73
AGAMA SEBAGAI KONSEP SOSIAL TOWANI TOLOTANG DI KABUPATEN SIDRAP RELION AS SOCIAL CONCEPT OF TOWANI TOLOTANG IN SIDRAP DISTRICT AHMAD FAISAL HAJJI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2004 PRAKATA Syukur alhamdulillah, Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan tafik-Nya kepada Penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Tesis ini berjudul Agama Sebagai Konsep Sosial Towani Tolotang di Kabupaten Sidrap. Dalam penulisan tesis ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak terutama Bapak Prof. Dr. H.M. Idrus Abustam dan Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A. Masing- masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dorongan moril, sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. Oleh kerenanya pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, Penulis menyampaikan terima kasih. Terima kasih juga disamapaikan kepada Bapak Rektor Universitad Negeri Makassar, Direktur Program Pascasarjana

Agama Sebagai Konsep Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sosiologi agama

Citation preview

Page 1: Agama Sebagai Konsep Sosial

AGAMA SEBAGAI KONSEP SOSIAL

TOWANI TOLOTANG DI KABUPATEN SIDRAP

RELION AS SOCIAL CONCEPT OF

TOWANI TOLOTANG IN SIDRAP DISTRICT

AHMAD FAISAL HAJJI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2004

PRAKATA

Syukur alhamdulillah, Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan tafik-Nya kepada Penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu

yang telah direncanakan. Tesis ini berjudul Agama Sebagai Konsep Sosial Towani

Tolotang di Kabupaten Sidrap.

Dalam penulisan tesis ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak

terutama Bapak Prof. Dr. H.M. Idrus Abustam dan Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang,

M.A. Masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan

penuh kesabaran dan ketulusan telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

saran, dorongan moril, sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. Oleh

kerenanya pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, Penulis menyampaikan

terima kasih.

Terima kasih juga disamapaikan kepada Bapak Rektor Universitad Negeri Makassar,

Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Bapak/Ibu dosen serta

karyawan Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.

Terima kasih juga disampaikan kepada Keluarga Ir. Hj. Rita Sahara Arifin Genda,

Pemerintah TK II Kabupaten Sidrap, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan segenap lapisan

masyarakat Towani Tolotang dan Tolotang Benteng, semua rekan, sahabat yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan Tesis ini.

Page 2: Agama Sebagai Konsep Sosial

Akhirnya, ucapan terima kasih pribadi Penulis samapaikan kepada kedua orang tua, ibu

dan bapak mertua, istri dan anak saya tercinta Rabiatun Adawiayah Bunga Eja atas doa

restu dan dorongannya sehingga tesis ini dapat diselesaiakan.

Harapan, Penulis semoga segala bantuan, petunjuk, dorongan dsan pengorbana dari

berbagai pihak yang memungkinkan selesainya tesis ini, bernilai ibadah dan

memperoleh imbalan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT.

Makassar Penulis

24 April 2004 AHAMAD FAISAL HAJJI

ABSTRAK

AHMAD FAISAL HAJJI. Agama Sebagai Konsep Sosial Towani Tolotang di

Kabupaten Sidrap. ( Dibimbing oleh Idrus Abustam dan Ahmad M. Sewang ).

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati

menyertai manusia dalam ruang lingkup kehiduapan, agama memiliki nilai dan norma

yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat. Agama

bagi masyarakat Towani Tolotang dijadiakan sebagai dasar etika sosisal di mana praksis

social digerakkan. Nuansa keberagamaan masyarakat Towani Tolotang yang titik sentral

kepemimpinannya dikendalikan oleh Uwa’dan Uwatta dengan pola pewarisan estapet

dari generasi ke generasi berikutnya samapai sekarang masih tetap di petahankan

sebagai sesuatu yang skaral.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriktif, tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui gamabaran pelaksanaan nilai-nilai keberagamaan dalam kehidupan

socialTowani Tolotang interaksi social Towani Tolotang sebagai aplikasi dari nilai-nilai

ajaran agama. Mamfaat yang diharapkan adalah sebagai bahan untuk menata sebuah

tatanan masyarakat global yang memiliki konsep social yang dapat meminimalkan

terjadinya konflik antar pemeluk agama dalam setiap lapisan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep social yang dijadikan dasar dalam

menjalankan kehidupan social Towani Tolotang merupakan perwujudan dari konsep

agama yang selama ini mereka pahami, sehingga setiap kegiatan socialTowani

Tolotang tidak bias lepas dari nuansa keberagamaan.

Page 3: Agama Sebagai Konsep Sosial

ABSTRACT

AHMAD FAISAL HAJJI. Religion as a Social Concept of “Towani Tolotang” in sidrap

District (supervised by M. Idrus Abustam and Ahmad M. Sewang).

Religion as form of human belief in a supernatural thing compaying human beings in

their scope of life, religion has values and norms that regulate the life of human beings

in their relatin on community. Religion for “Towani Tolotang” community is made as

the basis of social ethics where social practices are activated. The religion nuance of

“Towani Tolotang” community, whose center of leadhership is controller “Uwa” and

“Uwatta” whit the pattern of relay inheritance from the one generation to the generation,

is still maintained up to now as a sacred matter.

This research made use of qualitative-descriptive approach and aimed at describing the

implementation of religious values in the social interaction of “Towani Tolotang” and

the social interactions of “Towani Tolotang” as the application of the religious

teachings. Another significance expected from this research is as materials to make a

global community order with a social concept that can minimalize conflicts among the

followers or adherents of the religion in every layer of the community.

The results of research indicate that the social concept is made as the basis values in the

social life of “Towani Tolotang” as the application of the religious concept their

understanding, whit the resoult that every social activity “Towani Tolotang” cant to be

lost religious nuance.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku beragama dianggap sebagai gejala-gejala yang merupakan factor tidak

tetap, penjelasan perilaku keagamaan dalam masyarakat atau di atas posisi manusia

dalam struktur institusi keagamaan itu dapat ditemukan dari kritik terhadap agama pada

abad ke 19 oleh Karl Marx (1818-1883), manusia adalah mahluk yang memerlukn suatu

tatanan masyrakat, kemudian masyarakat itu memerlukan agama, yang merupakan suatu

kesadaran yang tidak masua akal.

Page 4: Agama Sebagai Konsep Sosial

Agama adalah teori umum tentang dunia, agama adalah realisasi fantastis dari

manusia, sebab agama tidak memiliki realitas yang benar. Agama adalah keluh kesah

mahluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tidak berkalbu, agama diperlukan manusia

untuk mengisi perasaan dan jiwa yang hampa serta untuk pelarian sehingga agama

merupakan roh dari kebudayaan sehingga menjadi candu bagi masyarakat (Ramli,

2000).

Penelitian tentang sosiologi agama telah berkembang sejak lama, tujuan

penelitian ini adalah untuk memperkaya pengalaman dalam mempelajari agama secara

ilmiah. Pada tahun 1950 di Amerika Serikat telah dibentuk suatu badan yang

bernama The Society the Sciintific Study of Religion pada lembaga inilah para sosiolog

dan sarjana agama terhimpun untuk melakukan penelitian (Abdullah, 1997).

Kebangkitan kembali kehidupan keberagamaan merupakan aplikasi dari

keterkaitan antara nilai-nilai agama dengan berbagai persoalan social masyarakat yang

tidak mampu dijawab oleh perkembangan ilmu pengetahuan, namun yang perlu

diketahui adalah bahwa yang menjadi sasaran sosiologi agama adalah masyarakat

beragama, bukan agama sebagai suatu system dogma, tetapi agama sebagai penomena

social, yang dapat dialami banyak orang.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat

adikodrati ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang

luas, agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang

maupun hubungannya dengan masyarakat. Selain itu agma juga memberikan dampak

bagi kehidupan sehari-hari, secara psikologis agama menimbulkan suatu kekuatan

keyakinan bagi penganutnya yang tidak dapat tertandingi dengan kenyakinan nn agama.

Jose Cassanova dalam (Effendi, 2001) mengatakan bahwa agama melalui

symbol-symbol atau nila-nilai yang dikandungnya ikut mempengaruhi, bahkan

membentuk tatanan social. Dengan cirri itu dapat dipahami bahwa di mana pun suatu

agama berada, diharapkan mampu memberi panduan nilai bagi seluruh proses interaksi

social.

Page 5: Agama Sebagai Konsep Sosial

Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi sebagai suatu

system nilai yang mengandung norma-norma tertentu. Norma tersebut menjadi acuan

dalam bertindak dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianut.

Norma sebagai proses dari system kemasyarakatan, memberikan batasan perilaku dalam

kehidupan social. Individu dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan

dalam kehidupan untuk menerima aturan-aturan dari masyarakat yang sudah ada

sebelumnya, individu meneriama hal itu sebagai standar tingkah laku yang benar dan

yang salah.

Norma adalah produk dari interaksi social, produk masyarakat, dalam kehidupan

beragama terdapat aturan-aturan tertentu atau norma-norma tertentu yang mengwtur

kehiduapan masyarakat sehingga norma sebagai suatu system nilai memiliki arti khusus

bagi individu serta memberikan pengaruh dalam melakukan interaksi social dengan

manusia yang lainnya, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang

keyakinan agama dinilai mempunyai unsure kesucian dan ketaatan, yang pada akhirnya

mewujudkan suatu perasaan damai, kemantapan batin, kebahagian dan rasa puas.

Norma-norma tertentu yang terkandung dalam setiap nilai memberikan makna

pada pola perilaku individu, sehingga tidak jarang orang mengorbankan dirinya hanya

untuk sebuah nilai. Nilai mempunyai dua segi ; intelektual dan emosional, dan

gabungan dari kedua aspek ini yang menentukan sesuatu nilai beserta fungsinya dalam

kehidupan.

Durkhaem dalam Ishomuddin (2002), mengatakan agama muncul karena

manusia hidup dalam masyarakat, serta dapat memenuhi fungsi-fungsi social penting

yang tidak dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, dalam kalangan masyarakat tertentu

pengaruh agama masih teramat kuat untuk dijadikan sebagai tameng atau landasan

berpijak dalam kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat Tolotang adalah sekelompok penduduk di kelurahan Amparita,

kecamatan Tellu Limpoe. Asal usul orangTolotang, berasal dari Kabuaten Wajo, yang

mengungsi dari daerah asalnya, pada awal abad ke-17 (1666), karena menolak di

Islamkan oleh raja Wajo Arung Matoa (Sangkuru Petta Mulajaji Sultan Abdurrahman).

Page 6: Agama Sebagai Konsep Sosial

Sedangkan penamaanTolotang karena kelompok masyarakat ini menetap di sebelah

selatan kota Pangkajenne kota Kabupaten Sidenreng Rappang, dalam bahasa Bugis arah

selatan disebut dengan istilah lotang.

Ritual dan seremoni adalah bagian yang penting dalam system kehidupan dan

interaksi social masyarakat Tolotang, hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat

mengindikasikan perlunya individu untuk melakukan interaksi dan integrasi dengan

masyarakat lainnya.

Penelitian terhadap masyarakat Towani Tolotang pernah dilakukan oleh Muzhar

pada tahun 1997, yang penekananannya terletak pada factor-faktor yang mengakibatkan

konflik dan integrasi masyarakat Towani Tolotang dengan masyarakat Islam. Penelitian

tersebut berbeda dengan apa yang akan dibahas dalam penelitian ini, dimana

penekanannya terletak pada aspek social yang merupakan dampak dari proses dan

system beragama dari masyarakat Towani Tolotang. Setiap penelitian pasti memeliki

permasalahan-permasalahan tertentu yang menjadi bahan kajiannya.

Dalam penelitian ini akan menyoroti secara sosiologis tentang interaksi social

masyarakat Towani Tolotang sebagai aplikasi dari perilaku bergama. Pemusatan

penelitian pada system pengintegrasian nilai-nilai agama masyarakat Towani

Tolotang ke dalam pola interaksi sosialnya, factor-faktor apa yang dominan dalam

pelaksanaan system keberagamaan dan factor-faktor yang menjadi penghambat

terjadinya integrasi perilaku bergama kedalam system social masyarakat sebagai

aplikasi dari konsep ajaran agama yang diyakini oleh Towani Tolotang.

