Upload
rendi-mahendra
View
183
Download
2
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola strategi yang dilakukan NGO Host Country terhadap MNC (Multi National Corporation) yakni strategi yang dilakukan LSM Farabi terhadap Mobil Cepu Ltd. pada pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) di kawasan Banyuurip, Bojonegoro tahun 2008-2012. Sebagai MNC, Mobil Cepu Ltd. memiliki kewajiban untuk melakukan CSR di wilayah ia melakukan kegiatan industrinya. Dalam pelaksanaan CSRnya, Mobil Cepu Ltd selalu melibatkan LSM lokal. LSM Farabi merupakan NGO yang menjadi mitra pelaksana CSR bagi Mobil Cepu Ltd. selama 5 tahun. Pada pelaksanaan CSR tersebut, tentu saja ada strategi yang ia gunakan dalam mempengaruhi jalannya CSR perusahaan. Penelitian ini mengunakan konseptualisasi Morton Winston dalam menganalisa ubungan antara MNC-NGO dalam lingkup CSR.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pola pola strategi yang digunakan LSM Farabi dalam mempengaruhi CSR Mobil Cepu Ltd dari tahun 2008-2012 adalah bentuk strategi Engagement and Support. Startegi Engagement and Support termasuk strategi yang bersifat Pull, artinya strategi yang dilakukan NGO dengan memberikan bantuan dan support kepada MNC dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan. LSM Farabi sebagai NGO lokal yang berada di kawasan Bojonegoro menggunakan variabel-variabel strategi Engagement and Support dalam menghadapi Mobil Cepu Ltd. Variabel-variabel tersebut diantaranya berupa penggunaan riset, persuasi kepada pihak MobilCepu Ltd, dan menjadikan isu moral CSR sebagai bagian dari bisnis perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut, LSM Farabi memposisikan dirinya sebagai Partnership Oriented NGO, yakni model NGO dengan mengutamakan pola kemitraan dengan perusahaan, berorientasi pada isu yang sederhana/tidak menyeluruh (single-issue approach) dan fokus pada penyelesaian permasalahan (focus especially on solutions).
Citation preview
ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST
COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MOBIL CEPU LTD. DI KAWASAN
BANYUURIP BOJONEGORO PADA TAHUN 2008-2012
Oleh: Rendi Mahendra1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola strategi yang dilakukan NGO Host
Country terhadap MNC (Multi National Corporation) yakni strategi yang dilakukan LSM Farabi
terhadap Mobil Cepu Ltd. pada pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) di kawasan
Banyuurip, Bojonegoro tahun 2008-2012. Sebagai MNC, Mobil Cepu Ltd. memiliki kewajiban
untuk melakukan CSR di wilayah ia melakukan kegiatan industrinya. Dalam pelaksanaan
CSRnya, Mobil Cepu Ltd selalu melibatkan LSM lokal. LSM Farabi merupakan NGO yang
menjadi mitra pelaksana CSR bagi Mobil Cepu Ltd. selama 5 tahun. Pada pelaksanaan CSR
tersebut, tentu saja ada strategi yang ia gunakan dalam mempengaruhi jalannya CSR perusahaan.
Penelitian ini mengunakan konseptualisasi Morton Winston dalam menganalisa ubungan antara
MNC-NGO dalam lingkup CSR.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pola pola strategi yang digunakan LSM Farabi
dalam mempengaruhi CSR Mobil Cepu Ltd dari tahun 2008-2012 adalah bentuk strategi
Engagement and Support. Startegi Engagement and Support termasuk strategi yang bersifat Pull,
artinya strategi yang dilakukan NGO dengan memberikan bantuan dan support kepada MNC
dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan. LSM Farabi sebagai NGO lokal yang berada di
kawasan Bojonegoro menggunakan variabel-variabel strategi Engagement and Support dalam
menghadapi Mobil Cepu Ltd. Variabel-variabel tersebut diantaranya berupa penggunaan riset,
persuasi kepada pihak MobilCepu Ltd, dan menjadikan isu moral CSR sebagai bagian dari bisnis
perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut, LSM Farabi memposisikan dirinya
sebagai Partnership Oriented NGO, yakni model NGO dengan mengutamakan pola kemitraan
dengan perusahaan, berorientasi pada isu yang sederhana/tidak menyeluruh (single-issue
approach) dan fokus pada penyelesaian permasalahan (focus especially on solutions).
Kata kunci: LSM Farabi, Mobil Cepu Ltd., CSR, Engagement and Support.
1 Sarjana Strata 1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya
Latar Belakang
Perusahaan multinasional atau MNC
(Multinational Corporation) kini seakan
menjadi sebuah keniscayaan dalam
hubungan internasional kontemporer,
hampir tidak ada satu negara pun di dunia
yang tidak terdapat MNC. Dalam studi
ekonomi politik, perusahaan asing atau
MNC merupakan topik bahasan yang cukup
sentral, karena ia merupakan subjek khusus
sebagai pelaku maupun sekaligus sebagai
objek sasaran. Dalam konteks studi
hubungan internasional, MNC dapat
dikategorikan sebagai subjek aktor bukan
negara (non state actors) yang memiliki
peran yang sangat luas dalam pola hubungan
antar negara saat ini. Walaupun
dikategorikan sebagai aktor bukan negara,
beberapa kalangan beranggapan bahwa
status MNC masih memiliki keterkaitan
yang kuat dengan negara. Hal ini
dikarenakan MNC merupakan ukuran dan
refleksi dari power yang dimiliki oleh
negara asalnya (home country) (Jill &
Lyold:2009).
MNC sebagai pelaku bisnis internasional
tentu akan berinteraksi dengan komunitas-
komunitas di negara-negara inangnya (host
country). Komunitas tersebut bisa berwujud
apapun, misal: masyarakat lokasi industri
MNC, kelompok kepentingan dan
pemerintah (daerah ataupun pusat). Interaksi
tersebut akan membentuk suatu pola strategi
yang menggabungkan keduanya. Sebagai
perusahaan yang beroperasi, MNC juga
dituntut untuk melakukan tindakan tanggung
jawab sosial di tempat ia beroperasi, atau
lebih kita kenal dengan istilah CSR
(Corporate Social Responsibility). CSR
merupakan hal penting yang perlu dilakukan
perusahaan untuk mendapatkan respon
positif dari masyarakat sekitar wilayah
industri. Selain itu, adanya ISO 26000 juga
mempengaruhi perusahaan dalam
merumuskan perilaku tanggung jawab sosial
perusahaan. Secara redaksional tertulis
bahwa tanggung jawab dari suatu organisasi
atas dampak dari suatu keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat dan
lingkungan, melalui perilaku etis dan
transparan.. Poin transparan dalam ISO
26000 tersebut telah memberi kesempatan
bagi NGO (Non Governmental
Organization) atau lebih kita kenal dengan
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dari
negara berkembang untuk berperan dalam
CSR perusahaan (Wahyudi dan
Azheri:2008).
Hubungan antara NGO dan MNC
merupakan hal yang menarik untuk
dipelajari dalam ilmu hubungan
internasional. Mengingat keduanya
merupakan aktor non-negara, sehingga
membutuhkan cara pandang yang kompleks
dalam melihat latar belakang aktivitas
masing-masing. Perspektif liberalism
menyampaikan bahwa dalam era globalisasi,
batas-batas antar negara akan semakin
membias, sehingga interaksi antara aktor
hubungan internasional menjadi lebih
meluas. Hal itulah yang terjadi antara NGO-
MNC, dimana keduanya bisa berinteraksi
secara langsung, melewati batas
kewenangan pemerintah dalam suatu negara.
