17
ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MOBIL CEPU LTD. DI KAWASAN BANYUURIP BOJONEGORO PADA TAHUN 2008-2012 Oleh: Rendi Mahendra 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola strategi yang dilakukan NGO Host Country terhadap MNC (Multi National Corporation) yakni strategi yang dilakukan LSM Farabi terhadap Mobil Cepu Ltd. pada pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) di kawasan Banyuurip, Bojonegoro tahun 2008-2012. Sebagai MNC, Mobil Cepu Ltd. memiliki kewajiban untuk melakukan CSR di wilayah ia melakukan kegiatan industrinya. Dalam pelaksanaan CSRnya, Mobil Cepu Ltd selalu melibatkan LSM lokal. LSM Farabi merupakan NGO yang menjadi mitra pelaksana CSR bagi Mobil Cepu Ltd. selama 5 tahun. Pada pelaksanaan CSR tersebut, tentu saja ada strategi yang ia gunakan dalam mempengaruhi jalannya CSR perusahaan. Penelitian ini mengunakan konseptualisasi Morton Winston dalam menganalisa ubungan antara MNC-NGO dalam lingkup CSR. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pola pola strategi yang digunakan LSM Farabi dalam mempengaruhi CSR Mobil Cepu Ltd dari tahun 2008-2012 adalah bentuk strategi Engagement and Support. Startegi Engagement and Support termasuk strategi yang bersifat Pull, artinya strategi yang dilakukan NGO dengan memberikan bantuan dan support kepada MNC dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan. LSM Farabi sebagai NGO lokal yang berada di kawasan Bojonegoro menggunakan variabel-variabel strategi Engagement and Support dalam menghadapi Mobil Cepu Ltd. Variabel-variabel tersebut diantaranya berupa penggunaan riset, persuasi kepada pihak MobilCepu Ltd, dan menjadikan isu moral CSR sebagai bagian dari bisnis perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut, LSM Farabi memposisikan dirinya sebagai Partnership Oriented NGO, yakni model NGO dengan mengutamakan pola kemitraan dengan perusahaan, berorientasi pada isu yang sederhana/tidak menyeluruh (single-issue approach) dan fokus pada penyelesaian permasalahan (focus especially on solutions). Kata kunci: LSM Farabi, Mobil Cepu Ltd., CSR, Engagement and Support. 1 Sarjana Strata 1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola strategi yang dilakukan NGO Host Country terhadap MNC (Multi National Corporation) yakni strategi yang dilakukan LSM Farabi terhadap Mobil Cepu Ltd. pada pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) di kawasan Banyuurip, Bojonegoro tahun 2008-2012. Sebagai MNC, Mobil Cepu Ltd. memiliki kewajiban untuk melakukan CSR di wilayah ia melakukan kegiatan industrinya. Dalam pelaksanaan CSRnya, Mobil Cepu Ltd selalu melibatkan LSM lokal. LSM Farabi merupakan NGO yang menjadi mitra pelaksana CSR bagi Mobil Cepu Ltd. selama 5 tahun. Pada pelaksanaan CSR tersebut, tentu saja ada strategi yang ia gunakan dalam mempengaruhi jalannya CSR perusahaan. Penelitian ini mengunakan konseptualisasi Morton Winston dalam menganalisa ubungan antara MNC-NGO dalam lingkup CSR.Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pola pola strategi yang digunakan LSM Farabi dalam mempengaruhi CSR Mobil Cepu Ltd dari tahun 2008-2012 adalah bentuk strategi Engagement and Support. Startegi Engagement and Support termasuk strategi yang bersifat Pull, artinya strategi yang dilakukan NGO dengan memberikan bantuan dan support kepada MNC dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan. LSM Farabi sebagai NGO lokal yang berada di kawasan Bojonegoro menggunakan variabel-variabel strategi Engagement and Support dalam menghadapi Mobil Cepu Ltd. Variabel-variabel tersebut diantaranya berupa penggunaan riset, persuasi kepada pihak MobilCepu Ltd, dan menjadikan isu moral CSR sebagai bagian dari bisnis perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut, LSM Farabi memposisikan dirinya sebagai Partnership Oriented NGO, yakni model NGO dengan mengutamakan pola kemitraan dengan perusahaan, berorientasi pada isu yang sederhana/tidak menyeluruh (single-issue approach) dan fokus pada penyelesaian permasalahan (focus especially on solutions).

Citation preview

Page 1: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST

COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MOBIL CEPU LTD. DI KAWASAN

BANYUURIP BOJONEGORO PADA TAHUN 2008-2012

Oleh: Rendi Mahendra1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola strategi yang dilakukan NGO Host

Country terhadap MNC (Multi National Corporation) yakni strategi yang dilakukan LSM Farabi

terhadap Mobil Cepu Ltd. pada pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) di kawasan

Banyuurip, Bojonegoro tahun 2008-2012. Sebagai MNC, Mobil Cepu Ltd. memiliki kewajiban

untuk melakukan CSR di wilayah ia melakukan kegiatan industrinya. Dalam pelaksanaan

CSRnya, Mobil Cepu Ltd selalu melibatkan LSM lokal. LSM Farabi merupakan NGO yang

menjadi mitra pelaksana CSR bagi Mobil Cepu Ltd. selama 5 tahun. Pada pelaksanaan CSR

tersebut, tentu saja ada strategi yang ia gunakan dalam mempengaruhi jalannya CSR perusahaan.

Penelitian ini mengunakan konseptualisasi Morton Winston dalam menganalisa ubungan antara

MNC-NGO dalam lingkup CSR.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pola pola strategi yang digunakan LSM Farabi

dalam mempengaruhi CSR Mobil Cepu Ltd dari tahun 2008-2012 adalah bentuk strategi

Engagement and Support. Startegi Engagement and Support termasuk strategi yang bersifat Pull,

artinya strategi yang dilakukan NGO dengan memberikan bantuan dan support kepada MNC

dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan. LSM Farabi sebagai NGO lokal yang berada di

kawasan Bojonegoro menggunakan variabel-variabel strategi Engagement and Support dalam

menghadapi Mobil Cepu Ltd. Variabel-variabel tersebut diantaranya berupa penggunaan riset,

persuasi kepada pihak MobilCepu Ltd, dan menjadikan isu moral CSR sebagai bagian dari bisnis

perusahaan. Untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut, LSM Farabi memposisikan dirinya

sebagai Partnership Oriented NGO, yakni model NGO dengan mengutamakan pola kemitraan

dengan perusahaan, berorientasi pada isu yang sederhana/tidak menyeluruh (single-issue

approach) dan fokus pada penyelesaian permasalahan (focus especially on solutions).

Kata kunci: LSM Farabi, Mobil Cepu Ltd., CSR, Engagement and Support.

1 Sarjana Strata 1 Hubungan Internasional Universitas Brawijaya

Page 2: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

Latar Belakang

Perusahaan multinasional atau MNC

(Multinational Corporation) kini seakan

menjadi sebuah keniscayaan dalam

hubungan internasional kontemporer,

hampir tidak ada satu negara pun di dunia

yang tidak terdapat MNC. Dalam studi

ekonomi politik, perusahaan asing atau

MNC merupakan topik bahasan yang cukup

sentral, karena ia merupakan subjek khusus

sebagai pelaku maupun sekaligus sebagai

objek sasaran. Dalam konteks studi

hubungan internasional, MNC dapat

dikategorikan sebagai subjek aktor bukan

negara (non state actors) yang memiliki

peran yang sangat luas dalam pola hubungan

antar negara saat ini. Walaupun

dikategorikan sebagai aktor bukan negara,

beberapa kalangan beranggapan bahwa

status MNC masih memiliki keterkaitan

yang kuat dengan negara. Hal ini

dikarenakan MNC merupakan ukuran dan

refleksi dari power yang dimiliki oleh

negara asalnya (home country) (Jill &

Lyold:2009).

