Upload
dhienna-ayoe
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A k u n t a n M u d a Halaman 1
Pengantar
Edisi Juli 2011 ini istimewa karena Profesor Suwardjono (FEB UGM)
menyumbangkan tulisan yang berjudul ‘Peran dan Martabat Bahasa
Indonesia dalam Pengembangan Ilmu’. Artikel ini menarik terutama karena
keengganan banyak orang untuk mempercangih atau memajukan
kemampuan berbahasanya terkait pengembangan ilmu. Padahal, kemajuan
suatu ilmu justru terlihat dari seberapa banyak jargon (istilah spesifik bidang
tertentu) yang muncul. Selain itu, mulai edisi ini Profesor Suwardjono juga
mengisi pojok ‘Ejaan SWD’. Ejaan SWD akan membahas aspek bahasa yang
terdapat dalam suatu kata. Di sini, terutama sekali diharapkan bahwa kita
dapat meneladani kegiatan bernalar dalam memutuskan sesuatu yang
digunakan dalam hal-hal yang sifatnya ilmiah.
arie rahayu
Penasihat
Prof. Dr. Zaki Baridwan, MSc.; Prof. Dr. Suwardjono, MSc.
Redaksi: Arie Rahayu, Arif Perdana, Hesty Wulandari, Yeni Januarsi
Blog: http://akuntanmuda.wordpress.com/
E-mail: [email protected] atau [email protected]
Foto diambil dari website Microsoft Office: http://office.microsoft.com/en-us/
A k u n t a n M u d a Halaman 2
Daftar Isi
1 Pengantar
3 Pelaporan Keuangan berbasis Web/Internet
6 (Kolom) Tanya Uni Hesty: Penyusutan/Depreciation
12 Belajar IFRS: Metode Penilaian Sediaan dengan Net Realizable Value
(NRV) berdasarkan PSAK No.14 (Revisi 2008)
21 Peran dan Martabat Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Ilmu
47 Menjelajah SSRN
58 Kecurangan (Fraud) dalam Akuntansi dan Tanggung Jawab Auditor
dalam Mendeteksinya
63 Ejaan SWD: Abstrak atau Abstraksi?
A k u n t a n M u d a Halaman 3
Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis Pelaporan Keuangan Berbasis
Web/InternetWeb/InternetWeb/InternetWeb/Internet
Ketiadaan batas antara negara di era
informasi saat ini menyebabkan penyajian
informasi keuangan secara tradisional
dirasakan tidak efektif, efisien dan
ekonomis. Biaya yang dikeluarkan dapat
berasal dari biaya pencetakan maupun
distribusi. Investor-investor pada suatu
perusahaan, kini tidak
hanya berada dalam
satu wilayah geografis.
Keberadaan mereka
terpecah di berbagai
wilayah. Demikian pula
dengan investor-
investor potensial yang
dapat digarap oleh perusahaan untuk
menanamkan modalnya. Informasi utama
yang diperlukan oleh investor adalah
berkaitan dengan keuangan. Jika
perusahaan modern masih menggunakan
cara tradisional dalam penyajian dan
pendistribusian informasi bisnis dan
keuangannya, kompetitifitas perusahaan
tersebut akan sangat rendah
dibandingkan dengan perusahaan lain
yang telah menggunakan saluran
teknologi informasi dalam pelaporan
keuangannya.
Internet memberikan kemudahan
dalam menjangkau wilayah geografis yang
lebih luas, dengan biaya
yang lebih murah namun
aksesibilitas yang cepat dan
akurat. Penyajian informasi
bisnis dan keuangan
berbasis internet juga dapat
dilakukan dengan lebih
fleksibel dan dapat
disesuaikan dengan
kebutuhan pengguna untuk mendukung
keputusan bisnis mereka. Penggunaan
sarana web/internet dalam penyajian
laporan keuangan dari waktu ke waktu
semakin berkembang, mulai dari yang
sifatnya hanya sebagai saluran distribusi
laporan keuangan tercetak yang
didigitasikan hingga yang sifatnya
A k u n t a n M u d a Halaman 4
interaktif dan memberikan kemungkinan
bagi pengguna untuk melakukan
kustomasi sesuai kebutuhannya.
Secara lebih lengkap, IASC (1999)
membagi penggunaan internet sebagai
saluran penyajian dan pendistribusian
laporan keuangan pada tiga tahapan,
yaitu:
1. Perusahaan menggunakan internet
hanya sebagai saluran untuk
mendistribusikan laporan
keuangannya yang telah dicetak
dalam format digital seperti file
dengan format pengolah kata atau
portable data file (PDF).
2. Perusahaan menggunakan internet
untuk menyajikan laporan keuangan
mereka dalam format web, yang
memungkinkan mesin pencari
mengindeks data-data tersebut,
sehingga mesin pencari dan pengguna
dapat dengan mudah menemukan
informasi tersebut.
3. Perusahaan menggunakan internet
tidak hanya sebagai saluran distribusi
laporan keuangan, tetapi juga
menyediakan cara yang lebih
interaktif sehingga pengguna tidak
hanya dapat melihat laporan
keuangan baku yang dikeluarkan oleh
perusahaan, tetapi mereka juga dapat
mengkustomasi sendiri informasi-
informasi yang ada dalam laporan
keuangan tersebut, sehingga lebih
bermanfaat bagi mereka tanpa harus
mengeluarkan biaya tambahan dan
bahkan pengguna informasi pun
dapat mengkonversinya dalam format
file atau cetakan yang mereka
perlukan untuk pengambilan
keputusan.
Ada dua hal yang harus diperhatikan
dalam pelaporan keuangan dengan
menggunakan web yaitu isi (content) dan
cara penyampaiannya (presentation).
Penyampaian laporan keuangan dengan
hanya mendigitasi dokumen tercetak tidak
memberikan banyak manfaat kepada
pengguna. Hal ini dikarenakan hanya
sekedar mengubah format, tidak ada nilai
lebih yang diperoleh dari pengguna
laporan keuangan terkecuali kecepatan
dan kemudahan dalam aksesibilitas data.
Isi atau konten dapat saja disajikan
baik dalam format tercetak (paper-based)
ataupun format digital. Isi meliputi
pengungkapan informasi bisnis dan
keuangan dari suatu perusahaan, baik
yang bersifat partial atau interim maupun
tahunan. Perhatian serius perlu diberikan
oleh perusahaan dalam cara penyajian
(presentasi) informasi keuangan dan
A k u n t a n M u d a Halaman 5
bisnis tersebut. Setiap pengguna memiliki
kebutuhan yang beragam, tidak semua
elemen-elemen dan informasi yang tersaji
di dalam laporan
keuangan yang
dipublikasikan melalui
web memiliki manfaat
yang sama bagi setiap
pengguna. Dalam
konteks seperti ini,
perusahaan harus dapat memanfaatkan TI
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Teknologi informasi memungkinkan
perusahaan untuk menyajikan cara yang
lebih interaktif kepada pengguna dalam
mengakses laporan keuanngan mereka.
Kustomasi dan personalisasi elemen-
elemen laporan keuangan dapat dilakukan
dengan mudah oleh setiap pengguna. Di
samping itu, TI juga seharusnya menjadi
intermediasi yang baik antara perusahaan
dan pengguna sehingga pengguna dapat
memperoleh informasi yang tepat, akurat,
bernilai, dan dalam format yang berbeda-
beda dan biasa
digunakan oleh
mereka.
Berkaitan dengan
pelaporan keuangan
internet, faktor yang
menjadi penentu
utama adalah cara laporan keuangan
disajikan kepada pengguna. Pengguna
informasi keuangan internet akan terpicu
menggunakannya ketika model
penyajiannya bersifat interaktif dan
memungkinkan pengguna untuk
memperoleh informasi yang berbeda
dengan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan berbasis kertas (paper-
based financial statement).
(Oleh: Arif Perdana)
Referensi:
Debreceny, R., G. L. Gray & A. Rahman. 2002. The Determinants of Internet Financial
Reporting. Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 21, pp. 371–394.
IASC. 1999. Business Reporting on the Internet. International Accounting Standards
Committee, London.
A k u n t a n M u d a Halaman 6
Tanya Uni Hesty
Uni Hesty saat ini mengajar di jurusan akuntansi Politeknik Caltex di
kota bertuah Pekanbaru dan akan segera mengajar di Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Negri Sutan Syarif Kasim Pekanbaru. Uni
menamatkan S1 di Universitas Andalas, Padang. Setelah berkutat
dengan kuliah selama 5,5 tahun dengan nilai ala kadarnya, meneruskan
kuliah profesi akuntan dan menamatkan studi S2 di kampus biru UGM,
tempat yang kemudian mengubahnya menjadi pencinta pembelajaran.
Silakan kirim pertanyaan apa saja seputaran akuntansi kepada Uni Hesty melalui e-mail di :
Penyusutan/Depreciation
Apa itu Penyusutan?
Kita pasti pernah memiliki barang-barang yang bisa dipakai dalam jangka waktu yang cukup
panjang. Waktu yang cukup panjang adalah hal yang ukurannya relatif, namun untuk ukuran
masa pakai ini yang menjadi ukuran adalah lebih dari 1 tahun; jadi bisa saja 2 tahun, 5 tahun
atau mungkin 10 tahun. Sebagai contoh kita bisa menggunakan barang elektronik. Laptop
yang saya punya dibeli pada tahun 2006 dengan harga Rp. 6.000.000. Setelah dipakai terus
menerus selama 5 tahun. Maka jika dinilai kembali, bisa dipastikan nilai yang tersisa dari
laptop saya hanya sepersekian dari nilai pada saat awal saya membelinya dulu. Mengapa
bisa begitu?. Hal ini terjadi karena laptop saya mengalami penurunan kemampuan untuk
terus bisa digunakan dengan kata lain, laptop saya mengalami penurunan kemampuan
untuk tetap bisa saya manfaatkan semaksimal mungkin. Jika pada tahun awal saya membeli
laptop saya bisa menggunakan berbagai macam aplikasi sekaligus pada saat ia dinyalakan,
maka diakhir tahun kelima ini saya hanya bisa menjalankan dua aplikasi saja. Penurunan
kemampuan tersebut bisa diartikan sebagai penyusutan atau depresiasi.
A k u n t a n M u d a Halaman 7
Tidak hanya laptop atau barang elektronik saja yang mengalami penurunan
kemampuan untuk terus digunakan. Barang-barang tak bergerak yang dimiliki perusahaan
yang dipakai berulang-ulang dalam kegiatan operasional (biasa disebut sebagai aktiva tetap)
seperti bangunan, mobil, peralatan kantor dan mesin-mesin juga mengalami hal yang sama.
Secara bertahap, masing-masing akan mengalami penurunan kemampuan untuk bisa
digunakan ataupun bisa memberikan manfaat pemiliknya hingga pada akhirnya akan
menjadi barang rongsokan yang tidak bisa digunakan lagi. Pada saat memperoleh sebuah
barang, kita biasanya akan mengeluarkan sejumlah biaya, mulai dari harga yang kita bayar,
biaya administrasi, biaya pemasangan serta biaya-biaya lain yang menjadi biaya total pada
awal pembelian. Selama masa manfaat atau masa pakainya, maka biaya-biaya atas barang
tersebut harus dipindahkan secara berkala menjadi beban.
Perpindahan semua biaya atas barang-barang tersebut menjadi beban berkala itu juga
dinamakan dengan penyusutan. Hanya saja, berbeda dengan penyusutan diatas,
penyusutan dengan defenisi ini digunakan dalam pengertian akuntansi.
Namun berbeda dengan beban-beban yang lainnya, dalam depresiasi tidak ada kas yang
dilibatkan sehingga meskipun berkarakteristik sebagai beban, penyusutan tidak akan
menyebabkan uang dikeluarkan atau diterima.
Menentukan Jumlah Penyusutan yang Tepat
Untuk memperkirakan berapa jumlah yang harus dialokasikan setiap periodenya sebagai
beban penyusutan, setidaknya kita harus memiliki tiga komponen penting pendukung
penyusutan itu sendiri. Ketiga komponen itu adalah : 1. Besarnya biaya awal yang
dikeluarkan untuk mendapatkan barang-barang ini. 2. Lamanya barang tersebut bisa
memberikan manfaat (umur manfaat). 3. Nilai yang diperkirakan masih akan tersisa pada
akhir masa manfaat (nilai residu). Dari ketiga komponen tersebut diatas, masa manfaat dan
nilai residu merupakan komponen yang harus dikira-kira atau diestimasi sejak dari awal
barang-barang tersebut akan digunakan karena memang jumlah atau angka yang dihasilkan
merupakan perkiraan. Dan untuk membantu perusahaan menghitung besarnya penyusutan
yang harus dilakukan, ada beberapa metode penyusutan yang paling umum digunakan;
metode garis lurus, metode saldo menurun serta metode unit produksi
A k u n t a n M u d a Halaman 8
1. Metode Garis Lurus
Metode ini membagi rata jumlah biaya yang telah dikurangkan dengan nilai residu yang
telah diestimasi dengan perkiraan masa manfaat yang diperkirakan sehingga jumlah
alokasian setiap periode akan selalu sama.
Contoh 1
Sebuah mobil yang memiliki biaya awal 10.000.000 diperkirakan akan memiliki masa
manfaat paling lama 5 tahun. Pada akhir periode, diperkirakan nilai yang tersisa dari mobil
tersebut hanya sekitar 1.000.000. Berapakah jumlah penyusutan yang harus dialokasikan
setiap bulannya?
Besarnya penyusutan tahunan yang akan dikeluarkan adalah :
Rp.10.000.0000 (biaya awal mobil) – Rp 1.000.000 (nilai residu)
------------------------------------------------------------------------------
5 tahun ( masa manfaat)
= 1.800.000
Untuk mengetahui lebih jelas tentang alokasi penyusutan mobil setiap bulan bisa dilihat
pada tabel 1 halaman berikut.
Tabel 1.