Hal ini dibuktikan dari adanya interaksi
antara NGO-MNC di bidang CSR yang
cukup intensif di luar batas negara, misalnya
aktivitas Green Peace (NGO di bidang
lingkungan) dalam menyuarakan kampanye
hijau dan tindakannya dalam mempublikasi
perilaku negatif MNC yang merusak
lingkungan di suatu negara. Green Peace
melakukan tindakan tersebut tanpa adanya
inisiatif dari pemerintah negara.
Berkenaan dengan hubungan antara
NGO-MNC dalam lingkup CSR, Morton
Winston menjelaskan dalam jurnalnya yang
berjudul berjudul NGO Strategies for
Promoting Corporate Social Responsibility.
Morton Winston (2002) menyampaikan
bahwa ada delapan langkah taktis/strategi
yang biasanya diambil NGO untuk
menghadapi MNC. Strategi tersebut
dikategorikan dari yang kooperatif (strategi
pull) dan yang konfrontatif (strategi push).
Strategi pull adalah strategi yang dilakukan
NGO dalam memunculkan ketertarikan
MNC terkait konsep CSR yang ia (NGO)
tawarkan, sedang strategi push adalah
strategi yang dilakukukan NGO dalam
memberikan ancaman atau dorongan
(memaksa) MNC melakukan CSR
berdasarkan konsep yang ia ajukan.
Penelitian ini akan dibahas terkait strategi
yang telah dilakukan oleh NGO lokal dalam
menghadapi MNC berdasarkan konsep
strategi yang telah dirumuskan oleh Morton
Winston tersebut.
Mobil Cepu Ltd. adalah salah satu contoh
MNC yang melibatkan NGO dalam
pelaksanaan CSRnya. Mobil Cepu Ltd.
merupakan anak perusahaan multinasional
ExxonMobil yeng bergerak di bidang
industri minyak dan energi
(ExxonMobil:2010). Mobil Cepu Ltd.
sendiri melaksanakan kegiatan industri hulu
(upstream industry) minyaknya di kawasan
Banyuurip Bojonegoro (Jawa Timur) dan
Cepu (Jawa Tengah). Pada pelaksanaan
CSRnya, Mobil Cepu Ltd. telah bermitra
dengan sekian banyak NGO diantaranya
ACT, Ademos, Farabi, Fospora, IDFOS,
IRCOS, MercyCorps, PKPU, Yayasan Putra
Sampoerna, SPEKTRA, Yayasan
Swisscontact Indonesia, Indonesia Heritage
Foundation, Yayasan Peran Indonesia,
Jhipiego, Yamidha, Pusat Pemberdayaan
Komunitas Perkotaan (Pusdakota), Lembaga
Pengkajian Kemasyarakatan dan
Pembangunan (LPKP).
Berdasar fenomena diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa MCL telah banyak
melakukan kerjasama dengan berbagai LSM
dalam pelaksanaan CSRnya. dilihat secara
sekilas hal ini merupakan langkah positif
yang diambil oleh MCL dalam melibatkan
partisipasi komunitas lokal dalam
pelaksanaan CSR, sehingga bisa lebih tepat
sasaran pada masyarakat. Di sisi lain,
penulis melihat, kondisi pelibatan ini
dimungkinkan adalah hasil dari strategi yang
telah dilakukan oleh NGO dalam
mempersuasi ataupun mendorong Mobil
Cepu Ltd. untuk melaksanakan CSRnya.
Dari 17 LSM yang pernah bermitra dengan
Mobil Cepu Ltd. Ada 1 LSM yang bermitra
dengan Mobil Cepu Ltd. dalam kurun waktu
yang lama, yakni LSM Farabi. LSM Farabi
telah menjadi mitra Mobil Cepu Ltd. dalam
pelaksanaan program CSR dari tahun 2008 –
2013, di bidang yang sesuai dengan visi
CSR Mobil Cepu Ltd. yakni Kesehatan,
Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi.
Diantaranya (Farabi,2013):
1. Program Water and Sanitation tahun
2008-2010 (Bidang Kesehatan)
2. Program Kesehatan Sekolah tahun
2010 (Bidang Pendidikan)
3. Perbaikan Akses Jalan Publik tahun
2011-2013 (Bidang Pengembangan
Ekonomi)
4. Pemberdayaan Perempuan melalui
program “BENING I” tahun 2011-
2012 (Bidang Pengembangan
Ekonomi dan Pemberdayaan
Perempuan)
Penelitian ini ditujukan untuk menjawab
pertanyaa bagaimana pelaksanaan strategi
Engagement and Support yang dilakukan
LSM Farabi terhadap Mobil Cepu Ltd. pada
pelaksanaan CSR di tahun 2008-2012.
Strategi Pull NGO oleh Morton Winston
Dalam jurnalnya yang berjudul NGO
Strategies for Promoting Corporate Social
Responsibility, Morton Winston (2002)
menyampaikan bahwa ada seperangkat
langkah taktis/strategi yang biasanya
diambil NGO untuk menghadapi MNC.
Strategi tersebut dikategorikan dari yang
paling kooperatif (pull) dan yang paling
konfrontatif (push). Dalam penelitian ini
akan dibahas terkait strategi yang telah
dilakukan oleh NGO lokal dalam
menghadapi MNC berdasarkan konsep
strategi yang telah dirumuskan oleh Morton
Winston tersebut. Strategi Pull adalah
strategi yang dilakukan NGO dengan
memberikan bantuan dan support kepada
MNC dalam pelaksanaan tanggung jawab
perusahaan. Bantuan tersebut bisa berbentuk
informasi, dialog atau kerjasama dengan
tujuan pelaksanaan CSR yang lebih
mendukung lingkungan dan peningkatan
mutu masyarakat sekitar.
Salah satu bentuk strategi yang
digunakan adalah Engagement and Support,
strategi inilah yang akan digambarkan dalam
penelitian kasus ini. Pengertian strategi ini
adalah, NGO mendekati MNC dengan
modal riset, persuasi yang rasional dan
argumentasi terkait moral dengan manajer
perusahaan untuk mendapatkan kesamaan
visi antara NGO dan perusahaan. NGO akan
menyampaikan bahwa kegiatan perusahaan
yang bersifat moralis akan meningkatkan
keuntungan perusahaan, dan menghindari
potensi berkurangnya konsumen
dikarenakan kasus pelanggaran moral.
Kunci dari kegiatan ini adalah membuat isu
moral terlihat sebagai hal bersifat bisnis bagi
perusahaan.
Strategi ini berbicara tentang adanya
perilaku NGO berupa inisiatif mempersuasi
MNC. Upaya persuasi tersebut dengan
menggunakan data ataupun riset terkait
objek atau konsep CSR yang dibawa oleh
NGO. Konsep CSR tersebut akan
ditawarkan sebagai perihal yang memiliki
nilai moral yang membantu untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan.
Tujuan dari straegi ini adalah adanya bentuk
kerjasama antara NGO dan MNC dalam
pelaksanaan program CSR.