Menurut Nasikun (2001), bahwa faktor-faktor yang biasanya menjadi

penghambat terjadinya integrasi perilaku bergama ke dalam system social adalah karena

dalam setiap kesatuan-kesatuan (perilaku beragama), memiliki system nilai yang

berbeda-beda, dan setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda terhadap nilai yang

ada.

Komunitas Towani Tolotang ini menarik untuk diteliti karena komuitas ini

menganut system social dari konsep agama yang mereka pahami. Hal lainnya adalah

bahwa sebagian dari mereka yang menyatakan diri bergama Islam namun tetap nilai-

Page 7: Agama Sebagai Konsep Sosial

nilai Tolotangdalam kehidupan, demikian juga halnya mereka yang mengklaim dirinya

beragama Hindu Tolotang, komunitas inilah yang akan dijadikan sasaran penelitian dan

umumnya mereka dikenal dengan sebutan Towani dan menjadikan agama sebagai dasar

dari pola kehidupan social bermasyarakat, agama sebagai tolok ukur tentang apa yang

baik dan apa yang buruk dalam kehidupan social.

Selama ini ada kesalah pahaman sebahagian masyarakat tentang

keberadaan Towani Tolotang, mereka beranggapan bahwa komunitas Towani

Tolotang adalah komunitas masyarakat tradisional yang cenderung tertutup dari arus

perubahan dan kemajuan tekhnologi, namun keyataan sehari-hari mereka tidak tertutup

terhadsp masyarakat yang berada di luar komunitas mereka.

Pluralisme keberagamaan di lokasi pemukiman Towani Tolotang sangan tampak,

hal ini yang membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti, bagaimana agama menjadi

konsep socialTowani Tolotang, seperti system perkawinan, pelaksanaan penguburan

mayat, pertanian, dan lain-lainnya tetao berpatokan pada nilai-nilai agama yang mereka

anut.

System social masyarakat Towani Tolotang merupakan aplikasi dari tata cara

keagamaan yang membentuk suatau pranata dan iteraksi social antara masyarakat.

Upacara-upacara keagamaan seperti upacara pertanian, menaiki rumah baru, menyambut

kelahiran, perkawinan, Massempe’ (hari rayaTowani Tolotang) dan sebagainya, jelas

mempunyai arti dan tujuan, yaitu agar mereka selamat dan sejahtera dalam kehidupan.

Untuk mencapai tujuan itulah diperlukan adanya kebersamaan dan pada saat berkumpul

terjadi interaksi social antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat

yang lainnya.

Dalam setiap upacara keagamaa itu, semua segi kehidupan tentunya tidak dapat

terlaksana tanpa adanya kerjasama antara anggota masyarakat, pada saat pelaksanaan

upacara ini dapat dilihat nilai-nilai social yang ditimbulkannya, serta dapat disaksikan

secara nyata nilai-nilai agama sungguh memberi arti bagi perilaku social

masyarkat Tolotang.

Page 8: Agama Sebagai Konsep Sosial

Agama bagi masyarakat Towani Tolotang dijadikan sebagai dasar etika dimana

praksis social digerakkan, sebagai sesuatu yang mengusung nilai-nilai perilaku

keberagamaan sudah selayaknya untuk terus diekploitasi makna-maknanya secara

kontekstual untuk diperjuangkan dalam tata kehidupan.

Nuansa keberagamaan masyarakat Towani Tolotangsamapai sekarang ini masih

terus dipertahankan sebagai sesuatu yang sacral, sehingga interaksi social yang terjadi

antara anggota masyarakat merupakan perwujudan dari nilai-nilai religius dan

membentuk suatu tatanan social yang harmonis baik dikalangan

masyarakat Tolotang sendiri maupun dengan kalangan masyarakat lainnya.

Nilai-nilai agama diharapkan mampu menjadi kekuatan bagi perubahan yang

menuju pada tata kehidupan social bebas, kreatif dan dinamis, dan juga menjadi

peradaban yang universal, karena gama adalah merupakan bentuk kehidupan dan jalan

hidup bagi setiap mahluk yang ada di alam ini, dan tidak ada manusia modern yang

tidak agamis (Eliade, 2002).

Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok social di Kelurahan Amparita.

Towani Tolotang juga merupakan sebutan bagi agama yang mereka anut,

kepercayaan Towani Tolotang bersumber dari kepercayaan tentang Sawerigading,

sebagai mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya.

Dalam masyarakat Towani Tolotang dikenal adanya pemimipin agama yang

mereka sebut Uwa dan Uwatta yang sekaligus sebagai semacam kepala suku.

Kelompok Uwa danUwatta menempati posisi tertinggi dalam system pelapisan social

dikalangan masyarakat Towani Tolotang. Sebagai pemimpin agama

para Uwa dan Uwatta dijadikan sebagai panutan dalam masyarakat, juga sebagai

perantara manusia dengan Dewata Sewwae.

Kehidupan social Towani Tolotang yang nampak dalam kesehariannya

merupakan cerminan dari ajaran agama yang ada. Pola perilaku terjadi tentu tidak

terlepas dari konsep-konsep agama yang ada, hal ini dapat disaksikan pada setiap sesi

kehidupan, dimana setiap akan memulai suatu pekerjaan diperlukan serangkaian acara

serimonial keagamaan.

Page 9: Agama Sebagai Konsep Sosial

Towani Tolotang meyakini bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan haruslah

dilakukan upacara atau ritual tertentu agar mendapat restu dari Dewata Sewwae, karena

tanpa restu dari Nya, sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran pelaksanaan nilai-nilai keberagamaan

masyarakat Towani Tolotang ?.

2. Bagaimana gambaran interaksi social Towani Tolotang berdasarkan nilai-nilai

agama yang dianutnya ?.

3. Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat integrasi nilai-

nilai keberagamaan terhadap interaksi social Towani Tolotang ?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui :

1. Gambaran mengenai pelaksanaan nilai-nilai keberagamaan

masyarakat Towani Tolotang.

2. Gambaran mengenai interaksi social Towani Tolotangberdasarkan niali-nilai

agama yang dianutnya.

3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat integrasi niali-nilai keberagamaan

terhadap interaksi social masyarakat Towani Tolotang.

D. Manfaat Penelitan

Penulis mengharapkan beberapa manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut :

Manfaat akademis yakni; diharapakan dapat berguna sebagai bahan informasi

dan masukan, khususnya dikalangan akademis dalam usaha memperdalam sosiologi

agama, dan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat bagi mereka yang berminat terhadap

masalah-masalah social serta sebagai bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya

yang relevan dengan penelitian ini.

Manfaat praktis yakni; penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

penelitian selanjutnya, sebagai bahan referensi atau masukan kepada pemerintah dan

Page 10: Agama Sebagai Konsep Sosial

masyarakat Kabupaten Sidenreng Rappang pada umumnya dan dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam membina hubungan social beragama di Kabupaten Sidrap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Agama

Kehidupan merupakan misteri terdalam dari dunia. Kehidupan berasal dari suatu

tempat yang bukan berasal dari dunia ini dan akhirnya pergi dari dunia ini ke dunia lain,

dan tetap berada dalam sebuah tempat asing yang tidak dapat dijangkau oleh mahluk

manusia.

Kehidupan manusia dimulai oleh pra kehidupan dan diteruskan pada post

kehidupan, hanya sedikit yang dapat diketahui dari pra kehidupan dan post kehidupan

dengan bantuan ilmu pengetahuan, namun hal itu tetap diakui adanya. Untuk

menjelaskan tentang konsep-konsep ini memerlukan pendekatan agama sebagai jalan

keluar yang tidak dapat dilalui dengan bantuan ilmu pengetahuan.

Misteri yang ada dalam kehidupan ini hanya dapat dijelaskan dengan pendekatan

iman atau agama, untuk mengetahui dengan jelas akan dikemukakan beberapa konsep

paa ahli tenteng pengertian agama. Hendri Bergson (dalam Muhni, 1994) agama adalah

gambaran tentang kehidupan yang abadi sesudah kematian. Agama diturunkan kepada

berakal berupa wahyu melalui nabi-nabi yang disebut oleh Bergson sebagai kaum

mistik, dan kekurangan dalam kehidupan.

Persepsi nilai beragama masyarakat sekarang ini telah berubah kea rah yang

lebih baik dan mendorong pada masyarakat maju, dalam masyarakat terdapat suatu

bentuk kepercayaan yang berfungsi sebagai motivator untuk berbuat. Motivasi

masyarakat untuk berbuat merupakan perwujudan dari rasa keberagamaan untuk meraih

kesejahteraan berdasarkan keyakinan agama yang dianut, perubahan tersebut terjadi

karena adanya kekecewaan terhadap ilmu pengetahuan yang dianggap gagal dalam

memenuhi kehidupan spiritual manusia, sehingga agama muncul kembali sebagai

sebuah jawaban.

Page 11: Agama Sebagai Konsep Sosial

Pengertian agama yang dikemukakan oleh Bergson pada awal pembahasan mengenai

pengertian agama, dapat dipahami bahwa agama diturunkan ke dunia ini untuk

menjawab berbagai persoalan yang berkaitan dengan hidup manusia sebagai mahluk

berakal, walaupun manusia mempunyai naluri dan kemampuan akal namun ada hal-hal

yang tidak dapat dijangkau dengan akal tersebut, kawasan inilah yang menjadi bagian

dari agama untuk menjelaskannya di samping berbagai masalah kemanusiaan yang

dapat dijangkau dengan akal dan naluri manusia.

Agama sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan, memainkan peran penting dalam

memberikan tirai melalui symbol-simbol yang melingkupi segala bidang kehidupan

manusia. Bermacam-macam makna, nilai dan kepercayaan yang ada dalam suatu

masyarakat, akhirnya dapat dipersatukan dalam sebuah penafsiran menyeluruh tentang

unsure realitas yang menghubungkan kehidupan manusia dengan dunia secara

keseluruhan, sehingga sacara sosiologis dan psikologis memungkinkan manusia untuk

merasa betah hidup dialam semesta, dan terhindar dari penyakit kesepian di tengah-

tengah keramaian.

Agama menurut Ibn Khaldun adalah kebenaran yang turun dari Allah Swt, dengan

perantaraan Rasul-Nya yang menumbuhkan kesadaran dalam diri manusia, kesadaran itu

tumbuh bukan karma hasil dari pendidikan yang sengaja diadakan atau pengajaran

ilmiah.

Kesadaran manusia yang timbul menyebabkan mereka mengadakan penilaian pada diri

sendiri dari berbagai macam kelakuan yang tidak sesuai dengan agama atau keyakinan

yang dianut. Kesadaran beragama menurun dikalangan manusia, dan agama merupakan

cabang dari ilmu pengatahuan, maka agama akan diperoleh melalui pendidikan, dan

kesadaran yang dating dari luar berupa hasil pendidikan tidak akan sekuat pengaruhnya

dengan kesadaran beragama yang dating dari dalam diri manusia.

Untuk menciptakan suatu perdaban yang besar, maka diperlukan suatu silidaritas social

yang kuat, soslidaritas ini sulit diciptakan hanya dengan bantuan ilmu pengetahuan atau

ikatan kekerabatan, namun untuk menciptakan solidaritas social yang kuat maka adanya

Page 12: Agama Sebagai Konsep Sosial

ikatan yang bersifat menyeluruh, dan agama adalah pengikat dalam membentuk

solidaritas social Ashabiyah(Khaldun, 2001).

Agama sebagai sesuatu yang mengusung nilai-nilai moral dan dapat mempererat

persatuan dikalangan ummat manusia, mengatur norma serta tatacara hubungan manusia

dengan Tuhan, manusia dengan manusia, pada akhirnya akan menciptakan suatu

interaksi social, dan etika hubungan antar individu dengan individu, individu dengan

kelompok, kelompok dengan kelompok.

Dalam ajaran Islam agama dikenal dengan nama din yang secara bahasa berarti

menguasai, patuh, menundukkan. Agama dalam artian syariat adalah ajaran yang

diturunkan oleh Allah Swt dengan perantaraan Rasul-Nya, sebagai aturan berupa hukum

yang mengatur hidup manusia, tentang cara berhubungan manusia dengan Tuhannya,

manusia dengan manusia, manusia dengan mahluk ciptaan lainnya yang harus dipatuhi.