Perhitungan Alokasi Penyusutan dengan Menggunakan Metode Garis Lurus
Tahun Nilai Buku Penyusutan
0 10.000.000 0
1 10.000.000 1.800.000
2 8.200.000 1.800.000
3 6.400.000 1.800.000
4 4.600.000 1.800.000
5 2.800.000 1.800.000
6 1.000.000 0
A k u n t a n M u d a Halaman 9
2. Metode Saldo Menurun Berganda
Berbeda dengan metode garis lurus yang memiliki nilai alokasi yang sama setiap tahun
hingga periode penyusutan selesai, metode saldo menurun berganda akan menghasilkan
beban yang besar dibagian awal dan terus mengecil saat periode penyusutan akan mulai
berakhir. Untuk mendapatkan besarnya jumlah yang harus dialokasi, kita bisa
mengkonversikan biaya yang dikeluarkan untuk barang tersebut dalam bentuk persentase
(100%) dan membaginya dengan masa manfaat yang diperkirakan yang kemudian dikali
dua. Jumlah persentase itulah yang akan dikalikan dengan biaya yang sebenarnya tadi.
Metode saldo menurun akan mengabaikan nilai residu namun tidak boleh dibawah nilai
estimasi residu yang diperkirakan
Contoh 2
Sebuah mobil yang memiliki biaya awal 10.000.000 diperkirakan akan memiliki masa
manfaat paling lama 5 tahun. Dengan nilai residu yang diestimasi sebesar 1.000.000 maka,
berapakah jumlah penyusutan yang harus dialokasikan setiap bulannya jika menggunakan
metode saldo menurun berganda?
Tarif penyusutan = (100%/5 tahun) 2
= (20%) 2
= 40%
Alokasi penyusutan pertahun dapat dilihat pada tabel di halaman berikut ini.
A k u n t a n M u d a Halaman 10
Tabel 2
Alokasi Penyusutan dengan Menggunakan Saldo Menurun Berganda
Tahun Biaya
Penyusutan
Awal
Tahun
Nilai Buku
Awal
Tahun
Tarif Penyusutan
Tahunan
Nilai Buku
Akhir
Tahun
1 10.000.000 0 10.000.000 40% 4.000.000 6.000.000
2 10.000.000 4.000.000 6.000.000 40% 2.400.000 3.600.000
3 10.000.000 6.400.000 3.600.000 40% 1.440.000 2.160.000
4 10.000.000 7.880.000 2.160.000 40% 864.000 1.296.000
5 10.000.000 9.176.000 1.296.000 - 296.000* 1.000.000*
* angka 1.000.000 merupakan nilai residu yang diestimasi
* angka 296.000 merupakan hasil dari nilai buku awal tahun kelima-nilai estimasi residu
3. Metode Unit Produksi
Adakalanya suatu barang akan menurun kemampuannya karena jumlah unit yang telah ia
hasilkan. Untuk barang-barang atau mesin seperti ini, jumlah produksi akan
menggambarkan tingkat pemanfaatan yang berbeda setiap tahunnya sehingga sebaiknya
metode penyusutan yang dipilih adalah yang bisa memberikan nilai yang sama untuk setiap
unit yang diproduksi atau setiap jam pemakaian.
Contoh 3
Sebuah mesin fotokopi diperoleh dengan biaya 15.000.000. Mesin ini diperkirakan akan
memiliki nilai residu 3.000.000. Masa manfaat mesin diperkirakan mencapai 480.000 lembar
fotokopi. Jika dalam tahun berjalan jumlah lembar kertas yang difotokopi mencapai 1000
lembar. Maka, berapakah nilai penyusutan yang harus dialokasikan jika metode yang
digunakan adalah metode unit produksi?
A k u n t a n M u d a Halaman 11
Jawab :
Nilai penyusutan per jam = Rp. 15.000.000 (biaya mesin) – Rp. 3.000.000 (nilai residu)
-------------------------------------------------------------------
480.000 (jumlah estimasi produksi)
= Rp 25/ lembar
Alokasi penyusutan pada tahun berjalan = Rp 25 x 1.000 = Rp. 25.000
Apakah Amortisasi dan Depresiasi itu Sama?
Secara defenisi, kata amortisasi dan depresiasi memiliki pengertian yang sama, yaitu
penurunan kemampuan dari suatu barang untuk menghasilkan manfaat bagi pemiliknya.
Perbedaannya dari kedua istilah itu ada pada objek yang mengalami penurunan manfaat
tersebut. Pada depresiasi, objek yang mengalami penurunan manfaat adalah barang-barang
berwujud yang tak bergerak serta dipakai berulang-ulang, seperti bangunan, mobil, mesin,
perlengkapan kantor dan lainnya. Sedangkan yang menjadi objek pada amortisasi adalah
hal-hal yang tidak berwujud yang juga memberikan manfaat berulang-ulang bagi
pemiliknya, seperti hak cipta, hak paten, merek dagang dan nama baik.
Pada depresiasi, kita bisa memilih salah satu dari beberapa metode yang ada untuk
memudahkan penghitungan alokasi depresiasi, baik itu garis lurus, saldo menurun berganda
ataupun unit produksi, sedangkan pada amortisasi metode yang digunakan hanyalah
metode garis lurus saja.
Sumber: Niswonger, et al. 1999. Prinsip –Prinsip Akuntansi. Edisi 19. Erlangga. Jakarta
A k u n t a n M u d a Halaman 12
BELAJAR IFRS
METODE PENILAIAN SEDIAAN DENGAN NET
REALIZABLE VALUE (NRV) BERDASARKAN
PSAK NO.14 (REVISI 2008)
PENDAHULUAN
Tingkat sediaan sangat menentukan
parusahaan dalam menjamin
keberhasilan proses produksi dan
memenuhi permintaan pelanggan.
Selain itu jenis aset mempengaruhi
kelancaran usaha pengecer. Dibanyak
perusahaan, sediaan merupakan
bagian yang signifikan dari aset lancar,
karena biasanya jumlah sediaan
menyumbangkan persentase yang
cukup tinggi dari total aset lancar.
Yang tidak kalah pentingnya, sediaan
juga dapat mempengaruhi besarnya laba.
Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada PT. Indofarma Tbk. Pada kasus ini nilai
yang disajikan dalam laporan keuangan PT Indofarma pada 2001 lebih tinggi dari nilai yang
seharusnya dilaporkan (press release yang dikeluarkan oleh Bapepam pada 8 November
2004). Penyajian nilai lebih tersebut terdeteksi dari overstated penyajian nilai barang dalam
proses yang tercantum dalam laporan keuangan 2001 yang mencapai Rp28 miliar. Akibat
kelebihan penyajian tersebut, nilai harga pokok produksi menjadi lebih rendah dari nilai
yang seharusnya dilaporkan (understated). Karena harga pokok produksi rendah, maka
berakibat pada penyajian laba yang lebih tinggi dari seharusnya untuk jumlah yang sama.
Mengacu pada kerangka dasar penyajian laporan keuangan, penyajian laba yang lebih tinggi
A k u n t a n M u d a Halaman 13
berdampak pada penyajian informasi yang menyesatkan dan tidak andal sehingga
merugikan pengambil keputusan.
Dari contoh kasus tersebut, dapat kita lihat pentingnya menentukan nilai sediaan
yang benar. Pada edisi ini, akan kita bahas bagaimana penilaian sediaan berdasar PSAK 14
(revisi 2008). Isu khusus dalam pembahasan ini adalah bagaimana penentuan jumlah biaya
yang diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi selanjutnya atas aset tersebut sampai
pendapatan terkait diakui.
SEDIAAN : TINJAUAN UMUM
Sediaan dapat terdiri dari barbagai macam jenis tergantung sifat bisnis perusahaan. Tanah
ataupun mesin produksi dapat dikatagorikan sebagai sediaan bukan aset tetap. Jika
perusahaan bergerak dalam bidang pengembangan perumahan/Real estate (developer)
maka tanah dapat dikatagorikan sebagai jenis sediaan dalam bidang bisnis ini. Dilain pihak,
bagi perusahaan yang memproduksi mesin-mesin berat untuk berproduksi, maka mesin-
mesin yang dihasilkan dapat dikatagorikan sebagai sediaan, bukan aktifa tetap. Dengan
demikian klasifikasi utama sediaan tergantung dari operasi bisnis.
Menurut PSAK No. 14 paragraf 05 (Revisi 2008) menyatakan bahwa sediaan adalah : “
aset yang (1) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, (2) dalam proses produksi
untuk penjualan tersebut, (3) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa. Dari definisi tersebut, maka sediaan meliputi :
1. Barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali (barang dagang)
2. barang jadi yang telah diproduksi
3. barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi
4. bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.
Dalam hal pencatatan sediaan, maka akuntansi mengenal 2 sistem pencatatan sediaan
yaitu:
1. Metode Perpetual (metode buku)
A k u n t a n M u d a Halaman 14
Metode ini menyediakan catatan yang berkelanjutan tentang saldo akun sediaan dan
akan harga pokok penjualan sehingga pada akhir periode, nilai sediaan dapat langsung
ditentukan tanpa harus melakukan perhitungan fisik sediaan dan harga pokok penjulan
juga langsung dapat ditentukan.
2. Metode Periodik (metode fisik)
Dalam metode ini, sediaan barang pada akhir periode ditentukan dengan menghitung
secara fisik sediaan yang ada kerena pada saat pembelian sediaan, dicatat dalam
rekening “pembelian” bukan “sediaan “. Harga pokok penjualan ditentukan dengan
mengurangkan “biaya tersedia untuk dijual” dengan “sediaan akhir”
ISU POKOK DALAM AKUNTANSI UNTUK SEDIAAN
Sediaan dapat terdiri dari barbagai macam jenis tergantung sifat bisnis perusahaan. Tanah
ataupun mesin produksi dapat dikatagorikan sebagai sediaan bukan aset tetap. Jika
perusahaan bergerak dalam bidang pengembangan perumahan/ Real estate (developer)
maka tanah dapat dikatagorikan sebagai jenis sediaan dalam bidang bisnis ini. Dilain pihak,
bagi perusahaan yang memproduksi mesin-mesin berat untuk berproduksi, maka mesin-
mesin yang dihasilkan dapat dikatagorikan sebagai sediaan, bukan aktifa tetap. Dengan
demikian klasifikasi utama sediaan tergantung dari operasi bisnis.
Masalah yang difokuskan dalam akuntansi sediaan adalah :
1. bagaimanakah menentukan harga pokok penjualan yang dilaporkan dalam laporan laba
rugi komprehensif, dan
2. bagaimanakah menentukan nilai sediaan yang akan dilaporkan dalam Laporan posisi
keuangan.1
Dalam kaitannya dengan isu yang ke-2, untuk menentukan total nilai sediaan, maka
dipengaruhi oleh 2 keadaan yaitu : (1) jumlah fisik sediaan dan (2) nilai sediaan per unit
sediaan sehingga :
1 Penilaian persedian diartikan sebagai penentuan nilai sediaan yang akan diantumkan pada laporan posisi keuangan
Nilai Sediaan = Unit Fisik x Nilai Sediaan Per Unit
A k u n t a n M u d a Halaman 15
Dalam penentuan nilai sediaan per unit, maka nilainya didasarkan pada prinsip biaya
(Cost basis). Nilai sediaan yang ditentukan berdasarkan cost basis disebut dengan metode
harga pokok (cost method). Metode ini dapat digunakan dalam keadaan dimana tidak
terjadi penyimpangan (karena perubahan tingkat harga, atau keusangan, atau kerusakan)
terhadap prinsip biaya historis atau nilai sediaan tidak menurun dibawah biaya awalnya (kos
awal). Dengan kata lain “Prinsip Biaya Historis Tidak Dapat Diterapkan Apabila
Kemampuan Untuk Menghasilkan manfaat (pendapatan) Masa Depan Tidak Lagi Sebesar
Biaya Awalnya.
PSAK 14 (revisi 2008) paragraf 23
menyatakan “Biaya persediaan, kecuali
yang disebut dalam paragraf 21,2 harus
dihitung dengan menggunakan rumus
biaya masuk pertama keluar pertama
(MPKP) atau rata-rata tertimbang.
Entitas harus menggunakan rumus
biaya yang sama terhadap semua
persediaan yang memiliki sifat dan
kegunaan yang sama. Untuk persediaan
yang memiliki sifat dan kegunaan yang
berbeda, rumusan biayayang berbeda
diperkenankan”.
Paragraf 23 tersebut menunjukkan bahwa untuk menghitung kos sediaan, metode kos
yang dapat diperkenankan adalah menggunakan metode FIFO dan WEIGHTED-AVERAGE
COST. Namun, dari dua metode tersebut, entitas harus konsisiten dalam menerapkan
metode yang dipilih pada jenis sediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. Untuk
sediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda maka metode kos yang digunakan
dapat juga berbeda. Paragraf ini juga menegaskan bahwa LIFO sudah tidak diperkenankan
lagi. 3
2 Paragraf 21 menyatakan Biaya persediaan untuk item yang biasanya tidak dapat diganti dengan barang lain (not ordinary
interchangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu harus diperhitungkan berdasarkan
identifikasi spesifik terhadap biayanya masing masing.
3 Salah satu penyebabnya adalah metode FIFO tidak mewakili secara tepat aliran sediaan.
Metode kos dapat digunakan
ketika tidak ada penyimpangan
(karena perubahan tingkat
harga, atau keusangan) terhadap
prinsip biaya historis atau nilai
sediaan tidak menurun dibawah
biaya awalnya (cost awal).
A k u n t a n M u d a Halaman 16
Metode kos dengan menggunakan FIFO dan WEIGHTED-AVERAGE COST biasanya
digunakan untuk menentukan nilai sediaan apabila pada akhir periode akuntansi nilai
sediaan tidak mengalami perubahan atau sama dengan cost awal. tetapi, apabila nilai
sediaan yang ada ditangan mengalami penurunan atau kenaikan (berubah) atau tidak
sama dengan kost awal maka nilai sediaan yang akan dilaporkan pada laporan posisi
keuangan tidak dapat lagi ditentukan dengan menggunakan dasar kos.
Dalam kondisi tersebut diatas maka sediaan harus diukur dengan menggunakan Nilai
terendah antara kos dan net realizable value (the lower of cost and net realizable value). Hal
ini sesuai dengan apa yang tertera pada PSAK No. 14 paragraf 8 (revisi 2008), yang
menyatakan bahwa: “Sediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih,
mana yang lebih rendah”. PSAK no.14 ini mengadadopsi IAS no.2 yang menyatakan bahwa
Nilai terendah antara kos dan net realizable value (selanjutnya akan disebut NRV) harus
digunakan sebagai basis dalam penilaian sediaan.