Pada pelaksanaan strategi ini, NGO
akan lebih memerankan dirinya sebagai
partner dari perusahaan dalam pelaksanaan
CSR. NGO akan lebih fokus dalam
menggunakan pendekatan berupa diskusi
atau dialog dalam menyampaikan solusi atau
permalasalahan terkait dengan pelaksanaan
CSR perusahaan. Selain itu, NGO juga akan
lebih menyesuaikan terkait Visi dan Misinya
dengan Visi dan Misi perusahaan, hal
tersebut dilakukan agar konsep CSR yang
diusulkan oleh NGO berpotensi besar untuk
disetujui oleh perusahaan. Tipikal
perusahaan yang mendapat perlakuan
strategi ini, menurut Morton Winston adalah
perusahaan yang memiliki kemauan dan
kesadaran untuk memperbaiki kinerjanya
dalam pelaksanaan kegiatan usahanya
berdasarkan koridor etika bisnis yang
mereka anut.
NGO dengan pola strategi ini akan lebih
cenderung menjadi Partnership Oriented
NGO. Dimana NGO dengan model
demikian akan lebih fokus pada isu-isu yang
relatif sederhana/tidak menyeluruh (single-
issue approach) dan lebih berorientasi
dalam memunculkan solusi (focus especially
on solutions), daripada menggali
permasalahan yang ada pada kegiatan MNC.
Sejalan dengan hal tersebut, ketergantungan
NGO kepada MNC akan meningkat. Hal ini
dikarenakan NGO membutuhkan pendanaan
dari MNC untuk melaksanakan program-
programnya. Serta adanya inisiatif dari
MNC untuk melakukan CSR, akan membuat
NGO lebih memaksimalkan kemampuannya
untuk memunculkan faktor pendukung
dalam penggunaan strategi Pull, dalam hal
ini adalah bentuk strategi Engagement and
Support.
Peran LSM Farabi dalam CSR Mobil
Cepu Ltd.
Mobil Cepu Ltd. mengkategorikan
CSRnya sebagai bentu Corporate
Citizenship. Pengertian dari Corporate
Citizenship adalah pelaksanaan CSR yang
disesuaikan dengan konteks hak dan
kewajiban tempat perusahaan beroperasi.
Dengan demikian, bisa dipahami bahwa CSR
yang dilaksanakan dengan model Corporate
Citizenship adalah CSR yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai bagian integral dari suatu
komunitas negara. Corporate Citizenship ini
memiliki ciri penting, yakni bentuk
keterlibatan perusahaan dalam berbagai
masalah komunitas (community
involvement), dimana salah satu tujuan
keterlibatan perusahaan dalam masalah
komunitas tersebut adalah untuk melakukan
pengembangan ekonomi masyarakat
(community economic development) dalam
arti sempit serta pengembangan masyarakat
(community development) dalam arti luas
(Solihin;2009).
Pada pelaksanaan Corporate
Citizenship tersebut, Mobil Cepu Ltd.
melakukan pelibatan pemangku kepentingan
(stakeholder engagement) dalam peningkatan
potensi keberhasilan program. Dalam
pelaksanaanya, pihak-pihak yang dilibatkan
diantaranya adalah Non Governmental
Organization (NGO). Pada Kickoff Meeting
Strategic Community Investment pada
tanggal 2 April 2012, Dave A Seta
(Community Relations Manager)
menyampaikan filosofi dari bentuk
partnership dari SCI melalui gambar berikut.
Gambar 1
Filosofi hubungan Perusahaan, Masyarakat dan
Pemerintah versi Mobil Cepu Ltd.
Sumber: Kickoff Meeting Strategic Community
Investment Mobil Cepu Ltd.
Gambar diatas adalah bentuk hubungan
yang diinginkan Mobil Cepu Ltd. dalam
melaksanakan program CSRnya. Pada intinya,
Communi
ty
Governm
ent
Upstream
Industry
CSR yang diinginkan adalah membentuk
pemeliharaan kemitraan dan hubungan yang
baik antara Pemerintah, Masyarakat dan
Perusahaan. Kemitraan yang dimaksud
adalah pembagian definisi peran apa yang
seharusnya dijalankan masing-masing pihak
dalam pola CSR berdasar perspektif Mobil
Cepu Ltd.
Pembagian peran tersebut adalah
Pemerintah berperan sebagai pembuat
kebijakan; Masyarakat (warga desa
kawasan Banyuurip) disebut sebagai
komunitas aktif berperan sebagai agen
perubahan (agent of change), tidak
dipandang sebagai penerima bantuan semata;
NGO sebagai penyedia keahlian, jaringan
dan pelaksana program; Mobil Cepu Ltd.
selaku perusahaan bertindak sebagai
penyedia dana dan jaringan.
Pada poin NGO, ketika berperan
sebagai penyedia tenaga ahli, jaringan dan
pelaku dari program CSR Mobil Cepu Ltd.
Hal ini tergambar dalam pelaksanaan
program, dimana LSM Farabi sebagai mitra
Mobil Cepu Ltd. dalam pelaksanaan CSR.
Pada sisi penyedia tenaga ahli, LSM Farabi
menyediakan tenaga ahli di bidang
infrastruktur (teknik) dan stok pendamping
dalam membantu pelaksanaan program di
tingkat komunitas lokal. Pada peran penyedia
jaringan, LSM Farabi bergerak di tataran
komunitas dan pihak-pihak penting dalam
memperbesar potensi keberhasilan program.
Pada peran pelaksana, LSM Farabi bergerak
di setiap pelaksanaan program dan
bertanggung jawab atas implementasi
program dan besaran dana yang digunakan
dalam pelaksanaan program.
Mobil Cepu Ltd. selaku pihak
penyedia dana program, menetapkan
beberapa aturan bagi NGO untuk
melaksanakan program sesuai dengan
tahapan yang perusahaan tentukan. Berikut
ini adalah bentuk tahapan ini adalah aturan
baku yang ditetapkan Mobil Cepu Ltd.
terhadap NGO yang menjadi mitra dalam
pelaksanaan CSRnya.
Gambar 2
Tahapan Pelaksanaan Program CSR
Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM Farabi
pada 12 Februari 2013
Penjelasan dari masing urutan fase tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, LSM akan melakukan
survey ke wilayah yang menjadi
sasaran program CSR untuk
mendapatkan data-data penunjang
apa saja yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaan program.
Misal pada program Water and
Sanitation akan dilakukan survey
kondisi air di wilayah desa, berapa
sumber mata air, berapa jumlah
warga desa yang sudah memiliki
jamban.
2. Sosialisasi Desa
Pada tahap ini, diadakan pertemuan
yang dihadiri pejabat desa, tim LSM,
perwakilan MCL, tokoh masyarakat
dan warga desa umum. Peserta yang
hadir akan mendapatkan penjelasan
Tahap Persiapan
Sosialisasi Desa
Pelatihan /Pembentukan
Tim Desa
MusDes Perencanaan
Musdes Pelaksanaan
Focus Group Discussion
(FGD)
Musyawarah Pertanggung
jawaban
MusDes
Serah Terima
dari LSM terkait adanya program
CSR yang akan dilakukan di desa
mereka. Pada tahap ini juga akan
dibentuk tim pelaksana desa, yakni
tim yang beranggotakan beberapa
warga desa untuk menunjang
pelaksanaan teknis program.
Mekanisme pemilihan tim pelaksana
desa ditentukan oleh warga desa
yang hadir pada acara tersebut.