Aturan itu berupa wahyu, sebagai pedoman penganut ajaran Islam.

Agama mengandung arti ikatan yang harus diptuhi manusia, ikatan ini memberikan

pengaruh yang kuat terhadap pola perilaku manusia sehari-hari, ikatan itu berasal dari

luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan.

Dalam agama terdapat unsure-unsur penting seperti kepercayaan tentang adanya

kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan diakhirat

tergantung pada adanya hubungan baik antara manusia dengan penciptanya serta dengan

ciptaan lainnya (Nasution, 1985).

Ualam Islam membagi agama yang ada menjadi dua kelompok, yaitu agama yaitu

pengakuan kepada Allah Swt yang tunggal dan tidak ada Tuhan selain Allah. Tidak ada

perubahan dalam agama wahyu menganai aqidah, namun dalam hal muamalat dan

syariat terdapat perubahan sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan aqidah.

Agama bukan wahyu, yakni agama-agama yang timbul sebagai hasil kebudayaan dan

perenungan yang mendalam dari fikiran manusia, namun hal yang bertentangan dengan

tauhidlah yang dimasukkan dalam kategori agama bukan wahyu. Agama adalah suatu

cirri kehiduapan social yang bersifat universal dalam arti bahwa semua lapisan

Page 13: Agama Sebagai Konsep Sosial

masyarakat manusia mempunyai cara berfikir, pola perilaku yang bias memenuhi syarat

disebut sebagai agama.

Roland Robertson, ada dua jenis utama definisi tentang agama dalam sosiologi

yaitu inklusif dan eksklusif. Definisi inklusifmerumuskan agama dalam arti yang luas

sebagai system kepercayaan dan ritual yang diresapi kesucian, agama bukan saja sebagai

suatu ajaran yang percaya pada adanya kekuatan supernatural tetapi juga berbagai

kepercayaan yang berupa paham seperti komunisme, nasionalisme, humanisme.

Sebaliknya, penganut paham eksklusif membatasi pengertian agama pada system

kepercayaan pada eksistensi mahluk, atau kekuatan di luar mahluk.

Agama ialah suatu system kepercayaan yang disatukan oleh praktek yang berhubungan

dangan hal-hal suci, berisi perintah dan larangan bersifat menyatukan suatu komunitas

moral dan terpaut antara yang satu dengan yang lainnya (Ishomuddin, 2002).

Inti dari beberapa pengertian agama yangv dikemukakan di atas, mengandung empat

unsure penting, yaitu :

1. Pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang menguasai atau mempengaruhi

kehidupan manusia.

2. Keselamatan manusia tergantung adanya hubungan baik antara manusia dengan

kekuatan gaib itu.

3. Sikap emosiaonal pada hari manusia terhadap kekuatan gaib, seperti sikap takut,

hormat, cinta, pasrah dan lain-lain.

4. terdapat tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti tatacara beribadah

(Nasution, 1985).

Sejalan dengan apa yang dikemukakan Nasution, apa yang pernah dipaparkan oleh

E. Durkhaim bahwa setiap religi mempunyai empat komponen, yakni emosi keagamaan,

system kepercayaan, system upacara dan kelompok religius (komunitas). Berdasarkan

pada konsep ini maka penulis berani menarik sebuah kesimpulan bahwa Towani

Tolotangmerupakan sebuah agama meski secara hukum tidak diakui oleh Negara.

Agama Towani Tolotang yang selama ini dikenal identik dengan agama Hindu ternyata

mempunyai perbedaan yang mendasar dengan agama Hindu, baik dalam system

Page 14: Agama Sebagai Konsep Sosial

peribadatan maupun dalam hal kepercayaan. Agama sebagai bentuk keyakinan manusia

berfungsi dalam membentuk system nilai, motivasi maupun pedoman hidup.

Fromm (2001), agama membentuk kata hati berupa panggilan kembali manusia pada

dirinya, kata hati adalah suatu moral dalam diri manusia berupa rasa benar dan rasa

salah, suatu reaksi emosional yang didasarkan atas fakta bahwa dalam diri manusia

terdapat suatu kekuatan yang dapat mengatur keharmonisan dirinya dengan tekanan

kosmik. Pengaruh agama dalam kehidupan individu memberikan kemantapan batin, rasa

bahagia, aman, perasaan positif, juga merupakan harapan akan masa depan kehidupan.

B. Interaksi Sosial

Manusia hidup dengan membawa sifat dasar, dengan bawaan dan pengalaman manusia

hidup menyendiri dan berkelompok, dengan tujuan yang ingin dicapainya. Pada

umumnya manusia menginginkan kehidupan yang harmonis secara pribadi maupun

antar pribadi, hal itu disebabkan karena manusia memang mahluk yang serasi antara

jasmani dan rohaninya. Dalam memenuhi keinginannya untuk mencapai kehidupan yang

harmonis maka diperlukan hubungan dengan manusia yang lainnya, keadaan ini

lazimnya kita kenal dengan istilah interaksi social.

S. Freud (dalam Soekanto, 1988), secara psikologis manusia dihayatkan pada tiga

asas, pertama, azas kenikmatan yang membuat manusia yang membuat manusia untuk

memiliki kecenderungan untuk mendapatkan kenikmatan sebanyak mungkin untuk

dirinya sendiri dan menghindari kesengsaraan.Kedua, azas realitas yang mengarahkan

manusia untuk menghadapi kehidupan di luar yang tidak mungkin dihindarinya.Ketiga,

azas keteguhan yang merupakan penyatuan dua azas sebelumnya yang mengarahkan

manusia untuk mencari kenikmatan dengan tetap memperhatikan lingkungan

masyarakat yang berada disekitarnya. Di sini tampak dengan jelas bagaimana

pentingnya hubungan dalam masyarakat.

Manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya kalau hanya sendirian saja,

mereka tentunya memerlukan bantuan manusia lainnya. Bergotong royong merupakan

salah satu bentuk untuk mencapai tujuan yang diinginkan, pada saat bergotong royong

akan terjadi interaksi social antara manusia (Khaldun, 2001).

Page 15: Agama Sebagai Konsep Sosial

Hubungan interaksi social merupakan suatu kemutlakan, hal ini disebabkan adanya nilai,

norma, aturan yang merupakan aturan bersama, dimana kesemuanya menjadi suatu

ikatan yang menyatukan manusia dalam suatu system kehidupan social.

Interaksi merupakan kunci dari proses kehidupan social, karena tanpa adanya interaksi

social tidak mungkin adanya kehidupan bersama yang harmonis. Kimball Young (dalam

Soemarjan, 1974). Interaksi social merupakan syarat utama dalam aktivitas kehidupan

manusia, dalam berinteraksi itulah akan dilihat peran dan kemampuan manusia untuk

menyesuaikan diri dengan manusia lainnya.

Dalam masyarakat akan terjadi intaraksi timbal balik antara individu dengan individu

lainnya sehingga memunculkan suatu tatanan social yang harmaonis. Simmel (dalam

Johnson, 1986), mengartikan hal ini sebagai sosiasi atau sosialisasi, namun hal ini

tidaklah sama artinya dengan sosialisasi sebagai sebuah bentuk pembelajaran terhadap

suatu kebudayaan atau masyarakat., namun sosialisasi di sini diartikan sebagai proses

dengan mana seorang individu itu menjadi bagian dari masyarakat melalui suatu

interaksi.

Interaksi diartikan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan memenuhi pelbagai

kepentingan, dan dalam hal ini ada saling ketergantungan antara stuktur social dengan

yang lainnya, Marx (dalam Fromm, 2001), mengemukakan bahwa interaksi sosil adalah

adanya ketergantungan antara stuktur social yang dijembatani oleh struktur ekonomi,

proses social yang ditekankan oleh Marx adalah adanya konflik kelas. Sedangkan

Durkheim (dalam Johnson, 1986), memnekankan interaksi social terjadi karena adanya

kesadaran kolektif secara bersama-sama guna menciptakan suatu tatanan social serta

keteraturan social dalam masyarakat.

Interaksi social terdiri dari dua suku kata, yaitu interaksi dan social. Kedua kata ini

merupakan serapan dari bahasa Inggrisinteraction dan social, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1996), kata interaksi

diartikan hubungan yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan

kelompok, kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi. Sedangkan dalam

Page 16: Agama Sebagai Konsep Sosial

bahasa Inggris, interaction berarti pengaruh timbale balik, dan saling mempengaruhi

(Echols, 1996).

Social berarti segala sesuatu yang menyangkut masyarakat, kemasyarakatan. Secara

etimologi interaksi social adalah hubungan social yang bersifat interaktif,

interdependensi, dan interfelatif yang dinamis antara individu, individu dengan

kelompok, dan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya dalam

masyarakat.

Soekanto (2001), mengemukakan defenisi interaksi social atau proses social sebagai

cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perseorangan dan kelompok-

kelompok social bertemu dan menetukan system serta bentuk-bentuk tersebutatau apa

yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-

pola kehidupan yang telah ada. Interaksi social adalah pengaruh timbale balik antara

pelbagi segi kehidupan bersama, misalnya, pengaruh-mempengaruhi antara social dan

politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dan hukum.

Bonner dalam (Ahmadi,1999), mengungkapkan bahwa interaksi social adalah suatu

hubungan antara dua individu atau lebih, dimana salah satu diantaranya dapat

mempengaruhi yang lainnya. Hartini dan Kartasaputra (1992), mendefenisikan interaksi

social sebagai suatu proses social yang menyangkut hubungan timbal balik keseluruhan

individu, kelompok, masyarakat, hubungan interaksional ketiganya.

Soekanto (2001), memberikan definisi interaksi social sebagai peristiwa yang hadir

dalam bentuk pengaruh mempengaruhi atau saling mempengaruhi yang terjadi dalam

kehidupan social masyarakat, dimana proses tersebut menghasilkan hubungan tetap

dalam kehidupan masyarakat.

Proses terjadinya interaksi social dalam masyarakat tentu dipengaruhi beberapa factor,

antara lain factor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Factor-faktor tersebut dapat

berfungsi sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam bentuk menyatu dengan factor

yang lainnya, di samping beberapa factor yang menyebabkan terjadinya interaksi social

hal penting harus diperhatikan adalah syarat-syarat terjadinya interaksi social.

Page 17: Agama Sebagai Konsep Sosial

Hal pokok yang menunjang terjadinya interaksi social dalam

masyarakat yaitu : Pertama, adanya kontak social, terjadinya hubungan dengan pihak

lain, hubungan yang dimaksud tidak saja dalam bentuk pertemuan secara langsung antar

individu dengan individu, atau individu dengan kelompok, dan kelompok dengan

kelompok yang lainnya akan tetapi bias juga berarti kontak hanya melalui alat bantu

seperti telepon, surat dan lain-lain.

Kedua, adanya komunikasi, adalah bahwa adanya kemampuan dalam menafsirkan sikap,

perkataan dan perilaku orang lain, serta mampumemberikan reaksi terhadap perasaan

yang diinginkan dari orang lain tersebut, dengan demikian komunikasi memungkinkan

dapat menghasilkan kerjasama yang baik bahkan mungkin akan terjadi pertikaian dari

kesalah fahaman (Soekanto, 2001).

Proses interaksi yang terjadi dalam masyarakat tidak secara kebetulan, melainkan

tumbuh berdasarkan kepentingan antar individudengan anggota masyarakat lainnya,

karena setiap individu menganut dan mengikuti pengertian-pengertian yang sama

mengenai situasi tertentu dalam bentuk norma-norma social, maka tingkah laku anggota

masyarakat kemudian terjalin dalam bentuk suatu stuktur social tertentu (Nasikun,

2001).

C. Masyarakat

Konsep tentang masyarakat, telah banyak dibicarakan oleh para ahli, utamanya ahli

sosiologi. Emile Durkheim sosiolog Prancis mengatakan bahwa masyarakat adalah

keseluruhan organisme yang memiliki realitas tersendiri dan bersifat sistematik. Sebagai

organisme, keseluruhan aktifitas masyarakat sangat ditentukan adanya keteraturan

fungsional yang ada pada masing-masing sub system.