Sebelum diadopsinya
PSAK 14 (revisi 2008),
standar akuntansi keuangan
Indonesia mengharuskan
menilai sediaan dengan
menggunakan metode
Lower cost or market (LCM)
sehingga jika kita liat maka
perbedaan penilaian sediaan
antara PSAK 14 lama dengan
PSAK 14 (revisi 2008)
terletak pada nilai pasar
(berdasarkan PASK 14
sebelum revisi 2008) dan
nilai realisasi bersih
(berdasar PSAK 14 revisi
Metode kos (FIFO dan WEIGHTED-
AVERAGE COST ) TIDAK dapat
digunakan lagi ketika nilai sediaan yang
ada ditangan mengalami penurunan
atau kenaikan (berubah) atau tidak
sama dengan kost awal. Perubahan
tersebut bisa disebabkan karena rusak,
seluruh atau sebagian sediaan telah
usang, persediaan tidak dalam keadaan
normal untuk dijual atau harga jualnya
mengalami penurunan.
A k u n t a n M u d a Halaman 17
2008). Sebelum kita kaji lebih dalam bagaimana teknis penentuan nilai sediaan, perlu
dibedakan antara nilai pasar (market value) dengan NRV.
Dalam PSAK paragraf 5 dinyatakan bahwa NRV adalah estimasi harga jual dalam
kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk membuat penjualan (Paragraf 05). NRV mengacu kepada jumlah neto
yang entitas berharap untuk direalisasi dari penjualan persediaan dalam kegiatan usaha
biasa. 4 Sedangkan nilai pasar (market) mengacu pada kos untuk mengganti item sediaan
dengan cara membeli atau dengan cara produksi. Dalam penentuan nilai pasar melibatkan
batas atas (upper limit) dan batas bawah (lower limit). Upper limit mengacu pada nilai NRV
sedangkan lower limit mengacu pada nilai NRV dikurangi dengan margin profit normal.
APLIKASI PENENTUAN NILAI SEDIAAN
BERDASAR METODE NRV Vs LCM.
Untuk mengaplikasi NRV, perlu diingat bahwa kos adalah nilai akuisisi sediaan yang dihitung
dengan menggunakan salah satu dasar kos historis, yaitu FIFO atau waighted-average cost.
Sedangkan NRV adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi
biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan.
Untuk mengilutrasikan aplikasi perbandingan penentuan nilai sediaan dengan
menggunakan ke-dua metode, maka dimisalkan Sedato Company memiliki data berikut
terkait sediannya (yang dinilai dengan menggunakan basis individu) .
Item Kos* Replacement
cost
Estimasi harga
jual Biaya penyelesaian
Normal profit
margin
A Rp2 Rp 1,8 Rp2,50 Rp 0,50 24%
B 4 1,6 4,00 0,80 24%
C 6 6.6 10,00 1,00 18%
4 Dalam paragraf 6 juga dinyatakan bahwa nilai wajar mencerminkan suatu jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan
antara pembeli dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai realisasi neto adalah nilai khusus entitas4 sedangkan
nilai wajar tidak tergantung pada nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama dengan nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual (Paragraf 6).
A k u n t a n M u d a Halaman 18
D 5 4,75 6,00 2,00 20%
E 1 1.05 1,20 0,25 12,5%
Keterangan * = nilai kos ini merupakan nilai sediaan Akhir yang ditentukan nilainya terlebih dahulu dengan menggunakan metyode FIFO
atau waighted-average
Dari data tersebut perhitungan nilai sediaan akhir dengan menggunakan metode the
lower of cost and net realizable value adalah sebagai berikut:
Item Kos Estimasi
harga jual (A)
Biaya penyelesaian
(B) NRV (A-B) Lower
A Rp2 Rp2,50 Rp 0,50 Rp 2,00 Rp2,00
B 4 4,00 0,80 3,20 3,20
C 6 10,00 1,00 9,00 6,00
D 5 6,00 2,00 4,00 4,00
E 1 1,20 0,25 0,95 0,95
Total Rp 18 Rp15,95
Selisih kos dan nilai NRV= 2,05
Dengan menggunakan metode LCNRV maka jurnal penyesuaian yang dibutuhkan untuk
mengakui danya penurunan nilai dari kos ke NRV (dengan menggunakan metode cadangan)
adalah :
Loss Due to Decline of Inventory to Net realizable Value ............Rp 2,05
Allowance to reduce Inventory to Net realizable Value ........... Rp 2,05
Rekening “Allowance To Reduce Inventory To NRV” akan disajikan pada Neraca sebagai
faktor pengurang sediaan (inventory) yang tampak sebagai berikut :
Inventory (at Cost) ………………………………….................... Rp 18
Allowance To Reduce Inventory To NRV ................…… 2,05
Inventory value (at NRV) ……………………….................. Rp 15,95
Jika data tersebut digunakan untuk menghitung nilai sediaan dengan menggunakan
metode Lower cost or market (LCM), maka perhitungannnya adalah:
A k u n t a n M u d a Halaman 19
Item Kos
Estimasi
harga
jual (A)
Biaya
penyelesaian
(B)
NRV
(A-B)
Batas
bawah
Replacement
cost Market LCM
A Rp2 Rp2,50 Rp 0,50 Rp 2,00 Rp1,40 Rp 1,8 Rp 1,80 Rp 1,80
B 4 4,00 0,80 3,20 2,24 1,6 2,24 2,24
C 6 10,00 1,00 9,00 7,20 6.6 7,20 6,00
D 5 6,00 2,00 4,00 2,80 4,75 4,00 4,00
E 1 1,20 0,25 0,95 0,80 1.05 0,95 0,95
Total Rp 18 Rp14,99
Selisih kos dengan pasar= 3,01
Dengan menggunakan metode LCM maka jurnal penyesuaian yang dibutuhkan untuk
mengakui danya penurunan nilai dari kos ke nilai pasar (dengan menggunakan metode
cadangan) adalah :
Loss Due to Decline of Inventory to market ......... Rp 3,01
Allowance to reduce Inventory to market ................ Rp 3,01
Rekening “Allowance To Reduce Inventory To NRV” akan disajikan pada Neraca
sebagai faktor pengurang sediaan (inventory) yang tampak sebagai berikut :
Inventory (at Cost) ………………………………….................... Rp 18
Allowance To Reduce Inventory To market ................…… 3,01
Inventory value (at market) ……………………….................. Rp 14,99
Jika kita bandingkan antara metode the lower of cost and net realizable value dengan
metode Lower cost or market (LCM) maka nilai sediaan akhir memiliki nilai yang lebih kecil
jika menggunakan metode LCM, sehingga cadangan kerugian (jika menggunakan metode
cadangan) dan kerugian akibat penurunan nilai sediaan yang diakui akan menjadi lebih
besar yaitu sebesar Rp3,01 jika dibandingkan dengan mengunakan metode NRV. Jadi dapat
dikatakan bahwa metode penilaian sediaan berdasar US GAAP lebih konservatif daripada
IFRS.
Satu catatan penting yang harus kita cermati adalah nilai sediaan berdasar IFRS (atau
berdasar PSAK No.14 revisis 2008) dan berdasar US GAAP akan memberikan nilai yang
SAMA jika replacement cost (kos pengganti) LEBIH BESAR daripada NRV. Penasaran?
A k u n t a n M u d a Halaman 20
Cobalah mengaplikasikannya dengan menggunakan angka yang teman-teman buat sendiri.
.Selamat mencoba!
SIMPULAN Sediaan dicatat pada kos-nya, namun jika nilai sediaan mengalami penurinan nilai dibawah
kos awal, maka terjadi pergeseran yang cukup besar dari prinsip kos historis. Apapun alasan
terjadinya penurunan nilai (keusangan, kadaluarsa, rusak, perubahan level harga)
perusahaan harus mengakui adanya penurunan nilai sediaan ke net ralizable value (NRV).
Hal ini berarti bahwa perusahaan harus meninggalkan prinsip historical kos ketika nilai guna
utilitas (kemampuan menghasilkan revenue) dari aset mengalami penuunan dibawah kos
awal.
REFERENSI Kieso, Weygandt, dan Warfield. 2010. Intremediate Accounting. Wiley. New York
Standar Akuntansiu Keuangan. 2009. Ikatan Akuntan Indonesia. Salemba Empat, jakarta.
Fay, et al. 2009. Incorporating International Financial Reporting Standards (IFRS) into
Intermediate Accounting. Virginia Tech.
A k u n t a n M u d a Halaman 21
Peran dan Martabat Bahasa Indonesia
dalam Pengembangan Ilmu5
Suwardjono Fakultas Ekonomika dan Busines
Universitas Gadjah Mada
Pengantar
Makalah ini membahas masalah yang lebih sempit daripada topik yang luas yaitu “Peran
Bahasa dalam Pendidikan Anak Bangsa menuju Insan Indonesia Cerdas Kompetitif ” sebagai
tema Kongres IX Bahasa Indonesa. Penulis merasa mendapat kehormatan karena diberi
kesempatan untuk menyampaikan gagasan tentang bahasa Indonesia yang menjadi
perhatian penulis cukup lama sebagai dosen yang harus menggunakan bahasa Indonesia
dalam kegiatan pembelajaran. Perhatian timbul setelah penulis mempelajari, menggunakan,
merasakan, dan membandingkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris selama menjalankan
tugas sebagai staf pengajar di perguruan tinggi yang sebagian besar sumbernya berbahasa
Inggris. Penulis mendapatkan pemahaman dan keyakinan bahwa bahasa Indonesia cukup
kaya dan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi bahasa pengantar ilmu pengetahun
dan teknologi pada tingkat yang sepadan dengan bahasa Inggris. Penulis berkeyakinan
bahwa bahasa Indonesia yang baku dan pada aras (level) yang memadai harus dikuasai oleh
ilmuwan dan pembelajar dalam bidang ilmu yang menjadi minatnya. Hal ini menuntut sikap
dan pandangan baru terhadap bahasa Indonesia di tengah-tengah persaingan antara
bahasa Indonesia dengan bahasa asing terutama bahasa Inggris. Makalah ini lebih
5 Makalah ini didasarkan pada dua artikel penulis yang selalu penulis kembangkan dan revisi. Dua artikel
tersebut adalah Suwardjono (1991a dan 1991b).
A k u n t a n M u d a Halaman 22
memfokuskan pada pembahasan masalah dan kendala pengembangan bahasa Indonesia
daripada solusi untuk menjadikan bahasa Indonesia sama martabatnya dengan bahasa
Inggris.
Sarana utama dalam pengembangan dan penyebaran ilmu adalah bahasa. Bahasa
mempunyai ragam dan tingkat sesuai dengan tujuan dalam mencapai keefektifan
komunikasi. Untuk tujuan pengembangan ilmu, bahasa menjadi sarana komunikasi oleh
sesama ilmuwan atau pakar dalam bentuk buku atau karya tulis lainnya. Karya tulis
akademik dan ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus
disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis baik
pada saat tulisan diterbitkan maupun pada beberapa tahun sesudah itu. Kecermatan bahasa
menjamin bahwa makna yang ingin disampaikan penulis akan sama persis seperti makna
yang ditangkap pembaca tanpa terikat oleh waktu. Kesamaan interpretasi terhadap makna
akan tercapai kalau penulis dan pembaca mempunyai pemahaman yang sama terhadap
kaidah kebahasaan yang digunakan. Lebih dari itu, komunikasi ilmiah juga akan menjadi
lebih efektif kalau kedua pihak mempunyai kekayaan yang sama dalam hal kosa kata,
gramatika, idiom, dan sarana kebahasaan lainnya.
Ciri ragam bahasa keilmuan adalah kemampuan bahasa tersebut untuk mengungkapkan
gagasan dan pikiran yang kompleks dan abstrak secara cermat. Kecermatan gagasan dan
buah pikiran hanya dapat dilakukan kalau struktur bahasa (termasuk kaidah pembentukan
istilah) sudah canggih dan mantap.
Arti penting kemampuan berbahasa untuk tujuan ilmiah dan penyerapan ilmu dinyatakan
Suriasumantri (1999) seperti berikut:6
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk
melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah
yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosa kata yang baik akan sukar
bagi seorang ilmuwan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain.
Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi
tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosa kata dan logika tata bahasa
merupakan persyaratan utama (hlm. 14).
6 Penebalan oleh penulis. Kata “di mana” seharusnya diganti “yang di dalamnya.”
A k u n t a n M u d a Halaman 23
Suriasumantri selanjutnya mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk
mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran merupakan
aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya. Selanjutnya disimpulkan
bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum berkembang sepesat aspek kultural.
Demikian juga, kemampuan berbahasa Indonesia untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat
kurang apalagi dalam komunikasi tulisan. Hal ini disebabkan oleh proses pendidikan yang
kurang memperlihatkan aspek penalaran dalam pengajaran bahasa.
Tulisan ini membahas dua masalah kebahasaan Indonesia yaitu masalah strategi
kebahasaan nasional dan peran lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi sebagai
agen pengembangan dan perubahan bahasa untuk tujuan keilmuan. Masalah pertama
berkaitan dengan kebijakan penegasan kedudukan dan pengembangan bahasa Indonesia
sebagai bahasa keilmuan beserta masalah dan kendalanya. Masalah kedua menyangkut
peran lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi dalam mengembangkan dan
menanamkan arti penting bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar keilmuan tersebut.
Bahasa keilmuan merupakan salah satu ragam bahasa yang harus dikuasai oleh mereka yang
berkecimpung dalam dunia keilmuan dan akademik.
Poedjosoedarmo (2001) menjelaskan bahwa martabat bahasa adalah tinggi atau
rendahnya derajat bahasa di mata pemakainya atau orang asing. Kemampuan bahasa untuk
memenuhi berbagai keperluan komunikasi menentukan derajat bahasa. Semakin besar
kemampuan bahasa untuk menyampaikan segala macam cipta, rasa, dan karsa dalam suatu
masyarakat, semakin tinggi derajat bahasa itu. Agar mampu dan bermartabat tinggi bahasa
itu harus kaya dalam hal perbendaharaan kata, idiom, struktur kalimat, dan register khusus
untuk menyampaikan berbagai pesan dalam segala aspek kehidupan. Bahasa dapat
dikatakan berkemampuan dan bermartabat tinggi kalau bahasa itu digunakan dalam bidang
agama, kesusasteraan, ilmu pengetahuan, politik, hukum, dan kenegaraan.
