Upload
fitry-adx
View
46
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Aliran sempalan
KELOMPOK 11 :
ANNA KHOLILAH
LILIS SUGIARTI
YULIA MAIZA R
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF QASIM
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh umat yang tetap mengikuti ajarannya.
Alhamdulillah berkat kerja sama dan kerja keras kelompok makalah ini bisa selesai sesuai
dengan apa yang diharapkan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, guna
pembenahan dalam penyusunan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.
Pekanbaru, 20 Oktober 2013
Kelompok 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
اختالفا فسيرى بعدى منكم يعش من فإنه
الخلفآء وسنة بسنتى فعليكم كثيرا
وا كوبهاوعض تمس المهديين اشدين الراألمور ومحدثات وإياكم بالنواجد عليها
وكل ضاللة بدعة وكل بدعة محدثة كل فإن
النار فى ضاللة“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup (setelahku) akan mendapati
perselisihan yang sangat banyak. Maka (dalam kondisi seperti itu) wajib atas kalian untuk
berpegang teguh dengan sunnah-ku dan sunnah para Al-Khulafa‘ur Rasyidun yang telah
mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi-gigi geraham.
Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam masalah agama),
karena sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap
bid’ah itu sesat. [dalam riwayat lain]: dan setiap kesesatan itu (tempatnya) di neraka. [HR.
Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad]
Aliran-aliran sempalan dalam islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau
menyimpang dari ajaran islam yang sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau
dalam bahasa agamanya disebut ahli bid’ah
Aliran dalam islam itu banyak, sebagai yang pernah di gambarkan oleh nabi semasa hidupnya
dalam sebuah hadits, di katakan umat islam akan terpecah sampai 73 firqah, demikian katanya :
"yahudi akan terpecah atas 71 aliran, nasrani akan berpecah atas 72 aliran, sedang umatku akan
terbagi bagi dalam 73 aliran". (al hadits). apa yang di sabdakan nabi itu mungkin terjadi, sudah
atau akan terjadi tetapi dalam sejarah islam dapat kita golongkan mazhab-mazhab yang banyak
itu atas 4 aliran besar yang pokok, yang akan kita perkatakan di sini dengan menyebut dasar-
dasar pendiriannya yang utama.
Ada sebuah pertanyaan yang harus diajukan, yaitu:
Mengapa mereka tersesat? Padahal mayoritas kelompok atau aliran tersebut menyatakan bahwa
mereka berada di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lalu apa yang menyebabkan mereka jatuh
pada penyimpangan dan kesesatan?
Jawabannya: karena mereka hendak memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak dengan apa
yang diajarkan dan diamalkan oleh generasi salaf. Masing-masing kelompok memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta cenderung
bertabrakan satu sama lain sesuai dengan kepentingan kelompoknya masing-masing. Tiap-tiap
kelompok menggunakan nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai tameng untuk melindungi
penyimpangan dan kesesatan mereka. Dengan cara meletakkannya tidak pada tempatnya, tidak
sesuai dengan apa yang telah dipahami, disampaikan dan diamalkan oleh generasi as-salafush
shalih.
1.2 RUMUSAN MASALAH1) Macam-macam aliran sempalan
2) Awal mulanya terjadinya setiap aliran sempalan?
3) Bagaimana pokok ajarannya tiap aliran?
4) Sekte-sekte tiap aliran
5) Siapa tokoh yang mendirikan aliran sempalan tersebut?
BAB II
1 Syi’ah
1.1 Pengertian Syi’ah
Syiah menurut etimologi bahasa Arab bermakna Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu
juga bermakna : Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Adapun menurut tertimologi
syariat bermakna : Mereka yang menyatakan bahwa Alli Bin Abu Thalib sangat utama diantara
para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin,
demikian pula anak cucu sepeninggalan beliau. Syiah dalam sejarahnya mengalami beberapa
pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, syiah mengalami perpecahan sebagaimana sunni
juga mengalami perpecahan mazhab.
1.2 Asal-usul Kemunculan Syi’ah
Pada saat Nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam mengalami pergolakan tentang siapakah
pengganti nabi yang akan menjadi khalifah. Semasa hidupnya, Nabi Muhammad tidak
memberikan wasiat siapakah kelak yang akan menjadi penerusnya. Musyawarah yang diadakan
kaum Mujahirin dan Anshar, terpilihlah Abu Bakar menjadi Khalifah yang pertama. Namun ada
golongan yang tidak setuju dengankeputusan tersebut. Mereka menginginkan Ali bin Abi Thalib
menjadi penerus kekhalifahan, karna posisi beliau sebagai ahli bait. Muncullah golongan Syiah
untuk membela dan menjadi pengikut Ali. Sebagai sepupu dan menantu Rasulullah, golongan
Syiah berpendapat bahwa Ali lah yang berhak menjadi khalifah.
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber
pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah
Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan
menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi
Muhammad, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut
keyakinan Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi
Muhammad.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Ahlus Sunnah menjadikan perbedaan pandangan
yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan
hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi
dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam
Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-
sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
1.3 Pokok Ajaran Syiah
Dalam Syi'ah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang
dalam agama). Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:
a. Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
b. Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
c. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai
pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
d. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat
sebagai penerus risalah kenabian.
e. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.