Keseluruhan organisme memiliki seperangkat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar keadaan normal tetap berlangsung

(Taneko, 1986). Lebih lanjut Durkheim mengatakan bahwa masyarakat merupakan

sumber dan dasar segala-galanya yang di dalamnya individu sama sekali tidak

mempunyai arti dan arti dan kedudukan, masyarakat itu tidak tergantung pada anggota-

anggota, melainkan terdiri dari suatu struktur adapt istiadat, kepercayaan sebagai suatu

Page 18: Agama Sebagai Konsep Sosial

lingkungan hidup yang terorganisasi, masyarakat bukan suatu yang abstrak, melainkan

suatu yang nyata (Muhni, 1994).

Hidup bermasyarakat sangat penting bagi manusia, ia tidak sempurna dan tidak dapat

hidup sendiri secara berkelanjutan tanpa mengadakan hubungan dengan masyarakat

lainnya. Adham Nasution (dalam Abdulsyani, 1994), menjelaskan bahwa hidup

bermasyarakat mutlak bagi manusia agar ia dapat menjadi manusia dalam arti yang

sesungguhnya, yakni sebagaihuman being, bukan dalam arti biologis, tetapi benar-benar

ia dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu bermasyarakat dan berbudaya.

Shadily (1983), menyatakan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang

terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya berkaitan dengan

segolongan dan mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat ada bukannya hanya dengan

menjumlahkan orang-orang saja, akan tetapi diantara mereka ada interaksi antara satu

dengan yang lainya, setiap anggotanya harus sadar akan adanya orang atau kelompok

lain. Shadily juga memandang masyarakat sebagai satu kesatuan yang selalu berubah,

yang hidup karena proses manusia yang menyebabkan perubahan itu.

Masyarakat dalam pandangan Islam (Kaelany, 1992), adalah alat atau sarana untuk

melakukan dakwa yang menyangkut kehidupan bersama. Karena itu masyarakat harus

menjadi dasar kerangka kehidupan dunia bagi kesatuan kerja sama ummat menuju

adanya suatu pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dalam keadilan.

Pembinaan masyarakat haruslah dimulai dari individu-individu.

Isalam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari satu segi bias dipandang dari

mamfaatnya bagi manusia lainnya, dengan pandangan dan fungsi individu inilah Islam

memberikan aturan moral bagi manusia, aturan moral didasarkan pada suatu system

nilai berdasar nilai keagamaan, seperti ketakwaan, penyerahan diri, hikma kasih sayang,

keadilan, kebenaran dan sebagainya.

Menurut Abdulsyani (1994), bahwa perkataan masyarakat berasal dari bahasa Arab

yakni musyarak, yang berarti bersama-sama, kemudian menjadi masyarakat yang berarti

berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling

Page 19: Agama Sebagai Konsep Sosial

mempengaruhi. Sementara dalam bahsa Inggris kata masyarakat diartikan dalam dua

pengertian yaitu Society danCommunity.

Abdulsyani (1997), juga menambahkan bahwa masyarakat sebagai community dapat

dilihat dari dua sudut pandang : Pertama, memandang community sebagai sesuatu yang

statis, artinya community terbentuk dalam suatu wadah dengan batas-batas tertentu,

maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula

disebut masyarakat setempat. Misalnya kampong, dusun atau kota-kota kecil.

Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang

yang ditandai oleh adanya hubungan social, disamping itu dilengkapi pula oleh adanya

peradapan social, nilai-nilai dan yang timbul akibat dari adanya pergaulan hidup atau

hidup bersama. Kedua, communitydipandang sebagai unsure yang dinamis, dalam artian

menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui factor psikologis dan hubungan antar

manusia, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-

tujuan yang sifatnya fungsional.

Pandangan ini bertolak dari teori Tonnis (1983), tentang masyarakat yang membaginya

dalam dua kelompok yaknigemeinschaft dan gesellschalf dimana gemeinschaft berupa

persekutuan hidup dimana orang-orang memelihara hubungan berdasarkan keturunan,

keluarga dan famili dalam arti yangseluas-luasnya. Pertalian yang erat dalam golongan

ini menyebabkan perasaan satu, sehingga persekutuan itu hanya dapat bergerak sebagai

satu badan yang hidup bersatu jiwa, yang menghasilkan kebiasaan bersama, yang bila

mana dipelihara cukup lama akan mengukuhkan menjadi adat dan tradisi.

Gesellchaft berbeda dengan Gemeinschaft, yang berarti perkongsian hidup, dimana

orang-orang hidup dalam kelompok berdasarkan kepentingan dan kebutuhan terhadap

anggota masyarakat yang lainnya dantidakan yang dilakukannya berdasarkan di

belakangnya. Mereka menjadi anggota kelompok untuk memenuhi tujuan hidupnya

melalui kelompok masyarakat yang ada dan bila mana kelompok tersebut tidak lagi

mampu untuk memenuhi kepentingan mereka akan melepaskan diri dari kelompok yang

bersangkutan.

Page 20: Agama Sebagai Konsep Sosial

Dari kedua cirri yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa apabila suatu

masyarakat tidak memenuhi syarata tersebut, maka ia dapat disebut masyarakat dalam

artiansociety. Masyarakat dalam pengertian society terdapat interaksi social, perubahan-

perubahan social, perhitungan-perhitungan rasional, serta hubungan-hubungan menjadi

pamrih dan ekonomis.

Menurut Soerjono Soekanto dalam (Abdulsyani, 1994), masyarakat adalah suatu

pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan manusia secara bersama-sama, maka

masyarakat itu mempunyai cirri-ciri pokok, manusia yang hidup bersama. Di dalam

ilmu social tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan

berapa jumlah manusia yang harus ada, akan tetapi secara teoritis angka minimumnya

ada dua orang yang hidup bersama.

Bercampur dalam waktu yang lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan

kumpulan benda-benda mati seperti kursi, meja dan sebagainya. Oleh kerena

berkumpuknya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru, yang dapat

bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mempunyai keinginan untuk menaympaikan

kesan dan perasaannya. Sebagai akibat dari hidup bersama itu, timbullah system

komunikasidan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia

dalam kelompok tersebut, mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan. Mereka

merupakan satu system hidup bersama. System hidup bersama menimbulkan

kebudayaan, oleh karena setiap amggota kelompok merasa dirinya terikat dengan yang

lainnya.

Cirri-ciri masyarakat sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan oleh J.L. Gilin dan

J.P. Gillin (Soemarjan, 1974), bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang

tersebar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.

Sementara Aguste Comte (dalam Abdulsyani, 1995), memberi penekanan bahwa

masyarakat adalah merupakan kelmpok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas

baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiridan berkembang menurut pola

perkembangannya sendiri. Masyarakat dapat memberi yang bagi manusia, sehingga

Page 21: Agama Sebagai Konsep Sosial

tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk berbuat banyak dalam

hidupnya.

Menurut Darmawansyah (1986), masyarakat adalah kelompok manusia yang saling

berinteraksi, yang memiliki prasarana untuk kegiatan tersebut dan adanya saling

keterikatan untuk mencapai tujuan bersama. Masyarakat adalah tempat kita bias

menyaksikan individu sebagai input dari keluarga, keluarga sebagai tempat berproses,

dan masyarakat sebagai, output dari proyeksi tersebut, yang pada akhirnya akan

membentuk suatu system social.

Penganut teori fungsional memandang masyarakatsebagai suatu system social yang

terdiri dari bagian-bagian tertentu saling menunjang antara bagian yang satu dengan

bagian yang lainnya, dan saling menyatu dalam menjaga keseimbangan, apabila terjadi

perubahan dalam satu bagian tertentu dalam masyarakat akan mengakibatkan pula

perubahan pada bagian yang lainnya. Semua struktur dalam masyarakat memberikan

sumbangan terhadap yang lainnya dan sangat diperlukan dalam menjaga keseimbangan,

dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat terjadi secara perlahan.

Teori fungsional memandang masyarakat selalu berada dalam keadaan statis dan

berimbang, maka lain halnya dengan penganut teori konflik, penganut teori ini

memandang bahwa keseimbangan dalam masyarakat terjadi karena adanya tekanan dari

penguasa terhadap pihak yang dikuasai, dan setiap elemen yang ada dalam masyarakat

memberikan sumbangan dalam mendisintegrasikan masyarakat, sehingga berakibat pada

terjadinya konflik antara golongan dalam masyarakat (Ritzer, 2000).

Stuktur masyarakat Indinesia ditandai oleh dua cirri khas yang bersifat unik. Secara

horizontal, masyarakat Indonesia terdiri atas kesatuan-kesatuan yang berbeda antar suku

bangsa, perbedaan agama, adapt istiadat serta system kedaerahan pada masing-masing

kelompok social, perbedaan latar belakang inilah yang mengakibatkan adanya pelapisan

social.

Secara vertical, antara lapisan atas dalam hal ini kaum bangsawan dengan lapisan bawah

atau masyarakat biasa. Perbedaan ini cukup menyolok dikalangan masyarakat, yang

Page 22: Agama Sebagai Konsep Sosial

masih tinggal di daerah kota dan pedalaman, sehingga keadaan ini sering disebut

sebagai cirri masyarakat Indonesia yang majemuk (Nasikun, 2001).

Suatu system social adalah consensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilai-

nilai kemasyarakatan tertentu, terdapat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu

trhadap mana sebagian anggota masyarakat menganggap serta menerimanya sebagai

suatu hal yang mutlak dan benar. System ini berfungsi untuk menstabilir system nilai

yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

System social pada dasarnya, tidak lain adalah suatu tindakan, yang terbentuk dari

interaksi social yang terjadi antar individu, dan tumbuh berkembang tidak secara

kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas kesadaran dan standar tertentu

yang telah disepakati bersama oleh anggota masyarakat. Perubahan system social pada

umumnya terjadi secara gradual, melalui berbagai proses dan penyesuaian, dan tidak

secara revolusioner.

Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat terhadap suatu system social hanyalah

terjadi pada bentuk luarnya saja, namun secara sutansial tidaklah terjadi suatu perubahan

secara mendasar. Dalam setiap system social itu terdapat apa yang kita kenal dengan

istilah noma-norma social, hal inilah yang membentuk suatu stuktur social.

D. Towani Tolotang

Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok social yang mendiami kelurahan

Amparita. Tolotang juga merupakan sebutan bagi aliran kepercayaan yang mereka anut,

namun kelompok ini menurut asal usulnya bukanlah penduduk asli Amparita. Menurut

asal usulnya, nenek moyanh Tolotang, berasal dari desa Wani sebuah desa di kabupaten

Wajo.

Ketika Arung Matoa Wajo (La Sungkuru), memeluk agama Islam pada abad ke XVII,

beliau mengajak rakyatnya agar menerima ajaran baru itu, dan besar penduduk Wajo

menerima Islam sebagai agama mereka, akan tetapi sebagaian masyarakat desa Wani

menolak ajaran tersebut, mereka tetap memegang ajaran yang diterima dari leluhur.

Komunitas yang tetap mempertahankan ajaran tersebut merasa terdesak dengan

Page 23: Agama Sebagai Konsep Sosial

perkembangan agama baru yakni Islam, kemudian mengungsi ke daerah Sidenreng

Rappang.

Istilah Tolotang semula dipakai oleh raja Sidenreng sebagai panggilan kepada pengungsi

yang baru dating di negerinya. To(tau) dalam bahasa Bugis berarti orang,

sedangkan lotang dari kata lautang yang berarti arah selatan, maksudnya adalah sebelah

selatan Amparita, terdapat pemukiman pendatang, jadiTolotang artinya orang-orang

yang tinggal di sebelah selatan kelurahan Amparita, sekaligus menjadi nama bagi aliran

kepercayaan mereka.