Berdasarkan pemahaman penulis terhadap sarana kebahasaan yang tersedia, penulis
berkeyakinan bahwa bahasa Indonesia mempunyai martabat dan kemampuan yang
memadai untuk menjadi bahasa pengantar ilmu sampai pada tingkat yang tinggi seperti
bahasa asing terutama bahasa Inggris. Bahasa Indonesia dapat dikembangkan menuju ke
arah itu, khususnya untuk tujuan pengungkapan segala macam ilmu pada tingkat yang
A k u n t a n M u d a Halaman 24
tinggi. Ragam bahasa keilmuan pada dasarnya merupakan ragam bahasa baku yang
memenuhi kaidah kebahasaan.
Bahasa Indonesia di Persimpangan Jalan
Bahasa merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena bahasa
merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar dan mahasiswa)
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan kata lain, tia7
merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan pengetahuan. Pada umumnya,
negara maju mempunyai struktur bahasa yang sudah modern dan mantap.
Moeliono (1989) menegaskan bahwa untuk dapat memodernkan bangsa dan masyara-
kat, pemodernan bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting. Beliau mencotohkan
apa yang dialami Jepang. Usaha pemodernan bahasa Jepang yang dirintis sejak Restorasi
Meiji telah mampu menjadi katalisator perkembangan ilmu dan teknologi di Jepang. Hal itu
dapat dicapai karena semua sumber ilmu pengetahuan dan teknologi Barat dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan cermat sehingga wawasan berpikir bangsa
Jepang dapat dikembangkan secara intensif lewat usaha penerjemahan secara menyeluruh
dan besar-besaran. Hal ini menciptakan insan yang cerdas dan kompetitif tanpa harus
menunggu kefasihan berbahasa asing.
Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa yang bermartabat untuk tujuan keilmuan. Usaha ini telah ditandai dengan
dibentuknya Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Pusat Bahasa) dan
diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.8
Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang
diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan
7 Kata “tia” merupakan kata ganti untuk kata “bahasa” yang disebut sebelumnya. Kata “tia” digunakan untuk
kata ganti nomina (kata benda) tunggal sebagai pasangan ia atau dia yang merupakan kata ganti personal
(untuk orang). Untuk kata ganti nomina jamak, penulis mengusulkan dan menggunakan kata “meretia” sebagai
pasangan “mereka” dalam beberapa tulisan penulis. 8 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988); Depdikbud, Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia (Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1988). Buku pertama telah mengalami revisi dua kali tahun
1998 dan 2000.
A k u n t a n M u d a Halaman 25
bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa.
Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status
tersebut.
Keefektifan usaha di atas dipengaruhi oleh sikap dan tanggapan masyarakat
(khususnya ilmuwan dan akademisi) terhadap bahasa Indonesia. Komunikasi ilmiah dan
profesional dalam bahasa Indonesia belum sepenuhnya mencapai titik kesepakatan yang
tinggi dalam hal kesamaan pemahaman terhadap kaidah bahasa termasuk kosa kata.
Sebagian ilmuwan dan akademisi masih memandang rendah kemampuan dan martabat
bahasa Indonesia sehingga tidak mempunyai minat untuk mengembangkannya. Bahasa
baku sering malahan menjadi bahan ejekan. Beberapa kenyataan atau faktor mungkin
menjelaskan keadaan ini dan menjadi kendala pengembangan bahasa keilmuan.
Pertama, kebanyakan orang dalam dunia akademik belajar berbahasa Indonesia
secara alamiah (bila tidak dapat dikatakan secara monkey see monkey do). Artinya orang
belajar dari apa yang nyatanya digunakan tanpa memikirkan apakah bentuk bahasa
tersebut secara kaidah benar atau tidak. Lebih dari itu, akademisi kadangkala lebih
menekankan selera bahasa daripada penalaran bahasa. Akibatnya, masalah kebahasaan
Indonesia dianggap hal yang remeh atau sepele dan dalam menghadapi masalah bahasa
orang lebih banyak menggunakan argumen “yang penting tahu maksudnya.” Orang lupa
bahwa “tahu maksudnya” juga harus dicapai pada tingkat dan keakuratan yang tinggi
khususnya untuk tujuan ilmiah. Lihat pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dalam
subbahasan Tugas Siapa di bagian lain tulisan ini.
Kedua, bahasa Indonesia harus bersaing dengan bahasa asing (terutama Inggris).
Kenyataan ini tidak hanya terjadi pada tingkat penggunaan sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat umum tetapi juga dalam kehidupan akademik. Cendekiawan dan orang yang
berpengaruh biasanya mempunyai kosa kata asing yang lebih luas daripada kosa kata
Indonesianya (sebagian karena tuntutan untuk belajar bahasa asing ketika belajar di luar
negeri) dan melupakan bahasa Indonesia. Akibatnya, mereka merasa lebih asing dengan
bahasa Indonesia. Selanjutnya, mereka lebih nyaman menggunakan bahasa (istilah) asing
untuk komunikasi ilmiah tanpa ada upaya sedikit pun untuk memikirkan pengembangan
A k u n t a n M u d a Halaman 26
bahasa Indonesia. Media massa juga memperparah masalah terutama televisi. Nama acara
berbahasa Inggris tetapi isinya berbahasa Indonesia. Apakah bahasa Indonesia ataukah
penyelenggara acara yang miskin kosa kata? Kalau tidak, apakah menggunakan bahasa
Indonesia kurang bergengsi, kurang mampu, dan kurang bermartabat?
Ketiga, dalam dunia pendidikan (khususnya perguruan tinggi) sebagian buku referensi
atau buku ajar yang memadai dan lengkap biasanya berbahasa asing (terutama Inggris)
karena memang banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di luar negeri.
Sementara itu, kemampuan bahasa asing rata-rata pelajar dan mahasiswa dewasa ini belum
dapat dikatakan memadai untuk mampu menyerap pengetahuan yang luas dan dalam yang
terkandung dalam buku tersebut. Kenyataan tersebut sebenarnya merupakan implikasi dari
suatu keputusan strategik implisit yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap pelajar harus
sudah fasih berbahasa Inggris setamatnya dari sekolah sehingga bahasa Inggris mempunyai
Selain itu, digunakannya buku teks kedudukan istimewa dalam kurikulum sekolah.
berbahasa Inggris didasarkan pada gagasan bahwa jaman sekarang telah mengalami
globalisasi dan banyak orang berpikir bahwa globalisasi harus diikuti dengan penginggrisan
bangsa dan masyarakat. Strategi ini tidak hanya merasuki pikiran pengambil keputusan di
bidang pendidikan di tingkat institusional tetapi juga di tingkat individual guru atau dosen.
Pikiran semacam ini sebenarnya merupakan suatu kecohan penalaran (reasoning fallacy). Di
Jepang, globalisasi dimaknai sebagai pengglo balan bangsa atau negara bukan pengglobalan
individual. Di Indonesia, globalisasi tampaknya dimaknai sebagai penginggrisan masyarakat
Indonesia sampai pada lapisan masyarakat dan tingkat pendidikan yang paling bawah
(taman bermain dan taman kanak-kanak). Kalau globalisasi dimaknai dengan penginggrisan
masyarakat, yang sebenarnya terjadi adalah gombalisasi (penggombalan) masyarakat.
Keempat, kalangan akademik sering telah merasa mampu berbahasa Indonesia
sehingga tidak merasa perlu untuk belajar bahasa Indonesia atau membuka kamus bahasa
Indonesia (misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia). Akibatnya, orang sering merasa lebih
asing mendengar kata bahasa sendiri daripada mendengar kata bahasa asing. Anehnya,
kalau orang menjumpai kata asing (Inggris) yang masih asing bagi dirinya, mereka dengan
sadar dan penuh motivasi berusaha untuk mengetahui artinya dan mencarinya di dalam
kamus dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa kata itu aneh. Akan tetapi, kalau
mereka mendengar kata bahasa Indonesia yang masih asing bagi dirinya, dia merasa itu
A k u n t a n M u d a Halaman 27
bukan bahasanya dan akan bereaksi dengan mengatakan “Apa artinya ini, kok aneh-aneh?”
dan berusaha untuk tidak pernah tahu apalagi membuka kamus dan menggunakannya
secara tepat. Dalam “Kontak Pembaca” (Tempo, 2 Mei 1992), Sofia Mansoor-Niksolihin
mengemukakan hal berikut ini.9
Sebetulnya, kata-kata itu bisa dicari sendiri dalam kamus karena memang itulah
itulah salah satu fungsi kamus. Tapi, biasanya, kamus hanya dibuka jika kita
mengalami kesulitan untuk memahami kata bahasa asing. Bila menjumpai kata
Indonesia yang tidak kita kenal, kita bukannya membuka kamus, melainkan pada
umumnya menggerutu dan merasa terganggu.
Rupanya, bukan hanya film nasional yang sulit menjadi tuan rumah di negeri
sendiri. Bahasa nasional pun ternyata sering kita anak tirikan. Menurut hemat saya,
kamus perlu dibuka setiap kali kita menjumpai kata yang tidak kita kenal, baik itu
kata asing maupun kata Indonesia. Kita terpaksa mengakui bahwa kita ini
sebenarnya miskin kosa kata bahasa sendiri. Hanya sebagian kecil yang kaya,
misalnya para penulis TEMPO. Jadi, agar dapat memahami tulisan si kaya, kitalah
yang harus memperkaya diri. Caranya? Tidak serumit menjadi konglomerat. Cukup
dengan memiliki kamus, sedikitnya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sikap seperti ini sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang sudah merasa cukup dan puas
dengan bahasa awam atau alamiahnya. Dapat juga sikap semacam itu timbul karena
mentalitas rendah diri yang akut (inferiority complex) atau mental terjajah. Akademisi yang
bersikap demikian lupa bahwa kemampuan menyerap gagasan dan pengetahuan yang
kompleks dan konseptual memerlukan kemampuan berbahasa dan penguasaan kosa kata
pada tingkat yang memadai.
Pada waktu belajar di luar negeri, penulis bertemu dengan mahasiswa Amerika (teman
baik penulis) yang pada waktu itu membawa kamus The American Heritage Dictionary yang
cukup tebal. Penulis menanyakan kepadanya mengapa dia masih membawa kamus segala
toh dia sudah bisa berbahasa Inggris. Dengan nada yang cukup tinggi (mungkin dia berpikir
bahwa penulis menanyakan stupid question dan ingin memberi pelajaran kepada penulis)
dia menjawab yang kira-kira artinya demikian: “Apa kamu kira saya ini tahu semua kata
bahasa Inggris?” Pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman ini adalah bahwa seseorang
9 Dalam kutipan ini, “kata-kata itu” adalah sentana, menyura, menyoal, legah-leguh, dan nafsi-nafsi yang
terdapat di majalah TEMPO yang dikeluhkan oleh seorang pembaca melalui Kontak Pembaca. Kutipan tersebut
merupakan sebagian dari tanggapan terhadap keluhan tersebut.
A k u n t a n M u d a Halaman 28
(khususnya dosen dan mahasiswa) harus belajar bahasa sendiri (Indonesia) lebih dari apa
yang diperolehnya secara alamiah.
Kelima, beberapa kalangan masyarakat termasuk profesional (karena ketidaktahuan-
nya) sering menunjukkan sikap sinis terhadap usaha-usaha pengembangan bahasa. Lebih
dari itu, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar belum merupakan suatu
kebanggaan atau gengsi bagi penuturnya. Suatu struktur bahasa yang baik dan benar justru
sering menjadi olok-olok sebagaimana ditunjukkan seorang penulis di sebuah majalah
terkenal yang menganjurkan untuk mengganti Pusat Pembinaan Bahasa dengan Pusat
Pembinasaan Bahasa.10
Penulis tersebut tampaknya tidak dapat membedakan antara
bahasa baku dan ragam bahasa.
Kebijakan Nasional
Sampai saat ini tampaknya belum ada suatu kesamaan persepsi dan kebijakan yang tegas
(di tingkat nasional, institusi, dan individual dosen) mengenai masalah kebahasaan untuk
kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Atas dasar beberapa dilema atau kendala
kebahasaan Indonesia di atas, ada suatu pertanyaan yang sangat mendasar yang dapat
dijadikan haluan suatu kebijakan strategik nasional yang penting. Manakah kebijakan
nasional yang paling efektif untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
masa datang:
(1) mengajarkan bahasa asing (Inggris) kepada pelajar/mahasiswa sehingga mereka
dapat membaca buku-buku asing tetapi tetap menggunakan bahasa Indonesia
sebagai pengantar,
(2) menerjemahkan buku asing itu ke dalam bahasa Indonesia sehingga ilmu
pengetahuan asing itu dapat dipelajari oleh pelajar/mahasiswa Indonesia yang tidak
atau belum paham atau fasih bahasa asing pada tingkat yang memadai, atau
(3) menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di perguruan tinggi (buku teks
dan bahasa pengantar kuliah).
10
Remy Sylado, “Pusat Pembinaan Bahasa Apa Pusat Pembinasaan Bahasa,” Jakarta, Jakarta No. 173 (Oktober
1989), hlm. 84-85. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sekarang disebut Pusat Bahasa saja.
A k u n t a n M u d a Halaman 29
Dapatkah dicapai suatu keadaan yang memungkinkan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat segera dikuasai dan karya seni tinggi dapat segera dinikmati para pelajar
dan mahasiswa tanpa mereka harus belajar bahasa asing dulu? Tidak mudah untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Masing-masing pilihan akan membawa implikasi yang
sangat luas baik dalam kehidupan masyarakat umum maupun akademik. Yang jelas,
kebijakan manapun yang dipilih akan mempunyai implikasi dalam membangun insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif.