3. Pelatihan Tim Pelaksana Desa
Kegiatan ini berupa pelatihan tim
pelaksana desa. Tujuannya adalah
agar TimLak memiliki sejumlah
kapasitas yang menunjang
pelaksanaan program, seperti
penggunaan perangkat komputer dan
beberapa keahlian teknik. Tahapan
ini merupakan tahap yang diusulkan
oleh LSM Farabi pada tahun 2008 di
program CSR Water and Sanitation.
Usulan ini menjadi landasan tahapan
baku yang diterapkan Mobil Cepu
Ltd. di setiap program-programnya.
4. Musyawarah Desa Perencanaan
Peserta dalam kegiatan ini sama
seperti di Sosialisasi Desa. Dalam
Musyawarah Desa akan ada
sinkronisasi terkait anggaran dana
yang diminta oleh TimLak Desa dan
anggaran dana yang akan
dikeluarkan MCL untuk pelaksanaan
program.
5. Musyawarah Desa Pelaksanaan
Pada tahap ini sudah ada kejelasan
terkait berapa dana yang akan
didapat desa untuk pelaksanaan
program CSR. Selain itu akan
dibahas hal-hal teknis seperti berapa
jumlah dan darimana tenaga kerja
yang diberdayakan dalam
pelaksanaan program, berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan program.
6. Focus Group Discussion
Tahap ini berupa kegiatan yang
ditujukan untuk mengetahui Analisa
Masalah Dampak Lingkungan dan
Sosial yang diterima oleh desa
selama masa pelaksanaan program
serta penyerapan aspirasi solusi dari
warga desa atas permasalahan yang
muncul.
7. Musyawarah Pertanggungjawaban
Berupa kegiatan evaluasi dari
program yang telah dilaksanakan.
Sehingga bisa didapatkan saran-saran
membangun untuk keberlanjutan
program, ataupun program CSR pada
bidang yang lain (kesehatan,
pendidikan dan pengembangan
ekonomi).
8. Musyawarah Serah Terima
Berupa kegiatan formal penyerahan
program yang sudah didanai oleh
MCL kepada warga desa. Sama
halnya dengan tahapan
pelatihan/pembentukan tim desa,
tahapan ini merupakan tahap yang
diusulkan oleh LSM Farabi.
Tujuannya adalah memunculkan
sense of belonging warga terhadap
program.
Berdasarkan tahapan-tahapan diatas,
LSM Farabi beradaptasi dengan aturan
tahapan tersebut dengan membentuk
struktur pengorganisasian sebagai mana
yang tergambar dalam gambar berikut.
Gambar 3
Struktur Teknis Farabi dalam Pelaksanaan CSR
Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM Farabi
pada 12 Februari 2013
Pendamping berperan sebagai fasilitator
tim-tim yang dibentuk oleh warga desa.
Koordinator desa adalah pihak yang
memiliki tanggung jawab penuh setelah
program manager di desa – desa yang
menjadi wilayahnya terkait dengan
berjalannya urutan fase – fase dalam
program kegiatan (Sosialisasi Desa, FGD
dan seterusnya). Tenaga Ahli bertanggung
jawab untuk menunjang kebutuhan keahlian
yang dibutuhkan dalam program, utamanaya
adalah keahlian teknik. Selain itu tenaga ahli
juga berperan untuk memberikan pelatihan
kepada tim pelaksana desa. Admin dan
Keuangan berfungsi untuk mengontrol
kerapian administrasi data arsip dan alur
masuk keluarnya uang yang digunakan
dalam program. Karena dana yang
dikeluarkan oleh Mobil Cepu Ltd. untuk
program akan dilewatkan ke LSM Farabi.
Dari LSM Farabi tersebut yang akan
meneruskannya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi yang dibutuhkan tim pelaksana
desa dalam pelaksanaan program.
LSM Farabi sebagai mitra pelaksana
Mobil Cepu Ltd. juga berperan untuk
melakukan upaya persuasi kepada
masyarakat desa agar menyetujui konsep
CSR yang dibawa. Yakni konsep CSR yang
dilandaskan pada prinsip Kesehatan,
Pendidikan dan Ekonomi. Dalam persuasi
ini, Mobil Cepu Ltd. membebaskan cara
LSM untuk melakukannya. Tujuannya
adalah masyarakat memiliki pola piker
bahwa program yang mereka terima adalah
yang mereka butuhkan dan secara tidak
langsung mereka merasa sangat terbantu
dengan adanya kehadiran Mobil Cepu Ltd.
di sekitar mereka.
Selain itu, LSM Farabi juga berperan
meredam koflik yang ada pada masyarakat
jika ada permasalahan yang muncul pada
saat program atapun di luar program. Hal ini
memiliki kesesuaian dengan pernyataan dari
pihak Mobil Cepu Ltd. bahwa mereka akan
meminta LSM mitranya untuk
membantunya dalam menyelesaikan konflik
yang terjadi dalam masyarakat yang
berkaitan dengan kepentingan perusahaan.
Pelaksanaan Strategi Engagement and
Support oleh LSM Farabi terhadap Mobil
Cepu Ltd.
LSM Farabi berfokus pada pelaksanaan
strategi Engagement and Support. Hal ini
terbukti dalam kemitraan LSM Farabi dan
MobilCepu Ltd dari tahun 2008 – 2012.
Dalam kurun waktu tersebut, LSM Farabi
melibatkan dirinya hampir di setiap bidang
perhatian CSR Exxon (Kesehatan,
Pendidikan dan Ekonomi).
Variabel dari strategi Engagement and
Support diantaranya adalah adanya riset,
penggunaan persuasi kepada pihak
perusahaan, mengemas isu moral sebagai
bagian bisnis, dan model Partnership
Program Manager
Koordinator Desa
pendamping
pendamping
Koordinator Desa
pendamping
pendamping
Tenaga AhliAdmin dan Keuangan
Oriented NGO. Berikut adalah penjabaran
dari masing-masing strategi.
1. Pelaksanaan Riset
Dalam hal pelaksanaan riset, LSM
Farabi melakukan koordinasi dengan pihak
Satlantas Bojonegoro untuk melakukan
penghitungan data jumlah angka kecelakaan
di daerah Bojonegoro dari tahun 2011-2012.
Data dari riset tersebut adalah berupa tabel
di bawah sebagai berikut. Tabel 1
Total Angka Kecelakaan di Kabupaten Bojonegoro 2011-
2012
No Thn Jumlah
Kecelakaa
n
Meninggal
dunia
Luka
Berat
Tabrak
Lari
1 2011 382 118 174 378
2 2012 733 136 34 1.227
Sumber: Satlantas Polres Bojonegoro
Data riset diataslah yang kemudian
digunakan LSM Farabi untuk meyakinkan
pihak Mobil Cepu Ltd. untuk menerima
usulan program Patroli Keamanan Sekolah.
LSM Farabi mampu mempersuasi Mobil
Cepu Ltd. untuk menyetujui program Patroli
Keamanan Sekolah yang diusulkan oleh
LSM Farabi. Hal ini berkaitan dengan
adanya Program Perbaikan Infrastuktur
Pedesaan yang didanai oleh Mobil Cepu
Ltd. Ketika akses transportasi sudah
diperbaiki, LSM Farabi melihat perlu
adanya pendidikan lalu lintas kepada
masyarakat lokal Banyuurip. Agar
kemudahan akses transportasi tersebut tidak
semakin menambah potensi kecelakaan di
kawasan tersebut. Program Patroli
Keamanan Sekolah diusulkan karena, LSM
Farabi berasumsi bahwa pendidikan lebih
berpotensi jika ditargetkan kepada civitas
akademisi (anak sekolah) daripada kepada
masyarakat awam.
Selain riset diatas, penulis menemukan
adanya kegiatan riset yang dilakukan LSM
Farabi di program yang lain. Sayangnya,
riset tersebut tidak digunakan untuk
memunculkan data guna memberikan usulan
program kepada perusahaan. LSM Farabi
melakukan riset pada saat program
Perbaikan Akses Sanitasi Pedesaan berupa
Kegiatan Participatory Rural Apraisal
(PRA). Teknis dari kegiatan tersebut adalah
mengajak masyarakat untuk melakukan
kajian kondisi perdesaan secara partisipatif
dan mampu mengidentifikasi potensi desa.
Hal tersebut dilakukan untuk mencari solusi
secara bersama-sama atas permasalahan
yang berkaitan dengan program peningkatan
akses air bersih dan sanitasi lingkungan
perdesaan. Menurut LSM Farabi kegiatan
riset tersebut adalah sarana untuk
melibatkan dan memberdayakan
masyarakat.
2. Melakukan Persuasi kepada pihak
MNC
Upaya persuasi LSM Farabi dalam hal
ini adalah menambah porsi keterlibatan
masyarakat dalam program CSR yang
didanai oleh Mobil Cepu Ltd. Dalam
menyampaiakan persuasinya, LSM Farabi
menggunakan sinkretisme antara Negara-
Perusahaan-Masyarakat. Sinkretisme
tersebut diambil oleh LSM Farabi
berdasarkan konsep filosofis hubungan antar
pihak kepentingan Mobil Cepu Ltd. dalam
gambar di bawah.
Gambar 4
Filosofi hubungan Perusahaan, Masyarakat dan Pemerintah
Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM
Farabi pada 2 Juli 2013
LSM Farabi mengambil contoh
pengalaman hubungan mutualisme antara
Pemerintah dengan Perusahaan seringkali
tidak menguntungkan pihak Masyarakat.
Contoh MNC yang dijadikan contoh disini
adalah kondisi operasi perusahaan
internasional Freeport yang seringkali
mengalami pergejolakan dengan masyarakat
lokal. LSM Farabi menyampaikan opininya
bahwa perlu ada pelibatan lebih dari
masyarakat dalam pelaksanaan program.
Tentunya tidak semua masyarakat
dilibatkan, masyarakat yang dipilih adalah
masyarakat yang terdidik. LSM Farabi
menyampaikan bahwa dirinya memiliki cara
untuk membentuk masyarakat terdidik
tersebut. Salah satunya adalah dengan
membentuk komunitas pelaksana program
tingkat desa yang didampingi langsung oleh
LSM Farabi. Selain penambahan porsi
pelibatan berupa pembentukan komunitas,
LSM Farabi juga mengusulakan adanya
penciptaan momentum yang menunjukkan
kepemilikan masyarakat desa terhadap
program. Momentum tersebut adalah adanya
tahapan Serah Terima Program.
Bukti keberhasilan persuasi diatas
adalah sebagai berikut;
a. Pembentukan Komunitas
Pembentukan komunitas yang
dimaksud adalah komunitas pelaksana
program yang direkrut dari masyarakat desa.
Komunitas ini diharapkan nantinya mampu
menjaga keberlanjutan (sustainability)
program CSR. Salah satu bentuk komunitas
tersebut adalah KPAB, Tim Pelaksana dan
Koperasi Wirausaha Perempuan
KOPERNIK. Selain membentuk, LSM
Farabi juga melakukan upaya
pengembangan kapasitas di komunitas
tersebut, misalnya di KPAB, LSM Farabi
melakukan pengawalan hingga
pembentukan AD/ART serta upaya Capacity
Building yang diinisiasikan untuk didanai
oleh Mobil Cepu Ltd. dan disetujui pada
akhirnya.
b. Tahapan Pelaksanaan Program
Tahap pelaksanaan program yang
dimaksud adalah, tahap pembentukan tim
pelaksana desa, di Program Perbaikan
Infrastruktur: Timlak (tim pelaksana),
Program Perbaikan Akses Air Bersih:
KPAB (Kelompok Pengelola Air Bersih),
Program Perbaikan Akses Sanitasi Desa:
Tim Sanitasi Desa, Program Patroli
Keamanan Sekolah: Trainer. Selain itu,
LSM Farabi juga menginisiasi adanya
tahapan Serah Terima Program kepada
masyarakat desa. Hal ini kemudian menjadi
sistem tahapan pelaksana program yang
didanai Mobil Cepu Ltd.
3. Membawa Isu Moral sebagai
bagian dari Bisnis Perusahaan
Dalam mengemas isu moral CSR sebagai
bagian bisnis perusahaan, LSM Farabi
berangkat dari asumsi bahwa kegiatan CSR
MNC pada dasarnya adalah kegiatan
Civil
Society
State
Market
tambahan yang difungsikan untuk
mendukung kegiatan bisnis perusahaan.
LSM Farabi menggunakan pendekatan
konsep CSR berdasarkan ISO 26000.
Pengertian dari konsep CSR yang dimaksud
adalah bahwa tanggung jawab dari suatu
organisasi atas dampak dari suatu
keputusan dan aktivitasnya terhadap
masyarakat dan lingkungan, melalui
perilaku etis dan transparan.
Penggunaan kata transparan tersebut
diterjemahkan LSM Farabi sebagai bentuk
kegiatan perusahaan akan dengan mudah
diakses ke publik. Tentunya, Mobil Cepu
Ltd. membutuhkan pencitraan yang positif
dari publik terkait kinerjanya (termasuk
dalam berinteraksi dengan masyarakat
lokal). Tentunya, pencitraan positif tersebut
sulit dilakukan jika perusahaan yang
menjadi speaker, oleh karenanya dia
membutuhkan pihak ke tiga.
Pada sisi tersebut, LSM Farabi
memiliki kemampuan untuk melakukan
upaya publikasi kegiatan CSR Mobil Cepu
Ltd. ke publik. Upaya publikasi yang
dimaksud bertujuan untuk menampilkan
keberpihakan perusahaan kepada
masyarakat desa. Bukti dari kegiatan ini
adalah pada setiap pelaksanaan/paska
program, LSM Farabi selalu
mendokumentasikannya dan menyampaikan
hal tersebut dalam bentuk berita di media
massa seperti JTV dan harian lokal Suara
Banyuurip. Kegiatan tersebut dilakukan atas
inisiatif dari LSM Farabi, dengan tujuan
memunculkan citra yang baik dari program
yang dilaksanakannya. Sekaligus Mobil
Cepu Ltd. diuntungkan karena dia juga
mendapat citra positif. Publikasi kegiatan
CSR ini dilakukan di setiap program
kemitraan LSM Farabi-Mobil Cepu Ltd. dari
tahun 2008-2012.