Muzhar (dalam Mukhlis, 1985), addtuang Sidenreng sebelum menerima kelompok

pendatang dari desa Wani, terlebih dahulu menyepakati perjanjian yang dikenal

dengan Ade’ Mappura OnroE yang pokok isinya adalah ;

1. Ade’ Mappura OnroE

2. Wari Riaritutui

3. Janci Ripaaseri

4. Rapang Ripannennungeng

5. Agamae Ritwnrei Mabbere

Artinya :

1. Adat Sidenreng tetap utuh dan harus ditaati

2. Keputusan harus dipelihara dengan baik

3. Janji harus ditepati

4. Suatu keputusan yang berlaku harus dilesterikan

5. Agama Islam harus diagungkan dan dilaksanakan

Empat dari lima dari perjanjian tersebut diterima secara utuh, kecuali isi perjanjian yang

terakhir, hanya diterima dalam dua yakni pelaksanaan pernikahan dan pengurusan

jenazah, itu pun tidak menyeluruh sebagai mana yang ada dalam ajaran Islam.

Komunitas Tolotang terbagi atas dua kelompok besar atau sekte, yakni Towani

Tolotang dan Tolotang Benteng, walau pun Tolotang terbagi dalam dua kelompok besar,

namun dalam system keprcayaan tidak terdapat perbedaan yang mendasar, hanya saja

Page 24: Agama Sebagai Konsep Sosial

kelompok Tolotang Benteng pada kartu identitas tertulis agama Islam, sedang

kelompok Towani Tolotangtertulis Hindu.

Praktek pelaksanaan tatacara peribadatan dan system kepercayaan berbeda dengan

system yang dianut dalam jaran Hindu bahkan lebih cenderung ke ajaran Islam, jadi

penganutan terhadap suatu agama mereka akui tetapi dalam hati paham agama yang asli

tetap dipertahankan , oleh Bosch disebut dengan istilah local genius (Ishomuddin,

2002).

Kepercayaan Tolotang bersumber dari kepercayaan tentangSawerigading, sebagai mana

mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya. Meskipun orang-

orang Tolotangbukanlah penduduk asli Amparita, tetapi mereka termasuk suku Bugis

yang memiliki sejarah, budaya, adapt istiadat dan bahasa yang sama dengan suku bugis

kebanyakan.

Setiap masyarakat mempunya system pelapisan social yang berbeda antara satu

golongan dengan golongan yang lainnya, pada komunitas Tolotang pelapisan

masyarakat didasarkan pada system pertalian dara dan keturunan, namun dalam gelar

bangsawan Tolotang tidaklah sama dengan yang dipakai dikalangan masyarakat Bugis,

ukuran ini tidak lepas dari sejarahTolotang itu sendiri. Golongan Uwa menempati posisi

tertinggi, pada tingkatan ini terbagi pada dua gologan yakniUwatta sebagai toko sentral

dan Uwa yang berada satu tingkat di bawahnya, kemudian golongan To Sama, yang

terdiri dari masyarakat biasa.

E. Kerangka Pikir

Dari beberapa landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya pada

prinsipnya bahwa terjadinya interaksi social dikalangan masyarakat Towani

Tolotang merupakan aplikasi dari konsep agama yang mereka pahami sebaga suatu

ajaran yang harus diamalkan dalam proses kehidupan bermasyarakat, baik dengan

masyarakat Tolotang maupun masyarakat yang tidak termasuk Tolotang, kerena apapun

yang mereka lakukan dianggap mempunyai nilai ibadah dan akan mendapat pahala

sesuai dengan amal perbuatan yang telah dilakukan.

Page 25: Agama Sebagai Konsep Sosial

Esensi ajaran agama bagi Towani Tolotang sangat penting untuk diketahui dan

diamalkan dalam kehidupan social tanpa harus memandang dengan golongan mana kita

melakukan interaksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rumusan kerangka pikir

agama sebagai konsep social masyarakatTowani Tolotang, serta nilai-nilai luhur dan

yang menyebabkan terjadinya interaksi social sebagai aplikasi dar rasa keberagamaan

masyarakat Towani Tolotang.

Secara sederhana dapat dilihat pada skema kerangka pikir gambar 1 :

Page 26: Agama Sebagai Konsep Sosial

Gambar 1 : Kerangka Pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif. Peneliti terjun secara langsung ke lapangan mengamati proses social yang

terjadi pada masyarakat Towani Tolotang. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan

proses dari pada produk. Penekanan utama penelitian kualitatif terletak pada proses

(Zamroni, 1992).

Penelitian ini menggunakan pendekatan penomenologis, suatu pendekatan dalam

penelitian dalam penelitian kualitatif yang bertujuan memahami makna setiap peristiwa

dan relevansinya terhadap orang-orang yang menjadi bagian dari peristiwa tersebut

(Moleong, 2001). Hal-hal yang ditemukan di lapangan diinterpretasi tanapa adanya

maksud untuk memanipulasi, merekayasa, mengintervensi, dan mengontrol data sedikit

mungkin. Aplikasi metode dan pendekatan ini dimaksudkan untuk akurasi data dan lebih

mempropesionalkan pendeskripsian hasil penelitian. Penelitian ini mengambil lokasi di

Page 27: Agama Sebagai Konsep Sosial

Kelurahan Amparita, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap, sebuah daerah yang

mayoritas penduduknya suku bugis.

Tellu Limpoe merupakan salah satu Kecamatan di antara delapan Kecamatan yang ada

di Kabupaten Sidrap, Panca Lautang, Tellu Limpoe, Watang Pulu, Panca Rijang,

Maritenggae, Dua Pitue, Pitu Riase (pemekaran dari Kec. Dua Pitue).

Di Kelurahan Amparita, peneliti mengamati secara lansung kehidupan dan interaksi

social masyarakat Towani Tolotangsebagai aplikasi dari system keberagamaan.

B. Definisi Konsep (Pengrtian Konsep)

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai masalah yang diteliti

maka dipanang perlu memberikan definisi operasional variable sebagai berikut :

1. Agama adalah, system, prinsip kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa atau

Dewa dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan

kepercayaan itu.

2. Konsep adalah gambaran mental dari objek, atau pengertian yang diabtrakkan

dari peristiwa kongkrit untuk memahami hal-hal lain.

3. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh

kebudayaan yang dianggap sama

4. Towani Tolotang adalah komunitas masyarakat yang berasal dari desa Wani di

Kabupaten Wajo yang menetap di sebelah selatan Amparita, sekaligus menjadi

nama untuk aliran atau agama yang mereka anut.

5. Integrasi dalam hal ini dipahami sebagai prosespenyesuaian antara unsur agama

dala kehidupan social sehingga mencapai satu keserasian fungsi dalam

masyarakat.

C. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung secara intensif terhadap

perilaku beragama serta kerjasama yang terjadi pada masyarakat Towani

Tolotang.

Page 28: Agama Sebagai Konsep Sosial

2. Teknik wawancara, pengumpulan data di lapangan menyangkut perilaku

beragama dan proses interaksi social masyarakat Towani Tolotang, dilakukan

dengan cara wawancara atas dasar daftar pertayaan yang telah dibuat untuk

kemudian didiskripsikan. Informan kunci, dipilih secara pupossive dengan

pertimbangan pengetahuan agama, status social dan golongan dalam masyarakat

yang memahami nilai-nilai agama Towani Tolotang. Untuk menentukan

informan kunci lebih dahulu didapat informan pangkal yang dapat memeberikan

keterangan kepada peneliti petunjuk-petunjuk lain tentang adanya individu lain

dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan lebih lanjut yang

diperlukan peneliti, informan inilah yang menjadi informan kunci atau key

informan. Orang yang ahli secara mendalam tentang unsure-unsur tertentu dalam

masyarakat yang sedang menjadi objek penelitian seperti tokoh agama, tokoh

pemuda, pemka masyarakat, guru dan kepala adapt (Koencaraningrat, 1973).

3. Data sekunder, yakni data data yang diperoleh dari bahan kepustakaan dan

lembaga atau instansi yang berkaitan dengan permasalahan, data ini

dimaksudkan untuk melengkapi data primer.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam satu pola,

kategori, dan satu uraian dasar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka analisis

berlangsung sejak pertama kali ke lapangan samapai pengumpulan data telah menjawab

permasalahan yang ada, Patton dalam (Moleong,2001).

Sejumlah fakta yang diperoleh di lapangan dikumpulkan dengan cara menuliskan atau

mengadopsi, mengedit, mengklasifikasi, meredksi untuk kemudian disajikan.

Sebagai penelitian yang mengutamakan proses, maka system di atas dilakukan secara

berkesinambungan dengan memulai pengumpulan data yang diperoleh di lapangan yang

telah disesuaikan dengan focus atau masalah penelitin. Mengedit, mengklsifikasi data

yang diperoleh dari informan kunci sesuai dengan focus penelitian. Hasil wawancara

bebas dan observasi lapangan yang merupakan data kualitatif itu diolah sesuai dengan

Page 29: Agama Sebagai Konsep Sosial

mekanisme yang telah diterangkan di atas, kemudian hasilnya disesuaikan dengan

masalah penelitian yang ada.

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Ekologis

Kelurahan Amparita yang dibicarakan dalam kajian ini terletak disebelah selatan kota

Kabupaten Sidrap, dengan jarak 9 km2dari pusat kota Kabupaten Sidrapserta, 221 km

dari ibukota Propensi. Kelurahan Amparita berada dalam wilayah Kecamatan Tellu

Limpoe. Batas-batas wilayah sebagai berikut. Sebelah utara berbatasan dengan

Kelurahan Aratang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Teteaji, Sebelah selatan

berbatasan dengan Kelurahan Pajalele, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan

Toddang Pulu dan Kelurahan Baula, dua kelurahan terakhir secara administrative

merupakan wilayah Kelurahan Amparita sebelum adanya pemekaran wilayah, dengan

luas wilayah 364,74 km2.

Wilayah Kelurahan Amparita yang terdiri atas daratan yang memiliki curah hujan yang

cukup tinggi sehingga penduduk sekitarnya kebanyakakan adalah petani. Kelurahan

Amparita merupakan suatu tempat yang pertama kalinya dihuni oleh pendatang dari

Desa Wani, kemudian dalam perkembangannya telah bercampur dengan penduduk suku

Bugis yang lainnya.

Lembaga pemerintahan di Amparita dipimpin oleh seorang lurah, dalam menjalankan

tugasnya sehari-hari ia dibantu oleh seorang sekertaris, seorang kepala urusan, dua

orang kepala dusun, yaitu kepala Dusun Pakkawarue dan Kepala Dusun Sudatu, masing-

masing kepala dusun membahi dua orang rukun kampong, serta seorang kepala

perswahan.

B. Keadaan Penduduk

Sebelum dimekarkan wilayah Amparita meliputi ; Baula, Toddang Pulu, Aratang serta

Amparita dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Dengan adanya pemekaran maka

dengan sendirinya penduduk Kelurahan Amparita ikut berkurang. Menurut hasil

Page 30: Agama Sebagai Konsep Sosial

SENSUS yang dilakukan yang dilakukan oleh BKKBN Kabupaten Sidrap bulan Juni

2003 jumlah penduduk kelurahan Amparita sebanyak 3. 723 jiwa, dengan perincian

1.720 laki-laki, dan 2.603 jiwa perempuan (Kantor Lurah Amprita, 2003).

Penyebaran penduduk terkonsentrasi pada tempat yang berada di dekat jalan raya dan

pasar Amparita. Tingkat pendidikan di Kelurahan Amparita bias dikatakan berpariasi

hal itu dapat dilihat pada table berikut ini.

Table 1 : Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Sekolah Dasar 1. 419 orang

2. SLTP/MTs 1. 497 orang

3. SMU 429 orang

4. D1/D3 13 orang

5. S1 13 orang

6. S2 2 orang

Total 3. 373 orang

Sumber data : Kantor Lurah Amparita 2003

Dalam lapangan pekerjaan masyarakat Amparita lebih banyak yang berprofesi sebagai

petani hal ini disebabkan oleh kondisi alam yang memang berada di daerah agraris,

selain petani ada juga yang berprofesi sebagai PNS, TNI/POLRI dan sisanya adalah

pekerja swasta dan tukang.

Pada table 2 akan digambarkan jumlah penduduk Kelurahan Amparita berdasarkan Janis

pekerjaan.