Apa yang terjadi di Indonesia dewasa ini juga merupakan refleksi dari keputusan
strategik yang sekarang dianut baik secara sadar ataupun tidak. Implikasi keputusan
strategik mengenai hal ini di Jepang dapat dijadikan contoh dan pertimbangan. Di negara
tersebut, pelajar pada tingkat pendidikan menegah dan atas tidak harus menunggu fasih
berbahasa Inggris untuk dapat menikmati karya-karya ilmiah dan karya-karya seni tinggi
asing. Akibatnya, inovasi tumbuh dengan subur dan dapat disaksikan bahwa bangsa Jepang
telah menikmati hasil keputusan strategik tersebut. Memang hasil seperti itu tidak dapat
diraih dalam waktu pendek (dan juga tidak hanya faktor bahasa yang menentukan). Akan
tetapi, tidak adakah usaha dalam diri kita untuk menuju ke sana? Tidak adakah paradigma
dan sikap baru dalam menghadapi masalah kebahasaan kita bila memang benar bahwa
kemantapan bahasa merupakan katalisator kemajuan dan penguasaan ilmu pengetahuan?
Bahasa Menunjukkan Bangsa
Kita memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang dapat dikata kan
mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku yang menjadi bagian penting dari
martabat dan kemampuan bahasa. Oleh karena itu, bahasa tersebut telah mencapai status
untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu saja kedudukan semacam itu tidak terjadi
begitu saja. Bahasa tersebut telah mengalami pengembangan dan perluasan dalam waktu
hampir tiga abad untuk mencapai statusnya seperti sekarang. Status yang demikian akhirnya
juga menjadi sikap mental bagi pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam
penggunaan bahasa baik tata bahasa maupun ejaan (spelling) merupakan suatu kesalahan
yang dianggap “tercela” dan memalukan apalagi di kalangan akademik. Sudah menjadi
kebiasaan umum dalam penilaian pekerjaan tulis pelajar dan mahasiswa di Amerika bahwa
A k u n t a n M u d a Halaman 30
salah eja akan mengurangi skor pekerjaan tulis tersebut. Hal seperti itu dapat terjadi karena
pemilihan ejaan didasarkan pada kaidah yang baku dan bukan didasarkan atas selera
pemakai. Bandingkan dengan keadaan di Indonesia khususnya di kalangan profesional dan
akademik.
Kesadaran akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa masyarakat
mempunyai mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan atau kesepakatan
bersama. Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada penyimpangan. Akan
tetapi, penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal. Bila penyimpangan lebih
banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan baku tersebut praktis tidak ada
manfa atnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-hari, bila kebijaksanaan lebih banyak dari
ketentuan yang telah digariskan, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Bila dalam
kehidupan bermasyarakat lebih banyak kebijaksanaan (yang berarti penyimpangan)
daripada ketentuan hukum yang berlaku maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum
menjadi berkurang dan akhirnya masyarakat lebih mempercayai atau menganut jalan
simpang. Oleh karena itu, semboyan bahasa menunjukkan bangsa sebenarnya bukan
sekadar ungkapan klise melainkan semboyan yang mempunyai makna filosofis yang sangat
dalam. Sikap masyarakat terhadap bahasa barangkali dapat dijadikan indikator mengenai
sikap masyarakat dalam hidup bernegara. Mungkinkah perilaku dalam penggunaan bahasa
Indonesia dewasa ini merupakan refleksi sikap mental kita yang selalu mengharapkan
kebijaksanaan (baca: hak istimewa, prioritas, penyimpangan, atau pengecualian terhadap
hukum) daripada mengikuti ketentuan yang berlaku?
Arti Penting Bahasa Asing
Mungkin sekali banyak orang menjadi khawatir bahwa kalau bahasa Indonesia menjadi
maju dan semua buku sudah ditulis dalam bahasa Indonesia maka kemampuan pelajar dan
mahasiswa berbahasa asing menjadi berkurang sehingga tidak mampu bersaing. Sekali lagi
bersaing secara global hendaknya tidak diartikan sebagai bersaing secara individual tetapi
secara nasional. Mengembangkan dan memodernkan bahasa Indonesia di masa mendatang
tidak berarti mematikan bahasa asing. Yang sebenarnya harus dicapai adalah membuka
cakrawala pelajar dan mahasiswa terhadap pengetahuan dan teknologi sejak dini tanpa
A k u n t a n M u d a Halaman 31
harus menunggu fasih berbahasa asing. Hal inilah yang perlu dipertimbangkan secara serius
sebagai kebijakan nasional. Sebagai individual, kalau kita ingin lebih melebarkan cakrawala
pengetahuan, bahasa asing jelas merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Masih
langkanya buku-buku keilmuan berbahasa Indonesia dewasa ini mengharuskan kita
(kalangan busines, akademik, dan ilmiah) menguasai bahasa asing (khususnya bahasa
Inggris). Jadi, belajar bahasa asing harus merupakan dorongan indi- vidual yang kuat bukan
kebijakan nasional.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang dapat menguasai bahasa asing
(termasuk membaca buku teks) dengan baik kalau dia juga menguasai bahasa sendiri
Indonesia) dengan baik pula. Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar bahasa Inggris
yang mempunyai struktur yang baku dan canggih kalau dia sendiri tidak menguasai bahasa
Indonesia yang baku (dan sebenarnya juga canggih dan bermartabat) sebagai
pembandingnya? Telah disebutkan di muka, banyak orang mengeluh dan merasa sulit
belajar bahasa Inggris tetapi mereka lupa bahwa kesulitan tersebut sebenarnya disebabkan
oleh struktur bahasa Indonesianya yang masih belum memadai.
Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah
Karya tulis ilmiah atau akademik menuntut kecermatan dalam penalaran dan bahasa.
Dalam hal bahasa, karya tulis semacam itu (termasuk laporan penelitian) harus memenuhi
ragam bahasa standar (formal) atau terpelajar dan bukan bahasa informal atau pergaulan.
Sugono (1997) membagi ragam bahasa atas dasar media/sarana, penutur, dan pokok
persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa terdiri atas ragam bahasa lisan dan tulis. Atas
dasar penuturnya, terdapat beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi, dan takresmi.
Dari segi pokok persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu, hukum, niaga, jurnalistik,
dan sastra.
Ragam bahasa karya tulis ilmiah/akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang
penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti
kaidah bahasa baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena karya
tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah
sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam
A k u n t a n M u d a Halaman 32
bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat tetap dipahami oleh
pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.
Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang
sulit dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal
semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang canggih. Ciri-ciri bahasa
keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang
memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu
gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya.
Suharsono (2001) menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam karya tulis
ilmiah berupa penelitian yaitu:
♦ Bermakna isinya
♦ Jelas uraiannya
♦ Berkesatuan yang bulat
♦ Singkat dan padat
♦ Memenuhi kaidah kebahasaan
♦ Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
♦ Komunikasi secara ilmiah
Aspek komunikatif (keefektifan) hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang
diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak selayaknya
membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan istilah) popular
khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol bahasa harus diartikan
atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus mengikuti apa yang nyatanya digunakan
atau popular dengan mengorbankan makna yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak
selayaknya mengikuti kesalahkaprahan. Dalam kaitannya dengan hal ini, Sterling (1979)
menegaskan pendekatan penggunaan istilah akuntansi sebagai berikut:
The danger in continuing to use a nonscientific language is that we will not even
understand the questions of science, much less seek answers to those questions. If
we begin to use the language of science, we may begin to ask the right kinds of
ques tions. Asking the right kinds of questions is a long way of obtaining answers,
but it is a prerequisite.
A k u n t a n M u d a Halaman 33
Another advantage of adopting the language of science is that the scientific
community has had a considerable experience in making their communication more
precise. The major contributor toward precise communication is the adoption of
technical terms by each scientific subspecialty. We accountants seem to have a
negative attitude toward technical terms. On the one hand, this attitude is well
founded since we need to communicate with nonaccountants via our financial
reports. On the other hand, the absence of technical terms inhibits communication
among accountants. The language that we currently use in trying to communicate
with each other is most imprecise. It would be wholly beneficial if we adopted
technical terms to communicate with each other and then translated those terms
into plain English when we communicate with nonaccountants (hlm. 36).
Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena
itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah
kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut struktur
kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca.
Apa yang dikatakan Sterling di atas mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak harus
takut menciptakan istilah baru hanya karena kita khawatir masyarakat akan bingung atau
tidak tahu. Dalam menciptakan istilah baru, masyarakat yang diacu hendaknya adalah
masyarakat profesional, ilmiah, atau akademik yang mempunyai kebersediaan (willingness)
dan ketekunan (diligence) untuk belajar bukan orang awam dalam pergaulan umum atau
pasar. Itulah sebabnya badan penyusun standar di Amerika, Financial Accounting Standards
Board (FASB), tidak takut menciptakan istilah baru karena mereka menetapkan standar
keilmiahan atau profesionalisma minimal masyarakat yang dituju. Hal ini dinyatakan FASB
sebagai berikut:11
Financial reporting should provide information that is useful to present and
potential investors and creditors and other users in making rational investment,
credit, and similar decisions. The information should be comprehensible to those
who have a reasonable understanding of business and economic activities and are
willing to study the information with reasonable diligence.
Kaidah kebahasaan Indonesia di perguruan tinggi menjadi masalah karena kenyataan
bahwa sebagian besar buku ilmu pengetahuan dan teknologi berbahasa Inggris sementara
proses belajar menggunakan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, peran dosen dalam
memahamkan pengetahuan masih sangat dominan sehingga dosen sangat diharapkan
mampu berbahasa Inggris. Jadi, dosen harus mampu menyerap pengetahuan dalam bahasa
11
FASB (1991), Statement of Financial Accounting Concepts No. 1, paragraf 40. Penebalan oleh penulis.
A k u n t a n M u d a Halaman 34
Inggris dan menyampaikannya dalam bahasa Indonesia. Fungsi semacam ini akan
melibatkan penerjemahan dan pembentukan istilah oleh dosen. Masalah yang paling pelik
adalah pembentukan istilah. Sayangnya, para dosen tidak berusaha sama sekali untuk
mengembangkan istilah baru karena mengira bahwa bahasa Indonesia tidak cukup kaya dan
mampu. Alih-alih mengapresiasi dan mempelajari penjabaran istilah, mereka lebih suka
Akibatnya, istilah baru menggerutu atau malah mengolok-olok pengenalan istilah baru.
tidak dibahas di kelas tetapi disembunyikan. Dalam membahas istilah di kelas, dosen tidak
harus selalu setuju dengan istilah baru tetapi harus mengajukan alasan atau penalarannya.
Tugas dosen adalah menyampaikan gagasan dengan baik bukan memaksakan seleranya.
Tidak mengenalkan dan membahas istilah baru sama saja dengan memasangi kaca mata
kuda pada mahasiswa dan menutup perbaikan potensial.
Oleh karena itu, dosen perlu memahami kaidah yang berkaitan dengan
pembentukan istilah. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh
Pusat Bahasa merupakan sumber yang cukup baik dan memadai sebagai pedoman.
Walaupun tidak berkaitan dengan pembentukan istilah, tanda baca juga merupakan bagian
penting dalam pemaparan karya ilmiah. Pedoman penggunaan tanda baca dimuat secara
lengkap dalam Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Dalam kenyataannya, pedoman ini belum
dimanfaatkan sepenuhnya karena kurangnya apresiasi dan perhatian masyarakat akademik
dan profesional terhadapnya.
Level Bahasa
Mahasiswa sering mengeluh bahwa mereka sukar memahami suatu buku yang ditulis
dalam bahasa Indonesia. Ada berbagai alasan yang dapat menerangkan hal tersebut.
Pertama, buku yang dibacanya membahas masalah konkret dan sederhana tetapi ditulis
dengan bahasa yang kurang memadai sehingga sulit dipahami apalagi kalau pembaca hanya
menggunakan struktur bahasa alamiahnya sehingga pembaca tidak tahu bahwa struktur
bahasa dalam buku tersebut keliru dan menjadi tidak mudah dipahami maksudnya. Kedua,
mahasiswa membaca buku yang memerlukan pemikiran mendalam tetapi membacanya
seperti membaca berita di koran sehingga pemahaman tidak diperoleh. Ketiga, ini yang
justru sering terjadi, buku tersebut memang ingin mengungkapkan sesuatu yang kompleks
A k u n t a n M u d a Halaman 35
dan konseptual yang memerlukan struktur bahasa dan kosa kata yang canggih dan ditulis
dalam bahasa yang sangat memadai dan baku pada tingkatnya tetapi mahasiswa
menggunakan struktur bahasa alamiahnya untuk memahami. Buku dengan tingkat bahasa
yang tinggi dibaca dengan kemampuan bahasa pada tingkat rendah. Buku dengan tingkat
bahasa standar yang tinggi dibaca dengan tingkat bahasa pergaulan umum. Sayangnya,
banyak orang yang menuduh bahwa suatu buku sulit dipahami padahal sebenarnya orang
tidak mempunyai kemampuan bahasa dan daya nalar yang memadai untuk memahami.
Alih-alih belajar bahasa, mahasiswa menuntut agar bahasa buku teks “membumi.”
Bahasa memang mempunyai aras (level) ditinjau dari luasnya kosa kata khusus
(specialized vocabulary) dan ragam bahasa. Buku bacaan asing (berbahasa Inggris) sering
diberi keterangan mengenai aras atau level bahasa yang digunakan atas dasar kosa kata
khusus dan kekompleksan struktur bahasa. Gambar 1 melukiskan level bahasa yang
digunakan untuk menandai level beberapa bacaan berbahasa Inggris.
Gambar 1. Level Bahasa
Level Contoh Penggunaan
30.000 kata ke atas Buku Shakespeare, filsafat
20.000 kata Sastra tinggi, beberapa buku klasik, filosofi
10.000 kata Buku teks ilmu sosial
5.000 kata Buku teks ilmu alam atau pasti
4.000 kata Majalah popular, koran, bacaan popular
lainnya
2.000 kata Buku cerita sederhanaan (simplified)
1.000 kata Buku teks dan cerita sekolah dasar
500 kata Belanja di swalayan, papan nama, iklan
layanan masyarakat
- Bahasa simbol atau isyarat
Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 7th Edition memuat daftar kata yang masuk dalam
Oxford 3000TM
Vocabulary Trainer (hlm. R100-R113). Kalau ditinjau dari lingkup pemakaian,
daftar kata ini dapat digunakan sebagai pengukur level bahasa. Kalau kita sudah tahu
hampir semua arti kata dan penggunaannya, berarti kita sudah berada paling tidak pada
A k u n t a n M u d a Halaman 36
level 3000 kata. Akan tetapi, kalau kita tidak tahu lebih dari 150 kata (5%), kita mungkin
berada pada level di bawah 3000 kata. Kita akan mengalami hambatan untuk memahami
materi dengan level bahasa di atas level yang kita kuasai.