4. Karakteristik MNC sebagai
Target Strategi Engagement and
Support
Morton Winston menyampaikan bahwa
NGO adalah sebagai pihak yang aktif dalam
melibatkan diri mereka pada pelaksanaan
CSR yang dilakukan MNC. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa NGO adalah
pihak yang paling memiliki inisiatif untuk
mempengaruhi perusahaan (baik dalam
bentuk mempersuasi/mengancam) untuk
melaksanakan kegiatan tanggungjawab
perusahaan (CSR). Usaha mempengaruhi
tersebut terbagi dalam dua kelompok yakni
Pull dan Push. Pada Pelaksanaan CSR di
kawasan Banyuurip Bojonegoro yang
melibatkan antara LSM Farabi (NGO) dan
Mobil Cepu Ltd. (MNC), NGO lebih
menggunakan strategi Pull, yakni
Engagement & Support. Hal ini dikarenakan
adanya kondisi lapangan sebagai berikut:
MNC memiliki inisiatif untuk
melaksanakan CSR
MNC memiliki inisiatif untuk
mengajak NGO dalam pelibatan
pelaksanaan CSR sehingga NGO tidak
melakukan kegiatan bersifat push
(konfrontatif) pada perusahaan dalam
mempersuasi pelaksanaaan CSR
MNC memiliki keterbukaan dalam
menerima konsep CSR dari pihak luar
Kondisi Partnership antara NGO
negara berkembang dan MNC negara
maju
Kemampuan NGO negara berkembang
dalam mengembangkan Partnership
dengan MNC negara maju.
MNC dari negara maju dianggap
memiliki kesiapan yang lebih baik untuk
melaksanakan program CSR dibanding
perusahaan domestik dari negara
berkembang, hal ini dilandaskan pada
beberapa alasan sebagai berikut (Solihin,
2009):
1. MNC telah memiliki kebijakan
(policy) yang menyangkut
pelaksanaan CSR baik disebabkan
oleh proses belajar yang panjang
maupun akibat kebutuhan untuk
mempertahankan reputasi
perusahaan supaya perusahaan
memiliki citra yang sangat positif
di mata publik di mana hal tersebut
akan mempengaruhi corporate
image, brand image maupun brand
loyalty, sebagai contoh, menurut
HR & Corporate Relations
Director, PT Unilever Indonesia
sudah melaksanakan aktivitas CSR
sejak tahun 1970-an.
2. MNC telah melaksanakan proses
belajar yang relatif panjang dalam
mengelola program CSR. Hal ini
mengakibatkan mereka memiliki
sumber daya manusia yang lebih
andal dalam mengelola CSR serta
administrasi yang lebih baik dalam
pengelolaan CSR.
3. Kebanyakan MNC berasal dari
negara maju yang memiliki
kesadaran terhadap sustainable
development lebih tinggi daripada
negara berkembang. Hal ini
diakibatkan oleh perbedaan tingkat
pendidikan di negara tersebut.
Survei yang dilakukan TNS
(perusahaan yang bergerak di
bidang informasi dan pemasaran
global) menunjukkan bahwa 86%
penduduk Indonesia dewasa yang
tinggal di kota-kota besar seperti
Jakarta, bandung dan Surabaya
tidak pernah mendengar mengenai
CSR. Survei ini dilakukan beberapa
waktu sebelum pelaksanaan
konferensi mengenai perubahan
iklim (climate change) di Bali.
Dengan belum adanya kesadaran
mengenai program CSR di sebagian
besar penduduk perkotaan di
Indonesia terhadap pelaksanaan
CSR oleh perusahaan korporasi
tidak sekuat di negara-negara maju.
4. Perbedaan mind set sebagaimana
disebutkan di poin 3 tersebut diatas,
diduga memiliki pengaruh terhadap
komitmen manajemen dalam
melaksanakan program CSR.
Solihin juga menyampaikan bahwa
MNC dari negara maju memiliki konsep
Corporate Social Responsivenes. Corporate
Social Responsiveness adalah bentuk
kapasitas dari suatu perusahaan dalam
memberikan respon terhadap tekanan sosial,
tindakan nyata sebagai suatu tanggapan
secara umum bagi masyarakat (Solihin;
2009). Corporate Social Responsiveness
tersebut dilakukan agar institusi perusahaan
dan para manajer yang mengalami
kesesuaian dengan lingkungan perusahaan.
Dalam hal ini, perusahaan mencari
legitimasi bagi keberadaaannya di mata
publik.
Ketika kita melihat karakteristik Mobil
Cepu Ltd., maka kita akan melihat
ExxonMobil sebagai induknya.dari tahun
2008-2012 ExxonMobil telah mngeluarkan
anggaran dana untuk kegiatan Community
Investment (CSR), yang secara rata-rata
angkanya mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Sebagaimana terlampir dalam
tabel berikut.
Tabel 2
Anggaran Community Investment Exxon Mobil
2008 2009 2010 2011
Anggaran
Community
Investment (dalam
juta dollar USD)
225,2 235 237,
1
278,4
Sumber: “2011 Corporate Citizen Report Highlights”
Selain itu, Exxon Mobil telah cukup
lama melakukan kegiatan operasinya di
Indonesia, yakni sejak 1898 hingga
sekarang. Serta ExxonMobil banyak
memiliki wilayah operasi di Indonesia yang
terbagi dalam kegiatan hulu, eksplorasi dan
hilir. Wilayah operasi tersebut adalah Aceh
Production Operations, Blok Cepu. Blok
East Natuna, Blok Surumana, Blok Mandar,
Blok Gunting, blok Cendrawasih dan Blok
Coalbed Methane. Hal ini membuktikan
bahwa wilayah Indonesia merupakan
wilayah penting bagi kegiatan industri
ExxonMobil, oleh karena itu penting
baginya untuk menjaga citra perusahaan dan
meminimalisir potensi konflik dengan
mengadakan program pengembangan
masyarakat atau CSR.
Pada saat penulis melakukan
wawancara dengan pihak dari Mobil Cepu
Ltd. selaku MNC, mereka menyampaikan
bahwa telah melaksanakan kegiatan
pengembangan masyarakat lokal sebagai
upaya kegiatan tanggung jawab sosial
perusahaan. Pada pelaksanaannya Mobil
Cepu Ltd. memfokuskan kerja mereka
dalam tiga pilar yakni Kesehatan,
Pendidikan dan Ekonomi. Mobil Cepu Ltd.
melakukan inisiatif untuk melibatkan LSM
berdasarkan asumsi mereka bahwa LSM
mampu menjadi agen dalam
mengembangakan masyarakat dan
memunculkan dampak keberlanjutan
program CSR dan keuntungan intangible
lainnya (Rexy:2013).
5. Model Partnership Oriented NGO
oleh LSM Farabi
MNC dalam melaksanakan kegiatannya
seringkali dipandang sebagai bad guy
(Schepers:2006), oleh karenanya, MNC
butuh untuk melakukan program CSR untuk
meningkatkan tanggapan positif masyarakat
kepada dirinya. Tanggapan positif tersebut
akan didapat jika ada pemberdayaan
masyarakat dalam pelaksanaan program
CSR tersebut (Rexy:2013). Akan tetapi, bagi
MNC yang melaksanakan kegiatan industri
negara berkembang, tentunya akan kesulitan
dalam melakukan pemberdayaan masyarakat
(Schepers:2006), contohnya adalah MNC
Shell yang ingin melakukan kegiatan CSR di
bidang lingkungan dan sosial, akan tetapi
dikarenakan kesulitannya dalam
menghadapi keaneragaman lokal masyarakat
negara berkembang, program CSR tersebut
tidak bisa berjalan secara menyeluruh. Tidak
ada keterkaitan antara satu isu dengan isu
yang lain. Akhirnya pada World Summit on
Sustainable Development di tahun 2002,
Corporate Watch memberikan
“penghargaan” kepada Shell sebagai
perusahaan yang melakukan “Greenwash”.
NGO dikatakan sebagai agen yang
bergerak sebagai mediator, dia mampu
menghubungkan antara pihak MNC dengan
masyarakat lokal (Lister:2000). Di sisi lain,
NGO juga membutuhkan bantuan dana dari
MNC untuk melaksanakan programnya.
Pada penelitian yang dikaji Monica X
Medina Palacios dalam tesisnya yang
berjudul Case Study: The Impact of MNC
and NGO Empowerment Programs on
Power Relations, NGO yang menjadikan
bantuan dana dari MNC sebagai pendanaan
utama mereka dalam pelaksanaan program
pengembangan masyarakat akan lebih
tergantung kepada MNC. NGO akan lebih
powerless terhadap MNC, sehingga NGO
akan mengalami keterbatasan dalam
melaksanakn perannya kepada MNC.
Pada kasus LSM Farabi dan Mobil
Cepu Ltd., terjadi hal yang serupa dimana
sebagian besar program LSM Farabi dalam
pengembangan masyarakat di Banyuurip
sebagian besar berasal dari dana Mobil Cepu
Ltd. Fakta ini sesuai dengan pernyataan dari
pimpinan LSM Farabi bahwa, LSM Farabi
yang berada di Bojonegoro lebih aktif dalam
melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat. Dibandingkan di Surabaya yang
menjadi tempat kantor pusatnya. Hal ini
menandakan bahwa LSM Farabi yang
berlokasi di Banyuurip Bojonegoro lebih
memiliki kemudahan dana, sehingga bisa
tetap melakukan kegiatan pengembangan
masyarakat.
Penggunaan strategi Engagement and
Support membuat LSM Farabi hanya
memenuhi peranannya sebagai agen
penyedia jasa bagi Mobil Cepu Ltd. Hal ini
dikarenakan dia terikat oleh kontrak atau
kesepakatan kerjasama yang dibentuk
sebelum program dimulai. Perihal finansial
juga berpengaruh dalam membuat LSM
Farabi menggunakan strategi kerjasama
daripada strategi yang bersifat ancaman.
LSM Farabi secara finansial tidak cukup
kuat untuk menjalankan program-program
sosialnya, hal ini dibuktikan bahwa dalam
setiap program yang dijalanakan LSM
Farabi di kawasan Banyuurip secara
keseluruhan menggunakan dana dari Mobil
Cepu Ltd. Fakta ini menandakan bahwa
LSM Farabi merupakan sebuah lembaga
yang tidak mandiri secara finansial dan hal
ini memiliki dampak yang besar dalam
aktivitasnya. Padahal sebagai dalam kode
etik LSM disampaikan bahwa LSM yang
ideal adalah: Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi
non-pemerintah yang independen dan mandiri,
dan karena itu bukan merupakan bagian atau
berafiliasi dengan lembaga-lembaga negara dan
pemerintahan.
(Kode Etik LSM Bab 1 No. 1);
Ketidakmandirian LSM Farabi dalam hal
pendanaan tersebut menyebabkan dirinya
bergantung pada pola strategi yang bersifat
kooperatif (kemitraan/partnership), untuk
memunculkan ketertarikan dari Mobil Cepu
Ltd. Sehingga perusahaan tersebut akan
tetap mempercayainya sebagai mitra dalam
pelaksanaan CSR. Hal ini dikarenakan
Mobil Cepu Ltd. tidak akan selalu
mempertahankan kemitraannya dengan
LSM yang pernah menjadi mitranya
(Rexy;2013). Oleh karenanya LSM Farabi
cenderung menghindari strategi yang
bersifat konfrontatif dalam mempengaruhi
pelaksanaan CSR Mobil Cepu Ltd. atau
dalam memberikan usulan bentuk CSR.
Pada aplikasi CSR Mobil Cepu Ltd. –
LSM Farabi terdapat hal yang disayangkan
dimana hanya perusahaan yang mampu
mendapatkan keuntungan lebih dimana dia
mampu mendapatkan citra positif dari
CSRnya dan kontrol terhadap NGO. Strategi
“Pull” yang digunakan oleh LSM Farabi
dalam bentuk Engagement and Support
ternyata hanya mampu menjelaskan
kondisinya yang mengalami ketergantungan
terhadap MNC. Hal ini terbukti dari semua
inisiatif LSM Farabi dalam pelaksanaan
CSR terbatasi oleh aturan dari Mobil Cepu
Ltd. Semua inisiatif tersebut memang
membantu memperbesar potensi
keberhasilan program, tapi tidak lantas
menjamin membantu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Hal ini disebabkan adanya
batasan dari Mobil Cepu Ltd. dalam
mengadakan CSR hanya berdasar pada tiga
prinsip yakni Kesehatan, Pendidikan dan
Ekonomi.
Kontrol LSM Farabi sebagai NGO
terhadap Mobil Cepu Ltd. penulis rasa
masih kurang, hal ini terlihat dari tidak
adanya audit yang dilakukan LSM Farabi
terkait kegiatan industri Mobil Cepu Ltd.
yang merugikan masyarakat lokal dalam
jangka panjang. Misalkan pada kegiatan
pembebasan lahan petani oleh Mobil Cepu
Ltd guna memperluas kegiatan eksplorasi.
Pembebasan lahan tersebut tentu saja sangat
memberikan dampak yang buruk bagi warga
yang bekerja sehari-hari sebagai buruh tani.
Buruh tani yang biasanya dipekerjakan
untuk menggarap sawah orang lain, kini
kehilangan pekerjaan karena sebagaian besar
warga telah menjual sawahnya. Hal ini
terjadi di desa Mojodelik yang 60%
daerahnya sudah dibeli oleh pihak Mobil
Cepu Ltd.
Selain itu penggunaan akses jalan publik
oleh Mobil Cepu Ltd. untuk kegiatan
industri, hal ini tentunya kurang tepat bagi
perusahaan sekelas anak cabang
ExxonMobil. Akan tetapi hal tersebut
tertutup dengan adanya citra positif CSR
Mobil Cepu Ltd – LSM Farabi (Program
Perbaikan Infrastruktur Pedesaan). LSM
Farabi sendiri hanya membatasi
komunikasinya dengan Mobil Cepu Ltd.
pada hal-hal yang berkenaan dengan
memaksimalkan potensi keberhasilan CSR
dimana ia menjadi pelaksananya. Selain itu,
penggunaan strategi Engagement and
Support membuat konsep penawaran CSR
yang diinisiasikan LSM Farabi hanya berada
pada lingkup program yang sudah disepakati
atau berada pada 3 lingkup hal prinsip CSR
Mobil Cepu Ltd. (Pendidikan, Kesehatan
dan Ekonomi). Mobil Cepu Ltd. tidak
menerima pelaksanaan CSR di luar 3 prinsip
di atas. Dalam hal ini LSM Farabi juga tidak
mampu melakukan persuasi terhadap Mobil
Cepu Ltd. untuk melakukan kegiatan CSR di
bidang lain, walaupun hal tersebut
seharusnya yang menjadi kebutuhan
masyarakat. Salah satu contoh kasusnya
adalah Mobil Cepu Ltd menyatakan tidak
akan memberikan bantuan sebagai bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan kepada
masyarakat dalam hal keagamaan.
Walaupun kebutuhan akan fasilitas
keagamaan menjadi hal dasar disana.
Kebutuhan agama bisa mendapatkan porsi
pendanaan CSR jika ia dikategorikan dalam
kebutuhan lain yang menjadi 3 prinsip CSR
perusahaan (Rexy;2013).
Penulis pernah berkomunikasi dengan
salah satu ketua KPAB disana bahwa
perusahaan tersebut tidak memberi bantuan
di bidang pembangunan masjid. Padahal jika
ditinjau dari pemakaiannya, masjid juga
masuk dalam kategori Infrastruktur Publik
yang seharusnya mendapat porsi dalam
Program Perbaikan Infrastruktur Publik.
Pada kasus diatas, LSM Farabi tidak mampu
melakukan upaya persuasi, dikarenakan ia
tidak mampu menembus batasan prinsip
CSR yang dibuat oleh Mobil Cepu Ltd.
(Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi).
Contoh lain adalah dalam hal pelestarian
lingkungan, tidaklah menjadi poin utama
LSM ini dalam menginisiakan konsep CSR
pada perusahaan. Apalagi jika mengingat
banyaknya pembebasan lahan yang
dilakukan Mobil Cepu Ltd. dalam
melakukan kegiatan eksplorasinya.
Hal diatas semakin mengukuhkan
karakteristik Partnership Oriented NGO
pada LSM Farabi, dimana ia hanya
memusatkan perhatian pada isu yang
bersifat sederhana dan tidak menyeluruh,
dalam hal ini adalah isu tiga pilar
pemberdayaan masyarakat Mobil Cepu Ltd.
LSM Farabi tidak memiliki perhatian khusus
pada isu di luar 3 pilar tersebut.
Kesimpulan
Terdapat 5 indikator perilaku/kondisi
dimana NGO bisa dikatakan melaksanaan
Strategi Engagement and Support tersebut
diantaranya; Pertama, Penggunaan Riset
dilakukan oleh LSM Farabi dengan cara
melakukan koordinasi dengan pihak
Satlantas Bojonegoro untuk melakukan
penghitungan data jumlah angka kecelakaan
di daerah Bojonegoro dari tahun 2011-2012.
Data riset diataslah yang kemudian
digunakan LSM Farabi untuk meyakinkan
pihak Mobil Cepu Ltd. untuk menerima
usulan program Patroli Keamanan Sekolah.
LSM Farabi mampu mempersuasi Mobil
Cepu Ltd. untuk menyetujui program Patroli
Keamanan Sekolah yang diusulkan oleh
LSM Farabi.
Kedua, upaya Persuasi LSM Farabi
terhadap Mobil Cepu Ltd. Dalam
menyampaikan persuasinya, LSM Farabi
menggunakan sinkretisme antara Negara-
Perusahaan-Masyarakat. Tujuan dari
persuasi tersebut adalah menambah
pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan
program. Salah satunya adalah dengan
membentuk komunitas pelaksana program
tingkat desa yang didampingi langsung oleh
LSM Farabi. Serta, penciptaan momentum
berupa Serah Terima Program yang
memformalkan kepemilikan masyarakat
desa terhadap program.
Ketiga, Membuat Isu Moral Bernilai
Bisnis, LSM Farabi meengetahui kebutuhan
Mobil Cepu Ltd. untuk mendapatkan citra
positif untuk kelancaran usaha industrinya.
Citra tersebut akan didapatkan secara
optimal dari publikasi pihak ketiga. LSM
Farabi merupakan NGO di kawasan
Bojonegoro yang mampu membangun
jaringan dengan media massa. Sehingga
LSM Farabi memiliki kemampuan untuk
melakukan upaya publikasi kegiatan CSR
Mobil Cepu Ltd. ke publik untuk
meningkatkan citra positif perusahaan.
Keempat, karakteristik MNC sebagai
target strategi. Mobil Cepu Ltd. merupakan
MNC yang memiliki inisiatif dalam
menjalankan CSRnya. ExxonMobil (induk
Mobil Cepu Ltd.) telah mngeluarkan
anggaran dana untuk kegiatan Community
Investment (CSR), yang secara rata-rata
angkanya mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Mobil Cepu Ltd. sebagai MNC
dari negara maju dianggap memiliki
Corporate Social Responsiveness yakni
bentuk kapasitas dari suatu perusahaan
dalam memberikan respon terhadap tekanan
sosial, tindakan nyata sebagai suatu
tanggapan secara umum bagi masyarakat.
Kelima, LSM Farabi memusatkan
dirinya pada model Partnership Oriented
NGO, hal ini memiliki kesesuaian dengan
fakta kinerja LSM Farabi di lapangan, yakni
dimana ia hanya memusatkan perhatian pada
isu yang bersifat sederhana dan tidak
menyeluruh, dalam hal ini adalah isu tiga
pilar pemberdayaan masyarakat Mobil Cepu
Ltd.
Ada beberapa temuan menarik dari
penelitian ini yang bisa menjadi topik
penelitian-penelitan selanjutnya. Salah satu
diantaranya adalah apakah kemitraan yang
dibentuk Mobil Cepu Ltd. terhadap LSM
pada pelaksanaan CSR berpeluang mengikis
kemampuan (power) LSM dalam melakukan
upaya kontrol kepada perusahaan, dimana
LSM yang seharusnya bertindak sebagai
pengawas kinerja MNC kini beralih peran
menjadi pekerja bagi MNC.
REFERENSI
Buku
Agung, Anak. dan Mochanad, Yanyan. 2005.
Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Steans, Jill dan Pettinford, Lloyd. 2009. Hubungan
Internasional: Perspektif dan Tema (Edisi
Bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sholihin, Ismail. 2009. Corporate Social
Responcibility: From Charity to
Sustainability. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat
Wahyudi, Isa dan Azheri, Busyra. 2008. Corporate
Social Responcibility: Prinsip, Pengaturan
dan Implementasi. Malang: In-Trans
Publishing.
Jurnal
Winston, Morton (2002). NGO Strategies for
Promoting Corporate Social Responsibility.
Ethic & International Affairs 16, no.2
Monica X Medina Palacios (2008). Case Study: The
impact of MNC and NGO Empowerment
Programs on power relations. School of
Politics and International Relations,
University College Dublin.
Doh, Jonathan P. and Guay, Terrence R. (2006)
Corporate Social Responsibility, Public
Policy, and NGO Activism in Europe and the
United States: An Institutional-Stakeholder
Perspective. Journal of Management Studies
43:1.
Schepers, D H. (2006) The impact of NGO Network
Conflict on the Corporate Social
Responsibility Strategies of Multinational
Corporations. Business and Society, Vol. 45,
No. 282.
Lister, S. (2000) Power in Partnership? An Analysis
of an NGO’s Relationships with its partners.
Journal of International Development, No 12,
pp.227-239.
Publikasi Mobil Cepu Ltd.
Banyuurip Project Fact Sheet. 2012
Corporate Citizen Report.2012
ExxonMobil di Indonesia. Menghadapi tantangan
energi dunia. 2010
Kilas Banyuurip. 2013