Table 2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Page 31: Agama Sebagai Konsep Sosial

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1. PegawaiNegeri Sipil 53 orang

2. TNI / POLRI 10 orang

3. Swasta 5 orang

4. Tukang 9 orang

5. Petani 2.549 orang

Total 2.629 orang

Sumber data : Kantor Lurah Amparita 2003

C. Stratifikasi Sosial

Setiap anggota masyarakat di mana pun mempunyai pelapisan social, hal demikian ini

terjadi karena adanya system penghargaan dalam masyarakat terhadap suatu golongan

masyarakat dengan golongan masyarakat yang lainnya. Penghargaan yang diberikan

biasanya terjadi karena beberapa hal yang menunjang seperti tingkat ekonomi,

kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam bidang agama dan pertalian darah.

Sorikin dalam (Soemarjan, 2001), mengatakan bahwa system pelapisan dalam

masyarakat merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup

teratur, bentuk lapisan masyarakat berbeda sesuai dengan kondisi masyarakat yang

bersangkutan. Lapisan masyarakat itu mulai ada sejak manusia mengenal kehidupan

bersama di dalam suatu organisasi social.

Masyarakat Tolotang juga mengenal system pelapisan social, ukuran yang paling

menonjol adalah factor turunan, factor ini sangat menetukan dalam pemberian

penghargaan di samping factor yang lainnya. Ukuran ini tidak lepas dari

sejarahTolotang itu sendiri yang menganggap pemimpi-pemimpin mereka adalah

keturunan dari Sawerigading (nenek moyang orang Bugis) atau La Panaungi, yang

Page 32: Agama Sebagai Konsep Sosial

bergelar Uwa atauUwatta beserta keturunannya yang menduduki lapisan atas sebagai

mana kedudukan dalam bangawan Bugis kebanyakan.

Lapisan social masyarakat yang lainnya adalah Tosama atau golongan masyarakat biasa,

sedangkan system perbudakan yang dalam masyarakat Bugis dikenal dengan

sebutan Atasudah tidak lagi dipraktekkan oleh masyarakat Tolotangsebagaimana yang

terjadi pada masyarakat Bugis dengan terjadinya perubahan nilai dari masyarakat feodal

ke modern.

Pelapisan social masyarakat yang sudah terpola dalam masyarakat Towani

Tolotang sampai saat ini tetap dipertahankan kecuali golongan ketiga.

Dikalangan Uwa masih terdapat lapisan yang menempati kedudukan tertinggi dalam

masyarakat, hal ini diukur berdasarkan tiwi bunga untuk kalangan ini memakai

gelar Uwatta Battoae, dan hal ini berpindah berdasarkan garis keturunan.

Karena yang dijadiakan ukuran dalam system pelapisan socialTowani

Tolotang berdasarkan pertalian darah, maka pelapisan itu bersifat tertutup. Mobilitas

horizontal dari strata bawah ke strata atas sulit sekali terjadi, hal yang sering terjadi

adalah mobilitas vertical dalam lingkup masing-masing lapisan, misalnya

seorang Uwa yang tadinya tidak Tiwi Bunga, namun setelah Tiwi Bunga dipercayakan

padanya dengan sendirinya posisinya menjadi terangkat.

Ukuran lain dari stratifikasi social pada masyarakat Towani Tolotang adalah tingkat

pendidikan, dikalangan pemimpin mereka ditetapkan criteria khusus yang harus

dipenuhi untuk mendapatkan gelar Uwatta Battoae, yang saat ini dipercayakan

kepada Uwa Temmbong, adapun keriteria tersebut adalah. (1) memahami dengan baik

adat istiadat Towani Tolotang(makkiade), (2) cerdas dan memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi, cerdas dalam hal ini tidak mesti memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi(macca atau panrita), (3) memiliki kepekaan dan solidaritas social yang tinggi

(mapesse), (4) memiliki keperibadian sebagai laki-laki pemberani (tau warani).

Page 33: Agama Sebagai Konsep Sosial

Tingkat pendidikan dan kemapanan dalam bidang ekonomi dalam masyarakat Towani

Tolotang bukan merupakan factor yang dapat mengangkat status social dari

golongan Tosamamenjadi golongan Uwa atau Uwatta karena system pelapisan social

dikalangan Towani Tolotang bersifat tertutup, dan tidak pernah terjadi pelapisan social

secara vertical.

Mengacu pada otoritas yang dijadikan Towani Tolotangsebagai syarat untuk jadi

seorang pemimpin tertinggi, maka hai ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

Weber sebagai pola kepemimpinan otoritas kharismatik (Johson, 1986).

Ukuran lain seperti pewnguasaan ilmu pengetahuan, kedudukan formal serta kekayaan

yang dapat memberikan pengaruh serta menentukan posisi dalam masyarakat yang

menganut system pelapisan terbuka, hampir tidak memberikan pengaruh dalam system

pelapisan social Towani Tolotang sepanjang mereka bukan dari

golongan Uwa, sekalipun menduduki posisi tertinggi dalam dalam strata Tosama.

Sebaliknya seseorang tidak pernah mengikuti pendidikan formal atau hanya

bekerjasebagai petani biasa tetapi mereka berasal dari golongan Uwa yang memiliki

kategori Tiwi Bunga tetap dipandang memiliki kedudukan yang tinggi dalam

masyarakat Towani Tolotang.

Golongan Uwa senantiasa untuk tetap mempertahnkan kemurnian keturunan dalam

rangka kontinuitasnya, mereka menyadari bahwa latar belakang timbulnya penghargaan

dan penilaian berpangkal pada sejarah keberadaan Tolotang, yang meletakkan nilai

tertinggi pada keturunan La Panaungi atauSawerigading yang menurutnya dapat

berkomunikasi denganDewata Sewae merupakan factor yang sangat diperhatikan.

Symbol-simbol budaya yang mencerminkan system berlapis tetap tampak pada

pelaksanaan upacara-upacara yang berkaitan dengan adat dan tradisi mereka, seperti

pada upacara perkawinan, kelahiran anak dan kematian.

Page 34: Agama Sebagai Konsep Sosial

Di samping itu symbol ini juga nampak arsitektur bangunan tempat tinggal atau rumah,

di mana rumah yang terdiri atas rumah panggung dengan tiang-tiang bulat atau persegi

delapan bagi golongan Uwa, dan persegi empat bagi golongan Tosama.

Rumah Uwa pada umumnya lebih besar dari rumah masyarakat biasa, dengan

lantai salima yang berlantai dua artinya sebagian lantai lebih rendah dari lantai yang

lain, pada umumnya disebutnya tamping , dan lantai yang lebih tinggi disebut ale bola,

symbol ini juga dapat dilihat pada komunikasi sehari-hari.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Beragama Towani Tolotang

Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu dibayangi oleh agama.

Bahkan, dalam kehidupan yang sekarangpun dengan keajuan teknologi serba modern

manusia tidak bias lepas dari apa yang disebut agama. Agama sebagai suatau kebutuhan

dasar manusia, karena agama sebagai sarana pembelaan diri terhadap segala bentuk

kekacauan yang mengancam kehidupan manusia.

Dalam masyarakat sederhana ciri religious bersama hampir berhimpitan sepenuhnya

dengan kebudayaan. System kepercayaan beragama memasuki seluruh kehidupan

individu maupun kolektif, dalam masyarakat modern agama barangkali dianggap

sebagai suatu hal yang tidak terlalu menentukan. Namun hal ini tidaklah seperti yang

terjadi dikalangan masyarakat Towani Tolotang. Agama sebagai wujud sosial dari rasa

keimanan manusia, dapat memberikan interaksi yang positif pada perkembangan

masyarakat.

Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan

oleh suatu masyarakat untuk menangani maslah penting yang tidak dapat dipecahakan

oleh ilmu pengetahuan teknoligi dan manajemen modern. Agama memberikan makna

pada kehiduoan individu dan kelompok, juga member harapan tentang kelanggengan

Page 35: Agama Sebagai Konsep Sosial

hidup sesudah mati. Agama dapat dijadikan sarana untuk mengangkat diri dari

kehidupan duniawi, guna mencapai kemandirian spiritual. Agama memperkuat norma-

norma kelompok, sanksi moral untuk perbuatan perorangan, dan menjadi dasar

persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan kehidupan

masyarakat.

Iman dan agama sebagai suatu kenyataan yang harus diterima manusia agar dapat

mengusahakan suatu teologi trasformatif bersama, keyakinan iman dan agama yang

diwahyukan Tuhan kepada manusia sebagai suatu konsep untuk sebuah tatanan

kehidupan bersama.

Setiap agama yang ada di muka bumi ini tentunya mempunyai konsep masing-

masing, baik untuk kehidupan duniawi maupun dalam kerangka kehidupan akhirat.

MasyarakatTowani Tolotang yang menganut ajaran agama Tolotangmempercayai

bahwa agama yang mereka unut berasal dariSawerigadign yang

menerima Sadda dari Dewata Sewwae.

Menurut pengikut Towani Tolotang bahwa dunia yang ditempati ini, sesungguhnya

diciptakan oleh Dewata Sewwae, yang pada waktu itu tidak terdapat sesuatu apapun atau

kosong. Pada suatu ketika PatotoE (Pencita alam semesta) bangun dari tempat tidurNya

lalu menayakan keberadaan pesuruhNya Rukkelleng Mpoba, Runa

Makkopong, danSanggiang Pajung. Namun dari laporan pembantuNya yang lain tidak

mengetahui keberadaan mereka. Pada suatu ketika tampaklah Rukkelleng

Mpoba menuju ketempat PatotoEsetelah sampai dia melaporkan adanya tempat yang

masih kosong, sekaligus mengusulakn kepada PatotoE untuk mengutus salah seorang

putraNya diturunkan untuk mengisi bumi yang kosong sebagai mula tau, untuk mejadi

pemimpin di bumi.

Berikut ini penggalan dari dialog pembukaan Surag Galigo;Maddaung wali

Rukkelleng Mpoba, …temmaga Puang muloq seua rijajiammu, tabareq-bareq Puang,

rekkua masuaq tau ri awa lagi, le ri menegna paretiwie mattampa Puang le ri

Page 36: Agama Sebagai Konsep Sosial

Batara. Bersimpuh Rukkelleng Mpoba, . . . alangkah baik Tuanku menurunkan seorang

keturunan untuk menjelma di muka bumi agar dunia tidak lagi kosong, dan terang

benderang paras dunia, Engkau bukanlah Dewata selama tak satu manusiapun di kolong

langit, di permukaan bumi, yang menegaskan Paduka sebagai Batara(Arsuka, 2002).

Usulan yang disampaikan oleh Rukkelleng Mpobakemudian dimusyawarahkan

dengan Dewa-dewa yang lainnya, dan menunujuk Batara Guru untuk dijelmakan

sebagai tunas manusia di bumi. Batara Guru sebagai To Manurungge dan sebagai

manusia pertama diturunkan dari langit dengan perantaraan pelangi, dan ditetaskan

lewat sebatabg bamboo betung.

Untuk meneruskan kepemimpinan di muka bumi PattoEjuga menurunkan pasangan

bagi Batara Guru yaitu I Nyili Timo yang kemudian melahirkan putra yang diberi

namaBatara Lattu. Setelah empat generasi dari orang yang pertama diturunkan

oleh PatotoE, maka terjadilah kekacauan dan peperangan antar kelompok di muka bumi

yang membuatPatotoE murka dan menghancurkan dunia samapai kosong kembali

dalam istilah lontaraq disebut Taggilinna Sinapatie.

Setelah beberapa lamanya dunia kosong, maka PattoEmengisi dunia kembali dengan

manusia, pada saat itu menurut kepercayaan pengikut agama Towani

Tolotang diturunkannyaLa Panaungi yang kemudian merumuskan

kepercayaanSawerigading, setelah menerima wahyu dari Dewata Sewwesebagai dasar

keyakinan bagi Towani Tolotang, kepercayaan ini kemudian disebarkan kepada

pengikutnya sampai sekarang.