Dalam perkara ke-nabi-an, Syi'ah berkeyakinan bahwa:
a. Jumlah nabi dan rasul Tuhan adalah 124.000.
b. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad.
c. Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Beliau adalah
nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang pernah diutus Tuhan.
d. Ahlul-Bait Nabi Muhammad, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam
Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci
sebagaimana Nabi Muhammad.
e. Al-Qur'an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.
1.4 Sekte-sekte dalam aliran Syi’ahSecara global, sekte-sekte dalam mazhab Syi'ah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga
varian.
a. Kelompok ekstreem/ghulat
Menurut Imam Abu al Hasan al 'Asy'ari, mereka adalah kelompok yang telah
menyebal dari kelaziman konsep Syi'ah35. Sehingga mereka meyakini hal-hal yang
membawa kepada kekafiran. Mereka antara lain menuhankan 'Ali k.w, menuhankan
salah seorang pemimpin mereka, mendakwakan diri sebagai nabi dan lain sebagainya.
Dalam kategori kelompok ekstreem ini, menurut Abu al Hasan al Asy'ari terdapat
sebanyak 15 sekte. Yaitu: al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Harbiyyah, al
Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khithâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al
'Umairiyyah, al Mufadl-dlaliyyah, asy Syarî 'iyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah,
dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya
b. Kelompok Imammiyyah
Mereka juga dinamakan sebagai rafîdlah (penolak), karena menurut Abu Hasan al
Asy'ari mereka menolak dan mengingkari kepemimpinan Abu Bakar dan 'Umar.
Dalam kelompok ini terdapat 24 sekte. Mereka sepakat bahwa Nabi Saw. telah
menggariskan bahwa 'Ali k.w.-lah pemangku kekhalifahan setelah beliau, dengan
menyebut namanya secara jelas dan telah mendeklarasikannya kepada umat. Mereka
juga berpendapat bahwa mayoritas sahabat Rasulullah Saw. telah sesat karena tidak
mengikuti 'Ali Kw. setelah wafatnya Rasulullah Saw. Mereka juga berpendapat
bahwa imamah hanya dapat diterima jika telah digariskan oleh nash dan imamah
tersebut merupakan hak khusus keturunan Rasulullah Saw37. Ke-24 sekte tersebut
adalah: al Qath'iyyah, al Kaisaniyyah, al Karbiyyah, ar Rawandiyyah, ar Razâmiyyah,
Abu Muslimiyyah,al Harbiyyah, al Bayâniyyah, al Mughîriyyah, al Husainiyyah, al
Muhammadiyyah, an Nasâwiyyah, al Qarâmithah, al Mubârakiyyah, as Samîthiyyah,
al 'Ammâriyyah (al Futhiyyah), az Zarâiyyah, al Waqîfah, al Musâiyyah, dan
beberapa sekte lainnya yang masing-masing mempunyai doktrin yang berbeda
c. Kelompok Zaidiyyah
Dalam kelompok ini terdapat 6 sekte 39, yaitu al Jarudiyyah, as-Sulaimaniyyah, al
Batriyyah, an Nu'aimiyyah, al Ya'qubiyyah dan satu firqah yang berlepas diri dari
Abu Bakar r.a. dan 'Umar r.a. 40. M.H. Al Kasyif al Githa, dalam kitab Ahlu 'sy-
Syî'ah wa Ushûluha, bahkan mengatakan bahwa jika term Syi'ah diperluas bagi
semua sekte yang mengaku sebagai Syi'ah, maka barangkali akan ada seratus atau
lebih sekte dalam Syi' ah. Namun menurutnya lagi, saat ini, terma Syi'ah hanya
khusus bagi Imamiyyah sebagai sekte terbesar setelah Ahlussunnah wa al Jamâ'ah 41.
Tentang sekte-sekte di dalam Syi'ah tersebut, sengaja penulis singgung di sini, untuk
menunjukkan bahwa betapa untuk memformulasikan suatu konsep hubungan Sunnah-
Syi'ah, kita akan mengalami kesulitan. Karena masing-masing sekte dalam Syi'ah
tersebut mempunyai doktrin yang berbeda, maka sikap dan penilaian terhadap
masing-masing tersebutpun akan berbeda pula. Namun, dengan pengkhususan nama
Syi'ah bagi Imamiah oleh M.H. Al Kasyif al Githa, penentuan sikap terhadap Syi'ah
akan lebih mudah dilakukan. Dan penulis artikel inipun akan membatasi kajian hadist
pada sekte Syi'ah Imamiyyah. Namun, patut dicatat pula, bahwa pengkhususan yang
dilakukan M.H. Al Kasyif al Githa tersebut amat arbitrer, karena secara implisit ia
telah mencampakkan semua sekte-sekte lain yang bernaung di bawah bendera Syi'ah
selain Imamiyyah. Seperti Zaidiah dan sebagainya. Sikap monopolis tersebut tentu
akan ditentang oleh tokoh-tokoh Syi'ah non-Imamiah. Ironisnya, klaim Syi'ah sebagai
mazhab Ahlul Bait, saat ini amat patut dipertanyakan. Karena pada kenyataannya -
seperti dikatakan oleh Sayyed Hossein Nasr dalam pengantarnya terhadap buku Shi'te
Islam, karya M.H.Thabathaba'i- mayoritas Ahlul Bait saat ini justru bermazhabkan
Sunni. Beberapa ulama dari Ahlul Bait, seperti Sayyid Muhammad bin Alawy al
Hasany di Mekkah misalnya, menjadi ulama-ulama sunni yang disegani, dan mereka
dengan bersemangat mengcounter dan mengungkapkan kerancuan mazhab Syi'ah itu.
1.5 Tokoh-tokoh dalam Aliran Syi’ah
Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia
yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang
menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan)
dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.
Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
a. Nashr bin Muhazim
b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
e. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
g. Ali bin Babawaeh al-Qomi
h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
i. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi
m. Ayatullah Ruhullah Khomeini
n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
o. Sayyid Husseyn Fadhlullah
p. Murtadha Muthahhari
q. ‘Ali Syari’ati
r. Jalaluddin Rakhmat
s. Hasan Abu Ammar
BAB III
2 Khawarij
Rasulullah telah menyampaikan ciri-ciri detail kelompok radikal ini, walaupun beliau tidak
menyebutkan namanya. Berikut ini beberapa hadits Nabi yang menyampaikan tentang mereka:
قول من يقولون األحالم سفهاء األسنان حدثاء قوم الزمان آخر فى يأتىيجاوز ال الرمية من السهم يمرق كما اإلسالم من يمرقون البرية خير
قتلهم لمن أجرا قتلهم فى فإن فاقتلوهم لقيتموهم فأينما حناجرهم إيمانهمالقيامة يوم
“Akan datang di akhir zaman kelompok muda usia, lemah pemikiran, menyampaikan
perkataan makhluk terbaik. Mereka melesat dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah
dari busurnya. Iman mereka tidak melewati tenggorokan. Di manapun kalian jumpai mereka,
maka bunuhlah mereka. Karena membunuh mereka akan mendapatkan pahala pada hari
kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.1 Pengertian Khawarij
Khawārij (Arab: خوارج yang secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum
yang mencakup sejumlah aliran dalam Islamyang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi
Thalib, lalu menolaknya. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah
yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah.
Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan
pemimpin kaum muslimin.
Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin Abi
Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut
Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.
2.2 Asal-usul Khawarij
Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang khawarij, kaum muslimin
mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup
tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang
mana beliau masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan.
Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman.
Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali
bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan
'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh
'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya
terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak
mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat
hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin
abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan
Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib.
2.3 Prinsip Pemikiran Khawarij
a. Khalifah atau iman harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab.
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila telah memenuhi syarat.
d. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan
kezaliman.
e. Khalifah sebelum ali (abu bakar, umar, dan utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke-7
dari masa kekhalifahannya, utsman dianggap telah menyeleweng.
f. Khalifah ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng.
g. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng
dan telah menjadi kafir.
h. Pasukan jamal yang menyerang ali juga kafir
i. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis lagi anggapan mereka bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir)
apabila ia tidak maumembunuh muslim lain yangdianggap kafir, dengan resiko ia
menanggung beban harus dibunuh pula.
j. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung,wajib diperangi.
k. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
l. Adanya Wa’ad dan Wa’id
m. Amar ma’ruf nahi munkar
n. Memalingkan ayat-ayat Al-quran yang tampak samar.
o. Al-quran adalah makhluk
p. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari tuhan.
q. Dll.
2.4 Ajaran-ajaran KhawarijPada umumnya ajaran-ajaran Khawarij yang menonjol dalam sejarah pemikiran Islam adalah
di bidang theologi Islam dan di bidang politik.
a. Ajaran-ajaran Khawarij di Bidang Theologi Islam.
Ajaran-ajaran Khawarij di bidang ini pada umumnya berkisar pada soal iman, kufur,
dan persoalan dosa besar. Konsep iman menurut mereka merupakan kebalikan konsep
iman menurut aliran Murji’ah. Kalau konsep iman menurut aliran Murji’ah hanya
mengangkut soal kebenaran hati (al-tashdiq bi al-qalb), maka konsep iman menurut
Khawarij ditekankan pada amal di samping al-tashdiq.
Pendapat Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar tidak orang
Islam lagi, akan tetapi keluar dari Islam dan menjadi kafir, murtad, dan wajib dijatuhi
hukuman mati, karena konsep iman menurut mereka meliputi amal, bahkan amal
itulah yang pokok dari iman, rusaknya amal menyebabkan rusaknya iman. Kalau
iman sudah rusak oleh perbuatan dosa besar maka orang tersebut keluar dari Islam
serta menjadi kafir dan murtad. Sebagian sekte Khawarij ada yang berpendapat
bahwa dosa kecil yang dilakukan terus menerus akan menjadi dosa besar dan
pelakunya dapat dipandang keluar dari Islam.
b. Ajaran-ajaran Khawarij di Bidang Politik.
Ajaran khawarij yang menonjol di bidang politik berkenaan dengan pemilihan kepala
negara (khalifah) yang bersifat demokratis. Menurut mereka jabatan khalifah adalah
hak bagi setiap muslim yang memenuhi syarat. Jabatan tersebut tidak mesti dari
keluarga keturunan Nabi Muhammad apalagi dari suku Quraisy, akan tetapi siapa saja
dari orang Islam walaupun bukan Arab, ia berhak menjadi khalifah.
2.5 Sekte-sekte dalam Aliran Khawarij
Golongan atau sekte dalam aliran Khawarij di antaranya:
a. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah mereka yang keluar dari barisan ‘Ali ketika berlangsung
peristiwa tahkim (arbitrase) dan kemudian berkumpul di suatu tempat yang bernama
Harura, bagian dari negeri Kufah. Pimpinan mereka di antaranya ‘Abdullah bin al-Kawa,
Utab bin al-A’war, ‘Abdullah bin Wahab al-Rasiby. Al-Muhakkimah ini adalah golongan
Khawarij pertama yang terdiri dari pengikut-pengikut ‘Ali. Merekalah yang berpendapat
bahwa ‘Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara yang menjadi hakim pada peristiwa tahkim,
serta semua orang yang menyetujui tahkim sebagai orang-orang yang bersalah dan
menjadi kafir.
Al-Muhakkimah itu sendiri dimaksudkan untuk prinsip dan slogan mereka yang
berhukum dengan hukum Allah, “la hukma illa Allah”.
b. Al-Zariqah.
Al-Zariqah merupakan sekte terbesar kedua setelah al-Muhakkimah. Nama sekte ini
diambil dari pimpinan terpilih mereka, yaitu Nafi bin al-Azraq. Mereka berdomisili di
perbatasan Irak dan Iran. Paham-paham mereka sedikit lebih radikal atau ekstrem
ketimbang al-Muhakkimah.
Prinsip yang membedakan aliran al-Zariqah dari aliran Khawarij lainnya ialah:
1) Mereka memandang orang yang berbeda pendapat dengan merekatidak hanya
bukan Mu’min, tetapi juga musyrik, kekal di neraka serta halal diperangi dan
dibunuh.
2) Di wilayah perang dibenarkan melakukan tindakan apapun yang dibolehkan
dalam peperangan melawan orang kafir, baik merampas harta, menahan anak-
anak dan para wanita, memperbudak musuh yang tertangkap, serta boleh
membunuh orang dari pihak yang tidak mau turut berperang.
3) Mereka juga berpendapat bahwa anak-anak dari orang yang berbeda paham
dengan al-Zariqah adalah kekal di neraka.
4) Dalam bidang fiqh, mereka tidak mengaku adanya hukum rajam.
5) Hukuman dera bagi pelaku zina hanya diberlakukan pada orang yang menuduh
bahwa wanita terpelihara (muhshan) telah berzina.
6) Mereka juga berpendapat bahwa para nabi bisa saja melakukan dosa besar dan
kecil.
c. Al-Najdah
Sekte ini dinamakan al-Najdah karena dinisbatkan kepada pimpinan terpilihnya, yaitu
Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah di Arabia Tengah. Terpilihnya Najdah
sebagai pemimpin sekte ini tidak terlepas dari sumbangan Abu Fudaik dan kawan-
kawannya yang pada awalnya adalah pengikut al-Azraq dari sekte al-Zariqah juga. Para
pendiri sekte ini pergi meninggalkan al-Zariqah disebabkan karena mereka tidak dapat
menerima beberapa ajaran yang ekstrem dari al-Zariqah. Di antaranya tentang orang yang
tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Zariqah adalah musyrik. Dan ajaran yang
membolehkan membunuh anak dan isteri orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan
mereka.
Paham mereka tidak seekstrem paham al-Zariqah. Bagi mereka orang yang tidak secara
aktif mendukung mereka tidaklah dianggap kafir, tetapi hanya sekedar munafik. Mereka
memberikan wewenang kepada anggotanya untuk hidup di wilayah lain, sekalipun di luar
wilayah kekuasaan Khawarij. Mereka membolehkan anggotanya untuk melakukan
taqiyah (yaitu suatu sikap yang menyembunyikan pandangan ke-Najdahannya).
d. Al-Jaridah
Penamaan sekte ini juga dinisbatkan kepada tokoh utamanya, yaitu ‘Abd al-Karim Ibn
Ajrad. Di samping sekte al-Najdah, sekte ini tergolong sedikit lebih moderat. Hal itu
tergambar dari pendapat mereka tentang berhijrah. Bagi mereka, berhijrah bukanlah
merupakan kewajiban, melainkan hanyalah sebuah kebajikan. Karena itu, orang-orang al-
Jaridah boleh saja berdomisili di luar daerah kekuasaan sekte al-Jaridah.
Pendapat sekte al-Jaridah yang menonjol adalah penolakan mereka terhadap surat Yusuf
yang mengisahkan tentang cinta. Karenanya, surat Yusuf tidak mereka akui sebagai
bagian dari al-Qur’an.
e. Al-Sufriah
Penamaan sekte ini juga dinisbatkan kepada tokoh utamanya, yaitu Zaid Ibn al-Asfar.
Aliran ini juga dianggap ekstrem seperti al-Zariqah. Di antara pendapat-pendapat mereka
juga ada yang terkesan lebih lunak terutama untuk hal-hal berikut ini:
1) Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidaklah dipandang kafir.
2) Mereka tidak sependapat dengan pendapat yang boleh membunuh anak-anak
orang kafir (musrik).
3) Mereka membagi dosa besar menjadi dua.
a) Dosa besar yang ada sangsinya di dunia seperti berzina, membunuh, dan
mencuri.
b) Dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan shalat
dan puasa.
4) Cakupan dar al-harb (daerah yang harus diperangi) juga dibatasi.
5) Kufr tidaklah selamanya keluar dari agama Islam
6) aqiyah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
7) Untuk keamanan diri, seorang wanita muslim boleh kawin dengan satu lelaki
kafir, didaerah bukan Islam.
f. Al-Ibadiah
Sekte ini juga dinisbatkan kepada pimpinannya, yaitu ‘Abdullah Ibn Ibad. Sebelumnya,
Ibn Ibad adalah pengikut al-Zariqah. Karena tidak bisa menerima pendapat-pendapat
ekstrem al-Zariqah, maka ia kemudian memisahkan diri dari kelompok ekstrem itu. Di
antara pendapat-pendapat sekte al-Ibadiah ini ialah:
1) Orang yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah
musrik, tetapi kafir.
2) Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah dar al-harb,
tetapi tetap dar al-tauhid.
3) Pelaku dosa besar masih tetap muwahhid, yaitu orang yang meng-Esa-kan
Tuhan.
4) Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata.
5) Aliran-aliran Khawarij yang Dipandang Keluar dari Islam
a. Yazidiyyah
Aliran ini semula adalah pengikut aliran al-Ibadiah, tetapi kemudian
berpendapat bahwa Allah akan mengutus seorang rasul dari kalangan luar Arab
yang akan diberi kitab yang akan menggantikan syari’at Muhammad.
b. Maimuniyyah
Aliran ini membolehkan seseorang menikahi cucu-cucu perempuan dari anak
laki-laki dan anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan.
Mereka juga mengingkari surat Yusuf dalam al-Qur’an dan tidak mengakuinya
sebagai bagian dari al-Qur’an, karena menurut mereka surah itu berisi kisah
porno, sehingga tidak pantas dinisbahkan kepada Allah. Dengan pendapat itu
mereka sebenarnya telah mencela Allah karena keyakinan mereka yang salah.
BAB IV
3 Mu’tazilah
3.1 Pengertian Mu’tazilahAliran Mu’taziliyah (i'tazala anna; "memisahkan diri") muncul di Basra, Irak, pada abad
2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya
Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim
berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Wasil bin Atha' berpendapat
mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
3.2 Asal-Usul Mu’tazilah
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam
selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu
pula kelompok ini telahmenumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlus
Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mu’tazilah tersebut
muncul di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada
masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin AbdulMalik.
Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama
Washil bin ‘Atha Al-Makhzumi Al-Ghozzal.
Secara umum, aliran Mu’tazilah melewati dua fase yang berbeda. Fase Abbasiyah (100 H
– 237 M) dan fase Bani Buwaihi (334 H). Generasi pertama mereka hidup di bawah
pemerintahan Bani Umayah untuk waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenuhi zaman
awal Daulah Abbasiyah dengan aktivitas, gerak, teori, diskusi dan pembelaan terhadap agama,
dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran baru. Dimulai di Basrah. Kemudian di sini berdiri
cabang sampai ke Baghdad. Orang-orang Mu’tazilah Basrah bersikap hati-hati dalam
menghadapi masalah politik, tetapi kelompok Mu’tazilah Baghdad justru terlibat jauh dalam
politik. Mereka ambil bagian dalam menyulut dan mengobarkan api inquisisi bahwa “Al Qur’an
adalah makhluk”.
Memang pada awalnya Mu’tazilah menghabiskan waktu sekitar dua abad untuk tidak
mendukung sikap bermazhab, mengutamakan sikap netral dalam pendapat dan tindakan. Konon
ini merupakan salah satu sebab mengapa mereka disebut Mu’tazilah. Mu’tazilah tidak mengisolir
diri dalam menanggapi problematika imamah –sebagai sumber perpecahan pertama-
tetapimengambil sikap tengah dengan mengajukan teori “al manzilah bainal manzilatain”. Akan
tetapi di bawah tekanan Asy’ariah nampaknya mereka berlindung kepada Bani Buwaihi.
3.3 Pokok Ajaran dalam Aliran Mu’tazilah
Pokok ajaran kaum Mu’tazilah berkisar pada 5 (lima) soal, yaitu :
1) Tauhid (ke Esaan Tuhan).
2) Al ’Adl (keadilan Tuhan).
3) Al Wa’du Wal Wa’id (janji baik dan janji buruk).
4) Manzilah Bainal Manzilatein (tempat diantara dua tempat).
5) Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar.
3.4 Konsep Pemikiran dalam Aliran Mu’tazilaha. Ketauhidan
Mu’tazilah menafikan dan meniadakan Allah Ta’ala itu bersifat dengan sifat-sifat yang
azali dari ilmu, qudrat, hayat dan sebagainya sebagai dzat-Nya.
Perkataan yang mengatakan bahwa Allah itu mempunyai sifat-sifat yang qadim, akan
menunjukkan bahwa Allah itu berbilang. Padahal Allah Maha Esa, Tiada yang
menyekutuinya satupun juga. Dan tidaklah sekali-kali dzat-Nya itu banyak atau
berbilang. Allah tidak seperti sesuatu apapun, Allah tidak berjisim, tidak bersifat, tidak
berunsur, dan tidak juga berjauhan.
Mu’tazilah mentakwilkan segala ayat-ayat yang mengandung pengertian tentang Allah
itu bersifat, sifat-sifat itu dapat membawa faham bahwa Allah itu sama dengan makhluk-
Nya. Karena Alah tidak sama dengan makhluk-Nya ( للحوادث .( المخالفةb. Dosa Besar.
Orang Islam yang mengerjakan dosa besar, yang sampai matinya belum taubat, orang
tersebut dihukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya itu.
Mereka itu dinamakan orang ”fasiq”. Berhaklah mereka masuk ke neraka karena
kefasikannya dan kekal-lah mereka di neraka itu. Karena menurut pendapat aliran
Mu’tazilah, orang yang demikian itu tidak kafir dan tidaklah mukmin, jadi ada suatu
tempat tersendiri diantara keduanya untuk mereka yang melakukan dosa besar.
c. Qadar
Mereka berpendapat : Bukanlah Allah yang menjadikan segala perbuatan makhluk, tetapi
makhluk itu sendirilah yang menjadikan dan menggerakkan segala perbuatannya. Oleh
karena itulah, mereka di beri dosa dan pahala.
Aliran Mu’tazilah mempertahankan adanya ”kemauan” dan ”kebebasan pilihan”, karena
mereka hendak menyelamatkan prinsip ”keadilan Tuhan”, yang tidak mungkin memberi
pahala atau siksa kecuali atas perbuatan-perbuatan yang keluar dari manusia itu sendiri,
yang tahu akan perbuatannya dan menghendakinya pula. Karena akal manusia bisa
membedakan antara kebaikan dan keburukan, maka artinya ia dapat mengadakan pilihan.
d. Kedudukan Akal.
Sepanjang sejarah tersebut bahwa salah satu keistimewaan bagi kaum Mu’tazilah ialah
cara mereka membentuk madzhabnya, banyak mempergunakan akal dan lebih
mengutamakan akal, bukan mengutamakan Al Qur’an dan Hadist.
Kalau di timbang akal dengan hadist nabi Muhammad SAW, maka akal lebih berat bagi
mereka. Mereka lebih memuji akal mereka di banding dengan ayat-ayat suci dan hadist-
hadist nabi.
3.5 Sekte dalam Aliran Mu’tazilah
a. Al-Washiliyyah
Aliran yang memilih pemikiran-pemikiran Washil ibn Atha, Al Gazzal al-Altsag (80 H/
699 M 131 H/748 M) seorang tokoh Mutazilah yang paling menonjol. Washil belajar ilmu fisika
dan hadits kepada hasan al Bashri. Dia hidup pada masa pemerintahan khalifah Abdul al Malik
ibn Marwan, Hisyam ibn Abd al-Malik, ajaran Washil diantaranya: Pertama, menolak adanya
sifat-sifat Allah seperti Ilmu, Qudrat, Iradat dan Hayat. Menurutnya mustahil ada dua Tuhan
yang Qadim dan Azali.
Kedua, tentang takdir, mereka sepakat.dengan Mabad al Jauhari (80 H) dan Ghillan al-
Damisqi. Tapi pendapat Washil dalam hal ini melebihi pendapatnya tentang sifat, katanya: Allah
adalah hakim yang adil, karenanya tidak mungkin disandarkan kepada-Nya keburukan dan
kedzhaliman, tidak mungkin Allah menghendaki dari manusia sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang diperintahKan-Nya.
Ketiga, tentang orang yang terlibat dalam perang Jamal dan Shiffin, menurutnya salah
satu kelompok memang tersalah, demikian juga dengan orang yang membunuh dan menghina
Utsman ibn Affan. Katanya:Salah satu kelompok jelas ada yang berbuat fasik demikian juga
pada berlaku pada orang-orang yang saling mengutuk (lian), namun tidak diketahui persis
kelompok mana. Karena itu minimal hukum yang dikenakan pada dua kelompok tersebut, bahwa
persaksiannya tidak diterima seperti tidak diterimanya persaksian Ali ibn Abi Thallib, Jubair,
Talhah dan mungkin juga yang tersalah abalah Utsman binAffan.
b. Al-Huzailiyyah
Murid-murid Abu al-Hudzail al-Allaf, seorang tokoh Mutazilah abad kedua (135-226 H)
yang merupakan salah seorang tokoh dan pengonsep Mutazilah. Ia belajar dengan
seorangbernama Utsman ibn Khalid ibn Thawil sedang Utsman ibn Khalid pernah belajar dengan
Whasil ibn Atha yang menerima ajaran itu dari Abu Hasyim Abdullah ibn Muhammad ibn
Hanafiah.
Pendapat Abu Huzail diantaranya: Menurutnya Iradah Allah tidak ada tempatnya, Allah
hanya menghendakinya. Huzail lah yang pertama mengemukakan masalah ini dan kemudian
dikembangkan lalu diikuti oleh orang lain, selain itu ia juga berpendapat ada sebagian Kalam
Allah yang tidak mempunyai tempat seperti kun dan ada sebagian Kalam Allah yang mempunyai
tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya amar (perintah) seharusnya
menciptakan bukan amar Taklif (perintahpembebanan).
c. An-Nazhzhamiyyah
Pengikut pendapat Ibrahim ibn Yasar al-Nazham (185-231 H), seorang murid Abu al-
Hudzail. Dia banyak mempelajari buku-buku filsafat sehingga pendapatnya tidak jauh berbeda
dengan Mutazilah tetapi ada sedikit perbedaan yaitu ia berpendapat bahwa Allah tidak berkuasa
untuk menciptakan keburukan dan maksiat karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak
(qudrah) Allah.
d. Al-Khatabiyyah dan al-Hadidiyyah
Pendirinya terdiri dari dua orang yaitu Ahmad ibn Khabith (232 H) dan Al-Fadhal al-
Haditsi (257 H). Dua tokoh ini termasuk murid An-Nazhzham sehingga pendapatnya hampir
serupa hanya ada sedikit perbedaan yaitu keduanya mengakui bahwa Isa al Masih memang
Tuhan sebagaimana dianggap oleh orang Nasrani, yang menurutnya pada hari kiamat nanti dia
menghitung segala amal perbuatan manusia. Keyakinan ini diperkuat dengan beberapa ayat Al
Quran diantaranya:
“Dan datanglah Tuhan mu, sedang malaikat berbaris-baris (Q.s AI Fajr: 22)”
e. Al-Bisyariyyah
Pengikut Bisyar ibn al-Mutamar (226 H). Ia berpendapat bahwa warna, rasa, bau, dan apa
saja yang dapat dicapai melalui panca indera termasuk penglihatan dan pendengaran, dan apa
saja yang terjadi pada manusia dari akibat gerak tak langsung, disandarkan pada manusia karena
terjadinya dari perbuatan manusia.
f. Al Muammariyah
Pengikut Muamar ibn Ubbad al-Salma (220 H), yamg tergolong tokoh penting yang
menentang adanya sifat bagi Allah. Pendapatnya yang penting adalah tentang kepercayaannya
pada hukum alam. Ia mengatakan bahwa Allah menciptakan benda-benda materi, adapun al-
Arad atau accidents (sesuatu yang datang dari benda-benda) itu adalah hasil hukum alam.
Misalnya: jika sebuah batu dilempar ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh
lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Allah.
g. Al-Mardariyyah
Pendiri ajaran ini adalah Isa ibn Shabih (226 H) yang dijuluki Abu Musa atau Mardar, ia
berpendapat manusia mampu saja membuat kalimat yang sefasih Al Quran, pendapatnya sangat
berlebihan yaitu Al Quran adalah ciptaan Allah dan mengkafirkan orang yang berpendapat
bahwa Al Quran itu Qadim (kekal), Ia juga menolak bahwa Allah SWT dapat dilihat dengan
mata kepala di akhirat.
h. Al-Tsumamah
Pendirinya adalah ats-Sumamah ibn Asyras namir (213 H). Ia berpendapat orang kafir,
musyrik, penganut majusi, nasrani, yahudi zindiq, dan atheis pada hari kiamat nanti akan
menjadi tanah seperti juga binatang dan anak orang yang tidak beriman. Selain itu ia juga
berpendapat bahwa manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya karena dalam
dirinya telah tersedia daya untuk berbuat. Tentang daya akal ia berkesimpulan bahwa akal
manusia sebelum turunnya wahyu dapat mengetahui perbuatan baik serta perbuatan buruk, Jadi
wahyu turun hanya untuk memberikan konfirmasi.
i. Al-Hisyamiyyah
Pendirinya adalah Hisyam ibn Amr al-Fuwathi (226 H). Ia menolak penyandaran suatu
perbuatan kepada Allah, sekalipun hal itu dengan jelas ditegaskan dalam Al Quran, Menurut
pendapatnya Allah tidak mempersatukan kaum Muslimin, namun kaum muslimin sendiri yang
mempersatukan hati mereka. Padahal dalam Al Quran ditegaskan:
“niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka. (Q.s Al Anfaal: 63”)
Penduduk Madinah terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum nabi
Muhammad SAW hujrah ke Madinah; di kemudian hari mereka masuk Islam, dan permusuhan
itupun hilang.
Ia juga berpendapat apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada
wujudnya sekarang, alasan yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya menciptakan surga dan
neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki surga dan neraka.
j. Al-Jahizhiyyah
Pendirinya adalah Amr ibn Bahr Abi Utsman al-Jahiz. Ia termasuk tokoh Mutazilah dan
pengarangbuku-buku Mahzab Mutazilah, ia hidup pada pemerintahan Khalifah Al Muthasim dan
Al Mutawakkil. Menurutnya penghuni neraka tidak akan kekaldisiksa dalam neraka karena
penghuni neraka akan berubah menjadi bagian dari neraka itu. Ia juga menyatakan dalam
tulisannya Al Jahiz Abu Usman ibn Bahr dijumpai paham naturalisme atau kepercayaan akan
hukum alam yang oleh kaum Mutazilah disebut sunnah Allah.
k. Al-Khayatiyyah dan Al-Kabiyyah
Pendirinya adalah Abu Husain ibn Abi Amr al-Khayyath (300 H). Ia berpendapat bahawa jika
Allah dikatakan berkehendak maka kehendak Allah itu bukanlah sifat yang melekat pada Zat
Allah dan bukan pula diwujudkan melalui Zat-Nya. ft Al-Jubaiyyah dan Al Bahsyaniyyah;
Pendirinya Bahsyaniyyah adalah Abu Ali Muhammad ibn Abd al-Wahab al-Jubal (295 H) dan
Abu Hasyim Abd as-Salam (321 H). Keduanya berpendapat manusiatidak melihat Zat Allah di
akhirat dan semua perbuatan yang lahir dari manusia dan maksiat semuanya mengetahui yang
baik dan yang burukserta mengetahui kewajiban berbuat yang baik dan meninggalkan yang
buruk. Pendapat ini menjadi ajaran Mutazilah yang penting.
BAB V
4 Al-Murji’ah
4.1 Pengertian Al-Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan,
dan pengharapan.Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi
harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.Selain
itu, arja’a berarti pula meletakan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang
mengemudikan amal dari iman.Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
4.2 Asal-Usul Al-Murji’ah
Awal mula timbulnya Murji’ah adalah sebagai akibat dari gejolak dan ketegangan
pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang kemudian mengarah ke bidang
teologi. Pertentangan politik ini terjadi sejak meninggalnya Khalifah Usman yang berlanjut
sepanjang masa Khalifah Ali dengan puncak ketegangannya terjadi pada waktu perang Jamal
dan perang Shiffin. Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi
menjadi dua golongan yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali lalu terpecah
menjadi dua yaitu Syi’ah dan Khawarij.
Setelah wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah (661M). Kaum
Khawarij dan Syi’ah yang saling bermusuhan, mereka sama-sama menentang kekuasaan
Bani Umayyah itu. Syi’ah menganggap bahwa Muawiyyah telah merampas kekuasaan dari
tangan Ali dan keturunannya. Sementara itu, Khawarij tidak mendukung Muawiyyah karena
ia dinilai telah menyimpang dari ajaran islam. Di antara ke tiga golongan itu terjadi saling
mengkafirkan.
Dalam suasana pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murji’ah yang ingin
bersikap netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara
golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-sahabat yang bertentangan itu
merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh
karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan
memandang lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di hadapan
Tuhan
4.3 Pokok Ajaran Al-Murji’ah
1. Rukun iman ada dua, yaitu iman kepada Allah dan iman kepada utusan Allah.
2. Orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama ia masih beriman, dan bila meninggal
dunia dalam keadaan berdosa tersebut ketentuan tergantung Allah di akhirat kelak.
3. Perbuatan kemaksiatan tidak berdampak apapun terhadap seseorang bila telah beriman.
Dalam artian bahwa dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan
keimanan tidak dapat pula mempengaruhi dosa. Dosa ya dosa, iman ya iman.
4. Perbuatan kebajikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir. Artinya perbuatan
tersebut tidak mengahapus kekafirannya dan bila telah muslim tidak juga bermanfaat, karena
melakukannya sebelum masuk islam.
4.4 Sekte dalam Aliran Al-Murji’ah1) Kelompok Al-Jahmiyah.
Adapun golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya
disebut al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada
Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir,
karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh manusia tetapi dalam
hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan
iman, meskipun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi
degan menyembah berhala atau Kristen dengan menyembah salib, menyatakan
percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap
mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang yang demikian bagi Allah merupakan
mukmin yang sempurna imannya.
2) Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan
danKufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka
sembahyang tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadat adalah iman
kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah
ibadah melainkan sekedar mengamabrkan kepatuhan.
3) Kelompok Al-Yunusiyah
Kaum Yunusiyah yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi
berpendapat bahwa ”iman” itu adalah mengenai Allah, dan menundukkan diri
padanya dan mencintainya sepenuh hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul
pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya, seperti
“taat” misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan bukanlah
iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan
saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar.
4) Kelompok Al-Ubaidiyah
Al-Ubaidiyah di pelopori oleh Ubaid Al-Muktaib. Pada dasarnya pendapat mereka
sama dengan sekte Al-Yunusiyah. Melontarkan pernyataan bahwa melakukan
maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman,
dosa-dosa dan perbuatan- perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang
yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa
perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik
(politheist).
5) Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini mengatakan bahwa, ”saya tahu tuhan melarang makan babi, tetapi
saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini,” maka orang
tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”saya tahu
Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di
India atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin.
6) Al-Ghailaniyah
Al-Ghailaniyah di pelopori oleh Ghailan Ad-Dimasyqi. Menurut mereka, iman
adalah ma’rifat kepada Allah SWT melalui nalar dan menunjukkan sikap mahabah
dan tunduk kepada-Nya.
7) As-Saubaniyah
As-Saubaniyah yang dipimpin oleh Abu Sauban mempunyai prinsip ajaran yang
sama dengan paham Al-Ghailaniyah. Hanya mereka menambahkan bahwa yang
termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib
dikerjakan. Berarti, kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat
diketahui akal sebelum datangnya syari’at.
8) Al-Marisiyah
Al-Marisiyah di pelopori oleh Bisyar Al-Marisi. Menurut paham ini, iman disamping
meyakini dalam hati bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad SAW itu
rasul-Nya, juga harus di ucapkan secara lisan. Jika tidak di yakini dalam hati dan
diucapkan dengan lisan, maka bukan iman namanya. Adapun kufur merupakan
kebalikan dari iman.
9) Al-Karamiyah
Al-Karamiyah yang perintisnya adalah Muhammad bin Karram mempunyai
pendapat bahwa iman adalah pengakuan secara lisan dan kufur adalah pengingkaran
secara lisan. Mukmin dan kafirnya sesseorang dapat di ketahui melalui
pengakuannya secara lisan.