MNC sebagai pelaku bisnis internasional

tentu akan berinteraksi dengan komunitas-

komunitas di negara-negara inangnya (host

country). Komunitas tersebut bisa berwujud

apapun, misal: masyarakat lokasi industri

MNC, kelompok kepentingan dan

pemerintah (daerah ataupun pusat). Interaksi

tersebut akan membentuk suatu pola strategi

yang menggabungkan keduanya. Sebagai

perusahaan yang beroperasi, MNC juga

dituntut untuk melakukan tindakan tanggung

jawab sosial di tempat ia beroperasi, atau

lebih kita kenal dengan istilah CSR

(Corporate Social Responsibility). CSR

merupakan hal penting yang perlu dilakukan

perusahaan untuk mendapatkan respon

positif dari masyarakat sekitar wilayah

industri. Selain itu, adanya ISO 26000 juga

mempengaruhi perusahaan dalam

merumuskan perilaku tanggung jawab sosial

perusahaan. Secara redaksional tertulis

bahwa tanggung jawab dari suatu organisasi

atas dampak dari suatu keputusan dan

aktivitasnya terhadap masyarakat dan

lingkungan, melalui perilaku etis dan

transparan.. Poin transparan dalam ISO

26000 tersebut telah memberi kesempatan

bagi NGO (Non Governmental

Organization) atau lebih kita kenal dengan

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dari

negara berkembang untuk berperan dalam

CSR perusahaan (Wahyudi dan

Azheri:2008).

Hubungan antara NGO dan MNC

merupakan hal yang menarik untuk

dipelajari dalam ilmu hubungan

internasional. Mengingat keduanya

merupakan aktor non-negara, sehingga

membutuhkan cara pandang yang kompleks

dalam melihat latar belakang aktivitas

masing-masing. Perspektif liberalism

menyampaikan bahwa dalam era globalisasi,

batas-batas antar negara akan semakin

membias, sehingga interaksi antara aktor

hubungan internasional menjadi lebih

meluas. Hal itulah yang terjadi antara NGO-

MNC, dimana keduanya bisa berinteraksi

secara langsung, melewati batas

kewenangan pemerintah dalam suatu negara.

Hal ini dibuktikan dari adanya interaksi

antara NGO-MNC di bidang CSR yang

cukup intensif di luar batas negara, misalnya

aktivitas Green Peace (NGO di bidang

lingkungan) dalam menyuarakan kampanye

hijau dan tindakannya dalam mempublikasi

Page 3: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

perilaku negatif MNC yang merusak

lingkungan di suatu negara. Green Peace

melakukan tindakan tersebut tanpa adanya

inisiatif dari pemerintah negara.

Berkenaan dengan hubungan antara

NGO-MNC dalam lingkup CSR, Morton

Winston menjelaskan dalam jurnalnya yang

berjudul berjudul NGO Strategies for

Promoting Corporate Social Responsibility.

Morton Winston (2002) menyampaikan

bahwa ada delapan langkah taktis/strategi

yang biasanya diambil NGO untuk

menghadapi MNC. Strategi tersebut

dikategorikan dari yang kooperatif (strategi

pull) dan yang konfrontatif (strategi push).

Strategi pull adalah strategi yang dilakukan

NGO dalam memunculkan ketertarikan

MNC terkait konsep CSR yang ia (NGO)

tawarkan, sedang strategi push adalah

strategi yang dilakukukan NGO dalam

memberikan ancaman atau dorongan

(memaksa) MNC melakukan CSR

berdasarkan konsep yang ia ajukan.

Penelitian ini akan dibahas terkait strategi

yang telah dilakukan oleh NGO lokal dalam

menghadapi MNC berdasarkan konsep

strategi yang telah dirumuskan oleh Morton

Winston tersebut.

Mobil Cepu Ltd. adalah salah satu contoh

MNC yang melibatkan NGO dalam

pelaksanaan CSRnya. Mobil Cepu Ltd.

merupakan anak perusahaan multinasional

ExxonMobil yeng bergerak di bidang

industri minyak dan energi

(ExxonMobil:2010). Mobil Cepu Ltd.

sendiri melaksanakan kegiatan industri hulu

(upstream industry) minyaknya di kawasan

Banyuurip Bojonegoro (Jawa Timur) dan

Cepu (Jawa Tengah). Pada pelaksanaan

CSRnya, Mobil Cepu Ltd. telah bermitra

dengan sekian banyak NGO diantaranya

ACT, Ademos, Farabi, Fospora, IDFOS,

IRCOS, MercyCorps, PKPU, Yayasan Putra

Sampoerna, SPEKTRA, Yayasan

Swisscontact Indonesia, Indonesia Heritage

Foundation, Yayasan Peran Indonesia,

Jhipiego, Yamidha, Pusat Pemberdayaan

Komunitas Perkotaan (Pusdakota), Lembaga

Pengkajian Kemasyarakatan dan

Pembangunan (LPKP).

Berdasar fenomena diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa MCL telah banyak

melakukan kerjasama dengan berbagai LSM

dalam pelaksanaan CSRnya. dilihat secara

sekilas hal ini merupakan langkah positif

yang diambil oleh MCL dalam melibatkan

partisipasi komunitas lokal dalam

pelaksanaan CSR, sehingga bisa lebih tepat

sasaran pada masyarakat. Di sisi lain,

penulis melihat, kondisi pelibatan ini

dimungkinkan adalah hasil dari strategi yang

telah dilakukan oleh NGO dalam

mempersuasi ataupun mendorong Mobil

Cepu Ltd. untuk melaksanakan CSRnya.

Dari 17 LSM yang pernah bermitra dengan

Mobil Cepu Ltd. Ada 1 LSM yang bermitra

dengan Mobil Cepu Ltd. dalam kurun waktu

yang lama, yakni LSM Farabi. LSM Farabi

telah menjadi mitra Mobil Cepu Ltd. dalam

pelaksanaan program CSR dari tahun 2008 –

2013, di bidang yang sesuai dengan visi

CSR Mobil Cepu Ltd. yakni Kesehatan,

Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi.

Diantaranya (Farabi,2013):

1. Program Water and Sanitation tahun

2008-2010 (Bidang Kesehatan)

2. Program Kesehatan Sekolah tahun

2010 (Bidang Pendidikan)

Page 4: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

3. Perbaikan Akses Jalan Publik tahun

2011-2013 (Bidang Pengembangan

Ekonomi)

4. Pemberdayaan Perempuan melalui

program “BENING I” tahun 2011-

2012 (Bidang Pengembangan

Ekonomi dan Pemberdayaan

Perempuan)

Penelitian ini ditujukan untuk menjawab

pertanyaa bagaimana pelaksanaan strategi

Engagement and Support yang dilakukan

LSM Farabi terhadap Mobil Cepu Ltd. pada

pelaksanaan CSR di tahun 2008-2012.

Strategi Pull NGO oleh Morton Winston

Dalam jurnalnya yang berjudul NGO

Strategies for Promoting Corporate Social

Responsibility, Morton Winston (2002)

menyampaikan bahwa ada seperangkat

langkah taktis/strategi yang biasanya

diambil NGO untuk menghadapi MNC.

Strategi tersebut dikategorikan dari yang

paling kooperatif (pull) dan yang paling

konfrontatif (push). Dalam penelitian ini

akan dibahas terkait strategi yang telah

dilakukan oleh NGO lokal dalam

menghadapi MNC berdasarkan konsep

strategi yang telah dirumuskan oleh Morton

Winston tersebut. Strategi Pull adalah

strategi yang dilakukan NGO dengan

memberikan bantuan dan support kepada

MNC dalam pelaksanaan tanggung jawab

perusahaan. Bantuan tersebut bisa berbentuk

informasi, dialog atau kerjasama dengan

tujuan pelaksanaan CSR yang lebih

mendukung lingkungan dan peningkatan

mutu masyarakat sekitar.