Ketika agama Islam berkembang di daerah Wajo kelompok ini terdesak, mereka

kemudian mengungsi kedarah Sidenrengdibawah pimpinan I Pabbere dan menetap di

daerah Amparitadan dikuburkan di lokasi yang sekarang dikenal dengan namaPerri

nyameng. Sebelum meninggal I Pabbere berpesan kepada pengikutnya agar tiap

tahunnya menziarahi kuburannya, pesan itulah yang dijalankan orang-orang Towani

Tolotangi diPerri nyameng untuk mengadakan ritus Sipulung.

Page 37: Agama Sebagai Konsep Sosial

Perlu dijelaskan bahwa ritus Sipulung yang dilakukan olehTowani

Tolotang bukanlah bentuk penyembahan kepada berhala melainkan sebagai

penghormatan kepada I Pabberesebagai mana yang dikemukakan oleh Uwa La Satti,

(wawancara, 6-10-2003).

Ajaran Towani Tolotang didasarkan pada lima hal yaitu

1. Percaya akan adanya Dewata Sewwae

2. Percaya adanya penerima wahyu

3. Percaya akan adanya kitab suci

4. Percaya akan adanya hari kiamat

5. Percaya akan adanya hari akhirat.

Melihat konsep dasar ajaran Towani Tolotang tidak jauh berbeda dengan Rukun

Iman yang dijadikan dasar dalam ajaran Islam, hanya saja dalam ajaran Towani

Tolotang tidak ada kepercayaan terhadap ketentuan nasib baik dan buruk secara

tersendiri.

Konsep ke Tuhanan dalam kepercayaan Towani Tolotang adalah apa yang

mereka sebut dengan Dewata Sewwae. Dewata berarti Dewa atau Tuhan

sedangkan Sewwaeartinya satu atau Esa. Dewata Sewwae sebagai Zat yang disembah

mempunyai sifat antara lain, Maha Pemberi, Maha Pengampun, Maha Kuasa.

Penganut Towani Tolotang dalam kehidupannya sehari-hari dipengaruhi oleh

keyakinan terhadap Dewata Sewwaeyang kemudian membentuk suatu sikap hidup

tertyentu dalam diri pengikut Towani Tolotang; mengakui bahwa tiada yang

patut disembah kecua;I Dewata Sewwae, melakukan kewajiban bagi masyarakat

Towani Tolotang yang mereka sebut dengan istilah molalaleng, member bakti social

terhadap sesame, marellau atau berdoa; mappala wali ri paratiwie marellau ri botting

Page 38: Agama Sebagai Konsep Sosial

langi, serta meyakini bahwa Dewata Sewwae; mampancaji tenri pancaji,makkole tenri

kelori, makkita mata, tennaita mata Iyamaneng makkelori, serta semua yang tampak dan

yang gaib adalah kekuasanNya.

Dalam keyakinan Towani Tolotang dikenal pula adanyaSadda atau wahyu dan

orang yang menerima wahyu, orang yang pertama menerima wahyu

adalah Sawerigading, beliaulah yang menyebarkan ajaran-ajaran dari Dewata

Sewwae yang diperoleh melaui Sadda. Sepeniggal Sewarigading dan setelah

pengikutnya musnah karena telah banyak berbuat kerusakan, maka Dewata

Sewwae mengutus La Panaungi yang juga menerima sadda untuk melanjukan ajaran

serta meluruskan penyimpangan yang terjadi.

Ada satu keyakinan yang masih dipercayai Towani Tolotang bahwa La

Panaungi belum meninggal tetapi diamallang (diangkat ke langit). Sebelum pergi La

Panaungiberpesan kepada kaumnya agar ajaran ini dipertahankan sampai Dia turun

kembali ke bumi, pesan ini dipindahkan turun temurun secara lisan dan diperpegangi

oleh Towani Toltang.

Setiap agama tentunya mempunyai kitab suci yang dijadikan sebagai pedoman

dalam beribadat dan kontak social dengan anggota masyarakat yang lainnya. Kitab suci

yang dijadikan pegangan oleh Towani Tolotang adalah kitab Lontara yang lazimnya

disebut Sure Galigo yang berisi empat uraian pokok yaitu ; Mula ulona Batara Guru,

Taggilinna Sinapatie, Itebbanna Walanrange, Appongenna Towanie.Lontara ini berisi

petunjuk-petunjuk dan ajaran tentang kehidupan sebelum adanya dunia ini sampai

setelah berakhirnya kehidupan di bumi.

Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan mengenai kisahMula Ulona Batara

Guru yang berisi tentang asal usul manusia di bumi begitu juga dengan Taggilinna

Sinapatiedimana menerangkan tentang pengisian kembali bumi setelah pengosongan

akibat kekacauan yang terjadi. Sedangkan apa yang dipahami Towani

Tolotang tentang Ritebbanna Walanrangge, adalah kisah ditebangnya sebuah pohon

Page 39: Agama Sebagai Konsep Sosial

ajaib untuk dijadikan perahu oleh La Galigo yang dijadikan kapal berlayar ke negeri

Cina, tiga konsep ini mirip dengan kisah dalam epos La Galigo.

Bagian terakhir dari keyakinan Towani Tolotang adalahAppongenna

Towanie, adalah riwayat ketika La Panaungimenerima Sadda dari Dewata Sewwae,

sebagai petunjuk kehidupan di dunia dan di akhrat nanti. Disamping kitab lontara yang

menjadi pedoman Towani Tolotang juga terdapat apa yang mereka

sebut paseng dan pemmali sebagai salah satu sumber ajaran tentang nilai dan norma.

Penganut Towani Tolotang juga meyakini adanya kehidupan sesudah mati, atau

hari kemudian, yang mereka sebut lino paimeng, sebagai hari pembalasan, mereka yang

salama hidup di dunia taat pada aturan agama dan Uwa akan ditempatkan di Lipu

Bonga, semacam syurga bagi ummat Islam. Untuk mendapatkan keselamatan hidup di

akhirat maka manusia harus mengtahui tujuan hidupnya.

Pengabdian kepada Dewata Sewwae melalui wakil mereka yaitu Uwa yang

disebut molalaleng berupa kewajiban yang harus dijalankan. Kewajiban ini berupa ritual

seperti;mappenrei nanre sebagai bekal dihari akhirat, kewajiban semacam ini juga

dilaksanakan pada saat melaksanakan pernikahan, acara kematian dan kelahiran bayi,

disamping itu ada juga ritual tudang sipulung biasanya hal ini dilakukan ketika akan

memulai sebuah pekerjaan. Pada umumnya kegiatan tersebut dikenal dengan

istilah makkasiwiang (beribadah).

Upacara mappenrei nanre adalah sebuah bentuk peribadatan kepada Tuhan

dengan melalui perantara Uwa atauUwatta, secara harfiah mappenrai nanre adalah

menaikkan nasi atau membawa nasi kerumah Uwa atau Uwatta, maksudnya suatu

bentuk peribadatan dengan menyarahkan nasi lengkap dengan lauknya yang terdiri dari

lima macam; Salonde, Tumpi-tumpi, bajabu bale, dan manuk mallibu (ayam yang

dimasak dalam keadaan utuh). Penyerahan ini dilakukan di

rumah Uwa atau Uwatta, dengan posisi saling berhadapan, kalau dulunya persembahan

Page 40: Agama Sebagai Konsep Sosial

diletakkan dalam bakul-bakul khusus yang dibuat dari daun lontar dianyam segi empat,

atasnya berbentuk bundar lengkap dengan penutupnya.

Malinoswski berpendapat bahwa upacara merupakan sarana untuk

mengungkapkan perasaan pribadi secara kolektif dengan cara yang direstui masyarakat,

dan upacara upacara seperti ini sering dilaksanakan pada masyarakat yang hidup dari

pertanian. Upacara tersebut menunjukkan sikap hormat pada sang pencipta dan

keseburan di dalam alam di mana manusia hidup dan bergantung (Haviland, 1993).

Seiring dengan perkembangan jaman dalam hal tempat yang dipakai

untuk mappenrei nanre bukan lagi bakul yang terbuat dari daun lontar melainkan panic

kembang berukuran besar. Dalam hal jumlah berapa banyak yang harus diserahkan tidak

ada ketentuan khusus, hal ini tergantung pada kemampuan serta keihklasan seseorang,

yang pasti semakin banyak jumlah yang dipersembahkan semakin besar pula pahala

yang akan diterima dihari kemudian.

Persembahan yang dilakukan oleh Towani Tolotangbeumlah dianggap sempurna

bila tidak disertai rekko ota (daun sirih yang dibentuk dengan lipatan khusus), hal ini

merupakan lambang pemberitahuan kepada Dewata Sewwae bahwa seseorang akan

menyarahkan nasi sebagai sajian untuk pengabdian, demikian juga sebaliknya daun sirih

tanpa nasi tidak dapat diterima. Sesajen yang diserahkan

kepada Uwa atauUwatta setelah dibacakan doa keselamatan dalam bahasa bugis

sebagian akan dikembalikan kepada orang yang member sesajen itu untuk dimakan

secara bersama-sama dan sisanya ditinggal untuk Uwa atau Uwatta, sementara daun

sirih diserahkan kepada orang yang memberikan sesajen untuk kemudian dijadikan

sebagai penagkal kesialan atau jimat-jimat untuk keselamatan, daun sirih itu dipercayai

sangat ampuh sebagai mana yang diceritakan I Mase’ kepada penulis (9-9-2003).

Bentuk kegiatan social dalam kehidupan Towani Tolotang juga merupakan

peribadatan kepada Dewata, besar kecilnya partisipasi anggota masyarakat terhadap

suatu kegiatan akan mempengaruhi kehidupan mereka kelak dikemudian hari.

Page 41: Agama Sebagai Konsep Sosial

Penganut Towani Tolotang juga mempercayai adanya hari kiamat yang

disebut asolangeng lino, kehancuran alam, dimana semua manusia akan mati kemudian

dibangkitkan kembali untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya pada masa

hidup di dunia.

Dalam system kepercayaan Towani Tolotang terdapat ritual yang harus

dijalankan sebagai bentuk kepercayaan manusia kepada Tuhan. System upacara ini

sendiri tidak lain merupakan tingkah laku yang berkaitan dengan kemampuan di luar

kekuatan manusia, dan system pewarisan keyakinan ini diturunkan dari generasi ke

generasi berikutnya.

Malinowski berpendapat bahwa upacara atau ritual yang dilakukan merupakan

sarana untuk secara kolektif mengungkapkan perasaan pribadi dengan cara yang direstui

oleh masyarakat, sambil menjaga persatuan dan menghindari terjadinya perpecahan

dalam masyarakat. Ritual yang dilakukan tiap tahunnya dimaksudkan untuk

menghormati kekuatan Pencipta dan kesuburan di dalam alam sebagai tempat

bergantungnya kehidupan manusia.

Keikut sertaan dalam kegiatan ritual yang memperkuat keterlibatan kelompok,

keikutsertaan juga merupakan latihan untuk menghadapi situasi yang kritis serta

memperkuat sikap penyadaran diri pada kekuatan supernatural, yang dengan mudah

dapat digerakkan dalam keadaan tegang yang menuntut agar orang tidak mudah

menyarah pada kegelisahan dan ketakutan (Haviland, 1983).

B. Konsep Sosial Towani Tolotang

Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya ada beberapa hal yang menjamin

terjalinnya kehidupan yang harmonis sehingga tidak terjadi kekacauan dalam

masyarakat tersebut. Untuk menertibkan kontak social dalam masyarakat diperlukan

norma-norma yang bersiafat mengikat setiap anggota masyarakat secara keseluruhan.

Page 42: Agama Sebagai Konsep Sosial

Norma yang berlaku dalam setiap masyarakat tentunya berbeda antar satu

masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya hal ini ditentukan oleh kondisi

lingkungan setempat, bahkan dalam sutu suku kadang ada perbedaan yang mendasar

tentang ajaran norma atau konsep terhap system social yang diterapkan.

Suatu system nilai atau norma merupakan suatu rangkaian konsepsi abstrak yang

hidup dalam alam pikiran masyarakat yang tidak hanya menilai tentang apa yang

dianggap penting dan berharga namun juga menilai tentang hal-hal yang dianggap

remeh dan tidak berharga dalam hidup.