Oleh karena itu, kalau mahasiswa ingin menikmati dunia pengetahuan yang luas dan
tinggi, mahasiswa harus memperbaiki kemampuan bahasanya (baik Indonesia maupun
Inggris). Mahasiswa harus mempunyai kemampuan berbahasa pada tingkat yang memadai
untuk mampu menyerap gagasan dan pengetahuan yang kompleks dan konseptual. Bahasa
Mahasiswa harus meningkatkan level bahasanya. Kalau hanya mahasiswa harus “melangit.”
keterampilan teknis dan komunikasi umum yang menjadi tujuan, bahasa alamiah memang
sudah cukup. Gambar 2 melukiskan arti penting penguasaan bahasa (Indonesia dan Inggris)
kalau kita ingin berkomunikasi dan belajar dalam dua bahasa itu sama baiknya pada level
yang tinggi. Yang jelas kita akan mampu menjelajahi medan pengetahuan asing sepenuhnya
kalau kita mempunyai kemampuan bahasa pada level yang sama dengan yang digunakan
dalam bahasa sumber dan sasaran. Persoalannya adalah berapa lama diperlukan untuk
mencapai level bahasa Inggris yang tinggi? Haruskah pembelajar Indonesia belajar bahasa
Inggris (dan asing lainnya) sampai level yang tinggi untuk menjelajahi medan pengetahuan
Hal ini merupakan masalah yang harus yang dapat dijelajahi oleh orang asing?
dipertimbangan dengan saksama dalam menetapkan kebijakan nasional dalam
pengembangan bahasa Indonesia yang pada gilirannya mempunyai implikasi terhadap
pengembangan ilmu dan teknologi pada tingkat yang tinggi.
Apakah mahasiswa perlu mampu berbahasa asing (Inggris)? Kalau mahasiswa ingin
lebih melebarkan cakrawala pengetahuannya, bahasa asing jelas merupakan hal yang tidak
dapat ditinggalkan. Masih langkanya buku-buku keilmuan berbahasa Indonesia dewasa ini
mengharuskan mahasiswa menguasai bahasa asing (khususnya bahasa Inggris). Mata kuliah
dan pengetahuan lain di perguruan tinggi (yang bukan mata kuliah bahasa Inggris tetapi
menggunakan buku teks asing), walaupun membantu, bukan merupakan sarana untuk
belajar bahasa Inggris. Bahasa Inggris harus dipelajari secara khusus dan serius melalui
pelajaran dan pelatihan secara khusus. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang
dapat menguasai bahasa asing (termasuk membaca buku teks) dengan baik kalau dia juga
menguasai bahasa sendiri (Indonesia) dengan baik pula. Ini berlaku untuk mereka yang
selama hidup belum pernah hidup di masyarakat yang berbahasa Inggris secara penuh.
A k u n t a n M u d a Halaman 37
Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar bahasa Inggris yang mempunyai struktur yang
baku dan canggih kalau dia sendiri tidak menguasai bahasa Indonesia yang baku (dan
sebenarnya juga canggih) sebagai pembandingnya? Banyak orang mengeluh dan merasa
sulit belajar bahasa Inggris tetapi mereka lupa bahwa kesulitan tersebut sebenarnya
disebabkan oleh penguasaan struktur bahasa Indonesianya sendiri yang masih belum
memadai.
Gambar 2. Arti Penting Kemampuan Bahasa
Kalau hanya keterampilan teknis yang menjadi tujuan, bahasa alamiah memang
sudah cukup. Apakah ketidakpedulian kalangan akademik terhadap pengembangan bahasa
Indonesia justru disebabkan oleh kenyataan bahwa yang dipelajari di perguruan tinggi
sebenarnya hanyalah hal-hal yang sangat teknis (diketahui-hitung-hitungan) dan bukan hal-
hal yang bersifat konseptual dan filosofis?12
12
Hal ini pernah penulis kemukakan dalam artikel “Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi,” Jurnal Akuntansi &
Manajemen STIE-YKPN, Maret 1991.
A k u n t a n M u d a Halaman 38
Masalah Pembentukan Istilah
Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan pengartian makna
atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. Pembentukan istilah
yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang mensyaratkan
kecermatan ekspresi. Acapkali orang menciptakan istilah bukan dengan penalaran dan
kaidah bahasa melainkan dengan perasaan atau pengalaman saja atau bahkan dengan dasar
pendengaran. Istilah hendaknya tidak diciptakan atas dasar telinga saja tetapi yang lebih
penting adalah atas dasar apa yang ada di balik telinga. Pembentukan istilah atas dasar
telinga dapat saja dilakukan tetapi hasilnya sering tidak mengena atau bahkan menyesatkan.
Pengembangan pengetahuan dan bahasa keilmuan sering menjadi terhambat karena
orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara kaidah dan makna bahasa
keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep dalam pengetahuan tertentu
juga ikut keliru (walaupun tidak disadari).
Kemajuan bahasa Indonesia dewasa ini sebenarnya cukup menggembirakan dan
menjanjikan. Kata-kata baru (yang mula-mula dianggap asing) mulai muncul dan beberapa
kata menjadi berterima di masyarakat. Semua kata-kata baru tersebut telah dikembangkan
oleh Pusat Bahasa, ahli bahasa, dan pemakai bahasa yang mempunyai kesadaran bahasa
atas dasar perekayasaan bahasa (language engineering).
Perekayasaan bahasa adalah proses penalaran yang digunakan dalam pengembangan
istilah dan kosa kata. Dengan perekayasaan tersebut, bentuk bahasa sedapat-dapatnya
memanfaatkan sarana morfologi bahasa Indonesia. Moeliono (1986) menjelaskan bahwa
pada awal pemakaiannya seakan-akan kata-kata baru akan menjadi lebih asing dari bentuk
asingnya. Akan tetapi, dalam jangka panjang usaha ini akan sangat menunjang
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena memberi sarana untuk meneruskan
gagasan atau ilmu pengetahuan kepada mereka yang belum mengenal bahasa asing
secukupnya. Usaha perekayasaan bahasa di bidang keilmuan bertujuan agar setiap makna
istilah, baik yang berupa kata maupun yang berupa ungkapan, dapat dijabarkan dari
strukturnya. Hal ini juga akan mempunyai pengaruh terhadap kelancaran dan ketepatan
penerjemahan antarbahasa.
A k u n t a n M u d a Halaman 39
Perekayasaan bahasa telah mampu dan berhasil menciptakan istilah dan kata baru
yang sifatnya menambah kosa kata dan menambah medan makna yang dapat diungkapkan
dalam bahasa Indonesia sehingga suatu pengalaman atau gagasan dapat diungkapkan
dengan simbol kata yang tepat. Kata-kata baru tersebut banyak yang sudah berterima baik
di kalangan akademik maupun masyarakat umum. Misalnya, kata pelatihan (sebagai
padanan training) mulai berterima dan banyak digunakan untuk membedakannya dengan
latihan yang merupakan padanan exercise. Kata pelaporan mulai digunakan di samping
laporan untuk membedakan makna reporting (sebagai proses) dan reports (sebagai hasil
proses). Kata rerangka perlu diciptakan untuk padanan framework untuk membedakannya
dengan kerangka yang digunakan sebagai padan kata skeleton. Di bidang ejaan,
perekayasaan bahasa menganjurkan kata praktik untuk mengganti praktek agar
pembentukan istilah turunan (praktis, praktisi dan praktikum) dapat mengikuti morfologi
bahasa secara taat asas.
Keberterimaan beberapa kata atau istilah baru dalam masyarakat dewasa ini
menunjukkan bahwa masyarakat (baik awam maupun akademik/profesional) sebenarnya
cukup lentur dan adaptif dalam menerima gagasan baru. Masyarakat umum dapat
memahami bahwa memenangkan harus diganti dengan memenangi, membawahi dengan
membawahkan, dan komoditi dengan komoditas. Oleh karena itu, dalam pengembangan
istilah kita tidak harus terbelenggu oleh apa yang nyatanya digunakan tetapi selalu
berupaya untuk menggunakan apa yang seharusnya digunakan. Penyimpangan atau
anomali memang selalu ada tetapi penyimpangan hendaknya tidak terlalu banyak. Terlalu
banyak penyimpangan sama saja artinya dengan tidak ada kaidah.
Perangkat Kata Peristilahan
PUPI mengartikan perangkat kata peristilahan sebagai kumpulan istilah yang dijabarkan
dari bentuk yang sama, baik dengan proses penambahan dan pengurangan maupun dengan
proses penurunan kata. Berikut ini adalah contoh seperangkat kata peristilahan yang
diberikan dalam PUPI (butir 1.9):
A k u n t a n M u d a Halaman 40
Absorb Serap
Absorbate Zat terserap, absorbat
Absorbent (nomina) Zat penyerap, absorben
Absorbent (adjektiva) Berdaya serap
Absorber Penyerap
Absorptivity Kedayaserapan, daya serap
Absortive Absortif
Absorbency Daya serap, absorbensi
Absorbable Terserapkan
Absorbability Keterserapan, absorbabilitas
Absorption Penyerapan, absorpsi
Perangkat kata peristilahan seperti di atas sangat penting artinya untuk kepentingan
ilmiah dan akademik yang menuntut kecermatan. Bahasa Indonesia sebenarnya mampu dan
mempunyai sarana untuk mengembangkan perangkat kata peristilahan seperti itu. Namun
demikian, karena para pakar atau ilmuwan atau akademisi sering merendahkan bahasa
Indonesia atau tidak bersedia mempelajari kemampuan bahasa Indonesia yang sebenarnya,
perangkat seperti itu belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan ilmiah. Dengan
perangkat peristilahan semacam itu, pelajar dan mahasiswa yang belum fasih berbahasa
Inggris akan mampu menjelajahi medan makna atau dunia abstrak yang dapat dibayangkan
oleh penulis buku asing (berbahasa Inggris). Hal inilah yang menjadi peran bahasa Indonesia
dalam mencerdaskan bangsanya yang mempunyai daya saing secara global. Kamus bahasa
Indonesia juga akan berkembang. Pada gilirannya, pelajar dan mahasiswa Indonesia akan
dengan mudah belajar bahasa asing (Inggris).
Haruskah Diubah
Masalah yang timbul adalah apakah istilah yang sudah telanjur popular tapi salah kaprah
harus diganti? Untuk tujuan jangka panjang (kepentingan masa depan) dan untuk
kemudahan belajar bahasa asing, penggantian merupakan keharusan. Alasan nostalgik atau
sentimental tidak dapat menjadi basis untuk mempertahankan istilah yang menyimpang
khususnya untuk tujuan keilmuan atau profesional. Dalam hal ini, orang sering mengutip
ungkapan Shakespeare, What’s in a name? (Apalah arti sebuah nama?).13
Apakah kalau
13
Ungkapan tersebut terdapat dalam drama Romeo and Juliet sebagai berikut (penebalan oleh penulis):
A k u n t a n M u d a Halaman 41
bunga mawar diberi nama lain lalu tia tidak harum. Nama atau istilah hanyalah sebuah
kesepakatan. Yang penting adalah objek yang diberi nama. Akan tetapi, dalam dunia
akademik dan profesional yang menuntut kecermatan, sentimen atau argumen semacam
itu jelas tidak berlaku karena nama atau istilah membawa perilaku. Perilaku, sikap, dan
persepsi dapat diubah menjadi lebih baik atau lebih memenuhi harapan dengan memberi
nama sesuai dengan maknanya. Itulah sebabnya, agar sikap masyarakat terhadap pajak
berubah, Kantor Inspeksi Pajak (KIP) harus diganti dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Dengan penalaran yang sama dan dilandasi oleh kemauan politik yang tinggi, peme-
rintah secara menawan telah mengubah bait lagu Tujuh Belas Agustus dari “Satu tujuh
d’lapan tahun empat lima” menjadi “Tujuh belas Agustus tahun empat lima” tanpa
mengurangi jasa baik penggubahnya. Demikian juga, karena penanaman wawasan
nusantara bagi bangsa Indonesia, lagu Dari Barat Sampai ke Timur harus diubah menjadi
Dari Sabang Sampai Merauke. Dapat dibayangkan betapa ngerinya orang-orang India, Sri
Langka, Pakistan, Papua Nugini, Malaysia, dan Australia mendengar lagu tersebut dinya-
nyikan anak-anak dan pelajar Indonesia bila syair aslinya tidak diubah. Masih ada satu lagu
yang perlu diperbaiki salah satu baitnya yaitu lagu perjuangan Sepasang Mata Bola. Bait
yang berbunyi “lindungi daku pahlawan daripada si angkara murka” harus diubah menjadi
“lindungi daku pahlawan dari para angkara murka.” Bila tidak diubah, anak-anak atau
pelajar yang menyajikan lagu tersebut akan mempunyai kesan yang keliru tentang situasi
perjuangan pada waktu itu.
Jul. Oh Romeo, Romeo! Wherefore art thou Romeo? Deny thy father and refuse thy name;
Or, if thou wilt not, be but sworn my love, And I’ll no longer be a Capulet.
Rom. [Aside]. Shall I hear more, or shall I speak at this?
Jul. Tis but thy name that is my enemy; Thou art thyself, though not a Montague.
What’s Montague? it is nor hand, nor foot, Nor arm, nor face, nor any other part
Belonging to a man. O, be some other name! What’s in a name? that which we call a rose
By any other name would smell as sweet; So Romeo would, were he not Romeo call’d
Retain that dear perfection which he owes Without that title. Romeo, doff thy name,
And for that name, which is no part of thee, Take all myself.
Rom. [Aloud]. I take at thy word; Call me but Love, and I’ll be new babtiz’d; Henceforth I never will be
Romeo.
Bait-bait di atas dikutip seperti apa adanya dari A. J. J. Ratcliff (editor), Shakespeare’s Romeo and
Juliet (London: Thomas Nelson & Sons, Ltd., tanpa tahun), hlm. 52-53.
A k u n t a n M u d a Halaman 42
Tugas Siapa
Seandainya ada keyakinan bahwa bahasa Indonesia harus ditingkatkan dan dimodernkan
sehingga mempunyai kemantapan dan kebermanfaatan yang setingkat dengan bahasa yang
sudah modern dan maju, siapakah yang paling bertanggung jawab untuk itu? Tentu saja
tugas pengembangan tidak seluruhnya ada di pundak Pusat (Pengembangan) Bahasa atau
para ahli bahasa. Semua yang terlibat dalam penggunaan bahasa mempunyai kewajiban
untuk itu. Perguruan tinggi sebenarnya merupakan suatu agen pengembangan (agent of
development) dan agen perubahan (agent of changes) yang sangat strategik. Oleh karena
itu, para partisipan (khususnya dosen dan mahasiswa) dalam proses pendidikan di
perguruan tinggi tentunya harus ikut mendukung pengembangan tersebut. Perguruan
tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat
mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Masalahnya adalah apakah
sekarang ini para partisipan mempunyai kesadaran dan perhatian (awareness dan concern)
mengenai hal ini?
Kemampuan berbahasa dan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi buah pikiran
bukan merupakan bakat alam (gifted) melainkan keterampilan yang harus dipelajari dengan
penuh kesadaran. Sayangnya banyak di antara kita yang sudah merasa dapat berbahasa
(bahasa Indonesia khususnya) bukan karena mempelajarinya secara sadar akan tetapi
memperolehnya secara alamiah (secara MSMD). Bila kita ingin mencapai dan menikmati
pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan ilmiah, maka bahasa yang kita kuasai secara alamiah
harus kita tingkatkan menjadi bahasa ilmiah.
Untuk percakapan dan penulisan sehari-hari dalam pergaulan umum, bahasa yang
diperoleh secara alamiah memang cukup tetapi tingkat kecanggihan bahasa tersebut sebe
narnya ada pada tingkat yang paling bawah. Ciri umum bahasa tersebut adalah struktur
bahasa yang sederhana (sering tidak lengkap dan mengandung salah kaprah) dan kosa kata
yang sangat terbatas. Bahasa tersebut cukup untuk sarana komunikasi umum dalam
kehidupan umum sehari-hari. Akan tetapi, bahasa awam atau alamiah tidak mampu dan
kurang memadai untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat ilmiah dan abstrak atau
konseptual. Untuk mengungkapkan hal ini diperlukan struktur bahasa dan kosa kata yang
lebih canggih. Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan
A k u n t a n M u d a Halaman 43
atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan
karakteristik ini, suatu gagasan dapat terekspresi dengan cermat tanpa kesalahan makna
bagi penerimanya (untuk masalah ilmiah).
Simpulan
Bahasa dapat mempunyai dampak yang luas dalam penyebaran maupun pemahaman ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia sedang bersaing dengan bahasa asing dalam
menemukan ciri khasnya. Sikap sinis dan apriori terhadap pengembangan bahasa
merupakan salah satu faktor yang menghambat pengembangan itu sendiri. Bahasa Indo-
nesia tampaknya masih dipandang sebagai bahasa politis atau sebagai simbol persatuan
tetapi belum dikembangkan menjadi sarana komunikasi untuk pengungkapan informasi
yang kompleks dalam bidang keilmuan. Atas dasar struktur dan morfologi bahasa Indonesia
yang sekarang tersedia, bahasa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang besar
untuk dikembangkan menjadi bahasa yang maju dan canggih sebagai bahasa keilmuan
sehingga para pelajar dapat menikmati karya-karya sastra, ilmu pengetahuan, dan teknologi
yang tinggi tanpa harus menunggu kefasihan berbahasa asing. Pada gilirannya, kefasihan
berbahasa Indonesia akan sangat membantu proses dan pemahaman dalam belajar bahasa
asing itu sendiri.
Pembentukan istilah yang konsisten dan berkaidah akan memudahkan pengartian
makna atau gagasan yang terkandung dalam simbol berupa rangkaian kata. Pembentukan
istilah yang cermat ini akan sangat terasa manfaatnya dalam bahasa keilmuan yang
mensyaratkan kecermatan ekspresi. Pengembangan pengetahuan dan bahasa sering
menjadi terhambat karena orang mempertahankan apa yang sudah kaprah tetapi secara
kaidah dan makna bahasa keliru sehingga penangkapan dan pemahaman suatu konsep
dalam pengetahuan juga ikut keliru (walaupun tidak disadari). Istilah membawa perilaku.
Oleh karena itu, istilah yang keliru dapat mengakibatkan perilaku yang keliru pula dan kalau
perilaku yang keliru tersebut dipraktikkan tanpa sadar dalam suatu profesi maka profesi
sebenarnya telah melakukan malpraktik/malapraktik (malpractice).
Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu sehingga perguruan tinggi
tidak dapat melepaskan diri dari fungsinya sebagai pengembang bahasa Indonesia. Pergu-
A k u n t a n M u d a Halaman 44
ruan tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat
mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Kalau perguruan tinggi hanya
mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan dalam masyarakat maka hilanglah fungsi
perguruan tinggi sebagai agen pengembangan dan perubahan (kemajuan). Perguruan tinggi
hanya berfungsi tidak lebih dari sebuah kursus keterampilan. Dalam hal penggunaan
bahasa, memang dapat diterima pandangan yang menyatakan bahwa the public has the
final taste. Akan tetapi, selera masyarakat dapat diarahkan menuju ke selera bahasa yang
tinggi kalau alternatif-alternatif yang berselera tinggi ditawarkan kepada mereka. Apa yang
diungkapkan oleh Moeliono (1989) berikut dapat menjadi landasan kita dalam bersikap
terhadap pengembangan bahasa.
The language planners—and we mean not only the experts but also the members of
other social groups—who wish to see the Indonesian language become more
refined, more flexible, more accurate and capable of serving its speakers in all of its
purposes, should wholeheartedly try to guide the direction of the public's taste by
setting the example that is sensitive to the language's uniformity as well as its
multivarious ness.
If we want to expand the vocabulary and develop various styles, the problem that
arises is whether the Indonesian language has enough means to make this
modernization possible? To answer this question its speakers must exercise their
creative power; they should not try to escape from difficulties and thereby abandon
their ingrained tendency to stick to an accepted usage (hlm. 68-69).
Gagasan Moeliono di atas memberi isyarat bahwa kalau ada istilah yang salah tetapi
kaprah, tugas dunia pendidikan dan profesilah untuk memberi alternatif yang lebih baik dan
valid sehingga lambat laun kesalahkaprahan atau kerancuan dapat dihilangkan. Gagasan-
gagasan dan alternatif-alternatif baru (termasuk istilah) harus ditawarkan kepada
mahasiswa dan bukan malahan diisolasi, disembunyikan, atau dihindarkan dari mahasiswa.
Dalam kenyataannya, sikap yang diambil dalam pengajaran di perguruan tinggi acapkali
justru memantapkan kesalahkaprahan dengan dalih agar mahasiswa tidak bingung dalam
praktik. Berkaitan dengan sikap ini, Hall dan Cannon (1975) mengajukan pertanyaan
mendasar sebagai berikut:
A k u n t a n M u d a Halaman 45
Should a university course be devised to help a student fit into society or to
encourage a student to change society? (hlm. 25)
Menurut pendapat penulis, pengajaran di perguruan tinggi harus dapat mengubah
praktik atau kehidupan menjadi lebih baik. Justru dalam hal inilah perguruan tinggi harus
berbeda dengan lembaga kursus dan pelatihan. Peran badan autoritatif, profesional, dan
pendidikan sangat besar dalam pengembangan bahasa Indonesia khususnya istilah yang
tepat untuk pengembangan ilmu. Dunia profesi dan pendidikan tidak perlu merasa malu
untuk merevisi kesalahan yang mempunyai akibat fatal. Sikap profesional dan intelektual
seharusnya lebih banyak dituntun oleh rasa bersalah (guilty feeling) daripada oleh rasa
malu (ashame feeling) atau oleh tujuan untuk menutupi rasa malu.
Pembentukan istilah untuk tujuan keilmuan atau profesional hendaknya tidak
didasarkan pada telinga saja tetapi juga pada apa yang ada di balik telinga. Juga, harus
dijauhkan argumen “yang penting tahu maksudnya” untuk mempertahankan istilah yang
salah. Namun, semua itu hanya gagasan. Siapa peduli? Lebih menggigit lagi, siapa berani?
Daftar Bacaan:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988). __________. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Perum
Balai Pustaka, 1988).
Financial Accounting Standards Board (FASB), Statement of Financial Accounting Concepts
(Homewood, IL: Irwin, 1991).
Hall, William C. dan Robert Canon. University Teaching (Adelaide: ACUE, 1975).
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan, per April 2002 (Jakarta: Salemba
Empat, 2002).
Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia,
1989).
Mansoor, Sofia dan Niksolihin. “Kontak Pembaca: Soalnya, Malas Membuka Kamus” dalam
Tempo (2 Mei 1992).
Moeliono, Anton M. “Beberapa Aspek Masalah Penerjemahan ke Bahasa Indonesia,” dalam
Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar (Jakarta: PT Gramedia, 1989).
Moeliono, Anton M. “Sikap Bertaat Asas dan Kelentukan Bahasa” dalam Santun Bahasa
(Jakarta: PT Gramedia, 1986).
Moeliono, Anton M. “Term and Terminological Language,” dalam Kembara Bahasa:
Kumpulan Karangan Tersebar (Jakarta PT Gramedia, 1989).
A k u n t a n M u d a Halaman 46
Poedjosoedarmo, Soepomo. Filsafat Bahasa (Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2001).
Soedjito. Kosa Kata Bahasa Indonesia: Buku Pelengkap Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMA (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992).
Sterling, Robert R. Toward a Science of Accounting (Houston, TX: Scholars Book Co., 1979).
Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia Dengan Benar (Jakarta: Puspa Swara, 1997).
Suharsono. “Bahan Kuliah Bahasa Indonesia.” Hand-out. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2001.
Suriasumantri, Jujun S. “Hakikat Dasar Keilmuan,” dalam M. Thoyibi (editor), Filsafat Ilmu
dan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999).
Suwardjono. “Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi,” Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE-
YKPN (Maret 1991a).
Suwardjono. “Aspek Kebahasaan Dalam Pengembangan Akuntansi di Indonesia,” Jurnal
Akuntansi & Manajemen STIE-YKPN (November 1991b).
Sylado, Remy. “Pusat Pembinaan Bahasa Apa Pusat Pembinasaan Bahasa,” Jakarta, Jakarta
No. 173 (Oktober 1989), hlm. 84-85.
A k u n t a n M u d a Halaman 47
MenjelajahSSRN
Bagi yang belum pernah mengunjungi SSRN (Social Science Research Network), ijinkan saya
mengatakan ini: SSRN merupakan salah satu tempat paling menarik untuk mencari paper di
luar database jurnal publikasian. Ada beberapa alasan:
1) Sifatnya bebas/gratis. Kita hanya perlu mendaftar dengan username dan alamat e-mail
saja untuk memanfaatkan fitur-fiturnya.
2) Kita bisa memperoleh working paper teranyar yang menggambarkan topik penelitian
yang sedang hangat. Suatu artikel bisa perlu waktu 2 tahun agar bisa dipublikasi di
jurnal. Ini berarti artikel The Accounting Review – 2010 ditulis sekitar periode 2008.
Sementara itu, pada tahun 2010 sendiri sudah muncul topik penelitian baru yang sedang
hangat dan akan mendominasi jurnal di tahun 2012. Oleh karenanya, bila kita berniat
mencari topik penelitian maka carilah di working paper teranyar.
3) Di luar manfaat topik teranyar, SSRN memiliki beberapa fitur menarik lain yang
bermanfaat.
Homepage
A k u n t a n M u d a Halaman 48
Ketika kita mengetik www.ssrn.com maka kita akan menemui tampilan di atas. Homepage
ini menampilkan beberapa fitur SSRN seperti:
♦ Search
♦ Browse
♦ Top Papers
♦ Top Authors
♦ Top Institutions
♦ Research Paper Series
1) Search
Fitur ‘search’ berguna untuk melakukan pencarian umum atas suatu topik ataupun untuk
pencarian khusus atas suatu paper tertentu. Fitur ini berbasis kata yang ada di judul,
abstrak, maupun kata kunci suatu paper sehingga hasil pencariannya dapat diandalkan.
Khusus untuk membantu mencari topik terbaru, kita bisa menggunakan fitur ‘search’
dengan membatasi hasil hanya pada rentang waktu teranyar. Di bawah ini, misalnya,
merupakan hasil pencarian paper ‘audit quality’ dalam 3 bulan terakhir. Gambar berikut
menunjukkan ada 34 paper kualitas audit yang diunggah dalam waktu 3 bulan terakhir.
A k u n t a n M u d a Halaman 49
2) Browse
♦ Journalortopic
Selain dengan mencari paper berdasar topik tertentu, kita juga dapat browse paper yang
ada di SSRN berdasar jurnal ataupun topiknya melalui apa yang disebut network/jaringan.
Ada beberapa jaringan yang tersedia, antara lain Accounting Research Network, Cognitive
Science Network, dan lainnya sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut.
A k u n t a n M u d a Halaman 50
Bila kemudian kita mengklik salah satu jaringan yang tersedia maka akan muncul
berbagai konferensi dan pertemuan yang ada dalam jaringan tersebut. Gambar berikut
menunjukkan bahwa Accounting Research Network menyediakan working paper dari
berbagai konferensi dan pertemuan, antara lain pertemuan-pertemuan yang berada di
bawah naungan American Accounting Association (AAA).
Kemudian, katakanlah kita tertarik dengan paper yang dipresentasi pada AAA 2006
Financial Accounting & Reporting Section (FARS) Meeting maka kita tinggal mengklik tautan
tersebut. Selanjutnya, SSRN akan menampilkan daftar lengkap working paper yang
dipresentasi pada pertemuan tersebut.
A k u n t a n M u d a Halaman 51
♦ JELtopiclist
Selain berdasar jurnal dan topik, kita juga bisa browsing berdasar daftar topik JEL seperti
tampak pada gambar berikut:
A k u n t a n M u d a Halaman 52
3) TopPapers
Seksi Top Papers berisi dengan daftar paper dengan skor tertinggi. Skor ini diperoleh melalui
pembobotan terhadap jumlah unduhan dan jumlah kutipan. Kelemahan seksi Top Paper ini
adalah belum adanya pengkategorian berdasar topik atau bidang ilmu paper terkait.