Salah satu bentuk strategi yang

digunakan adalah Engagement and Support,

strategi inilah yang akan digambarkan dalam

penelitian kasus ini. Pengertian strategi ini

adalah, NGO mendekati MNC dengan

modal riset, persuasi yang rasional dan

argumentasi terkait moral dengan manajer

perusahaan untuk mendapatkan kesamaan

visi antara NGO dan perusahaan. NGO akan

menyampaikan bahwa kegiatan perusahaan

yang bersifat moralis akan meningkatkan

keuntungan perusahaan, dan menghindari

potensi berkurangnya konsumen

dikarenakan kasus pelanggaran moral.

Kunci dari kegiatan ini adalah membuat isu

moral terlihat sebagai hal bersifat bisnis bagi

perusahaan.

Strategi ini berbicara tentang adanya

perilaku NGO berupa inisiatif mempersuasi

MNC. Upaya persuasi tersebut dengan

menggunakan data ataupun riset terkait

objek atau konsep CSR yang dibawa oleh

NGO. Konsep CSR tersebut akan

ditawarkan sebagai perihal yang memiliki

nilai moral yang membantu untuk

meningkatkan keuntungan perusahaan.

Tujuan dari straegi ini adalah adanya bentuk

kerjasama antara NGO dan MNC dalam

pelaksanaan program CSR.

Pada pelaksanaan strategi ini, NGO

akan lebih memerankan dirinya sebagai

partner dari perusahaan dalam pelaksanaan

CSR. NGO akan lebih fokus dalam

menggunakan pendekatan berupa diskusi

atau dialog dalam menyampaikan solusi atau

permalasalahan terkait dengan pelaksanaan

CSR perusahaan. Selain itu, NGO juga akan

lebih menyesuaikan terkait Visi dan Misinya

dengan Visi dan Misi perusahaan, hal

tersebut dilakukan agar konsep CSR yang

diusulkan oleh NGO berpotensi besar untuk

disetujui oleh perusahaan. Tipikal

perusahaan yang mendapat perlakuan

Page 5: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

strategi ini, menurut Morton Winston adalah

perusahaan yang memiliki kemauan dan

kesadaran untuk memperbaiki kinerjanya

dalam pelaksanaan kegiatan usahanya

berdasarkan koridor etika bisnis yang

mereka anut.

NGO dengan pola strategi ini akan lebih

cenderung menjadi Partnership Oriented

NGO. Dimana NGO dengan model

demikian akan lebih fokus pada isu-isu yang

relatif sederhana/tidak menyeluruh (single-

issue approach) dan lebih berorientasi

dalam memunculkan solusi (focus especially

on solutions), daripada menggali

permasalahan yang ada pada kegiatan MNC.

Sejalan dengan hal tersebut, ketergantungan

NGO kepada MNC akan meningkat. Hal ini

dikarenakan NGO membutuhkan pendanaan

dari MNC untuk melaksanakan program-

programnya. Serta adanya inisiatif dari

MNC untuk melakukan CSR, akan membuat

NGO lebih memaksimalkan kemampuannya

untuk memunculkan faktor pendukung

dalam penggunaan strategi Pull, dalam hal

ini adalah bentuk strategi Engagement and

Support.

Peran LSM Farabi dalam CSR Mobil

Cepu Ltd.

Mobil Cepu Ltd. mengkategorikan

CSRnya sebagai bentu Corporate

Citizenship. Pengertian dari Corporate

Citizenship adalah pelaksanaan CSR yang

disesuaikan dengan konteks hak dan

kewajiban tempat perusahaan beroperasi.

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa CSR

yang dilaksanakan dengan model Corporate

Citizenship adalah CSR yang dilakukan oleh

perusahaan sebagai bagian integral dari suatu

komunitas negara. Corporate Citizenship ini

memiliki ciri penting, yakni bentuk

keterlibatan perusahaan dalam berbagai

masalah komunitas (community

involvement), dimana salah satu tujuan

keterlibatan perusahaan dalam masalah

komunitas tersebut adalah untuk melakukan

pengembangan ekonomi masyarakat

(community economic development) dalam

arti sempit serta pengembangan masyarakat

(community development) dalam arti luas

(Solihin;2009).

Pada pelaksanaan Corporate

Citizenship tersebut, Mobil Cepu Ltd.

melakukan pelibatan pemangku kepentingan

(stakeholder engagement) dalam peningkatan

potensi keberhasilan program. Dalam

pelaksanaanya, pihak-pihak yang dilibatkan

diantaranya adalah Non Governmental

Organization (NGO). Pada Kickoff Meeting

Strategic Community Investment pada

tanggal 2 April 2012, Dave A Seta

(Community Relations Manager)

menyampaikan filosofi dari bentuk

partnership dari SCI melalui gambar berikut.

Gambar 1

Filosofi hubungan Perusahaan, Masyarakat dan

Pemerintah versi Mobil Cepu Ltd.

Sumber: Kickoff Meeting Strategic Community

Investment Mobil Cepu Ltd.

Gambar diatas adalah bentuk hubungan

yang diinginkan Mobil Cepu Ltd. dalam

melaksanakan program CSRnya. Pada intinya,

Communi

ty

Governm

ent

Upstream

Industry

Page 6: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

CSR yang diinginkan adalah membentuk

pemeliharaan kemitraan dan hubungan yang

baik antara Pemerintah, Masyarakat dan

Perusahaan. Kemitraan yang dimaksud

adalah pembagian definisi peran apa yang

seharusnya dijalankan masing-masing pihak

dalam pola CSR berdasar perspektif Mobil

Cepu Ltd.

Pembagian peran tersebut adalah

Pemerintah berperan sebagai pembuat

kebijakan; Masyarakat (warga desa

kawasan Banyuurip) disebut sebagai

komunitas aktif berperan sebagai agen

perubahan (agent of change), tidak

dipandang sebagai penerima bantuan semata;

NGO sebagai penyedia keahlian, jaringan

dan pelaksana program; Mobil Cepu Ltd.

selaku perusahaan bertindak sebagai

penyedia dana dan jaringan.

Pada poin NGO, ketika berperan

sebagai penyedia tenaga ahli, jaringan dan

pelaku dari program CSR Mobil Cepu Ltd.

Hal ini tergambar dalam pelaksanaan

program, dimana LSM Farabi sebagai mitra

Mobil Cepu Ltd. dalam pelaksanaan CSR.

Pada sisi penyedia tenaga ahli, LSM Farabi

menyediakan tenaga ahli di bidang

infrastruktur (teknik) dan stok pendamping

dalam membantu pelaksanaan program di

tingkat komunitas lokal. Pada peran penyedia

jaringan, LSM Farabi bergerak di tataran

komunitas dan pihak-pihak penting dalam

memperbesar potensi keberhasilan program.

Pada peran pelaksana, LSM Farabi bergerak

di setiap pelaksanaan program dan

bertanggung jawab atas implementasi

program dan besaran dana yang digunakan

dalam pelaksanaan program.

Mobil Cepu Ltd. selaku pihak

penyedia dana program, menetapkan

beberapa aturan bagi NGO untuk

melaksanakan program sesuai dengan

tahapan yang perusahaan tentukan. Berikut

ini adalah bentuk tahapan ini adalah aturan

baku yang ditetapkan Mobil Cepu Ltd.

terhadap NGO yang menjadi mitra dalam

pelaksanaan CSRnya.

Gambar 2

Tahapan Pelaksanaan Program CSR

Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM Farabi

pada 12 Februari 2013

Penjelasan dari masing urutan fase tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, LSM akan melakukan

survey ke wilayah yang menjadi

sasaran program CSR untuk

mendapatkan data-data penunjang

apa saja yang diperlukan untuk

mendukung pelaksanaan program.

Misal pada program Water and

Sanitation akan dilakukan survey

kondisi air di wilayah desa, berapa

sumber mata air, berapa jumlah

warga desa yang sudah memiliki

jamban.

2. Sosialisasi Desa

Pada tahap ini, diadakan pertemuan

yang dihadiri pejabat desa, tim LSM,

perwakilan MCL, tokoh masyarakat

dan warga desa umum. Peserta yang

hadir akan mendapatkan penjelasan

Tahap Persiapan

Sosialisasi Desa

Pelatihan /Pembentukan

Tim Desa

MusDes Perencanaan

Musdes Pelaksanaan

Focus Group Discussion

(FGD)

Musyawarah Pertanggung

jawaban

MusDes

Serah Terima

Page 7: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

dari LSM terkait adanya program

CSR yang akan dilakukan di desa

mereka. Pada tahap ini juga akan

dibentuk tim pelaksana desa, yakni

tim yang beranggotakan beberapa

warga desa untuk menunjang

pelaksanaan teknis program.

Mekanisme pemilihan tim pelaksana

desa ditentukan oleh warga desa

yang hadir pada acara tersebut.

3. Pelatihan Tim Pelaksana Desa

Kegiatan ini berupa pelatihan tim

pelaksana desa. Tujuannya adalah

agar TimLak memiliki sejumlah

kapasitas yang menunjang

pelaksanaan program, seperti

penggunaan perangkat komputer dan

beberapa keahlian teknik. Tahapan

ini merupakan tahap yang diusulkan

oleh LSM Farabi pada tahun 2008 di

program CSR Water and Sanitation.

Usulan ini menjadi landasan tahapan

baku yang diterapkan Mobil Cepu

Ltd. di setiap program-programnya.

4. Musyawarah Desa Perencanaan

Peserta dalam kegiatan ini sama

seperti di Sosialisasi Desa. Dalam

Musyawarah Desa akan ada

sinkronisasi terkait anggaran dana

yang diminta oleh TimLak Desa dan

anggaran dana yang akan

dikeluarkan MCL untuk pelaksanaan

program.

5. Musyawarah Desa Pelaksanaan

Pada tahap ini sudah ada kejelasan

terkait berapa dana yang akan

didapat desa untuk pelaksanaan

program CSR. Selain itu akan

dibahas hal-hal teknis seperti berapa

jumlah dan darimana tenaga kerja

yang diberdayakan dalam

pelaksanaan program, berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan program.

6. Focus Group Discussion

Tahap ini berupa kegiatan yang

ditujukan untuk mengetahui Analisa

Masalah Dampak Lingkungan dan

Sosial yang diterima oleh desa

selama masa pelaksanaan program

serta penyerapan aspirasi solusi dari

warga desa atas permasalahan yang

muncul.

7. Musyawarah Pertanggungjawaban

Berupa kegiatan evaluasi dari

program yang telah dilaksanakan.

Sehingga bisa didapatkan saran-saran

membangun untuk keberlanjutan

program, ataupun program CSR pada

bidang yang lain (kesehatan,

pendidikan dan pengembangan

ekonomi).

8. Musyawarah Serah Terima

Berupa kegiatan formal penyerahan

program yang sudah didanai oleh

MCL kepada warga desa. Sama

halnya dengan tahapan

pelatihan/pembentukan tim desa,

tahapan ini merupakan tahap yang

diusulkan oleh LSM Farabi.

Tujuannya adalah memunculkan

sense of belonging warga terhadap

program.

Berdasarkan tahapan-tahapan diatas,

LSM Farabi beradaptasi dengan aturan

tahapan tersebut dengan membentuk

struktur pengorganisasian sebagai mana

yang tergambar dalam gambar berikut.

Page 8: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

Gambar 3

Struktur Teknis Farabi dalam Pelaksanaan CSR

Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM Farabi

pada 12 Februari 2013

Pendamping berperan sebagai fasilitator

tim-tim yang dibentuk oleh warga desa.

Koordinator desa adalah pihak yang

memiliki tanggung jawab penuh setelah

program manager di desa – desa yang

menjadi wilayahnya terkait dengan

berjalannya urutan fase – fase dalam

program kegiatan (Sosialisasi Desa, FGD

dan seterusnya). Tenaga Ahli bertanggung

jawab untuk menunjang kebutuhan keahlian

yang dibutuhkan dalam program, utamanaya

adalah keahlian teknik. Selain itu tenaga ahli

juga berperan untuk memberikan pelatihan

kepada tim pelaksana desa. Admin dan

Keuangan berfungsi untuk mengontrol

kerapian administrasi data arsip dan alur

masuk keluarnya uang yang digunakan

dalam program. Karena dana yang

dikeluarkan oleh Mobil Cepu Ltd. untuk

program akan dilewatkan ke LSM Farabi.

Dari LSM Farabi tersebut yang akan

meneruskannya untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi yang dibutuhkan tim pelaksana

desa dalam pelaksanaan program.

LSM Farabi sebagai mitra pelaksana

Mobil Cepu Ltd. juga berperan untuk

melakukan upaya persuasi kepada

masyarakat desa agar menyetujui konsep

CSR yang dibawa. Yakni konsep CSR yang

dilandaskan pada prinsip Kesehatan,

Pendidikan dan Ekonomi. Dalam persuasi

ini, Mobil Cepu Ltd. membebaskan cara

LSM untuk melakukannya. Tujuannya

adalah masyarakat memiliki pola piker

bahwa program yang mereka terima adalah

yang mereka butuhkan dan secara tidak

langsung mereka merasa sangat terbantu

dengan adanya kehadiran Mobil Cepu Ltd.

di sekitar mereka.

Selain itu, LSM Farabi juga berperan

meredam koflik yang ada pada masyarakat

jika ada permasalahan yang muncul pada

saat program atapun di luar program. Hal ini

memiliki kesesuaian dengan pernyataan dari

pihak Mobil Cepu Ltd. bahwa mereka akan

meminta LSM mitranya untuk

membantunya dalam menyelesaikan konflik

yang terjadi dalam masyarakat yang

berkaitan dengan kepentingan perusahaan.

Pelaksanaan Strategi Engagement and

Support oleh LSM Farabi terhadap Mobil

Cepu Ltd.

LSM Farabi berfokus pada pelaksanaan

strategi Engagement and Support. Hal ini

terbukti dalam kemitraan LSM Farabi dan

MobilCepu Ltd dari tahun 2008 – 2012.

Dalam kurun waktu tersebut, LSM Farabi

melibatkan dirinya hampir di setiap bidang

perhatian CSR Exxon (Kesehatan,

Pendidikan dan Ekonomi).

Variabel dari strategi Engagement and

Support diantaranya adalah adanya riset,

penggunaan persuasi kepada pihak

perusahaan, mengemas isu moral sebagai

bagian bisnis, dan model Partnership

Program Manager

Koordinator Desa

pendamping

pendamping

Koordinator Desa

pendamping

pendamping

Tenaga AhliAdmin dan Keuangan

Page 9: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

Oriented NGO. Berikut adalah penjabaran

dari masing-masing strategi.

1. Pelaksanaan Riset

Dalam hal pelaksanaan riset, LSM

Farabi melakukan koordinasi dengan pihak

Satlantas Bojonegoro untuk melakukan

penghitungan data jumlah angka kecelakaan

di daerah Bojonegoro dari tahun 2011-2012.

Data dari riset tersebut adalah berupa tabel

di bawah sebagai berikut. Tabel 1

Total Angka Kecelakaan di Kabupaten Bojonegoro 2011-

2012

No Thn Jumlah

Kecelakaa

n

Meninggal

dunia

Luka

Berat

Tabrak

Lari

1 2011 382 118 174 378

2 2012 733 136 34 1.227

Sumber: Satlantas Polres Bojonegoro

Data riset diataslah yang kemudian

digunakan LSM Farabi untuk meyakinkan

pihak Mobil Cepu Ltd. untuk menerima

usulan program Patroli Keamanan Sekolah.

LSM Farabi mampu mempersuasi Mobil

Cepu Ltd. untuk menyetujui program Patroli

Keamanan Sekolah yang diusulkan oleh

LSM Farabi. Hal ini berkaitan dengan

adanya Program Perbaikan Infrastuktur

Pedesaan yang didanai oleh Mobil Cepu

Ltd. Ketika akses transportasi sudah

diperbaiki, LSM Farabi melihat perlu

adanya pendidikan lalu lintas kepada

masyarakat lokal Banyuurip. Agar

kemudahan akses transportasi tersebut tidak

semakin menambah potensi kecelakaan di

kawasan tersebut. Program Patroli

Keamanan Sekolah diusulkan karena, LSM

Farabi berasumsi bahwa pendidikan lebih

berpotensi jika ditargetkan kepada civitas

akademisi (anak sekolah) daripada kepada

masyarakat awam.

Selain riset diatas, penulis menemukan

adanya kegiatan riset yang dilakukan LSM

Farabi di program yang lain. Sayangnya,

riset tersebut tidak digunakan untuk

memunculkan data guna memberikan usulan

program kepada perusahaan. LSM Farabi

melakukan riset pada saat program

Perbaikan Akses Sanitasi Pedesaan berupa

Kegiatan Participatory Rural Apraisal

(PRA). Teknis dari kegiatan tersebut adalah

mengajak masyarakat untuk melakukan

kajian kondisi perdesaan secara partisipatif

dan mampu mengidentifikasi potensi desa.

Hal tersebut dilakukan untuk mencari solusi

secara bersama-sama atas permasalahan

yang berkaitan dengan program peningkatan

akses air bersih dan sanitasi lingkungan

perdesaan. Menurut LSM Farabi kegiatan

riset tersebut adalah sarana untuk

melibatkan dan memberdayakan

masyarakat.

2. Melakukan Persuasi kepada pihak

MNC

Upaya persuasi LSM Farabi dalam hal

ini adalah menambah porsi keterlibatan

masyarakat dalam program CSR yang

didanai oleh Mobil Cepu Ltd. Dalam

menyampaiakan persuasinya, LSM Farabi

menggunakan sinkretisme antara Negara-

Perusahaan-Masyarakat. Sinkretisme

tersebut diambil oleh LSM Farabi

berdasarkan konsep filosofis hubungan antar

pihak kepentingan Mobil Cepu Ltd. dalam

gambar di bawah.

Page 10: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

Gambar 4

Filosofi hubungan Perusahaan, Masyarakat dan Pemerintah

Sumber: Wawancara dengan Program Manager LSM

Farabi pada 2 Juli 2013

LSM Farabi mengambil contoh

pengalaman hubungan mutualisme antara

Pemerintah dengan Perusahaan seringkali

tidak menguntungkan pihak Masyarakat.

Contoh MNC yang dijadikan contoh disini

adalah kondisi operasi perusahaan

internasional Freeport yang seringkali

mengalami pergejolakan dengan masyarakat

lokal. LSM Farabi menyampaikan opininya

bahwa perlu ada pelibatan lebih dari

masyarakat dalam pelaksanaan program.

Tentunya tidak semua masyarakat

dilibatkan, masyarakat yang dipilih adalah

masyarakat yang terdidik. LSM Farabi

menyampaikan bahwa dirinya memiliki cara

untuk membentuk masyarakat terdidik

tersebut. Salah satunya adalah dengan

membentuk komunitas pelaksana program

tingkat desa yang didampingi langsung oleh

LSM Farabi. Selain penambahan porsi

pelibatan berupa pembentukan komunitas,

LSM Farabi juga mengusulakan adanya

penciptaan momentum yang menunjukkan

kepemilikan masyarakat desa terhadap

program. Momentum tersebut adalah adanya

tahapan Serah Terima Program.

Bukti keberhasilan persuasi diatas

adalah sebagai berikut;

a. Pembentukan Komunitas

Pembentukan komunitas yang

dimaksud adalah komunitas pelaksana

program yang direkrut dari masyarakat desa.

Komunitas ini diharapkan nantinya mampu

menjaga keberlanjutan (sustainability)

program CSR. Salah satu bentuk komunitas

tersebut adalah KPAB, Tim Pelaksana dan

Koperasi Wirausaha Perempuan

KOPERNIK. Selain membentuk, LSM

Farabi juga melakukan upaya

pengembangan kapasitas di komunitas

tersebut, misalnya di KPAB, LSM Farabi

melakukan pengawalan hingga

pembentukan AD/ART serta upaya Capacity

Building yang diinisiasikan untuk didanai

oleh Mobil Cepu Ltd. dan disetujui pada

akhirnya.

b. Tahapan Pelaksanaan Program

Tahap pelaksanaan program yang

dimaksud adalah, tahap pembentukan tim

pelaksana desa, di Program Perbaikan

Infrastruktur: Timlak (tim pelaksana),

Program Perbaikan Akses Air Bersih:

KPAB (Kelompok Pengelola Air Bersih),

Program Perbaikan Akses Sanitasi Desa:

Tim Sanitasi Desa, Program Patroli

Keamanan Sekolah: Trainer. Selain itu,

LSM Farabi juga menginisiasi adanya

tahapan Serah Terima Program kepada

masyarakat desa. Hal ini kemudian menjadi

sistem tahapan pelaksana program yang

didanai Mobil Cepu Ltd.

3. Membawa Isu Moral sebagai

bagian dari Bisnis Perusahaan

Dalam mengemas isu moral CSR sebagai

bagian bisnis perusahaan, LSM Farabi

berangkat dari asumsi bahwa kegiatan CSR

MNC pada dasarnya adalah kegiatan

Civil

Society

State

Market

Page 11: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

tambahan yang difungsikan untuk

mendukung kegiatan bisnis perusahaan.

LSM Farabi menggunakan pendekatan

konsep CSR berdasarkan ISO 26000.

Pengertian dari konsep CSR yang dimaksud

adalah bahwa tanggung jawab dari suatu

organisasi atas dampak dari suatu

keputusan dan aktivitasnya terhadap

masyarakat dan lingkungan, melalui

perilaku etis dan transparan.

Penggunaan kata transparan tersebut

diterjemahkan LSM Farabi sebagai bentuk

kegiatan perusahaan akan dengan mudah

diakses ke publik. Tentunya, Mobil Cepu

Ltd. membutuhkan pencitraan yang positif

dari publik terkait kinerjanya (termasuk

dalam berinteraksi dengan masyarakat

lokal). Tentunya, pencitraan positif tersebut

sulit dilakukan jika perusahaan yang

menjadi speaker, oleh karenanya dia

membutuhkan pihak ke tiga.

Pada sisi tersebut, LSM Farabi

memiliki kemampuan untuk melakukan

upaya publikasi kegiatan CSR Mobil Cepu

Ltd. ke publik. Upaya publikasi yang

dimaksud bertujuan untuk menampilkan

keberpihakan perusahaan kepada

masyarakat desa. Bukti dari kegiatan ini

adalah pada setiap pelaksanaan/paska

program, LSM Farabi selalu

mendokumentasikannya dan menyampaikan

hal tersebut dalam bentuk berita di media

massa seperti JTV dan harian lokal Suara

Banyuurip. Kegiatan tersebut dilakukan atas

inisiatif dari LSM Farabi, dengan tujuan

memunculkan citra yang baik dari program

yang dilaksanakannya. Sekaligus Mobil

Cepu Ltd. diuntungkan karena dia juga

mendapat citra positif. Publikasi kegiatan

CSR ini dilakukan di setiap program

kemitraan LSM Farabi-Mobil Cepu Ltd. dari

tahun 2008-2012.

4. Karakteristik MNC sebagai

Target Strategi Engagement and

Support

Morton Winston menyampaikan bahwa

NGO adalah sebagai pihak yang aktif dalam

melibatkan diri mereka pada pelaksanaan

CSR yang dilakukan MNC. Dengan

demikian bisa dikatakan bahwa NGO adalah

pihak yang paling memiliki inisiatif untuk

mempengaruhi perusahaan (baik dalam

bentuk mempersuasi/mengancam) untuk

melaksanakan kegiatan tanggungjawab

perusahaan (CSR). Usaha mempengaruhi

tersebut terbagi dalam dua kelompok yakni

Pull dan Push. Pada Pelaksanaan CSR di

kawasan Banyuurip Bojonegoro yang

melibatkan antara LSM Farabi (NGO) dan

Mobil Cepu Ltd. (MNC), NGO lebih

menggunakan strategi Pull, yakni

Engagement & Support. Hal ini dikarenakan

adanya kondisi lapangan sebagai berikut:

MNC memiliki inisiatif untuk

melaksanakan CSR

MNC memiliki inisiatif untuk

mengajak NGO dalam pelibatan

pelaksanaan CSR sehingga NGO tidak

melakukan kegiatan bersifat push

(konfrontatif) pada perusahaan dalam

mempersuasi pelaksanaaan CSR

MNC memiliki keterbukaan dalam

menerima konsep CSR dari pihak luar

Kondisi Partnership antara NGO

negara berkembang dan MNC negara

maju

Kemampuan NGO negara berkembang

dalam mengembangkan Partnership

dengan MNC negara maju.

Page 12: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

MNC dari negara maju dianggap

memiliki kesiapan yang lebih baik untuk

melaksanakan program CSR dibanding

perusahaan domestik dari negara

berkembang, hal ini dilandaskan pada

beberapa alasan sebagai berikut (Solihin,

2009):

1. MNC telah memiliki kebijakan

(policy) yang menyangkut

pelaksanaan CSR baik disebabkan

oleh proses belajar yang panjang

maupun akibat kebutuhan untuk

mempertahankan reputasi

perusahaan supaya perusahaan

memiliki citra yang sangat positif

di mata publik di mana hal tersebut

akan mempengaruhi corporate

image, brand image maupun brand

loyalty, sebagai contoh, menurut

HR & Corporate Relations

Director, PT Unilever Indonesia

sudah melaksanakan aktivitas CSR

sejak tahun 1970-an.

2. MNC telah melaksanakan proses

belajar yang relatif panjang dalam

mengelola program CSR. Hal ini

mengakibatkan mereka memiliki

sumber daya manusia yang lebih

andal dalam mengelola CSR serta

administrasi yang lebih baik dalam

pengelolaan CSR.

3. Kebanyakan MNC berasal dari

negara maju yang memiliki

kesadaran terhadap sustainable

development lebih tinggi daripada

negara berkembang. Hal ini

diakibatkan oleh perbedaan tingkat

pendidikan di negara tersebut.

Survei yang dilakukan TNS

(perusahaan yang bergerak di

bidang informasi dan pemasaran

global) menunjukkan bahwa 86%

penduduk Indonesia dewasa yang

tinggal di kota-kota besar seperti

Jakarta, bandung dan Surabaya

tidak pernah mendengar mengenai

CSR. Survei ini dilakukan beberapa

waktu sebelum pelaksanaan

konferensi mengenai perubahan

iklim (climate change) di Bali.

Dengan belum adanya kesadaran

mengenai program CSR di sebagian

besar penduduk perkotaan di

Indonesia terhadap pelaksanaan

CSR oleh perusahaan korporasi

tidak sekuat di negara-negara maju.

4. Perbedaan mind set sebagaimana

disebutkan di poin 3 tersebut diatas,

diduga memiliki pengaruh terhadap

komitmen manajemen dalam

melaksanakan program CSR.

Solihin juga menyampaikan bahwa

MNC dari negara maju memiliki konsep

Corporate Social Responsivenes. Corporate

Social Responsiveness adalah bentuk

kapasitas dari suatu perusahaan dalam

memberikan respon terhadap tekanan sosial,

tindakan nyata sebagai suatu tanggapan

secara umum bagi masyarakat (Solihin;

2009). Corporate Social Responsiveness

tersebut dilakukan agar institusi perusahaan

dan para manajer yang mengalami

kesesuaian dengan lingkungan perusahaan.

Dalam hal ini, perusahaan mencari

legitimasi bagi keberadaaannya di mata

publik.

Ketika kita melihat karakteristik Mobil

Cepu Ltd., maka kita akan melihat

ExxonMobil sebagai induknya.dari tahun

2008-2012 ExxonMobil telah mngeluarkan

Page 13: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

anggaran dana untuk kegiatan Community

Investment (CSR), yang secara rata-rata

angkanya mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Sebagaimana terlampir dalam

tabel berikut.

Tabel 2

Anggaran Community Investment Exxon Mobil

2008 2009 2010 2011

Anggaran

Community

Investment (dalam

juta dollar USD)

225,2 235 237,

1

278,4

Sumber: “2011 Corporate Citizen Report Highlights”

Selain itu, Exxon Mobil telah cukup

lama melakukan kegiatan operasinya di

Indonesia, yakni sejak 1898 hingga

sekarang. Serta ExxonMobil banyak

memiliki wilayah operasi di Indonesia yang

terbagi dalam kegiatan hulu, eksplorasi dan

hilir. Wilayah operasi tersebut adalah Aceh

Production Operations, Blok Cepu. Blok

East Natuna, Blok Surumana, Blok Mandar,

Blok Gunting, blok Cendrawasih dan Blok

Coalbed Methane. Hal ini membuktikan

bahwa wilayah Indonesia merupakan

wilayah penting bagi kegiatan industri

ExxonMobil, oleh karena itu penting

baginya untuk menjaga citra perusahaan dan

meminimalisir potensi konflik dengan

mengadakan program pengembangan

masyarakat atau CSR.

Pada saat penulis melakukan

wawancara dengan pihak dari Mobil Cepu

Ltd. selaku MNC, mereka menyampaikan

bahwa telah melaksanakan kegiatan

pengembangan masyarakat lokal sebagai

upaya kegiatan tanggung jawab sosial

perusahaan. Pada pelaksanaannya Mobil

Cepu Ltd. memfokuskan kerja mereka

dalam tiga pilar yakni Kesehatan,

Pendidikan dan Ekonomi. Mobil Cepu Ltd.

melakukan inisiatif untuk melibatkan LSM

berdasarkan asumsi mereka bahwa LSM

mampu menjadi agen dalam

mengembangakan masyarakat dan

memunculkan dampak keberlanjutan

program CSR dan keuntungan intangible

lainnya (Rexy:2013).