Norma berfungsi sebagai pedoman dan pendorong manusia dalam melakukan

interaksi social, system norma yang sudah berakar dalam masyarakat biasanya akan

bersifat mengikat anggotanya dengan berbagai aturan dan sangsi terhadap sebuah

pelanggaran, meskipun peraturan ini tidak tertulis sebagai mana hokum formal akan

tetapi mampu menjadi filter dalam mengontrol pola pergaulan masyarakat.

System nilai walaupun merupakan suatu konsepsi yang abstrak, namun mampu

mempengaruhi tindakan manusia secara langsung, hal ini dikarenakan kebutuhan

manusia terhadap sesamanya dalam artian bahwa tidak ada manusia yang mampu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain, sehingga membantuk suatu

pola pikir untuk tetap mempertimbangkan kepentingan orang lain.

Sajogyo (1999), mengtakan bahwa norma adalah tata kelakuan dan pedoman

yang sesungguhnya untuk sebagian besar dari tindakan manusia dalam masyarakat.

Bentuk nyata dari norma tersebut bermacam-macam, ada yang berbentuk aturan adat,

aturan tentang sopan santun pergaulan dan lain sebagainya, dan berlaku sesuai fungsinya

masing-masing guna mengatur kehidupan masyarakat yang kompleks.

Towani Tolotang sebagai sebuah komunitas agama mempunyai norma tersendiri

dalam melakukan interaksi social, dan norma yang berlaku dikalangan mereka bersifat

mengikat anggota masyarakat dengan berbagai aturan yang harus ditaati serta berbagai

Page 43: Agama Sebagai Konsep Sosial

ganjaran yang harus diterima oleh orang-orang yang lalai dalam menjalankan norma

yang ada.

Interkasi social yang terjadi di kelaurahan Amparita yang dihuni oleh tiga

kelompok masyarakat yang mempunyai cirri dan konsep social sendiri yakni : Towani

Tolotang, Tolotang Benteng, dan Islam. Ketiga kelompok ini tidak menempati koloni

tertentu di kelurahan Amparita, tetapi mendirikan rumah secara bercampur, sehingga

interaksi social yang terjadi tidak saja terjadi antara golongan sendiri akan tetapi juga

terjadi interaksi dengan kelompok lain, dan setiap golongan mempunyai konsep

tersendiri tentang kehidupan social.

Setiap konsep yang berlaku dalam suatu masyarakat bukanlah meruapakan

model-model pemikiran yang dipaksakan dari luar, tetapi harus berkaitan dengan

kondisi yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Konsep social adalah

penafsiran denga mengeluarkan makna tertentu supaya lebih jelas dan

menhubungkannya dengan makna lain dan berbagai system makna yang ada dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Towani Tolotang berpegang teguh

pada paseng dan pemmali yang secara turun-temurun diwariskan dalam keluarga

masing-masing. Pewarisan nilai-nilai luhur dalam keluarga merupakan kwajiban oleh

penganut agama Towani Tolotang hal ini diungkapkan dengan istilah tomatoanna

jellokangngi laleng anakna artinya orang tua seharusnya memberikan petunjuk kepada

anaknya, paseng dan pemmali inilah yang dianggap penganut agama Towani

Tolotang konsep social yang harus diperpegangi oleh setiap masyarakat yang lainnya.

Wawancara dengan Uwa’ La Ondo (24-09-2003).

Dalam pembetukan sikap peribadi dan sikap hidup bermasyarakat tiap anggota

masyarakat Towani Tolotang wajib berpegang pada sifat-sifat utama sebagai konsep

social masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Uwatta Battoae Uwa Tembong (06-

10-2003).

Page 44: Agama Sebagai Konsep Sosial

1. Lempu atau kejujuran

2. Getteng atau sikap tegas

3. Tettong atau ketetapan hati konsekwen

4. Tongeng atau benar

5. Temmapasilaingeng atau bersikap adil.

Kelima konsep social yang disebutkan tentunya mempunyai makna yang dalam

bagi setiap penganut Towani Tolotang. Untuk mengatahui makna dari konsep social

yang dikemukana di atas akan dibahas satu persatu, dalam pembahasan ini secara

terinci.

Kelima konsep yang dikemukakan meskipun sama dengan konsep social yang

dijadikan dasar oleh orang Bugis, namun hal itu merupakan konsep asli Towani

Tolotang, hal ini juga tidak terlepas dari sejarah Towani Tolotang sendiri yang memang

merupakan keturunan orang-orang Bugis. Konsep social ini dikuatkan dengan adanya

pernyataan Towani Tolotang yang mengaku tidak lagi mengikuti ajaranSawerigading,

melainkan hanya mengikuti ajaran La Panaungi.

1. Lempu atau kejujuran

Memelihara sifat-sifat utama dalam kehidupan ini bagiTowani

Tolotang, merupakan suatu keharusan, hal ini dikarenkan untuk dapat tetap hidup

berdampingan dengan anggota masyarakat yang lainnya dibutuhkan sifat-sifat utama,

seseorang yangtidak mampu mempertahankan sifat-sifat utama akan dikucilkan dalam

kehidupan bermasyarakat.

Menurut masyarakat Towani Tolotang, yang menentukan kemanusian seorang

manusia ialah berfungsinya sifat-sifat kemanusiaan, sehingga orang menjadi manusia

adalah yang mampu menjaga sifat-sifat utama. Sifat-sifat utama harus ditampilkan

Page 45: Agama Sebagai Konsep Sosial

peranannya dalam tiap kegiatan, baik dikalangan individu maupun institusi

kemasyarakatan, nilai-nilai inilah yang dilestarikan masyarakat Towani Tolotang dari

generasi kegenerasi secara turun temurun dalam membina pranata social yang ada.

Salah satu sifat utama masyarakat Towani Tolotangadalah lempu yang secara

bahasa dalam bahasa Bugis berarti jujur atau berlaku adil namun secara makna

kata lempu atau jujur dalam hal ini tidak diartikan secara sempit, namun harus diartikan

secara luas.

Kata jujur dalam konsep ini adalah kemampuan seseorang berlaku jujur terhadap

sesama manusia dan ciptaan Tuhan. Seseorang tidak hanya dituntut untuk jujur kepada

orang lain akan tetapi kejujuran ini harus diterapkan pada diri sendiri, termasuk

kepada Dewata Sewwae, walaupun pada dasarnya Dewata Sewwae menegetahui segala

bentuk kegiatan manusia di bumi ini.

Lempu juga berarti kesalehan hati yang dimiliki seseorang dari perbuatan-

perbuatan yang dilarang agama, serta menepati janji, baik yang terlahir dalam bentuk

perbuatan maupun dalam masalah niat. Kejujuran juga merupakan patokan dalam

pergaulan sehari-hari baik itu dengan masyarakat Towani Tolotang sendiri maupun

masyarakat yang berada di luarTowani Tolotang.

Menurut Uwa Sandi Tonang (wawancara, 6-10-2003), sesorang yang dalam

pergaulan sehari-hari tidak mampu untuk berlaku jujur, akan dikucilkan dari pergaulan

masyarakat, ada empat macam perbuatan jujur; yaitu memaafkan orang yang berbuat

salah kepada kita, tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan, tidak serakah

terhadap barang-barang yang bukan miliknya atau milik orang lain, dan tidak

memandang sebuah kebaikan jika dinikmati sendiri, akan tetapi kebaikan itu adalah hal

yang dinikmati bersama oleh anggota masyarakat.

Sikap jujur terhadap sesema mahluk akan menciptakan suatu tatanan kehidupan

social yang harmonis, karena sifat tersebut bisa membuat masyarakat yang lainnya

Page 46: Agama Sebagai Konsep Sosial

terpengaruh pada sisfat-sifat yang tidak meruak system social yang telah tertata rapi

dalam lingkungan masyarakat Towani Tolotang.Dalam ajaran agama Towani

Tolotang seseorang yang tidak berlaku jujur akan dosa serta ganjaran yang setimpal

dariDewata Sewwae.

Lempu juga di sini mengandung empat unsure yakni ; jujur kepada Dewata

Sewwae, jujur terhadap diri sendiri, jujur tehadap sesama manusia dan jujur tehadap

sesame ciptaanDewata Sewwae. Ke empat unsur kejujuran ini oleh setiap

penganut Towani Tolotang sangat dijunjung tinggi karena merupakan manifestasi dari

tingkah laku yang akan memberikan ketentraman lahir dan batin.

2. Getteng atau Tegas

Dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan Towani Tolotang diperlukan

suatu sikap kemandirian yang mantap, dalam artian bahwa setiap anggota masyarakat

harus mempunyai sikap getteng yang secara bahasa berarti tegas. Sikap tegas diperlukan

dalam rangka pengambilan suatu keputusan dalam masalah-masalah yang timbul dalam

proses social, setiap individu dituntut berani dalam mengambil suatu keputusan

sehingga nanti tidak terjadi pnyesalan.

Menurut Uwa Sandi Tonang (wawancara, 6-10-2003) sikap getteng, merupakan

factor penting dalam membina masyarakat karena getteng merupakan cerminan jiwa

kemanusiaan yang tinggi jiwa dedikasinya, dan selalu berorientasi kemasa depan dan

pembaharuan. Sikap gettengharus dimiliki oleh setiap pemimpin sebagai panutan dalam

masyarakat, getteng harus ditanamkan kepada seluruh lapisan masyarakat mulai dari

tingkat yang terendah samapai pada tingkat yang tetinggi.

Lapisan yang pertama wajib memberikan teladan yang baik pada masyarakat,

tetapi manakala pada lapisan pertama tidak dapat memberikan contoh yang baik maka

akan sulit untuk menerapkan pada lapisan masyarakat umum, lebih lanjutUwa Sandi

Tonang menagatakan bahwa, sikap getteng dari seorang pemimpin menentukan sikap

Page 47: Agama Sebagai Konsep Sosial

dan tingkah lakunya dalam masyarakat. Intelektual dan tingkat pendidikan suatu

masyarakat bukan jaminan akan kemajuan dan tingginya peradaban yang dimilikinya,

akan tetapi hal itu akan ditentukan oleh sikap tegas dan keberanian pemimpin dalam

mengambil keputusan.

3. Tettong atau konsekuen

Konsep social ketiga yang dimiliki Towani Tolotang adalahtettong dalam bahasa

bugis tettong diartikan berdiri, namun dalam hal ini kata tettong berarti konsekuen atau

teguh dalam pendiriannya, sebagai sebuah bentuk sikap yang tidak mudah terkena

pengaruh dan godaan, terutama dalam mengamalka ajaran Towani Tolotang, tettong di

sini juga diartikan sebagai bentuk pertanggung jawaban dari apa yang telah dilakukan

manusia.

Sulit membedakan antara konsep-konsep social yang diperkenalkan Towani

Tolotang karena memiliki pengertian yang hampir sama, namun apa bila dicermati maka

akan didapati celah atau perbedaan tetapi masih saling terkait antara konsep yang satu

dengan konsep yang lainnya.

Konsep tettong sebagai salah satu sifat utama yang harus dimiliki Towani

Tolotang, dipahami sebagai kemampuan anggota masyarakat dalam menepati apa yang

pernah diungkapkannya, satunya kata dengan perbuatan, dikalanganTowani

Tolotang seseorang akan disebut tau apabila ia mampu untuk memproses diri atau

pemutuan diri yang berawal dari sadda, bunyi atau suara dari Dewata Sewwae, sebagai

tahap alamiah, lalu proses ini berlanjut pada tingkatan ada atau perkataan, pada

tingkatan ini proses manusia mulai pada jenjang social budaya.

Perkataan manusia merupakan pegangan yang akan dijadikan dasar bagi individu yang

lain dalam menilai individu yang bersangkutan, apabila individu mampu untik tetap

menjaga adayang pernah dikeluarkannya, seterusnya manusia akan masuk dalam

Page 48: Agama Sebagai Konsep Sosial

tingkatan pembuktian berupa gau, rangkaian tindakan yang dilakukan dalam proses

berinteraksi dengan individu lainnya.

Dari proses yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa untuk mencapai individu

menjadi tau atau manusia paripurna, eksis meng-ada, harus melalui beberapa tahapan.

Kemampuan individu menjadi tau adalah subtansi dari sifat tettong yang menempatkan

individu dalam martabat dan harga diri.