4) TopAuthors
Selain top papers, ada pula seksi top authors yang mendaftar peneliti-peneliti dengan
jumlah unduhan dan terkutip (citation) tertinggi. Seksi ini membagi berdasar kategori yaitu
umum, hukum, busines, ekonomika, dan keuangan (finance).
A k u n t a n M u d a Halaman 53
Berikut adalah tampilan daftar top authors di bidang busines.
5) TopInstitutions
Seksi top institutions menunjukkan sekolah bisnis, departemen ekonomika, organisasi ERPN,
dan sekolah hukum terbaik. Berikut adalah tampilan sekolah busines U.S. terbaik.
A k u n t a n M u d a Halaman 54
Top institutions menunjukkan daftar sekolah/kampus dengan jumlah paper terunduh
tertinggi. Umumnya top institution ini selaras dengan kelompok sekolah-sekolah terbaik di
dunia. Fitur yang menarik adalah kita dapat melihat daftar peneliti berdasar institusinya.
Berikut adalah peneliti yang berdasar dari New York University (NYU).
A k u n t a n M u d a Halaman 55
6) ResearchPaperSeries
Seksi research paper series terdiri dari berbagai jaringan/network. Salah satunya adalah
Accounting Research Network yang terdiri dari working paper beberapa sekolah ternama
yaitu Chicago Booth, Harvard Business School, dan London Business School. Tampilan ini
bisa kita lihat di halaman berikut
Bila kita memilih Chicago Booth, misalnya, maka kita akan memperoleh daftar working
paper mereka.
A k u n t a n M u d a Halaman 56
7) AuthorPage
Kita dapat mengakses working paper suatu peneliti tertentu melalui author page di SSRN.
Hal ini sangat berguna karena umumnya suatu peneliti mempunyai pemikiran yang relatif
mendalam atas suatu topik namun tidak dituangkan ke dalam satu paper khusus. Sehingga,
bila kita hendak mendalami suatu topik, ada baiknya membaca paper-paper lain suatu
peneliti. Berikut merupakan contoh author page Profesor Ray Ball. Selain itu, author page
memuat beberapa informasi lain yang juga berguna, seperti alamat e-mail.
Sementara itu daftar paper Ray Ball tampak sebagaimana tampilan di bawah ini.
A k u n t a n M u d a Halaman 57
8) DownloadPage
Ketika akhirnya kita memutuskan untuk mengunduh suatu paper maka kita akan melihat
tampilan berikut. Ada beberapa tautan yang bisa membawa kita ke penjelajahan berikutnya
antara lain, author page, references, citations, dan paper yang biasa diunduh oleh orang
yang mengunduh paper terkait. Selamat menjelajah.
(Oleh: Arie Rahayu)
A k u n t a n M u d a Halaman 58
Kecurangan (Fraud) dalam Akuntansi dan Tanggung
Jawab Auditor dalam Mendeteksinya
Kecurangan didefinisikan sebagai tindakan untuk menyajikan sesuatu secara salah yang
mengakibatkan korban mengalami kerugian (Coenen 2008). ISACA mendefinisikan
kecurangan secara luas sebagai ‘beberapa tindakan yang melibatkan penggunaan penipuan
untuk mendapatkan keuntungan ilegal’. Kecurangan terjadi sebagai hasil dari hubungan
saling mempengaruhi antara tiga faktor yaitu kesempatan, dorongan atau tekanan, dan
sikap atau rasionalisasi. Tiga faktor yang disebutkan diatas dikenal dengan nama segitiga
kecurangan, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :
Sumber: (Coenen 2008).
Kesempatan terjadi karena lemahnya pengendalian internal yang ada dalam suatu
organisasi. Hal ini menyebabkan terjadinya kolusi sehingga pelaku dapat mempengaruhi
proses pengendalian yang dilakukan. Kesempatan merupakan faktor yang paling penting
diantara ketiga fkator yang ada, karena managemen atau individu yang memiliki niat untuk
berbuat curang tidak dapat melakukan kecurangan tanpa adanya kesempatan. Dorongan
atau tekanan secara khusus berasal dari lingkungan pribadi seseorang. Adanya tekanan
Motivasi
Kesempatan Rasionalisasi
A k u n t a n M u d a Halaman 59
situasional yang dialami individu akan menyebabkan individu tersebut terdorong pada
kondisi untuk melakukan kecurangan (fraud). Faktor ketiga yang biasanya muncul ketika
kecurangan dilakukan adalah sikap atau rasionalisasi. Ini berarti managemen atau individu
menemukan cara untuk secara sadar membenarkan kecurangan yang terjadi (Coenen 2008).
Kecurangan seringkali diidentikan dengan akuntansi kreatif (creative accounting).
Model seperti ini telah lama dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan yang go public,
sehingga bukan merupakan suatu hal yang aneh dan baru. Seperti yang telah dikemukakan
diatas, konsep utama dari akuntansi kreatif adalah pada penciptaan angka-angka keuangan
yang terlihat baik di mata pada pengguna informasi keuangan. Praktik yang dilakukan dapat
bersifat legal maupun ilegal. Mulford & Comiskey (2002) menggunakan istilah akuntansi
agressif sebagai praktik-praktik permainan angka-angka dalam informasi akuntansi yang
bersifat ilegal. Permainan angka-angka dalam akuntansi yang bersifat ilegal dapat dipicu
oleh adanya tekanan bahwa badan usaha merasa harus berada dalam posisi profit untuk
menarik investor dan sumber daya. Tekanan yang amat kuat yang memotivasi dan adanya
kesempatan untuk melakukan kecurangan cenderung memaksa perusahaan untuk
melakukan tindakan yang bersifat ilegal dalam praktik akuntansi.
Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud)
Salah satu harapan dari pengguna laporan keuangan terhadap auditor laporan keuangan
adalah mencari dan mendeteksi adanya salah saji yang baterial, baik yang disengaja maupun
tidak disengaja (Boynton et al. 2008). Pedoman profesional yang mengatur tentang peran
dan tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan diantaranya dapat ditemukan
dalam AICPA Profesional Standard yang mengeluarkan standar audit untuk akuntan publik.
Beberapa Standar yang mengatur diantaranya SAS No. 1 yang diamandemen oleh SAS No.
82 dan SAS No. 99 tentang pertimbangan kecurangan dalam laporan keuangan, SAS No. 6
yang diamandemen oleh SAS No. 45 tentang hubungan dengan related party dapat menjadi
alat terjadi kecurangan bagi manajemen. SAS No. 1 (seperti diamandemenkan oleh SAS No.
82) menyatakan sebagai berikut:
A k u n t a n M u d a Halaman 60
Auditor mempunyai tanggung jawab untuk merencanakan dan melakukan
audit untuk mendapatkan jaminan yang memadai tentang apakah pernyataan
keuangan bebas dari salah saji material apakah disebabkan oleh kesalahan
ataukah kecurangan. Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,
auditor mampu mendapatkan jaminan yang memadai tetapi tidak absolut
bahwa salah saji material telah terdeteksi. Auditor tidak mempunyai tanggung
jawab untuk merencanakan dan melakukan audit guna mendapatkan jaminan
yang memadai terhadap salah saji tersebut, apakah disebabkan oleh
kesalahan ataukah kecurangan, dan tidak material terhadap pernyataan
keuangan yang dideteksi.
Kecurangan memiliki definisi hukum yang luas, oleh karena itu SAS No. 82
mengemukakan dua jenis salah saji yang berkaitan dengan kecurangan yaitu, salah saji yang
timbul dari kecurangan pada pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari
penyalahgunaan aset. Ada tiga hal yang mendasari kecurangan dalam pelaporan keuangan
yaitu (Boynton et al. 2007)
1. Manipulasi, pemalsuan atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
2. Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa-peristiwa,
transaksi-transaksi, atau informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan
keuangan.
3. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Penyalahgunaan aset dalam laporan keuangan dapat merujuk pada perbuatan yang
menyebabkan laporan keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk melakukan hal tersebut
diantaranya dengan menggelapkan penerimaan, pencurian aset, dan transaksi fiktif yang
menyebabkan entitas membayar barang dan jasa yang tidak diterima (Boynton et al. 2007).
SAS No. 45 pada dasarnya mengatur tentang pengungkapan transaksi hubungan
istimewa (related party). Transaksi seperti ini sangat rentan memunculkan adanya
kecurangan. Pengungkapan yang tidak memadai berkaitan dengan transaksi seperti ini akan
mengakibatkan terjadinya laporan keuangan yang misleading. Oleh karena itu auditor harus
peduli untuk melakukan identifikasi transaksi yang demikian dalam pekerjaan audit dan
evaluasi kecukupan pengungkapan adanya hubungan istimewa (IAPI 2006)
A k u n t a n M u d a Halaman 61
SAS No. 99 yang merupakan amandemen dari SAS No. 82 meminta auditor menilai
resiko salah saji material terkait dengan kecurangan dan mendesain prosedur audit yang
tepat. Dalam menilai resiko salah saji material, auditor diminta secara khusus
mempertimbangkan faktor-faktor resiko yang dijelaskan dalam standar. Selain itu, auditor
diminta untuk mengkaji keputusan profesional ketika mempertimbangkan apakah faktor
resiko yang mungkin muncul dan mempertahankan sikap skeptisme profesional. Faktor-
faktor resiko ini, dikarakteristikkan dengan menggunakan segitiga kecurangan, dibagi ke
dalam faktor-faktor resiko kecurangan laporan keuangan dan faktor-faktor resiko kesalahan
dalam penilaian dan pengelompokan aset. SAS No. 99 juga meminta auditor untuk bertanya
secara langsung kepada manajemen tentang apakah managemen menyadari terjadinya
kecurangan di dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan tugasnya, auditor juga harus meminta
dokumentasi yang memadai tentang penilaian resiko auditor, pemahaman terhadap
kontrol, dan faktor-faktor resiko yang dipertimbangkan dalam melakukan audit. Penilaian
resiko auditor dapat mempengaruhi elemen-elemen audit berikut: (IAPI 2006).
a. Skeptisme Profesional. Dalam menilai resiko, auditor harus mempertahankan sikap
skeptisme profesional. Di sini, auditor harus tidak mengasumsikan manajemen tidak
jujur, atau auditor mengasumsikan kejujuran yang tidak perlu dipertanyakan lagi; tetapi
auditor harus mengingat bahwa kecurangan selalu memungkinkan dan dia harus
melakukan audit dengan hati-hati;
b. Penugasan Personal. Penilaian resiko auditor terhadap salah saji material seharusnya
mempengaruhi bagaimana perusahaan audit memutuskan staf penugasan audit.
lingkungan dan bisnis sangat kompleks membutuhkan auditor sangat terlatih;
c. Prinsip-prinsip dan kebijakan akuntansi. Terhadap seberapa besar pilihan kebijakan
akuntansi manajemen dapat dipertanyakan, auditor perlu memeriksa lebih lanjut pilihan
ini;
d. Kontrol. Jika kontrol internal perusahaan tampaknya kurang dan dengan demikian
memberikan kontribusi terhadap faktor-faktor yang kemungkinan menimbulkan
kecurangan, tentu saja auditor harus mengurangi kepercayaannya terhadap kontrol,
atau barangkali tidak mengandalkan pada kontrol tersebut sama sekali dan sebaliknya
melakukan pengujian lebih substantif.
A k u n t a n M u d a Halaman 62
Tanggungjawab auditor untuk mendeteksi kecurangan baik yang disengaja maupun
tidak, diwujudkan melalui perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan
keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan terbebasa dari salah saji material yang
disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Tanggung jawab auditor dalam
mengkomunikasikan temuan kecurangan adalah sbb (Boynton et al. 2007).
a. Melaporkan kecurangan pada pihak managemen yang berada pada satu tingkat
lebih tinggi di mana kecurangan tersebut terjadi;
b. Melaporkan kecurangan pada komite audit atau dewan direksi;
c. Berkaitan dengan sisi etika dan legal, auditor tidak diperkenankan untuk
mengungkapkan kecurangan pada pihak luar entitas, kecuali
- Sebagai tanggapan dipengadilan;
- Informasi kepada Badan Pengawas Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-
LK) apabila penyampaian kecurangan secara internal tidak ditanggapi;
- Informasi kepada auditor pengganti yang mengajukan pertanyaan sesuai
standar profesional;
- Kepada badan pembiayaan atau lembaga lainnya sesuai dengan persyaratan
audit bagi entitas yang menerima bantuan keuangan dari pemerintah.
(Oleh: Arif Perdana)
Referensi:
Institut Akuntan Publik Indonesia. (2006). Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari
2001. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Boynton, W. C., & Johnson, R. N. (2006). Modern Auditing: Assurance Services and The
Integrity of Financial Reporting. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Coenen, Tracy, L. 2008. Essentials of Corporate Fraud. Hoboken, New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Mulford, Charles W. & Eugene E. Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game Detecting
Creative Accounting Practices. USA: John Wiley & Sons, Inc.
http://www.aicpa.org
A k u n t a n M u d a Halaman 63
Ejaan SWD
Abstrak atau Abstraksi? (Kebenaran itu pedih. Bersediakah kita menerima kepedihan demi kebenaran?)
Kerancuan ini sering dijumpai dalam skripsi, tesis, bahkan disertasi yaitu digunakannya
istilah abstraksi untuk judul bagian tulisan yang dalam bahasa Inggris dinamai abstract.
Untuk menjawab pertanyaan di atas sangat mudah. Kalau mau dan berani, bukalah Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lalu rasakan maknanya: abstrak dan abstraksi.
Keduanya berasal dari kata bahasa Inggris: abstract dan abstraction yang maknanya
sangat berbeda. Menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI), kata bahasa Inggris
berakhiran -ct diserap menjadi kata Indonesia berakhiran -k dan kata berakhiran -tion atau -
sion diserap menjadi kata Indonesia berakhiran -si. Pedoman ini bermanfaat untuk
menciptakan apa yang dalam PUPI disebut kata peristilahan atau tata istilah.
Contoh:
Inggris Indonesia abstract abstrak abstraction abstraksi conflict konflik contract kontrak contraction kontraksi extract ekstrak extraction ekstraksi prediction prediksi track trak (baca: trèk) traction traksi audition audisi discussion diskusi session sesi edition edisi frustration frustrasi (bukan frustasi, lihat KBBI)
Siapa peduli, berani, dan mulai meluruskan kesalahkaprahan?