5. Model Partnership Oriented NGO

oleh LSM Farabi

MNC dalam melaksanakan kegiatannya

seringkali dipandang sebagai bad guy

(Schepers:2006), oleh karenanya, MNC

butuh untuk melakukan program CSR untuk

meningkatkan tanggapan positif masyarakat

kepada dirinya. Tanggapan positif tersebut

akan didapat jika ada pemberdayaan

masyarakat dalam pelaksanaan program

CSR tersebut (Rexy:2013). Akan tetapi, bagi

MNC yang melaksanakan kegiatan industri

negara berkembang, tentunya akan kesulitan

dalam melakukan pemberdayaan masyarakat

(Schepers:2006), contohnya adalah MNC

Shell yang ingin melakukan kegiatan CSR di

bidang lingkungan dan sosial, akan tetapi

dikarenakan kesulitannya dalam

menghadapi keaneragaman lokal masyarakat

negara berkembang, program CSR tersebut

tidak bisa berjalan secara menyeluruh. Tidak

ada keterkaitan antara satu isu dengan isu

yang lain. Akhirnya pada World Summit on

Sustainable Development di tahun 2002,

Corporate Watch memberikan

“penghargaan” kepada Shell sebagai

perusahaan yang melakukan “Greenwash”.

NGO dikatakan sebagai agen yang

bergerak sebagai mediator, dia mampu

menghubungkan antara pihak MNC dengan

masyarakat lokal (Lister:2000). Di sisi lain,

NGO juga membutuhkan bantuan dana dari

Page 14: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

MNC untuk melaksanakan programnya.

Pada penelitian yang dikaji Monica X

Medina Palacios dalam tesisnya yang

berjudul Case Study: The Impact of MNC

and NGO Empowerment Programs on

Power Relations, NGO yang menjadikan

bantuan dana dari MNC sebagai pendanaan

utama mereka dalam pelaksanaan program

pengembangan masyarakat akan lebih

tergantung kepada MNC. NGO akan lebih

powerless terhadap MNC, sehingga NGO

akan mengalami keterbatasan dalam

melaksanakn perannya kepada MNC.

Pada kasus LSM Farabi dan Mobil

Cepu Ltd., terjadi hal yang serupa dimana

sebagian besar program LSM Farabi dalam

pengembangan masyarakat di Banyuurip

sebagian besar berasal dari dana Mobil Cepu

Ltd. Fakta ini sesuai dengan pernyataan dari

pimpinan LSM Farabi bahwa, LSM Farabi

yang berada di Bojonegoro lebih aktif dalam

melakukan kegiatan pengembangan

masyarakat. Dibandingkan di Surabaya yang

menjadi tempat kantor pusatnya. Hal ini

menandakan bahwa LSM Farabi yang

berlokasi di Banyuurip Bojonegoro lebih

memiliki kemudahan dana, sehingga bisa

tetap melakukan kegiatan pengembangan

masyarakat.

Penggunaan strategi Engagement and

Support membuat LSM Farabi hanya

memenuhi peranannya sebagai agen

penyedia jasa bagi Mobil Cepu Ltd. Hal ini

dikarenakan dia terikat oleh kontrak atau

kesepakatan kerjasama yang dibentuk

sebelum program dimulai. Perihal finansial

juga berpengaruh dalam membuat LSM

Farabi menggunakan strategi kerjasama

daripada strategi yang bersifat ancaman.

LSM Farabi secara finansial tidak cukup

kuat untuk menjalankan program-program

sosialnya, hal ini dibuktikan bahwa dalam

setiap program yang dijalanakan LSM

Farabi di kawasan Banyuurip secara

keseluruhan menggunakan dana dari Mobil

Cepu Ltd. Fakta ini menandakan bahwa

LSM Farabi merupakan sebuah lembaga

yang tidak mandiri secara finansial dan hal

ini memiliki dampak yang besar dalam

aktivitasnya. Padahal sebagai dalam kode

etik LSM disampaikan bahwa LSM yang

ideal adalah: Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi

non-pemerintah yang independen dan mandiri,

dan karena itu bukan merupakan bagian atau

berafiliasi dengan lembaga-lembaga negara dan

pemerintahan.

(Kode Etik LSM Bab 1 No. 1);

Ketidakmandirian LSM Farabi dalam hal

pendanaan tersebut menyebabkan dirinya

bergantung pada pola strategi yang bersifat

kooperatif (kemitraan/partnership), untuk

memunculkan ketertarikan dari Mobil Cepu

Ltd. Sehingga perusahaan tersebut akan

tetap mempercayainya sebagai mitra dalam

pelaksanaan CSR. Hal ini dikarenakan

Mobil Cepu Ltd. tidak akan selalu

mempertahankan kemitraannya dengan

LSM yang pernah menjadi mitranya

(Rexy;2013). Oleh karenanya LSM Farabi

cenderung menghindari strategi yang

bersifat konfrontatif dalam mempengaruhi

pelaksanaan CSR Mobil Cepu Ltd. atau

dalam memberikan usulan bentuk CSR.

Pada aplikasi CSR Mobil Cepu Ltd. –

LSM Farabi terdapat hal yang disayangkan

dimana hanya perusahaan yang mampu

mendapatkan keuntungan lebih dimana dia

mampu mendapatkan citra positif dari

CSRnya dan kontrol terhadap NGO. Strategi

“Pull” yang digunakan oleh LSM Farabi

Page 15: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

dalam bentuk Engagement and Support

ternyata hanya mampu menjelaskan

kondisinya yang mengalami ketergantungan

terhadap MNC. Hal ini terbukti dari semua

inisiatif LSM Farabi dalam pelaksanaan

CSR terbatasi oleh aturan dari Mobil Cepu

Ltd. Semua inisiatif tersebut memang

membantu memperbesar potensi

keberhasilan program, tapi tidak lantas

menjamin membantu memenuhi kebutuhan

masyarakat. Hal ini disebabkan adanya

batasan dari Mobil Cepu Ltd. dalam

mengadakan CSR hanya berdasar pada tiga

prinsip yakni Kesehatan, Pendidikan dan

Ekonomi.

Kontrol LSM Farabi sebagai NGO

terhadap Mobil Cepu Ltd. penulis rasa

masih kurang, hal ini terlihat dari tidak

adanya audit yang dilakukan LSM Farabi

terkait kegiatan industri Mobil Cepu Ltd.

yang merugikan masyarakat lokal dalam

jangka panjang. Misalkan pada kegiatan

pembebasan lahan petani oleh Mobil Cepu

Ltd guna memperluas kegiatan eksplorasi.

Pembebasan lahan tersebut tentu saja sangat

memberikan dampak yang buruk bagi warga

yang bekerja sehari-hari sebagai buruh tani.

Buruh tani yang biasanya dipekerjakan

untuk menggarap sawah orang lain, kini

kehilangan pekerjaan karena sebagaian besar

warga telah menjual sawahnya. Hal ini

terjadi di desa Mojodelik yang 60%

daerahnya sudah dibeli oleh pihak Mobil

Cepu Ltd.

Selain itu penggunaan akses jalan publik

oleh Mobil Cepu Ltd. untuk kegiatan

industri, hal ini tentunya kurang tepat bagi

perusahaan sekelas anak cabang

ExxonMobil. Akan tetapi hal tersebut

tertutup dengan adanya citra positif CSR

Mobil Cepu Ltd – LSM Farabi (Program

Perbaikan Infrastruktur Pedesaan). LSM

Farabi sendiri hanya membatasi

komunikasinya dengan Mobil Cepu Ltd.

pada hal-hal yang berkenaan dengan

memaksimalkan potensi keberhasilan CSR

dimana ia menjadi pelaksananya. Selain itu,

penggunaan strategi Engagement and

Support membuat konsep penawaran CSR

yang diinisiasikan LSM Farabi hanya berada

pada lingkup program yang sudah disepakati

atau berada pada 3 lingkup hal prinsip CSR

Mobil Cepu Ltd. (Pendidikan, Kesehatan

dan Ekonomi). Mobil Cepu Ltd. tidak

menerima pelaksanaan CSR di luar 3 prinsip

di atas. Dalam hal ini LSM Farabi juga tidak

mampu melakukan persuasi terhadap Mobil

Cepu Ltd. untuk melakukan kegiatan CSR di

bidang lain, walaupun hal tersebut

seharusnya yang menjadi kebutuhan

masyarakat. Salah satu contoh kasusnya

adalah Mobil Cepu Ltd menyatakan tidak

akan memberikan bantuan sebagai bentuk

tanggung jawab sosial perusahaan kepada

masyarakat dalam hal keagamaan.

Walaupun kebutuhan akan fasilitas

keagamaan menjadi hal dasar disana.

Kebutuhan agama bisa mendapatkan porsi

pendanaan CSR jika ia dikategorikan dalam

kebutuhan lain yang menjadi 3 prinsip CSR

perusahaan (Rexy;2013).

Penulis pernah berkomunikasi dengan

salah satu ketua KPAB disana bahwa

perusahaan tersebut tidak memberi bantuan

di bidang pembangunan masjid. Padahal jika

ditinjau dari pemakaiannya, masjid juga

masuk dalam kategori Infrastruktur Publik

yang seharusnya mendapat porsi dalam

Program Perbaikan Infrastruktur Publik.

Pada kasus diatas, LSM Farabi tidak mampu

Page 16: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

melakukan upaya persuasi, dikarenakan ia

tidak mampu menembus batasan prinsip

CSR yang dibuat oleh Mobil Cepu Ltd.

(Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi).

Contoh lain adalah dalam hal pelestarian

lingkungan, tidaklah menjadi poin utama

LSM ini dalam menginisiakan konsep CSR

pada perusahaan. Apalagi jika mengingat

banyaknya pembebasan lahan yang

dilakukan Mobil Cepu Ltd. dalam

melakukan kegiatan eksplorasinya.

Hal diatas semakin mengukuhkan

karakteristik Partnership Oriented NGO

pada LSM Farabi, dimana ia hanya

memusatkan perhatian pada isu yang

bersifat sederhana dan tidak menyeluruh,

dalam hal ini adalah isu tiga pilar

pemberdayaan masyarakat Mobil Cepu Ltd.

LSM Farabi tidak memiliki perhatian khusus

pada isu di luar 3 pilar tersebut.

Kesimpulan

Terdapat 5 indikator perilaku/kondisi

dimana NGO bisa dikatakan melaksanaan

Strategi Engagement and Support tersebut

diantaranya; Pertama, Penggunaan Riset

dilakukan oleh LSM Farabi dengan cara

melakukan koordinasi dengan pihak

Satlantas Bojonegoro untuk melakukan

penghitungan data jumlah angka kecelakaan

di daerah Bojonegoro dari tahun 2011-2012.

Data riset diataslah yang kemudian

digunakan LSM Farabi untuk meyakinkan

pihak Mobil Cepu Ltd. untuk menerima

usulan program Patroli Keamanan Sekolah.

LSM Farabi mampu mempersuasi Mobil

Cepu Ltd. untuk menyetujui program Patroli

Keamanan Sekolah yang diusulkan oleh

LSM Farabi.

Kedua, upaya Persuasi LSM Farabi

terhadap Mobil Cepu Ltd. Dalam

menyampaikan persuasinya, LSM Farabi

menggunakan sinkretisme antara Negara-

Perusahaan-Masyarakat. Tujuan dari

persuasi tersebut adalah menambah

pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan

program. Salah satunya adalah dengan

membentuk komunitas pelaksana program

tingkat desa yang didampingi langsung oleh

LSM Farabi. Serta, penciptaan momentum

berupa Serah Terima Program yang

memformalkan kepemilikan masyarakat

desa terhadap program.

Ketiga, Membuat Isu Moral Bernilai

Bisnis, LSM Farabi meengetahui kebutuhan

Mobil Cepu Ltd. untuk mendapatkan citra

positif untuk kelancaran usaha industrinya.

Citra tersebut akan didapatkan secara

optimal dari publikasi pihak ketiga. LSM

Farabi merupakan NGO di kawasan

Bojonegoro yang mampu membangun

jaringan dengan media massa. Sehingga

LSM Farabi memiliki kemampuan untuk

melakukan upaya publikasi kegiatan CSR

Mobil Cepu Ltd. ke publik untuk

meningkatkan citra positif perusahaan.

Keempat, karakteristik MNC sebagai

target strategi. Mobil Cepu Ltd. merupakan

MNC yang memiliki inisiatif dalam

menjalankan CSRnya. ExxonMobil (induk

Mobil Cepu Ltd.) telah mngeluarkan

anggaran dana untuk kegiatan Community

Investment (CSR), yang secara rata-rata

angkanya mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Mobil Cepu Ltd. sebagai MNC

dari negara maju dianggap memiliki

Corporate Social Responsiveness yakni

bentuk kapasitas dari suatu perusahaan

dalam memberikan respon terhadap tekanan

Page 17: ANALISA POLA STRATEGI NON GOVERNMENTAL ORGANIZATION HOST COUNTRY TERHADAP MULTINATIONAL CORPORATION: KETERLIBATAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT FARABI DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL

sosial, tindakan nyata sebagai suatu

tanggapan secara umum bagi masyarakat.

Kelima, LSM Farabi memusatkan

dirinya pada model Partnership Oriented

NGO, hal ini memiliki kesesuaian dengan

fakta kinerja LSM Farabi di lapangan, yakni

dimana ia hanya memusatkan perhatian pada

isu yang bersifat sederhana dan tidak

menyeluruh, dalam hal ini adalah isu tiga

pilar pemberdayaan masyarakat Mobil Cepu

Ltd.

Ada beberapa temuan menarik dari

penelitian ini yang bisa menjadi topik

penelitian-penelitan selanjutnya. Salah satu

diantaranya adalah apakah kemitraan yang

dibentuk Mobil Cepu Ltd. terhadap LSM

pada pelaksanaan CSR berpeluang mengikis

kemampuan (power) LSM dalam melakukan

upaya kontrol kepada perusahaan, dimana

LSM yang seharusnya bertindak sebagai

pengawas kinerja MNC kini beralih peran

menjadi pekerja bagi MNC.

REFERENSI

Buku

Agung, Anak. dan Mochanad, Yanyan. 2005.

Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Steans, Jill dan Pettinford, Lloyd. 2009. Hubungan

Internasional: Perspektif dan Tema (Edisi

Bahasa Indonesia). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Sholihin, Ismail. 2009. Corporate Social

Responcibility: From Charity to

Sustainability. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat

Wahyudi, Isa dan Azheri, Busyra. 2008. Corporate

Social Responcibility: Prinsip, Pengaturan

dan Implementasi. Malang: In-Trans

Publishing.

Jurnal

Winston, Morton (2002). NGO Strategies for

Promoting Corporate Social Responsibility.

Ethic & International Affairs 16, no.2

Monica X Medina Palacios (2008). Case Study: The

impact of MNC and NGO Empowerment

Programs on power relations. School of

Politics and International Relations,

University College Dublin.

Doh, Jonathan P. and Guay, Terrence R. (2006)

Corporate Social Responsibility, Public

Policy, and NGO Activism in Europe and the

United States: An Institutional-Stakeholder

Perspective. Journal of Management Studies

43:1.

Schepers, D H. (2006) The impact of NGO Network

Conflict on the Corporate Social

Responsibility Strategies of Multinational

Corporations. Business and Society, Vol. 45,

No. 282.

Lister, S. (2000) Power in Partnership? An Analysis

of an NGO’s Relationships with its partners.

Journal of International Development, No 12,

pp.227-239.

Publikasi Mobil Cepu Ltd.

Banyuurip Project Fact Sheet. 2012

Corporate Citizen Report.2012

ExxonMobil di Indonesia. Menghadapi tantangan

energi dunia. 2010

Kilas Banyuurip. 2013