Upload
nolaristi-ola
View
44
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Citation preview
ANGGARAN BERBASIS KINERJA
a. Pengertian
Anggaran merupakan pedoman kerja, alat pengkoordinasian kerja serta alat pengawasan kerja. Dengan memahami dan membiasakan diri melakukan penganggaran perusahaan akan lebih mampu dalam memprediksi perubahan yang akan terjadi dan dampaknya bagai perasi usaha, serta mempersuiapakan sedini mungkin segala perangkat yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Dengan penganggaran, tidak hanya perencanaan kegiatan yang dapat dilakukan, tetapi juga koordinasi dan pengendaliannya. Ketiga fungsi manajemen (perencanaan, koordinasi dan pengendalian) secara sekaligus tercermin dalam proses penganggaran.
Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget entity). Sesuai dengan pengertian anggaran bebasis kinerja, diharapakann adanya efisiensi dalam membuat anggaran. Dengan pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja didasarkan pada konsep ekonomi, efisiensi dan efektifitas dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik termasuk adanya pertanggung-jawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan sasaran dan indikator yang telah ditetapkan.
Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).
Marc & Jim (2005) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja adalah prosedur atau mekanisme
untuk memperkuat keterkaitan antara dana yang diberikan kepada instansi/lembaga pemerintah
dengan outcome (hasil/dampak) dan/atau output (keluaran), melalui pengalokasian anggaran yang
didasarkan pada informasi ‘formal’ tentang kinerja. Informasi kinerja ‘formal’: informasi mengenai
ukuran kinerja (performance measure), ukuran biaya untuk masing-masing kelompok output dan
outcome, dan penilaian atas efektivitas dan efisiensi belanja melalui berbagai alat analisis.
Anggaran berbasis kinerja adalah mekanisme dalam meningkatkan manfaat sumber daya yang
dianggarkan ke sektor publik terhadap pencapaian hasil (outcome) dan keluaran (output) melalui Key
Performance Indocators (KPI) yang terkait dengan tiga hal1 :
- pengukuran kinerja
- pengukuran biaya untuk menghasilkan penggunaan informasi kinerja outcome dan output
- Penilaian keefektifan dan efisiensi belanja dengan berbagai alat analisis
b. Tujuan dan Landasan Penganggaran Berbasis Kinerja
Tujuan Penganggaran Berbasis Kinerja adalah :
- menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly linkages
between performance and budget)
- Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran (operational efficiency)
- Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit kerja dalam melaksanakan tugas dan pengeloalaan
anggaran (more flexibility and accountability)
Adapun landasan konseptual dari anggaran berbasis kinerja tersebut adalah sebagai berikut.
- Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented)
- Fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager
manages)
- Alokasi anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi unit kerja yang dilekatkan pada
struktur organisasi (money follow function)
c. Siklus Anggaran dan Tahap-Tahap Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Penganggaran di sektor pemerintah sama halnya pada sektor komersial yaitu bertujuan untuk
mengatur alokasi sumber daya dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan. Di
Indonesia, anggaran tahunan dikaitkan dengan pencapaian atas Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM). Secara umum, hubungan antara anggaran dengan RPJM tersebut digambarkan
sebagai berikut.
1 Kerangka Pemikiran Reformasi Perencanaan dan Penganggaran : Modul 1, Bappenas
Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran disusun sampai dengan
saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Siklus anggaran berbeda dengan tahun
anggaran. Tahun anggaran adalah masa satu tahun untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan
anggaran atau waktu di mana anggaran tersebut dipertanggungjawabkan.Jelaslah, bahwa siklus
anggaran bisa mencakup tahun anggaran atau melebihi tahun anggaran karena pada dasarnya,
berakhirnya suatu siklus anggaran diakhiri dengan perhitungan anggaran yang disahkan oleh undang-
undang. Siklus anggaran terdiri dari beberapa tahap (fase) yaitu :
1. Tahap penyusunan anggaran
2. Tahap pengesahan anggaran
3. Tahap pelaksanaan anggaran
4. Tahap pegawasan peaksanaan anggaran
5. Tahap pengesahan perhitungan anggaran
Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan
strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen
yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu
ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolok ukur kinerja dan Standar
Pelayanan Minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan. Pengukuran kinerja
(tolok ukur) digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pemerintah.Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah
adalah aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan
indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya
manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka
perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran
(output) yang dihasilkan, peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan. ASB adalah penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Adapun tahapan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut.
