
( ) Tahan terhadap serangan hama
( ) Harga jual yang tinggi
( ) Lainnya ...................................
4. Apakah ada perlakuan tambahan pada proses penyemaian dan pembibitan?
(a) Ya, sebutkan ............................................................................................
(b) Tidak.
5. Apakah melakukan perbanyakan bibit sendiri?
(a) Ya, dengan cara .......................................................................................
(b) Tidak.
6. Apakah kesulitan dalam memperoleh bibit?
(a) Ya, alasannya ...........................................................................................
(b) Tidak.
104
c) Penanaman
1. Umur bibit yang digunakan : ............... hari
2. Rata-rata jumlah bibit per polibag : ............... bibit
3. Jarak antar tanaman
a) Tanaman paprika cabang dua : ............... cm
b) Tanaman paprika cabang tiga : ............... cm
4. Musim tanam
(a) Musim kemarau (c) Akhir musim kemarau awal musim hujan
(b) Musim hujan (d) Akhir musim hujan awal musim kemarau
Alasan ...........................................................................................................
5. Waktu penanaman : bulan ...............
d) Pemeliharaan
1. Penyiraman dan Pemupukan (Pemberian Larutan Nutrisi)
a) Asal perolehan pupuk : .........................................................
b) Kebutuhan larutan nutrisi dan frekuensi pemberian larutan nutrisi
Fase tanaman Kebutuhan Nutrisi
Setiap Pemberian (ml)
Frekuensi Pemberian
Nutrisi (kali/hari)
Fase muda
Fase berbunga
Fase berbuah
Fase dewasa/siap
dibongkar
c) Teknik penyiraman/sistem irigasi yang digunakan
Alasan .....................................................................................................
2. Pemilihan dan Pembentukan Cabang Produksi
a) Ya, dilakukan saat tanaman berumur .......... hari dengan cara
..................................................................................................................
Tujuannya ...............................................................................................
b) Tidak, alasanya .......................................................................................
3. Pengajiran (Pelilitan)
a) Tali penyangga yang digunakan .............................................................
b) Dilakukan saat tanaman berumur .......... hari dengan cara
..................................................................................................................
4. Pewiwilan (Pemangkasan)
a) Apakah melakukan pemangkasan tunas air dan cabang yang tidak
dipelihara?
(a) Ya, dilakukan sebanyak .......... kali.
(b) Tidak, alasannya ...............................................................................
b) Apakah melakukan pembuangan mahkota bunga yang terkena hama?
(a) Ya, dilakukan sebanyak .......... kali.
(b) Tidak, alasannya ...............................................................................
c) Apakah melakukan penjarangan buah?
(a) Ya, dilakukan sebanyak .......... kali.
(b) Tidak, alasannya ...............................................................................
105
e) Pengendalian Hama dan Penyakit
1. Jenis hama dan penyakit : .....................................................................
........................................................................................................................
2. Jenis pengendalian : (pilihan bisa lebih dari satu)
(a) Teknik budidaya, dengan cara ...............................................................
(b) Mekanis, dengan cara ............................................................................
(c) Kimia, dengan cara ................................................................................
3. Jika menggunakan pestisida, frekuensi pemberian pestisida :
(a) Rutin .......... kali seminggu dengan rata-rata jumlah yang diberikan
.......... ml setiap kali penyemprotan.
(b) Tidak menentu, tergantung dari jumlah hama yang menyerang.
f) Panen
1. Frekuensi pemanenan sebanyak .......... kali per musim tanam.
a) Panen buah matang hijau dilakukan sebanyak .......... kali setelah
tanaman paprika berumur .......... hari
b) Panen buah matang berwarna dilakukan sebanyak .......... kali setelah
tanaman paprika berumur .......... hari.
2. Waktu panen : pagi/sore
g) Pasca Panen
1. Penyortiran : (a) Ya (b) Tidak
Proses penyortiran berdasarkan ....................................................................
2. Penyimpanan : (a) Ya (b) Tidak
a) Lama penyimpanan : .....................................................................
b) Tempat penyimpanan : .....................................................................
3. Pengangkutan : (a) Ya (b) Tidak
Proses pengangkutan .....................................................................................
4. Pembersihan : (a) Ya (b) Tidak
Proses pembersihan .......................................................................................
h) Pemasaran
1. Hasil panen dijual kepada:
No. Uraian Volume (kg) Persentase (%) Alasan*)
1. Pedagang pengumpul
2. Koperasi
3. Kelompok Tani
4. Pasar
5. Pabrik pengolahan
6. Lainnya .................
Total 100 *) 1= harga lebih tinggi; 2= ikatan kerjasama; 3= meminjam uang; 4=Lainnya ...........
2. Persepsi tentang kemudahan menjual hasil panen:
1= sangat mudah; 2= mudah, 3= agak sulit; 4= sulit
106
E. Permodalan dan Kendala Usahatani Paprika Hidroponik
1. Sumber modal untuk usahatani: (pilihan bisa lebih dari satu)
(a) Sendiri
(b) Kredit program ....................
(c) Pinjaman Bank ....................
(d) Keluarga/Saudara
(e) Rentenir
(f) Lainnya ...............................
2. Kendala dan masalah dalam usahatani paprika hidroponik
a) Terkait dengan input produksi (ketersediaan, harga, cara mendapatkan,
dll) ...........................................................................................................
..................................................................................................................
b) Terkait dengan on farm (HPT, ketersediaan air, cuaca, dll) ...................
..................................................................................................................
..................................................................................................................
c) Terkait dengan pemanenan dan pascapanen (gagal panen, biaya
penyimpanan, dll) ...................................................................................
..................................................................................................................
d) Terkait dengan pemasaran (harga, kesulitan memasarkan, daya tawar,
dll) ...........................................................................................................
..................................................................................................................
e) Permasalahan lainnya …………………………………………………..
..................................................................................................................