1. Menentukan Visi dan misi (yang mencerminkan strategi organisasi), tujuan, sasaran, dan
target.
Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus
ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap
indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan
komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan
masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik.
2. Menentukan Indikator Kinerja.
Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja
harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk
menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan
maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi).Indikator kinerja berguna
sebagai dasar penilaian kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun
setelahnya.sehingga didapatkan petunjuk kemajuan dalam rangka mencapai tujuan atau
sasaran. Fungsi indicator kinerja adalah untuk memperjekas tentang apa, bagaimana, siapa dan
kapan suatu kegiatan dilaksanakan, menciptakan konsensus yang dibangun oleh stakeholders
serta membangun dasar pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja program pembangunan.
Indikator kinerja meliputi :
a. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses untuk
menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator
masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi
lainnya yang diperlukan.
b. Keluaran (Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan menggunakan
masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai
kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan dengan baik dan terukur.
c. Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari
suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah ditetapkan.
d. Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak
setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan
dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal.
e. Dampak (Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan.
Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya
baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.
3. Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program.
Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil
keputusan atas program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas. Dilakukannya pemilihan dan
prioritas program/kegiatan mengingat sumber daya yang terbatas.
4. Analisa Standar Biaya (ASB)
ASB merupakan standar biaya suatu program/kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien.Dalam menyusun ABK perlu memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam menyusun ABK yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Perolehan data kuantitatif bertujuan untuk :
1. Memperoleh informasi dan pemahaman berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan.
2. menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Berdasarkan data kuantitatif tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang melibatkan tiap level dari manajemen pemerintahan.
Hambatan-hambatan dalam proses penganggaran
1. Perubahan peraturan. Walaupun penyusunan ABK pada prinsipnya sederhana, pada tataran teknis tidak banyak staf di kabupaten yang memahami secara mendalam proses dan mekanisme pelaksanaannya. Hal ini antara lain disebabkan banyaknya perubahan peraturan yang terkait dengan penerapan ABK dalam lima tahun terakhir, serta kesulitan untuk memahami peraturan pelaksanaan tentang ABK yang berlaku saat ini. Beberapa pemerintah daerah mengakui mengalami kesulitan memahami peraturan tentang ABK. Kesulitan yang mereka alami semakin berat ketika pemerintah pusat mengganti suatu peraturan tentang ABK pada saat mereka tengah berusaha memahami aturan tersebut.
2. Perumusan nomenklatur program dan kegiatan belum mempertimbangkan aspek-aspek pengukuran kinerja (SMART: Spesific, Measurement, Attainable, Relevant, Timely). Hal ini menjadi indikasi bahwa seringkali aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat tidak berlandaskan kepada masukan dari pemerintah daerah. Salah satu kunci penyusunan ABK adalah penentuan ukuran kinerja. ABK mensyaratkan adanya ukuran kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi, baik terhadap outcome, output maupun kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai. Ukuran yang jelas akan memudahkan pemerintah, DPRD dan masyarakat untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan proses pembangunan di daerah.
3. Kesulitan lainnya adalah ketika mengaitkan antara output dengan biaya yang dikeluarkan dan standar pelayanan yang dipakai. Ada pandangan di kalangan pemerintah daerah bahwa karena kehutanan hanya merupakan urusan pilihan, maka tidak diperlukan Standar Pelayanan Minimum (SPM) seperti halnya urusan wajib. Pada dasarnya urusan pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengukuran kinerja akan lebih mudah dilakukan jika standar pelayanannya tersedia.
4. Kebutuhan pengukuran kinerja program yang berbeda-beda menurut peraturan dari Kementrian Teknis (Mendagri, MENPAN, LAN) sehingga pada saat perumusan hasil (outcome) terdapat tumpang tindih makna/pengertian, apakah untuk mengukur kinerja program atau kegiatan.
5. Relevansi antara keluaran (output) dengan hasil (outcome) sehingga menyulitkan dalam evaluasi kinerja di akhir tahun.
Pelaporan kinerja
Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, obyektif dan transparan. Laporan akuntabilitas kinerja menguraikan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi dalam rangka
pencapaian visi dan misi serta berguna sebagai bahan evaluasi atau umpan balik bagi pihak pihak yang berkepentingan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka instansi-instansi pemerintah diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaansumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan oleh masing-masinginstansi. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meliputi perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja.